Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN UNDESCENDCUS TESTIS (UDT)

1. KONSEP DASAR
A. Definisi
Undescendcus testis (UDT) atau disebut juga Kriptorkismus adalah gangguan
perkembangan yang ditandai dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua testis
ke dalam skrotum.

UDT atau cryptorchidism juga di artikan sebagai testis yang tidak dapat turun ke
skrotum hingga bayi berusia 12 minggu. Hal ini berbeda dengan acquired UDT atau
disebut juga dengan ascending testis. Pada acquired UDT, testis dapat turun secara
normal sampai ke skrotum saat bayi lahir hingga bayi berusia sekitar 3 bulan, namun
setelah itu, semakin bertambahnya usia bayi testis semakin bergerak naik keluar dari
skrotum.
B. Klasifikasi UDT
Terdapat beberapa tipe UDT
1) UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan parsial
melalui jalur yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan
tidak teraba (impalpable).
2) Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang normal.
3) Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat refleks
kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis, bukan
termasuk UDT yang sebenarnya.
Pembagian lain membedakan UDT sebenarnya menurut lokasi terhentinya testis,
menjadi: abdominal, inguinal, dan suprascrotal). Gliding testis atau sliding testis adalah
istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat dimanipulasi hingga bagian
atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan dilepaskan
C. Epidemiologi
Undenscended testis (UDT) merupakan kelainan genitalia kongenital yang
paling sering ditemukan pada anak laki-laki. Angka kejadian pada bayi laki-laki yang
lahir cukup bulan sebesar 3 % dan meningkat menjadi 30% pada bayi yang lahir
prematur. Sepertiga kasus mengalami UDT bilateral sedangkan dua pertiganya adalah
unilateral.
Faktor predisposisi terjadinya UDT adalah prematuritas, berat bayi baru lahir yang
rendah, kecil pada masa kehamilan, kehamilan kembar dan pemberian estrogen pada
trimester pertama. Testis dapat mengalami desensus secara spontan dengan
bertambahnya usia, sehingga prevalensinya menjadi sekitar 0,7-0,9 % pada saat umur
1 tahun. Setelah usia 1 tahun, testis yang letaknya abnormal jarang dapat mengalami
decensus secara spontan.
D. Etiologi

UDT dapat disebabkan oleh kelainan dari kontrol hormon atau proses anatomi yang
diperlukan dalam proses penurunan testis secara normal. Kelainan hormon androgen,
MIS, atau Insl 3 jarang terjadi, tetapi telah diketahui dapat menyebabkan UDT
Kelainan fase pertama dari penurunan testis juga jarang terjadi. Sebaliknya, migrasi
testis pada fase ke-2 dari penurunan testis adalah proses yang kompleks, diatur oleh
hormon, dan sering mengalami kelainan. Hal ini ditunjukkan dengan gagalnya
gubernakulum bermigrasi ke skrotum, dan testis teraba di daerah inguinal. Penyebab
dari kelainan ini masih tidak diketahui secara pasti, namun kemungkinan disebabkan
oleh tidak baiknya fungsi plasenta sehingga menghasilkan androgen dan stimulasi
gonadotropin yang tidak cukup. Beberapa gangguan jaringan ikat dan sistem saraf
berhubungan dengan UDT, seperti arthrogryposis multiplex congenita, spina bifida dan
gangguan hypothalamus. Kerusakan dinding abdomen yang menyebabkan gangguan
tekanan abdomen juga meningkatkan frekwensi UDT, seperti exomphalos,
gastroschisis, dan bladder exstrophy. Prune Belly syndrome adalah kasus yang spesial
di mana terjadi pembesaran kandung kemih yang menghalangi pembentukan
gubernakulum di daerah inguinal secara normal, atau menghalangi penurunan
gubernakulum dari dinding abdomen karena kandung kemih menjadi sangat besar. Hal
ini lalu menghalangi prosesus vaginalis membentuk kanalis inguinalis secara normal
dan oleh sebab itu testis tetap berada pada daerah intra abdomen di belakang kandung
kemih yang membesar tersebut.2

E. Patofisiologi
suhu testis 2-7 ° C di bawah suhu tubuh sangat penting untuk spermatogenesis . Ada
lima fitur anatomi unik dari skrotum yang penting untuk termoregulasi kulit skrotum
tipis, sering tanpa rambut, banyak kelenjar keringat, unika dartos, pleksus
pampiniformis, otot cremaster, tidak adanya jaringan adiposa.
Penurunan gradien suhu rectoscrotal hanya 1–2 ° C cukup untuk secara eksperimental
menekan spermatogenesis . Varikokel dan UDT dapat menyebabkan kesuburan pria
yang berhubungan dengan spermatogenesis abnormal . UDT berkembang dalam suhu
ambien yang meningkat dari perut atau kanalis inguinalis. Cedera termal ini dimediasi
oleh spesies oksigen reaktif dan protein heat-shock tertentu, yang merusak sel-sel
germinal serta sel Sertoli . Orkiopeksi bahkan jika dilakukan sedini mungkin sebelum
usia 1 tahun tidak dapat mencegah perubahan morfologi postnatal pada testis.
Gangguan spermatogenesis dan infertilitas
Spermatogenesis adalah proses di mana sel sperma diproduksi. Ini terjadi di tubulus
seminiferus. Gonosit fetus / neonatal berubah menjadi spermatogonia dewasa gelap
(Ad) spermatogonia antara usia 3 dan 9 bulan, dirangsang oleh lonjakan gonadotropin
dan testosteron (pubertas mini). Selanjutnya, setelah periode tidak aktif, spermatosit
primer terbentuk pada sekitar 5-6 tahun kehidupan, dan spermatid muncul sekitar 10-11
tahun, dengan onset spermatogenesis penuh . Tidak semua gonosit neonatal berubah
menjadi spermatogonia Iklan. Gonosit yang tersisa mengalami involusi oleh apoptosis,
membersihkan testis dari sel germinal janin yang tidak terdiferensiasi dan berpotensi,
sehingga pada usia 2 tahun tidak ada yang tersisa di testis .
Testis yang tidak turun merusak baik transformasi gonosit menjadi spermatogonia
Iklan dan kematian sel Epitel germinal terprogram. Penghambatan transformasi ini
menyebabkan kekurangan sel induk untuk spermatogenesis pasca-pubertas dan
infertilitas, sementara sel yang belum terdiferensiasi dapat menjadi ganas setelah
pubertas . Transformasi gonosit yang rusak menjadi spermatogonia berkorelasi dengan
jumlah sperma abnormal setelah pubertas
Banyak hasil studi jangka panjang telah menunjukkan bahwa cryptorchidism di
masa lalu dikaitkan dengan 30-60% risiko infertilitas atau kurangnya sel Epitel pada
pria dewasa Jumlah sel germinal menurun sekitar seperempat bayi baru lahir dengan
cryptorchi. Ditemukan bahwa ada tanda-tanda degenerasi dini di testis pada mikroskop
elektron pada sekitar 12 bulan. Kurangnya sel Epitel telah dilaporkan dari 12, dan
terutama dari usia 18 bulan, dan karena itu operasi telah direkomendasikan sebelum 12
atau 18 bulan usia.
Risiko infertilitas di masa dewasa secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan
bilateral UDT. Sekitar 10% pria infertil memiliki riwayat cryptorchidism dan
orchidopexy. Jika tidak ditangani, UDT bilateral menyebabkan azoospermia pada 89%
pria dewasa. Jika orchiopexy bilateral dilakukan di masa kanak-kanak, sekitar 28% dari
pria-pria ini memiliki setidaknya 20 juta sperma / ml ejakulasi. Sekitar 50% pria
dengan UDT unilateral yang tidak diobati memiliki setidaknya 20 juta sperma / ml
dibandingkan dengan sekitar 70% setelah orchiopexy. Pembedahan secara signifikan
meningkatkan jumlah sperma dalam kasus uni dan bilateral, meskipun pasien dari
laporan yang dibahas berusia lebih dari 2 tahun di orchiopexy . Meskipun pria dengan
riwayat UDT unilateral memiliki tingkat kesuburan yang lebih rendah, mereka
memiliki tingkat paternitas yang sama dengan populasi normal. Orang dewasa dengan
riwayat UDT bilateral memiliki tingkat kesuburan dan paternitas yang lebih rendah

F. Pathway

 Kelainan kontrol hormon gonodotropins dan


anrogen
 jaringan ikat saraf arthorogyposis multripleks
kongenotal, spina bivida
 pruna bily sindrom

gagalnya gubernarculum berimigrasi ke scrotum

di lakukan tindakan bedah testis tidak turun di scrotum


orchiopexy
suhu tinggi di rongga abdomen
cemas
rusaknya transformasi gonosit menjadi spermatogenesis
luka insisi
tidak dapat menghasilkan spermatozoa matang
Nyeri
resiko infertilitas di masa dewasa
G. Tanda Dan Gejala
Pada sebagian besar kasus UDT, testis berada pada leher skrotum atau di luar annulus
inguinalis eksternal. Testis sering berada sedikit ke lateral dari annulus inguinalis
eksternal di ruang subkutan di bawah fascia Scarpa. Posisi ini biasanya bukan
disebabkan oleh karena migrasi ectopic dari gubernakulum, melainkan oleh karena
lapisan fascia dari dinding abdomen. Bahkan testis masih berada pada sebuah
mesentery, Panjang spermatic cord pada bayi adalah sekitar 4-5cm dari annulus
inguinalis eksternal sampai ke puncak testis. Sebaliknya, panjang spermatic cord pada
anak usia 10 tahun adalah sekitar 8-10cm. Hal ini dikarenakan oleh perubahan bentuk
pelvis sehingga jarak antara annulus inguinalis eksternal dengan skrotum semakin
bertambah.
H. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium

Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih
lanjut. Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis dengan disertai hipospadia
dan virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis kromosom dan hormonal (yang
terpenting adalah 17-hydroxyprogesterone) untuk menyingkirkan kemungkinan
intersex.

Setelah menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT bilateral dengan


usia < 3 bulan dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan testosteron akan
dapat membantu menentukan apakah terdapat testis atau tidak. Bila umur telah
mencapai di atas 3 bulan pemeriksaan hormonal tersebut harus dilakukan dengan
melakukan stimulasi test menggunakan hCG (human chorionic gonadotropin
hormone). Ketiadaan peningkatan kadar testosteron disertai peningkatan LH/FSH
setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan anorchia. Prinsip stimulasi test dengan
hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon testosteron pada keadaan basal dan
24-48 jam setelah stimulasi. Respon testosteron normal pada hCG test sangat
tergantung umur penderita. Pada bayi, respon normal setelah hCG test bervariasi
antara 2- 10x bahkan 20x. Pada masa kanak-kanak, peningkatannya sekitar 5-10x.
Sedangkan pada masa pubertas, dengan meningkatnya kadar testosteron basal, maka
peningkatan setelah stimulasi hCG hanya sekitar 2-3x

USG : USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah
inguinal, di mana hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan. Pada
penelitian terhadap 66 kasus rujukan dengan UDT tidak teraba testis, USG hanya
dapat mendeteksi 37,5% (12 dari 32) testis inguinal; dan tidak dapat mendeteksi testis
intra-abdomen, hal ini tentunya sangat tergantung dari pengalaman dan kwalitas alat
yang digunakan.

CT scan dan MRI : keduanya mempunyai ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan
USG terutama diperuntukkan testis intra-abdomen (tak teraba testis). MRI mempunyai
sensitifitas yang lebih baik untuk digunakan pada anak-anak yang lebih besar (belasan
tahun). MRI juga dapat mendeteksi kecurigaan keganasan testis. Baik USG, CT scan
maupun MRI tidak dapat dipakai untuk mendeteksi vanishing testis ataupun anorchia.
I. Penatalaksanaan
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah memperkecil risiko
terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis kedalam
skrotum baik dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan
(orchiopexy)
1. Terapi Hormonal

Terapi hormonal pada UDT telah dimulai semenjak tahun 1940-an, terutama banyak
digunakan di Eropa. Hal ini didasarkan fakta bahwa defisiensi aksis hipotalamus-
pituitary-gonad merupakan penyebab terbanyak UDT. Hormon yang biasa
digunakan adalah hCG, gonadotropin-releasing hormone (GnRH) atau LH-releasing
hormone (LHRH). Hormon hCG mempunyai kerja mirip LH yang dihasilkan
pituitary, yang akan merangsang sel Leydig menghasilkan androgen. Cara kerja
peningkatan androgen pada penurunan testis belum diketahui pasti, tapi diduga
mempunyai efek pada cord testis atau otot cremaster.
Berbagai regimen pemberian hCG telah direkomendasikan. Rekomendasi yang
sering digunakan adalah dari International Health Foundation dan WHO yang
merekomendasikan pemberian 250 IU untuk bayi < 12 bulan, 500 IU untuk umur 1-
6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur > 6 tahun, masing masing kelompok umur
diberikan 2x seminggu selama 5 minggu. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan
terapi adalah: makin distal lokasi testis makin tinggi keberhasilannya, makin tua usia
anak makin respon terhadap terapi hormonal, UDT bilateral lebih responsif terhadap
terapi hormonal dari pada unilateral.
2. Terapi Pembedahan

Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT
adalah orchiopexy. Keputusan untuk melakukan orchiopexy harus
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain teknis, risiko anastesi, psikologis
anak, dan risiko bila operasi tersebut ditunda. Mengingat 75 % kasus UDT akan
mengalami penurunan testis spontan sampai umur 1 tahun, maka pembedahan
biasanya dilakukan setelah umur 1 tahun. Pertimbangan lain adalah setelah 1 tahun
akan terjadi perubahan morfologis degeneratif testis yang dapat meningkatkan
risiko infertilitas. Keberhasilan orchyopexy berkisar 67-100 % bergantung pada
umur penderita, ukuran testis, contralateral testis, dan keterampilan ahli bedah.
Prinsip dasar orchiopexy adalah :
 Mobilisasi yang cukup dari testis
 Ligasi kantong hernia
 Fiksasi yang kuat testis pada skrotum

 Testis sebaiknya direlokasi pada subkutan atau subdartos pouch skrotum.


Algoritme penatalaksanaan UDT

J. Komplikasi
Resiko keganasan
Terdapat hubungan antara UDT dengan keganasan testis. Insiden keganasan testis
sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko terjadinya keganasan
testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan berkisar 10-20 kali
dibandingkan pada anak dengan testis normal. Suatu meta- analisis tentang keganasan
testis dari 21 studi kontrol, menunjukkan terdapat peningkatan rasio pada laki-laki
dengan riwayat UDT. Makin tinggi lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis
abdominal mempunyai risiko menjadi ganas 5x lebih besar dibanding testis inguinal.
Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi akan lebih
mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah dilakukan
orchiopexy.

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian
1) Identitas klien :
a. Nama
b. Usia, kelainan kongenital
c. Jenis kelamin, Undescendcus Testis Terjadi Pada Laki-Laki.
d. Alamat
e. Pekerjaan
f. Suku/ bangsa
g. Agama

2) Riwayat kesehatan: Wawancara harus mencakup data pada kursus dan durasi
kehamilan, obat yang digunakan dan paparan racun lingkungan, serta berat lahir,
posisi testis saat lahir, cacat lainnya dan penyakit pada anak dan riwayat keluarga
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Bayi yang lahir dengan sindrom Klinefelter, spina bifida dan sindrom Down lebih
cenderung memiliki testis yang tidak turun.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Dimungkinkan ada hubungannya dg pembawaan gen jika ada anggota keluarga yg
mempunyai riwayat yg sama.
3) Pemerikaan Fisik
Palpasi adalah teknik dasar untuk memeriksa UDT. Hal ini memungkinkan
diferensiasi antara teraba dan tidak bisa dipanjangkan, retractile dan gliding testes .
Ini wajib untuk menilai penampilan genitalia eksternal untuk mengecualikan DSD.
Seorang pasien harus diperiksa dalam posisi terlentang dan berdiri.

Gonad harus diperiksa secara hati-hati untuk ukuran, turgor, anomali paratesticular
yang teraba, dan adanya hernia atau hidrokel
Diagnosa keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan luka insisi
2. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang tindakan opereasi
2. INTERVENSI KEPERAWATAN
no Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil intervensi rasional
keperawatan
1 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan NIC Label : Pain Management NIC Label : Pain Management
berhubungan keperawatan asuhan 1. Kaji secara komprehensip 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri
dengan Agens keperawatan selama …x 2 terhadap nyeri termasuk lokasi, pasien
cedera (mis., jam, nyeri yang dirasakan karakteristik, durasi, frekuensi,
biologis, zat klien berkurang dengan criteria kualitas, intensitas nyeri dan
kimia, fisik, hasil : faktor presipitasi
psikologis 2. Observasi reaksi ketidaknyaman 2. Untuk mengetahui tingkat
NOC label : Pain Control secara nonverbal ketidaknyamanan dirasakan oleh
pasien
 Klien melaporkan nyeri 3. Gunakan strategi komunikasi 3. Untuk mengalihkan perhatian pasien
berkurang terapeutik untuk mengungkapkan dari rasa nyeri
 Klien dapat mengenal pengalaman nyeri dan
lamanya (onset) nyeri penerimaan klien terhadap respon
 Klien dapat nyeri
menggambarkan faktor 4. Tentukan pengaruh pengalaman 4. Untuk mengetahui apakah nyeri
penyebab nyeri terhadap kualitas hidup( yang dirasakan klien berpengaruh
 Klien dapat menggunakan napsu makan, tidur, terhadap yang lainnya
teknik non farmakologi aktivitas,mood, hubungan sosial) 5. Untuk mengurangi factor yang dapat
 Klien menggunakan 5. Tentukan faktor yang dapat memperburuk nyeri yang dirasakan
analgesic sesuai instruksi memperburuk nyeriLakukan klien
evaluasi dengan klien dan tim
Pain Level kesehatan lain tentang ukuran
pengontrolan nyeri yang telah
 Klien melaporkan nyeri dilakukan
berkurang 6. Berikan informasi tentang nyeri 6. untuk mengetahui apakah terjadi
termasuk penyebab nyeri, berapa pengurangan rasa nyeri atau nyeri
 Klien tidak tampak
mengeluh dan menangis lama nyeri akan hilang, antisipasi yang dirasakan klien bertambah.
 Ekspresi wajah klien tidak terhadap ketidaknyamanan dari Pemberian “health education” dapat
menunjukkan nyeri prosedur mengurangi tingkat kecemasan dan
 Klien tidak gelisah membantu klien dalam membentuk
mekanisme koping terhadap rasa
nyer1
7. Control lingkungan yang dapat 7. Untuk mengurangi tingkat
mempengaruhi respon ketidaknyamanan yang dirasakan
ketidaknyamanan klien( suhu klien.
ruangan, cahaya dan suara)
8. Hilangkan faktor presipitasi yang 8. Agar nyeri yang dirasakan klien
dapat meningkatkan pengalaman tidak bertambah.
nyeri klien( ketakutan, kurang
pengetahuan)
9. Ajarkan cara penggunaan terapi 9. Agar klien mampu menggunakan
non farmakologi (distraksi, guide teknik nonfarmakologi dalam
imagery,relaksasi) memanagement nyeri yang
dirasakan.
10. Kolaborasi pemberian analgesic 10. Pemberian analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri pasien
2 Cemas Setelah diberikan asuhan 1. Mendengarkan penyebab 1. Klien dapat mengungkapkan
keperawatan selama …x kecemasan klien dengan penuh penyebab kecemasannya sehingga
berhubungan
24 jam diharapkan klien perhatian perawat dapat menentukan tingkat
dengan kurang tidak mengalami 2. Observasi tanda verbal dan non kecemasan klien dan menentukan
kecemasan, dengan verbal dari kecemasan klien intervensi untuk klien selanjutnya.
pengetahuan
kriteria hasil : 3. Menganjurkan keluarga untuk 2. mengobservasi tanda verbal dan non
tentang tetap mendampingi klien verbal dari kecemasan klien dapat
NOC: anxiety level 4. Mengurangi atau mengetahui tingkat kecemasan yang
tindakan
menghilangkan rangsangan klien alami.
opereasi Kecemasan pada klien yang menyebabkan kecemasan 3. Dukungan keluarga dapat
berkurang dari skala 3 pada klien memperkuat mekanisme koping
menjadi skala 4 klien sehingga tingkat ansietasnya
berkurang
4. Pengurangan atau penghilangan
rangsang penyebab kecemasan dapat
meningkatkan ketenangan pada klien
dan mengurangi tingkat
kecemasannya
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Faizi, Netty EP, Penatalaksanaan UDT pada anak, journal, 2007

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2012-


2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi
Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica Ester, Dan Wuri
Praptiani. Jakarta; EGC

Sadler, TW., 2000. Embriologi Kedokteran Langman, Ed ke-7, EGC, Jakarta; p 304-8

Pediatrics. 19th ed. Philadelphia, Saunders Elsevier; 2011:chap 539.

Anda mungkin juga menyukai