Disusun Oleh:
DINAH
NIM: 11194691910037
Menyetujui,
…………………………………. …………………………………
NIK. ..................... NIK. ......................
Mengetahui,
Ketua Jurusan Profesi Ners
Fakultas Kesehatan
Universitas Sari Mulia Banjarmasin
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN PENDAHULUAN POST MATUR DI RUANG BERSALIN RUMAH
SAKIT UMUM DR. MOCH ANSARI SALEH BANJARMASIN
Tanggal ..................................
Disusun oleh :
Dinah
11194691910037
Banjarmasin, …………………….
Mengetahui,
Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,
(……………………………..) (……………………………..)
NIK. NIK.
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Kehamilan postmatur (postterm) disebut juga kehamilan lewat
waktu/bulan merupakan kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294
hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut rumus
Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Prawirohardjo, 2008).
Kehamilan lewat waktu merupakan kehamilan yang melebihi waktu 42
minggu dan belum terjadi persalinan. Kehamilan umumnya berlangsung 40
minggu atau 280 hari dari hari pertama haid terakhir.
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari setelah hari
pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah ovulasi. Istilah lewat bulan
(postdate) digunakan karena tidak menyatakan secara langsung pemahaman
mengenai lama kehamilan dan maturitas janin (Helen, 2007).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
kehamilan postmatur adalah kehamilan lebih dari 40 minggu.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya kehamilan postterm/ postmature sampai saat ini
masih belum diketahui secara jelas. Menurut (Sarwono,2010) beberapa teori
yang diajukan di antaranya:
1. Pengaruh Progresteron
Penurunan hormon progresteron dalam kehamilan dipercaya merupakan
kejadian perubahan endokrin yang penting dalam memacu prose
biomolekuler pada persalinan dan meningkatkan sensitivitas uterus
terhadap oksitosin, sehingga terjadinya kehamilan postterm adalah
karena masih berlangsungnya pengaruh progresteron.
2. Teori Oksitosin
Pemakaian okstitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan dipercaya
bahwa oksitosin secara fisiologis memgang peranan penting dalam
menimbulkan persalinan dan pelepasan okstitosin dari neurohipofisis ibu
hamil yang kurang pada usia kehamilan lanjut diduga sebagai salah satu
penyebab kehamilan postterm.
3. Teori Kortisol/ ACTH Janin
Dalam teori ini diajukan bahwa sebagai “pemberi tanda” untuk dimulainya
persalinan adalah janin, diduga akibat peningkatan tiba-tiba kadar kortisol
plasma janin. Kortisol janin akan memperngaruhi plasenta sehingga
prosuksi progresteron berkurang dan memperbesar sekresi esterogen,
selanjutnya berpengaruh terhadap meningkatnya produksi prostaglandin.
Pada cacat bawaan janin seperti anesefalus, hipoplasia adrenal janin,
dan tidak adanya kelenjar hipofisis pada janin akan menyebabkan kortisol
janin tidak diproduksi dengan baik sehingga kehamilan dapat berlangsung
lewat bulan.
4. Saraf Uterus
Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus Frankenhauser akan
membangkitkan kontraksi uterus. Pada keadaan dimana tidak ada
tekanan pada pleksus ini, seperti pada kelainan letak, tali pusat pendek
dan bagian bawah masih tinggi kesemuanya diduga sebagai penyebab
terjadinya kehamilan postterm.
5. Herediter
Beberapa penulis menyatakan bahwa seorang ibu yang mengalami
kehamilan posterm mempunyai kecenderungan untuk melahirkan lewat
bulan pada kehamilan berikutnya. Mogren menyatakan bahwa bilamana
seorang ibu mengalami kehamilan posterm saat melahirkan anak
perempuan, maka besar kemungkinan anak perempuan akan mengalami
kehamilan posterm.
Menurut (Bayu,2009) penyebab Postmatur pasti belum diketahui, faktor
yang dikemukakan adalah :
1. Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan
telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin
berkurang.
2. Herediter, karena post naturitas sering dijumpai pada suatu keluarga
tertentu
3. Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga disimpulkan
kerentanan akan stress merupakan faktor tidak timbulnya His
4. Kurangnya air ketuban
5. Insufiensi plasenta.
C. Manifestasi klinis
1. Gerakan janin yang jarang, yaitu secara subjektif kurang dari 7 kali/ 20
menit atau secara objektif dengan KTG (karditopografi) kurang dari 10
kali/ 20menit. (Echa, 2012)
2. Postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono,2010) :
1. Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa
kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2. Stadium II
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
3. Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat
Menurut Bayu, 2009 manifestasi yang ditunjukkan yaitu bayi postmature :
1. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)
2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
4. Verniks kaseosa di bidan kurang
5. Kuku-kuku panjang
6. Rambut kepala agak tebal
7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
D. Patofisiologi
a. Sindrom posmatur
Bayi postmatur menunjukan gambaran yang khas, yaitu berupa kulit
keriput, mengelupas lebar-lebar, badan kurus yang menunjukan
pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena bayi tersebut matanya
terbuka. Kulit keriput telihat sekali pada bagian telapak tangan dan
telapak kaki. Kuku biasanya cukup panjang. Biasanya bayi postmatur
tidak mengalami hambatan pertumbuhan karena berat lahirnya jarang
turun dibawah persentil ke-10 untuk usia gestasinya.banyak bayi
postmatur Clifford mati dan banyak yang sakit berat akibat asfiksia lahir
dan aspirasi mekonium. Berapa bayi yang bertahan hidup mengalami
kerusakan otak. Insidensi sindrom postmaturitas pada bayi berusia 41,
42, dan 43 minggu masing-masing belum dapat ditentukan dengan pasti.
Sindrom ini terjadi pada sekitar 10 % kehamilan antara 41 dan 43 minggu
serta meningkat menjadi 33 % pada 44 minggu. Oligohidramnion yang
menyertainya secara nyata meningkatkan kemungkinan postmaturitas.
b. Disfungsi plasenta
Kadar eritroprotein plasma tali pusat meningkat secara signifikan pada
kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih dan meskipun tidak ada
agar skor dan gas darah tali pusat yang abnormal pada bayi ini, bahwa
terjadi penurunan oksigen pada janin yang postterm. Janin posterm
mungkin terus bertambah berat badannya sehingga bayi tersebut luar
biasa beras pada sat lahir. Janin yang terus tumbuh menunjukan bahwa
fungsi plasenta tidak terganggu. Memang, pertumbuhan janin yang
berlanjut, meskipun kecepatannya lebih lambat, adalah cirri khas gestasi
antara 38 dan 42 minggu.
3. Gawat janin dan Oligohidramnion
Alasan utama meningkatnya resiko pada janin posterm adalah bahwa
dengan diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat
prediktif terhadap gawat janin intrapartum, terutama bila disertai dengan
ologohidramnion. Penurunan volume cairan amnion biasanya terjadi
ketika kehamilan telah melewati 42 minggu, mungkin juga pengeluaran
mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah
berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekonium kental yang
terjadi pada sindrom aspirasi mekonium.
4. Pertumbuhan janin terhambat
Hingga kini, makna klinis pertumbuhan janin terhambat pada kehamilna
yang seharusnya tanpa komplikasi tidak begitu diperhatikan.
Pertumbuhan janin terhambat menyertai kasus lahir mati pada usia
gestasi 42 minggu atau lebih, demikian juga untuk bayi lahir aterm.
Morbiditas dan mortalitas meningkatkan secara signifikan pada bayi yang
mengalami hambatan pertumbuhan. Memang, seperempat kasus lahir
mati yang terjadi pada kehamilan memanjang merupakan bayi-bayi
dengan hambatan pertumbuhan yang jumlahnya relatif kecil ini.
5. Serviks yang tidak baik
Sulit untuk menunjukan seriks yang tidak baik pada kehamilan
memanjang karena pada wanita dengan umur kehamilan 41 minggu
mempunyai serviks yang belum berdilatasi. Dilatasi serviks adalah
indicator prognostic yang penting untuk keberhasilan induksi dalam
persalinan.
E. Pemeriksaan diagnostic
Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan pada ibu dengan kehamilan
postmatur (Prawirohardjo, 2008), antara lain:
1. Ultrasonografi (USG)
Ketetapan usia kehamilan sebaiknya mengacu pada hasil pemeriksaan
USG pada trimester pertama. Pada trimester pertama pemeriksaan
panjang kepala-tunggingn (crown-rump length/CRL) memberikan
ketepatan kurang lebih 4 hari dari taksiran persalinan. Sedangkan
pemeriksaan sesaat setelah trimester III dapat digunakan untuk
menentukan berat janin, keadaan air ketuban, ataupun keadaan
plasentan yang sering berhubungan dengan kehamilan postmatur, tetapi
sulit untuk memastikan usia kehamilan.
2. Pemeriksaan radiologi
Usia kehamilan ditentukan dengan melihat pusat penulangan. Cara ini
sekarang jarang digunakan karena pengenalan pusat penulangan
seringkali sulit dan radiologic mempunyai pengaruh yang kurang baik
terhadap janin.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ini meliputi pemeriksaan kadar lesitin/
spingomielin, aktivitas tromboplastin cairan amnion (ATCA), sitologi cairan
amnion, dan sitologi vagina.
F. Penatalaksanaan
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2008) dalam pengelolaan kehamilan
postmatur ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Menentukan apakah kehamilan memang telah berlangsung lewat bulan
atau bukan. Dengan demikian, penatalaksanaan ditujukan pada dua
variasi dari postmatur ini.
2. Identifikasi kondisi janin dan keadaan yang membahayakan janin.
3. Periksa kematangan serviks dengan skor Bishop. Kematangan serviks ini
memegang peranan penting dalam pengelolaan kehamilan postmatur.
Sebagian besar kepustakaan sepakat bahwa induksi persalinan dapat
segera dilaksanakan baik pada usia 41 maupun 42 minggu bilamana
serviks telah matang.
Menurut Arif Mansjoer (2008) penatalaksanaan kehamilan lewat waktu
bila keadaan janin baik dapat dilakukan dengan cara:
1. Tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai gerakan
janin dan tes tanpa tekanan 3 hari kemudian, Bila hasil positif, segera
lakukan seksio sesarea.
2. Induksi Persalinan.
Induksi persalinan merupakan suatu usaha supaya persalinan mulai
berlangsung dengan jalan merangsang timbulnya his. Ada dua cara yang
biasanya dilakukan untuk memulai proses induksi, yaitu mekanik dan
kimia. Kedua cara ini pada dasarnya dilakukan untuk mengeluarkan zat
prostaglandin yang fungsinya sebagai zat penyebab otot rahim
berkontraksi.
G. Komplikasi
Pada kondisi postmatur ini dapat terjadi beberapa komplikasi, yaitu:
1. Menurut Prawirohardjo (2008), komplikasi yang terjadi pada kehamilan
serotinus yaitu komplikasi pada janin. Komplikasi yang terjadi pada janin
seperti gawat janin, gerakan janin berkurang, kematian janin, asfiksia
neonaturum dan kelainan letak.
2. Menurut Achdiat (2004), komplikasi yang terjadi seperti kelainan
kongenital, sindroma aspirasi mekonium, gawat janin dalam persalinan,
bayi besar (makrosomia) atau pertumbuhan janin terlambat, kelainan
jangka pangjang pada bayi.
H. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Identitas Klien
Status kehamilan
Riwayat kehamilan
Riwayat kesehatan
2. Pengkajian fungsional
Tinjauan ulang catatan prenatal dan intra operatif serta indikasi
section caesarea.
Sirkulasi : pucat, riwayat hipertensi, pendarahan ( 600 – 800 mL )
Integritas ego : gembira, marah, takut, pengalaman kelahiran.
Eliminasi: urine, bising usus.
Makanan / cairan : abdomen lunak, tidak ada distensi, nafsu makan,
berat badan, mual, muntah.
Neurosensori : kerusakan gerakan, tingkat anastesi
Nyeri : trauma bedah, nyeri penyerta, distensi vu, mulut kering.
Pernafasan : bunyi nafas
Keamanan : balutan abdomen, eritema, bengkak.
Seksualitas : Kontraksi fundus, letak, lochea
Aktivitras : kelelahan, kelemahan, malas.
3. Pengkajian lanjutan
Observasi tanda – tanda vital.
Pengkajian head to toe
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada bayi
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan asfiksia.
2) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan pasokan
oksigen.
3) Hipotermi berhubungan dengan hilangnya lemak subkutan.
4) Resiko cedera pada janin berhubungan dengan distress janin.
5) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengelupasan kulit.