Anda di halaman 1dari 4

DAT SETAKATAN (KAWIN LARI)

1. Pengertian

Kawin lari menurut Hukum Adat Kayuagung atau Hukum Adat Morge Siwe, adalah bakal sejodoh lari
bersama dengan tiada melalui peminangan atau tunangan secara formil, dengan maksud kelak mereka
dapat dikawinkan secara Perwatin oleh orang tua mereka. Jadi kawin lari ini merupakan salah satu
bentuk proses perkawinan yang terdapat dalam hukum Adat bentuk lainnya, adalah Perkawinan Pinang.

2. Mengapa Dilakukan Kawin Lari

Titik tolak mengapa dilakukan kawin lari adalah berdasarkan pemikiran pertimbangan seperti
diuraikan berikut ini:

1. Primair:

 Tidak dapat memenuhi berbagai keharusan-keharusan perkawinan melalui Pinangan, yaitu memenuhi
pembayaran Mahar/Jujur/Hibal.

 Tidak dapat memenuhi biaya upacara perkawinan yang diminta pihak Gadis.

 Gadis belum diizinkan untuk bersuami, sedangkan gadis sudah ingin bersuami.

 Lamaran di tolak pihak gadis, karena Gadis sangat cinta pada bujang yang ia mintak, bertentangan
orang tua.

 Gadis telah di pertunangkan oleh orang tuanya, namun gadis menolak pertunangan itu.

 Si Gadis dan Si Bujang telah melakukan perbuatan yang menyebabkan gadis telah hamil (nama
tercemar).

2. Secundair

a. Keinginan untuk memperpendek proses menuju perkawinan.

b. Peminang melalui proses yang bertele-tele.

c. Gadis ingin cepat mempunyai suami dikarenakan:Punya Bapak atau Ibu tiri yang tidak menyenangkan
baginya, selalu mendapat kemarahan.

 Mengharapkan melalui perkawinan dapat mengadu nasib, melihat orang tua tidak mampu.
 Agar perkawinannya dapat dihadiri orang tua, karena orang tua sudah lanjut usia, sedangkan ia sudah
cukup umur.

 Melihat orang tua ingin mendapat menantu dan ingin cepat menimang cucu.

Demikianlah beberapa factor yang menyebabkan kawin lari yang menuntut Hukum Adat namanya
Setakatan. Kawin lari ini dilindungi Hukum Adat yang sangat kuat sekali, karena kalau si gadis dan si
bujang sudah menyerahkan diri kepada Perwatin mereka dijamin keselamatannya. Untuk selanjutnya
dengan cara bagaimana juga mereka akan dinikahkan, walaupun orang tua si gadis di panggil berulang
kali tidak mau datang, maka perkawinan dapat dilakukan dengan Wali Hakim.

3. Bagaimana Kawin itu dilakukan

Berdasarkan uraian-uraian terdahulu bahwa yang mendorong kawin lari itu disebabkan oleh beberapa
faktor (faktor primair dan secundair). Sebelum kawin lari si gadis dan si bujang mengadakan pertemuan
terlebih dahulu musyawarah umtuk mufakat, misalnya kemana mereka akan melarikan diri atau
perjanjian apa yang akan mereka mufakati. Setelah mereka mendapat kata sepakat, maka acara rahasia
mereka pergi dari rumah masing-masing atau secara bersama-sama menuju ke tempat Perwatin. Setelah
melalui beberapa proses, maka mereka mendapat perlindungan untuk dapat dinikahkan. untuk jelasnya
seperti diuraikan berikut ini. Mengingat kawin lari itu dilindungi Hukum Adat, maka dimana Perwatin
tempat mereka menyerahkan diri berkewajiban melindunginya hingga mereka sampai ketujuaannya
untuk dinikahkan.. Akan tetapi sebelumnya Perwatin menanyai mereka:

1. Apakah maksud mereka menyerahkan diri.

2. Apakah tidak ada paksaan, artinya apakah memang semufakat “suka sama suka” dan adakah
perjanjian.

3. Dari mana asal mereka dan menunjukan identitas masing-masing.

Setelah pertanyaan ini dijawab dengan fakta dan lengkap serta sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dan benar, lalu mereka diberikan perlindungan sehingga mereka sampai dinikahkan walaupun Walinya
terpaksa ditunjuk “Wali Hakim” sekali pun. Sesuai menurut Hukum Adat tiap-tiap ada aksi maka
timbullah reaksi, biasanya reaksi yang mudah dan cepat timbul adalah dari pihak keluarga si gadis. Begitu
pihak keluarga si gadis mendapat pemberitahuan dari Perwatin dimana si Bujang dan si Gadis mintak
perlindungan, keluarga pihak si Gadis terkejut dan merasa

kehilangan harga diri, lalu mengadakan reaksi untuk mendapatkan si Gadis dibawa pulang. Mengingat
kawin lari ini dilindungi Hukum Adat sebagaimana telah diuraikan maka berkewajibanPerwatin
mempertahankan/tidak mengizinkan kehendak dari keluarga si Gadis, malahan diberinya nasehat, agar
kedua belah pihak keluarga mengadakan pertemuan untuk urusan rembuk, agar perkawinan dapat
dilangsungkan di ruah si Bujang/Gadis, namun kalau tidak dapatpermupakatan, maka Perwatin berhak
menikahkan si Gadis dan si Bujang, di tempat kediamannya dengan Wali Hakim.

Demikianlah cara kawin lari dilakukakan dan dalam hal ini dapat dirasakan efek dari kawin lari dan dapat
dilihat dengan tegas, bahwa Hukum Adat kawin lari ini memberikan Hak-hak penus atas bujang dan gadis
untuk menentukan pasangannya masing-masing. Kelak kita akan sampai pada risah perkembangan
dampak dari kawin lari dimana keluarga dari si Gadis tetap pada pendiriannya atau tidak merelakan
anaknya untuk dinikahkan dengan proses kawin lari itu akan kita uraikan dalam risalah selanjutnya.

4. Bagaimana cara Penyelesaiannya

Efek sampingan dan (Sede Efek) dari kawin lari ini ada dua alternatif:

- Pertama : Orang tua si Gadis tetap bertegang leher tidak merestui perkawinan yang dilangsung
terhadap anaknya .

- Kedua : Orang tua si Gadis “Lapang Dada” mengingat kepada firman Allah bahwa jodoh, rezki, dan
Maut itu adalah Qodrat Allah semata-mata. Jadi, ia berfikir tiada lain satu-satunya pilihan baginya
merestui ujud kawin lari itu.

Kita bahas alternatif yang pertama, yaitu orang tua si Gadis tetap bertegang leher tidak mau merestui
perkawinan yang dilangsungkan terhadap anaknya. Resiko kebijaksanaan semacam ini adalah, putus
hubungan atau tali persaudaraan diantara keluarga pihak si Bujang dan pihak si Gadis. Selain dari pada
itu perkawinan anaknya lalu merupakan perkawinan tidak beradat, jadi penilaian atas alternatif yang
pertama ini sangat negatif sekali.

Alternatif yang kedua, bertolak belakang dengan alternative pertama, karena orang tua si Gadis
merestui kawin lari itu, maka menurut Hukum Adat akan dilakukanlah upacara-upacara sebagai

berikut:

1. Upacara Penjemputan (Menyungsung Maju).

2. Upacara Penyambutan.

3. Upacara Bebanjar atau Besawak.

4. Tugas Kewajiban si Gadis (Maju) selama di rumah si Bujang (Bengiyan) sebelum dinikahkan (Upacara
Adat Pulang).

5. Upacara ngantat Biye.


6. Upacara Ngantat Bolit.

7. Upacara Ngaku Kesalahan.

8. Upacara Mengaturkan dan Menerima Cawe.

9. Upacara Blanger.

10. Menentukan Hari Nikah dan Penyelamatannya.

Anda mungkin juga menyukai