Anda di halaman 1dari 11

KEHIDUPAN POLITIK SRIWIJAYA MASA DAPUNTA HYANG

SRI JAYANAGA
Adi Nugraha, Fendi Irawan, Mikhael Zonasuki Simatupang
Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Malang

Abstrak: Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan maritim terbesar yang berdiri


pada abad 7 M. kerajaan sriwijaya pertama kali didirikan oleh Dapunta Hyang Sri
Jayanaga. Kerajaan Maritim Sriwijaya berpusat di Kota Palembang. Pada masa
kepemimpinan Dapunta Hyang Sri Jayanaga Kerajaan Sriwijaya melakukan
politik ekspansi atau perluasan wilayah dan melakukan usaha diplomasi ke China
dan India. Tujuan Sriwijaya melakukan hubungan diplomasi ke dua negara
tersebut ialah kedua kerajaan tersebut merupakan ancaman terbesar bagi kerajaan
Sriwijaya untuk melakukan politik ekspansi atau perluasan wilayah. Hubungan
diplomasi dengan cina tercatat dalam berita perjanalan pendeta I-tsing.

Kata Kunci : letak geografis Sriwijaya, hubungan diplomatik, bukti hubungan


diplomatik dan politik ekspansi

Abstract: The Srivijaya kingdom was the largest maritime kingdom that was
established in the 7th century AD. The Sriwijaya kingdom was first founded by
Dapunta Hyang Sri Jayanaga. Sriwijaya Maritime Kingdom is centered in the city
of Palembang. During the leadership of Dapunta Hyang Sri Jayanaga, the
Srivijaya Kingdom carried out a policy of expansion or expansion of the region
and undertook diplomatic efforts to China and India. The aim of Sriwijaya to
conduct diplomatic relations between the two countries is that the two kingdoms
constitute the greatest threat to the Srivijaya kingdom to carry out political
expansion or expansion of the region. Diplomatic relations with China were
recorded in the news of the I-tsing priest's banquet.

Keywords: Srivijaya's geographical location, diplomatic relations, evidence of


diplomatic relations and political expansion
Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim yang pernah berdiri di pulau
sumatera dan banyak memberi pengaruh di sumatera. Kerajaan sriwijaya berdiri
pertama kali pada abad ke 7 M. Selain dikenal diindonesia Sriwijaya juga dikenal
di Kamboja, China, India dll. Hal ini disebabkan karena posisi strategis Sriwijaya
yang terletak dengan jalur perdagangan antar negara yaitu Selat Malaka. Selat
Malaka pada masa itu adalah jalur perdagangan yang menghubungkan pedagang
China, India maupun Romawi.
George Coedes, seorang sejarawan, menulis karangan berjudul Le
Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan bahwa
Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut, Coedes
juga menetapkan bahwa letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan
bersandar pada anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay
Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Source, yang menyatakan
bahwa, San-fo-ts‘I adalah Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu
tepatnya di tepi Sungai Musi atau sekitar kota Palembang sekarang.
Menurut prasasti Kedukan Bukit, yang berangka tahun 605 Saka (683 M)
menyebutkan bahwa letak Sriwijaya pertama kali di sekitar Palembang, di tepian
sungai Musi. Kerajaan Sriwijaya pertama kali dipimpin oleh Dapunta Hyang Sri
Jayanaga. Menurut catatan I-tsing dalam upaya mewujudkan cita-cita agar
Sriwijaya menjadi kerajaan Maritim Dapunta Hyang Sri Jayanaga pertama kali
menyerang pelabuhan yang terletak di jambi yang merupakan wilayah kerajaan
Melayu. Penyerangan dilakukan karena lokasi pelabuhannya yang strategis.
Penyerangan juga dilakukan di Selat Malaka dan Selat Sunda yang merupakan
jalur perdagangan dan pelayaran yang sangat penting. Keberhasilan Sriwijaya
berkuasa atas semua selat itu menjadikan Kerajaan Sriwijaya sebagai penguasa
tunggal jalur aktivitas perdagangan dunia yang melalui Asia Tenggara. Armada
Sriwijaya juga dapat memaksa perahu dagang untuk singgah di pusat atau di
bandar-bandar Kerajaan Sriwijaya. Semakin ramainya aktivitas pelayaran dan
perdagangan menjadikan Sriwijaya sebagai tempat pertemuan para pedagang atau
pusat perdagangan di Asia Tenggara. Pengaruh dan peranan Kerajaan Sriwijaya
semakin besar di lautan. Bahkan para pedagang dari Kerajaan Sriwijaya juga
melakukan hubungan sampai di luar wilayah Indonesia, sampai ke China di
sebelah utara, dan Laut Merah serta Teluk Persia di sebelah barat.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana letak dan kondisi geografis Sriwijaya?
2. Bagaimana hubungan luar negeri dan politik ekspansi Sriwijaya pada
masa Dapunta Hyang Sri Jayanaga?
3. Bagaimana bukti hubungan luar negeri dan politik ekspansi Sriwijaya
pada masa Dapunta Hyang Sri Jayanaga

TUJUAN
1. Untuk mengetahui letak dan kondisi geografis Sriwijaya?
2. Untuk mengetahui hubungan luar negeri dan politik ekspansi
Sriwijaya pada masa Dapunta Hyang Sri Jayanaga
3. Untuk mengetahui bukti hubungan luar negeri dan politik ekspansi
Sriwijaya pada masa Dapunta Hyang Sri Jayanaga

METODE
Penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian sejarah( historical
method) karena data sebagai bahan utama kajian yang dibutuhkan berasal dari
waktu yang cukup lama. Dalam penelitian historis terdapat lima tahapan yang
harus dilakukan dalam sebuah penelitian,5 tahapan tersebut meliputi pemilihan
topik, heuristik(pengumpulan sumber), kritik sumber, interpretasi, dan
historiografi (kuntowijoyo, 2005:69). Berikut penjelasan mengenai tahapan
tersebut.
a. Pemilihan topik
Dalam sebuah penelitian penentuan topik merupakan langkah awal
pada penulisan sejarah. Penentuan topik di awal dapat membantu penulis
dalam menentukan pencarian data penulisan. Dengan penentuan topik dari
awal penulis akan sangat mudah menelusuri sumber yang berkaitan
dengan topik yang dipilih. Penentuan topik penelitian sebaiknya dipilih
berdasarkan atas kedekatan emosional dan kedekatan intelektual
(Kuntowijoyo, 2013:70).
Pada tahap yang pertama ini, pemilihan topik sebagai kajian dalam
penulisan ini lebih didasarkan pada kedekatan intelektual. Hal ini
dilakukan agar penulisan terhindar dari subjektivitas yang berlebihan dan
bisa memberikan penjelasan yang lebih luas karena sesuai dengan yang
sudah dipelajari sebelumnya. Selain itu penulis juga memiliki ketertarikan
terhadap pembahasan mengenai sejarah silang budaya pada masa
prasejarah terutama yang berkaitan dengan persilangan budaya di pulau
papua.
b. Heuristik
Pada tahapan selanjutnya penulis melakukan tahap heuristik. Pada
tahap ini penulis mencari sumber yang berhubungan dengan fokus
penulisan yang sudah ditentukan secara lengkap dan mendalam guna
mendukung yang ingin dicapai dalam penulisan ini. Data yang
dikumpulkan oleh penulis diperoleh dari sumber data primer yang
berupa sumber tertulis. Sumber data primer adalah sumber-sumber asli
sebagai sumber pertama (Sjamsuddin, 2007:106). Sementara menurut
Gottschalk (1983:35) sumber primer merupakan kesaksian dari
seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca
indera yang lain atau dengan orang atau alat yang hadir dalam
peristiwa yang diceritakannya. Namun karena peristiwa yang akan
diangkat dalam penulisan jurnal ini sudah terjadi beberapa tahun yang
lalu dan penulis memiliki keterbatasan dalam mencari sumber lisan
lewat wawancara maka pencarian sumber akan lebih difokuskan pada
sumber tekstual.
Sumber primer yang sudah berhasil dikumpulkan dalam penulisan
ini antara lain: buku Geger Tarumanegara, buku Sejarah Nasional
Indonesia Jilid II, buku Kerajaan Sriwijaya,
c. Kritik atau verifikasi
menilai dan meneliti sumber-sumber sejarah yang telah ditemukan
yang menyangkut dua macam yaitu otensitas (keaslian dari sumber)
dan kredibilitas (sesuai dan bisa tidaknya dipercaya suatu sumber)
(Kuntowijoyo, 2005:99). Kritik merupakan suatu tahapan penilaian
sumber dan bukti-bukti sejarah yang telah ditemukan. Kriti dibagi
menjadi dua jenis yaitu kritik ekstern dan kritik intern. Berikut
mengenai penjelasan dua jenis kritik.
a. Kritik ekstern
Kritik ekstern merupakan penilaian sebuah sumber sejarah
dari pengaruh luarnya. Kartodirdjo (1992:10) berpendapat
bahwa tahap ini digunakan untuk mengetahui keautentikan
suatu dokumen yang dapat dilihat melalui kenyataan
identitasnya, yaitu dengan cara meneliti bahan, jenis
tulisan, dan gaya bahasanya. Pada tahapan ini penulis akan
berusaha mengkritik sumber-sumber terbitan antara tahun
2002 hingga 2012 dengan melihat dari bentuk fisik sumber
yang didapat agar dapat terlihat kesesuaian antara tahun
terbit dengan kondisi fisik dari sumber yang didapat.
Kritik ekstern dilakukan terhadap sumber buku Geger
Tarumanegara, buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid II,
Buku Kerajaan Sriwijaya yang didapatkan bahwa hasil
laporan tersebut merupakan hasil penelitian yang sah dan
dari fisik buku yang didapatkan bahwa buku tersebut adalah
dibuat oleh seorang penulis yang telah melakukan
penelitian dan tidak adanya plagiat karena penerbit sudah
menyetujui untuk mengeluarkan dan mengedarkan buku
tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa dari bentuk fisik
dan teks yang didapat maka dapat dikatakan sebagai jurnal
dan buku yang sah dan otentik.
b. Kritik intern
Kritik internal dilakukan untuk menguji pernyataan
dan fakta yang ada didalam dokumen. Kritik dilakukan
dengan cara identifikasi penulisannya, sifat, wataknya, dan
daya ingatnya, atau jauh dekatnya dari peristiwa dalam
waktu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pernyataan
tersebut dapat diandalkan atau tidak (Kartodirdjo, 1992:10).
Pada tahap ini penulis melakukan kritik terhadap
buku Geger Tarumanegara, buku Sejarah Nasional
Indonesia Jilid II, Buku Kerajaan Sriwijaya Jadi dapat
disimpulkan bahwa jurnal ini ditulis sendiri oleh pelaku
atau orang yang ada serta dekat dengan peristiwa ini.
d. Interpretasi
Menafsirkan dan meyimpulkan keterangan yang dapat dipercaya
mengenai sumber sejarah berdasarkan informasi yang diberikan.
Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai asal mulanya
subjektivitas. Proses interpretasi dijalankan dengan membandingkan
informasi yang beragam sehingga dapat menghasilkan suatu interpretasi
yang baru maupun interpretasi yang dapat memperkuat pendapat-pendapat
yang ada sebelumnya.
e. Historiografi
Sintesis dari seluruh hasil penelitian atau penemuan dalam suatu
penulisan yang utuh (Sjamsuddin, 2007:156). Historiografi merupakan
tahapan terakhir dalam metode penelitian sejarah. Pada tahapan ini peneliti
menyatukan bukti-bukti, fakta-fakta yang telah didapat dan menulisnya
kembali menjadi suatu sejarah. Jadi tahap historiografi merupakan tahapan
penulisan sejarah berdasarkan sintesis yang telah dilakukan sebelumnya.
Pada proses penulisan, fakta satu dihubungkan dan bukti satu dihubungkan
dengan bukti yang telah ditemukan berdasarkan konsep pemikiran yang
sistematis, logis, dan kronologis dengan memperhatikan segi sebab-akibat.
Proses historiografi pada penelitian ini dilakukan dengan menyusun fakta-
fakta dan bukti-bukti sejarah kedalam rangkaian narasi yang bersifat
kronologis. Hal ini dibuat agar penelitian lebih mudah dimengerti dan
dapat menceritakan semua fakta dan bukti sejarah dengan lebih beraturan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Letak Geografis Kerajaan Sriwijaya
Sekitar abad ke-7 sampai abad ke-15 Masehi berdiri sebuah kerajaaan
maritim yang menguasai jalur perdagangan di laut Cina Selatan dan juga Selat
Malaka, kerajaan tersebut adalah kerajaan Sriwijaya, informasi tentang kerajaan
ini dapat diperoleh dari sumber dalam negeri dan sumber asing. Sumber dalam
negeri yang menerangkan tentang kerajaan Sriwijaya berupa berbagai prasasti,
antara lain Prasasti Kedukan Bukit (683 M) di Palembang, Prasasti Talang Tuo
(684 M) di Palembang, Prasasti Kota Kapur (685 M) di Pulau Bangka, Prasasti-
Prasasti Siddayatra (tidak berangka tahun) di Palembang, Prasasti Karang Berahi
(tidak berangka tahun) di Jambi. Adapun sumber asing diperoleh dari berita Cina,
India yang merujuk kepada Prasasti Nalanda dan Cola, dan Prasasti Ligor di tanah
Genting Kra, Thailand yang berangka tahun 775 M (Supriatna, 2006:8 ).

Dalam kitab dinasti Liang diperoleh keterangan bahwa beberapa utusan


dari Ho-lo-tan dan Kan-to-li datang ke Cina. Kan-to-li ini terletak disalah satu
pulau di laut selatan. Adat kebiasaannya serupa dengan Kamboja dan juga
Champa. Hasil negerinya berupa pinang, kapas dan kain-kain berwarna. Dalam
kitab sejarah dinasti Ming disebutkan bahwa San-fo-tsi dahulu disebut Kan-to-li.
Karena San-fo-tsi dahulu disebut Kan-to-li sedangkan San-fo-tsi sendiri
diindentikkan dengan Sriwijaya, Ferrand menafsirkan kan-to-li letaknya di
Sumatera dengan Palembang sebagai pusatnya (Soejono, 2009:101). Sebagai
contoh lihat pada gambar 1.1 dibawah ini :

Gambar: 1.1 Letak Kerajaan Sriwijaya


(https://sijai.com/sejarah-kerajaan-sriwijaya/amp/ diakses pada 10 Februari
2020).
Dengan beberapa prasasti yang ditemukan dan sumber-sumber berita asing
dapat disimpulkan bahwa kerajaan Sriwijaya yang didirikan oleh Prabu Dapunta
Hyang Sri Jayanasa terletak di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan
Sekarang, sedangkan untuk pusat pemerintahannya terletak di tepian sungai Musi.
Dari tepian sungai Musi pengaruh kerajaan Sriwijaya terus menerus berkembang
dan mencakup seluruh pulau Sumatera, Semenanjung Malaya, Tanjungpura di
pulau Kalimantan, Sigenting Kra di Thailand dan Tarumanegara di pulau Jawa
bagian barat. Suasana masih terang-terang tanah ketika armada Sriwijaya yang
dipimpin langsung oleh Prabu Dapunta Hyang Sri Jayanasa dengan kekuatan
20.000 pasukan bertolak dari pelabuhan Minangtamwan kawasan sungai
Batanghari menuju bumi Jawa. Setelah menaklukan kerajaan Kedah, Melayu,
Bangka, Tulang Bawang, bahkan Ligor di Sigenting Kra tanah Siam (Thailand)
misi penaklukan selanjutnya adalah kerajaan Tarumanegara di pulau Jawa bagian
barat. Sudah lama sekali sebenarnya niat prabu Dapunta Hyang Sri Jayanasa
untuk menaklukan kerajaan Tarumanegara yang masyhur tersebut karena selalu
dihalang-halangi oleh Permaisurinya Nyimas Ayu Sabakancana yang tidak lain
putrid Prabu Linggawarman, raja Tarumanegara (Kusyoto, 2005:7). Selain itu,
kerajaan Sriwijaya juga menjadi tempat singgah dan menuntut ilmu bagi para
pelajar agama Buddha dari Jawa dan juga Cina sebelum menuju Nalanda di India.
Dengan wilayah yang begitu besar dengan cakupan laut yang begitu luas telah
menjadikan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim terbesar dizamanya

B. Hubungan Luar Negeri Kerajaan Sriwijaya

Pada Abad VII M, kerajaan- kerajaan Hindu – Buddha di kawasan Asia


Tenggara berbondong-bondong mengirimkan utusan ke negeri China. Pengiriman
utusan-utusan itu merupakan salah satu ciri kebijakan politik luar negeri pada
masa itu. Dengan demikian, kerajaan-kerajaan itu bisa menjalin hubungan
diplomatik dengan Kekaisaran China yang tentu saja akan memberikan banyak
keuntungan baik secara politik maupun ekonomi bagi kedua belah pihak.
Kerajaan Sriwijaya yang telah menjadi pusat pelayaran dan perdagangan
terus berkembang menjadi kerajaan besar karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Diantaranya , Sriwijaya menguasai dan mengawasi pintu gerbang lalu
lintas perdagangan laut yang menghubungkan China dan India serta Teluk Persia
dan Laut Tengah. Meskipun Sriwijaya terletak di pantai yang penduduknya relatif
sedikit, negeri ini mampu mengerahkan sumber daya manusia dari pemukiman-
pemukiman yang tersebar di selatan selat Malaka. Palembang hanyalah pusat
kerajaan. Tujuan ekspedisi angkatan laut Sriwijaya dengan menaklukkan Kedah
dan pelabuhan-pelabuhan vital lainnya bukan sekedar meluaskan wilayah
territorial, tetapi untuk menduduki tempat- tempat strtegis dalam jalur pelayaran
dan perdagangan utama.
Sriwijaya juga memiliki kewibawaan dan disegani oleh penguasa-
penguasa lain yang menjadi pesaing di laut, dengan demikian ia mampu menjadi
penguasa atau pengendali keamanan seluruh kegiatan pelayaran di wilayah
Nusantara. Sriwijaya mengeluarkan kebijakan mewajibkan para pedagang asing
yang melintasi perairan Nusantara untuk singgah dan berdagang di pelabuhan-
pelabuhan milik Sriwijaya. Para pedagang harus membayar uang upeti kepada
Sriwijaya sebagai penguasa di jalur pelayaran (Notosusanto, 1990: 60). Fungsi
penguasa digunakan Sriwijaya dengan sebaik-baiknya untuk mengeruk
keuntungan sebesar- besarnya yang berasal dari kegiatan perdagangan.
F.H. van Naerssen dan R.C. de Longh, n menyatakan ada dua faktor yang
menyebabkan Sriwijaya mampu menjaga kelestarian dominasinya atas Selat
Malaka yang strategis tersebut. Faktor pertama adalah hubungan pusat kerajaan
dengan masyarakat pantai daerah bawahannya. Faktor yang kedua adalah adanya
hubungan penguasa Sriwijaya dengan negara-negara besar lainnya seperti
Kekaisaran China dan Kemaharajaan India (Irfan, 1983 : 64).
Hal ini dikarenakan Kaisar China hanya akan mengadakan kerjasama jika
didahului dengan hubungan diplomatik. Setelah resmi menjalin hubungan
diplomatik pada tahun 683 M, Sriwijaya menjalin kerjasama dengan Dinasti Tang
di bidang perniagaan. Sriwijaya mulai mengekspor barang-barang ke China. J.C.
Van Leur merinci jenis-jenis komoditas ekspor tersebut yakni kayu gaharu, kapur
barus, cendana, gading, timah, ebony (kayu hitam), kayu sapan, rempah-rempah,
dan kemenyan. Untuk ekspor negeri China, Sriwijaya mengekspor air mawar,
gading, kemenyan, buah-buahan, gula putih, cincin kristal, gelas, kapur barus,
batu karang, cula badak, wangi-wangian, bumbu masak, dan obat-obatan. Barang-
barang tersebut bukan produksi dalam negeri Sriwijaya seluruhnya. Akan tetapi,
ada juga yang berasal dari negeri-negri lain di kepulauan Nusantara yang
berhubungan dengan Sriwijaya.
Penguasan Sriwijaya atas Selat Malaka dan Laut Jawa selama berabad-
abad sudah tentu harus ditopang oleh armada laut yang kuat. Dr. Pierre Y.
Manguin berpendapat bahwa Sriwijaya menggunakan kapal-kapal besar dalam
jalur perdagangan di Samudera Hindia dan Laut China Selatan. Sumber- sumber
China mencatat munculnya Kun Lun Po (secara harfiah diartikan sebagai Kapal
Melayu). Bobotnya mencapai 250 sampai 1000 ton, dengan panjang 60 meter.
Kapal itu memiliki kapasitas sampai 1000 orang, dan ini belum termasuk muatan
barang (Irfan, 1983 : 67).

C. Bukti Hubungan Luar Negeri Dan Politik Ekspansi Sriwijaya

1. Xin Tang Shu (Kitab Sejarah Baru Dinasti Tang)


Dalam kitab itu dijelaskan pada tahun 670-673 M Sriwijaya
telah mengirim utusan ke Dinasti Tang kemudian seorang
utusan dari Dinasti Tang dikirimkan ke Sriwijaya pada tahun
683 M. Hal ini merupakan sebuah tanda bahwa suatu hubungan
resmi diantara kedua kerajaan tersebut sudah dimulai.
Kunjungan utusan Kekaisaran Dinasti Tang ke Sriwijaya tidak
terlepas dari kebijakan luar negeri yang dibuat oleh Kaisar
Tang Taizong. Selanjutnya pada tahun 695 M Raja Sriwijaya
Dapunta Hyang Sri Jayanasa membalas kunjungan utusan
Dinasti Tang dengan mengirim utusan ke negeri China. Sejak
itu utusan Sriwijaya tercatat dalam kitab Kekaisaran China
(Wolters,2011:285).
Para utusan Sriwijaya yang datang ke China memberikan
upeti ke Kaisaran China sebagai tanda persahabatan Sriwijaya
kepada Kekaisaran China. Hal ini dilakukan Sriwijaya agar
jalur perdagangan tidak dibuka ke negara-negara lain oleh
Kekaisaran China dan hanya dibuka untuk Sriwijaya. Selain
itu, hal ini dilakukan juga bertujuan untuk memperkenalkan
berbagai macam barang dagangan kepada para saudagar, baik
saudagar China maupun dari negeri lainnya seperti Arab,
Persia, dan India. Lihat gambar dibawah ini mengenai bentuk
Shin Tang Shu pada gambar 1.2

Gambar 1.2 Shan Tang Shu

(sumber: Zhonghua Shu Ju,1975)

2. Catatan perjalanan I-tsing

Didalam catatan tersebut dijelaskan bahwa pada tahun 671 I-tsing datang
untuk pertama kali ke Sriwijaya. Ia menjelaskan bahwa dia tinggal selama enam
bulan di Sriwijaya. Pada waktu dia tinggal di Sriwijaya wilayah kekuasaannya
masih terbatas sekitar palembang. Namun, ketika I-tsing kembali ke Sriwijaya
pada tahun 689 Kedah telah menjadi negeri bawahan Sriwijaya.

Anda mungkin juga menyukai