Anda di halaman 1dari 142

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi sungai, danau dan penyeberangan merupakan tiga jenis angkutan


yang mempunyai banyak persamaan. Ketiga jenis angkutan tersebut merupakan
angkutan perairan, yang memerlukan sarana dan prasarana yang sama, seperti
kapal dan dermaga. Walupun ketiganya banyak mempunyai persamaan, namun
ketiganya tidak membentuk suatu jaringan. Masing-masing jenis angkutan
tersebut merupakan angkutan tersendiri atau justru merupakan bagian dari
jaringan transportasi yang lain. Angkutan penyeberangan pada umumnya
merupakan bagian dari sistem jaringan jalan atau jalan kereta api. Angkutan
sungai merupakan angkutan dari dan ke pedalaman dengan terminal di
pantai/pelabuhan. Sedangkan, angkutan danau pada umumnya merupakan
angkutan lokal yang menghubungkan satu pantai dengan pantai yang lain dari
danau yang bersangkutan.

Penyelenggaraan transportasi sungai, danau dan penyeberangan terkait dengan


prasarana transportasi baik dalam pengoperasian, wilayah kerja (DLKr/DLKp),
pembangunan fasilitas laut maupun fasilitas darat serta kenavigasian masih
terkait dengan perhubungan laut. Terkait hal di atas dinilai masih terjadi tarik
menarik kewenangan dan wilayah operasi antara transportasi laut, pemerintah
daerah dan PT. ASDP Indonesia Ferry. Meskipun domain regulasi keselamatan
pelayaran menjadi tanggung jawab Ditjen Perhubungan Laut, namun mengingat
adanya kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaraan
angkutan SDP, maka diperlukan adanya standar untuk prasarana transportasi SDP
dengan memperhatikan karakteristik perairan dan tidak terlepas mengacu pada
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri Perhubungan
terkait dengan penyelenggaran angkutan SDP agar pelayanan terhadap keamanan,
keselamatan dan kenyamanan pada transportasi publik menjadi perhatian
bersama secara serius.

1-1
Sehubungan dengan permasalahan dan ketentuan di atas, maka dipandang perlu
dilakukan studi penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi
sungai, danau dan penyeberangan untuk mewujudkan transportasi sungai, danau
dan penyeberangan yang efektif, efisien, aman, cepat, lancar, tertib, teratur dan
nyaman dengan standar prasarana yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

B. Rumusan Masalah

Pelabuhan merupakan bagian dari sistem transportasi yang salah satunya


dibutuhkan untuk melayani kegiatan bongkar muat barang dan penumpang. Agar
proses kegiatan tersebut dapat berjalan dengan aman, nyaman dan lancar maka
diperlukan prasarana yang memadai.

Persoalan transportasi sungai, danau dan penyeberangan terkait dengan prasarana


yang sering dijumpai adalah prasarana yang tersedia kurang memadai atau tidak
memenuhi standar teknis maupun operasional yang benar sehingga timbul
kendala dalam pengoperasiannya. Sehubungan dengan permasalahan yang telah
dikemukakan di atas, maka perlu disusun suatu konsep standar di bidang
prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan mengacu kepada
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun Keputusan Menteri Perhubungan
serta peraturan dan standar luar negeri yang relevan untuk diterapkan di
Indonesia. Selanjutnya standar prasarana ini harus dilaksanakan semua pihak
yang terkait, agar dalam penyediaan prasarana transportasi sungai, danau dan
penyeberangan baik dalam pembangunan maupun operasinya sesuai dengan
standar prasarana yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

C. Maksud dan Tujuan Studi

Maksud kegiatan studi adalah mengevaluasi konsep penyusunan standar di


bidang prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan.

Sedangkan tujuan studi adalah untuk mendapatkan tingkat efisiensi dan


efektifitas serta keselamatan pelayanan operasional di bidang transportasi sungai,
danau dan penyeberangan.

1-2
D. Manfaat Studi

Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi SDP adalah


berupa penyusunan standar prasarana yang dilaksanakan secara efektif dan
esisien. Dengan dilaksanakannya studi ini yang nantinya harus dilaksanakan oleh
semua pihak yang terkait, diharapkan dapat terwujudnya transportasi sungai,
danau dan penyebrangan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur,
nyaman dan efisien dengan standar prasarana yang benar dan dapat
dipertanggung jawabkan.

E. Ruang Lingkup Studi

Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Sungai,


Danau dan Penyeberangan adalah penyusunan standar prasarana yang
dilaksanakan secara efektif dan efisien, dengan kegiatan/ruang lingkup studi
sebagai berikut:
1) Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi SDP;
2) Inventarisasi dan evaluasi kebijakan di bidang prasarana transportasi SDP;
3) Inventarisasi kebutuhan standar di bidang prasarana transportasi SDP;
4) Menyusun rancangan 10 (sepuluh) naskah akademik konsep standardisasi di
bidang prasarana transportasi SDP, yang meliputi:
a) Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan sungai dan danau;
yaitu bollard dan fender.
b) Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan penyeberangan; yaitu
bollard dan fender
c) Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan sungai dan danau; yaitu
dermaga, fender dan bollard
d) Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan penyeberangan; yaitu
dermaga, fender dan bollard
e) Standar prasarana pengamanan pelabuhan penyeberangan; yaitu
breakwater dan groin
f) Standar kolam pelabuhan angkutan penyeberangan; yaitu dimensi dan
kedalaman untuk kapal yang beroperasi

1-3
g) Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan sungai dan danau; yaitu
plengsengan, ponton dan movable bridge
h) Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan penyeberangan; yaitu
plengsengan, ponton dan movable bridge
i) Standar fasilitas alur pelayaran angkutan sungai dan danau; yaitu lebar,
kedalaman dan air draft (ruang bebas udara)
j) Standar fasilitas alur pelayaran angkutan penyeberangan; yaitu lebar,
kedalaman dan air draft (ruang bebas udara)
5) Pengumpulan data pada kegiatan ini dilakukan di Medan, Palembang,
Palangkaraya dan Merak.

1-4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Pikir Studi

Penyelenggaraan transportasi sungai, danau dan penyeberangan terkait dengan


operasi, pembangunan dermaga serta perambuan dan navigasi masih terkait
dengan perhubungan laut, sehingga dinilai masih terjadi tarik menarik
kewenangan dan wilayah operasi antara transportasi laut, pemerintah daerah dan
PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero).

Selama ini tugas pokok dan fungsi Direktorat LLASDP Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat tidak hanya membina kapal pada penyeberangan jarak dekat,
akan tetapi juga jarak jauh. Terkait domain regulasi keselamatan pelayaran
menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Dengan adanya
kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaran angkutan
SDP, maka perlu adanya standar prasarana transportasi SDP agar pelayanan
transportasi terkait keselamatan, keamanan dan kenyamanan terhadap masyarakat
lebih terjamin dan menjadi perhatian semua pihak yang terkait.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka dipandang perlu untuk


dilaksanakan Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi SDP
untuk mewujudkan transportasi sungai, danau dan penyeberangan yang selamat,
aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien dengan standar
prasarana yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi SDP ini,


dasar hukum yang digunakan sebagai acauan yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi
Nasional;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas PP
Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan;
2-1
5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
7. International Maritime Organization (IMO);
8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 53 Tahun 2002 tentang
Tatanan Kepelabuhanan Nasional;
9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 73 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Sungai Dan Danau;
10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2001 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan;
11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 52 Tahun 2004 tentang
Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan;
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 81 Tahun 2011 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah
Kabupaten/Kota.

Adapun lingkup kegiatan yang dilaksanakan dalam studi ini meliputi:


1. Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang transportasi SDP;
2. Inventarisasi dan evaluasi kebijakan di bidang prasarana transportasi SDP;
3. Inventarisasi kebutuhan standar di bidang prasarana transportasi SDP;
4. Menyusun rancangan 10 (sepuluh) naskah akademik konsep standardisasi di
bidang prasarana transportasi SDP, yang meliputi:
a. Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan sungai dan danau,
meliputi standar untuk fender dan bollard;
b. Standar fasilitas sandar dan tambat untuk angkutan penyeberangan,
meliputi standar untuk fender dan bollard;
c. Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan sungai dan danau,
meliputi standar untuk perawatan dermaga, fender dan bollard;
d. Standar perawatan fasilitas dermaga angkutan penyeberangan; meliputi
standar untuk perawatan dermaga, fender dan bollard;
e. Standar prasarana pengamanan pelabuhan penyeberangan; meliputi
standar untuk konstruksi breakwater dan groin;
f. Standar kolam pelabuhan angkutan penyeberangan; meliputi standar
terhadap dimensi dan kedalaman kolam untuk kapal yang beroperasi;

2-2
g. Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan sungai dan danau;
meliputi standar untuk konstruksi plengsengan, ponton dan movable
bridge;
h. Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan penyeberangan; meliputi
standar untuk konstruksi plengsengan, ponton dan movable bridge;
i. Standar fasilitas alur pelayaran angkutan sungai dan danau; meliputi
standar terhadap lebar alur, kedalaman alur dan air draft (ruang bebas)
untuk kapal yang beroperasi;
j. Standar fasilitas alur pelayaran angkutan penyeberangan; meliputi
standar terhadap lebar alur, kedalaman alur dan air draft (ruang bebas)
untuk kapal yang beroperasi;
5. Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Merak, Palembang, Medan
dan Palangkaraya.

Adapun indikator keluaran dari studi ini sebagaimana tertuang dalam kerangka
acuan kerja adalah satu paket laporan, dengan keluaran berupa 4 (empat) laporan
studi yang terdiri dari Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Rancangan
Laporan Akhir dan Laporan Akhir. Laporan akhir terdiri dari laporan studi
penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi dan 10 (sepuluh)
naskah akademik konsep standardisasi di bidang prasarana transportasi SDP.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disusun suatu diagram kerangka pikir
studi sebagaimana dalam Gambar 2.1 berikut.

2-3
PERMASALAHAN

diperlukan standar yang baku


dibidang prasarana transportasi SDP

ACUAN KEGIATAN
1) UU No. 17 Tahun 2008 1) Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang
2) UU No. 34 Tahun 2004 transportasi SDP;
3) PP No. 102 Tahun 2000 2) Menginventarisir dan mengevaluasi kebijakan
4) PP No. 20 Tahun 2010 di bidang prasarana transportasi SDP.
5) PP No. 61 Tahun 2009 3) Melakukan inventarisasi kebutuhan standar di
6) IMO bidang prasarana transportasi SDP.
7) KM. 53 Tahun 2002 4) Melakukan Benchmarking / studi literatur /
8) KM. 73 Tahun 2004 studi banding tentang prasarana Sungai,
9) KM. 32 Tahun 2001 Danau dan Penyeberangan negara lain.
10) KM. 52 Tahun 2004 5) Menyusun rancangan 10 naskah akademik
11) PM. 81 Tahun 2011 konsep standar di bidang prasarana
transportasi SDP

KELUARAN
10 (sepuluh) rancangan naskah
akademis konsep standar di bidang
prasarana transportasi SDP

HASIL
mendapatkan tingkat efektivitas dan
keselamatan pelayanan operasional di
bidang transportasi sungai, danau dan
penyeberangan

Gambar 2.1. Kerangka pikir studi

B. Pengertian dan Ketentuan Umum

Beberapa pengertian dan ketentuan umum dalam penyusunan konsep standar


prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan yaitu:
1) Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata
cara dan metoda yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang

2-4
terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselematan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan lingkungan hidup dan
teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan
datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-sebesarnya.
2) Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan
merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan
semua pihak.
3) Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
4) Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan
menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, anjir,
kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan
yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau.
5) Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang dilakukan untuk melayani
lintas penyeberangan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang
menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus
karena adanya perairan, dan mengangkut penumpang dan kendaraan berserta
muatannya.
6) Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda
transportasi.
7) Kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan
fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban
arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar,
tempat perpindahan intra dan/atau antar moda serta mendorong
perekonomian nasional dan daerah.

2-5
8) Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani
kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di
laut atau di sungai.
9) Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk
melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau.
10) Pelabuhan Penyeberangan adalah pelabuhan umum untuk kegiatan angkutan
penyeberangan.
11) Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan
tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu
dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang.
12) Kolam Pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk
kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal.
13) Kolam Sandar adalah perairan yang merupakan bagian dari kolam pelabuhan
yang digunakan untuk kepentingan operasional menyandarkan/menambatkan
kapal di dermaga.
14) Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.

C. Fasilitas Pelabuhan Sungai, Danau dan Penyeberangan

Prasarana transportasi sungai, danau dan penyeberangan merupakan fasilitas


pelabuhan yang diperuntukan bagi sarana angkutan sungai, danau dan
penyeberangan agar dapat memenuhi fungsinya. Pelabuhan yang melayani
kegiatan angkutan sungai dan danau disebut pelabuhan sungai dan danau,
sedangkan pelabuhan yang melayani kegiatan angkutan penyeberangan disebut
pelabuhan penyeberangan (pasal 6 KM 53 Tahun 2002).

Peran, fungsi dan jenis pelabuhan sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah


Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan disebutkan bahwa:

1) Pelabuhan memiliki peran sebagai:


a. Simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;
b. Pintu gerbang kegiatan perekonomian;
c. Tempat kegiatan alih moda transportasi;

2-6
d. Penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
e. Tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan
f. Mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.
2) Pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan pengusahaan.
3) Jenis pelabuhan terdiri atas:
a. Pelabuhan Laut yang digunakan untuk melayani angkutan laut dan/atau
angkutan penyeberangan.
b. Pelabuhan Sungai dan Danau.

Sesuai Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 53 Tahun 2002 Pasal 20


disebutkan bahwa untuk kepentingan penyelenggaraan pelabuhan sungai, danau
dan penyeberangan ditetapkan kalsifikasi pelabuhan. Klasifikasi pelabuhan
sungai, danau dan penyeberangan, ditetapkan dengan memperhatikan:
a. Fasilitas pelabuhan yang terdiri dari fasilitas pokok dan fasilitas penunjang;
b. Volume operasional pelabuhan;
c. Peran dan fungsi pelabuhan.

Fasilitas pelabuhan yang terdiri dari fasilitas pokok dan fasilitas penunjang
sebagaimana tersebut di atas meliputi:

Fasilitas Pokok :
a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. Kolam pelabuhan;
c. Fasilitas sandar kapal;
d. Penimbangan muatan;
e. Terminal penumpang;
f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan jasa;
h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (Bunker);
i. Instalasi air, listrik dan komunikasi;
j. Akses jalan dan atau rel kereta api;
k. Fasilitas pemadam kebakaran;
l. Tempat tunggu kendaran bermotor sebelum naik ke kapal.

2-7
Fasilitas penunjang:
a. Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan;
b. Tempat penampungan limbah;
c. Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan;
d. Area pengembangan pelabuhan.

Lebih lanjut dalam Pasal 22 KM Nomor 53 tahun 2002 disebutkan bahwa


klasifikasi pelabuhan penyeberangan dibagi dalam 3 (tiga) kelas, yaitu:
a. Pelabuhan Penyeberangan Kelas I, dengan kriteria:
1. Volume angkutan:
a. Penumpang > 2000 orang/hari;
b. Kendaraan > 500 unit/hari;
2. Frekuensi > 12 trip/hari;
3. Dermaga > 1000 GRT;
4. Waktu operasi > 12 jam/hari;
5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. Kolam pelabuhan;
c. Fasilitas sandar kapal;
d. Fasilitas penimbangan muatan;
e. Terminal penumpang;
f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan
jasa;
h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker);
i. Instalasi air, listrik dan komunikasi;
j. Akses jalan dan/atau rel kereta api;
k. Fasilitas pemadam kebakaran;
l. Tempat tunggu kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.
b. Pelabuhan Penyeberangan Kelas II, dengan kriteria:
1. Volume angkutan:
a. Penumpang: 1000-2000 orang/hari;

2-8
b. Kendaraan: 250-500 unit/hari;
2. Frekuensi: 6-12 trip/hari;
3. Dermaga: 500-1000 GRT;
4. Waktu operasi: 6-12 jam/hari;
5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. Kolam pelabuhan;
c. Fasilitas sandar kapal;
d. Fasilitas penimbangan muatan;
e. Terminal penumpang;
f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan
jasa;
h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker);
c. Pelabuhan Penyeberangan Kelas III, dengan kriteria:
1. Volume angkutan:
a. Penumpang: < 1000 orang/hari;
b. Kendaraan: < 250 unit/hari;
2. Frekuensi: < 6 trip/hari;
3. Dermaga: < 500 GRT;
4. Waktu operasi: < 6 jam/hari;
5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. Kolam pelabuhan;
c. Fasilitas sandar kapal;
d. Fasilitas penimbangan muatan;
e. Terminal penumpang;
f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan
jasa;

Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan (UU No. 17 Tahun
2008 dan PP No. 61 Tahun 2009). Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan

2-9
ruang pelabuhan berupa peruntukan tata guna tanah dan perairan di Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan. Rencana
Induk Pelabuhan meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan perairan yang
disusun berdasarkan kriteria kebutuhan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.
Hal ini sebagaimana ketentuan dalam PP No. 61 Tahun 2009 pasal 24 s.d pasal
27 dan KM 52 Tahun 2004 pasal 6, sebagai berikut:
(1) Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai
dan danau disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:
1) dermaga;
2) lapangan penumpukan;
3) terminal penumpang;
4) fasilitas penampungan dan pengolahan limbah;
5) fasilitas bunker;
6) fasilitas pemadam kebakaran; dan
7) fasilitas penanganan Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3).
b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:
1) perkantoran;
2) fasilitas pos dan telekomunikasi;
3) fasilitas pariwisata;
4) nstalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
5) jaringan jalan dan rel kereta api;
6) jaringan air limbah, drainase, dan sampah;
7) areal pengembangan pelabuhan;
8) tempat tunggu kendaraan bermotor;
9) kawasan perdagangan;
10) kawasan industri; dan
11) fasilitas umum lainnya.
(2) Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai
dan danau disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:
1) alur-pelayaran;

2 - 10
2) areal tempat labuh;
3) areal untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal;
4) areal untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya dan
Beracun (B3); dan
5) areal untuk kapal pemerintah.
b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:
1) areal untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
2) areal untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
3) areal untuk keperluan darurat.
(3) Rencana Peruntukan Wilayah Daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut
serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan, disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:
1) terminal penumpang;
2) penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang);
3) jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way);
4) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa;
5) fasilitas bunker;
6) instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
7) akses jalan dan/atau jalur kereta api;
8) fasilitas pemadam kebakaran; dan
9) tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor sebelum naik ke
kapal.
b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:
1) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan;
2) tempat penampungan limbah;
3) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan;
4) areal pengembangan pelabuhan; dan
5) fasilitas umum lainnya.

2 - 11
(4) Rencana Peruntukan Wilayah Perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut
serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan, disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:
1) alur-pelayaran;
2) fasilitas sandar kapal;
3) perairan tempat labuh; dan
4) kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal.
b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:
1) perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
2) perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;
3) perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);
4) perairan untuk keperluan darurat;
5) perairan untuk kapal pemerintah.

Adapun dasar perhitungan dalam penetapan kebutuhan lahan daratan dan perairan
dalam Rencana Induk Pelabuhan Penyeberangan, digunakan formula pendekatan
sebagaimana dalam Lampiran II KM 52 Tahun 2004 sebagai berikut:

Tabel 2.1. Dasar Perhitungan Kebutuhan Daratan untuk Kegiatan Pelayanan


Jasa/Operasional Langsung.
NO NAMA AREA FORMULASI PENDEKATAN

1 Areal Gedung A = a1+a2+a3+a4+a5


Terminal Dimana :
A : Luas total gedung areal gedung terminal (m2)
a1 : Luas areal ruang tunggu = a*n*N*x*y
a2 : Luas ruangan kantin/kios = 15% * a1
a3 : Luas ruangan administrasi = 15% * a1
a4 : Luas ruangan utilitas = 25% * (a1+a2+a3)
a5 : Luas ruangan public hall
= 10% * (a1+a2+a3+a4)
a : Luas yang dibutuhkan untuk satu orang (1,2
m2/org.)
n : Jumlah penumpang dalam satu kapal
N : Jumlah kapal datang/berangkat pada saat
bersamaan
x : Rasio Konsentrasi (1,0 – 1,6)
y : Rata-Rata Fluktuasi = 1,2
2 Areal Parkir A = a*n*N*x*y
Kendaraan Dimana :
Penyeberang A : Luas total areal parkir untuk kendaraan

2 - 12
menyeberang
a : Luas areal yang dibutuhkan untuk satu kendaraan
(m2)
n : Jumlah kendaraan dalam satu kapal
Truk 8T = 60 m2
Truk 4T = 45 m2
Truk 2T = 25 m2
Kendaraan Penumpang = 25 m2
N : Jumlah kapal datang/berangkat pada saat
bersamaan
x : Rata-Rata Pemanfatan (1,0)
y : Rasio Konsentrasi (1,0 – 1,6)
3 Areal Parkir A = a*n1*N*x*y*z*1/n2
Kendaraan Dimana :
Antar/Jemput A : Luas total areal parkir untuk kendaraan
antar/jemput
a : Luas areal yang dibutuhkan untuk satu kendaraan
(m2)
n1 : Jumlah penumpang dalam satu kapal
n2 : Jumlah penumpang tiap kendaraan
(rata-rata 8 orang/unit)
N : Jumlah kapal datang/berangkat pada saat
bersamaan
x : Rata-rata pemanfaatan (1,0)
y : Ratio konsentrasi (1,0 – 1,6)
z : Rata-rata pemanfaatan kendaraan
(1,0 = Seluruh penumpang meninggalkan terminal
dengan kendaraan)
4 Areal Fasilitas Bahan Kebutuhan areal untuk tempat penampungan BBM
Bakar dihitung berdasarkan kebutuhan BBM per hari
5 Areal Fasilitas Air Kebutuhan areal untuk fasilitas Air Bersih dihitung
Bersih berdasarkan kebutuhan Air Bersih per hari
6 Areal Generator Kebutuhan areal untuk Generator didasarkan pada
standar kebutuhan ruang untuk fasilitas listrik seluas 150
m2
7 Areal Terminal Kebutuhan areal untuk Terminal Angkutan Umum dan
Angkutan Umum dan Parkir dihitung berdasarkan daya tampung mobil yang
Parkir masuk dan berhenti di terminal.
8 Areal Fasilitas Kebutuhan ruang Fasilitas Peribadatan didasarkan pada
Peribadatan kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial
untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2
9 Areal Fasilitas Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Kesehatan didasarkan
Kesehatan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas
sosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2
10 Areal Fasilitas Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Perdagangan didasarkan
Perdagangan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas
sosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2
11 Areal Fasilitas Pos dan Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Pos dan Telekomunikasi
Telekomunikasi didasarkan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum
dan fasilitas sosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu
seluas 60m2
Sumber : Departemen Perhubungan RI. Lampiran II KM. 52 Tahun 2004.

2 - 13
Tabel 2.2. Dasar Perhitungan Kebutuhan Lahan Perairan untuk Kegiatan
Pelayanan Jasa/Operasional Langsung.
NO NAMA AREA FORMULASI PENDEKATAN

1 Panjang Dermaga A ≥ 1,3 L


A : Panjang dermaga/tempat sandar kapal
L : Panjang kapal
2 Areal untuk Sandar A = 1,8 L x 1,5 L
Kapal A : Luas perairan tempat sandar untuk 1 (satu)
kapal
L : Panjang kapal
3 Areal Kolam Putar A = N x  x D2/4
(dalam hal diperlukan A : Luas Areal Kolam Putar
kolam putar) N : Jumlah kolam putar
D >3 L
D : Diameter areal kolam putar
L : Panjang kapal maksimum
4 Lebar Alur Pelayaran W = 9B + 30 meter
W : Lebar alur
B : Lebar kapal maksimum
5 Kedalaman Air Kolam Kedalaman Air Kolam Pelabuhan ditentukan dengan
Pelabuhan menambahkan minimal sebesar 1,0 m sebagai
kelonggaran kedalaman ke beban muatan penuh (full
load draft)
6 Areal Tempat Labuh A = N x  x R2
Kapal A : Luas Areal Berlabuh
N : Jumlah areal tempat labuh
R = L + 6D + 30 meter
L : Panjang kapal maksimum yang berlabuh
R : Jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
D : Kedalaman air
7 Areal Keperluan Faktor yang perlu diperhatikan adalah Kecelakaan
Keadaan Darurat Kapal, Kebakaran Kapal, Kapal Kandas dan lain-lain.
Areal salvage diperkirakan luasnya 50% dari luas areal
pindah labuh kapal
8 Areal Percobaan Faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal
Berlayar rencana.
9 Areal Fasilitas Faktor yang perlu diperhatikan adalah ukuran kapal
Pembangunan dan maksimum yang dibangun atau diperbaiki
Pemeliharaan Kapal
Sumber : Departemen Perhubungan RI. Lampiran II KM. 52 Tahun 2004.

D. Pembangunan dan Pengembangan Pelabuhan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang


Kepelabuhanan, disebutkan bahwa pembangunan pelabuhan hanya dapat
dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk
Pelabuhan.

2 - 14
Pembangunan pelabuhan sungai dan danau oleh penyelenggara pelabuhan
dilakukan setelah diperolehnya ijin yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan
kepada bupati/walikota. Pengajuan ijin tersebut harus memenuhi persyaratan
teknis kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan.

Persyaratan teknis kepelabuhanan yang harus dipenuhi dalam pengajuan ijin


tersebut di atas meliputi:
1. Studi kelayakan, paling sedikit memuat:
a. kelayakan teknis; dan
b. kelayakan ekonomis dan finansial.
2. Desain teknis, paling sedikit memuat:
a. kondisi tanah;
b. konstruksi;
c. kondisi hidrooceanografi;
d. topografi; dan
e. penempatan dan konstruksi Sarana Bantu Navigasi Pelayaran, alur
pelayaran, dan kolam pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di
pelabuhan.

Sedangkan persyaratan kelestarian lingkungan berupa studi lingkungan yang


dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
lingkungan hidup.

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 52 Tahun 2004


tentang Penyelenggaran Pelabuhan Penyeberangan, disebutkan bahwa:
1) Pembangunan pelabuhan penyeberangan dilaksanakan setelah memenuhi
persyaratan:
a. studi kelayakan yang sekurang-kurangnya memuat :
1) kelayakan ekonomis dan finansial;
2) kelayakan teknis yang meliputi :
a). hasil survey pelabuhan mengenai kondisi hidrooceanografi,
topografi, bathimetri, geografi dan kondisi geoteknik;

2 - 15
b). hasil studi keselamatan pelayaran mengenai rencana penempatan
sarana bantu navigasi pelayaran, alur pelayaran, dan kolam
pelabuhan.
3) analisis mengenai dampak lingkungan yang telah disahkan oleh
pejabat yang berwenang.
b. bukti penguasaan hak atas tanah dan perairan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. memiliki persetujuan penetapan lokasi pelabuhan penyeberangan;
d. memiliki rencana induk pelabuhan penyeberangan yang telah ditetapkan;
e. disain teknis pelabuhan penyeberangan yang telah disetujui oleh Direktur
Jenderal;
f. keputusan penetapan lintas penyeberangan.
(2) Untuk melakukan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
penyelenggara pelabuhan penyeberangan mengajukan permohonan kepada :
a. Direktur Jenderal untuk pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan
antar negara;
b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota;
c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan lintas dalam
kabupaten/kota.
(3) Keputusan pelaksanaan pembangunan pelabuhan penyeberangan ditetapkan
oleh :
a. Direktur Jenderal untuk pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan
antar negara;
b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota;
c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan lintas dalam
kabupaten/kota.
(4) Penetapan keputusan pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari
kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
(5) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disampaikan
secara tertulis dengan disertai alasan penolakan.

2 - 16
(6) Bentuk permohonan dan penolakan/persetujuan pembangunan pelabuhan
penyeberangan sebagaimana contoh 7, contoh 8 dan contoh 9 pada Lampiran
III Keputusan ini.

Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan penyeberangan


dilakukan untuk :
a. Memenuhi kebutuhan pelayanan jasa angkutan penyeberangan yang akan
datang;
b. Meningkatkan kapasitas pelayanan jasa angkutan penyeberangan sesuai
kebutuhan.

Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan penyeberangan


sebagaimana tersebut di atas dilaksanakan dengan mempertimbangkan :
a. Kapasitas pelayanan jasa angkutan penyeberangan yang dibutuhkan;
b. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian pembangunan
pengembangan pelabuhan penyeberangan.

Pengembangan dan/atau penambahan fasilitas pelabuhan penyeberangan harus


memenuhi persyaratan :
a. Sesuai dengan rencana induk pelabuhan penyeberangan;
b. Mendapat persetujuan dari pejabat yang menetapkan keputusan pelaksanaan
pembangunan pelabuhan penyeberangan sesuai kewenangannya.

E. Operasional Fasilitas Pelabuhan Sungai, Danau dan Penyeberangan

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa setiap pelabuhan wajib memiliki


Rencana Induk Pelabuhan. Sehingga baik dalam penyediaan maupun
pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan Rencana Induk
Pelabuhan. Hal ini sebagaimana dalam PP No. 61 Tahun 2009 Pasal 63 yaitu:
(1) Penyediaan fasilitas pelabuhan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara
komersial dilakukan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan.
(2) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan
Rencana Induk Pelabuhan.

2 - 17
(3) Dalam penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan, penerapannya
didasarkan pada rencana desain konstruksi untuk fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang.
(4) Fasilitas pelabuhan dirancang sesuai dengan kapasitas kemampuan pelayanan
sandar dan tambat di pelabuhan termasuk penggunaan jenis peralatan yang
akan digunakan di pelabuhan.

Pasal 65 UU No. 20 Tahun 2010 menentukan bahwa penempatan kapal yang


akan dioperasikan pada lintas penyeberangan dilakukan dengan
mempertimbangkan:
1) adanya kebutuhan angkutan penyeberangan; dan
2) tersedianya fasilitas pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan/terminal penyeberangan.

Lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat 1 dan ayat 5 UU No. 20 Tahun 2010 disebutkan
bahwa:
1) Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan
harus memenuhi persyaratan:
a. spesifikasi teknis lintas
b. spesifikasi teknis kapal
c. persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan
d. fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal pelabuhan
e. keseimbangan antara penyedia dan pengguna jasa angkutan
2) Fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan, paling sedikit meliputi:
a. jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal
b. kolam pelabuhan
c. fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.

Demikian halnya dalam KM No. 73 Tahun 2004 pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa
setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan teknis/kelaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

2 - 18
b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan pada
trayek yang dilayani;
c. memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan persyaratan pengawakan untuk
kapal sungai dan danau;
d. memiliki fasilitas utama dan atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan
awak kapal maupun penumpang, barang dan atau hewan, sesuai dengan
persyaratan teknis yang berlaku;
e. mencantumkan identitas perusahaan/pemilik dan nama kapal yang
ditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan
kanan kapal;
f. Mencantumkan informasi/petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan
bahasa Indonesia.

Dalam pengoperasian pelabuhan, PP No. 61 Tahun 2009 pasal 94 telah mengatur


sebagai berikut:
(1) Pengoperasian pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah
diperolehnya izin.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara
pelabuhan kepada:
a. Menteri untuk pelabuhan utama dan pengumpul;
b. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan
c. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal dan pelabuhan sungai
dan danau.
(3) Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi
persyaratan:
a. pembangunan pelabuhan atau terminal telah selesai dilaksanakan sesuai
dengan izin pembangunan pelabuhan;
b. keselamatan dan keamanan pelayaran;
c. tersedianya fasilitas untuk menjamin kelancaran arus penumpang dan
barang;
d. memiliki sistem pengelolaan lingkungan;
e. tersedianya pelaksana kegiatan kepelabuhanan;
f. memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan

2 - 19
g. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian
pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan
dengan sertifikat.

Demikian halnya dalam KM No. 52 Tahun 2004 Pasal 19 mengenai


pengoperasian pelabuhan penyeberangan diatur sebagai berikut:
(1) Pengoperasian pelabuhan penyeberangan dilakukan setelah memenuhi
persyaratan:
a. pembangunan pelabuhan penyeberangan telah selesai dilaksanakan;
b. keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayaran;
c. tersedia fasilitas untuk menjamin kelancaran arus penumpang dan
kendaraan beserta muatannya;
d. pengelolaan lingkungan;
e. tersedia pelaksana kegiatan di pelabuhan penyeberangan;
f. memiliki sistem dan prosedur pelayanan pelabuhan penyeberangan; dan
g. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian
pelabuhan penyeberangan yang memiliki pengetahuan di bidang
pelabuhan penyeberangan.
(2) Untuk mengoperasikan pelabuhan penyeberangan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ditetapkan dengan keputusan pelaksanaan pengoperasian oleh:
a. Menteri, untuk pelabuhan penyeberangan lintas provinsi dan antar negara;
b. gubernur, untuk pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota;
c. bupati/walikota, untuk pelabuhan penyeberangan lintas dalam
kabupaten/kota.
(3) Untuk memperoleh keputusan pelaksanaan pengoperasian, penyelenggara
pelabuhan penyeberangan mengajukan permohonan kepada Menteri,
Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya, dengan melampirkan:
a. pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);
b. salinan keputusan pelaksanaan pembangunan;
c. berita acara selesainya pekerjaan pembangunan.
(4) Berdasarkan usulan pemohon sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Direktur
Jenderal, Kepala Dinas Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota melakukan

2 - 20
penelitian pemenuhan persyaratan kelayakan operasi pelabuhan
penyeberangan yang dituangkan dalam berita acara.
(5) Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya, berdasarkan
hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kerja menetapkan diterima atau ditolak permohonan
pengoperasian.
(6) Bentuk permohonan, penolakan/persetujuan pengoperasian pelabuhan
penyeberangan sebagaimana Contoh 10, Contoh 11, Contoh 12 pada
Lampiran III Keputusan ini.

Selanjutnya untuk penyediaan aksesibilitas transportasi di daerah, maka


Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mengacu pada Standar
Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota, sebagaimana dalam Peraturan Menteri Perhubungan PM No. 81
Tahun 2011. Berikut disajikan Standar Pelayanan Minimal Sub Sektor
Perhubungan Darat Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Sungai, Danau Dan
Penyeberangan, khususnya yang berkaitan dengan operasional fasilitas pelabuhan
sungai, danau dan penyeberangan.

Tabel 2.3 Standar Pelayanan Minimal Sub Sektor Perhubungan Darat Bidang
Lalu Lintas dan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
KEWENANGAN JENIS STANDAR KETERANGAN
NO
WAJIB PELAYANAN
KABUPATEN/KOTA MINIMAL

26 Penyelenggaraan 1. Sertifikasi fasilitas - Dilakukan oleh Menteri Perhubungan atau


Pelabuhan Sungai dan pelabuhan Pejabat yang ditunjuk
Danau - Untuk mendapatkan sertifikasi pelabuhan,
Penyelenggara Pelabuhan atau Badan Usaha
Pelabuhan Sungai dan Danau melalui Dinas
Perhubungan Kabupaten/Kota mengajukan
permohonan ke Dinas Perhubungan Provinsi
dengan melampirkan As Built Drawing, Technical
Spesifications (Persyaratan Teknis) dan Laporan
Konsultan Pengawas.
- Kepala Dinas Perhubungan Provinsi melakukan
penelitian terhadap permohonan sertifikasi
tersebut berdasarkan data-data yang diterima
dan kemudian melakukan peninjauan lapangan
untuk sekaligus dapat dilakukan uji coba
operasional
- Kepala Dinas Perhubungan mengeluarkan
sertifikasi selambat-lambatnya 14 hari setelah
permohonan diajukan.
Untuk pemberian sertifikasi, penelitian terhadap
fasilitas pelabuhan yang harus dilakukan
meliputi:
a. Fasilitas Sandar.

2 - 21
1. Untuk pelabuhan sungai dan danau yang
dilengkapi movable bridge, komponen-
komponen yang diteliti adalah:
- fender
- frontal frame
- dinding dermaga
- mooring dolphin
- catwalk
- breasting dolphin
- trestle
- causeway
- bolder
- movable bridge
- gangway (jika ada)
- boarding bridge (jika ada)
- elevated side ramp (jika ada)
2. Untuk pelabuhan sungai dan danau yang
menggunakan ponton, terdiri dari:
- ponton
- jembatan penghubung ke ponton
- dinding dermaga
- mooring dolphin
- catwalk
- breasting dolphin
- trestle
- bolder
- fender
- frontal frame,
- dsb.
3. Untuk pelabuhan sungai dan danau yang
menggunakan plengsengan, terdiri dari:
- plengsengan
- dinding dermaga
- mooring dolphin
- catwalk
- breasting dolphin
- trestle
- fender
- frontal frame
- bolder, dsb.
b. Areal Parkir.
c. Gedung Administrasi/Terminal Penumpang
d. Jalan Akses.
Semua fasilitas yang ada sebagaimana
disebutkan di atas harus diteliti/diperiksa sesuai
spesifikasi teknis yang ditetapkan pada saat
pembangunan.
2. Penyiapan - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan
kebutuhan administrasi serta menyusun program
administrasi pengadaannya guna mendukung: administrasi
kepegawaian, administrasi keuangan, pelaporan
dsb.
- Kebutuhan administrasi meliputi:
 alat tulis kantor
 mesin ketik
 mesin hitung
 tiket
 komputer, dsb.
- Pengadaan barang yang dibutuhkan harus
disesuaikan dengan kemampuan keuangan.
3. Penyiapan - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan
kebutuhan SDM SDM, baik untuk petugas kantor maupun
petugas lapangan.
- Untuk petugas kantor minimal mempunyai latar
belakang pendidikan SMA atau lainnya yang
sederajat.
- Untuk petugas lapangan, seperti:
 Kepala Divisi Teknik (minimal D3 LLASDP)
 Kepala Divisi Operasi (minimal D3 LLASDP)
 Pengatur lalu lintas di darat dan di kapal,
minimal mempunyai latar pendidikan STM atau
SMA dan lainnya yang sederajat.

2 - 22
 Operator movable bridge, minimal STM
jurusan mesin.
4. Penyiapan alat - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan alat
bantu operasional bantu operasional serta menyusun program
pengadaannya.
- Alat bantu operasional meliputi:
 Papan pengumuman
 Rambu-rambu
 Pengeras suara
 Telepon, radio komunikasi dll.
5. Penyiapan jadwal - Menyusun jadwal keberangkatan dan
keberangkatan kedatangan kapal yang disesuaikan dengan
dan kedatangan demand dan supply angkutan serta jarak lintasan
kapal dan kecepatan kapal.
- Menetapkan waktu bongkar muat.
6. Penyiapan Menyusun rencana kegiatan rutin perawatan dan
program perawatan harian, mingguan, bulanan dan tahunan
perawatan dan terhadap fasilitas pelabuhan yang ada termasuk
pemeliharaan kebersihan lingkungan dan upaya pemantauan dan
pengelolaan lingkungan.
7. Pelaksanaan rutin Melaksanakan semua kegiatan sesuai rencana
perawatan dan kegiatan yang telah disusun.
pemeliharaan
8. Evaluasi Secara periodik dilakukan evaluasi kinerja
penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau sekurang-kurangnya
pelabuhan sungai 1 (satu) tahun sekali oleh Kabupaten/Kota
dan danau
9. Sistem informasi Secara berkala paling lama setiap 6 (enam) bulan
manajemen memberikan laporan kinerja pelabuhan yang
pengelolaan meliputi:
pelabuhan sungai 1) Realisasi angkutan (jumlah kunjungan kapal,
dan danau tarif, jadwal, penumpang, barang).
2) Kondisi fasilitas dan peralatan.
3) Ratio pendapatan dan pengeluaran.

31 Penyelenggaraan 1. Sertifikasi fasilitas - Dilakukan oleh Menteri Perhubungan atau


Pelabuhan pelabuhan Pejabat yang ditunjuk
Penyeberangan - Untuk mendapatkan sertifikasi pelabuhan,
Penyelenggara Pelabuhan atau Badan Usaha
Pelabuhan Penyeberangan melalui Dinas
Perhubungan Kabupaten/Kota mengajukan
permohonan ke Dinas Perhubungan Provinsi
dengan melampirkan As Built Drawing, Technical
Spesifications (Persyaratan Teknis) dan Laporan
Konsultan Pengawas.
- Kepala Dinas Perhubungan Provinsi melakukan
penelitian terhadap permohonan sertifikasi
tersebut berdasarkan data-data yang diterima
dan kemudian melakukan peninjauan lapangan
untuk sekaligus dapat dilakukan uji coba
operasional
- Kepala Dinas Perhubungan mengeluarkan
sertifikasi selambat-lambatnya 14 hari setelah
permohonan diajukan.
Untuk pemberian sertifikasi, penelitian terhadap
fasilitas pelabuhan yang harus dilakukan
meliputi:
a. Fasilitas Sandar.
1. Untuk pelabuhan penyeberangan yang
dilengkapi movable bridge, komponen-
komponen yang diteliti adalah:
- fender
- frontal frame
- dinding dermaga
- mooring dolphin
- catwalk
- breasting dolphin
- trestle
- causeway
- bolder
- movable bridge
- gangway (jika ada)

2 - 23
- boarding bridge (jika ada)
- elevated side ramp (jika ada)
2. Untuk pelabuhan penyeberangan yang
menggunakan ponton, terdiri dari:
- ponton
- jembatan penghubung ke ponton
- dinding dermaga
- mooring dolphin
- catwalk
- breasting dolphin
- trestle
- bolder
- fender
- frontal frame
- dsb.
3. Untuk pelabuhan penyeberangan yang
menggunakan plengsengan, terdiri dari:
- plengsengan
- dinding dermaga
- mooring dolphin
- catwalk
- breasting dolphin
- trestle
- fender
- frontal frame
- bolder
- dsb.
b. Areal Parkir.
c. Gedung Administrasi/Terminal Penumpang
d. Jalan Akses.
Semua fasilitas yang ada sebagaimana
disebutkan di atas harus diteliti/diperiksa sesuai
spesifikasi teknis yang ditetapkan pada saat
pembangunan.
2. Penyiapan - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan
kebutuhan administrasi serta menyusun program
administrasi pengadaannya guna mendukung: administrasi
kepegawaian, administrasi keuangan, pelaporan
dsb.
- Kebutuhan administrasi meliputi:
 alat tulis kantor
 mesin ketik
 mesin hitung
 tiket
 komputer
 dsb.
- Pengadaan barang yang dibutuhkan harus
disesuaikan dengan kemampuan keuangan.
3. Penyiapan - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan
kebutuhan SDM SDM, baik untuk petugas kantor maupun
petugas lapangan.
- Untuk petugas kantor minimal mempunyai latar
belakang pendidikan SMA atau lainnya yang
sederajat.
- Untuk petugas lapangan, seperti:
 Kepala Divisi Teknik (minimal D3 LLASDP)
 Kepala Divisi Operasi (minimal D3 LLASDP)
 Pengatur lalu lintas di darat dan di kapal,
minimal mempunyai latar pendidikan STM atau
SMA dan lainnya yang sederajat.
 Operator movable bridge, minimal STM
jurusan mesin.
4. Penyiapan alat - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan alat
bantu operasional bantu operasional serta menyusun program
pengadaannya.
- Alat bantu operasional meliputi:
 Papan pengumuman
 Rambu-rambu
 Pengeras suara
 Telepon, radio komunikasi dll.
5. Penyiapan jadwal - Menyusun jadwal keberangkatan dan
keberangkatan kedatangan kapal yang disesuaikan dengan

2 - 24
dan kedatangan demand dan supply angkutan serta jarak lintasan
kapal dan kecepatan kapal.
- Menetapkan waktu bongkar muat.
6. Penyiapan Menyusun rencana kegiatan rutin perawatan dan
program perawatan harian, mingguan, bulanan dan tahunan
perawatan dan terhadap fasilitas pelabuhan yang ada termasuk
pemeliharaan kebersihan lingkungan dan upaya pemantauan dan
pengelolaan lingkungan.
7. Pelaksanaan rutin Melaksanakan semua kegiatan sesuai rencana
perawatan dan kegiatan yang telah disusun.
pemeliharaan
8. Evaluasi Secara periodik dilakukan evaluasi kinerja
penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan sekurang-kurangnya 1
pelabuhan (satu) tahun sekali oleh Kabupaten/Kota
penyeberangan
9. Sistem informasi Secara berkala paling lama setiap 6 (enam) bulan
manajemen memberikan laporan kinerja pelabuhan yang
pengelolaan meliputi:
pelabuhan sungai 1) Realisasi angkutan (jumlah kunjungan kapal,
dan danau tarif, jadwal, penumpang, barang).
2) Kondisi fasilitas dan peralatan.
3) Ratio pendapatan dan pengeluaran.
45 Pembangunan dan 1. Menyiapkan studi Studi kelayakan yang harus dilaksanakan meliputi:
pemeliharaan alur kelayakan a. survey hydrografi, bathymetri dan topografi serta
perairan daratan penyelidikan tanah.
b. survey, identifikasi dan inventarisasi angkutan
sungai.
c. survey angkutan sungai, meliputi antara lain:
asal tujuan, trayek dan jenis sarana.
d. analisis sosial ekonomi dan permintaan angkutan
sungai
e. analisis dan evaluasi kelayakan pembangunan
dan pemeliharaan alur.
f. kelestarian lingkungan/studi analisis mengenai
dampak lingkungan
Yang dimaksud dengan alur perairan daratan
adalah: sungai, danau, waduk, terusan dan kanal.
2. Menyiapkan Desain rinci meliputi:
desain rinci a. penetapan lokasi
b. tata letak
c. perhitungan konstruksi
d. gambar desain
e. rencana anggaran biaya
f. waktu pelaksanaan
Penetapan lokasi dan tata letak diperlukan dalam
hal pembangunan alur baru, antara lain:
pembangunan terusan baru, pembuatan sudetan,
pembangunan lock chamber dll.
3. Melaksanakan Pembangunan dan pemeliharaan alur perairan
pembangunan dan daratan:
pemeliharaan alur a. Mempertimbangkan:
perairan daratan 1) Rencana UmumTata Ruang (RUTR)
2) Keterpaduan inter dan antar moda transportasi
3) Pertumbuhan ekonomi
b. Memenuhi persyaratan teknis:
1) Standar keselamatan
2) Standar sarana dan prasarana
3) Standar Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UPL) dan Rencana Kegiatan Pemantauan
Lingkungan (RKL)
4) Standar teknis pembangunan alur perairan
daratan, meliputi: kedalaman alur, lebar alur
dan ruang bebas udara.
5) Standar pemeliharaan alur.
4. Sosialisasi Sosialisasi pembangunan dan pemeliharaan alur
rencana dilaksanakan melalui papan informasi dan
pembangunan dan brosur/leaflet guna mendapat masukan dari
pemeliharaan alur masyarakat.
perairan daratan
51 Pengoperasian 1. Jumlah hari kerja Persyaratan pemberian persetujuan kelayakan
Pelabuhan SDP yang untuk pemberian operasi Pelabuhan Sungai, Danau dan
tidak diusahakan yang penetapan Penyeberangan yang tidak diusahakan:

2 - 25
melayani lintas dalam pengoperasian a. Persaratan Administrasi:
Kabupaten/Kota maksimal 14 1) Siap Administrasi berarti pelabuhan telah
(empat belas) hari diserahterimakan oleh Pempro kepada
kerja setelah Instansi terkait
permohonan 2) Siap Kerja berarti pelabuhan telah dilengkapi
diterima fasilitas kerja administrasi (meja, kursi, ATK,
radio komunikasi dan lain-lain)
3) Siap Personil berarti telah siap tenaga
operasional (Ka UPT, TU, operasional dan
fungsional) sesuai kelas pelabuhan.
Pelaksana kegiatan di pelabuhan SDP yang
tidak diusahakan sepenuhnya terdiri dari
instansi Pemerintah Daerah.
4) Siap Dana berarti telah mempunyai rencana
anggaran pembelanjaan operasional
pelabuhan
b. Persaratan Teknis:
1) Siap Teknis adalah dimana pelabuhan telah
melalui uji coba khusus maupun uji joba dalam
proses serah terima proyek dan telah sesuai
spesifikasi teknis
2) Siap Fasilitas adalah kelengkapan pelabuhan
atas fasilitas umum (fender, bollard, movable
bridge, lapangan parkir, listrik, rambu, dan
lain-lain)
3) Siap Tertib adalah kesiapan pelabuhan dalam
program kegiatan, program perawatan dan
program keamanan ketertiban.
2. Evaluasi prosedur Secara berkala dilakukan evaluasi (tiap bulan)
operasional untuk mengetahui tingkat kinerja operasi pelabuhan
pelabuhan dan dan pelayanan jasa di pelabuhan antara lain::
evaluasi 1. Realisasi angkutan (kendaraan, penumpang,
pelayanan jasa barang)
2. Realisasi pendapatan
3. Evaluasi indikator kinerja pelabuhan
Sumber : Departemen Perhubungan RI. PM No. 81 Tahun 2011.

F. Prasarana Fasilitas Sandar dan Tambat

1. Prasarana Fasilitas Sandar

Fasilitas sandar merupakan salah satu fasilitas pada dermaga yang berfungsi
sebagai pelindung dermaga dari benturan kapal saat merapat. Pada proses
merapatnya kapal di dermaga, kemungkinan akan terjadi benturan antara
kapal dengan dermaga yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada
dermaga atau kapal atau bahkan keduanya. Hal ini dikarenakan besarnya
energi yang dihasilkan pada saat kapal membentur dermaga, meskipun
kecepatan kapal saat merapat rendah. Semakin besar ukuran kapal pada
kecepatan merapat yang sama, maka energi yang dihasilkan akan semakin
besar. Untuk menghindari kemungkinan kerusakan pada dermaga maupun
kapal, maka dermaga dilengkapi dengan fasilitas sandar yang disebut fender
untuk menyerap energi tersebut.

2 - 26
a) Tipe fender

Fender terdiri dari beberapa tipe, diantaranya yaitu:


1) Fender karet atau dari bahan elastomeric
2) Fender pneumatic
3) Fender pile
4) Fender kayu (timber)

Dari beberapa tipe fender sebagaimana tersebut di atas, tipe karet


elastomeric dan pneumatic merupakan tipe fender yang paling banyak
digunakan. Fender karet diproduksi dalam berbagai bentuk dan ukuran,
diantaranya bentuk circular, longitudinal, V dan hollow/cylindrical.

V-Shape Cylindrical Shape Circular Shape Longitudinal Shape

Gambar 2.2. Fender karet/elastomeric

Gambar 2.3. Fender pneumatic

Fender harus dipasang dengan kuat menggunakan baut dan angker. Jika
diperlukan rantai penggantung, maka rantai penggantung sebaiknya
dilengkapi pula dengan turn buckle. Baut, angker maupun rantai fender
harus terbuat dari bahan stainless steel atau galvanished untuk
mengurangi pengaruh korosi. Perlu diperhatikan jika terdapat bagian-
bagian fender yang terpasang berada dibawah muka air kaitannya untuk
kemudahan dalam pemeliharaan dan penggantian fender.

b) Panel dan rangka baja

Fender dapat dipasang secara individual maupun secara group


membentuk satu kesatuan sistem fender dengan menggunakan panel-
panel dan rangka baja. Disamping itu panel dan rangka baja yang

2 - 27
dipasang menyatu pada bagian permukaan fender, berfungsi pula untuk
memperluas bidang kontak antara fender dengan lambung kapal dan
mendistribusikan gaya reaksi fender ke bidang kontak kapal.

Gambar 2.4. Frontal frame pada sistem fender

Perencaan panel dan rangka baja fender harus memperhitungkan lentur,


geser dan tekuk lokal (local buckling). Ketebalan minimum panel-panel
baja ini berdasarkan rekomendasi PIANC, yaitu:

 Plat-plat yang terbuka pada kedua sisi permukaan: 12 mm


 Plat-plat yang salah satu sisi permukaan terbuka: 9 mm – 10 mm
 Elemen-elemen internal (kedua sisi permukaan tertutup): 8 mm

Panel dan rangka baja sebaiknya dilapis dengan bahan yang memadai
untuk menahan gesekan dengan lambung kapal. Bahan pelapis dapat
berupa kayu atau polymer. Dermaga-dermaga penyeberangan di
Indonesia pada umumnya menggunakan fender yang dilengkapi pula
dengan panel dan rangka baja yang dikenal dengan frontal frame.

c) Jarak dan perletakan fender

Fender harus dipasang pada interval tertentu agar dapat berfungsi


sebagaimana mestinya. Beberapa ketentuan maupun formula untuk
menentukan jarak maksimum antar fender, diantaranya sebagai berikut.

2 - 28
Gambar 2.5. Jarak interval fender

1) Technical Standards for Port and Harbor Facilities in Japan

2l= 2 r2 – (r – h)2
2l : jarak antar fender (m)
r : jari-jari kelengkungan dinding haluan kapal (m)
h : tinggi fender (m)

atau menggunakan formula:

2l= 2 h (B/2 + L2/8B – h)

2l : jarak antar fender (m)


L : panjang kapal (m)
B : lebar kapal (m)
h : tinggi fender (m)

2) PIANC

Fns = 4 HR – H2
Fns : jarak antar fender (m)
R : jari-jari kelengkungan dinding haluan kapal (m)
H : tinggi fender (m)

3) British Standard BS 6349:

Berdasarkan British Standar, formula untuk menentukan jarak interval


fender didasarkan pada panjang kapal dan tipe dermaga. Jarak fender
pada standar ini dibagi dalam tiga kategori, masing-masing untuk

2 - 29
Continuous Quays, untuk Island berth dan untuk Lead-in Jetties,
dengan jarak yang direkomendasikan sebagai berikut:
- Continuous Quays : ≤ 0.15L (L: panjang kapal minimum).
- Island Berth : 0.3L – 0.4L (L: panjang kapal yang akan dilayani).
- Lead-in Jetties (termasuk sistem Dolphin) : ≤ 0.25 L (L: panjang
kapal minimum).

Continuous Quays

Island Berth

Lead-in Jetties
Sumber: British Standar BS 6349-4. 1994 . Fendering and Mooring

Gambar 2.6. Jarak interval fender pada beberapa tipe dermaga


2 - 30
Fender dapat dipasang horisontal, vertikal maupun diagonal (miring),
bergantung pada beda pasang surut. Jika beda pasang surut rendah (< 2m),
fender dapat dipasang horisontal. Jika beda pasang surut tinggi (> 3m),
fender dapat dipasang vertikal atau diagonal atau dua fender horisontal.

d) Dasar penentuan fender

Sistem dan tipe fender direncanakan sedemikian rupa sehingga:


 Pada saat kapal merapat ke dermaga tidak mengalami kerusakan.
 Selama kapal ditambatkan, tidak terjadi kerusakan baik pada kapal
maupun dermaga.
 Masa pakai dan masih aman, dapat berlangsung selama mungkin.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam prosedur penentuan fender


meliputi:
 Gaya pada kapal yang tertambat bisa lebih besar dibanding gaya kapal
ketika merapat.
 Kapal ukuran kecil dapat memberikan energi sandar lebih besar
dibanding kapal ukuran besar.
 Fender dengan ukuran lebih besar akan menghasilkan gaya reaksi
lebih besar dibanding fender kecil jika penyerapan energi sandar
sama.
 Fender dengan ukuran relatif besar akan seperti dinding padat bagi
kapal-kapal kecil.
 Pengaruh korosi komponen-komponen baja pada fender adalah hal
yang rumit.

Penentuan sistem dan tipe fender pada umumnya dilakukan melalui


prosedur sebagaimana dalam bagan alir berikut:

2 - 31
Karakteristik kapal rencana

Layout fender

Saat kapal merapat Selama kapal sandar

Tentukan displacement kapal, Tentukan posisi dan karakteristik


kecepatan sandar, faktor masa tali Tambat
virtual dan faktor eksentrisitas
Tentukan kondisi gelombang,
Menghitung energi sandar kapal angin, arus, dsb

Asumsi tipe dan bentuk fender Asumsi tipe dan bentuk fender

Menghitung energi absorbsi,


gaya reaksi, dan deforrmasi Menghitung gerakan kapal,
fender deformasi dan gaya reaksi fender

Penentuan Fender

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards and commentaries for Port and Harbor
Facilities in Japan

Gambar 2.7. Bagan alir penentuan fender

e) Penentuan energi sandar kapal

Energi sandar kapal yang diserap fender (E) pada umumnya dihitung
menggunakan metoda kinetik dengan menambahkan beberapa faktor yaitu
eksentrisitas CE, masa hidrodinamis (CM), softness (CS), dan konfigurasi
dermaga (CC). Formula untuk menghitung energi sandar kapal yang
diserap fender yaitu sebagai berikut:

E = ½ MD * (VB)2 * CM * CE * CS * CC

Dimana:

E : energi kinetik sandar kapal (kN m)


MD : masa kapal (displacement tonnage) (ton)

2 - 32
VB : kecepatan saat kapal merapat (m/dt)
CM : koefisien masa hidrodinamis
CE : koefisien eksentrisitas
CS : koefisien fleksibilitas
CC : koefisien konfigurasi dermaga

1) Masa kapal (MD)

Masa kapal (MD) atau displacement tonnage adalah masa keseluruhan


dari kapal yang besarnya dihitung berdasarkan volume air yang
berpindah akibat kapal dalam keadaan muatan penuh dikali densitas
air. The Technical Standards And Commentaries For Port And
Harbour Facilities In Japan – OCDI 2009 memberikan persamaan
hubungan antara displacement tonnage (DT) dengan deadweight
tonnage (DWT) atau gross tonnage (GT) pada beberapa tipe, yaitu:

 Kapal barang (general cargo) DT = 1,174 DWT


 Kapal peti kemas (container) DT = 1,385 DWT
 Kapal minyak (oil tanker) DT = 1,235 DWT
 Kapal Ro Ro DT = 1,022 GT
 Kapal pengangkut kendaraan DT = 0,751 GT
 Kapal pengangkut bahan LPG DT = 1,400 GT
 Kapal pengangkut bahan LNG DT = 1,118 GT
 Kapal penumpang DT = 0,573 GT
 Kapal ferry jarak pendek DT = 1,279 GT
hingga sedang (< 300 km)
 Kapal ferry jarak jauh (≥ 300 km) DT = 1,240 GT

2) Kecepatan merapat (VB)

Kecepatan merapat (VB) kapal merupakan variabel yang paling


berpengaruh dalam perhitungan energi sandar kapal. Kecepatan kapal
merapat yang digunakan untuk menghitung energi sandar adalah
kecepatan kapal pada saat awal terjadinya kontak antara kapal dengan
dermaga pada saat sandar.

2 - 33
Kecepatan merapat kapal tanpa bantuan tugboat sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar 2.8. Sedangkan kecepatan sandar dengan
bantuan tugboat, dalam British Standard sesuai rekomendasi Brolsma
et al. ditunjukkan sebagaimana dalam Gambar 2.9.

Weather Manoeuvring
Ship displacement
conditions conditions
Strong wind and
rolling sea Difficult

Strong wind Favourable

Moderate wind Moderate

Sheltered wind
Difficult
against

Sheltered wind Favourable


against
0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.8
V m/sec

Sumber: Thoresen, Carl A. 2003. Port Designer’s Handbook: Recomendations


And Guidelines. Thomas Telford Ltd. London.

Gambar 2.8. Kecepatan sandar kapal tanpa bantuan tugboat

Sumber: British Standar BS 6349-4. 1994. Fendering And Mooring

Gambar 2.9. Kecepatan sandar rencana dengan bantuan tugboat

a. Kondisi sandar bagus, terlindung


b. Kondisi sandar sulit, terlindung
c. Kondisi sandar mudah, terbuka
d. Kondisi sandar bagus, terbuka
e. Kondisi navigasi sulit, terbuka
2 - 34
3) Koefisien masa hidrodinamis (CM)
Koefisien masa hidrodinamis (CM) merupakan koefisien pergerakan
air di sekitar kapal yang berpengaruh terhadap gaya sandar saat kapal
merapat ke dermaga. Koefisien masa hidrodinamis dapat dihitung
menggunakan rumus berikut:

*D MD
CM  1  ; dan CB 
2 * CB * B L*B*D* 

Dimana:
CB : koefisien blok
MD : masa kapal atau displacement tonnage (ton)
L : panjang kapal (m)
B : lebar kapal (m)
D : draft kapal (m)
 : densitas air (untuk air laut sekitar 1,025 t/m3)

PIANC mengambil nilai koefisien blok untuk beberapa kapal sebagai


berikut:

Kapal peti kemas (container) : 0,6 – 0,8


Kapal barang (general cargo) dan bulk carriers : 0,72 – 0,85
Kapal tanker : 0,85
Kapal Ferry : 0,55 – 0,65
Kapal ro ro : 0,7 – 0,8

4) Koefisien eksentrisitas (CE)

Koefisien eksentrisitas (CE) merupakan koefisien reduksi energi yang


ditransfer ke fender jika titik bentur kapal tidak berhadapan dengan
pusat masa kapal.

2 - 35
Gambar 2.10. Kondisi kapal merapat

Koefisien eksentrisitas dapat dihitung dengan menggunakan


persamaan berikut:

K 2  R 2cos 2 γ
Ce  , dan K  (0,9Cb  0,11) L
K2  R 2

Diama :
K : radius girasi kapal
CB : koefisien blok
L : panjang kapal (m)
R : jarak dari titik kontak ke pusat masa kapal (m)
 : sudut antara vektor kecepatan dengan garis yang
menghubungkan titik kontak sandar ke pusat masa kapal.

Persamaan di atas seringkali disederhanakan dengan mengambil  =


900, sehingga:
K2
Ce 
K2  R2

5) Koefisien softness (CS)

Koefisien softness (CS) ditentukan dari rasio antara elastisitas dan atau
fleksibilitas sistem fender dengan lambung kapal atau struktur
dermaga. Sebagian energi kinetik pada kapal yang sandar akan
terserap akibat deformasi elastis lambung kapal dan atau fleksibilitas
struktur dermaga.

2 - 36
Pada fender-fender dan kapal-kapal kecil, nilai koefisien softness (CS)
umumnya diambil 1,0. Pada fender dan kapal besar, nilai koefisien
softness (CS) diambil antara 0,9 – 1,0.

6) Koefisien konfigurasi dermaga (CC)

Koefisien konfigurasi dermaga (CC) merupakan koefisien yang


memperhitungkan bagian energi kapal yang terserap akibat efek air
yang terperangkap di antara lambung kapal dan dinding dermaga.
Nilai konfigurasi dermaga (CC) tergantung dari tipe konstruksi
dermaga dan jarak dari sisi kapal, sudut sandar, bentuk lambung kapal
dan clearance kapal dari seabed.

Pada dermaga dengan pondasi tiang pancang (jetty), nilai CC diambil


1,0, sedangkan dermaga dengan dinding penahan (quaywall), nilai CC
diambil antara 0,8 – 1,0.

2. Prasarana Fasilitas Tambat

Prasarana fasilitas tambat adalah fasilitas yang disediakan di dermaga untuk


menambatkan atau mengikat tali kapal, baik pada saat kapal melakukan
manuver sandar maupun selama kapal bersandar di dermaga. Fasilitas tambat
harus mampu menahan gaya tarik kapal akibat pengaruh angin, arus,
gelombang maupun hempasan air dari kapal lain yang lewat. Pada struktur
dermaga harus disediakan fasilitas tambatan sedemikian rupa sehingga kapal
yang direncanakan sandar di dermaga dapat tertambat dengan aman. Fasilitas
tambatan tali kapal yang dipasang di dermaga ini biasa disebut bollard.

a) Tipe bollard

Bollard pada umumnya terbuat dari besi atau baja tuang atau terbuat dari
pipa baja dan beton bertulang didalamnya. Umumnya bollard
diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu bolard tipe pillar, tee head dan
sloping lobes. Bollard tipe pillar dan tipe tee head paling banyak
digunakan di dermaga SDP.

2 - 37
Sumber: British Standar BS 6349-4. 1994. Fendering And Mooring

Gambar 2.11. Tipe bollard

b) Jarak interval bollard

Bollard dipasang pada jarak interval tertentu dengan memperhatikan pola


tambatan tali kapal. Arah tali kapal yang ditambatkan pada bollard terdiri
dari bow line, stern line, spring line dan breast line. Bow line dan spring
line biasanya diambil sudut 300 – 450 dari tepi dermaga. Bollard yang
dipasang sebagai mooring post yang ditempatkan jauh dari face line
dermaga di sekitar kedua ujung dermaga dapat digunakan untuk tambatan
kapal dalam keadaan badai. Bollard yang dipasang di dekat face line
dermaga digunakan untuk tambatan kapal selama sandar di dermaga.

Gambar 2.12. Arah tali tambat kapal

Bollard yang berfungsi sebagai mooring post yang menahan gaya-gaya


eksternal yang bekerja pada arah tegak lurus sumbu kapal biasanya
ditempatkan pada posisi sedemikian hingga antara tali tambat kapal
membentuk sudut 900 terhadap sumbu kapal. Dalam hal bow line dan

2 - 38
stern line yang menahan gerakan surging pada kapal, maka sudut antara
tali tambat dengan sumbu kapal dibuat kecil antara 250 – 300. Susunan
penempatan bollard tersebut diatas diperlihatkan dalam gambar 2.13.

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards and commentaries


for Port and Harbor Facilities in Japan
Gambar 2.13. Susunan posisi mooring post

Tabel 2.4 berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jarak
interval maksimum dan jumlah minimum bollard pada tiap dermaga.

Tabel 2.4. Jarak interval bollard dan jumlah bollard tiap dermaga

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan
Pada dermaga dolphin (lead in jeties) untuk kapal-kapal jenis Ro Ro,
posisi bolard dipasang pada setiap dolphin baik pada breasting dolphin
maupun mooring dolphin. Bollard mooring post ditempatkan pada
mooring dolphin untuk menambatkan bow line dan stern line. Jarak
maksimum interval antar dolphin ditentukan berdasarkan panjang kapal
minimum yang direncanakan bersandar, yaitu 0,25 L (L= LoA minimum).
Sedangkan mooring dolphin ditempatkan pada sudut 300 – 450 antara tali

2 - 39
buritan (bow line) atau haluan (stern line) terhadap sumbu memanjang
kapal dan dengan jarak tertentu dari breasting dolphin.

c) Gaya traktif bollard

Adapun besarnya gaya traktif pada bollard digunakan nilai sebagaimana


disajikan dalam Tabel 2.6 berikut.

Tabel 2.5. Gaya tarik tali kapal pada mooring post dan bollard

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan.

G. Fasilitas Prasarana Bongkar Muat

1. Tipe Prasarana Bongkar Muat

Prasarana bongkar muat pada pelabuhan-pelabuhan sungai, danau dan


penyeberangan merupakan konstruksi yang berfungsi sebagai media bagi
kendaraan dan atau penumpang yang akan masuk kapal maupun keluar dari
kapal. Konstruksi ini berfungsi pula sebagai tempat untuk meletakkan pintu
rampa kapal.

Fasilitas bongkar muat terbagi dalam dua tipe, yaitu tipe fixed (tetap) dan tipe
movable (bergerak). Pada tipe movable terdiri dari tipe bergerak secara alami
(natural movable) dan bergerak secara mekanis (mechanical movable).

Pada umumnya fasilitas bongkar muat di pelabuhan sungai, danau dan


penyeberangan berupa konstruksi plengsengan (tipe fixed), ponton (tipe
natural movable) maupun movable bridge (tipe mechanical movable).

2 - 40
2. Plengsengan

a) Definisi

Gambar 2.14. Fasilitas bongkar muat jenis plengsengan

Konstruksi plengsengan merupakan fasilitas bongkar muat tipe fixed


(tetap) yaitu suatu perletakan berupa pelat beton di atas permukaan tanah
atau di atas tiang pancang. Konstruksi plengsengan dapat berbentuk flat
(lurus), namun dengan adanya ketentuan radius minimum lengkungan
pada potongan memanjang plengsengan, maka konstruksi plengsengan
disarankan berbentuk parabolik.

b) Pertimbangan pemilihan tipe prasarana

Jenis plengsengan dapat diterapkan jika pasang surut perairan rendah. The
British Standar (BS) merekomendasikan bahwa jika pasang surut rendah
(sekitar 1,5 m), tipe fixed shore ramps (plengsengan) dapat diterapkan.
Untuk beda pasang surut lebih tinggi (> 1,5 m), diterapkan tipe fixed yang
dikombinasikan dengan movable atau hanya tipe movable.

c) Batas kelandaian

Kelandaian maksimum plengsengan diambil berdasarkan studi JICA yang


dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1993 yaitu The Development Study
on The Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia -
JICA 1993:

- Kelandaian maksimum sebesar 12%, jika digunakan hanya untuk


kendaraan dengan lebar hingga 1,7 m.

2 - 41
- Kelandaian maksimum sebesar 10%, jika digunakan hanya untuk
kendaraan dengan lebar hingga 2,5 m.

d) Lebar

Lebar plengsengan ditentukan berdasarkan lebar dan posisi pintu rampa


kapal rencana maupun kapal yang lebih kecil dari kapal rencana.
Mengingat jarak dari tepi lambung kapal ke tepi pintu rampa berbeda-
beda untuk masing-masing lebar kapal dan untuk memberikan ruang
gerak melintang kapal, maka terdapat tambahan lebar plengsengan.

Mengadopsi dari studi JICA dalam The Nationwide Ferry Service Routes
in The Republic of Indonesia - JICA 1993 untuk movable bridge, maka
lebar plengsengan minimum diambil sebagaimana dalam tabel berikut.

Tabel 2.6. Lebar Plengsengan


Kapal Rencana Lebar Plengsengan
(GRT) (min. m)
150 5.0
150/300 7.0
150/300/500 8.0
300/500/1000 9.0

e) Panjang

Panjang plengsengan ditentukan dengan mempertimbangkan beda tinggi


pasang surut, panjang rampa kapal, freeboard kapal, perubahan draft
kapal akibat kondisi muatan, elevasi ujung dan pangkal plengsengan, dan
batas kelandaian plengsengan.

f) Radius lengkungan

Radius lengkungan potongan memanjang plengsengan minimum 15 m.


Dengan ketentuan ini maka plengsengan disarankan berbentuk parabolik.

2 - 42
3. Pontoon

a) Definisi

Gambar 2.15. Fasilitas bongkar muat jenis ponton

Prasarana bongkar muat jenis ponton merupakan prasarana tipe natural


movable. Konstruksi ini terdiri dari dua elemen utama yaitu jembatan dan
ponton. Ponton akan menggerakkan jembatan naik turun sesuai fluktuasi
pasang surut. Kelebihan dari prasarana bongkar muat ini adalah dapat
mengantisipasi pengaruh pasang surut yang tinggi.

b) Pertimbangan pemilihan tipe prasarana

Fasilitas bongkar muat jenis ponton dapat diterapkan dengan


pertimbangan sebagai berikut:

- Untuk mengantisipisasi pengaruh pasang surut, terutama dengan beda


pasang surut yang sangat tinggi (> 3,5 m).

- Karakteristik lokasi perairan cukup tenang, kondisi arus tidak kuat dan
terlindung dari pengaruh gelombang.

c) Batas kelandaian jembatan

Persyaratan kelandaian yang perlu dibatasi yaitu terkait untuk elemen


konstruksi jembatan. Batas kelandaian maksimum pada konstruksi
jembatan ditetapkan berdasarkan studi JICA yang dilaksanakan di
Indonesia pada tahun 1993 yaitu The Development Study on The
Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia - JICA
1993 untuk movable bridge, yaitu sebagai berikut:

2 - 43
- Kelandaian maksimum sebesar 17%, jika digunakan hanya untuk
kendaraan dengan lebar hingga 1,7 m.

- Kelandaian maksimum sebesar 12%, jika digunakan hanya untuk


kendaraan dengan lebar hingga 2,5 m.

d) Lebar jembatan

Lebar lantai jembatan ditentukan dengan mengacu pada Pedoman


Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya – Departemen
Pekerjaan Umum, 1987 yaitu lebar lantai jembatan untuk satu jalur
minimum 2,75 m dan maksimum 3,75 m.

e) Panjang jembatan

Panjang jembatan ditentukan dengan mempertimbangkan beda tinggi


pasang surut, freeboard kapal, elevasi dek ponton, elevasi pangkal
jembatan dan batas kelandaian jembatan.

f) Dimensi ponton

Ponton harus memiliki luas permukaan dan freeboard yang sesuai dengan
pemanfaatannya. Dimensi ponton harus mencukupi agar tetap dalam
kondisi stabil akibat gaya-gaya luar yang bekerja pada ponton.

g) Gaya-gaya luar yang bekerja pada ponton

Gaya-gaya luar yang harus diperhitungkan dalam perencanaan konstruksi


ponton yaitu:
- Beban statis dan beban hidup.
- Gaya-gaya reaksi jembatan.
- Tekanan hidrostatis
- Berat sendiri ponton berikut aksesorisnya
- Berat pengimbang.

Dalam hal ini mengingat ponton berada di lokasi yang terlindung dari
pengaruh gelombang, maka gaya-gaya akibat gelombang dapat diabaikan.

2 - 44
h) Stabilitas ponton

Pada pemeriksaan stabilitas ponton, harus memenuhi persyaratan-


persyaratan berikut:

1) Ponton harus memenuhi kondisi stabilitas benda apung dan memiliki


freeboard yang dibutuhkan, sekalipun adanya gaya reaksi dari struktur
jembatan dan beban penuh pada dek ponton serta terdapat air dalam
ponton akibat adanya kebocoran.

2) Meskipun ketika beban penuh bekerja pada satu sisi dek ponton yang
terbagi pada sumbu longitudinal serta gaya reaksi jembatan bekerja
pada sisi ini, ponton harus memenuhi stabilitas sebagai benda apung
dan kemiringan dek ponton maksimum 1:10 dengan freeboard terkecil
sama dengan nol atau lebih.

3) Tinggi air yang terakumulasi di dalam ponton akibat kebocoran


ponton yang diperhitungkan dalam pemeriksaan stabilitas ponton,
diambil 10% dari tinggi ponton. Dalam hal ini freeboard ponton yang
dijaga umumnya sekitar 0,5 m.

4) Apabila dibebani dengan beban terdistribusi merata, ponton dianggap


stabil jika memenuhi persamaan berikut.

 wI
 CG  0
W

Dimana:
I : momen inersia penampang potongan melintang area
yang terendam air terhadap sumbu longitudinal (m4)
W : berat ponton dan beban terdistribusi merata (kN)
w : berat jenis air (kN/m3)
CG : jarak antara pusat gaya angkat ponton ke titik berat
ponton
Apabila ponton sebagian terisi air akibat kebocoran, ponton dianggap
stabil jika memenuhi persamaan berikut.

2 - 45
w
(1   i )  CG  0
W
i : momen inersia penampang setiap ruang ponton yang
terendam air terhadap pusat sumbu sejajar ke sumbu
rotasi ponton (m4)

Apabila ponton menerima beban eksentris, maka dianggap stabil jika


nilai tan  memenuhi persamaan-persamaan berikut. (lihat gambar
2.16).

Dimana:

W1 : berat ponton (kN)


P : gaya eksentris (kN)
b : lebar ponton (m)
h : tinggi ponton (m)
d : draft ponton jika beban P terletak di tengah ponton (m)
c : tinggi titik berat ponton dari dasar ponton (m)
a : panjang lengan beban P (m)
 : sudut kemiringan ponton

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards and commentaries


for Port and Harbor Facilities in Japan

Gambar 2.16. Stabilitas ponton terhadap beban eksentris


2 - 46
h) Bagian-bagian elemen ponton

Elemen-elemen pada konstruksi ponton terdiri dari:

1) Plat lantai (floor slab)


2) Plat dasar (bottom slab)
3) Dinding samping (side walls).,
4) Dinding partisi (partition walls)
5) Balok-balok pendukung (supporting beams)

4. Movable Bridge

a) Definisi

Gambar 2.17. Fasilitas bongkar muat jenis movable bridge

Movable bridge adalah fasilitas bongkar muat tipe mechanical movable,


yaitu berupa jembatan yang dapat bergerak naik turun mengikuti
pergerakan pasang surut air laut. Perbedaan antara type movable bridge
dengan tipe ponton terletak pada sistem penggeraknya. Pada type ponton,
sistem penggerak jembatan adalah ponton itu sendiri, sedangkan pada
sistem movable bridge, sistem penggerak jembatan berupa hidrolik atau
tackle electric.

b) Pertimbangan pemilihan tipe prasarana

Fasilitas bongkar muat jenis movable bridge diterapkan dengan


pertimbangan sebagai berikut:

- Mengantisipisasi pengaruh pasang surut.


2 - 47
- Tingkat occupancy yang tinggi.
- Jika beda tinggi pasang surut melebihi 3,5 m sebaiknya tidak
menggunakan fasilitas jenis ini, karena akan membutuhkan sistem
pengangkat mekanis dengan kapasitas sangat besar untuk mengangkat
jembatan yang panjang dan berat. Hal ini menjadikan konstruksi
movable bridge kurang ekonomis.

c) Batas kelandaian

Kelandaian maksimum movable bridge ditetapkan berdasarkan studi


JICA, 1993 yaitu The Development Study on The Nationwide Ferry
Service Routes in The Republic of Indonesia, sebagai berikut:

- Kelandaian maksimum sebesar 17%, jika digunakan hanya untuk


kendaraan dengan lebar hingga 1,7 m.

- Kelandaian maksimum sebesar 12%, jika digunakan hanya untuk


kendaraan dengan lebar hingga 2,5 m.

d) Lebar

Sama halnya dengan kebutuhan lebar pada plengsengan, lebar movable


bridge ditentukan pula berdasarkan lebar dan posisi pintu rampa kapal
rencana maupun kapal yang lebih kecil. Dengan memperhatikan jarak dari
tepi lambung kapal ke tepi pintu rampa yang berbeda-beda untuk masing-
masing lebar kapal dan untuk memberikan ruang gerak melintang kapal,
maka terdapat tambahan lebar plengsengan.

Mengadopsi dari studi JICA dalam The Nationwide Ferry Service Routes
in The Republic of Indonesia - JICA 1993, maka lebar minimum movable
bridge diambil sebagaimana dalam tabel berikut.

Tabel 2.7. Lebar movable bridge


Kapal Rencana Lebar Movable
(GRT) Bridge
(min. m)
150 5.0
150/300 7.0
150/300/500 8.0
300/500/1000 9.0
2 - 48
e) Panjang

Panjang movable bridge ditentukan dengan mempertimbangkan beda


tinggi pasang surut, panjang rampa kapal, freeboard kapal, perubahan
draft kapal akibat kondisi muatan, elevasi ujung dan pangkal movable
bridge, dan batas kelandaian movable bridge.

H. Prasarana Pelindung Pelabuhan

Prasarana pelindung pelabuhan pada umumnya berupa konstruksi breakwater,


revetment dan konstruksi groin. Konstruksi breakwater berfungsi sebagai
pelindung pelabuhan dari pengaruh gelombang, sedangkan revetment
berfungsi sebagai pelindung lereng untuk mencegah erosi dan konstruksi
groin berfungsi untuk menahan transpor sedimen.

1. Konstruksi Breakwater

a) Definisi

Breakwater adalah suatu konstruksi yang dibangun dengan tujuan untuk


mengatasi kondisi gelombang tinggi di perairan sekitar pelabuhan,
sehingga kapal-kapal yang akan sandar maupun melakukan kegiatan
bongkar muat tidak mengalami hambatan. Disamping itu konstruksi
breakwater juga berfungsi sebagai pelindung dermaga dari kerusakan
akibat gelombang.

b) Pertimbangan kebutuhan

Breakwater perlu dibangun di suatu pelabuhan dengan pertimbangan


sebagai berikut:

- Gelombang di areal pelabuhan tersebut telah menghambat bahkan


membahayakan operasional kapal baik ketika melakukan manuver
sandar maupun melakukan kegiatan bongkar muat.

2 - 49
- Gelombang yang terjadi menimbulkan kerusakan pada fasilitas
pelabuhan.

- Prosentase kejadian timbulnya gelombang cukup tinggi, sehingga


operasional pelabuhan tidak optimal.

Pengaruh gelombang terhadap operasional kapal di pelabuhan tergantung


pada ukuran kapal, arah gelombang dan perioda gelombang. Pengaruh
tinggi gelombang akan semakin berkurang dengan semakin besarnya
ukuran kapal, namun demikian perlu dibatasi agar tidak menghambat
maupun membahayakan kapal ketika melakukan manuver sandar maupun
melakukan kegiatan bongkar muat.

Batas tinggi gelombang maksimum pada pelabuhan penyeberangan agar


kapal masih memungkinkan melakukan kegitan terutama proses bongkar
muat kendaraan, dapat diambil nilai dari Technical Standards And
Commentaries For Port And Harbour In Japan – OCDI 2009
sebagaimana dalam Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Batas tinggi gelombang pada beberapa ukuran kapal

Catatan: - Kapal ukuran kecil adalah < 500 GRT


- Kapal ukuran besar adalah kapal > 50.000 GRT
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan.

c) Layout breakwater

Konstruksi breakwater agar berfungsi sebagaimana mestinya, maka layout


breakwater dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Breakwater harus ditempatkan sedemikian hingga posisi pintu masuk


kolam pelabuhan tidak menghadap ke arah datangnya gelombang
dominan, sehingga mengurangi masuknya gelombang ke arah kolam.

2 - 50
2) Letak breakwater diatur sedemikian rupa sehingga efektif melindungi
pelabuhan dari gelombang dominan maupun gelombang tertinggi.

3) Pintu masuk kolam pelabuhan harus memiliki lebar efektif yang


cukup sehingga tidak menghambat lalu lintas pelayaran kapal dan
harus memperhatikan arah jalur pelayaran, sehingga memudahkan lalu
lintas pelayaran. Pengertian “lebar efektif pintu masuk kolam
pelabuhan” adalah lebar alur masuk pada kedalaman tertentu.

4) Lokasi breakwater harus pada tempat dengan arus pasang surut di


sekitar pintu masuk kolam pelabuhan sekecil mungkin, sebaiknya
kurang dari 3 knot. Jika kecepatan arus tinggi, maka perlu dilakukan
langkah-langkah penanggulangan.

5) Pengaruh gelombang pantul, gelombang Mach-stem dan gelombang


yang terkonsentrasi pada jalur pelayaran dan kolam pelabuhan harus
kecil.

6) Breakwater harus mencakup perlindungan terhadap kawasan perairan


yang diperlukan kapal bersandar, proses bongkar muat dan berlabuh.

7) Oleh karena arah gelombang dominan tidak selalu sama dengan arah
gelombang tertinggi, maka dalam pembuatan layout breakwater harus
melalui pertimbangan menyeluruh dari berbagai faktor, seperti kondisi
kapal, biaya pembangunan, pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan
dan faktor kemudahan dan kesulitan dalam pemeliharaan.

8) Pada pembangunan breakwater, aspek ekonomis harus diperhatikan


dengan mempertimbangkan kondisi alam dan kondisi pelaksanaan.

9) Penempatan lokasi breakwater sedemikian hingga tidak


mempengaruhi rencana pengembangan pelabuhan dimasa mendatang.

d) Pemilihan tipe struktur

Beberapa tipe breakwater yaitu tipe gravity, tipe tiang pancang dan tipe
apung (floating). Dalam hal ini breakwater tipe apung tidak dibahas,
mengingat umumnya pelabuhan-pelabuhan penyeberangan di Indonesia

2 - 51
menggunakan breakwater tipe gravity dan tipe tiang pancang. Breakwater
tipe gravity terdiri dari composite breakwater, upright breakwater dan
sloping breakwater.

Pertimbangan dalam pemilihan tipe struktur breakwater didasarkan


faktor-faktor sebagai berikut:

1) Kondisi layout breakwater


2) Kedalaman perairan
3) Kondisi tanah dasar perairan
4) Fungsi pelayanan
5) Tingkat pentingnya kontruksi breakwater
6) Aspek kemudahan pelaksanaan
7) Ketersediaan material
8) Aspek biaya konstruksi
9) Aspek kemudahan pemeliharaan

e) Composit breakwater – gravity type

Bentuk penampang composit breakwater diperlihatkan dalam Gambar


2.18 berikut.

a. Tipe caisson

b. Tipe cellular concrete block

2 - 52
c. Tipe concrete block
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan.

Gambar 2.18. Penampang composite breakwater

Elevasi puncak struktur pada composit breakwater ditentukan sebesar 0.6


kali tinggi gelombang signifikan (H1/3) di atas muka air tertinggi bulanan
rata-rata (HWL). Dalam hal ini, elevasi puncak harus ditentukan dengan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti ketenangan kolam pelabuhan
dan perlindungan terhadap seluruh fasilitas pelabuhan. Pada breakwater
eksisting, elevasi puncak breakwater ditentukan sebagai berikut:

1. Kolam pelabuhan tempat kapal besar berlabuh dengan area perairan di


belakang breakwater sangat luas sehingga overtopping sampai batas
tertentu diijinkan, tinggi puncak breakwater ditentukan sebesar 0.6
H1/3 di atas muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL) dalam situasi
bukan diperlukan untuk memperhitungkan pengaruh gelombang
badai.

2. Kolam pelabuhan di sisi belakang breakwater dengan area yang


sempit dan digunakan untuk kapal-kapal kecil, maka overtopping
gelombang harus sedapat mungkin dicegah. Oleh karenanya tinggi
puncak breakwater ditentukan sebesar 1.25 H1/3 di atas muka air
tertinggi bulanan rata-rata (HWL).

Jika kondisi tanah bersifat lunak dan penurunan (settlement) dapat


diperkirakan, maka tinggi puncak breakwater harus mencakup batas
ketinggian akhir. Sedangkan jika kondisi tanah bersifat lunak dan
penurunan sangat tinggi atau batu terus menerus mengalami penurunan,

2 - 53
maka harus dilakukan penanggulangan seperti perbaikan tanah atau
penggunaan matras dibawah rubble mound untuk memeratakan beban
konstruksi breakwater.

Ketebalan crown beton minimum 2 m dengan tinggi gelombang


signifikan sebesar 2,0 m atau lebih dan minimum 50 cm untuk tinggi
gelombang signifikan kurang dari 2 m untuk menghindari kerusakan
akibat overtopping.

Tinggi puncak caissons biasanya dibuat lebih tinggi dari muka air
tertinggi bulanan rata-rata (HWL) untuk memudahkan dalam penempatan
caissons, pengisian pasir dan penempatan tutup dan crown beton.
Ketebalan tutup beton hendaknya ditentukan dengan mempertimbangkan
kondisi gelombang dan kondisi konstruksi, biasanya sebesar 30 cm atau
lebih besar, dan 50 cm atau lebih besar pada lokasi dengan gelombang
besar. Crown beton diletakkan sedemikian agar menjadi satu dengan
badan breakwater. Sendi longitudinal hendaknya ditentukan pada jarak
yang tepat atau pada sambungan antar caisson saat caisson dipergunakan.
Sambungan longitudinal hendaknya diletakkan dengan jarak 10 – 20 cm
pada crown beton untuk breakwater monolitik dengan beton insitu.

Dalam hal breakwater tipe blok, sebaiknya tinggi puncak blok atau
cellular block pada lapisan teratas diset lebih tinggi dari muka air rata-rata
(MWL), jika memungkinkan lebih tinggi dari muka air tertinggi bulanan
rata-rata (HWL).

Sebaiknya kedalaman air pada elevasi atas susunan batu sedalam mungkin
terkait untuk menghindari adanya gaya gelombang impulsive. Untuk
caisson, permukaan tegak harus ditempatkan pada kedalaman yang
memungkinkan untuk dipasang. Rubble mound pada sisi laut harus cukup
lebar, tergantung dari tinggi gelombang untuk mengurangi semaksimal
mungkin efek merugikan dari gaya gelombang impulsive.

Lebar tanggul (berm) rubble mound harus diatur sehingga memenuhi


stabilitas yang ditentukan terhadap keruntuhan tanah dan beban
eksentrisitas. Sebaiknya lebar tanggul ditentukan sebesar 5 m atau lebih
2 - 54
tidak termasuk footing, dimaksudkan untuk mengurangi efek merugikan
dari gaya gelombang impulsive. Sedangkan pada sisi pelabuhan, lebar
tanggul (berm) diambil 2/3 dari lebar tanggul pada sisi laut. Lebar tanggul
(berm) sisi kolam pelabuhan dapat dihitung dengan persamaan yang
diusulkan Yoshioka at al. sebagai berikut.
BM = 1,0 + 0,2 H1/3 + 0,3 (Hc + Tu) + 0,2 Bc

Dimana :
H1/3 : tinggi gelombang signifikan (m)
Hc : tinggi caisson (m)
Tu : ketebalan superstruktur (tidak termasuk parapet) (m)
Bc : lebar breakwater (tidak termasuk footing) (m)

Pondasi rubble mound efektif untuk memeratakan berat dari bagian tegak
(upright), untuk menjaga kerataan pada bagian tegak diletakkan dan untuk
mencegah penggerusan akibat gelombang. Agar dapat berfungsi dengan
baik, maka ketebalan rubble mound diambil sebesar 1,5 meter atau lebih.

Kemiringan pondasi rubble mound ditentukan berdasarkan perhitungan


stabilitas. Dalam beberapa hal, kemiringan pada sisi laut dari breakwater
biasanya diambil antara 1 : 2 sampai 1 : 3 dan kemiringan pada sisi kolam
pelabuhan antara 1 : 1,5 sampai 1 : 2 tergantung dari kondisi gelombang.

Pondasi rubble mound pada composite breakwater sangat penting untuk


menentukan stabilitas bagian tegak (upright section). Terutama jika
rubblemound di bawah upright section tergerus atau runtuh, bagian
struktur tegak tersebut akan miring atau mengalami gelincir (sliding),
hingga struktur tegak akan roboh. Sehingga penting untuk melindungi
rubble mound dengan blok-blok pelindung kaki rubble mound dan
mencegah kerusakan karena penggerusan yang diakibatkan oleh pengaruh
gelombang maupun arus. Dianjurkan untuk menempatkan dua baris atau
lebih blok-blok pelindung kaki rubble mound di sisi laut pada struktur
tegak breakwater dan satu baris atau lebih di sisi kolam pelabuhan.

Ketentuan ketebalan blok-blok pelindung kaki rubble mound ditentukan


dengan menggunakan persamaan berikut.
2 - 55
t/H1/3 = df (h’/h)-0,787

dimana:

t : ketebalan blok pelindung kaki rubble mound


df : 0,18 pada bagian trunk dan 0,21 pada bagian head
h : kedalaman air rencana (m)
h’ : kedalaman air pada puncak fundasi rubble mound (tidak
termasuk pelindung kaki rubble mound) (m)
Dalam penerapan h’/h = 0,4 – 1,0

Untuk perhitungan dimensi pelindung kaki rubble mound, ketebalan yang


diperlukan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan tersebut
diatas sedangkan dimensi dapat ditentukan menggunakan table berikut:

Tabel 2.9. Persyaratan ketebalan dan dimensi blok pelindung kaki rubble
mound

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan

f) Upright breakwater – gravity type

Bentuk penampang upright breakwater hampir sama dengan tipe


composit seperti dalam Gambar 2.19 berikut.

2 - 56
a. Tipe caisson

b. Tipe concrete block


Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan.

Gambar 2.19. Penampang composite breakwater

Ketentuan-ketentuan pada upright breakwater dapat dilakukan dengan


menerapkan ketentuan pada composit breakwater.

g) Sloping breakwater – gravity type

Bentuk penampang sloping breakwater hampir sama dengan tipe


composit seperti dalam Gambar 2.20 berikut.

a. Tipe rubble mound

2 - 57
a. Tipe concrete block
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan.

Gambar 2.20. Penampang composite breakwater

Elevasi puncak struktur sloping breakwater dapat ditentukan dan diset


seperti halnya pada composit breakwater. Lebar puncak breakwater
ditentukan berdasarkan hasil uji model yang sesuai.

Oleh karena sloping breakwater bersifat meneruskan gelombang, maka


perlu diperhatikan dalam menetapkan tinggi puncak breakwater,
mengingat suatu kasus dengan tinggi gelombang yang diteruskan kedalam
kolam pelabuhan lebih besar dibanding pada upright breakwater dengan
elevasi puncak yang sama.

Gradien kemiringan hendaknya ditentukan berdasarkan perhitungan


stabilitas.

Untuk breakwater yang dibangun pada tanah lunak, elevasi puncak dan
metode konstruksi ditentukan seperti halnya pada composite breakwater.

Jika puncak breakwater yang dilapis dengan blok beton diset pada elevasi
0,6H1/3 di atas muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL), maka lebar
puncak breakwater sebanding dengan tiga blok beton atau lebih,
sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.21. Oleh karena stabilitas
bagian atas breakwater akan tergantung pada karakteristik batuan dan
kondisi gelombang, maka untuk menentukan lebar puncak didasarkan
pada uji model hidrolika.

2 - 58
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan

Gambar 2.21. Lebar puncak sloping breakwater

Dalam beberapa hal, gradien kemiringan rubble mound pada tipe sloping
sebesar 1:2 untuk sisi breakwater bagian laut dan 1:1,5 untuk sisi bagian
kolam, dan sebesar 1:3 sampai 1:5 dalam hal breakwater dilapis dengan
blok beton yang disusun acak. Jika gradien kemiringan dan berat batu
berbeda antara bagian atas dan bagian bawah pada kemiringan di sisi
bagian laut breakwater, maka titik pada gradien dan berat batu berbeda
harus lebih dalam 1,5H1/3 di bawah muka air rencana.

Kebutuhan berat per unit material untuk lapisan pelindung (armour)


dihitung dengan menggunakan formula Hudson:

Wr . H D 3
W
K D . X 3 cot 

Dimana:

W : berat satuan lapisan armour (ton)


Wr : berat jenis saturated lapisan armour (t/m3)
HD : tinggi gelombang rencana pada lokasi struktur (m)
X : Specific grafity lapisan armour dalam air
: Wr/Ww – 1
Ww : berat jenis air (air tawar: 0,981 t/m3; air laut: 1,050 t/m3)
 : sudut kemiringan breakwater
KD : koefisien stabilitas (lihat Tabel 2.10)

2 - 59
Kebutuhan berat batu dan blok dibawah material armour sebaiknya 1/10
sampai 1/15 kali berat armour. Sedangkan berat batu pada lapis di
bawahnya sebaiknya 1/20 dari berat batu lapisan tersebut.

Tabel 2.10. Nilai KD untuk menentukan berat per unit armour

Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection


Manual-Volume I. Washington DC

h) Breakwater tipe tiang pancang

Bentuk penampang breakwater tipe tiang pancang seperti dalam Gambar


2.20 berikut.

2 - 60
a. Tipe dinding beton

a. Tipe combi wall

Sumber : Sofwan, Ananta. 2008. Rencana Pembangunan Dermaga Penyeberangan


Merak. Artikel LLASDP. Info Hubdat.

Gambar 2.22. Breakwater tipe tiang pancang

Breakwater tipe tiang pancang merupakan tipe non graviti, terbagi dalam
curtain wall breakwater dan steel pipe pile breakwater (breakwater tiang
pancang pipa baja). Curtain wall breakwater adalah breakwater permeabel
terdiri dari tiang pancang dan dinding tegak yang terbuat dari beton, sheet
pile atau rib baja. Sedangkan breakwater tiang pancang pipa baja adalah
breakwater tanpa curtain sehingga gelombang ditahan hanya oleh tiang
pancang.

Dalam pemilihan struktur breakwater tipe dinding tirai sebaiknya


mempertimbangkan koefisien pantulan dan penyebaran gelombang, bila
perlu melakukan kajian kinerja breakwater melalui uji model hidrolika.
2 - 61
Tipe dan bentuk struktur breakwater curtain wall ditentukan dengan
mempertimbangkan kondisi laut, penentuan koefisien pantulan, penentuan
koefisien penyebaran dan kemudahan pelaksanaan. Dalam penetapan
penampang breakwater curtain wall, termasuk tinggi crown, kedalaman
ujung bawah curtain dan ukuran celah pada curtain dan dalam hal
breakwater dinding ganda (double curtain walled breakwater), dan jarak
antara curtain wall, sebaiknya didasarkan pada uji model yang
disesuaikan untuk kondisi ini. Sebaiknya dimensi elemen, seperti curtain
wall dan tiang pancang ditentukan dengan mempertimbangkan jarak
antara tiang pancang dalam arah memanjang breakwater.

Contoh uji model untuk breakwater dinding tunggal (single curtain walled
breakwater) oleh Morihira et.al. Kedalaman ujung bawah curtain wall
ditentukan dari Gambar 2.23. Jika koefisien penyebaran gelombang
ditentukan, tinggi crown curtain wall dapat ditentukan dari gambar 2.24.
Akan tetapi tinggi crown curtain pada gambar 2.24 harus dikoreksi
sehingga R/H = 1,25 dan d/h = 1,0, dan tidak menunjukan puncak
breakwater yang mampu mencegah overtopping. Pada gambar, d adalah
kedalaman ujung bawah curtain, h adalah kedalaman air laut, L adalah
panjang gelombang R adalah tinggi crown pada curtain dan H adalah
tinggi gelombang. Hubungan koefisien pantulan gelombang pada
gelombang curtain wall tunggal ditunjukkan pada gambar 2.25.

Pada breakwater tiang pancang pipa baja, jika pipa baja dipancang dengan
terdapat ruang antara tiang, maka struktur dapat berfungsi sebagai
breakwater tipe permeable. Berdasarkan penelitian Hayashi et al., rasio
antara ruang antar pipa dan diameter pipa atau rasio b/D, dan koefisien
penyebaran gelombang T , ditunjukan sebagaimana dalam gambar 2.26.
Momen akibat gaya gelombang akan berkurang sesuai dengan
bertambahnya ruang antara tiang, hingga pada batas sekitar b/D = 0,1.
Penggunaan breakwater tipe ini perlu diperhatian adanya pengikisan pada
tanah dasar di antara tiang pancang.

2 - 62
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan

Gambar 2.23. Hubungan antara d/h dan koefisien penyebaran


gelombang (single curtain wall)

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan

Gambar 2.24. Kurva penghitungan tinggi crown (single curtain wall)

2 - 63
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan

Gambar 2.25. Hubungan antara d/h dan koefisien pantulan gelombang


(single curtain wall)

Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan

Gambar 2.26. Hubungan antara rasio jarak tiang/diameter tiang dan


koefisien penyebaran gelombang (single curtain wall)

2 - 64
2. Konstruksi Groin

Groin adalah bangunan pelindung pantai, biasanya dibuat tegak lurus pantai
yang berfungsi menahan transpor sedimen sehingga dapat mengurangi atau
menghentikan erosi pantai. Bangunan ini dapat pula sebagai pengendali
material sedimen (sediment control) yang masuk ke pelabuhan, sehingga
dapat mencegah atau mengurai pendangkalan pada kolam pelabuhan.

Groin dibagi dalam beberapa tipe diantaranya yaitu:

a) Groin kayu (timber groins), adalah struktur impermeabel yang tersusun


dari sheet pile kayu dan tiang pancang kayu. Namun beberapa groin kayu
permabel telah dibuat dengan cara menyediakan ruang atau celah diantara
sheet pile. Tiang pancang kayu sebagai struktur utama sekurang-
kurangnya berdiameter 30 cm dan balok memanjang sebagai wale
berdiameter minimal 20 cm.

Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection


Manual-Volume II. Washington DC

Gambar 2.26. Groin kayu

b) Groin baja (steel groins), terdiri dari struktur cantilever steel sheet pile
groin, struktur timber steel sheet pile groin dan struktur cellular steel
sheet pile groin. Tipe sheet pile pada timber steel sheet pile groin dapat
menggunakan Z pile, arch web pile atau straight web pile. Sama halnya
dengan groin kayu, groin baja juga telah dibuat permeabel dengan cara
memotong sheet pile. Pemilihan tipe sheet pile tergantung pada gaya
tekanan tanah yang ditahan. Jika perbedaan beban kecil, dapat
menggunakan straight web pile. Jika perbedaan beban besar, digunakan
deep web Z pile. Struktur cantilever steel sheet pile groin digunakan jika

2 - 65
gelombang dan gaya tekanan tanah sedang. Sedangkan struktur cellular
steel sheet pile groin digunakan jika menggunakan sheet pile, kedalaman
penetrasi tiang diperkirakan tidak mencukupi untuk stabilitas struktur.

a. Timber steel sheet pile groin

b. Cantilever steel sheet pile groin

c. Cellular steel sheet pile groin


Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection
Manual-Volume II. Washington DC

Gambar 2.27. Groin baja

2 - 66
c) Groin beton (concrete groins), adalah groin premabel, terdiri dari sheet
pile beton, tiang beton prategang dan topi dari beton cor di tempat.

Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection


Manual-Volume II. Washington DC

Gambar 2.28. Groin beton

d) Groin timbunan batu (rubble mound groins), adalah konstruksi groin


dengan material komponen inti dari quarry run, termasuk material
berbutir halus untuk menjadikan konstruksi kedap dan dilapis dengan
armour stone. Jika permeabilitas groin timbunan batu menjadi masalah,
maka rongga-rongga antara batu armour pada puncak groin dapat diisi
dengan beton atau aspal.

Sumber: US Army Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection


Manual-Volume II. Washington DC

Gambar 2.29. Groin timbunan batu

Pemilihan tipe groin didasarkan atas beberapa faktor. Sehubungan dengan


kondisi lokasi, perlu dilakukan penyelidikan tanah melalui pengeboran dalam
untuk mengetahui kondisi tanah berkaitan dengan kedalaman tiang yang
direncanakan. Jika kondisi tanah memungkinkan kedalaman penetrasi tiang
pancang dangkal, maka perlu dipertimbangkan untuk menggunakan struktur
2 - 67
groin tipe gravity seperti timbunan batu (rubble mound) atau cellular steel
sheet pile. Apabila kondisi tanah memungkinkan untuk kedalaman penetrasi
baik, maka dipertimbangkan menggunakan struktur groin tipe kantilever yang
terbuat dari kayu, sheet pile baja atau beton. Adanya pengaruh material dalam
pemilihan tipe groin dikarenakan pertimbangan faktor biaya. Pada pemilihan
tipe groin perlu dipertimbangkan pula faktor pemeliharaan, jangka waktu
perlindungan yang diperlukan dan ketersediaan dana untuk pembangunan
awal.

Layout groin dibuat dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Groin harus berada di lokasi yang tepat dengan mempertimbangkan


karakteristik perpindahan sedimen, agar penggunaannya diharapkan
berfungsi mengendalikan transpor sediman sepanjang pantai.

2) Groin di sisi updrift pada transpor sedimen sepanjang pantai harus berada
tegak lurus garis pantai pada surf zone hingga ke bagian yang dangkal,
dan pada perairan yang lebih dalam harus berada sedemikian hingga
littoral drift disebar ke sisi luar pintu masuk kolam pelabuhan.

3) Dalam hal groin dibangun di sisi downdrift pada transpor sedimen


sepanjang pantai dalam rangka untuk mencegah masuknya littoral drift ke
dalam kolam pelabuhan, groin harus dibangun tegak lurus garis pantai dan
juga harus memiliki panjang yang cukup dengan mempertimbangkan arah
dan transformasi gelombang. Namun demikian jika groin berfungsi pula
sebagai breakwater, maka layout groin harus dibuat dengan
mempertimbangkan sesuai fungsinya sebagai breakwater.

4) Jika groin diperlukan pada tempat seperti sekitar alur pelayaran


pelabuhan, maka groin dibangun di lokasi yang mempertimbangkan
kondisi alam.

Karena fungsi groin diperlukan untuk menghentikan transpor sedimen, maka


groin harus memiliki struktur kedap (impermeable). Jika timbunan batu atau
blok beton digunakan untuk membangun groin di sekitar garis pantai, maka
material inti (core) menggunakan quarry run atau batu-batu kecil antara 100

2 - 68
kg sampai 200 kg, atau dapat pula groin pada sisi bagian kolam dilapis
dengan material impermeabel sejenis aspal mastik pasir.

Meskipun sebaiknya groin tidak diperbolehkan sampai overtopping untuk


mencegah masuknya sedimen layang (suspended), namun ada juga yang
sampai overtopping karena pertimbangan keterbatasan-keterbatasan struktur
atau biaya konstruksi. Tinggi crown ditentukan melalui pertimbangan sebagai
berikut:

1) Bagian di sekitar garis pantai

Sebaiknya ketinggian crown groin pada bagian di sekitar garis pantai


cukup tinggi untuk menghindari overtopping oleh gelombang running-up.
Karena pasir yang terbawa gelombang run-up mampu melampaui puncak
groin pada bagian di sekitar garis pantai, maka puncak groin harus cukup
tinggi. Dalam memperkirakan kondisi setelah konstruksi, sebaiknya
menaikkan tinggi crown atau memperpanjang groin ke arah darat.

2) Bagian di lokasi lebih dangkal dari kedalaman garis gelombang pecah.

Elevasi crown groin di bagian ini sebesar 0,6H1/3 di atas muka air
tertinggi bulanan rata-rata (HWL), dengan 0,6H1/3 adalah tinggi
gelombang signifikan di sekitar ujung bawah groin.

3) Bagian di lokasi lebih dalam dari kedalaman garis gelombang pecah.

Elevasi crown groin di bagian ini tingginya diperoleh dengan


menambahkan besaran tertentu pada muka air tertinggi bulanan rata-rata
(HWL). Pada kedalaman air lebih dalam dari zona gelombang pecah,
sedimen layang terkonsentrasi dekat dasar laut (sea bed) dan air yang
melampaui crown hampir tidak mengandung sedimen, sehingga
overtopping diperbolehkan.

I. Kolam Pelabuhan

Kolam pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk


kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal. Dengan demikian

2 - 69
kolam pelabuhan harus tenang, memiliki luas dan kedalaman yang cukup,
agar kapal dapat berlabuh dengan aman dan memudahkan bongkar muat
barang.

Ukuran kolam pelabuhan harus memenuhi sebagai berikut:

1) Kolam pelabuhan yang digunakan untuk kapal-kapal berlabuh harus


memiliki luas yang lebih besar dari pada lingkaran dengan jari-jari yang
ditentukan melalui penambahan nilai tertentu pada panjang kapal.

2) Kolam pelabuhan di areal dermaga harus memiliki panjang dan lebar


yang lebih besar daripada panjang dan lebar kapal.

3) Kolam pelabuhan yang disediakan bagi kapal untuk berputar melalui


haluan harus memiliki luas yang lebih besar dari pada lingkaran dengan
radius yang ditentukan sebesar 1,5 kali panjang kapal.

Keperluan areal dan kedalaman untuk operasional sandar dan olah gerak
kapal ini ditentukan berdasarkan Lampiran II KM. 52 Tahun 2004, yaitu:

1. Areal untuk sandar kapal


A = 1,8 L x 1,5 L
A = Luas perairan tempat sandar untuk satu kapal
L = panjang kapal maksimum yang sandar

2. Areal kolam putar


A = N x  x D2/4
D > 3L
A = Luas areal kolam putar
D = diameter kolam putar
N = jumlah kolam putar
L = panjang kapal maksimum

3. Kedalaman air kolam pelabuhan

Kedalaman air kolam pelabuhan ditentukan dengan menambahkan


minimal sebesar 1 m sebagai kelonggaran kedalaman ke beban muatan
penuh (full load draft).

2 - 70
J. Alur Pelayaran

Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. Hal-hal
yang perlu diperhitungkan dalam penetapan alur pelayaran yaitu:

1. Lebar alur pelayaran

a) Berdasarka kelas alur pelayaran di Indonesia, sebagaimana dalam tabel


berikut.

Tabel 2.11. Pembagian Kelas Alur Pelayaran di Indonesia


No INTERVAL INTERVAL LEBAR ALUR GRT (TON) KECEPATAN KETINGGIAN
KELAS DRAFT PELAYARAN
ALUR KAPAL 1x 1,5 x
PANJANG PANJANG
KAPAL KAPAL
1 I ≥7 ≥ 127 ≥ 190 ≥ 6710 ≥ 27 ≥ 11.7
2 II 5.9 – 6.9 107 – 126 160 – 189 3900 – 6709 23 – 26 10 – 11.6
3 III 4.8 - 5.8 87 - 106 130 – 159 2039 – 3899 19.4 – 22.9 8.3 – 9.9
4 IV 3.7 – 4.7 67 – 86 100 – 129 915 – 2038 15.8 – 19.3 6.6 – 8.2
5 V 2.6 – 3.6 47 – 66 70 – 99 307 – 914 12.2 – 15.7 4.9 – 6.5
6 VI 1.5 – 2.5 27 – 46 40 – 69 57 – 306 8.6 – 12.1 3.2 – 4.8
7 VII ≤ 1.4 ≤ 26 ≤ 39 ≤ 56 8.5 ≤ ≤ 3.1

b) Berdasarkan Pedoman Teknis Rencana Induk Pelabuhan, Direktorat


Pelabuhan dan Pengerukan, Ditjen Perhubungan Laut. 2002

No Pemanfaatan Alur Kondisi Alur Lebar Alur

1 Satu Jalur Kapal tidak berpapasan 5W

Kapal sering berpapasan (frekuensi lalu


7W + 30 m
lintas kapal cukup banyak
2 Dua jalur dan alur relatif panjang
Kapal jarang berpapasan (frekuensi lalu
4W + 30m
lintas kapal relatif sedikit)

Kapal sering berpapasan 9W + 30m


3 Dua jalur dan alur melengkung
Kapal jarang berpapasan 6W + 30m

Keterangan : W = lebar kapal rencana

c) Berdasarkan berdasarkan Lampiran II KM. 52 Tahun 2004, lebar alur


pelayaran ditentukan sebagai berikut:
A = 9 B + 30 m
A = Lebar alur pelayaran
L = Lebar kapal maksimum
2 - 71
2. Kedalaman alur pelayaran

Kedalaman alur pelayaran Kedalaman air kolam pelabuhan ditentukan


dengan menambahkan minimal sebesar 1 m sebagai kelonggaran kedalaman
ke beban muatan penuh (full load draft).

3. Ruang bebas (air clearance)

Ruang bebas atau air clearence adalah jarak vertikal antara permukaan air
terhadap bagian terendah dari suatu bangunan yang melintas di atas alur yang
digunakan untuk kepentingan kapal.

Berdasarkan PM No. 68 Tahun 2011 Pasal 46 Ayat (2) disebutkan bahwa


ruang bebas udara dihitung dengan memperhatikan:
a. Bentangan jembatan.
b. Kepadatan lalu lintas kapal (traffic), dan pesawat udara
c. dimensi kapal, kondisi alur
d. air pasang tertinggi
e. tinggi tiang utama kapal
f. gelombang
g. kedalaman perairan
h. pilar konstruksi jembatan

Gambar 2.29. Ruang Bebas Udara

2 - 72
Dengan mengadopsi dari Peraturan ini, maka ruang bebas dapat ditentukan
sebagai berikut:

Tinggi Ruang Bebas= (HHWL + TM) + {(HHWL + TM) x Fk}


TM = SM + TK + M
HHWL : tinggi air pasang tertinggi (High Highest Water Level)
TM : tinggi maksimum kapal (m)
SM : freeboard + draft maksimum
M : tinggi tiang utama (mast)
TK : tinggi muatan/tinggi crane
Fk : faktor keselamatan 10 %

Dalam peraturan Fisheries and Oceans Canada: “Safe Waterways Part-1a:


Guidelines For The Safe Design of Commercial Shipping Channels”,
mensyaratkan bahwa jarak antara bagian tertinggi kapal dengan elemen
jembatan terendah tergantung pada karakteristik pergerakan kapal dan harus
tidak kurang dari 3 m.

2 - 73
BAB III
METODE STUDI

A. Metode Pelaksanaan Studi

Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi SDP


dilaksanakan melalui survei di lapangan dalam pengumpulan data primer dan
sekunder, serta melakukan analisis untuk merumuskan konsep standar
prasarana di bidang transportasi sungai, danau dan penyeberangan. Disamping
pengumpulan data primer dan sekunder, melakukan pula diskusi dengan
instansi-instansi di lokasi survey terkait dengan fasilitas prasarana yang ada.

Pekerjaan studi ini terdiri dari beberapa kegiatan yang dilaksanakan secara
bertahap. Tahapan kegiatan tersebut dilaksanakan sedemikian sehingga
kelancaran pekerjaan dapat berjalan dengan baik, berkesinambungan dan
terkoordinasi. Adapun urutan pelaksanaan setiap tahap kegiatan ini dapat
digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut.

3-1
PERSIAPAN
Koordinasi Tim Perencana
Inventarisasi Data Awal

LAPORAN PENDAHULUAN
Analisis dan Evaluasi Data Awal
Penyusunan Laporan
Pembahasan Laporan

TINJAUAN LOKASI
Inventarisasi Data Primer/Sekunder
Benchmarking/Studi Literatur/Studi Banding
Inventarisasi dan Identifikasi Prasarana

LAPORAN ANTARA
Analisis dan Identifikasi Data Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
Penyusunan Laporan
Pembahasan Laporan

RANCANGAN LAPORAN AKHIR


Analisis/Perumusan dan Standar
Evaluasi Kebijakan
Penyusunan Rancangan Naskah Akademik
Penyusunan Laporan
Pembahasan Laporan

LAPORAN AKHIR
Perbaikan dan Penyempurnaan Laporan
Perbaikan dan Penyempurnaan Naskah Akademik

Gambar 3.1. Bagan Alur Kegiatan

B. Jangka Waktu dan Lokasi Studi

Kegiatan Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi


Sungai, Danau dan Penyeberangan dilaksanakan dalam waktu selama 8
(delapan) bulan.

Adapun tempat kegiatan dilaksanakan di Jakarta, sedangkan pelaksanaan survey


pengumpulan data di lapangan dilakukan di Medan, Palembang, Palangkaraya dan
Merak.

3-2
C. Sumber Data

Data sekunder dan primer yang dikumpulkan melalui survey lapangan di 4


(empat) lokasi, masing-masing di lokasi Medan, Palembang, Palangkaraya dan
Merak meliputi sebagai berikut:
1. Lokasi Medan dilakukan di Pelabuhan Ajibata, Pelabuhan Nainggolan dan
Pelabuhan Simanindo.
2. Lokasi Palembang dilakukan di Pelabuhan Penyeberangan Palembang 3 Ilir.
3. Lokasi Palangkaraya dilakukan di Pelabuhan Rambang.
4. Lokasi Merak dilakukan di Pelabuhan Penyeberangan Merak.
Data yang diperlukan mencakup data prasarana transportasi yang tersedia di
pelabuhan lokasi survey, dalam hal ini fasilitas sandar dan tambat, fasilitas
bongkar muat, fasilitas prasarana pengaman pelabuhan, fasilitas kolam
pelabuhan, fasilitas alur pelayaran dan prosedur pemeliharaan yang diterapkan.
Adapun pihak-pihak yang terkait sebagai sumber data adalah penyelenggara
pelabuhan, operator kapal dan pengguna jasa/penumpang.

D. Metoda Pengumpulan Data

Data penunjang yang diperlukan untuk analisis studi ini terdiri dari:

1. Data sekunder

Data sekunder yang diperlukan berupa dokumen regulasi, dokumen studi


atau perencanaan prasarana, peraturan dan standar, literatur maupun
publikasi yang terkait sebagai bahan acuan untuk materi yang akan
distandarkan. Data sekunder ini untuk selanjutnya dilakukan telaahan
terkait dengan prasarana SDP agar dapat menghasilkan naskah akademik
sebagaimana dalam KAK.

2. Data primer

Berupa data-data fasilitas yang akan distandarkan, terkait dengan fasilitas


sandar dan tambat, fasilitas dermaga dan pemeliharaannya, prasarana
pengaman pelabuhan, kolam pelabuhan, fasilitas bongkar muat dan
fasilitas alur pelayaran.
3-3
Data primer ini diperoleh dengan cara melakukan survey lapangan.
Survey untuk memperoleh data primer ini dilakukan dengan cara:
- Melakukan inventarisasi dan identifikasi kondisi alam masing-masing
lokasi, ketersediaan dan kondisi prasarana, karakteristik dan banyaknya
sarana yang beroperasi.
- Melakukan wawancara dengan aparat daerah, penyelenggara
pelabuhan/regulator serta dengan operator kapal untuk memperoleh
informasi tentang kegiatan-kegiatan dan perawatannya serta
permasalahan operasional baik operasional pelabuhan maupun
operasional kapal.
- Melakukan kegiatan quezioner kepada responden untuk memperoleh
informasi dan harapan mengenai tingkat pelayanan.

E. Analisis Penyusunan Naskah Akademis

Pada tahap analisis penyusunan naskah akademis, secara singkat dapat dilihat
dalam bagan alur pelaksanaan analisis naskah akademis.

Surevy Lokasi dan Pengumpulan Data

Data Fasilitas Data Perawatan Data Prasarana Data Kolam Data Fasilitas Data Alur
Sandar dan Tambat Fasilitas Dermaga Pengaman Pelabuhan Pelabuhan Bongkar Muat Pelayaran

- fender - dermaga - breakwater kedalaman kolam plengsengan lebar alur


- bollard - fender - groin dimensi kolam ponton kedalaman alur
- bollard movable bridge ruang bebas

Identifikasi dan analisis


kelaikan teknis prasarana

Perumusan
Standar teknis prasarana

Konsep Standar
Prasarana SDP

Gambar 3.2: Bagan Alur Pelaksanaan Analisis


3-4
Metoda penyusunan naskah akademis akan mengikuti prosedur sebagaimana
dalam Keputusan Kepala Badan Penelitian Dan Pengembangan Perhubungan
Nomor KP. 23 Tahun 2011 tentang Pedoman Penulisan Kajian, Penelitian dan
Studi Di Lingkungan Badan Penelitian Dan Pengembangan Perhubungan berikut
lampirannya.

3-5
BAB IV
LAPORAN SURVEY LAPANGAN

Batasan laporan hasil survey prasarana pelabuhan yang dituangkan dalam bab ini
meliputi fasilitas-fasilitas prasarana pelabuhan yang terkait dengan studi. Adapun
lokasi survey pengambilan data dilakukan di lokasi Merak yaitu di Pelabuhan
Penyeberangan Merak, di lokasi Palembang yaitu di Pelabuhan Penyeberangan
Palembang, di lokasi Palangkaraya yaitu di Pelabuhan Sungai Rambang dan di
lokasi Medan yaitu di Pelabuhan Penyeberangan Danau Ajibata, Pelabuhan
Penyeberangan Danau Simanindo dan Pelabuhan Danau Nainggolan.

A. Lokasi Merak

Lokasi survey di Merak dalam studi ini merupakan survey transportasi


penyeberangan di Pelabuhan Penyeberangan Merak.

1. Tinjauan Umum Pelabuhan Penyeberangan Merak

Pelabuhan Penyeberangan Merak merupakan pelabuhan umum yang


melayani lintas penyeberangan Merak – Bakauheni dengan jarak tempuh
15 mile. Pelabuhan Penyeberangan Merak dikelola oleh PT. ASDP
Indonesia Ferry (Persero) Cabang Merak. Khusus untuk Dermaga IV,
penggelolaannya di bawah PT. Infinity Indosakti KSO dengan PT. ASDP
Indonesia Ferry (Persero). Lintas penyeberangan Merak - Bakauheni
merupakan lintas penyeberangan komersil antar provinsi sesuai KM. 64
Tahun 1989 menghubungkan Provinsi Banten dan Provinsi Lampung.

Pelabuhan Penyeberangan Merak berfungsi sebagai jembatan utama yang


menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Lintas penyeberangan
Merak – Bakauheni merupakan salah satu lintasan angkutan
penyeberangan yang cukup strategis di Indonesia. Lintas penyeberangan
ini merupakan tulang punggung transportasi darat dari dan ke kota-kota di
pulau Jawa dan Sumatera. Hal ini terlihat bahwa pada periode tertentu di
kedua pelabuhan penyeberangan tersebut sering terjadi kekurangan

4-1
pelayanan yang menimbulkan antrian kendaraan dan penumpang yang
menunggu di pelabuhan terutama pada waktu-waktu musim liburan.
Gambaran jumlah penumpang dan kendaraan di lintas penyeberangan
Merak-Bakauheni ini dapat dilihat dalam tabel berikut.

Gambar 4.1. Citra satelit Pelabuhan Penyeberangan Merak

Tabel 4.1. Produksi angkutan lintas penyeberangan Merak – Bakauheni


Tahun 2005 - 2011
PRODUKSI TAHUN
NO. JENIS KARCIS
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
1. JUMLAH TRIP
a. Kapal Cepat 6,235 3,501 2,490 1,302 1,290 820 444
b. Kapal Ro-Ro 20,940 21,304 21,271 25,278 26,315 26,291 29,431

(c) Bisnis Dewasa 316,394 234,839 155,113 93,689 79,106 44,775 23,464
(d) Bisnis Anak 12,264 12,121 9,423 6,696 5,868 3,328 1,759
Sub Jumlah 328,658 246,960 164,536 100,385 84,974 48,103 25,223

e. Ekonomi B Dewasa 1,958,714 1,600,694 1,385,285 1,507,655 1,398,580 1,287,116 1,200,186


f. Ekonomi B Anak 90,571 84,030 88,595 96,657 113,073 113,870 121,926
Sub Jumlah 2,049,285 1,684,724 1,473,880 1,604,312 1,511,653 1,450,002 1,322,112
Jumlah ( a + b ) 2,377,943 1,931,684 1,638,416 1,704,697 1,596,627 1,498,105 1,347,335

a. Golongan I 0 0 0 13 31 49 72
b. Golongan II 120,096 170,639 195,813 239,310 255,200 268,965 286,467
c. Golongan III 211 226 134 123 241 282 438
d. Golongan IV Pnp 415,135 369,981 381,825 469,182 487,852 517,804 559,297
e. Golongan IV Brg 80,427 77,157 107,767 120,078 80,114 105,825 125,339
f. Golongan V Pnp 21,727 20,922 20,405 22,218 21,657 21,684 20,631
g. Golongan V Brg 264,856 234,981 263,609 280,680 270,781 289,694 333,700
h. Golongan VI Pnp 61,754 54,181 56,128 69,236 67,895 69,624 75,098
i. Golongan VI Brg 274,684 281,768 307,668 346,138 342,680 364,733 398,264
j. Golongan VII 78,207 73,931 76,161 94,100 104,027 118,509 141,983
k. Golongan VIII 10,330 13,309 14,569 17,679 13,876 16,503 23,436
Sub Jumlah 1,327,427 1,297,095 1,424,079 1,658,757 1,644,354 1,773,672 1,964,725
Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Merak

4-2
Pelabuhan Penyeberangan Merak yang menempati areal seluas 150,615
m2, saat ini mengoperasikan 5 unit dermaga. Dermaga yang beroperasi
melayani kapal-kapal Ro Ro sebanyak 28 unit bobot hingga 12.500 GRT.
Namun demikian pada waktu-waktu tertentu terutama saat musim liburan,
kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan Merak – Bakau dapat
mencapai 37 unit.

Tabel 4.2 Data spesifikasi kapal lintas penyeberangan Merak-Bakauheni


TINGGI ISI KEND.
TAHUN LoA B DEPTH CAR
NAMA PERUSAHAAN NAMA KAPAL (KMP) KOTOR PNP CAMPURA
BUAT (meter) (meter) (meter) DECK (ton) N
(meter)

1. PT. ASDP 1. JATRA I 1980 90.79 15.6 5.22 3.8 3,932 463 84
2. JATRA II 1980 90.97 15.6 5.22 3.8 3,902 498 75
3. JATRA III 1985 89.95 16.6 5.5 3.8 3,123 525 100
2. PT. J L Ferry 1. MENGGALA 1987 93.44 17 3.75 3.8 4,330 773 110
2. MUFIDAH 1973 93.5 18 4.62 4 5,584 530 110
3. DUTA BANTEN 1979 120.58 17.8 5.15 4 8,011 502 129
4. JAGANTARA 1994 119 20 11.55 4 9,956 325 183
5. GELIS RAUH 1997 71.85 14.30 3.70 1,035 300 38
3. PT. S P Ferry 1. NUSA DHARMA 1973 105 15.02 4.65 4 3,282 344 100
2. NUSA JAYA 1989 105 18.03 4.5 4 4,564 334 150
3. NUSA MULIA 1979 114.75 17.4 10.8 4 5,837 246 110
4. NUSA AGUNG 1986 111.08 17.4 5.7 4 5,730 212 110
4. PT. Windu Karsa 1. WINDU K PRATAMA 1985 89.96 16.6 5.5 3.8 3,123 318 75
2. WINDU K DWITYA 1997 87.00 14.50 5.70 3.8 2,553 200 85
5. PT. A L P 1. BAHUGA P 1993 87 15 4 3.8 3,531 520 65
2. BAHUGA JAYA 1992 85.44 16.20 6.30 4 3,972 551 73
6 PT. HM Baruna 1. HM BARUNA 1983 92 18 5 4 4,432 733 153
7 PT. G M P 1. RAJABASA 1985 92 18 5 4.2 4,611 550 95
8. PT. J M Ferry 1. PANORAMA NST 1995 125.60 19.60 6.15 3.8 8,915 1028 150
2. TITIAN MURNI 1982 93 11 5 3.8 3,614 669 90
3. MITRA NUSANTARA 1994 102 19 6 4 5,813 893 140
4. PRIMA NUSANTARA 1990 76 16 5 3.8 2,773 844 45
5. TITIAN NUSANTARA 1990 101 19 615 3.8 5,532 607 140
6. ROYAL NUSANTARA 1992 115 16 5 4.5 6,034 598 163
9 PT. Tri Sumaja L 1. BSP 1 1973 94 18 5 3.8 5,057 580 115
10. PT. B S P Ferry 1. BSP 2 1983 100 20 5 4.2 5,227 580 120
2. BSP 3 1973 139 22 11 4.5 12,498 556 210
3. VICTORIUS 5 1990 89.66 15 4 3.8 4,280 493 40
11 PT. Tribuana A N 1. TRIBUANA 1984 107 21 5 3.8 6,186 395 175
12 PT. S M S 1. SMS KARTANEGARA 1975 96 18 6 3.8 4,449 355 60
13 PT. D L U 1. MUSTHIKA KENCANA 1992 97.69 16.20 9.20 3.8 4,183 588 60
2. DHARMA KENCANA IX 1988 71.82 14.7 4.1 3.8 2,624 532 35
3 DHARMA FERRY IX 1989 60.98 17.50 4 3.8 2,916 459 30
15 PT. LABRITA 1. BONTANG EXPRESS II 1993 51.5 19.19 6 5 2,257 490 35
2. LABITRA SALWA 804 250 25
16 PT. MUNIC LINE 1. CAITLYN 1989 78.80 17.50 4.70 3.8 2,846 917 80
17. PT. SURYA T LINE 1. SHALEM 1989 93.20 14.40 5.20 3.8 3,963 525 55
Jumlah 37 Kapal
Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Merak

Sementara untuk mengantisipasi semakin melonjaknya arus lalu lintas di


Pelabuhan Penyeberangan Merak, Tahun 2012 ini Pemerintah telah
mengalokasikan dana APBN untuk penambahan satu unit dermaga baru

4-3
yaitu Dermaga VI baik di Merak maupun Bakauheni yang saat ini
memasuki pembangunan tahap I. Sedangkan fasilitas lain yang saat ini
juga sedang dalam fase konstruksi yaitu breakwater yang direncanakan
sepanjang 600 m.

Sumber: PT. Atrya Swascipta Rekayasa. 2009. FS dan DED Pelabuhan Penyeberangan
Merak VI dan Bakauheni VI
Gambar 4.2. Site plan Dermaga VI Merak

BREAKWATER

Sumber: PT. Atrya Swascipta Rekayasa. 2008. Perencanaan Pembangunan Breakwater


di Merak
Gambar 4.3. Layout breakwater Merak

4-4
2. Fasilitas Prasarana Pelabuhan Penyeberangan Merak

a) Fasilitas sandar dan tambat

Saat ini Pelabuhan Penyeberangan Merak mengoperasikan 5 (lima) unit


dermaga, dengan type dermaga yang berbeda-beda.

Dermaga I
Type Continuous Quay, berupa konstruksi quay wall dari
sheet pile baja dan concrete capping beam.
Fasilitas Tambat 12 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 10 unit sistem fender @ 2 unit fender,
- bahan karet elastomeric type SM-500 (V-shape)
- dilengkapi dengan frontal frame baja.
- Jarak : 10 m.

Gambar 4.4. Fasilitas sandar dan tambat dermaga I

Dermaga II
Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari
3 unit mooring dan 6 unit breasting. Jarak antar
breasting: BD-1 – BD-2 – BD-3 – BD-4: 12m, BD-
4 – BD-5: 25m , BD-5 – BD-6: 20m
Fasilitas Tambat 9 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 6 unit sistem fender @ 2 unit fender pada masing-
masing breasting
- bahan karet elastomeric type SM-500 (V-shape)
- dilengkapi dengan frontal frame baja
- Jarak: sama dengan jarak breasting.

4-5
Gambar 4.5. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga II

Dermaga III
Type Continuous Quay, berupa konstruksi quay wall
terbuat dari sheet pile baja dan concrete capping
beam.
Fasilitas Tambat 17 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 10 unit sistem fender @ 4 unit fender dan @ 2
unit fender
- bahan karet elastomeric type Cell-800 H
- dilengkapi dengan frontal frame baja.
- Jarak : 17 m.

4-6
Gambar 4.6. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga III

Dermaga IV
Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari
2 unit mooring dan 5 unit breasting.
Jarak antar breasting : 25m
Fasilitas Tambat 12 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 5 unit sistem fender @ 2 unit ban bekas pada
masing-masing breasting
- Jarak: sama dengan jarak breasting.

Gambar 4.7. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga IV

4-7
Dermaga V
Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari
3 unit mooring dan 5 unit breasting.
Jarak antar breasting : 20m
Fasilitas Tambat 8 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 1 unit fender type pneumatic

Gambar 4.8. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga V

4-8
b) Fasilitas prasarana pengamanan pelabuhan

Prasarana pengaman pelabuhan yang ada di Pelabuhan Penyeberangan


Merak yaitu breakwater. Di Pelabuhan Merak terdapat dua unit
Breakwater yaitu di sisi Dermaga I dan di sisi bagian Dermaga IV dan V.
Breakwater disisi muka Dermaga IV dan Dermaga V saat ini masih dalam
fase konstruksi. Adapun spesifikasi masing-masing breakwater tersebut
sebagai berikut.

Item Breakwater I Breakwater II


(sisi Dermaga I) (sisi Dermaga IV dan V)
Panjang 183 m 600 m (rencana)
Type Gravity Non gravity
Konstruksi Caissons Tiang pancang baja dan pile cap
beton

Gambar 4.9. Breakwater Sisi Dermaga I

Gambar 4.10. Breakwater Sisi Dermaga IV dan Dermaga V

4-9
c) Fasilitas kolam pelabuhan

Posisi Pelabuhan Merak berada di balik Pulau Merak dengan kedalaman


perairan cukup dalam hingga 25 m. Sedangkan kedalaman kolam pada
masing-masing dermaga yaitu:
- Dermaga I : -5.5 m
- Dermaga II : -6.5 m
- Dermaga III : -6.5 m
- Dermaga IV : -6.5 m
- Dermaga V : -10.0 m

Gambar 4.11. Kolam Pelabuhan di Dermaga I

d) Fasilitas Bongkar Muat

Pelabuhan Penyeberangan Merak saat ini mengoperasikan 5 (lima) unit


dermaga, seluruhnya menggunakan fasilitas bongkar muat movable
bridge. Dermaga I, Dermaga II dan Dermaga III, disamping menggunakan
Movable Bridge, juga dilengkapi dengan side ramp (elevated) untuk
kendaraan-kendaraan kecil. Namun side ramp Dermaga II saat ini belum
beroperasi.

4 - 10
Movable Bridge
Item Dermaga I Dermaga II Dermaga III Dermaga IV Dermaga V
Panjang 16 m 16 m 16 m 16 m 16 m
Lebar 7,80 m 9,50 m 10,40 m 10,40 m 10,40 m
Konstruksi Baja Baja Baja Baja Baja
Penggerak Hydrolic Hydrolic Hydrolic Hydrolic Hydrolic
Kapasitas 50 Ton 50 Ton 60 Ton 60 Ton 60 Ton

Elevated Side Ramp


Item Dermaga I Dermaga II Dermaga III Dermaga IV Dermaga V
Panjang 16 m 21 m 21 m - -
Lebar 2,80 m 2,80 m 2,80 m - -
Konstruksi Baja Baja Baja - -
Penggerak Hydrolic Hydrolic Hydrolic - -
Kapasitas 2 Ton 2 Ton 2 Ton - -

Gambar 4.12. Movable Bridge

Gambar 5.13. Elevated Side Ramp

4 - 11
e) Alur Pelayaran

Pengertian alur pelayaran di Pelabuhan Penyeberangan Merak ini adalah


lebar selat dari pelabuhan ke Pulau Merak yang digunakan untuk lalu
lintas kapal. Lebar terkecil alur pelayaran di Pelabuhan Merak diambil
dari kedalaman -6.0 m (LWS) adalah sekitar 210 m.

210 m

Gambar 4.14. Alur Pelayaran

B. Lokasi Palembang

Lokasi survey di Palembang dalam studi ini merupakan survey transportasi


penyeberangan sungai di Pelabuhan Penyeberangan Palembang.

1. Tinjauan Umum Pelabuhan Penyeberangan Palembang

Survey lokasi pelabuhan di Palembang dititikberatkan di 35 Ilir yaitu di


Pelabuhan Penyeberangan 35 Ilir Palembang. Pelabuhan Penyeberangan
Palembang merupakan pelabuhan umum yang melayani lintas
penyeberangan Palembang – Muntok (P. Bangka) dengan jarak tempuh

4 - 12
90 mile. Pelabuhan Penyeberangan Palembang dikelola oleh Dinas
Perhubungan Kota Palembang. Lintas penyeberangan Palembang -
Muntok, merupakan lintas penyeberangan komersil antar provinsi sesuai
KM. 43 Tahun 1998 menghubungkan Sumatera Selatan dan Bangka
Belitung.

Lintas penyeberangan Palembang – Muntok awalnya merupakan lintas


Palembang – Kayu Arang yang dioperasikan sejak tahun 1986.
Pemindahan lokasi dari Kayu Arang ke Muntok lebih dikarenakan
permasalahan sedimentasi yang tinggi di muara Sungai Jering yang
merupakan alur pintu masuk menuju Pelabuhan Kayu Arang sehingga
mengakibatkan kegiatan operasional penyeberangan terganggu.
Sedangkan Pelabuhan Penyeberangan Palembang, dalam waktu dekat
direncanakan akan direlokasi ke Tanjung Api Api.

Gambar 4.15. Citra satelit Pelabuhan Penyeberangan Palembang

Lintas Penyeberangan Palembang – Muntok merupakan lintas


penyeberangan cukup padat, dikarenakan lintasan ini merupakan lintasan
utama bagi kendaraan dari Bangka Belitung menuju daratan Sumatera.
Tercatat pada tahun 2011, sebanyak 209.773 penumpang, 26.868

4 - 13
kendaraan R-4 dan 16.790 kendaraan R-2 melintas di jalur ini. Data
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.3. Produksi angkutan lintas penyeberangan Palembang – Muntok


Tahun 2002 - 2011
TRIP MUATAN
TAHUN (SATUAN) PNP R4 R2 BRG
2011 1,951 209,733 26,868 16,790 *
2010 2,065 37,070 7,470 1,900 *
2009 1,526 78,187 11,456 4,153 *
2008 1,763 89,671 30,561 10,041 *
2007 1,410 47,488 18,826 3,412 *
2006 1,664 42,836 22,182 6,412 *
2005 852 21,768 11,352 2,796 *
2004 998 50,792 15,798 2,318 18,720
2003 3,456 39,920 11,602 1,375 13,560
2002 * 40,089 8,048 1,371 13,738
Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Palembang
Pelabuhan Penyeberangan Palembang yang menempati areal seluas
sekitar 35000 m2, saat ini mengoperasikan 1 unit dermaga dolphin.
Dermaga yang beroperasi melayani kapal-kapal Ro Ro sebanyak 8 unit
dengan bobot hingga 680 GRT. Disamping dermaga dolphin, juga
terdapat dermaga ponton namun sudah tidak dioperasikan lagi
dikarenakan sudah kandas dan rusak.

Tabel 4.4. Data spesifikasi kapal lintas penyeberangan Palembang-Muntok

Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Palembang

4 - 14
Gambar 4.16. Dermaga Dolphin

2. Fasilitas Prasarana Pelabuhan Penyeberangan Palembang

a) Fasilitas sandar dan tambat

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa di Pelabuhan Penyeberangan


Palembang terdapat 2 buah dermaga, masing-masing dermaga dolphin
dan ponton. Kondisi dermaga yang akan diuraikan dibawah ini hanya
mencakup dermaga dolphin, mengingat dermaga ponton sudah tidak
dioperasikan. Adapun fasilitas sandar dan tambat di dermaga dolphin
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari


3 unit mooring dan 3 unit breasting. Jarak antar
breasting: 14 m
Fasilitas Tambat 9 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 3 unit sistem fender @ 3 unit fender pada masing-
masing breasting
- bahan karet elastomeric type Cell-500
- dilengkapi dengan frontal frame baja
- Jarak: sama dengan jarak breasting.

4 - 15
Gambar 4.17. Fasilitas sandar dan tambat dermaga dolphin

b) Fasilitas bongkar muat

Fasilitas bongkar muat yang tersedia pada dermaga dolphin di Pelabuhan


Penyeberangan Palembang berupa fasilitas bongkar muat type mechanic
movable yaitu Movable Bridge. Spesifikasi fasilitas bongkar muat
tersebut dapat dijelaskan dalam tabel berikut.

Item Dolphin
Panjang 32,50 m
Lebar 6,50 m
Konstruksi Baja
Penggerak hydrolic
Kapasitas 20 Ton

4 - 16
Gambar 4.19. Fasilitas bongkar muat tipe Movable Bridge

c) Alur Pelayaran

Bahwasannya Pelabuhan Penyeberangan Palembang berada di Sungai


Musi yang digunakan sebagai alur pelayaran lalu lintas kapal-kapal besar.
Pasang surut Sungai Musi adalah sebagai berikut:

HHWS 4.10 m
MHWS 3.70 m
MSL 2.05 m
LLWS 0.00 m

Dalam operasionalnya, kapal-kapal yang beroperasi harus melewati


jembatan Ampera. Jembatan Ampera memiliki ruang bebas 8,70 m pada
kondisi pasang tinggi tertinggi (HHWS).

C. Lokasi Palangkaraya

Lokasi survey di Palangkaraya dalam studi ini merupakan survey transportasi


sungai di Pelabuhan Rambang, Palangkaraya.

1. Tinjauan Umum Pelabuhan Rambang

Survey lokasi pelabuhan di Palangkaraya dititikberatkan di Pelabuhan


Rambang, Palangkaraya. Pelabuhan Sungai Rambang Palangkaraya

4 - 17
berada di Sungai Kahayan. Sungai Kahayan merupakan salah satu sungai
di Kalimantan Tengah memiliki panjang sekitar 600 km dengan lebar
rata-rata 450 m dan kedalaman rata-rata 7 m. Namun karena karakter
Sungai Kahayan yang merupakan sungai pasang surut dengan beda
pasang surut hingga mencapai sekitar 4 m, pada musim-musim hujan
sungai akan pasang naik tinggi hingga meluap ke bantaran dan pada
musim kering/kemarau, sungai akan surut hingga di beberapa tempat alur
sungai menjadi dangkal sehingga tidak sepanjang tahun sungai ini dapat
dilayari. Hal ini mengakibatkan angkutan sungai berkapasitas besar tidak
dapat beroperasi secara maksimal. Kondisi ini semakin bertambah buruk
dengan adanya pendangkalan akibat endapan lumpur yang makin
bertambah setiap tahunnya.

Pelabuhan Rambang adalah pelabuhan LLASD Palangkaraya, merupakan


pelabuhan umum di bawah pengelolaan Dinas Perhubungan Kota
Palangkaraya. Di Pelabuhan Rambang terdapat 1 unit dermaga type
platform (type continuous), dengan 2 buah fasilitas bongkar muat type
ponton. Dermaga platform terbuat dari kayu ulin yang sebagian
direvitalisasi ke konstruksi beton. Pelabuhan Rambang diperuntukan bagi
bongkar muat barang dan naik turun penumpang dari bus air, truk air,
speed boat maupun getek.

Gambar 4.20. Citra satelit Pelabuhan Rambang

4 - 18
Gambar 4.21. Kantor Pelabuhan Rambang

LLASD Pelabuhan Rambang diperuntukan bagi bongkar muat barang dan


naik turun penumpang dari bus air, truk air, speed boat maupun getek.
Tercatat kegiatan pelabuhan pada tahun 2011 yaitu sebagai berikut:

1) Rute dan jumlah kapal:


a. Palangkaraya – Danau Panggang : 3 buah
b. Palangkaraya – Kuala Kapaus : 4 buah
c. Palangkaraya – Bahaur : 4 buah
d. Palangkaraya – Tumbang Miri : 12 buah
e. Palangkaraya – Teweh/Kuara Kurun : 149 buah
f. Palangkaraya – Tumbang Jutuh : 3 buah
2) Bongkar/Muat : 3886 ton
3) Turun/Naik : 1729 orang

2. Fasilitas Prasarana Pelabuhan Rambang

a) Fasilitas sandar dan tambat

Fasilitas sandar dan tambat di Pelabuhan Rambang meliputi sebagai


berikut.

4 - 19
Type Continuous Quay, berupa konstruksi platform beton
(deck on pile) di atas tiang pancang beton (CSP)
Fasilitas Tambat 12 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 10 unit sistem fender @ 2 unit fender,
- bahan karet elastomeric type V 300 H (V-shape)
- Jarak : 4 m.

Gambar 4.22. Fasilitas sandar dan tambat

b) Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Rambang berupa Ponton.

Item Ponton I Ponton II


Panjang 10 m 10 m
Lebar 5m 5m
Konstruksi Kayu Kayu
Penggerak Alami (air sungai) Alami (air sungai)
Kapasitas - -

4 - 20
Gambar 4.23. Fasilitas bongkar muat

c) Alur pelayaran

Pelabuhan Penyeberangan Rambang berada di Sungai Kahayan dengan


panjang 600 m sedangkan panjang sungai yang dapat dilayari sepanjang
500 m, dengan kedalaman rata-rata 7 m. Dengan kondisi pasang surut
sangat tinggi yaitu mencapai 4 m, pada musim kemarau alur sungai tidak
dapat digunakan untuk lalu lintas kapal terutama kapal-kapal besar.

Gambar 4.24. Kondisi sungai saat surut

D. Lokasi Medan

Lokasi survey di Medan dalam studi ini merupakan survey transportasi danau
di Danau Toba, dengan lokasi pengambilan data di Pelabuhan Ajibata,
Pelabuhan Simanindo dan Pelabuhan Nainggolan.

4 - 21
1. Tinjauan Umum

a) Pelabuhan Ajibata

Pelabuhan Ajibata terletak di Parapat, merupakan pelabuhan danau yang


melayani angkutan penyeberangan di Danau Toba, Sumatera Utara lintas
penyeberangan Ajibata – Tomok dengan jarak tempuh 3 mile. Pelabuhan
Danau Ajibata dikelola oleh perusahaan swasta yaitu PT. Gunung Hijau
Megah. Lintas penyeberangan Ajibata - Tomok, merupakan lintas
penyeberangan komersil dalam provinsi sesuai KM. 64 Tahun 1989
menghubungkan Kabupaten Parapat dan Kabupaten Samosir.

Gambar 4.25. Pelabuhan Ajibata

Lintas Penyeberangan Ajibata – Tomok dapat dikatakan sebagai lintas


penyeberangan cukup padat, dikarenakan lintasan ini merupakan lintasan
utama bagi kendaraan-kendaraan dari Pulau Samosir menuju Sumatera
daratan atau sebaliknya. Tercatat pada tahun 2011, sebanyak 60.511
penumpang, 75.135 kendaraan R-4 dan 6.176 kendaraan R-2 melintas di
jalur ini. Perkembangan volume lalu lintas pada lintas penyeberangan
Ajibata - Tomok selengkapnya disajikan pada tabel berikut.

Tabel 4.5. Produksi Agkutan Danau Lintas Ajibata – Tomok


Tahun 2007-20011

No Tahun Penumpang Kendaraan R-4 Kendaraan R-2


1 2007 54.836 66.234 3.736
2 2008 58.666 67.305 4.203
3 2009 57.600 68.315 4.529
4 2010 56.203 70.457 5.357
5 2011 60.511 75.135 6.176
Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Ajibata

4 - 22
Pelabuhan Ajibata menempati areal seluas sekitar 2.000 m2, saat ini
mengoperasikan 2 unit plengsengan sebagai prasarana bongkar muat dan
melayani 2 unit kapal LCT yaitu KMP. Tao Toba I (300 GRT) dan Tao
Toba II (500 GRT). Adapun data ke dua kapal yang beroperasi tersebut
adalah sebagai berikut.

Tabel 4.6. Spesifikasi kapal lintas penyeberangan Ajibata - Tomok

Nama Kapal Operator Bobot LoA B (m) Draft


(GRT) (m) (m)
Tao Toba I PT. Gunung 300 40,0 8,0 1,5
Hijau Megah
Tao Toba II PT. Gunung 500 45,8 12,0 2,0
Hijau Megah

b) Pelabuhan Simanindo

Pelabuhan Simanindo terletak di Kabupaten Samosir, menempati areal


seluas 4.225,80 m2 merupakan pelabuhan danau di Danau Toba.
Pelabuhan Simanindo disamping melayani angkutan penyeberangan,
melayani pula angkutan penumpang dari kapal-kapal rakyat. Angkutan
penyeberangan yang beroperasi melayani lintas penyeberangan
Simanindo – Tigaras. Pelabuhan Simanindo dibawah pengelolaan KSO
Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara dan PT. Pembangunan
Prasarana Sumatera Utara.

Gambar 4.26. Pelabuhan Simanindo

4 - 23
Gambar 4.27. Dermaga penyeberangan

Gambar 4.28. Dermaga kapal rakyat

Pelabuhan Simanindo mengoperasikan 2 (dua) unit dermaga, masing-


masing dermaga untuk melayani angkutan penyeberangan dan dermaga
untuk melayani kapal-kapal rakyat. Dermaga penyeberangan terbuat dari
beton dengan fasilitas bongkar muat plengsengan, sedangkan dermaga
kapal rakyat terbuat dari kayu. Untuk melayani lintas penyeberangan
Simanindo-Tigaras, pelabuhan ini mengoperasikan 1 (satu) unit kapal
LCT yaitu KMP Sumut II dengan bobot 246 GRT. Sedangkan kapal-kapal
rakyat yang beroperasi di pelabuhan ini tercatat sebanyak 13 unit dengan
bobot maksimum sekitar 20 GRT.

4 - 24
Gambar 4.29. KMP Sumut I

Arus penumpang dan kendaraan yang melalui Pelabuhan Simanindo pada


tahun 2011 tercatat 41.605 penumpang, 3.011 unit kendaraan R-4, 2.326
unit sepeda motor. Sementara arus penumpang di dermaga kayu pada
tahun 2011 tercatat sebanyak 68.554 penumpang, terdiri dari 33.938
penumpang naik dan 34.556 penumpang turun.

c) Pelabuhan Nainggolan

Sama halnya dengan Pelabuhan Simanindo, Pelabuhan Nainggolan juga


terletak di Kabupaten Samosir dibawah pengelolaan KSO Dinas
Perhubungan Sumatera Utara dan PT. Pembangunan Prasarana Sumatera
Utara. Pelabuhan Nainggolan melayani angkutan penyeberangan di
Danau Toba dengan lintas penyeberangan Nainggolan – Muara.

Pelabuhan Nainggolan menempati areal seluas sekitar 1.260 m2, saat ini
mengoperasikan 1 (satu) unit dermaga dolphin dengan fasilitas bongkar
muat berupa konstruksi plengsengan. Lintas penyeberangan Nainggolan –
Muara dilayani 1 (satu) unit kapal LCT yaitu KMP Sumut I dengan bobot
206 GRT.

4 - 25
Gambar 4.30. Dermaga penyeberangan di Pelabuhan Nainggolan

2. Fasilitas Prasarana

a) Pelabuhan Ajibata

1) Fasilitas sandar dan tambat

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Pelabuhan Ajibata terdapat 2


buah plengsengan yang berfungsi sebagai landing facilities. Plengsengan
ini berfungsi ganda yaitu disamping sebagai fasilitas untuk sandar namun
juga untuk bongkar muat kendaraan maupun penumpang yang naik/turun
kapal. Meskipun berfungsi sebagai landing fasilities, namun fasilitas-
fasilitas untuk sandar kapal tidak tersedia. Adapun fasilitas sandar dan
tambat yang tersedia di Pelabuhan Ajibata sebagai berikut.

Type Tidak tersedia dermaga maupun fasilitas sandar


Fasilitas Tambat 6 unit bollard dari pipa baja komposit.
Fasilitas Sandar Tidak ada

4 - 26
Gambar 4.31. Pelabuhan Ajibata, tidak tersedia dermaga

Gambar 4.32. Fasilitas Tambat

2) Fasilitas Kolam Pelabuhan

Pelabuhan Ajibata berada di tepi Danau Toba dengan kedalaman kolam 5


m saat pasang dan 4 m saat surut dan areal turning basin untuk manuver
kapal cukup luas.

Gambar 4.33. Fasilitas Kolam Pelabuhan

4 - 27
3) Fasilitas bongkar muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Ajibata berupa plengsengan


sebanyak 2 buah.
Item Plengsengan I Plengsengan II
Panjang 6,5 m 5m
Lebar 6.1 m 5,5 m
Konstruksi stone masonry stone masonry
Penggerak fix fix
Kapasitas - Ton - Ton

PLENGSENGAN I PLENGSENGAN II

Gambar 4.34. Fasilitas Bongkar Muat

4) Alur Pelayaran

Lintas Penyeberangan Ajibata – Tomok adalah lintas penyeberangan di


danau dengan jarak lintasan sekitar 3 mile. Perairan Danau Toba
merupakan perairan cukup dalam, dengan beda pasang surut 1 m.

Lintasan Ajibata - Tomok

AJIBATA
TOMOK

Gambar. 4.35. Lintas Penyeberangan Ajibata - Tomok

4 - 28
b) Pelabuhan Simanindo

1) Fasilitas sandar dan tambat

Di Pelabuhan Simanindo terdapat 2 (dua) unit dermaga dengan tipe dan


fungsi pelayanan yang berbeda. Satu unit dermaga berupa tipe dolphin
untuk melayani angkutan penyeberangan, satu unit lainnya dermaga tipe
continuous quays untuk melayani penumpang kapal-kapal rakyat.

(a) Dermaga Penyeberangan


Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari
2 unit mooring
Fasilitas Tambat 2 unit bollard baja
Fasilitas Sandar Tidak tersedia

Gambar. 4.36. Fasilitas tambat di dermaga penyeberangan

(b) Dermaga Kapal Rakyat


Type Qontinuous Quays, berupa konstruksi platform dari
bahan kayu diatas di atas tiang pancang
Fasilitas Tambat 4 unit bollard baja
Fasilitas Sandar Tidak tersedia

Gambar. 4.37. Fasilitas tambat di dermaga kapal rakyat

4 - 29
2) Fasilitas kolam pelabuhan

Pelabuhan Simanindo memiliki kedalaman kolam pelabuhan sekitar 4 m


dengan areal turning basin untuk manuver kapal cukup luas.

Gambar. 4.38. Fasilitas kolam pelabuhan

3) Fasilitas bongkar muat

Fasilitas bongkar muat yang beroperasi di Pelabuhan Simanindo berupa


plengsengan. Spesifikasi fasilitas bongkar muat tersebut dapat dijelaskan
dalam tabel berikut.

Item Dolphin
Panjang 13,00 m
Lebar 10,00 m
Konstruksi Beton bertulang
Penggerak Fix
Kapasitas 20 Ton

Gambar. 4.39. Fasilitas bongkar muat plengsengan

4 - 30
4) Alur pelayaran

Sama halnya dengan lintas penyeberangan Ajibata – Tomok, lintas


penyeberangan Simanindo – Tigaras memiliki kedalaman alur yang cukup
dalam pula dan sepanjang alur tidak terdapat rintangan.

c) Pelabuhan Nainggolan

1) Fasilitas sandar dan tambat

Pelabuhan Nainggolan mengoperasikan 1 (satu) unit dermaga dolphin


untuk melayani kapal jenis LCT dengan bobot 206 GRT. Spesifikasi
dermaga tersebut tidak jauh berbeda dengan dermaga di Simanindo, yaitu
hanya memiliki mooring dolphin tanpa breasting.
Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari
2 unit mooring
Fasilitas Tambat 2 unit bollard baja
Fasilitas Sandar Tidak tersedia

Gambar. 4.40. Fasilitas tambat

2) Fasilitas kolam pelabuhan

Kolam pelabuhan di Pelabuhan Nainggolan sekitar 4 m dengan areal


turning basin yang luas.

Gambar. 4.41. Fasilitas kolam pelabuhan

4 - 31
3) Fasilitas bongkar muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Nainggolan berupa konstruksi


plengsengan. Spesifikasi fasilitas bongkar muat tersebut dapat dijelaskan
dalam tabel berikut.

Item Dolphin
Panjang 12,00 m
Lebar 10,00 m
Konstruksi Beton bertulang
Penggerak Fix
Kapasitas 20 Ton

4) Alur pelayaran

Sama halnya dengan lintas penyeberangan Ajibata – Tomok maupun


Simanindo - Tigaras, lintas penyeberangan Nainggolan – Muara juga
memiliki kedalaman alur yang cukup dalam dan tidak terdapat rintangan.

4 - 32
BAB V
PEMBAHASAN

Evaluasi terhadap kondisi prasarana yang ada pada pelabuhan-pelabuhan di


lokasi survey yaitu Lokasi Merak, Palembang, Palangkaraya dan Medan meliputi
tinjauan terhadap fasilitas-fasilitas sandar dan tambat, perawatan fasilitas
dermaga, fasilitas prasarana pengaman pelabuhan, fasilitas bongkar muat,
fasilitas kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Evaluasi ini untuk selanjutnya
digunakan sebagai bahan masukan nantinya dalam kajian penyusunan konsep
standar prasarana surngai, danau dan penyeberangan.

A. Lokasi Merak

1. Fasilitas Sandar dan Tambat Pelabuhan Penyeberangan Merak

Berdasarkan data hasil survey lapangan dapat dijelaskan bahwa secara


umum kondisi fasilitas sandar dan tambat yang berupa fender dan bollard
sudah cukup memadai. Kecuali Dermaga IV dan V, seluruh dermaga
dilengkapi dengan fasilitas sandar berupa sistem fender. Sementara
fasilitas tambat juga sudah tersedia pada seluruh dermaga yaitu berupa
bollard dari bahan besi baja tuang.

a) Dermaga I

Dermaga I merupakan dermaga tipe qontinuous quays, untuk melayani


kapal-kapal 3000 GRT – 4000 GRT. Fasilitas sandar pada Dermaga I
tersedia sebanyak 10 sistem fender dengan jarak 10 m dan masing-masing
sistem fender terdiri dari 2 unit fender SM 500 dan 1 unit frontal frame
baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik operasi.

Sedangkan fasilitas tambat yang tersedia sebanyak 12 unit bollard dari


bahan besi baja tuang dengan kondisi cukup baik dan laik operasi, terdiri
dari 4 buah pada posisi mooring post dan 8 buah pada posisi dekat face
line dermaga. Pada posisi mooring post, masing-masing 2 buah untuk

5-1
bow line dan 2 buah untuk stern line, dan pada posisi dekat face line
dermaga masing-masing 4 buah untuk breast line dan 4 buah untuk spring
line. Jarak bollard pada posisi face line dermaga 10 m.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga


I, sebagai berikut:

Fasilitas Sandar Dermaga I


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Jarak Dermaga tipe Qontinuous 10 m Memenuhi
The British Standar : ≤ 0.15L
Kapal Ro Ro min LoA = 95 m
Jarak fender max : 14,00 m
Tipe The British Satandar: Elastomeric, jenis Memenuhi
Elastomeric (Rubber Fender), SM 500, dilengkapi
Pneumatic, Fender pile, etc. frontal frame.
Kapasitas Perlu analisis Perlu analisis -
Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi

Fasilitas Tambat Dermaga I


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Single Pillar 2 bh Memenuhi
- Tee head 10 bh
Jarak Ro Ro 3000 GRT-4000 GRT Jarak 10 m Memenuhi
Jarak bollard max : 20,00 m
Jumlah Ro Ro 3000 GRT-4000 GRT Jumlah : 12 buah Memenuhi
Jumlah bollard min : 6 buah
Kapasitas Mooring post: 500 kN - -
Berth line : 350 kN
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi

b) Dermaga II

Fasilitas sandar pada Dermaga II tersedia sebanyak 6 sistem fender


dengan masing-masing sistem fender terdiri dari 2 unit fender SM 500
dan 1 unit frontal frame baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik
operasi. Jarak masing-masing fender di dermaga II berbeda-beda
tergantung posisi breasting dolphin, mengingat posisi fasilitas sandar ini
berada di konstruksi breasting dolphin. Sebagaimana telah diuraikan pada
Bab 4 bahwa Dermaga II merupakan dermaga tipe Dolphin terdiri dari 6
unit breasting dolphin dan 3 unit mooring dolphin, denga jarak yaitu:

5-2
BD-1 – BD-2 : 12 m
BD-2 – BD-3 : 12 m
BD-3 – BD-4 : 12 m
BD-4 – BD-5 : 25 m
BD-5 – BD-6 : 20 m

Berdasarkan data hasil survey bahwa Dermaga II diperuntukan kapal-


kapal sekitar 2500 GRT – 3000 GRT, dengan panjang bervariasi antara 90
m hingga 95 m. Jarak secara keseluruhan berthing post dari MB yaitu 92
m sudah cukup memadai untuk sandar kapal dengan panjang hingga 95
m. Jarak antara BD-4 – BD-5 sejauh 25 m untuk kapal sepanjang 90 m,
terlihat terlalu jauh meskipun tidak terlalu signifikan. Jika mengacu pada
The British Standar, jarak maksimum fender (berada di breasting dolphin)
untuk sandar kapal dengan panjang 90 adalah 22,5 m. Namun mengingat
jarak antar breasting yang lain kurang dari 22,5 m, maka dengan jarak 25
m tidak menjadikan kendala bagi kapal untuk bersandar.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 9 buah yang


terpasang pada breasting dolphin sebanyak 4 buah, pada mooring dolphin
1 buah dan di darat pada posisi mooring post sebanyak 3 buah.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga


II, sebagai berikut:

Fasilitas Sandar Dermaga II


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Jarak Dermaga tipe dolphin 12 m dan 25 m Memenuhi
The British Standar : ≤ 0.25L
Kapal Ro Ro min LoA = 90 m
Jarak fender max : 22,5 m
Tipe The British Satandar: Elastomeric, jenis Memenuhi
Elastomeric (Rubber Fender), SM 500, dilengkapi
Pneumatic, Fender pile, etc. frontal frame.
Kapasitas Perlu analisis Perlu analisis -
Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi

5-3
Fasilitas Tambat Dermaga II
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Single Pillar 2 bh Memenuhi
- Tee head 7 bh
Jarak Ro Ro 2500 GRT-3000 GRT - 12 m, 20 m Memenuhi
Jarak bollard max: 20 m
Jumlah Ro Ro 2500 GRT-3000 GRT Jumlah : 9 buah Memenuhi
Jumlah bollard min : 6 buah
Kapasitas Mooring post : 350 kN - -
Berth line : 350 kN
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi

c) Dermaga III

Fasilitas sandar pada Dermaga III tersedia sebanyak 10 sistem fender


dengan jarak 17 m dan masing-masing sistem fender terdiri dari 4 unit
fender Cell 800 dan 2 unit fender Cell 800, serta seluruhnya dilengkapi
dengan frontal frame baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik
operasi. Dermaga III diperuntukan bagi kapal-kapal dengan bobot 6000
GRT – 10000 GRT, dengan panjang antara 115 m – 130 m, maka jarak
fender 17 m cukup ideal.

Sedangkan fasilitas tambat yang tersedia berupa bollard sebanyak 17 unit,


masing-masing terletak pada face line dermaga sebanyak 10 buah dan di
darat pada mooring post sebanyak 7 buah yang keseluruhannya
menggunakan bahan dari besi baja tuang.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga


III, sebagai berikut:

Fasilitas Sandar Dermaga III


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Jarak Dermaga tipe qontinuous 17 m Memenuhi
The British Standar : ≤ 0.15L
Kapal Ro Ro min LoA = 115 m
Jarak fender max : 17,00 m
Tipe The British Satandar: Elastomeric, jenis Memenuhi
Elastomeric (Rubber Fender), SM 500, dilengkapi
Pneumatic, Fender pile, etc. frontal frame.
Kapasitas Perlu analisis Perlu analisis -
Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi

5-4
Fasilitas Tambat Dermaga III
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Single Pillar 2 bh Memenuhi
- Tee head 10 bh
Jarak Ro Ro 6000 GRT-10000 GRT Jarak 17 m Memenuhi
Jarak bollard max : 25,00 m
Jumlah Ro Ro 6000 GRT-10000 GRT Jumlah : 17 buah Memenuhi
Jumlah bollard min : 6 buah
Kapasitas Mooring post: 700 kN - -
Berth line : 500 kn
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi

d) Dermaga IV

Fasilitas sandar pada Dermaga IV seluruhnya dalam kondisi rusak dan


diganti dengan ban bekas yang digantungkan pada breasting dan masing-
masing breasting dipasang sebanyak 2 buah ban. Jarak masing-masing
fasilitas sandar sepanjang 25 m yaitu sepanjang jarak breasting. Dermaga
IV merupakan dermaga type Dolphin yang terdiri dari 5 unit breasting
dolphin dan 2 unit mooring dolphin. Dermaga IV diperuntukan bagi
kapal-kapal sekitar 3500 GRT – 6000 GRT, dengan panjang kapal
bervariasi antara 100 m hingga 115 m. Jarak secara keseluruhan untuk
berthing post dari ujung MB adalah 110 m sudah cukup memadai untuk
sandar bagi kapal dengan panjang 115 m. Namun demikian terkait dengan
fasilitas sandar yang menggunakan ban bekas, di satu sisi ekonomis,
namun tidak menguntungkan bagi kontruksi breasting. Hal ini
dikarenakan kemampuan ban bekas yang terbatas untuk menyerap energi
berthing kapal, maka energi kinetis kapal yang tidak terserap oleh ban
akan ditransfer ke struktur breasting. Jika tiang-tiang pancang tidak
mampu memikul energi kinetis tersebut, menyebabkan kolaps pada
struktur. Disarankan agar fender-fender yang rusak sebaiknya diganti
dengan fender yang sesuai.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard sebanyak 12 buah terbagi dalam


7 post, masing-masing 5 post pada breasting (masing-masing breasting 2
buah), 1 buah pada mooring dolphin (mooring post) dan 1 buah di darat
(mooring post). Seluruh bollard terbuat dari besi baja tuang. Terkait

5-5
dengan fasilitas tambat di Dermaga IV, kiranya perlu dikaji terhadap
keperluan konstruksi mooring di bagian ujung muka dermaga (Bow)
untuk fasilitas tambat.

Berdasarkan wawancara dan quisioneer dengan nakhoda kapal, terkait


dengan fasilitas sandar dan tambat kapal sudah cukup memadai dan aman,
kecuali terkait dengan fender yang lepas menyebabkan dinding kapal
terkadang kontak langsung dengan beton struktur breasting akibat ban
yang terpasang tidak dapat meng-cover posisi kontak sandar.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga


IV, sebagai berikut:

Fasilitas Sandar Dermaga IV


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Jarak Dermaga tipe dolphin 25 m Memenuhi
The British Standar : ≤ 0.25L
Kapal Ro Ro min LoA = 100 m
Jarak fender max : 25,0 m
Tipe The British Satandar: Ban bekas Tidak
Elastomeric (Rubber Fender), memenuhi
Pneumatic, Fender pile, etc.
Kapasitas Perlu analisis - -
Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet ban bekas -
Kondisi Baik - -

Fasilitas Tambat Dermaga IV


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Tee head Memenuhi
Jarak Ro Ro 3500 GRT-6000 GRT - 25 m Tidak
Jarak bollard max: 20 m Memenuhi
Jumlah Ro Ro 3500 GRT-6000 GRT 7 post Memenuhi
Jumlah bollard min : 6 buah
Kapasitas Mooring post : 700 kN - -
Berth line : 500 kN
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi

e) Dermaga V

Fasilitas sandar pada Dermaga V seluruhnya dalam kondisi rusak dan


diganti dengan ban bekas. Jarak masing-masing fasilitas sandar sepanjang
20 m yaitu sepanjang jarak breasting. Dermaga V merupakan dermaga

5-6
type Dolphin yang terdiri dari 5 unit breasting dolphin dan 3 unit mooring
dolphin. Dermaga V diperuntukan bagi kapal-kapal sekitar 8000 GRT –
12500 GRT, dengan panjang kapal antara 125 m hingga 140 m. Jarak
secara keseluruhan untuk berthing post dari ujung MB adalah 120 m
sudah cukup memadai untuk sandar bagi kapal dengan panjang 140 m.
Namun terkait dengan fasilitas sandar yang menggunakan ban bekas,
evaluasi yang dapat dikemukakan sama halnya dengan evaluasi pada
Dermaga IV. Disarankan agar fender-fender yang rusak sebaiknya diganti
dengan fender yang sesuai.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 8 buah yang


terpasang pada breasting sebanyak 5 buah dan terpasang pada mooring
sebanyak 3 buah. Seluruh bollard terbuat dari besi baja tuang. Dengan
tersedianya 3 unit fasilitas tambat yaitu 2 buah di bagian belakang (sisi
MB) dan 1 buah di bagian muka sudah cukup memadai.

Berdasarkan wawancara dan pengisian quisioneer dengan nakhoda kapal,


terkait dengan fasilitas sandar dan tambat kapal sudah cukup memadai
dan aman, kecuali terkait dengan fender yang lepas menyebabkan dinding
kapal terkadang kontak langsung dengan beton struktur breasting akibat
ban yang terpasang tidak dapat meng-cover posisi kontak sandar.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat pada Dermaga


V, sebagai berikut:

Fasilitas Sandar Dermaga V


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Jarak Dermaga tipe dolphin 25 m Memenuhi
The British Standar : ≤ 0.25L
Kapal Ro Ro min LoA = 125 m
Jarak fender max : 31,0 m
Tipe The British Satandar: Ban bekas Tidak
Elastomeric (Rubber Fender), memenuhi
Pneumatic, Fender pile, etc.
Kapasitas Perlu analisis - -
Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet ban bekas -
Kondisi Baik - -

5-7
Fasilitas Tambat Dermaga V
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Tee head Memenuhi
Jarak Ro Ro 8000 GRT-12500 GRT - 25 m Memenuhi
Jarak bollard max: 25 m
Jumlah Ro Ro 8000 GRT-12500 GRT 8 buah Memenuhi
Jumlah bollard min : 6 buah
Kapasitas Mooring post : 1000 kN - -
Berth line : 700 kN
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi

2 Perawatan Fasilitas Dermaga

Pelabuhan Penyeberangan Merak dikelola oleh PT. ASDP Indonesia


Ferry (Persero) Cabang Merak. Dalam upaya perawatan fasilitas
pelabuhan, PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) telah memiliki prosedur
standar yang tertuang dalam “Prosedur Pemeliharaan Fasilitas
Pelabuhan”.

Pada umumnya perawatan fasilitas dermaga yang meliputi konstruksi


dermaga, fasilitas sandar dan tambat yaitu bollard dan fender sudah cukup
baik. Perawatan yang telah dilaksanakan disamping perawatan dalam
rangka upaya pencegahan terhadap kerusakan, juga dalam rangka
perbaikan terhadap kerusakan.

Namun demikian memperhatikan kondisi fasilitas sandar di Dermaga IV


dan Dermaga V, kiranya perlu perhatian terhadap upaya perbaikan yang
dilakukan, yaitu:

a) Perbaikan terhadap kerusakan pada fasilitas sandar perlu dilakukan


sedini mungkin agar kerusakan yang terjadi tidak berdampak pada
komponen struktur yang lain. Jika terjadi kerusakan pada sistem
fender segera diganti dengan jenis fender yang sesuai kapasitas untuk
kapal yang dilayani.

b) Pada prinsipnya tidak direkomendasikan mengganti fender dengan


ban bekas. Penggantian fender juga harus memperhatikan type dan

5-8
ukuran fender yang effektif untuk menyerap energi berthing kapal
yang sandar.

c) Perlunya penanganan perbaikan secara dini, agar pelaksanaan


perbaikan dapat dilakukan dengan cepat sehingga tidak mengganggu
operasional angkutan penyeberangan. Hal ini mengingat lintas
penyeberangan Merak-Bakauheni merupakan lintas penyeberangan
yang sangat padat.

3. Fasilitas Prasarana Pengaman Pelabuhan

Fasilitas prasarana pengaman pelabuhan penyeberangan yang ada di


Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah konstruksi breakwater. Posisi
konstruksi breakwater berada di Dermaga I yaitu sebagai pelindung
Dermaga I dan di muka Dermaga IV dan Dermaga V.

Konstruksi breakwater di Dermaga I berfungsi melindungi Dermaga I dari


pengaruh gelombang. Namun demikian adakalanya gelombang yang
terjadi melebihi tinggi breakwater sehingga terjadi overtopping. Tinggi
gelombang H1/3 berdasarkan data analisis gelombang pada perencanaan
breakwater sisi utara sebesar 2,2 m (periodik 25 th), sehingga diperlukan
tinggi breakwater sekitar 2,75 m dari HWL. Dengan tinggi pasang surut
HWL 1,3 m, maka diperlukan elevasi puncak breakwater +4,05 m.
Sementara kondisi aktual, elevasi puncak breakwater pada posisi +2,9 m
atau hanya setinggi 1,6 m dari HWL. Dalam hal ini perlu dilakukan kajian
kembali terhadap elevasi puncak breakwater agar breakwater benar-benar
berfungsi dengan efektif. Disamping kajian terhadap ketinggian puncak
breakwater, juga perlu dikaji lebih lanjut terhadap dampak sedimentasi
yang ditimbulkan dengan adanya konstruksi tersebut, hal ini terkait
pemeliharaan berkala yaitu untuk pengerukan kolam.

Sedangkan konstruksi breakwater di sisi Utara (di muka Dermaga IV dan


Dermaga V), belum dapat dinilai efektifitasnya mengingat masih dalam
fase konstruksi. Data perencanaan konstruksi breakwater ini yaitu sebagai
berikut:

5-9
- Tipe : tipe tiang pancang, jenis precast combi wall
- Bahan : beton bertulang dan tiang pancang dia. 1400 mm
- Tinggi Crown : elevasi +4.10 m LWS atau 2.8 m dari HWL.
- Lebar : 2,8 m
- Lebar efektif pintu masuk : 340 m
- Arah pintu masuk : menghadap Barat Laut

Penilaian terhadap persyaratan prasarana pengaman pelabuhan, sebagai


berikut:

Breakwater sisi Dermaga I


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Composit, upright, sloping, Caisson, Composit type Memenuhi
tiang pancang.
Lebar Lebar kapal max B: 16m Lebar efektif +/- 95 m Memenuhi
efektif Lebar alur min. 1 arah =5B =
pintu 80 m
masuk
Arah Pintu Tidak menghadap ke arah - Gelombang dominan Memenuhi
masuk gelombang datang. dari arah Barat
- Pintu kolam menghadap
selatan
Tinggi H = 1,25 H1/3 H= 1,6 m Tidak
crown = 1,25x2,2 = 2,75 m Memenuhi
Lebar H1/3 = 2,2 m Tebal dinding 1,2 m Tidak
puncak Lebar/tebal puncak: 2 m memenuhi
Kemiringan Composit & upright: tegak Tegak Memenuhi
Sloping = max. 1:2

Breakwater sisi Utara (sisi Dermaga IV & V)


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Composit, upright, sloping, tipe tiang pancang Memenuhi
tiang pancang.
Lebar Lebar kapal max B: 22m Lebar efektif +/- 340 m Memenuhi
efektif Lebar alur min. 2 jalur =
pintu 9B + 30m = 228 m
masuk
Arah Pintu Tidak menghadap ke arah - Gelombang dominan Memenuhi
masuk gelombang datang. dari arah barat
- Pintu kolam menghadap
Barat Laut
Tinggi H = 1,25 H1/3 H= 2,8 m Memenuhi
crown = 1,25x2,2 = 2,75 m
Lebar H1/3 = 2,2 m Lebar 2,8 m Memenuhi
puncak Lebar/tebal puncak: 2 m
Kemiringan Tegak: tipe composit, Tegak Memenuhi
upright, tiang pancang
Max 1:2 : tipe sloping

5 - 10
4. Fasilitas Kolam Pelabuhan

Kolam pelabuhan di pelabuhan penyeberangan Merak memiliki luas yang


terbatas, sehingga tidak tersedia areal untuk berputar (turning basin).
Untuk persyaratan kedalaman dan areal sandar, kecuali Dermaga I,
fasilitas kolam pelabuhan di seluruh dermaga cukup memadai. Kedalaman
kolam dermaga di Dermaga II, Dermaga III, Dermaga IV dan Dermaga V
masing-masing adalah 6,50 m, 6,50 m, 6,50 m dan 10,00 m terhadap
LWS. Sedangkan kedalaman kolam Dermaga I saat ini 5,50 m, sementara
kapal maksimum yang beroperasi di Dermaga I memiliki bobot 4000
GRT dengan full load draft mencapai 5,50 m. Dengan demikian untuk
keamanan kapal, maka perlu untuk dilakukan pengerukan (dredging)
kolam dermaga.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana kolam pelabuhan di Dermaga I


sampai dengan Dermaga V, sebagai berikut:

Kolam Pelabuhan Dermaga I untuk kapal maksimum 4000 GRT


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Areal Maksimum LoA: 105 m >189 m x 80 m Tidak
sandar 1,8 L x 1,5 L = 189 m x Memenuhi
157,5 m

Areal Maksimum LoA : 105 m D = 80 m Tidak


kolam N x  x D2/4 Memenuhi
putar D > 3L
D > 315 m
Kedalaman Draft kapal makimum: 5,5 m Kedalaman 5,5 m Tidak
Kedalaman kolam minimum Memenuhi
6,5 m

Kolam Pelabuhan Dermaga II untuk kapal maksimum 3000 GRT


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Areal Maksimum LoA: 95 m >171 m x 230 m Memenuhi
sandar 1,8 L x 1,5 L = 171 m x
142,5 m

Areal Maksimum LoA : 95 m D = 230 m Tidak


kolam N x  x D2/4 Memenuhi
putar D > 3L
D > 285 m
Kedalaman Draft kapal makimum: 4,0 m Keadalaman 6,5 m Memenuhi
Kedalaman kolam minimum
5,0 m

5 - 11
Kolam Pelabuhan Dermaga III untuk kapal maksimum 10000 GRT
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Areal Maksimum LoA: 130 m 240 m x 210 m Memenuhi
sandar 1,8 L x 1,5 L = 234 m x 195
m

Areal Maksimum LoA : 130 m D = 210 m Tidak


kolam N x  x D2/4 Memenuhi
putar D > 3L
D > 390 m
Kedalaman Draft kapal makimum: 7,0 m Keadalaman 8 m Memenuhi
Kedalaman kolam minimum
8m

Kolam Pelabuhan Dermaga IV untuk kapal maksimum 6000 GRT


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Areal Maksimum LoA: 115 m >207 m x >172,5 m Memenuhi
sandar 1,8 L x 1,5 L = 207 m x
172,5 m
Areal Maksimum LoA : 130 m D > 390 m Memenuhi
kolam N x  x D2/4
putar D > 3L
D > 390 m
Kedalaman Draft kapal makimum: 6,0 m Keadalaman 8 m Memenuhi
Kedalaman kolam minimum
7,0 m

Kolam Pelabuhan Dermaga V untuk kapal maksimum 12500 GRT


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Areal Maksimum LoA: 140 m >252 m x >210 m Memenuhi
sandar 1,8 L x 1,5 L = 252 m x 210
m
Areal Maksimum LoA : 140 m D > 420 m Memenuhi
kolam N x  x D2/4
putar D > 3L
D > 420 m
Kedalaman Draft kapal makimum: 7,5 m Keadalaman 10 m Memenuhi
Kedalaman kolam minimum
8,5 m

5. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat seluruh dermaga di Pelabuhan Merak


menggunakan movable bridge, dan pada Dermaga I dan Dermaga III
terdapat fasilitas tambahan berupa elevated side ramp.

Movable bridge yang tersedia di Pelabuhan Penyeberangan Merak sudah


cukup memadai, hal ini mengingat sebagai berikut:

5 - 12
a) Dengan panjang movable bridge 16 m, sedangkan beda pasang surut
1,3 m maka kemiringan maksimum movable bridge pada saat surut
terendah < 12%.

b) Lebar movable bridge, kecuali Dermaga I, seluruh dermaga memadai.

c) Kapasitas Movable Bridge hingga 60 ton.

Begitu pula dengan fasilitas side ramp, dengan kapasitas 2 ton dan lebar
2,8 m dapat dikatakan cukup memadai karena side ramp diperuntukan
bagi kendaraan-kendaraan kecil.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Dermaga I


sampai dengan Dermaga V, sebagai berikut:

Prasarana bongkar muat Dermaga I


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 1,3 m MB (movable bridge) Memenuhi
Tipe : MB dan Ponton
Lebar Kapal 3000 GRT–4000 GRT 7.80 m Tidak
Lebar MB min: 9 m memenuhi
Batas 12% <12% Memenuhi
Kelandaian
Kapasitas 45 ton 50 ton Memenuhi

Prasarana bongkar muat Dermaga II


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 1,3 m MB (movable bridge) Memenuhi
Tipe : MB dan Ponton
Lebar Kapal 2500 GRT-3000 GRT 9.50 m Memenuhi
Lebar MB min: 9 m
Batas 12% <12% Memenuhi
Kelandaian
Kapasitas 45 ton 50 ton Memenuhi

Prasarana bongkar muat Dermaga III


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 1,3 m MB (movable bridge) Memenuhi
Tipe : MB dan Ponton
Lebar Kapal 6000 GRT-10000 GRT 10.40 m Memenuhi
Lebar MB min: 9 m
Batas 12% <12% Memenuhi
Kelandaian
Kapasitas 45 ton 60 ton Memenuhi

5 - 13
Prasarana bongkar muat Dermaga IV
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 1,3 m MB (movable bridge) Memenuhi
Tipe : MB dan Ponton
Lebar Kapal 3500 GRT-6000 GRT 10.40 m Memenuhi
Lebar MB min: 9 m
Batas 12% <12% Memenuhi
Kelandaian
Kapasitas 45 ton 60 ton Memenuhi

Prasarana bongkar muat Dermaga V


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 1,3 m MB (movable bridge) Memenuhi
Tipe : MB dan Ponton
Lebar Kapal 8000 GRT-10000 GRT 10.40 m Memenuhi
Lebar MB min: 9 m
Batas 12% <12% Memenuhi
Kelandaian
Kapasitas 45 ton 60 ton Memenuhi

6. Fasilitas Alur Pelayaran

Posisi Pelabuhan Penyeberangan Merak berada di balik Pulau Merak


dengan lebar alur yang dapat dilayari minimal 210 m terhadap kedalaman
minimal 6,0 m LWS.

Berdasarkan data yang diperoleh bahwa lebar kapal maksimum yang


beroperasi di Pelabuhan Penyeberangan Merak adalah 22 m yaitu KMP
BSP III. Dengan diberlakukan sistem satu jalur (arah), maka dengan lebar
alur 200 m cukup memadai untuk melayani kapal dengan lebar 22 m.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana alur pelayaran di Pelabuhan


Penyeberangan Merak yaitu sebagai berikut:

Alur Pelayaran
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Lebar alur Satu jalur = 5 B 210 m Memenuhi
= 5 x 22 = 110 m

Kedalaman Min. 6,0 m LWS 6,0 m - 15 m Memenuhi


alur
Ruang Asumsi tinggi tiang utama = 2 m Tidak ada rintangan Memenuhi
bebas Tinggi kapal max = 11,0 m
Draft kapal = 7,5 m
Ruang bebas min= 1,1x(7,5+11+2)
= 22,55 m

5 - 14
B. Pelabuhan Penyeberangan Palembang

1. Fasilitas Sandar dan Tambat

Sebagaimana telah diuraikan pada Bab 4 bahwa type dermaga di


Pelabuhan Penyeberangan Palembang merupakan dermaga type Dolphin
yang terdiri dari 3 unit breasting dolphin dan 3 unit mooring dolphin.

Fasilitas sandar tersedia sebanyak 3 sistem fender dengan masing-masing


sistem fender terdiri dari 3 unit fender elastomeric type Cell 500 dan 1
unit frontal frame baja yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik operasi.
Jarak masing-masing fender sama dengan jarak breasting yaitu 14 m,
mengingat posisi fasilitas sandar ini berada di konstruksi breasting.

Berdasarkan data hasil survey bahwa dermaga diperuntukan bagi kapal-


kapal dengan bobot antara 125 GRT hingga 680 GRT, dengan panjang
antara 27 m hingga 40 m. Jarak secara keseluruhan berthing post dari MB
yaitu 38 m sudah cukup memadai untuk sandar kapal dengan panjang
hingga 40 m. Namun demikian untuk jarak breasting sejauh 14 m terlihat
terlalu jauh. Jika mengacu pada The British Satandar, jarak maksimum
fender (berada di breasting dolphin) untuk sandar kapal dengan panjang
40 m sekitar 10 m.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard seluruhnya sebanyak 9 buah


terbagi dalam 6 post, masing-masing 3 post pada breasting (masing-
masing breasting 2 buah), 3 buah pada mooring dolphin (mooring post).

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat di Pelabuhan


Penyeberangan Palembang yaitu sebagai berikut:

5 - 15
Fasilitas Sandar
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Jarak Dermaga tipe dolphin 14 m Tidak
The British Standar : ≤ 0.25L Memenuhi
Kapal Ro Ro min LoA = 40 m
Jarak fender max : 10,0 m
Tipe The British Satandar: Elastomeric type, Memenuhi
Elastomeric (Rubber Fender), circular shape.
Pneumatic, Fender pile, etc. Cell 500
Kapasitas Perlu analisis - -
Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi
Kondisi Baik Baik Baik

Fasilitas Tambat
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes Tee head dan pillar Memenuhi
Jarak Ro Ro 125 GRT-680 GRT 15 m Memenuhi
Jarak bollard max: 15 m
Jumlah Ro Ro 125 GRT-680 GRT 6 post Memenuhi
Jumlah bollard min : 4 buah
Kapasitas Mooring post : 250 kN - -
Berth line : 250 kN
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi

2. Perawatan Fasilitas Dermaga


Pelabuhan Penyeberangan Palembang dikelola oleh Dinas Perhubungan
Kota Palembang. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada
prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas
pelabuhan termasuk pemeliharaan fasilitas dermaga.

Kondisi fasilitas dermaga di Pelabuhan Penyeberangan Palembang dinilai


masih bagus/laik operasional. Baik konstruksi dermaga (breasting dan
mooring) maupun fasilitas sandar dan tambat masih bagus.

Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat


standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan
dapat terjaga dengan baik.

3. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Penyeberangan Palembang


menggunakan movable bridge dengan panjang dan lebar masing-masing

5 - 16
yaitu 32,5 m dan 6,5 m. Sementara fasilitas ponton sudah tidak
dioperasikan mengingat sudah rusak akibat kandas. Movable bridge yang
tersedia di Pelabuhan Penyeberangan Palembang menurut dimensinya
dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Dengan panjang movable bridge 32,5 m, sedangkan beda pasang surut


3,7 m maka kemiringan maksimum movable bridge pada saat surut
terendah = 12%.

2) Lebar movable bridge 6,50 m kurang memadai mengingat melayani


kapal dengan bobot berfariasi dari 148 GRT – 680 GRT.

Namun demikian dengan kapasitas Movable Bridge kemampuan memikul


beban hanya 20 ton, menjadikan kendaraan-kendaraan dengan berat
melebihi 20 ton tidak dapat terangkut.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan


Penyeberangan Palembang, sebagai berikut:

Prasarana bongkar muat


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 3,7 m MB (movable bridge) Memenuhi
Tipe : MB dan Ponton
Lebar Kapal 148 GRT dan 680 GRT 6.80 m Tidak
Lebar MB min: 8 m Memenuhi
Batas 12% <12% Memenuhi
Kelandaian
Kapasitas 45 ton 20 ton Tidak
Memenuhi

4. Fasilitas Alur Pelayaran

Pelabuhan Penyeberangan Palembang berada di Sungai Musi dengan alur


pelayaran yang cukup lebar dan dalam. Fasilitas alur yang ada cukup
aman bagi kapal-kapal penyeberangan yang saat ini beroperasi di perairan
Sungai Musi. Terkait dengan ruang bebas dengan adanya Jembatan
Ampera juga cukup aman, mengingat dalam kondisi pasang tertinggi,
tinggi ruang bebas yang ada mencapai 8,7 m. Terlepas dari cukupnya alur
pelayaran bagi kapal-kapal penyeberangan, permasalahan di Sungai Musi
adalah proses sedimentasi yang cukup tinggi.

5 - 17
Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap
nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya tidak ada
permasalahan terkait dengan kondisi alur, kecuali adanya lalu lintas
perahu motor/kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur yang dapat
mengganggu operasional kapal.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana alur pelayaran di Pelabuhan


Penyeberangan Palembang yaitu sebagai berikut:

Alur pelayaran
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Lebar alur Dua jalur berliku = 9B + 30m Sangat lebar Memenuhi
= 5 x 13 = 65 m

Kedalaman Min. 4,6 m LWS >4,6 m Memenuhi


alur
Ruang Tidak ada data 8,7 m -
bebas

C. Pelabuhan Rambang, Palangkaraya

1. Fasilitas Sandar dan Tambat

Fasilitas sandar yang tersedia sebanyak 10 sistem fender dengan masing-


masing sistem fender terdiri dari 2 unit fender elastomeric type V 400 H
dengan jarak 4 m yang seluruhnya dalam kondisi baik/laik operasi. Posisi
fender dipasang vertikal, mengingat tingginya beda pasang surut.

Fasilitas Dermaga di Pelabuhan Rambang diperuntukan bagi kapal-kapal


dengan bobot 750 GRT dengan panjang rata-rata sekitar 55 m dan draft
makimum sebesar 3 m. Dengan panjang fasilitas dermaga yaitu 252 m
sudah cukup memadai untuk sandar kapal dengan panjang hingga 55 m.
Demikian halnya dengan jarak fender 4 m sudah cukup memadai bagi
kapal dengan panjang hingga 55 m.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 12 buah


masing-masing 4 buah terbuat dari besi baja tuang dan 8 buah dari pipa
komposit. Seluruh bollard dalam kondisi baik/laik operasi.

5 - 18
Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap
nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa terkait dengan fasilitas sandar
dan tambat kapal pada intinya sudah cukup memadai dan aman. Namun
mengingat beda pasang surut yang sangat tinggi menjadikan kapal-kapal
rakyat tidak dapat sandar di dermaga ini, sehingga lebih memilih sandar
di ponton untuk melakukan kegiatan bongkar muat.

Penilaian terhadap persyaratan fasilitas sandar dan tambat di Pelabuhan


Sungai Rambang, Palangkaraya yaitu sebagai berikut:

Fasilitas sandar
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Jarak Dermaga tipe Qontinuous 4m Memenuhi
The British Standar : ≤ 0.15L
Kapal pnp. min LoA = 55 m
Jarak fender max : 8,5 m
Tipe The British Satandar: Elastomeric, jenis Memenuhi
Elastomeric (Rubber Fender), V-shape, V400H
Pneumatic, Fender pile, etc.
Kapasitas Perlu analisis Perlu analisis -
Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi

Fasilitas tambat
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Single Pillar 10 bh Memenuhi
- Tee head 2 bh
Jarak Kapal penumpang 750 DWT Jarak 8 m Memenuhi
Jarak bollard max : 15,0 m
Jumlah Kapal penumpang 750 GRT Jumlah : 12 buah Memenuhi
Jumlah bollard min : 4 buah
Kapasitas Berth line : 250 kN - -
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang dan pipa Memenuhi
baja komposit
Kondisi Baik Baik Memenuhi

2. Perawatan Fasilitas Dermaga

Pelabuhan Penyeberangan Rambang dikelola oleh Dinas Perhubungan


Kota Palangkaraya. Sama halnya dengan Pelabuhan Penyeberangan
Palembang, terkait perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada prosedur
yang baku dalam pemeliharaan fasilitas-fasilitas pelabuhan termasuk
pemeliharaan fasilitas dermaga.

5 - 19
Kondisi fasilitas dermaga di Pelabuhan Penyeberangan Rambang dinilai
masih bagus/laik operasional, kecuali dermaga kayu perlu dilakukan
perbaikan atau revitalisasi. Sedangkan kondisi fasilitas sandar dan tambat
masih bagus.

Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat


standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan
dapat terjaga dengan baik.

3. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Penyeberangan Rambang


menggunakan 2 unit ponton dengan panjang dan lebar kedua ponton
masing-masing yaitu 10 m dan 5 m dan terbuat dari kayu. Adakalanya 1
ponton tidak dapat digunakan karena kandas saat perairan dalam kondisi
surut, sehingga dinilai kurang laik operasi. Sementara untuk sandar di
ponton yang lainnya, kapal-kapal juga mengalami kesulitan dikarenakan
kedalaman kolam tidak mencukupi bagi draft kapal.

Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap


nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya terkait dengan
dimensi ponton sudah cukup memadai. Namun mengingat kolam di areal
ponton sangat dangkal menjadikan kapal-kapal sulit untuk sandar.

4. Fasilitas Alur Pelayaran

Pelabuhan Rambang berada di Sungai Kahayan dengan alur pelayaran


yang cukup lebar dan dalam. Namun demikian mengingat sifat sungai
yang merupakan sungai pasang surut dengan beda pasang surut hingga 4
m, menjadikan alur pelayaran pada beberapa tempat pada musim-musim
kemarau menjadi dangkal dan tidak dapat digunakan untuk kegiatan
pelayaran terutama bagi kapal-kapal angkutan sungai yang cukup besar.
Permasalahan lain yaitu terjadinya sedimentasi yang cukup tinggi.

5 - 20
Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap para
nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya alur pelayaran
Sungai Kahayan kurang aman dan tidak cukup memadai.

D. Pelabuhan Danau Ajibata

1. Fasilitas Sandar dan Tambat

Di Pelabuhan Penyeberangan Ajibata tidak tersedia fasilitas sandar. Hal


ini mengingat kondisi perairan di areal lokasi pelabuhan yang cukup
tenang.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 6 buah terbuat


dari pipa baja komposit. Seluruh bollard dalam kondisi baik/laik operasi.

Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap


nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa terkait dengan fasilitas sandar
dan tambat kapal pada intinya dapat disimpulkan bahwa meskipun tidak
ada fasilitas sandar, proses/manuver sandar kapal cukup aman dan tidak
mengalami kesulitan.

2. Perawatan Fasilitas Dermaga

Pelabuhan Penyeberangan Ajibata dikelola oleh swasta yaitu PT Gunung


Hijau Megah. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada
prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas
pelabuhan.

Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat


standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan
dapat terjaga dengan baik.

3. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Ajibata berupa 2 unit plengsengan.


Plengsengan I dengan panjang dan lebar masing-masing yaitu 6,5 m dan

5 - 21
6,1 m, sedangkan panjang dan lebar Plengsengan II yaitu 5,0 m dan 5,5
m.

Konstruksi plengsengan terbuat dari pasangan batu kali dengan kondisi


kurang memenuhi persyaratan. Hal ini dapat terlihat dari kondisi
konstruksi yang tidak masive dan terlihat rusak.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan


Penyeberangan Danau Toba, Ajibata yaitu sebagai berikut:

Prasarana bongkar muat I


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 1,5 m Plengsengan Memenuhi
Tipe : Plengsengan, MB dan
Ponton
Lebar Kapal 300 GRT – 500 GRT 6.1 m Tidak
Lebar plengsengan min: 8 m Memenuhi
Batas 10% >10% Tidak
Kelandaian Memenuhi
Kapasitas 45 ton rusak Tidak
Memenuhi

Prasarana bongkar muat II


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 1,5 m Plengsengan Memenuhi
Tipe : Plengsengan, MB dan
Ponton
Lebar Kapal 300 GRT-500 GRT 5,5 m Tidak
Lebar plengsengan min: 8 m Memenuhi
Batas 10% >10% Tidak
Kelandaian Memenuhi
Kapasitas 45 ton rusak Tidak
Memenuhi

4. Fasilitas Alur Pelayaran

Pelabuhan Ajibata berada di Danau Toba dengan alur pelayaran yang


cukup lebar dan dalam. Fasilitas alur yang ada cukup aman bagi kapal-
kapal penyeberangan yang saat ini beroperasi di perairan Danau Toba.

Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap


nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya tidak ada
permasalahan terkait dengan kondisi alur, kecuali adanya lalu lintas
perahu motor/kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur yang dapat

5 - 22
mengganggu operasional kapal. Disamping itu tidak adanya lampu mercu
suar di pelabuhan.

E. Pelabuhan Danau Simanindo

1. Fasilitas Sandar dan Tambat

Sama halnya dengan Pelabuhan Penyeberangan Ajibata, Pelabuhan


Penyeberangan Simanindo juga tidak tersedia fasilitas sandar.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 2 buah terbuat


dari pipa baja komposit. Seluruh bollard duduk di atas mooring dolphin
dan dalam kondisi baik/laik operasi.

2. Perawatan Fasilitas Dermaga

Pelabuhan Penyeberangan Simanindo dikelola oleh KSO Dinas


Perhubungan Provinsi Sumatera Utara dan PT. Pembangunan Prasarana
Sumatera Utara. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada
prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas
pelabuhan.

Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat


standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan
dapat terjaga dengan baik.

3. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Simanindo berupa plengsengan.


Dengan panjang 13 m dan lebar 10 m.

Konstruksi plengsengan terbuat dari beton bertulang di atas tiang pipa


baja. Kondisi plengsengan baik dan laik operasi.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan


Penyeberangan Danau Toba, Nainggolan yaitu sebagai berikut:

5 - 23
Prasarana bongkar muat
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 1,5 m Plengsengan Memenuhi
Tipe : Plengsengan, MB dan
Ponton
Lebar Kapal LCT 246 GRT 10 m Memenuhi
Lebar plengsengan min: 7 m
Batas 10% Panjang 13 m Tidak
Kelandaian Kemiringan >10% Memenuhi
Kapasitas 20 ton 20 ton Memenuhi

4. Fasilitas Alur Pelayaran

Kondisi alur sama halnya dengan Pelabuhan Ajibata, yaitu dapat


dijelaskan sebagai berikut.

Pelabuhan Simanindo berada di Danau Toba dengan alur pelayaran yang


cukup lebar dan dalam. Fasilitas alur yang ada cukup aman bagi kapal-
kapal penyeberangan yang saat ini beroperasi.

Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap


nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya tidak ada
permasalahan terkait dengan kondisi alur, kecuali adanya lalu lintas
perahu motor/kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur yang dapat
mengganggu operasional kapal. Disamping itu tidak adanya lampu mercu
suar di pelabuhan.

F. Pelabuhan Danau Nainggolan

1. Fasilitas Sandar dan Tambat

Sama halnya dengan Pelabuhan Penyeberangan Ajibata dan Simanindo,


Pelabuhan Penyeberangan Nainggolan juga tidak tersedia fasilitas sandar.

Sedangkan fasilitas tambat yaitu bollard tersedia sebanyak 2 buah terbuat


dari pipa baja komposit. Seluruh bollard duduk di atas mooring dolphin
dan dalam kondisi baik/laik operasi.

5 - 24
2. Perawatan Fasilitas Dermaga

Pelabuhan Penyeberangan Simanindo dikelola oleh KSO Dinas


Perhubungan Provinsi Sumatera Utara dan PT. Pembangunan Prasarana
Sumatera Utara. Dalam upaya perawatan fasilitas pelabuhan, belum ada
prosedur yang baku terkait dengan pemeliharaan fasilitas-fasilitas
pelabuhan.

Terkait dengan perawatan fasilitas dermaga kiranya perlu untuk dibuat


standar prosedur perawatan pelabuhan agar kondisi fasilitas pelabuhan
dapat terjaga dengan baik.

3. Fasilitas Bongkar Muat

Fasilitas bongkar muat di Pelabuhan Nangolan berupa plengsengan


dengan panjang 12 m dan lebar 10 m.

Konstruksi plengsengan terbuat dari beton bertulang di atas tiang pancang


pipa baja. Kondisi plengsengan baik dan laik operasi.

Penilaian terhadap persyaratan prasarana bongkar muat di Pelabuhan


Penyeberangan Danau Toba, Naingolan yaitu sebagai berikut:

Prasarana bongkar muat


Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 1,5 m Plengsengan Memenuhi
Tipe : Plengsengan, MB dan
Ponton
Lebar Kapal LCT 206 GRT 10 m Memenuhi
Lebar plengsengan min: 7 m
Batas 10% Panjang 12 m Tidak
Kelandaian Kemiringan >10% Memenuhi
Kapasitas 20 ton 20 ton Memenuhi

4. Fasilitas Alur Pelayaran

Pelabuhan Simanindo berada di Danau Toba dengan alur pelayaran yang


cukup lebar dan dalam sama halnya dengan Pelabuhan Ajibata dan
Simanindo. Fasilitas alur yang ada cukup aman bagi kapal-kapal
penyeberangan yang saat ini beroperasi, kecuali gangguan pelayaran
dengan adanya lalu lintas kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur ini.

5 - 25
Hasil dari wawancara maupun pengisian quisioner terhadap nakhoda
kapal, tidak jauh berbeda dengan yang di Ajibata maupun Simanindo,
yaitu pada intinya tidak ada permasalahan terkait dengan kondisi alur,
kecuali adanya lalu lintas perahu motor/kapal-kapal rakyat yang
beroperasi di alur yang dapat mengganggu operasional kapal. Disamping
itu tidak adanya lampu mercu suar di pelabuhan.

5 - 26
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004. Tentang


Pemerintahan Daerah;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000. Tentang


Standardisasi Nasional;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2010. Tentang


Angkutan di Perairan;

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009. Tentang


Kepelabuhanan;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 53 Tahun 2002. Tentang Tatanan


Kepelabuhanan Nasional;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 73 Tahun 2004. Tentang


Penyelenggaraan Angkutan Sungai Dan Danau;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 32 Tahun 2001. Tentang


Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan;

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 52 Tahun 2004. Tentang


Penyelenggaraan Pelabuhan Penyeberangan;

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 68 Tahun 2011. Tentang Alur


Pelayaran Di Laut;

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM. 81 Tahun 2011. Tentang Standar


Pelayanan Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah
Kabupaten/Kota;

International Maritime Organization (IMO);

Permanent International Association of Navigation Congress (PIANC). 2002.

Guidelines for The Design of Fender Sysem;


British Standard. BS 6349-1. 2000. Maritime Structure Part-1: Code of Practice
for General Criteria;

British Standard, BS 6349-4. 1994. Maritime Structure Part-4: Fendering And


Mooring;

British Standard, BS 6349-7. 1991. Maritime Structure Part-7: Guide to the


design and construction of breakwater;

British Standard, BS 6349-8. 2007. Maritime Structure Part-8: Code of Practice


for The Design of Ro Ro Ramps, Linkspans dan Walkways;

US Army. Engineer Waterways Experiment Station. 1984. Shore Protection


Manual-Volume II. Washington DC;

The Overseas Coastal Area Development Institute of Japan.2009. Technical


Standards And Commentaries For Port And Harbour Facilities In Japan;

Maritime Sector Development Programme. DGSC. 1991. Standard Design


Criteria for Ports in Indonesia;

Japan International Cooperation Agency. 1993. The Development Study on The


Nationwide Ferry Service Routes in The Republic of Indonesia;

Thoresen, Carl A. 2003. Port Designer’s Handbook: Recommendations And


Guidelines. Thomas Telford Ltd. London;

Liu, Zhou. and Burcharth, Hans F. 1999. Port Engineering. Laboratoriet for
Hydraulik Havnebigning. Aalborg Universitet;

Direktorat Pelabuhan dan Pengerukan. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.


2002. Pedoman Teknis Rencana Induk Pelabuhan;

Sofwan, Ananta. 2008. Rencana Pembangunan Dermaga Penyeberangan Merak.


Artikel LLASDP. Info Hubdat;

Soenarno, AS,HR. 2004. Perencanaan Pelabuhan I. Jurusan Teknik Sipil. Institut


Sains Dan Teknologi Nasional. Jakarta.

Triatmodjo, Bambang. 1999. Teknik Pantai. Beta Offset.

Anda mungkin juga menyukai