PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1-1
Sehubungan dengan permasalahan dan ketentuan di atas, maka dipandang perlu
dilakukan studi penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi
sungai, danau dan penyeberangan untuk mewujudkan transportasi sungai, danau
dan penyeberangan yang efektif, efisien, aman, cepat, lancar, tertib, teratur dan
nyaman dengan standar prasarana yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
B. Rumusan Masalah
1-2
D. Manfaat Studi
1-3
g) Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan sungai dan danau; yaitu
plengsengan, ponton dan movable bridge
h) Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan penyeberangan; yaitu
plengsengan, ponton dan movable bridge
i) Standar fasilitas alur pelayaran angkutan sungai dan danau; yaitu lebar,
kedalaman dan air draft (ruang bebas udara)
j) Standar fasilitas alur pelayaran angkutan penyeberangan; yaitu lebar,
kedalaman dan air draft (ruang bebas udara)
5) Pengumpulan data pada kegiatan ini dilakukan di Medan, Palembang,
Palangkaraya dan Merak.
1-4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Selama ini tugas pokok dan fungsi Direktorat LLASDP Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat tidak hanya membina kapal pada penyeberangan jarak dekat,
akan tetapi juga jarak jauh. Terkait domain regulasi keselamatan pelayaran
menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perhubungan Laut. Dengan adanya
kewenangan dan tanggung jawab yang berbeda dalam penyelenggaran angkutan
SDP, maka perlu adanya standar prasarana transportasi SDP agar pelayanan
transportasi terkait keselamatan, keamanan dan kenyamanan terhadap masyarakat
lebih terjamin dan menjadi perhatian semua pihak yang terkait.
2-2
g. Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan sungai dan danau;
meliputi standar untuk konstruksi plengsengan, ponton dan movable
bridge;
h. Standar fasilitas bongkar muat untuk angkutan penyeberangan; meliputi
standar untuk konstruksi plengsengan, ponton dan movable bridge;
i. Standar fasilitas alur pelayaran angkutan sungai dan danau; meliputi
standar terhadap lebar alur, kedalaman alur dan air draft (ruang bebas)
untuk kapal yang beroperasi;
j. Standar fasilitas alur pelayaran angkutan penyeberangan; meliputi
standar terhadap lebar alur, kedalaman alur dan air draft (ruang bebas)
untuk kapal yang beroperasi;
5. Pengumpulan data untuk kegiatan ini dilakukan di Merak, Palembang, Medan
dan Palangkaraya.
Adapun indikator keluaran dari studi ini sebagaimana tertuang dalam kerangka
acuan kerja adalah satu paket laporan, dengan keluaran berupa 4 (empat) laporan
studi yang terdiri dari Laporan Pendahuluan, Laporan Antara, Rancangan
Laporan Akhir dan Laporan Akhir. Laporan akhir terdiri dari laporan studi
penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi dan 10 (sepuluh)
naskah akademik konsep standardisasi di bidang prasarana transportasi SDP.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disusun suatu diagram kerangka pikir
studi sebagaimana dalam Gambar 2.1 berikut.
2-3
PERMASALAHAN
ACUAN KEGIATAN
1) UU No. 17 Tahun 2008 1) Inventarisasi kegiatan-kegiatan bidang
2) UU No. 34 Tahun 2004 transportasi SDP;
3) PP No. 102 Tahun 2000 2) Menginventarisir dan mengevaluasi kebijakan
4) PP No. 20 Tahun 2010 di bidang prasarana transportasi SDP.
5) PP No. 61 Tahun 2009 3) Melakukan inventarisasi kebutuhan standar di
6) IMO bidang prasarana transportasi SDP.
7) KM. 53 Tahun 2002 4) Melakukan Benchmarking / studi literatur /
8) KM. 73 Tahun 2004 studi banding tentang prasarana Sungai,
9) KM. 32 Tahun 2001 Danau dan Penyeberangan negara lain.
10) KM. 52 Tahun 2004 5) Menyusun rancangan 10 naskah akademik
11) PM. 81 Tahun 2011 konsep standar di bidang prasarana
transportasi SDP
KELUARAN
10 (sepuluh) rancangan naskah
akademis konsep standar di bidang
prasarana transportasi SDP
HASIL
mendapatkan tingkat efektivitas dan
keselamatan pelayanan operasional di
bidang transportasi sungai, danau dan
penyeberangan
2-4
terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselematan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan lingkungan hidup dan
teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan
datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-sebesarnya.
2) Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan
merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan
semua pihak.
3) Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah standar yang ditetapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional dan berlaku secara nasional.
4) Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan
menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, anjir,
kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan
yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau.
5) Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang dilakukan untuk melayani
lintas penyeberangan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang
menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang terputus
karena adanya perairan, dan mengangkut penumpang dan kendaraan berserta
muatannya.
6) Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan
kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar,
berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang
dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda
transportasi.
7) Kepelabuhanan meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan
penyelenggaraan pelabuhan dan kegiatan lainnya dalam melaksanakan
fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan dan ketertiban
arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan berlayar,
tempat perpindahan intra dan/atau antar moda serta mendorong
perekonomian nasional dan daerah.
2-5
8) Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani
kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di
laut atau di sungai.
9) Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk
melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau.
10) Pelabuhan Penyeberangan adalah pelabuhan umum untuk kegiatan angkutan
penyeberangan.
11) Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan
tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu
dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang.
12) Kolam Pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk
kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal.
13) Kolam Sandar adalah perairan yang merupakan bagian dari kolam pelabuhan
yang digunakan untuk kepentingan operasional menyandarkan/menambatkan
kapal di dermaga.
14) Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari.
2-6
d. Penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;
e. Tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan
f. Mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara.
2) Pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan pengusahaan.
3) Jenis pelabuhan terdiri atas:
a. Pelabuhan Laut yang digunakan untuk melayani angkutan laut dan/atau
angkutan penyeberangan.
b. Pelabuhan Sungai dan Danau.
Fasilitas pelabuhan yang terdiri dari fasilitas pokok dan fasilitas penunjang
sebagaimana tersebut di atas meliputi:
Fasilitas Pokok :
a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. Kolam pelabuhan;
c. Fasilitas sandar kapal;
d. Penimbangan muatan;
e. Terminal penumpang;
f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan jasa;
h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (Bunker);
i. Instalasi air, listrik dan komunikasi;
j. Akses jalan dan atau rel kereta api;
k. Fasilitas pemadam kebakaran;
l. Tempat tunggu kendaran bermotor sebelum naik ke kapal.
2-7
Fasilitas penunjang:
a. Kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan;
b. Tempat penampungan limbah;
c. Fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan;
d. Area pengembangan pelabuhan.
2-8
b. Kendaraan: 250-500 unit/hari;
2. Frekuensi: 6-12 trip/hari;
3. Dermaga: 500-1000 GRT;
4. Waktu operasi: 6-12 jam/hari;
5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. Kolam pelabuhan;
c. Fasilitas sandar kapal;
d. Fasilitas penimbangan muatan;
e. Terminal penumpang;
f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan
jasa;
h. Fasilitas penyimpanan bahan bakar (bunker);
c. Pelabuhan Penyeberangan Kelas III, dengan kriteria:
1. Volume angkutan:
a. Penumpang: < 1000 orang/hari;
b. Kendaraan: < 250 unit/hari;
2. Frekuensi: < 6 trip/hari;
3. Dermaga: < 500 GRT;
4. Waktu operasi: < 6 jam/hari;
5. Fasilitas pokok sekurang-kurangnya meliputi:
a. Perairan tempat labuh termasuk alur pelayaran;
b. Kolam pelabuhan;
c. Fasilitas sandar kapal;
d. Fasilitas penimbangan muatan;
e. Terminal penumpang;
f. Akses penumpang dan barang ke dermaga;
g. Perkantoran untuk kegiatan perkantoran pemerintahan dan pelayanan
jasa;
Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan (UU No. 17 Tahun
2008 dan PP No. 61 Tahun 2009). Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan
2-9
ruang pelabuhan berupa peruntukan tata guna tanah dan perairan di Daerah
Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan. Rencana
Induk Pelabuhan meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan perairan yang
disusun berdasarkan kriteria kebutuhan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.
Hal ini sebagaimana ketentuan dalam PP No. 61 Tahun 2009 pasal 24 s.d pasal
27 dan KM 52 Tahun 2004 pasal 6, sebagai berikut:
(1) Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai
dan danau disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:
1) dermaga;
2) lapangan penumpukan;
3) terminal penumpang;
4) fasilitas penampungan dan pengolahan limbah;
5) fasilitas bunker;
6) fasilitas pemadam kebakaran; dan
7) fasilitas penanganan Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3).
b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:
1) perkantoran;
2) fasilitas pos dan telekomunikasi;
3) fasilitas pariwisata;
4) nstalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
5) jaringan jalan dan rel kereta api;
6) jaringan air limbah, drainase, dan sampah;
7) areal pengembangan pelabuhan;
8) tempat tunggu kendaraan bermotor;
9) kawasan perdagangan;
10) kawasan industri; dan
11) fasilitas umum lainnya.
(2) Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai
dan danau disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:
1) alur-pelayaran;
2 - 10
2) areal tempat labuh;
3) areal untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal;
4) areal untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya dan
Beracun (B3); dan
5) areal untuk kapal pemerintah.
b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:
1) areal untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
2) areal untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan
3) areal untuk keperluan darurat.
(3) Rencana Peruntukan Wilayah Daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut
serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan, disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:
1) terminal penumpang;
2) penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang);
3) jalan penumpang keluar/masuk kapal (gang way);
4) perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa;
5) fasilitas bunker;
6) instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;
7) akses jalan dan/atau jalur kereta api;
8) fasilitas pemadam kebakaran; dan
9) tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor sebelum naik ke
kapal.
b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:
1) kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa
kepelabuhanan;
2) tempat penampungan limbah;
3) fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan;
4) areal pengembangan pelabuhan; dan
5) fasilitas umum lainnya.
2 - 11
(4) Rencana Peruntukan Wilayah Perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut
serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk
melayani angkutan penyeberangan, disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:
a. Fasilitas Pokok, yang meliputi:
1) alur-pelayaran;
2) fasilitas sandar kapal;
3) perairan tempat labuh; dan
4) kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal.
b. Fasilitas Penunjang, yang meliputi:
1) perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;
2) perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;
3) perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);
4) perairan untuk keperluan darurat;
5) perairan untuk kapal pemerintah.
Adapun dasar perhitungan dalam penetapan kebutuhan lahan daratan dan perairan
dalam Rencana Induk Pelabuhan Penyeberangan, digunakan formula pendekatan
sebagaimana dalam Lampiran II KM 52 Tahun 2004 sebagai berikut:
2 - 12
menyeberang
a : Luas areal yang dibutuhkan untuk satu kendaraan
(m2)
n : Jumlah kendaraan dalam satu kapal
Truk 8T = 60 m2
Truk 4T = 45 m2
Truk 2T = 25 m2
Kendaraan Penumpang = 25 m2
N : Jumlah kapal datang/berangkat pada saat
bersamaan
x : Rata-Rata Pemanfatan (1,0)
y : Rasio Konsentrasi (1,0 – 1,6)
3 Areal Parkir A = a*n1*N*x*y*z*1/n2
Kendaraan Dimana :
Antar/Jemput A : Luas total areal parkir untuk kendaraan
antar/jemput
a : Luas areal yang dibutuhkan untuk satu kendaraan
(m2)
n1 : Jumlah penumpang dalam satu kapal
n2 : Jumlah penumpang tiap kendaraan
(rata-rata 8 orang/unit)
N : Jumlah kapal datang/berangkat pada saat
bersamaan
x : Rata-rata pemanfaatan (1,0)
y : Ratio konsentrasi (1,0 – 1,6)
z : Rata-rata pemanfaatan kendaraan
(1,0 = Seluruh penumpang meninggalkan terminal
dengan kendaraan)
4 Areal Fasilitas Bahan Kebutuhan areal untuk tempat penampungan BBM
Bakar dihitung berdasarkan kebutuhan BBM per hari
5 Areal Fasilitas Air Kebutuhan areal untuk fasilitas Air Bersih dihitung
Bersih berdasarkan kebutuhan Air Bersih per hari
6 Areal Generator Kebutuhan areal untuk Generator didasarkan pada
standar kebutuhan ruang untuk fasilitas listrik seluas 150
m2
7 Areal Terminal Kebutuhan areal untuk Terminal Angkutan Umum dan
Angkutan Umum dan Parkir dihitung berdasarkan daya tampung mobil yang
Parkir masuk dan berhenti di terminal.
8 Areal Fasilitas Kebutuhan ruang Fasilitas Peribadatan didasarkan pada
Peribadatan kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas sosial
untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2
9 Areal Fasilitas Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Kesehatan didasarkan
Kesehatan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas
sosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2
10 Areal Fasilitas Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Perdagangan didasarkan
Perdagangan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum dan fasilitas
sosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu seluas 60m2
11 Areal Fasilitas Pos dan Kebutuhan ruang untuk Fasilitas Pos dan Telekomunikasi
Telekomunikasi didasarkan pada kebutuhan ruang untuk fasilitas umum
dan fasilitas sosial untuk 250 penduduk pendukung yaitu
seluas 60m2
Sumber : Departemen Perhubungan RI. Lampiran II KM. 52 Tahun 2004.
2 - 13
Tabel 2.2. Dasar Perhitungan Kebutuhan Lahan Perairan untuk Kegiatan
Pelayanan Jasa/Operasional Langsung.
NO NAMA AREA FORMULASI PENDEKATAN
2 - 14
Pembangunan pelabuhan sungai dan danau oleh penyelenggara pelabuhan
dilakukan setelah diperolehnya ijin yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan
kepada bupati/walikota. Pengajuan ijin tersebut harus memenuhi persyaratan
teknis kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan.
2 - 15
b). hasil studi keselamatan pelayaran mengenai rencana penempatan
sarana bantu navigasi pelayaran, alur pelayaran, dan kolam
pelabuhan.
3) analisis mengenai dampak lingkungan yang telah disahkan oleh
pejabat yang berwenang.
b. bukti penguasaan hak atas tanah dan perairan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
c. memiliki persetujuan penetapan lokasi pelabuhan penyeberangan;
d. memiliki rencana induk pelabuhan penyeberangan yang telah ditetapkan;
e. disain teknis pelabuhan penyeberangan yang telah disetujui oleh Direktur
Jenderal;
f. keputusan penetapan lintas penyeberangan.
(2) Untuk melakukan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
penyelenggara pelabuhan penyeberangan mengajukan permohonan kepada :
a. Direktur Jenderal untuk pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan
antar negara;
b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota;
c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan lintas dalam
kabupaten/kota.
(3) Keputusan pelaksanaan pembangunan pelabuhan penyeberangan ditetapkan
oleh :
a. Direktur Jenderal untuk pelabuhan penyeberangan lintas propinsi dan
antar negara;
b. Gubernur untuk pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota;
c. Bupati/Walikota untuk pelabuhan penyeberangan lintas dalam
kabupaten/kota.
(4) Penetapan keputusan pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dalam waktu selambat-lambatnya 21 (dua puluh satu) hari
kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.
(5) Penolakan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) disampaikan
secara tertulis dengan disertai alasan penolakan.
2 - 16
(6) Bentuk permohonan dan penolakan/persetujuan pembangunan pelabuhan
penyeberangan sebagaimana contoh 7, contoh 8 dan contoh 9 pada Lampiran
III Keputusan ini.
2 - 17
(3) Dalam penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan, penerapannya
didasarkan pada rencana desain konstruksi untuk fasilitas pokok dan fasilitas
penunjang.
(4) Fasilitas pelabuhan dirancang sesuai dengan kapasitas kemampuan pelayanan
sandar dan tambat di pelabuhan termasuk penggunaan jenis peralatan yang
akan digunakan di pelabuhan.
Lebih lanjut dalam Pasal 66 ayat 1 dan ayat 5 UU No. 20 Tahun 2010 disebutkan
bahwa:
1) Penempatan kapal yang akan dioperasikan pada setiap lintas penyeberangan
harus memenuhi persyaratan:
a. spesifikasi teknis lintas
b. spesifikasi teknis kapal
c. persyaratan pelayanan minimal angkutan penyeberangan
d. fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal pelabuhan
e. keseimbangan antara penyedia dan pengguna jasa angkutan
2) Fasilitas pelabuhan laut yang digunakan untuk melayani angkutan
penyeberangan atau terminal penyeberangan, paling sedikit meliputi:
a. jumlah dan jenis fasilitas sandar kapal
b. kolam pelabuhan
c. fasilitas naik turun penumpang dan kendaraan.
Demikian halnya dalam KM No. 73 Tahun 2004 pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa
setiap kapal yang melayani angkutan sungai dan danau, wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan teknis/kelaikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
2 - 18
b. memiliki fasilitas sesuai dengan spesifikasi teknis prasarana pelabuhan pada
trayek yang dilayani;
c. memiliki awak kapal sesuai dengan ketentuan persyaratan pengawakan untuk
kapal sungai dan danau;
d. memiliki fasilitas utama dan atau fasilitas pendukung baik bagi kebutuhan
awak kapal maupun penumpang, barang dan atau hewan, sesuai dengan
persyaratan teknis yang berlaku;
e. mencantumkan identitas perusahaan/pemilik dan nama kapal yang
ditempatkan pada bagian kapal yang mudah dibaca dari samping kiri dan
kanan kapal;
f. Mencantumkan informasi/petunjuk yang diperlukan dengan menggunakan
bahasa Indonesia.
2 - 19
g. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian
pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan
dengan sertifikat.
2 - 20
penelitian pemenuhan persyaratan kelayakan operasi pelabuhan
penyeberangan yang dituangkan dalam berita acara.
(5) Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya, berdasarkan
hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) selambat-lambatnya 14
(empat belas) hari kerja menetapkan diterima atau ditolak permohonan
pengoperasian.
(6) Bentuk permohonan, penolakan/persetujuan pengoperasian pelabuhan
penyeberangan sebagaimana Contoh 10, Contoh 11, Contoh 12 pada
Lampiran III Keputusan ini.
Tabel 2.3 Standar Pelayanan Minimal Sub Sektor Perhubungan Darat Bidang
Lalu Lintas dan Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan
KEWENANGAN JENIS STANDAR KETERANGAN
NO
WAJIB PELAYANAN
KABUPATEN/KOTA MINIMAL
2 - 21
1. Untuk pelabuhan sungai dan danau yang
dilengkapi movable bridge, komponen-
komponen yang diteliti adalah:
- fender
- frontal frame
- dinding dermaga
- mooring dolphin
- catwalk
- breasting dolphin
- trestle
- causeway
- bolder
- movable bridge
- gangway (jika ada)
- boarding bridge (jika ada)
- elevated side ramp (jika ada)
2. Untuk pelabuhan sungai dan danau yang
menggunakan ponton, terdiri dari:
- ponton
- jembatan penghubung ke ponton
- dinding dermaga
- mooring dolphin
- catwalk
- breasting dolphin
- trestle
- bolder
- fender
- frontal frame,
- dsb.
3. Untuk pelabuhan sungai dan danau yang
menggunakan plengsengan, terdiri dari:
- plengsengan
- dinding dermaga
- mooring dolphin
- catwalk
- breasting dolphin
- trestle
- fender
- frontal frame
- bolder, dsb.
b. Areal Parkir.
c. Gedung Administrasi/Terminal Penumpang
d. Jalan Akses.
Semua fasilitas yang ada sebagaimana
disebutkan di atas harus diteliti/diperiksa sesuai
spesifikasi teknis yang ditetapkan pada saat
pembangunan.
2. Penyiapan - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan
kebutuhan administrasi serta menyusun program
administrasi pengadaannya guna mendukung: administrasi
kepegawaian, administrasi keuangan, pelaporan
dsb.
- Kebutuhan administrasi meliputi:
alat tulis kantor
mesin ketik
mesin hitung
tiket
komputer, dsb.
- Pengadaan barang yang dibutuhkan harus
disesuaikan dengan kemampuan keuangan.
3. Penyiapan - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan
kebutuhan SDM SDM, baik untuk petugas kantor maupun
petugas lapangan.
- Untuk petugas kantor minimal mempunyai latar
belakang pendidikan SMA atau lainnya yang
sederajat.
- Untuk petugas lapangan, seperti:
Kepala Divisi Teknik (minimal D3 LLASDP)
Kepala Divisi Operasi (minimal D3 LLASDP)
Pengatur lalu lintas di darat dan di kapal,
minimal mempunyai latar pendidikan STM atau
SMA dan lainnya yang sederajat.
2 - 22
Operator movable bridge, minimal STM
jurusan mesin.
4. Penyiapan alat - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan alat
bantu operasional bantu operasional serta menyusun program
pengadaannya.
- Alat bantu operasional meliputi:
Papan pengumuman
Rambu-rambu
Pengeras suara
Telepon, radio komunikasi dll.
5. Penyiapan jadwal - Menyusun jadwal keberangkatan dan
keberangkatan kedatangan kapal yang disesuaikan dengan
dan kedatangan demand dan supply angkutan serta jarak lintasan
kapal dan kecepatan kapal.
- Menetapkan waktu bongkar muat.
6. Penyiapan Menyusun rencana kegiatan rutin perawatan dan
program perawatan harian, mingguan, bulanan dan tahunan
perawatan dan terhadap fasilitas pelabuhan yang ada termasuk
pemeliharaan kebersihan lingkungan dan upaya pemantauan dan
pengelolaan lingkungan.
7. Pelaksanaan rutin Melaksanakan semua kegiatan sesuai rencana
perawatan dan kegiatan yang telah disusun.
pemeliharaan
8. Evaluasi Secara periodik dilakukan evaluasi kinerja
penyelenggaraan pelabuhan sungai dan danau sekurang-kurangnya
pelabuhan sungai 1 (satu) tahun sekali oleh Kabupaten/Kota
dan danau
9. Sistem informasi Secara berkala paling lama setiap 6 (enam) bulan
manajemen memberikan laporan kinerja pelabuhan yang
pengelolaan meliputi:
pelabuhan sungai 1) Realisasi angkutan (jumlah kunjungan kapal,
dan danau tarif, jadwal, penumpang, barang).
2) Kondisi fasilitas dan peralatan.
3) Ratio pendapatan dan pengeluaran.
2 - 23
- boarding bridge (jika ada)
- elevated side ramp (jika ada)
2. Untuk pelabuhan penyeberangan yang
menggunakan ponton, terdiri dari:
- ponton
- jembatan penghubung ke ponton
- dinding dermaga
- mooring dolphin
- catwalk
- breasting dolphin
- trestle
- bolder
- fender
- frontal frame
- dsb.
3. Untuk pelabuhan penyeberangan yang
menggunakan plengsengan, terdiri dari:
- plengsengan
- dinding dermaga
- mooring dolphin
- catwalk
- breasting dolphin
- trestle
- fender
- frontal frame
- bolder
- dsb.
b. Areal Parkir.
c. Gedung Administrasi/Terminal Penumpang
d. Jalan Akses.
Semua fasilitas yang ada sebagaimana
disebutkan di atas harus diteliti/diperiksa sesuai
spesifikasi teknis yang ditetapkan pada saat
pembangunan.
2. Penyiapan - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan
kebutuhan administrasi serta menyusun program
administrasi pengadaannya guna mendukung: administrasi
kepegawaian, administrasi keuangan, pelaporan
dsb.
- Kebutuhan administrasi meliputi:
alat tulis kantor
mesin ketik
mesin hitung
tiket
komputer
dsb.
- Pengadaan barang yang dibutuhkan harus
disesuaikan dengan kemampuan keuangan.
3. Penyiapan - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan
kebutuhan SDM SDM, baik untuk petugas kantor maupun
petugas lapangan.
- Untuk petugas kantor minimal mempunyai latar
belakang pendidikan SMA atau lainnya yang
sederajat.
- Untuk petugas lapangan, seperti:
Kepala Divisi Teknik (minimal D3 LLASDP)
Kepala Divisi Operasi (minimal D3 LLASDP)
Pengatur lalu lintas di darat dan di kapal,
minimal mempunyai latar pendidikan STM atau
SMA dan lainnya yang sederajat.
Operator movable bridge, minimal STM
jurusan mesin.
4. Penyiapan alat - Melakukan inventarisasi terhadap kebutuhan alat
bantu operasional bantu operasional serta menyusun program
pengadaannya.
- Alat bantu operasional meliputi:
Papan pengumuman
Rambu-rambu
Pengeras suara
Telepon, radio komunikasi dll.
5. Penyiapan jadwal - Menyusun jadwal keberangkatan dan
keberangkatan kedatangan kapal yang disesuaikan dengan
2 - 24
dan kedatangan demand dan supply angkutan serta jarak lintasan
kapal dan kecepatan kapal.
- Menetapkan waktu bongkar muat.
6. Penyiapan Menyusun rencana kegiatan rutin perawatan dan
program perawatan harian, mingguan, bulanan dan tahunan
perawatan dan terhadap fasilitas pelabuhan yang ada termasuk
pemeliharaan kebersihan lingkungan dan upaya pemantauan dan
pengelolaan lingkungan.
7. Pelaksanaan rutin Melaksanakan semua kegiatan sesuai rencana
perawatan dan kegiatan yang telah disusun.
pemeliharaan
8. Evaluasi Secara periodik dilakukan evaluasi kinerja
penyelenggaraan pelabuhan penyeberangan sekurang-kurangnya 1
pelabuhan (satu) tahun sekali oleh Kabupaten/Kota
penyeberangan
9. Sistem informasi Secara berkala paling lama setiap 6 (enam) bulan
manajemen memberikan laporan kinerja pelabuhan yang
pengelolaan meliputi:
pelabuhan sungai 1) Realisasi angkutan (jumlah kunjungan kapal,
dan danau tarif, jadwal, penumpang, barang).
2) Kondisi fasilitas dan peralatan.
3) Ratio pendapatan dan pengeluaran.
45 Pembangunan dan 1. Menyiapkan studi Studi kelayakan yang harus dilaksanakan meliputi:
pemeliharaan alur kelayakan a. survey hydrografi, bathymetri dan topografi serta
perairan daratan penyelidikan tanah.
b. survey, identifikasi dan inventarisasi angkutan
sungai.
c. survey angkutan sungai, meliputi antara lain:
asal tujuan, trayek dan jenis sarana.
d. analisis sosial ekonomi dan permintaan angkutan
sungai
e. analisis dan evaluasi kelayakan pembangunan
dan pemeliharaan alur.
f. kelestarian lingkungan/studi analisis mengenai
dampak lingkungan
Yang dimaksud dengan alur perairan daratan
adalah: sungai, danau, waduk, terusan dan kanal.
2. Menyiapkan Desain rinci meliputi:
desain rinci a. penetapan lokasi
b. tata letak
c. perhitungan konstruksi
d. gambar desain
e. rencana anggaran biaya
f. waktu pelaksanaan
Penetapan lokasi dan tata letak diperlukan dalam
hal pembangunan alur baru, antara lain:
pembangunan terusan baru, pembuatan sudetan,
pembangunan lock chamber dll.
3. Melaksanakan Pembangunan dan pemeliharaan alur perairan
pembangunan dan daratan:
pemeliharaan alur a. Mempertimbangkan:
perairan daratan 1) Rencana UmumTata Ruang (RUTR)
2) Keterpaduan inter dan antar moda transportasi
3) Pertumbuhan ekonomi
b. Memenuhi persyaratan teknis:
1) Standar keselamatan
2) Standar sarana dan prasarana
3) Standar Upaya Pengelolaan Lingkungan
(UPL) dan Rencana Kegiatan Pemantauan
Lingkungan (RKL)
4) Standar teknis pembangunan alur perairan
daratan, meliputi: kedalaman alur, lebar alur
dan ruang bebas udara.
5) Standar pemeliharaan alur.
4. Sosialisasi Sosialisasi pembangunan dan pemeliharaan alur
rencana dilaksanakan melalui papan informasi dan
pembangunan dan brosur/leaflet guna mendapat masukan dari
pemeliharaan alur masyarakat.
perairan daratan
51 Pengoperasian 1. Jumlah hari kerja Persyaratan pemberian persetujuan kelayakan
Pelabuhan SDP yang untuk pemberian operasi Pelabuhan Sungai, Danau dan
tidak diusahakan yang penetapan Penyeberangan yang tidak diusahakan:
2 - 25
melayani lintas dalam pengoperasian a. Persaratan Administrasi:
Kabupaten/Kota maksimal 14 1) Siap Administrasi berarti pelabuhan telah
(empat belas) hari diserahterimakan oleh Pempro kepada
kerja setelah Instansi terkait
permohonan 2) Siap Kerja berarti pelabuhan telah dilengkapi
diterima fasilitas kerja administrasi (meja, kursi, ATK,
radio komunikasi dan lain-lain)
3) Siap Personil berarti telah siap tenaga
operasional (Ka UPT, TU, operasional dan
fungsional) sesuai kelas pelabuhan.
Pelaksana kegiatan di pelabuhan SDP yang
tidak diusahakan sepenuhnya terdiri dari
instansi Pemerintah Daerah.
4) Siap Dana berarti telah mempunyai rencana
anggaran pembelanjaan operasional
pelabuhan
b. Persaratan Teknis:
1) Siap Teknis adalah dimana pelabuhan telah
melalui uji coba khusus maupun uji joba dalam
proses serah terima proyek dan telah sesuai
spesifikasi teknis
2) Siap Fasilitas adalah kelengkapan pelabuhan
atas fasilitas umum (fender, bollard, movable
bridge, lapangan parkir, listrik, rambu, dan
lain-lain)
3) Siap Tertib adalah kesiapan pelabuhan dalam
program kegiatan, program perawatan dan
program keamanan ketertiban.
2. Evaluasi prosedur Secara berkala dilakukan evaluasi (tiap bulan)
operasional untuk mengetahui tingkat kinerja operasi pelabuhan
pelabuhan dan dan pelayanan jasa di pelabuhan antara lain::
evaluasi 1. Realisasi angkutan (kendaraan, penumpang,
pelayanan jasa barang)
2. Realisasi pendapatan
3. Evaluasi indikator kinerja pelabuhan
Sumber : Departemen Perhubungan RI. PM No. 81 Tahun 2011.
Fasilitas sandar merupakan salah satu fasilitas pada dermaga yang berfungsi
sebagai pelindung dermaga dari benturan kapal saat merapat. Pada proses
merapatnya kapal di dermaga, kemungkinan akan terjadi benturan antara
kapal dengan dermaga yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada
dermaga atau kapal atau bahkan keduanya. Hal ini dikarenakan besarnya
energi yang dihasilkan pada saat kapal membentur dermaga, meskipun
kecepatan kapal saat merapat rendah. Semakin besar ukuran kapal pada
kecepatan merapat yang sama, maka energi yang dihasilkan akan semakin
besar. Untuk menghindari kemungkinan kerusakan pada dermaga maupun
kapal, maka dermaga dilengkapi dengan fasilitas sandar yang disebut fender
untuk menyerap energi tersebut.
2 - 26
a) Tipe fender
Fender harus dipasang dengan kuat menggunakan baut dan angker. Jika
diperlukan rantai penggantung, maka rantai penggantung sebaiknya
dilengkapi pula dengan turn buckle. Baut, angker maupun rantai fender
harus terbuat dari bahan stainless steel atau galvanished untuk
mengurangi pengaruh korosi. Perlu diperhatikan jika terdapat bagian-
bagian fender yang terpasang berada dibawah muka air kaitannya untuk
kemudahan dalam pemeliharaan dan penggantian fender.
2 - 27
dipasang menyatu pada bagian permukaan fender, berfungsi pula untuk
memperluas bidang kontak antara fender dengan lambung kapal dan
mendistribusikan gaya reaksi fender ke bidang kontak kapal.
Panel dan rangka baja sebaiknya dilapis dengan bahan yang memadai
untuk menahan gesekan dengan lambung kapal. Bahan pelapis dapat
berupa kayu atau polymer. Dermaga-dermaga penyeberangan di
Indonesia pada umumnya menggunakan fender yang dilengkapi pula
dengan panel dan rangka baja yang dikenal dengan frontal frame.
2 - 28
Gambar 2.5. Jarak interval fender
2l= 2 r2 – (r – h)2
2l : jarak antar fender (m)
r : jari-jari kelengkungan dinding haluan kapal (m)
h : tinggi fender (m)
2) PIANC
Fns = 4 HR – H2
Fns : jarak antar fender (m)
R : jari-jari kelengkungan dinding haluan kapal (m)
H : tinggi fender (m)
2 - 29
Continuous Quays, untuk Island berth dan untuk Lead-in Jetties,
dengan jarak yang direkomendasikan sebagai berikut:
- Continuous Quays : ≤ 0.15L (L: panjang kapal minimum).
- Island Berth : 0.3L – 0.4L (L: panjang kapal yang akan dilayani).
- Lead-in Jetties (termasuk sistem Dolphin) : ≤ 0.25 L (L: panjang
kapal minimum).
Continuous Quays
Island Berth
Lead-in Jetties
Sumber: British Standar BS 6349-4. 1994 . Fendering and Mooring
2 - 31
Karakteristik kapal rencana
Layout fender
Asumsi tipe dan bentuk fender Asumsi tipe dan bentuk fender
Penentuan Fender
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards and commentaries for Port and Harbor
Facilities in Japan
Energi sandar kapal yang diserap fender (E) pada umumnya dihitung
menggunakan metoda kinetik dengan menambahkan beberapa faktor yaitu
eksentrisitas CE, masa hidrodinamis (CM), softness (CS), dan konfigurasi
dermaga (CC). Formula untuk menghitung energi sandar kapal yang
diserap fender yaitu sebagai berikut:
E = ½ MD * (VB)2 * CM * CE * CS * CC
Dimana:
2 - 32
VB : kecepatan saat kapal merapat (m/dt)
CM : koefisien masa hidrodinamis
CE : koefisien eksentrisitas
CS : koefisien fleksibilitas
CC : koefisien konfigurasi dermaga
2 - 33
Kecepatan merapat kapal tanpa bantuan tugboat sebagaimana
ditunjukkan dalam Gambar 2.8. Sedangkan kecepatan sandar dengan
bantuan tugboat, dalam British Standard sesuai rekomendasi Brolsma
et al. ditunjukkan sebagaimana dalam Gambar 2.9.
Weather Manoeuvring
Ship displacement
conditions conditions
Strong wind and
rolling sea Difficult
Sheltered wind
Difficult
against
*D MD
CM 1 ; dan CB
2 * CB * B L*B*D*
Dimana:
CB : koefisien blok
MD : masa kapal atau displacement tonnage (ton)
L : panjang kapal (m)
B : lebar kapal (m)
D : draft kapal (m)
: densitas air (untuk air laut sekitar 1,025 t/m3)
2 - 35
Gambar 2.10. Kondisi kapal merapat
K 2 R 2cos 2 γ
Ce , dan K (0,9Cb 0,11) L
K2 R 2
Diama :
K : radius girasi kapal
CB : koefisien blok
L : panjang kapal (m)
R : jarak dari titik kontak ke pusat masa kapal (m)
: sudut antara vektor kecepatan dengan garis yang
menghubungkan titik kontak sandar ke pusat masa kapal.
Koefisien softness (CS) ditentukan dari rasio antara elastisitas dan atau
fleksibilitas sistem fender dengan lambung kapal atau struktur
dermaga. Sebagian energi kinetik pada kapal yang sandar akan
terserap akibat deformasi elastis lambung kapal dan atau fleksibilitas
struktur dermaga.
2 - 36
Pada fender-fender dan kapal-kapal kecil, nilai koefisien softness (CS)
umumnya diambil 1,0. Pada fender dan kapal besar, nilai koefisien
softness (CS) diambil antara 0,9 – 1,0.
a) Tipe bollard
Bollard pada umumnya terbuat dari besi atau baja tuang atau terbuat dari
pipa baja dan beton bertulang didalamnya. Umumnya bollard
diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu bolard tipe pillar, tee head dan
sloping lobes. Bollard tipe pillar dan tipe tee head paling banyak
digunakan di dermaga SDP.
2 - 37
Sumber: British Standar BS 6349-4. 1994. Fendering And Mooring
2 - 38
stern line yang menahan gerakan surging pada kapal, maka sudut antara
tali tambat dengan sumbu kapal dibuat kecil antara 250 – 300. Susunan
penempatan bollard tersebut diatas diperlihatkan dalam gambar 2.13.
Tabel 2.4 berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan jarak
interval maksimum dan jumlah minimum bollard pada tiap dermaga.
Tabel 2.4. Jarak interval bollard dan jumlah bollard tiap dermaga
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan
Pada dermaga dolphin (lead in jeties) untuk kapal-kapal jenis Ro Ro,
posisi bolard dipasang pada setiap dolphin baik pada breasting dolphin
maupun mooring dolphin. Bollard mooring post ditempatkan pada
mooring dolphin untuk menambatkan bow line dan stern line. Jarak
maksimum interval antar dolphin ditentukan berdasarkan panjang kapal
minimum yang direncanakan bersandar, yaitu 0,25 L (L= LoA minimum).
Sedangkan mooring dolphin ditempatkan pada sudut 300 – 450 antara tali
2 - 39
buritan (bow line) atau haluan (stern line) terhadap sumbu memanjang
kapal dan dengan jarak tertentu dari breasting dolphin.
Tabel 2.5. Gaya tarik tali kapal pada mooring post dan bollard
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan.
Fasilitas bongkar muat terbagi dalam dua tipe, yaitu tipe fixed (tetap) dan tipe
movable (bergerak). Pada tipe movable terdiri dari tipe bergerak secara alami
(natural movable) dan bergerak secara mekanis (mechanical movable).
2 - 40
2. Plengsengan
a) Definisi
Jenis plengsengan dapat diterapkan jika pasang surut perairan rendah. The
British Standar (BS) merekomendasikan bahwa jika pasang surut rendah
(sekitar 1,5 m), tipe fixed shore ramps (plengsengan) dapat diterapkan.
Untuk beda pasang surut lebih tinggi (> 1,5 m), diterapkan tipe fixed yang
dikombinasikan dengan movable atau hanya tipe movable.
c) Batas kelandaian
2 - 41
- Kelandaian maksimum sebesar 10%, jika digunakan hanya untuk
kendaraan dengan lebar hingga 2,5 m.
d) Lebar
Mengadopsi dari studi JICA dalam The Nationwide Ferry Service Routes
in The Republic of Indonesia - JICA 1993 untuk movable bridge, maka
lebar plengsengan minimum diambil sebagaimana dalam tabel berikut.
e) Panjang
f) Radius lengkungan
2 - 42
3. Pontoon
a) Definisi
- Karakteristik lokasi perairan cukup tenang, kondisi arus tidak kuat dan
terlindung dari pengaruh gelombang.
2 - 43
- Kelandaian maksimum sebesar 17%, jika digunakan hanya untuk
kendaraan dengan lebar hingga 1,7 m.
d) Lebar jembatan
e) Panjang jembatan
f) Dimensi ponton
Ponton harus memiliki luas permukaan dan freeboard yang sesuai dengan
pemanfaatannya. Dimensi ponton harus mencukupi agar tetap dalam
kondisi stabil akibat gaya-gaya luar yang bekerja pada ponton.
Dalam hal ini mengingat ponton berada di lokasi yang terlindung dari
pengaruh gelombang, maka gaya-gaya akibat gelombang dapat diabaikan.
2 - 44
h) Stabilitas ponton
2) Meskipun ketika beban penuh bekerja pada satu sisi dek ponton yang
terbagi pada sumbu longitudinal serta gaya reaksi jembatan bekerja
pada sisi ini, ponton harus memenuhi stabilitas sebagai benda apung
dan kemiringan dek ponton maksimum 1:10 dengan freeboard terkecil
sama dengan nol atau lebih.
wI
CG 0
W
Dimana:
I : momen inersia penampang potongan melintang area
yang terendam air terhadap sumbu longitudinal (m4)
W : berat ponton dan beban terdistribusi merata (kN)
w : berat jenis air (kN/m3)
CG : jarak antara pusat gaya angkat ponton ke titik berat
ponton
Apabila ponton sebagian terisi air akibat kebocoran, ponton dianggap
stabil jika memenuhi persamaan berikut.
2 - 45
w
(1 i ) CG 0
W
i : momen inersia penampang setiap ruang ponton yang
terendam air terhadap pusat sumbu sejajar ke sumbu
rotasi ponton (m4)
Dimana:
4. Movable Bridge
a) Definisi
c) Batas kelandaian
d) Lebar
Mengadopsi dari studi JICA dalam The Nationwide Ferry Service Routes
in The Republic of Indonesia - JICA 1993, maka lebar minimum movable
bridge diambil sebagaimana dalam tabel berikut.
1. Konstruksi Breakwater
a) Definisi
b) Pertimbangan kebutuhan
2 - 49
- Gelombang yang terjadi menimbulkan kerusakan pada fasilitas
pelabuhan.
c) Layout breakwater
2 - 50
2) Letak breakwater diatur sedemikian rupa sehingga efektif melindungi
pelabuhan dari gelombang dominan maupun gelombang tertinggi.
7) Oleh karena arah gelombang dominan tidak selalu sama dengan arah
gelombang tertinggi, maka dalam pembuatan layout breakwater harus
melalui pertimbangan menyeluruh dari berbagai faktor, seperti kondisi
kapal, biaya pembangunan, pekerjaan-pekerjaan yang dilaksanakan
dan faktor kemudahan dan kesulitan dalam pemeliharaan.
Beberapa tipe breakwater yaitu tipe gravity, tipe tiang pancang dan tipe
apung (floating). Dalam hal ini breakwater tipe apung tidak dibahas,
mengingat umumnya pelabuhan-pelabuhan penyeberangan di Indonesia
2 - 51
menggunakan breakwater tipe gravity dan tipe tiang pancang. Breakwater
tipe gravity terdiri dari composite breakwater, upright breakwater dan
sloping breakwater.
a. Tipe caisson
2 - 52
c. Tipe concrete block
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan.
2 - 53
maka harus dilakukan penanggulangan seperti perbaikan tanah atau
penggunaan matras dibawah rubble mound untuk memeratakan beban
konstruksi breakwater.
Tinggi puncak caissons biasanya dibuat lebih tinggi dari muka air
tertinggi bulanan rata-rata (HWL) untuk memudahkan dalam penempatan
caissons, pengisian pasir dan penempatan tutup dan crown beton.
Ketebalan tutup beton hendaknya ditentukan dengan mempertimbangkan
kondisi gelombang dan kondisi konstruksi, biasanya sebesar 30 cm atau
lebih besar, dan 50 cm atau lebih besar pada lokasi dengan gelombang
besar. Crown beton diletakkan sedemikian agar menjadi satu dengan
badan breakwater. Sendi longitudinal hendaknya ditentukan pada jarak
yang tepat atau pada sambungan antar caisson saat caisson dipergunakan.
Sambungan longitudinal hendaknya diletakkan dengan jarak 10 – 20 cm
pada crown beton untuk breakwater monolitik dengan beton insitu.
Dalam hal breakwater tipe blok, sebaiknya tinggi puncak blok atau
cellular block pada lapisan teratas diset lebih tinggi dari muka air rata-rata
(MWL), jika memungkinkan lebih tinggi dari muka air tertinggi bulanan
rata-rata (HWL).
Sebaiknya kedalaman air pada elevasi atas susunan batu sedalam mungkin
terkait untuk menghindari adanya gaya gelombang impulsive. Untuk
caisson, permukaan tegak harus ditempatkan pada kedalaman yang
memungkinkan untuk dipasang. Rubble mound pada sisi laut harus cukup
lebar, tergantung dari tinggi gelombang untuk mengurangi semaksimal
mungkin efek merugikan dari gaya gelombang impulsive.
Dimana :
H1/3 : tinggi gelombang signifikan (m)
Hc : tinggi caisson (m)
Tu : ketebalan superstruktur (tidak termasuk parapet) (m)
Bc : lebar breakwater (tidak termasuk footing) (m)
Pondasi rubble mound efektif untuk memeratakan berat dari bagian tegak
(upright), untuk menjaga kerataan pada bagian tegak diletakkan dan untuk
mencegah penggerusan akibat gelombang. Agar dapat berfungsi dengan
baik, maka ketebalan rubble mound diambil sebesar 1,5 meter atau lebih.
dimana:
Tabel 2.9. Persyaratan ketebalan dan dimensi blok pelindung kaki rubble
mound
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan
2 - 56
a. Tipe caisson
2 - 57
a. Tipe concrete block
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan.
Untuk breakwater yang dibangun pada tanah lunak, elevasi puncak dan
metode konstruksi ditentukan seperti halnya pada composite breakwater.
Jika puncak breakwater yang dilapis dengan blok beton diset pada elevasi
0,6H1/3 di atas muka air tertinggi bulanan rata-rata (HWL), maka lebar
puncak breakwater sebanding dengan tiga blok beton atau lebih,
sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 2.21. Oleh karena stabilitas
bagian atas breakwater akan tergantung pada karakteristik batuan dan
kondisi gelombang, maka untuk menentukan lebar puncak didasarkan
pada uji model hidrolika.
2 - 58
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan
Dalam beberapa hal, gradien kemiringan rubble mound pada tipe sloping
sebesar 1:2 untuk sisi breakwater bagian laut dan 1:1,5 untuk sisi bagian
kolam, dan sebesar 1:3 sampai 1:5 dalam hal breakwater dilapis dengan
blok beton yang disusun acak. Jika gradien kemiringan dan berat batu
berbeda antara bagian atas dan bagian bawah pada kemiringan di sisi
bagian laut breakwater, maka titik pada gradien dan berat batu berbeda
harus lebih dalam 1,5H1/3 di bawah muka air rencana.
Wr . H D 3
W
K D . X 3 cot
Dimana:
2 - 59
Kebutuhan berat batu dan blok dibawah material armour sebaiknya 1/10
sampai 1/15 kali berat armour. Sedangkan berat batu pada lapis di
bawahnya sebaiknya 1/20 dari berat batu lapisan tersebut.
2 - 60
a. Tipe dinding beton
Breakwater tipe tiang pancang merupakan tipe non graviti, terbagi dalam
curtain wall breakwater dan steel pipe pile breakwater (breakwater tiang
pancang pipa baja). Curtain wall breakwater adalah breakwater permeabel
terdiri dari tiang pancang dan dinding tegak yang terbuat dari beton, sheet
pile atau rib baja. Sedangkan breakwater tiang pancang pipa baja adalah
breakwater tanpa curtain sehingga gelombang ditahan hanya oleh tiang
pancang.
Contoh uji model untuk breakwater dinding tunggal (single curtain walled
breakwater) oleh Morihira et.al. Kedalaman ujung bawah curtain wall
ditentukan dari Gambar 2.23. Jika koefisien penyebaran gelombang
ditentukan, tinggi crown curtain wall dapat ditentukan dari gambar 2.24.
Akan tetapi tinggi crown curtain pada gambar 2.24 harus dikoreksi
sehingga R/H = 1,25 dan d/h = 1,0, dan tidak menunjukan puncak
breakwater yang mampu mencegah overtopping. Pada gambar, d adalah
kedalaman ujung bawah curtain, h adalah kedalaman air laut, L adalah
panjang gelombang R adalah tinggi crown pada curtain dan H adalah
tinggi gelombang. Hubungan koefisien pantulan gelombang pada
gelombang curtain wall tunggal ditunjukkan pada gambar 2.25.
Pada breakwater tiang pancang pipa baja, jika pipa baja dipancang dengan
terdapat ruang antara tiang, maka struktur dapat berfungsi sebagai
breakwater tipe permeable. Berdasarkan penelitian Hayashi et al., rasio
antara ruang antar pipa dan diameter pipa atau rasio b/D, dan koefisien
penyebaran gelombang T , ditunjukan sebagaimana dalam gambar 2.26.
Momen akibat gaya gelombang akan berkurang sesuai dengan
bertambahnya ruang antara tiang, hingga pada batas sekitar b/D = 0,1.
Penggunaan breakwater tipe ini perlu diperhatian adanya pengikisan pada
tanah dasar di antara tiang pancang.
2 - 62
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan
2 - 63
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan
Sumber: OCDI 2009. Technical Standards And Commentaries For Port And Harbour
Facilities In Japan
2 - 64
2. Konstruksi Groin
Groin adalah bangunan pelindung pantai, biasanya dibuat tegak lurus pantai
yang berfungsi menahan transpor sedimen sehingga dapat mengurangi atau
menghentikan erosi pantai. Bangunan ini dapat pula sebagai pengendali
material sedimen (sediment control) yang masuk ke pelabuhan, sehingga
dapat mencegah atau mengurai pendangkalan pada kolam pelabuhan.
b) Groin baja (steel groins), terdiri dari struktur cantilever steel sheet pile
groin, struktur timber steel sheet pile groin dan struktur cellular steel
sheet pile groin. Tipe sheet pile pada timber steel sheet pile groin dapat
menggunakan Z pile, arch web pile atau straight web pile. Sama halnya
dengan groin kayu, groin baja juga telah dibuat permeabel dengan cara
memotong sheet pile. Pemilihan tipe sheet pile tergantung pada gaya
tekanan tanah yang ditahan. Jika perbedaan beban kecil, dapat
menggunakan straight web pile. Jika perbedaan beban besar, digunakan
deep web Z pile. Struktur cantilever steel sheet pile groin digunakan jika
2 - 65
gelombang dan gaya tekanan tanah sedang. Sedangkan struktur cellular
steel sheet pile groin digunakan jika menggunakan sheet pile, kedalaman
penetrasi tiang diperkirakan tidak mencukupi untuk stabilitas struktur.
2 - 66
c) Groin beton (concrete groins), adalah groin premabel, terdiri dari sheet
pile beton, tiang beton prategang dan topi dari beton cor di tempat.
2) Groin di sisi updrift pada transpor sedimen sepanjang pantai harus berada
tegak lurus garis pantai pada surf zone hingga ke bagian yang dangkal,
dan pada perairan yang lebih dalam harus berada sedemikian hingga
littoral drift disebar ke sisi luar pintu masuk kolam pelabuhan.
2 - 68
kg sampai 200 kg, atau dapat pula groin pada sisi bagian kolam dilapis
dengan material impermeabel sejenis aspal mastik pasir.
Elevasi crown groin di bagian ini sebesar 0,6H1/3 di atas muka air
tertinggi bulanan rata-rata (HWL), dengan 0,6H1/3 adalah tinggi
gelombang signifikan di sekitar ujung bawah groin.
I. Kolam Pelabuhan
2 - 69
kolam pelabuhan harus tenang, memiliki luas dan kedalaman yang cukup,
agar kapal dapat berlabuh dengan aman dan memudahkan bongkar muat
barang.
Keperluan areal dan kedalaman untuk operasional sandar dan olah gerak
kapal ini ditentukan berdasarkan Lampiran II KM. 52 Tahun 2004, yaitu:
2 - 70
J. Alur Pelayaran
Alur Pelayaran adalah perairan yang dari segi kedalaman, lebar, dan bebas
hambatan pelayaran lainnya dianggap aman dan selamat untuk dilayari. Hal-hal
yang perlu diperhitungkan dalam penetapan alur pelayaran yaitu:
Ruang bebas atau air clearence adalah jarak vertikal antara permukaan air
terhadap bagian terendah dari suatu bangunan yang melintas di atas alur yang
digunakan untuk kepentingan kapal.
2 - 72
Dengan mengadopsi dari Peraturan ini, maka ruang bebas dapat ditentukan
sebagai berikut:
2 - 73
BAB III
METODE STUDI
Pekerjaan studi ini terdiri dari beberapa kegiatan yang dilaksanakan secara
bertahap. Tahapan kegiatan tersebut dilaksanakan sedemikian sehingga
kelancaran pekerjaan dapat berjalan dengan baik, berkesinambungan dan
terkoordinasi. Adapun urutan pelaksanaan setiap tahap kegiatan ini dapat
digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut.
3-1
PERSIAPAN
Koordinasi Tim Perencana
Inventarisasi Data Awal
LAPORAN PENDAHULUAN
Analisis dan Evaluasi Data Awal
Penyusunan Laporan
Pembahasan Laporan
TINJAUAN LOKASI
Inventarisasi Data Primer/Sekunder
Benchmarking/Studi Literatur/Studi Banding
Inventarisasi dan Identifikasi Prasarana
LAPORAN ANTARA
Analisis dan Identifikasi Data Lapangan
Rencana Tindak Lanjut
Penyusunan Laporan
Pembahasan Laporan
LAPORAN AKHIR
Perbaikan dan Penyempurnaan Laporan
Perbaikan dan Penyempurnaan Naskah Akademik
3-2
C. Sumber Data
Data penunjang yang diperlukan untuk analisis studi ini terdiri dari:
1. Data sekunder
2. Data primer
Pada tahap analisis penyusunan naskah akademis, secara singkat dapat dilihat
dalam bagan alur pelaksanaan analisis naskah akademis.
Data Fasilitas Data Perawatan Data Prasarana Data Kolam Data Fasilitas Data Alur
Sandar dan Tambat Fasilitas Dermaga Pengaman Pelabuhan Pelabuhan Bongkar Muat Pelayaran
Perumusan
Standar teknis prasarana
Konsep Standar
Prasarana SDP
3-5
BAB IV
LAPORAN SURVEY LAPANGAN
Batasan laporan hasil survey prasarana pelabuhan yang dituangkan dalam bab ini
meliputi fasilitas-fasilitas prasarana pelabuhan yang terkait dengan studi. Adapun
lokasi survey pengambilan data dilakukan di lokasi Merak yaitu di Pelabuhan
Penyeberangan Merak, di lokasi Palembang yaitu di Pelabuhan Penyeberangan
Palembang, di lokasi Palangkaraya yaitu di Pelabuhan Sungai Rambang dan di
lokasi Medan yaitu di Pelabuhan Penyeberangan Danau Ajibata, Pelabuhan
Penyeberangan Danau Simanindo dan Pelabuhan Danau Nainggolan.
A. Lokasi Merak
4-1
pelayanan yang menimbulkan antrian kendaraan dan penumpang yang
menunggu di pelabuhan terutama pada waktu-waktu musim liburan.
Gambaran jumlah penumpang dan kendaraan di lintas penyeberangan
Merak-Bakauheni ini dapat dilihat dalam tabel berikut.
(c) Bisnis Dewasa 316,394 234,839 155,113 93,689 79,106 44,775 23,464
(d) Bisnis Anak 12,264 12,121 9,423 6,696 5,868 3,328 1,759
Sub Jumlah 328,658 246,960 164,536 100,385 84,974 48,103 25,223
a. Golongan I 0 0 0 13 31 49 72
b. Golongan II 120,096 170,639 195,813 239,310 255,200 268,965 286,467
c. Golongan III 211 226 134 123 241 282 438
d. Golongan IV Pnp 415,135 369,981 381,825 469,182 487,852 517,804 559,297
e. Golongan IV Brg 80,427 77,157 107,767 120,078 80,114 105,825 125,339
f. Golongan V Pnp 21,727 20,922 20,405 22,218 21,657 21,684 20,631
g. Golongan V Brg 264,856 234,981 263,609 280,680 270,781 289,694 333,700
h. Golongan VI Pnp 61,754 54,181 56,128 69,236 67,895 69,624 75,098
i. Golongan VI Brg 274,684 281,768 307,668 346,138 342,680 364,733 398,264
j. Golongan VII 78,207 73,931 76,161 94,100 104,027 118,509 141,983
k. Golongan VIII 10,330 13,309 14,569 17,679 13,876 16,503 23,436
Sub Jumlah 1,327,427 1,297,095 1,424,079 1,658,757 1,644,354 1,773,672 1,964,725
Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Merak
4-2
Pelabuhan Penyeberangan Merak yang menempati areal seluas 150,615
m2, saat ini mengoperasikan 5 unit dermaga. Dermaga yang beroperasi
melayani kapal-kapal Ro Ro sebanyak 28 unit bobot hingga 12.500 GRT.
Namun demikian pada waktu-waktu tertentu terutama saat musim liburan,
kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan Merak – Bakau dapat
mencapai 37 unit.
1. PT. ASDP 1. JATRA I 1980 90.79 15.6 5.22 3.8 3,932 463 84
2. JATRA II 1980 90.97 15.6 5.22 3.8 3,902 498 75
3. JATRA III 1985 89.95 16.6 5.5 3.8 3,123 525 100
2. PT. J L Ferry 1. MENGGALA 1987 93.44 17 3.75 3.8 4,330 773 110
2. MUFIDAH 1973 93.5 18 4.62 4 5,584 530 110
3. DUTA BANTEN 1979 120.58 17.8 5.15 4 8,011 502 129
4. JAGANTARA 1994 119 20 11.55 4 9,956 325 183
5. GELIS RAUH 1997 71.85 14.30 3.70 1,035 300 38
3. PT. S P Ferry 1. NUSA DHARMA 1973 105 15.02 4.65 4 3,282 344 100
2. NUSA JAYA 1989 105 18.03 4.5 4 4,564 334 150
3. NUSA MULIA 1979 114.75 17.4 10.8 4 5,837 246 110
4. NUSA AGUNG 1986 111.08 17.4 5.7 4 5,730 212 110
4. PT. Windu Karsa 1. WINDU K PRATAMA 1985 89.96 16.6 5.5 3.8 3,123 318 75
2. WINDU K DWITYA 1997 87.00 14.50 5.70 3.8 2,553 200 85
5. PT. A L P 1. BAHUGA P 1993 87 15 4 3.8 3,531 520 65
2. BAHUGA JAYA 1992 85.44 16.20 6.30 4 3,972 551 73
6 PT. HM Baruna 1. HM BARUNA 1983 92 18 5 4 4,432 733 153
7 PT. G M P 1. RAJABASA 1985 92 18 5 4.2 4,611 550 95
8. PT. J M Ferry 1. PANORAMA NST 1995 125.60 19.60 6.15 3.8 8,915 1028 150
2. TITIAN MURNI 1982 93 11 5 3.8 3,614 669 90
3. MITRA NUSANTARA 1994 102 19 6 4 5,813 893 140
4. PRIMA NUSANTARA 1990 76 16 5 3.8 2,773 844 45
5. TITIAN NUSANTARA 1990 101 19 615 3.8 5,532 607 140
6. ROYAL NUSANTARA 1992 115 16 5 4.5 6,034 598 163
9 PT. Tri Sumaja L 1. BSP 1 1973 94 18 5 3.8 5,057 580 115
10. PT. B S P Ferry 1. BSP 2 1983 100 20 5 4.2 5,227 580 120
2. BSP 3 1973 139 22 11 4.5 12,498 556 210
3. VICTORIUS 5 1990 89.66 15 4 3.8 4,280 493 40
11 PT. Tribuana A N 1. TRIBUANA 1984 107 21 5 3.8 6,186 395 175
12 PT. S M S 1. SMS KARTANEGARA 1975 96 18 6 3.8 4,449 355 60
13 PT. D L U 1. MUSTHIKA KENCANA 1992 97.69 16.20 9.20 3.8 4,183 588 60
2. DHARMA KENCANA IX 1988 71.82 14.7 4.1 3.8 2,624 532 35
3 DHARMA FERRY IX 1989 60.98 17.50 4 3.8 2,916 459 30
15 PT. LABRITA 1. BONTANG EXPRESS II 1993 51.5 19.19 6 5 2,257 490 35
2. LABITRA SALWA 804 250 25
16 PT. MUNIC LINE 1. CAITLYN 1989 78.80 17.50 4.70 3.8 2,846 917 80
17. PT. SURYA T LINE 1. SHALEM 1989 93.20 14.40 5.20 3.8 3,963 525 55
Jumlah 37 Kapal
Sumber: Kantor Pelabuhan Penyeberangan Merak
4-3
yaitu Dermaga VI baik di Merak maupun Bakauheni yang saat ini
memasuki pembangunan tahap I. Sedangkan fasilitas lain yang saat ini
juga sedang dalam fase konstruksi yaitu breakwater yang direncanakan
sepanjang 600 m.
Sumber: PT. Atrya Swascipta Rekayasa. 2009. FS dan DED Pelabuhan Penyeberangan
Merak VI dan Bakauheni VI
Gambar 4.2. Site plan Dermaga VI Merak
BREAKWATER
4-4
2. Fasilitas Prasarana Pelabuhan Penyeberangan Merak
Dermaga I
Type Continuous Quay, berupa konstruksi quay wall dari
sheet pile baja dan concrete capping beam.
Fasilitas Tambat 12 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 10 unit sistem fender @ 2 unit fender,
- bahan karet elastomeric type SM-500 (V-shape)
- dilengkapi dengan frontal frame baja.
- Jarak : 10 m.
Dermaga II
Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari
3 unit mooring dan 6 unit breasting. Jarak antar
breasting: BD-1 – BD-2 – BD-3 – BD-4: 12m, BD-
4 – BD-5: 25m , BD-5 – BD-6: 20m
Fasilitas Tambat 9 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 6 unit sistem fender @ 2 unit fender pada masing-
masing breasting
- bahan karet elastomeric type SM-500 (V-shape)
- dilengkapi dengan frontal frame baja
- Jarak: sama dengan jarak breasting.
4-5
Gambar 4.5. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga II
Dermaga III
Type Continuous Quay, berupa konstruksi quay wall
terbuat dari sheet pile baja dan concrete capping
beam.
Fasilitas Tambat 17 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 10 unit sistem fender @ 4 unit fender dan @ 2
unit fender
- bahan karet elastomeric type Cell-800 H
- dilengkapi dengan frontal frame baja.
- Jarak : 17 m.
4-6
Gambar 4.6. Fasilitas Sandar dan Tambat Dermaga III
Dermaga IV
Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari
2 unit mooring dan 5 unit breasting.
Jarak antar breasting : 25m
Fasilitas Tambat 12 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 5 unit sistem fender @ 2 unit ban bekas pada
masing-masing breasting
- Jarak: sama dengan jarak breasting.
4-7
Dermaga V
Type Lead in Jetty, berupa konstruksi dolphin terdiri dari
3 unit mooring dan 5 unit breasting.
Jarak antar breasting : 20m
Fasilitas Tambat 8 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 1 unit fender type pneumatic
4-8
b) Fasilitas prasarana pengamanan pelabuhan
4-9
c) Fasilitas kolam pelabuhan
4 - 10
Movable Bridge
Item Dermaga I Dermaga II Dermaga III Dermaga IV Dermaga V
Panjang 16 m 16 m 16 m 16 m 16 m
Lebar 7,80 m 9,50 m 10,40 m 10,40 m 10,40 m
Konstruksi Baja Baja Baja Baja Baja
Penggerak Hydrolic Hydrolic Hydrolic Hydrolic Hydrolic
Kapasitas 50 Ton 50 Ton 60 Ton 60 Ton 60 Ton
4 - 11
e) Alur Pelayaran
210 m
B. Lokasi Palembang
4 - 12
90 mile. Pelabuhan Penyeberangan Palembang dikelola oleh Dinas
Perhubungan Kota Palembang. Lintas penyeberangan Palembang -
Muntok, merupakan lintas penyeberangan komersil antar provinsi sesuai
KM. 43 Tahun 1998 menghubungkan Sumatera Selatan dan Bangka
Belitung.
4 - 13
kendaraan R-4 dan 16.790 kendaraan R-2 melintas di jalur ini. Data
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
4 - 14
Gambar 4.16. Dermaga Dolphin
4 - 15
Gambar 4.17. Fasilitas sandar dan tambat dermaga dolphin
Item Dolphin
Panjang 32,50 m
Lebar 6,50 m
Konstruksi Baja
Penggerak hydrolic
Kapasitas 20 Ton
4 - 16
Gambar 4.19. Fasilitas bongkar muat tipe Movable Bridge
c) Alur Pelayaran
HHWS 4.10 m
MHWS 3.70 m
MSL 2.05 m
LLWS 0.00 m
C. Lokasi Palangkaraya
4 - 17
berada di Sungai Kahayan. Sungai Kahayan merupakan salah satu sungai
di Kalimantan Tengah memiliki panjang sekitar 600 km dengan lebar
rata-rata 450 m dan kedalaman rata-rata 7 m. Namun karena karakter
Sungai Kahayan yang merupakan sungai pasang surut dengan beda
pasang surut hingga mencapai sekitar 4 m, pada musim-musim hujan
sungai akan pasang naik tinggi hingga meluap ke bantaran dan pada
musim kering/kemarau, sungai akan surut hingga di beberapa tempat alur
sungai menjadi dangkal sehingga tidak sepanjang tahun sungai ini dapat
dilayari. Hal ini mengakibatkan angkutan sungai berkapasitas besar tidak
dapat beroperasi secara maksimal. Kondisi ini semakin bertambah buruk
dengan adanya pendangkalan akibat endapan lumpur yang makin
bertambah setiap tahunnya.
4 - 18
Gambar 4.21. Kantor Pelabuhan Rambang
4 - 19
Type Continuous Quay, berupa konstruksi platform beton
(deck on pile) di atas tiang pancang beton (CSP)
Fasilitas Tambat 12 unit bollard baja
Fasilitas Sandar - 10 unit sistem fender @ 2 unit fender,
- bahan karet elastomeric type V 300 H (V-shape)
- Jarak : 4 m.
4 - 20
Gambar 4.23. Fasilitas bongkar muat
c) Alur pelayaran
D. Lokasi Medan
Lokasi survey di Medan dalam studi ini merupakan survey transportasi danau
di Danau Toba, dengan lokasi pengambilan data di Pelabuhan Ajibata,
Pelabuhan Simanindo dan Pelabuhan Nainggolan.
4 - 21
1. Tinjauan Umum
a) Pelabuhan Ajibata
4 - 22
Pelabuhan Ajibata menempati areal seluas sekitar 2.000 m2, saat ini
mengoperasikan 2 unit plengsengan sebagai prasarana bongkar muat dan
melayani 2 unit kapal LCT yaitu KMP. Tao Toba I (300 GRT) dan Tao
Toba II (500 GRT). Adapun data ke dua kapal yang beroperasi tersebut
adalah sebagai berikut.
b) Pelabuhan Simanindo
4 - 23
Gambar 4.27. Dermaga penyeberangan
4 - 24
Gambar 4.29. KMP Sumut I
c) Pelabuhan Nainggolan
Pelabuhan Nainggolan menempati areal seluas sekitar 1.260 m2, saat ini
mengoperasikan 1 (satu) unit dermaga dolphin dengan fasilitas bongkar
muat berupa konstruksi plengsengan. Lintas penyeberangan Nainggolan –
Muara dilayani 1 (satu) unit kapal LCT yaitu KMP Sumut I dengan bobot
206 GRT.
4 - 25
Gambar 4.30. Dermaga penyeberangan di Pelabuhan Nainggolan
2. Fasilitas Prasarana
a) Pelabuhan Ajibata
4 - 26
Gambar 4.31. Pelabuhan Ajibata, tidak tersedia dermaga
4 - 27
3) Fasilitas bongkar muat
PLENGSENGAN I PLENGSENGAN II
4) Alur Pelayaran
AJIBATA
TOMOK
4 - 28
b) Pelabuhan Simanindo
4 - 29
2) Fasilitas kolam pelabuhan
Item Dolphin
Panjang 13,00 m
Lebar 10,00 m
Konstruksi Beton bertulang
Penggerak Fix
Kapasitas 20 Ton
4 - 30
4) Alur pelayaran
c) Pelabuhan Nainggolan
4 - 31
3) Fasilitas bongkar muat
Item Dolphin
Panjang 12,00 m
Lebar 10,00 m
Konstruksi Beton bertulang
Penggerak Fix
Kapasitas 20 Ton
4) Alur pelayaran
4 - 32
BAB V
PEMBAHASAN
A. Lokasi Merak
a) Dermaga I
5-1
bow line dan 2 buah untuk stern line, dan pada posisi dekat face line
dermaga masing-masing 4 buah untuk breast line dan 4 buah untuk spring
line. Jarak bollard pada posisi face line dermaga 10 m.
b) Dermaga II
5-2
BD-1 – BD-2 : 12 m
BD-2 – BD-3 : 12 m
BD-3 – BD-4 : 12 m
BD-4 – BD-5 : 25 m
BD-5 – BD-6 : 20 m
5-3
Fasilitas Tambat Dermaga II
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Single Pillar 2 bh Memenuhi
- Tee head 7 bh
Jarak Ro Ro 2500 GRT-3000 GRT - 12 m, 20 m Memenuhi
Jarak bollard max: 20 m
Jumlah Ro Ro 2500 GRT-3000 GRT Jumlah : 9 buah Memenuhi
Jumlah bollard min : 6 buah
Kapasitas Mooring post : 350 kN - -
Berth line : 350 kN
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi
c) Dermaga III
5-4
Fasilitas Tambat Dermaga III
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Single Pillar 2 bh Memenuhi
- Tee head 10 bh
Jarak Ro Ro 6000 GRT-10000 GRT Jarak 17 m Memenuhi
Jarak bollard max : 25,00 m
Jumlah Ro Ro 6000 GRT-10000 GRT Jumlah : 17 buah Memenuhi
Jumlah bollard min : 6 buah
Kapasitas Mooring post: 700 kN - -
Berth line : 500 kn
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi
d) Dermaga IV
5-5
dengan fasilitas tambat di Dermaga IV, kiranya perlu dikaji terhadap
keperluan konstruksi mooring di bagian ujung muka dermaga (Bow)
untuk fasilitas tambat.
e) Dermaga V
5-6
type Dolphin yang terdiri dari 5 unit breasting dolphin dan 3 unit mooring
dolphin. Dermaga V diperuntukan bagi kapal-kapal sekitar 8000 GRT –
12500 GRT, dengan panjang kapal antara 125 m hingga 140 m. Jarak
secara keseluruhan untuk berthing post dari ujung MB adalah 120 m
sudah cukup memadai untuk sandar bagi kapal dengan panjang 140 m.
Namun terkait dengan fasilitas sandar yang menggunakan ban bekas,
evaluasi yang dapat dikemukakan sama halnya dengan evaluasi pada
Dermaga IV. Disarankan agar fender-fender yang rusak sebaiknya diganti
dengan fender yang sesuai.
5-7
Fasilitas Tambat Dermaga V
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Tee head Memenuhi
Jarak Ro Ro 8000 GRT-12500 GRT - 25 m Memenuhi
Jarak bollard max: 25 m
Jumlah Ro Ro 8000 GRT-12500 GRT 8 buah Memenuhi
Jumlah bollard min : 6 buah
Kapasitas Mooring post : 1000 kN - -
Berth line : 700 kN
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi
5-8
ukuran fender yang effektif untuk menyerap energi berthing kapal
yang sandar.
5-9
- Tipe : tipe tiang pancang, jenis precast combi wall
- Bahan : beton bertulang dan tiang pancang dia. 1400 mm
- Tinggi Crown : elevasi +4.10 m LWS atau 2.8 m dari HWL.
- Lebar : 2,8 m
- Lebar efektif pintu masuk : 340 m
- Arah pintu masuk : menghadap Barat Laut
5 - 10
4. Fasilitas Kolam Pelabuhan
5 - 11
Kolam Pelabuhan Dermaga III untuk kapal maksimum 10000 GRT
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Areal Maksimum LoA: 130 m 240 m x 210 m Memenuhi
sandar 1,8 L x 1,5 L = 234 m x 195
m
5 - 12
a) Dengan panjang movable bridge 16 m, sedangkan beda pasang surut
1,3 m maka kemiringan maksimum movable bridge pada saat surut
terendah < 12%.
Begitu pula dengan fasilitas side ramp, dengan kapasitas 2 ton dan lebar
2,8 m dapat dikatakan cukup memadai karena side ramp diperuntukan
bagi kendaraan-kendaraan kecil.
5 - 13
Prasarana bongkar muat Dermaga IV
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 1,3 m MB (movable bridge) Memenuhi
Tipe : MB dan Ponton
Lebar Kapal 3500 GRT-6000 GRT 10.40 m Memenuhi
Lebar MB min: 9 m
Batas 12% <12% Memenuhi
Kelandaian
Kapasitas 45 ton 60 ton Memenuhi
Alur Pelayaran
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Lebar alur Satu jalur = 5 B 210 m Memenuhi
= 5 x 22 = 110 m
5 - 14
B. Pelabuhan Penyeberangan Palembang
5 - 15
Fasilitas Sandar
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Jarak Dermaga tipe dolphin 14 m Tidak
The British Standar : ≤ 0.25L Memenuhi
Kapal Ro Ro min LoA = 40 m
Jarak fender max : 10,0 m
Tipe The British Satandar: Elastomeric type, Memenuhi
Elastomeric (Rubber Fender), circular shape.
Pneumatic, Fender pile, etc. Cell 500
Kapasitas Perlu analisis - -
Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi
Kondisi Baik Baik Baik
Fasilitas Tambat
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes Tee head dan pillar Memenuhi
Jarak Ro Ro 125 GRT-680 GRT 15 m Memenuhi
Jarak bollard max: 15 m
Jumlah Ro Ro 125 GRT-680 GRT 6 post Memenuhi
Jumlah bollard min : 4 buah
Kapasitas Mooring post : 250 kN - -
Berth line : 250 kN
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi
5 - 16
yaitu 32,5 m dan 6,5 m. Sementara fasilitas ponton sudah tidak
dioperasikan mengingat sudah rusak akibat kandas. Movable bridge yang
tersedia di Pelabuhan Penyeberangan Palembang menurut dimensinya
dapat dijelaskan sebagai berikut:
5 - 17
Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap
nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya tidak ada
permasalahan terkait dengan kondisi alur, kecuali adanya lalu lintas
perahu motor/kapal-kapal rakyat yang beroperasi di alur yang dapat
mengganggu operasional kapal.
Alur pelayaran
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Lebar alur Dua jalur berliku = 9B + 30m Sangat lebar Memenuhi
= 5 x 13 = 65 m
5 - 18
Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap
nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa terkait dengan fasilitas sandar
dan tambat kapal pada intinya sudah cukup memadai dan aman. Namun
mengingat beda pasang surut yang sangat tinggi menjadikan kapal-kapal
rakyat tidak dapat sandar di dermaga ini, sehingga lebih memilih sandar
di ponton untuk melakukan kegiatan bongkar muat.
Fasilitas sandar
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Jarak Dermaga tipe Qontinuous 4m Memenuhi
The British Standar : ≤ 0.15L
Kapal pnp. min LoA = 55 m
Jarak fender max : 8,5 m
Tipe The British Satandar: Elastomeric, jenis Memenuhi
Elastomeric (Rubber Fender), V-shape, V400H
Pneumatic, Fender pile, etc.
Kapasitas Perlu analisis Perlu analisis -
Bahan Kayu, Karet sintetis, Karet alami Karet sintetis Memenuhi
Kondisi Baik Baik Memenuhi
Fasilitas tambat
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pillar, tee head, sloping lobes - Single Pillar 10 bh Memenuhi
- Tee head 2 bh
Jarak Kapal penumpang 750 DWT Jarak 8 m Memenuhi
Jarak bollard max : 15,0 m
Jumlah Kapal penumpang 750 GRT Jumlah : 12 buah Memenuhi
Jumlah bollard min : 4 buah
Kapasitas Berth line : 250 kN - -
Bahan Besi tuang, pipa baja komposit Besi tuang dan pipa Memenuhi
baja komposit
Kondisi Baik Baik Memenuhi
5 - 19
Kondisi fasilitas dermaga di Pelabuhan Penyeberangan Rambang dinilai
masih bagus/laik operasional, kecuali dermaga kayu perlu dilakukan
perbaikan atau revitalisasi. Sedangkan kondisi fasilitas sandar dan tambat
masih bagus.
5 - 20
Berdasarkan hasil wawancara maupun pengisian quisioner terhadap para
nakhoda kapal dapat disimpulkan bahwa pada intinya alur pelayaran
Sungai Kahayan kurang aman dan tidak cukup memadai.
5 - 21
6,1 m, sedangkan panjang dan lebar Plengsengan II yaitu 5,0 m dan 5,5
m.
5 - 22
mengganggu operasional kapal. Disamping itu tidak adanya lampu mercu
suar di pelabuhan.
5 - 23
Prasarana bongkar muat
Spesifikasi Persyaratan Eksisting Kesimpulan
Tipe Pasang surut 1,5 m Plengsengan Memenuhi
Tipe : Plengsengan, MB dan
Ponton
Lebar Kapal LCT 246 GRT 10 m Memenuhi
Lebar plengsengan min: 7 m
Batas 10% Panjang 13 m Tidak
Kelandaian Kemiringan >10% Memenuhi
Kapasitas 20 ton 20 ton Memenuhi
5 - 24
2. Perawatan Fasilitas Dermaga
5 - 25
Hasil dari wawancara maupun pengisian quisioner terhadap nakhoda
kapal, tidak jauh berbeda dengan yang di Ajibata maupun Simanindo,
yaitu pada intinya tidak ada permasalahan terkait dengan kondisi alur,
kecuali adanya lalu lintas perahu motor/kapal-kapal rakyat yang
beroperasi di alur yang dapat mengganggu operasional kapal. Disamping
itu tidak adanya lampu mercu suar di pelabuhan.
5 - 26
DAFTAR PUSTAKA
Liu, Zhou. and Burcharth, Hans F. 1999. Port Engineering. Laboratoriet for
Hydraulik Havnebigning. Aalborg Universitet;