PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
paru suda dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaaan sputum juga dapat
Penduduk dunia pada tahun 2015 sejumlah kurang lebih 9,6 juta telah
angka kejadian tuberkulosis paru paling banyak yaitu sebesar 37% , wilayah
Asia Tenggara sebesar 28% dan wilayah Mediterania Timur sebesar 17%.
Jumlah kasus baru BTA positif tahun 2014 di Indonesia sebanyak 176.677
Data profil dinas kesehatan kota Manado Pada tahun 2017 jumlah kasus
baru tuberkulosis paru sebanyak 990 kasus. Prevalensi tuberkulosis paru pada
tahun 2016 sebanyak 981 kasus dan 2015 sebanyak 1,261 kasus. Jumlah kasus
1
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tuminting
2. Tujuan Khusus
Tuminting.
2
D. Manfaat Penelitian
1. Peneliti
2. Profesi Keperawatan
3. Puskesmas
asuhan keperawatan.
4. Institusi Pendidikan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Batuk adalah gejala yang paling dini dan merupakan gangguan yang
biasa. Proses yang paling ringan ini menyebabkan sekret akan terkumpul
pada waktu penderita tidur dan dikeluarkan saat penderita bangun di pagi
hari. Untuk mengeluarkan sekret dengan baik caranya dengan cara batuk
Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar dan pasien dapat
yang tertahan pada jalan napas. Batuk dalam dan produktif lebih
dari pengeluaran sekret yang tidak lancar akibat ketidakefektifan jalan nafas
2. Mekanisme batuk
4
asing lain. Kontraksi otot – otot ekspirasi melewati glotis yang menutup
membuka aliran udara yang besar keluar dengan kecepatan yang tinggi
sekresi pada jalan nafas. Penulis melakukan tindakan batuk efektif pada
a. Pengkajian Keperawatan
batuk efektif
b. Perencanaan Keperawatan
2. Klien dan keluarga memahami tujuan dari dilakukan nya tehnik batuk
efektif
5. Persiapan alat
5
7. Pot sputum / bengkok yang sudah diberi desinfektan
9. Stetoskop
c. Keperawatan
1. Mengucapakan salam
2. Memprkenalkan diri
klien.
11. Mengajarkan prosedur pada klien : klien menarik nafas dalam secara
mulut kurang lebih 3 kali. Lalu mengajarkan pada klien untuk menarik
6
12. Menganjurkan klien untuk menarik nafas dalam secara perlahan –
mulut.
1. Pengertian Sputum
dan sel sekretorik lapisan mukosa dalam keadaan normal dapat mensekresi
cairan viskoelastis sampai 100 ml per hari (Budiharjo & Purjanto, 2016).
7
Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan (karena gangguan
seperti tadi, sehingga mukus ini banyak tertimbun. Bila hal ini terjadi, membran
mukosa akan terangsang, dan mukus akan dikeluarkan dengan tekanan intra
thorakal dan intra abdominal yang tinggi. Sputum yang keluar hendaknya
dapat dievaluasi sumber, warna, volume, dan konsistennya karena kondisi sputum
a. Pewarna gram
b. Kultur Sputum
c. Sensitivitas
8
Pemeriksaan BTA dilakukan untuk menentukan adanya Mycobacterium
e. Sitologi
terdapatnya sel ini bukan berarti tidak adanya tumor atau tumor yang terdapat tidak
meruntuhkan sel.
f. Tes Kuantitatif
sekret. Wadah ini ditimbang pada akhir 24 jam. Jumlah serta karakter isinya dicatat
dan diuraikan.
3. Klasifikasi Sputum
9
pembentukan sputum itu sendiri. klasifikasi bentukan sputum dan
penyebabnya :
kemungkinan berasal dari sinus, atau saluran hidung, bukan berasal dari
b. Sputum banyak sekali dan purulent adalah proses supuratif (eg. Abses
paru)
bronchitis / bronkhiektasis.
e. Sputum hijau adalah proses penimbunan nanah. Warna hijau ini dikarenakan adanya
f. Sputum merah muda dan berbusa adalah tanda edema paru akut.
positif
10
b. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif b.
a. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan
tuberculosis positif.
organisme patogenik dan menentukan apakah terdapat sel-sel malignan atau tidak.
Aktifitas ini juga digunakan untuk mengkaji sensitivitas (di mana terdapat
11
pedoman pengobatan. Jika sputum tidak dapat keluar secara spontan, klien
sering dirangsang untuk batuk dalam dengan menghirupkan aerosol salin yang sangat
jenuh, glikol propilen yang mengiritasi, atau agen lainnya yang diberikan dengan
nebulizer ultrasonic.
batang dan bersifat tahan asam sehingga di kenal dengan basil tahan asam (
2. Gejala Klinis
a. Batuk
bawah , selain itu batuk merupakan gejala paling umum dari penyakit
benda – benda yang kecil merupakan hal yang sering merangsang batuk.
b. Batuk Darah
12
Batuk darah adalah keluarnya darah dari saluran pernafasan akibat
glotis kebawah ). Gejala awal biasanya rasa gatal pada tenggorokan atau
d. Sesak Nafas
e. Nyeri Dada
Nyeri dada merupakan gejala yang timbul akibat radang pada pleura ,
nyeri itu bagikan teriris – iris dan tajam di perberatkan dengan batuk,
bersin dan nafas yang dalam sehingga penafasan cepat dan dangkal.
13
Mycobakterium Tuberkulosis ditularkan melalui udara bukan melalui
kontak permukaan. Ketika penderita TB Paru aktif ( BTA positif dan foto
rontgen positif ) batuk, bersin, berteriak atau bernyayi baktri akan keluar
dari paru – paru menuju udara. Bakteri ini akan berada dalam gelembung
cairan bernama droplet nuclei. Partikel kecil ini bertahan diudara selama
kedalam jaringan paru ,kuman ini akan memperbanyak diri dan menyebar
c. Faktor klinis
dengan laring (sangat menular), mulut dan hidung gagal ditutup ketika
d. Lingkungan
14
Faktor lingkungan mempengaruhi konsentrasi M. tuberculosis. Faktor
penanganan specimen.
e. Kontak
a. Pendidikan
b. Ekonomi
15
Penyakit TB paru selalu dikaitkan dengan kemiskinan. Keluarga yang
mengakibatkan kondisi gizi yang buruk, perumahan yang tidak sehat dan
16
Mempengaruhi kejadian tuberkulosis. Pemberian BCG dapat
f. Riwayat Merokok
Faktor resiko jenis kelamin dan usia. mayoritas pasien pada Negara
produktif dan jumlah total masyarakat usia produktif juga paling tinggi di
negara berkembang.
a. Health Coaching
17
apa yang ingin mereka capai, apa yang mengganggu, apa yang mereka
paru. Efikasi diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang antara
mengisi kartu penderita TB paru (TB 01) dan kartu identitas penderita
yang diperiksa dalam periode waktu yang ditetapkan (Nugraini & Cahyati,
2015).
18
sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif
19
BAB III
KERANGKA KONSEPTUAL
konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang akan dilakukan.
berikut :
Gambar 3.1 Kerangka konsep Pengaruh pemberian latihan batuk efektif terhadap
produksi sputum yang berlebihan pada pasien TB Paru
B. Hipotesis Penelitian
20
2. Hipotesa Ha = ada pengaruh pemberian latihan batuk efektif terhadap
C. Variabel Penelitian
D. Definisi Operasional
namun bersifat operasional, agar variabel itu dapat diukur (Swarjana, 2015)
21
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain penelitian
pedoman atau penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian. Desain yang
dipakai dalam penelitian ini adalah pre eksperimen ( one group pretest and
01 X 02
Keterangan :
1. Tempat penelitian
1. Populasi
22
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
2. Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
a. Kriteria inklusi adalah ciri – ciri yang harus dipenuhi oleh setiap
sebagai sampel. Hal ini dilakukan jika jumlah populsi relative kecil kurang
23
dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan
lembar observasi yaitu pernyataan atas penelitian yang sedang diamati oleh
E. Analisa Data
1. Analisa Univariat
2. Analisa Bivariat
F. Etika Penelitian
bertentangan dengan etika. Tujuan penelitian harus etis dalam arti hak pasien
24
diteliti mereka harus menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika tidak
nomor kode pada masing-masing lembar yang hanya diketahui oleh peneliti
c. Confidentiality (kerahasiaan)
25
DAFTAR PUSTAKA
Andayani , Astuti. (2017). prediksi kejadian penyakit tuberkulosis paru
berdasarakan usia dikabupaten ponorogo tahun 2016-2020. Indonesian
Journal for Health Sciences, 01(02), 29-33
http://scholar.google.co.id/scholar_url?url=http%3A%2F%2Fjournal.ump
o.ac.id%2Findex.php%2FIJHS%2Farticle%2Fdownload%2F482%2F547
&hl=en&sa=T&ei=3RDgXJ6sK4eTmAHOsaGwCA&scisig=AAGBfm2d
H1phX0H1xgldV3iNBJBZ3StC5w&nossl=1&ws=1366x600&at=.
Budianto, & Agustanti. (2017). PENGARUH EDUKASI BATUK EFEKTIF
TERHADAP PERILAKU BATUK EFEKTIF PASIEN POST OPERASI.
Jurnal Keperawatan,, VIII(2), 181 http://ejurnal.poltekkes-
tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/927/705.
Chasanah. (2018). PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PENYAKIT
PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI BALAI BESAR
KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA. 6
http://eprints.ums.ac.id/64234/12/NASKAH%20PUBLIKASI%20rev.pdf.
Dinkes. ( 2017 ). profil kesehatan provinsi sulawesi utara. manado,
https://docplayer.info/115755963-Profil-kesehatan-kota-manado-tahun-
2017.html.
Fadillah. (2017). hubungan karakteristik pengawas minum obat terhadap
kepatuhan berobat pasien tuberkulosis di puskesmas prgaan 2016. Jurnal
Bekala Epidemiologi, 5(3), 338-350. https://e-
journal.unair.ac.id/JBE/article/download/5654/4269.
Herero, & Lopez. (2019). Slowdown in the Decline of Tuberculosis Rates in 200-
2016. American Journal of Public Health, 109(2), 308-312
10.2105/AJPH.2018.304816.
Kuswandi, Irianti, Yasin, & Kusumaningtyas. (2016). Mengenal Anti -
Tuberkulosis. Yogyakarta:
https://repository.ugm.ac.id/273526/1/Draft%20Buku%20Antituberkulosis
%2014%20Desember.pdf.
Maskuro. (2018). asuhan keperawatan pada tn.A dengan TB paru yang mengalami
maslah keperawatan ketidakefektifan kebersihan jalan nafas diruang melati
RSUD.dr Haryoto Lumajang. Digital Reposytori Jember, 37-38
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/87031/Masquro-
%20152303101054.pdf%20Sdh.pdf?sequence=1.
Masturoh, & Anggita. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Kemenkes RI http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2018/09/Metodologi-Penelitian-Kesehatan_SC.pdf.
Muttakin. (2015). asuhan keperwataan klien dengan gangguan sistem penafasan.
Banjarmasin: Salemba Medika
26
https://books.google.co.id/books?id=G3KXne15oqQC&pg=PA87&dq=tb
+paru&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiWyrqlyqbiAhUDYawKHczUAn4Q
6AEINjAC#v=onepage&q=tb%20paru&f=false.
Noor. (2017). Metodologi Penelitian : skripsi, thesis, disertasi, karya ilmiah.
Jakarta: KENCANA
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=VnA-
DwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=metlit+hipotesis&ots=fC9F2StGSm
&sig=Lc17JXmMZiDZHFc4dX4joa5Un2E&redir_esc=y#v=onepage&q=
metlit%20hipotesis&f=false.
Nugraini, & Cahyati. (2015). EVALUASI INPUT CAPAIAN CASE
DETECTION RATE (CDR) TB PARU. Unnes Journal of Public Health,
4(2), 146 https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/5191.
Nurjana, M. (2015). Faktor Resiko Terjadinya Tuberkulosis Paru Usia Produktif (
15-49 tahun ) di Indonesia. Media Litbangkes, 25(3), 167-168
10.22435/mpk.v25i3.4387.163-170.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam . Yogyakarta: Nuha
Medika.
Pranowo. (2014). EFEKTIFITAS BATUK EFEKTIF DALAM PENGELUARAN
SPUTUM UNTUK PENEMUAN BTA PADA . 2 http://akbidmr.ac.id/wp-
content/uploads/2016/04/jurnal-penelitian-crisanthus-wahyu-p.pdf.
Prihanti, & sulistiyawati. (2015). Analisis Faktor Resiko Kejadian Tuberkulosis
Paru. Jurnal Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga, 11(2), 130-131
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/4207/4570.
Sitanggang. (2017). health coaching berbasis health promotion model terhadap
peningkatan efikasi diri dan perilaku pencegahan penularan pada pasien
TB Paru. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes , VIII(4), 175
10.33846/sf.v8i4.188.
Sitorus; Lubis; Kristiani;. (2018). penerapan batuk efektif dan fisoterapi dada pada
pasien tb paru yang mengalami ketidak efektifan jalan nafas di RSUD
Jakarta Utara. JAKHKJ, 4(2), 2
http://ejurnal.husadakaryajaya.ac.id/index.php/JAKHKJ/article/viewFile/9
7/75.
Swarjana. (2015). Metode Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: CV.ANDI OFFSET
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=DjrtCgAAQBAJ&oi=fnd
&pg=PR3&dq=metlit+hipotesis&ots=u-
kIe_Gx5I&sig=Q95SBUcHZLm8XqOrxG0WUcp8Q9c&redir_esc=y#v=o
nepage&q=metlit%20hipotesis&f=false.
27