Anda di halaman 1dari 12

TUGAS HUKUM TATA NEGARA

WARGA NEGARA DAN HAK DASAR WARGA NEGARA, WILAYAH


NEGARA DAN OTONOMI DAERAH, SERTA PARTAI POLITIK DAN
PEMILIHAN UMUM

PUTU IKA ASRI MADANI


NIM. 1804551117

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2019
PEMBAHASAN
I
Warga Negara dan Hak Dasar Warga Negara
A. Warga Negara dan Orang Asing
Berdasarkan Pasal 26 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga negara. Warga Negara adalah istilah yuridis sementara
rakyat adalah istilah politik, baik yang tinggal di dalam negeri maupun di luar
negeri. Ada juga istilah penduduk yang mengandung arti lebih luas yaitu
meliputi warganegara dan orang asing. Penduduk Indonesia meliputi warga
Negara Indonesia maupun orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia.
B. Asas-asas Kewarganegaraan
Cara untuk menentukan seseorang menjadi warga negara suatu Negara
bisa berdasarkan atas asas ius soli dan asas ius sanguinis. Ius Soli adalah cara
memperoleh kewargaannegaraan berdasarkan tempat di mana ia dilahirkan,
sedangkan Ius Sanguinis adalah dalam menentukan kewarganegaraan
berdasarkan keturunan darah, bila orang tuanya warganegara Indonesia, maka
ia juga akan menjadi warga negara Indonesia. Sementara hak seseorang untuk
menentukan kewarganegaraan ada dua macam yaitu Hak Opsi: hak untuk
memilih menjadi warganegara suatu negara dan Hak Repudiasi: hak untuk
menolak menjadi warga negara suatu negara.
C. Syarat dan Tata Cara Memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
Syarat dan tata cara memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
menurut Undang-Undang No.12 Tahun 2006 adalah, Pasal 8 Undang-Undang
No.12 Tahun 2006, Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh
melalui pewarganegaraan. Pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun
2006, Warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga Negara
Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan
menyampaikan pernyataan menjadi warga negara di hadapan Pejabat. Pasal 20
Undang-Undang No.12 Tahun 2006, Orang asing yang telah berjasa kepada
Negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi
Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan
pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan
berkewarganegaraan ganda. Pasal 21 Ayat (1), Anak yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun atau belum kawin, berada dan bertempat tinggal di
wilayah Negara Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya berkewarganegaraan
Republik Indonesia. Pasal 21 Ayat (2), Anak warga negara asing yang belum
berusia 5 (Lima) tahun yang diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan
sebagai anak oleh Warga Negara Indonesia memperoleh Kewarganegaraan
Republik Indonesia.
D. Kehilangan Kewarganegaraan Indonesia
Pasal 23
Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang
bersangkutan:
a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;
b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan
orang yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;
c. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya
sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau
sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri, dan dengan dinyatakan hilang
Kewarganegaraan Republik Indonesia tidak menjadi tanpa
kewarganegaraan;
d. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden;
e. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas
semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan hanya dapat dijabat oleh Warga Negara Indonesia;
f. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada
negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;
g. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat
ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau
surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih
berlaku dari negara lain atas namanya; atau
i. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima)
tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang
sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi
Warga Negara Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir,
dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan
pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia kepada Perwakilan
Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang
bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah
memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang
bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
E. Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kembali kewarganegaraan Republik
Indonesia
Menurut Pasal 32 Ayat (1) Undang-Undang No.12 Tahun 2006, Warga
Negara Indonesia yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf i, dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat
(2) dapat memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan
mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri tanpa melalui prosedur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17. Pasal 32 Ayat
(2), Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 32 Ayat
(3), Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia, permohonan
disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal pemohon. Permohonan untuk memperoleh kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat diajukan oleh perempuan atau
lakilaki yang kehilangan kewarganegaraannya akibat ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) sejak putusnya perkawinan.
F. Hak-hak Dasar Warga Negara/ Hak Konstitusional Warga Negara
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dari
Pasal 26 sampai Pasal 34, diatur hak-hak warga negara dan hak asasi manusia.
PEMBAHASAN
II
Wilayah Negra dan Otonomi Daerah

A. Wilayah Negara
Dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945, tidak ada satu pasal pun
menyinggung soal luas wilayah Negara proklamasi. Dalam Rapat PPKI 18
Agustus 1945, Sukarno mengusulkan pedoman wilayah Negara RI adalah
“daerah Hindia Belanda dahulu” dan ini kemudian diterima oleh PPKI . Pada
rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945, ditentukan mengenai pembagian wilayah
Negara RI atas delapan (8) Provinsi, yaitu: 1) Provinsi Jawa Barat 2) Provinsi
Jawa Tengah 3) Provinsi Jawa Timur 4) Provinsi Sumatera 5) Provinsi Borneo
(Kalimantan) 6) Provinsi Sulawesi 7) Provinsi Maluku 8) Provinsi Sunda Kecil
(Nusa Tenggara).
Bila ingin melihat batas-batas wilayah secara jelas, maka harus melihat
dahulu perjanjian-perjanjian yang diadakan antara Kerajaan Belanda dengan
Inggris dan Kerajaan Portugis yang masih berlaku, berdasarkan Pasal 5
Persetujuan Perpindahan Kekuasaan sebagai berikut: “Segala hak dan
kewajiban Kerajaan Belanda yang disebabkan karena perjanjian–perjanjian dan
persetujuan internasional menjadi kewajiban Negara Republik Indonesia
Serikat sekedar perjanjian-perjanjian dan perjnjian-perjanjian itu berlaku atas
daerah hukum RIS”. Mengenai wilayah batas laut territorial, pada awalnya
adalah 3 mil laut (kurang lebih 5 Km) dari pantai, dengan dasar pertimbangan
jarak tembak meriam pada saat itu. (Territoriale zee en Maritime Kringen
Ordonnantie 1939). Teori ini kemudian ditinggalkan karena sangat merugikan
Negara-negara Kepulauan (Archipelago) dan juga bila dikaitkan dengan
perkembangan tehnologi. Maka kemudian dikeluarkan PERPU No.4 Tahun
1960 tentang Perairan Indonesia, yang menentukan batas laut territorial
Indonesia sejauh 12 mil laut dari pantai-pantai terluar kepulauan Indonesia.4
Di samping itu juga, ada hak untuk Negara melakukan eksploitasi kekayaan
laut seluas 200 mil dari batas laut teritorial.
B. Otonomi Daerah
Kata otonomi berasal dari kata Latin auto = sendiri, nomoi = undang-
undang, sehingga otonomi daerah berarti membuat undang-undang sendiri.
Pengertian ini terlalu sempit, karena dalam kenyataanya pemerintah daerah
tidak hanya membuat undangundang atau menjalankan fungsi legislative saja,
melainkan menjalankan fungsi penyelenggaraan pemerintahan (eksekutip)
daerah. Dilihat dari sejarah perkembangan pemerintahan daerah, istilah daerah
otonom disebut dengan daerah swatantra dalam UU No.1 Tahun 1957 dan UU
No. 18 Tahun 1965, atau swapraja dalam UU No. 22 Tahun 1948, yang berarti
menyelenggarakan pemerintahan sendiri. Tetapi kemudian dalam UU No. 5
Tahun 1974 dan UU No.22 Tahun 1999 menggunakan nama daerah otonom.,
dengan UU No. 32 Tahun 2004 disebut Provinsi dan daerah yang lebih kecil
disebut Kabupaten/Kota.
Pasal 10 Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah menentukan:
1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh Undang-Undang
ini ditentukan menjadi urusan Pemerintah,
2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c.
keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama.
4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat
melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat Pemerintah
atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada
pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.
PEMBAHASAN
III
Partai Politik dan Pemilihan Umum
A. Konsep Kekuasaan Negara dan Pembagian Kekuasaan Negara dalam
Tinjauan Ketatanegaraan
Negara dilihat dari sudut kekuasaan atau politik merupakan suatu sistem
kekuasaan. Pengertian kekuasaan adalah suatu kemampuan seseorang atau
kelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau
kelompok orang lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku seseorang atau
kelompok orang tersebut menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari
orang yang memiliki kemampuan itu. Struktur Kekuasaan Negara dapat dibagi
menjadi dua bagian besar, yakni:
a. Suprastruktur politik adalah struktur di atas permukaan yang keberadaannya
ditentukan dalam Konstitusi Negara seperti halnya Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden, Mahkamah
Agung, sampai pada Kepala Desa yang merupakan lembaga-lembaga negara
dan pemerintahan. Sehingga sering juga disebut sebagai Struktur formal
atau sebagai struktur pemerintahan.
b. Infrastruktur politik adalah struktur di bawah permukaan yang
keberadaannya ada dalam masyarakat. Komponennya antara lain yakni
Partai-partai politik, Kelompok Kepentingan (interest groups), Kelompok
Penekan (Pressure groups), Alat komunikasi politik (media massa atau
mass media), Tokoh-tokoh Politik (Political figure).
B. Partai Politik
Menurut Carl J. Friederich, partai politik adalah sekelompok manusia yang
terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan
penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan
penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang
bersifat idiil maupun materiil. Ditinjau dari perspektif peraturan perundang-
undangan, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Angka (1) Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 menyebutkan “Dalam undang-
undang ini, yang dimaksud dengan Partai adalah setiap organisasi yang
dibentuk oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar
persamaan kehendak untuk memperjuangkan baik kepentingan anggotanya
maupun bangsa dan negara melalui pemilihan umum”. Adapun 4 (empat)
fungsi utama partai politik dalam negara yakni sebagai berikut:
1) Partai sebagai sarana komunikasi politik dimana partai politik bertugas
sebagai alat komunikasi dua arah, yakni menyalurkan aspirasi anggotanya
kepada pemerintah dan sebaliknya menginformasikan segala kebijaksanaan
yang telah diambil pemerintah kepada para anggotanya.
2) Partai Politik berfungsi sebagai sarana sosialisasi politik (Instrument of
political socialization). Sosialisasi politik merupakan suatu proses melalui
mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi mengenai suatu fenomena
politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat dimana ia berada.
3) Partai Politik sebagai sarana recruitment politik. Partai politik berfungsi
mencari dan mengajak orang yang berbakat untuk aktif dalam kegiatan
politik sebagai anggota partai.
4) Partai Politik sebagai sarana manajemen konflik. Dalam suatu negara
demokrasi, perbedaan pendapat adalah wajar terjadi. Jika sampai terjadi
konflik dalam masyarakat, partai politik berkewajiban menengahi atau
menyelesaikan konflik.
Pengelompokan partai politik ada bermacam-macam kriteria. Ada 3 (tiga)
macam kriteria untuk mengadakan klasifikasi, yakni sebagai berikut:
1) Klasifikasi menurut jumlah dan fungsi anggotanya; terdapat partai massa
dan partai kader.
2) Klasifikasi berdasarkan sifat dan orientasi partai; dimana partai dapat
dibedakan atas 3 (tiga) macam sebagai Partai Lindungan (Patronage Party),
Partai asas/Ideologi, dan Partai program.
3) Klasifikasi atas dasar Jumlah Partai yang berpengaruh dalam Badan
Perwakilan, bahwa menurut Maurice Duverger, terdiri atas tiga (3) sistem,
yakni Sistem satu partai atau Partai Tunggal/Mono Partai, Sistem dua
Partai/Dwi Partai, dan Sistem Multi Partai.
PENDAPAT
A. Pendapat Terhadap Pembahasan I (Warga Negara dan Orang Asing)
Mengenai warga negara dan orang asing sebelumnya telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958, namun Undang-Undang tersebut di
atas secara filosofis, yuridis, dan sosiologis sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan Republik Indonesia.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, perlu dibentuk undang-undang
kewarganegaraan yang baru sebagai pelaksanaan Pasal 26 ayat (3) Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan
agar hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-
undang.
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat dan melaksanakan amanat Undang
Dasar sebagaimana tersebut di atas, disahkanlah Undang-Undang No.12 Tahun
2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia yang sudah cukup jelas
dan terperinci mengatur mulai dari definisi, syarat dan tata cara memperoleh
kewarganegaraan, kehilangan kewarganegaraan, sampai dengan syarat dan tata
cara memperoleh kembali kewarganegaraan Indonesia.
B. Pendapat Terhadap Pembahasan II (Wilayah Negara dan Otonomi
Daerah)
Walaupun dalam UUD 1945, tidak ada satu pasal pun menyinggung soal luas
wilayah Negara proklamasi, namun setelah amandemen UUD NRI Tahun
1945, wilayah negara diatur dalam Bab IXA Pasal 25, Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara
dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-
undang. Kemudian untuk melihat secara jelas wilayah negara RI, dapat dilihat
melalui Pasal 5 Persetujuan Perpindahan Kekuasaan antara Kerajaan Belanda
dengan Inggris dan Kerajaan Portugis. Sedangkan untuk wilayah batas laut
territorial dapat dilihat dalam PERPU No.4 Tahun 1960 tentang Perairan
Indonesia, yang menentukan batas laut territorial Indonesia sejauh 12 mil laut
dari pantai-pantai terluar kepulauan Indonesia. Pada perkembangannya,
wilayah negara kemudian diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara yang sudah cukup jelas
mengatur mengenai batas wilayah, kewenangan pemerintah pusat maupun
provinsi dalam mengelolah wilayah negara, serta peran serta masyarakat dalam
pengelolaan kawasan perbatasan, dan hal-hal lainnya.
C. Pendapat Terhadap Pembahasan III (Partai Politik dan Pemilihan
Umum)
Partai Politik secara teoritis sangat diperlukan untuk membuka seluas-
luasnya bagi rakyat untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik dan
pemerintahan, mewujudkan pemerintahan yang bertanggungjawab
(Responsible government), dapat memperjuangkan kepentingan umum, serta
dapat mencegah kesewenang-wenangan perilaku atau tindakan pemerintah.
Namun, sistem partai yang diterapkan di Indonesia yaitu sistem multipartai
dirasa kurang sesuai dengan sistem pemerintahan Indonesia yaitu sistem
presidensial, karena dapat menggoyahkan atau melemahkan kekuasaan
Presiden.

KESIMPULAN
Mengenai warga negara dan hak dasar warga negara, wilayah negara dan otonomi
daerah, serta partai politik dan pemilihan umum telah diatur dalam suatu peraturan
perundang-undangan secara cukup jelas dan rinci, namun masih memiliki
kekurangan dalam hal pengimplementasiannya di kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Dalam perkembangannya dibutuhkan pembaharuan-
pembaharuan untuk menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia dan
dunia, agar hal-hal yang diatur dalam perundang-undangan tersebut dapat berjalan
atau terlaksana sebagaimana mestinya.
PERTANYAAN
1. Desain sistem pemerintahan presidensial yang seperti apa yang efektif
diterapkan di Indonesia? Mempertimbangkan juga sistem multipartai yang
dianut negara Indonesia
2. Jika dilakukan reklamasi di pulau terluar indonesia, apakah batas laut teritorial
juga ikut berubah? Mengingat ditentukan bahwa batas laut territorial Indonesia
sejauh 12 mil laut dari pantai-pantai terluar kepulauan Indonesia.
3.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. I Gede Yusa, S.H.,M.H., dkk., 2016, Hukum Tata Negara Pasca Perubahan
UUD NRI 1945, Setara Press, Malang.

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik,


diundangkan pada 1 Februari 1999, diumumkan ke dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 22 dan Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3809.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pemilihan


Umum, diundangkan pada 1 Februari 1999, diumumkan ke dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 23 dan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3810.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan


Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, diundangkan
pada 15 Januari 2011, diumumkan ke dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 8 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5189.

Anda mungkin juga menyukai