Anda di halaman 1dari 6

A.

Warga Negara
Pengertian rakyat atau penduduk sering terkacaukan, maka kita perlu mengetahui batas-
batasnya.
a. Yang dimaksud dengan rakyat suatu negara haruslah mempunyai ketegasan bahwa
mereka itu benar-benar tunduk kepada Undang-Undang Dasar Negara yang berlaku,
mengakui kekuasaan Negara tersebut dan mengakui wilayah Negara tadi sebagai Tanah
Airnya yang hanya satu-satunya.
b. Penduduk adalah semua orang yang ada atau bertempat tinggal dalam wilayah negara
dengan ketegasan telah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh
peraturan Negara.
Dari batasan-batasan diatas dapat kita mengetahui bahwa dalam pengertian rakyat sering
dikaitkan dengan pengertian warga negara, sedang dalam pengertian penduduk dapat
mencakup pengertian yang lebih luas.[1]

B. Sistem Kewarganegaraan
Pada asasnya ada beberapa sistem (kriteria umum) yang digunakan untuk menentukan
siapa yang menjadi warga negara suatu negara. Kriteria tersebut yaitu :
1. Sistem Kewarganegaraan berdasarkan Kelahiran
a. Asas Ius Soli (Law of The Soli)
Asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat
kelahiran.
b. Asas Ius Sanguinis (Law of The Blood)
Penentuan Kewarganegaraan berdasarkan keturunan/kewarganegaraan orang tuanya.[2]
c. Masalah Kewarganegaraan

1) Apatride
Apatride terjadi apabila seorang anak yang Negara orang tuanya menganut asas Ius Soli
lahir di Negara yang menganut Ius Sanguinis.[3] Contoh : Seorang keturunan bangsa A (Ius
Soli) lahir di negara B (Ius Sanguinis) Maka orang tsb bukan warga negara A maupun
warga negara B.

2) Bipatride
Bipatride terjadi apabila seorang anak yang Negara orang tuanya menganut Ius Sanguinis
lahir di Negara lain ynag menganut Ius Soli, maka kedua Negara tersebut menganggap
bahwa anak tersebut warga Negaranya.[4] Contoh : Seorang keturunan bangsa C (Ius
Sanguinis) lahir di negara D (Ius Soli). Sehingga karena ia keturunan negara C, maka
dianggap warga negara C, tetapi negara D juga menganggapnya sebagai warga
negara,karena ia lahir di negara D.
3) Multipatride
Seseorang yang memiliki 2 atau lebih kewarganegaraan Contoh : Seorang yang bipatride
juga menerima pemberian status kewarganegaraan lain ketika dia telah dewasa, dimana
saat menerima kewarganegaraan yang baru ia tidak melepaskan status bipatride-nya.
2. Sistem Kewarganegaraan berdasarkan Perkawinan

a. Asas Kesatuan Hukum


Asas kesatuan hukum berangkat dari paradigma bahwa suami istri ataupun ikatan keluarga
merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat, dan tidak
terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakatnya,suami istri ataupun
keluarga yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Supaya terdapat keadaan harmonis dalam keluarga diperlukan kesatuan secara yuridis
maupun dalam jiwa perkawinan, yaitu kesatuan lahir dan batn. Dan kesatuan hukum dalam
keluarga ini tidak bertentangan dengan filsuf persamaan antara suami istri sehingga
sekedar mencari manfaatnya bagi sang suami saja.
b. Asas Persamaan Derajat
Menurut asas persamarataan bahwa perkawinan sama sekali tidak mempengaruhi
kewarganegaraan seseorang, dalam arti masing-masing istri atau suami bebas menentukan
sikap dalam menen tukan kewarganegaraanya.
Asas ini menghindari terjadinya penyelundupan hukum, misalnya seseorang yang
berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu Negara
dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan pasangan di Negara
tersebut.
3. Sistem Kewarganegaraan berdasarkan Naturalisasi
Adalah suatu perbuatan hukum yang dapat menyebabkan seseorang memperoleh status
kewarganegaraan, Misal : seseorang memperoleh status kewarganegaraan akibat dari
pernikahan, mengajukan permohonan, memilih/menolak status kewarganegaraan.
a. Naturalisasi Biasa
Yaitu suatu naturalisasi yang dilakukan oleh orang asing melalui permohonan dan prosedur
yang telah ditentukan.
b. Naturalisasi Istimewa
Yaitu kewarganegaraan yang diberikan oleh pemerintah (presiden) dengan persetujuan
DPR dengan alasan kepentingan negara atau yang bersangkutan telah berjasa terhadap
negara.
Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan naturalisasi digunakan 2
stelsel, yaitu :
1. Stelsel Aktif, yakni untuk menjadi warga negara pada suatu negara seseorang harus
melakukan tindakan-tindakan hukum secara aktif.
2. Stelsel Pasif, yakni seseorang dengan sendirinya dianggap sebagai warga negara tanpa
melakukan sesuatu tindakan hukum.

C. Sejarah Kewarganegaraan
Mengetahui tentang masalah kewarganegaraan juga melibatkan sejarah dari sistem
kewarganegaraan, yang berkembang dari masa ke masa. Diawali dengan:
1. Zaman penjajahan Belanda
Hindia Belanda bukanlah suatu negara, maka tanah air pada masa penjajahan Belanda
tidak mempunyai warga negara, dengan aturan sebagai berikut:
1) kawula negara belanda orang Belanda,
2) (2) kawula negara belanda bukan orang Belanda, tetapi yang termasuk Bumiputera,
3) (3) kawula negara belanda bukan orang Belanda, juga bukan orang Bumiputera,
misalnya: orang orang Timur Asing (Cina, India, Arab, dan lain-lain).[5]
2. Masa kemerdekaan
pada masa ini, Indonesia belum mempunyai UUD. Sehari setelah kemerdekaan, yakni
tanggal 18 agustus 1945, panitia persiapan kemerdekaan Indonesia mengesahkan UUD
1945. Mengenai kewarganegaraan UUD 1945 dalam pasal 26 ayat(1) menentukan bahwa
Yang menjadi warga negara ialah orang orang bangsa Indonesia aseli dan orang orang
bangsa lain yang di sahkan dengan undang undang sebagai warga negara, sedang ayat
2 menyebutkan bahwa syarat syarat yang mengenai kewarganegaraan ditetapan dengan
undang undang.[6]Sebagai pelaksanaan dari pasal 26, tanggal 10 april 1946,
diundangkan UU No. 3 Tahun 1946. Adapun yang dimaksud dengan warga negara
Indonesia menurut UU No. 3 Tahun 1946 adalah:
(1) Orang yang asli dalam daerah Indonesia,
(2) Orang yang lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman di dalam wilayah negara
Indonesia,
(3) Anak yang lahir di dalam wilayah Indonesia.[7]
3. Persetujuan Kewarganegaraan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB)
Persetujuan perihal pembagian warga negara hasil dari konferensi meja bundar (KMB)
tanggal 27 desember 1949 antara Belanda dengan Indonesia Serikat ada tiga hal yang
penting dalam persetujuan tersebut antara lain:
(1) Orang Belanda yang tetap berkewargaan Belanda, tetapi terhadap keturunannya yang
lain dan bertempat tinggal di Indonesia kurang lebih 6 bulan sebelum 27 desember 1949
setelah penyerahan keddaulatan dapat memilih kewarganegaraan Indonesia yang disebut
juga Hak Opsi atau hak untuk memilih kewarganegaraan.
(2) Orang orang yag tergolong kawula Belanda (orang Indonesia asli) berada di Indonesia
memperoleh kewarganegaraan Indonesia kecuali tidak tinggal di Suriname / Antiland
Belanda dan dilahirkan di wilayah Belanda dan dapat memilih kewarganegaraan Indonesia,
(3) Orang orang Eropa dan Timur Asing, maka terhadap mereka dua kemungkinan yaitu:
jika bertempat tinggal di Belanda, maka dtetapkan kewarganegaraan Belanda, maka yang
dinyatakan sebagai WNI dapat menyatakan menolak dalam kurun waktu 2 tahun.[8]
4. Berdasarkan undang undang nomor 62 tahun 1958
Undang undang tentang kewarganegaraan Indonesia yang berlaku sampai sekarang
adalah UU No. 62 tahun 1958, yang mutlak berlaku sejak diundangkan tanggal 1agustus
1958. Beberapa bagian dari undang undang itu, yaitu mengenai ketentuan ketentuan
siapa warga negara Indonesia, status anak anak an cara cara kehilangan
kewarganegaraan, ditetapkan berlaku surut hingga tanggal 27 desember 1949.
Hal hal selengkapnya yang diatur dalam UU No. 62 tahun 1958 antara lain: (1) siapa yang
dinyatakan berstatus warga negara Indonesia (WNI), (2) naturalisasi atau pewarganegaraan
biasa,(3) akibat pewarganegaraan, (4) pewarganegaraan istimewa, (5) kehilangan
kewarganegaraan Indonesia, dan (6) Siapa yang dinyatakan berstatus asing.
Menurut undang undang :
1) Mereka berdasarkan UU/ peraturan/perjanjian, yang terlebih dahulu (berlaku surut)
2) Mereka yang memenuhi syarat syarat tertentu yang ditentukan dalam undang undang
itu.
Selain itu, mungkin juga seorang Indonesia menjadi orang asing karena :
1) Dengan sengaja, insyaf, dan sadar menolak kewarganegaraan RI,
2) Menolak kewarganegaraan karena khilaf atau ikut ikutan saja,
3) Di tolak oleh orang lain, misalnya seorang anak yang ikut status orang tuanya yang
menolak kewarganegaraan RI.[9]
D. Masalah Kedudukan Hukum Bagi Orang Asing
Sesuai dengan pasal 38 UU No. 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian, menyatakan
pengawasan terhadap orang asing di Indonesia meliputi: pertama, masuk dan keluarnya ke
dan dari wilayah Indonesia, kedua, keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah
Indonesia. Adapun tugas pengawasan terhadap orang asing yang berada di Indonesia
dilakukan oleh menteri kehakiman dengan koordinasi dengan badan atau instansi
pemerintah yang terkait.
Masalah lain yang berkaitan dengan orang asing adalah tentang perkawinan campuran,
yaitu perkawinan antar a dua orang yang berbeda kewarganegaraan. Dan yang paling
menimbulkan persoalan serius adalah perkawinan campuran antar-agama.
1. Perkawinan campuran antar-golongan (intergentiel)
Bahwa hukum mana atau hukum apa yang berlaku , kalau timbul perkawinan antara dua
orang, yang masing masing sama atau berbeda kewarganegaraannya, yang tunduk pada
peraturan hukum yang berlainan. Misalnya, WNI asal Eropa kawin dengan orang Indonesia
asli.
2. Perkawinan campuran antar-tempat (interlocal)
Yakni perkawinan antara orang orang Indonesia asli dari lingkungan adat. Misal , orang
Minang kawin dengan orang jawa.
3. Perkawinan campuran antar-agama (interriligius)
Mengatur hubungan (perkawinan) antara dua orang yang masing masing tunduk pada
peraturan agama yang berlainan.
Dalam tataran praksis perkawinan campuran antar-agama tidak dikenal di Indonesia. UU
No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan secara tegas tidak menganut perkawinan campuran
antar-agama.
Berkaitan dengan status istri dalam perkawinan campuran, maka terdapat dua asas:
a) Asas mengikuti, maka suami/istri mengikuti suami/istri baik pada waktu perkawinan
berlangsung, kemudian setelah perkawinan berjalan.
Pasal 26 UU Kewarganegaraan menyatakan :
Ayat (1) perempuan warga negara Indonesia yang kawin dengan laki laki warga negara
asing kehilangan kewarganegaraan RI jika menurut hukum negara asal suaminya,
kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat perkawinan
tersebut. Ayat (2) Laki laki warga negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga
negara asing kehilangan kewarganegaraanya RI jika menurut hukum asal istrinya,
kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan
tersebut.

b) Asas persamamerataan
Menurut asas ini, bahwasanya perkawinan tidak mempengaruhi sama sekali
kewarganegaraan seseorang, dalam arti mereka (suami atau istri) bebas menentukan sikap
dalam menentukan kewarganegaraan asal sekalipun sudah menjadi suami istri.
Ketentuan ini di atur dalam pasal 26 ayat (3) UU kewarganegaraan , bahwa perempuan
atau laki laki WNI yang menikah dengan WNA tetap menjadi WNI jika yang bersangkutan
memiliki keinginan untuk tetap menjadi WNI. Adapun mekanismenya dengan, yaitu dengan
jalan mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau
perwakilan republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-
laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.[10]

Anda mungkin juga menyukai