Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klinik

2.1.1 Pengertian Klinik


Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan dan menyediakan
pelayanan medis dasar dan atau spesialistik, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis
tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis (Permenkes RI No.9, 2014).

2.1.2 Jenis Klinik


a. Klinik Pratama
Klinik pratama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar
yang dilayani oleh dokter umum dan dipimpin oleh seorang dokter umum.
Berdasarkan perijinannya klinik ini dapat dimiliki oleh badan usaha ataupun
perorangan.
b. Klinik Utama
Klinik utama merupakan klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik
spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik. Spesialistik berarti
mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ atau jenis penyakit tertentu. Klinik ini dipimpin seorang
dokter spesialis ataupun dokter gigi spesialis. Berdasarkan perijinannya klinik ini
hanya dapat dimiliki oleh badan usaha berupa CV, ataupun PT.

Adapun perbedaan antara klinik pratama dan klinik utama adalah:


a. Pelayanan medis pada klinik pratama hanya pelayanan medis dasar, sementara
pada klinik utama mencangkup pelayanan medis dasar dan spesialis;
b. Pimpinan klinik pratama adalah dokter atau dokter gigi, sementara pada klinik
utama pimpinannya adalah dokter spesialis atau dokter gigi spesialis;
c. Layanan di dalam klinik utama mencangkup layanan rawat inap, sementara pada
klinik pratama layanan rawat inap hanya boleh dalam hal klinik berbentuk badan
usaha;
d. Tenaga medis dalam klinik pratama adalah minimal dua orang dokter atau dokter
gigi, sementara dalam klinik utama diperlukan satu orang spesialis untuk masing-
masing jenis pelayanan.

Adapun bentuk pelayanan klinik dapat berupa:


a. Rawat jalan;
b. Rawat inap;
c. One day care;
d. Home care;
e. Pelayanan 24 jam dalam 7 hari.

Perlu ditegaskan lagi bahwa klinik pratama yang menyelenggarakan rawat inap, harus
memiliki izin dalam bentuk badan usaha. Mengenai kepemilikan klinik, dapat dimiliki
secara perorangan ataupun badan usaha. Bagi klinik yang menyelenggarakan rawat
inap maka klinik tersebut harus menyediakan berbagai fasilitas yang mencakup: (1)
ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan; (2) minimal 5 bed, maksimal 10 bed,
dengan lama inap maksimal 5 hari; (3) tenaga medis dan keperawatan sesuai jumlah
dan kualifikasi; (4). dapur gizi dan (5) pelayanan laboratorium klinik pratama
(Permenkes RI No.9, 2014).

2.2 Standar Prasarana di Klinik


Menurut Permenkes No.9 Tahun 2014, prasarana klinik meliputi:
a. Instalasi sanitasi;
b. Instalasi listrik;
c. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
d. Ambulans, khusus untuk klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan
e. Sistem gas medis;
f. Sistem tata udara;
g. Sistem pencahayaan;
h. Prasarana lainnya sesuai kebutuhan.

2.2.1 Sanitasi
Sistem sanitasi Klinik terdiri dari sistem air bersih, system pembuangan air kotor
dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
1. Sistem air bersih
a. Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan mempertimbangkan
sumber air bersih dan system pengalirannya.
b. Sumber air bersih dapat diperoleh langsung dari sumber air berlangganan
dan/atau sumber air lainnya dengan baku mutu yang memenuhi dan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah
a. Tersedia sistem pengolahan air limbah yang memenuhi persyaratan kesehatan.
b. Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari sampah dan dilengkapi penutup
dengan bak kontrol untuk menjaga kemiringan saluran minimal 1%.
c. Di dalam sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari ruang
penyelenggaraan makanan disediakan perangkap lemak untuk memisahkan
dan/atau menyaring kotoran/lemak.
3. Sistem pembuangan limbah infeksius dan non infeksius.
a. Sistem pembuangan limbah infeksius dan non infeksius harus direncanakan dan
dipasang dengan mempertimbangkan fasilitas pewadahan, Tempat
Penampungan Sementara (TPS), dan pengolahannya.
b. Pertimbangan jenis pewadahan dan pengolahan limbah infeksius dan non
infeksius diwujudkan dalam bentuk penempatan pewadahan dan/atau
pengolahannya yang tidak mengganggu kesehatan penghuni, masyarakat dan
lingkungannya serta tidak mengundang datangnyavektor/binatang penyebar
penyakit.
c. Pertimbangan fasilitas Tempat Penampungan Sementara (TPS) yang terpisah
diwujudkan dalam bentuk penyediaan Tempat Penampungan Sementara (TPS)
limbah infeksius dan non infeksius, yang diperhitungkan berdasarkan fungsi
bangunan, jumlah penghuni, dan volume limbah.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara perencanaan, pemasangan, dan
pengolahan fasilitas pembuangan limbah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

2.2.2 Instalasi Listrik


1. Umum
a. Sistem kelistrikan dan penempatannya harus mudah dioperasikan, diamati,
dipelihara, tidak membahayakan, tidak mengganggu lingkungan, bagian
bangunan dan instalasi lain.
b. Perancangan dan pelaksanaannya harus memenuhi SNI 0225-2011, tentang
Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2011) atau edisi yang terbaru.
2. Sumber Daya Listrik
a. Sumber daya listrik yang dibutuhkan, terdiri dari:
1) Sumber daya listrik normal dengan daya paling rendah 2200VA; dan
2) Sumber daya listrik darurat 75% dari sumber daya listrik normal.
b. Sumber daya listrik normal, diperoleh dari:
1) Sumber daya listrik berlangganan seperti PLN;
2) Sumber daya listrik dari pembangkit listrik sendiri, diperoleh dari:
a) Generator listrik dengan bahan bakar cair atau gas elpiji.
b) Sumber listrik tenaga surya.
c) Sumber listrik tenaga angin.
d) Sumber listrik tenaga mikro hidro.
e) Sumber listrik tenaga air.
c. Sumber daya listrik darurat, diperoleh dari :
1) Generator listrik.
2) Uninterruptible Power Supply (UPS)
3. Sistem Distribusi
Sistem distribusi terdiri dari :
a. Panel-panel listrik.
b. Instalasi pengkabelan.
c. Instalasi kotak kontak dan sakelar.
4. Sistem Pembumian
Nilai pembumian (grounding) bangunan tidak boleh kurang impedansinya dari
0.5 Ω. Nilai pembumian (grounding) alat kesehatan tidak boleh kurang
impedansinya dari 0.1 Ω.

2.2.3 Sistem Penanggulangan Kebakaran


1. Bangunan Klinik harus menyiapkan alat pemadam kebakaran untuk memproteksi
kemungkinan terjadinya kebakaran.
2. Alat pemadam kebakaran kapasitas minimal 2 kg, dan dipasang 1 buah untuk setiap
15 m2.
3. Pemasangan alat pemadam kebakaran diletakkan pada dinding dengan ketinggian
antara 15 cm – 120 cm dari permukaan lantai, dilindungi sedemikian rupa
untukmencegah kemungkinan kerusakan atau pencurian.
4. Apabila bangunan Klinik menggunakan generator sebagai sumber daya listrik
utama, maka pada ruangan generator harus dipasangkan Alat Pemadam Kebakaran
jenis CO2.

2.2.4 Ambulans
Ketentuan mengenai kendaraan Puskesmas keliling dan ambulans mengikuti ketentuan
teknis yang berlaku.

2.2.5 Gas Medis


Gas medik yang digunakan di Klinik adalah Oksigen (O2). Sistem gas medik harus
direncanakan dan diletakkan dengan mempertimbangkan tingkat keselamatan bagi
penggunanya.
Persyaratan Teknis:
1. Pengolahan, penggunaan, penyimpanan dan pemeliharaan gas medik harus sesuai
ketentuan berlaku.
2. Tabung/silinder yang digunakan harus yang telah dibuat, diuji, dan dipelihara
sesuai spesifikasi dan ketentuan dari pihak yang berwenang.
3. Tabung/silinder O2 harus di cat warna putih untuk membedakan dengan
tabung/silinder gas medik lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Tabung/silinder O2 pada saat digunakan, diletakkan di samping tempat tidur
pasien, dan harus menggunakan alat pengaman seperti troli tabung atau dirantai.
5. Tutup pelindung katup harus dipasang erat pada tempatnya bila tabung/silinder
sedang tidak digunakan.
6. Apabila diperlukan, disediakan ruangan khusus penyimpanan silinder gas medik.
Tabung/silinder dipasang/diikat erat dengan pengaman/rantai.
7. Hanya tabung/silinder gas medik dan perlengkapannya yang boleh disimpan
dalam ruangan penyimpanan gas medik.
8. Tidak boleh menyimpan bahan mudah terbakar berdekatan dengan ruang
penyimpanan gas medik.
9. Dilarang melakukan pengisian ulang tabung/silinder O2 dari tabung/silinder gas
medik besar ke tabung/silinder gas medik kecil.

2.2.5 Sistem Ventilasi


1. Ventilasi merupakan proses untuk mensuplai udara segar ke dalam bangunan
gedung dalam jumlah yang sesuai kebutuhan, bertujuan menghilangkan gas-gas
yang tidak menyenangkan, menghilangkan uap air yang berlebih dan membantu
mendapatkan kenyamanan termal.
2. Ventilasi ruangan pada bangunan Klinik, dapat berupa ventilasi alami dan/atau
ventilasi mekanis. Jumlah bukaan ventilasi alami tidak kurang dari 15% terhadap
luas lantai ruangan yang membutuhkan ventilasi. Sedangkan system ventilasi
mekanis diberikan jika ventilasi alami yang memenuhi syarat tidak memadai.
3. Besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruangan di
bangunan Klinik minimal 12x pertukaran udara per jam dan untuk KM/WC 10x
pertukaran udara per jam.
4. Penghawaan/ventilasi dalam ruang perlu memperhatikan 3 (tiga) elemen dasar,
yaitu: (1). jumlah udara luar berkualitasbaik yang masuk dalam ruang pada waktu
tertentu; (2). Arah umum aliran udara dalam gedung yang seharusnya dari area
bersih ke area terkontaminasi serta distribusi udara luar kesetiap bagian dari
ruangan dengan cara yang efisien dankontaminan airborne yang ada dalam ruangan
dialirkan keluar dengan cara yang efisien; (3). setiap ruang diupayakan proses udara
didalam ruangan bergerak dan terjadi pertukaran antara udara didalam ruang
dengan udara dariluar.
5. Pemilihan sistem ventilasi yang alami, mekanik atau campuran, perlu
memperhatikan kondisi lokal, sepertistruktur bangunan, cuaca, biaya dan kualitas
udara luar.

2.2.6 Sistem Pencahayaan


1. Bangunan Puskesmas harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan
buatan.
2. Pencahayaan harus terdistribusikan rata dalam ruangan.
3. Lampu-lampu yang digunakan diusahakan dari jenis hemat energi.

Table 1. Tingkat Pencahayaan Rata-Rata yang Direkomendasikan


Fungsi Ruang Tingkat Pencahayaan (LUX)
Ruangan administrasi kantor, ruangan Kepala 200
Klinik, ruangan rapat, ruangan pendaftaran dan
rekam medik, ruangan pemeriksaan umum,
ruangan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), KB dan
imunisasi, ruangan kesehatan gigi dan mulut,
ruangan ASI, ruangan promosi kesehatan, ruang
farmasi, ruangan rawat inap, ruangan rawat pasca
persalinan
Laboratorium, ruangan tindakan, ruang gawat 300
darurat
Dapur, ruangan tunggu, gudang umum, KM/WC, 100
ruangan sterilisasi, ruangan cuci linen
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Instalasi Sanitasi


Sistem sanitasi Klinik terdiri dari sistem air bersih, sistem pembuangan air kotor dan/atau air
limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan. Sistem air bersih yang terdapat pada
klinik Universitas Lampung berasal dari sumur bor. Air yang tersedia berwarna jernih tidak
berbau dan berasa. Air disalurkan ke kamar mandi, wastafel, dan keran. Tidak ada hambatan
dalam penggunaan air. Persediaan air mencukupi kebutuhan sehari-hari di klinik.

Pembuangan limbah air disalurkan melalui pipa pembungan dan selokan di sekeliling klinik.
Limbah air tidak mencemari tanah dan udara di lingkungan klinik maupun sekitarnya.
Selokan air bersih dari sampah sehingga tidak menghambat aliran pembungan limbah air.

Pembungan limbah medis dan nonmedis sudah sesuai. Limbah medis dari klinik dipisahkan
menjadi limbah infeksius dan non infeksius. Limbah Infeksius di tampung dan kemudian di
buang di penampungan medis di fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Limbah non
infeksius di buang di penampungan yang berbeda dengan limbah infeksius. Limbah ini pada
akhirnya dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) oleh petugas kebersihan setempat.
Limbah nonmedis dibedakan menjadi limbah organic, nonorganic, dan sulit diuraikan.
Namun belum terdapat label yang menerangkan kegunaan masing-masing kotak sampah.
Limbah ini di buang di TPA oleh petugas kebersihan setempat.
3.2 Instalasi Listrik
Sumber daya listrik di klinik Universitas Lampung bersumber dari PLN yang terkoordinasi
dengan sumber listrik dari Universitas Lampung. Sumber listrik darurat menggunakan
generator set ( mesin pembangkit listrik). Generator ini menggunakan solar sebagai bahan
bakar. Listrik yang tersedia di klinik cukup untuk memenuhi kegiatan di klinik.
Pemasangan kabel listrik sudah rapih dan aman sehingga tidak membahayakan petugas
maupun pasien. Panel-panel listrik serta kotak kontak dan sakelar sudah terpasang rapih dan
mundah dijangkau penggunaannya.

3.3 Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran


Pada klinik Universitas Lampung belum terdapat sarana dan prasarana untuk pencegahan
dan penanggulangan kebakaran.

3.4 Ambulans
Pada klinik Universitas Lampung sudah ada 1 ambulan jika diperlukan untuk mengantarkan
pasien ke system rujukan yang lebih tinggi jika diperlukan.

3.5 Sistem Gas Medis


Pada klinik Universitas Lampung sudah terdapat tabung gas O2. Tabung gas O2 sudah di cat
berwarna putih untuk dibedakan dengan tabung gas medic lainnya. Saat tidak digunkan,
pelindung katub dipasang erat. Tabung gas O2 diletakan di samping bed periksa pasien.

3.6 Sistem Tata Udara


3.7 Sistem Pencahayaan
Sistem pencahayaan di Klinik Universitas Lampung menggunakan sistem pencahayaan
alami dan pencahayaan mekanik. Sistem pencahayaan alami menggunakan jendela yang
terdapat pada bagian pintu masuk depan klinik, bagian belakang sekitar toilet dan
wastafel, pintu belakang klinik, dan ruangan aula. Jendela yang digunakan berbahan kaca
sehingga cahaya matahari dapat menembus masuk. Cahaya yang masuk dari sistem
pencahayaan alami tidak sepenuhnya menyokong kebutuhan cahaya yang ada di Klinik
UNILA, dikarenakan ada bagian ruangan yang tidak terdapat jendela kaca. Sistem
pencahayaan mekanik menggunakan sumber cahaya lampu listrik. Lampu terpasang di
semua bagian ruangan. Pencahayaan yang didapatkan dari sistem pencahayaan mekanik
ini cukup untuk menerangi setiap ruangan, namun tidak mendapat efek dari sinar
ultraviolet.
BAB IV
SISTEM OPERASIONAL PROSEDUR

4.1 SOP Penanganan Limbah


4.1.1 Pengertian
a. Limbah Klinik adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Klinik baik
medis maupun non-medis dalam bentuk padat, cair maupun gas kategori
infeksius maupun non-infeksius.
b. Limbah medis adalah segala bentuk limbah yang terkait dengan dengan
tindakan medis.
1. Medis padat berupa limbah padat infeksius, limbah patologi, limbah benda
tajam, limbah farmasi, kimiawi, radioaktif, dll.
2. Medis cair berupa air buangan seperti bahan kimia beracun, radioaktif
berbahaya, tinja, darah, air seni dll yang berpotensi mengandung
mikroorganisme bahan beracun yang dapat membahayakan kesehatan.
c. Limbah non-medis merupakan segala bentuk limbah yang merupakan hasil
pembuangan dari kegiatan diluar tindakan medis, seperti kegiatan perkantoran,
taman, dll.
d. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi darah, cairan tubuh pasien
yang mengandung organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan
dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk
menularkan penyakit pada manusia rentan.
e. Limbah benda tajam dan jarum suntik, jarum jahit bedah, pisau, skalpel, gunting,
benang kawat, pecahan kaca dan benda lain yang dapat menusuk atau melukai

4.1.2 Tujuan
a. Melindungi petugas pembuangan limbah dari perlukaan
b. Melindungi penyebaran infeksi terhadap para petugas kesehatan
c. Mencegah penularan infeksi pada masyarakat sekitarnya
d. Membuang bahan-bahan berbahaya (bahan toksik dan radioaktif) dengan aman.

4.1.3 Kebijakan
Pengelolaan limbah cair/limbah B3/limbah padat medis/non medis dikelola oleh
Klinik Universitas Lampung dengan pihak kedua, yaitu Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung, sehingga aman bagi lingkungan.

Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :


a. Pemberian label dan pemisahan wadah untuk jenis-jenis limbah resiko tinggi atau
infeksius.
b. Persyaratan wadah berupa harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan, tidak terisi terlalu penuh (cukup
¾), diletakkan di tempat yang terlindungi.
c. Penyimpanan limbah tidak boleh melebihi 24 jam
d. Limbah benda tajam dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan tahan tusukan
(safety box).
e. Pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat pengelolaan sampah
medis dalam hal ini Fakultas Keokteran Universitas Lampung bekerjasama
dengan pihak ketiga
f. Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung tangan
khusus, masker, sepatu boot, apron, pelindung mata, dan bila perlu helm.
4.1.4 Prosedur
1. Identifiasi Limbah: Padat, Cair, Tajam, Infeksius, atau Non infeksius
2. Pemisahan
a. Pemisahan dimulai dari awal penghasil limbah
b. Pisahkan limbah sesuai dengan jenis limbah
c. Tempatkan limbah sesuai dengan jenisnya
d. Limbah cair segera dibuang ke wastafel di spoelhoek
3. Labeling
4. Penampungan:
a. Limbah padat infeksius: plastik kantong kuning atau kantong warna lain tapi
diikat tali warna kuning
b. Limbah padat non infeksius: plastik kantong warna hitam
c. Limbah benda tajam: wadah tahan tusuk dan air (safety box)
d. Kantong pembuangan diberi label biohazard atau sesuai jenis limbah
5. Packing
a. Tempatkan dalam wadah limbah tertutup
b. Tutup mudah dibuka, sebaiknya bisa dengan menggunakan kaki
c. Kontainer dalam keadaan bersih
d. Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
e. Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10 – 20 meter
f. Ikat limbah jika sudah terisi 3/4 penuh
g. Kontainer limbah harus dicuci setiap hari
6. Penyimpanan
a. Simpan limbah di tempat penampungan sementara khusus
b. Tempatkan limbah dalam kantong plastik dan ikat dengan kuat
c. Beri label pada kantong plastik limbah - Setiap hari limbah diangkat dari
tempat penampungan sementara
d. Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
e. Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
f. Tidak boleh ada yang tercecer
g. Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
h. Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah
i. Tempat penampungan sementara harus di area terbuka, terjangkau (oleh
kendaraan), aman dan selalu dijaga kebersihannya dan kondisi kering.
7. Pengangkutan
a. Mengangkut limbah harus menggunakan kereta dorong khusus
b. Kereta dorong harus kuat, mudah dibersihkan, tertutup
c. Tidak boleh ada yang tercecer
d. Sebaiknya lift pengangkut limbah berbeda dengan lift pasien
e. Gunakan alat pelindung diri ketika menangani limbah.
8. Penanganan/pemusnahan
a. Limbah infeksius di masukkan dalam incenerator
b. Limbah non infeksius dibawa ke tempat pembuangan limbah umum
c. Limbah benda tajam dimasukkan dalam incenerator
d. Limbah cair dalam wastafel di ruang spoelhok
e. Limbah feces, urine kedalam WC.

Penanganan Limbah Benda Tajam


a. Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam
b. Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
c. Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia tahan tusuk dan
tahan air dan tidak bisa dibuka lagi
d. Selalu buang sendiri oleh si pemakai
e. Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai
f. Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.

Penanganan Limbah Terkontaminasi


a. Untuk limbah terkontaminasi, pakailah wadah plastik atau disepuh logam
dengan tutup yang rapat.
b. Gunakan wadah tahan tusukan untuk pembuangan semua benda-benda tajam
c. Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih disinfektan (larutan klorin
0,5% + sabun) dan bilas teratur dengan air.
d. Jika mungkin, gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan dibakar dan
yang tidak akan dibakar sebelum dibuang.
e. Gunakan Alat Perlindungan Diri (APD) ketika menangani limbah (misalnya
sarung tangan utilitas dan sepatu pelindung tertutup).
f. Cuci tangan atau gunakan penggosok tangan antiseptik berbahan dasar alkohol
tanpa air setelah melepaskan sarung tangan apabila menangani limbah.

Teknik pemusnahan limbah


a. Enkapsulasi: Benda tajam dikumpulkan dalam wadah tahan tusukan dan
antibocor, diisi dengan bahan-bahan seperti pasir, semen, dll, kemudian
dikubur di lobang sedalam 2,5 m, setiap tinggi limbah 75 cm ditutupi kapur
tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah sampai 75 cm ditutupi kapur
tembok, kemudian diisi lagi dengan limbah sampai 75 cm, kemudian dikubur
b. Insenerasi: proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi isi dan berat limbah.
c. Pembakaran terbuka Pada fasilitas kesehatan dengan sumberdaya terbatas
dan insinerator bersuhu tinggi tidak tersedia, maka limbah dapat diinsenerasi
dalam insinerator tong.

4.2 SOP Penanggulangan Kebakaran

Anda mungkin juga menyukai