Anda di halaman 1dari 44

KEGIATAN BELAJAR III

A. Capaian Pembelajaran

1. Mengaplikasikan Sistem Pembumian dengan Peralatan Pemutus Tenaga


2. Mensistesis Instalasi Penangkal Petir Dan Pembumian Gedung Kontrol
Gardu Induk
3. Mengaplikasikan Kebutuhan Komponen Panel Hubung Bagi 3 Fasa
Instalasi Tenaga

B. Sub Capaian Pembelajaran

1. Merencanakan Sistem Penangkal Petir dan dan Sistem Pembumian


2. Memasangan Sistem Penangkal Petir dan dan Sistem Pembumian
3. Menguji Sistem Penangkal Petir dan dan Sistem Pembumian
4. Mengoperasikan Sistem Penangkal Petir dan dan Sistem Pembumian
5. Memelihara Sistem Penangkal Petir dan dan Sistem Pembumian
6. Merencanakan Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga
7. Memasangan Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga
8. Menguji Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga
9. Mengoperasikan Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga
10. Memelihara Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga

C. Tujuan Pembelajaran

1. Mampu merencanakan Sistem Penangkal Petir dan Sistem Pembumian


2. Mampu memasangan Sistem Penangkal Petir dan Sistem Pembumian
3. Mampu menguji Sistem Penangkal Petir dan Sistem Pembumian
4. Mampu mengoperasikan Sistem Penangkal Petir dan Sistem Pembumian
5. Mampu memelihara Sistem Penangkal Petir dan Sistem Pembumian
6. Mampu Merencanakan Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intaslasi Tenaga
7. Mampu Memasang Panel Hubung Bagi 3 Fasa Instalasi Tenaga
8. Mampu Menguji Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intaslasi Tenaga
9. Mampu Mengoperasikan Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intaslasi Tenaga
10. Mampu Memelihara Panel Hubung Bagi 3 Fasa Intalasi Tenaga

1
D. Pokok-Pokok Materi

1. Sistem Penangkal Petir


2. Sistem Pembumian
3. Panel Hubung Bagi (PHB) 3 Fasa Instalasi Tenaga

Selamat Datang pada Kegiatan Belajar III.... !!!

Pada kegiatan belajar ini akan dibahas mengenai instalasi penangkal


petir dan sistem pembumian sistem tenaga listrik, dalam prosedur
pelaksanaan teknik ketenaga listrikan ada beberapa kegiatan yang harus
dilakukan agar semua kegiatan menyangkut dengan ketenaga listrikan dapat
berjalan dengan baik dan dapat diandalkan, prosedur yang harus dipenuhi
adalah kegiatan, perencanaan, pemasangan, pengujian, pengoperasian, serta
pemeliharaan. Kelima prosedur ini harus terpenuhi dengan baik agar
menghasilkan sistem instalasi ketenagalistrikan yang baik dan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Di Indonesia standar instalasi untuk tenaga
listrik telah diatur dalam Persyaratan Umum Instalasi Listrik tahun 2011 (PUIL
2011) yang telah ditetapkan oleh Badan Standar Nasional (BSN). untuk itu
disarankan agar memiliki salinan PUIL 2011 sebelum mempelajari materi
pada kegiatan pembelajaran ini. Agar dapat mempermudah pemahaman
terkait dengan peraturan-peraturan serta standarisasi mengenai instalasi
ketenagalistrikan di Indonesia. Dalam kegiatan ini juga disediakan tugas akhir,
ikuti intruksi tugas dengan baik dan selamat belajar. Semoga Sukses!!

2
E. Uraian Materi

1. Sistem Penangkal Petir

Suatu instalasi penangkal petir yang telah terpasang harus dapat


melindungi semua bagian dari struktur bangunan dan arealnya termasuk
manusia serta peralatan yang ada didalamnya terhadap ancaman bahaya
dan kerusakan akibat sambaran petir. Berikut ini akan dibahas mengenai
cara menentukan besarnya kebutuhan bangunan akan proteksi petir
menggunakan beberapa standart yaitu berdasarkan Peraturan Umum
Instalasi Penangkal Petir, Nasional Fire Protection Association 780,
International Electrotechnical Commision 1024-1-1.
Kebutuhan Bangunan Terhadap Ancaman Bahaya Petir
Berdasarkan Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir. Jenis Bangunan
yang perlu diberi penangkal petir dikelompokan menjadi :
a. Bangunan tinggi seperti gedung bertingkat, menara dan cerobong
pabrik.
b. Bangunan penyimpanan bahan mudah meledak atau terbakar, misalnya
pabrik amunisi, gudang bahan kimia.
c. Bangunan untuk kepentingan umum seperti gedung sekolah, stasiun,
bandara dan sebagainya.
d. Bangunan yang mempunyai fungsi khusus dan nilai estetika misalnya
museum, gedung arsip negara.
Besarnya kebutuhan suatu bangunan terhadap instalasi proteksi
petir ditentukan oleh besarnya kemungkinan kerusakan serta bahaya yang
terjadi jika bangunan tersebut tersambar petir. Berdasarkan Peraturan
umum Instalasi Penangkal Petir besarnya kebutuhan tersebut mengacu
kepada penjumlahan indeks-indeks tertentu yang mewakili keadaan
bangunan di suatu lokasi dan dituliskan sebagai berikut;
R = A+B+C+D+E

3
Dari persamaan tersebut maka akan terlihat bahwa semakin besar
nilai indeks akan semakin besar pula resiko (R) yang di tanggung suatu
bangunan sehingga semakin besar kebutuhan bangunan tersebut akan
sistem proteksi petir. Bebarapa Indeks perkiraan bahaya petir di tunjukkan
ke dalam tabel berikut ini

Tabel 1. Indeks A : Bahaya Berdasarkan Jenis Bangunan

Penggunaan dan Isi Indeks A


Bangunan biasa yang tak perlu -10
diamankan baik bangunan maupun
isinya
Bangunan dan isinya jarang 0
dipergunakan misalnya menara atau
tiang dari metal
Bangunan yang berisi peralatan sehari- 1
hari atau tempat tinggal misalnya
rumah tinggal, industri kecil, stasiun
kereta
Bangunan dan isinya cukup penting 2
misalnya menara air, toko barang-
barang berharga dan kantor pemerintah
Bangunan yang isinya banyak sekali 3
orang misalnya sarana ibadah, sekolah
dan atau monumen sejarah yang
penting
Instalasi gas minyak atau bensin, dan 5
rumah sakit
Bangunan yang mudah meledak dan 15
menimbulkan bahaya yang tak
terkendali bagi sekitarnya misalnya
instalasi nuklir.
Sumber : Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di
Indonesia (1983)

Tabel 2. Indeks B : Bahaya Berdasarkan Kontruksi Bangunan

Kontruksi bangunan Indeks B


Seluruh bangunan terbuat dari logam 0
dan mudah menyalurkan listrik
Bangunan dengan kontruksi beton 1
bertulang atau rangka besi dengan atap
logam
Bangunan dengan kontruksi beton 2
bertulang, kerangka besi dan atap
bukan logam
Bangunan kayu dengan atap bukan 3
logam
Sumber : Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di
Indonesia (1983)

4
Tabel 3. Indeks C : Bahaya Berdasarkan Tinggi Bangunan

Tinggi Bangunan (m) Indeks C


6 0
12 2
17 3
25 4
35 5
50 6
70 7
100 8
140 9
200 10
Sumber : Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di
Indonesia (1983)

Tabel 4. indeks D : Bahaya Berdasarkan Situasi Bangunan

Situasi bangunan Indeks D

Di Tanah daar pada semua ketinggian 0


Di kaki bukit sampai % tinggi bukit atau 1
pegunungan sampai 1000 metter
Dipuncak gunung atau pegunungan yang 2
lebih dari 1000 meter
Sumber : Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di
Indonesia (1983)

Tabel 5. Indeks E : Bahaya Berdasarkan Hari Petir/Guruh

Hari guruh per tahun Indeks E


2 0
4 1
8 2
16 3
32 4
64 5
128 6
256 7
Sumber : Peraturan Umum Instalasi Penangkal Petir untuk Bangunan di
Indonesia (1983)

5
a. Prinsip Penangkal Petir

Berdasarkan bahaya yang di akibatkan sambaran petir, maka


sistem perlindungan petir harus mampu melindungi struktur bangunan
atau fisik maupun melindungi peralatan dari sambaran langsung dengan
di pasangnya penangkal petir eksternal (Eksternal Protection) dan
sambaran tidak langsung dengan di pasangnya penangkal petir internal
(Internal Protection) atau yang sering di sebut surge arrester serta
pembuatan grounding sistem yang memadai sesuai standar yang telah
di tentukan. Suatu rancangan sistem proteksi petir secara terpadu telah
di kembangan oleh Flash Vectron Lightning Protection "Seven Point
Plan". Tujuan dari "Seven Point Plan" adalah menyiapkan sebuah
perlindungan efective dan dapat di andalkan terhadap serangan petir,
"Seven Point Plan' tersebut meliputi :
1) Menangkap Petir
Dengan cara menyediakan system penerimaan (AirTerminal Unit)
yang dapat dengan cepat menyambut sambaran arus petir, dalam hal
ini mampu untuk lebih cepat dari sekelilingnya dan memproteksi
secara tepat dengan memperhitungkan besaran petir. Terminal Petir
Flash Vectron mampu memberikan solusi sebagai alat penerima
sambaran petir karena desainnya dirancang untuk digunakan khusus
di daerah tropis.
2) Menyalurkan Arus Petir
Sambaran petir yang telah mengenai terminal penangkal petir sebagai
alat penerima sambaran akan membawa arus yang sangat tinggi, maka
dari itu harus dengan cepat disalurkan ke bumi (grounding) melalui kabel
penyalur sesuai standart sehingga tidak terjadi loncatan listrik yang dapat
membahayakan struktur bangunan atau membahayakan perangkat yang
ada di dalam sebuah bangunan.
3) Menampung Petir
Dengan cara membuat grounding sistem dengan resistansi atau
tahanan tanah kurang dari 5 Ohm. Hal ini agar arus petir dapat
sepenuhnya diserap oleh tanah tanpa terjadinya step potensial.

6
Bahkan dilapangan saat ini umumnya resistansi atau tahanan tanah
untuk instalasi penangkal petir harus dibawah 3 Ohm.
4) Proteksi Grounding Sistem
Selain memperhatikan resistansi atau tahanan tanah, material yang
digunakan untuk pembuatan grounding juga harus diperhatikan,
jangan sampai mudah korosi atau karat, terlebih lagi jika didaerah
dengan dengan laut. Untuk menghindari terjadinya loncatan arus
petir yang ditimbulakn adanya beda potensial tegangan maka setiap
titik grounding harus dilindungi dengan cara integrasi atau bonding
system.
5) Proteksi Jalur Power Listrik
Proteksi terhadap jalur dari power muntak diperlukan untuk mencegah
terjadinya induksi yang dapat merusah peralatan listrik dan elektronik.
6) Proteksi Jalur PABX
Melindungi seluruh jaringan telepon dan signal termasuk pesawat
faxsimile dan jaringan data
7) Proteksi Jalur Elektronik
Melindungi seluruh perangkat elektronik seperti CCTV, mesin dll
dengan memasang surge arrester elektronik.

b. Pemasangan Sistem Penangkal Petir dan Pembumian

Penangkal petir yang umum digunakan adalah sebuah batang


logam atau konduktor yang dipasang di atas gedung dan pada perangkat
listrik yang terhubung ke tanah melalui kawat, untuk melindungi bangunan
serta peralatan-peralatan lisrik pada saat terjadi sambaran petir.
1) Jenis-jenis metode penangkal petir
a) Penangkal Petir Konvensional / Faraday / Frangklin
Kedua ilmuwan tersebut Faraday dan Frangklin menjelaskan
sistem yang hampir sama, yakni system penyalur arus listrik yang
menghubungkan antara bagian atas bangunan dan grounding,
sedangkan sistem perlindungan yang di hasilkan ujung
penerima/splitzer adalah sama pada rentang 30 - 40 derajat.
Perbedaannya adalah sistem yang di kembangkan Faraday

7
bahwa kabel penghantar berada pada sisi luar bangunan dengan
pertimbangan bahwa kabel penghantar juga berfungsi sebagai
material penerima sambaran petir, yaitu berupa sangkar elektris
atau biasa disebut dengan sangkar faraday.

b) Penangkal Petir Radio Aktif


Penelitian terus berkembang akan sebab terjadinya petir, dan
semua ilmuwan sepakat bahwa terjadinya petir karena ada
muatan listrik di awan berasal dari proses ionisasi, maka untuk
menggagalkan proses ionisasi dilakukan dengan cara
menggunakan zat berradiasi sepertiRadiun 226 dab Ameresium
241 karena kedua bahan ini mampu menghamburkan ion
radiasinya yang dapat menetralkan muatan listrik awan. Maka
manfaat lain hamburan ion radiasi tersebut akan menambah
muatan pada ujung finial/splitzer, bila mana awan yang bermuatan
besar tidak mampu di netralkan zat radiasi kemudian menyambar
maka akan cenderung mengenai penangkal petir ini. Keberadaan
penangkal petir jenis ini telah dilarang pemakaiannya, berdasarkan
kesepakatan internasional dengan pertimbangan mengurangi zat
beradiasi di masyarakat, selain itu penangkal petir ini dianggap
dapat mempengaruhi kesehatan manusia.

c) Penangkal Petir Elektrostatis


Prinsip kerja penangkal petir elektrostatis mengadopsi sebagian
system penangkal petir radio aktif, yaitu menambah muatan pada
ujung finial/splitzer agar petir selalu melilih ujung ini untuk di
sambar. Perbedaan dengan system radio aktif adalah jumlah
energi yang dipakai. Untuk penangkal petir radio aktif muatan
listrik dihasilkan dari proses hamburan zat berradiasi sedangkan
pada penangkal petir elektrostatis energi listrik yang dihasilkan
dari listrik awan yang menginduksi permukaan bumi.

2) Cara Pemasangan Instalasi Penangkal Petir/Anti Petir Flash


Vectron

8
Penangkal petir Flash Vectron adalah terminal petir unggulan jenis
elektrostatik yang di desain khusus untuk daerah tropis mampu
memberikan solusi petir terbaik khususnya di Indonesia. Selain sudah
melewati uji laboratorium PLN dan laboratorium tegangan tinggi di
lembaga terkait, penangkal petir Flash Vectron juga telah di uji
langsung di lapangan yang rawan akan sambaran petir.
Pada tahap awal pengerjaan di mulai dengan mengerjakan bagian
grounding system terlebih dahulu, dengan pertimbangan keamanan
dan kemudahan. Kemudian dilakukan pengukuran resistansi/tahanan
tanah menggunakan Earth Testermeter, apabila hasil pengukuran
tersebut menunjukan < 5 Ohm maka tahapan kerja berikutnya dapat
dilakukan. Seandainya hasil resistansi/tahanan tanah menunjukan >
5 Ohm maka di lakukan pembuatan atau penambahan grounding lagi
di sebelahnya dan di pararelkan dengan grounding pertama agar
resistansi/tahanan tanahnya menurun sesuai dengan standarnya < 5
Ohm.
Setelah selesai membuat grounding, langkah berikutnya adalah
memasang kabel penyalur (Down Conductor) dari
titik grounding sampaikeatas bangunan, tentunya dengan
mempertimbangkan jalur kabel yang terdekat dan hindari banyak
belokan/tekukkan 90 derajat sehingga kebutuhan material dan
kualitas instalasi dapat efektif dan efisien. Kabel penyalur petir yang
biasa di gunakan antara lain BC (Bare Copper), NYY atau Coaxial.
Untuk tempat - tempat tertentu sebaiknya di beri pipa pelindung
(Conduite) dengan maksud kerapihan dan keamanan.
Bila kabel penyalur petir telah terpasang dengan rapih, maka tahap

selanjutnya pemasangan head terminal petir Flash Vectron tentunya


harus terhubung dengan kabel penyalur tersebut sampai ke
grounding sistem.

9
2. Sistem Pembumian

Sistem pembumian adalah suatu rangkaian yang mempunyai titik


awal dari kutub pembumian / elektroda, hantaran penghubung
/ conductor hingga terminal pembumian yang terdapat pada PHB. Sistem
pembumian berfungsi untuk menyalurkan arus lebih ke bumi, sehingga dapat
memberikan proteksi terhadap manusia dari sengatan listrik akibat terjadi
kebocoran isolasi, dan mengamankan komponen-komponen instalasi agar
dapat terhindar dari bahaya arus dan tegangan asing. Tingkat keandalan
sebuah grounding terletak pada nilai konduktivitas logam terhadap tanah yang
dijadikan objek pembumian. Semakin konduktif tanah terhadap benda logam,
maka akan semakin baik. Artinya proses penyaluran arus lebih dari sistem
menuju ke tanah atau pembumian semakin baik.
Pembumian merupakan salah satu faktor utama dalam setiap
pengamanan (perlindungan) peralatan atau rangkaian listrik. Untuk
melakukan pengamanan tersebut diperlukan perancangan pembumian
sesuai standar yang berlaku.
a. Tahanan pembumian harus memenuhi syarat yang di inginkan untuk
suatu keperluan pemakaian.
b. Elektroda yang ditanam dalam tanah harus :
1) Bahan konduktor yang baik
2) Tahan Korosi
3) Cukup Kuat
c. Elektroda harus mempunyai kontak yang baik dengan tanah
sekelilingnya.
d. Tahanan pembumian harus baik untuk berbagai musim.
e. Biaya pemasangan serendah mungkin.
Dalam sebuah instalasi listrik, ada empat bagian yang harus
diketanahkan/ dibumikan, yaitu sebagai berikut :
f. Titik netral dari transformator atau titik netral dari generator. Hal ini
diperlukan dalam kaitan dengan keperluan proteksi khususnya yang
menyangkut gangguan hubung tanah.

10
g. Kawat petir yang ada pada bagian atas saluran transmisi. Kawat petir ini
sesungguhnya juga berfungsi sebagai lightning arrester. Karena letaknya
yang ada di sepanjang saluran transmisi, maka semua kaki tiang transmisi
harus ditanahkan agar petir yang menyambar kawat petir dapat disalurkan
ke tanah dengan lancar melalui kaki tiang saluran transmisi.
h. Semua bagian instalasi yang terbuat dari logam (menghantar listrik) dan
dengan mudah dapat disentuh manusia.
i. Bagian pembuangan listrik (bagian bawah) dari lightning arrester. Hal ini
diperlukan agar lightning arrester dapat berfungsi dengan baik, yaitu
membuang muatan listrik yang diterimanya dari petir ke tanah (bumi)
dengan lancar.
pembumian adalah penghubung bagian-bagian peralatan listrik
yang pada keadaan normal tidak dialiri arus. Tujuannya adalah untuk
membatasi tegangan antara bagian-bagian peralatan yang tidak dialiri arus
dan antara bagian-bagian ini dengan tanah sampai pada suatu harga yang
aman untuk semua kondisi operasi, baik kondisi normal maupun saat
terjadi gangguan (Pabla 1986)
Pembumian peralatan adalah penghubungan badan atau rangka
peralatan listrik (motor, generator, transformator, pemutus daya dan
bagian-bagian logam lainnya yang pada keadaan normal tidak dialiri arus)
dengan tanah. Berikut penjelasan dari pembumian peralatan.
a. Mencegah terjadinya tegangan kejut listrik yang berbahaya untuk orang
dalam daerah tertentu.
b. Untuk memungkinkan timbulnya arus tertentu baik besarnya maupun
lamanya dalam keadaan gangguan tanah tanpa menimbulkan
kebakaran atau ledakan pada bangunan atau isinya.
c. Untuk memperbaiki penampilan (performance) dari
sistem (Hutauruk, 1987:125)

3. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Sistem Pembumian

Tahanan pembumian suatu elektroda tergantung pada tiga faktor,


yaitu:

11
a. Tahananelektroda pembumian beserta sambungan pengelasan pada
elektroda itu sendiri.
b. Tahanan kontak antara elektroda dengan tanah
Tahanan penghantar (BC) yang menghubungkan peralatan yang
ditanahkan
c. Tahanan dari massa tanah disekitar elektroda pembumian.
Nilai tahanan suatu sistem pembumian diharapkan serendah
mungkin.Elektroda pembumian yang ditanamkan ke dalam tanah
diharapkan langsung memperoleh tahanan yang rendah, namun hal itu
sangat jarang diperoleh. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
nilai tahanan pembumian.

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang terkait dengan internal


sistem pembumian seperti kondisi komponen yang digunakan mulai dari
karakteristik komponen serta jenis bahan penyusun komponen, secara
lebih rinci dijelaskan sebagai berikut.
1) Bentuk elektroda. Ada beberapa macam bentuk dari elektroda itu
sendiri yang banyak digunakan, seperti jenis batang, pita dan plat.
2) Jenis bahan dan ukuran elektroda Sebagai konsekuensi
peletakannya di dalam tanah, maka elektroda dipilih dari bahan-
bahan tertentu yang memiliki konduktivitas sangat baik dan tahan
terhadap sifat-sifat yang merusak dari tanah, sepeti korosi. Ukuran
elektroda dipilih yang mempunyai kontak paling efektif dengan tanah.
Prinsip dasar untuk memperoleh resistansi pembumian yang kecil
adalah dengan membuat permukaan elektroda bersentuhan dengan
tanah sebesar mungkin, sesuai dengan rumus:

12
Dengan:
R = resistansi pembumian [ Ω ]
 = resistansi jenis tanah [ Ωm ]
L = panjang lintasan arus pada tanah [ m ]
A = luas penampang lintasan arus pada tanah [ m2 ]

Ukuran elektroda pembumian akan menentukan besar tahanan


pembumian. Berikut ini adalah tabel yang memuat ukuran-ukuran
elektrodapembumian yang umum digunakan dalam sistem
pembumian.Tabel ini dapat digunakan sebagai petunjuk tentang
pemilihan jenis,bahan dan luas penampang elektroda pembumian.

Tabel 6. Luas Penampang Elektroda Berdasarkan Jenis

Jenis Bahan
Elektroda Baja Berlapis Baja Berlapis Tembaga
Seng Tembaga
Elektroda Pita Pita baja 100 50 mm2 Pita tembaga 50
mm2, tebal 3 mm, mm2, tebal 2
hantaran pilin 95 mm, hantaran
mm2 pilin 35 mm2
Elektroda Pipa baja 1” baja Baja 15 mm dilapisi
Batang profil L 65X65X7, tembaga 2,5 mm
U 6,5 T6, X50X3
Elektroda Pelat besi Tebal 3 Pelat tembaga
Pelat mm, luas 0,5- 1 tebal 2 mm, luas
mm2 0,5-1 mm2
Sumber : PUIL 2011

13
3) Jumlah atau konfigurasi elektroda. Untuk mendapatkan tahanan
pembumian yang diharapkan dan apabila tidak memenuhi standart yang
ditentukan dengan satu elektroda, bisa digunakan metode parallel
dengan cara menambah lebih banyak elektroda dengan bermacam-
macam konfigurasi pemancangannya di dalam tanah. PUIL 2000-
3.19.1.4 : apabila hasil pengukuran belum mencapai 5 Ω, maka
elektroda batang ditambah, dengan jarak dua kali panjang elektroda.
4) Kedalaman pemancangan atau penanaman di dalam tanah. Untuk
kedalaman pemancangan elektroda pembumian ini tergantung dari
pada jenis dan sifat-sifat tanah. Ada dua kondisi yaitu ada yang
efektif ditanam secara dalam untuk jenis tanah yang kering dan
berbatu, namun ada pula yang cukup ditanam secara dangkal untuk
jenis tanah seperti tanah rawa, tanah liat dll.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor diluar dari komponen


pembumian, lebih kepada faktor-faktor diluar sistem yang ikut
mempengaruhi kinerja sistem pembumian. Secara lebih rinci faktor
eksternal dijelaskan seperti berikut.
1) Sifat Geologi (karakteristik) Tanah.
Tahanan jenis tanah (ohm-meter) merupakan nilai resistansi dari
bumi yang menggambarkan nilai konduktivitas listrik bumi dan
didefinisikan sebagai tahanan, dalam ohm, antara permukaan yang
berlawanan dari suatu kubus satu meter kubik. Pentingnya tahanan
jenis tanah ini untuk diketahui karena tahanan jenis tanahmempunyai
beberapa manfaat yaitu :
a) Beberapa data yang diperoleh dari surveys geofisika dibawah
permukaan tanah dapat membantu untuk identifikasi lokasi
pertambangan, kedalaman batu-batuan dan kejadian geologi
lainnya.
b) Tahanan jenis tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap korosi
pipa-pipa bawah tanah. Apabila tahanan jenis tanah semakin
meningkat maka aktivitas korosi akan semakin meningkat pula.

14
c) Tahanan jenis lapisan tanah mempunyai pengaruh langsung dalam
sistem pembumian. Ketika merencanakan sistem pembumian,
sebaiknya dicari lokasi yang mempunyai tahanan jenis tanah yang
terkecil agar tercapai instalasi pembumian yang paling ekonomis.
Faktor keseimbangan antara tahanan pembumian dan kapasitansi di
sekelilingnya adalah tahanan jenis tanah yang direpresentasikan
dengan ρ. Harga tahanan jenis tanah dalam kedalaman tertentu
tergantung pada beberapa faktor yaitu:
a) Jenis tanah : liat, berpasir, berbatu dan lain-lain
b) Lapisan tanah : berlapis-lapis dengan tahanan jenis berlainan atau
uniform
c) Komposisi kimia dari larutan garam dalam kandungan air
d) Kelembaban tanah
e) Temperatur
f) Kepadatan tanah

Berdasarkan Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2011 (PUIL 2011)


tahanan jenis tanah dari berbagai jenis tanah dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.

Tabel 7. Nilai Resistansi Berdasarkan Jenis Tanah

Jenis Tanah Tanah Pasir Kerikil Pasir Tanah


Tanah Rawa Liat dan basah Basah dan Berbatu
Tanah Kerikil
Ladang Kering
Tahanan 30 100 200 500 1000 3000
Jenis (Ω)
Sumber : PUIL 2011
Pengetahuan ini sangat penting khususnya bagi para perancang sistem
pembumian. Sebelum melakukan tindakan lain, yang pertama untuk
diketahui terlebih dahulu adalah sifat-sifat tanah dimana akan dipasang
elektroda pembumian untuk mengetahui resistansi jenis pembumian.
Apabila perlu dilakukan pengukuran resistansi tanah namun perlu
diketahui bahwa sifat-sifat tanah bisa jadi berubah-ubah antara musim
yang satu dan musim yang lain. Hal ini harus betul-betul
dipertimbangkan dalam perancangan sistem pembumian. Bila terjadi

15
hal semacam ini, maka yang bisa digunakan sebagai patokan adalah
kondisi kapan resistansi jenis pembumian tetap memenuhi syarat
pada musim kapan resistansi jenis pembumian tinggi, misalnya ketika
musim kemarau. Rumus tahanan jenis tanah :

Dengan:
p = resistansi jenis tanah [ Ωm]
R = resistansi pembumian [ Ω]
L = panjang elektroda pembumian [ m ]
a = Jari-jari batang elektroda pembumian [ m ]
2) Komposisi Zat Kimia dalam Tanah
Kandungan zat - zat kimia dalam tanah terutama sejumlah zat
organik maupun anorganik yang dapat larut perlu untuk diperhatikan
pula. Di daerah yang mempunyai tingkat curah hujan tinggi biasanya
mempunyai tahanan jenis tanah yang tinggi disebabkan garam yang
terkandung pada lapisan atas larut bersama air hujan. Pada daerah
yang demikian ini untuk memperoleh pembumian yang efektif yaitu
dengan menanam elektroda pada kedalaman yang lebih dalam
dimana larutan garam masih terdapat.
3) Kandungan Air Tanah.
Untuk mengurangi variasi tahanan jenis tanah akibat pengaruh musim,
pembumian dapat dilakukan dengan menanam elektroda pembumian
sampai mencapai kedalaman di mana terdapat air tanah. Kadangkala
kelembaban dan temperatur bervariasi di sekitar elektroda pembumian
sehingga harga tahanan jenis tanah harus diambil untuk keadaan yang
paling buruk, yaitu pada keadaan tanah kering dan dingin. Tahanan jenis
tanah akan dipengaruhi pula oleh besar kecilnya konsentrasi air tanah
atau kelembaban tanah jika konduktivitas tanah semakin besar maka
tahanan jenis tanah semakin kecil.
Kandungan air tanah sangat berpengaruh terhadap perubahan tahanan
jenis tanah ( ρ ) terutama kandungan air tanah sampai dengan

16
20%.Dalam salah satu test laboratorium untuk tanah merah
penurunan kandungan air tanah dari 20% ke 10% menyebabkan
tahanan jenis tanah naik samapai 30 kali. Kenaikan kandungan air
tanah diatas 20% pengaruhnya sedikit sekali. Tahanan pembumian
tidaklah konstan karena terjadi perubahan musim dan kadar air
dalam tanah. Kelembaban tanah/besar kecilnya konsentrasi air dalam
tanah sangat mempengaruhi harga tahanan tanah. Makin lembab
atau makin banyak mengandung air makin kecil harga tahanan
tanahnya. Juga telah kita ketahui bahwa air bersifat konduktif. Tanah
yang kering atau tanah dengan konsentrasi air dibawah 10 %
mempunyai tahanan jenis tanah yang besar sekali.
Atas dasar prinsip diatas, maka harus kita usahakan suatu elektoda
pembumian ditanam sampai mencapai air tanah. Dengan menanam
elektroda tanah dibawah permukaan air tanah, akan menjamin kita
harga tahanan pembumian tidak banyak bevariasi terhadap cuaca.
4) Temperatur Tanah
Temperatur tanah sekitar elektroda pembumian juga berpengaruh pada
besarnya tahanan jenis tanah. Hal ini terlihat sekali pengaruhnya
0
pada temperatur di bawah titik beku air (0 C). Di bawah harga ini
penurunan temperatur yang sedikit saja akan menyebabkan kenaikan
harga tahanan jenis tanah dengan cepat. Gejala di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut:
0
“Pada temperatur di bawah titik beku air (0 C) , air di dalam tanah
akan membeku, molekul-molekul air dalam tanah sulit untuk
bergerak, sehingga daya hantar listrik tanah rendah sekali. Bila
temperatur tanah naik, air akan berubah menjadi fase cair, molekul-
molekul dan ion-ion bebas bergerak sehingga daya hantar listrik
tanah menjadi besar atau tahanan jenis tanah turun.”

17
4. Jenis-Jenis Sistem Pembumian

Jenis-jenis sistem pembumian yang digunakan untuk sistem tenaga


listrik berdasarkan PUIL 2011 dibagi menjadi tiga sistem utama yaitu
Sistem TT, Sistem IT dan Sistem TN. Namun, sebelum pembahasan
mengenai ketiga sistem utama tersebut perlu beberapat pemahaman istilah
dan singkatan yang digunakan seperti yang telah dijelaskan dalam PUIL
2011 312.2 tentang jenis pembumian sistem. Kode yang digunakan
mempunyai arti berikut:
a. Huruf pertama – Berkaitan dengan sistem daya ke
bumi: T = hubungan langsung sebuah titik ke bumi;
I = semua bagian aktif diisolasi dari bumi; atau satu titik dihubungkan ke
bumi melalui impedansitinggi.
b. Huruf kedua – Berkaitan dengan bagian konduktif terbuka (BKT)
instalasi ke bumi.
T = hubungan listrik langsung dari BKT ke bumi, tidak tergantung pada
pembumian sembarang titik sistem daya.
N = hubungan listrik langsung BKT ke titik sistem daya yang dibumikan
(dalam sistem a.b., titik yang dibumikan dari sistem daya secara normal
adalah titik netral atau, jika titik netral tidak ada, konduktor lin).
c. Huruf berikutnya (jika ada) – Susunan konduktor netral dan konduktor
proteksi.
S = fungsi proteksi diberikan oleh konduktor yang terpisah dari
konduktor netral atau dari konduktor lin yang dibumikan (atau dalam
sistem a.b. fase yang dibumikan).
C = fungsi netral dan proteksi digabung dalam konduktor tunggal
(konduktor PEN).

a. Sistem TN

Sistem daya TN mempunyai satu titik yang dibumikan langsung


pada sumber, BKT instalasi dihubungkan ke titik tersebut melalui
konduktor proteksi. Tiga jenis sistem TN dipertimbangkan sesuai
susunan konduktor netral dan proteksi, sebagai berikut:

18
1) Sistem TN-S
Sistem TN-S ini menggunakan konduktor proteksi yang terpisah pada
seluruh sistem. Sistem ini merupakan sistem yang lengkap, karena
mempunyai 5 konduktor untuk sistem trifase atau 3 konduktor untuk
sistem fase tunggal pada jaringan distribusinya. Sistem ini tidak lazim
dipakai, karena dianggap boros, karena itu sistem yang lazim adalah
yang mempunyai 4 konduktor untuk sistem trifase dan 2 konduktor
untuk sistem fase tunggal pada jaringan distribusi. Jadi konduktor PE
dan netral sumber digabung pada satu konduktor PEN. Contoh:
jaringan distribusi PLN.Bentuk rangkaian untuk sistem TN-S ini
disajikan pada gambar berikut.

Gambar 1. Rangkaian Sistem Pembumian TN-S


(Sumber : PUIL 2011)
2) Sistem TN-C-S
Pada sistem TN–C-S ini fungsi konduktor netral dan konduktor
proteksi digabungkan dalam konduktor tunggal pada sebagian
sistem. Sistem ini adalah sistem yang paling lazim di Indonesia. Ciri-
ciri sistem TN-C-S:
a) Satu titik sumber dibumikan (kode T);
b) BKT (Bagian Konduktif Terbuka) dihubungkan ke konduktor PE
yang tergabung dengan konduktor N, untuk kemudian dibumikan
(kode N);

19
c) Konduktor proteksi PE dan konduktor netral N dari sumber (PLN)
digabung menjadi satu konduktor PEN (kode C);

d) Konduktor PE dan konduktor N pada instalasi pelanggan terpisah


(kode S), tapi dihubungkan di satu titik, biasanya di panel
pelanggan (biasa disebut “dijumper”). Pada Gambar
dihubungkan di titik awal instalasi;
e) jadi merupakan kombinasi antara sistem TN, C dan S, karena itu
dinamakan TN-C-S.
BKT (Bagian Konduktif Terbuka - exposed conductive part) adalah
bagian konduktif perlengkapan yang dapat disentuh dan yang secara
normal tidak bervoltase, tetapi dapat menjadi bervoltase bila insulasi
dasar gagal (terjadi hubung pendek). BKT dapat berupa selungkup
atau bodi peralatan/perlengkapan. Bentuk rangkaian sistem TN-C-S
ini disajikan pada gambar berikut.

Gambar 2. Rangkaian Sistem Pembumian TN-C-S


(Sumber : PUIL 2011)

3) Sistem TN-C
Sistem TN-C ini untuk fungsi konduktor netral dan konduktor proteksi
digabungkan dalam satu konduktor tunggal di seluruh sistem,
rangkaian sistem TN-C disajikan pada gambar berikut.

20
Gambar 3. Rangkaian Sistem Pembumian TN-C
(Sumber : PUIL 2011)

21
b. Sistem TT

Sistem TT ini hanya mempunyai satu titik yang dibumikan


langsung dan BKT instalasi dihubungkan ke elektrode bumi yang
independen secara listrik dari elektrode bumi sistem suplai. Sistem ini
adalah sistem yang lazim di Eropa. Di Indonesia, terutama digunakan
untuk instalasi yang banyak memakai perangkat elektronik atau
komunikasi. Ciri-ciri sistem TT:
1) Satu titik sumber dibumikan (kode T);
2) BKT dihubungkan ke konduktor PE untuk kemudian langsung
dibumikan tanpa dihubungkan ke konduktor N (kode T);
3) Konduktor PE dan konduktor N pada instalasi terpisah di seluruh
instalasi. Karena itu ciri utama sistem TT terminal netral N dan terminal
konduktor proteksi PE di dalam panelpelanggan tidak dihubungkan.
Rangkaian sistem pembumian jenis TT ini disajikan pada gambar
berikut.

Gambar 4. Rangkaian Sistem Pembumian TT


(Sumber : PUIL 2011)

22
c. Sistem IT

Sistem daya IT mempunyai semua bagian aktif diisolasi dari


bumi atau satu titik dihubungkan ke bumi melalui impedans. BKT
instalasi listrik dibumikan secara independen atau secara kolektif atau
ke pembumian sistem Sistem IT juga lazim digunakan di Indonesia,
khususnya digunakan untuk instalasi yang memerlukan kontinuitas
pelayanan (misalnya pada sebagian instalasi rumah sakit). Pada sistem
ini bila terjadi gangguan pertama, gawai proteksi tidak akan trip
(terbuka). Ciri-ciri sistem IT:
1) sumber diisolasi atau dihubungkan dengan impedans yang cukup
tinggi terhadap bumi,sehingga dapat dianggap diisolasi juga (kode I).
2) BKT dihubungkan ke konduktor PE untuk kemudian langsung
dibumikan tanpa dihubungkan ke konduktor N (kode T);
3) konduktor PE dan konduktor N instalasi terpisah di seluruh instalasi.
4) konduktor N dapat didistribusikan (lazim di Indonesia) atau tidak
didistribusikan diseluruh instalasi.

Gambar 5. Rangkaian Sistem Pembumian IT


(Sumber : PUIL 2011)
CATATAN : Pembumian tambahan dari PE pada instalasi dapat
diberikan.

23
1) Sistem dapat dihubungkan ke bumi melalui impedans yang cukup
tinggi. Hubungan ini dapat dilakukan misalnya pada titik netral, titik
netral buatan, atau konduktor lin.
2) Konduktor netral dapat didistribusikan atau tidak didistribusikan.

Sistem pembumian TN-C-S, TT adalah sistem pembumian yang


lazim di Indonesia, walaupun dalam PUIL 2011 dimungkinkan sistem
pembumian lain. Misalnya TN-S, sistem ini tidak lazim di Indonesia karena
mensyaratkan 5 konduktor dari sumber (3 konduktor lin, 1 konduktor netral
dan 1 konduktor proteksi) untuk trifase atau 3 konduktor (1 konduktor lin, 1
konduktor netral dan 1 konduktor proteksi), yang di Indonesia PLN tidak
menyediakannya. PLN hanya menyediakan 4 konduktor (3 konduktor lin
dan 1 konduktor netral) untuk trifase dan 2 konduktor (1 konduktor lin dan 1
konduktor netral) untuk fase tunggal. Sistem pembumian arus searah juga
belum lazim di Indonesia.

24
PANEL HUBUNG BAGI (PHB) 3 FASA INSTALASI TENAGA

1. Dasar Panel Hubung Bagi (PHB)

Panel hubung bagi (PHB) adalah suatu perlengkapan untuk


mengendalikan dan membagi tenaga listrik dan atau mengendalikan dan
melindungi sirkit dan pemanfaat tenaga listrik. Adapun bentuknya dapat
berupa box, panel, atau lemari (PUIL 2011). Panel hubung bagi ini
merupakan bagian dari suatu sistem suplai tenaga listrik. Sistem suplai
tenaga listrik itu sendiri pada umumnya dibagi atas : pembangkitan
(generator), transmisi (penghantar), pemindahan daya (transformator).
Sebelum tenaga listrik sampai ke peralatan konsumen seperti motor-motor,
katup solenoid, pemanas, lampu-lampu penerangan, AC dan beban
pemanfaatan tenaga listrik lainnya, biasanya melalui PHB terlebih dahulu.
Di dalam memilih PHB yang akan dipakai dalam sistem, terdapat
empat katagori yang dapat dipakai sebagai kriteria dalam pemilihan seperti
yang dijelaskan berikut.
a. Arus
Pertimbangan mengenai arus ini erat kaitannya dengan
kapasitas PHB yang akan dipakai untuk melayani sejumlah beban yang
sudah diperhitungkan sebelumnya, sehingga dalam pemilihan PHB itu
perlu mempertimbangkan besarnya arus yang akan mengalir di PHB
tersebut. Yang berkaitan dengan arus ini hal-hal yang perlu
dipertimbangkan adalah:

1) Rating arus rel


2) Rating arus saluran masuk
3) Rating arus saluran keluar
4) Rating kemampuan rel dalam menahan arus hubungan
singkat b. Proteksi dan Instalasi
Di dalam pemilihan PHB yang akan dipasang perlu
dipertimbangkan pula kriteria pengaman dan pemasangannya beberapa
yang perlu diperhatikan untuk pemilihan PHB yaitu:

25
1) Tingkat pengamanan
2) Metode instalasinya
3) Jumlah muka operasinya
4) Peralatan ukur untuk proteksi
5) Bahan selungkupnya
c. Pemasangan Komponen PHB
Dalam pemasangan PHB terdapat beberapa macam teknik
pemasangan dalam komponen PHB dalam sistem ketenagalistrikan,
yaitu:
1) Pemasangan tetap (non-withdrawable)
2) Pemasangan yang dapat dipindah-pindah (removable)
3) Pemasangan sisttem laci
(withdrawable) d. Aplikasi
Bentuk dan konstruksi PHB yang ada dipasaran sangat banyak,
sehingga susah untuk membedakan PHB jika dilihat dari bentuk fisiknya
saja. Untuk membedakan PHB yang jenisnya sangat bervariasi akan
lebih tepat jika ditinjau dari aplikasinya. Berikut adalah contoh dari
beberapa pemakaian PHB yang lazim ditemui di lapangan :

1) PHB untuk penerangan dan daya


2) PHB untuk unit konsumen
3) PHB untuk distribusi sistem saluran penghantar (trunking)
4) PHB untuk perbaikan faktor daya
5) PHB untuk distribusi di Industr
6) PHB untuk distribusi motor-motor
7) PHB utama
8) PHB untuk distribusi
9) PHB untuk sub distribusi
10) PHB untuk sistem kontrol

26
Dengan berpedoman dan mengacu kepada empat hal diatas
maka proses perencanaan dan pemasangan PHB akan sesuai dengan
standar dan kebutuhan dari sistem suplai tenaga listrik dan yang
terapenting adalah sesuai dengan standar kelistrikan yang telah
ditetapkan terkait dengan sistem keamanan dan proteksi terhadap
bahaya kelistrikan.

a. Bentuk Konstruksi PHB

Bentuk kontruksi PHB juga perlu menjadi pertimbanngan dalam


pemilihan PHB dalam rangka Perencanaan PHB yang baik sesuai
dengan kebutuhan dan besar daya pada sistem instalasi tenaga lisrik.
PHB dapat dibedakan menjadi beberapa jenis jika ditinjau dari segi
bentuk konstruksinya, seperti yang dijelasakan berikut:
1) Konstruksi Terbuka
Pada jenis PHB dengan konstruksi terbuka ini pada bagian-bagian
yang aktif atau bertegangan seperti rel beberapa peralatan, terminal
dan penghantar dapat terlihat dan terjangkau dari segala sisi.
Pemasangan PHB sistem terbuka ini hanya diijinkan pada ruangan
yang tertutup dan hanya operator atau orang yang profesional yang
boleh masuk dalam ruangan tersebut.
2) Konstruksi Semi -Tertutup
PHB jenis ini berupa panel yang dilengkapi dengan pengaman yang
dapat mencegah terjadi kontak dengan bagian-bagian yang
bertegangan pada PHB. Pengaman ini pada umumnya dipasang
pada bagian sakelar/tombol operasi muka, sehingga operator tidak
mempunyai akses menyentuh bagian-bagian yang bertegangan pada
PHB dari arah muka. Namun demikian, pada panel jenis ini tidak
semua sisi tertutup seperti contohnya pada bagian belakang dan
sampingnya. Oleh sebab itu panel jenis ini diletakkan dalam ruangan
tertutup dan tidak semua orang belh masuk kecuali operator sebagai
tenaga profesional. Bentuk dari panel jenis ini disajikan pada gambar
berikut.

27
Gambar 6. Panel Semi Tertutup
(Sumber : Samsuri, 2014)

3) Konstruksi Lemari
PHB jenis konstruksi cubicle ini adalah tertutup pada semua sisinya,
sehingga tidak ada akses untuk kontak dengan bagian yang
bertegangan selama pengoperasian, karena konstruksi tertutup pada
setiap sisinya maka pemasangan PHB jenis ini tidak harus di tempat
yang tertutup dan terkunci, atau dengan kata lain dapat dipasang
pada tempat-tempat umum pengoperasian listrik.
PHB jenis ini ada yang dibuat dengan sistem laci, yaitu komponen
atau perlengkapan PHB ini dapat ditarik atau dilepas/untuk keperluan
perbaikan atau pemeliharaan. Untuk memasang kembali dalam
sistem, kita cukup mendorong ke dalam seperti kita mendorong laci.
Pada PHB sistem laci ini bagian atau komponen yang bisa dilepas
dan dipasang kembali, biasanya berupa sakelar pemisah atau
pemutus tenaga untuk saluran masuk, saluran keluar dan sakelar
penggandeng. Bentuk panel jenis kontruksi lemari ini disajikan pada
gambar berikut.

28
Gambar 7. Panel Jenis Kontruksi Lemari
(Sumber : Samsuri, 2014)

4) Konstruksi Kotak (Box)


PHB jenis kotak (box) ini ada yang terbuat dari bahan isolasi, plat
logam, baja tuang, dan sebagainya. Di dalam kotak tersebut sudah
dilengkapi dengan tempat untuk pengikat pemasangan rel, sekering,
sakelar kontraktor dan perlengkapan lain terkait dengan pemasangan
PHB dengan ukuran yang relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan
tipe lemari.

b. Pemilihan PHB

Pemillihan PHB sangatlah penting dalam perencanaan dan


pemsangan PHB dalam suatu sistem instalasi tenaga listrik agar dapat
sesuai dengan standar dan persyaratan yang berlaku, tertutam
berhubungan dengan aspek ekbutuhan dan sistem keamanan atau
proteksi terhadap bahaya dan gangguan yang dapat mengganggu
sistem instalasi tenaga listrik yang terasang. Untuk memudahkan dalam
pemilihan PHB yang akan dipakai dalam sistem, ada beberapa
pedoman yang dapat dipedomani seperti yang dijelaskan berikut ini
1) Merencanakan Pemasangan PHB induk :
a) Rating arus peralatan harus sampai dengan 4000A
b) Bahan selungkup dari plat baja
c) Tinggi 2200 mm

29
d) Metode pemasangan peralatan PHB dengan sistem pemasangan
tetap atau tidak tetap (withdrawable)
e) Kemampuan menahan arus hubungan singkat sampai dengan 176
kA
f) Tingkat pengamanan untuk selungkup IP 40 atau IP 54
2) Merencanakan Pemasangan PHB distribusi :
a) Rating arus peralatan sampai dengan 2000 A
b) Bahan selungkup berupa bahan isolasi, plat logam dan baja tuang
c) Penggunaan PHB box tinggi < 1000 mm
d) Pemasangan peralatan dalam panel dipasang secara tetap
e) Kemampuan menahan arus hubungan singkat sampai dengan
80kA
f) Tingkat pengaman sampai dengan IP 65

Agar mendapatkan keterangan yang lengkap data-data teknis


yang diperlukan dalam pemilihan PHB maka perlu mebaca datasheet
atau keterangan lain dari komponen tersebut yang dapat didapatkan
dari buku katalog pabrik pembuat komponen PHB.
1) Kemampuan Menahan Arus Hubung Singkat
Arus hubung singkat prospektif yang mengalir pada instalasi antara
saluran masuk menuju PHB induk atau PHB distribusi dan kabel yang
menuju ke beban tidak boleh melebihi kemampuan menahan arus
hubung singkat dari peralatan yang terpasang di PHB.
2) Derajat Pengamanan
Derajat pengamanan ini tergantung oleh kondisi lokasi pemasangan
dan kondisi sekelilingnya. PHB harus dilengkapi dengan pengaman
yang dapat mencegah terjadinya tegangan sentuh, benturan benda
asing dan air. Pemasangan PHB di ruangan dimana orang dapat
dengan mudah menjangkaunya, PHB harus didesain dengan
pengaman untuk mencegah terjadinya tegangan sentuh oleh karena
kecelakaan maupun saat pengoperasian, untuk itu derajat
pengamannya paling sedikit adalah IP 20.

30
3) Selungkup dari bahan penyekat.
Selungkup yang digunakan untuk PHB harus diproteksi terhadap
korosi dan tegangan sentuh. Pada umumnya dipasaran ditawarkan
dua macam bahan yaitu bahan metal dan bahan penyekat, seperti
polyester yang dicampur dengan fiberglass atau bahan penyekat
lainnya.
4) Permukaan selungkup logam
Semua jenis konstruksi PHB baik selungkup maupun struktur untuk
pemasangan komponen yang terbuat dari logam harus diproteksi
dengan finishing permukaan yang baik. Pada umumnya selungkup
PHB dicat dengan menggunakan “Polyester Epoxy Powder”,
sehingga mempunyai sifat mekanik yang cukup baik.
5) Pemasangan
Sebelum menentukan jenis PHB yang akan dipakai perlu pula
dipertimbangkan cara pemasangannya. Ada beberapa cara dalam
pemasangan PHB yaitu :

a) Di lantai dekat dinding


b) Di lantai, berdiri bebas di ruangan
c) Menempel tetap di dinding
d) Digantung di langit-langit
e) Dipasang di rak

31
2. Perencanaan dan Pemasangan PHB

a. Pemahaman Umum

PHB dengan rating arus sampai dengan 4000 A dipasang


sebagai PHB induk di industri, bangunan gedung bertingkat yang besar,
rumah sakit besar, atau pada tempat-tempat yang mengkonsumsi daya
listrik yang besar. Pada umumnya sistem konfigurasi suplai tenaga listrik
di industri melalui sebuah PHB induk (pusat daya) yang diisi/disuplai dari
satu atau lebih transformator, kemudian melalui rel saluran keluar
dihubung ke PHB distribusi yang melayani beberapa buah beban. Tentu
saja saluran masuk maupun keluar diamankan oleh pemutus tenaga.
Gambar single line diagram pembagian panel dari jaringan trafo
distribusi yang dimulai dari panel induk dan dihubungkan ke panel
distribusi disajikan pada gambar berikut ini.

Gambar 9. Diagram Aliran Dari Panel Induk ke Panel Distribusi


(Sumber : Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan)

32
Pemisahan antara PHB induk dengan PHB distribusi mempunyai
beberapa keuntungan :
1) PHB induk dapat dipasang dekat dengan transformator penyulang,
sehingga hanya memerlukan kabel yang pendek.
2) Pemutus tenaga untuk saluran masuk maupun saluran keluar, hanya
membutuhkan satu bentuk konstruksi, karena ukuran fisiknya relatif
sama.
3) PHB distribusi ini dipasang dekat dengan beban, sehingga hanya
memerlukan kabel yang pendek.
4) Oleh karena kabel yang menghubungkan antara PHB induk dengan
PHB distribusi cukup panjang, sehingga komponen PHB distribusi
dapat menggunakan komponen dengan kemampuan menahan
terhadap arus hubung singkat yang rendah.

b. Rel dan Kabel Saluran Masuk

PHB induk ini pada umumnya ditempatkan pada tempat yang


dekat dengan transformator penyulangan. Kabel yang masuk menuju ke
rel PHB induk ini dapat dilakukan melalui bagian bawah atau atas.
Apabila kapasitas daya (transformator)nya besar, maka penarikan kabel
untuk saluran masuk dapat dengan cara diparalel dua kabel atau lebih.

c. Saluran Keluar

Saluran keluar ini menggunakan kabel yang panjangnya tergantung


oleh jarak, demikian pula perlu dipertimbangkan arus dan drop
tegangannya. Diperkenankan menggunakan kabel pararel, bila arusnya
lebih dari 250A. Pada umumnya kabel keluar melalui bagian bawah dari
PHB, pemasangan kabel dapat dilakukan dengan menggunakan nampan
kabel (cable try) yang digantung dilangit-langit, dapat pula dengan cara
membuat lorong di bawah lantai untuk saluran kabel.

33
d. Prosedur Pelayanan dan Pemeliharaan

Prosedur pelayanan dan pemeliharaan harus mengikuti


ketentuan-ketentuan yang berlaku (PUIL pasal 601 B). Apabila PHB nya
jenis laci (withdrawable) maka perlu dipertimbangkan ruang yang cukup
untuk pengoperasian. Pada saluran keluar dari PHB induk yang menuju
ke PHB distribusi perlu diperhatikan pula hal-hal yang berhuhungan
dengan pelayanan dan pemeliharaan ini. Untuk itu pada saluran keluar
harus diberi ruang yang cukup untuk pelayanan dan pemeliharaan.

e. Fasilitas Isolasi

Apabila beberapa transformator menyulang sebuah rel atau


beberapa bagian rel dengan sistem gandeng, maka diperlukan sakelar
isolasi. Ini dimaksudkan apabila terjadi gangguan, perbaikan, dan
modifikasi rangkaian, saluran masuknya dapat diisolasi. Untuk
keperluan ini dapat dilakukan dengan cara memasang :
1) Sakelar pemisah dengan rating sampai dengan 3000A
2) Sakelar beban yang menggunakan HRC fuse
3) Pemutus tenaga dengan sistem laci (withdrawable)
Pada akhirnya, pertimbangannya bukan hanya penghematan
biaya semata, tetapi perlu dipertimbangkan pula luas ruang yang
diperlukan untuk PHB. Pengisolasian ini diperlukan pula untuk saluran
keluar dari rel, yaitu untuk keperluan pada saat ada gangguan,
pemeliharaan modifikasi rangkaian dan sebagainya. Dalam beberapa
hal sakelar pemutus beban dengan sekering HRC yang dipakai untuk
pengaman hubung singkat dapat dipakai untuk keperluan tersebut.

f. Rel (Bus-Bar)

Sistem rel yang dipakai pada PHB induk disebut dengan “Sistem
4 rel”. Tiga rel diperuntukkan untuk penghantar 3 fasa masing-masing
LI/R, L2/S, dan L3/T dan satu rel lagi diperuntukkan untuk hantaran PE
atau PEN, yang diletakkan pada bagian bawah di PHB. Sedangkan
untuk rel fasanya dipasang pada bagian atas secara mendatar.

34
Sehubungan dengan kapasitas pembebanan dari rel utama ini,
ukuran rel harus ditentukan dengan cermat. Sebagai dasar untuk
menentukan ukuran rel diantaranya adalah : kondisi operasi normal dan
rating arusnya, kondisi hubung singkat (berupa panas yang dibangkitkan
diakibat oleh arus hubung singkat tersebut) dan besarnya ketegangan
dinamis.
Rating arus dan arus hubung singkat dari rel utama mempunyai
harga yang berbeda menurut jenis PHB nya, dan tergantung oleh :
1) Posisi pemasangan komponen PHB
2) Luas penampang penghantar
3) Kekuatan mekanik penghantar
4) Pemisahan antar penopang
5) Kemungkinan pengaruh pemanasan dari komponen lain
6) Pengaruh dari penghantar yang satu terhadap yang lain
Hantaran rel untuk pentanahan (PE atau PEN) secara listrik
harus dihubungkan ke kerangka PHB dan ukurannya diperhitungkan
agar mampu dialiri oleh setiap arus hubung singkat yang mungkin
timbul. Ukuran rel penghantar untuk PE atau PEN umumnya adalah
25% kali ukuran rel penghantar fasanya.

g. Posisi Saluran Masuk dan Keluar

Aspek yang penting dari spesifikasi busbar adalah secara fisik


posisi saluran masuk dan keluar dari suatu PHB. Posisi saluran dan
keluar dapat dijadikan acuan untuk mempertimbangkan desain PHB
yang akan digunakan serta desain rel (bus-bar) yang akan digunakan
pada saat pemasangan PHB. Beberapa bentuk rangkaian aliran saluran
masuk dan keluar dalam PHB disajikan pada gambar berikut.

35
(b)
(a)

(c) (d)

(e)
Gambar 10. Beberapa jenis Saluran Masuk dan Keluar PHB : (a) Satu
Pengisian di Satu Sisi, (b) Satu Pengisian dari Tengah,
(c) Dua Pengisian pada Sisinya, (d) Dua Pengisian di
Tengah, (e) satu Pengisian di Tengah dan Dua di Sisi

36
h. Bahan dan Penandaan Rel

Bahan yang dipakai untuk rel kebanyakan dibuat dari tembaga


elektrolit dan alumunium. Berdasarkan standar IEC 28 tentang Standar
International dari tahanan yang terbuat dari tembaga, menyebutkan
bahwa besar tahanan jenis tembaga adalah R20 = 1/58 = 0,017241 Ω
2 0
mm /m. Dimana besar dari koefisien temperatur T20 pada suhu 20 C
untuk tembaga adalah T20 = 3,93 x 10-3/K. Harga ini akan bertambah
besar atau kecil berbanding lurus dengan perubahan konduktifitasnya.
Sedangkan untuk bahan penghantar dari alumunium berdasarkan
standar IEC 111 tentang Standar international dari tahanan yang terbuat
dari alumunium (Commercial Hard Drawn Alumunium), menyebutkan
2
bahwa besar tahanan jenis alumunium adalah R20 = 0,028264 Ω mm /m.
0
Dimana besar dari koefisien temperatur T20 pada suhu 20 C
untuk alumunium adalah T20 = 4.03 x 10-3/K. Harga ini akan bertambah
besar atau kecil berbanding lurus dengan perubahan konduktifitasnya.
Untuk identifikasi rel biasanya dengan cara di cat, berdasarkan PUIL
identifikasi warna adalah sebagai berikut :
Merah - LI/R
Kuning - L2/S
Hitam - L3/T
Biru - Netral

37
Kemudian untuk rel pentanahan PE atau PEN indentifikasi
warnanya adalah loreng (hijau-kuning). Identifikasi juga dapat dilakukan
cukup dengan menggunakan lambang huruf, yaitu untuk fasanya adalah
L1/R, L2/S, L3/T dan N untuk netral.

i. Beban Motor

Dalam memperhitungkan jenis dan besar penampang rel yang


akan digunakan dalam PHB besar beban yang akan disuplai harus
menjadi pertimbangan. Jika terdapat satu atau lebih beban motor yang
disuplai dari saluran keluar PHB, maka harus ikut diperhitungkan dalam
menentukan ukuran relnya, sebab motor-motor ini akan memperbesar
arus hubung singkat dari sistem.

j. PHB Standar

Seperti telah disinggung pada pembahasan sebelumnya, bahwa


dipasaran terdapat berbagai macam dan jenis PHB. Berikut adalah
beberapa contoh dari PHB yang ada dipasaran tersebut.
1) PHB Distribusi Bentuk Box

PHB jenis ini dipakai untuk distribusi daya listrik dengan kapasitas antara
250-1800 A, bahan selungkup yang dipakai adalah terbuat dari:

a) Bahan isolasi
b) Plat logam
c) Baja tuang
Semua selungkup dibuat dari glass-feber-polyester resin, ini secara
teknis merupakan kombinasi bahan dengan kualitas yang baik dan baik
untuk kebutuhan PHB, bahan isolasi ini mempunyai keunggulan :

a) Isolasinya tinggi
b) Derajat pengamanannya tinggi
c) Tidak korosi
d) Kekuatan mekanik yang besar
e) Mudah dalam pengerjaannya
f) Tahan panas

38
g) Tidak memerlukan perawatan
h) Bobotnya ringan
Salah satu contoh PHB jenis box dengan selungkup pelat logam
cocok untuk PHB induk, distribusi dan kontrol. Rakitan box ini dapat
dipasang di atas lantai (free standing) atau juga menempel di dinding.
PHB dengan selungkup pelat ini mempunyai keunggulan dalam hal :
a) Andal dalam pengoperasian
b) Mudah untuk melakukan perluasan
c) Mudah dalam pemasangannya
d) Tidak memerlukan banyak perawatan
PHB distribusi dengan selungkup terbuat dari baja disajikan pada
gambar berikut ini. PHB ini mempunyai konstruksi yang kokoh dan
tahan korosi. Oleh karena itu banyak digunakan pada tempat-tempat
berdebu, pekerjaan kasar, lembab, dan pada daerah yang
mempunyai iklim yang ekstrim.
PHB distribusi mempunyai karakteristik sebagai berikut :
a) Konstruksinya kokoh
b) Dibuat dengan sistem modular
c) Membutuhkan tempat yang tidak terlalu luas
d) Pemasangannya mudah
e) Perencanaan proyek dapat dilakukan dengan mudah
f) Memungkinkan untuk diadakan perluasan
g) Mudah dikombinasikan

2) PHB Distribusi Kecil

39
Penggunaan dari PHB ini pada umumnya untuk konsumen
rumah tangga, gedung administrasi, gedung komersial dan tempat-
tempat umum. PHB distribusi kecil dengan rating arus sampai dengan
63 A dihubungkan setelah KWH meter atau PHB induk. Komponen-
komponen yang ada di PHB distribusi ini biasanya berupa sakelar
tegangan rendah, ELCB, MCB sakering dsb.

k. Komponen Utama PHB

Komponen utamanya PHB ini jenisnya sangat banyak, karena


untuk setiap PHB dengan aplikasi berbeda akan membutuhkan
komponen utama yang berbeda pula, misalnya PHB distribusi dan PHB
kontrol. Karena komponen utama PHB ditinjau dari jenis dan
konstruksinya sangat bervariasi, maka berikut ini hanya akan diberikan
beberapa contoh utama PHB secara umum. Secara umum PHB
tegangan Rendah memiliki komponen-komponen sebagai berikut:
1) Kerangka / Rak TR
2) Saklar Utama
3) NH Fuse Utama
4) Rel Tembaga
5) NH Fuse jurusan
6) Isolator penumpu Rel
7) Sirkuit Pengukuran
8) Alat ukur Ampere & Volt meter
9) Trafo Arus (CT)
10) Sistem Pembumian
11) Lampu Kontrol / Indikator
Berikut ini akan dijelaskan beberapa komponen umum dari panel
hubung bagi tegangan rendah.

1) Peralatan Pengaman Tegangan Rendah


Pengaman ini berfungsi untuk mengamankan sistem, yaitu dengan
cara mendeteksi kesalahan/gangguan dan pemutusan bagian sistem
yang terganggu.

40
a) Sekering
Sekering atau pengaman lebur ini umumnya digunakan untuk :

 Pengaman beban lebih pada hantaran dan peralatan listrik



 Pengaman hubung singkat pada hantaran dan peralatan listrik

Pengaman lebur ini dapat bekerja dalam waktu yang lama apabila
ada beban lebih 20% dan akan bekerja lebih cepat apabila arus
kesalahannya lebih besar (hubung singkat).
Jenis lain dari sekring ini adalah sekring pisau atau HRC
Fuse.Jenis sekering ini mempunyai kapasitas pemutusan yang
tinggi (sampai 80 kA). Rating arus dari sekering ini berkisar antara
2-1200A pada tegangan 415 volt.

b) Pemutus tenaga
Pemutus tenaga ini dapat memutuskan rangkaian secara otomatis
apabila terjadi beban lebih (overload) atau hubung singkat. MCB
dan MCCB merupakan komponen yang umum digunakan untuk
peutus tenaga ini.

c) Sakelar Pemisah
Sakelar ini dipakai untuk menghubungkan dan memutuskan
rangkaian dalam keadaan tidak berarus (tidak berbeban),

d) Sakelar Beban
Sakelar beban ini boleh dioperasikan dalam keadaan rangkaian
berarus (berbeban)

e) Penopang Rel
Penopang rel ini adalah merupakan bagian atau komponen PHB
yang penting, karena komponen ini berfungsi kecuali sebagai
dudukan rel dan sekaligus mengikat rel tersebut agar tidak
bergerak, sehingga jarak antar rel dan jarak antara rel dengan
bagian konduktif yang terdapat pada panel dapat terjaga dengan
baik. Disamping itu juga berfungsi sebagai isolator antara rel
dengan bagian-bagian konduktif yang terdapat pada panel.

41
Terdapat beberapa jenis desain konstruksi penopang rel,
diantaranya adalah rel penopang bentuk : silinder, persegi, tangga,
jepit, dan sebagainya. Alat Ukur Parameter Panel
Alat ukur parameter pada panel merupakan salah satu komponen
yang harus ada pada panel sebagai indikasi mengetahui besar
parameter-parameter listrik sistem instalasi tenaga yang terdapat
dalam PHB. Alat ukur yang harus ada pada panel hubung bagi
adalah seperti berikut.
 Amperemeter

Merupakan alat ukur arus untuk mengetahui besar dari arus
yang mengalir pada beban yang dikontrol dalam PHB. Alat ukur
juga dapat membantu mengontrol parameter arus yang
mengalir pada sistem. Bentuk alat ukur arus yang umum
digunakan pada PHB disajikan pada gambar berikut

 Voltmeter

Merupakan alat ukur tegangan untuk mengetahui tegangan
tenaga listrik yang akan dialirkan pada sistem melalui PHB. Alat
ukur ini dapat membantu memeriksa dan mengontrol parameter
tegangan listrik untuk sistem instalasi tenaga serta memeriksa
keseimbangan dan kestabilan besar parameter tegangan untuk
listrik 3 fasa.
Pada PHB dengan jenis penutup logam baik untuk desain lemari
dan box alat ukur dipasang pada penutup logam dan menghadap
keluar. Sehingga pada saat PHB dalam keadaan tertutup alat ukur
tersebut dapa terlihat. Bentuk pemasangan dari alat ukur ini
disajikan pada gambar.

2) Asesori PHB
Asesories PHB adalah merupakan bagian dari komponen PHB
disamping komponen utama. Asesories PHB ini adalah merupakan
bagian kelengkapan dari PHB, sedang kita sendiri tahu bahwa
terdapat pula berbagai macam jenis PHB, maka asesories PHB ini
jenis dan bentuknya pun sangat bervariasi.
a) Rel Penyambung

42
Rel penyambung ini berfungsi untuk menyambungkan secara
listrik beberapa MCB satu atau tiga fasa, panjang rel ini dapat
dipotong sesuai dengan kebutuhan dan biasanya panjang standar
yang ada dipasaran adalah 2 m. Terminal
Pada PHB ini tidak bisa dihindari bahwa pencabangan mesti ada,
yang memerlukan terminal untuk pencabangan.

b) Rel Omega dan Rel C


Rel omega dan rel C ini ada terbuat dari cadmium dan alumunium,
rel ini dalam perakitan PHB biasanya dipasang pada dasar (base)
panel atau pada rangkanya. Fungsi dari rel ini adalah sebagai
dudukan untuk komponen-komponen utama dari PHB diantaranya
MCB,

c) Penutup akhir dan Pengunci terminal blok


Penutup akhir dan pengunci terminal blok dapat dilihat pada
gambar 2.17 masing-masing fungsinya adalah sebagai penutup
akhir untuk menutup bagian terminal akhir dari suatu susunan
beberapa terminal agar bagian yang bertegangan tidak tersentuh,
sedangkan pengunci adalah berfungsi untuk mencegah terminal
blok tidak bergerak-gerak dan pengunci dipasang di samping kiri
dan kanan dari suatu susunan terminal.

43

Anda mungkin juga menyukai