Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Skabies merupakan penyakit kulit yang masih sering dijumpai di Indonesia. Penyakit ini
mudah sekali menular dan banyak faktor yang membantu penyebarannya antara lain:
kemiskinan, higiene individu yang jelek, lingkungan yang tidak sehat, berkembangnya
prostitusi dan derajat sensitisasi individu.
Di beberapa negara berkembang prevalensinya dilaporkan berkisar antara 6-27%
dari populasi umum dan insiden tertinggi terdapat pada anak usia sekolah dan remaja. 1
Di negara maju, termasuk Amerika Serikat, prevalensinya sama untuk semua kelompok
usia dan skabies pada anak-anak tetap merupakan suatu masalah besar. Di Indonesia
insiden penyakit ini belum ada angka yang pasti, namun berdasarkan laporan
Departemen Kesehatan, skabies menempati urutan ke-3 dari 10 urutan penyakit kulit
terbesar pada pelita IV, Budiastuti dkk pada tahun 1990-1992 melaporkan bahwa
penyakit skabies merupakan pengunjung kedua terbesar dari kunjungan rawat jalan
poliklinik Rumah Sakit Dr.Sutomo Surabaya.2
Penyakit skabies merupakan great imitator of all skin disease artinya keluhan
dan gejalanya menyerupai banyak penyakit kulit lain. 3,4 Keadaan ini mengakibatkan
pengobatan menjadi tidak tepat, sehingga perluasan dan penyebaran penyakit pun
bertambah berat, yang pada akhirnya biaya pengobatan pun menjadi semakin mahal.
Karena penyakit ini menimbulkan rasa sangat gatal (terutama pada malam hari),
maka tentu saja dapat mengurangi produktivitas kerja dan bagi anak-anak di sekolah
akan sangat mengganggu proses belajar oleh sebab itu sangat penting bagi dokter umum
untuk mengetahui lebih lanjut lagi mengenai penyakit ini sehingga pada akhirnya dapat
memberikan pengobatan yang tepat sehingga komplikasi yang diakibatkan oleh
penyakit ini dapat dicegah dan kualitas hidup dapat ditingkatkan.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sinonim
Penyakit ini disebut juga gudik,budukan,gatal agogo.4 Di beberapa negara sinonim
penyakit ini adalah the itch (Inggris)1,2,3,4 , mite infestation1, kartze (Jerman)1 gale
(Prancis)1.

2.2 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var,hominis dengan ditandai oleh papul dan vesikel pada daerah
predileksi dengan rasa gatal pada malam hari. 4,5

2.3 Epidemiologi
Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis dan
subtropis.6 Penyakit ini telah ditemukan hampir pada semua negara di seluruh dunia
dengan angka prevalensi yang bervariasi. Di beberapa negara berkembang
prevalensinya dilaporkan berkisar antara 6-27% dari populasi umum dan insiden
tertinggi terdapat pada anak usia sekolah dan remaja. 1 Di negara maju, termasuk
Amerika Serikat, prevalensinya sama untuk semua kelompok usia dan skabies pada
anak-anak tetap merupakan suatu masalah besar. Di Indonesia insiden penyakit ini
belum ada angka yang pasti, namun berdasarkan laporan Departemen Kesehatan,
skabies menempati urutan ke-3 dari 10 urutan penyakit kulit terbesar pada pelita IV,
Budiastuti dkk pada tahun 1990-1992 melaporkan bahwa penyakit skabies merupakan
pengunjung kedua terbesar dari kunjungan rawat jalan poliklinik Rumah Sakit
Dr.Sutomo Surabaya.2 Frekuensi penyakit ini sama pada pria maupun wanita. 3,7
Ada dugaan bahwa setiap siklus 30 tahun terjadi epidemi skabies. Banyak faktor
yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : sosial ekonomi rendah,
higiene buruk, hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, dan
perkembangan dermografik serta ekologik. Penyakit ini dapat dimasukkan dalam
penyakit akibat hubungan seksual.1,2,4,6

2
Cara penularan yaitu melalui kontak langsung (kontak kulit dengan kulit)
misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Penularan juga dapat
secara tidak langsung (melalui benda) misalnya pakaian, handuk, seprei, bantal,dan lain-
lain. Penularannya biasanya oleh Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi atau
kadang-kadang oleh bentuk larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var,animalis yang
kadang-kadang dapat menulari manusia, terutama pada mereka yang banyak
memelihara binatang peliharaan misalnya anjing.1,2,4,6,8

2.4 Etiologi
Sarcoptes scabei adalah tungau yang termasuk famili SARCOPTIDAE, ordo ACARI,
kelas ARACHNIDA. Badannya berbentuk oval dan gepeng serta translusen dan tidak
bermata; yang betina berukuran 300 x 350 mikron; sedangkan yang jantan berukuran
150-200 mikron.2,4,5,6,8

Gambar 2.1 Sarcoptes scabei

2.5 Patogenesis
Tungau jantan dan betina berkopulasi pada terowongan yang dangkal pada kulit,9
setelah melakukan kopulasi S.scabei jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat
hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina
yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3
milimeter sehari terutama pada malam hari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4
butir sehari. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan menjadi larva yang
setelah 2-3 hari akan menjadi nimfa. Terowongan pada kulit dapat sampai ke perbatasan
stratum korneum dan stratum granulosum.10 Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur
sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8-12 hari. 2,4,5,6,8

3
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga
oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi
terhadap sekreta dan eksreta tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya
papul,vesikel,urtika dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi,ekskoriasi,krusta
dan infeksi sekunder.4

2.6 Gambaran Klinik


Keluhan utama yang dirasakan penderita adalah rasa gatal terutama pada malam hari
(pruritus nocturnal) atau bila cuaca panas serta pasien berkeringat, 1,4,11,12 oleh karena
meningkatnya aktivitas tungau saat suhu tubuh yang meningkat. 1,13 Rasa gatal disertai
gejala lainnya, biasanya timbul 3-4 minggu setelah tersensitisasi oleh produk tungau
dibawah kulit.1,4

Gambar 2.2 Tempat predileksi skabies

Lesi yang timbul di kulit pada umumnya di kulit yang tipis dan lembab,
1,3
mengandung sedikit folikel pilosebaseus, simetris, dan tempat predileksi utama
adalah : sela jari tangan, fleksor siku dan lutut, pergelangan tangan, areola
mammae,umbilikus,penis,aksila,abdomen bagian bawah dan bokong. 1,3 Pada anak-anak
usia kurang dari 2 tahun, lesi cenderung di seluruh tubuh, terutama kepala,leher,telapak
tangan dan kaki, sedangkan pada anak yang lebih besar predileksi lesi menyerupai
orang dewasa. 1,3

4
Terdapat berbagai variasi gambaran klinis, mulai dari bentuk-bentuk yang tidak
khas pada orang yang tingkat kebersihannya tingggi, berupa papul-papul saja pada
tempat predileksi, sampai pada kasus-kasus dengan infeksi sekunder yang berat.2,6
Kelainan kulit yang timbul dapat berupa papul dan vesikel miliar sampai
lentikular disertai ekskoriasi (scratch mark). Bila terjadi infeksi sekunder tampak pustul
lentikular. Lesi yang khas adalah terowongan (kanalikulus) miliar, tampak berasal dari
salah satu papul atau vesikel, panjang kira-kira 1 cm, berwarna putih abu-abu.2,4

Gambar 2.3 Terowongan (tanda panah menunjukkan tempat tungau berada)

Kelainan klasik ini sulit ditemui karena telah terjadi infeksi sekunder akibat
garukan. Akibatnya yang sering ditemui kelainan kulit berupa ekskoriasi pustulasi
ataupun krustasi bahkan jika proses menjadi lebih berat dapat timbul likenifikasi,
eksematisasi dan furunkulosis. Kadang-kadang kita hanya mendapati bercak-bercak
hiperpigmentasi saja.2,6

Gambar 2.4 Pustul pada tangan

Dengan garukan dapat timbul erosi,ekskoriasi,krusta dan infeksi sekunder. Di


daerah tropis, hampir setiap kasus skabies terinfeksi sekunder oleh Streptococcus
aureus atau Staphylococcus pyogenes.7,13
Pada kasus-kasus yang kebersihannya kurang baik dapat terlihat ektima,
impetigo, selulitis,folikulitis dan furunkulosis. Infeksi ini pada anak-anak kecil yang
diserang skabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal, yaitu gromerulonefritis.

5
2.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit skabies sampai saat ini masih menjadi masalah dalam dermatologi.
Diagnosis klinik penyakit ini walaupun sepintas tampaknya mudah tetapi sering
menimbulkan kesulitan karena mirip dengan penyakit kulit lainnya. Akibat yang sering
adalah diagnosis dan pengobatan menjadi kurang tepat. Konfirmasi diagnosis dengan
menemukan tungau juga sulit dilakukan karena jumlah tungau yang menginfestasi
penderita hanya sedikit (10-15 ekor/penderita) sehingga pada pemeriksaan laboratorium
baik tungau maupun bentuk telur,larva, dan nimfanya sulit ditemukan.2
Diagnosis skabies bisa ditegakkan melalui dua pendekatan yaitu : presumtif dan
ideal. Dalam prakteknya diagnosis presumtif lebih sering dilakukan , dan jika dilakukan
dengan seksama dan teliti biasanya diagnosis akan tepat.
Diagnosis presumtif (suggestif) ditegakkan atas beberapa patokan
(Carruthers,1978)14 :
1. Rasa gatal , terutama malam hari (pruritus nokturnal)
2. Terdapat terowongan (kanalikuli), yang jika disertai infeksi sekunder akan
menimbulkan kelainan kulit yang polimorf
3. Predileksi kelainan kulit pada tempat lapisan kulit yang relatif tipis (distribusi
lesi yang khas).
4. Adanya keluarga atau teman dekat menderita gatal yang sama (kelompok)
5. Terdapat respon yang positif dengan obat-obat anti skabies.
Diagnosis ideal (pasti) : diagnosis ideal adalah dengan menemukan Sarcoptes
scabei betina, telur,larva atau nimfa dibawah mikroskop. Pendekatan ini memerlukan
keterampilan dan kehati-hatian disamping terowongan yang utuh jarang ditemukan.2
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda kardinal.4
Beberapa bentuk variasi skabies selain bentuk skabies yang klasik seperti
tersebut diatas :
1. Skabies noduler (Nodular scabies)
Tipe skabies ini sering dilaporkan dari Eropa.10 Suatu bentuk hipersensitivitas terhadap
tungau skabies, dimana pada lesi tidak ditemukan Sarcoptes scabei. Lesi berupa nodul
cokelat kemerahan yang gatal pada daerah tertutup, terutama pada genitalia pria,
inguinal dan aksila. Tungau tidak ditemukan pada nodul.13 Nodul terjadi akibat reaksi

6
hipersensivitas.7 Nodul dapat bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun walaupun
telah diberikan obat anti skabies.7,14
2. Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies)
Sarcoptes scabei varian canis dapat menyerang manusia yang pekerjaannya
berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala. Gejalanya
ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-
tempat kontak. Skabies jenis ini tidak menimbulkan masalah serius pada manusia
karena tungau ini bersifat relatif host spesifik, infestasinya biasanya bersifat self
limiting,12 masa tunas lebih pendek.14 Dan dapat sembuh sendiri bila menjauhi hewan
tersebut dan mandi yang bersih.7,14,15
3. Skabies krustosa (Norwegian scabies = Crustes scabies = Skabies keratotik)
Crustes scabies juga dikenal sebagai Norwegian scabies karena pertama kali
dideskripsikan pada pasien lepra di Norway pada tahun 1884.9 Pada skabies umumnya
tungau yang ditemukan relative hanya sedikit, hal ini karena terjadinya penghancuran
secara mekanis dengan proses menggaruk, membersihkan badan secara teratur, dan
respon imun selular yang baik, tetapi pada skabies krustos respon penderita terhadap
tungau berubah, terjadinya ketidakmampuan penderita untuk menggaruk karena tidak
adanya rasa gatal,mobilitas yang terbatas dan imunitas yang terganggu, sehingga
memungkinkan tungau untuk berkembang biak.12,16 Sering terdapat pada orang tua dan
orang yang menderita retardasi mental (Down syndrome), sensasi kulit yang rendah
(lepra), penderita penyakit sistemik berat (leukemia dan diabetes), penderita
imunosupresif (misalnya pada penderita AIDS atau setelah pengobatan glukokortikoid
atau sitotoksik jangka panjang) dan malnutrisi. 1 Tipe ini jarang terjadi, namun bila
ditemui kasus ini dan terjadi keterlambatan diagnosis atau tidak diisolasi secara adekuat
maka kondisi ini akan sangat menular, biasanya akan menjadi wabah pada pasien dan
petugas kesehatan di rumah sakit serta keluarga dirumah.16 Jumlah tungau yang terdapat
di dalam lesi dapat mencapai 2 juta pada seorang pasien. 1 Skabies jenis ini ditandai
dengan lesi yang luas, eritema dengan krusta tebal disertai daerah hiperkeratotik pada
kulit kepala, telinga, siku, lutut, telapak tangan dan kaki serta bokong.

7
Gambar 2.5 Skabies krustosa pada tangan

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain yang gejalanya mirip dengan penyakit
skabies maka harus dilakukan pemeriksaan untuk menemukan tungau Sarcoptes scabei.
Cara menemukan tungau4 :
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul atau
vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah kaca obyek,lalu
ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas putih dan
dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya : lesi dijepit dengan 2 jari kemudian dibuat
irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pewarnaan H.E.

2.9 Diagnosis Banding


Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the great imitator
karena dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Pruritus terdapat
pada hampir semua dermatosis,4 maka scabies dapat didiagnosis banding dengan
dermatitis atopik,1,6,9,15 dermatitis kontak,4,6,7,9,14,16 prurigo,1,3,6,7,14,15 gigitan serangga,1,3,9,14
pedikulosis korporis,1,4,7,14,17 impetigo,6,8 folikulitis1,3,6

Setiap dermatitis yang mengenai daerah areola, selain penyakit Paget, harus
dicurigai pula adanya skabies. Skabies krustosa dapat menyerupai dermatitis
hiperkeratosis7 dan dermatitis seboroik.9,15

2.10 Penatalaksanaan
A. Penatalaksanaan secara umum

8
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dengan mandi secara teratur setiap
hari. Semua pakaian, sprei dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur
dan bila perlu direndam dengan air panas. Demikian pula halnya dengan anggota
keluarga yang berisiko tinggi untuk tertular, terutama bayi dan anak-anak, juga harus
dijaga kebersihannya dan untuk sementara waktu menghindari terjadinya kontak
langsung.1 Secara umum : tingkatkan kebersihan lingkungan maupun perorangan dan
tingkatkan status gizinya.14
B. Penatalaksanaan secara khusus
Pemberian obat pada pasien skabies harus didasarkan pada efektivitas dan
potensi toksisitas obat serta cara penggunaan yang tepat.1
Pengobatan penderita skabies, disamping pemilihan obat yang tepat, juga
penting dijelaskan cara pemakaian obat dan lamanya pengobatan. Sering kali karena
rasa gatal belum hilang, penderita mengoleskan obat berulang-ulang sehingga
menimbulkan akibat yang merugikan kulit penderita. Rasa gatal akan mereda setelah
satu minggu pengobatan dan baru hilang setelah 2-3 minggu.6 Bila rasa gatal masih
terdapat lebih dari 2 minggu pasien tersebut harus diperiksa ulang, dan sumber
penularan harus di evaluasi kembali. Jumlah pengobatan yang diberikan harus secara
ketat dibatasi untuk menghindari kemungkinan terjadinya keracunan dan dermatitis
akibat pengobatan yang berlebihan.2
Preparat topikal yang dibutuhkan 30-100 gram untuk pengobatan pada pasien
dewasa, dan secara proporsional berkurang pada anak-anak. Pengobatan meliputi
seluruh tubuh, khususnya daerah intertriginosa.13
Mengoleskan obat anti skabies tidak cukup hanya pada tempat lesi saja, tapi
harus dioleskan mulai dari dagu kebawah, seluruh badan dan ekstremitas. Sebelum
pengolesan, penderita harus mandi sebersih mungkin, agar “protective sebum” hilang
dan terowongan-terowongan terbuka. Obat dioleskan tipis-tipis tetapi merata dan
dibiarkan selama 24 jam. Ada pula yang menganjurkan pengobatan dilakukan 2 atau 3
kali berturut-turut. Sangat dianjurkan untuk melakukan pengobatan ulang seminggu
kemudian untuk membunuh seluruh larva dan nimfa yang baru menetas atau lahir dari
telur yang belum mati pada pengobatan pertama.
Perlu diperhatikan bahwa pada saat yang bersamaan semua anggota keluarga
dan teman dekat, diobati bersama-sama meskipun belum terdapat gejala skabies. Hal ini

9
dilakukan karena gejala skabies baru timbul setelah 1-2 bulan dari mulai saat infestasi
Sarcoptes scabei.
Bila terjadi infeksi sekunder, perlu diberikan antibiotika. Skabies dengan
dermatitis sekunder, dermatitisnya harus diobati lebih dahulu.14
Dalam memilih obat anti skabies perlu diketahui syarat-syarat idealnya,
sehingga diperoleh hasil yang optimal. Pertimbangan yang harus diperhatikan adalah2 :
1. Sediaan harus efektif terhadap semua stadium tungau mulai dari telur, larva,
nimfa dan tungau dewasa.
2. Tidak menimbulkan iritasi dan tidak bersifat toksik.
3. Sedapat mungkin, sediaan tidak berbau dan tidak merusak atau mewarnai
pakaian
4. Mudah didapat dan harganya relatif terjangkau.
Obat-obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal.
1. Sulfur presipitatum (belerang endap)
Obat ini telah lama dipergunakan sebagai obat anti skabies. Biasanya dipakai
dalam konsentrasi 4-20% dalam bentuk salap atau krim. Obat ini membunuh
larva, tungau, tidak efektif untuk stadium telur sehingga penggunaanya tidak
boleh kurang dari 3 hari berturut-turut. Dipakai mulai dari leher ke bawah
dengan bagian predileksi digosok agak kuat dan penderita mandi setiap 24
jam.4,10 Dapat diulangi penggunaannya setelah 1 minggu kemudian. 1 Obat ini
relative muran dan aman untuk semua umur. Kerugian pemakaian obat ini
adalah bau yang tidak enak, lengket, mewarnai pakaian dan kadang-kadang
menimbulkan iritasi.1,4
2. Bensil bensoat. (Benzil benzoat)
Tersedia dalam bentuk emulsi atau lotio dengan konsentrasi 25-35%.1,10 Pada
anak-anak dilakukan pengenceran dangan 2 atau 3 bagian air.1,7 Cara pemakaian
adalah dengan dioleskan dan dibiarkan pada kulit selama 24 jam, setiap 2-3 hari
berturut-turut dengan interval 1 minggu.1 Obat ini efektif dan secara kosmetik
dapat diterima, walaupaun dapat menimbulkan gatal dan iritasi. 1,4 Merupakan
obat anti skabies yang efektif untuk semua stadium, tapi dapat menimbulkan
iritasi terutama bila dipakai pada genitalia tau skrotum. Obat ini sekarang sulit

10
didapat sehingga jarang digunakan dan kadang-kadang makin gatal setelah
dipakai serta agak berbau.
3. Krotamiton
Tersedia dalam bentuk krim dan lotio 10%, bersifak skabisid,1,4,10 tetapi tidak
mempunyai efektifitas yang tinggi terhadap scabies, tidak mempunyai efek
sistemik, serta aman digunakan pada wanita hamil, bayi dan anak-anak. 1 Cara
pemakaian dengan dioleskan dan digosok ke seluruh tubuh, dari leher sampai
kaki, perlu diperhatikan daerah lipatan, selama 2 malam kemudian dicuci bersih
setelah aplikasi kedua. Untuk memperoleh hasil yang lebih efektif, penggunaan
dilanjutkan sampai 5 hari, terutama pada bayi dan anak. 1 Mempunyai efek anti
skabies dan anti pruritus. Kerugian obat ini dapat menimbulakan dermatitis
kontak tetapi lebih jarang dibandingkan emulsi benzil benzoat. Walaupun obat
ini tidak seefektif obat lainnya, namun karena cepat menghilangkan rasa gatal,
pasien lebih menyukainya. Obat ini dioleskan dua kali setiap hari. Harus
dijauhkan dari mata,mulut dan uretra.4
4. Gamma Benzena Hexa Chloride = Gammexane
Merupakan obat pilihan untuk skabies oleh karena dapat membunuh tungau
Sarcoptes scabei (bersifat skabisid) dan nimfa serta mencegah menetasnya telur. 1
Tersedia dalam bentuk krim, lotion dan gel yagn tidak berbau dan tidak berwana
daengan kadar 1%.1,4 Mudah digunakan dan jarang menimbulkan iritasi,
merupakan obat yagn banyak dipakai sekarang. Cara pemakaiannya dengan
mengoleskan ke seluruh tubuh, didiamkan selama 12-24 jam, lalu dicuci bersih.
Pengobatan diulang selama 3 hari. Pengobatan diulang maksimum 2 kali dengan
interval 1 minggu. Pada bayi dan anak-anak, bila digunakan berlebihan dapat
menimbulkan neurotoksisitas. Obat ini tidak aman digunakan untuk ibu
menyusui dan ibu hamil.7 Penggunaan hanya satu kali dan dapat diulang
seminggu kemudian juka gejala masih ada dengan maksimum pengobatan 2 kali
(interval 1 minggu).1,18 Pemberian ulangan dimaksudkan untuk memusnahkan
larva yang menetas dan tidak mati oleh pengobatan sebelumnya.1 Efek toksik
terhadap susunan saraf pusat (neurotoksik), karena obat ini mengandung
senyawa Chlorinated hydrocarbon dan dapat diabsorbsi melalui kulit yang intak.
Tidak boleh diberikan pada ibu hamil, menyusui danpada anak-anak berusisa

11
lebih dari 2 tahun pemakaian pada kulit hanya selama 6 jam.1 Obat ini dapat
dipakai untuk skabies Norwegia.
5. Permetrin
Tersedia dalam bentuk krim 5%, merupakan obat anti skabies yang relatif
baru.1,4,10 Sebagai dosis tunggal,obat ini mudah digunakan, tidak berbau dan
tidak bersifat neurotoksik. Sifat skabisidnya sangat baik, aman karena efek
toksisitasnya terhadap mamalia sangat rendah, dan kemungkinan keracunan
karena salah penggunaan sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit
obat yang diabsorbsi dan obat dimetabolisme sangat cepat sehingga dapat
digunakan untuk semua umur termasuk bayi dan anak-anak. Belum pernah
dilaporkan adanya resistensi terhadap permetrin. 1 Cara pemakaian : dioleskan di
permukaan tubuh mulai dari leher ke bawah untuk orang dewasa dan pada bayi
diseluruh tubuh; setelah 8-12 jam kemudian dibersihkan. Apabila belum sembuh
dapat diulangi seminggu kemudian.1,10 Permetrin merupakan obat pilihan utama
untuk semua usia, tetapi beberapa kepustakaan menganjurkan untuk tidak
diberikan pada bayi kurang dari 2 bulan,9 ibu hamil dan ibu menyusui. Efek
samping berupa rasa terbakar, perih dan gatal jarang ditemukan.1 Efektifitas
obat ini sangat tinggi sehingga saat ini obat ini paling banyak digunakan.
Pengobatan pada skabies krustosa sama dengan skabies klasik, hanya perlu
ditambahkan salep keratolitik.
5. Monosulfiran
Tersedia dalam bentuk lotio 25%, yang sebelum digunakan, harus ditambah 2-3
bagian air dan digunakan setiap hari selama 2-3 hari. Selama dan segera setelah
pengobatan, penderita tidak boleh minum alcohol karena dapat menyebabkan
keringat yang berlebihan dan takikardia.6,7,12
6. Malathion
Malathion 0,5% dengan dasar air digunakan selama 24 jam. Pemberian
berikutnya diberikan beberapa hari kemudian. 6,7,12
7. Ivermektin
Penggunaan ivermektin sebagai anti skabies pada manusia masih relatif baru dan
menunjukkan keamanan dan keefektifan dengan terapi dosis tunggal pada terapi
skabies biasa dan skabies krustosa.16 Merupakan anti parasit yang strukturnya

12
mirip antibiotic makrolid, diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit, 1 tetapi
tanpa sifat antibakterial dan tidak menembus blood brain barrier pada
kebanyakan mammalian, termasuk manusia.9 Pemberian secara suntikan dan oral
ivermektin telah digunakan secara luas oleh veterinarian untuk mengobati
canine scabies (sarcoptic mange) dan infestasi lainnya pada mammalia termasuk
heartworm pada anjing,9 diketahui aktif melawan ekto dan endo parasit.
Merupakan suatu lakton makrosilik dan ternyata sangat efektif sebagai
antiparasit berspektrum luas untuk melawan berbagai jenis nematoda dan
artropoda, termasuk kutu,tungau dan kutu anjing.1 Diberikan secara oral dengan
dosis tunggal 100-200 μg/kg berat badan, dilaporkan efektif untuk skabies
krustosa.9 Tidak dianjurkan penggunaannya pada anak usia dibawah lima
tahun.1,9,16 Pada orang tua Ivermektin harus digunakan secara hati-hati, dicurigai
adanya kemungkinan hubungan antara penggunaan dengan meningkatnya risiko
kematian.16 Juga tersedia formulasi topikal yang efektif akan tetapi sering
memberikan efek samping berupa dermatitis kontak dan nekrolisis epidermal
toksik.1 Ivermektin seharusnya menjadi drug of choice pada bentuk skabies
yang tidak responsif pada terapi topikal konvensional, seperti yang terlihat pada
pasien dengan acquired immuno deficiency syndrome, atau pada wabah epidemi
yang luas.16
Selain pengobatan yang telah disebutkan diatas, untuk mengatasi rasa gatal
yang mungkin tetap ada sampai beberapa minggu setelah pemberian terapi antiskabies
yang adekuat dapat diberikan obat anti pruritus, misalnya anti histamin. Pada anak kecil
dan bayi krim hidrokortison 1% pemberian topikal mengurangi erupsi kulit yang berat
dan bahan pelunak atau emolien pada erupsi kulit yang lebih sedikit ternyata dapat
membantu. Bila terdapat infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik.1
Pada skabies nodular lesi bentuk nodul pada skrotum dan penis biasanya
menetap sampai beberapa bulan setelah skabiesnya sembuh. Pada tipe ini dapat
diberikan preparat ter selama 2-3 minggu atau suntikan intralesi triamsinolon asetonid 5
mg/ml.6 Pada beberapa kasus dapat dilakukan tindakan bedah eksisi jika cara tersebut
tidak efektif.12
Pengobatan skabies krustosa pada prinsipnya sama dengan skabies jenis lain
yang lebih umum, walaupun respons yang diperlihatkan lebih lambat dan umumnya

13
memerlukan skabisid dalam jumlah lebih banyak, bahkan kadang-kadang penggunaan
beberapa macam obat secara berurutan. 1 Pengobatan dapat dimulai dengan krim
permetrin lalu diikuti oleh gameksan dan sulfur jika diperlukan. Pemberian keratolitik
sebelumnya dapat sangat membantu.1
Selain itu dapat juga digunakan ivermektin dengan dosis tunggal per oral 6mg
yang memberikan hasil baik. Hal ini dibuktikan pada pengobatan seorang pasien skabies
Norwegia yang berusis 11 tahun, memberikan hasil yang baik. Empat jam setelah
pemberian obat, gejala pruritus menghilang sedangkan lesi kulit berkurang setelah dua
hari pemberian ivermektin. Tiga minggu setelah pemberian dosis tunggal kedua semua
gejala pada kulit menghilang.1

2.11 Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, erupsi dapat berbentuk
impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis an furunkel.7,13 Infeksi bakteri pada
bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbulkan komplikasi pada ginjal,
yaitu gromerulonefritis.7,13 Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat
antiskabies yang berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu
sering. Salep sulfur, dengan kadar 15% dapat menyebabkan dermatitis bila digunakan
terus-menerus selama beberapa hari pada kulit yang tipis. Benzil benzoat juga dapat
menyebabkan iritasi bila digunakan 2 kali sehari selama beberapa hari, terutama
disekitar genitalia pria. Gamma benzene heksaklorida sudah diketahui menyebabkan
dermatitis iritan bila digunakan secara berlebihan.7
Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder sistemik, yang memberatkan
perjalanan penyakit. Stafilokokkus dan Streptokokkus yang berada dalam lesi skabies
dapat menyebabkan pielonefritis, abses internal, pneumonia piogenik dan septikemia.10

2.12 Prognosis
Oleh karena manusia merupakan pejamu (hospes) definitive Sarcoptes scabei, maka
apabila skabies tidak diobati dengan sempurna, Sarcoptes scabei akan tetap hidup
tumbuh pada manusia.14 Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat,
serta syarat pengobatan, dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat
diberantas dan memberi prognosis yang baik.7

14
BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : I Komang Tridio Isnawan
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Jln Ahmad Yani 495 Denpasar
Suku bangsa : Bali
Agama : Hindu
Telepon : (0361) 428598
Tanggal pemeriksaan : 21 Februari 2007

3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Timbul bintik-bintik yang terasa gatal pada sela-sela jari tangan dan bokong.
Perjalanan penyakit
Penderita datang dengan keluhan timbul bintik-bintik pada sela-sela jari tangan dan
bokong yang terasa gatal terutama pada malam hari. Keluhan ini sudah dirasakan sejak
seminggu yang lalu. Penderita dikatakan ibunya tidak memiliki riwayat alergi.
Riwayat penyakit dalam keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. Ibu penderita yang
tidur bersama dengan penderita tidak mengeluhkan keluhan yang sama dengan
penderita.
Riwayat atopi dalam keluarga
Menurut ibu penderita, tidak ada riwayat penyakit atopi dalam keluarga
Riwayat pengobatan
Sejak keluhan dirasakan, ibu penderita telah memberikan bedak caladin pada daerah lesi
tetapi tidak ada perbaikan

15
Riwayat penyakit terdahulu
Penderita dikatakan ibunya tidak mempunyai sakit apa-apa sebelum bintik tersebut
muncul
Riwayat sosial
Penderita sehari-harinya seorang pelajar sekolah dasar dan teman-temannya tidak ada
yang memiliki penyakit yang sama

3.3 Pemeriksaan Fisik


Status present :
KU : Baik
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 kali per menit
Respirasi : 20 kali per menit
Suhu aksila : 36,5o C
Status general :
Kepala : Normochepali
Mata : Anemia (-/-), Ikterus (-/-)
Thorax : Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)
Pulmo : Ves +/+, Rh -/-, Wh -/-
Abdomen : Distensi (-) , Bising usus (+)
Ekstremitas : Akral hangat, Oedem (-)
Status dermatologi :
Lokasi : sela-sela jari tangan dan bokong
Effloresensi : papul multipel berwarna seperti kulit, bentuk bulat, ukuran ± 1-2 mm,
tersebar diatas kulit yang normal dan tampak beberapa erosi dan ekskoriasi diantaranya.
Stigmata atopik : tidak ada
Mukosa : dalam batas normal
Rambut : dalam batas normal
Kuku : dalam batas normal
Kelenjar getah bening : dalam batas normal
Saraf : dalam batas normal

16
3.4 Diagnosis Banding
- Skabies
- Prurigo
- Gigitan serangga
- Pedikulosis korporis

3.5 Pemeriksaan Penunjang


Tidak dikerjakan

3.6 Resume
Penderita laki-laki, 6 tahun, Bali, Hindu, datang dengan keluhan timbul bintik-bintik
pada sela-sela jari tangan dan bokong yang terasa gatal terutama pada malam hari.
Keluhan ini sudah dirasakan sejak seminggu yang lalu. Penderita sudah mendapat
pengobatan dengan bedak caladin sejak keluhan dirasakan tetapi tidak ada perbaikan.
Penderita tidak memiliki riwayat alergi dan tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit yang sama dengan penderita serta tidak ada riwayat penyakit atopi dalam
keluarga.
Pemeriksaan fisik :
Status present : dalam batas normal
Status general : dalam batas normal
Status dermatologi :
Lokasi : sela-sela jari tangan dan bokong
Effloresensi : papul multipel berwarna seperti kulit, bentuk bulat, ukuran ± 1-2 mm,
tersebar diatas kulit yang normal dan tampak beberapa erosi dan ekskoriasi diantaranya.
Pemeriksaan untuk menemukan tungau tidak dikerjakan tetapi ditemukan 2 tanda
kardinal penyakit skabies.

3.7 Diagnosis Kerja


Skabies

17
3.8 Penatalaksanaan
- Pengobatan sistemik :
CTM (anti histamin) 3 x ½ tab
- Pengobatan topikal :
Permetrin cream 5%
- KIE :
 Meningkatkan kebersihan perorangan maupun lingkungan dengan cara mandi
teratur dan bersih serta mencuci pakaian dan seprei dengan bersih dan bila perlu
direndam dengan air panas
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan istirahat yang cukup dan makan yang
teratur dan gizi berimbang
 Apabila kulit terasa gatal, diusahakan jangan digaruk agar tidak menimbulkan
luka yang lebih luas
 Pemakaian krim dioleskan di permukaan tubuh mulai dari leher ke bawah,
setelah 8-12 jam kemudian dibersihkan. Apabila belum sembuh dapat diulangi
seminggu kemudian.

3.9 Prognosis
Prognosis penyakit ini baik

18
BAB 4
PEMBAHASAN

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var,hominis dengan ditandai oleh papul dan vesikel pada daerah
predileksi dengan rasa gatal pada malam hari.4,5
Diagnosis penyakit ini ditegakkan melalui hasil anamnesis, gambaran klinis dan
juga pemeriksaan penunjang. Dari hasil anamnesis, penderita mengeluhkan timbul
bintik-bintik pada sela-sela jari tangan dan bokong yang terasa gatal terutama pada
malam hari. Keluhan ini sudah dirasakan sejak seminggu yang lalu. Dari hasil
anamnesis yang diperoleh mengarah ke perjalanan penyakit skabies dimana dikeluhkan
timbul bintik-bintik dan terasa gatal terutama pada malam hari dan tempat predileksi
sesuai dengan tempat predileksi penyakit skabies.
Melalui pemeriksaan fisik pasien didapatkan status dermatologi sebagai berikut :
Lokasi : sela-sela jari tangan dan bokong
Effloresensi : papul multipel berwarna seperti kulit, bentuk bulat, ukuran ± 1-2 mm,
tersebar diatas kulit yang normal dan tampak beberapa erosi dan ekskoriasi diantaranya.
Hasil pemeriksaan fisik yang didapat juga mengarah ke diagnosis penyakit skabies
karena ditemukan adanya papul-papul yang terdapat pada daerah sela-sela jari tangan
dan bokong yang merupakan tempat predileksi penyakit skabies.
Diagnosa yang memungkinkan selain skabies adalah prurigo, gigitan serangga dan
pedikulosis korporis. Gambaran klinik prurigo ialah adanya papul-papul miliar
berbentuk kubah terutama terdapat di ekstremitas bagian ekstensor dan terasa sangat
gatal yang dirasakan bisa sepanjang waktu tidak hanya pada malam hari. 19 Diagnosis
prurigo bisa disingkirkan melihat tempat predileksi dan rasa gatal yang tidak sesuai
dengan keluhan penderita.
Gambaran klinik gigitan serangga berupa makula eritema yang ditengahnya tampak
seperti ada bintik bekas gigitan serangga dan terasa gatal yang dirasakan bisa sepanjang
waktu. Predileksinya biasanya pada ekstremitas. Diagnosis gigitan serangga bisa
disingkirkan melihat gambaran klinik,tempat predileksi dan rasa gatal yang tidak sesuai
dengan keluhan penderita.

19
Pada penderita diberikan pengobatan topikal dan sistemik Pada terapi Gambaran
klinik pedikulosis korporis umumnya hanya ditemaukan kelainan berupa bekas-bekas
garukan pada badan, karena gatal baru berkurang dengan garukan yang lebih intensif.
Penyakit ini biasanya menyerang orang dewasa terutama pada orang yang jarang mandi
atau jarang mengganti dan mencuci pakaian. Lebih sering ditemukan pada daerah
beriklim dingin karena orang memakai baju yang tebal serta jarang dicuci. 20 Diagnosis
pedikulosis dapat disingkirkan melihat gambaran klinik serta faktor predisposisi yang
tidak sesuai dengan keluhan penderita.
Diagnosis pasti penyakit skabies dapat ditegakkan bila menemukan tungau
Sarcoptes scabei melalui kerokan,incisi maupun biopsi pada lesi. Pemeriksaan ini tidak
dilakukan tetapi diagnosis skabies bisa ditegakkan apabila menemukan 2 dari 4 tanda
kardinal.4 Pada pasien ini dikeluhkan timbulnya bintik-bintik pada sela-sela jari tangan
dan bokong yang terasa gatal terutama pada malam hari. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik ditemukan adanya 2 dari 4 tanda kardinal untuk penyakit skabies
yaitu rasa gatal pada malam hari (pruritus nokturnal) dan timbulnya papul-papul pada
daerah sela-sela jari tangan dan bokong. Untuk itu pada kasus ini diagnosa kerjanya
adalah skabies.sistemik diberikan anti histamin yaitu CTM untuk mendapatkan efek anti
pruritusnya. Pada terapi lokal diberikan krim permetrin 5% yang fungsinya sebagai
skabisid. Dipilih permetrin krim karena sifat skabisidnya sangat baik, aman karena efek
toksisitasnya sangat rendah, dan kemungkinan keracunan karena salah penggunaan
sangat kecil. Hal ini disebabkan karena hanya sedikit obat yang diabsorbsi dan obat
dimetabolisme sangat cepat sehingga dapat digunakan untuk semua umur termasuk bayi
dan anak-anak1
Selain terapi obat, KIE juga sangat penting untuk kesembuhan pasien karena
penyakit ini dapat disebabkan higiene yang kurang baik. KIE yang diberikan kepada
pasien ini yaitu Meningkatkan kebersihan perorangan maupun lingkungan dengan cara
mandi teratur dan bersih serta mencuci pakaian dan seprei dengan bersih dan bila perlu
direndam dengan air panas, meningkatkan daya tahan tubuh dengan istirahat yang
cukup dan makan yang teratur dan gizi berimbang, apabila kulit terasa gatal, diusahakan
jangan digaruk agar tidak menimbulkan luka yang lebih luas serta diberitahukan cara
pemakaian krim yaitu dioleskan di permukaan tubuh mulai dari leher ke bawah, setelah
8-12 jam kemudian dibersihkan. Apabila belum sembuh dapat diulangi seminggu

20
kemudian dan kontrol kembali bila obat telah habis. Prognosis penyakit ini baik bila
semua hal tersebut dilaksanakan dengan baik.

21
BAB 5
KESIMPULAN

Dilaporkan penderita datang dengan keluhan timbul bintik-bintik pada sela-sela jari
tangan dan bokong yang terasa gatal terutama pada malam hari. Dari hasil pemeriksaan
fisik didapatkan status present dan status general dalam batas normal.
Status dermatologi :
Lokasi : sela-sela jari tangan dan bokong
Effloresensi : papul multipel berwarna seperti kulit, bentuk bulat, ukuran ± 1-2 mm,
tersebar diatas kulit yang normal dan tampak beberapa erosi dan ekskoriasi diantaranya.
Pemeriksaan untuk menemukan tungau tidak dikerjakan tetapi ditemukan 2 tanda
kardinal penyakit skabies.
Pemeriksaan penunjang tidak dikerjakan tetapi dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik mengarah ke penyakit skabies karena ditemukan adanya 2 dari 4 tanda kardinal
yaitu adanya papul-papul pada sela-sela jari tangan dan bokong yang terasa gatal
terutama pada malam hari. Pada kasus ini diagnosanya adalah skabies.
Pengobatan diberikan secara sistemik dan topikal. Pengobatan sistemik diberikan
antihistamin yaitu CTM untuk mendapatkan efek anti pruritusnya. Pengobatan topikal
diberikan krim permetrin 5% sebagai skabisid. Penderita juga diberikan KIE cara
menggunakan krim topikal dan disarankan agar menjaga kebersihan diri dan
lingkungan.
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat dan menghilangkan
faktor predisposisi, penyakit ini dapat diberantas dan memberi prognosis yang baik.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Ayerbe FJ, Munoz JB. Ivermectin for crusted Norwegian scabies induced by use
of topical steroids. Arch Dermatol 1998;134:143-5
2. Sudirman T, Skabies : Masalah Diagnosis dan Pengobatannya, dalam Majalah
Kedokteran Damianus, Volume 5, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik
Indonesia Atma Jaya, Jakarta,2006, p 177-190
3. Siregar RS. Penyakit kulit karena parasit dan insekta, Atlas Berwarna Saripati
Penyakit Kulit, Edisi Kedua, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2004, p 164-5
4. Handoko RP. Skabies dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed. Djuanda A;
Edisi Keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, p
122-5
5. Gandahusada Srisari, Illahude Herry, Pribadi wita. Skabies, dalam Parasitologi
Kedokteran, Edisi Ketiga, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
2003,p 264-6
6. Fitzpatric TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. Scabies. Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology : Common and Serious Disease, 2nd edition
New York : Mc Graw-Hill Book Co, 2001 : 834-843
7. Harahap M. Skabies dalam Ilmu Penyakit Kulit. ed. Harahap M; Hipokrates
1998, p 109-113
8. Jerome Goddard, Scabies Mites (Human Itch or Mange Mites) in Arthropods of
Medical Importance, 4th edition Mississippi : CRC Press, 2000: 241-5
9. Prendiville JS. Scabies & Lice in Harper J, Oranje A, Prose N (eds). Textbook of
Pediatric Dermatology. Blackwell Science. 2000. 555-62
10. Soedarto M. Skabies dalam Daili SF, Makes WIB, Zubier F, dkk (ed). Penyakit
menular seksual. Edisi kedua. FKUI Jakarta. 2003 : 162-8
11. Derbes VJ. Arthropod bites and stings in Fitzpatric TB, Eisen AZ, Wolff K,
Freedberg IM, Austen KF (eds). Dermatology in General Medicine 2nd ed New
York : Mc Graw-Hill Book Co, 1979: 1659-60

23
12. Burns DA. Disease caused by arthropods and other noxious animals. Dalam :
Champion RH, Burton JL, Ebling FGJ, editor. Rook/Wilkinson/Ebling Textbook
of Dermatology, edisi ke-5. London : Blackwell Science, 1992.h. 1300-07
13. Pardo RJ, Kerdel FA. Scabies. Paracites, arthropods and hazardous animals of
dermatologic significance. Dalam : Moschella SL, Hurley HJ, Flecher J, dkk.
Editor. Dermatology, edisi ke-3. Philadelphia : WB Saunders Co. 1992.h.1960-
67
14. Makatutu MA. Penyakit kulit oleh parasit dan insekta. Dalam Harahap M (ed).
Penyakit Kulit. Jakarta. PT.Gramedia. 1990 : 100-104
15. Handoko RP. Infestasi parasit pada kulit anak daalm Daili SF, Bramono K,
Dwihastuti P, Nugrohowati T. (ed) Pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan
penyakit kulit dan kelamin pada anak. Edisi pertama, FKUI Jakarta, 1989 : 28-
32
16. Greene, A. (2002, March 27), “Scabies”
Available: http://www.Drgreene.com/21 1179.htm (Akses: 2007, Feb 24)
17. Arnold HL, Odom RB, James WD. Andrew S. Disease of the skin. Clinical
Dermatology. 8th ed, Philadelphia. WB Saunders. 1990: 523-527
18. Kramer WL, Mock DE. Scabies. Insect and pest. Available :
http://www.lanr.unl.edu/pubs/insects/g 1295.htm. (Akses : 2007, Feb 24)
19. Wiryadi BE. Prurigo dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed. Djuanda A;
Edisi Keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2005, p
272-275
20. Handoko RP. Pedikulosis Korporis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. ed.
Djuanda A; Edisi Keempat, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta,
2005, p 120-122

24

Anda mungkin juga menyukai