Anda di halaman 1dari 52

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Ergonomi
1. Definisi Ergonomi

Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu “Ergon” dan “Nomos“ (hukum

alam) dan dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek – aspek manusia dalam

lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi,

engineering, managemen dan desain atau perancangan. Ergonomi berkenaan pula

dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia di

tempat kerja, di rumah, dan tempat rekreasi. Di dalam ergonomi dibutuhkan studi

tentang ergonomi dimana manusia, fasilitas kerja dan lingkungannya saling

berinteraksi dengan tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan

manusianya. Ergonomi disebut juga sebagai “Human Factor”. Ergonomi juga

digunakan oleh berbagai macam ahli atau professional pada bidangnya masing-

masing, misalnya seperti: ahli anatomi, arsitektur, perancangan produk ergonomi,

fisika, fisioterapi, terapi pekerjaan, psikologi dan teknik ergonomi (Kristanto dan

Saputra, 2011).

Sistem ergonomik di bidang kedokteran gigi tidak hanya sekedar posisi

operator dan desain alat, namun integrasi dari peralatan yang digunakan di dalam

praktik dokter gigi. Contoh benar: Postur yang baik dan benar membutuhkan

peralatan yang baik juga, misalnya bentuk kursi operator yang ergonomik dapat
6

mendukung tulang punggung pada posisi yang baik. International Ergonomics

Association (IEA) juga membagi ergonomi menjadi 3 area spesialisasi:

a. Ergonomi fisik berkaitan dengan anatomi manusia, antropometri, fisiologis

yang berkaitan dengan aktivitas fisik. (meliputi postur kerja, penanganan

material, gerakan berulang, gangguan musculoskeletal yang berhubungan

dengan pekerjaan, tata letak tempat kerja, keselamatan dan kesehatan).


b. Ergonomi kognitif berkaitan dengan proses mental seperti persepsi, memori,

penalaran dan respon motorik dimana semua itu mempengaruhi interaksi antara

manusia dan elemen lain dari sistem.


c. Ergonomi organisasi berkaitan dengan optimalisasi sistem sosial termasuk

struktur organisasi, kebijakan dan proses (Syifa, dkk., 2016).


Definisi ergonomik menurut Occupational Safety and Health Administration

(OSHA) adalah hubungan manusia dengan lingkungan kerja yang tidak

mengakibatkan suatu gangguan. Secara garis besarnya ergonomik berarti

terciptanya sistem kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi manusia. Pada

dasarnya kondisi ergonomik sangat menguntungkan karena dapat mencegah

terjadinya gangguan musculoskeletal dan dapat mengurangi kesalahan yang dapat

mengakibatkan cidera pada para pekerja. Pada kaitan tersebut di atas, ergonomik

bukan hanya tentang perasaan lebih baik secara fisik, namun juga bagaimana

menempatkan peralatan pada posisi yang mudah dijangkau sehingga akan

meningkatkan efisiensi dan efektivitas (Lelly dan Anorital, 2012).

2. Manfaat Ergonomi
Penerapan prinsip ergonomi di tempat kerja diharapkan dapat menghasilkan

beberapa manfaat sebagai berikut :


7

a. Mengerti tentang pengaruh dari suatu jenis pekerjaan pada diri pekerja dan

kinerja pekerja
b. Memprediksi potensi pengaruh pekerjaan pada tubuh pekerja
c. Mengevaluasi kesesuaian tempat kerja, peralatan kerja dengan pekerja saat

bekerja
d. Meningkatkan produktivitas dan upaya untuk menciptakan kesesuaian

antara kemampuan pekerja dan persyaratan kerja


e. Membangun pengetahuan dasar guna mendorong pekerja untuk

meningkatkan produktivitas
f. Mencegah dan mengurangi risiko timbulnya penyakit akibat kerja
g. Meningkatkan faktor keselamatan kerja
h. Meningkatkan keuntungan, pendapatan, kesehatan dan kesejahteraan untuk

individu dan institusi (Setyawan, 2011).


Dental ergonomi juga bertujuan untuk memberikan keselesaan kepada dokter

gigi saat bekerja. Dokter gigi mungkin menderita musculoskeletal disorder yang

berhubungan dengan kerja atau work-related musculoskeletal disorder (WMSDs).

Tanda dan gejala dari WMSD adalah:


a. Leher sakit pada waktu malam
b. Punggung berasa kaku pada waktu pagi
c. Pergelangan tangan sakit
d. Rasa kebas pada jari
3. Prinsip Ergonomi
a. Eliminate yaitu mengurangi alat-alat dan gerakan yang tidak perlu
b. Combine yaitu mengabungkan dua alat atau gerakan yang lebih
c. Rearrange yaitu mempersiapkan alat-alat, prosedur dan jadwal yang baik
d. Simplify yaitu menyederhanakan alat-alat dan prosedur (Syifa, dkk., 2016).
4. Faktor Risiko Ergonomi
Walaupun faktor penyebab kasus MSDs sangat sulit untuk ditentukan akan

tetapi faktor risiko memberikan ciri yang khas dan dapat dilihat dalam bidang

studi ergonomik. Faktor risiko tersebut meliputi:


1. Pengulangan gerakan yang terus menerus
b. Kekuatan (Force)
c. Mechanical stresses
d. Postur tubuh
8

e. Getaran
f. Temperatur
g. Tekanan yang disebabkan oleh keadaan luar
Hal ini adalah penting untuk memahami apakah suatu faktor risiko menjadi

penyebab atau bukan. Suatu faktor risiko tidaklah selalu menjadi suatu faktor

penyebab dari MSDs. Karena lamanya waktu tidaklah mudah untuk

memperlihatkan suatu faktor risiko menjadi penyebab MSDs akan tetapi derajat

faktor risiko tersebutlah yang dapat menunjukkan MSDs. Dengan cara yang sama,

suatu kasus MSDs bisa dihubungkan dengan suatu faktor risiko yang merupakan

suatu kombinasi dari berbagai faktor risiko ataupun faktor tunggal.


Evaluasi menjadi hal utama dari berbagai kasus MSDs karena kemungkinan

terjadinya faktor risiko tersebut dapat terjadi diluar pekerjaan. Lebih lanjut, tidak

setiap orang yang terkena faktor risiko dapat berkembang menjadi MSDs.

Maupun orang-orang yang sama-sama terkena faktor risiko memiliki kombinasi

dan derajat keparahan sama, belum tentu memiliki respon reaksi yang sama.

Meskipun demikian, faktor-faktor tersebut adalah faktor yang umum terjadi pada

suatu MSDs dalam beberapa kombinasi dan beberapa orang (Andrews dan

Vigoren, 2002).

Gambar II. 1 Posisi dan sudut kaki, punggung (duduk), dan kepala yang
ergonomi
9

Gambar II. 2 Posisi pedal drive dekat dengan salah satu kaki yang
memudahkan operator saat melakukan perawatan

Gambar II. 3 Posisi lengan diangkat hingga 10-25º dari sumbu


Horisontal
10

Gambar II. 4 Jarak antara area kerja (mulut pasien) 35-40 cm dan instrumen 20-
25 cm ke mata (kacamata pelindung), serta posisi lampu dental unit yang tepat ke
area kerja (Sumber: Atas izin Sarwo Edy, 2015).

5. Konsep Four-Handed Dentistry


Telah dikembangkan suatu konsep kerja tim yang merupakan teknologi baru

yang diintegrasikan dalam suatu praktik dokter gigi modern selama beberapa

dekade terakhir. Konsep ini dikenal sebagai four-handed dentistry yang terdiri dari

dokter gigi dan asisten yang masing-masing memiliki keterampilan. Pada

umumnya rancangan dental unit dibuat dengan sputum-bowl yang terletak di

daerah posisi asisten, sehingga bagian ini menghambat penempatan asisten di

daerah tersebut. Akibatnya dokter gigi harus mengambil dan mengembalikan

handpiece atau peralatan lainnya dari/pada tempatnya, sehingga fokus pandangan

operator berpindah-pindah dari mulut pasien ke tempat peralatan (instrument

tray). Hal ini menyebabkan tekanan fisik pada tubuh yang sering bergerak dengan

posisi otot yang menegang, kemudian menyebabkan kelelahan pada mata. Alat

yang baik sekalipun belum tentu memberikan manfaat ergonomik, alat yang baik

harus digunakan secara benar (Lelly dan Anorital, 2012).


Konsep four-handed dentistry diharapkan dapat mencegah terjadinya

pergerakan yang menegangkan otot serta perpindahan pandangan dokter gigi dari

daerah mulut pasien yang menyebabkan kelelahan pada mata. Namun konsep ini

bukan sekedar pemindahan alat dari asisten ke dokter gigi atau agar pekerjaan

menjadi lebih cepat dan mudah. Juga butuh keterampilan dalam melaksanakan
11

suatu kerja tim yang andal. Walaupun telah bekerja dengan konsep four-handed

dentistry, bila menggunakan alat yang tidak mendukung sistem ergonomik atau

penempatan alat yang jauh dari jangkauan asisten maupun dokter gigi sendiri,

maka akan tetap terjadi ketegangan otot akibat pergerakan yang berlebihan.

Kelelahan fisik juga dapat dialami oleh pasien akibat postur yang tegang karena

posisi duduk pasien di atas kursi gigi (Lelly dan Anorital, 2012).
Beberapa prinsip yang dianjurkan untuk menerapkan konsep four-handed

dentistry agar dapat memberi manfaat yang lebih baik yaitu :


a. Dokter gigi diharapkan melatih asisten sehingga tidak perlu melakukan

pergerakan yang tidak efisien. Misalnya mengambil forcep atau alat

pencabutan gigi di daerah yang jauh dari jangkauannya.


b. Asisten yang membantu dokter gigi harus mempunyai pengetahuan dan

keterampilan dalam menangani peralatan. Terlatih untuk mengikuti setiap

prosedur perawatan yang dilakukan dokter gigi.


c. Asisten harus lebih sering menangani peralatan misalnya saliva ejector,

suction pump, handpiece dan bor, sehingga dokter gigi tidak perlu

melakukannya sendiri. Idealnya penanganan peralatan yang dilakukan

asisten adalah 80 – 90% dari waktu kerja, sehingga dokter gigi hanya

berkonsentrasi pada perawatan pasien.


d. Letak peralatan yang harus ditangani asisten lebih banyak berada pada sisi

asisten untuk memudahkan pemindahan alat ke dokter gigi. Posisi alat

harus berada di depan asisten dan jangan di samping asisten, agar tidak

perlu melakukan pergerakan tubuh memutar.


12

e. Asisten juga harus berada di daerah yang bebas agar mudah memindahkan

alat tanpa melewati dada pasien. Alat yang dipindahkan sebaiknya

melewati batas dagu pasien.


f. Bidang perawatan (operatory-field) dibentuk sedemikian rupa sehingga

terdapat ruang bebas, baik bagi asisten, dokter gigi dan pasien. Kondisi

seperti ini menyebabkan pasien tidak merasa terkurung oleh dokter gigi

maupun asisten. Biasanya ruangan dibagi atas empat daerah aktivitas,

yaitu daerah operator, daerah asisten, daerah untuk memindahkan alat, dan

daerah statik (Lelly dan Anorital, 2012).


B. Musculoskeletal Disorders (MSDs)
1. Definisi Musculoskeletal Disorders
Musculoskeletal Disorders (MSDs) merupakan keluhan yang mempunyai

gejala yang menyerang otot, syaraf, tendon, ligamen, tulang sendi, tulang rawan

dan syaraf tulang belakang. Gejala penyakit tersebut bukanlah hasil dari pekerjaan

yang instant atau bukanlah peristiwa akut seperti terjatuh, terpeleset, tergelincir,

atau tertimpa, tetapi diakibatkan oleh pekerjaan yang dilakukan secara terus

menerus dan bersifat kronis yang dipengaruhi oleh faktor risiko seperti beban,

postur, frekuensi, dan durasi (Sihombing, dkk., 2015).


Musculoskeletal Disorders (MSDs) yang berhubungan dengan pekerjaan

merupakan gangguan pada sistem musculoskeletal yang disebabkan atau

diperberat oleh interaksi dalam lingkungan kerja. Komponen yang terlibat dalam

keluhan tersebut adalah otot, tendon, rangka, tulang rawan, sistem pembuluh

darah, ligamen dan saraf (O’Malley, 2011).


Gangguan musculoskeletal disorders adalah suatu kumpulan gangguan atau

cedera yang mengenai sistem musculoskeletal. Umumnya gejala timbulnya


13

gangguan musculoskeletal terlihat dalam berbagai bentuk sehingga hal inilah yang

menyebabkan sulitnya mengidentifikasi penyebab awal. Rasa sakit atau gangguan

musculoskeletal ini biasanya dikaitkan dengan pekerjaan seseorang yang disertai

adanya rasa tidak nyaman pada tangan, lengan, bahu, leher dan tulang punggung

akibat posisi saat bekerja dengan postur tubuh yang tetap selama bekerja (Lelly

dan Anorital, 2012).


Gangguan musculoskeletal dapat terjadi pada dokter gigi dikarenakan saat

melakukan perawatan pasien berada dalam posisi berdiri, duduk atau

membungkuk. Gangguan musculoskeletal dapat disebabkan oleh tekanan fisik

maupun psikis. Adapun faktor penyebab gangguan musculoskeletal sangat sulit

untuk ditentukan, namun perlu diketahui bahwa belum tentu suatu faktor risiko

akan menjadi penyebab. Banyak faktor yang menjadi penyebab dan lamanya

waktu dari mulai terjadinya faktor risiko sampai timbulnya gangguan

musculoskeletal. Namun besar kecilnya derajat faktor risiko dapat menunjukkan

timbulnya gangguan musculoskeletal.


Faktor risiko tersebut meliputi adanya pengulangan gerakan yang terus

menerus; kekuatan yang berlebihan sehingga menyebabkan kelelahan otot dan

menimbulkan rasa nyeri; tekanan mekanis yang disebabkan oleh cedera akibat

benda tajam, peralatan atau instrumen; sikap kerja selama melakukan pekerjaan;

getaran akibat penggunaan peralatan dengan frekuensi getar di atas 5.000 Hz;

suhu udara yang tidak nyaman; dan tekanan yang disebabkan oleh keadaan luar.

Faktor risiko lainnya meliputi usia, penyakit tertentu, dan aktivitas lainnya di luar

pekerjaan. Selain itu dari beberapa penelitian, diketahui bahwa ada hubungan
14

faktor risiko penyebab gangguan musculoskeletal dengan rancangan kursi dokter

gigi, kursi asisten, pasien, teknik kerja dan pencahayaan (Lelly dan Anorital,

2012).
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal

yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai

sangat sakit. Sebuah metode semi-kuantitatif yang mengevaluasi potensi

terjadinya lelah otot pada sebagian besar bagian tubuh melalui penilaian

berdasarkan tingkat usaha suatu pekerjaan, durasi usaha yang kontinu, dan

frekuensi usaha. Bila terjadi kelelahan otot, maka cedera akan lebih mudah terjadi.

Bagian tubuh yang berpotensi mengalami lelah otot dikelompokkan menjadi low,

moderate, dan high sehingga dapat teridentifikasi prioritas penanganan untuk

menghindari cedera otot. Apabila otot menerima beban statis secara berulang

dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan

pada sendi, ligamen, dan tendon (Nuryaningtyas dan Martiana, 2014).


2. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Menurut (Gatchel, et al., 2014), gejala MSDs biasanya sering disertai dengan

keluhan yang sifatnya subjektif, sehingga sulit untuk menentukan derajat

keparahan penyakit tersebut. Musculoskeletal disorders ditandai dengan beberapa

gejala yaitu sakit, nyeri, rasa tidak nyaman, mati rasa, rasa lemas atau kehilangan

daya dan koordinasi tangan, rasa panas, agak sukar bergerak, rasa kaku dan retak

pada sendi, kemerahan, bengkak, panas, dan rasa sakit yang membuat terjaga di

tengah malam dan rasa untuk memijit tangan, pergelangan dan lengan.
3. Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Gatchel, et al., (2014) mengelompokkan faktor risiko dari MSDs ke dalam

tiga kelompok besar yaitu faktor pekerjaan, faktor psikososial, dan faktor individu
15

a. Faktor pekerjaan
1) Postur tubuh saat bekerja
Berdasarkan posisi tubuh dan pergerakan, postur tubuh saat bekerja dalam

ergonomi terdiri atas:


a) Posisi netral adalah postur tubuh dimana setiap anggota tubuh berada

pada posisi yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi

kontraksi otot yang berlebihan serta pergeseran atau penekanan pada

bagian tubuh.
b) Posisi janggal adalah postur dimana posisi tubuh menyimpang secara

signifikan dari posisi netral saat melakukan aktivitas yang disebabkan

oleh keterbatasan tubuh dalam menghadapi beban dalam waktu lama

(Bridger, 2008).
Lalu berdasarkan pergerakan, postur kerja dapat dibedakan menjadi:
a) Postur statis adalah postur dimana sebagian besar tubuh tidak aktif atau

hanya sedikit terjadi pergerakan. Postur statis dalam waktu lama dapat

menyebabkan kontraksi otot terus menerus dan tekanan pada anggota

tubuh (Bridger, 2008).


b) Postur dinamis adalah postur yang terjadi dimana sebagian besar anggota

tubuh bergerak. Bila pergerakan tubuh wajar, hal ini dapat membantu

mencegah masalah yang ditimbulkan postur statis, namun bila terjadi

pergerakan berlebihan, hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan

(Corlett, 2006).
2) Force/beban Kerja
Pada pekerjaan mengangkat atau mengangkut, efisiensi kerja dan

pencegahan terhadap tulang belakang harus mendapat perhatian cukup.

Pemindahan material secara manual apabila tidak dilakukan secara

ergonomis dapat menimbulkan pembebanan pada tulang punggung.


16

3) Gerakan Repetitif/berulang
Risiko MSDs akan meningkat ketika bagian yang sama dari tubuh

digunakan berulang kali, dengan jeda sedikit atau kesempatan beristirahat.

Tugas yang sangat berulang dapat menyebabkan kelelahan, kerusakan

jaringan dan akhirnya nyeri dan ketidaknyamanan. Jadi Keluhan

musculoskeletal terjadi karena otot menerima tekanan akibat kerja terus

menerus tanpa ada kesempatan untuk berelaksasi (Bridger, 2008).


4) Durasi
Durasi adalah lamanya waktu pajanan terhadap faktor risiko. Asumsinya

bahwa semakin lama durasi paparan semakin besar cedera yang terjadi

(Kantana, 2010). Lamanya seseorang bekerja sehari secara baik pada

umumnya 6-8 jam dan sisanya untuk istirahat. Memperpanjang waktu kerja

dari itu biasanya disertai penurunan efisiensi, timbulnya kelelahan dan

penyakit akibat kerja. Secara fisiologis istirahat sangat perlu untuk

mempertahankan kapasitas kerja. Insiden tertinggi untuk terjadinya keluhan

sakit dan pinggang pekerja ada kaitannya dengan penambahan waktu kerja

dan lamanya masa kerja seseorang


b. Faktor Individu
1) Usia
Usia mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk mengalami MSDs. Otot

memiliki kekuatan maksimal pada saat mencapai usia 20-29 tahun, lalu

setelah usia mencapai 60 tahun kekuatan otot akan menurun hingga 20%.

Berdasarkan faktor tersebut dan dikombinasikan dengan sikap yang tidak

ergonomis akan menyebabkan terjadinya MSDs (Tarwaka, 2014). Keluhan

otot skeletal umumnya dapat mulai dirasakan pada usia kerja 25-65 tahun.
17

Tingkat keluhan otot skeletal akan terus meningkat sejalan dengan

bertambahnya umur. dikarenakan pada umur setengah baya, ketahanan dan

kekuatan otot akan mulai terjadi penurunan, menyebabkan resiko terjadi

keluhan otot meningkat (Padmiswari dan Griadhi, 2017).


2) Jenis kelamin
Pada semua kelompok pekerjaan, angka prevalensi masalah muskuloskeletal

lebih besar pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa tingkat prevalensi nyeri musculoskeletal yang lebih

tinggi bagi perempuan daripada laki-laki dalam populasi umum dengan

rentang usia 25 sampai 64 tahun. Untuk nyeri musculoskeletal di setiap

lokasi, 39% pria dan 45% wanita dilaporkan dengan keluhan kronis.

Dominasi tertinggi pada wanita ditemukan untuk pinggul dan pergelangan

tangan. tersebut dipengaruhi oleh faktor fisiologis kekuatan otot pada

perempuan yang berkisar 2/3 kekuatan otot dari pria (Wijnhovn, et al.,

2006).
3) Masa Kerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011) masa kerja adalah jangka

waktu orang sudah bekerja pada suatu kantor, badan dan sebagainya. Pratiwi

(2009) mengemukakan bahwa masa kerja merupakan akumulasi aktivitas

kerja seseorang yang dilakukan dalam jangka waktu panjang, apabila

aktivitas tersebut dilakukan terus-menerus dalam jangka waktu bertahun-

tahun tentunya dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh. Penelitian

Boshuizen dalam Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia melaporkan bahwa

responden dengan masa kerja dengan sikap kerja duduk lebih dari 5 tahun
18

mempunyai resiko lebih tinggi terpapar Nyeri Punggung Bawah (NPB)

dibandingkan dengan responden yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun,

hal ini dikarenakan pembebanan tulang belakang dalam waktu lama

mengakibatkan rongga diskus menyempit secara permanen dan juga

mengakibatkan tulang belakang yang akan menyebabkan Low Back Pain

(LBP) (Pratiwi, 2009).


Masa kerja merupakan faktor risiko yang dapat mempengaruhi seorang

pekerja untuk meningkatkan risiko terjadinya MSDs, terutama untuk jenis

pekerjaan yang menggunakan kekuatan kerja yang tinggi. Selain itu,

semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpapar faktor

risiko maka semakin besar pula risiko untuk mengalami keluhan

musculoskeletal disorders. Penyakit MSDs ini merupakan penyakit kronis

yang membutuhkan waktu lama untuk berkembang dan bermanifestasi. Jadi

semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpajan faktor

risiko MSDs ini maka semakin besar pula risiko untuk mengalami MSDs

(Nursatya, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Hendra dan Rahardjo

(2009) pada 117 Pekerja Panen Kelapa Sawit di PT “XX” Sumatra Selatan

menunjukkan adanya masa kerja (≥4 tahun dan ≤4 tahun) dengan keluhan

MSDs. Demikian juga, penelitian yang dilakukan Soleha (2009) pada

operator Cant Plant PT X menunjukkan adanya hubungan antara masa kerja

dengan keluhan MSDs.


Masa kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung

munculnya gangguan musculoskeletal disorders yang disebabkan oleh


19

pekerjaan. Proporsi Sindrom terowongan karpal lebih banyak ditemukan

pada responden yang mempunyai masa kerja >4 tahun, dibandingkan

dengan responden masa kerja 1-4 tahun yang mengalami kejadian positif.

Hal ini terjadi karena semakin lama masa kerja, akan terjadi gerakan

berulang pada finger (jari tangan) secara terus menerus dalam jangka waktu

yang lama sehingga dapat menyebabkan stress pada jaringan disekitar

terowongan karpal (Bambang Suherman, 2012).


4) Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok menjadi faktor risiko pada pekerjaan yang memerlukan

pengerahan otot, karena nikotin pada rokok dapat menyebabkan

berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu, merokok dapat pula

menyebabkan berkurangnya kandungan mineral pada tulang sehingga

menyebabkan nyeri akibat terjadinya keretakan atau kerusakan pada tulang.

Kebiasaan merokok dapat menyebabkan nyeri punggung. Perokok memiliki

peluang untuk mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk

gangguan peredaran darahnya ke tulang belakang (Padmiswari dan Griadhi,

2017). Perokok diklasifikasikan sebagai perokok ringan bila merokok

kurang dari 1 bungkus perhari atau kurang dari 15 batang perhari dan

perokok berat bila merokok lebih dari 25 batang perhari (Husten, 2009;

Rebecca, 2011).
5) Kebiasaan Olahraga
Tingkat kesegaran jasmani yang rendah akan meningkatkan risiko terjadinya

keluhan otot (Arisman, 2009). Olahraga dapat melatih fungsi-fungsi kerja

otot sehingga keluhan otot lebih jarang akan terjadi. Pekerja yang tidak
20

berolahraga dengan intensitas 1 kali atau lebih dalam seminggu mempunyai

kemungkinan besar untuk terjadinya nyeri punggung bawah (Padmiswari

dan Griadhi, 2017).


c. Faktor Lingkungan
1) Paparan pada Getaran
Getaran akan menyebabkan bertambahnya kontraksi otot. Hal ini akan

menyebabkan tidak lancarnya aliran darah, meningkatnya penimbunan asam

laktat dan akhirnya timbul nyeri otot (Tarwaka, 2014).


2) Suhu
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,

kepekaan dan kekuatan pekerja, sehingga gerakannya menjadi lamban, sulit

bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan otot. Beda suhu

lingkungan dengan suhu tubuh mengakibatkan sebagian energi di dalam

tubuh dihabiskan untuk mengadaptasikan suhu tubuh terhadap lingkungan.

Apabila tidak disertai pasokan energi yang cukup akan terjadi kekurangan

suplai energi ke otot (Tarwaka, 2014).


3) Pencahayaan
Pencahayaan akan mempengaruhi ketelitian dan performa kerja. Bekerja

dalam kondisi yang buruk akan membuat tubuh beradaptasi untuk

mendekati cahaya. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu yang lama

meningkatkan tekanan pada otot bagian atas tubuh (Bridger, 2008).


4. Gangguan Musculoskeletal pada Berbagai Tubuh
a. Gangguan pada tangan
1) Tendonitis : adalah peradangan pada tendon, umumnya digambarkan

sebagai nyeri lokal pada titik inflamasi dan kesulitan untuk menggerakan

persendian yang terkena. Tendonitis dapat terjadi sebagai akibat dari


21

trauma atau penggunaan berlebih pada pergelangan tangan, siku (tennis

elbow), dan sendi bahu (McCauley, 2012).


2) Tenosinovitis : adalah cedera pada selubung synovial yang diinduksi

pergerakan repetitif. Salah satu contoh tersering dari tenosiovitis adalah

sindrom DeQuervain yang digambarkan sebagai inflamasi kronik pada

otot dan tendon pergelangan tangan bagian lateral (ibu jari). Gejala yang

timbul termasuk nyeri, edema, kesemutan dan sulit menggerakan ibu jari

(McCauley, 2012).
3) Carpal Tunnel Syndrome (CTS). CTS terjadi ketika terjadi kompresi

nervus medianus pada terowongan karpal. Faktor yang menyebabkan

terjadinya CTS diantaranya tekanan pada tangan dalam jangka waktu

yang lama, pergerakan repetitif, pemakaian sarung tangan yang tidak pas,

paparan tangan pada suhu dingin dalam waktu yang lama. Gejala yang

timbul biasanya seperti kesemutan, perasaan terbakar, dan baal pada

tangan dan jari khususnya jari telunjuk dan jari tengah (Stack, et

al.,2016).
4) Trigger Finger.
Trigger finger atau juga dikenal sebagai tenosinovitis stenosing adalah

terjadinya hentakan tiba-tiba, triggering dan terkuncinya jari pada posisi

fleksi atau ekstensi


5) Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS). Sindroma ini sering dikenal

sebagai white finger, dead finger atau fenomena Raynaud. Paparan terus

menerus pada getaran dan suhu dingin merupakan pencetus terjadinya

HAVS. HAVS digambarkan sebagai episode berulang dari kepucatan jari

akibat penutupan arteri digitalis (McCauley, 2012).


22

Sakit pada tangan merupakan sakit pada tangan yang terjadi dalam

bermacam-macam bentuk misalnya pekerjaan yang berulang-ulang, cedera

karena ketegangan dan kelainan karena tekanan yang berulang.

b. Gangguan pada leher dan bahu


1) Bursitis : peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada

jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian. Penyakit ini akibat

posisi bahu yang janggal seperti mengangkat bahu di atas kepala dan

bekerja dalam waktu yang lama (Stack, et al., 2016).


2) Tension Neck Syndrome: gejala ini terjadi pada leher yang mengalami

ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur leher menengadah ke

atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini mengakibatkan kekakuan

pada otot leher, kejang otot, dan rasa sakit yang menyebar ke bagian

leher (Stack, et al., 2016).


3) Thoracic Outlet Syndrome

Thoracic Outlet Syndrome adalah terjadinya kompresi pada pleksus

brachialis, arteri dan vena subclavialis pada ekstremitas atas. Gejala yang

timbul antara lain, nyeri pada bahu atau lengan, baal dan kesemutan pada

jari.
Penderita akan merasakan otot leher mengalami peningkatan

tegangan dan leher akan merasa kaku. Ini disebabkan karena leher selalu

miring saat bekerja dan peningkatan tegangan otot. Leher merupakan

bagian tubuh yang perlindungannya lebih sedikit dibandingkan batang

tubuh yang lain, sehingga leher rentan terkena trauma ataupun kelainan

yang menyebabkan nyeri pada leher dan gangguan gerakan terutama bila
23

dilakukan gerakan yang mendadak dan kuat. Sakit leher adalah gejala

umum yang terjadi di leher. Hal itu terjadi karena adanya myalgia, leher

miring atau kaku leher. Dokter gigi bisa mengalami sakit leher jika tidak

menerapkan sistem kerja secara ergonomis yaitu saat menolehkan lehernya

terhadap rongga mulut pasien secara terus menerus (McCauley, 2012).


Nyeri bahu hampir selalu di dahului dengan munculnya tanda rasa

nyeri pada bahu terutama saat melakukan aktivitas gerakan yang

melibatkan sendi bahu sehingga seseorang yang merasakan nyeri pada

bahu merasa ketakutan untuk menggerakkan sendi bahunya. Nyeri bahu

pada dokter gigi yang dalam aktivitasnya melakukan gerakan yang terus-

menerus. Gejala yang muncul akibat nyeri pada bahu yaitu: nyeri,

pembengkakan, gangguan fungsi, kerusakan jaringan kolagen dan jaringan

lunak.

c. Gangguan pada punggung dan lutut


1) Low Back Pain : kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon,

syaraf, ligamen, intervertebral disc dari lumbar spine (tulang belakang).

Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot tulang belakang mengalami

peregangan jika postur punggung membungkuk. Diskus (discs)

mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang

belakang termasuk syaraf, Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi

tubuh membungkuk ke depan maka akan terjadi penekanan pada

discus.Hal ini berhubungan dengan posisi duduk yang janggal, kursi yang
24

tidak ergonomis, dan peralatan lainnya yang tidak sesuai dengan

antopometri pekerja. (McCauley, 2012).


Penyebab Low Back Pain sangat sulit, karena kerusakan biasanya

tidak hanya terjadi pada masalah intervertebral disc. Ada yang

menyebutkan bahwa rasa sakit pada punggung bawah berasal dari sendi

apofisial. Penyebab pada umumnya diantaranya karena kerusakan atau

iritasi pada ligamen posterior dan jaringan lunak lainnya, yang

disebabkan karena trauma mekanis ataupun proses degenerasi pada

struktur tulang. Tekanan pada sistem syaraf di sekitar punggung bawah

juga merupakan salah satu penyebab timbulnya sakit (Bridger, 2003).


2) Pada lutut
Penyakit musculoskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan dengan

tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang

berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan tersebut (bursa)

tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa disebut bursitis.

Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut meradang

yang akhirnya menyebabkan sakit (tendinitis) (Stack, et al., 2016).


d. Gangguan musculoskeletal pada kaki atau tumit
1) Ankle strains / sprains.
Ankle strains terjadi akibat tertariknya tendon dari otot. Sedangkan

sprain diakibatkan terjadi peregangan atau robeknya ligament pada

sistem musculoskeletal. Gejala yang mungkin timbul seperti nyeri,

bengkak, merah, dan kesulitan untuk menggerakan persendian (Stack, et

al., 2016).
5. Akibat Gangguan Musculoskeletal
a. Nyeri
25

Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang nyata atau

yang berpotensial untuk menimbulkan kerusakan jaringan. Nyeri pada

musculoskeletal merupakan nyeri pada otot, ligamen dan tendon berikut

dengan tulangnya. Penyebab dari nyeri pada musculoskeletal bermacam-

macam. Jarinagn otot dapat rusak karena aktivitas sehari-hari. Trauma pada

sebuah area (karena terjatuh, fraktur, keseleo dan dislokasi) dapat pula

menyebabkan nyeri pada musculoskeletal. penyebab lainnya adalah gerakan

berulang-ulang, gerakan yang berlebihan dan tidak bergerak dalam waktu yang

lama (Dharmady, 2004).


b. Sakit
Sakit merupakan sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan (sakit) yang

menimpa seseorang sehingga seseorang menimbulkan gangguan aktivitas

sehari-hari baik itu dalam aktivitas jasmani, rohani dan sosial.


c. Ketidaknyamanan Saat Bekerja
Ketidaknyamanan saat bekerja merupakan rasa yang tidak nyaman pada tubuh

akibat posisi ataupun postur tubuh yang tidak baik sehingga menyebabkan

ketidaknyamanan fisik dan membuat ketidaknyamanan saat bekerja.

C. Cornell Musculoskeletal Discomfort Questionnaires (CMDQ)

1. Definisi CMDQ

Cornell Musculoskeletal Discomfort Question (CMDQ) adalah suatu set

kuesioner yang di kembangkan oleh Dr. Alan Hedge bersama dengan mahasiswa

ergonomi dari Cornell University, America. Kuisioner ini dibuat dengan

berdasarkan studi penelitian mengenai ketidaknyamanan musculoskeletal pada


26

para pekerja. Perhitungan skor pada kuisioner dapat dijadikan bukti bagi

penelitian ergonomi (Hedge, 1999).

2. Pengukuran CMDQ
27

Gambar II. 5 Kuisioner CMDQ (Sumber: Cornell University, 2010).

Cornell Musculoskeletal Discomfort Question (CMDQ) menggambarkan

pekerjaan frekuensi 7 hari, keparahan dalam bekerja, serta efek gangguan pada

kemampuan bekerja musculoskeletal discomfort pada 18 bagian tubuh. CMDQ


28

telah digunakan pada penelitian musculoskeletal discomfort, selain penggunaan

nursing personnel. CMDQ dapat dianalisis melalui 4 cara yaitu :

1. Penghitungan dari gejala-gejala yang tampak pada masing-masing

operator dari suatu stasiun kerja


2. Menambahkan nilai rating dari setiap operator
3. Membobotkan skor rating dari mulai masalah yang paling mudah

sampai masalah terberat, seperti pada dibawah :


- Tidak pernah = 0
- 1-2 kali / minggu = 1,5
- 3-4 kali/ minggu = 3,5
- Setiap hari = 5
- Beberapa kali dalam sehari = 10
4. Dengan menambahkan skor dari frekuensi diatas (0, 1.5, 3.5, 5, 10)

dengan skor discomfort (1,2,3). Poin individual harus dianalisa untuk

menentukan dimana terjadinya masalah postur pada operator stasiun

kerja. Keuntungan dari mengalikan skor frekuensi dengan skor

discomfort adalah hanya untuk menyebar skor agar dapat dengan mudah

diketahui kasus paling parah yang terjadi. Nilai discomfort dapat

diklasifikasikan menjadi:
1. ringan : <6,5
2. sedang : 6,5-11
3. berat : >11 (Costa, et al., 2010).

BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep
Gerakan Pekerjaan Dokter Gigi
Saat Merawat Penderita

Postur Tubuh Getaran


29

Beban Kerja Usia

Durasi Kerja Kebiasaan Olahraga

Gerakan Repetitif Kebiasaan Merokok

Pencahayaan Jenis Kelamin

Suhu Masa Kerja

Akibat : Gangguan Macam/Lokasi :


-Nyeri Musculoskeletal -Tangan
-Sakit -Punggung
-Ketidaknyamanan -Lutut
saat bekerja -Leher
-Bahu
-Kaki
-Lengan
-Paha
-Pinggul

Gambar III.1 Kerangka konsep

B. Penjelasan Kerangka Konsep

Gerakan dokter gigi pada saat merawat


32 pasiennya dapat mengalami 3 faktor

risiko, yaitu faktor pekerjaan, faktor individu dan faktor lingkungan. Pada faktor

individu terdiri dari masa kerja, usia, kebiasaan merokok dan kebiasaan olah raga.

Masa kerja yang lebih dari 5 tahun mempunyai risiko lebih tinggi terpapar Nyeri
30

Punggung Bawah (NPB), akibatnya otot menerima beban statis secara berulang

dalam jangka waktu yang lama, sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada

sendi, ligamen, tendon dan rongga diskus menyempit secara permanen yang dapat

menyebabkan gangguan musculoskeletal. Jenis kelamin berpengaruh terhadap

masa kerja yang lebih dari 5 tahun dimana pada perempuan lebih rentan

mengalami gangguan musculoskeletal daripada laki-laki. Hal ini dikarenakan oleh

faktor fisiologis kekuatan otot pada perempuan yang berkisar 2/3 kekuatan otot

dari pria. Gangguan musculoskeletal dapat menyebabkan rasa nyeri, sakit dan

ketidaknyamanan saat bekerja dan lokasinya dapat terjadi pada tangan, punggung

atas, punggung bawah, lutut, leher, bahu, tungkai kaki, lengan atas, lengan

bawah, paha dan pinggul.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kota Kediri


31

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2018

C. Populasi dan Sampel Penelitian


1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah Dokter Gigi dengan masa kerja lebih dari 5

tahun yang ada di Kota Kediri yang berjumlah 79 Dokter Gigi

2. Sampel
a. Besar Sampel
Dalam menentukan besar sampel, dapat ditentukan dengan rumus besar

sampel menurut L Wanga (1991), yaitu:

Z21-a/2 P (1-P) N
34
n=

d2(N-1) + Z21-a/2 P (1-P)

1,96 . 0,50 (1-0,05) 79

n = = 66

0,052(79-1) + 1,96 . 0,50 (1-0,50)

Diketahui :

Z21-a/2= 1,96

N = 79
32

P = 0,50

d = 0,05

Keterangan :

n = besar sampel minimum

P = harga proporsi di populasi, bila tidak diketahui, ditetapkan 50%

(0,50)

N = besar populasi

Z21-a/2 = nilai Z pada derajat kemaknaan (biasanya 95% = 1,96)

d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

Jadi besar sampel pada penelitian ini adalah 66 orang

b. Kriteria Sampel
1) Masa kerja doker gigi yang masih praktek lebih dari 5 tahun
2) Bersedia dilakukan penelitian
3) Bertempat tinggal di Kota Kediri
4) Sehat jasmani dan rohani
c. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini teknik Simple random

sampling, yaitu setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih

(Notoatmodjo, 2012).

D. Variabel Penelitian
Variabel yang Diukur :
1. Lama Masa Kerja
2. Tingkat Keluhan Musculoskeletal

E. Definisi Operasional
1. Masa Kerja
a. Definisi Masa Kerja
33

Masa kerja adalah lamanya waktu kerja praktek sebagai dokter gigi dalam

hitungan tahun. Dalam penelitian ini sehingga alat ukurnya masa kerja

menggunakan kuisioner.

2. Keluhan Musculoskeletal
a. Definisi Keluhan Musculoskeletal
Keluhan musculoskeletal adalah keluhan yang mempunyai gejala yang

mempunyai gejala yang menyerang otot, syaraf, tendon, ligamen, tulang

sendi, tulang rawan, dan syaraf tulang belakang, sehingga alat ukurnya

menggunakan CMDQ.

F. Instrumen Penelitian

1. Alat Penelitian
a. Kuisioner CMDQ
b. Informed Consent
c. Alat tulis
G. Cara Kerja
1. Melakukan survey pendahuluan dengan membuat surat permohonan izin

survey pendahuluan, kepada Kepala PDGI di Kota Kediri


2. Setelah melakukan survey pendahuluan, peneliti mendapatkan data sekunder

yang berisi daftar nama dokter gigi di Kota Kediri dan data masa kerja yang

lebih dari 5 tahun di Kota Kediri


3. Membuat surat izin melakukan penelitian dari Fakultas Kedokteran Gigi

Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri kepada Kepala PDGI di Kota

Kediri, dan Seketaris PDGI di Kota Kediri

4. Melakukan uji Etical Clearance


5. Menentukan sampel dengan menggunakan teknik simple random sampling

dengan cara dilotre


34

6. Pemeriksaan dilakukan pada sampel yang sesuai dengan kriteria sampel


7. Sampel diminta mengisi informed consent sebagai bukti bahwa sampel

bersedia diperiksa
8. Sampel menjawab pertanyaan dalam kuisioner yang diajukan oleh peneliti

9. Pemeriksaan keluhan musculoskeletal dilakukan dengan menggunakan

CMDQ (Cornell Musculoskeletal Discomfort Questionnaries). CMDQ dapat

dianalisis melalui 4 cara yaitu :

a. Penghitungan dari gejala-gejala yang tampak pada masing-masing

operator dari suatu stasiun kerja

b. Menambahkan nilai rating dari setiap operator


c. Membobotkan skor rating dari mulai masalah yang paling mudah sampai

masalah terberat, seperti pada dibawah :


- Tidak pernah = 0
- 1-2 kali / minggu = 1,5
- 3-4 kali/ minggu = 3,5
- Setiap hari = 5
- Beberapa kali dalam sehari = 10

Dengan menambahkan skor dari frekuensi diatas (0, 1.5, 3.5, 5, 10) dengan

skor discomfort (1,2,3). Setelah didapatkan hasil maka dibagi sebanyak

kolom yang ada pada Cornell Musculoskeletal Discomfort Questionnaries.

Nilai Discomfort dapat diklasifikasikan menjadi :


1) Ringan : <6,5
2) Sedang : 6,5-11
3) Berat : >11
10. Pemeriksaan masa kerja dilakukan dengan cara wawancara kepada dokter

gigi di Kota Kediri. Hasil ukur dihitung dalam hitungan tahun


11. Data yang diperoleh dari hasil kuisioner adalah data keluhan musculoskeletal
12. Data tersebut dimasukkan dalam komputer dan hasilnya akan disajikan dalam

bentuk distribusi frekuensi dan tabulasi silang


13. Mendapatkan hasil dan kesimpulan.
35

H. Prosedur Pengumpulan Data


1. Pengumpulan Data Primer
Data primer diperoleh dari data hasil penelitian yang didapat dari

kuisioner. Kuisioner tersebut meliputi keluhan musculoskeletal dan masa

kerja yang kemudian dilakukan penilaian.


2. Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder adalah data diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung

diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya. Biasanya berupa

dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia (Saryono, 2010). Pada

penelitian ini, data sekunder ini diperoleh dari data dokter gigi dengan masa

kerja lebih dari 5 tahun yang diperoleh dari Seketaris PDGI di Kota Kediri.

I. Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif yang digunakan untuk

menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang

telah terkumpul. Hasilnya akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan

tabulasi silang

J. Alur Penelitian

Melakukan ijin
penelitian

Pemilihan sampel

Persetujuan Informed
Consent

Pengukuran
menggunakan kuisioner
36

Pengumpulan data

Pengolahan dan
analisis data

Kesimpulan

Gambar IV.1 Alur Penelitian

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keluhan musculoskeletal pada


dokter gigi ditinjau dari masa kerja di Kota Kediri. Sampel dalam penelitian ini
berjumlah 66 responden yaitu dokter gigi dengan masa kerja lebih dari 5 tahun.
Data hasil penelitian ditampilkan dalam tabel di bawah ini :

Tabel V.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Klasifikasi Masa Kerja Frekuensi Persentase


5-10 Tahun 18 27,3
11-15 Tahun 15 22,7
16-20 Tahun 5 7,6
21-25 Tahun 14 21,2
26-30 Tahun 2 3
31-35 Tahun 9 13,6
> 35 Tahun 3 4,5
Total 66 100
37

Berdasarkan tabel V.1 diatas, dapat dilihat bahwa responden di Kota Kediri
yang paling banyak dengan masa kerja 5-10 tahun sebanyak 18 dokter gigi,
dibandingkan 11-15 tahun, 16-20 tahun, 21-25 tahun, 26-30 tahun, 31-35 tahun
dan >35 tahun.

Tabel V.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase


Laki-laki 16 24,2
Perempuan 50 75,8

Berdasarkan tabel V.2 diatas, sekitar 75,8% atau sebanyak 50 dokter gigi

yang menjadi sampel dalam penelitian41berjenis kelamin perempuan. Sedangkan

dokter gigi laki-laki sebanyak 16 orang. Distribusi keluhan responden disajikan

pada tabel V.3 di bawah ini.

Tabel V.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Kategori Usia Frekuensi Persentase


31 - 40 tahun 29 43,9
41 - 50 tahun 20 30,3
51 - 60 tahun 13 19,7
61 - 70 tahun 3 4,5
71 - 80 tahun 1 1,5
Total 66 100

Berdasarkan tabel V.3 diatas, dapat dilihat bahwa sekirat 29 dokter gigi
yang menjadi sampel dalam penelitian ini berusia 31-40 tahun. Dari tabel diatas
juga dapat dilihat bahwa dokter gigi yang berusia antara 71 – 80 tahun ada 1
orang.
38

Tabel V.4 Distribusi Frekuensi Bagian Tubuh Berdasarkan Tingkat Keluhan

Musculoskeletal

Bagian Tubuh Ringan Sedang Berat Total


Leher 44 1 1 46
Bahu Kanan 52 1 1 54
Bahu Kiri 17 1 1 19
Punggung Atas 49 5 1 55
Punggung Bawah 41 8 4 52
Lengan Atas Kanan 44 1 1 46
Lengan Atas Kiri 10 2 1 13
Lengan Bawah Kanan 43 1 1 45
Lengan Bawah Kiri 10 1 1 12
Pergelangan Tangan
Kanan 45 1 1 47
Pergelangan Tangan Kiri 11 1 1 13
Paha Kanan 16 1 1 18
Paha Kiri 7 1 1 9
Lutut Kanan 15 1 1 17
Lutut Kiri 8 1 1 10
Tungkai Kaki Kanan 16 1 1 18
Tungkai Kaki Kiri 11 1 1 13
Pinggul/Pantat 34 4 2 40

Berdasarkan tabel V.4 diatas, dapat dilihat bahwa dokter gigi yang
memiliki keluhan paling banyak yaitu pada bagian punggung atas sebanyak 55
orang, bahu kanan sebanyak 54 orang dan punggung bawah sebanyak 52 orang.
Pada ada tabel V.4 diatas juga memberikan informasi bahwa hampir semua
responden mengalami keluhan pada kategori ringan pada hampir semua bagian
tubuhnya.

Tabel V.5 Distribusi Frekuensi Keluhan Musculoskeletal Berdasarkan


Kategori Keluhan

Keluhan Frequenc
Musculoskeletal y Percent
Ringan 64 97
39

Sedang 1 1,5
Berat 1 1,5
Total 66 100

Berdasarkan infomasi pada tabel V.5 diatas, dapat diketahui bahwa 65


responden dalam penelitian ini mengalami keluhan musculoskeletal pada kategori
ringan. Responden yang memiliki keluhan musculoskeletal pada kategori sedang
hanya ada 1 responden dan responden dengan keluhan masuk pada kategori berar
juga hanya ada 1 orang.

Tabel V.6 Tabulasi Silang Antara Masa Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal
Berdasarkan Bagian Tubuh Responden

Masa Kerja
> 35 16-20 26-30 31-35
Lokasi Tahun 11-15 Tahun Tahun 21-25 Tahun Tahun Tahun 5-10 Tahun To
Ringa Be Rin Sed Be Rin Sed Be Rin Rin Sed Rin Sed tal
n rat gan ang Ringan rat gan ang rat gan gan ang gan ang
bahu kanan 3 13 5 1 10 2 6 14 54
bahu kiri 0 4 1 1 4 1 0 8 19
Leher 3 9 5 1 9 2 6 11 46
lengan atas
kanan 2 10 5 1 9 3 5 11 46
lengan atas
kiri 0 2 1 1 2 2 0 4 1 13
lengan bawah
kanan 1 11 5 1 10 3 5 9 45
lengan bawah
kiri 0 2 1 1 2 2 0 4 12
lutut kanan 2 1 1 1 2 2 4 4 17
lutut kiri 0 1 0 1 2 2 1 3 10
paha kanan 3 3 1 1 3 1 4 2 18
paha kiri 0 3 0 1 1 1 1 2 9
pergelangan
tangan kanan 3 10 5 1 9 3 6 10 47
pergelangan
tangan kiri 1 4 0 1 3 1 1 2 13
pinggul/pantat 2 4 4 2 10 2 5 1 10 40
punggung atas 3 10 1 5 1 12 1 2 6 14 55
punggung
bawah 2 2 8 1 5 1 10 1 1 2 4 2 11 2 52
tungkai kaki
kanan 2 3 1 1 1 2 4 4 18
40

tungkai kaki
kiri 2 2 1 1 1 2 0 4 13

Berdasarkan tabel V.6 diatas, menjelaskan tabulasi silang antara masa


kerja dengan keluhan berdasarkan lokasi keluhan pada tubuh. Hasil tabulasi silang
diatas menjelaskan bahwa sebagian besar keluhan pada hampir semua lokasi di
tubuh masuk pada kateogri ringan dengan masa kerja 5 – 10 tahun.

Tabel V.7 Tabulasi Silang Antara Masa Kerja dengan Keluhan Musculoskeletal
Berdasarkan Jenis Kelamin Responden

Jenis Kelamin Masa Kerja Keluhan Musculoskeletal Total


(Tahun) Ringan Sedang Berat
Laki – laki 5-10 4 0 0 4
11-15 4 0 0 4
16-20 1 0 0 1
21-25 3 0 0 3
26-30 0 0 0 0
31-35 4 0 0 4
>35 0 0 0 0
Perempuan 5-10 14 0 0 14
11-15 11 0 0 11
16-20 4 0 0 4
21-25 10 0 1 11
26-30 1 1 0 2
31-35 5 0 0 5
>35 3 0 0 3

Pada tabel V.7 diatas disajikan informasi tentang tabulasi silang antara
masa kerja dengan keluhan musculoskeletal berdasarkan jenis kelamin, Sebanyak
4 dokter gigi laki-laki yang memiliki masa kerja antara 5 – 10 tahun memiliki
keluhan ringan. Sedangkan dokter gigi perempuan dengan masa kerja 5 – 10
41

tahun memilki keluhan ringan juga. Pada masa kerja 21-25 tahun, 3 dokter gigi
laki-laki memiliki keluhan masuk dalam kategori ringan, dan 10 dokter gigi
perempuan memiliki keluhan masuk dalam kategori ringan. Pada rentang masa
kerja ini juga terdapat 1 dokter gigi perempuan yang memiliki keluhan masuk
dalam kategori berat.

Tabel V.8 Tabulasi Silang Antara Masa Kerja dengan Keluhan


Musculoskeletal Berdasarkan Usia Responden

Usia Responden Keluhan


(Tahun) Masa Kerja (Tahun) Ringan Sedang Berat Total
31 – 40 5-10 15 15
11-15 14 14
Total 29 29
41 – 50 5-10 3 0 3
11-15 1 0 1
16-20 4 0 4
21-25 10 1 11
31-35 1 0 1
Total 19 1 20
51 - 60 16-20 1 0 1
21-25 3 0 3
26-30 1 1 2
31-35 7 0 7
Total 12 1 13
61 - 70 31-35 1 1
>35 2 2
Total 3 3
71 - 80 >35 1 1
Total 1 1
Total Masa Kerja (Tahun) 5-10 18 0 0 18
42

11-15 15 0 0 15
16-20 5 0 0 5
21-25 13 0 1 14
26-30 1 1 0 2
31-35 9 0 0 9
> 35 3 0 0 3
Total 64 1 1 66

Pada tabel V.8 diatas, dapat dilihat bahwa tabulasi silang antara masa kerja
dengan keluhan musculoskeletal berdasarkan usia responden, Sebanyak 15 dokter
gigi dengan masa kerja 5-10 tahun yang memiliki usia 31-40 tahun terdapat
keluhan dalam kategori ringan, sedangkan 14 dokter gigi dengan masa kerja 11-15
tahun dengan usia yang sama terdapat keluhan dalam kategori ringan juga.
43

BAB VI
PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Kota Kediri pada bulan Mei 2018 dengan

jumlah populasi 79 dokter gigi dengan masa kerja lebih dari 5 tahun. Pengambilan

sampel dilakukan secara acak dan didapatkan 66 dokter gigi sebagai responden

untuk mengetahui keluhan musculoskeletal pada dokter gigi ditinjau dari masa

kerja di Kota Kediri.


Berdasarkan tabel V.1 didapatkan hasil masa kerja 5-10 tahun dengan

jumlah responden terbanyak yaitu 18 responden (27,3%), hal ini disebabkan

karena banyak responden yang baru lulus menjadi dokter gigi dan baru bekerja

(praktik) di Kota Kediri tersebut.


Pada tabel V.4 dan V.6 distribusi frekuensi keluhan musculoskeletal

berdasarkan bagian tubuh responden didapatkan dari tingkat keluhan terbanyak

adalah punggung atas, bahu kanan dan punggung bawah. Keluhan tersebut dapat

terjadi karena posisi tubuh sewaktu bekerja kemungkinan kurang ergonomis dan

terjadi dalam waktu yang lama dan berulang.


44

Menurut Bernard (2012), dokter gigi sering mengalami nyeri pada

punggung atas dikarnakan posisi duduk yang salah (tulang belakang melengkung

dan tubuh membungkuk kearah depan) memberi tekanan berlebih pada diskus.

Lama kelamaan diskus dapat menjadi menonjol dan menekan syaraf yang terdapat

disekitarnya. Akibatnya terjadi nyeri daerah pinggang yang dapat menjalar ke

daerah pinggul dan paha.


Menurut hasil penelitian Muhammad ilyas, dkk (2008) yang dilakukan di

Makassar menunjukan hasil bahwa timbulnya


48 nyeri punggung bawah pada dokter

gigi berhubungan erat dengan beberapa faktor penunjang seperti usia dari dokter

gigi, jumlah pasien dan tipe kasus yang ditangani. Kesalahan posisi saat bekerja

dapat menjadi faktor pencetus terjadinya nyeri punggung bawah hal ini

dikarenakan posisi kerja yang salah dalam waktu berjam-jam dapat menyebabkan

kontraksi yang berlebihan pada otot punggung bawah dan memberi tekanan yang

berlebihan pada diskus intervertebralis di area lumbal, sehingga menyebabkan

area lumbal menjadi area yang memiliki tingkat stress yang tinggi diantara area

lain di tulang belakang. Tekanan yang berlebihan pada diskus intervertebralis di

daerah lumbal akan menyebabkan penurunan ketinggian dari diskus dan dapat

meningkatkan tekanan hidrostatik sehingga mendorong struktur di sekitar pusat

inti kesegala arah. Hal ini menyebabkan terjadinya penonjolan struktur diskus.

Penonjolan pada struktur diskus intervertebralis di daerah lumbal akan

menyebabkan penekanan pada syaraf spinal di sekitar area lumbal yang akan

mengahasilkan rasa nyeri pada bagian punggung bawah (Umami, dkk., 2014).
45

Hasil penelitian juga didukung oleh Sari, dkk (2017) yang mengatakan

bahwa posisi duduk kerja dapat memberi tekanan pada punggung bawah yang

cukup berat dan menimbulkan nyeri punggung bawah pada pekerja. Sama halnya

dengan posisi duduk yang terlalu lama dapat menyebabkan beban yang berlebihan

pada vertebra lumbal sehingga menimbulkan nyeri pada pungung bawah. Posisi

duduk yang tidak ergonomis akan menimbulkan kontraksi otot-otot punggung

secara isometris (melawan tahanan) pada otot-otot utama yang terlibat dalam

pekerjaan. Otot-otot punggung akan bekerja keras menahan beban anggota gerak

atas, akibatnya beban kerja bertumpu di daerah pinggang sebagai penahan beban

utama sehingga akan mudah mengalami kelelahan dan selanjutnya akan terjadi

nyeri pada otot punggung bawah.


Menurut pernyataan Sun, (2008) yang menyebutkan bahwa nyeri bahu

adalah gangguan yang sering terjadi pada dokter gigi karena beban dokter gigi

yang berlebih, gerakan yang berulang dan monoton. Postur bahu yang janggal

seperti merentang lebih dari 450° atau mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi

kepala dan aktivitas menjangkau yang terlalu jauh mengakibatkan pekerja

mengalami keluhan pada bahu. Durasi yang lama dan gerakan yang berulang juga

dapat mempengaruhi timbulnya cidera dan rasa sakit atau nyeri pada bahu
Dalam penelitian ini, keluhan musculoskeletal pada dokter gigi diperoleh

dari kuisioner CMDQ (Cornell Musculoskeletal Discomfort Questionnaries),

ditemukan dari 66 responden. Berdasarkan tabel V.5 didapatkan hasil keluhan

musculoskeletal terbanyak pada dokter gigi dengan kategori ringan yang artinya

pekerja tersebut masih merasakan keluhan musculoskeletal yang rendah dan


46

belum diperlukan adanya tindakan terhadap keluhan musculoskeletal pekerja

tersebut, sedangkan pekerja dengan keluhan musculoskeletal kategori berat artinya

pekerja tersebut merasakan keluhan musculoskeletal yang tergolong berat dan

diperlukan adanya tindakan untuk mengurangi keluhan musculoskeletal tersebut,

misalnya berolahraga. Olahraga teratur dapat memperkuat otot-otot, tulang dan

jaringan, serta dapat meningkatkan sirkulasi darah dan nutrisi pada semua jaringan

tubuh. Jika sirkulasi darah tersumbat maka akan mengganggu kinerja otot

sehingga keluhan otot akan semakin cepat terjadi (Utari, dkk., 2015). Hal ini

sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulfiqor (2010), bahwa paling

banyak pekerja yang mengalami keluhan musculoskeletal adalah pekerja yang

kurang melakukan olahraga.


Dalam penelitian menunjukkan bahwa masa kerja dokter gigi di Kota

Kediri mengalami keluhan musculoskeletal terbanyak dalam kategori ringan

adalah masa kerja 5-10 tahun dengan jenis kelamin perempuan, sedangkan

terbanyak dalam kategori berat adalah masa kerja 21-25 tahun dengan jenis

kelamin perempuan juga (tabel V.7). Keluhan musculoskeletal ini diperkirakan

karena dokter gigi dengan masa kerja 5-10 tahun kemungkinan melakukan

pekerjaan yang menggunakan kekuatan otot secara berlebih, gerakan yang

dilakukan secara berulang, sikap kerja menahan sesuatu yang statis, sikap kerja

dengan posisi membungkuk dan menunduk, waktu istirahat yang tidak menentu,

dan usia responden dan masih diselingi dengan olahraga. Sedangkan pada masa

kerja 21-25 disebabkan karena banyaknya pasien, usia responden, gerakan yang

dilakukan secara berulang dalam jangka waktu yang lama dan tidak disertai
47

dengan olahraga secara teratur (Bjelle, 2006). Dalam penelitian menunjukkan

bahwa jenis kelamin pada dokter gigi di Kota Kediri yang sering mengalami

keluhan musculoskeletal adalah jenis kelamin perempuan daripada laki-laki.

Menurut Padmiswari dan Griadhi (2017), jenis kelamin dapat

mempengaruhi tingkat risiko keluhan otot. Perbandingan otot pria dan wanita 3:1.

Ini dapat terjadi dikarenakan secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih

rendah dari pada kemampuan otot pria. Pada wanita keluhan ini lebih sering

terjadi misalnya pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses

menopause juga dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang (Nuryaningtyas

dan Martiana, 2014).


Hasil penelitian ini juga sesuai dengan pendapat Samara (2007) yang

menyebutkan bahwa wanita dan pria memiliki hormon, namun wanita memiliki

hormon yang berbeda dengan pria yaitu hormon estrogen dan progesteron.

Hormon pada wanita sering tidak seimbang karena masalah hormonal menyusui,

menopause dan menstruasi, sehingga hormon tersebut menjadi turun dan dapat

menyebabkan nyeri musculoskeletal.


Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa masa kerja dokter gigi di Kota

Kediri mengalami keluhan musculoskeletal terbanyak dalam kategori ringan

adalah masa kerja 5-10 tahun dengan usia 31-40 tahun (tabel V.8). Menurut

Tarwaka (2014) usia mempengaruhi kemungkinan seseorang untuk mengalami

keluhan musculoskeletal. Otot memiliki kekuatan maksimal pada saat usia 20-29

tahun, lalu setelah usia mencapai 60 tahun kekuatan otot akan menurun hingga

20% dikarenakan sikap yang tidak ergonomis saat bekerja. Keluhan otot skeletal
48

umumnya dapat mulai dirasakan pada usia kerja 25-65 tahun. Tingkat keluhan

otot skeletal akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya umur,

dikarenakan pada umur setengah baya, ketahanan dan kekuatan otot akan mulai

terjadi penurunan, menyebabkan risiko terjadi keluhan otot meningkat

(Padmiswari dan Griadhi, 2017).


Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia

(2010) yang memperlihatkan bahwa keluhan musculoskeletal terbanyak pada

responden dengan masa kerja diatas 5 tahun. Masa kerja ≥ 5 tahun mempunyai

risiko lebih tinggi terpapar Nyeri Punggung Bawah (NPB), akibatnya otot

menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama, sehingga

dapat menyebabkan kerusakan pada sendi, ligamen, tendon, dan rongga diskus

menyempit secara permanen yang dapat menyebabkan gangguan musculoskeletal

(Pratiwi, 2009). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Rihiimaki et al (1989)

dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa masa kerja mempunyai hubungan yang

kuat dengan otot.


Salah satu penyebab kelainan musculoskeletal pada dokter gigi

dikarenakan dokter gigi hanya memperhatikan kenyamanan bagi pasien yang

dirawat, tapi kurang memperhatikan kenyamanan bagi diri mereka sendiri saat

merawat pasiennya. Dokter gigi menganggap bahwa mereka yang harus bergerak

menghampiri pasien, dari pada mengatur posisi duduk pasien di atas kursi gigi.

Kebanyakan kelainan musculoskeletal dapat disebabkan karena dokter gigi secara

tanpa sadar memposisikan tubuhnya secara tidak tepat pada saat bekerja merawat

pasien. Saat melakukan preparasi gigi atau mencabut gigi misalnya, kadang-
49

kadang dokter gigi membungkuk ke arah pasien, bergerak secara mendadak,

memutar tubuh dari satu sisi ke sisi yang lain. Seluruh gerakan tersebut dilakukan

berkali kali dalam jangka waktu yang panjang. Hal inilah yang dapat

menyebabkan kelainan musculoskeletal (Syifa, dkk., 2016).


Untuk itu dokter gigi perlu untuk mengetahui berbagai risiko terjadinya

gangguan musculoskeletal sehingga mereka dapat secara efektif mencegah

timbulnya gejala, dan mereka juga harus memahami berbagai peralatan

ergonomis, cara kerja yang baik dan gaya hidup. Ketiga hal ini merupakan kunci

dalam mencegah timbulnya gangguan musculoskeletal terkait dengan profesi

dokter gigi (Lely dan Anorital, 2012).

BAB VII
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada dokter gigi di Kota

Kediri bulan Mei 2018 dapat disimpulkan bahwa:


1. Masa kerja yang paling sering mengalami keluhan musculoskeletal pada

dokter gigi di Kota Kediri adalah masa kerja 5-10 tahun dengan kategori

ringan
50

2. Keluhan musculoskeletal yang paling banyak terjadi pada dokter gigi di

Kota Kediri adalah punggung atas, bahu kanan dan punggung bawah.
B. Saran
1. Untuk mengurangi terjadinya keluhan musculoskeletal sebaiknya dokter gigi

melakukan istirahat pendek selama 5-10 menit di sela-sela waktu kerja

untuk relaksasi agar otot mendapatkan suplai oksigen yang cukup.


2. Rutin berolahraga karena dapat melatih fungsi-fungsi kerja otot sehingga

keluhan otot lebih jarang akan terjadi.


3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor risiko lain dan

penyebab yang paling berpengaruh terhadap keluhan musculoskeletal pada

dokter gigi di Kota Kediri.


4. Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih

mendalam agar dapat mengetahui hubungan masa kerja dengan keluhan

musculoskeletal pada dokter gigi untuk memperkuat hasil penelitian.

55

DAFTAR PUSTAKA
51

Agusdianti, L.N., Putu, L.S dan Made, S. 2017. “Edukasi Ergonomi Menurunkan
Keluhan Muskuloskeletal dan Memperbaiki Konsistensi Postur Tubuh pada
Mahasiswa PSPDG Universitas Udayana”. Bali Dental Jurnal. Vol 1 (2): 47-
53.

Amalia, O. 2010. Analisis Faktor Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada


Buruh Informal (Kuli Panggul) Pasar Grosir Blok F Tanah Abang Jakarta
Pusat Tahun 2010. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Hlm. 70.

Andrews, N., Vigoren, G. 2002. “Ergonomics: Muscle Fatigue, Posture,


Magnification and Illumination”. Compend Contin Education Dental. Vol 23
(3): 261-272.

Anghel., Mirella., Argesanu., Veronica., Niculescu, T., Cristina., Lungeanu.,


Diana. 2007. “Musculoskeletal Disorders (MSDs) – Consequences of
Prolonged Static Postures”. Journal of Experimental Medical & Surgical
Research Year. Vol 14 (4): 167-172.

Andayasari, L., Anorital. 2012. “Gangguan Muskuloskeletal Pada Praktik Dokter


Gigi dan Upaya Pencegahannya”. Media Litbang Kesehatan. Vol 22 (2): 70-
77.

Arisman. 2009. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Edisi 2.
Jakarta: EGC. Hlm. 193-195.

Bambang, Suherman. 2012. Beberapa Faktor Kerja yang Berhubungan dengan


Kejadian CTS pada Petugas Rental Komputer di Kelurahan Kahuripan Kota
Tasikmalaya, Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.

Bernard, B.P. 2012. Musculoskeletal Disorders and Workplace Faktors: A Critical


Review of Epidemiologic Evidence for Work Related Musculoskeletal
Disorders of The Neck, Upper Extremity, and Low Back. Us Departement of
Health and Human Service: National Institute for Occupational Safety and
Health.

Bridger, R.S. 2008. Introduction to Ergonomics. Edisi 3. London: CRC Press.


Hlm. 93-95.

Bjelle, A. et al. 2006. Occupational and Individual Factors in Acute Shoulder-


Neck Disorders Among Industrial Workers. Departement Rheumatology.
University of Umea. Sweden. Diakses 4 November 2010 dalam
http://www.bmj.com.

57
52

Costa, B. R. Vieira., and Edgar Ramos. 2010. “Review Risk Factors for Work-
Related Musculoskeletal Disorders: A Systematic Review of Recent
Longitudinal Studies”. American Journal of Industrial Medicine, 53: 285-
323.

Corlett, E.N. 2006. The Occupational Ergonomics Handbook. Edisi 2. London:


CRC Press. Hlm. 175-182.

Departemen Kesehatan RI. 2013. 1 Orang Pekerja Meninggal Setiap 15 Detik.


http://www.depkes.go.id/article/view/201411030005/1-orang-pekerja-di-
dunia-meninggal-setiap-15-detik-karena-kecelakaan
kerja.html#sthash.A81GOM3Y.dpuf [Di akses 13 Juni 2017, pukul 20.30].

de Carvalho, M.V.D., Soriano, E.P., de Franca Caldas, A.Jr., Campello, R.I., de


Miranda, H.F., and Cavalcanti, F.I. 2009. “Work-related Musculoskeletal
Disorders among Brazilian Dental Students”. Journal Dental Education. Vol
73 (5): 624-630.

Edy, S., dan Samad, R. 2015. “Aplikasi Postur yang Ergonomi pada Dokter Gigi
Selama Perawatan Klinis di Kota Makassar”. Dentofasial. Vol 14 (1): 32-37.

Fuady R.A. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Musculoskeletal


Disorder (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil
(PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013. Skripsi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah. Hlm. 1-41.

Gatchel, R.J., Kishino, N.D., and Strizak, A.M. 2014. Occupational


Musculoskeletal Pain and Disability Disorders. Dalam R. J. Gatchel dan I. Z.
Schultz, eds. Handbook of Musculoskeletal Pain and Disability Disorders in
the Workplace. Edisi 2. London. Hlm 3-17.

Hedge, A., Morimoto, S., and Mccrobie, D. 1999. Effects of Keyboard Tray
Geometry on Upper Body Posture and Comfort. Ergonomics. Vol 42 (10):
1333-1349.

Hedge, A. 2001.”Cornell Musculoskeletal Discomfort Questioneries (CMDQ)”,


Cornell University. http://ergo.human.cornell.eduahmsquest.html

Hayes, M., Cockrell, D., and Smith, D.R. 2009. “A Systematic Review of
Musculoskeletal Disorders among Dental Professionals”. International
Journal of Dental Hygiene. Vol 7 (3): 159-165.

Husten, C.G. 2009. How should we define light or intermittent smoking? Does it
matter?. Nicotine Tob Res. Vol 11 (2): 111-121.
53

Humantech. 2003. Applied Ergonomics Training Manual. Humantech Inc:


Barkeley Australia.

Hendra dan Rahardjo. 2009. Risiko Ergonomi dan Keluhan Musculoskeletal


Disorders (MSds) pada Pekerja Panen Kelapa Sawit Tahun 2009. Prosiding
Seminar Nasional Ergonomi IX c TI-UNDIP. Available:
http://staff.ui.ac.id/internal/13225581/publikasi/D11.Pdf kamis, 31 Desember
2009 pukul 11:13 WIB.

International Labour Organization. 2013. The Prevention of Occupational


Diseases, Geneva: ILO Press. Hlm. 2.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2011. Masa Kerja. Diakses: 5 Mei 2012. http:
//deskripsi.com/m/masa-kerja.

Kristanto, A., dan Saputra, A.D. 2011. “Perancangan Meja dan Kursi Kerja yang
Ergonomis pada Stasiun Kerja Pemotongan Sebagai Upaya Peningkatan
Produktivitas”. Jurnal Ilmiah Tehnik Industri. Vol 10 (2): 78-87.

Lancet. 2004. Appropriate Body-mass index for Asian Populations and its
Implications for Policy and Intervention Strategies. Hlm 157-163.

Lusianawaty, T.D., Sulistyowati, T. 2009. “Hubungan Lama Kerja dan Posisi


Kerja dengan Keluhan Otot Rangka Leher dan Ekstremitas Atas pada Pekerja
Garmen Perempuan di Jakarta Utara”. Buletin Penelitian Kesehatan. Vol 37
(1): 12-23

McCauley, B.P. 2012. Ergonomics: Foundational Principles, Aplications, and


Technologies, New York: CRC Press. Hlm. 180-205.

Mukaromah, E., Suroto., dan Widjasena, B. “Analisis Faktor Risiko Gangguan


Musculoskeletal pada Pengayuh Becak (Studi Kasus Di Pasar Pagi Kabupaten
Pemalang)”. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol 5 (1): 341-349.

Nurliah, A. 2012. Analisis Risiko Muscoloskeletal Disorders (MSDs) Pada


Operator Forklift di PT LLI. Tesis. Depok: Universitas Indonesia. Hlm.71–74

Nursatya, Mugi. 2008. Risiko MSDs pada Pekerja Catering di PT. Pusaka
Nusantara Jakarta Tahun 2008. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Indonesia. Hlm. 38-40.

Nuryaningtyas, M.B dan Martiana, T. 2014. “Analisis Tingkat Resiko


Musculoskeletal Disorders (MSDs) dengan The Rapid Upper Limbs
Assessment (RULA) dan Karakteristik Individu Terhadap Keluhan MSDs.
54

The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health”. Vol 3 (2): 160-
169.

O’Malley G. 2011. Musculoskeletal Disorders in Obesity. Dalam F. Wilson, J.


Gormley, dan J. Hussey, eds. Excercise Therapy ini the Management of
Musculoskeletal Disorders. UK: Blackwell Publishing. Hlm 231-240.

Padmiswari, S.K.N., dan Griadhi, A.P.I. 2017. “Hubungan Sikap Duduk dan Lama
Duduk Terhadap Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Pengrajin Perak di
Desa Celuk, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar”. e-Jurnal Medika.
Vol 6 (2): 1-10.

Pratiwi. 2009. “Beberapa Faktor yang Berpengaruh Terhadap Keluhan Nyeri


Punggung Bawah pada Penjual Jamu Gendong”. Jurnal Promosi Kesehatan
Indonesia. Vol 4 (1): 63-66.

Rahardjo.W. 2005. Peran Faktor-faktor Psikososial dan Keselamatan Kerja pada


Jenis Pekerjaan yang Bersifat ISO-STRAIN. Jakarta: Seminar Nasional
PESAT. Hlm. 195-207.

Rao, R. 2014. “Prevalence of Musculoskeletal Discomfort among Women


Working in Khakhra Making Units”. International Interdisciplinary Research
Journal. Vol 4 (1): 414-423.

Rucker, L.M., and Surell, S. 2002. “Ergonomic Risk Factors Associated With
Clinical Dentistry”. Journal California Dental Association. Vol 30 (2): 139-
148.

Rebecca, E.S., Pamela, M.L., and Stanton, A.G. 2011. Health Effects of Light and
Intermittent Smoking : A Review. Circulation. Vol 121 (13): 1518-1522.

Samara, D. 2007. “Nyeri Musculoskeletal pada Leher Pekerja dengan Posisi


Pekerjaan yang Statis”. Universa Medicina 2007. Vol 26 (3): 137-142.

Saryono. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogyakarta: Mitra Cendika.


Hlm. 66-67.

Silverstein, B., and Evanoff, B. 2006. Musculoskeletal Disorders. Dalam B. S.


Levy., eds. Occupational and Environmental Health: Recognizing and
Preventing Disease and Injury. USA: Lippincott Williams dan Wilkins. Hlm
448-516.

Syifa, L.L., Prabawati, H., Sari, K.I dan Rizauan, I. 2016. Smart Dent’s Pro :
Solusi Tepat Snelli Dokter Gigi Hebat. Hlm 325-329.
55

Sihombing, P.A., Kalsum., dan Sinaga, M.M. 2015. Hubungan Sikap Kerja
dengan Musculoskeletal Disorders pada Penjahit di Pusat Industri Kecil
Menteng Medan 2015. Medan : USU Press. Hlm 1-7.

Sunaryo, W. 2014. Ergonomi dan K3 Kesehatan dan Keselamatan Kerja.


Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sun, K.O., Chan, K.C dan Fong, D.Y.T. 2008. “Acupunture for Frozen Shoulder”.
Hongkong Medical Journal. Vol 7 (4): 381-391.

Supriyanto. 2011. Perancangan Postur Kerja pada Pekerja Bagian Pencucian


dan Penggilingan Kedelai dengan Pendekatan Rapid Entire Body Assesment
(REBA) untuk Mengurangi Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs).
Diakses pada 25 Maret 2017.

Soekidjo, N. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Rineka


Cipta. Hlm 120.

Setyawan, B.E.F. 2011. Penerapan Ergonomi dalam Konsep Kesehatan. Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang. Hlm 39-49.

Stack, T., Ostrom, L.T., Wilhelmsen, C.A. 2016. Occupational Ergonomics: A


Practical Approach. Edisi 1. New Jersey: John Wiley dan Sons. Hlm. 345-
370.

Soleha, Siti. 2009. “Hubungan Faktor Risiko Ergonomi dengan Keluhan


Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Operator Cant Plant PT. X Plant
Ciracas Jakarta Timur Tahun 2009”. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah. Hlm 32-33.

Tarwaka. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan dan Produktivitas. Edisi


1, Cetakan 1. Surakarta: UNIBA Press.

Tarwaka. 2013. Ergonomi Industri. Edisi 1, Cetakan 2. Surakarta: Harapan Press.

Tarwaka. 2014. Ergonomi Industri: Dasar-dasar Ergonomi dan Implementasi di


Tempat Kerja. Edisi 2. Surakarta: Harapan Press. Hlm 20-30.

Umami, R.A., Hartanti, I.R dan Dewi A. 2014. “Hubungan antara Karakteristik
Responden dan Sikap Kerja Duduk dengan Keluhan Nyeri Punggung Bawah
(Low Back Pain) Pada Pekerja Batik Tulis”. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. Vol
2 (1): 72-78.

Utari, Y.F., Kalsum dan Mahyuni, L.E. 2015. “Hubungan Sikap Kerja dengan
Keluhan Musculoskeletal pada Penyortir Tembakau Di Gudang Sortasi
56

Tembakau Kebun Klumpang SUTK PTPN II Tahun 2015”. Medan : USU


Press. Hlm. 4

Wijaya, T.A., Darwita, R.R., and Bahar, A. 2011. “The Relation Between Risk
Factors and Musculoskeletal Impairment in Dental Students: a Preliminary
Study”. Journal of Dentistry Indonesia. Vol 18 (2): 33-37.

Wijnhovn, A.H., Henrika, C.W., and Picavet, H.S. 2006. Prevalence of


Musculoskeletal Disorders is Systematically Higher in Women than in Men.
Clin J Pain. Vol 22 (8): 717-724.

Yue, P., Liu, F dan Li, L. 2012. “Neck/Shoulder Pain and Low Back Pain Among
School Teachers in China, Prevalence and Risk Factors”. BMC Public
Health. Vol 12 (1): 789.

Anda mungkin juga menyukai