pelayanan Polri yang belum optimal. Hal ini tanpa disadari ternyata bersumber dari keluhan
konsumen internal (Bintara, Tamtama atau PNS Polri) terhadap pelayanan internal yang
mereka terima, baik dari pimpinan secar langsung maupun dari organisasi. Polri memerlukan
dengan definisi sebagai berikut, “It begins with the natural feeling that one wants to serve, to
serve first. Then conscious choice brings one to aspire to lead. The difference manifests itself
in the care taken by the servant—first to make sure that other people’s highest priority needs
are being served. The best test is: Do those served grow as persons; do they, while being served,
become healthier, wiser, freer, more autonomous, more likely themselves to become servants?
(Greenleaf, 1970).” Servant-leadership ingin menggali perasaan alamiah melayani dari para
pengikutnya untuk menjadi servant leader berikutnya. Teknik ini mirip dengan teknik
maieutikos (teknik kebidanan) yang digunakan oleh Socrates untuk memancing keluar
pengetahuan yang diyakini sudah ada di dalam diri murid-muridnya (Lubis A. Y., 2014).
1
Servant-leadership memiliki sepuluh dimensi, yaitu mendengar; empati;
komitmen mengembangkan orang lain; dan membangun komunitas (Van Dierendonck, 2011).
organisasi, sementara servant-leadership fokus terhadap anak buah (Gregory Stone, Russell, &
dibandingkan dengan kepemimpinan yang lain (Hoch, Bommer, Dulebohn, & Wu, 2018; Ling,
Menganalisa kepemimpinan dari kaca mata sosiologi merupakan suatu hal yang langka.
Hal ini disebabkan oleh: (1) para sosiologi terbiasa mempelajari kekuatan sosial, dinamika
organisasi, dan kurang memperhatikan agen relatif yang dimiliki individu. Dengan kata lain,
mereka; (2) sosiologi cenderung menghindari kajian konsep yang siap diprivatisasi atau
dimonetisasi. Sosiolog berharap para sarjana kepemimpinan yang akan pindah ke bidang agen
konsultan, mencari cara untuk mendapatkan keuntungan dari topik ini yang memiliki daya tarik
bagi massa (Whiteford & Ganem, 2015). Di tengah kelangkaan ini, penulis mencoba
Menjelang abad ke-21 telah terjadi pergeseran paradigma dari paradigma modern
menjadi postmodern. Prof. Dr. David Boje, ahli postmodern terkemuka telah merumuskan
perbedaan modern dan postmodern di bidang manajemen, yaitu pada aspek planning,
2
(SL) merupakan bentuk nyata kepemimpinan dalam paradigma postmodern. Hal ini terlihat
terhadap anak buah dalam proses mencapai tujuan organisasi. Jim Alan Laub menerapkan SL
dalam mendiagnosa kesehatan organisasi. Laub membagi kesehatan organisasi ke dalam enam
kategori, yaitu Optimal health; Excellent health; Moderate health; Limited health; Poor health;
Melihat ciri-ciri dari tiap-tiap kategori, organisasi Polri berada pada kategori Poor health
(tingkat 2) dengan ciri masih menerapkan kepemimpinan otoriter; rasa percaya anggota yang
rendah dan rasa ketidakpastian serta khawatir yang tinggi; kebanyakan karyawan (anggota
Polri) merasa tidak dihargai dan sering merasa hanya menjadi alat bagi pimpinannya.
merupakan warisan dari semangat kapitalis, di mana pekerja dipandang sebagai elemen-elemen
produksi bekerja efektif menggerakkan mesin kapitalisme. Pendekatan ini erat kaitannya
dengan interaksi antar manusia yang bersifat hegemonik, dominatif dan eksploitatif (Suki).
Kesehatan organisasi yang ideal mencapai optimal health (tingkat 6), di mana salah satu
cirinya adalah para pekerja merasakan karakter organisasi yang servant-minded dengan
menyelenggarakan serta berbagi kepemimpinan yang positif (Laub, 2018). Kondisi optimal
health sebagai struktur berkolaborasi dengan sifat alamiah perwira Polri yang ingin melayani
akan membentuk habitus. Habitus atau sistem disposisi yang direpresentasikan memiliki sifat
servant leader akan diterapkan oleh anggota Polri dimanapun dia berada baik saat berdinas
maupun dalam kehidupan sosial sehari-hari di tengah masyarakat, karena nilai tersebut akan
terdisposisikan dari masa lalu, saat ini dan di masa yang akan datang.
organisasi yang dari pandangan sosiologik meningkatkan human capital dan social capital
secara bersamaan. Memasukkan doktrin SL pada proses pembentukan Perwira Polri atau
Social capital terdiri dari dimensi struktur, hubungan dan kognitif (Tsai & Ghoshal,
pada ketiga dimensi tersebut. Dimensi pertama, dimensi struktur terbentuk dari hasil komitmen
yang diberikan dari berbagai pihak dalam jaringan sosial. Komitmen mengembangkan orang
lain dalam SL mendukung pembangunan dimensi struktur. Dimensi kedua, dimensi hubungan
dari social capital mengacu kepada aset fungsional yang bersumber dari jaringan hubungan,
seperti kepercayaan dan sikap dipercaya. Dimensi ini dibangun melalui kesadaran (awareness)
pemimpin SL yang berusaha untuk selalu memberi contoh terbaik bagi anak buahnya sehingga
melahirkan kepercayaan anak buah. Dimensi ketiga, dimensi kognitif mengacu kepada sumber
daya yang diwujudkan dalam representasi bersama dan makna kolektif. Dimensi ini dibangun
dari penekanan SL untuk mengembangkan anak buah dalam rangka mempersiapkan mereka
Nilai pelayanan yang dibangun dan dilestarikan secara berkesinambungan dan konsisten
merupakan sumber daya besar bagi Polri sebagai organisasi yang bergerak di bidang pelayanan
4
masyarakat. Keserasian antara dimensi SL dengan dimensi social capital merupakan salah satu
dasar yang menguatkan penulis dalam memilih SL sebagai salah satu variabel penelitiannya.
5
DAFTAR PUSTAKA
Bourdieu, P. (1993). Arena Produksi Kultural - Sebuah Kajian Sosiologi Budaya. (Y.
Santosa, Trans.) New York: Columbia University Press.
Gregory Stone, A., Russell, R. F., & Patterson, K. (2004). Transformational versus servant
leadership: A difference in leader focus. Leadership & Organization Development
Journal, 25(4), 349–361. https://doi.org/10.1108/01437730410538671
Hoch, J. E., Bommer, W. H., Dulebohn, J. H., & Wu, D. (2018). Do Ethical, Authentic,
and Servant Leadership Explain Variance Above and Beyond Transformational
Leadership? A Meta-Analysis. Journal of Management, 44(2), 501–529.
https://doi.org/10.1177/0149206316665461
Laub, J. (2018). Leveraging the Power of Servant Leadership : Building High Performing
Organizations (Palgrave Studies in Workpla ce Spirituality and Fulfillment). Palgrave
Macmillan.
Ling, Q., Liu, F., & Wu, X. (2017). Servant Versus Authentic Leadership: Assessing
Effectiveness in China’s Hospitality Industry. Cornell Hospitality Quarterly, 58(1),
53–68. https://doi.org/10.1177/1938965516641515
Lubis, A. Y. (2014). Filsafat ilmu : Klasik hingga kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.
6
Tsai, W., & Ghoshal, S. (1998). Social Capital and Value Creation : The Role of Intrafirm
Networks Wenpin Tsai ; Sumantra Ghoshal Social Capital and Value Creation : The
Role Of Intrafirm Networks. The Academy of Management Journal, 41(4), 464–476.
https://doi.org/10.11634/216796061302331