Anda di halaman 1dari 11

JIIP: JURNAL ILMIAH ILMU PEMERINTAHAN

Vol.x, No. x, 202x


DOI: 10.14710/jiip.xxxxxxx

Analisis Perilaku Organisasi dan Perkembangan Organisasi Dalam


Sistem Birokrasi di Indonesia

Shinwan Fadhil1, Anisa Putri Damayanti2, Firdausi Nuzula3, Achmad Ali Adam4
1,2,3,4,5 Prodi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Islam

Malang

Dikirimkan: xx xxxxxx 202x Direvisi: xx xxxxxx 202x Diterbitkan: xx xxxxxx 202x

INTISARI
Dalam sebuah organisasi, perubahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari. Tuntutan
akan kemajuan zaman yang sangat cepat sehingga perlu adanya perubahan maupun
perkembangan tersebut. Terlebih dalam kaitannya dengan budaya birokrasi yang ada di
Indonesia, yang mana merupakan street level bureaucracy yang diperuntukkan untuk memberi
layanan kepada masyarakat. Birokrasi yang dipandang sebagai konotasi yang negatif mau tidak
mau harus dilakukan perubahan dan perkembangan. Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu Penelitian Kepustakaan (Library Research) yang merupakan suatu jenis
penelitian yang dimanfaatkan dalam pengumpulan informasi dan data secara mendalam
melalui berbagai literatur, seperti buku, jurnal, dokumen-dokumen hingga referensi lainnya,
serta hasil penelitian sebelumnya yang relevan, guna mendapatkan jawaban serta landasan
teori mengenai masalah yang akan diteliti. Perubahan pada organisasi pada dasarnya sangat
dibutuhkan terlebih pada zaman sekarang, serta dengan adanya birokrasi dapat menimbulkan
budaya tentang organisasi baik itu bersifat baik maupun buruk. Oleh karena itu, perkembangan
sebuah organisasi khususnya organisasi pemerintahan harus diterus dikembangkan agar
masyrakat Indonesia melihat birokrasi tidak selalu bersifat negatif atau buruk yang dimana
dalam memberikan pelayananya selalu lama dan berbelit-belit.

KATA KUNCI
Organisasi; birokrasi; perkembangan organisasi; perilaku organisasi

Pendahuluan

B agian dalam peradapan manusia dari masa ke masa selalu ada perubahan
dan perkembangan. Dengan dua hal tersebut peradaban manusia
semakin maju di setiap masanya. Organisasi juga tidak terhindar dari
perubahan dan perkembangan. Dengan melihat kenyataan disekitar kita, perubahan
terjadi pada suatu organisasi karena harus menemui beraneka ragam ketetapan yang
ditimbulkan akibat pengaruh lingkungan sekitar organisasi yang selalu mengalami
perubahan. Organisasi harus bisa beradaptasi dengan perubahan yang diakibatkan oleh
____________________
Korespodensi:
Prodi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Islam Malang, Jl. Mayjen
Haryono No. 193, Dinoyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur, 65144.
Email: 1 22001091094@unisma.ac.id, 2 22001091030@unisma.ac.id, 3 22001091003@unisma.ac.id, 4
22001091132@unisma.ac.id
Shinwan Fadhil, Anisa Putri Damayanti,
Analisis Perilaku dan Perkembangan Organisasi Dalam Sistem Birokrasi di Indonesia
Achmad Ali Adam, Firdausi Nuzula

faktor-faktor penyebab perubahan organisasi. Adaptasi yang dilakukan diharapkan


dapat menimbulkan perubahan organisasi menuju arah yang lebih efektif daripada
sebelumnya.
Pada organisasi perubahan merupakan sesuatu yang sangat berguna bagi
organisasi, karena dengan kemajuan zaman yang begitu cepat menuntut organisasi
untuk beradaptasi dengan lingkungan yang sulit diprediksi dari masa ke masa. Organisasi
pasti menginginkan adanya inovasi baru agar tidak tertinggal dengan organisasi yang
lain. Namun segala perubahan tersebut tidak membuat ciri khas dari sebuah organisasi
hilang. Dengan adanya perubahan organisasi maka akan berubah pula cara kerja/kinerja
sebuah organisasi menjadi lebih baik. Banyak sekali yang mempengaruhi perubahan
dalam organisasi, baik faktor positif maupun faktor negatif. (M.Pd, 2017)
Jika membahas tentang perubahan maka akan berkaitan dengan pengembangan
dalam suatu organisasi. Pengembangan dalam organisasi memiliki hubungan dengan
taktik, peraturan dan metode untuk mewujudkan perubahan organisasi agar seajalan
dengan apa yang direncanakan. Dalam prosesnya, sebuah perubahan organisasi tidak
luput dari masalah. Dengan adanya masalah tersebut jika tidak diatasi dengan baik dapat
menghambat pengembangan dalam organisasi. Masalah yang ada harus diselesaikan
oleh para manajer, karena manusia atau individu dalam organisasi tersebut harus
diikutsertakan dalam pengembangan organisasi. Suatu hambatan sering berdatangan
dalam suatu organisasi, salah satu yang muncul yaitu konflik. Konflik dalam organisasi
tidak dapat dihindari, sebuah konflik akan selalu muncul diakibatkan sebuah konflik
merupakan hal yang wajar terjadi dalam sebuah kehidupan terlebih organisasi yang
berisikan banyak orang.
Konflik dalam organisasi sering dianggap hanya memiliki dampak negatif saja.
Padahal dalam kenyataannya konflik juga bisa menimbulkan dampak positif dalam
pengembangan organisasi. Perkembangan ilmu pengetahuan, sosial, politik dan
ekonomi juga memiliki dampak yang dapat menimbulkan konflik dalam organisasi. Jika
konflik tersebut dikelola bijak oleh pemimpin dan anggota, hal tersebut membawa
dampak yang positif terhadap organisasi. Maka dari itu organisasi diharuskan untuk
terus beradaptasi dan mempersiapkan diri dalam mengantisipasi perubahan. Jika
sebuah organisasi enggan melakukan perubahan akan mengakibatkan organisasi
tersebut tidak mengalami perkembangan.
Perubahan dan pengembangan tersebut juga harus dilakukan di sektor
pelayanan publik. Pelayanan publik merupakan sebuah kegiatan yang biasa dilakukan
oleh seseorang maupun instansi yang bertujuan untuk memudahkan masyarakat untuk
mencapai tujuan yang hendak dicapai. Birokrasi pemerintahan merupakan garda
terdepan dalam kaitannya dengan memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Dengan adanya birokrasi ini tentunya menimbulkan munculnya budaya organisasi
tentang sesuatu yang diperbolehkan dan dilarang untuk dilakukan oleh anggota
birokrasi, mengatur perilaku anggota birokrasi sehingga paham akan batas-batas
normatif yang ada, adanya ketentuan mengenai sifat dan cara atau bentuk pengendalian
serta pengawasan yang mana yang seharusnya dilakukan di organisasi, dapat
mengetahui gaya kepemimpinan yang mana yang sekiranya dapat diterima oleh seluruh
anggota organisasi, dan terakhir dapat mengetahui cara-cara kerja yang tepat dan cepat.
(Yusrialis, 2012)

2
JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan x(x), 202x

Hal itu dilakukan karena mengingat kuatnya pengaruh budaya birokrasi kepada
perilaku birokrat tersebut. Budaya birokrasi dapat dijadikan acuan pembeda antara
birokrasi yang ada dengan birokrasi yang lainnya, birokrasi mampu menciptakan
identitas organisasi sekaligus identitas anggota birokrasi itu sendiri, birokrasi
memungkinkan agar terciptanya kepentingan organisasi diatas kepentingan individu,
birokrasi juga mampu meningkatkan hubungan sosial antar anggota organisasi, birokrasi
juga berfungsi sebagai mekanisme dalam pembuatan simbol-simbol atau batasan untuk
mengendalikan perilaku para anggota birokrasi. Seperti contohnya dalam perekrutan
jabatan, jarang sekali penerimaannya dinilai berdasarkan pertimbangan suka maupun
tidak suka dari pimpinan. Hal itu masih terjadi karena melekatnya budaya paternalisme
yang terjadi di lingkungan birokrasi. (Yusrialis, 2012)
Praktik birokrasi yang terjadi di Indonesia, mulai dari tingkat pusat maupun
sampai tingkat daerah. Hal itu menjadi pusat perhatian masyarakat Indonesia
mengingat perilaku para birokrat sebagai pemberi pelayanan prima kepada masyarakat
namun tidak menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik, sehingga memunculkan
kritikan yang tajam. Masyarakat berpandangan dengan konotasi yang negatif terhadap
para pelaku birokrasi yang mana dinilai pelayanan yang diberikan sangat lamban,
berbelit-belit, tidak berjalan dengan praktis dan efisien, serta hanya memperhatikan
prosedur saja bukan substansi yang ada. Penyakit birokrasi tersebut sangat
menggerogoti sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, padahal masa reformasi
sudah lama diterapkan di Indonesia. Namun masih belum mendapatkan hasil sesuai
dengan yang diinginkan. Seharusnya peran pemerintah terhadap budaya birokrasi
sangat dibutuhkan, sehingga para birokrat dapat menjalankan sesuai dengan tugas,
tanggungjawab, dan fungsinya masing-masing. (Sartika, 2013)
Dalam penelitian yang kami lakukan kami menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif, metode penelitian ini digunakan guna meneliti sebuah objek,
situasi, sekelompok manusia, maupun kejadian secara alamiah atau nyata untuk
membuat representasi umum secara berututan, terperinci dan juga akurat. Bila dilihat
dari jenis penelitian yang kami teliti, jenis yang kami pakai merupakan jenis Penelitian
Kepustakaan (Library Research). Apa yang disebut penelitian kepustakaan, merupakan
berbagai rangkaian mengumpulkan data kepustakaan, kemudian membacanya,
mencatat serta diolah dalam bahan penelitian. Begitu pula menurut Mahmud dalam
karyanya yang berjudul Metode Penelitian Pendidikan memaparkan bahwa penelitian
kepustakaan/studi pustaka merupakan penelitian yang menggunakan berbagai buku,
bacaan, berbagai litelatur serta hasil penelitian sebelumnya yang relevan yang
digunakan sebagai sumber data penelitian.

Perilaku Organisasi Dalam Sistem Birokrasi di Indonesia


Sebuah perilaku dapat terbentuk setelah dipengaruhi oleh beberapa hal seperti
kepentingan, kebutuhan, motivasi dan sikap. Perilaku dapat diartikan sebagai cerminan
dari sikap individu maupun kelompok atas resepon terhadap suatu kondisi dan situasi
organisasi atau kelompok masyarakat tertentu. Oleh karena itu, sikap individu dapat
dipengaruhi oleh kepentngan tertentu dan tujuan tertentu dimana hal tersebut sudah
ada di bawah alam bawah sadar individu tersebut. kemudian konsep perilaku menurut
Alfian dan Sjamsudin (1991: 16) yaitu “pada dasarnya perilaku dipengaruhi oleh sebuah

3
Shinwan Fadhil, Anisa Putri Damayanti,
Analisis Perilaku dan Perkembangan Organisasi Dalam Sistem Birokrasi di Indonesia
Achmad Ali Adam, Firdausi Nuzula

tujuan. Dengan adanya tujuan tersebut dapat memotivasi individu dalam berperilaku.
Meskipun tujuan tersebut tidak selalu spesifik diketahui oleh individu tersebut.”
Menurut Ndraha (1989: 63) semua perilaku individu selalu memiliki korelasi
aktivitas antara satu sama lain. Perilaku adalah representasi atas respon terhadap
lingkungan sekitar. Perilaku yang rasional merupakan sebuah aktivitas dan aktivitas
tersebut berpengaruh terhadap kualitas dan produktivitas individu tersebut. Dalam
beberapa penelitian menunjukan bahwa perilaku individu dapat dikaitkan dengan
perilaku organisasi. Hal ini juga terjadi dalam birokrasi pemerintahan. Dimana sikap dan
perilaku pegawai birokrasi sangat berpengaruh terhadap sukses atau tidaknya
pemerintah dalam menjalankan kebijakan-kebijakan yang mereka buat. Pemerintah
secara umum memiliki tiga fungsi besar. Pertama, Fungsi pelayanan (service) dimana
pemerintah bertugas melayani dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat dalam sistem
bernegara. Kedua, Fungsi pemberdayaan (emprowerment), dimana pemerintah
melakukan pemberdayaan dan pengembangan dalam sektor pemberdayaan fasilitas-
fasilitas bagi masyarakat. Ketiga, Fungsi pembangunan (develovment), yaitu tugas
pemerintah dalam melaksanakan pembangunan guna menunjang kegiatan
bermasyarakat.
Konsep dasar perilaku organisasi memiliki kaitan erat dengan konsep dasar
fungsi pemerintah. Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Supriatna (1996: 105)
yaitu, konsep perilaku birokrasi berkaitan erat dengan konsep dasar fungsi
pemerintahan dimana tidak hanya sebagai fungsi pelayanan, pembangunan, penjaga
keamaan dan kestabilan negara namun juga membuat sebuah inovasi, mobilisasi dan
lain sebagainya. Dengan begitu dapat kita lihat bahwa perilaku birokrasi pemerintah
berbanding lurus dengan fungsi dan tanggung jawabnya tanpa melupakan tugasnya
melakukan pelayanan terhadap masyarakat. Hal tersebut selaras dengan pendapat
Kumorotomo (1992: 16) yang berisikan berikut “perilaku birokrasi pemerintah adalah
hasil interaksi antar individu didalam organisasi tersebut, karena fungsi individu dapat
menentukan perilaku birokrasi. Kemudian struktur yang ada didalam oganisasi
pemerintahan tersusun sesuai hieraki dengan kapasitas dan kualitas individu masing
masing dalam proses pelayanan terhadap masyarakat. Untuk mendapatkan kepuasan
masyarakat, dalam tugasnya seorang birokrat harus mampu memiliki perilaku organisasi
yang baik. Mau tidak mau sebagai birokrasi harus memiliki moral, etika dan budaya kerja
yang baik agar dapat ditiru oleh masyarakat, karena untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat tidak cukup hanya dengan dengan sekedar menyelesaikan tugas saja.
Perilaku birokarasi di Indonesia sendiri sudah diatur didalam undang undang 5
Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Didalam pasal 5 ayat 2 UU Tahun 2014
tersebut diatur kode etik dan kode perilaku bagi ASN di Indonesia yang berisikan sebagai
berikut, yaitu:
• ASN harus menyelesaikan tugas yang diberikan dengan menjungjung tinggi
kejujuran, tanggung jawab dan integritas;
• ASN harus menyelesaikan tugas yang diberikan secara disiplin dan teliti;
• Dalam melakukan pelayanan harus mengedepankan sopan santun, hormat dan
tanpa menekan masyarakat;
• ASN harus menyelesaikan tugas yang diberikan sesuai kebijakan yang ada
didalam peraturan perundang-undangan;

4
JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan x(x), 202x

• ASN harus mengerjakan tugas yang telah diberikan oleh atasan yang berwenang
selama tidak bertentangan dengan kebijkan yang ada didalam undang-undang;
• ASN harus bisa menjaga kerahasiaan yang berkaitan dengan kebijakan negara;
• ASN harus bisa memanfaatkan kekayaan yang dimiliki dengan tanggung jawab
dan efektif;
• ASN harus bisa menjaga agar tidak ada konflik yang berhubungan dengan
kepentingan dalam pelaksanaan tugas;
• ASN harus bisa menyaring informasi yang dibutuhkan masyarakat tentang
kedinasan agar tidak menyesatkan pihak lain dan terhindar hoax;
• ASN dilarang menyalahgunakan informasi yang ada pada intern negara, jabatan
atau kekuasaannya hanya demi mendapatkan keuntungan pribadi;
Didalam bermasyarakat perilaku dan etika para birokrat di Indonesia juga di atur
didalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 42 Tahun 2004 Tentang
Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negri Sipil. Dalam PP tersebut terdapat
beberapa aturan dalam bermasyarakat bagi ASN seperti seorang asn harus hidup
dengan sederhana. Kemudian dalam memberi pelayanan terhadap masyarakat ASN
harus mengedepankan empati, simpati, sopan santun. Ketiga, dalam memberikan
pelayanan seorang ASN diwajibkan harus melayani dengan cepat, tanggap, tepat dan
adil. Keempat, seorang ASN harus peka terhadap kondisi masyarakat sekitar. Kemudian
yang terakhir, dalam bertugas ASN harus bisa berkontibusi dalam kesejahteraan
masyarakat di Indonesia.
Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan birokrasi kita dapat
melaksanakan semuany demi kesejahteraan masyarakat. Namun faktanya birokrasi di
negara kita masih jauh dari kata sempurna. Banyak sekali perilaku ASN yang sering
menjad sorotan oleh masyarakat. Bisa dibilang tidak ada habisnya jika membahas
perilaku birokrasi di Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh Robert Chambers, di
Indonesia memiliki berbagai masalah dalam perilaku birokrasinya, yaitu:
1. Ukuran
Perilaku para eksekutif atau petinggi birokrasi di Indonesia masih cenderung
untuk menambah jumlah bawahannya. Biasanya mereka memberikan kerja yang
sebenarnya tidak perlu dan diluar jobdesk bawahannya. Hal tersebut membuat
ukuran birokrasi di Indonesia menjadi gemuk. Dimana lebih mementingkan
kuantitas dan tidak melihat tugas apa saja yang harus mereka laksanakan. Dalam
rekruitmen pegawai bukan hal biasa lagi bahwa birokrasi di Indonesia masih
diwarnai dengan hukum keluarga. Dimana para petinggi birokrasi negara kita
dalam merekrut pegawai lebih mendahulukan dan mementingan keluarga,
saudara atau kerabat mereka terlebih dahulu daripada masyarakat yang lebih
memiliki skill dan kinerja yang dibutuhkan oleh birokrasi negara ini.
2. Kapasitas
Seperti negara berkembang yang lain birokrasi di Indonesia bisa dibilang tidak
memiliki kemampun administrative yang bagus. Seperti ketika ada sebuah
proyek dari pemerintah, sering terjadi dalam pemilihan tender atau lelang
proyek hanya sebagai formalitas saja, karena biasanya disanalah terjadi ajang
kolusi bagi para oknum birokrasi dengan penguasa.
3. Bias Birokrasi

5
Shinwan Fadhil, Anisa Putri Damayanti,
Analisis Perilaku dan Perkembangan Organisasi Dalam Sistem Birokrasi di Indonesia
Achmad Ali Adam, Firdausi Nuzula

Bias dalam pembangunan birokrasi terutama pada golongan lingkungan miskin


dan pedesaan. Chambers melihat bahwa pembangunan birokrasi di pedesaan
kurang diperhatikan. Seperti yang kita lihat bahwa wilayah yang sering menjadi
fokus utama dalam pembangunan birokrasi di Indonesia adalah wilayah jawa. Hal
tersebut mengakibatkan wilayah-wilayah lain seperti pedalaman papua jadi
kurang diperhatikan pembangunan birokrasinya.
4. Korupsi
Bisa dibilang perilaku korupsi adalah hal yang sudah mengakar di birokrasi
Indonesia. Sudah 7 kali ganti presiden, namun masalah ini masih belum teratasi.
Korupsi terjadi di berbagai sektor birokrasi Indonesia mulai dari pangkat
terbawah hingga yang tertinggi.
Untuk mengatasi masalah masalah tersebut dibutuhkan peran para pemimpin di
birokrasi Indonesia. Dengan ketegasan seorang pemimpin birokrasi diharapkan mampu
mengontrol perilaku organisasi publik menuju kearah yang lebih baik. Namun
nampaknya sulit untuk mengotrol seluruh perilaku birokrasi di negara kita. Hal ini
dikarenakan banyaknya kepentingan politik yang ikut campur dalam birokrasi di
Indonesia.

Perkembangan Organisasi Dalam Sistem Birokrasi di Indonesia


Birokrasi sebagai salah satu organisasi dalam sistem pemerintahan negara
tentunya harus berkembang menyesuaikan zaman guna terciptanya pengendalian
operasi manajemen pemerintahan yang baik. Birokrasi mempunyai peran penting dalam
menyokong keberhasilan pengimplementasian fungsi pemerintahan pada beberapa
aspek seperti pemberian pelayanan publik, pembuatan regulasi, distribudi dan proteksi.
Birokrasi dikenal sebagai organisasi formal yang memiliki kedudukan dan cara kerja yang
terikat dengan peraturan, mempunyai semangat pelayanan publik, mempunyai
kompetensi yang sesuai jabatan dan pekerjaan, antara organisasi dan individunya
memiliki pemisahan yang tegas, serta tidak bebasnya sumber daya organisasi dari
pengawasan eksternal (Yusriadi, 2018). Sehingga baik buruknya penyelenggaraan
pemerintah maupun pelayanan kepada masyarakat bergantung pada pengorganisasian
birokrasi pemerintahan.
Perkembangan birokrasi dewasa ini terus mendapatkan tantangan sehingga
secara fleksibel wajib untuk beradaptasi terhadap kemajuan teknologi dan juga
terhadap globalisasi. Reformasi menjadi salah satu upaya perubahan dan peningkatan
pelayanan kepada masyarakat dengan membenahi semua praktik penyelenggaran
birokrasi tidak sesuai atau tidak sejalan dengan tatanan kehidupan bermasyarakat, dari
berbagai aspek seperti pemerintahan, politik dan ekonomi budaya. Dalam
perkembangannya, reformasi birokrasi terus dilakukan secara besar-besaran oleh
pemerintah walaupun pada kenyataanya tidak jarang menemui berbagai hambatan,
sehingga masih menjadi PR tersendiri bagi pemerintah dan beberapa stakeholder.
Sumber Daya Manusia sebagai penggerak penyelenggaraan organisasi merupakan aspek
utama yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan perubahan. Sumber Daya Manusia
dalam birokrasi yaitu Aparatur Sipil Negara (ASN) diharuskan membangun institusinya
untuk mencapai sasaran dan tujuan yang ditetapkan. Pada reformasi birokrasi
dibutuhkan SDM yang berkualifikasi baik dari segi knowledge maupun skill guna

6
JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan x(x), 202x

mendukung tugas yang ditopang, memiliki kompetensi yang baik pada bidangnya, serta
berperilaku seperti seharusnya. Oleh karena itu, SDM mengambil peran terpenting
dalam perkembangan birokrasi di Indonesia. Akan tetapi ASN yang berperan penting
tersebut justru dinilai kinerjanya masih terbilang masih rendah, bahkan masih banyak
terjadi kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Kasus KKN tersebut sudah seperti
penyakit yang kronis mulai dari kalangan pemerintah tertinggi yakni legistatif maupun
eksekutif hingga tingkat pemerintah yang paling bawah yakni desa.
Perkembangan sistem birokrasi melalui reformasi diharapkan mampu
mendukung terwujudnya good governance yang tentunya diikuti dengan kejelasan visi
organisasi, efesiensi dan efektifitas dalam bekerja, serta transparansi dalam mengambil
keputusan (Sri, 2020). Masyarakat menginginkan terjadinya reformasi yang profesional
dan akuntabel diiringi dengan transformasi mendasar pada kehidupan bermasyarakat,
terkait aspek sosial, politik, ekonomi dan budaya. Perubahan paradigma, struktur dan
budaya birokrasi merupakan hal penting untuk direalisasikan dikarenakan birokrasi
memilki andil terhadap krisis multi dimensi yang terjadi di Indonesia (Yusriadi, 2018).
Akan tetapi, seperti yang terlihat pada saat ini, reformasi birokrasi yang berada di negara
Indonesia belum menunjukkan hasil perkembangan yang signifikan. Reformasi birokrasi
di Indonesia indikasinya belum terwujud dengan baik terbukti dengan sistem tata kelola
pemerintahan yang masih cukup sering mendapatkan kritik dari masyarakat karena
ketidakpusan mereka terhadap pelayanan pemerintah, bahkan terjadi peningkatan
laporan aduan dari masyarakat setiap tahunnya.
Wajah sistem birokrasi pemerintah di Indonesia saat ini tidak jauh terlepas dari
sejarah perkembangan organisasi birokrasi pada masa kerajaan atau kesultanan serta
peninggalan penjajah. Dari sejak awal muncul, birokrasi diperkenalkan sekedar kepada
nilai-nilai kepatuhan pada atasan atau raja, bukan sebagai kepentingan publik. Pada
masa orde lama, birokrasi menjadi terfragmentasi secara politik akibat pemerintahan
saat itu yang berupa parlementer dan gonta-ganti kabinet. Selain itu, paham politik yang
dikenal sebagai NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis) menjadikan peletakan
penyelenggara pemerintah atau ASN saat itu ditempati oleh anggota partai yang
berkuasa, sehingga berdampak negatif terhadap pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat. Dampak tersebut antara lain ketidak profesionalan dalam menjalankan
tugas-tugas yang diemban, serta program-program yang tidak tuntas sepenuhnya
karena birokrat yang berganti-ganti sesuai partai politik yang berkuasa atau pemenang
pemilu. Pada masa orde baru, birokrasi berperan sentral pada hampir segala aspek
kehidupan yang ada termasuk pada aspek ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Kebijakan reformasi pada masa itu lebih mengarah pada pemenuhan kebutuhan
pemerintah pusat seperti memindahkan kekuasaan administratif pada pejabat eselon,
pengambilan ket entuan yang memprioritaskan keinginan pemerintah pusat, serta
penambahan wewenang pemerintah tingkat pusat untuk penggabungan pengendalian
pemerintah daerah (Sri, 2020). Penitikberatan dalam pengelolaan kepemerintahan pada
masa orde baru mengakibatkan memunculnya stigma panjang dan berbelit-belitnya
rangkaian pemberian pelayanan birokrasi yang harus dialami oleh masyarakat apabila
membutuhkan pelayanan.
Berdasarkan perjalan sejarah birokrasi yang dilalui Indonesia kita dapat melihat
bahwa sejak dahulu birokrasi tidak pernah dirancang untuk pelayanan terhadap

7
Shinwan Fadhil, Anisa Putri Damayanti,
Analisis Perilaku dan Perkembangan Organisasi Dalam Sistem Birokrasi di Indonesia
Achmad Ali Adam, Firdausi Nuzula

masyarakat, namun lebih kepada mengabdi kepada kepentingan penguasa pada


masanya. Birokrasi muncul sebagai wujud penguasa yang harus diberikan pelayanan
bukan yang harus melayani, sehingga menyebabkan mutu pelayanan publik yang masih
jauh dari kepentingan masyarakat. Budaya pemberian upeti (uang pelicin) pada masa
kesultanan/kerajaan pada kenyataannya juga masih membudaya pada masa kini. Hal-
hal tersebut membuat birokrasi menjadi kurang inovatif dan kurang kreatif. Dapat
dikatakan mindset yang sudah terbentuk dari sekian lama tersebut sulit untuk menerima
perubahan. Birokrasi lebih mengarah kepada lembaga yang melaksanakan
pengontrolan/pengawasan publik, bukan kepada lembaga yang dikontrol/diawasi
publik.
Dalam perkembangannya, semenjak awal masa orde reformasi pemerintah
sebagai organisasi birokrat telah merancang berbagai macam reformasi birokrasi,
meskipun seperti yang kita ketahui sampai saat ini komitmen kuat pemerintah untuk
mewujudkan gerakan masiv pada seluruh birokrasi belum juga terlihat. Berbagai konsep
yang telah dirancang dalam melakukan reformasi birokrasi nyatanya masih mengalami
banyak hambatan pada pengimplementasiannya dan sulit terwujud. Dari sisi SDM
aparaturnya, terjadi ketidak seimbangan secara kuantitas dengan kualitas. Birokrasi
terkesan masih mempraktikkan model-model tradisional yang kuno dan berakibat pada
kurang mampunya menyesuaikan cepatnya transformasi teknologi dan informasi.
Kemudian, dalam pembanganunan hanya terkonsen pada daerah perkotaan, masih
banyak kawasan-kawasan terpencil yang belum terjamah pembagunan sehingga
mengakibatkan daerha tersebut menjadi daerah miskin.
Penerapan konsep NPM (New Public Management) juga menjadi suatu upaya
yang dilakukan pemerintah dalam upaya reformasi birokrasi di Indonesia, akan tetapi
pada kenyataanya juga masih belum sepenuhnya bisa diterapkan pada birokrasi di
Indonesia. Terdapat berbagai hambatan seperti perekonomian yang lebih didominasi
oleh perusahaan asing, meningkatnya KKN karena sistem kontrak dalam penyediaan
pelayanan publik, serta struktur kelembagaan yang kaya struktur namun miskin fungsi.
Padahal dalam mengimplementasikan NPM pemerintah dituntut memperhatikan
berbagai komponen antara lain yakni menajemen sektor publik yang profesional,
penerapan standar performa dan ukuran performa, pemfokusan pada penyelesaian
output dan outcome, pembagian unit kerja, menciptakan persaingan di sektor publik,
pengadopsian gaya manajemen disektor bisnis kedalam sektor publik, serta disiplin
dalam menggunakan Sumber Dayanya.
Belajar dari beberapa negara yang berhasil dalam pelaksanaan birokrasinya,
pemerintah negara Indonesia melakukan perbaikan dan pembaharuan guna reformasi
birokrasi menggunakan information tecnology (Wibowo & Kertati, 2018). Upaya ini
dinilai cukup efektif dan efisien untuk memperbaiki sistem birokrasi di Indonesia.
Penggunaan information tecnology dalam pelayanan publik ini disebut kita kenal
sebagai electronic government (e-government). Walaupun dalam pengembangannya
aplikasi e-government memerlukan pendanaan yang cukup besar dan membutuhkan
kesiapan SDM aparatur serta kesiapan masyarakat terdapat beberapa keuntunngan dari
penerapannya. Menurut Campo, Salvatore Schiavo dalam (Rian, 2018) keuntungan-
keuntungan terhadap penerapan e-government antara lain; 1) Murahnya biaya
administrasi yang (low administrative cost); 2) Lebih cepat dan lebih tepatnya respon

8
JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan x(x), 202x

terhadap permintaan dan keluhan masyarakat (faster and more accurate response); 3)
Memudahkan akses ke semua departemen dan level pemerintah di berbagai daerah
(access to all department and levels); 4) Meningkatkan kapabilitas pemerintah (better
govt. capability); 5) Mendorong ekonomi local dan nasional melalui penyediaan fasilitas
interface pemerintah – pengusaha (assistance to local and national economies); 6)
Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan
proses kerja dilingkungan pemerintah dengan pengoptimalan kemajuan teknologi
informasi. Kemajuan teknologi informasi merevolusi tatanan kehidupan masyarakat.
Penerapan e-government menjadi suatu strategi inovasi bagi pemerintah dalam
memperbaiki sistem birokrasi di Indonesia.
Selama ini dalam birokrasi pemerintah lebih bersikap ke arah tradisonal,
sehingga budaya nepotisme masih melekat. Kepentingan dan keinginan masyarakat
yang harusnya diantarkan secara merata dan adil juga tergantikan oleh faktor
kekerabatan atau kedeka tan, akibatnya hanya orang yang mempunyai akses
kekerabatan inilah yang mendapatkan kedeudukan dan jabatan. Berdasarkan kondisi
yang demikian, diperlukan perbaikan holistik meliputi berbagai organisasi publik baik
dari segi struktur, prosedur, hukum, kebijkan dan budaya organisasi (Rian, 2018).
Reformasi birokrasi yang telah dilaksanakan dalam upaya pengembangan sistem
birokrasi di Indonesia dan melakukan perbaikan baik dari kelembagaan, Sumber Daya
Manusia dan ketatalaksanaanya. Dalam perubahan pasti akan selalu menemuhi
hambatan dan kendala, namun hal tersebut merupakan langkah awal melakukan
perubahan menjadi lebih baik dan bukan menjadi alasan kegagalan pelaksanaan
birokrasi. Hambatan dapat dijadikan sebagai peluang untuk terus melakukan
perubahan, perkembangan, dan perbaikan lebih besar demi terwujudnya birokrasi yang
lebih baik.

Penutup
Perubahan pada organisasi pada dasarnya sangat dibutuhkan terlebih pada zaman
sekarang, serta dengan adanya birokrasi dapat menimbulkan budaya tentang organisasi
baik itu bersifat baik maupun buruk. Selain itu, terdapat pula budaya birokrasi yang
dimana hal ini dapat menciptakan sebuah gelar atau identitas bagi para anggota
birokrasi dan dapat berfungsi mengontrol perilaku anggota birokrasi itu sendiri. Oleh
karena itu, perkembangan sebuah organisasi khususnya organisasi pemerintahan harus
diterus dikembangkan agar masyrakat Indonesia melihat birokrasi tidak selalu bersifat
negatif atau buruk yang dimana dalam memberikan pelayananya selalu lama dan
berbelit-belit.

Ucapan Terima Kasih


Penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Shinwan Fadhil, Anisa
Damayanti, Firdausi Nuzula, Achmad Ali Adam selaku teman kelompok yang telah
membantu dalam proses penulisan artikel ilmiah ini.

Pendanaan
Penulis tidak menerima bantuan pembiayaan untuk penelitian, kepenulisan
(authorship), dan publikasi dari pihak manapun.

9
Shinwan Fadhil, Anisa Putri Damayanti,
Analisis Perilaku dan Perkembangan Organisasi Dalam Sistem Birokrasi di Indonesia
Achmad Ali Adam, Firdausi Nuzula

Daftar Pustaka
Davis, Keith & John W. Newstrom. 1985. Perilaku dalam Organisasi. (Alih Bahasa Agus
Dharma). Erlangga: Jakarta.
Dwijanto, Agus. Dkk (2002), Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan-UGM, Jogyakarta
Hasibuan, Malayu S.P. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Indonesia. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara
Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 42 Tahun 2004 Tentang
Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negri Sipil.
M.Pd, D. H. C. W. (2017). Perilaku Organisasi (N. S. C. M.Pd (ed.)). Lembaga Peduli
Pengembangan Pendidikan Indonesia (LPPPI).
Sartika, D. (2013). Analisis Perilaku Birokrasi Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Di Kelurahan Lambara Kecamatan Tawaeli. Katalogis, 1(7), 135–146.
Sedarmayanti. 1995. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung. Ilham
Jaya.
Wibowo, A., & Kertati, I. (2022). Reformasi birokrasi dan pelayanan publik. 03(01), 1–12.
Yusriadi. (2018). Jurnal Administrasi Publik Reformasi Birokrasi Indonesia : Peluang dan
Hambatan. 8(2), 178–185. https://doi.org/10.31289/jap.v8i2.182
Yusrialis. (2012). BUDAYA BIROKRASI PEMERINTAHAN ( Keperihatinan dan Harapan ).
Jurnal Sosial Budaya, 9(1), 1–28.

Tentang Penulis
Shinwan Fadhil adalah mahasiswa sarjana Program Studi Administrasi Negara, Fakultas
Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Islam Malang. Penulis memiliki area riset seputar inti
dari keseluruhan artikel atau kesimpulan, penyusunan dan penulisan Artikel Ilmiah.

Anisa Putri Damayanti adalah mahasiswa sarjana Program Studi Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Islam Malang. Penulis memiliki area riset
seputar pengembangan organisasi dalam sistem birokrasi di Indonesia.

Firdausi Nuzula adalah mahasiswa sarjana Program Studi Administrasi Negara, Fakultas
Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Islam Malang. Penulis memiliki area riset seputar inti
sari artikel ilmiah, latar belakang dari pembahasan artikel ilmiah ini.

Achmad Ali Adam adalah mahasiswa sarjana Program Studi Administrasi Negara,
Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Islam Malang. Penulis memiliki area riset
seputar perilaku organisasi dalam sistem birokrasi di Indonesia.

10
JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan x(x), 202x

HASIL CEK PLAGIASI

11

Anda mungkin juga menyukai