Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH ORGANISASI DAN KEPEMIMPINAN

“Analisis Studi Kasus Gaya Kepemimpinan dari Organisasi BEM


FP UNS dan PT Mitrabuana Jayalestari Karawang”
Dosen Pengampu: Dr. Suminah, M.Si

Disusun Oleh:
Bekti Tri Astuti (H0414009)
Budi Cahyana (H0414011)
Danik Ayu Prasetyo (H0414014)
Eva Diah Lupitasari (H0414017)
Ganjar Bugiyarti (H0414021)
M Pambudi Utomo (H0414031)
Resti Sri Andriyani (H0414037)
Rumiati Khasanah (H0414039)
Saryo (H0414040)
Sumarni (H0414044)
Tanggal Penyerahan: 9 Desember 2016

PROGRAM STUDI PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Kepemimpinan adalah suatu kemampuan, kedudukam, atau proses sosial.
Sedangkan pemimpin adalah orang yang menjalankan kepemimpanan itu.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Mengetahui gaya kepemimpinan dari suatu organisasi
2. Memenuhi tugas mata kuliah organisasi dan kepemimpinan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah suatu kemampuan, kedudukam, atau proses sosial.
Sedangkan pemimpin adalah orang yang menjalankan kepemimpanan itu. Dalam
kenyataannya pemimpin dapat mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja,
keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi.
Para pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok,
individu untuk mencapai tujuan.Ralph M. Stogdill mendefinisikan kepemimpinan
sebagai berikut: kepemimpinan manajerial adalah proses mengarahkan dan
mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan tugas dari anggota kelompok
(Stoner, 1986:114).
Pemimpin dianggap sebagai tokoh sentral dalam kehidupan organisasi
yang dapat memepengaruhi pencapaian tujuan organisasi dengan kata lain suatu
organisasi akan berhasil atau gagal sebagian ditentukan oleh kepemimpinan. Oleh
karena itu segala hal yang berhubungan dengan pemimpin dan kepemimpinan
telah menjadi bahan perhatian dan spekulasi yang kontroversial. Hasil penelaahan
membuktikan bahwa kepemimpinan merupakan fenomena yang sangat kompleks,
sehingga kemampuan efektivitas kepemimpinan memerlukan proses
pengembangan yang terus menerus berkesinambungan, ditanamkan, dirintis, dan
dibina sepanjang masa (Wiriadihardja, 1987). Kepemimpinan menurut Thoha
(1991) adalah kegiatan untuk memengaruhi perilaku orang lain atau seni
memengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok.
Kepemimpinan tidak harus terikat dalam organisasi, asalkan seorang
menunjukkan kemampuannya memengaruhi perilaku orang lain kea rah
tercapainya tujuan tertentu.
Ketika membahas tentang kepemimpinan akan terkait dengan teori-teori
yang dikemukakan oleh para ahli. Terdapat beberapa pendapat menganai lahir dan
berkembangnya seorang pemimpin dalam kehidupan masyarakat. Berikut ini
dikemukakan teori-teori kepemimpinan menurut para ahli. Thoha (1991)
mengungkapkan teori kepemimpinan sebagai berikut:
1. Teori Sifat (Trait Theory)
Teori ini memandang bahwa perhatian terhadapkepemimpinan dialihkan
kepada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin, tidak lagi
menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat.
2. Teori Kelompok
Teori ini beranggapan bahwa agar kelompok daqpat mencapai tujuan-
tujuannya maka harus terdapat pertukaran yang positif diantara pemimpin dan
pengikuty-pengikutnya.
3. Teori Situasional
Teori menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang dikombinasikan dengan
situasi akan mampu menetukan keberhasilan pelaksanaan kerja.
4. Teori Jalan Kecil-Tujuan (Path-Goal Theory)
Dalam teori ini digambarkan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi,
kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan anggotanya.
Menurut, Lewin et al., dalam Goldberg dan Larson (1985) membagi gaya
kepemimpinan ke dalam empat jenis, yaitu:
1. Kepemimpinan Otoriter
Kepemimpinan otoriter lebih cenderung mencerminkan gambaran
tentang manusia yang negative. Selain itu, pada kepemimpinan ini
mengekportir ketergantungan pengikutnya dengan cara menentukan
kebijaksanaan kelompok tanpa berkonsultasi terlebih dahulu pada anggota
kelompok, dengan mendiktetugas pada kelompok, menetapkan prosedur
dalam mencapinya, menguji dan mengkritik anggota kelompok secara
subjektif serta menganut sikap yang mengambil jarak dan formal.
2. Kepemimpinan Demokratis
Pandangan seorang pemimpin yang demokratis terhadap orang lain
lebih optimis dan positif daripada pandangan pemimpin otoriter.
Kepemimpinan seperti ini berpendapat bahwa orang mampu mengarahkan
diri sendiridan berusaha menyajikan kepada pengikut-pengikutnya suatu
kesempatan untuk tumbuh, berkembang dan bertindak sendiri. Pemimpin
demokratis mendukung komunikasi diantara para anggota kelompok dengan
cara mendorong mereka untuk menentukan sendiri kebijaksanaan dan
kegiatan kelompok.
3. Kepemimpinan Laissez Faire
Pada dasarnya menunjukkan suatu pola pengabaian yakni dimana
pemimpin yang dipilih atau tokoh berwenang dalam suatu kelompok berusaha
menghindari suatu tanggung jawab terhadap pengikutnya. Selain itu,
kepemimpinan ini menghindari partisipasi dan menganut suatu sikap yang tak
acuh terhadap orang lain. Gaya kepemimpinan jenis ini menyadiakan materi
dan informasi hanya jika diminta dan jarang bahkan sekali tidak memberi
pujian dan kritik.
4. Kepemimpinan Non Direktif
Kepemimpinan dimana pemimpin menjauhi usaha mendominasi
kelompok dan mendorong anggota-anggota kelompok untuk lebih
bertanggungjawab. Pemimpin menolak untuk memberi pengarahan pada
kelompok tetapi mencoba untuk mengerti apa yang sedang dipikirkan dan
dirasakan oleh anggota kelompoknya.
Pendekatan Kepemimpinan
Beberapa pendekatan dalam teori kepemimpinan, sebagai berikut:
1. Teori Psikoanalisis, yaitu seorang pemimpin harusnya dapat tampil sebagai
seorang ayah sebagai sumber kasih sayang dan ketakutan, sebagai simbol dari
super ego, sebagai tempat pelampiasan kekecewaan, frustasi dan agresivitas
para pengikut, tetapi juga sebagai seorang yang memberi kasih sayang kepada
pengikutnya. Oleh sebab itu aspek kognitif, efektif, konotatif, perilaku,
perasaan, watak, integritas, pribadi dan potensi unggulan lamanya menjadi
tuntutan kapabilitas kepemimpinan.
2. Teori antisipasi - interaksi (interaction – expectation theory) ada beberapa
pendekatan yang paling menentukan karakteristik kepemimpinan.
a. Leader role theory
Dalam teori “leader role theory”, dijelaskan variabel utama dari
seorang pemimpin adalah action, interaction dan sentiments. Apabila
frekuensi interaksi dan peran serta dalam aktivitas bersama itu meningkat,
maka perasaan saling memiliki akan timbul dan norma-norma kelompok
akan makin jelas. Semakin tinggi jabatan seseorang, maka akan semakin
tinggi pula daya adaptasi seorang pemimpin pada ciri dan karakteristik
kelompok dan semakin lebar pula kadar interaksinya dan semakin
melibatkan banyak orang.
b. Two Stage Model
Sedangkan dalam teori “two stage model”, disebutkan bila seorang
pemimpin mampu meningkatkan keterampilan pegawainya, maka secara
bersamaan sebenarnya sang pemimpin sedang memberikan motivasi
kepada pegawainya.
3. Teori humanistic (humanistic theory), menekankan pada hubungan yang
kohesif dan efektif dalam dinamika kelompok. Manusia dalam pandangan
teori ini adalah sesuatu organism yang bisa diberikan motivasi setinggi
mungkin. Sedangkan organisasi sebagai kelengkapan yang bisa dimanipulasi
dan dikendalikan.
Sementara itu menurut kepemimpinan didefinisikan sebagai seni atau
proses untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain agar mereka mau
berusaha untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai kelompok (Kadarman et.al,
1992:110). Dilain sisi kepemimpinan didefinisikan sebagai kesanggupan
mempengaruhi prilaku orang lain dalam suatu arah tertentu (Kossen, 1986:181).
Kepemimpinan juga diartikan suatu usaha mempengaruhi orang antar
perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan (Gibson, Ivancevich, and Donnely, 1987:263).
Menurut Wahjosumidjo (1999: 79) bahwa seorang pemimpin memiliki
kecerdasan, pertanggung jawaban, sehat dan memiliki sifat sifat antara lain
Dewasa, keleluasaan hubungan sosial, motivasi diri dan dorongan prestasi serta
sikap hubungan kerja kemanusiaan. Sebaliknya dalam realitas sosial modern, juga
dikenal pemimpin karismatik, terutama dalam lingkungan sosial dan politik.
Kemudian menurut Edwin B (2000: 101) bahwa pemimpin kharismatik
mempunyai kesetiaan dan tanggung jawab dan dukungan dari pengikutnya.
Fungsi pemimpin lebih banyak memberikan konsultasi, bimbingan, motivasi dan
memberikan nasehat dalam rangka mencapai tujuan.
Kemudian menurut Siswanto Sastrohadiwiryo (2003: 120) banyak faktor
yang dapat mempengaruhi kinerja pegawai antara lain pendidikan dan pelatihan,
disiplin kerja, kompensasi, iklim organisasi, sistem jenjang karier, motivasi,
kepemimpinan. Dalam penelitian ini mengambil salah satu faktor yang dapat
meningkatkan team work. Hal ini disebabkan bahwa manusia merupakan mahluk
yang keinginannya tidak terbatas, sehingga mendorong untuk melakukan
aktivitasnya guna memenuhi kebutuhan dan kepuasan yang diinginkannya.
Berdasarkan rumusan-rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan mempengaruhi dan mengarahkan orang lain untuk tercapainya
suatu tujuan tertentu.
Kekuasaan
Konsepsi mengenai kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari kemampuan,
kewibawaan, dan kekuasaan. Seorang pemimpin, karena status dan tugas-tugasnya
pasti mempunyai kekuasaan. Kekuasaan merupakan kapasitas untuk
mempengaruhi secara unilateral sikap dan perilaku orang ke arah yang diinginkan
(Gary Yukl,1996: 183). Konsepsi mengenai sumber kekuasaan yang telah
diterima secara luas adalah dikotomi antara “position power” (kekuasaan karena
kedudukan) dan “personal power” (kekuasaan pribadi). Menurut konsep tersebut,
kekuasaan sebagian diperoleh dari peluang yang melekat pada posisi seseorang
dalam organisasi dan sebagian lagi disebabkan oleh atribut-atribut pemimpin
tersebut serta dari hubungan pemimpin – pengikut. Termasuk dalam position
power adalah kewenangan formal, kontrol terhadap sumber daya dan imbalan,
kontrol terhadap hukuman, kontrol terhadap informasi, kontrol ekologis.
Sedangkan personal power berasal dari keahlian dalam tugas, persahabatan,
kesetiaan, kemampuan persuasif dan karismatik dari seorang pemimpin (Gary
Yukl,1996:167-175).
Dengan bahasa yang sedikit berbeda, Kartini Kartono (1994:140)
mengungkapkan bahwa sumber kekuasaan seorang pemimpin dapat berasal dari
a. Kemampuannya untuk mempengaruhi orang lain;
b. Sifat dan sikapnya yang unggul, sehingga mempunyai kewibawaan terhadap
pengikutnya;
c. Memiliki informasi, pengetahuan, dan pengalaman yang luas;
d. Memiliki kemahiran human relation yang baik, kepandaian bergaul dan
berkomunikasi.
Kekuasaan merupakan kondisi dinamis yang dapat berubah sesuai
perubahan kondisi dan tindakan-tindakan individu atau kelompok. Ada dua teori
yang dapat menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh, dipertahankan atau
hilang dalam organisasi. Teori tersebut adalah
a. Social Exchange Theory, menjelaskan bagaimana kekuasaan diperoleh dan
hilang selagi proses mempengaruhi yang timbal balik terjadi selama beberapa
waktu antara pemimpin dan pengikut. Fokus dari teori ini mengenai expert
power dan kewenangan.
b. Strategic Contingencies Theory, menjelaskan bahwa kekuasaan dari suatu
subunit organisasi tergantung pada faktor keahlian dalam menangani masalah
penting, sentralisasi unit kerja dalam arus kerja, dan tingkat keahlian dari
subunit tersebut.
Para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu untuk dapat efektif,
namun hal itu tidak berarti bahwa lebih banyak kekuasaan akan lebih baik. Jumlah
keseluruhan kekuasaan yang diperlukan bagi kepemimpinan yang efektif
tergantung pada sifat organisasi, tugas, para bawahan, dan situasi. Pemimpin yang
mempunyai position power yang cukup, sering tergoda untuk membuat banyak
orang tergantung padanya daripada mengembangkan dan menggunakan expert
power dan referent power. Sejarah telah menunjukkan bahwa pemimpin yang
mempunyai position power yang terlalu kuat cenderung menggunakannya untuk
mendominasi dan mengeksploatasi pengikut. Sebaliknya, seorang pemimpin yang
tidak mempunyai position power yang cukup akan mengalami kesukaran dalam
mengembangkan kelompok yang berkinerja tinggi dalam organisasi. Pada
umumnya, mungkin lebih baik bagi seorang pemimpin untuk mempunyai position
power yang sedang saja jumlahnya, meskipun jumlah yang optimal akan
bervariasi tergantung situasi.
Sedangkan dalam personal power, seorang pemimpin yang mempunyai
expert power atau daya tarik karismatik sering tergoda untuk bertindak dengan
cara-cara yang pada akhirnya akan mengakibatkan kegagalan.
Pengaruh
Sebagai esensi dari kepemimpinan, pengaruh diperlukan untuk
menyampaikan gagasan, mendapatkan penerimaan dari kebijakan atau rencana
dan untuk memotivasi orang lain agar mendukung dan melaksanakan berbagai
keputusan. Jika kekuasaan merupakan kapasitas untuk menjalankan pengaruh,
maka cara kekuasaan itu dilaksanakan berkaitan dengan perilaku mempengaruhi.
Oleh karena itu, cara kekuasaan itu dijalankan dalam berbagai bentuk perilaku
mempengaruhi dan proses-proses mempengaruhi yang timbal balik antara
pemimpin dan pengikut, juga akan menentukan efektivitas kepemimpinan.
Jenis-jenis spesifik perilaku yang digunakan untuk mempengaruhi dapat dijadikan
jembatan bagi pendekatan kekuasaan dan pendekatan perilaku mengenai
kepemimpinan.
Jenis-jenis Kekuasaan (Power) dalam Organisasi
Untuk lebih memahami Kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin ataupun
manajer, sebaiknya kita mengetahui jenis-jenis Kekuasaan tersebut. Berikut ini
adalah 5 Jenis Kekuasaan dalam suatu Organisasi.
1. Kekuasaan Balas Jasa (Reward Power)
Seperti namanya, Kekuasaan jenis ini adalah kekuasaan yang
menggunakan Balas Jasa atau Reward untuk memengaruhi seseorang untuk
bersedia melakukan sesuatu sesuai keinginannya. Balas jasa atau Reward
dapat berupa Gaji, Upah, Bonus, Promosi, Pujian, Pengakuan ataupun
penempatan tugas yang lebih menarik. Namun melalui Kekuasaan Balas jasa
ini, seorang pemimpin/manajer juga dapat menunda pemberian Reward (balas
jasa) tersebut sebagai hukumannya jika bawahannya tidak melakukan apa
yang telah diperintahkan. Kekuasaan Balas Jasa (reward) ini timbul karena
Posisi atau Jabatan seseorang yang memungkinkan dirinya memberikan
penghargaan atau imbalan terhadap pekerjaan ataupun tugas yang dilakukan
oleh orang lain. Contohnya seorang Manajer yang memiliki kekuasaan untuk
melakukan penilaian kinerja sehingga dapat menentukan besaran kenaikan
gaji terhadap bawahannya.
2. Kekuasaan Paksaan (Coercive Power)
Kekuasaan Paksaan atau Coercive Power ini lebih cenderung ke
penggunaan ancaman atau hukuman untuk memengaruhi seseorang untuk
bersedia melakukan sesuatu sesuai dengna keinginannya. Kekuasaan Paksaan
ini adalah kebalikan atau sisi negatif dari Kekuasaan Balas Jasa (Reward
Power). Contoh ancaman atau hukuman yang diberlakukan jika tidak
mengikuti perintah yang diinstruksikan antara lain seperti pemberian surat
peringatan, penurunan gaji, penurunan jabatan dan bahkan pemberhentian
kerja atau PHK.
3. Kekuasaan Rujukan (Referent Power)
Kekuasaan Rujukan atau Referent Power ini merupakan kekuasaan
yang diperoleh atas dasar kekaguman, keteladanan, kharisma dan kepribadian
dari seorang pemimpin. Contohnya Gandhi yang memimpin jutaan orang
karena kepribadian dan Karismatiknya.
4. Kekuasaan Sah (Legitimate Power)
Kekuasaan Sah atau Legitimate Power ini berasal dari posisi resmi
yang dijabat oleh seseorang, baik itu dalam suatu organisasi, birokrasi
ataupun pemerintahan. Kekuasaan Sah adalah Kekuasaan yang diperoleh dari
konsekuensi hirarki dalam organisasi. Seseorang yang menduduki posisi
tertentu dalam organisasi memiliki hak dan wewenang untuk memberikan
perintah dan instruksi dan mereka sebagai bawahan ataupun anggota tim
berkewajiban untuk mengikuti instruksi atau perintah tersebut.
5. Kekuasaan Keahlian (Expert Power)
Kekuasaan Keahlian atau Expert Power ini muncul karena adanya
keahlian ataupun keterampilan yang dimiliki oleh seseorang. Seringkali
seseorang yang memiliki pengalaman dan keahlian tertentu memiliki
kekuasaan ahli dalam suatu organisasi meskipun orang tersebut bukanlah
Manajer ataupun Pemimpin. Individu-individu yang memiliki
keterampilan/keahlian tersebut biasanya dipercayai oleh Manajernya untuk
membimbing karyawan lainnya dengan benar.
Komunikasi Organisasi
            Goldhaber (1986) dalam Muhammad (2004) memberikan definisi
komunikasi organisasi sebagai proses menciptakan dan saling menukar pesan
dalam suatu jaringan hubungan yang saling tergantung yang tidak pasti atau yang
selalu berubah-ubah. Definisi ini mengandung tujuh konsep kunci yanitu proses,
pesam, jaringan, saling tergantung, hubungan, lingkungan, dan ketidakpastian.
Lebih lanjut Zelko dan Darce dalam Muhammad (2004) menjelaskan bahwa
komunikasi organisasi adalah suatu system yang saling tergantung yang
mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal
adalah komunikasi yang terjadi di dalam organisasi itu sendiri. Komunikasi
eksternal adalah komunikasi yang dilakukan organisasi dengan lingkungan
luarnya. Cara melihat komunikasi yang terjadi dalam suatu organisasi dapat
digunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan makro, pendekatan mikro,
pendektan individu (Muhammad, 2004). Masing-masing dari pendekatan ini
dijelaskan sebagai berikut:
1. Pendekatan Makro
Pendekatan makro organisasi dipandang sebagai suatu struktur global yang
berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam berinteraksi organisasi
melakukan aktivitas tertentu seperti memproses informasi dari lingkungan,
mengadakan identifikasi, melakukan integrasi, dan menentukan tujuan
organisasi.
2. Pendekatan Mikro
Pendekatan ini memfokuskan pada komunikasi dalam unit dan submit
pada suatu organisasi. Komunikasi yang dibutuhkan pada tingkat ini
adalah komunikasi antar anggota kelompok, komunikasi untuk pemberian
orientasi dan latihan, komunikasi untuk melibatkan anggota kelompok
dalam tugas kelompok, komunikasi untuk menjaga iklim organisasi,
komunikasi dalam mensurpervisi dan mengarahkan pekerjaan serta
komunikasi untuk mengetahui rasa kepuasan kerja dalam organisasi.
3. Pendekatan Individual
Pendekatan individual berpusat pada tingkah laku komunikasi individu
dalam organisasi. Komunikasi individu ada beberapa bentuknya
diantaranya:
a. Berbicara dengan kelompok kerja
b. Menghadiri dan berinteraksi dalam rapat-rapat
c. Menulis
d. Berdebat untuk suatu usulan.
Efektivitas Komunikasi Organisasi
Efektivitas komunikasi organisasi yang terjadi dalam suatu organisasi
dapat digunakan sebagai salah satu indicator untuk melihat tercapai tidaknya
tujuan organisasi. Hal ini disebabkan karena adanya keterkaitan antara
komunikasi dalam organisasi dengan efektivitas organisasi (Agung, 2001). Masita
(2005) juga menyebutkan bahwa efektivitas komunikasi organisasi mampu
mempengaruhi kinerja dari organisasi.
Secara sederhana, komunikasi dikatakan efektif bila orang menyampaikan
apa yang dimaksudnya. Secara umum komunikasi dinilai efektif bila rangsangan
yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pengirim atau sumber, berkaitan erat
dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh penerima. Semakin besar
kaitan antara yang dimaksud komunikator dapat direspon oleh komunikan, maka
semakin efektif pula komunikasi yang dilaksakan. Efektifitas komunikasi erat
hubungannya dengan tujuannya dan biasanya dalam komunikasi yang efektif
menghasilkan pemahaman, kesenangan, mempengaruhi sikap, memperbaiki
hubungan, dan tindakan (Mulyana, 1996).
Effendy (1998) mengemukakan bahwa efektivitas komunikasi atau kondisi
sukses komunikasi ditentukan oleh:
1) Komunikator yang mampu mengenal komunikan
2) Ketetapan pesan yang disampaikan, yaitu pesan harus dirancang agar menarik
perhatian sasaran.
3) Pemilihan media bergantung pada tujuan yang disampaikan dan teknik yang
akan digunakan.
Rakhmat (2005) mengemukakan bahwa tanda-tanda komunikasi yang
efektif paling tidak menimbulkan lima hal, yaitu:
1) Pengertian, yaitu penerimaan yang cermat dari isi pesan yang disampaikan
komunikator sehingga tidak terjadi kesalahan penafsiran pesan oleh
komunikan.
2) Kesenangan, yaitu suasana yang menjadikan hubungan menjadi hangat,
akrab, dan menyenangkan.
3) Mempengaruhi sikap, yaitu kemampuan persuasif komunikator dalam
penyampaian pesan yang menimbulkan efek pada diri komunikan.
4) Hubungan sosial yang baik, yaitu tumbuhnya perasaan ingin bergabung
dengan orang lain, ingin mengendalikan dan dikendalikan, serta ingin
mecintai dan dicintai.
5) Tindakan, yaitu tindakan nyata yang dilakukan komunikasi setelah terjadi
pengertian, pembentukan dan perubahan sikap, serta tumbuhnya hubungan
yang baik.
B. Gaya Kepemimpinan
Menurut (Sutanto dan Stiawan, 2000) terdapat dua aspek bagi seorang
manajer dalam menjalankan tugasnya untuk mencapaitujuan tertentu antara lain:
1. Fungsi kepemimpinan
Yaitu fungsi yang dilaksanakan oleh pemimpin di lingkungan kelompoknya
agar secara operasional berhasil guna. Seorang pemimpin mempunyai dua
fungsi yaitu: fungsi yang berkaitan dengan tugas dan fungsi
sosial/pemeliharaan kelompok. Fungsi yang berkaitan dengan tugas dapat
meliputi pemberian perintah, pemberian saran pemecahan dan menawarkan
informasi serta pendapat. Sedangkan fungsi pemeliharaan kelompok/fungsi
sosial meliputi semua hal yang membentuk kelompok dalam melaksanakan
tugas operasinya untuk mencapai tujuan dan sasaran. Sebagai suatu misal
persetujuan dengan kelompok lain, menengahi ketidaksepakatan kelompok
dan sebagainya. Pemimpin yang berhasil menjalankan kedua fungsi tersebut
dengan baik adalah pemimpin yang berhasil.
2. Gaya kepemimpinan
Yaitu sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi
bawahan. Adadua macam gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada
karyawan.
            Sementara itu menurut Thoha (1991), mengemukakan empat gaya dasar
kepemimpinan. Keempat gaya dasar tersebut adalah sebagai berikut:
a. Direktif
Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan rendah dukungan karena
gaya ini dicirikan dengan komunikasi satu arah.
b. Konsultatif
Perilaku pemimpin yang tinggi pengarahan dan tinggi dukungan karena
dalam menggunakan gaya ini pemimpin masih banyak memberikan
pengarahan, tetapi hal ini diikuti dengan meningkatkan banyaknya
komunikasi dua arah dan perilaku mendukung, dengan mendengar
perasaan pengikut tentang keputusan yang dibuat, serta ide-ide, serta saran
mereka.
c. Partisipatif
Perilaku pemimpin yang tinggi dukungan dan rendah pengarahan karena
posisi control atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan
dipegang secara bergantian. Saat menggunakan gaya ini pemimpin dan
pemgikut saling tukar menukar ide dalam pemecah masalah dan
pembuatan keputusan.
d. Delegatif
Perilaku pemimpin yang rendah dukungan dan rendah pengarahan karena
pemimpin mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan
sehingga tercapai kesepakatan mengenai definisi masalah yang kemudian
proses pembuatan keputusan didelegasikan secara keseluruhan kepada
bawahan.
 Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Efektivitas Komunikasi
 Tabel kepemimipinan menurut skripsi Sulastri (2010), yaitu:
 No. Gaya Presentase Rata-rata
Kepemimpinan Tidak Pernah Jarang Sering
1. Direktif 46,1 43,4 10,5 1,64
2. Konsultatif 6,6 32,9 60,5 2,54
3. Partisipatif 2,6 6,6 90,8 2,88
4. Delegatif 7,9 56, 35,5 2,28
*) Rata-rata skor: 1,00-1,67 =  rendah ; 1,68-2,35 = sedang ; 2,36-3,00
C. Jenis Kepemimpinan
D. Dimensi Kepemimpinan
E. Struktur Tugas Kepemimpinan
Studi Kasus
1. PT. Mitrabuana Jayalestari Karawang
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Pada Bagian
Operator SPBU PT. Mitrabuana Jayalestari Karawang)
Tujuannya untuk mengetahui dan menganalisa gaya kepemimpinan
dan kinerja karyawan di PT Mitra Buana Jaya Lestari dan seberapa besar
hubungannya. Metode analisa yang digunakan adalah data kuantitatif
(angka) dan data kualitatif (bukan angka). Data kuantitatif dianalisis dengan
statistik. Data kualitatif adalah data yang berbentuk angka atau data yang
diangkakan. Metode kuantitatif yang digunakan adalah pengujian hipotesis
korelasi.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan:
a. Gaya Kepemimpinan yang di gunakan di PT Mitra Buana Jaya
Lestari adalah gaya kepemimpinan kharismatik, hal ini dapat dapat
dibuktikan berdasarkan dari hasil responden yang memberikan hasil
penilaian keseluruhan dengan rata-rata skor 286 yang berada pada
skala sering, dapat diartikan bahwa gaya kepemimpinan yang sering
digunakan adalah gaya kepemimpinan kharismatik.
b. Tingkat Kinerja Karyawan di PT Mitra Buana Jaya Lestari berada
pada tingkat baik. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan dari hasil
responden yang memberikan hasil penilaian kepada rekan kerjanya,
hasil keseluruhan dengan rata-rata skor 279,4 yang berada pada skala
baik.
c. Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan (α=5%)
terhadap Kinerja Karyawan di PT MitraBuana Jaya Lestari dengan
koefieisn korelasi sebesar 0,505. Sumbangan pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap kinerja karyawan adalah 25,5 persen
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak
diteliti.
Menurut Marpaung (2012:31) bahwa dengan kepemimpinan dan
teamwork pada koperasi pegawai yang dilakukan dengan baik di Sekjen
Kemdikbud yang berdiri sejak 1972, akhirnya terealisasi yang sebelumnya
koperasi Kemdikbud mempunyai sejarah berpecah-pecah. Jika mengacu pada
demensi humaniora, koperasi itu tidak harus pecah menjadi unit-unit
tersendiri sehingga bisa membantu anggota memberikan pelayanan yang
prima. Dimana sebelumnya sudah wacana untuk mempersatukan unit-unit
koperasi yang ada dilingkungan Kemdikbud. Kepemiminan adalah sebagai
pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan tujuan individu
untuk mencapai tujuan tertentu, proses untuk mempengaruhi orang lain untuk
memahami dan setuju dengan apa yang perlu dilakukan dan bagaimana tugas
itu dilakukan secara efektif, serta proses untuk menfasilitasi upaya individu
dan kolektif untuk mencapai tujuan bersama. Berhasil tidaknya seseorang
pemimpin di suatu perkantoran pemerintahan, yang dapat dilihat indikatornya
pada memberikan inspirasi kepada bawahan, melaksanakan dan
mengembankan, memberikan petunjuk pelaksanaan, menerima tanggung
jawab dan menyelesaikan persoalan.
2. BEM FP UNS
Pada organisasi BEM FP UNS gaya kepemimpinan yang paling sering
diterapkan adalah gaya kepemimpinan partisipatif dengan rata-rata skor 2,88.
Gaya kepemimpinan yang jarang digunakan adalah direktif. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai rata-rata skor yang paling kecil, yaitu 1,64.
Tabel Hubungan Gaya Kepemimpinan dengan Efektivitas Komunikasi
Organisasi
 No. Gaya Komponen Efektivitas Komunikasi Organisasi
Kepemimpinan Pengertian Kesenangan Mempengaruhi Hubungan Tindakan
Sikap Sosial
yang Baik
1 Direktif -132 -.282* -190 -.337** -.238*
2 Konsultatif .359** .310** .290* .166 .099
3 Partisipatif .235* .416** .399** .340** .120
4 Delegatif -.059 -.255* -.38 .002 -.128
Keterangan: * berhubungan nyata (p<0,05);
                     ** berhubungan sangat nyata (p<0,01)
Kasus-kasus hubungan nyata atau sangat nyata antara gaya
kepemimpinan dengan efektivitas komunikasi dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1) Gaya kepemimpinan direktif berhubungan dengan kesenangan dan
tindakan dan berhubungan sangat nyata dengan hubungan sosial yang
baik. Hubungan tersebut bersifat negatif, artinya jika gaya kepemimpinan
direktif diterapkan oleh pimpinan BEM FP UNS, maka kesenangan,
hubungan sosial yang baik, dan tindakan dari anggota berkurang.
2) Hubungan nyata terjadi antara gaya kepemimpinan konsultatif dengan
mempengaruhi sikap. Hubungan sangat nyata terjadi antara gaya
kepemimpinan konsultatif dengan ketiga komponen keefektivan
komunikasi tersebut positif. Hal ini memberikan makna bahwa jika
pimpinan BEM FP UNS menerapkan gaya kepemimpinan ini, maka
pengertian anggota akan lebih mengerti, selain itu juga  akan
meningkatkan kesenangan mempengaruhi sikap anggota.
3) Gaya kepemimpinan partisipatif berhubungan nyata dengan pengertian
dan berhubungan sangat nyata dengan kesenangan, mempengaruhi sikap,
dan hubungan sosial yang baik. Hal ini sejalan dengan penerapan gaya
kepemimpinan pastisipatif oleh pimpinan tertinggi BEM FP UNS. Sifat
hubungannya adalah positif. Yang artinya akan menimbulkan pengertian,
kesenangan, mempengaruhi sikap, dan hubungan sosial yang baik jika
gaya kepemimpinan partisipatif diterapkan oleh pimpinan tertinggi BEM
FP UNS.
4) Gaya kepemimpinan delegatif berhubungan nyata dengan kesenangan,
sifat hubungannya negatif. Artinya, ketika pimpinan tertinggi
menerapkan gaya kepemimpinan ini maka anggota tidak akan senang.
Gaya kepemimpinan delegatif merupakan gaya kepemimpinan dimana
pemimpin mendelegasikan tugas atau pekerjaan pada anggotanya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:
1. Kepemimpinan adalah
2. Gaya kepemimpinan adalah
3. Berdasarkan studi kasus yang ada, gaya kepemimpinan dari PT Mitra Buana
Jaya Lestari dan BEM FP UNS ….
DAFTAR PUSTAKA
Sutanto, Eddy Madiono dan Stiawan Budhi, 2000. Peranan Gaya Kepemimpinan
yang Efektif dalam Upaya Meningkatkan Semangat dan Kegairahan Kerja
Karyawan di Toserba Sinar Mas Sidoarjo. Jurnal Manajemen &
Kewirausahaan Vol. 2, No. 2, September 2000: 29 – 43.
Stoner, James A F, 1986. Manajemen Jilid II Edisi Kedua Terjemahan. Jakarta:
Erlangga.
Gibson, Ivancevich and Donnely, 1987. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses
Edisi Kelima Terjemahan. Jakarta: Erlangga.
Kadarman, A.M., et.al, 1992. Pengantar Ilmu Manajemen: buku panduan
mahasiswa. Jakarta: A.A. Bakelma VitgeversB.V.
Kossen, Stan, 1986. Aspek Manusiawi dalam Organisasi Terjemahan. Jakarta:
Erlangga.
Wahjosumidjo, 1999. Kepemimpinan dan Motivasi, Ghalia Indonesia.
Edwin B. Flippo, 2000. Manajemen Personali. Jakarta: Erlangga
Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Edisi Dua,
Jakarta, Bumi Aksara, 2003

Anda mungkin juga menyukai