Anda di halaman 1dari 197

KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN


DAN PENGENDALIAN

INFEKSI

RSIA SETYA BHAKTI

Jln.Raya Bogor Km.30 Cimanggis- Depok 16953

Telp. (021)871 1517 – 871 1518, Fax. (021)8771 1809


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada
waktu pasien dirawat di rumah sakit. Bagi Beberapa kejadian infeksi nosokomial
mungkin tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi ia menjadi penyebab penting
pasien dirawat lebih lama di rumah sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan
dalam kondisi tidak produktif, disamping pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan
biaya lebih besar.
Penyebabnya oleh kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau yang
dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman endogen. Dari batasan ini dapat disimpulkan
bahwa kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang secara potensial dapat dicegah
atau sebaliknya ia juga merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah.

Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting daam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan.
Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan,tenaga kesehatan dan pengunjung
dirumah sakit. Dihadapkan pada resiko terjadinya infeksi yang diperoleh di rumah
sakit,baik karena perawatan atau datang berkunjung ke rumah sakit.

Infeksi dirumah sakit adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien
di rawat dirumah sakit setelah 24 jam dirawat dan pada saat masuk tidak sedang dalam
inkubasi. HAI’s (healthcare associates infections/infeksi yang terjadi di rumah sakit
atau di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan masalah global yang
mengancam bidang kesehatan.

Dampak infeksi yang didapat dirumah sakit bagi pasien yang dirawat
merupakan masalah yang serius karena memberikan bertambahnya masalah dan
komplikasi kepada pasien serta dapat menimbulkan kecacatan selain itu dapat menjadi
penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi di rumah sakit
menyebabkan bertambahnya hari rawat boleh karena itu biaya perawatan meningkat
sehingga pihak rumah sakit atau asuransi kesehatan akan mengeluarkan biaya yang
lebih besar.
2
Penyebab infeksi di rumah sakit oleh kuman yang berada dilingkungan rumah
sakit disebut kuman eksogen atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien itu
sendiri yaitu kuman endogen, dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa kejadiian
infeksi dirumah sakit dapat dicegah dengan mengikuti prosedur pencegahan dan
pengendalian infeksi yang sudah ditetapkan dengan biaya relatif lebih murah.

Infeksi yang didapat di rumah sakit merupakan masalah yang penting diseluruh
dunia dan hingga saat terus meningkat di beberapa Negara berkembang pada Negara
maju tingkat infeksi semakin menurun dengan diterapkan prosedur pencegahan dan
pengendalian infeksi secara disiplin dan konsekwen karena keselamatan pasien
merupakan hal yang menjadi utama dan agar biaya yang ditanggung pihak asuransi
menjadi lebih murah pada Negara berkembang hal ini terjadi sebaliknya, tingkat
Pencegahan dan Pengendalian infeksi perlu diterapkan secara nasional. di rumah sakit
di Indonesia hingga saat ini belum begitu jelas, belum ada angka yang pasti mengenai
tingkat /nilai infeksi yang terjadi dirumah sakit.

Untuk meminimalkan resiko terjadinya infeksi dirumah sakit dan fasilitas


pelayanan kesehatan lainnya harus diterapkan kegiatan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi/PPI, yang meliputi Perencanaan Pelaksanaan, Pembinaan, Pendidikan dan
Pelatihan, Monitoring dan Evaluasi yang berkesinambungan RS Tugu Ibu mulai
mencanangkan Program kebersihan tangan mulai tahun 2008 dengan menyediakan
alcohol hand rub ditempat tidur pasien

B. Tujuan
Tujuan utama program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah
mengurangi resiko terjadinya endemic dan epidemic nosokomial pada pasien yang
dirawat, petugas kesehatan dan pengunjung.

1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit melalui pencegahan dan pengendalian
infeksi, yang dilaksanakan oleh semua departemen/unit di RS yang meliputi,
manajemen risiko, clinical governance, serta Kesehatan dan Keselamatan Kerja.

3
2. Tujuan khusus
- Rumah sakit mempunyai Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Nosokomial
- Rumah sakit dapat melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Nosokomial dengan baik dan benar.
- Terbentuknya organisasi PPI RS oleh direktur RS, sehingga tugas, program,
wewenang dan tanggung jawab program PPI jelas.
- Dimanfaatkannya semua sumber daya yang ada di rumah sakit secara efektif &
efisien dalam pelaksanaan PPI RS.
- Menurunnya angka kejadian Infeksi Nosokomial di RS secara bermakna.
- Dipantau & dievaluasinya program PPI RS.

C. Ruang Lingkup Pelayanan


Komite Pencegahan dan Pengendalian mencakup semua pelayanan dan semua
sumber daya Rumah Sakit yang ada dari hulu sampai hilir yaitu dari Pelayanan rawat
jalan, rawat inap, IGD, High Care, Peristi, Ruang bersalin, OK termasuk Cleaning
Servis, Petugas Laundry, Petugas Gizi, Kesling, Bagian Umum, Perawat, Dokter dan
lain-lain. Mencakup juga pasien, keluarga pasien dan pengunjung lain.
Terutama mengenai perubahan prilaku, pengetahuan dan kebiasaan mengenai
pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial yang terjadi di Rumah Sakit. Bahwa
sangat penting sekali untuk memulai mencegah infeksi khususnya yang ada di Rumah
Sakit melalui perubahan perilaku dan kebiasaan, contoh seperti membiasakan selalu
mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

D. Batasan Operasional
1. Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit. Yang
termasuk infeksi nosokomial adalah :
a. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda / gejala atau tidak dalam masa
inkubasi infeksi tersebut.
b. Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit.
c. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang
berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau
mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.

4
2. Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan
angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit.
3. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus menerus terhadap
timbulnya dan penyebaran infeksi nosokomial pada suatu peristiwa yang menyebabkan
meningkatkan atau menurunkan resiko infeksi.
4. Kejadian yang menarik perhatian umum dan mungkin menimbulkan kehebohan / ketakutan
di kalangan masyarakat atau menurut pengamatan epidemiologis dianggap adanya
peningkatan yang berarti dari kejadian kesakitan / kematian.
5. Suatu kejadian di rumah sakit dapat disebut Kejadian Luar Biasa(KLB) bila Proportional
rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan dibandingkan
dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama selama periode
waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukan kenaikan dua kali atau lebih atau
terdapat satu kejadian pada keadaan dimana sebelumnya tidak pernah ada.

E. Landasan Hukum
 UURI No. 29 Th. 2004 tentang Praktik Kedokteran
 UURI No. 36 Th. 2009 tentang Kesehatan
 UURI No. 44 Th. 2009 tentang Rumah Sakit
 UURI No. 8 Th. 1999 ttg Perlindungan Konsumen
 PP No. 32 Th. 1996 ttg Tenaga Kesehatan
 Permenkes RI No. 159b/Menkes/Per/II/1988 ttg Rumah Sakit
 Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 ttg Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit
 Permenkes RI No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 ttg Standar Pelayanan Rumah Sakit
 Permenkes RI No. 1575/Menkes/Per//2005 ttg Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan

5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


I. KETUA
Kriteria : Seorang dokter yang mempunyai pengetahuan dan berminat pada penyakit infeksi
dan epidemiologi
o Tanggung jawab :
Secara administratif dan fungsional bertanggungjawab seluruhnya terhadap pelaksanaan
program PPIRS.
o Tugas pokok :
Mengkoordinasi semua pelaksanaan kegiatan program PPI RS
o Uraian tugas:
 Menyusun, merencanakan dan mengevaluasi program kerja PPI
 Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI
 Memimpin, mengkoordinir dan mengevaluasi pelaksanaan PPI
 Bekerjasama dengan tim PPI dalam melakukan investigasi masalah atau KLB HAIs
(Healthcare Assosiated Infection)
 Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan dan
pengendalian infeksi
 Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan pelayanan
kesehatan lainnya dalam PPI
 Mengusulkan pengadaan alat dan bahan kesehatan, cara pemrosesan alat,
penyimpanan alat dan linen yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi yang
menggunakan.
 Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan SDM rumah sakit dalam PPI
 Bertanggung jawab terhadap koordinasi dengan bagian unit kerja terkait
 Berkoordinasi dengan unit terkait PPI
 Memimpin pertemuan rutin setiap bulan dengan anggota PPI untuk membahas dan
menginformasikan hal – hal penting yang berkaitan dengan PPI
 Meningkatkan pengetahuan anggota, membuat dan memperbaiki cara kerja dan
pedoman kerja yang aman dan efektif

6
 Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan renovasi
ruangan
 Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi.
 Menghadiri pertemuan manajemen, bila dibutuhkan

II. SEKRETARIS
Kriteria : Mempunyai pengetahuan, ketrampilan khusus dan epidemiologi penyakit infeksi,
bakteriologi dan sanitasi
1. Tanggung Jawab :
Secara administratif dan fungsional bertanggung jawab kepada ketua PPIRS
2. Tugas Pokok :
Ikut berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan Program PPIRS
3. Uraian Tugas :
 Mengatur rapat dan jadwal rapat PPI
 Menyiapkan ruang rapat dan perlengkapannya yang diperlukan
 Menyusun kesimpulan sidang dan notulen rapat

IV. IPCN ( Infection Prevention Controle Nurse )


Kriteria :
 Perawat dengan pendidikan minimal DIII dan memiliki sertifikasi PPI

 Memiliki komitmen dibidang pencegahan dan pengendalian infeksi

 Memiliki kemampuan leadership, inovatif dan confident

 Memiliki pengalaman sebagai kepala ruang atau setara

 Bekerja purna waktu

Tugas dan tanggung jawab :


1. Mengunjungi ruangan setiap hari untuk memonitor kejadian infeksi yang terjadi
dilingkungan kerjanya, baik rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
2. Memonitor dan melaksanaan surveillance PPI, penerapan SOP, kepatuhan petugas
dalam menjalankan kewaspadaan isolasi
3. Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada ketua PPI
4. Bersama tim PPI memberikan pelatihan tentang PPI kepada petugas di rumah sakit dan
fasilitas kesehatan lainnya

7
5. Melakukan investigasi apabila terjadi KLB infeksi dan bersama ketua PPI memperbaiki
kesalahan yang ada
6. Bersama ketua PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI RS
7. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari
petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya
8. Bersama ketua PPI menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang PPI
yang diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit.
9. Audit pencegahan dan pengendalian infeksi terhadap penatalaksanaan limbah, loundry,
gizi dll
10. Memonitor kesehatan lingkungan
11. Memonitor terhadap pengendalian pemakaian antibiotika yang rasional
12. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI
13. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
14. Melakukan edukasi kepada pasien, keluarga pasien dan pengunjung rumah sakit
tentang PPIRS
15. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga tentang
topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi.
16. Sebagai koordinator antar departemen / unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi di rumah sakit.
17. Membuat laporan surveilans bulanan dan tahunan dan melaporkan kepada tim PPI

V. IPCLN (Infection Prevention Controle link Nurse )


Kriteria IPCLN :
1. Perawat dengan pendidikan minimal D3 dan memiliki sertifikat PPI
2. Memiliki komitmen di bidang pencegahan dan pengendalian infeksi
3. Memiliki kemampuan Leadership
Tugas dan tanggung jawab IPCLN :
Sebagai perawat penghubung / perawat pelaksana bertugas :
1. Mengisi dan mengumpulkan data indikator mutu di unit rawat inap masing-masing
dan menyerahkannya kepada IPCN
2. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan pencegahan dan
pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unitnya masing-masing.
3. Memberitahukan kepada IPCN dan membuat laporan apabila ada kecurigaan adanya
HAIs pada pasien

8
4. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi
pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus
dijalankan bila belum paham.
5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan Standar
Isolasi

VI. Anggota tim

1. Tanggung Jawab :
Secara administratif dan fungsional bertanggung jawab kepada Ketua dan Wakil PPIRS
dalam pelaksanaan program kerja PPIRS di setiap unitnya masing-masing
2. Tugas Pokok :
Membantu pelaksanaan semua kegiatan di Program PPIRS di Unit masing-masing
3. Uraian Tugas :
 Melaksanakan semua kegiatan di program PPIRS di Unit masing-masing
 Memonitoring pelaksanaan PPI, penerapan SPO terkait PPI di Unit masing-
masing
 Mengaudit pelaksanaan PPI di Unit masing-masing
 Membuat laporan evaluasi kegiatan program PPI di Unitnya
 Memberikan penyuluhan / pendidikan kepada staff tentang upaya-upaya PPI
di unitnya

9
KOMITE PPI

Nama & Jabatan Pendidikan Sertifikasi Jumlah

 1

10
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Ketenagaan didalam PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) mencakup
ketenagaan disetiap unit yang terdiri dari :
 Dokter spesialis
 Dokter umum
 Petugas laboratorium
 Petugas Farmasi
 Perawat PPI / IPCN
 Petugas CSSD
 Petugas Loundry
 Petugas instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit
 Petugas sanitasi
 Petugas Housekeeping
 Petugas kamar jenazah
 Perawat IPCLN disetiap unit pelayanan rawat inap
Kualifikasi Sumber Daya Manusia

A. Kualifikasi Komite PPI

No Sekretaris Anggota
Ketua

1 Dokter Spesialis Perawat Senior Seluruh


Penyakit Dalam (IPCN) perwakilan dari
unit-unit RS

B. Kualifikasi Tim PPI

No Sekretaris Anggota/IPCLN
Ketua

1 Perawat Senior Perawat Senior Seluruh Perwakilan


(IPCN) dengan Pelatihan perawat pelaksana
dasar PPI unit Pelayanan

11
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang
Ruang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang berada di Ruang sebelahan tata usaha
lantai 2 yang dilengkapi dengan komputer, printer, meja kerja, kursi dan ruangan ber AC

B. STANDAR FASILITAS
Ruangan Komite PPI berisi dengan fasilitas sbb;
- 2 buah meja dan 4 kursi
- 1 buah lemari arsip

12
BAB IV

TATALAKSANA PELAYANAN

A. Konsep Dasar Penyakit Infeksi

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk di
Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (Community
acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired infection) yang
sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosocomial. Dengan berkembangnya system
pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak
hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan
perawatan di rumah (home care). Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai
prosedur berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien (yang lain) atau
bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan
asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosocomial (Hospital acquired infection) diganti
dengan istilah baru yaitu “healthcare-associated infections” (HAIs) dengan pengertian yang
lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Juga
tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat
pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau
didapat di rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit (Hospital infection).
Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya infeksi rumah
sakit, perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit infeksi. Pada bab ini akan
dibahas mengenai beberapa pengertian tentang infeksi dan kolonisasi, inflamasi, rantai
penularan penyakit, faktor risiko terjadinya infeksi (HAIs), serta strategi pencegahan dan
pengendalian infeksi.

13
B. Beberapa Istilah
a. Kolonisasi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,
dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa disertai
adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh penjamu tidak dalam
keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan
kuman pathogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke
orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai “Carrier”.
b. Infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular atau infeksius: adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat
berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
e. Inflamasi (radang atau peradangan local): merupakan bentuk respon tubuh terhadap
suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan atau luka bakar),
yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor),
pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
f. “Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS): sekumpulan gejala klinik
atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat
sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut: (1)
hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil. (2) takikardi (sesuai
usia), (3) takipnoe (sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia (sesuai usia)
atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS dapat
disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti trauma, pembedahan, luka bakar,
pankreatitis atau gangguan metabolic. SIRS yang disebabkan infeksi disebut
“Sepsis”.
g. ) “Healthcare-associated infections” (HAIs: An infection occurring in a patient
during the process of care in a hospital or other healthcare facility which was
not present or incubating at the time of admission. This includes infections
acquired in the hospital but appearing after discharge, and also occupational
infections among staff of the facility.

14
C. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat
dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan
tersebut adalah:
a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, rickettsia, jamur dan
parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi
yaitu: patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”).
b. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organic lainnya. Pada
orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina
merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, salura kemih dan
kelamin, kulit dan membrane mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh
lain.
d. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen
infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara
penularan yaitu : (1). Kontak : langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3)
airborne, (4) melalui vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan (5) melalui
vector (biasanya serangga dan binatang pengerat).
e. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
penjamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui saluran pernafasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lender, serta kulit yang tidak utuh
(luka).
f. Pejamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau
penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status, gizi, status
imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan,
pengobatan dengan imunosupresan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah
jenis kelamin, rasa tau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan
herediter.

15
Host/ Agen Reser
pejamu
rentan Reservoar

INFEKSI
Tempat Tempat
masuk keluar

Metode
penularan

Gambar : Skema rantai penularan penyakit infeksi

D. Faktor risiko “healthcare-associated infections” (HAI)


a. Umur : neonatus dan lansia lebih rentan
b. Status imun yang rendah/ terganggu (imunokompromais) : penderita dengan
penyakit kronis, penderita keganasan, obat-obat imunosupresan.
c. Interupsi barrier anatomis
 Kateter urin : meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih
 Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi luka operasi (ILO) atau
“surgical site infection” (SSI)
 Intubasi pernafasan : meningkatkan kejadian “hospital acquired pneumonia”
(HAV/VAP)
 Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infus (ILI), “Blood
stream infection” (BSI)
 Luka bakar dan trauma
d. Implantasi benda asing
Indwelling catheter
Surgical suture material
Cerebrospinal fluid shunts
Valvular/ vascular prostheses
e. Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotika yang tidak bijaksana
menyebabkan timbulnya kuman yang resisten terhadap berbagai antibiotika.

16
E. Pencegahan dan pengendalian infeksi
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas
pejamu, agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi
faktor risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi
insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas
kesehatan.Menurut dataWHO dari hasil survey di 24 negara Pling sedikit 9 % ( 3% -
21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien yang dirawatnenderita HAI’s .Pada tanggal 5 Mei
Pencanangan WHO tentang Global Aliancefor patient safety ,selanjutnya pada
tahun kedua untuk mengurangi kejadian infeksi yakni the second Global Patient
safety challenge adalah mengenai Save Surgery Save Live dan yang ketiga 2011
global Patient safety challenge challenge yaltu’” Tackling Antimicrobial
resistance”

F. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi


a. Peningkatan daya tahan pejamu
Daya tahan pejamu dapat meningkat dengan pemberian imunisasi aktif (contoh
vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif (immunoglobulin). Promosi
kesehatan secara umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya
tahan tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi
Inaktivasi agen infeksi dapat dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi.
Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air, desinfeksi.
c. Memutus rantai penularan
Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan penyakit
infeksi, tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam
melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah
disusun dalam suatu “isolation precaution” (kewaspadaan isolasi) yang terdiri dari
dua pilar/ tingkatan yaitu “standard precaution” (kewaspadaan standar) dan
“transmission-based precaution” (kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
d. Tindakan pencegahan paska pajanan (“post exposure prophylaxis”/ PEP)
terhadap petugas kesehatan
Hal ini terutama berkaitan dengan pencegaha agen infeksi yang ditularkan melalui
darah dan cairan tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas
17
pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian adalah
hepatitis B, hepatitis C dan HIV.

Kewaspadaan Isolasi./Isolation precautions adalah terdiri dari ;


1. Standard Precautions /Kewaspadaan Standar
2. Transmission-based precautions/ Kewaspadaan berbasis transmisi

Penerapan Kewaspadaan Standar merupakan Bagian dari pencegahan dan


pengendalian infeksi yang tidak terlepas dari peran masing-masing pihak yang terlibat
didalamnya yaitu pimpinan termasuk staf administrasi.Staf pelaksana Pelayanan termasuk staf
penunjangnya dan juga para pengguna yaitu pasien dan pengunjung sarana kesehatan tersebut
.Program ini hanya dapat berjalan apabila masing-masing pihak menyadari dan memahami dan
peran dan kedudukan masing-masing.
Kewaspadaan standar terdiri dari;
o Kebersihan tangan
o Sarung tangan,masker,goggle, face shield ,gaun
o Peralatan perawatan pasien
o Pengelolaan Limbah
o Pengendalian lingkungan
o Perlindungan & kesehatan karyawan.
o Penempatan pasien
o Hygiene respirasi/Etika batuk
o Praktek menyuntik aman
o Praktek pencegahan infeksi unt prosedur lumbal pungsi
Berlaku untuk semua pasien, setiap waktu dan di semua fasilitas yankes atau
kewaspadaan standar seabagai kewaspadaan tingkat pertama yang merupakan kombinasi
antara universal precautions ( UP) secara garis besar dengan body substance isolations (BSI)
yang menekankan kewaspadaan terhadap bahan-bahan berupa darah semua cairan
tubuh.sekreta.ekstreta ( tanpa memandand dia mengandung darah atau tidak ) kulit dan mukosa
yang tidak utuh.Selanjutnya disebut juga sebagai Universal Precautions atau dikenal sebagai
kewaspadaan standard yang merupakan kewaspadaan yang bersifat umum dan diterapkan
standard kepada semua pasien tanpa memandang status diagnosisnya.
Transmission Based Precautions adalah kewaspadaan tingkat kedua yaitu kewaspadaan
terhadap infeksi berdasarkan cara penularan dirancang sebagai tambahan dari kewaspadaan
universal tersebut diatas.kalau diperlukan dan untuk diterapkan kepada pasien yang terbukti
18
atau diduga berpenyakit menular yang secara epidemiologis bermakna mengidap kuman
pathogen atau terinfeksi oleh kumsn patogen yang memerlukan kewaspadaan standar. Untuk
mencegah transmisi yang disebut kewaspadaan transmisi yang terdiri dari 3 universal yang
mencegah transmisi silangnya dikenal tiga jenis kewaspadaan transmisi yaitu.
a.Kewaspadaan terhadap Transmisi udara ( airborne Precautions)
b.Kewaspadaan transmisi penularan melalui percikan ( droplet precautions) dan
c.Kewapadaan terhadap penularan melalui kontak ( contak precautions)
Sejak tahun 1970 sewaktu CDC pertama kali memperkenalkan system
Category penyakit khusus dari kewaspadaan isolasi banyak kebijakan praktek yang berbefda
untuk mecegah penyebaran infeksi di rumah sakityang direkomendasikan secara tradisional
.Pencegahan barrier ( misalnya cuci tangan dan sarung tangan ) telah dipakai untuk
mengurangi resiko transmisi dari infeksi nosokomial ke dan dari pasien yang dirawat di rumah
sakit.Timbulnya penyakit yang ditularkan lewat darah seperti AIDS.Hepatiyis C ( HVC). Pada
tahun 1980an bersamaan dengan timbulnya kembali tuberkolosis pertama tama membawa
kepada diperkenalkannya kewaspadaan universal (KU) pada tahun 1985 dan selanjutnya
system isolasi duh tubuh ( IDT) pada tahun 1987 . tahun 1996 CDC dan Hospital infections
control practices advisory committee ( HICPAC ) menerbitkan siztem baru kewaspadaan
isolasi ( GARNER dan HICPAC 1996) system ini melibatkan pendekatan dua lapis. (
kewaspadaan standard) dan ( Kewaspadaan berdasar transmisi) .

Peran pimpinan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi


Untuk dapat bekerja secara maksimal Tenaga kesehatan harus selalu mendapat
perlindungan dari resiko tertular penyakit. Pimpinan berkewajiban menyusun kebijakan
mengenai kewaspadaan standar. Memantau dan memastikan bahwa kewaspadaan standar dapat
dilaksanakan tenaga kesehatan dengan baik. Pimpinan Bertanggung jawab atas pengangaran
dan ketersedian sarana untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kewaspadaan standar diunit
yang dipimpinnya.
Peran Tenaga kesehatan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi. Tenaga kesehatan
juga bertanggung jawab dalam menggunakan sarana yang disediakan dengan baik dan benar
serta memelihara sarana agar selalu siap pakai dan dapat dipakai selama mungkin. Secara rinci
kewajiban dan tanggung jawab tersebut meliputi :
Bertanggung jawab melaksanakan dan menjaga keselamatan kerja di- lingkungannya. wajib
mematuhi intruksi yang diperintahkan dalam rangka kesehatan dan keselamatan kerja dan
membantu mempertahankan lingkungan bersih dan aman serta mematuhinya dalam pekerjaan
sehari-hari.
19
Tenaga Kesehatan yang menderita penyakit yang dapat meningkatkan resiko penularan
infeksi baik dari dirinya ke pada pasien ataupun sebaliknya sebaiknya tidak merawat pasien
secara langsung. Sebagai contoh misalnya pasien penyakit kulit basah seperti eksim bernanah
harus ditutupi kelainan kulit tersebut dengan plester kedap air. bila memungkinkan maka
tenaga tersebut sebaiknya tidak merawat pasien.
Bagi tenaga kesehatan yang mengidap HIV mempunyai kewajiban moral untuk
memberitahu alasannya tentang status serologi bila dalam pelaksanaan status serology tersebut
dapat menjadi resiko pada pasien Misalnya tenaga kesehatan dengan status HIV positif dan
menderita eksim basah.
Peran pasien dan keluarganya dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Setiap orang berhak atas privasi dan sekaligus berkewajiban menjaga keselamatan
orang lain. Dengan demikian bila seorang pasien yang mengetahui dengan pasti menderita
penyakit yang dapat menular pada orang lain. Termasuk terhadap tenaga kesehatan yang
melayaninya. Maka ia berkewajiban moral untuk memberitahukannya. Terutama bila terjadi
kecelakaan kerja berupa luka tusuk terkena alat tajam lain pada seorang tenaga kesehatan.
Pasien seperti diatas sebaiknya member informasi atau izin untuk pemeriksaan darah guna
membantu tindak lanjut bagi tenaga kesehatan yang mengalami kecelakaan Dalam hal ini
petugas kesehatan wajib memberikan penyuluhan yang jelas tentang penerapaan kewaspadaan
standar tanpa berlebihan dan tidak menyinggung perasaaan pasien sehingga dapat
membangkitkan rasa tanggung jawab pasien mengenai resiko yang sedang mereka hadapi
dengan begitu pasien akan dengan suka rela membuka diri member informasi serta
memberikan izin pemeriksaan yang diperlukan lebih lebih pada persiapan tindakan yang
beresiko.
Ikatan kekerabatan diindonesia dikenal sangat kuat bila salah satu anggotanya ada yang
dirawat. Anggota keluarga yang lain akan membantu dengan cara menunggu di rumah sakit
ataupun dengan cara menjenguknya secara teratur atau setiap saat. Para penunggu atau
pengunjung tersebut potensial untuk menjadi sarana penyebaran infeksi. Dengan demikian
peran keluarga dalam pengendalian infeksi tersebut menjadi penting pula.Keluarga perlu
dilibatkan dalam setiap upaya penyembuhan ataupun upaya lain yang terkait dalam perawatan
pasien. Banyak informasi yang dapat digali dari keluarga dalam upaya memberikan pelayanan
ataupun upaya pencegahan infeksi pada umumnya. Anggota keluarga pasien berhak untuk
tidak mendapatkan penularan infeksi pada umumnya. Anggota keluarga pasien berhak untuk
tidak mendapatkan penularan infeksi selama mereka menjalankan fungsi sosialnya. Baik
sebagai pengunggu atatupun sebagai pengunjung.Oleh karena itu mereka berhak pula untuk

20
mendapatkan informasi secukupnya agar dapat Melindungi diri mereka dari infeksi tanpa
mengabaikan hak pasien untuk tetap terjaga kerahasiannya.
Hal ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya agar dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular terutama HIV-AIDS dan
diterapkan juga untuk menghadapi penyakit-penyakit infeksi lainnya ( emerging infections
diseases) yang mungkin akan muncul dimasa mendatang terutama yang menular melalui
kontak darah ( blood borne).

I.KEBERSIHAN TANGAN
Hygiene tangan merupakan cara yang efektif untuk mematahkan mata rantai infeksi oleh karena
itu karena itu perlu diketahui tehnik yang sederhana tentang mencuci tangan
1.Subjek yang harus mencuci tangan
Setiap yang langsung kontak dengan pasien ,bertanggung jawab untuk mencegah
penyebaran kuman pathogen dan diwajibkan mencuci tangan dengan seksama
2.Waktu mencuci tangan
-Pada saat tiba di rumah sakit.Untuk mencegah terbawanya kuman dari luar rumah
Sakit
-Sebelum masuk ruang rawat dan ruang operasi
3.Cuci tangan biasa/rutin; -Dengan menggunakan air bersih dan mengalir
-Dengan menggunakan sabun
-Sela –sela jari tangan dan kuku harus dibersihkan
-membiasakan dengan air bersih dan mengalir sampai
bersih
-Kemudian dilap dengan lap kering (sekali pakai)
4. Mencuci tangan untuk pembedahan
-Lepaskan semua perhiasan yang ada ditangan
-Gunakan air bersih mengalir yang menggunakan antiseptik dan anti mikroba
-Basahi tangan hingga siku
-Hindarkan tangan yang telah tercuci dari sentuhan barang-barang yang ada
disekitarnya
-lamanya cuci tangan untuk pembedahan (surgical scrub) lebih lama dari mencuci
tangan biasa

21
Sebagai upaya untuk mempromosikan kebersihan tangan Komite PPI telah memulai
program kebersihan tangan sejak 2008 dan melakukan audit kebersihan tangan sejak 2010, juga
untuk menyakinkan pihak manajemen dan seluruh petugas kesehatan bahwa kebersihan tangan
sangat penting dipatuhi karena dapat menurunkan resistensi kuman dengan melakukan evaluasi
hubungan pola resistensi kuman RS sejak dilakukan program kebersihan tangan dengan hasil
audit kebersihan tangan 2010 ,2011 -2012 .

Komite PPI RSIA Setya Bhakti

1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua telapak
tangan secara lembut dengan arah memutar.

2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian

3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih

22
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci

5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian

6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan

23
Atau pada poster yang lebih ringkas pada gambar berikut ini :

5. WAKTU PENTING UNTUK CUCI TANGAN


6. 5 Momen Guna
1. Sebelum kontak dengan pasien - Melindungi pasien dari kuman yang anda bawa
- Juga untuk melindungi pasien
2. Sebelum tindakan aseptik
- Melindungi anda dan lingkungan dari kuman
3. Setelah terkena cairan tubuh pasien
- Melindungi anda dan lingkungan dari kuman
4. Setelah Kontak dengan pasien
- Melindungi anda dan lingkungan dari kuman
5. Setelah kontak dengan lingkungan
sekitar pasien

24
SIAPA SAJA YANG WAJIB CUCI TANGAN
6. Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti: dokter, perawat dan
petugas kesehatan lainnya (fisioterapi, laboratorium, teknisi)
7. Setiap orang yang ada kontak dengan pasien, meskipun tidak langsung seperti : ahli
gizi, farmasi dan petugas laboratorium
8. Setiap personil yang berkontribusi dengan prosedur yang dilakukan terhadap pasien
9. Setiap orang yang bekerja di rumah sakit

Dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi, praktek membersihkan tangan
adalah untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan. Tujuan kebersihan tangan
adalah untuk meghilangkan semua kotoran serta menghambat atau membubun sebagian
mikroorganisme pada permukaan kulit.Mikroorganisme di tangan ini diperoleh dari kontak
dengan pasien dan lingkungan. Sejumlah mikroorganisme permanen juga tinggal di lapisan
terdalam permukaan kulit yaitu : staphylococcus epidermidis. Selain memahami panduan dan
rekomendasi untuk kebersihan tangan, para petugas kesehatan perlu memahami indikasi dan
keuntungan dari kebersihan tangan.

1.1. Definisi

 Mencuci tangan : Proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari
kulit tangan dengan sabun biasa dan air.

 Flora Transien dan Flora residen pada kulit : Flora transien diperoleh melalui
kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain dan permukaan lingkungannya ( misalnya
meja periksa, lantai atau toilet). Organisme ini tinggal dipermukaan luar kulit dan
terangkat sebagian dengan mencuci tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air
mengalir.

Flora Residen tinggal dilapisan kulit lebih dalam serta didalam folikel rambut, dan
tidak dapat dihilangkan seluruhnya, bahkan dengan pencucian dan pembilasan keras
dengan sabun dan air bersih. Pada sebagian besar kasus, flora residen kemungkinan
kecil terkait dengan penyakit infeksi yang menular melalui udara, seperti flu burung.
Tangan atau kuku dari petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh
organism yang menyebabkan infeksi seperti S.aureus, batang Gram negative atau ragi.

25
 Air bersih : Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan di saring sehingga aman
untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya ( misalnya mencuci tangan dan
membersihkan instrument medis) karena memenuhi standar kesehatan yang telah
ditetapkan. Pada keadaan minimal, air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan
memiliki turbiditas rendah ( jernih, tidak berkabut).

 Sabun : Produk – produk pembersih ( batang, cair, lembar atau bubuk) yang menurunkan
tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme
yang menempel sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepas
mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptic ( antimikroba) selain melepas
juga menguarangi atau menghambat pertumbuhan dari hampir sebagian besar
mikroorganisme.

 Agen antiseptik atau antimikroba ( istilah yang digunakan ): Bahan kimia yang
diaplikasikan diatas kulit atau jaringan hidup lain untuk menghambat atau membunuh
mikroorganisme ( baik yang sementara maupun yang menetap), sehingga mengurangi
jumlah hitung bakteri total.

Contoh :

 Alkohol 60 – 90 % ( etil dan isopropyl atau metal alcohol).

 Klorheksidin glukonat 2 – 4 % ( Hibiclens, Hibiscrub, hibitane).

 Klorheksidin glukonat dan cetrimide, dalam berbagai konsentrasi ( savlon).

 Yodium 3 %, yodium dan produk alcohol berisi yodium atau tincture ( yodium
tincture) iodofor 7,5 – 10 %, berbagai konsentrasi ( bethadine / wescodyne).

26
 Klorksinelol 0,5 – 4 % ( para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai
konsentrasi ( detotol)

 Triklosan.

 Emmolient : Cairan organism, seperti glycerol, propilen glikol atau sorbitol yang
ditambahkan pada handrub dan losion. Kegunaan emmolient untuk melunakkan kulit dan
membantu mencegah kerusakan kulit ( keretakan, kekeringan, iritasi, dermatitis). Akibat
pencucian tangan dengan sabun yang sering ( dengan atau tanpa antiseptic) dan air.

1.2. Kebersihan Tangan.

-Kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.

-Kebersihan tangan merupakan hal yang penting untuk mencegah

penyebaran infeksi.

-Kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir bila tangan terlihat kotor

atau terkontaminasi dengan bahan – bahan protein.

-Gunakan cairan antiseptik handrub berbasis alcohol secara rutin untuk

dekontaminasi tangan, jika tangan tidak terlihat ternoda ( secara kasat mata).

-JANGAN menggunakan handrubs berbasis alcohol jika tangan terlihat kotor.

-JANGAN menggunakan produk berbasis alcohol setelah menyentuh kulit

yang tidak utuh, darah atau cairan tubuh. Pada kondisi ini LAKUKAN

kebersihan tangan dengan air mengalir dan keringkan dengan LAP /

HANDUK / tissue sekali pakai.

Hal – hal yang penting untuk diingat saat membersihkan tangan.

1. BILA tangan terlihat ( JELAS) kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang

2. mengandung protein, tangan HARUS dicuci dengan sabun dan air mengalir.

3. Bila tangan TIDAK ( JELAS) terlihat kotor atau terkontaminasi, harus digunakan

4. antiseptik berbasis alcohol untuk dekontaminasi tangan rutin.

5. Pastikan tangan kering sebelum memulai tindakan atau kegiatan

27
1.3. Indikasi kebersihan tangan.

1. Segera : Setelah tiba ditempat kerja/ rumah sakit.

2. Sebelum : -Kontak langsung dengan pasien.

-Memasuki ruangan pasien.

-Memakai sarung tangan

-Sebelum memakai sarung tangan, sebelum pemeriksaan klinis


dan

tindakan invasive ( pemberian suntikan intra vaskuler).

 Menyediakan / menyiapkan obat- obatan.

 Menyiapkan makanan.

 Memberi makan pasien.

 Sebelum meninggalkan tempat kerja / rumah sakit.

3. Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan


terkontaminasi, untuk menghindari kontaminasi silang.

4. Setelah :

Kontak dengan pasien.

 Melepas sarung tangan.

 Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, eksudat luka dan
peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah,
cairan tubuh, ekskresi ( bed pen, urinal) apakah menggunakan atau tidak
menggunakan sarung tangan.

 Menggunakan toilet, menyentuh / me-lap hidung dengan tangan.

1.4. Persiapan Membersihkan tangan :

1. Air mengalir

Sarana utama untuk mencuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan atau
bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut maka organism yang
terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak
menempel lagi dipermukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara
mengguyur dengan gayung, namun cara mengguyur dengan gayung memiliki risiko cukup
besar terjadinya pencemaran atau kontaminasi, baik melalui gagang gayung ataupun
28
percikan bekas cucian kembali ke bak penampung air bersih.Air kran bukan berarti harus air
PAM namun dapat diupayakan secara sederhana dengan tangki ber-kran diruang pelayanan /
perawatan kesehatan yang memerlukannya.

2. Sabun.

Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat dan mengurangi


jumlah mikroorganisme dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga
mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah terbawa oleh air. Jumlah
mikroorganisme semakin berkurang dengan meningkatnya frekuensi cuci tangan, namun
dilain pihak dengan seringnya menggunakan sabun atau detergen maka lapisan lemak kulit
akan hilang dan membuat kulit menjadi kering dan pecah – pecah.

3. Larutan Antiseptik.

Larutan antiseptic atau biasa disebut juga antimikroba topical, dipakai pada kulit atau
jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktifitas atau membunuh mikroorganisme pada
kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan
selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektifitas, aktifitas, akibat dan
rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi
kulit masing – masing. Kulit manusia tidak dapat DISTERILKAN. Tujuan yang dicapai
adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman
transien (sementara). Kriteria memilih antiseptic adalah sebagai berikut.

a. Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas

(gram positif dan gram negative, virus lipofilik, bacillus dan tuberculosis, fungi,
endospora).

b. Efektifitas.

c. Kecepatan.

d. Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk merendam pertumbuhan.

e. Tidak mengakibatkan iritasi kulit.

f. Efektif sekali pakai, tidak perlu diulang – ulang.

g. Dapat diterima secara visual maupun estetik.

29
4. Lap tangan bersih dan kering.

Lap tangan yang digunakan harus bersih dan sekali pakai, lebih baik menggunakan
tissue khusus mencuci tangan.

1.5. Prosedur standar membersihkan tangan.

Tehnik membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir harus dilakukan

seperti :

1. Basahi tangan dengan air mengalir yang bersih.

2. Tuangkan 3 – 5 cc sabun cair

3. Ratakan, dan gosok kedua telapak tangan dan sela – sela jari.

4. Gosok punggung dan sela – sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya.

5. Jari – jari dalam dari kedua tangan saling mengunci dan menggosok.

6. Gosok ibu jari dengan cara berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.

7. Gosok ujung jari – jari ditelapak tangan kanan dan sebaliknya.

8. Bilas kedua tangan dengan air mengalir.

9. Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue sekali pakai ( tissue lap)
sampai benar – benar kering.

10. Tutup kran air dengan tissue sekali pakai ( tisue lap).

Hal – hal yang perlu di perhatikan tentang kebersihan tangan dengan air mengalir :

Dispenser sabun HARUS dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang.

JANGAN menambahkan SABUN CAIR kedalam tempatnya bila masih ada isinya,
penambahan ini dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan.

JANGAN menggunakan BASKOM yang berisi air, meskipun memakai tambahan


antiseptic ( seperti : savlon,dettol), mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang biak
dalam larutan ini ( Rutala 1996 ).

1.6. Handrub Antiseptik.

Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang kotor tanpa noda lebih efektif membunuh
flora residen dan flora tansien dari pada mencuci tangan dengan sabun antiseptik atau dengan
sabun dan menggunakan air mengalir.Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta
30
menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih besar (Girou et al.2002). Handrub
antiseptik juga berisi emollient seperti glyserin, glisol propelin, atau sorbitol yang melindungi
dan melembutkan kulit.

Tehnik untuk menggosok tangan dengan antiseptic berbasis alcohol :

1. Tuangkan 3 – 5 cc antiseptic berbasis alcohol.

2. Ratakan, dan gosok kedua telapak tangan dan sela – sela jari.

3. Gosok punggung dan sela – sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.

4. Jari – jari dalam dari kedua tangan saling mengunci dan menggosok.

5. Punggung jari - jari yang berlawanan dengan jari - jari saling mengunci dan menggosok
.

6. Gosok ibu jari dengan cara berputar dalam genggaman tangan dan sebaliknya

7. Gosok ujung jari – jari ditelapak tangan kanan berlawanan dengan arah jarum jam dan
sebaliknya.

Upaya meningkatkan kebersihan tangan.


31
Mencuci tangan sudah dianggap sebagai salah satu tindakan terpenting untuk mengurangi
penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi selama lebih dari 150 tahun. Penelitian (
Ignas Semmelweis 1961) dan banyak penelitian lainnya memperlihatkan bahwa penularan
penyakit menular dari pasien ke pasien terjadi melalui tangan petugas kesehatan.
Menjaga kebersihan tangan dengan baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme
dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial ( Boyce 1999. Larson 1995).

Masalah yang selalu timbul adalah bagaimana membuat petugas kesehatan patuh pada
praktek mencuci tangan yang telah direkomendasikan. Meskipun sulit untuk merubah
kebiasaan mengenai hal ini, ada beberapa cara yang dapat meningkatkan keberhasilan, seperti :

 Menyebarluaskan panduan terbaru mengenai praktek menjaga kebersihan tangan


dimana tercantum mengenai efektifitasnya dalam mencegah penyakit dan perlunya
petugas kesehatan untuk mengikuti panduan tersebut.

 Melibatkan pimpinan / pengelola rumah sakit dalam diseminasi dan penerapan


pedoman kebersihan tangan.

 Menggunakan tehnik pendidikan yang efektif, termasuk role model ( khususnya


supervisor), monitoring, mentoring, dan umpan balik positif.

 Menggunakan pendekatan kinerja yang ditargetkan kesemua petugas kesehatan, bukan


hanya dokter dan perawat untuk meningkatkan kepatuhan.

 Mempertimbangkan kenyamanan petugas dan pilihan yang efektif untuk menjaga


kebersihan tangan sehingga membuat petugas lebih mudah mematuhinya.

Selain itu, salah satu cara mudah untuk meningkatkan kepatuhan adalah dengan
menyediakan botol kecil hand rub antiseptic untuk setiap petugas. Pengembangan produk
dimulai dari observAsi bahwa tehnik pencucian tangan yang tidak layak serta rendahnya
kepatuhan akan menjadikan tidak efektifnya rekomendasi untuk menjaga kebersihan tangan.

Alkohol base handrub lebih efektif di banding mencuci tangan dengan sabun biasa atau
sabun cair antiseptic karena dapat disediakan diberbagai tempat sesuai jumlah yang
dibutuhkan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang menimbulkan iritasi
kulit ( tidak kering, pecah – pecah atau merekah).Penyediaan handrub bagi petugas tanpa
disertai pelatihan dan motivasi yang berkesinambungan tidak akan meningkatkan praktik
kebersihan tangan untuk jangka panjang, jadi tidak cukup dengan hanya menyediakan
dispenser antiseptic handrub ( Mutto dkk 2000).
32
Cara kedua adalah menganjurkan para petugas menggunakan produk perawatan tangan (
losion pelembab dan cream) untuk membantu mencegah iritasi kulit dan dermatitis kontak
yang berhubungan dengan seringnya mencuci tangan, terutama dengan sabun atau detergen
yang mengandung agen antiseptic. Tidak hanya petugas menjadi puas akan hasilnya, namun
yang terpenting, pada penelitian oleh (McCommik at al 2000), kondisi kulit lebih baik karena
penggunaan losion tangan menghasilkan 50 % peningkatan kepatuhan praktek kebersihan
tangan.

Meskipun meningkatkan kepatuhan untuk menjaga kebersihan tangan dengan panduan


sulit, kunci keberhasilan berasal dari berbagai intervensi yang melibatkan perubahan perilaku,
pendidikan kreatif, monitoring dan evaluasi, dan lebih penting adalah keterlibatan supervisor
sebagai role model.

1.7. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam menjaga praktek kebersihan tangan.

 Jari Tangan.

Penelitian membuktikan bahwa daerah dibawah kuku ( ruang sub ungula )


mengandung jumlah mikroba tertinggi (Mc Ginley, Larson dan Leydon 1988).
Beberapa peneletian telah memperlihatkan kuku yang panjang dapat berperan
sebagai reservoir untuk bakteri gram negative ( p aerogenosa), jamur dan pathogen
lain( Hedderwick et al.2000).Kuku panjang, baik yang alami maupun yang buatan,
lebih mudah melubangi sarung tangan ( Olsen et al.1993). Oleh karena itu, Kuku
harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung jari.

 Kuku buatan.

Kuku buatan ( pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik) yang dipakai
oleh petugas kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosokomial ( Hedderwick et
al. 2000). Selain itu, telah terbukti bahwa kyku dapat berperan sebagai reservoir
untuk Gram negative, pemakaiannya oleh petugas kesehatan harus dilarang.

 Cat Kuku.

Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan.

 Perhiasan.

Penggunaan perhiasaan saat bertugas tidak diperkenankan.

33
II. Alat Pelindung Diri
Pelindung barrier yang disebut sebagai alat pelindung diri (APD),telah Digunakan selama
bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang ada pada petugas
kesehatan, dengan erjalannya waktu terutama setelah 2 dekade terakhir munculnya AIDS ,
hepatitis c serta meningkatnya tuberkulosis dan timbulnya wabah virus influenza
H5N1.H1N1 dibanyak Negara maka, penggunaan APD menjadi sangat penting untuk
melindungi petugas, Pemakaian APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting serta
untuk selalu waspada dan harus diterapkanterhadap semua pasien di semua fasilitas kesehatan
terutama setelah meningkatnya munculnya infeksi baru (Emerging infectious Diseases)
tersebutdiatas dan kasus kasus Multi resisten obat ,ESBL ,MRSA.Penggunaan APD harus
dipahami oleh petugas Kesehatan dengan memahami dan menerapkan kewaspadaan isolasi
yaitu kewaspadaan Standard dan Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai upaya untuk
memutus mata rantai siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan,
pengunjung dan masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan baik di rimah sakit atau
pelayanan kesehatan lainnya. Petugas Kesehatan dokter perawat dan petugas pendukung
seperti petugas laboratorium ,rumah tangga, laundry ,CSSD, pembuang sampah, petugas
kebersihan ,petugas kamar jenazah . dan lainnya juga yang terpajan pada risiko besar terhadap
infeksi harus mematuhi dan menerapkanpenggunaan APD agar tidak terjadi transmisi
penyakit khususnya di rumah sakit.

34
Tahapan penggunaan APD

35
Jenis Sarung tangan Masker Gaun/celemek Kaca Topi
Tindakan mata/penutup
wajah

Memandikan Tidak, kecuali Tidak Tidak Tidak


pasien kulit tidak utuh
Tidak

Vulva /Penis Ya Tidak Tidak Tidak Tidak


Hygiene

Menolong Ya Ya Tidak Tidak tidak


BAB

Menolong Ya Tidak Tidak Tidak Tidak


BAK

Oral Hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

Pengisapan Ya Ya Tidak Tidak Tidak


lender

Mengambil Ya Tidak Tidak Tidak Tidak


darah vena

36
Perawatan Ya /steril Ya Tidak Tidak Tidak
luka mayor

Perawatan Ya Tidak Tidak Tidak Tidak


luka minor

Perawatan Ya / steril Ya Tidak Tidak Tidak


luka
infeksius

Mengukur Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


TTV

Melakukan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


penyuntikan

Pemasangan Ya (Steril) Ya Ya Ya Ya
CVC line

Intubasi Ya Ya Tidak Tidak Tidak

Memasang Ya Tidak Tidak Tidak Tidak


Infuse

Memasang Ya ( Streril ) Tidak Tidak Tidak Tidak


Dawer
Catheter

Melap meja, Ya Tidak Tidak Tidak Tidak


monitor,
syring pump
di pasien

Membersihka Ya ( Sarung Ya Ya Ya Tidak


peralatan Tangan Rumah
habis pakai Tangga)

Transportasi Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


pasien

Pelindung diri / barrier, yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD),
telah digunakan selama bertahun – tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang
ada pada petugas kesehatan.Namun dengan munculnya AIDS dan Hepatitis C, serta
meningkatnya kembali tuberculosis di banyak negara, pemaikaian APD menjadi sangat penting
untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti flu burung, SARS dan
37
penyakit infeksi lainnya (Emerging Infectious Disease), pemakaian APD yang tepat dan benar
menjadi semakin penting.

Agar menjadi efektif, APD harus digunakan secara benar. Misalnya, gaun atau apron
dan duk lobang telah terbukti dapat mencegah infeksi luka hanya bila dalam keadaan yang
kering. Sedangkan dalam keadaan basah, kain bereaksi sebagai spons yang menarik bakteri
dari kulit atau peralatan melalui bahan kain sehingga dapat mengkontaminasi luka operasi.

Sebagai konsekuensinya, pengelola rumah sakit, penyelia dan para petugas kesehatan
harus mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi juga peran
APD sesungguhnya dalam mencegah penyekit infeksi, sehingga dapat digunakan secara efektif
dan efesien.

A.1. Apa yang dimaksud dengan Alat Pelindung Diri?

Alat pelindung diri mencakup : sarung tangan, masker, alat pelindung mata ( pelindung
wajah dan kaca mata), topi, gaun, apron dan pelindung lainnya. Dibanyak Negara, topi,
masker, gaun dan duk sering terbuat dari kain atau kertas, namun pelindung paling baik adalah
yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau sintesis yang tidak tembus air atau cairan lain (
darah atau cairan tubuh).Bahan yang tahan cairan ini tidak banyak tersedia karena harganya
mahal. Di banyak Negara, kain katun ringan ( dengan jumlah benang 140 / inci persegi) adalah
bahan yang paling umum digunakan untuk pakaian bedah ( masker/ topi / gaun) serta
duk.Tetapi katun yang ringan tersebut tidak merupakan penghalang yang efektif, karena cairan
dapat tembus dengan mudah sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi. Denim, kanvas
dan bahan berat lainnya, disisi lain, terlalu tebal untuk tembus oleh uap air pada waktu proses
sterilisasi sehingga tidak dapat disterilkan, sulit dicuci dan memerlukan waktu lama untuk
kering. Sebaiknya bahan kain yang digunakan berwarna putih atau terang agar kotoran dan
kontaminasi dapat terlihat dengan mudah. Topi atau masker yang terbuat dari kertas tidak
boleh digunakan ulang karena tidak ada cara untuk membersihkannya dengan baik ( JIKA
TIDAK DAPAT DICUCI, SEBAIKNYA JANGAN DIGUNAKAN KEMBALI )

38
A.2.Pedoman umum Alat Pelindung Diri.

1. Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD


2. Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan kembali
yang sudah rusak atau sobek atau segera setelah KITA mengetahui APD tersebut tidak
berfungsi optimal.
3. Lepaskan semua APD sesegara mungkin setelah selesai memberikan pelayanan dan
hindari kontaminasi :
a. Lingkungan diluar ruang isolasi
b. Pada pasien atau pekerja lain, dan
c. Diri kita sendiri.
4. Buang semua perlengkapan APD dengan hati – hati dan segera lakukan kebersihan
tangan.
 Perkiraan risiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum
melakukan kegiatan perawatan kesehatan.
 Pilih APD sesuai dengan perkiraan risiko terjadinya pajanan.
 Menyediakan sarana APD bila dibutuhkan untuk dipakai dalam kondisi
emergensi.

A.3. Jenis – jenis Alat Pelindung Diri.

1. Sarung Tangan
Melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari
mikroorganisme yang berada ditangan petugas kesehatan.
Sarung tangan merupakan penghalang atau (barrier) fisik paling penting untuk mencegah
penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke
pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang.

Ingat : Memakai sarung tangan TIDAK DAPAT menggantikan tindakan mencuci


tangan atau pemakaian antiseptic yang digosokkan pada tangan

Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci dalam
meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi (
Garner dan Favero 1996). Selain itu, pemahaman mengenai kapan sarung tangan steril atau
disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan sarung tangan tidak perlu digunakan, penting
untuk diketahui agar dapat menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien dan
petugas.
39
3 (tiga) saat petugas memakai sarung tangan :

1. Perlu untuk menciptakan barrier protektif dan cegah kontaminasi yang berat. Disinfeksi
tangan tidak cukup untuk mem- blok transmisi kontak bila kontaminasi berat. Misalnya
menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi, mucus, membrane, kulit yang tidak utuh.
2. Dipakai untuk menghindari transmisi mikroba di tangan petugas kepada pasien saat
melakukan tindakan terhadap kulit pasien yang tidak utuh, atau mucus membrane.
3. Mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba kepada pasien lain, perlu kepatuhan
petugas untuk memakai sarung tangan sesuai standar. Memakai sarung tangan tidak
menggantikan perlunya mencuci tangan, karena sarung tangan dapat berlubang walaupun
kecil, tidak Nampak selama melepasnya sehingga tangan terkontaminasi.

Kapan diperlukan pemakaian sarung tangan?

Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah kontaminasi dari petugas
kesehatan telah terbukti berulang kali ( Tenorio et al.2001) tetapi pemakaian sarung tangan
tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks
dengan kualitas terbaik sekalipun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat,
sarung tangan mungkin robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat
melepas sarung tangan( Bagg, Jenkins dan Barker 1990, darvis 2001).

Ingat : Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan
lakukan
Sarungkebersihan tangan
tangan bersih menggunakan
serbaguna antiseptic
harus digunakan cairpetugas
oleh semua atau handrubs
k

 Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membrane
mukosa atau kulit yang tidak utuh.
 Menangani bahan – bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh
permukaan yang tercemar.
 Menerapkan kewaspadaan Transmisi kontak ( yang diperlukan pada kasus penyakit
menular melalui kontak yang telah diketahui atau dicurigai ), yang mengharuskan
petugas kesehatan menggunakan sarung tangan bersih, tidak steril, ketika memasuki
ruangan pasien. Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum
meninggalkan ruangan pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan
handrubs berbasis alcohol.

40
Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk satu pasien, sebagai upaya menghindari
kontaminasi silang (CDC 1987). Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci
tangan yang masih menggunakan sarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien
yang lain atau ketika melakukan perawatan dibagian tubuh yang aman. Bakteri dalam jumlah
bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai
sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien
lain ( Doebelling dan Colleagues).
Jenis - jenis sarung tangan :
1. Sarung tangan bersih.
2. Sarung tangan steril
3. Sarung tangan rumah tangga.
Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan

Apakah kontak dengan


darah atau cairan tubuh
TANPA SARUNG
??? Tidak
TANGAN

YA

Apakah kontak
SARUNG TANGAN KARET
dengan atau
Tidak
Pasien ?? SARUNG TANGAN BERSIH

YA

Apakah kontak
dengan
SARUNG TANGAN BERSIH
Jaringan dibawah Tidak
atau
kulit??
SARUNG TANGAN
KARET

YA

SARUNG TANGAN STERIL


41
Hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan

 Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan bedah.
Sarung yang yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat mengganggu ketrampilan dan
mudah robek.

 Jaga agar kuku selalu pendek atau menurunkan risiko sarung tangan robek.

 Tarik sarung tangan ke atas manset gaun ( jika memakai gaun) untuk melindungi
pergelangan tangan.

 Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak mengandung lemak ) untuk mencegah kulit
tangan kering / berkerut.

 Jangan gunakan lotion atau krim berbasis lemak, karena akan merusak sarung tangan bedah
maupun sarung periksa dari lateks.

 Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena dapat


menyebabkan iritasi pada kulit.

 Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu
dingin misalnya dibawah sinar matahari langsung, didekat pemanas, AC, Cahaya
ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sarung
tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung.

Reaksi alergi terhadap sarung tangan

Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai
petugas difasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan dokter
gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks (nitril) atau sarung tangan lateks rendah
alergen harus digunakan, jika dicurigai alergi ( reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi
lebih jarang). Selain itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak juga direkomendasikan. Sarung
tangan dengan bedak dapat menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak pada sarung
tangan membawa partikel lateks ke udara. Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung
tangan kain atau vinil dibawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi
kulit. Meskipun demikian, tindakan ini tidak dapat mencegah sensitisasi terhadap membran
mukosa mata dan hidung. ( Garner dan HICPAC, 1996).

42
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada kulit,
hidung berair dan gatal - gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin parah misalnya
menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul
dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian
yang lebih lama, sekitar 3 - 5 tahun, bahkan sampai 15 tahun ( Baumann,1992), meskipun
pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau desentisasi untuk mengatasi alegri lateks, satu -
satunya pilihan adalah menghindari kontak.

2. Masker.

Masker harus cukup untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut
pada wajah petugas ( jenggot ). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah
percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila
masker tidak terbuat dari bahan yang tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk
mencegah kedua hal tersebut.

Masker yang ada terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa, kertas dan bahan
sintetik yang beberapa diantaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari katun atau kertas
sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker yang
dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar
( >5Աm ) yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang berada didekat pasien ( kurang
dari 1 meter).namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar - benar
menutup pas secara erat ( menempel sepenuhnya pada wajah) sehingga mencegah kebocoran
udara bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara
yang dihisap.

Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel mencapai membran
mukosa dari petugas kesehatan.

43
Contoh masker bedah

Ketika melepas masker, pegang bagian talinya karena bagian tengan


masker merupakan bagian yang paling banyak terkontaminasi
(Rothrock, McEwen dan Smith 2003)

Masker dengan efisiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang


direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada perawatan
seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung atau SARS. Masker dengan
efisiensi tinggi misalnya N-95 melindungi dari partikel dengan ukuran < 5 mikron yang dibawa
oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan bahan penyaring dan harus dapat
menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran, Meskipun pelindung ini juga lebih
mengganggu pernafasan dan lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum petugas memakai
masker N-95 perlu dilakukan fit test pada setiap pemakaianya.

Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui airborn maupun droplet, seperti misalnya flu burung atau SARS, petugas
kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi. Pelindung ini merupakan perangkat N-
95 yang telah disertifikasi oleh US National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOHS), yang disetujui oleh European CE, atau standard nasional nasional / regional yang
sebanding dengan standar tersebut dari negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi
dengan tingkat efisiensi lebih tinggi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti
khususnya N-95 harus diuji pengepasnnya ( fit test) untuk menjamin bahwa perangkat tersebut
pas dengan benar pada wajah pemakainya.

44
Gambar Masker Efisiensi tinggi N-95

Masker, gogle dan visor melindungi wajah dari percikan darah. Untuk
melindungi petugas dari infeksi saluran nafas maka diwajibkan menggunakan
masker sesuai aturan standar. Pada fasilitas kesehatan yang memadai, petugas
dapat memakai respirator sebagai pencegahan saat merawat pasien multi drug
resistance (MDR) atau extremely drug resistence (XDR) TB.

Pemakaian masker efisiensi tinggi

Petugas kesehatan harus :

 Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan utuh atau
tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang masker tersebut. Selain itu,
masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong atau terlipat pada sisi dalam masker, juga
tidak dapat digunakan.

 Memeriksa tali - tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali harus
menempel dengan baik disemua titik sambungan.

 Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam ( jika ada) berada pada tempatnya
dan berfungsi dengan baik

Fit test untuk masker efisiensi tinggi

Fungsi masker akan terganggu / tidak efektif, jika masker tidak dapat melekat secara sempurna
pada wajah, seperti pada keadaan di bawah ini :

 Adanya janggut, cambag atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah atau adanya
gagang kacamata.

45
 Ketiadaan satu atau dua gigi kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian wajah
masker.

 Apabila klip hidung dari logam dipencet/ dijepit, karena akan menyebabkan kebocoran.
Ratakan klip tersebut diatas hidung setelah anda memasang masker, menggunakan kedua
telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas masker.

 Jika mungkin, dilanjutkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai masker efisiensi
tinggi.

46
Cara fit test respirator particulat.

3. ALAT PELINDUNG MATA

Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi
mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles ) plastik bening, kacamata pengaman,
pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat
digunakan, tetapi hanya ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan
harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas
memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja kearah wajah. Bila tidak tersedia
pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata
biasa serta masker.

47
Pelindung mata Pelindung wajah

Face shield

Goggle

4. TOPI

Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak
masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup semua
rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan
utamanya adalah untuk melindungi pemakaiannya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik
atau menyemprot

Gambar Topi

48
5. GAUN PELINDUNG

Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat
pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui airborn/droplet.
Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan
dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki
ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan
tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengan gaun
sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan
bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar, lalu cuci segera
cuci tangan untuk mencegah berpindahnya organisme.

Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat menurukan 20 - 100 x dengan
menggunakan gaun pelindung.

Gaun Pelindung

49
6. APRON
Yang terbuat dari karet, plastik, atau bahan, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang
bagian depan tubuh petugas kesehatan. (tampak dalam gambar). Petugas kesehatan harus
mengenakan apron dibawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan
tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah
tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.

Perawat yang memakai apron plastik saat merawat pasien bedah abdoment dapat menurunkan
transmisi S aureus 30 x dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti setiap
hari.

gambar Apron

7.PELINDUNG KAKI.

Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang
mungkin jatuh secara tidak sengaja keatas kaki. Oleh karena itu, sandal,"sandal jepit" atau
sepatu yang terbuat dari bahan lunak ( kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau
sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih
dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan
jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di
kamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan
seringkali digunakan sampai diluar

50
ruang operasi. Kemuadian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran

Summers et all.1992)

Gambar pelindung kaki

Pemakaian APD di Fasilitas Pelayanan Kesehatan : Bagaimana mengenakan

( Memakai dan Melepas)

Faktor – factor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD.

 Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.

 Gunakan dengan hati – hati, hindari menyebarkan kontaminasi.

 Lepas dan buang secara hati – hati ke tempat limbah infeksius yang telah disediakan
diruang ganti khusus. Lepas masker diluar ruangan.

 Segera lakukan kebersihan tangan dengan langkah membersihkan tangan sesuai dengan
pedoman.

51
Cara Mengenakan APD

Langkah mengenakan APD pada perawatan ruang Isolasi ( Kontak dan Airborne ) adalah
sebagai berikut :

1. Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.

2. Kenakan pelindung kaki.

3. Kenakan gaun luar.

4. Kenakan masker.

5. Kenakan penutup kepala.

6. Kenakan pelindung mata.

Pemakaian jenis APD disesuaikan dengan kebutuhan ( perasat / tindakan / kontak ) yang akan
dilakukan terhadap pasien.

Prinsip – prinsip PPI yang perlu diperhatikan pada pemakaian APD

1. Gaun Pelindung.

 Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian
pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung.

 Ikat dibagian belakang leher dan pinggang.

52
2. Masker .

 Eratkan tali atau karet elastik pada bagian tengah kepala dan leher.

 Posisi klip hidung dari logam yang flexible harus TEPAT / PAS pada
batang hidung.

 Pemakaian ( pemasangan ) harus erat pada wajah dan dibawah dagu


sehingga menempel dengan baik.

 Periksa ulang posisi masker ( harus pas)

3. KACAMATA atau Pelindung Wajah.

 Pasang pada wajah dan mata , kemudian sesuaikan agar posisinya pas.

4. SARUNG TANGAN.

 Tarik hingga menutupi bagian pergelangan tangan gaun isolasi

53
Langkah – langkah melepaskan APD pada perawatan Ruang Isolasi Kontak dan
Airborne adalah sebagai berikut :

1. Lepaskan kedua sarung tangan


2. Lepaskan celemek / gaun.
3. Lakukan kebersihan tangan.
4. Lepaskan pelindung mata.
5. Lepaskan penutup kepala.
6. Lepaskan masker.
7. Lepaskan pelindung kaki.
8. Lakukan kebersihan tangan dengan air mengalir.

Hal – hal yang perlu diperhatikan :

1. Sarung Tangan.

 Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan sudah terkontaminasi !

 Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lalu lepaskan.

 Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang
masih memakai sarung tangan.

 Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan dibawah sarung
tangan yang belum dilepas dipergelangan tangan.

 Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama.

 Buanglah sarung tangan di tempat limbah infeksius.

54
2. Kacamata atau pelindung wajah.

 Ingatlah bahwa bagian luar kacamata atau pelindung wajah telah


terkontaminasi.

 Cara melepasnya, pegang karet atau gagang kacamata.

 Letakkan di wadah yang telah di sediakan untuk diproses ulang atau dalam
tempat limbah infeksius.

3. Gaun Pelindung .

 Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung sudah
terkontaminasi.

 Lepaskan tali.

 Tarik tali dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung
saja.

 Lepaskan gaun pelindung setiap satu sisi, kiri dan kanan secara bergantian (
lipat bagian dalam ke bagian luar).

 Setelah dilipat lalu digulung menjadi satu dan letakkan diwadah yang sudah
disediakan untuk diproses ulang atau buang ditempat limbah infeksius.

55
4. Masker.

 Ingatlah bahwa bagian depan masker sudah terkontaminasi – JANGAN


SENTUH.
 Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas.
 Buang ketempat limbah infeksius.

b. Kewaspadaan berdasarkan transmissi:


Dibutuhkan untuk memutus mata rantai transmisi mikroba penyebab infeksi dibuat
untuk diterapkan terhadap pasien yang diketahui maupun dugaan terinfeksi atau
terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan lewat udara droplet,kontak dengan
kulit atau permukaan yang terkontaminasi,

56
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi;
1. Transmisi melalui Kontak
2. Transmisi melalui droplet
3. Transmisi Melalui Udara (Airborne)
4.Transmisi Melalui common Vehicle(,makanan,air,obat,instrument/peralatan
5. Tarnsmisi Melalui vektor ( lalat, nyamuk, tikus )
Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara ,kewaspadaan berdasarkan
transmissi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi dengan
kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan mengunakan sabun ,antiseptik ataupun antiseptik berbasis
alkohol,memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan tubuh ,gaun
pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan cairan tubuh .memakai
masker,goggle untuk melindungi wajah dari percikan cairan tubuh
1.Kewaspadaan transmisi Kontak
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan Hai’s/Infeksi yang terjadi
dirumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, Diberlakukan untuk
menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan melalui
kontak langsung atau tidak langsung, Kontak langsung meliputi, kontak
permukaan kulit terluka / abrasi orang yang rentan / petugas dengan kulit pasien
terinfeksi atau kolonisasi misal perawat membalikkan tubuh pasien,memandikan
membantu pasien bergerak ,dokter bedah dengan luka basah saat mengganti
verband petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien HSV atau scabies.
Transmisi kontak tidak langsung ,terjadi melalui kontak dengan orang yang rentan
dengan benda yang terkontaminasi /belum dicuci/sarung tangan yang tidak
diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan
anak.Kontak dengancairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan
atau benda mati dilingkungan pasien.
Cara transmisi melalui Droplet besar oleh patogen dari infeksi saluran napas misal :
para influenza, RSV,SARS ,H5 N1,dianjurkan mengenakan masker saat dalam radius
6-10 kaki dari pasien dengan mikroba virulen.
Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau
dalam pasien tanpa gejala klinis infeksi ) yang secara epidemiologi mikrobanya dapat
ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung (Kategori I B).
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata ,hidung, mulut saat masih
Memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan ,hindari
57
mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan
pasien misal : pegangan pintu ,tombol lampu ,telepon

2.Kewaspadaan transmisi droplet;


Sebagai tambahan Kewaspadaan Standar , yang diterapkan terhadap pasien dengan
infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan melalui
droplet (>5µm) ,Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang diudara dan
akan jatuh dalam jarak 1m dari sumber. Transmisi droplet melibatkan kontak
konjungtiva atau ukus membrane hidung / mulut.orang rentan dengan droplet partikel
besarmengandung mikroba berasal dari pasien yang terinfeksi/carrier yang dikeluarkan
saat batuk , bersin ,muntah ,bicara,selama prosedur suksion ,bronkoskopi .Dibutuhkan
jarak dekat antara sumber dan resipien <1 m , karena droplet tidak bertahan diudara
maka tidak dibutuhkan penanganan khusus udara atau ventilasi, misalnya Adeno
virus, Transmissi droplet langsung ,dimana droplet mencapai membrane mucus
atau terinhalasi dapat terjadi saat pasien batuk,bersin,intubasi endotrakheal
,batuk akibat induksi fisioterapi dada , resusitasi kardiopulmoner
.
3.Kewaspadaan transmisi melalui Udara ( Airborne Precautions),
Kewaspadaan transmisi melalui udara (Kategori IB ) diterapkan sebagai tambahan
Kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi
mikroba yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara,
Seperti misalnya transmissi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui
udara.Kewaspadaan transmisi melalui udara untuk menurunkan resiko transmissi di
udara mikroba penyebab infeksi baik yang berupa droplet nuklei <5µm evaporasi dari
droplet yang bertahan lama diudara atau pertikel debu yang mengandung mikroba
penyebab infeksi mikroba tersebut akan terbawa aliran udara>2 m dari sumber ,dapat
terinhalasi oleh individu rentan diruang yang dan jauh dari pasien sumber mikroba
,tergantung pada faktor lingkungan ,misal penanganan udara dan ventilasi yang
penting dalam pencegahan transmissi melalui udara ,droplet nuclei atau sisik
kulit luka yang terkontaminasi (S Aureus).MRSA

58
III. PEMROSESAN PERALATAN PASIEN DAN PENATALAKSANAAN LINEN

Deskripsi: Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi cara memproses
instrumen yang kotor, sarung tangan, dan alat yang akan dipakai kembali;
(precleaning/prabilas) dengan larutan klorin 0,5%; mengamankan alat-alat kotor yang akan
tersentuh dan ditangani; serta memilih dan alas an setiap proses yang digunakan.
A. Latar Belakang
Untuk menciptakan lingkungan bebas infeksi, yang terpenting adalah bahwa rasional
setiap proses pencegahan infeksi yang dianjurkan dan keterbatasannya dimengerti oleh satf
kesehatan pda setiap tingkat, dari petugas pelayanan kesehatan sampai ke petugas kebersihan
dan pemeliharaan. Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk mengruangi
penularan penyakit dari instrument yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang-barang habis
pakai lainnya adalah (precleaning/ prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.
Apapun jenis tindakan prosedur bedah, langkah-langkah dalam memproses barang-barang ini
sebagaimana digambarkan pada gambar berikut.
Menguapkan dan mendidihkan, untuk waktu yang lama, merendam selama 20 menit dalam
desinfketan tingkat tinggi tidak merusak endospore secara meyakinkan. Staf harus sadar akan
keterbatasan DTT.
Sementara masih memakai sarung tangan setelah melakukan pembedahan, atau
tindakan medis invasive, seorang dokter dan atau asistennya harus membuang benda-benda
yang terkontaminasi (kasa/ katun dan barang terbuang lainnya) dalam kantung plastic atau
wadah tertutup yang tahan bocor. Selanjutnya, benda-benda tajam yang akan dibuang
(umpamanya scalpel dan jarum jahit) harus ditempatkan di wadah barang tajam. Jika ada
peralatan atau barang yang akan dipakai kembali seperti sarung tangan bedah, semprit, dan
kanula hisap, baik yang telah dipakai maupun belum sewaktu pembedahan, haruslah
diprecleaning/ prabilas dengan deterjen, enzimatik terlebih dahulu. Langkah ini sangat penting,
terutama jika peralatan atau barang tersebut akan dibersihkan dengan tangan. Setelah
diprecleaning, peralatan dan barang yang akan dipakai kembali haruslah dibersihkan dengan
air mengalir, kemudian dibilas lalu dikeringkan. Peralatan bedah dan barang-barang yang akan
bersentuhan dengan darah/ jaringan steril di bawah kulit lainnya (critical items), harus
disterilisasi untuk menghancurkan semua mikroorganisme, termasuk endospora bacterial.
Apabila sterilisasi tidak mungkin dilakukan atau alatnya tidak ada, maka dapat dilakukan DTT
dengan dididihkan, diuapkan atau direndam dalam larutan desinfektan kimiawi yang
merupakan satu-satunya alternative yang dianjurkan. Peralatan atau barang-barang lain yang
59
hanya menyentuh selaput lendir atau kulit luar yang terluka (semi critical items), cukup
dilakukan DTT.

Perhatian :

• Formaldehyde alcohol tidak direkomendasikan sebagai sterilan kimia atau DTT karena
bersifat iritasi dan toksik.
• Fenol 3% dan iodophor tidak boleh untuk DTT karena tidak dapat mematikan spora
bakteria, MTB dan jamur.
• Isopropil alcohol tidak boleh untuk DTT karena tidak bisa mematikan spora bakteria
dan virus hidrofilik.
• Waktu ekspose untuk DTT berubah dari 10-30 menit menjadi > 12 menit
• Jangan melakukan desinfeksi fogging di area perawatan

60
Pre-cleaning (pembersihan awal)
menggunakan deterjen atau enzimatik,
sikat (petugas dengan APD sesuai)

Pembersihan (cuci bersih dan tiriskan)

STERILISASI DISINFEKSI
(peralatan kritis)
Masuk dalam pembuluh darah/jaringan
tubuh

Disinfeksi Tingkat Tinggi Disinfeksi Tingkat Rendah


(peralatan semi kritikal) (peralatan non kritikal)
Masuk dalam mucosa tubuh Hanya pada permukaan tubuh yang utuh
Endotracheal tube, NGT Tensimeter, termometer

Direbus Kimiawi

Bersihkan dengan air steril dan


keringkan

Alur Pemrosesan Peralatan Pasien


Tiga tingkat proses desinfeksi
1. Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) : mematikan kuman dalam waktu 20 menit – 12 jam
akan mematikan semua mikroba , kecuali spora bakteri.
2. Desinfeksi tingkat sedang (DTS) : dapat mematikan mikrobakteria vegetative hamper
semua virus, hamper semua jamur, tetapi tidak bisa mematikan spora bakteria.
3. Desinfeksi tingkat rendah (DTR) : dapat mematikan hamper semua bakteri vegetative,
beberapa jamur, beberapa virus dalam waktu < 10 menit.

61
B. Definisi
• Precleaning/ prabilas : proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani
oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan
mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.
• Pembersihan : proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau cairan
tubuh lainnya dari benda mati maupun membuang sejumlah mikroroganisme untuk
mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tsb. Proses ini
adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau deterjen dan air atau enzimatik,
membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
• Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) : proses menghilangkan semua microorganism, kecuali
beberapa endospore bacterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau memakai
desinfektan kimiawi.
• Sterilisasi : proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, fungi dan
parasite) termasuk endospore bacterial dari benda mati dengan uap tekanan tinggi (otoklaf),
panas kering (oven), sterilan kimiawi atau radiasi.

Setiap benda, baik peralatan metal yang kotor memerlukan penanganan dan pemrosesan
khusus agar :
• Mengurangi risiko perlukaan aksidental atau terpapar darah / duh tubuh terhadap
petugas pembersih dan rumah tangga.
• Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi (umpamanya peralatan atau benda lain yang
steril atau yang didesinfeksi tingkat tinggi/ DTT).

C. Pengelolaan linen
Tangani linen yang sudah digunakan dengan hati-hati dengan menggunakan APD yang sesuai
dan membersihkan tangan secara teratur. Risiko terpajan atau mengalami ISPA akibat
membawa linen yang sudah digunakan relative kecil. Namun demikian membawa linen yang
sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan
perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai dengan
pedoman kewaspadaan standar.

Prinsip umum

62
• Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan kedalam kantung/ wadah yang
tidak rusak saat diangkut.
• Pengantungan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan.

Linen
• Semua bahan padat pada linen yang kotor harus dihilangkan dan dibilas dengan air.
Linen kotor tsb kemudian langsung dimasukkan ke dalam kantung linen di kamar pasien.
• Hilangkan bahan padat (misalnya feses) dari linen yang sangat kotor (menggunakan
APD yang sesuai) dan buang limbah padat tsb ke dalam toilet sebelum linen dimasukkan ke
kantung cucian.
• Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati untuk mencegah
kontaminasi permukaan lingkungan/ orang-orang di sekitarnya.
• Jangan memilah linen ditempat perawatan pasien, masukkan linen yang terkontaminasi
langsung ke kantung cucian di ruang isolasi dengan memanipulasi minimal atau mengibas-
ngibaskan untuk menghindari kontaminasi udara dan orang.
• Linen yang sudah digunakan kemudian harus dicuci sesuai prosedur pencucian biasa.
• Cuci dan keringkan linen sesuai dengan standard an prosedur tetap fasilitas pelayanan
kesehatan. Untuk pencucian dengan air panas, cuci linen menggunakan detergen atau
desinfektan dengan air 70 C selama minimal 25 menit. Pilih bahan kimia yang cocok untuk
pencucian temperature rendah dengan konsentrasi yang sesuai bila melakukan pencucian
dengan temperature rendah kurang dari 70 C.
IV.PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS DAN BENDA TAJAM
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI di rumah sakit atau di fasilitas
pelayanan kesehatan. Sekitar 85 % limbah umumnya tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya
tapi harus dikelola dengan baik dan benar. Limbah terkontaminasi jika tidak dikelola akan
dapat menular.
Mengacu pada peraturan mentri kesehatan ri. no. 986 14 nov.1992 dan disempurnakan dengan
keputusan mentri kesehatan ri. nomor 1204/menkes/sk/x/2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan
rumah sakit meliputiin door dan out door.
Pengertian Limbah Rumah Sakit
Semua hasil kegiatan dari layanan kesehatan di rumah sakit yang tidak lagi berguna atau yang
akan dibuang ( Healthcare Activities inevitably Generate Health Care)
63
Tujuan pengelolaan Limbah
Melindungi petugas yang membawa limbah dari perlukaan
Mencegah penularan penyakit yang disebabkan oleh Limbah baik untuk pasien,
pengunjung dan tenaga kesehatan serta melindungi masyarakat sekitarnya dari bahaya
pencemaran limbah yang berasal dari rumah sakit
Semua Limbah yang di Lingkungan Rumah Sakit ( baik In Door maupun Out Door )
dapat ditangani dengan baik apakah,
Limbah Umum
Limbah Medis ( Infeksius )
Limbah Tajam
Agar kualitas kesehatan masyarakat disekitar rumah sakit tetap terjaga dengan baik
Untuk menjaga Citra Rumah Sakit

64
JENIS LIMBAH DI RUMAH SAKIT
I. Limbah Umum ( Non Medis )
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS diluar medis yang mempunyai karakteristik
sama yang ditimbulkan oleh lingkungan pada masyarakat umum, biasanya berasal dari
kegiatan – kegiatan : perkantoran, taman, Rawat Inap Rawat Jalan, Dapur dst
II. Limbah Medis meliputi,
Limbah yang dianggap mengandung bahan patogen spt bakteri, virus yang dapat
menimbulkan penyakit berasal dari kegiatan yang berhubungan dengan pasien baik yang
berobat jalan (Poliklinik, IGD, Home Care) maupun yang sedang dirawat . Dalam
pengelolaannya sangat berbedengan limbah non Medis ( Limbah Umum ),limbah ini
memerlukan penanganan khusus dan harus dikelola oleh tenaga yang berpengalaman dan
terlatih
serta mendapat pelatihan dalam penanganan limbah,sesuai prosedur yang telah ditentukan
(SPO )
Macam-macam limbah medis
a. Limbah Infeksius : Limbah dari cairan tubuh pasien
b. Limbah Patologi : Cairan atau jaringan tubuh manusia
c. Limbah Farmasi : Obat-obat kadaluarsa
d. Limbah Sitotoksis : Obat kemoterapi
e. Limbah Kimia : Halogenida yg mengandung chlorin florin
f. Limbah Radioaktif : Limbah yang mengandung radio aktif
g. Limbah Kontainer bertek. tinggi : Tabung oksigen, nitrogen
h. Limbah Kand. Logam berat tinggi : Mercuri atau kadmium
i. Limbah Benda tajam : Jarum bekas pakai, scalpel
j. Limbah Laborartorium :
k. Limbah Microbiologi ( Sputum, Darah, Nanah ( Pus )
l. Faeses, Urine
 Limbah infeksius
 Limbah Farmasi dan Kimia
 Limbah Laboratorium dan Pathologi
 Limbah Radiologi
 Limbah Sytotoksik (Limbah Beracun )

65
III. Limbah Benda Tajam
Dalam pengelolaannya tidak ada bedanya dengan pengelolaan di tempat umum, hanya
kalau pada layanan kesehatan harus dikelola dengan baik dengan SPO yang jelas
Dalam pengelolaannya sangat berbeda dengan limbah non Medis ( Limbah Umum ), limbah
ini memerlukan penanganan khusus dan harus dikelola oleh tenaga yang berpengalaman dan
terlatih serta mendapat pelatihan dalam penanganan limbah, sesuai prosedur yang telah
ditentukan ( SPO )
Limbah benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut tajam atau runcing
yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti ; Jarum suntik, Bisturi ( Pisau bedah ) ,
Blood Lancet, Pecahan kaca , ampul obat
Tujuan pengelolaan Limbah Benda tajam: Agar limbah benda tajam yang dihasilkan
oleh Rumah Sakit maupun tempat layanan ,Kesehatan lainnya dapat tertangani dengan baik
dan tidak menimulkan cedera bagi karyawan , petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat
sekitarnya.
Pengelolaan Limbah Benda Tajam:
a. Tersedia Wadah yang tidak mudah tembus oleh benda tajam / tusukan ( jerigen bekas,
kardus yang tahan benda tajam) dan tertutup berlabel biohazard yang kuning
b. Mempunyai petugas yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan tentang Limbah
benda tajam di Rumah sakit
c. Limbah benda tajam yang telah di kemas pada tempatnya setelah berisikan ± 2/3 bagian
kemudian dibawa ke incinerator untuk dibakar / dimusnahkan
d. Enkapsulasi
Yang berisiko terkena benda tajam di rumah sakit:
Medis
Perawat
Petugas Kebersihan (House Keeping)
Student
Pengunjung
Masyarakat sekitar

66
Contoh pengelolaan jarum setelah dipakai:
Jangan memasukan kembali jarum bekas suntikan dengan dua tangan tehnik 0ne hand
• Jangan menekuk / mematahkan jarum yg telah dipakai
• Segera buang jarum/ needle ke dalam wadah yg telah ditentukan dan dibuang
langsung oleh sipemakai
• Kontainer benda tajam diletakan dekat lokasi tindakan
Prosedur penatalaksanaan tertusuk jarum bekas pakai dan benda tajam:
• Jangan panik
• Segera desinfeksi dengan alkohol dan cuci dengan air mengalir menggunakan
sabun atau cairan antiseptik
• Lapor ke Tim PPIRS dan K3RS, Tim PPIRS akan melakukan tindak lanjut
• Konsultasi dengan Dr Penyakit Dalam

V.Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit

a. Debu
b. Kontaminasi air dan sistem pendingin udara
c. Pasien “high risk”

I. Debu
renovasi / pembangunan akan mengotori udara sehingga berdebu dengan konsentrasi spora
jamur ( aspergillus sp) dan kuman (legionella sp) tinggi “construction related nosocomial
infection”
Aspergillus fumigatus
• Penyebab tersering aspergillosis:
- invasive
- non invasive
• > 50% invasive aspergillosis mampu berkembang sampai s: 550 c
• Terdapat dimana mana (lembab)
II. Legionella spp.
• Airborne & waterborne transmission
• Umum terdapat dalam sumber air natural
• Berakumulasi dalam “biofilm” pipa air,
bak penampungan
• Berkembang biak : 20 0 - 45 0 c

67
III. Pasien “high risk”
• Pasien transplantasi
• Pasien di bangsal hematologi dan
onkologi à neutropenia
• Pasien dgn pengobatan corticosteroid
• Pasien “immunocompromised” lainnya ( dm, odha dll )
Sumber mikroorganisme penyebab infeksi berasal;
• Debu dan tanah
• Pipa saluran air
• Sistem ventilasi
Pencegahan ;
a. Kurangi debu
b. Cegah migrasi debu dari lokasi :“barrier” plastik dari lantai sampai langit
langitpencegahan. “pre-construction “ ( sebelum kegiatan dimulai)
 konsultasi kpd komite ppirs
 identifikasi kemungkinan kerusakan saluran pipa air atau sistem a.c
 identifikasi dan peta pasien “high risk”
 pelatihan pekerja
 tentukan alur gerakan pekerja

4. “construction” ( saat kegiatan)


• Awasi alur pasien, k/p gunakan n.95 kepada pasien
• Tutup rapat pintu dan jendela ,
tambahkan “seal” “barrier” debu
• Tek negatif area kerja
hepa filter di bangsal pasien “high risk

“construction” ( saat kegiatan)


• Awasi kegiatan dgn ketat
 alur material dan bahan sisa/sampah
 kepatuhan pekerja
 risiko kontaminasi pipa air atau sistem a.c

68
Faktor “design” yang mempengaruhi transmisi infeksi r.s
1. Jumlah pasien dan perawat
2. Jumlah dan jenis pemeriksaan/prosedur
3. Ruangan yang tersedia
4. Jumlah dan jenis kamar
5. Jumlah tempat tidur per kamar
5. “post construction” ( pasca kegiatan)
• - area harus bersih dan bebas debu
• - komite ppirs menilai area sebelum digunakan
• - kalau perlu lakukan “ air sampling” dan “kultur lingkungan
Faktor “design” yang mempengaruhi transmisi infeksi di r.s
6. Lantai dan “permukaan”
7. Air, listrik dan sanitasi
8. Ventilasi dan kualitas udara
9. Pengelolaan alat medis
10. pengelolaan makanan, laundri dan limbah

1). Jumlah pasien dan petugas ; rasio perawat : pasien = 1 : 3 – 10 ( di california 1 : 6 )


“jama, vol 288/2002”
2). jumlah dan jenis pemeriksaan /prosedur
desain ketersediaan alat medis dan apd
3). jumlah dan tipe ruangan
 Maksimum 40 tempat tidur setiap 1 kepala ruangan
 Tersedia “single room” untuk isolasi pasien infeksius
4). jumlah tempat tidur tiap kamar
 2 – 4 tempat tidur ( jarak minimum 1 m )
 ideal : 1 tt tiap kamar
 tiap kamar tersedia fasilitas alcohol – based hand rub (alkhl) ( ideal : tiap tempat tidur
)
 toilet & shower tiap kamar

69
5). lantai dan “permukaan”
 mudah dibersihkan
 tidak ada karpet
 rekomendasi : vinyl
6). air, listrik dan sanitasi
 air minum diperiksa secara berkala
 air bersih dan listrik tersedia 24 jam perhari
 -pengelolaan air unit khusus (hemodialisis, bangsal transplant) --- cegah perkembangan
kuman legionella, pseudomonas, jamur dan mikro-organisme lingkungan lainnya.
7). ventilasi dan kwalitas udara
 Who menyarankan ventilasi alamiah
 untuk ppi – tb ( 2009 )
 mampu mencegah transmisi airborne
8). pengelolaan alat medis
 “clean” & “dirty” harus terpisah
 Tindakan mempersiapkan infus dan
 injeksi di ruang bersih dan terpisah
 alat steril disimpan di lemari tertutup
Alasan who menyarankan 1 kamar 1 tt ( single bed rooms )
 kwalitas tidur lebih baik
 Privasi meningkat
 Tingkat kebisingan menurun
 Transmisi mikro-organisme menurun
 Kesalahan pemberian obat menurun
 Proteksi data pasien lebih baik

70
VI.KESEHATAN KARYAWAN/PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN
Petugas kesehatan berisiko terinfeksi bila terekspos saat bekerja, juga dapat
mentransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan yang lain.
Fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi bagi petugas
kesehatan. Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat
pernah infeksi apa saja, status imunisasinya.
Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B, dan bila
memungkinkan A, influenza campak, tetanus, difteri, rubella. Mantoux test untuk melihat
adakah infeksi TB sebelumnya, sebagai data awal. Pada kasus khusus, dapat diberikan
varicella. Alur paska pajanan harus dibuat dan dipastikan dipatuhi untuk HIV, HBV, HCV,
Neisseria meningitides, MTB, Hepatitis A, Difteri, Varicella zoster, Bordetella pertussis,
Rabies.Pajanan terhadap virus H5N1 Bila terjadi pajanan H5N1 diberikan oseltamivir 2x75 mg
selama 5 hari. Monitor kesehatan petugas yang terpajan sesuai dengan formulir yang tersedia.
Pajanan terhadap virus HIV Risiko terpajan 0,2 – 0,4% per injuri.

Upaya menurunkan risiko terpajan patogen melalui darah dapat melalui:


• Rutin menjalankan Kewaspadaan Standar, memakai APD yang sesuai
• Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
• Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum, benda tajam.

Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi pasca pajanan:


• Tusukan yang dalam
• Timbul darah pada alat penimbul pajanan
• Tusukan masuk ke pembulu darah
• Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
• Jarum berlubang di tengah

Tindakan pencegahan harus terinformasi kepada seluruh petugas. Peraturan harus


termasuk memeriksa sumber pajanan, penatalaksanaan jarum dan alat tajam yang benar, alat
pelindung diri, penatalaksanaan luka tusuk, sterilisasi dan desinfeksi.
Alur penatalaksanaan pajanan di rumah sakit harus termasuk pemeriksaan laboratorium yang
harus dikerjakan, profilaksis pasca pajanan harus telah diberikan dalam waktu 4 jam pasca
pajanan, dianjurkan pemberian anti retroviral (ARV) kombinasi AZT (ziduvudin), 3 TC
71
(lamivudine) dam indinavir atau sesuai pedoman local. Pasca pajanan harus segera dilakuan
pemerikasaan HIV serologis dan dicatat sampai jadwal pemeriksaan monitoring lanjutannya
kemungkinan serokonversi. Petugas terinformasi tentang sindroma ARV akut, mononucleosis
akut pada 70-90% infeksi HIV akut, melaporkan semua gejala sakit yang dialami dalam 3
bulan. Kemungkinan risiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling, pemeriksaan
laboratorium dan pemberian ARV harus difasilitasi dalam 24 jam. Penulusuran pasca pajanan
harus standar sampai waktu 1 tahun. Diulang tiap 3 bulan sampai 9 bulan ataupun 1 tahun.
Pajanan terhadap Virus Hepatitis B. Probabilitas infeksi hepatitis B pasca pajanan antara 1,9-
40% per pajanan. Segera pasca pajanan harus dilakukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi
infeksi bila sumber pajanan positif HBsAg atau HBeAg. Profilaksis pasca pajanan
Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HBs lebih dari 10 mlU/ml. Hb
immunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 48 jam dan 1> minggu PP, dan 1 seri
vaksinasi hepatitis B dan dimonitor dengan tes serologogik. Hepatitis D timbul pada individu
dengan Hepatitis B, ditransmisikan dengan cara yang sama demikian dengan cara monitornya
Program kesehatan pada petugas kesehatan. Adalah program sebagai strategi preventif
terhadap infeksi yang dapat ditransmisikan dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain:
 Monitoring dan support kesehatan petugas
 Vaksinasi bila dibutuhkan
 Vaksinasi terhadap infeksi saluran nafas akut bila memungkinkan
 Menyediakan anti virus profilaksis
 Surveilans ILI membantu mengenal tanda awal transmisi infeksi saluran nafas akut dari
manusia-manusia
 Terapi dan follow upepi/pandemic infeksi saluran nfas akutpda petugas
 Rencana petugas diperbolehkan masuk sesuai pengukuran risikobil terkena infeksi
 Upayakan support psikososial
Tujuannya
 Menjamin keselamatan petigas di lingkungan rumah sakit
 Memelihara kesehatan petugas kesehatan
 Mencegah ketidakhadiran petugas, ketidak mampuan bekerja, kemungkinan
medikolegal dan KLB
Unsur yang dibutuhkan:
 Petugas yang berdedikasi
 SPO yang jelas dan ersosialisasi
 Administrasi yang menunjang
 Koodimasi yang baik antar instalasi/uni
72
 Penanganan pasca pajanan infeksius
 Pelayanan konseling
 Perawatan dan kerahasiaan medical record
 Evaluasi sebelum dan setelah penempatan
Meliputi:
 Status imunisasi
 Riwayat kesehatan yang lalu
 Terapi saat ini
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan laboratorium dan radiologi
Edukasi
Sosialisasi SPO pencegahan dan pengendalian infeksi misal: kewaspadaan isolasi,
keawspadaan standard an kewaspadaan berbasis transmisi, kebijakan Departemen Kesehatan
tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.
Program Imunisasi
Keputusan pelaksanaan imunisasi petugas tergantung pada :
 Risiko ekspos petugas
 Kontak petugas dengan pasien
 Karakteristik pasien RS
 Dana Ramah Sakit

Riwayat imunisasi yang tercata baik secara periodic menyiapkan apakah seorang petugas
memerlukan booster atau tidak. Imunisasi influenza dianjurkan sesuai dengan strain yang ada.
Penyakit akibat kerja dan penyakit paska pajanan Seyogyanya rumah sakit memiliki tata cara
pelaporan dan manajemen yang mudah serta dipahami semua petugas. Dapat berupa pedoman,
alur yang diinformasikan kepada petugas secara detail hingga berapa lama meliburkan petugas
paska pajanan serta membantu petugas dalam kecemasan atau rasa takut. Tata cara dapat
meliputi :
 Informasi risiko ekspos
 Alur manajemen dan tindak lanjut
 Penyimpanan data

73
Pengetrapan program
Perlu suatu pengukuran sebelum program diimplementasikan. Pelaksanaannya harus
merupakan cara yang paling efisien dan cost-efektif dimulai dengan survey dengan memakai
kuesioner tingkat imunitas suatu penyakit yang akan dicegah. Hasil survey dapat dipakai untuk
perencanaan dana termasuk pemeriksaan serologi dan vaksin yang dibutuhkan.

Strategi program
Langkah demi langkah pengetrapan program harus dikalkulasi, sehingga budget dapat
disiapkan, didiskusikan. Prosedur dijalankan setelah pemikiran, identifikasi kasus, peraturan
pelayanan, langkah pencegahan, manajemen paska pajanan menjamin kesuksesan
implementasi program. Hal ini juga mencegah terjadinya dana yang terbuang percuma.

Jalinan kinerja
Jalinan kinerja yang baik diantara petugas dan manajemen membantu pelaksanaan
program. Kepercayaan pihak manajemen kepada tim PPI berupa dukungan moral dan finansial
akan membantu program terlaksana efektif. Komunikasi dan kolaborasi yang
berkesinambungan dari tim PPI dan seluruh unit/ departemen akan penting bagi upaya deteksi
dini masalah PPI serta ketidakpatuhan sehingga kesalahan dapat segera diperbaiki dan
mencegah kegagalan program PPI.

Pelaksanaan program dengan dana minimal.


Perlindungan yang minimal bagi petugas adalah imunisasi Hepatitis B, imunisasi
massal dan diulang tiap 5 tahun paska imunisasi, disertai program manajemen paska pajanan
tusukan tajam dan percikan bagi petugas, meliputi :
 Tes pada pasien sebagai sumber pajanan
 Tes HBsAg dan AntiHBs petugas
 Tes serologi yang tepat
 Penanganan yang tepat paska pajanan dalam 48 jam diberi immunoglobulin hepatitis B
 Bila perlu diberi booster
 Penelitian dan pencegahan harus melingkupi seluruh petugas.

74
VII .PENEMPATAN PASIEN( ISOLASI )
A. Pengertian kamar isolasi

1. Pengertian Isolasi
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan /penyebaran kuman pathogen
dari sumber infeksi ( petugas pasien,karier ,pengunjung) ke orang lain
2. Syarat Kamar Isolasi
1. Lingkungan harus tenang
2. Sirkulasi udara harus cukup
3. Penerangan harus cukup
4. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi pasien
dan pembersihannya.
5. Tersedia WC dan kamar mandi
6. Kebersihan lingkungan harus dijaga
7. Tempat sampah harus tertutup
8. Bebas dari serangga
9. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci bersih dengan memakai desinfekstans
3. Syarat –syarat yang bekerja dikamar isolasi
1. Harus sehat.
2. Mengetahui prinsip aseptik/antiseptik.
3. Pakaian rapih dan bersih.
4. tidak memakai perhiasan.
5. Kuku harus pendek.
6. Cuci tangan sebelum masuk ruang isolasi.
7. Pergunakan barier nursing seperti pakaian khusus,topi,masker,sarung tangan dan sandal
khusus.
8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
9. Bebicara seperlunya.
10. Cuci tangan sebelum meninggakan kamar isolasi
4. Alat
1. Alat yang dibutuhkan cukup tersedia
2. Selalu dalam keadaan steril
3. Dari bahan yang mudahkeadaan steril
4. Alat suntuk bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan
5. Alat yang tidak dipakai dicuci dan disterilkan kembali
6. alat tilakukan sesuai yang enun bekas dimasukkan krdalam tempat tertutup
75
5. Jenis Isolasi
Jenis isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenitas kuman dan cara penularannya
/penyebarannya
a. Isolasi ketat
Tujuan isolasi adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang sangat menular baik
melalui kontak langsung maupun peredaran udara.
Tehnik ini mengharuskan pasien memakai pakaian khusus masker dan sarung tangan serta
mematuhi aturan pencegahan yang ketat .misalnya pada pasien penyakit cacar, difteri atau
infeksi Staphylococus aureus karena luka bakar
b. Isolasi Saluran Pernapasan
Tujuan untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan dengan cara
kontak langsungdan peredaran udara. Cara ini mengharuskan pasien dalam kamar terpisah
memakai masker dan dilakukan tindakan pencegahan khusus terhadap buangan nafas /sputum
misal nya pada pasien pertusis, campak, tuberculosis paru, haemophillus influenza

c. Isolasi ikterik
Tujuan mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit karena disebarkan kontak
langsung dan atau tak langsung dengan buangan dubur pasien kolera Salmonella shillosis
dysentri amuba ,entrokoliris/tinja yang mengandung kuman penyakit menular .Pasien ini
dapat bersama dengan pasien lain dalam satu kamar, tetapi dicegah kontaminasi silang
melalui mulut dan dubur, Misalnya pada pasien kolera, Slshillosis. dysentri amuba,
entrokolitis, Staphylococus

d. Isolasi Luka dan Kulit


Tujuan untuk mencegah kontak antara kuman pathogen yang disebarkan oleh Kontak
langsung luka, kulit atau benda yang terkontaminasi dengan pasien, Pasien ini lebih baik
ditempatkan dikamar tersendiri. Petugas yang berhubungan langsung harus memakai pakaian
khusus, masker dan sarung tangan. Pencegahan khusus harus pada waktu penggantian balutan
Misalnya pada pasien gas gangrene, pus,dan infeksi kulit yang menyeluruh/luka bakar
e. Tindakan pencegahan terhadap buangan tubuh
Tujuan untuk mencegah infeksi oleh kuman pathogen yang disebarkan karena kontak
dengan darah cairan tubuh dan atau benda terkontaminasi ,misalnya pasien gonorhe ,scarlet
fever

76
f. Tindakan Pencegahan terhadap darah dan cairan tubuh
Tujuan mencegah penularan oleh organism e yang disebabkan karena kontak dengan darah,
cairan tubuh, dan atau benda terkontaminasi . Tindakan khusus dilakukan terhadap jarum dan
semprit yang terkontaminasi , Misalnya pada pasien hepatitis dan AIDS.

6.Lamanya Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas Laboratorium ;
1. Sampai biakan kuman negative
2. Sampai penyakit sembuh (khusus penyakit kulit idak mengeluarkan bahan menular
3. Selama pasien dirawat diruang rawat
4. Sampai 24 jam setelah dimulai pemberian antibiotika yang efektif

B. Pertimbangan pada saat penempatan pasien.

 Pasien yang kemungkinan penyakitnya dapat terjadi kontaminasi luas terhadap


lingkungan, misalnya : Luka lebar dengan cairan yang keluar, diare hebat,
perdarahan tidak terkontrol.

 Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara ke


kontak, misal : Luka dengan infeksi kuman bakteri gram positif.

 Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke area
tidak ada orang lalu lalang, Misal : TBC.

 Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas,
misal : Varicella.

 Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan ( anak, gangguan
mental)

C. Penanganan pasien dengan penyakit menular.

 Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap kewaspadaan standar.

 Penempatan pasien seharusnya sesuai temuan klinis sambil menunggu hasil kultur
laboratorium.

77
D. Tempat / Lokasi.

 Ruangan kelas III Flamboyan : tersedia 2 tempat tidur

E. Penanganan kasus atau dugaan kasus penyakit infeksi menular melalui udara.

 Letakkan pasien di dalam suatu ruangan tersendiri.Jika ruangan tersendiri tidak


tersedia, kelompokkan kasus yang SUDAH dikonfirmasi, secara terpisah di dalam
ruangan dengan beberapa tempat tidur dari kasus yang BELUM dikonfirmasi atau
SEDANG di diagnosis dengan cara di kelompokkan ( Cohorting).Bila ditempatkan
dalam 1 ruangan, jarak antar tempat tidur dalam 1 ( satu ) ruangan HARUS lebih
dari 2 ( dua) meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik
seperti TIRAI / SEKAT.

 Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut bertekanan negative yang HARUS


di lakukan monitoring, dengan pergantian udara 6 – 12 x per jam dan sistim
pembuangan udara keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi efisiensi
tinggi ( Hepa Filter).

 Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negative dengan sistim penyaringan udara
partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negative didalam ruangan pasien dengan
memasang pendingin ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar
aliran udara kegedung melalui jendela. Jendela harus terbuka keluar dan tidak
mengarah kearea public ( lalu lalang orang). Uji untuk tekanan negative dapat
dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan di amati
apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan didalam
ruangan dapat meningkatkan aliran udara.

 Jaga pintu selalu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya
tindakan pencegahan yang harus dilakukan.

 Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai dengan
kebutuhan : Harus menggunakan partikulat N95. bila tidak, gunakan masker bedah
sebagai alternatif, gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan.

 Pakailah sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan.

 Pakai gaun bersih, non steril ketika masuk ruangan jika akan berhubungan dengan
pasien atau kontak dengan permukaan atau barang – barang di dalam ruangan.

78
 Bila kamar tidak memungkinkan kohorting, bila pasien terinfeksi di campur dengan
non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk
mencegah terjadinya transmisi.

F. Transport pasien infeksius.

 Dibatasi, bila perlu saja.

 Keluarga pendamping juga perlu diberikan edukasi oleh petugas agar menjaga
kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan standar untuk mencegah
terjadinya penyebaran infeksi kepada diri sendiri maupun kepada pasien lain.

 Bila mikroba virulen, ada 3 ( tiga) hal yang perlu diperhatikan :

1. Pasien diberi APD ( masker, gaun).

2. Petugas di area tujuan harus diinformasikan akan datangnya pasien tersebut,


sehingga petugas perlu melaksanakan kewaspadaan standar.

3. Pasien diberi informasi untuk ikut serta dalam menghindari proses terjadinya
transmisi kepada orang lain.

 Pasien yang sudah di diagnose menderita SARS atau Flu burung :

1. Jangan izinkan mereka untuk meninggalkan ruang isolasi kecuali terkait dengan
pelayanan kesehatan.

2. Pindahkan pasien melalui alur yang dapat mengurangi kemungkinan


terpajannya staf, pasien atau pengunjung.

3. Bila pasien dapat menggunakan masker bedah, petugas kesehatan harus


menggunakan gaun pelindung dan sarung tangan. Bila pasien tidak dapat
menggunakan masker, petugas kesehatan harus menggunakan masker, gaun
pelindung dan sarung tangan.

79
G. Pemulangan pasien.

 Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu penularan.

 Bila pasien pulang sebelum waktu rawat / isolasi berakhir, pasien yang dicurigai
terkena penyakit menular melalui udara / airborn harus diisolasi didalam rumah
selama pasien tersebut mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai
diagnosis alternative dibuat atau hasil uji diagnose menunjukkan bahwa pasien
tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga
kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri.

 Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang


tindakan pencegahan yang perlu dilakukan, sesuai dengan cara penularan penyakit
menular yang diderita pasien.

 Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan setelah


pemulangan pasien.

80
Tata Tertib Prosedur Isolasi Pasien Transmisi Penularan melalui KONTAK
( CONTACT PRECAUTION )

Semua staff dan pengunjung HARUS lapor kepada perawat jaga, Sebelum memasuki
kamar isolasi

 Semua STAFF dan PENGUNJUNG Wajib Melakukan


KEBERSIHAN TANGAN, SEBELUM MASUK KE RUANG
ISOLASI

 Pakailah SARUNG TANGAN dan APRON Jika MEMASUKI


RUANGAN ISOLASI

 PINTU KAMAR Pasien HARUS SELALU TERTUTUP

 Lakukan DEKONTAMINASI SEMUA PERALATAN HABIS


PAKAI.
 Buang SARUNG TANGAN DAN APRON KE TEMPAT
LIMBAH INFEKSIUS.
 Lakukan KEBERSIHAN TANGAN SEBELUM
MENINGGALKAN RUANGAN
 Lakukan KEBERSIHAN RUANGAN SETIAP
PERGANTIAN SHIFT

Tata Tertib Isolasi Pasien dengan Tranmissi Penularan Melalui DROPLET /


PERCIKAN
( DROPLET PRECAUTION )

81
Semua staff dan pengunjung HARUS lapor kepada perawat jaga, Sebelum
memasuki
kamar isolasi

 Semua Staff Dan Pengunjung Wajib Melakukan


KEBERSIHAN TANGAN, SEBELUM MASUK KE RUANG
ISOLASI

 Pakailah SARUNG TANGAN, APRON & MASKER BEDAH


JIKA MEMASUKI RUANGAN ISOLASI

 PINTU KAMAR Pasien HARUS SELALU TERTUTUP

 LAKUKAN DEKONTAMINASI SEMUA PERALATAN


HABIS PAKAI.
 BUANG SARUNG TANGAN, APRON & MASKER BEDAH
KE TEMPAT LIMBAH INFEKSIUS.
 LAKUKAN KEBERSIHAN TANGAN SEBELUM
MENINGGALKAN RUANGAN
 LAKUKAN KEBERSIHAN RUANGAN SETIAP
PERGANTIAN SHIFT

82
TATA TERTIB ISOLASI PASIEN PENULARAN MELALUI UDARA
( AIRBORN PRECAUTION )

Semua staff dan pengunjung HARUS lapor kepada perawat jaga, Sebelum memasuki
kamar isolasi

 SEMUA STAFF DAN PENGUNJUNG WAJIB


MELAKUKAN KEBERSIHAN TANGAN, SEBELUM
MASUK KE RUANG ISOLASI

 PAKAILAH SARUNG TANGAN,APRON DAN MASKER


BEDAH JIKA MEMASUKI RUANGAN ISOLASI.

 PINTU KAMAR HARUS SELALU TERTUTUP

 LAKUKAN DEKONTAMINASI SEMUA PERALATAN


HABIS PAKAI.
 BUANG SARUNG TANGAN DAN APRON KE TEMPAT
LIMBAH INFEKSIUS.
 LAKUKAN KEBERSIHAN TANGAN SEBELUM
MENINGGALKAN RUANGAN
 LAKUKAN KEBERSIHAN RUANGAN SETIAP
PERGANTIAN SHIFT

83
VIII. HIGIENE RESPIRASI/ ETIKA BATUK
Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya.
Semua pasien, pengungjung dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi
etika batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah sekresi pernafasan. Saat Anda batuk
atau bersin :
1. Tutup hidung dan mulut Anda
2. Segera buang tisu yang sudah dipakai
3. Lakukan kebersihan tangan
Di fasilitas pelayanan kesehatan Sebaiknya gunakan masker bedah bila Anda sedang batuk.
Etika batuk dan kebersihan pernapasan harus diterapkan di semua bagian RS, di lingkungan
masyarakat dan bahkan di rumah. Tindakan penting ini harus selalu dilakukan untuk
mengendalikan sumber infeksi potensial.

IX. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN


Pakai jarum yang steril, sekali pakai pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi
pada peralatan injeksi dan terapi.
Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit yang dipakai ulang
untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang
dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.

X. PRAKTEK UNTUK LUMBAL PUNKSI


Pemakaian masker pada insersi kateter atau injeksi suatu obat ke dalam area spinal atau
epidural melalui prosedur lumbal punksa ,misal saat melakukan anestesi spinal dan epidural,
myelogram, untuk mencegah transmisi droplet, flora orofaring

84
BAB V

LOGISTIK

A. Pengadaan
Penyelenggaraan PPI harus terarah, tepat guna dan hemat biaya (cost effective) oleh
karena itu
kegiatan PPI terkait dengan bagian pembelian barang yang membutuhkan koordinasi
dengan ;
- Bagian Keuangan ; Biaya penyelenggaraan PPI terkait dengan Angaran dari
bagian Keuangan/Pembelian Barang dari Anggaran rutin Rumah sakit. Pembelian
produk (rutin ) sekali pakai, pembelian sarana / produk baru set infuse, jarum suntik,
penvlon, Kasa, sarung tangan, masker, gaun, APD untuk laundri. Biaya penerapan
peralatan baru, Biaya pelatihan/ pendidikan. Biaya Penghematan yg Disebabkan
penerapan PPI. Biaya diagnosis, pengobatan, perawatan, Biaya akibat tdk bekerja,
Biaya kecacatan / kematian, Biaya non finansial : kepuasan pelanggan, aspek hukum/
etik, citra Negative RS
- Melakukan koordinasi dengan bidang Keperawatan untuk kegiatan PPI di rawat Inap
/rawat jalan
- Melakukan koordinasi dengan Rekam Medik untuk penyediaan formulir laporan
surveilans infeksi RS dan pencatatan surveilans infeksi melalui jaringan komputer dari
tiap ruangan
- PromKesRS,; Untuk dapat melakukan penyuluhan kepada pasien pengunjung /keluarga
pasien . terutama mengenai kebersihan tangan dan lingkungan RS, etika batuk dan
perilaku merokok
- Melakukan kordinasi dengan Sanitasi, Kesehatan lingkungan mengenai air bersih,
sampah dan udara
- Melakukan koordinasi dengan K3RS untuk perlindungan Petugas Kesehatan dari ; luka
tusuk benda tajam, vaksinasi petugas
- Manajemen Risiko; untuk meningkatkan Keselamatan pasien terutama mencegah
pasien jatuh, aspirasi makanan , salah operasi dll
- Melakukan koordinasi dengan Diklat untuk penyelenggaraan pelatihan keterampilan,
surveilans infeksi RS,
- Melakukan Koordinasi dengan unit Laundri, memisahkan linen kotor dan bersih
penggunann label infeksi untuk linen yang digunakan pasien infeksi / tercemar Infeksi.
85
Penyediaan, pencucian dan penyimpanan linen, penggunaan alat pelindung petugas
laundri sesuai PPI
- Melakukan koordinasi denganCSSD untuk Penyediaan alat yang di pakai ulang, bahan
bahan yang disterilkan sesuai PPI
- Melakukan koordinasi dengan bagian farmasi untuk penyediaan sabun berbasis alkohol,
penggunaan antibiotika yang telah resisten atau masih sensitif sensitive
- Membuat Laporan rutin : harian mingguan, bulanan 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, maupun
insidentil atau KLB, Pola Kuman tiap 6 bulan /kali

B. Penyimpanan

Penyimpanan APD dilakukan oleh unit masing-masing.

86
BAB VI

KESELAMATAN PASIEN

Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah Suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk: asesmen risiko; identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien; pelaporan dan analisis insiden ; kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Salah satu program yang menjadi dasar Keselamatan Pasien adalah
menekan/menurunkan Insiden Keselamatan Pasien beserta KNC/KTD dan meningkatkan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien.

SURVEILENS INFEKSI RUMAH SAKIT / HAI’s


A. Definisi;
Surveilens IRS adalah sutu proses yang dinamis ,sistematis dilakukan terus menerus dalam
identifikasi,analisis dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
Prinsip dan tujuan pencegahan infeksi RS adalah:
1. Melindungi pasien
2. Melindungi petugas kesehatan dan lainnya keluarga pasien, pengunjung, di lingkungan
RS.
Dan kedua tujuan diatas dilakukan dengan biaya yang efektif dan murah bila mungkin. Bila
surveilans dan Pencegahan infeksi baik serta penggunaan antibiotik yang sesuai maka
mikroorganisme yang resisten menurun.
Sistim surveilens yang ideal :
1. Melaksanakan pengumpulan analisa data secara ringkas, menyebarkan dan memonitor
selanjutnya.
2. Definisi mudah dimengerti dan mudah diterapkan.
3. Mampu merespons setiap masalah yang baru timbul dengan tehnologi dan definisi
kasus.
4. Data lengkap dan benar.
5. Pelatihan untuk petugas.

87
6. pemasukan data dengan sistem kualitas pemeriksaan yang teliti. Dengan komputer yang
menggunakan sistem demografi/mikrobiologi.
7. Tidak terlalu membebankan
8. Harus sebagai data yang lengkap dan memenuhi persyaratan.

EVALUASI SURVEILENS
 Apa yang dapat dilakukan karena adanya data surveilens tersebut?
 Siapa yang menggunakan data untuk yang pertama kali untuk memulai kegiatan?
 Buat Daftar hal2 yang diantisipasi yang menggunakan data tersebut.
 Singkat
 Fleksibel
 Diterima
 Sensitif
 Representatif
 Timelines

Surveilens Hambatan dalam perubahan perilaku untuk cuci tangan


 Boyce ann intern med 1999
 Mengetahui atau waktu yang terbatas
 Iritasi kulit dan menjadi kering.
 Tempat cuci tangan tidak terjangkau
 Pribadi kurang baertanggung jawab.
 Kurangnya kesadaran bahwa cuci tangan dapat memberikan efek klinis pasien
Pencegahan SSI
 Kamar operasi yang memenuhi syarat ventilasi, dan sirkulasi udara .
 Cuci tangan
 Tidak dicukur
 Selalu pintu tertutup dan membatasi orang yang berada dikamar operasi.
 Persiapan sebelum operasi kulit harus dalam keadaan kering.
 Antibiotik profilaksis yang tepat jenis,waktu, dan hanya diberikan 1 x 24 jam,
 Preoperatif dalam keadaan normotermi.
 Kadar glukosa preoperatif normal .
 sterilisasi peralatan batasi dengan cara sterilisasi yang menggunakan cahaya.
 Monitor rata 2 SSI dengan target yang prosedurnya yang berisiko tinggi dan
rata 2 yang beresiko dan dilaporkan ke ahli bedah
88
Pencegahan resiko infeksi selama menggunakan kateter Intra vena.
1. Meminimalkan lokasi masuknya kateter kedalam kulit dan disekitarnya
2. Manipulasi kateter dengan cara aseptik ,membersihkan daerah sekitar
3. lokasi masuknya kateter dan kateter menggunakan konektor.
4. kateter memakai antibiotik / antiseptik yang tertutup dari luar
5. Kateter dimasukan dalam wadah dan tertutup

Standard Pencegahan VAP;


1. Keseragaman pendidikan perawat dan fisioterapi pernapasan
2. Standar perawatan rongga mulut
3. Standard cairan perawatan rongga mulut
4. Penggunaan alat dengan sistem tertutup
5. Penggurangan paparan dari lingkungan

5 Langkah mencegah MRSA


1. Melakukan pemeriksaan pada pasien yang beresiko. Dengan surveilens aktif
melakukan kultur untuk mengidentifikasi dari sumber penebaran infeksi.
2. Cuci tangan
3.Melakukan isolasi pada pasien yang kemungkinan terdapat koloni atau
terinfeksi / terdapat mikroba yang resisten.
4.Penggunaan antibiotik yang sesuai.
5.Dekolonisasi atau supresi dari koloni pasien

89
FAKTOR RESIKO HAP & VAP

Resiko terjadiAspirasi bakteri dari cairan oroparing dan lambung terutama :


 Penyakit paru obstruktif kronis,sindrom obstruksi
 Kesadaran menurun: - obat sedativa /anestesi umum
 Penderita tirah baring lama ; - kelainan neurologi /stroke
-Trauma kepala
-Penyakit keganasan
 Daya tahan tubuh menurun: - usia lanjut,steroid
 Pasca operasi abdomen atas dan thoraks, leher, bedah syaraf, bedah vaskuler .
 Gangguan reflek menelan /reflek batuk /(usia lanjut,BBRL),
 Gangguan motilitas lambung / pengosongan lambung (reflux gaster,ileus,muntah.
 Lama dan jenis operasi.

Pencegahan Pneumonia Aspirasi


 Penderita dijelaskan faktor resiko terjadinya aspirasi
 Penjelasan tentang poster aspirasi di dekat tempat tidur pasien
 Suksion didekat tempat tidur pasien
 Jarak kepala dan tempat tidur 30 derajat
 Sering membersihkan mulut dan gigi
 Perawatan 1 pasien dengan 1 supervisi pengawas waktu memberi makan

Kondisi Beresiko terjadi Aspirasi


Kelainan Neurologi
 Riwayat Aspirasi
 Riwayat refluks /dysfagia
 Ventilasi mekanis dan post ekstubasi
 Kondisi Paru dengan 02 >5 lt/mnt
 Operasi kepala dan leher
 Pengobatan yang menyebabkan pengosongan lambung menjadi lambat seperti ;
Dopamine, Propofol
 Penderita yang memakai selang NGT

90
DASAR-DASAR METODE PENCEGAHAN HAP/HCAP/VAP
 Terapi penyakit :paru sebelum dilakukan operasi.
 Tinggikan kepala 30o dari tempat tidur.
 Hindari melakukan penghisapan lendir jalan napas bila tidak diperlukan.
 Oral hygiene dengan antiseptik atau chlorhexidine 6x/hari.
 Latihan napas dalam dan batuk sebelum dan setelah operasi.
 Perkusi dan drainage postural untuk menstimulasi batuk
 Mobilisasi secepatnya setelah operasi.
Faktor Pencegahan lain
1. Perawatan paru pra bedah
Pemeriksaan fungsi paru /spirometri , Terapi bronkodilator, mukolitik
2. fisioterapi pernafasan pra dan pasca operasi Terutama pada penderita : dengan Penyakit
paru /disfungsi paru berat sebelumnya atau pra operasi
3. Rongga thorak dan abdomen bagian atas
4. Jenis anastesi dan lamanya operasi.
5. Terapi oksigen /alat pernafasan yang tidak invasif.

Pencegahan VAP
1. Mencegah kolonisasi tr.Aerodisgestivus
2. Hindari penggunaan antibiotik profilaksis
3. Pencegahan ulkus : menggunakan sukralfat dan untuk pencegahan stress ulcer.
4. Kumur2 dengan CHG
5. Dekontaminasi usus selektif
6. Memberikan antibiotik dengan masa kerja pendek pada pasien yang beresiko.
7. Mencegah aspirasi cairan lebih baik melakukan intubasi melalui mulut
8. Jumlah Petugas ICU yang sesuai
9. Menghindari intubasi trakhea dengan menggunakan masker ventilasi
10. Aplikasi protokol penyapihan dan menggunakan sedasi yang optimal untuk
memperpendek penggunaan ventilator mekanik.
11. Posisi penderita tidur dengan kepala 30 derajat.
12. Meminimalkan distensi lambung
13. Menghisap cairan subglotis
14. Hindari merubah /manipulasi sirkuit ventilator harus dengan sistim tertutup.
15. Rutin melakukan drainase cairan embun ventilator

91
Pencegahan infeksi saluran kemih/UTI
1. Pertimbangkan apakah pasien sangat membutuhkan kateter urin.
2. Indikasi yang tepat
3. Obstruksi kandung kemih
4. Inkontinensia dan terdapat luka di sakrum
5. monitor urin out put
6. Penderita kritis
7. Selama dan setelah operasi

A. Pencatatan data Surveilans


Metode yang dipakai dalam surveilans infeksi rumah sakit ( IRS) dalah metode target
surveilens aktif dengan melakukan kunjungan lapangan ( bangsal) dilakukan identifikasi
keadaan klinik pasien ada tidaknya tanda-tanda infeksi dan faktor-faktor resiko dilakukan
pemeriksaan labolatorium sebagai pemeriksaan penunjang kalau penemuan kasus dengan
mengakses data dari meja kerjanya.
Penemuan kasus biasanya dimulai dengan menelusuri daftar pasien baru masuk dengan
infeksi maupun tidak infeksi ( baik infeksi komunitas maupun IRS pada perawatan
sebelumnya) dan pasien-pasien yang mempunyai resiko untuk mendapatkan IRS seperti pada
pasien diabetes atau pasien dengan penyakit imunosupresi kuat selanjutnya mengunjungi
labolatorium untuk melihat laporan mikrobiologi.hal ini dapat membantu Komite tim PPI
menentukan pasien mana yang perlu ditelaah lebih lanjut dibangsal melakukan observasi klinis
pasien.laporan keperawatan grafik suhu,lembar pemberian antibioti.untuk mendapatkan data
yang lebih akurat dapat melakukan wawancara dengan dokter,perawat dan pasien sendiri
maupun keluarganya.Kunjungan rutin ke bangsal dan labolatorium ini memberi kesempatan
kepada komite/Tim PPi untuk mengadakan kontak langsung petugas perawatan atau
laboratorium untuk mendapat gambaran adanya IRS serta gambran penerapan keadaan umum
pada saat itu serta memberikan bimbingan langsung pendidikan ( on-the spot) tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi pada umumnya atau kewaspadaan standar pada
khususnya.

92
Diagram Pneumonia (PNEU)

Pasien dengan penyakit penyerta kardio-pulmoner Pasien tanpa penyakit penyerta kardio-pulmoner

- Infiltrate baru atau


progresif yang
Radiologis

≥ 2 tanda radilogis ≥ 1 tanda radilogis


menetap
serial serial
- Konsolidasi
- Kavitas
- Pneumotoceles
pada bayi ≤ 1 tahun

- Demam Minimal 1 simptom


- Leucopenia atau
Minimal 1 simptom Termasuk symptom
leukositosis
- Penderita ≥ 70 - Hemoptisis
tahun perubahan - Nyeri pleuritik
status mental
(Tanda-Gejala)

- Onset baru sputum


Simtom

purulen atau
perubahan sifat Minimal 2 simptom Minimal 1 simptom
sputum, sekresi ↑
- Batuk memburuk
atau dyspnea atau
tachypnea
- Rhonci basah atau
suara nafas
bronchial
- Memburuknya
pertukaran gas
T

immunocompromised

- Kultur darah + Sekresi nafas : Kultur pasangan


- Kultur cairan pleura + darah – sputum : +
Laboratorium

- Specimen SNB : kultur kuantitatif + - Kultur + dan cocok untuk


- BAL : ≥ 5 sel mengandung bakteri - Deteksi antigen + Candida spp
intraseluler - Peningkatan titer ≥
4x IgG dari paired Specimen SNB :
- Histopatologik :
sera jamur atau
o Abses/focus konsolidasi Pneumocystis carinii
o Kultur kuantitatif + parenkim paru - PCR +
+
o Invasi hifa jamur atau pseudo
hifaparenkim paru

immunocompromised

PNU 1 PNU 2 - 1 PNU 2 - 2 PNU 3

Pneumonia Anak
93
Pasien dengan penyakit penyerta kardio Pasien tanpa penyakit
pulmoner penyerta kardio
pulmoner
FOTO Infiltrat baru atau ≥2 tanda ≥ 1 tanda
progresif yg radiologis serial radiologis
THORAKS
menetap serial

Konsolidasi

Kavitas

Pneumotoceles ≤1th
1111th<<<<<<<<,,,,,,
<<,<≤≤≤thn1 1thn
th≤≤≤≤≤≤pada bayi,
TANDA Bayi ≤ 1 Tahun ≥ 3thn sd ≤ 12 thn
GEJALA ≤1thn
thnTahun
KLINIS/ Memburuknya pertukaran gas dan ≥3 tanda berikut ini;
disertai ≥3 tanda berikut ini ;
SIMTOM Demam
Suhu tidak stabil
Leukopenia
-leukopenia≤ 4000
Leukositosis
Leukositosis
Onset baru sputum
Onset baru ;purulent sputum atau purulenatau perubahan
perubahan sifat sputum sifat sputum,sekret
meningkat
Sekresi >,tanda-tanda sesak nafas
Batuk baru, batuk
Wheezing atau ronkhi
meningkat atau tanda 2
Batuk sesak nafas

Bradikardia Ronkhi atau suara


bronchial

PNU1 Memburuknya
Anak
pertukaran gas

94
Keterangan :

 PNU 1 : kriteria untuk pneumonia klinik

 PNU2 – 1 : kriteria untuk Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk
infeksi bakteri umum dan jamur berfilamen

 PNU2 – 2 : kriteria untuk Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk
infeksi virus Legionella, Chlamydia, Mycoplasma dan patogen tidak umum lainnya

 PNU 3 : kriteria untuk Pneumonia pada pasien immunocompromised

 Yang di maksud dengan kelainan kardio – pulmona, misalnya respiratory disstress


syndrome, broncopneumonary dysplasia, pulmonary edema atau chronic obstructive
pulmonary disease

 Demam suhu 38oC

 Leukopenia >4000 SDP/mm3( SDP : sel darah putih )

 Leukositosis ≥12.000 SDP / mm3

 Lekositosis ≥ 15.000 SDP /mm3

 Memburuknya pertukaran gas : desaturasi O2: PaO2/ FiO2 ≤ 240 atau PO2< 94 %,
peningkatan kebutuhan oksigen atau perlunya peningkatan ventilator

 Peningkatan sekresi pernafasan termasuk peningkatan keperluan pengasapan


(suctional)

 SNB : saluran nafas bawah

 Sekresi SNB adalah yang di ambil dengan alat bronchoskopi dan merupakan spesimen
sekresi saluran nafas bawah yang mempunyai tingkat kontaminasi minimal

 Spesimen NSB dapat berupa lavage ( bilasan ) atau brushing

 BAL : broncho alveolar lavage

 Antigen merupakan komponen /protein dari mikroba. Tes deteksi antigen menggunakan
antibodi yang spesifik yang akan berikatan dengan antigen mikroba yang ada pada
spesimen tersebut.

 Metode deteksi antigen dapat berupa : micro-IF,RIA,EIA,FAMA

95
 Antibodi: merupakan Imunoglobulin spesifik yang dibuat tubuh bila ada antigen
masuk. Karena hanya merupakan reaksi respon, maka baru terdeteksi setelah seminggu
lebih terinfeksi, dan ada progres peningkatan titer kalau baru di produksi ( fase akut)
yang akan terus meningkat setelah beberapa minggu, yang kemudian menurun setelah
beberapa bulan ( sekitar 3 bulan )dan sebagian besar akan tetap terdeteksi selama
bertahun – tahun tetapi dengan kadar yang semakin turun.

 PCR : Polymerase Chain Reaction, merupakan salah satu metode deteksi infeksi
dengan cara memperbanyak asam nukleat mikroba. Merupakan cara deteksi infeksi
yang sangat sensitif dan waktu yang cepat

96
Umum Usia < 1 tahun

- Demam - Demam
( Gejala dan Tanda ISK )

- Urgensi - Hipotermi
- Frekuensi - Apneu
SIMTOM

- Disuria - Bradikardi
- Nyeri suprapubik - Letargia
- Muntah – muntah

Mayor Minor
Kultur urin pancar tengah - Dipstick lekosit esterase atau nitrit positif
- Piuri : lekosit ≥10/mm3atau ≥3/LPB unspun-
- Koloni ≥ 105/ ml urine
- Jenis kuman uropatogen - Mikroskopis kuman dg cat Gram unspun-urine
Konfirmasi

≤ 2 spesies - ≥2x ulangan kultur urin kateter/ pungsi


ISK

suprapubik jenis uropatogen sama, koloni


≥105/ml
- Kultur urin kooni ≤105/ml uropatogen spesies
tunggal, pasien dalam pengobatan
antimikrobaefektif untuk ISK
- Diagnosis dokter ISK
- Terapi dokter sesuai ISK

ISK SIMTOMATIK

Simtom Simtom
Umum
<1 tahun

ISK ISK
Konfirmasi
1 1
Mayor KRITERIA 3
KRITERIA 1

ISK Konfirmasi ISK


2 2
Minor
KRITERIA 2 KRITERIA 4

ISK ASIMTOMATIK

KONFIRMASI MAYOR 1X 2X
97
Infeksi Saluran Kemih
Kriteria 1 Kriteria 2

Umum Usia ≥ 1

- Demam > 38OC


Kultur positif dan: - Demam (>
Abses/ tanda infeksi - Hipotermi < 37OC
38OC)
- Cairan non pengamatan - Apneu
- Nyeri lokal
urin, atau langsung, - Bradikardi
- Nyeri tekan
- Jaringan histopatologi - Letargia
lokal
- Muntah – muntah

≥ 2 simtom ≥1 simtom

- Drainase pus
- Kuman kultur darah = kuman kultur lokal
- Bukti infeksi radiologis
- Diagnosis dokter
- Terapi antimikroba dokter

Kriteria 2
Kriteria 1 Kriteria 3 Kriteria 4

ISK LAIN

Keterangan

 Tes konfirmasi merupakan tes- tes yang membantu memastikan adanya ISK

o Tes konfrontasi mayor merupakan pemeriksaan kultur kuantitatif yang


menghasilkan jumlah koloni yang sedikit kemungkinan terjadi akibat
kontaminasi

o Tes konfrontasi minor merupakan pemeriksaan atau bukti ISK dengan


keakuratan yang kurang sebagai tanda adanya ISK

o Tes konfrontasi minor dapat berupa : tes- tes kultur kuantitatif dengan jumlah
koloni yang meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urin untuk melihat adanya
kemungkinan ISK tanpa melakukan kultur, dan keyakinan klinis berdasarkan
profesiomalitasnya.
98
 Urin aliran tengah ( midstream ) adalh spesimen urin yang di ambil dengan cara
membuang aliran pertama, dan aliran pancaran tengah yang akhirnya dijadikan bahan
pemeriksaan.

 Spesimen untuk kultur urin harus di dapatkan dengan teknik yang benar, misalnya
clean catch collection untuk spesimen urin pancar tengah atau kateterisasi

 Clean catch collection adalah teknik pengambilan urin pancar tengah yang terutama
dilakukan pada pasien wanita, dengan cara membersihkan dulu jalan keluarnya urin
yang di ambil secara spontan. Hal ini di lakukan untuk mengurangikontaminasi sampel
flora yang biasanya terdapat pada muara dan uretra sekitarnya

 Pada bayi, spesimen di ambil dengan cara kateterisasi kandung kemih atau aspirasi
supra pubik

 ISK lain: adalah ISK yang melibatkan jaringan lebih dalam dari sistem urinarius
misalnya ginja, ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar retroperitoneal atau
rongga perinefrik.

99
INFEKSI DAERAH OPERASI

Waktu Kejadian
30 hari post operasi 30 hari post operasi atau 1tahun bila ada
pemasangan implant

≥ 1 simtom

a. Drainase purulen
b. Kultur cairan / jaringan +
c. Abscess atau bukti infeksi lain: pengamatan
langsung, laboratorium, histopatologi, dsb.
(Tanda-Gejala)

d. Diagnosis dokter
Simtom

e. insisi membuka e. insisi “dehisces”


spontan atau sengaja spontan atau sengaja
dibuka dr. bedah, kultur + dibuka oleh dr. bedah,
atau tidak dilakukan hasil akan posistif atau
kultur dan ≥ 1 tanda tidak dilakukan biakan
radang dan nyeri local atau
demam
T

Jaringan lunak Operasi


Jaringan Yang

profunda: membuka kulit,


Terlibat

Kulit Jaringan subkutan otot dan fascia


Fascia sampai
mencapai rongga
otot
/ organ tubuh
Jenis ILO

ILO SUPERFISIAL ILO PROFUNDA ILO ORGAN /


RONGGA

Keterangan:

Bukti lain terjadinya ILO dapat berupa temuan langsung, selama re-operasi, atau
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (FA) atau radiologi.

100
A. Pengumpulan Data

1. Pengumpul Data

Tim PPI bertanggung jawab atas pengumpulan data tersebut di atas, karena
mereka yang memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi IRS sesuai
dengan criteria yang ada. Sedangkan pelaksana pengumpul data adalah IPCN
yang di bantu oleh IPCLN.

Mekanisme pelaksanaan surveilen :

IPCLN mengisi dan mengumpulkan formulir surveilen setiap pasien beresiko


di unit rawat masing – masing setiap hari. Pada awal bulan berikutnya, paling
lama tanggal 5 formulir surveilen di serahkan ke tim PPI dengan di ketahui
dan di tanda tangani kepala ruangan.

Apabila ada kecurigaan terjadi infeksi, IPCLN segera melaporkan ke IPCN


untuk di tindak lanjuti ( investigasi ).

2. Sumber Data

Sumber data diperoleh dari :

 Rekam medis

 Catatan perawat

 Catatan hasil pemeriksaan penunjang, ( laboratorium dan radiologi )

 Farmasi

 Pasien / keluarga pasien

3. Numerator

Angka kejadian infeksi.

4. Denominator

Denominator ditentukan oleh jenis infeksi rumah sakit.

Insiden rate ISK = jumlah kasus ISK x 1000

Jumlah lama hari pemakaian kateter urin menetap

Insiden rate IADP = jumlah kasus IADP x 1000

Jumlah lama hari pemakaian kateter vena

101
Insiden rate HAP = jumlah kasus pneumonia x 1000

Jumlah lama hari rawat semua pasien beresiko

Insiden rate IDO = jumlah kasus IDO x 1000

Jumlah kasus operasi

Insiden rate VAP = jumlah kasus VAP x 1000

Jumlah lama hari pemakaian ETT

B. Perhitungan

Perhitungan dilakukan dalam satu bulan.

Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator sehingga laju
tersebut mempunyai arti.

Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita hamper
separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga dibutuhkan penuh waktu/ full time.dalam
hal ini bantuan computer akan sangat membantu, terutama akan meningkatkan efisien
pada saat analisis. Besarnya data yang harus di kumpulkan dan kompleksitas cara
analisanya merupakan alas an mutlak untuk menggunakan jasa computer, meski di RS
kecil sekalipun. Lagipula system surveilans tidak hanya berhadapan dengan masalah
pada waktu sekarang saja tetapi juga harus mengantisipasi tantangan di masa depan
dalam penggunaan computer tersebut, ada beberapa hal yang harus di pertimbangkan,
yaitu:

a. Memilih system computer yang akan di pakai, computer main frame atau computer
micro.

Computer main frame bekerja jauh lebih cepat, memuat data jauh lebih besar dan
memiliki jaringan yang dapat di akses di seluruh area rumah sakit. Semua data
pasien seperti sensus pasien, hasil laboratorium dan sebagainya, dapat dikirim
secara elektronik. Namun harus diingat bahwa computer main frame adalah cukup
mahal baik pembelinya maupun operasionalnya. Tidak setiap orang dapat
menggunakannya dan memerlukan pelatihan yang intensif. Software untuk program
pencegahan dan pengendalian IRS bagi computer main frame saat ini masih
terbatas. Mikrokomputer jauh lebih murah dan lebih mudah dioperasikannya oleh
setiap petugas.
102
b. Mencari software yang sudah tersedia dan memilih yang di gunakan. Pemilihan
software harus di lakukan hati – hati dengan mempertimbangkan maksud dan
tujuan dari surveilans yang akan di laksanakan di rumah sakit .

C. Analisis dan Interpretasi

Data insidens ratedianalisa,apakah ada perubahan yang signifikan seperti penurunan


maupun peningkatan IRS yang cukup tajam atau signifikan, kemudian dibandingkan
dengan jumlah kasus dalam kurun waktu bulan yang sama pada tahun yang lalu. Jika
terjadi perubahan yang signifikan dicari faktor-faktor penyebabnya mengapa hal
tersebut terjadi. Bila di ketemuakn penyebab dilanjutkan dengan alternative
pemecahannya. Dan diantara pemecahan di pilih yang layak di laksanakan bagi RS atau
fasilitas pelayanan kesehatan setempat.

Hasil analisa data di sajikan dalam bentuk table, diagram dan grafik.

D. Pelaporan Rekomendasi dan Diseminasi

Prinsip pelaporan survailens IRS:

 Laporan di buat sistematis , singkat, tepat waktu dan informative.

 Laporan dibuat dalam bentuk grafik atau table

 Laporan dibuat bulanan, triwulan, semester atau tahunan

 Laporan disertai analisis masalah dan rekomendasi penyelesaian .

 Laporan dipresentasikan dalam rapat koordinasi dengan pimpinan

Diseminasi

Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian IRS. Laporan di sampaikan pada seluruh anggota komite,
direktur RS, ruangan atau unit terkait

IADP

Petunjuk pelaporan

 Plebitis yang purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semi kuantitatif dari
ujung kateter,tetapi bila hasil kultur negative atau tidak ada kultur darah, maka tidak di
laporkan sebagai IADT

 Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai IADT bila tidak ditemukan infeksi
pada bagian tubuh yang lain.

103
Instruksi pelaporan

 Tetapkan data populasi yang sama berdasarkan jenis lokasi insersi :

o Vena / arteri sentral

o Vena / arteri perifer

 Tetapkan criteria IADP

o Kolonisasi atau kontaminasi

 Bedakan lokasi perawatan terjadinya infeksi misalnya:

o ICU

o NICU

o Ruang perawatan

- Analisa dengan cepat dan tepat, untuk mendapatkan informasi angka infeksi, lokasi dan
wajtu terjadinya IADP yang memerlukan penanganan atau investigasi lebih lanjut.

- Bandingkan angka IADP : apakah ada penyimpangan? Dimana terjadinya kenaikan


atau penurunan yang cukup tajam ?

ILO

Instruksi pelaporan :

- Jangan melaporkan stitch abscess (inflamasi minimal dan adanya keluar cairan
[discharge]

- Pada tempat penetrasi /tusukan jarum atau tempat jahitan) sebagai suatu infeksi

- Jangan melaporkan infeksi luka yang terlokalisisr (localized stab wound


infection)sebagai ILO,sebaiknya dilaporkan sebagai infeksi kulit (SKIN)atau infeksi
jaringan lunak (ST)tergantung dari kedalaman infeksi

- Laporkan infeksi pada tindakan sirkumsisi pada bayi baru lahir sebagai CIRC.

- Sirkumsisi TIDAK termasuk dalam prosedur operasi pada NHSN

- Laporkan infeksi pada luka bakar sebagai BURN

- Bila infeksi pada tempat insisi mengenai atau melanjut sampai ke fascia dan jaringan
otot laporkan sebagai ILO profundav(‘deep,incisional SSI”)

- Apabila infeksi memnuhi criteria sebagai ILO SUPERFICIAL DAN ILO


PROFUNDA kalsifikasikan sebagai ILO PROFUNDA

104
- Instruksi pencatatan /pelaporan;

- Secara spesifik tempat terjadinya infeksi harus dicantumkan dalam pelaporan ILO
organ /rongga tubuh (lihat juga criteria untuk tempat tersebut)

- BONE - LUNG -BRST- MED -CARD -MEN

- DISC - ORAL -EAR -OREP -EMET -OUTI

- ENDO -SA -EYE -SINU -GIT -UR

- IAB -VASC -IC -VCUF -JNT

-Biasanya infeksi organ/rongga tubuh keluar (drains0 melalui tempat incise.Infeksi tersebut
umumnya tidak memerlukan re-operasi dan dianggap sebagai komplikasi dari insisi, sehingga
keadaan tersebut harus diklasifikasikan sebagai suatu ILO profunda Pneumoonia: Hasil
surveilans angka infeksi HAP dan VAP disampaikan ke unit terkait secara Berkesinambunga

infeksi saluran Kemih (ISK ) Simptomatik

Letak infeksi ; Infeksi saluran kemih (ISK)simptomatik

Kode ; UTI-SUTI

Definisi ; Infeksi saluran kemih (ISK ) simptomatik harus memenuhi paling

Sedikit satu kriteria berikut ini ;

Kriteria I ; Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala berikut tanpa

adanya penyebab lainnya :

a. Demam ( 38◦ C)
b. Nikuria (anyang-anyangan)
c. Polakisuria
d. Disuria
e. Atau nyeri suprapubik
f. Atau biakan urin porsi tengah (midstream)>10 kuman perml urin dengan jenis
kuman tidak lebih dari 2 spesies dan lekosituria

105
Kriteria 2 ; Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala –gejala Berikut tanpa
ada penyebab lain :

1. Supra pubik demam (> 38⁰)


2. Nikuria (anyang –anyangan )
3. Polakisuria
4. Nyeri suprapubik/suprasimfisis
5. Urin keruh (lekosituria)
Salah satu dari hal berikut :
1. Tes carik celup (dipstick) positif untuk lekosit esterase dan atau nitrit
2. Piuria (terdapat ≥ 10 leukosit per ml atau terdapat ≥ 3 lekosit per LPB
3. Dari urin yang tidak dicentrifus
4. Ditemukan kuman dengan perwarnaan gram dari urin yang tidak disentrifus
5. Biakan urin paling sedikit dua kali berturut –turut menunjukan jenis kuman yang
sama (kuman gram negative atau Saprophyticus) dengan jumlah 10 5 perml pada
penderita yang telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai
6. Didiagnosis ISK oleh dokter yang menangani
7. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh dokter yang
Menangani

Kriteria 3 Pada pasien berumur ≤1 tahun ditemukan paling sedikit 1 dari tanda Tanda dan
gejala –gejala berikut tanpa ada penyebab lain :

1. Demam (> 38⁰ C)


2. Hipotermia (< 37⁰C)
3. Apnea
4. Bradikardia (<100/mnt)
5. Letargia
6. Muntah- muntah
7. Berat badan tidak mau naik
8. Malas dan tidak mau minum
9. Hasil biakan urin 10 5 kuman/m; dengan tidak lebih dari dua jenis kuman

106
Kriteria 4 : Pada pasien berumur ≥ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari tanda Tanda dan gejala
berikut tanpa ada penyebab lainnya :

1. Demam (> 38⁰ C)


2. Hipotermia (< 37⁰C)
3. Apnea
4. Bradikardia (<100/mnt)
5. Letargia
6. Muntah- muntah
7. Berat badan tidak mau naik
8. Polakisuria
9. Disuria
10. Enuresis
11. Air kemih berbau

Paling sedikit satu dari berikut ini :

1. Tes carik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit
2. Piuria (terdapat ≥10 leukosit/rml atau terdapat ≥3 lekosit/ LPB dari urin yang tidak disentrifus
3. Ditemukan kuman dengan perwarnaan gram dari urin yang tidak disentrifus
4. Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut menunjukkan jenis kuman yang sama (kuman
gram negative atau S.saprophyticus ) dengan jumlah >100 koloni kuman per ml urin yang
diambil dengan kateter
5. Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (kuman gram negative atausaprophyticus )
dengan jumlah .10 5 per ml pada penderita yang telahmendapat pengobatan antimikroba yang
sesuai
6. Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat
7. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh dokter yang menangani

Catatan ;

Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa ISK

a. Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai ,seperti koleksi
cleancatch atau kateterisasi

b. Pada anak kecil biakan urin s harus diambil dengan kateterisasi buli-
buli atau aspirasi ; biakan positif dari specimen dari kantong urin
tidak dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan specimen yang
diambil secara aspetik dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik

107
c. Pada penderita yang waktu masuk rumah sakit sudah dengan infeksi
saluran kemih , maka barundianggap infeksi nosokomial
,biladitemukan kuman penyebab pada waktu penderita masuk rumah
sakit

B Bakteria Asimptomatik :

1. Pasien pernah memakaikatater kandung kemih dalam waktu 7 hari sebelum biakan
urine Ditemukan biakan urine > 105 kuman/ml urin dengan jenis kuman maksimal 2
spesies tanpa lekosituria ,Tanpa gejal gejala /keluhan ; demam ,suhu > 38 ⁰C
,Polakisuria, nikuria,disuria dan nyeri supra pubik.
2. Pada pasien tanpa kateter kandung kemih menetap dalam 7 hari sebelum dibiakan
pertama dari biakan urine 2 kali berturut –turut,Ditemukan tidak lebih 2 jenis kuman
yang sama denganj umlah105 /ml tanpa lekosituria. Tanpa gejala /keluhan : demam,
polakisuri,,disuri,nikuri nyeri supra pubik.

Faktor Resiko Infeksi Saluran Kemih ;

a.Kateterisasi menetap; - cara pemasangan kateter

- Lama pemasangan

- Kualitas perawatan Kateter

b. Kerentanan pasien (umur)

c Dekubitus

d.Pasca persalinan

Petunjuk Pegembangan Surveilans Infeksi Saluran Kemih

1. Faktor risiko harus dicata dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter ,perawat atau
anggota tim kesehatan lain yang menanganai pasien(Kategori I)
2. Pelaksana surveilans menghitung rate menurut faktor risiko spesifik (pemasangan
kateter ) minimal setiap 6 bulan sekali dan melaporkan pada panitia PIN dan sekaligus
meneyebar luaskannya dalam laporan (Kategori II)
3. Pelaksana surveilans membuat ISK kasar pada laporan rumah sakit tiga bulan sekali

108
(Kategori I)

Pencegahan Infeksi Saluran Kemih

Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih nosokomial perlu diperhatikan beberapa hal
yang berkaitan dengan pemasangan kateter urin :

A.Tenaga Pelaksana

1. Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang betul –betul memahami dan
Terampil dalam teknik pemasangan kateter secara aspetik dan perawatan kateter
(Kategori I)
2. Personil yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateter harus
Mendapat latihan secara berkala khusus dalam tehnik yang benar tentang prosedur
pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan tentang komplikasi potensi yang
timbul (Kategori II).

B. Pemasangan Kateter

1. Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak
Diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan
personil dalam member asuhan keperawatan pada pasien (Kategori II).
2. Cara drainase urin yang lain seperti ; kateter kondom ,kateter suprapubik ,kateter
selang seling (intermittent) dapat digunakan sebagai ganti kateterisasi menetap bila
memungkinkan (Kategori III)
3. Kebersihan tangan sebelum dan sesudah memanipulasi kateter harus cuci tangan
(KategoriI)

C. Tehnik Pemasangan Kateter

1. Gunakan yang terkecil tetapi aliran tetap lancer dan tidak menimbulkan kebocoran
Dari samping Kateter (Kategori II).
2. Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril (Kategori II)
3. Gunakan peralatan seperti sarung tangan ,kain penutup duk ,kain kasa dan Antiseptik
untuk desinfektan hanya untuk satu kali pemasangan (Kategori II)
4. Kateter yang sudah terpasang harus difiksasi secara baik untuk mencegah tarikan pada
Uretra (Kategori I)

109
D. Sistim Aliran Tertutup

1. Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya karena
Bekuan darah pada operasi prostat atau kandung kemih.Untuk mencegah hal ini
digunakan irigasi kontinyu secara tertutup .Untuk menghilangkan sumbatan akibat
bekuan darah dan sebab lain dapat digunakan selang seling ,Irigasi dengan antibiotik
sebagai tindakan rutin pencegahan infeksi tidak dianjurkan (Katagori II)
2. Sumbatan kateter harus didesinfektan sebelum dilepas (Kategori II)
3. Gunakan semprit besar stril intuk irigasi dan setlah irigasi selesai semprit dibuang
Secara aseptik (Kategori I)
4. Jika kateter sering tersumbat dan harus sering diirigasi ( jka kateter itu sendiri
menimbulkan )maka kateter itu harus diganti (Kategori II)

E. Pengambilan Bahan Urin

1. Bahan pemeriksaan urin segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal
Kateter ,atau jika lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang tersedia, dan sebelum
urin di aspirasi dengan jarum dan semprit tempat pengambilan harus didesinfektan
(Kategori II)
2. Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urin harus diambil dari kantong
Penampung secara aseptic (Kategori I)

F. Kelancaran Aliran Urin ;

1. 1. Aliran urin harus lancer sampai ke kantong penamoung penghentian aliran secara
Sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan pemeriksaan untuk
pemeriksaan yang direncanakan (Kategori II)
2. Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan;
a. Pipa jangan tertekuk (Kinking)
b. Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur kewadah penampung urin
Yang terpisah bagi tiap tiap pasien. Saluran urin yang terpisah bagi tiap tiap
pasien. Saluran urin dari kantong penampung tidak boleh menyentuh wadah
penampung
3. Kateter yang kurang lancer/tersumbat harus diirigasi ,bila perlu diganti dengan yang
baru4. Kantong penampuang harus selalu terletak lebih rendah dari kandung kemih
(Kategori I)

110
G. Perawatan Meatus

Dianjurkan membersihkan dan perawatan meatus ( selama kateter dipasang dengan larutan
iodine ,walaupun tidak mencegah kejadian infeksi saluran kemih (Kategori II).

H. Penggantian Kateter

Kateter urin menetap tidak harus diganti menururt waktu tertentu secara rutin(Kategori II)

I. Ruang Perawatan

Untuk mencegah terjadinya infeksi silang antara pasien yang memakai kateter menetap maka
pasien yang terinfeksi harus dipisahkan dengan pasien tidak terinfeksi (Kategori III)

J. Pemantuan Bakteriologik(Kategori III )

Pemantauan bakteriologik secara rutin pada pasien yang memakai kateter tidak dianjurkan

2.INFEKSI DAERAH OPERASI (IDO)

a.Superficial Insisional

letak Infeksi ; Infeksi lukaoperasi superficial

Kode ; (SSI-SKIN ) Surgical Site Infection Superficial Incisional Site

Definisi ; Infeksi luka operasi superficial harus memenuhi paling sedikit

Satu kriteria berikut:

Kriteria ; Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska

Bedah, dan hanya meliputi kulit ,subkutan atau jaringan lain

diatas fascia Dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut ;

1. Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia
2. Positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang diambil secara asepti
3. Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda perdangan kecuali jika hasil
biakan negative (paling sedikit terdapat satu dari tanda tanda infeksi berikut : nyeri ,
bengkak ,lokal ,kemerahan dan hangat
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi

111
a. Petunjuk Pelaporan

1. Jangan laporkan abses jahitan ( inflamasi dan discharge minimal terbatas pada titik
titik jahitan ) sebagai infeksi
2. Jangan melaporkan suatu infeksi local pada tempat tusukan (stab wound) sebagai SSI,
laporkan sebagai infeksi kulit atau soft tissue tergantung kedalamannya
3. Laporkan infeksi pada circumsisi bayi sebagai SST-CIRC /Skin and soft Infection
Circulation Neonatus .Circumsisi merupakan prosedur pembedahan bagi NNIS
4. Laporkan infeksi pada episiotomy sebagai REPR-EPIS.Episiotomi bukan merupakan
prosedur pembedahan bagi NNIS
5. Laporkan luka bakar yang terinfeksi sebagai SST-BURN
6. Bila infeksi incisional mengenai atau meluas sampai ke lapisan fascia dan otot
,laporkan sebagai infeksi luka operasi profunda
7. Masukkan infeksi yang mengenai kedua letak ,superficial dan profunda ,sebagai infeksi
luka operasi profunda
8. Laporkan spesiemen biakan dari insisi superficial sebagai ID (Incisional Drainase)

b. Operasi Profunda /Deep Incisional

Letak infeksi ; Infeksi luka operasi profunda

Kode ; SSI-(ST)

SSI-ST (Soft-tissue) diluar prosedur pembedahan NNIS

berikut ,CBGB (Coronary Artery Bypass Graft ) termasuk

irisan dada dan kaki

Definisi : Infeksi luka operasi profunda harus memenuhi paling sedikit

satu kriteria berikut ini ;

Kriteria ; Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari

paska bedah atau sampai satu tahun paska bedah( bila ada

inmplant berupa non human derived implant yang dipasang permanen

Dan Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut;

112
1. Pus keluar dari luka insisidalam tetapi bukan berasal dari komponen
organ/rongga dari daerah pembedahan
2. Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja
dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu tanda
/gejala berikut ;Demam > 38⁰C ,atau terdapat rasa nyeri
terlokalisir/nyeri tekan Jika hasil kultur negative tidak termasuk
kriteria
3. Abses atau terjadinya infeksi yang lain yang mengenai luka iinsisi
dalam yang didapat pada pemeriksaan langsung selama operasi atau
pada saat pemeriksaan radiologi atau histopatologi

Ada dua tipe luka insisi dalam :

1. Luka Insisi dalam primer(DIP) ; luka insisi dalam diidentifikasi sebagai luka insisi dalam
primer bila pada saat operasi terdapat satu atau lebih luka insisi (misal luka insisi Csection
atau insisi dada untuk CBGB
2. Luka insisi dalam Sekunder (DIS) ;diidentifikasi insisi dalam sekunder bila pasien dioperasi
lebih dari satu insisi ( misal insisi kaki untuk donor insisi untuk CBGB)

Bila terdapat infeksi yang mengenai keduanya superficial dan profunda diklasifikasikan
dan dilaporkan sebagai luka insisi dalam, dalam Sistim

Pelaporan.

b.Infeksi luka operasi mengenai organ /rongga

Infeksi luka operasi yang mengenai luka terbuka rongga atau manipulasi selama

Operasi.Misal appendiktomi dengan absess subdiapprahma dilaporkan sebagai

Infeksi luka operasi mengenai rongga pada intraabdomen dilaporkan sebagai SSI-IAB.

113
Kriteria ;

Infeksi yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi jika tanpa implant ,bila

dengan implant sampai 1 tahun infeksi terjadi masih dianggap berhubungan

dengan prosedur operasi. Dan memenuhi salah satu dari berikut ini :

a. Drainase purulen mengalir dari drainyang beasal dari lokasi luka/stab wound
yang masuk kedalam rongga/organ.
b. Terdapat mikroorganisme yang diambil dari pemeriksaan kultur dari cairan atau
jaringan yang berasal dari lokasi infeksi rongga/organ
c. Terdapat abses atau infeksi lainnya yang mengenai rongga/organ yang
ditemukan pada waktu pemeriksaanselama reoperasi atau pemeriksaan
histopatologi atau pemeriksaan radiologi
d. Diagnosis luka operasi mengenai rongga/organ oleh dr Bedah yang merawat

SISTIM PELAPORAN

Lokasi spesifik infeksi luka operasi mengeni organ /rongga;

- BONE - DISC -GIT -ORAL -UR

- BRST -EAR -IAB -OREP -VASC

- MED -EMET -IC -OUTI -VCUF

- LUNG -ENDO -JNT -SA

- CARD -EYE -MEN -SINU

Kadang drain organ / rongga yang masuk kedalam insisi ,pada beberapa kasus infeksi

terjadi tidak melibatkan organ reoperasi , tetapi disebabkan oleh komplikasi insisi hal

seperti ini diklasifikasikan sebagai luka insisi dalam

114
Faktor Resiko Infeksi Luka Operasi

a. Tingkat Kontaminasi luka

b. Faktor Penjamu;

 –Usia extrim (sangat muda/tua)


 -Obesitas
 -Adanya infeksi perioperartif
 -Penggunaan kortikosteroid
 -Diabetes Melitus

Malnutrisi berat

c. Faktor pada lokasi luka

 -Pencukuran daerah operasi (cara dan waktu pencukuran)


 -Devitalisasi jaringan
 -Benda asing
 -Suplai darsh yang buruk kedaerah operasi
 -lokasi luka yang mudah tercemar (dekat perineum)

d. Jenis operasi dan lokasi operasi dokter ,perawatatan lain atau anggota

tim kesehatan

e. lama perawatan

f. lama operasi

Petunjuk Pengembangan Surveilans infeksi luka Operasi

a. Semua factor resiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh
dokter,perawat atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien
(Kartegori I)
b. Klasifikasi operasi harus dicatat pada Laporan operasi atau pada catatan pasien
oleh ahli bedah segera setelah pasien dioperasi (Kategori I)

115
3. Pencukuran rambut daerah operasidilakukan hanyabilamanperlu ,misalnya daerah Operasi
dengan rambut yang lebat. .

Cara pencukuran adalah sebagai berikut:

 Bila menggunakan pisau biasa maksimal di,akkan enam jam sebelum operasi
 Bila menggunakan pisau cukur listrik dapat dilakukan lebih lama sebelum operasi dari
pisau cukur biasa
 Setelah dicukur diolesi antiseptik (Kategori III)

4. Daerah operasi harus dicuci dengan memakai antiseptik kulit dengan teknik dari

sentral keluar. Antiseptik yang dipakai dianjurkan klorheksidine ,larutan yodium

atau iodofor (Kategori I)

6. Antibiotika profilaksis diberikan secara:Sistematik harus memenuhi syarat;

a. Tepat dosis
b. Tepat indikasi (hanya untuk operasi bersih terkontminasi ,pemakaian implant dan
protesis atau operasi dengan resiko tinggi seperti bedah vaskuler.atau bedah jantung
Tepat cara pemberian(harus diberikan secaraintravena,dua jam sebelum operasi
Dilakukan dan dilanjutkan tidak lebih dari 48 jam)
c. Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi penyebab
IDO(Kategori I) Oral ; hanya digunakan untuk operasi kolorectal ,dan diberikan tidak
lebih dari 24 jam (Kategori I) Catatan ; antimikroba yang diberikan pada luka
operasi kotor dimasukkan dalam kelompok terapeutik

c. Persiapan Tim Pembedahan

1). Setiap orang yang masuk kamar operasi harus :

- Memakai masker yang efisien ,menutupi hidung dan mulut

- Memakai tutup kepala yang menutupi semua rambut

- Memakai sandal khusus kamar operasi atau memakai pembungkus (Kategori I)

2. Anggota tim bedah sebelum setiap operasi harus mencuci tangan dengan antiseptik

Selama 5 menit atau lebih dengan posisi jari-jari lebih tinggi dari siku (Kategori I)

116
3.Antiseptik yang dianjurkan untuk cuci tangan khlorheksidin,iodofor atau heksaklorofen

(Kategori II)

4 Setelah cuci tangan keringkan dengan handuk steril (Kategori I)

5.Setiap anggota tim harus memakai jubah steril (Kategori I)

6 .Setiap anggota tim harus memakai sarung tangan steril ,apabila sarung tangan tersebut kotor
harus diganti yang baru

7.Pemakaian sarung tangan memakai metode tertutup (Kategori I )

8.Untuk operasi tulang atau pemasangan implant harus memakai dua lapis sarung tangan steril

(Kategori II)

d.Intra Operasi

1. Tehnik Operasi

Harus dilakukan dengan sempurna untuk menghindari kerusakan jaringan lunak

yang berlebihan,menghilangkan rongga mengurangi perdarahan dan menghindari

luka operasi dari tertinggalnya benda asing yang tidak diperlukan (Kategori I)

2. Lama Operasi

Operasi dilakukan secepat cepatnya dalam batas yang aman (Kategori II)

3. Pemakaian Drain

Pemakaian drain harus dengan sistim tertutup baik dengan dengan cara

penghisapan atau dengan gaya tarik bumi, dan drain harus melalui luka tusukan

diluar luka operasi(Kategori I)

117
e. Perawatan pasca operasi

a. Untuk Luka kotor atau infeksi kulit tidak ditutup primerr primer( Katagori I)
b. Petugas harus mencuci tangan dengan standar cuci tangan yang baku sebelum dan
sesudah merawat luka.Petugas tidak boleh menyentuh luka secara langsung kecuali
setelah memakai sarung tangan steril (Kategori I)
c. Kasa penutup luka diganti apabila
• basah
• Menunjukkan tanda tanda infeksi
• Jika cairan keluar dari luka,lakukan perwarnaan gram dan biakan

f. Pengendalian lingkungan

a. Semua pintu kamar operasitertutup dan jumlah personil yang keluar kamar operasi
dibatasi (Kategori I)
b. Ventilasi kamar operasi harus diperhatikan dalam
-udara yang sudah disaring masuk ke kamar operasi dari atas
dikeluarkan kebawah
-Frekuensi pergantian 25 kali/jam (Kategori I)
c. Alat-alat operasi setelah dibersihkan dari Jaringan ,darah atau sekrsesi Harus
disterilkan di autoklaf.Kesempurnaan kerja autoklaf harus dicek seminggu sekali

(Kategori I)

d. Kamar operasi harus dibersihkan operasi tidak dipakai diantara 2 operasiTiap hari
walaupun kamar operasi tidak dipakai Tiap minggu (satu hari tanpa operasi untuk
pembersihan menyeluruh (Katagori I)
e. Pemakaian keset dengan antiseptik pada pintu masuk kamar operasi tidak dianjurkan
(Katagori I)
f. Biakan udara dan biakan yang diambil dari personil kamar operasi secara rutin,tidak
diperlukan ,kecuali ada indikasi tertentu (Kategori I)

118
3.PNEUMONIA

Pnemonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah /ISPB

Letak infeksi ; Pneumonia

Kode ; PNEU-

Definisi ; Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu dari criteria berikut:

Kriteria 1 : Pemeriksaan fisik terdapat ronki basah atau pekak (dullness ) pada perkus
Dan Salah satu diantara keadaan berikut :

1).Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi

perubahan / sifat sputum

2) Isolasi kuman positif

3) Isolasi kuman positif dari aspirasi trakea ,sikatan /cuci

bronkus,biopsi

Kriteria 2 ; Foto Thoraks mrnunjukkan adanya infiltrat , konsolidasi,kavitasi, efusi pleura


baru atau progresif Dan

Salah satu diantara keadaan berikut :

a. Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan


sifat sputum
b. Isolasi kuman positif pada biakan darah
c. Isolasi kuman pathogen positif dari aspirasi trakea sikatan /cuci bronkus
atau Biopsi
d. Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresisaluran
nafas
e. Titer IgM atau titer IgG spesifik meningkat4 kali lipat dam 2 kali
pemeriksaan
f. Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi

119
Kriteria 3 ; Pasien berumur ≤ 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan berikut :

 Apnea
 Takipnea
 Bradikardia
 Mengi(Wheezing)
 ronkhi basah
 Batuk

Paling sedikitsatu dari keadaan berikut :

 Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat


 Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan
/sifat sputum
 Isolasi kuman positif pada biakan darah
 Isolasi kuman pathogen positif dari aspirasi trakea,sikatan /cuci bronkus
atau Biopsi
 Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus kuman dari sekresi
saluran nafas
 Terdapat tanda tanda Pneumonia pada pemeriksaan histopatologi

Kriteria 4 : Gambaran radiologi foto thoraks serial pada penderita umur ≥ 1 tahun

menunjukkan infiltrat baru atau progresif ,konsolidasi ,kavitasi atau efusi pleura

Dan Paling sedikit satu diantara berikut :

 Produksi dan sekresi saluran nafas meningkat


 Timbul perubahan baru berupa sputum purulen atau terjadi perubahan
/sifat sputum
 Isolasi kuman positif pada biakan darah
 Isolasi kuman pathogen positif dari aspirasi trakea,sikatan /cuci bronkus
atau Biopsi
 Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus kuma dari sekresi
saluran nafas
 Terdapat tanda tanda Pneumonia pada pemeriksan histopatologi

120
Catatan :

-Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis Pneumonia tetapi mungkin

membantu mengidentifikasi kuman penyebab dan memberikan data suseptibilitas

antimikroba .Penemuan dari pemeriksaan foto Thoraks serial mungkin lebih

membantu dari pemeriksaan tunggal

Faktor Risiko Pneumonia ;

a. Instrumentasi saluran nafss misalanya pada pemasanganan pipa endotrakhea ,ventilasi

b. Tindakan operasi terutama operasi thoraks dan abdomen

c. Kondisi yang mudah menyebabkan aspirasi misalnya pada pemasangan pipa lambung
(nasogastric tube) ,penurunan kesadaran ,dan disfagia

d. Usia tua

e. Obesitas

f. Penyakit obstruksi paru menahun

g. Tes fungsi paru abnormal (terutama dengan penurunan kecepatan ekspirasi)

h. Intubasi dalam waktu lama

i. Gangguan fungsi imunologi

Petunjuk Pengembangan Surveilans Pneumonia;

1. Semua risiko harus dicatat dengan lengkao pada catatan pasien olehndokter ,perawat
atau tim kesehatan lain yang menangani pasien (Kategori I)
2. Pelaksanaan surveilans menghitung rate menuerut factor risiko spesifik minimal jenis
operasi thoraks dan abdomen ,dan ventilasi serta melaporkan pada Tim PPi Rumah
Sakit minimal 6 bulan sekali dan sekaligus menyebar luaskan (Kategori I)

121
4. INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP)

Letak infeksi ;Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) atau Laboratory Confirmed
Bloodstream Infection (LCBI)

Definisi Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa

adanya organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi

Ktriteria 1; Terdapat kuman yang dikenal dari satu kali atau lebih biakan darah

Dan Biakan dari darah tersebut tidak berhubunagan dengan infeksi

ditempat lain

Kriteria 2 ;Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain’

 a.Demam (>38⁰ C)
 b.menggigil
 c.Hipotensi

Dan

Paling sedikit satu dari berikut ;

1. Kontaminan biasa (mis. Diptheroids,Bacillus sp, Propionibacterium sp


Coagulase negative staphylococci atau micrococci)ditemukan dua kali atau
lebih biakan darah yang diambil dari waktu yang berbeda
2. Kontaminan kulit yang terkontaminasi misalnya,grup diptheroid
streptococci,Aerococcus spp,Micrococcus spp) , (Corynebacterium spp)\
Bacillus spp (not B,anthracis),Propionibacterium spp,coagulase-negative
Staphylococci ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari pasien
dengan saluran intravaskuler ,dan dokter memberikan terapi antimikrobial yang
sesuai
3. Tes Antigen positif pada darah ,misal H.Influenza,Spneumonia,N meningitidis
atau Grup BStreptococcus Dan Tanda-tanda ,gejala –gejala dan hasil
laboratorium yang positif tidak berhubungan dengan suatu infeksi ditempat
lain

122
Kriteria 3 ; Pasien berumur ≥1 tahun dengan paling sedikit ada satu tanda/gejala berikut:

o Demam (>38⁰ C)
o Apnea
o Hipotermi(<37⁰C)
o Bradikardia

Dan

a. Kontaminan biasa (mis. Diptheroids,Bacillus sp, Propionibacterium sp


Coagulase negative staphylococci atau micrococci)ditemukan dua kali atau
lebih biakan darah yang diambil dari waktu yang berbeda
b. Kontaminan kulit yang terkontaminasi misalnya,grup
diptheroidstreptococci,Aerococcus spp,Micrococcus spp) , (Corynebacterium
spp)\ Bacillus spp (not B,anthracis),Propionibacterium spp,coagulase-negative
Staphylococci ditemukan dari paling sedikit satu biakan darah dari pasien
dengan saluran intravaskuler ,dan dokter memberikan terapi antimikroba yang
sesuai
c. Tes Antigen positif pada darah (missal H.Influenza,Spneumonia,N meningitidis
atau Grup BStreptococcusDan Tanda-tanda ,gejala –gejala dan hasil
laboratoriumyang positif tidak berhubungan dengan suatu infeksi ditempat
lain

123
Kriteria Nasional

1. Infeksi Aliran Darah Perifer ( IADP )

Symptom Umum : Anak ≤ 1 tahun

( Gejala dan Tanda) Minimal 1 : Minimal 1 :

- Demam ( >380C ) - Demam ( >380C )


- Menggigil - Hipotermi ( <370C )
- hipotensi - Apnoe
- Bradikardi

Laboratorium : Positif ≥ 1 mikroba Positif ≥ 2 mikroba flora

Kultur darah patogen kulit

Bukti infeksi tempat Negatif


lain

Kriteria IADP 1 2 3

Keterangan :

 Yang dimaksud mikroba patogen pada kriteria 1 misalnya adalah : S. aureus,


Enterococcus spp, E.coli, Pseudomonas spp, Klebsiella spp, Candida spp dan lain-lain

 Yang di maksud dengan flora kulit adalah mikroba kontaminan kulit yang umum,
misalnya difteroid ( Corynebakterium spp), Bacillus spp, Propionibacterium spp, CNS
termasuk Staph. Epidemidis, Streptococcus viridans, Aerococcus spp, Micrococcus
spp.

 Hasil kultur darah pada kriteria 2 dan 3, atau ’≥2’ kultur darah : 2 spesimen darah di
ambil dari

 lokasi yang berbeda dan dengan jeda Waktu yang tidak lebih dari 2 hari

124
Gambar 1 : Identifikasi dan Kategorisasi Suti dengan kateter menetap (lihat bagian
komentar 7-8 melalui 7-9 untuk rincian penting)
Pasiendengan kateter menetap pada saat pengambilan
spesimen atau pada saat timbul gejala dan tanda

Signs Sekurangnya terdapat At least dari gejala berikutnini tanpa


ada penyebab lainnya :
and
o
Sym DEMAM (>38 C)
ptom Suprapubic tenderness
Nyeri daerah sendi costovertebra/or tenderness
s

Sekurangnya terdapat 1 dari berikut ini :

Labo Positive disptick for leukocyte esterase and/or


nitrite.
rator Pyuria (urine specimen with 10 WBC/mm³ of
y unspun urine or ≥3 WBC/high power field of spun
Evid urine).
Microorganisms seen on Gram stain of unspun
ence urine
5 3
Kultur Urin positif 10 Kultur Urin positif of 10
5
CFU/ml dan tidak lebih and <10 Kultur Urin
dari 2 mikroorganisme positif CFU/ml dan tidak
lebih dari 2
mikroorganisme
SUTI-Criterion 1a SUTI-Criterion 2a

KATETER MENETAP DIPASANG DALAM WAKTU >48 JAM


SEBELUM dilakukan pengambilan specimen atau
sebelum timbulnya gejala dan tanda

yes no

CAUTI SUTI (not catheter-associated)

125
SIMTOM
Umum Usia < 1 tahun
( Gejala
dan Tanda - Dema - Demam
ISK ) m - Hipotermi
- Urgensi - Apneu
- Frekuensi - Bradikardi
Konfirmas - Disuria - Letargia
i - Nyeri - Muntah – muntah
Minor
Mayor
suprapubik
ISK
- Dipstick lekosit esterase atau nitrit positif
Kultur urin pancar tengah 3
- Piuri : lekosit ≥10/mm atau ≥3/LPB unspun-urine
5
- Koloni ≥ 10 / ml - Mikroskopis kuman dg cat Gram unspun-urine
- Jenis kuman uropatogen ≤ 2 - ≥2x ulangan kultur urin kateter/ pungsi suprapubik
5
spesies jenis uropatogen sama, koloni ≥10 /ml
5
- Kultur urin kooni ≤10 /ml uropatogen spesies tunggal,
pasien dalam pengobatan antimikrobaefektif untuk
ISK
- Diagnosis dokter ISK
- Terapi dokter sesuai ISK

126
Tanda dan Gejala

Operasi IDO SUPERFISIAL


membuk
a kulit,
otot dan
fascia
sampai
mencapa
i rongga
/ organ
tubuh
Jenis IDO PROFUNDA
IDO

IDO ORGAN / RONGGA Insiden rate ISK =


jumlah kasus ISK
x 1000

Jumlah
lama hari pemakaian
kateter urin menetap

Insiden rate IADP = Insiden rate VAP =


jumlah kasus IADP jumlah kasus VAP
x 1000 x 1000

Jumlah lama Jumlah


Insiden rate
hari HAP =
pemakaian kateter Insiden rate IDO =
lama hari pemakaian ETT
jumlah
vena kasus pneumonia jumlah kasus IDO x 1000
x 1000
Jumlah kasus operasi

Jumlah lama hari rawat

127
B. RUANGAN ISOLASI

1. Pengertian Isolasi
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan /penyebaran kuman pathogen
dari sumber infeksi ( petugas pasien,karier ,pengunjung) ke orang lain

2. Syarat Kamar Isolasi


• Lingkungan harus tenang
 Sirkulasi udara harus cukup
 Penerangan harus cukup
 Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi pasien dan
pembersihannya.
 Tersedia WC dan kamar mandi
 Kebersihan lingkungan harus dijaga
 Tempat sampah harus tertutup
 Bebas dari serangga
 Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci bersih dengan memakai
 desinfekstans
3.Syarat –syarat yang bekerja dikamar isolasi
 Harus sehat.
 Mengetahui prinsip aseptik/antiseptik.
 Pakaian rapih dan bersih.
 tidak memakai perhiasan.
 Kuku harus pendek.
 Cuci tangan sebelum masuk ruang isolasi.
 Pergunakan barier nursing seperti pakaian khusus,topi,masker,sarung tangan dan sandal
khusus.
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
 Bebicara seperlunya.
 Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi.

128
4.Alat
 Alat yang dibutuhkan cukup tersedia
 Selalu dalam keadaan steril
 Dari bahan yang mudahkeadaan steril
 Alat suntuk bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan
 Alat yang tidak dipakai . dicuci dan disterilkan kembali
 alat tilakukan sesuai yang enun bekas dimasukkan krdalam tempat tertutup

5. Jenis Isolasi
Jenis isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenitas kuman dan cara penularannya
/penyebarannya
a. Isolasi ketat
Tujuan isolasi adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang sangat
menular baik melalui kontak langsung maupun peredaran udara.
Tehnik ini mengharuskan pasien memakai pakaian khusus masker dan sarung tangan
serta mematuhi aturan pencegahan yang ketat .misalnya pada pasien penyakit cacar
.difteri atau infeksi Staphylococus aureus karena luka bakar
b. Isolasi Saluran Pernapasan
Tujuan untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan
dengan cara kontak langsungdan peredaran udara .Cara ini mengharuskan
pasiebdalam kamar terpisah memakai masker dan dilakukan tindakan pencegahan
khusus terhadap buangan nafas /sputum misal nya pada pasien pertusis,campak
,tuberculosis paru,haemophillus influenza
c. Isolasi ikterik
Tujuan mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit karena disebarkan
kontak langsung dan atau tak langsung dengan buangan dubur pasien kolera
Salmonella shillosis dysentri amuba ,entrokoliris/tinja yang mengandung kuman
penyakit menular .Pasien ini dapat bersama dengan pasien lain dalam satu
kamar,tetapi dicegah kontaminasi silang melalui mulut dan dubur,Misalnya pada
pasien kolera. Slshillosis. dysentri amuba ,entrokolitis , Staphylococus
d. Isolasi Luka dan Kulit
Tujuan untuk mencegah kontak antara kuman pathogen yang disebarkan oleh
kontaklangsung luka, kulit atau benda yang terkontaminasi dengan pasien,Pasien
ini lebih baik ditempatkan dikamar tersendiri.Petugas yang berhubungan langsung

129
harus memakai pakaian khusus,masker dan sarung tangan.aaaapaencegahan
khusus harus pada waktu penggantian balutan . Misalnya pada pasien gas gangrene
pus,dan infeksi kulit yang menyeluruh/luka bakar

e. Tindakan pencegahan terhadap buangan tubuh


Tujuan untuk mencegah infeksi oleh kuman pathogen yang disebarkan karena
kontak dengan darah cairan tubuh dan atau benda terkontaminasi ,misalnya pasien gonorhe
,scarlet fever
f. Tindakan Pencegahan terhadap darah dan cairan tubuh
Tujuan mencegah penularan oleh organism e yang disebabkan karena kontak
dengan daarah ,cairan tubuh , dan atau benda terkontaminasi .Tindakan khusus
dilakukan terhadap jarum dan semprit yang terkpntaminasi ,Misalnya pada pasien
hepatitis dan AIDS.
6. Lamanya Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit,kuman penyebab dan fasilitas
Laboratorium ;
 sampai biakan kuman negative
 Sampai penyakit sembuh (khusus penyakit kulit idak mengeluarkan bahan menular
 Selama pasien dirawat diruang rawat
 Sampai 24 jam setelah dimulai pemberian antibiotika yang efektif

130
C.PERSIAPAN PENDERITA PRA OPERASI
1.Sebelum penderita dirawat di rumah sakit
a. Tujuan ;Mempersiapkan penderita sehingga waktu rawat inapnya sebelum menjalani
operasi dapat diperpendek
b. yang dapat dilakukan ;
-Menghilangkan penyakit penyakit penderita
-Memperbaiki keadaan umum
-Menjaga /,memperbaiki kebersihan kulit daerah operasi

2. Selama penderita dirawat di rumah sakit yang dilakukan Melanjutkan apa yang dikerjakan
sebelum penderita dirawat dirumah sakit’ Bberapa keadaan mengharuskan penderita dirawat
dirumah disaki.
Sebelum operasi umtuk memperbaiki keadaan antara lain;
a. Penderita dengan gangguan elektrolit
b. B.Dekompansasi kordis
c. Hipertensi
Pada penderita ini kemungkinan terjadi HAIs Pada saat mendekati Operasi Rambut daerah
operasi ; -Pagi hari dicukur karena kemungkinan terjadi infeksi
-Dicukur dengan alat cukur bukan pisau cukur
-Permukaan yang dicukur harus cukup luas seingga tidak
-menimbulkan persoalan bila luka insisi diperluas.Pagi hari
sebelum operasi pasien harus mandi yang bersih kalau perlu dengan Antiseptik
Kulit : Persiapan daerah operasi harus dibawah ini:s dilakukan oleh salah satu
-Dokter ,Perawat , Petugas kamar operasi ;harus memakai sarung tangan steril
-Daerah operasi harus dicuci dengan sabun Kemudian dikompres dengan salah satu
-Chlorheksidin
- Alkohol
-Povidon iodine,kecuali pada daerah terbuka
misalnya;operasi pada daerah muka

131
D. PERSIAPAN PEMASANGAN KATETER INTRAVENA
a. Bersihkan kulit yang akan ditusuk dengan sabun ,selanjutnya diikuti dengan
pemberian povidone iodine
b. Gunakan tehnik aseptik pada waktu penusukan (dengan sarung tangan steril, hindari
meraba vena tanpa sarung tangan steril dan usahakan hanya dengan satu kalli tusukan
langsung masuk)
c. Setelah kateter berhasil dipasang ,lakukanfiksasi yang baik ,karena setiap pergerakan
dari kateter atau jarumnya dapat menimbulkanresiko kolonisasi kuman diujung
kateter.
d. Berikan salep anantibiotika pada tempat tusukan.kemudian tutup bagian tersebut
dengan kasa steril atau plester yang berpori salaep antibiotika yang mengandung
neomycin ,tetrasiklin ,basitracin ,polimiksin .nistatin maupun povidone iodine
e. Tulis tanggal serta jam pemasangan kateter pada plester penutup kateter tersebut.
f. Kateter hendaknya diganti tiap 72 jam ,meskipun belum ada tanda- tanda nyeri
peradangan ,panas atau hanya keluar nanah pada tempat tusukan /sepanjang vena
yang ditusuk secepatnya kateter harus diganti arau dilepaskan dan Dianjurkan
pembiakan ujung kateter.
g. Lakukan pengawasan setiap hariterhadap cairan infuse yang dipakai ,set infuse,
kateter ,vena serta kulit disekitarnya .Hindari manipulasi yang tidak perlu terhadap
Kateter ataupun karumnya .Bila pengobatan cairan dibutuhkan lebih dari 48 jam,
tempat infus harus diganti minimal 72 jam
h. Jangan gunakan set infus untuk pengambilan contoh darah maupun pemberian obat-
obatan tambahan.Pemberian obat-obatan tambahan dapat dilakukan dengan menusuk
karet infuse bagian distal dengan cara aseptik ,atau dengan menggunakan konektor
.Setelah selesai menyuntik jarum suntik harus segera di;lepaskan dari karet
infuse.Sistim infus harus tetap terjamin tertutup rapat selamanya .
i. Jangan sekali-kali memasukkan cairan kedalam set infuse bila terjadi pembuntuan.
Setiap kali terjadi Malfungsi atau pembuntuan dari infus, merupakan petunjuk
kemungkinan telah ada kolonisasi.kuman dalam set infuse karena itu set infus harus
segera diganti.
j. Hindari pemakaian multidose vial (penggunaan satu botol obat suntik untuk
beberapakali pemakaian ) sebagai tambahan bila terpaksa memakainya.
k. Kateter sebaiknya lebih sering diganti bila infus set dipakai untk transfusi darah atau
pemakaian cairan hipertonik.

132
l. Bila timbul tanda-tanda septicemia yang diduga akibat pemakaian kateter intra vena,
sambilmenunggu septikemia hasil biakan kuman dapat dipertimbangkan antibiotika
spektrum luas untuk kuman- kuman gram positif dan gram negatif.

E.PROSEDUR TINDAKAN WATER SEALED DRAINAGE (WSD)


Pengertian
WSD ( Water Sealed drainage) suatu pipa drainage intra pleura yang digunakan
setelah prosedur intratorasik. WSD sutu unit yang memungkinkan cairan /udara keluar dari
rongga pleura dan mencegah aliran balik ke pleura

Tujuan
 Mengeluarkan gas/udara ,cairan,darah,pus dari rongga pleura ,toraks dan ruang
Mediastinum
 Memulihkan pengembangan paru dan fungsi kardiorespirasi, trauma atau kondisi lain
/pembedahan
Indikasi
 -Pneumotoraks
 -Hemotoraks
 -Empyema/pyo pneumotoraks
 -Hidropneumotoraks
 -Pasca bedah paru atau jantung/torakhoskopi
Lokasi pemasangan /penusukan kateter /selang dada Untuk mengeluarkan udara ; pada sela
iga 3 dan 4 Untuk mengeluarkan cairan ,darah ,pus ; pada sela iga ke 8 dan 9

LANGKAH-LANGKAH PROSEDUR TINDAKAN WSD


a. Persiapan pasien
 -Bersama dokter menjelaskan tujuan dan gambaran pemasangan WSD
 -Menyiapkan izin formulir tindakan (inform consent)
 -Bila memungkinkan kenaikan situasi ruangan tindakan
b.Persiapan alat
 Sistim closed chest drainage,1.2.atau 3 botol

 IV kateter nomor 14,/16

 Trocard nomor 20.24.26

 Bisturi
133
 Klem besar 2 buah

 Sarung tangan steril 2 buah

 Lokal Anaesthesia ; lidokain 2 %

 Disposible syringe 2.5 cc.5cc.10cc

 Jarum kulit dan benang

 Anti septik ,kasa steril alat set ganti balut ; plester.gunting

 Lampu ruangan/lamou ektra terang

 Hasil foto thoraks

PROSEDUR KERJA
1. Bawa pasien ke kamar tindakan,atur posisi,setelah duduk pasien diangkat keatas
pada sisi paru yang sakit
2. Dekatkan alat yang telah disiapkan kedekat,letakan hasil foto rontgen pada
lampu baca rontgent.
3. Dokter melakukan insersi dengan urutan sebagai berikut ;
 Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril nsersi dengan bisturi2%
 Desinfeksi daerah penusukan ,anestesi lokal dengan lidokain i2%
 Melakukan punksi dengan iv catheter no 14 dan ambil dan ambil cairan dengan syringe
10 cc atau 5 cc untuk pemeriksaan
 Melakukan pelebaran insersi dengan bisturi
 Masukkan trocard sesuai ukuran untuk pneumottoraks nomor 20 dan untuk empyema
nomor 24
 Masukkan kateter WSD (nelaton /disposibel) melalui trocard
 Fiksasi kateter WSD dengan menjahit dikulit dengan side 3-0 selama dijahit kateter
WSD diklem.
 Hubungkan kateter dari rongga pleura ke selang WSD dengan menggunakan konektor
steril,sambungan harus paten ,tidak boleh bocor,plester dengan baik.
 Selang WSD; harus terendam 2,5 cm didalam botol yang berisi desinfektan yaitu
Betadine 20 CC + Na CL 0,9 5(aquabidest)= 200 cc kemudian beri tanda jumlah cairan
awal ;untuk memudahkan pemantauan penambahan darah/cairan yang keluar dari
rongga pleura.

134
 Mengobservasiadanya undulasi pada selang WSD, perhatikan iramanya sesuai dengan
respirasi,jika terlalu tinggi /kencangkemungkinan adanya fistel bronkopleura
 Menjamin /menjaga agar tidak terlipat/tertekuk
 Milking (mengerut) selang WSD bila perlu ( bila ada darah ,cairan ,pus) disepanjang
selang tetapi sudah turun kedalam botol WSD
 Memantau cairan ,darah.pus yang keluar dari rongg pleura setiap jam pertama setelah
insersi kateter,selanjutnya sesuai dengan indikasi dengan indikasi
 Ukur dan catat cairan ,darah ,pus keluar,
 Observasi dengan segera,laporkan bila terdapat tanda-tanda;RR cepat &dangkal,
empisema subcutis,Sianosis atau pe darahan .

HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN ;

1. Botol WSD harus arus lebih rendah dari rongga dada,jika diperluka untuk lebih tinggi
harus ;diklem lebih dulu untuk mencegah isi botol refluks ke Asendens
Asendens.(rongga pleura)
2. Botol WSD diberi tempat /wadah agar aman dan tidak pecah
3. Letak dan panjang selang dari pasien ke botol tidak boleh terlalu panjang atau terlalu
pendek boleh terlalu panjol t ke botdek ,ukur selang yang panjangnya nyaman/leluasa
untuk miring kiri atau kekanan
4. Kelancaran drainage harus ‘air tight ,cek semua sambungan tidak bocor, selang
minimal 8 jam sekali atau setiap berubah posisi

F. PERSIAPAN PEMASANGAN KATETER KANDUNG KEMIH


Petugas memakai sarung tangan steril

 Pilihlah ukuran kateter yang sesuai untuk tujuan pemasangan kateter


 Berikan orifisium uretra externum dengan larutan antiseptik
 Masukkan kateter dengan cara aseptik (gunakan kain steril sekitar orifisium externum
dan pakai sarung tangan steril)
 Setelah kateter dimasukkan ,lakukan fiksasi yang baik pada perut/paha penderita
Karena setiap gerakan kateter keluar uretra dapt menimbulkan msuknya kuman
Kedalam kandung kemih pada penderita
 Berikan salep antibiotika pada orifisium dan sekitarnya

135
 Letakkan kantung penampung air kemih selalu lebih rendah dari kandung kemih, untuk
mencegah aliran air kemih kembali
 Kosongkan kantung penampung dari bawah secara teratur , untuk menghindari
kemungkinan kantung terlalu penuh isinya
 Bila diperlukan pengambilan contoh air kemih ,hendaknya dilakukan pipa kantung
penampung.
 Selama kateter terpasang ,sistim aliran air harus tetap terjaga tertutup baik (closed
Urinary Drainage) Bila timbul tanda- tanda septikemia yang diduga akibat kateterisasi
,dapat diberikan antibiotika bersektrum luas untuk gram positip dan gram
negative.Sementara menunggu hasil biakan kuman,kateter dapat diganti dengan yang
baru termasuk kantong penampungnya)

G. PERSIAPAN KAMAR OPERASI


Disiplin yang tinggi dalam menerapkan prinsip prinsip aseptik sangat penting dalam
prevensi dan pengawasan infeksi dikamar bedah. Penerapan Universal Precaution harus selalu
dilaksanakan untuk semua pasien yang akan dilakukan tindakan di kamar operasi.

H. PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
Penggunaan Antibiotika di RSUD Budhi Asih diarahkan oleh PPIRS Budhi asih
melalui hasil Laporan Pola Kuman Lokal dari masing masing ruangan dengan sistim laporan
pola resistensi dengan sistim laporan dari WHONet secara berkala 6 bulan sekali.Prnggunaan
Antibiotika di RSUD Budhi Asih berdasarkan pola kuman lokal tersebut.Penggunaan
antibiotika rasional disarankan kesemua satuan medis.Fungsional dengan memakai nama
generic yang sesuai tercntum dalam daftar formulrium RS yang telah disepakati Hasil Laporan
pola kuman 2009,2010 2011 2012 Terdapat hubungan antara pola resistensi kuman /koloni
kuman dengan kepatuhan kebersihan tangan setelah diterapkan kebersihan tangan dan
kepatuhan meningkat dari hasil audit kebersihan tangan sejak 2009,2010 ,2011 ,2012 terdapat
penurunan resistensi kuman dan sejalan dengan peningkatan kepatuhan kebersihan tangan.
Tetapi terdapat peningkatan resistensi pola kuman Klebsiella Pneumoni 2009 ,2010 KPPIRS
mengusulkan pengurangan penggunaan cephaloprin pada tahun 2011 terjadi penurunan
resistensi ,tahun 2012 meningkat kembali.(lihat hal 265-275)

136
Tujuan
1. agar penggunaan antibiotika berdasarkan pola kuman lokal dansesuai dengan daftar
formularium Farmasi
2. Mencegahnya terjadi resistensi terhadap obat standar sesuai pola kumn yang sering
dipakai.

PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA 1

TIDAK DIBATASI
 Sudah digunakan sejak waktu lama
 Keamanan dan efektivitasnya sudah diketahui
 Penggunaan nya tidak banyak
 Harga murah
 Sering menyebabkan kekebalan kuman
DIBATASI
 Keamanan belum terjamin
 Kemungkinan menimbulkan kekebalan kuman cukup tinggi
 Harga tidk murah

Melalui pemeriksaan Kultur kuman dan Uji kepekaan terhadap antibiotika harus dilakukan
pada penyakit penyakit;
 1.Infeksi Saluran Pernapasan Atas
 2.Infeksi Saluran Pernapasan Bawah
 3.Infeksi Saluran Cern
 Infeksi Saluran Kemih
 5.Infeksi Luka Operasi
 6.Sepsi
 7.Bakteremia

137
PEMANTAUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
Pemantauan dilakukan melalui;
 Resep dr
 2.Efek Samping obat

Dari hasil pemantauan tersebut kemudian di evaluasi penggunaannya Rasional Apabila:


 Kuman tetap sensitive terhadap antibiotik
 Tidak banyak menimbulkan efek samping
 Penggunaan dana lebih efisien
 Penggunaaan rasional bila ditunjang dengan Laporan pola kuman secara berkala
mengenai uji kepekaan kuman terhadap antibiotika

Pada penderita yang akan dioperasi antibiotika diberi kan 1 jam sebelum operasi

MRSA VRE MDRGN CDI

RESIKO ANTIBIOTIK idem Idem Idem


SEBELUMNYA

PASIEN PENYAKIT DASAR Idem Idem Idem


YANG BERAT Idem Idem Idem
LAMA RAWAT Idem Idem Usia lanjut
PERNAH kontak dgn idem Kontak operasiGITManipu
Fasilitas KES Pernah denganfFasilit lasi
MEMAKAI PROSEDUR kontak as terjadi Riw
TINDAKAN INVASIF denganVR outbreaks dgn Irritable bowel
PERNAH KONTAK E MDRGN Diseases
DENGAN PASIEN Pasien dgn proton
KOLONI MRSA pump Inhibitor

138
Seleksi Ya berdasarkan faktor Idem Idem Tidak dilakuka
Waktu masuk resiko pasien, Swab Idem
Swabhidung.,rectalluka,te Rectal Tergtg
mpat keluar Epidemiologi
Setempat

Rute KONTAK KONTAK KONTAK KONTAK


Transmissi DROPLET utk Droplet utk
Pasien Pneumonia
asimptomatik

Kewaspadaan ya ya ya ya
Isolasi

Dokumentasi Lebih baikdilakukan pada idem idem idem


(tanda pada pasien yang memp koloni
pasien

Kebersihan Rutin difokuskan pada Idem Idem Idem


Lingkungan area permukaan yg pada out Dan
Sering dipegang break menggunakanb
dilakukan bhn sporacid dan
2x pada outbreak 2x
dilakukan

Diskontinuita hasil negatifdari 3 sampel Idem Idem Tidak ada diarea


s kultursemua koloni yg ≥48 jam
Kewaspadaan diambil≥ 1 mggu

Follow up 2 spesimen diambil ,1 Berdsrkan Tidak perlu


Kontak spesimen min epidemiologi
7hariset paparan setempatdan
terakhir,terutama set faktor resiko
outbreak pasien

PointPrevalen dilakukan pd Idem Idem tidak


si outbreak/minggupd
survey kulturantibiotik
resistenuntuk menetukan

139
transmissi menurun /tdk

Kebersihan Rutin Idem Idem Idem


Lingkungan pembersihandengan 2x menggunakan bhn
difokuskan pada area dilakukan sporacid
permk yg srg dipegang pada
outbreak

Out break patuh dalam kebersihan


alatyg dipakai
bersama,edukasi staf
,pasien
pengunjung,tremsk
HH,Kewaspadaan
isolasidan kebersihan
lingkungan

140
J.STERILISASI DAN DEKONTAMINASI
TUJUAN
Untuk mematikan semua mikroorganisme termasuk sporanya pada suatu alat atau bahan
.Sterilisasi adalah cara yang paling aman dan paling efektif untuk pengobatan alat kesehatn
yang berhubungan langsung dengan darah jaringan dibawah kulit secara normal bersifat
steril. Metode sterilisasi
1.1 sterilisasi cara Fisika;
 Sterilisasi Basah dilakukan dengan uap panas pada tekanan tertentu misalnya
Autoclave ini paling efektif karena suhu yang dicapai melebihi titik didihair
yaitu 121⁰C -134⁰C dan lama sterilisasi pada umumnya 20 menit.Lama
sterilisasi dihitung mulai dari saat suhu mencapai 121⁰untuk bahan kain kasa
dan kapas Sebaiknya isi autoclave tidak melebihi 75% Untuk mengawasi
kwalitas sterilisasi basah digunakan spora tahan panas misalnya Bacillus
Stearthermophilus. Bila serilisasi dengan autoclave tidak dimungkinkan ,dapat
dilakukan desinfeksi tinggi denganperebusan air mendidih selama 20 meni
 Sterilisasi Kering; Dilakukan dalam oven (listrik atau gas) membutuhkan sushu
yang lebih tinggi yaitu umumnya 150⁰ -170⁰ dengan wktu 2 jam pada
suhu180⁰ C .Digunakan terbatas untuk gelas (tabung ,petri) bahan minyak ,gel
atau bubuk yang rusak dengan uap
1.2.Sterilisasi cara gas; tidak dilakukan di RSUDB udhi Asih
1.3 Sterilisasi Cara penyaringan ( Filtrasi)
Merupakan metode sterilisasi yang dipakai untuk larutan yang tidak tahan panas
seperti serum ,plasma atau tripsin

141
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Hasil survey tentang upaya pencegahan infeksi di puskesmas (Bachroen.2000)


menunjukan masih didapatinya beberapa tindakan petugas yang potensial meningkatkan
penularan penyakit kepada diri mereka.pasien yang dilayani dan masyarakat luas yakni :
1.Cuci Tangan yang kurang benar.
2.Penggunaan sarung tangan yang kurang tepat.
3.Penutupan kembali jarum suntik secara tidak aman
4.Pembuangan alat tajam secara tidak aman.
5.Teknik dekontaminasi dan sterilisasi alat yang kurang tepat,
6.Praktek kebersihan ruangan yang kurang memadai.

Hal tersebut dapat meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular karena tertusuk
Jarum atau terpajan darah /cairan tubuh yang terinfeksi.Sementara pasien dapat tertular melalui
alat yang terkontaminasi atau menerima darah atau produk darah yang terkontaminasi
-Dianjurkan diberikan imunisasi hepatitis .,BCG bagi yang belum pernah
-Menggunakan APD saat kontak dengan bahan yang berbahaya/B3

I.PPI TB
 PenularanTB pada petugas Kesehatan ; Adalah kombinasi Pencegahan dari
Pengendalian Infeksi yang bertujuan menurunkan resiko transmisi TB di RS
 Seleksi dari kombinasi Pengendalian infeksi yang berdasarkan program yang disesuaikan
oleh kemampuan menurut keadaan setempat,iklim dan kondisi sosio-ekonomi

142
SISTEM VENTILASI RUANG ISOLASI
ALAT PELINDUNG DIRI
Adalah kombinasi Pencegahan dari Pengendalian Infeksi yang bertujuan menurunkan
resiko transmisi TB di RS Seleksi dari kombinasi Pengendalian infeksi yang berdasarkan
program yang disesuaikan oleh kemampuan menurut keadaan setempat,iklim dan kondisi
sosio-ekonomi
STRATEGI PENCEGAHAN
 Kepatuhan Respirasi Hygiene
 Pertimbangkan kebutuhan akan ruang isolasi
 Melakukan pengendalian sekret respirasi dengan benar.
 Menggunakan APD yang benar
 Pertimbangkan penggunaan masker pada TB yang menular
 Hindari aktivitas yang menimbulkan aerosol di tempat terbuka untuk umum
 Kebersihan Tangan
TRANSMISSI PENULARAN TB
1. Berasal dari selama waktu batuk dan bersin atau tindakan seperti suksion dan
bronkhoskopi .
2. Partikel kecil ukuran<5Um mikroba dapat berpindah dalam udara sampai sejauh 2m
dari sumbernya serta berada tetap dalam udara dan dapat terinhalasi Seperti pada ;TB
Paru,Varricella, dan campak
RUANG LINGKUP PPI TB
1. Secara rutin memeriksa pasien TB dengan BTA 3x n MDR TB dan mengatur
2. penempatan pasien yang tergantung dari ; BTA+ atau BTA – dan
MDR/XDRTB .penderita BTA+ dengan BTA +.BTA – dengan BTA
3. MDRTB HARUS DENGAN RUANG ISOLASI BERTEKANAN
NEGATIVE penderita tidakboleh keluar ruangan bila tidak perlu sampai hasil
BTA 3x negative.,RS Tugu Ibu bila ada kasus MDR TB /kasus HIV dengan
BTA + irujuk ke RSU PERSAHABATAN

 AKTVITAS MANAJERIAL; mis TB DOTS Komitmen ’Kebijakan


Perencanaan
 PENGENDALIAN ADMINISTRASI Triage, penyuluhan,
pemisahan,,pelayanan segera, rujukan pengobatan
 IDENTIFIKASI DINI dan PENGOBATAN

143
LANGKAH PENCEGAHAN TRANSMISSI TB DI RS;
a. TRIAGE;Pasien dengan gejala batuk kronik (> 2 minggu) yang belum jelas
penyebabnya dan atau dengan gejala lainnya curiga TB segera diperiksaannya curiga
TB segera diperiksa
b. Edukasi – Pasien yang teridentifikasi saat proses penyaringan diberikan edukasi tentang
etika batuk.
c. Pisahkan – suspek atau pasien TB sebaiknya mempunyai ruang tunggu terpisah dengan
pasien lainnya, ruang tunggu memiliki ventilasi yang baik, pasien diberikan masker
atau tisu untuk menutup mulut dan hidung
d. Pasien yang memiliki gejala harus dilayanisegera untuk mengurangi waktu pajanan
kepada pasien lain/pengunjung lain
e. Pemeriksaan untuk diagnosis TB harus segera dikerjakan
PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Alat dan tindakan untuk menurunkan konsentrasi kuman di udara yang diperkirakan
sudah terkontaminasi
 Ventilasi natural ; Sinar matahari dengan jendela terbuka
 Ventilasi Mekanik
 Ruang Isolasi
 Ultraviolet germicidal irradiation (UVGI)
 Sistem filtrasi udara
 Sruktur Desain, konstruksi, renovasi, atau reorganisasi
A. Bidang Tekhnik ;
Ventilasi alamiah dengan jendela terbuka dan masuk sinar matahari resiko
penularan secara airborne lebih rendah dibanding dengan ventilasi buatan dengan
tekanan negatif dan relatif biaya lebih murah dan terutama untuk dinegara tropis
dengan sinar matahari yang cukup
B .Bidang Administrasi :
-Identifikasi pasien dengan tanda/gejala TB
-Isolasi kasus Suspek TB
-Terapi secepatnya untuk kasus TB aktif

144
C. Peralatan Pelindung Diri:
Digunakan untuk membatasi penularan airborne terdiri dari masker bedah untuk pasien dengan
gejala klinis TB diruang rawat jalan dan rawat inap,dan petugas juga menggunakan masker
bedah ,masker N95 untuk MDR TB

RESIKO PENULARAN TB DI RAWAT JALAN DAN RAWAT INAP


 Tergantung dari tipe RS bila RS Rujukan ,baik dirawat jalan dan rawat inap .Untuk RS
non rujukan resiko penularan TB aktif lebih besar di rawat jalan
 Klasifikasi resiko penularan TB ;Resiko 3 yaitu; Mikobakterium TB dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan berbahaya bagi pekerja yang juga mungkin
dapat terjadi penyebaran dimasyarakat dan dapat dicegah serta diobati
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESIKO PENULARAN
 Jarak tempat tidur<1m
 Tidak tersedianya tempat cuci dan ganti baju petugas
 Penderita mendapat terapi induksi untuk membatukkan dahak penularannya sangat
luas/ekstensif
 Frekuensi kontak langsung
 Masa kerja PETUGAS Kesehatan yangkontak dengan pasien yang belum diobati
 Resiko penularan dapat dikurangi dengan PPI TB diagnosis dini dan pengobatan
secepatnya pada pasien TB
TUJUAN UTAMA PPI TB;
a. Deteksi Dini
b. Terapi oral AntiTuberkulosis secepat mungkin dapat melaui program DOTS TB
c. Mencegah orang lain terinfeksIiTB
d. Menurunkan resiko KOINFEKSI TB-HIV; 30-40 % PASIEN HIV TERINFEKS ITB
didaerah prevalensi tinggi
e. Hindari kontak langsung
f. Menutup mulut dan hidung pada saat batuk dan bersin
g. memakai masker pada saat melakukan bronkoskopi
h. Hindari kontak erat antara sumber dengan orang yang rentan misal HIV

145
FAKTOR YANG DAPAT MENURUNKAN RESIKO HAI’s TB PADA PETUGAS
KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
 Komite penanggulangan TB RS/ TB DOTS
 Peningkatan kesadaran mengenai TB diantara Penderita HIV+
 3. Penempatan penderita suspek TB atau denganfoto thoraks abnormal dengan
kamar /ruang
 isolasi dengan pintu tertutup dan sistim
 ventilasi khusus dengan alamiah /atau buatan
 Hindari prosedur induksi sputum dan Menghindari penggunaan terapi dengan
pentamidine secara aerosol karena penularannya sangat luas
 Menetapkan jumlah petugas yang cukup terlatih dan adekuat untuk pemeriksaan rutin
sputum BTA langsung dan segera setiap hari
 Pengobatan awal obat anti TB dengan kombinasi dosis tetap dengan regimen 4 Jenis
obat
 Penderita TB dikamar isolasi hanya diijinkan meninggalkan kamar untu keperluan
pemeriksaan medis saja dan harus selalu menggunakan masker bedah bila keluar kamar
 Penggunaan pintu dengan otomatis tertutup pada ruang isolasi
 Isolasi dilakukan sampai hasil pemeriksaan sputum bakteri tahan asam yg ke 3 telah
negatif
 Petugas Kesehatan dengan gangguan sistim imun dilarang kontak dengan atau
merawat penderita TB

146
Kewaspadaan isolasi pada TB;

1.KEWASPADAAN ISOLASI penderita TB dengan daya tahan tubuh normal

POTENSIAL NON
INFEKSIUS INFEKSIUS

OBAT TB SENSITIV Single room Bangsal bangsal

TB RESISTEN OBAT Single room bangsal bangsal

MULTI RESISTEN OBAT Kamar isolasi dengan Single room bangsal


TB(M/XDR TB) tekanan
negativ

147
b. KEWASPADAAN ISOLASI penderita TB dengan daya tahan tubuh menurun

INFEKSIUS POTENSIAL NON


INFEKSIUS INFEKSIUS

OBAT TB SENSITIV ISOLASI BANGSAL SINGLE ROOM

DENGAN TEKANAN
NEGATIV

TB RESISTEN OBAT ISOLASI DENGAN NAN SINGLE ROOM BANGSAL


NEGATIV

MULTI RESISTEN ISOLASI DENGAN ISOLASI DENGAN SINGLE ROOM


OBAT TB(MDR TB) TEKANAN NEGATIV TEKANAN
NEGATIV

148
ISOLASI TB DI HENTIKAN
 -1Bila telah 14 hari mendapat terapi yang sesuai
 2.MDR TB;Isolasi harus dilanjutkan kalau semua prosedur PPI sampai sputum BTA x
telah negativ
PETUGAS;’
Hanya petugas yang telah mendapat vaksinasi BCG boleh merawat pasien TB dengan BTA+

ALAT PELINDUNG DIRI


 Penggunaan respirator (N95) pada petugas Edukasi dan penerapan etika batuk
 Keselamatan dan keamanan tenaga kesehatan Lab TB
 Cara penampungan sputum yang benar ( sputum booth )
 Proteksi saat transportasi pasien
 Sarung tangan dipakai bila membawa pasien atau kontak dengan sekret pasien ,atau
linen yang terkontaminasi
 Baju Aprons harus dipakai petugas yang akan merawat pasien atau yang
kontak/petugas pembersih ruangan
 Masker respirasi harus dipakai pasien pada saat:
-membatukkan dahak/prosedur inhalasi
-fisioterapi
-batuk terus menerus /tidak dapat mengendalikan

KEBERSIHAN TANGAN
Tangan harus selalu dibersihkan sebelum dan setelah kontak dengan pasien

PROSEDUR PEMBERSIHAN;
 -dapat digunakan deterjent untuk yang akan dipakai ulang
 -Semua peralatan sekali pakai -linen yangdigunakan digolongkan yang
Penatalaksanaan penderita suspek TB/Konfirm TB Paru dengan sputum BTA+ di ruang
operasi

a. TIM Klinisi yang merawat pasien harus benar benar memberitahukan kepada petugas
di kamar operasi bahwa penderita tersebut adalah penderitaTB agar dilakukan
pengawasan sesuai prosedur untuk TB
b. Penderita TB harus ditempatkan dalam daftar operasi yang terakhir kecuali bila kondisi
pasien gawat dan memerlukan tindakan segera
149
c. Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi segera langsung masuk kamar
operasi tidak diperbolehkan menunggu dilingkungan kamar operasi
d. Masker bedah harus dipakai pasien selama pasien dipindah kekamar operasi
e. Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan digunakan alat yang sekali pakai
f. Petugas anestesi dan petugas diruang pemulihan harus menggunakan masker FF2
g. Sarung tangan dan baju aprons harus dipakai selama kontak dekat dengan penderita
h. Spesimen diberi label dengan tanda berbahaya
i. Pasien harus dipulihkan kesadarannya diruang kamar operasi /ruang anestesi, tidak
boleh diruang pemulihan
j. Pasien segera dipindahkan langsung kembali ke ruangan single room dan
Menggunakan masker bila kondisi pasien telah kembali sadar Kontak penderita
dengan lingkungan segera dibersihkan dengan detergent

II. Penatalaksanaan penderita TB Diluar Paru/TB dengan sputum BTA- dan hasil kultur
BTA + di ruang Operasi
a. Tim Klinis yang merawat penderita TB dikamar operasi sebelumnya diberitahu agar
dilakukan prosedur PPI TB Peralatan ventilasi dan respirasi digunakan yang sekali
pakai
b. Petugas anestesi dan petugas ruang pemulihan menggunakan masker FF2
c. Sarung tangan dan baju apron harus digunakan bila kontak dekat dengan penderita
d. Spesimen diberi label berbahaya
e. Kontak permukaan bekas penderita dibersihkan dengan deterjent dan air

B.KEWASPADAAN ISOLASI PADA PASIEN HEPATITIS B DAN HIV POSITIF

1. Cuci tangan
a. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak pasien
b. Segera cuci tangan setelah melepas sarung tangan
c. Gunakan cairan antiseptik pada waktu cuci tangan
d. Tidak menggunkan hand rub ( pengganti cuci tangan )
2. Gunakan Sarung tangan
a. Gunakan sarung tangan jika kontak dengan pasien
b. Gunakan sarung tangan jika menyentuh darah , cairan tubuh pasien ( sekresi ,
ekskresi)
c. Gunakan sarung tangan steril jika melakukan tindakan invasif dan sarung
tangan non steril pada tindakan non invasif
150
d. Gunakan sarung tangan jika mencuci peralatan pasien yang kontak dengan
darah atau cairan tubuh pasien
e. Gunakan sarung tangan dua lapis atau mengganti sarung tangan bila melakukan
operasi waktu lama
f. Segera melepas sarung tangan jika selesai melakukan tindakan
g. Jangan membawa sarung tangan keluar ruangan pasien
h. Segera buang sarung tangan ke tempat sampah infeksius
3. Gunakan Masker dan pelindung mata
a. Gunakan masker jika melakukan tindakan yang memungkinkan membrane
mukosa hidung, mulut dan mata terkena percikan darah, cairan tubuh
b. Segera melepas masker dan pelindung mata setelah selesai melakukan tindakan
c. Buang masker pada tempat sampah infeksius, jangan menggantung di leher.
d. Segera lakukan dekontaminasi dan desinfeksi pelindung mata dan tempatkan
pelindung mata pada tempatnya
4. Pakai apron/gaun
a. Gunakan apron selama melakukan tindakan yang memungkinkan kulit atau
pakaian terkena percikan darah atau cairan tubuh
b. Segera melepas apron setelah selesai melakukan tindakan
c. Jangan membawa apron keluar ruangan pasien
5. Peralatan Pasien
a. Gunakan peralatan pasien seperti stetoskope, tensi meter, termometer tersendiri,
jika tidak memungkinkan lakukan desinfeksi peralatan terlebih dahulu sebelum
digunakan pada pasien lain
b. Segera lakukan dekontaminasi dan desinfeksi peralatan yang digunakan pasien
c. Segera buang peralatan yang sekali pakai pada tempatnya
d. Segera bersihkan dan desinfeksi trolley setelah melakukan tindakan
6. Pengendalian Lingkungan
a. Tidak perlu melakukan fogging ruangan
b. Lakukan pembersihan seluruh ruangan dua kali sehari atau bila perlu
c. Lakukan desinfeksi seluruh permukaan ruangan setiap hari atau bila perlu
d. Batasi jumlah pengunjung maksimum dua orang sekali berkunjung
e. Batasi waktu berkunjung maksimum lima menit setiap kunjungan
f. Batasi personil yang menangani pasien
g. Minimalkan peralatan di ruang pasien

151
7. Penanganan Linen
a. Pisahkan linen yang ternoda dengan darah atau cairan tubuh pasien dengan
linen yang tidak ternoda
b. Tempatkan linen pada kantong plastik kuning
c. Jika pakaian personil terkena darah atau cairan tubuh pasien lakukan desinfeksi
d. Jangan menempatkan linen kotor pada permukaan lantai atau meja
8. Penanganan Limbah
a. Pisahkan limbah infeksius dan non infeksius
b. Tempatkan limbah padat infeksius pada kantong plastik kuning dan limbah non
infeksius pada kantong plastik hitam
c. Tempatkan limbah benda tajam pada kontainer yang sudah disediakan ( kardus
kuning)
d. Limbah cair dibuang pada tempat yang sudah ditentukan: wastafel ruang kotor
9. Kesehatan Karyawan
a. Jangan membengkokkan atau mematahkan jarum
b. Jangan menutup kembali jarum dengan menggunakan dua tangan
c. Jika harus menutup kembali jarum gunakan dengan satu tangan
d. Jangan menempatkan jarum sembarangan tempat seperti diatas tempat tidur,
diatas trolley
e. Kalau masih steril tempatkan pada kontainer yang steril, kalau sudah dipakai
segera buang pada tempatnya
f. Segera lapor jika terjadi kena tusukan jarum atau benda tajam
g. Karyawan yang terinfeksi tidak dibenarkan merawat pasien
h. Pemberian imunisasi pada semua karyawan terutama yang terpapar langsung
dengan pasien
i. Pemeriksaan kesehatan secara berkala

152
10.Penempatan Pasien

j. Tempatkan pasien di ruang tersendiri


k. Jika tidak memungkinkan lakukan kohort

C.KEWASPADAAN ISOLASI PADA PASIEN MRSA


Cuci tangan

 Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak pasien


 Segera cuci tangan setelah melepas sarung tangan
 Gunakan cairan antiseptik pada waktu cuci tangan
 Tidak menggunkan hand rub ( pengganti cuci tangan )
Sarung tangan

 Gunakan sarung tangan jika kontak dengan pasien


 Gunakan sarung tangan jika menyentuh darah , cairan tubuh pasien (
sekresi , ekskresi)
 Gunakan sarung tangan steril jika melakukan tindakan invasif dan
sarung tangan non steril pada tindakan non invasif
 Gunakan sarung tangan jika mencuci peralatan pasien yang kontak
dengan darah atau cairan tubuh pasien
 Segera melepas sarung tangan jika selesai melakukan tindakan
 Jangan membawa sarung tangan keluar ruangan pasien
Masker dan pelindung mata

i. Gunakan masker jika melakukan tindakan yang memungkinkan


membrane mukosa hidung, mulut dan mata terkena percikan darah,
cairan tubuh
ii. Segera melepas masker dan pelindung mata setelah selesai melakukan
tindakan
iii. Buang masker dan tempatkan pelindung mata pada tempatnya
iv. Jangan menggantung masker di leher

153
Apron/gaun

 Gunakan apron selama melakukan tindakan yang memungkinkan


kulit atau pakaian terkena percikan darah atau cairan tubuh
 Segera melepas apron setelah selesai melakukan tindakan
 Jangan membawa apron keluar ruangan pasien
Peralatan Pasien

 Gunakan peralatan pasien seperti stetoskope, tensi meter, termometer


tersendiri, jika tidak memungkinkan lakukan desinfeksi peralatan
terlebih dahulu sebelum digunakan pada pasien lain
 Segera lakukan dekontaminasi dan desinfeksi peralatan yang
digunakan pasien
 Segera buang peralatan yang sekali pakai pada tempatnya
 Segera bersihkan dan desinfeksi trolley setelah melakukan tindakan
Pengendalian Lingkungan

 Tidak perlu melakukan fogging ruangan


 Lakukan pembersihan seluruh ruangan dua kali sehari atau bila perlu
 Lakukan desinfeksi seluruh permukaan ruangan setiap hari atau bila
perlu
 Batasi jumlah pengunjung maksimum dua orang sekali berkunjung
 Batasi waktu berkunjung maksimum lima menit setiap kunjungan
 Batasi personil yang menangani pasien
 Minimalkan peralatan di ruang pasien
Penanganan Linen

 Pisahkan linen yang ternoda dengan darah atau cairan tubuh pasien
dengan linen yang tidak ternoda
 Tempatkan linen pada kantong plastik
 Jika pakaian personil terkena darah atau cairan tubuh pasien lakukan
desinfeksi
 Jangan menempatkan linen pada permukaan lantai atau meja

154
Penanganan Limbah

 Pisahkan limbah infeksius dan non infeksius


 Tempatkan limbah padat infeksius pada kantong plastik kuning dan
limbah non infeksius pada kantong plastik hitam
 Tempatkan limbah benda tajam pada kontainer yang sudah disediakan
( kardus kuning)
 Limbah cair dibuang pada tempat yang sudah ditentukan: wastafel
ruang kotor
Kesehatan Karyawan

o Jangan membengkokkan atau mematahkan jarum


o Jangan menutup kembali jarum dengan menggunakan dua
tangan
o Jika harus menutup kembali jarum gunakan dengan satu tangan
o Jangan menempatkan jarum sembarangan tempat seperti diatas
tempat tidur, diatas trolley
o Kalau masih steril tempatkan pada kontainer yang steril, kalau
sudah dipakai segera buang pada tempatnya
o Segera lapor jika terjadi kena tusukan jarum atau benda tajam
o Karyawan yang terinfeksi tidak dibenarkan merawat pasien
Penempatan Pasien

3. Tempatkan pasien di ruang tersendiri


4. Jika tidak memungkinkan lakukan kohort

Transportasi Pasien

a. Batasi tranportasi pasien, dilakukan jika perlu saja


b. Jika pasien harus keluar dari ruangan gunakan masker pada pasien yang
terinfeksi saluran pernapasan

155
II. PENGENDALIAN INFEKSI DI INSTALASI GIZI

Pendahuluan

Dapur memegang peranan penting dalam mencegah menyebarbya infeksi. Tampa sanitasi dan
keamanan yang tepat untuk makanan dan peralatan, kejadian luar biasa untuk penyakit yang
dibawa oleh makanan dapat terjadi.

Fasilitas yang diperlukan :

 Daerah kerja yang cukup luas


 Kompor yang tidak berasap
 Peralatan masak yang memadai
 Sumber air panas dan dingin
 Bahan pembersih
Prosedur :

 Cuci tangan sebelum menyiapkan dan menghidangkan makanan


 Cuci panci, wajan, peralatan masak dan baki dengan seksama menggunakan air dan
detergen setelah digunakan
 Segera hidangkan makanan setelah siap dimasak
 Hindari kontak dengan makanan, harus menggunakan peralatan yang sesuai untuk
menyiapkan makanan dengan menyajikan
 Jangan biarkan karyawan yang mengindap penyakit menular seperti pernafasan,
infeksi kulit menangani makanan dan peralatan.
 Atur jadwal untuk pemeriksaan karyawan yang bekerja di dapur.
 Sediakan tempat yang cukup untuk menyimpan makanan. Sisakan 10 sampai 15 cm
di atas lantai agar bisa dibersihkan.
 Ciptakan prosedur pembersihan yang baik untuk daerah penyimpanan makanan dan
bahan untuk mencegah kontaminasi oleh tikus, serangga dan kelembaban
 Jangan gunakan telur yang retak atau busuk untuk menghindari kontaminasi
salmonela
 Penanganan baki dan peralatan dari pasien yang punya penyakit menular harus
dilakukan terpisah. Gunakan desinfektan yang mengandung klorin bebas sebagai
perendam.
 Buang semua sisa makanan dlam kantong plastik hitam

156
 Gunakan kompor yang tidak berasap untuk mencegah karyawan terkena komplikasi
pernafasan

III.PENGENDALIAN INFEKSI DI PELAYANAN LABORATORIUM

Laboratorium klinik memainkan peran vital dalam pengendalian infeksi.Banyak


kesempatan bagi penyebarluasan infeksi. Misalnya: setiap spesimen yang dikirim ke
laboratorium menyimpan kuman penyebab infeksi.

Rekomendasi untuk melindungi staf laboratorium:

 Semua permukaan dan lantai tempat kerja harus dijaga supaya bebas debu dan sering
dibersihkan dengan desinfektan yang sesuai .
 Langkah-langkah prosedural harus dijalankan sejak awal kedatangan spesimen di unit
lab sampai saat disingkirkan oleh petugas pembuangan limbah.
 Penyimpanan dan pengambilan darah untuk transfusi sesuai prosedural.
 Menggunakan lat pelindung diri sesuai jenis pekerjaan ( Masker, sarung tangan,apron )
 Cuci tangan ditekankan langsung pada saat setelah bersentuhan dengan spesimen dan
saat akan meninggalkan tempat kerja
 Semua material yang diketahui terkontaminasi harus diberi tanda yang jelas
 Mengidentifikasi, mengumpulkan, menyerahkan dan menggarap spesimen untuk semua
pasien yang terinfeksi ( isolasi ) perlu diberlakukan khusus .
 Merokok dan makan di dalam lab kapan saja dan oleh siapa saja, tidak diperbolehkan
dan sangat berbahaya
 Petugas lab harus memiliki kebijakan yang mengatur tentang penanganan darah dan
produk darah dan menggunakan standar peralatan yang telah ditetapkan.

Penanganan limbah/ sampah laboratorium


- Bila pemeriksaan dan uji coba telah selesai, semua bahan yang berbahaya harus
disterilkan sebelum dibuang
- Semua cairan tubuh( darah, nanah, faeces,urine ) dianggaao berinfeksi potensial dan
diperlakukan dengan kewaspadaan dan ketelitian . dibuang kedalam sink drain
kemudian sik drain itu sendiri harus dibersihkan.
- Alat penghapus/ pengempel,olesan yang unifixed,kontainer spesimen bekas pakai
dan beberapa spesimen klinis yang dipakai untuk dimasukan dalam kantong medis
untuk dibakar
157
- Spesimen dari lab, serum,cellular debris dan spesimen parasitologis harus
diautoklafkan selama 1 jam pada 15 psi sebelum dianggap aman untuk dibuang
sebagai sampah terkontaminasi
- Semua bekas sarana kultur, plastik harus diautoklafkan sebelum memperoses ulang
barang- barang kaca/ gelas
- Sistem ventilasi mempunyai perbedaan antara kantor dan ruangan kamar yang
terkontaminasi mempunyai tekanan negatif dan ruang tidak terkontaminasi
mempunyai tekanan positif

Cara membersihkan ruangan laboratorium;

 Tempat kerja harus dibersihkan seluruhnya dan di disinfeksi setiap hari atau lebih
sering bila diperlukan dengan cairan germicidal yang telah ditentukan.
 Semua percikan darah atau produk darah harus digosok langsung dan tempat percikan
dibersihkan dengan cairan germicidal.
 Pergunakan alat pelindung diri setiap melakukan tindakan pekerjaan
 Kontainer-kontainer bekas harus diperlakukan sebagai sampah terinfeksi.

IV.PENCEGAHAN INFEKSI PADA PASIEN DENGAN HIV DAN HEPATITIS B


POSITIF

Sebelum Operasi

o Operator dan manejer ruangan operasi diberitahu secara lisan maupun tertulis
tapi rahasia bahwa pasien mengidap HIV

o Mempersiapkan wadah penampung limbah medis yaitu :

o Kantong plastik kuning untuk limbah yang terkontaminasi dengan cairan


tubuh pasien,
o Kotak tahan tusuk dan tahan air untuk limbah benda tajam seperti jarum,
scapel, mata pisau dll.
o Kantong plastik hitam untuk limbah yang tidak
terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien

- Mempersiapkan alat pelindung diri: sarung tangan,apron, masker, kaca mata/


goggle, sepatu
- Petugas kesehatan yang mengidap HIV tidak melakukan tindakan operasi
158
Selama Operasi

- Gunakan sarung tangan pada saat melakukan tindakan yang memungkinkan kontak
dengan cairan tubuh pasien seperti saat memasang infus, menyuntik, mamasang
ETT
- Gunakan kacamata / goggle pada saat melakukan tindakan yang memungkinkan
terkena percikan cairan tubuh pasien ( Operator, Asisten Operator, Instrumentator ).
- Gunakan baki / tray jika instrumentator memberikan benda tajam kepada operator
atau sebaliknya ( mencegah luka tusuk)
- Operator menggunakan sarung tangan dua lapis atau mengganti sarung tangan bila
operasi berlangsung lama
- Bersihkan cairan tubuh pasien yang melekat di badan pasien ( untuk menghindari
kontaminasi kepada orang lain)
- Beritahupetugas laboratorium pasien mengidap HIV jika mengirim spesimen untuk
pemeriksaan

Sesudah Operasi

o Segera pisahkan limbah sesuai dengan jenisnya


o Ikat kantongan plastik kuning dan tutup rapat wadah tempat benda tajam / jarum
segera dimusnakan di insinerator
o Lakukan segera dekontaminasi, pembersihan, desinfeksi, sterilisasi terhadap alat
kesehatan yang bukan disposible
o Dekontaminasi segera alat tenun yang terkontaminasi dengan cairan tubuh
pasien
o Beritahu petugas RR, ICU, perawatan tentang status pasien mengidap HIV
o Semua petugas kesehatan yang melakukan tindakan yang berhubungan dengan
cairan tubuh pasien harus memakai sarng tangan
o Gunakan kaca mata dan apron jika melakukan tindakan yang memungkinkan
terkena percikan cairan tubuh pasien
o Jika melakukan pemberian napas buatan tidak dianjurkan dengan mulut ke
mulut

159
V.ISOLASI PASIEN

Persiapkan ruangan isolasi pasien

- Lengkapi ruangan pasien dengan alat kesehatan tersendiri (stetoskop, termometer,


kontainer untuk benda tajam, tensimeter, tempat linen kotor, tempat sampah)
- Pintu kamar pasien harus selalu tertutup

Persiapan memasuki ruangan pasien

- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien


- Gunakan sarung tangan setiap menangani cairan tubuh pasien
- Gunakan masker dan gaun saat masuk ke ruangan pasien
- Segera lepas alat pelindung diri jika keluar dari kamar pasien

Peralatan perawatan pasien

- Peralatan kesehatan yang akan digunakan ulang harus melalui proses desinfeksi dan
sterilisasi sebelum digunakan kepada pasien lain

Pembersihan lingkungan ruangan

- Lakukan pembersihan rutin terhadap semua permukaan peralatan yang ada di


kamar pasien (tempat tidur, meja, kursi dll) dengan menggunakan cairan
desinfeksi
- Alat tenun bekas pasien harus dipisahkan dan dimasukan dalam kantong plastik
kuning dan diberi label terinfeksi

160
VI.PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL

Pengambilan Sampel

- Nama pasien dan sampel harus sesuai


- Kondisi/jumlah sampel harus memadai/mencukupi
- Lakukan pencegahan standar dalam pengumpulan sampel
- Lakukan tehnik aseptik bila diperlukan
- Gunakan penampung yang memadai/sesuai
- Tutup rapat penutupnya untuk mencegah terjadinya tumpahan
- Jangan sampai terjadi kontaminasi permukaan
Penolakan Sampel

 Tidak ada data pada formulir pasien


 Sampel tanpa formulir permintaan
 Sampel tanpa label
 Asal sampai tidak jelas
 Nama pada formulir permintaan tidak sama dengan yang di label sampel
 Darah beku atau lisis untuk pemeriksaan tertentu
 Keadaan sampel tidak sesuai untuk tes yang diminta
 Sampel tumpah/berceceran

Macam-macam sampel

1. Sampel Darah

a. Darah dengan antikoagulan K3. DTA (tabung dengan tutup warna ungu), umumnya
untuk pemeriksaan hematologi glikohemoglobin
b. Darah dengan antikoagulan Na. Sitras (tabung dengan tutup warna biru). Umumnya
untuk pemeriksaan hemostasis
c. Darah dengan antikoagulan heparin (biasanya pada spuit 1 CC), umumnya untuk
pemeriksaan analisa gas darah (Astrup)
d. Darah tanpa koagulan (tabung dengan tutup warna merah atau pada spuit 3 CC atau 5
CC atau 10 CC). Umumnya untuk pemeriksaan parameter kimia dan imunoserologi.
e. Darah untuk pemeriksaan kultur. Biasanya pada spuit 5 CC atau 10 CC

161
2. Sampel Urin

a. Urin dalam botol atau ”cup” steril untuk pemeriksaan kultur urin

b. Urin dalam botol atau ”cup” biasa. Untuk pemeriksaan urin rutin

3. Sampel Feses

a. Feses dalam wadah steril, untuk pemeriksaan kultur feses


b. Feses dalam wadah steril, biasanya untuk pemeriksaan feses rutin
4. Sampel cairan tubuh lainnya (cairan asites, perikard, pleura, sendi dan cairan otak/LCS)

5. Sampel lain

Misalnya sampel hapusan luka, pus, dari kateter urin-kateter, intravaskular, slang
endotrakheal atau dari luka dekubitus.

Pengiriman sampel

Sebaiknya sampel dikirim dalam tempat khusus sehingga tidak terkontaminasi atau tercemar.
Transportasi untuk kultur dan tes resistensi media thioglikolat yang ditambahkan vit. K dan
haemin untuk kultur anaerobik.

Transwap yaitu sistem transportasi komersil untuk bakteri aerobik maupun anaerobik

Setiap unit berisi pack peel steril yang mengandung batang swap steril dengan ujung
dacron/rayon yang akan dimasukkan ke dalam media transport Amies (mengandung Na.
Thioglikolat) setelah sampel di ambil.

Macam-macam Kultur

Kultur Darah

Mengambil sampel dengan menggunakan sarung tangan steril. Bersihkan daerah punksi vena
atau swap kluit melingkar dengan arah dari dalam keluar dengan menggunakan alkohol 70%.
Biarkan kering menguap, selanjutnya ambil 5 – 10 CC darah, langsung kirim ke laboratorium,
dilaboratorium jarum spuit diganti jarum steril baru dan darah dimasukkan ke dalam botol
media secara aseptik, kemudian diinkubasi lakukan 2-4 kali kultur darah dalam waktu 24 – 36
jam.

Kultur Kateter Intravaskular

162
Bersihkan kulit sekitar kateter dengan alkohol 70%, keluarkan kateter secara aseptik gunting 5
cm dari ujung distal dan masukkan ke dalam penampung steril yang disediakan dari
laboratorium dan segera kirim ke laboratorium untuk mencegah pengeringan. Dilaboratorium
akan dimasukkan ke tabung kaldu brain heart infusion (BHI) secara aseptik kemudian akan
diinkubasikan.

Kultur Urin

- Tampung urin porsi tengah (mid-stream clean-catch urine)


- Pada wanita bersihkan sekitar ujung uretra dan vestibula vagina dengan air dan sabun
- Jumlah urin 20 cc atau kurang untuk pasien payah ginjal atau pada anak-anak
- Masukkan ke dalam wadah steril yang disediakan oleh laboratorium kirim sample ke
laboratorium dalam 2 jam untuk dimasukkan ke dalam urotube secara aseptic yang
kemudian akan diinkubasi.
- Yang paling baik adalah urin pagi pertama.
Cara mengumpulkan urin porsi tengah

- Cuci tangan dengan sabun, bilas dan keringkan


- Bersihkan daerah sekitar ujung uretra, vestibula vagina dengan air sabun dengan arah
dari depan ke belakang. Pada laki-laki bersihkan penis dan lipatan kulit diujungnya
- Saat mixi pada wanita pegang kedua labia dipisahkan, pada laki-laki hindari lipatan
kulit ujung penis
- Biarkan beberapa mililiter urin keluar kemudian tampung aliran urin porsi tengah
dalam penampung steril.
Kultur urin dari kateter urin

Bersihkan tempat kateter dengan alkohol 70 % ambil urin secara aseptik ke penampung steril.

Kultur Sputum

- Bahan terbaik adalah sputum pagi sewaktu bangun tidur.


- Untuk anak kecil yang tidak dapat mengeluarkan sputum dapat diambil dari cairan
lambung (khusus untuk isolasi TB)
- Sputum dapat pula diambil secara aspirasi melalui ETT atau transtrakheal.
- Bila memungkinkan mintalah pasien berkumur dan membilas mulut dengan air
sebelum menampung sputum
- Sputum dari batuk yang dalam ditampung ke penampung steril jangan mengambil
saliva.
163
- Langsung dikirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan
- Sputum untuk kultur dan tes respirasi kurang bermakna bila pasien telah mendapat
antibiotik atau batuknya kering tidak produktif.
Kultur dari Endotrakheal Tube

- Gunting ujungnya dan masukkan ke dalam wadah steril yang disediakan dari
laboratorium
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diikubasikan
Kultur Dari Luka Dalam, Abses

- Lakukan disinfeksi permukaan luka dengan alkohol 70% kemudian dengan larutan
iodine
- Bila memungkinkan aspirasi pus dari bagian terdalam luka dengan spuit steril dan tutup
ujung jarum dengan tutup botol karet atau bengkokkan jarum atau swap luka bagian
dalam
- Bila pengambila sampel pada saat operasi, dinding abses sebaiknya juga diambil untuk
kultur dan tes resistensi
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan.

Kultur dari luka superfisial

- Mengambil sampel dengan aspirasi lebih baik daripada dengan swap


- Lakukan disinfeksi permukaan luka dan biarkan disinfektannya mengering
- Aspirasi bagian terdalam lesi
- Bila aspirasi gagal mendapatkan sampel, suntikan saline steril

Kultur dan test resistensi pus dari ulkus

- Bersihkan daerah tersebut dengan alkohol 70 % atau iodine


- Angkat debris diatasnya
- Pus diambil dengan spuit atau kapas lidi steril secara aseptik
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan
164
Kultur dan test resistensi untuk dekubitus

- Bersihkan permukaan dengan saline steril


- Bila tidak dapat dilakukan biopsi, maka swab dasar lesi
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan

Kultur dari Pressure monitoring devices

- Diafragma di swab dengan kapas lidi steril


- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan untuk kultur di laboratorium

Kultur dari jarum infus

- Potong ujung jarung infus yang masuk ke vena pasien (2-3 cm) dan masukkan ke
dalam wadah steril yang disediakan dari laboratorium
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan

Kultur tinja

- Bahan diambil saat diare akut


- Jumlah yang diambil kira-kira 15 cc yang mengandung mukus, nanah atau darah,
tempatkan pada penampungan steril
- Jika tidak ada, tinja dapat diambil dengan kapas lidi steril dari rektum. Langsung kirim
ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara aseptik yang kemudian
akan diinkubasikan
Kultur dari Liquor Cerebrospinalis

- Dalam keadaan normal bahan liquor steril


- Bahan harus diperiksa secepatnya karena penundaan pemeriksaan akan mengurangi
keberhasilan isolasi
- Pengambilan melalui pungsi lumbal harus aseptik

165
- Jumlah bahan 1 – 2 cc untuk kultur dan 2-3 cc untuk pemeriksaan lain.
Kultur anaerobik

- Jumlah volume sampel yang besar/banyak jaringan dapat menjaga keadaan tetap
anaerobik. Tempatkan sebagian kecil sampel atau swab ke dalam media anaerobik
- Cairan tubuh mungkin dapat diinokulasikan ke dalam media kultur darah anaerobik.
- Jangan menempatkan sampel pada refrigeratorkarena oksigen lebih mudah berdifusi
pada temperatur rendah.

VII.PENGENDALIAN INFEKSI DI RUANG ICU

Pendahuluan

Kondisi ruang ICU

Pasien dalam keadaan kritis dengan daya tahan tubuh yang menurun terpasang alat-alat baik
invasif maupun noninvasif mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadi infeksi  strategi 
meminimalkan terjadinya infeksi nosokomial.

Prevalensi

- Prevalensi infeksi nosokomial di Rumah Sakit 6 %


- 20 % terjadi di ruang ICU, walaupun ruang ICU hanya memiliki 5 % dari seluruh
tempat tidur di Rumah Sakit, angka kejadian infeksi nosokomial 5 sampai 10 kali lebih
besar terjadi di ruang ICU dibandingkan dengan ruangan umum (general ward).
Biaya

Perkiraan biaya antara $ 5 billion sampai $10 billion. Lebih dari 80.000,0 kematian setiap
tahun terjadi akibat infeksi nosokomial. Walaupun sudah ada upaya-upaya pencegahan infeksi
nosokomial tetapi infeksi nosokomial masih saja dapat terjadi. Sepertiga infeksi nosokomial
dapat dicegah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan Penaggulangan Infeksi Nosokomial adalah:

- Struktur organisasi
- Peran dan fungsi PIN
- Dukungan dari manajemen
- Otoritas Tim PIN
- Tersedianya fasilitas
166
- Program masuk dalam RKAP
- Komitmen individu
Tempat Infeksi

- Sistem respirasi (Pneumonia) 31 %


- Traktus urinaria (UTI) 24 %
- Darah-Blood stream (Septikemia) 16 %
Epidemiologi

Kennedy menggambarkan bahwa ICU “epidemiological jungle”

- Pseudomonas aeruginosa 13 %
- Staphylococcus aureus 12 %
- Coagulase negative staphylococci 10 %
- Candida 10 %
- Enterococci 9 %
- Enterobacter 8 %

Faktor-faktor Kontribusi

Hal-hal yang berkontribusi terjadinya Infeksi Nosokomial adalah

- Beratnya penyakit
- Stres physiological dan psikologikal
- Umur
- Penggunaan antibiotika
- Profilaksis stres ulcer
- Sleep deprivation
- Malnutrisi
- Under staffing

Pencegahan Nosokomial Pneumonia

- Pendidikan staf
- Secara rutin kaji perubahan suara paru pasien, warna dan jumlah produksi sputum
- Cuci tangan sebelum dan setelah merawat mulut dan suctioning

167
- Gunakan air steril untuk perawatan mulut pada pasien yang immunocompromise atau
jika air terkontaminasi
- Gunakan kantong resusitasi manual (Resuscitator bag) yang bersih untuk setiap pasien
- Lakukan suctioning seperlunya
- Gunakan tehnik steril saat intubasi atau suctioning
- Lakukan desinfeksi blade laringoskop sebelum melakukan intubasi

Pencegahan Nosokomial Infeksi Saluran Kemih

- Hindari pemasangan kateter urine ( pemasangan berdasarkan indikasi )


- Mengurangi masa pemakaian kateter
- Masukkan kateter dengan tehnik steril
- Cuci tangan dan pasang sarung tangan
- Pengambilan sampling dengan tehnik steril
- Pakai drainage dengan sistem tertutup
- Tidak ada kontak antara kantong penampung urin dengan lantai, dinding atau furniture.
- Gunakan kondom kateter untuk pasien yang kooperatif
- Pisahkan pasien dan yang bukan infeksi
- Tempatkan kantong urine tetap dibawah bladder

Pencegahan Nosokomial Aliran Darah Primer

- Pendidikan dan pelatihan


- Surveilens
- Pasang kateter dengan tehnik aseptik
- Jangan menyingkat prosedur pemasangan kateter
- Lakukan perawatan luka kateter dengan tehnik aseptik
- Lepas semua jenis peralatan intravaskular bila sudah tidak dibutuhkan.

168
STRATEGI PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI ICU

● Engineering control – Design and layout

● Administrative control

- Cuci tangan dan kebersihan tangan

- Alat-alat medis

- Tenaga kesehatan

- Pasien dan keluarga

- Lingkungan

- Isolation precaution

* Sarung tangan

* Gaun

* Masker, pelindung mata dan wajah

* Penempatan pasien

● Penggunaan antibiotic

● Surveilens infeksi nosokomial

Design and layout

● Luas ruangan memadai, minimal 20 m2

● Idealnya setiap pasien ditempatkan di kamar terpisah

● Fasilitas cuci tangan dan pengering tangan yang memadai

● Minimal ada satu ruang isolasi/enam pasien dengan fasilitas negative dan positif tekanan
udara ventilasi

169
● Ada akses ke ruang operasi dan CSSD

● Sharp container ditempatkan disetiap tempat tidur

● Terpisah ruang bersih dan ruang kotor

● Jika memungkinkan setiap tempat tidur ada cairan handrub

Hand Washing & Hand Hygiene

● Merupakan hal yang sangat penting

● Merupakan cara yang murah, sederhana dan mudah dilaksanakan

● Menggunakan sabun atau detergen

● Alternatif cuci tangan/handrub

● Mencuci tangan di bawah air mengalir

● Menggunakan sabun atau detergen 3 – 5 ml dan didistribusikan keseluruh permukaan

tangan termasuk jari-jari dan kuku

● Lakukan cuci tangan selama 10 – 15 detik

● Keringkan tangan dengan kertas atau handuk

Waktu Cuci Tangan

● Saat tiba di ruangan

● Sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

● Sebelum meninggalkan ruangan

● Setelah melepaskan sarung tangan

Alat-alat medis

● Segera lakukan dekontaminasi peralatan yang sudah dipakai/terkontaminasi

● Segera buang peralatan yang sekali paki sesuai prosedur

● Segera bersihkan permukaan troly setelah selesai melakukan tindakan

Pemberi pelayanan kesehatan


170
● Sehat, tidak dalam kondisi sakit yang memungkinkan penularan kepada pasien

● Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa memakai pakaian khusus menurunkan angka
kejadian

infeksi nosokomial

● Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa menggunakan sepatu khusus menurunkan

kejadian infeksi nosokomial

● Jaga agar kuku tetap pendek

● Hindari pemakaian cincin dan gelang

Lotion dapat digunakan untuk menghindari dermatitis dari pemakaian detergen atau

sarung tangan

Pasien dan Keluarga

● Ajarkan pasien dan keluarga tentang infeksi nosokomial secara umum

● Ajarkan kepada pasien pentingnya cuci tangan

● Kelaurga pasien tidak diijinkan menunggu di ruang ICU

● Anjurkan keluarga pasien untuk cuci tangan sebelum dan sesudah berkunjung

● Pengunjung yang dalam keadaan kondisi sakit tidak diperkenankan berkunjung

Lingkungan

● Tidak dianjurkan melakukan fogging desinfektan

● Segera bersihkan permukaan lingkungan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh
pasien

● Pertahankan udara lingkungan memadai

● Batasi jumlah personil di rungan

● Batasi jumlah pengunjung, maksimum 2 orang sekali berkunjung

171
Kewaspadaan Standar

Gloves (Penggunaan sarung tangan)

● Dipakai sebelum tindakan invasive, menyentuh darah, cairan, mencuci peralatan

yang terkontaminasi

● Segera dilepas jika telah selesai melakukan tindakan

Penggunaan Gaun

● Dipakai sebelum melakukan tindakan yang memungkinkan terkena percikan cairan

tubuh pasien.

● Tidak perlu memakai gaun jika tidak kontak dengan pasien

● Segera lepaska gaun setelah selesai tindakan

Masker, Pelindung mata dan wajah

● Dipakai selama tindakan yang memungkinkan mata dan wajah terkena percikan

cairan tubuh pasien

● Dilepas segera setelah tindakan selesai dilakukan.

Isolasi Pasien

● Dilakukan pada pasien yang dapat menularkan kepada pasien lain

● Daya tahan tubuh yang menurun

● Pasien tidak dapat menjaga kebersihan lingkungan

● Pasien yang dapat mengkontaminasikan ke lingkungan

Kontrol Antibiotik

● Batasi pemilihan antibiotic

● Terapi berdasarkan hasil kultur

● Kontrol kualitas dari antibiotic


172
● Ganti ke terapi oral selekas mungkin

● Antibiotik yang rasional

Surveilens Infeksi Nosokomial

● Concurrent

●Aktif

● BSI, SSI, UTI dan VAP

● Pola kuman

● Antibiotik

● Microorganisme : MRSA. VRE dan MRB

173
VIII.PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LAINNYA

Katagori infeksi nosokomial lainnya yang memerlukan penanganan dalam perawatan pasien
yaitu :
a. Infeksi ulkus dekubitus
b. Infeksi pleblitis

Infeksi ulkus dekubitus

Infeksi kulit dapat terjadi akibat pajanan sejumlah prosedur di rumah sakit akibat : tirah
baring lama, kurang nutrisi, kurang jaringan lemak, usia lanjut, kelainan pembuluh darah
perifer, inkontenensia urin atau feses, gula darah yang tinggi .

Kriteria Infeksi Ulkus Dekubitus


Ulkus dekubitus mencakup ulkus dangkal dan dalam: Pasien mengalami minimal 2 gejala atau
tanda tanpa sebab yang jelas yaitu kemerahan, nyeri, pembengkakan tepi dekubitus dan
minimal salah satu dari:

a. Kultur organisme positif dari cairan atau jaringan


b. Kultur organisme dari darah
c. Pus saja tidak memastikan adanya infeksi
d. Kultur organisme dari permukaan ulkus decubitus belum cukup membuktikan
bahwa telah terjadi infeksi. Cara pengumpulan spesimen yang benar adalah
aspirasi jarum cairan atau biopsi jaringan dari bagian tepi ulkus

Penanggulangan :

- Cuci tangan
- Kewaspadaan Standard
- Lakukan perawatan luka decubitus sesuai standar prosedur baku
- Pembuangan sampah/ bekas perawatan luka sesuai standar prosedur
- Bila ditemukan tanda-tanda infeksi, segera tulis pada form nosokomial dan beri
tahu ke Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi

174
Plebitis :

adalah tanda-tanda peradangan pada daerah sekitar insersi pemasungan intra vena kanula
perifer

Jenis-jenis pleblitis:

1. Mechanical plebitis

Penyebab: - iritasi akibat penggunaan kanula yang terlalu panjang/besar untuk

ukuran pembuluh yang diinsersi

- Terjadinya pergerakan kanula


- Manipulasi kateter yang terlalu sering
2. Chemical plebitis

Penyebab : - Larutan infus yang bersifat asam atau basa

- Penambahan zat aktif aditif untuk meningkatkan tonisitas dapat meningkatkan


resiko phlebitis
- Partikulat larutan infus menyebabkan penyumbatan kapiler pada tunika intima
pembuluh darah
3. Bacterial plebitis

Penyebab: - larutan infus terkontaminasi karena tehnik aseptik yang kurang baik pada
saat pencampuran larutan

- Penyiapan kulit pasien yang tidak memadai


- Kemasan larutan infus rusak atau bocor
- Pembersihan sisi injeksi yang kurang baik

Kriteria Plebitis
Pasien mengalami minimal 2 gejala atau tanda tanpa sebab yang jelas yaitu kemerahan, nyeri,
panas, pembengkakan pada daerah penusukkan.

Stadium pblebitis :

 1+ adalah nyeri pada daerah insersi, eritema/edema, namun belum teramati


pembentukan streak maupun palpable cord.

175
 2+ adalah nyeri pada daerah insersi,eritema/edema, teramatinya pembentukan “streak “
namun tampa palpable cord “
 3 + adalah nyeri pada daerah insersi, eritema/ edema, teramatinya pembentukan “streak
“ dan “palpable cord “

Penanganan Infeksi Pleblitis


 Lakukan tehnik aseptik dan antiseptik yang memadai untuk penyiapan larutan dan
insersi kanula
 Infusat yang berupa larutan hipertonik diberikan melalui pembuluh darah yang besar
atau central venous
 Lakukan prosedur penggantian kanula pada sisi insersi sesuai dengan ketentuan “Intra
venous Nurse Society Practise “ ( dalam 72-92 jam)
 Pilih ukuran kanule yang terkecil dan terpendek sesuai kebutuhan terapi
 Lakukan stabilisasi dengan menggunakan plester yang memadai

Lakukan perawatan dekubitus dan plebitis sesuai standar keperawatan, bila ditemukan tanda-
tanda infeksi dan dekubitus, segera tulis pada form nosokomial dan beri tahu ke Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

L.PENGENDALIAN INFEKSI DI RUANG ANAK

Pasien anak dengan berbagai kelompok usia seperti neonatus, bayi dan anak, beresiko lebih
tinggi terkena infeksi dibandingkan dengan pasien dewasa. Faktor usia, status immunisasi,
gangguan fungsi sistem immune mempengaruhi kejadian infeksi pada anak.

Berbagai penyakit yang dapat menyebabkan anak terkena infeksi nosokomial

1. Anak yang sedang dirawat di rumah sakit dengan ;

 Penyakit menular ( measles, chicken fox, mumps, rubella dan pertusis)

 Viral respiratory infection

 Viral Gastro enteritis

 Bakterial Gastro enteritis

 Infeksi virus lainnya : Hepatitis

 TBC

176
 Infeksi bakteri

 Protozoa Gastro intestinal infeksi

2 Anak terinfeksi melalui plasenta

3. Infeksi kulit, infeksi saluran napas bawah dan infeksi pembuluh darah

Pengendalian Infeksi

Petugas

1. Memahami standar precaution dengan mengikuti pelatihan, membentuk tim nosokomila


rawat anak, mencatat dan memberikan imformasi kepada tim infeksi nosokomial rumah
sakit

2. Melakukan proteksi transmisi penyakit melalui :

o Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak atau melaukan tindakan terhadap pasien sesuai
dengan standar baku

o Menggunakan alat proteksi diri : sarung tangan, masker, baju khusus, alat pelindung mata

o Mengisolasikan pasien yang terpapar penyakit infeksi

3. Melakukan tehnik steril/ bersih pada saat :

 Memasang NGT/ OGT

 Perawatan luka operasi

 Memasang IV line/ memberikan transfusi darah

 Memberikan obat intra vena/ IM/ Sc

 Memasang urine catheter

 Menghisap lendir melalui mulut/ hidung

177
4. Menggunakan alat kesehatan / alat tenun yang berbeda antar pasien atu lakukan sterilisasi/
desinfeksi terlebih dahulu

5. Melaksanakan pensucihamaan pada : alat kesehatan, permukaan lingkungan/ meja, alat


tenun, atau benda yang berada di sekitar pasien yang terkontaminasi tumpahan darah,
cairan tubuh, sekresi dengan cairan desinfeksi atau tindakan sterilisasi lainnya.

6. Melaksanakan tehnik pembuangan sampah dan limbah sesuai dengan standar baku

7. Memberikan penjelasan tentang pengendalian infeksi nosokomial rumah sakit kepada


pasien baru/ keluarga pada saat masuk rawat .

8. Mendapat istirahat khusus jika terpapar penyakit yang dapat merupakan sumber penularan
penyakit infeksi kepada pasien / personil lainnya.

9. Mendapat immunisasi sesuai paparan penyakit di berikan tiga tahun sekali.

Pasien

1. Mematuhi tata tertib peraturan rumah sakit

2. Menjelaskan riwayat penyakit dan immunisasi yang pernah didapat

3. Semua tindakan medis yang menetap dimasukan dalam surveilans tim infeksi

4. nosokomial

5. Pasien bayi dan anak atau setelah tindakan operasi dirawat diruangan yang berbeda

6. Pasien diisolasikan sesuai transmisi penyakitnya, jika ruang isolasi penuh/ tidak ada,
perlu difikirkan alternatif lain yang terlebih dahulu dikonsultasikan dengan direktur /
tim infeksi nosokomial di rumah sakit

7. Pasien demam> 5 hari, diare yang telah mendapatkan pengobatan anti biotik perlu
dilakukan kultur.

8. Dilakukan tindakan pencegahan khusus:

a. Varicella

Dilakukan pengisolasian hingga 1 minggu setelah timbulnya ruam pada kulit

b. Diptheria

178
Dikarantina atau dilakukan isolasi sampai hasil swap tenggorok/ hidung menjadi negatif
dengan pemberian anti toksin dan perlu difikirkan untuk tracheostomi respirator

c. Morbili

Isolaso tidak kurang dari 5 hari sejak timbulnya ruam pada kulit, istirahat dan pemberian
antibiotik untuk infeksi sekunder

d. Campak Jerman

Isolasi minimum selama 3 minggu di istirahatkan

e. Parotitis

Dikarantina selama 30 hari, isolasi tidak kurang dari 2 minggu sejak terpapar atau 1 minggu
sejak menurunya pembengkakan.

f. Poliomyelitis

Isolasi minimum selama 3 minggu di istirahatkan.

g. Batuk rejan

Paling sedikit 2 minggu rejan hilang, pemberian sedasi dan anti biotik

h. Kelompok enteric

Isolasikan sampai hasil pepemeriksaan faeces negatif, terapi dan perawatan sesuai dengan
protokol.

i. Hepatitis

Isolasi minimum 7 hari, pembatasan aktivitas, observasi terhadap komplikasi, pemeriksaan


rutin laboratorium, pemenuhan gizi.

Pengunjung

Semua pengunjung melapor kepada petugas resepsionis atau satpam dan menggunakan tanda
pengenal jika akan mengunjungi pasien

179
a. Mematuhi peraturan jam kunjungan rumah sakit yang berlaku, kecuali:

o Pasien dalam kondidsi gawat

o Pasien meninggal dunia

o Pasien yang tidak mau / rewel ditinggal orang tua/pengasuh

 Maksimum 2 pengunjung yang berada disamping tempat tidur pada saat kunjungan

 Menggunakan baju khusus saat akan memasuki ruang perawatan bayi atau ruang
isolasi

 Anak dibawah usia 12 tahun dilarang masuk ruang perawatan

 Dilarang makan , minum , merokok disekitar ruang perawatan

 Tidak diperkenankan untuk duduk atau merebahkan diri diatas tempat tidur pasien

 Tidak diperkenankan menggunakan kamar mandi/ toilet pasien

 Dilarang menggunakan peralatan pasien yang disediakan di rumah sakit

Peralatan

a. Peralatan kesehatan seperti monitor , DC Shock hanya dipergunakan satu pasien dan bila
akan dipergunakan kembali harus terlebih dahulu dibersihkan dengan disinfektan.

b. Tersedia alat proteksi diri: sarung tangan, baju khusus,masker,alat pelindung mata disetiap
ruang perawatan

c. Tempat tidur yang sudah dipakai harus dibersihkan dengan disinfektan terlebih dahulu
sebelum dipakai ke pasien lain

d. Tersedia ember/kontainer khusus untuk penempatan baju,alat tenun, popok yang


terkontaminasi darah/cairan tubuh/faeses

e. Monitor, trolley emergensi, dinamap, oxymetri, trolley ganti balutan dibersihkan setiap hari
atau bila kotor menggunakan disinfektan

f. Peralatan kesehatan khusus untuk ruang isolasi

g. Tanda khusus pada file pasien dengan penyakit menular

h. Tersedia kantong pembuangan sampah sesuai kode warna yang ditentukan


180
i. Penggunanan spuit, peralatan infus, NGT, selang oksigen sesuai ketentuan yang telah baku

j. Tersedia dapur susu untuk persiapan / pembuatan susu untuk makanan bayi serta
pembersihan / pensterilan botol susu yang kering dan bersih

k. Tersedia sarana untuk penyimpanan , pengangkatan dan pengambilan alat tenun

l. Tersedia tempat pembuangan khusus benda tajam/ spuit atau alat kesehatan yang
terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi yang dapat merupakan sumber penularan
infeksi

m. Semua peralatan kesehatan harus dibersihkan menggunakan disinfektan.

Lingkungan

 Ruang perawatan bayi, anak, setelah tindakan operasi isolasi terpisah sdatu
sama lainnya

 Ruangan /kamar mandi harus dibersihkan minimal 2 kali sehari dan jika
diperlukan

 Lantai harus selalu bersih dan tidak berbau

 Kerusakan pada lantai/ dinding atau dalam perbaikan harus diberi tanda/
ditutupi

 Pembuangan sampah atau limbah dilakukan minimal 2 kali sehari

 Penanganan benda tajam terutama yang terkontaminasi darah/ cairan tubuh


menggunkanan protokol manajemen baku

 Ruangan yang tercemar penyakit menular terlebih dahulu di disinfeksi sebelum


pasien lainnya masuk rawat.

 Pemberantasan serangga ( kecoa, nyamuk) sesuai jadual rumah sakit atau bila
diperlukan

 Tersedia fasilitas cuci tangan lengkap dengan air mengalir di setiap ruang
perawatan.

181
BAB VIII

PEMANTAPAN MUTU
INDIKATOR MUTU:

- Indikator Klinik

- Indikator Mutu Yan

INDIKATOR KLINIK ;

- Angka pasien dengan dekubitus

- Angka ketidak lengkapan pengisian catatan medik

- Angka kejadian infeksi dengan jarum infus

- Angka keterlambatan pelayanan pertama gawat darurat ( response time )

- Angka infeksi luka operasi

- Angka perawatan ulang

- Angka kematian ibu dengan sepsis

- Angka kematian di UGD

INDIKATOR MUTU LAYANAN

1 Angka penundaan operasi

2. Angka keterlambatan penyerahan obat jadi

3 Angka kesalahan pembacaan resep

4. Angka penolakan makanan

5 Angka keterlambatan penyiapan hasil laboratorium

6. Angka pemeriksaan ulang radiologi

7. Angka keterlambatan respon perawat rawat inap

8. Angka penulisan resep diluar DORS

182
ANALISA MASALAH
 Faktor Lingkungan
 SDM
 Fasilitas
 Pasien
 Prosedur

Kegiatan Program PPI MELIPUTI ;

1 Audit Kepatuhan Kebersihan tangan;


ANALISA MASALAH
 Faktor Lingkungan
 SDM
 Fasilitas
 Pasien
 Prosedur

2.Evaluasi Surveilans infeksi RS YAITU ; IDO , VAP ,HAP.IADP,,ISK,


ANALISA MASALAH
 Faktor Lingkungan
 SDM
 Fasilitas
 Pasien
 Prosedur

3.Evaluasi Pola kuman dan Penggunaan Antibiotika


ANALISA MASALAH
 Faktor Lingkungan
 SDM
 Fasilitas
 Pasien
 Prosedur

Kegiatan PPI juga berdasarkan dari indikator mutu RS yaitu ;

1.Angka pasien dengan decubitus


ANALISA MASALAH
 Faktor Lingkungan
 SDM
 Fasilitas
 Pasien
 Prosedur

183
2..Angka kejadian infeksi dengan jarum infus
ANALISA MASALAH
 Faktor Lingkungan
 SDM
 Fasilitas
 Pasien
 Prosedur
3..Angka infeksi luka operasi
ANALISA MASALAH
 Faktor Lingkungan
 SDM
 Fasilitas
 Pasien
 Prosedur

4.Angka kejadian sepsis

ANALISA MASALAH

 Faktor Lingkungan

 SDM

 Fasilitas
 Pasien
 Prosedur

184
185
186
PENGGUNAAN ANTI BIOTIK YANG RASIONAL

Pendahuluan
Penggunaan Antibiotik 30 % s/d 50 % di rumah sakit diberikan untuk tujuan profilaksis
bedah. Dibuktikan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis bedah tidak rasional, walaupun
telah dicapai kesepakatan masih terdapat kontroversi mengenai penggunaanya pada beberapa
jenis tindakan atau pembedahan, oleh karena itu dipandang perlu menjelaskan prinsip-prinsip
penggunaan antibiotikka profilaksis bedah.

Defenisi :

Antibiotik profilaksis bedah adalah pemberian antibiotik sebelum adanya tanda dan gejala
suatu infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya manifestasi klinik infeksi tersebut yang
diduga akan atau bisa terjadi.

Prinsip- prinsip:

1. Indikasi profilaksis harus ditetapkan dan difahami tujuan pemberian antibiotika


profilaksis dan bagaimana serta bilamana profilaksis diberikan
2. Pertimbangkan pemberian Antibiotik profilaksis pada kasus pembedahan dimana
kemungkinan terjadi infeksi cukup besar atau kasus dimana infeksi yang terjadi
berakibat serius atau fatal
3. Antibiotik yang dipilih untuk profilaksis harus terbukti efektif terhadap sebagian
besar kuman yang dihadapi, disesuaikan dengan hasil kultur.
4. Antibiotik sudah mencapai konsentrasi di dalam darah atau jaringan yang lebih tinggi
konsentrasi hambat minimal dari jenis- jenis kuman yang diperkirakan
mengkontaminasi . oleh karena itu pemberian antibiotik sebaiknya parentral dan pada
keadaan tertentu dapat diberikan oral atau supositoria
5. Jangka waktu pemberian profilaksis harus sesingkat mungkin, pada umumnya tidak
lebih dari 24 jam .

187
L.PENDIDIKAN DAN LATIHAN
Pendahuluan

Infeksi nosokomial merupakan masalah serius bagi semua rumah sakit, karena dapat
menghambat proses penyembuhan dan pemulihan pasien, sehingga memperpanjang lama hari
rawat, akibatnya akan sangat membebani rumah sakit maupun pasien.
Rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan tidak saja memberikan pelayanan
kuratif dan rehabilitatif, tapi juga memberikan pelayanan preventif dan promotif. Oleh sebab
itu rumah sakit harus selalu melakukan upaya pencegahan atau meminimalkan timbulnya
angka kejadian infeksi nosokomial.

Dalam usaha pencegahan timbulnya infeksi nosokomial ini perlu adanya pelatihan
pengendalian infeksi nosokokomial bagi seluruh petugas kesehatan baik dari tingkat bawah
sampai atas, sehingga petugas kesehatan mengerti bagaimana cara pencegahan atau
meminimalkannya.

Untuk itu Komite Pengendalian Infeksi Nosokomial & Pusat Pendidikan dan Latihan Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita akan mengadakan pelatihan pengendalian infeksi nosokomial
yang akan diadakan secara berkesinambungan.

Tujuan

Tujuan Umum
a. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam upaya pengedalian
infeksi nosokomial bagi seluruh petugas kesehatan baik dakter maupun perawat
dan petugas kebersihan serta semua individu yang terlibat dalam perawatan
pasien di rumah sakit, sehingga angka infeksi dapat dicegah atau diminimalkan.
b. Untuk meningkatkan kemampuan dan pengembangan staf KOPIN sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maju.

Tujuan Khusus
1. Peserta diharapkan mampu memahami dan menjelaskan konsep pengendalian infeksi
nosokomial
2. Peserta diharapkan mampu memahami dan menjelaskan upaya pencegahan infeksi
nosokomial
3. Peserta diharapkan mampu melakukan surveilens infeksi nosokomial

188
Peserta/ Sasaran Pelatihan
1. Anggota Komite Pengendali Infeksi Nosokomial
a. Dokter
b. Perawat
c. Farmasi
d. IPPS
e. Rumah Tangga
f. Gizi
g. CSSD
h. Administrasi
2. Tim Pengendali Infeksi
a. Dokter Pengendali Infeksi ( Dalin /ICD )
b. Perawat Pengendali Infeksi (ICN)
3. Tenaga Kesehatan lainnya
a. Pelaksana keperawatan
b. Petugas Laboratorium
c. Petugas Kebersihan
d. Pembantu Perawat
e. Perawat gigi
4. Umum yang berminat dalam pengendalian infeksi nosokomial

Metode
Metode Yang digunakan

a. Ceramah
b. Diskusi
c. Demonstrasi/ Peragaan
d. Praktek
e. Kunjungan lapangan

189
Biaya & Sumber Dana
Biaya:

Jumlah biaya akan diperhitungkan sesuai jumlah peserta

Sumber Dana :

Sumber dana berasal dari para peserta dan anggaran rumah sakit yang telah tercantum
dalam RKAP

Struktur & Deskripsi Program Pelatihan


1. Paket Umum ( lihat lampiran)
2. Paket Dasar ( lihat lampiran)
3. Paket Lanjut ( lihat lampiran)

Waktu & Tempat


Masing-masing Paket memerlukan dua hari kerja dan masing masing paket diadakan
dua kali dalam setahun.

Tempat

Tempat : Diklat Rumah Sakit

Materi

Materi Paket Umum


- Kebijakan Rumah Sakit dalam pengendalian infeksi nosokomial
- Konsep dasar pengendalian infeksi nosokomial
- Sejarah Pengendalian Infeksi
- Organisasi , kedudukan dan peran Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi
- Kewaspadaan Isolasi
- Kebersihan tangan
- Dekontaminasi, pembersihan disinfeksi dan sterilisasi
- Penggunaan Alat Pelindung Diri
- Pengendalian lingkungan rumah sakit
- Penanganan limbah rumah sakit dan benda tajam
- Penanganan linen dan laundry
- Penggunaan cairan disinfektan

190
- Pemulasaraan jenazah
- Pencegahan infeksi Hepatitis B, HIV
- Pencegahan infeksi di Instalasi Gizi
- Pencegahan Infeksi di Ruang Intensif
- Pencegahan Infeksi di Laboratorium
- Resiko infeksi / kecelakaan kerja di sarana kesehatan

Materi Paket Dasar


- Kebijakan Rumah Sakit dalam pengendalian infeksi nosokomial
- Konsep dasar pengendalian infeksi nosokomial
- Sejarah Pengendalian Infeksi
- Organisasi , kedudukan dan peran Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi
- Kewaspadaan Isolasi
- Kebersihan tangan
- Dekontaminasi, pembersihan disinfeksi dan sterilisasi
- Penggunaan Alat Pelindung Diri
- Pengendalian lingkungan rumah sakit
- Penanganan limbah rumah sakit dan benda tajam
- Penanganan linen dan laundry
- Penggunaan cairan disinfektan
- Pemulasaraan jenazah
- Pencegahan infeksi Hepatitis B, HIV
- Pencegahan infeksi di Instalasi Gizi
- Pencegahan Infeksi di Ruang Intensif
- Pencegahan Infeksi di Laboratorium
- Kesehatan karyawan
- Dasar-dasar mikrobiologi
- Pengendalian infeksi di ruang intensif
- Pengendalian infeksi di rawat anak

- Pengendalian infeksi di instalasi gizi


- Pengendalian infeksi di ruang operasi
- Pengambilan , pengiriman dan penyimpanan bahan kultur
- Pencegahan Infeksi Luka Operasi
- Pencegahan Infeksi Saluran Kemih

191
- Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer
- Pencegahan Pneumonia berhubungan dengan penggunaan Ventilator
- Surveilens

Pengajar
Tim pengajar dari anggota Komite dan Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
atau sumber dari luar rumah sakit
Pendaftaran:

Pendaftaran dapat dilakukan di Sekretariat Diklat dan SDM rumah sakit

Jumlah Peserta

Dibatasi maksimum 40 orang setiap pelatihan

Pengembangan staf Tim pengendali Infeksi Nosokomial adalah :

Untuk meningkat pengetahuan dalam meningkatkan kemampuan dan pemahaman


tentang pengendalian infeksi nosokomial, staf PIN harus mendapatkan pendidikan maupun
pelatihan inhouse training untuk menunjang pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. Juga
Pendidikan formal maupun non formal baik di dalam maupun di luar negeri. Pendidikan
tersebut dapat berupa pelatihan, kursus, seminar Sumber dana berasal dari dana yang didapat
dari anggaran pendidikan yang dikeluarkan oleh rumah sakit.

192
BAB IX

PENUTUP
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan pokok-pokok dasar
pemikiran dalam berbagai upaya pencegahan dan pengendalian terjadinya infeksi, dimana
mencuci tangan merupakan strategi penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit. Pada hakekatnya upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit akan
terseienggara dengan baik bila ada komitmen dan motivasi serta itikad pengembangan dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab dimulai dari pimpinan tertinggi sampai petugas
kebersihan yang ada di rumah sakit.
Salah satu hal yang perlu disadari dan diperhatikan adalah masih rendahnya kualitas
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Hal ini sangat penting berkaitan dengan
hak pasien akan pelayanan yang bertanggung jawab dan mutu dari rumah sakit, meskipun
hampir semua infeksi di Rumah Sakit dapat dicegah atau diminimalkan. Ada tujuh hal
tersering yang terjadi di fasilitas kesehatan terkait dengan kesalahan yaitu : Men ( kurang
pengetahuan, kurang ketrampilan, kurang pengalaman, lemahnya fisik, lambatnya kecepatan
kerja, banyak tekanan kerja, stres, jumlah tenaga kurang, HAM kurang baik, tidak peduli ).
Machine ( Ketidaklengkapan mesin/ peralatan, pengkalibrasian mesin/tools yang tidak standar,
daya tahan mesin yang lemah, kesulitan dalam penggunaan mesin, jumlah alat kurang atau
tidak ada, pemeliharaan dan kalibrasi kurang atau tidak ada , fasilitas alat tidak ada. Methode (
prosedur kerja tidak ada, prosedur kerja ada tidak jelas, metode sulit dipahami, metode tidak
standar, metode tidak cocok, uraian tugas tidak ada atau tidak dipahami. Material ( kualitas
bahan baku tidak sesuai standar, bahan baku tidak lengkap, kuantitas bahan baku tidak
seragam, ukuran dan spesifikasi. Money ( tidak tersedia anggaran ). Motivasi ( sikap kerja,
perilaku kerja, budaya kerja yang tidak benar ataupun tidak kondusif ( tidak kreatif, tidak
proaktif, tidak mau bekerjasama). Media ( tempat yang kurang bersih, lingkungan kurang
terang, ventilasi dan peredaran udara buruk, faktor kebisingan suara, faktor lantai yang
licin/bergelombang/tidak rata.

Tujuan program pengendalian infeksi nosokomial untuk mencegah dan meminimalkan


resiko terjadinya endemik dan epidemik infeksi nosokomial pada pasien maupun rumah sakit
melalui metode pencegahan, surveilens dan pendidikan infeksi nosokomial. Menurut WHO
dari hasil surveinya di 24 negara paling sedikit 9 % ( variasi 3 % - 21 % ) atau lebih dari 1,4
juta pasien rawat inap di rumah sakit di seluruh dunia mendeerita infeksi nosokomial.

193
Rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan tidak saja memberikan
pelayanan kuratif dan rehabilitatif tapi juga memberikan pelayanan preventif dan promotif.
Oleh karena itu rumah sakit harus selalu melakukan upaya pencegahan infeksi nosokomial
untuk mencegah atau meminimalkan timbulnya infeksi nosokomial.dengan menyediakan
fasilitas untuk terselenggaranya kegiatan PPI

Peningkatan kualitas pengendalian infeksi nosokomial akan memberikan keuntungan


yang sangat berarti, karena hal ini dapat menurunkan lama hari rawat, menghemat biaya,
penyembuhan yang cepat, mutu meningkat sehingga citra rumah sakit pun akan meningkat

Pencegahan infeksi nosokomial merupakan tanggung jawab dari semua petugas


kesehatan dan pengelola rumah sakit, dan para karyawan yang bertugas di rumah sakit , dan
sangat dipengaruhi oleh perilaku petugas kesehatan seperti mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan , penanganan yang benar terhadap semua prosedur tindakan
pelayanan kesehatan dan penggunaaan antimikroba yang rasional

Peningkatan kualitas pelayanan yang mendasar seperti pengendalian infeksi


nosokomial akan dapat menjadi fundamen utama bagi peningkatan daya saing Indonesia di
era globalisasi saat ini.

Dengan demikian lingkungan yang aman dan Prosedur PPI yang benar serta
peningkatan komitmen dalam perilaku pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan
tangung jawab bersama

194
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI , 2011,Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya
2. Departemen Kesehatan RI , 2011,Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya Kesiapan Menghadapi
Emerging Infectious disease
3. Kementrian Kesehatan RI 2011, Pedoman Surveilans Infeksi
4. Friedan C,Newsom W IFIC.Basic Concepts of Infection Control second edit Revised
2011.Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia Cabang Jakarta
5. Hospital Aquired Infection CDMT 244 – 250 44th Edition. Mc Graw Hill 2005
6. Heroy. O, Soubrier S Hospital Acquired Pneumonia Risk Factors, Clinical
Features,management and antibiotikk resistance Current Opinion’s in Pulmonary
Medicine infections diseases volio No.3 : May , 2004: 171-181
7. Widodo D. Pencegahan Infeksi Nosokomial Saluran Nafas Kursus Dasar ke-3
Pengendalian Infeksi Nosokomial RSUP Fatmawati Jakarta 15 – 18 Mei 2006
8. Pencegahan pneumonia, Tietjen L, Brossemeyer D, Mc Intosfin
9. Panduan pencegahan infeksi hal 27.1 – 27.3 Yyasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo & JNP KKR/POGI & JHPIEGO Jakarta 2004
10. Widodo D.Pengunaan antibiotika rasional ,Kursus Dasar PPI X11 Hotel AKASIA
Oktober 2012 Perhimpunan Pengendalian infeksi Indonesia cabang Jakarta
11. 12.Perry, Infection Control prevention and 2007,Blackwell Publishing
12. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Penatalaksannan Flu Burung
13. Departemen Kesehatan Dan Kesejahteraan social RI 1999 ,Kurikulum dan Modul
Pelatihan kewaspadaan Universal Jakarta
14. Departemen Kesehatan RI 1998 ,Peraturan Mentri Kesehatan No 986/Menkes/IX/1998
tentang persyaratan Kesehatan Lingkungan RS ,Jakartaatory infections
15. Departemen Kesehatan RI 1993,Petujuk Penyusunan Pedoman Pengendalian Infeksi
Nosokomial RS dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya Jakarta
16. Perdalin Jakarta ,PPI TB Etika Batuk Dan BersinHotel Asia KursusDasar PPI XII PPI
Perdalin Jakarta 2012

195
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i

..……………………………………………………………........
1

BAB I PENDAHULUAN ...……………………………………………......


1

A. LATAR BELAKANG
1
…………………………………………......
1
B. TUJUAN

…………………………………………………………... 2

C. RUANG LINGKUP ………………………………………………


3
D. BATASAN OPERASIONAL ……………………………………

E. LANDASAN HUKUM …………………………………………. 4

BAB II STANDAR KETENAGAAN ……………………………………… 5

BAB III STANDAR FASILITAS ………………………………………… 5

A. DENAH RUANG ………………………………………………… 8

B. FASILITAS PENUNJANG ……………………………………… 10

BABIV TATALAKSANA PELAYANAN ………………………………… 13

BAB V LOGISTIK ………………………………………………………… 15

BAB VI KESELAMATAN PASIEN ……………………………………… 16

BAB VII KESELAMATAN KERJA ……………………………………… 24

BAB VIII PEMANTAPAN MUTU ………………………………………..

BAB IX PENUTUP ………………………………………………………...

196
KATA PENGANTAR

Buku Pedoman Pencegahan & Pengendalian infeksi Rumah Sakit diterbitkan dalam
Rangka upaya peningkatan mutu pelayanan di RSIA Setya Bhakti. Dalam buku ini dimuat
secara rinci untuk digunakan sebagai acuan oleh semua petugas dalam Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit tugu Ibu.
Dengan adanya Pedoman ini maka diharapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
RSIA Setya Bhakti. dapat dilaksanakan secara effisien agar mutu pelayanan RS dapat
mencapai hasil yang sebaik-baiknya dan dimana akhir akhir ini banyak bermunculan pelbagai
macam penyakit infeksi atau emerging infectious disease seperti AIDS ,TB resisten obat,
avian influenza, serta dalam menghadapi era globalisasi pihak asuransi jaminan Kesehatan
mendorong agar RS agar memberi pelayanan sebaik-baiknya dengan biaya yang seefektif
mungkin, fasilitas dan tenaga Kesehatan yang etis serta professional dengan diberlakukannya
Undang undang Kesehatan yang ditujukan bagi kepastian hukum baik bagi penerima
pelayanan dan pemberi jasa pelayanan
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini merupakan revisi dari buku
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 2008 dan disesuaikan dengan revisi buku
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi DI Rumah Sakit dan Fasilitas pelayanan
Kesehatan lainnya DepKes 2011 dan juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta
perkembangan yang akan datang.Oleh karena itu kritik dan saran akan kami terima dengan
senang hati
Depok, 2019

KPPI RSIA Setya Bhakti

197

Anda mungkin juga menyukai