INFEKSI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat atau timbul pada
waktu pasien dirawat di rumah sakit. Bagi Beberapa kejadian infeksi nosokomial
mungkin tidak menyebabkan kematian pasien akan tetapi ia menjadi penyebab penting
pasien dirawat lebih lama di rumah sakit. Ini berarti pasien membayar lebih mahal dan
dalam kondisi tidak produktif, disamping pihak rumah sakit juga akan mengeluarkan
biaya lebih besar.
Penyebabnya oleh kuman yang berada di lingkungan rumah sakit atau yang
dibawa oleh pasien sendiri, yaitu kuman endogen. Dari batasan ini dapat disimpulkan
bahwa kejadian infeksi nosokomial adalah infeksi yang secara potensial dapat dicegah
atau sebaliknya ia juga merupakan infeksi yang tidak dapat dicegah.
Rumah Sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting daam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu rumah sakit dituntut untuk dapat
memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan.
Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan,tenaga kesehatan dan pengunjung
dirumah sakit. Dihadapkan pada resiko terjadinya infeksi yang diperoleh di rumah
sakit,baik karena perawatan atau datang berkunjung ke rumah sakit.
Infeksi dirumah sakit adalah infeksi yang didapat atau timbul pada waktu pasien
di rawat dirumah sakit setelah 24 jam dirawat dan pada saat masuk tidak sedang dalam
inkubasi. HAI’s (healthcare associates infections/infeksi yang terjadi di rumah sakit
atau di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya merupakan masalah global yang
mengancam bidang kesehatan.
Dampak infeksi yang didapat dirumah sakit bagi pasien yang dirawat
merupakan masalah yang serius karena memberikan bertambahnya masalah dan
komplikasi kepada pasien serta dapat menimbulkan kecacatan selain itu dapat menjadi
penyebab langsung maupun tidak langsung kematian pasien. Infeksi di rumah sakit
menyebabkan bertambahnya hari rawat boleh karena itu biaya perawatan meningkat
sehingga pihak rumah sakit atau asuransi kesehatan akan mengeluarkan biaya yang
lebih besar.
2
Penyebab infeksi di rumah sakit oleh kuman yang berada dilingkungan rumah
sakit disebut kuman eksogen atau oleh kuman yang sudah dibawa oleh pasien itu
sendiri yaitu kuman endogen, dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa kejadiian
infeksi dirumah sakit dapat dicegah dengan mengikuti prosedur pencegahan dan
pengendalian infeksi yang sudah ditetapkan dengan biaya relatif lebih murah.
Infeksi yang didapat di rumah sakit merupakan masalah yang penting diseluruh
dunia dan hingga saat terus meningkat di beberapa Negara berkembang pada Negara
maju tingkat infeksi semakin menurun dengan diterapkan prosedur pencegahan dan
pengendalian infeksi secara disiplin dan konsekwen karena keselamatan pasien
merupakan hal yang menjadi utama dan agar biaya yang ditanggung pihak asuransi
menjadi lebih murah pada Negara berkembang hal ini terjadi sebaliknya, tingkat
Pencegahan dan Pengendalian infeksi perlu diterapkan secara nasional. di rumah sakit
di Indonesia hingga saat ini belum begitu jelas, belum ada angka yang pasti mengenai
tingkat /nilai infeksi yang terjadi dirumah sakit.
B. Tujuan
Tujuan utama program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah
mengurangi resiko terjadinya endemic dan epidemic nosokomial pada pasien yang
dirawat, petugas kesehatan dan pengunjung.
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit melalui pencegahan dan pengendalian
infeksi, yang dilaksanakan oleh semua departemen/unit di RS yang meliputi,
manajemen risiko, clinical governance, serta Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
3
2. Tujuan khusus
- Rumah sakit mempunyai Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Nosokomial
- Rumah sakit dapat melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Nosokomial dengan baik dan benar.
- Terbentuknya organisasi PPI RS oleh direktur RS, sehingga tugas, program,
wewenang dan tanggung jawab program PPI jelas.
- Dimanfaatkannya semua sumber daya yang ada di rumah sakit secara efektif &
efisien dalam pelaksanaan PPI RS.
- Menurunnya angka kejadian Infeksi Nosokomial di RS secara bermakna.
- Dipantau & dievaluasinya program PPI RS.
D. Batasan Operasional
1. Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang terjadi atau didapat di rumah sakit. Yang
termasuk infeksi nosokomial adalah :
a. Pada saat masuk rumah sakit tidak ada tanda / gejala atau tidak dalam masa
inkubasi infeksi tersebut.
b. Infeksi terjadi 3 x 24 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit.
c. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang
berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk rumah sakit atau
mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.
4
2. Pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial adalah kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam upaya menurunkan
angka kejadian infeksi nosokomial di rumah sakit.
3. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus menerus terhadap
timbulnya dan penyebaran infeksi nosokomial pada suatu peristiwa yang menyebabkan
meningkatkan atau menurunkan resiko infeksi.
4. Kejadian yang menarik perhatian umum dan mungkin menimbulkan kehebohan / ketakutan
di kalangan masyarakat atau menurut pengamatan epidemiologis dianggap adanya
peningkatan yang berarti dari kejadian kesakitan / kematian.
5. Suatu kejadian di rumah sakit dapat disebut Kejadian Luar Biasa(KLB) bila Proportional
rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam waktu satu bulan dibandingkan
dengan proportional rate penderita baru dari penyakit menular yang sama selama periode
waktu yang sama dari tahun yang lalu menunjukan kenaikan dua kali atau lebih atau
terdapat satu kejadian pada keadaan dimana sebelumnya tidak pernah ada.
E. Landasan Hukum
UURI No. 29 Th. 2004 tentang Praktik Kedokteran
UURI No. 36 Th. 2009 tentang Kesehatan
UURI No. 44 Th. 2009 tentang Rumah Sakit
UURI No. 8 Th. 1999 ttg Perlindungan Konsumen
PP No. 32 Th. 1996 ttg Tenaga Kesehatan
Permenkes RI No. 159b/Menkes/Per/II/1988 ttg Rumah Sakit
Permenkes No. 986/Menkes/Per/XI/1992 ttg Persyaratan Kesehatan Lingkungan
Rumah Sakit
Permenkes RI No. 1333/Menkes/SK/XII/1999 ttg Standar Pelayanan Rumah Sakit
Permenkes RI No. 1575/Menkes/Per//2005 ttg Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kesehatan
5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
6
Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan renovasi
ruangan
Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial
menyebarkan infeksi.
Menghadiri pertemuan manajemen, bila dibutuhkan
II. SEKRETARIS
Kriteria : Mempunyai pengetahuan, ketrampilan khusus dan epidemiologi penyakit infeksi,
bakteriologi dan sanitasi
1. Tanggung Jawab :
Secara administratif dan fungsional bertanggung jawab kepada ketua PPIRS
2. Tugas Pokok :
Ikut berperan serta dalam pelaksanaan kegiatan Program PPIRS
3. Uraian Tugas :
Mengatur rapat dan jadwal rapat PPI
Menyiapkan ruang rapat dan perlengkapannya yang diperlukan
Menyusun kesimpulan sidang dan notulen rapat
7
5. Melakukan investigasi apabila terjadi KLB infeksi dan bersama ketua PPI memperbaiki
kesalahan yang ada
6. Bersama ketua PPI melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI RS
7. Memonitor kesehatan petugas kesehatan untuk mencegah penularan infeksi dari
petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya
8. Bersama ketua PPI menganjurkan prosedur isolasi dan memberi konsultasi tentang PPI
yang diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit.
9. Audit pencegahan dan pengendalian infeksi terhadap penatalaksanaan limbah, loundry,
gizi dll
10. Memonitor kesehatan lingkungan
11. Memonitor terhadap pengendalian pemakaian antibiotika yang rasional
12. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip PPI
13. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
14. Melakukan edukasi kepada pasien, keluarga pasien dan pengunjung rumah sakit
tentang PPIRS
15. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga tentang
topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat, infeksi dengan insiden tinggi.
16. Sebagai koordinator antar departemen / unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi di rumah sakit.
17. Membuat laporan surveilans bulanan dan tahunan dan melaporkan kepada tim PPI
8
4. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan bagi
pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang harus
dijalankan bila belum paham.
5. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan Standar
Isolasi
1. Tanggung Jawab :
Secara administratif dan fungsional bertanggung jawab kepada Ketua dan Wakil PPIRS
dalam pelaksanaan program kerja PPIRS di setiap unitnya masing-masing
2. Tugas Pokok :
Membantu pelaksanaan semua kegiatan di Program PPIRS di Unit masing-masing
3. Uraian Tugas :
Melaksanakan semua kegiatan di program PPIRS di Unit masing-masing
Memonitoring pelaksanaan PPI, penerapan SPO terkait PPI di Unit masing-
masing
Mengaudit pelaksanaan PPI di Unit masing-masing
Membuat laporan evaluasi kegiatan program PPI di Unitnya
Memberikan penyuluhan / pendidikan kepada staff tentang upaya-upaya PPI
di unitnya
9
KOMITE PPI
1
10
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
Ketenagaan didalam PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) mencakup
ketenagaan disetiap unit yang terdiri dari :
Dokter spesialis
Dokter umum
Petugas laboratorium
Petugas Farmasi
Perawat PPI / IPCN
Petugas CSSD
Petugas Loundry
Petugas instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit
Petugas sanitasi
Petugas Housekeeping
Petugas kamar jenazah
Perawat IPCLN disetiap unit pelayanan rawat inap
Kualifikasi Sumber Daya Manusia
No Sekretaris Anggota
Ketua
No Sekretaris Anggota/IPCLN
Ketua
11
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Denah Ruang
Ruang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang berada di Ruang sebelahan tata usaha
lantai 2 yang dilengkapi dengan komputer, printer, meja kerja, kursi dan ruangan ber AC
B. STANDAR FASILITAS
Ruangan Komite PPI berisi dengan fasilitas sbb;
- 2 buah meja dan 4 kursi
- 1 buah lemari arsip
12
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk di
Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (Community
acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired infection) yang
sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosocomial. Dengan berkembangnya system
pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak
hanya di rumah sakit saja, melainkan juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan
perawatan di rumah (home care). Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan tidak sesuai
prosedur berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien (yang lain) atau
bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri. Karena seringkali tidak bisa secara pasti ditentukan
asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosocomial (Hospital acquired infection) diganti
dengan istilah baru yaitu “healthcare-associated infections” (HAIs) dengan pengertian yang
lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Juga
tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat
pada saat melakukan tindakan perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau
didapat di rumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit (Hospital infection).
Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya infeksi rumah
sakit, perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar penyakit infeksi. Pada bab ini akan
dibahas mengenai beberapa pengertian tentang infeksi dan kolonisasi, inflamasi, rantai
penularan penyakit, faktor risiko terjadinya infeksi (HAIs), serta strategi pencegahan dan
pengendalian infeksi.
13
B. Beberapa Istilah
a. Kolonisasi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi,
dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak, tetapi tanpa disertai
adanya respon imun atau gejala klinik. Pada kolonisasi, tubuh penjamu tidak dalam
keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan
kuman pathogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke
orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat bertindak sebagai “Carrier”.
b. Infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik.
c. Penyakit infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
d. Penyakit menular atau infeksius: adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat
berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
e. Inflamasi (radang atau peradangan local): merupakan bentuk respon tubuh terhadap
suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan atau luka bakar),
yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor),
pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
f. “Systemic Inflammatory Response Syndrome” (SIRS): sekumpulan gejala klinik
atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang bersifat
sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan berikut: (1)
hipertermi atau hipotermi atau suhu tubuh yang tidak stabil. (2) takikardi (sesuai
usia), (3) takipnoe (sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia (sesuai usia)
atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS dapat
disebabkan karena infeksi atau non-infeksi seperti trauma, pembedahan, luka bakar,
pankreatitis atau gangguan metabolic. SIRS yang disebabkan infeksi disebut
“Sepsis”.
g. ) “Healthcare-associated infections” (HAIs: An infection occurring in a patient
during the process of care in a hospital or other healthcare facility which was
not present or incubating at the time of admission. This includes infections
acquired in the hospital but appearing after discharge, and also occupational
infections among staff of the facility.
14
C. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat
dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan
tersebut adalah:
a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, rickettsia, jamur dan
parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi
yaitu: patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”).
b. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak
dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organic lainnya. Pada
orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina
merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan, salura kemih dan
kelamin, kulit dan membrane mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh
lain.
d. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport agen
infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara
penularan yaitu : (1). Kontak : langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3)
airborne, (4) melalui vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan (5) melalui
vector (biasanya serangga dan binatang pengerat).
e. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
penjamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui saluran pernafasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lender, serta kulit yang tidak utuh
(luka).
f. Pejamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh
yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya infeksi atau
penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur, status, gizi, status
imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan,
pengobatan dengan imunosupresan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah
jenis kelamin, rasa tau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan
herediter.
15
Host/ Agen Reser
pejamu
rentan Reservoar
INFEKSI
Tempat Tempat
masuk keluar
Metode
penularan
16
E. Pencegahan dan pengendalian infeksi
Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara suseptibilitas
pejamu, agen infeksi (patogenitas, virulensi dan dosis) serta cara penularan. Identifikasi
faktor risiko pada pejamu dan pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi
insiden terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas
kesehatan.Menurut dataWHO dari hasil survey di 24 negara Pling sedikit 9 % ( 3% -
21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien yang dirawatnenderita HAI’s .Pada tanggal 5 Mei
Pencanangan WHO tentang Global Aliancefor patient safety ,selanjutnya pada
tahun kedua untuk mengurangi kejadian infeksi yakni the second Global Patient
safety challenge adalah mengenai Save Surgery Save Live dan yang ketiga 2011
global Patient safety challenge challenge yaltu’” Tackling Antimicrobial
resistance”
20
mendapatkan informasi secukupnya agar dapat Melindungi diri mereka dari infeksi tanpa
mengabaikan hak pasien untuk tetap terjaga kerahasiannya.
Hal ini memberi panduan bagi petugas kesehatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya agar dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular terutama HIV-AIDS dan
diterapkan juga untuk menghadapi penyakit-penyakit infeksi lainnya ( emerging infections
diseases) yang mungkin akan muncul dimasa mendatang terutama yang menular melalui
kontak darah ( blood borne).
I.KEBERSIHAN TANGAN
Hygiene tangan merupakan cara yang efektif untuk mematahkan mata rantai infeksi oleh karena
itu karena itu perlu diketahui tehnik yang sederhana tentang mencuci tangan
1.Subjek yang harus mencuci tangan
Setiap yang langsung kontak dengan pasien ,bertanggung jawab untuk mencegah
penyebaran kuman pathogen dan diwajibkan mencuci tangan dengan seksama
2.Waktu mencuci tangan
-Pada saat tiba di rumah sakit.Untuk mencegah terbawanya kuman dari luar rumah
Sakit
-Sebelum masuk ruang rawat dan ruang operasi
3.Cuci tangan biasa/rutin; -Dengan menggunakan air bersih dan mengalir
-Dengan menggunakan sabun
-Sela –sela jari tangan dan kuku harus dibersihkan
-membiasakan dengan air bersih dan mengalir sampai
bersih
-Kemudian dilap dengan lap kering (sekali pakai)
4. Mencuci tangan untuk pembedahan
-Lepaskan semua perhiasan yang ada ditangan
-Gunakan air bersih mengalir yang menggunakan antiseptik dan anti mikroba
-Basahi tangan hingga siku
-Hindarkan tangan yang telah tercuci dari sentuhan barang-barang yang ada
disekitarnya
-lamanya cuci tangan untuk pembedahan (surgical scrub) lebih lama dari mencuci
tangan biasa
21
Sebagai upaya untuk mempromosikan kebersihan tangan Komite PPI telah memulai
program kebersihan tangan sejak 2008 dan melakukan audit kebersihan tangan sejak 2010, juga
untuk menyakinkan pihak manajemen dan seluruh petugas kesehatan bahwa kebersihan tangan
sangat penting dipatuhi karena dapat menurunkan resistensi kuman dengan melakukan evaluasi
hubungan pola resistensi kuman RS sejak dilakukan program kebersihan tangan dengan hasil
audit kebersihan tangan 2010 ,2011 -2012 .
1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua telapak
tangan secara lembut dengan arah memutar.
22
4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci
23
Atau pada poster yang lebih ringkas pada gambar berikut ini :
24
SIAPA SAJA YANG WAJIB CUCI TANGAN
6. Setiap orang yang kontak langsung dengan pasien seperti: dokter, perawat dan
petugas kesehatan lainnya (fisioterapi, laboratorium, teknisi)
7. Setiap orang yang ada kontak dengan pasien, meskipun tidak langsung seperti : ahli
gizi, farmasi dan petugas laboratorium
8. Setiap personil yang berkontribusi dengan prosedur yang dilakukan terhadap pasien
9. Setiap orang yang bekerja di rumah sakit
Dari sudut pandang pencegahan dan pengendalian infeksi, praktek membersihkan tangan
adalah untuk mencegah infeksi yang ditularkan melalui tangan. Tujuan kebersihan tangan
adalah untuk meghilangkan semua kotoran serta menghambat atau membubun sebagian
mikroorganisme pada permukaan kulit.Mikroorganisme di tangan ini diperoleh dari kontak
dengan pasien dan lingkungan. Sejumlah mikroorganisme permanen juga tinggal di lapisan
terdalam permukaan kulit yaitu : staphylococcus epidermidis. Selain memahami panduan dan
rekomendasi untuk kebersihan tangan, para petugas kesehatan perlu memahami indikasi dan
keuntungan dari kebersihan tangan.
1.1. Definisi
Mencuci tangan : Proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari
kulit tangan dengan sabun biasa dan air.
Flora Transien dan Flora residen pada kulit : Flora transien diperoleh melalui
kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain dan permukaan lingkungannya ( misalnya
meja periksa, lantai atau toilet). Organisme ini tinggal dipermukaan luar kulit dan
terangkat sebagian dengan mencuci tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air
mengalir.
Flora Residen tinggal dilapisan kulit lebih dalam serta didalam folikel rambut, dan
tidak dapat dihilangkan seluruhnya, bahkan dengan pencucian dan pembilasan keras
dengan sabun dan air bersih. Pada sebagian besar kasus, flora residen kemungkinan
kecil terkait dengan penyakit infeksi yang menular melalui udara, seperti flu burung.
Tangan atau kuku dari petugas kesehatan dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh
organism yang menyebabkan infeksi seperti S.aureus, batang Gram negative atau ragi.
25
Air bersih : Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan di saring sehingga aman
untuk diminum, serta untuk pemakaian lainnya ( misalnya mencuci tangan dan
membersihkan instrument medis) karena memenuhi standar kesehatan yang telah
ditetapkan. Pada keadaan minimal, air bersih harus bebas dari mikroorganisme dan
memiliki turbiditas rendah ( jernih, tidak berkabut).
Sabun : Produk – produk pembersih ( batang, cair, lembar atau bubuk) yang menurunkan
tegangan permukaan sehingga membantu melepaskan kotoran, debris dan mikroorganisme
yang menempel sementara pada tangan. Sabun biasa memerlukan gosokan untuk melepas
mikroorganisme secara mekanik, sementara sabun antiseptic ( antimikroba) selain melepas
juga menguarangi atau menghambat pertumbuhan dari hampir sebagian besar
mikroorganisme.
Agen antiseptik atau antimikroba ( istilah yang digunakan ): Bahan kimia yang
diaplikasikan diatas kulit atau jaringan hidup lain untuk menghambat atau membunuh
mikroorganisme ( baik yang sementara maupun yang menetap), sehingga mengurangi
jumlah hitung bakteri total.
Contoh :
Yodium 3 %, yodium dan produk alcohol berisi yodium atau tincture ( yodium
tincture) iodofor 7,5 – 10 %, berbagai konsentrasi ( bethadine / wescodyne).
26
Klorksinelol 0,5 – 4 % ( para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai
konsentrasi ( detotol)
Triklosan.
Emmolient : Cairan organism, seperti glycerol, propilen glikol atau sorbitol yang
ditambahkan pada handrub dan losion. Kegunaan emmolient untuk melunakkan kulit dan
membantu mencegah kerusakan kulit ( keretakan, kekeringan, iritasi, dermatitis). Akibat
pencucian tangan dengan sabun yang sering ( dengan atau tanpa antiseptic) dan air.
penyebaran infeksi.
-Kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir bila tangan terlihat kotor
dekontaminasi tangan, jika tangan tidak terlihat ternoda ( secara kasat mata).
yang tidak utuh, darah atau cairan tubuh. Pada kondisi ini LAKUKAN
1. BILA tangan terlihat ( JELAS) kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang
2. mengandung protein, tangan HARUS dicuci dengan sabun dan air mengalir.
3. Bila tangan TIDAK ( JELAS) terlihat kotor atau terkontaminasi, harus digunakan
27
1.3. Indikasi kebersihan tangan.
Menyiapkan makanan.
4. Setelah :
Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, eksudat luka dan
peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah,
cairan tubuh, ekskresi ( bed pen, urinal) apakah menggunakan atau tidak
menggunakan sarung tangan.
1. Air mengalir
Sarana utama untuk mencuci tangan adalah air mengalir dengan saluran pembuangan atau
bak penampung yang memadai. Dengan guyuran air mengalir tersebut maka organism yang
terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci tangan akan terhalau dan tidak
menempel lagi dipermukaan kulit. Air mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara
mengguyur dengan gayung, namun cara mengguyur dengan gayung memiliki risiko cukup
besar terjadinya pencemaran atau kontaminasi, baik melalui gagang gayung ataupun
28
percikan bekas cucian kembali ke bak penampung air bersih.Air kran bukan berarti harus air
PAM namun dapat diupayakan secara sederhana dengan tangki ber-kran diruang pelayanan /
perawatan kesehatan yang memerlukannya.
2. Sabun.
3. Larutan Antiseptik.
Larutan antiseptic atau biasa disebut juga antimikroba topical, dipakai pada kulit atau
jaringan hidup lainnya untuk menghambat aktifitas atau membunuh mikroorganisme pada
kulit. Antiseptik memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan pada kulit dan
selaput mukosa. Antiseptik memiliki keragaman dalam hal efektifitas, aktifitas, akibat dan
rasa pada kulit setelah dipakai sesuai dengan keragaman jenis antiseptik tersebut dan reaksi
kulit masing – masing. Kulit manusia tidak dapat DISTERILKAN. Tujuan yang dicapai
adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara maksimal terutama kuman
transien (sementara). Kriteria memilih antiseptic adalah sebagai berikut.
a. Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara luas
(gram positif dan gram negative, virus lipofilik, bacillus dan tuberculosis, fungi,
endospora).
b. Efektifitas.
c. Kecepatan.
d. Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk merendam pertumbuhan.
29
4. Lap tangan bersih dan kering.
Lap tangan yang digunakan harus bersih dan sekali pakai, lebih baik menggunakan
tissue khusus mencuci tangan.
Tehnik membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir harus dilakukan
seperti :
3. Ratakan, dan gosok kedua telapak tangan dan sela – sela jari.
4. Gosok punggung dan sela – sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan
sebaliknya.
5. Jari – jari dalam dari kedua tangan saling mengunci dan menggosok.
6. Gosok ibu jari dengan cara berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan
sebaliknya.
9. Keringkan dengan handuk sekali pakai atau tissue sekali pakai ( tissue lap)
sampai benar – benar kering.
10. Tutup kran air dengan tissue sekali pakai ( tisue lap).
Hal – hal yang perlu di perhatikan tentang kebersihan tangan dengan air mengalir :
JANGAN menambahkan SABUN CAIR kedalam tempatnya bila masih ada isinya,
penambahan ini dapat menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang dimasukkan.
Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang kotor tanpa noda lebih efektif membunuh
flora residen dan flora tansien dari pada mencuci tangan dengan sabun antiseptik atau dengan
sabun dan menggunakan air mengalir.Antiseptik ini cepat dan mudah digunakan serta
30
menghasilkan penurunan jumlah flora tangan awal yang lebih besar (Girou et al.2002). Handrub
antiseptik juga berisi emollient seperti glyserin, glisol propelin, atau sorbitol yang melindungi
dan melembutkan kulit.
2. Ratakan, dan gosok kedua telapak tangan dan sela – sela jari.
3. Gosok punggung dan sela – sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.
4. Jari – jari dalam dari kedua tangan saling mengunci dan menggosok.
5. Punggung jari - jari yang berlawanan dengan jari - jari saling mengunci dan menggosok
.
6. Gosok ibu jari dengan cara berputar dalam genggaman tangan dan sebaliknya
7. Gosok ujung jari – jari ditelapak tangan kanan berlawanan dengan arah jarum jam dan
sebaliknya.
Masalah yang selalu timbul adalah bagaimana membuat petugas kesehatan patuh pada
praktek mencuci tangan yang telah direkomendasikan. Meskipun sulit untuk merubah
kebiasaan mengenai hal ini, ada beberapa cara yang dapat meningkatkan keberhasilan, seperti :
Selain itu, salah satu cara mudah untuk meningkatkan kepatuhan adalah dengan
menyediakan botol kecil hand rub antiseptic untuk setiap petugas. Pengembangan produk
dimulai dari observAsi bahwa tehnik pencucian tangan yang tidak layak serta rendahnya
kepatuhan akan menjadikan tidak efektifnya rekomendasi untuk menjaga kebersihan tangan.
Alkohol base handrub lebih efektif di banding mencuci tangan dengan sabun biasa atau
sabun cair antiseptic karena dapat disediakan diberbagai tempat sesuai jumlah yang
dibutuhkan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan kurang menimbulkan iritasi
kulit ( tidak kering, pecah – pecah atau merekah).Penyediaan handrub bagi petugas tanpa
disertai pelatihan dan motivasi yang berkesinambungan tidak akan meningkatkan praktik
kebersihan tangan untuk jangka panjang, jadi tidak cukup dengan hanya menyediakan
dispenser antiseptic handrub ( Mutto dkk 2000).
32
Cara kedua adalah menganjurkan para petugas menggunakan produk perawatan tangan (
losion pelembab dan cream) untuk membantu mencegah iritasi kulit dan dermatitis kontak
yang berhubungan dengan seringnya mencuci tangan, terutama dengan sabun atau detergen
yang mengandung agen antiseptic. Tidak hanya petugas menjadi puas akan hasilnya, namun
yang terpenting, pada penelitian oleh (McCommik at al 2000), kondisi kulit lebih baik karena
penggunaan losion tangan menghasilkan 50 % peningkatan kepatuhan praktek kebersihan
tangan.
1.7. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam menjaga praktek kebersihan tangan.
Jari Tangan.
Kuku buatan.
Kuku buatan ( pembungkus kuku, ujung kuku, pemanjang akrilik) yang dipakai
oleh petugas kesehatan dapat berperan dalam infeksi nosokomial ( Hedderwick et
al. 2000). Selain itu, telah terbukti bahwa kyku dapat berperan sebagai reservoir
untuk Gram negative, pemakaiannya oleh petugas kesehatan harus dilarang.
Cat Kuku.
Perhiasan.
33
II. Alat Pelindung Diri
Pelindung barrier yang disebut sebagai alat pelindung diri (APD),telah Digunakan selama
bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang ada pada petugas
kesehatan, dengan erjalannya waktu terutama setelah 2 dekade terakhir munculnya AIDS ,
hepatitis c serta meningkatnya tuberkulosis dan timbulnya wabah virus influenza
H5N1.H1N1 dibanyak Negara maka, penggunaan APD menjadi sangat penting untuk
melindungi petugas, Pemakaian APD yang tepat dan benar menjadi semakin penting serta
untuk selalu waspada dan harus diterapkanterhadap semua pasien di semua fasilitas kesehatan
terutama setelah meningkatnya munculnya infeksi baru (Emerging infectious Diseases)
tersebutdiatas dan kasus kasus Multi resisten obat ,ESBL ,MRSA.Penggunaan APD harus
dipahami oleh petugas Kesehatan dengan memahami dan menerapkan kewaspadaan isolasi
yaitu kewaspadaan Standard dan Kewaspadaan berdasarkan transmisi sebagai upaya untuk
memutus mata rantai siklus penularan penyakit dan melindungi pasien, petugas kesehatan,
pengunjung dan masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan baik di rimah sakit atau
pelayanan kesehatan lainnya. Petugas Kesehatan dokter perawat dan petugas pendukung
seperti petugas laboratorium ,rumah tangga, laundry ,CSSD, pembuang sampah, petugas
kebersihan ,petugas kamar jenazah . dan lainnya juga yang terpajan pada risiko besar terhadap
infeksi harus mematuhi dan menerapkanpenggunaan APD agar tidak terjadi transmisi
penyakit khususnya di rumah sakit.
34
Tahapan penggunaan APD
35
Jenis Sarung tangan Masker Gaun/celemek Kaca Topi
Tindakan mata/penutup
wajah
36
Perawatan Ya /steril Ya Tidak Tidak Tidak
luka mayor
Pemasangan Ya (Steril) Ya Ya Ya Ya
CVC line
Pelindung diri / barrier, yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri (APD),
telah digunakan selama bertahun – tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme yang
ada pada petugas kesehatan.Namun dengan munculnya AIDS dan Hepatitis C, serta
meningkatnya kembali tuberculosis di banyak negara, pemaikaian APD menjadi sangat penting
untuk melindungi petugas. Dengan munculnya infeksi baru seperti flu burung, SARS dan
37
penyakit infeksi lainnya (Emerging Infectious Disease), pemakaian APD yang tepat dan benar
menjadi semakin penting.
Agar menjadi efektif, APD harus digunakan secara benar. Misalnya, gaun atau apron
dan duk lobang telah terbukti dapat mencegah infeksi luka hanya bila dalam keadaan yang
kering. Sedangkan dalam keadaan basah, kain bereaksi sebagai spons yang menarik bakteri
dari kulit atau peralatan melalui bahan kain sehingga dapat mengkontaminasi luka operasi.
Sebagai konsekuensinya, pengelola rumah sakit, penyelia dan para petugas kesehatan
harus mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi juga peran
APD sesungguhnya dalam mencegah penyekit infeksi, sehingga dapat digunakan secara efektif
dan efesien.
Alat pelindung diri mencakup : sarung tangan, masker, alat pelindung mata ( pelindung
wajah dan kaca mata), topi, gaun, apron dan pelindung lainnya. Dibanyak Negara, topi,
masker, gaun dan duk sering terbuat dari kain atau kertas, namun pelindung paling baik adalah
yang terbuat dari bahan yang telah diolah atau sintesis yang tidak tembus air atau cairan lain (
darah atau cairan tubuh).Bahan yang tahan cairan ini tidak banyak tersedia karena harganya
mahal. Di banyak Negara, kain katun ringan ( dengan jumlah benang 140 / inci persegi) adalah
bahan yang paling umum digunakan untuk pakaian bedah ( masker/ topi / gaun) serta
duk.Tetapi katun yang ringan tersebut tidak merupakan penghalang yang efektif, karena cairan
dapat tembus dengan mudah sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi. Denim, kanvas
dan bahan berat lainnya, disisi lain, terlalu tebal untuk tembus oleh uap air pada waktu proses
sterilisasi sehingga tidak dapat disterilkan, sulit dicuci dan memerlukan waktu lama untuk
kering. Sebaiknya bahan kain yang digunakan berwarna putih atau terang agar kotoran dan
kontaminasi dapat terlihat dengan mudah. Topi atau masker yang terbuat dari kertas tidak
boleh digunakan ulang karena tidak ada cara untuk membersihkannya dengan baik ( JIKA
TIDAK DAPAT DICUCI, SEBAIKNYA JANGAN DIGUNAKAN KEMBALI )
38
A.2.Pedoman umum Alat Pelindung Diri.
1. Sarung Tangan
Melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan melindungi pasien dari
mikroorganisme yang berada ditangan petugas kesehatan.
Sarung tangan merupakan penghalang atau (barrier) fisik paling penting untuk mencegah
penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke
pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang.
Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen kunci dalam
meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan suatu lingkungan bebas infeksi (
Garner dan Favero 1996). Selain itu, pemahaman mengenai kapan sarung tangan steril atau
disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan sarung tangan tidak perlu digunakan, penting
untuk diketahui agar dapat menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien dan
petugas.
39
3 (tiga) saat petugas memakai sarung tangan :
1. Perlu untuk menciptakan barrier protektif dan cegah kontaminasi yang berat. Disinfeksi
tangan tidak cukup untuk mem- blok transmisi kontak bila kontaminasi berat. Misalnya
menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi, mucus, membrane, kulit yang tidak utuh.
2. Dipakai untuk menghindari transmisi mikroba di tangan petugas kepada pasien saat
melakukan tindakan terhadap kulit pasien yang tidak utuh, atau mucus membrane.
3. Mencegah tangan petugas terkontaminasi mikroba kepada pasien lain, perlu kepatuhan
petugas untuk memakai sarung tangan sesuai standar. Memakai sarung tangan tidak
menggantikan perlunya mencuci tangan, karena sarung tangan dapat berlubang walaupun
kecil, tidak Nampak selama melepasnya sehingga tangan terkontaminasi.
Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah kontaminasi dari petugas
kesehatan telah terbukti berulang kali ( Tenorio et al.2001) tetapi pemakaian sarung tangan
tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks
dengan kualitas terbaik sekalipun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat,
sarung tangan mungkin robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat
melepas sarung tangan( Bagg, Jenkins dan Barker 1990, darvis 2001).
Ingat : Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan
lakukan
Sarungkebersihan tangan
tangan bersih menggunakan
serbaguna antiseptic
harus digunakan cairpetugas
oleh semua atau handrubs
k
Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain, membrane
mukosa atau kulit yang tidak utuh.
Menangani bahan – bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau menyentuh
permukaan yang tercemar.
Menerapkan kewaspadaan Transmisi kontak ( yang diperlukan pada kasus penyakit
menular melalui kontak yang telah diketahui atau dicurigai ), yang mengharuskan
petugas kesehatan menggunakan sarung tangan bersih, tidak steril, ketika memasuki
ruangan pasien. Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum
meninggalkan ruangan pasien dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan
handrubs berbasis alcohol.
40
Satu pasang sarung tangan harus digunakan untuk satu pasien, sebagai upaya menghindari
kontaminasi silang (CDC 1987). Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci
tangan yang masih menggunakan sarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien
yang lain atau ketika melakukan perawatan dibagian tubuh yang aman. Bakteri dalam jumlah
bermakna pada tangan petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai
sarung tangan dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien
lain ( Doebelling dan Colleagues).
Jenis - jenis sarung tangan :
1. Sarung tangan bersih.
2. Sarung tangan steril
3. Sarung tangan rumah tangga.
Bagan alur pemilihan jenis sarung tangan
YA
Apakah kontak
SARUNG TANGAN KARET
dengan atau
Tidak
Pasien ?? SARUNG TANGAN BERSIH
YA
Apakah kontak
dengan
SARUNG TANGAN BERSIH
Jaringan dibawah Tidak
atau
kulit??
SARUNG TANGAN
KARET
YA
Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung tangan bedah.
Sarung yang yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat mengganggu ketrampilan dan
mudah robek.
Jaga agar kuku selalu pendek atau menurunkan risiko sarung tangan robek.
Tarik sarung tangan ke atas manset gaun ( jika memakai gaun) untuk melindungi
pergelangan tangan.
Gunakan pelembab yang larut dalam air ( tidak mengandung lemak ) untuk mencegah kulit
tangan kering / berkerut.
Jangan gunakan lotion atau krim berbasis lemak, karena akan merusak sarung tangan bedah
maupun sarung periksa dari lateks.
Jangan menyimpan sarung tangan ditempat dengan suhu yang terlalu panas atau terlalu
dingin misalnya dibawah sinar matahari langsung, didekat pemanas, AC, Cahaya
ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena dapat merusak bahan sarung
tangan sehingga mengurangi efektifitasnya sebagai pelindung.
Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan oleh berbagai
petugas difasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan dokter
gigi. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas lateks (nitril) atau sarung tangan lateks rendah
alergen harus digunakan, jika dicurigai alergi ( reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi
lebih jarang). Selain itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak juga direkomendasikan. Sarung
tangan dengan bedak dapat menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak pada sarung
tangan membawa partikel lateks ke udara. Jika hal ini tidak memungkinkan, pemakaian sarung
tangan kain atau vinil dibawah sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitisasi
kulit. Meskipun demikian, tindakan ini tidak dapat mencegah sensitisasi terhadap membran
mukosa mata dan hidung. ( Garner dan HICPAC, 1996).
42
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang muncul adalah warna merah pada kulit,
hidung berair dan gatal - gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin parah misalnya
menyebabkan gangguan pernafasan seperti asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul
dalam waktu 1 bulan pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah pemakaian
yang lebih lama, sekitar 3 - 5 tahun, bahkan sampai 15 tahun ( Baumann,1992), meskipun
pada orang yang rentan. Belum ada terapi atau desentisasi untuk mengatasi alegri lateks, satu -
satunya pilihan adalah menghindari kontak.
2. Masker.
Masker harus cukup untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu, dan rambut
pada wajah petugas ( jenggot ). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu
petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah
percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila
masker tidak terbuat dari bahan yang tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif untuk
mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa, kertas dan bahan
sintetik yang beberapa diantaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari katun atau kertas
sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker yang
dibuat dari bahan sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar
( >5Աm ) yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang berada didekat pasien ( kurang
dari 1 meter).namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk benar - benar
menutup pas secara erat ( menempel sepenuhnya pada wajah) sehingga mencegah kebocoran
udara bagian tepinya. Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara
yang dihisap.
Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui
udara atau droplet, masker yang digunakan harus dapat mencegah partikel mencapai membran
mukosa dari petugas kesehatan.
43
Contoh masker bedah
Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui airborn maupun droplet, seperti misalnya flu burung atau SARS, petugas
kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi. Pelindung ini merupakan perangkat N-
95 yang telah disertifikasi oleh US National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOHS), yang disetujui oleh European CE, atau standard nasional nasional / regional yang
sebanding dengan standar tersebut dari negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi
dengan tingkat efisiensi lebih tinggi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti
khususnya N-95 harus diuji pengepasnnya ( fit test) untuk menjamin bahwa perangkat tersebut
pas dengan benar pada wajah pemakainya.
44
Gambar Masker Efisiensi tinggi N-95
Masker, gogle dan visor melindungi wajah dari percikan darah. Untuk
melindungi petugas dari infeksi saluran nafas maka diwajibkan menggunakan
masker sesuai aturan standar. Pada fasilitas kesehatan yang memadai, petugas
dapat memakai respirator sebagai pencegahan saat merawat pasien multi drug
resistance (MDR) atau extremely drug resistence (XDR) TB.
Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah lapisan utuh atau
tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang masker tersebut. Selain itu,
masker yang ada keretakan, terkikis, terpotong atau terlipat pada sisi dalam masker, juga
tidak dapat digunakan.
Memeriksa tali - tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali harus
menempel dengan baik disemua titik sambungan.
Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam ( jika ada) berada pada tempatnya
dan berfungsi dengan baik
Fungsi masker akan terganggu / tidak efektif, jika masker tidak dapat melekat secara sempurna
pada wajah, seperti pada keadaan di bawah ini :
Adanya janggut, cambag atau rambut yang tumbuh pada wajah bagian bawah atau adanya
gagang kacamata.
45
Ketiadaan satu atau dua gigi kedua sisi dapat mempengaruhi perlekatan bagian wajah
masker.
Apabila klip hidung dari logam dipencet/ dijepit, karena akan menyebabkan kebocoran.
Ratakan klip tersebut diatas hidung setelah anda memasang masker, menggunakan kedua
telunjuk dengan cara menekan dan menyusuri bagian atas masker.
Jika mungkin, dilanjutkan fit test dilakukan setiap saat sebelum memakai masker efisiensi
tinggi.
46
Cara fit test respirator particulat.
Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara melindungi
mata. Pelindung mata mencakup kacamata ( goggles ) plastik bening, kacamata pengaman,
pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat
digunakan, tetapi hanya ditambahkan pelindung pada bagian sisi mata. Petugas kesehatan
harus menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah, jika melakukan tugas
memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja kearah wajah. Bila tidak tersedia
pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata pelindung atau kacamata
biasa serta masker.
47
Pelindung mata Pelindung wajah
Face shield
Goggle
4. TOPI
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak
masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutup semua
rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan
utamanya adalah untuk melindungi pemakaiannya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik
atau menyemprot
Gambar Topi
48
5. GAUN PELINDUNG
Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain, pada saat merawat
pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui airborn/droplet.
Pemakaian gaun pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan
dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki
ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan
tubuh, sekresi atau eksresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengan gaun
sepenuhnya. Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan
bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercemar, lalu cuci segera
cuci tangan untuk mencegah berpindahnya organisme.
Kontaminasi pada pakaian yang dipakai saat bekerja dapat menurukan 20 - 100 x dengan
menggunakan gaun pelindung.
Gaun Pelindung
49
6. APRON
Yang terbuat dari karet, plastik, atau bahan, merupakan penghalang tahan air untuk sepanjang
bagian depan tubuh petugas kesehatan. (tampak dalam gambar). Petugas kesehatan harus
mengenakan apron dibawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan darah, cairan
tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah
tubuh pasien mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.
Perawat yang memakai apron plastik saat merawat pasien bedah abdoment dapat menurunkan
transmisi S aureus 30 x dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti setiap
hari.
gambar Apron
7.PELINDUNG KAKI.
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda berat yang
mungkin jatuh secara tidak sengaja keatas kaki. Oleh karena itu, sandal,"sandal jepit" atau
sepatu yang terbuat dari bahan lunak ( kain) tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau
sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih
dan bebas kontaminasi darah atau tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan
jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di
kamar bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui sepatu dan
seringkali digunakan sampai diluar
50
ruang operasi. Kemuadian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran
Summers et all.1992)
Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki ruangan.
Lepas dan buang secara hati – hati ke tempat limbah infeksius yang telah disediakan
diruang ganti khusus. Lepas masker diluar ruangan.
Segera lakukan kebersihan tangan dengan langkah membersihkan tangan sesuai dengan
pedoman.
51
Cara Mengenakan APD
Langkah mengenakan APD pada perawatan ruang Isolasi ( Kontak dan Airborne ) adalah
sebagai berikut :
4. Kenakan masker.
Pemakaian jenis APD disesuaikan dengan kebutuhan ( perasat / tindakan / kontak ) yang akan
dilakukan terhadap pasien.
1. Gaun Pelindung.
Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian
pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung.
52
2. Masker .
Eratkan tali atau karet elastik pada bagian tengah kepala dan leher.
Posisi klip hidung dari logam yang flexible harus TEPAT / PAS pada
batang hidung.
Pasang pada wajah dan mata , kemudian sesuaikan agar posisinya pas.
4. SARUNG TANGAN.
53
Langkah – langkah melepaskan APD pada perawatan Ruang Isolasi Kontak dan
Airborne adalah sebagai berikut :
1. Sarung Tangan.
Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lalu lepaskan.
Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang
masih memakai sarung tangan.
Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan dibawah sarung
tangan yang belum dilepas dipergelangan tangan.
54
2. Kacamata atau pelindung wajah.
Letakkan di wadah yang telah di sediakan untuk diproses ulang atau dalam
tempat limbah infeksius.
3. Gaun Pelindung .
Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung sudah
terkontaminasi.
Lepaskan tali.
Tarik tali dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung
saja.
Lepaskan gaun pelindung setiap satu sisi, kiri dan kanan secara bergantian (
lipat bagian dalam ke bagian luar).
Setelah dilipat lalu digulung menjadi satu dan letakkan diwadah yang sudah
disediakan untuk diproses ulang atau buang ditempat limbah infeksius.
55
4. Masker.
56
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi;
1. Transmisi melalui Kontak
2. Transmisi melalui droplet
3. Transmisi Melalui Udara (Airborne)
4.Transmisi Melalui common Vehicle(,makanan,air,obat,instrument/peralatan
5. Tarnsmisi Melalui vektor ( lalat, nyamuk, tikus )
Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara ,kewaspadaan berdasarkan
transmissi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi dengan
kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan
sesudah tindakan mengunakan sabun ,antiseptik ataupun antiseptik berbasis
alkohol,memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan tubuh ,gaun
pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan cairan tubuh .memakai
masker,goggle untuk melindungi wajah dari percikan cairan tubuh
1.Kewaspadaan transmisi Kontak
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan Hai’s/Infeksi yang terjadi
dirumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, Diberlakukan untuk
menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan melalui
kontak langsung atau tidak langsung, Kontak langsung meliputi, kontak
permukaan kulit terluka / abrasi orang yang rentan / petugas dengan kulit pasien
terinfeksi atau kolonisasi misal perawat membalikkan tubuh pasien,memandikan
membantu pasien bergerak ,dokter bedah dengan luka basah saat mengganti
verband petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien HSV atau scabies.
Transmisi kontak tidak langsung ,terjadi melalui kontak dengan orang yang rentan
dengan benda yang terkontaminasi /belum dicuci/sarung tangan yang tidak
diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan
anak.Kontak dengancairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan
atau benda mati dilingkungan pasien.
Cara transmisi melalui Droplet besar oleh patogen dari infeksi saluran napas misal :
para influenza, RSV,SARS ,H5 N1,dianjurkan mengenakan masker saat dalam radius
6-10 kaki dari pasien dengan mikroba virulen.
Diterapkan terhadap pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau
dalam pasien tanpa gejala klinis infeksi ) yang secara epidemiologi mikrobanya dapat
ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung (Kategori I B).
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata ,hidung, mulut saat masih
Memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan ,hindari
57
mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan
pasien misal : pegangan pintu ,tombol lampu ,telepon
58
III. PEMROSESAN PERALATAN PASIEN DAN PENATALAKSANAAN LINEN
Deskripsi: Konsep penting yang akan dipelajari dalam bab ini meliputi cara memproses
instrumen yang kotor, sarung tangan, dan alat yang akan dipakai kembali;
(precleaning/prabilas) dengan larutan klorin 0,5%; mengamankan alat-alat kotor yang akan
tersentuh dan ditangani; serta memilih dan alas an setiap proses yang digunakan.
A. Latar Belakang
Untuk menciptakan lingkungan bebas infeksi, yang terpenting adalah bahwa rasional
setiap proses pencegahan infeksi yang dianjurkan dan keterbatasannya dimengerti oleh satf
kesehatan pda setiap tingkat, dari petugas pelayanan kesehatan sampai ke petugas kebersihan
dan pemeliharaan. Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk mengruangi
penularan penyakit dari instrument yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang-barang habis
pakai lainnya adalah (precleaning/ prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.
Apapun jenis tindakan prosedur bedah, langkah-langkah dalam memproses barang-barang ini
sebagaimana digambarkan pada gambar berikut.
Menguapkan dan mendidihkan, untuk waktu yang lama, merendam selama 20 menit dalam
desinfketan tingkat tinggi tidak merusak endospore secara meyakinkan. Staf harus sadar akan
keterbatasan DTT.
Sementara masih memakai sarung tangan setelah melakukan pembedahan, atau
tindakan medis invasive, seorang dokter dan atau asistennya harus membuang benda-benda
yang terkontaminasi (kasa/ katun dan barang terbuang lainnya) dalam kantung plastic atau
wadah tertutup yang tahan bocor. Selanjutnya, benda-benda tajam yang akan dibuang
(umpamanya scalpel dan jarum jahit) harus ditempatkan di wadah barang tajam. Jika ada
peralatan atau barang yang akan dipakai kembali seperti sarung tangan bedah, semprit, dan
kanula hisap, baik yang telah dipakai maupun belum sewaktu pembedahan, haruslah
diprecleaning/ prabilas dengan deterjen, enzimatik terlebih dahulu. Langkah ini sangat penting,
terutama jika peralatan atau barang tersebut akan dibersihkan dengan tangan. Setelah
diprecleaning, peralatan dan barang yang akan dipakai kembali haruslah dibersihkan dengan
air mengalir, kemudian dibilas lalu dikeringkan. Peralatan bedah dan barang-barang yang akan
bersentuhan dengan darah/ jaringan steril di bawah kulit lainnya (critical items), harus
disterilisasi untuk menghancurkan semua mikroorganisme, termasuk endospora bacterial.
Apabila sterilisasi tidak mungkin dilakukan atau alatnya tidak ada, maka dapat dilakukan DTT
dengan dididihkan, diuapkan atau direndam dalam larutan desinfektan kimiawi yang
merupakan satu-satunya alternative yang dianjurkan. Peralatan atau barang-barang lain yang
59
hanya menyentuh selaput lendir atau kulit luar yang terluka (semi critical items), cukup
dilakukan DTT.
Perhatian :
• Formaldehyde alcohol tidak direkomendasikan sebagai sterilan kimia atau DTT karena
bersifat iritasi dan toksik.
• Fenol 3% dan iodophor tidak boleh untuk DTT karena tidak dapat mematikan spora
bakteria, MTB dan jamur.
• Isopropil alcohol tidak boleh untuk DTT karena tidak bisa mematikan spora bakteria
dan virus hidrofilik.
• Waktu ekspose untuk DTT berubah dari 10-30 menit menjadi > 12 menit
• Jangan melakukan desinfeksi fogging di area perawatan
60
Pre-cleaning (pembersihan awal)
menggunakan deterjen atau enzimatik,
sikat (petugas dengan APD sesuai)
STERILISASI DISINFEKSI
(peralatan kritis)
Masuk dalam pembuluh darah/jaringan
tubuh
Direbus Kimiawi
61
B. Definisi
• Precleaning/ prabilas : proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani
oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan
mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.
• Pembersihan : proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah, atau cairan
tubuh lainnya dari benda mati maupun membuang sejumlah mikroroganisme untuk
mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tsb. Proses ini
adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau deterjen dan air atau enzimatik,
membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
• Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) : proses menghilangkan semua microorganism, kecuali
beberapa endospore bacterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau memakai
desinfektan kimiawi.
• Sterilisasi : proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, fungi dan
parasite) termasuk endospore bacterial dari benda mati dengan uap tekanan tinggi (otoklaf),
panas kering (oven), sterilan kimiawi atau radiasi.
Setiap benda, baik peralatan metal yang kotor memerlukan penanganan dan pemrosesan
khusus agar :
• Mengurangi risiko perlukaan aksidental atau terpapar darah / duh tubuh terhadap
petugas pembersih dan rumah tangga.
• Memberikan hasil akhir berkualitas tinggi (umpamanya peralatan atau benda lain yang
steril atau yang didesinfeksi tingkat tinggi/ DTT).
C. Pengelolaan linen
Tangani linen yang sudah digunakan dengan hati-hati dengan menggunakan APD yang sesuai
dan membersihkan tangan secara teratur. Risiko terpajan atau mengalami ISPA akibat
membawa linen yang sudah digunakan relative kecil. Namun demikian membawa linen yang
sudah digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan
perlengkapan APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai dengan
pedoman kewaspadaan standar.
Prinsip umum
62
• Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan kedalam kantung/ wadah yang
tidak rusak saat diangkut.
• Pengantungan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan.
Linen
• Semua bahan padat pada linen yang kotor harus dihilangkan dan dibilas dengan air.
Linen kotor tsb kemudian langsung dimasukkan ke dalam kantung linen di kamar pasien.
• Hilangkan bahan padat (misalnya feses) dari linen yang sangat kotor (menggunakan
APD yang sesuai) dan buang limbah padat tsb ke dalam toilet sebelum linen dimasukkan ke
kantung cucian.
• Linen yang sudah digunakan harus dibawa dengan hati-hati untuk mencegah
kontaminasi permukaan lingkungan/ orang-orang di sekitarnya.
• Jangan memilah linen ditempat perawatan pasien, masukkan linen yang terkontaminasi
langsung ke kantung cucian di ruang isolasi dengan memanipulasi minimal atau mengibas-
ngibaskan untuk menghindari kontaminasi udara dan orang.
• Linen yang sudah digunakan kemudian harus dicuci sesuai prosedur pencucian biasa.
• Cuci dan keringkan linen sesuai dengan standard an prosedur tetap fasilitas pelayanan
kesehatan. Untuk pencucian dengan air panas, cuci linen menggunakan detergen atau
desinfektan dengan air 70 C selama minimal 25 menit. Pilih bahan kimia yang cocok untuk
pencucian temperature rendah dengan konsentrasi yang sesuai bila melakukan pencucian
dengan temperature rendah kurang dari 70 C.
IV.PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS DAN BENDA TAJAM
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI di rumah sakit atau di fasilitas
pelayanan kesehatan. Sekitar 85 % limbah umumnya tidak terkontaminasi dan tidak berbahaya
tapi harus dikelola dengan baik dan benar. Limbah terkontaminasi jika tidak dikelola akan
dapat menular.
Mengacu pada peraturan mentri kesehatan ri. no. 986 14 nov.1992 dan disempurnakan dengan
keputusan mentri kesehatan ri. nomor 1204/menkes/sk/x/2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan
rumah sakit meliputiin door dan out door.
Pengertian Limbah Rumah Sakit
Semua hasil kegiatan dari layanan kesehatan di rumah sakit yang tidak lagi berguna atau yang
akan dibuang ( Healthcare Activities inevitably Generate Health Care)
63
Tujuan pengelolaan Limbah
Melindungi petugas yang membawa limbah dari perlukaan
Mencegah penularan penyakit yang disebabkan oleh Limbah baik untuk pasien,
pengunjung dan tenaga kesehatan serta melindungi masyarakat sekitarnya dari bahaya
pencemaran limbah yang berasal dari rumah sakit
Semua Limbah yang di Lingkungan Rumah Sakit ( baik In Door maupun Out Door )
dapat ditangani dengan baik apakah,
Limbah Umum
Limbah Medis ( Infeksius )
Limbah Tajam
Agar kualitas kesehatan masyarakat disekitar rumah sakit tetap terjaga dengan baik
Untuk menjaga Citra Rumah Sakit
64
JENIS LIMBAH DI RUMAH SAKIT
I. Limbah Umum ( Non Medis )
Limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS diluar medis yang mempunyai karakteristik
sama yang ditimbulkan oleh lingkungan pada masyarakat umum, biasanya berasal dari
kegiatan – kegiatan : perkantoran, taman, Rawat Inap Rawat Jalan, Dapur dst
II. Limbah Medis meliputi,
Limbah yang dianggap mengandung bahan patogen spt bakteri, virus yang dapat
menimbulkan penyakit berasal dari kegiatan yang berhubungan dengan pasien baik yang
berobat jalan (Poliklinik, IGD, Home Care) maupun yang sedang dirawat . Dalam
pengelolaannya sangat berbedengan limbah non Medis ( Limbah Umum ),limbah ini
memerlukan penanganan khusus dan harus dikelola oleh tenaga yang berpengalaman dan
terlatih
serta mendapat pelatihan dalam penanganan limbah,sesuai prosedur yang telah ditentukan
(SPO )
Macam-macam limbah medis
a. Limbah Infeksius : Limbah dari cairan tubuh pasien
b. Limbah Patologi : Cairan atau jaringan tubuh manusia
c. Limbah Farmasi : Obat-obat kadaluarsa
d. Limbah Sitotoksis : Obat kemoterapi
e. Limbah Kimia : Halogenida yg mengandung chlorin florin
f. Limbah Radioaktif : Limbah yang mengandung radio aktif
g. Limbah Kontainer bertek. tinggi : Tabung oksigen, nitrogen
h. Limbah Kand. Logam berat tinggi : Mercuri atau kadmium
i. Limbah Benda tajam : Jarum bekas pakai, scalpel
j. Limbah Laborartorium :
k. Limbah Microbiologi ( Sputum, Darah, Nanah ( Pus )
l. Faeses, Urine
Limbah infeksius
Limbah Farmasi dan Kimia
Limbah Laboratorium dan Pathologi
Limbah Radiologi
Limbah Sytotoksik (Limbah Beracun )
65
III. Limbah Benda Tajam
Dalam pengelolaannya tidak ada bedanya dengan pengelolaan di tempat umum, hanya
kalau pada layanan kesehatan harus dikelola dengan baik dengan SPO yang jelas
Dalam pengelolaannya sangat berbeda dengan limbah non Medis ( Limbah Umum ), limbah
ini memerlukan penanganan khusus dan harus dikelola oleh tenaga yang berpengalaman dan
terlatih serta mendapat pelatihan dalam penanganan limbah, sesuai prosedur yang telah
ditentukan ( SPO )
Limbah benda tajam adalah objek atau alat yang memiliki sudut tajam atau runcing
yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti ; Jarum suntik, Bisturi ( Pisau bedah ) ,
Blood Lancet, Pecahan kaca , ampul obat
Tujuan pengelolaan Limbah Benda tajam: Agar limbah benda tajam yang dihasilkan
oleh Rumah Sakit maupun tempat layanan ,Kesehatan lainnya dapat tertangani dengan baik
dan tidak menimulkan cedera bagi karyawan , petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat
sekitarnya.
Pengelolaan Limbah Benda Tajam:
a. Tersedia Wadah yang tidak mudah tembus oleh benda tajam / tusukan ( jerigen bekas,
kardus yang tahan benda tajam) dan tertutup berlabel biohazard yang kuning
b. Mempunyai petugas yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan tentang Limbah
benda tajam di Rumah sakit
c. Limbah benda tajam yang telah di kemas pada tempatnya setelah berisikan ± 2/3 bagian
kemudian dibawa ke incinerator untuk dibakar / dimusnahkan
d. Enkapsulasi
Yang berisiko terkena benda tajam di rumah sakit:
Medis
Perawat
Petugas Kebersihan (House Keeping)
Student
Pengunjung
Masyarakat sekitar
66
Contoh pengelolaan jarum setelah dipakai:
Jangan memasukan kembali jarum bekas suntikan dengan dua tangan tehnik 0ne hand
• Jangan menekuk / mematahkan jarum yg telah dipakai
• Segera buang jarum/ needle ke dalam wadah yg telah ditentukan dan dibuang
langsung oleh sipemakai
• Kontainer benda tajam diletakan dekat lokasi tindakan
Prosedur penatalaksanaan tertusuk jarum bekas pakai dan benda tajam:
• Jangan panik
• Segera desinfeksi dengan alkohol dan cuci dengan air mengalir menggunakan
sabun atau cairan antiseptik
• Lapor ke Tim PPIRS dan K3RS, Tim PPIRS akan melakukan tindak lanjut
• Konsultasi dengan Dr Penyakit Dalam
a. Debu
b. Kontaminasi air dan sistem pendingin udara
c. Pasien “high risk”
I. Debu
renovasi / pembangunan akan mengotori udara sehingga berdebu dengan konsentrasi spora
jamur ( aspergillus sp) dan kuman (legionella sp) tinggi “construction related nosocomial
infection”
Aspergillus fumigatus
• Penyebab tersering aspergillosis:
- invasive
- non invasive
• > 50% invasive aspergillosis mampu berkembang sampai s: 550 c
• Terdapat dimana mana (lembab)
II. Legionella spp.
• Airborne & waterborne transmission
• Umum terdapat dalam sumber air natural
• Berakumulasi dalam “biofilm” pipa air,
bak penampungan
• Berkembang biak : 20 0 - 45 0 c
67
III. Pasien “high risk”
• Pasien transplantasi
• Pasien di bangsal hematologi dan
onkologi à neutropenia
• Pasien dgn pengobatan corticosteroid
• Pasien “immunocompromised” lainnya ( dm, odha dll )
Sumber mikroorganisme penyebab infeksi berasal;
• Debu dan tanah
• Pipa saluran air
• Sistem ventilasi
Pencegahan ;
a. Kurangi debu
b. Cegah migrasi debu dari lokasi :“barrier” plastik dari lantai sampai langit
langitpencegahan. “pre-construction “ ( sebelum kegiatan dimulai)
konsultasi kpd komite ppirs
identifikasi kemungkinan kerusakan saluran pipa air atau sistem a.c
identifikasi dan peta pasien “high risk”
pelatihan pekerja
tentukan alur gerakan pekerja
68
Faktor “design” yang mempengaruhi transmisi infeksi r.s
1. Jumlah pasien dan perawat
2. Jumlah dan jenis pemeriksaan/prosedur
3. Ruangan yang tersedia
4. Jumlah dan jenis kamar
5. Jumlah tempat tidur per kamar
5. “post construction” ( pasca kegiatan)
• - area harus bersih dan bebas debu
• - komite ppirs menilai area sebelum digunakan
• - kalau perlu lakukan “ air sampling” dan “kultur lingkungan
Faktor “design” yang mempengaruhi transmisi infeksi di r.s
6. Lantai dan “permukaan”
7. Air, listrik dan sanitasi
8. Ventilasi dan kualitas udara
9. Pengelolaan alat medis
10. pengelolaan makanan, laundri dan limbah
69
5). lantai dan “permukaan”
mudah dibersihkan
tidak ada karpet
rekomendasi : vinyl
6). air, listrik dan sanitasi
air minum diperiksa secara berkala
air bersih dan listrik tersedia 24 jam perhari
-pengelolaan air unit khusus (hemodialisis, bangsal transplant) --- cegah perkembangan
kuman legionella, pseudomonas, jamur dan mikro-organisme lingkungan lainnya.
7). ventilasi dan kwalitas udara
Who menyarankan ventilasi alamiah
untuk ppi – tb ( 2009 )
mampu mencegah transmisi airborne
8). pengelolaan alat medis
“clean” & “dirty” harus terpisah
Tindakan mempersiapkan infus dan
injeksi di ruang bersih dan terpisah
alat steril disimpan di lemari tertutup
Alasan who menyarankan 1 kamar 1 tt ( single bed rooms )
kwalitas tidur lebih baik
Privasi meningkat
Tingkat kebisingan menurun
Transmisi mikro-organisme menurun
Kesalahan pemberian obat menurun
Proteksi data pasien lebih baik
70
VI.KESEHATAN KARYAWAN/PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN
Petugas kesehatan berisiko terinfeksi bila terekspos saat bekerja, juga dapat
mentransmisikan infeksi kepada pasien maupun petugas kesehatan yang lain.
Fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan pengendalian infeksi bagi petugas
kesehatan. Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa riwayat
pernah infeksi apa saja, status imunisasinya.
Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B, dan bila
memungkinkan A, influenza campak, tetanus, difteri, rubella. Mantoux test untuk melihat
adakah infeksi TB sebelumnya, sebagai data awal. Pada kasus khusus, dapat diberikan
varicella. Alur paska pajanan harus dibuat dan dipastikan dipatuhi untuk HIV, HBV, HCV,
Neisseria meningitides, MTB, Hepatitis A, Difteri, Varicella zoster, Bordetella pertussis,
Rabies.Pajanan terhadap virus H5N1 Bila terjadi pajanan H5N1 diberikan oseltamivir 2x75 mg
selama 5 hari. Monitor kesehatan petugas yang terpajan sesuai dengan formulir yang tersedia.
Pajanan terhadap virus HIV Risiko terpajan 0,2 – 0,4% per injuri.
Riwayat imunisasi yang tercata baik secara periodic menyiapkan apakah seorang petugas
memerlukan booster atau tidak. Imunisasi influenza dianjurkan sesuai dengan strain yang ada.
Penyakit akibat kerja dan penyakit paska pajanan Seyogyanya rumah sakit memiliki tata cara
pelaporan dan manajemen yang mudah serta dipahami semua petugas. Dapat berupa pedoman,
alur yang diinformasikan kepada petugas secara detail hingga berapa lama meliburkan petugas
paska pajanan serta membantu petugas dalam kecemasan atau rasa takut. Tata cara dapat
meliputi :
Informasi risiko ekspos
Alur manajemen dan tindak lanjut
Penyimpanan data
73
Pengetrapan program
Perlu suatu pengukuran sebelum program diimplementasikan. Pelaksanaannya harus
merupakan cara yang paling efisien dan cost-efektif dimulai dengan survey dengan memakai
kuesioner tingkat imunitas suatu penyakit yang akan dicegah. Hasil survey dapat dipakai untuk
perencanaan dana termasuk pemeriksaan serologi dan vaksin yang dibutuhkan.
Strategi program
Langkah demi langkah pengetrapan program harus dikalkulasi, sehingga budget dapat
disiapkan, didiskusikan. Prosedur dijalankan setelah pemikiran, identifikasi kasus, peraturan
pelayanan, langkah pencegahan, manajemen paska pajanan menjamin kesuksesan
implementasi program. Hal ini juga mencegah terjadinya dana yang terbuang percuma.
Jalinan kinerja
Jalinan kinerja yang baik diantara petugas dan manajemen membantu pelaksanaan
program. Kepercayaan pihak manajemen kepada tim PPI berupa dukungan moral dan finansial
akan membantu program terlaksana efektif. Komunikasi dan kolaborasi yang
berkesinambungan dari tim PPI dan seluruh unit/ departemen akan penting bagi upaya deteksi
dini masalah PPI serta ketidakpatuhan sehingga kesalahan dapat segera diperbaiki dan
mencegah kegagalan program PPI.
74
VII .PENEMPATAN PASIEN( ISOLASI )
A. Pengertian kamar isolasi
1. Pengertian Isolasi
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan /penyebaran kuman pathogen
dari sumber infeksi ( petugas pasien,karier ,pengunjung) ke orang lain
2. Syarat Kamar Isolasi
1. Lingkungan harus tenang
2. Sirkulasi udara harus cukup
3. Penerangan harus cukup
4. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi pasien
dan pembersihannya.
5. Tersedia WC dan kamar mandi
6. Kebersihan lingkungan harus dijaga
7. Tempat sampah harus tertutup
8. Bebas dari serangga
9. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci bersih dengan memakai desinfekstans
3. Syarat –syarat yang bekerja dikamar isolasi
1. Harus sehat.
2. Mengetahui prinsip aseptik/antiseptik.
3. Pakaian rapih dan bersih.
4. tidak memakai perhiasan.
5. Kuku harus pendek.
6. Cuci tangan sebelum masuk ruang isolasi.
7. Pergunakan barier nursing seperti pakaian khusus,topi,masker,sarung tangan dan sandal
khusus.
8. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
9. Bebicara seperlunya.
10. Cuci tangan sebelum meninggakan kamar isolasi
4. Alat
1. Alat yang dibutuhkan cukup tersedia
2. Selalu dalam keadaan steril
3. Dari bahan yang mudahkeadaan steril
4. Alat suntuk bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan
5. Alat yang tidak dipakai dicuci dan disterilkan kembali
6. alat tilakukan sesuai yang enun bekas dimasukkan krdalam tempat tertutup
75
5. Jenis Isolasi
Jenis isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenitas kuman dan cara penularannya
/penyebarannya
a. Isolasi ketat
Tujuan isolasi adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang sangat menular baik
melalui kontak langsung maupun peredaran udara.
Tehnik ini mengharuskan pasien memakai pakaian khusus masker dan sarung tangan serta
mematuhi aturan pencegahan yang ketat .misalnya pada pasien penyakit cacar, difteri atau
infeksi Staphylococus aureus karena luka bakar
b. Isolasi Saluran Pernapasan
Tujuan untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan dengan cara
kontak langsungdan peredaran udara. Cara ini mengharuskan pasien dalam kamar terpisah
memakai masker dan dilakukan tindakan pencegahan khusus terhadap buangan nafas /sputum
misal nya pada pasien pertusis, campak, tuberculosis paru, haemophillus influenza
c. Isolasi ikterik
Tujuan mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit karena disebarkan kontak
langsung dan atau tak langsung dengan buangan dubur pasien kolera Salmonella shillosis
dysentri amuba ,entrokoliris/tinja yang mengandung kuman penyakit menular .Pasien ini
dapat bersama dengan pasien lain dalam satu kamar, tetapi dicegah kontaminasi silang
melalui mulut dan dubur, Misalnya pada pasien kolera, Slshillosis. dysentri amuba,
entrokolitis, Staphylococus
76
f. Tindakan Pencegahan terhadap darah dan cairan tubuh
Tujuan mencegah penularan oleh organism e yang disebabkan karena kontak dengan darah,
cairan tubuh, dan atau benda terkontaminasi . Tindakan khusus dilakukan terhadap jarum dan
semprit yang terkontaminasi , Misalnya pada pasien hepatitis dan AIDS.
6.Lamanya Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas Laboratorium ;
1. Sampai biakan kuman negative
2. Sampai penyakit sembuh (khusus penyakit kulit idak mengeluarkan bahan menular
3. Selama pasien dirawat diruang rawat
4. Sampai 24 jam setelah dimulai pemberian antibiotika yang efektif
Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke area
tidak ada orang lalu lalang, Misal : TBC.
Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas,
misal : Varicella.
Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan ( anak, gangguan
mental)
Penempatan pasien seharusnya sesuai temuan klinis sambil menunggu hasil kultur
laboratorium.
77
D. Tempat / Lokasi.
E. Penanganan kasus atau dugaan kasus penyakit infeksi menular melalui udara.
Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negative dengan sistim penyaringan udara
partikulasi efisiensi tinggi, buat tekanan negative didalam ruangan pasien dengan
memasang pendingin ruangan atau kipas angin di jendela sedemikian rupa agar
aliran udara kegedung melalui jendela. Jendela harus terbuka keluar dan tidak
mengarah kearea public ( lalu lalang orang). Uji untuk tekanan negative dapat
dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak tabur dibawah pintu dan di amati
apakah terhisap ke dalam ruangan. Jika diperlukan kipas angin tambahan didalam
ruangan dapat meningkatkan aliran udara.
Jaga pintu selalu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya
tindakan pencegahan yang harus dilakukan.
Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai dengan
kebutuhan : Harus menggunakan partikulat N95. bila tidak, gunakan masker bedah
sebagai alternatif, gaun, pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan.
Pakai gaun bersih, non steril ketika masuk ruangan jika akan berhubungan dengan
pasien atau kontak dengan permukaan atau barang – barang di dalam ruangan.
78
Bila kamar tidak memungkinkan kohorting, bila pasien terinfeksi di campur dengan
non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk
mencegah terjadinya transmisi.
Keluarga pendamping juga perlu diberikan edukasi oleh petugas agar menjaga
kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan standar untuk mencegah
terjadinya penyebaran infeksi kepada diri sendiri maupun kepada pasien lain.
3. Pasien diberi informasi untuk ikut serta dalam menghindari proses terjadinya
transmisi kepada orang lain.
1. Jangan izinkan mereka untuk meninggalkan ruang isolasi kecuali terkait dengan
pelayanan kesehatan.
79
G. Pemulangan pasien.
Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas waktu penularan.
Bila pasien pulang sebelum waktu rawat / isolasi berakhir, pasien yang dicurigai
terkena penyakit menular melalui udara / airborn harus diisolasi didalam rumah
selama pasien tersebut mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai
diagnosis alternative dibuat atau hasil uji diagnose menunjukkan bahwa pasien
tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan cara menjaga
kebersihan diri, pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri.
80
Tata Tertib Prosedur Isolasi Pasien Transmisi Penularan melalui KONTAK
( CONTACT PRECAUTION )
Semua staff dan pengunjung HARUS lapor kepada perawat jaga, Sebelum memasuki
kamar isolasi
81
Semua staff dan pengunjung HARUS lapor kepada perawat jaga, Sebelum
memasuki
kamar isolasi
82
TATA TERTIB ISOLASI PASIEN PENULARAN MELALUI UDARA
( AIRBORN PRECAUTION )
Semua staff dan pengunjung HARUS lapor kepada perawat jaga, Sebelum memasuki
kamar isolasi
83
VIII. HIGIENE RESPIRASI/ ETIKA BATUK
Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya.
Semua pasien, pengungjung dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu mematuhi
etika batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah sekresi pernafasan. Saat Anda batuk
atau bersin :
1. Tutup hidung dan mulut Anda
2. Segera buang tisu yang sudah dipakai
3. Lakukan kebersihan tangan
Di fasilitas pelayanan kesehatan Sebaiknya gunakan masker bedah bila Anda sedang batuk.
Etika batuk dan kebersihan pernapasan harus diterapkan di semua bagian RS, di lingkungan
masyarakat dan bahkan di rumah. Tindakan penting ini harus selalu dilakukan untuk
mengendalikan sumber infeksi potensial.
84
BAB V
LOGISTIK
A. Pengadaan
Penyelenggaraan PPI harus terarah, tepat guna dan hemat biaya (cost effective) oleh
karena itu
kegiatan PPI terkait dengan bagian pembelian barang yang membutuhkan koordinasi
dengan ;
- Bagian Keuangan ; Biaya penyelenggaraan PPI terkait dengan Angaran dari
bagian Keuangan/Pembelian Barang dari Anggaran rutin Rumah sakit. Pembelian
produk (rutin ) sekali pakai, pembelian sarana / produk baru set infuse, jarum suntik,
penvlon, Kasa, sarung tangan, masker, gaun, APD untuk laundri. Biaya penerapan
peralatan baru, Biaya pelatihan/ pendidikan. Biaya Penghematan yg Disebabkan
penerapan PPI. Biaya diagnosis, pengobatan, perawatan, Biaya akibat tdk bekerja,
Biaya kecacatan / kematian, Biaya non finansial : kepuasan pelanggan, aspek hukum/
etik, citra Negative RS
- Melakukan koordinasi dengan bidang Keperawatan untuk kegiatan PPI di rawat Inap
/rawat jalan
- Melakukan koordinasi dengan Rekam Medik untuk penyediaan formulir laporan
surveilans infeksi RS dan pencatatan surveilans infeksi melalui jaringan komputer dari
tiap ruangan
- PromKesRS,; Untuk dapat melakukan penyuluhan kepada pasien pengunjung /keluarga
pasien . terutama mengenai kebersihan tangan dan lingkungan RS, etika batuk dan
perilaku merokok
- Melakukan kordinasi dengan Sanitasi, Kesehatan lingkungan mengenai air bersih,
sampah dan udara
- Melakukan koordinasi dengan K3RS untuk perlindungan Petugas Kesehatan dari ; luka
tusuk benda tajam, vaksinasi petugas
- Manajemen Risiko; untuk meningkatkan Keselamatan pasien terutama mencegah
pasien jatuh, aspirasi makanan , salah operasi dll
- Melakukan koordinasi dengan Diklat untuk penyelenggaraan pelatihan keterampilan,
surveilans infeksi RS,
- Melakukan Koordinasi dengan unit Laundri, memisahkan linen kotor dan bersih
penggunann label infeksi untuk linen yang digunakan pasien infeksi / tercemar Infeksi.
85
Penyediaan, pencucian dan penyimpanan linen, penggunaan alat pelindung petugas
laundri sesuai PPI
- Melakukan koordinasi denganCSSD untuk Penyediaan alat yang di pakai ulang, bahan
bahan yang disterilkan sesuai PPI
- Melakukan koordinasi dengan bagian farmasi untuk penyediaan sabun berbasis alkohol,
penggunaan antibiotika yang telah resisten atau masih sensitif sensitive
- Membuat Laporan rutin : harian mingguan, bulanan 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, maupun
insidentil atau KLB, Pola Kuman tiap 6 bulan /kali
B. Penyimpanan
86
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah Suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman. Hal ini termasuk: asesmen risiko; identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien; pelaporan dan analisis insiden ; kemampuan belajar
dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya
risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Salah satu program yang menjadi dasar Keselamatan Pasien adalah
menekan/menurunkan Insiden Keselamatan Pasien beserta KNC/KTD dan meningkatkan mutu
pelayanan dan keselamatan pasien.
87
6. pemasukan data dengan sistem kualitas pemeriksaan yang teliti. Dengan komputer yang
menggunakan sistem demografi/mikrobiologi.
7. Tidak terlalu membebankan
8. Harus sebagai data yang lengkap dan memenuhi persyaratan.
EVALUASI SURVEILENS
Apa yang dapat dilakukan karena adanya data surveilens tersebut?
Siapa yang menggunakan data untuk yang pertama kali untuk memulai kegiatan?
Buat Daftar hal2 yang diantisipasi yang menggunakan data tersebut.
Singkat
Fleksibel
Diterima
Sensitif
Representatif
Timelines
89
FAKTOR RESIKO HAP & VAP
90
DASAR-DASAR METODE PENCEGAHAN HAP/HCAP/VAP
Terapi penyakit :paru sebelum dilakukan operasi.
Tinggikan kepala 30o dari tempat tidur.
Hindari melakukan penghisapan lendir jalan napas bila tidak diperlukan.
Oral hygiene dengan antiseptik atau chlorhexidine 6x/hari.
Latihan napas dalam dan batuk sebelum dan setelah operasi.
Perkusi dan drainage postural untuk menstimulasi batuk
Mobilisasi secepatnya setelah operasi.
Faktor Pencegahan lain
1. Perawatan paru pra bedah
Pemeriksaan fungsi paru /spirometri , Terapi bronkodilator, mukolitik
2. fisioterapi pernafasan pra dan pasca operasi Terutama pada penderita : dengan Penyakit
paru /disfungsi paru berat sebelumnya atau pra operasi
3. Rongga thorak dan abdomen bagian atas
4. Jenis anastesi dan lamanya operasi.
5. Terapi oksigen /alat pernafasan yang tidak invasif.
Pencegahan VAP
1. Mencegah kolonisasi tr.Aerodisgestivus
2. Hindari penggunaan antibiotik profilaksis
3. Pencegahan ulkus : menggunakan sukralfat dan untuk pencegahan stress ulcer.
4. Kumur2 dengan CHG
5. Dekontaminasi usus selektif
6. Memberikan antibiotik dengan masa kerja pendek pada pasien yang beresiko.
7. Mencegah aspirasi cairan lebih baik melakukan intubasi melalui mulut
8. Jumlah Petugas ICU yang sesuai
9. Menghindari intubasi trakhea dengan menggunakan masker ventilasi
10. Aplikasi protokol penyapihan dan menggunakan sedasi yang optimal untuk
memperpendek penggunaan ventilator mekanik.
11. Posisi penderita tidur dengan kepala 30 derajat.
12. Meminimalkan distensi lambung
13. Menghisap cairan subglotis
14. Hindari merubah /manipulasi sirkuit ventilator harus dengan sistim tertutup.
15. Rutin melakukan drainase cairan embun ventilator
91
Pencegahan infeksi saluran kemih/UTI
1. Pertimbangkan apakah pasien sangat membutuhkan kateter urin.
2. Indikasi yang tepat
3. Obstruksi kandung kemih
4. Inkontinensia dan terdapat luka di sakrum
5. monitor urin out put
6. Penderita kritis
7. Selama dan setelah operasi
92
Diagram Pneumonia (PNEU)
Pasien dengan penyakit penyerta kardio-pulmoner Pasien tanpa penyakit penyerta kardio-pulmoner
purulen atau
perubahan sifat Minimal 2 simptom Minimal 1 simptom
sputum, sekresi ↑
- Batuk memburuk
atau dyspnea atau
tachypnea
- Rhonci basah atau
suara nafas
bronchial
- Memburuknya
pertukaran gas
T
immunocompromised
immunocompromised
Pneumonia Anak
93
Pasien dengan penyakit penyerta kardio Pasien tanpa penyakit
pulmoner penyerta kardio
pulmoner
FOTO Infiltrat baru atau ≥2 tanda ≥ 1 tanda
progresif yg radiologis serial radiologis
THORAKS
menetap serial
Konsolidasi
Kavitas
Pneumotoceles ≤1th
1111th<<<<<<<<,,,,,,
<<,<≤≤≤thn1 1thn
th≤≤≤≤≤≤pada bayi,
TANDA Bayi ≤ 1 Tahun ≥ 3thn sd ≤ 12 thn
GEJALA ≤1thn
thnTahun
KLINIS/ Memburuknya pertukaran gas dan ≥3 tanda berikut ini;
disertai ≥3 tanda berikut ini ;
SIMTOM Demam
Suhu tidak stabil
Leukopenia
-leukopenia≤ 4000
Leukositosis
Leukositosis
Onset baru sputum
Onset baru ;purulent sputum atau purulenatau perubahan
perubahan sifat sputum sifat sputum,sekret
meningkat
Sekresi >,tanda-tanda sesak nafas
Batuk baru, batuk
Wheezing atau ronkhi
meningkat atau tanda 2
Batuk sesak nafas
PNU1 Memburuknya
Anak
pertukaran gas
94
Keterangan :
PNU2 – 1 : kriteria untuk Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk
infeksi bakteri umum dan jamur berfilamen
PNU2 – 2 : kriteria untuk Pneumonia dengan hasil laboratorium yang spesifik untuk
infeksi virus Legionella, Chlamydia, Mycoplasma dan patogen tidak umum lainnya
Memburuknya pertukaran gas : desaturasi O2: PaO2/ FiO2 ≤ 240 atau PO2< 94 %,
peningkatan kebutuhan oksigen atau perlunya peningkatan ventilator
Sekresi SNB adalah yang di ambil dengan alat bronchoskopi dan merupakan spesimen
sekresi saluran nafas bawah yang mempunyai tingkat kontaminasi minimal
Antigen merupakan komponen /protein dari mikroba. Tes deteksi antigen menggunakan
antibodi yang spesifik yang akan berikatan dengan antigen mikroba yang ada pada
spesimen tersebut.
95
Antibodi: merupakan Imunoglobulin spesifik yang dibuat tubuh bila ada antigen
masuk. Karena hanya merupakan reaksi respon, maka baru terdeteksi setelah seminggu
lebih terinfeksi, dan ada progres peningkatan titer kalau baru di produksi ( fase akut)
yang akan terus meningkat setelah beberapa minggu, yang kemudian menurun setelah
beberapa bulan ( sekitar 3 bulan )dan sebagian besar akan tetap terdeteksi selama
bertahun – tahun tetapi dengan kadar yang semakin turun.
PCR : Polymerase Chain Reaction, merupakan salah satu metode deteksi infeksi
dengan cara memperbanyak asam nukleat mikroba. Merupakan cara deteksi infeksi
yang sangat sensitif dan waktu yang cepat
96
Umum Usia < 1 tahun
- Demam - Demam
( Gejala dan Tanda ISK )
- Urgensi - Hipotermi
- Frekuensi - Apneu
SIMTOM
- Disuria - Bradikardi
- Nyeri suprapubik - Letargia
- Muntah – muntah
Mayor Minor
Kultur urin pancar tengah - Dipstick lekosit esterase atau nitrit positif
- Piuri : lekosit ≥10/mm3atau ≥3/LPB unspun-
- Koloni ≥ 105/ ml urine
- Jenis kuman uropatogen - Mikroskopis kuman dg cat Gram unspun-urine
Konfirmasi
ISK SIMTOMATIK
Simtom Simtom
Umum
<1 tahun
ISK ISK
Konfirmasi
1 1
Mayor KRITERIA 3
KRITERIA 1
ISK ASIMTOMATIK
KONFIRMASI MAYOR 1X 2X
97
Infeksi Saluran Kemih
Kriteria 1 Kriteria 2
Umum Usia ≥ 1
≥ 2 simtom ≥1 simtom
- Drainase pus
- Kuman kultur darah = kuman kultur lokal
- Bukti infeksi radiologis
- Diagnosis dokter
- Terapi antimikroba dokter
Kriteria 2
Kriteria 1 Kriteria 3 Kriteria 4
ISK LAIN
Keterangan
Tes konfirmasi merupakan tes- tes yang membantu memastikan adanya ISK
o Tes konfrontasi minor dapat berupa : tes- tes kultur kuantitatif dengan jumlah
koloni yang meragukan adanya infeksi, pemeriksaan urin untuk melihat adanya
kemungkinan ISK tanpa melakukan kultur, dan keyakinan klinis berdasarkan
profesiomalitasnya.
98
Urin aliran tengah ( midstream ) adalh spesimen urin yang di ambil dengan cara
membuang aliran pertama, dan aliran pancaran tengah yang akhirnya dijadikan bahan
pemeriksaan.
Spesimen untuk kultur urin harus di dapatkan dengan teknik yang benar, misalnya
clean catch collection untuk spesimen urin pancar tengah atau kateterisasi
Clean catch collection adalah teknik pengambilan urin pancar tengah yang terutama
dilakukan pada pasien wanita, dengan cara membersihkan dulu jalan keluarnya urin
yang di ambil secara spontan. Hal ini di lakukan untuk mengurangikontaminasi sampel
flora yang biasanya terdapat pada muara dan uretra sekitarnya
Pada bayi, spesimen di ambil dengan cara kateterisasi kandung kemih atau aspirasi
supra pubik
ISK lain: adalah ISK yang melibatkan jaringan lebih dalam dari sistem urinarius
misalnya ginja, ureter, kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar retroperitoneal atau
rongga perinefrik.
99
INFEKSI DAERAH OPERASI
Waktu Kejadian
30 hari post operasi 30 hari post operasi atau 1tahun bila ada
pemasangan implant
≥ 1 simtom
a. Drainase purulen
b. Kultur cairan / jaringan +
c. Abscess atau bukti infeksi lain: pengamatan
langsung, laboratorium, histopatologi, dsb.
(Tanda-Gejala)
d. Diagnosis dokter
Simtom
Keterangan:
Bukti lain terjadinya ILO dapat berupa temuan langsung, selama re-operasi, atau
berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi (FA) atau radiologi.
100
A. Pengumpulan Data
1. Pengumpul Data
Tim PPI bertanggung jawab atas pengumpulan data tersebut di atas, karena
mereka yang memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi IRS sesuai
dengan criteria yang ada. Sedangkan pelaksana pengumpul data adalah IPCN
yang di bantu oleh IPCLN.
2. Sumber Data
Rekam medis
Catatan perawat
Farmasi
3. Numerator
4. Denominator
101
Insiden rate HAP = jumlah kasus pneumonia x 1000
B. Perhitungan
Kurun waktu harus jelas dan sama antara numerator dan denominator sehingga laju
tersebut mempunyai arti.
Surveilans merupakan kegiatan yang sangat membutuhkan waktu dan menyita hamper
separuh waktu kerja seorang IPCN sehingga dibutuhkan penuh waktu/ full time.dalam
hal ini bantuan computer akan sangat membantu, terutama akan meningkatkan efisien
pada saat analisis. Besarnya data yang harus di kumpulkan dan kompleksitas cara
analisanya merupakan alas an mutlak untuk menggunakan jasa computer, meski di RS
kecil sekalipun. Lagipula system surveilans tidak hanya berhadapan dengan masalah
pada waktu sekarang saja tetapi juga harus mengantisipasi tantangan di masa depan
dalam penggunaan computer tersebut, ada beberapa hal yang harus di pertimbangkan,
yaitu:
a. Memilih system computer yang akan di pakai, computer main frame atau computer
micro.
Computer main frame bekerja jauh lebih cepat, memuat data jauh lebih besar dan
memiliki jaringan yang dapat di akses di seluruh area rumah sakit. Semua data
pasien seperti sensus pasien, hasil laboratorium dan sebagainya, dapat dikirim
secara elektronik. Namun harus diingat bahwa computer main frame adalah cukup
mahal baik pembelinya maupun operasionalnya. Tidak setiap orang dapat
menggunakannya dan memerlukan pelatihan yang intensif. Software untuk program
pencegahan dan pengendalian IRS bagi computer main frame saat ini masih
terbatas. Mikrokomputer jauh lebih murah dan lebih mudah dioperasikannya oleh
setiap petugas.
102
b. Mencari software yang sudah tersedia dan memilih yang di gunakan. Pemilihan
software harus di lakukan hati – hati dengan mempertimbangkan maksud dan
tujuan dari surveilans yang akan di laksanakan di rumah sakit .
Hasil analisa data di sajikan dalam bentuk table, diagram dan grafik.
Diseminasi
Tujuan diseminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian IRS. Laporan di sampaikan pada seluruh anggota komite,
direktur RS, ruangan atau unit terkait
IADP
Petunjuk pelaporan
Plebitis yang purulen dikonfirmasi dengan hasil positif kultur semi kuantitatif dari
ujung kateter,tetapi bila hasil kultur negative atau tidak ada kultur darah, maka tidak di
laporkan sebagai IADT
Pelaporan mikroba dari hasil kultur darah sebagai IADT bila tidak ditemukan infeksi
pada bagian tubuh yang lain.
103
Instruksi pelaporan
o ICU
o NICU
o Ruang perawatan
- Analisa dengan cepat dan tepat, untuk mendapatkan informasi angka infeksi, lokasi dan
wajtu terjadinya IADP yang memerlukan penanganan atau investigasi lebih lanjut.
ILO
Instruksi pelaporan :
- Jangan melaporkan stitch abscess (inflamasi minimal dan adanya keluar cairan
[discharge]
- Pada tempat penetrasi /tusukan jarum atau tempat jahitan) sebagai suatu infeksi
- Laporkan infeksi pada tindakan sirkumsisi pada bayi baru lahir sebagai CIRC.
- Bila infeksi pada tempat insisi mengenai atau melanjut sampai ke fascia dan jaringan
otot laporkan sebagai ILO profundav(‘deep,incisional SSI”)
104
- Instruksi pencatatan /pelaporan;
- Secara spesifik tempat terjadinya infeksi harus dicantumkan dalam pelaporan ILO
organ /rongga tubuh (lihat juga criteria untuk tempat tersebut)
-Biasanya infeksi organ/rongga tubuh keluar (drains0 melalui tempat incise.Infeksi tersebut
umumnya tidak memerlukan re-operasi dan dianggap sebagai komplikasi dari insisi, sehingga
keadaan tersebut harus diklasifikasikan sebagai suatu ILO profunda Pneumoonia: Hasil
surveilans angka infeksi HAP dan VAP disampaikan ke unit terkait secara Berkesinambunga
Kode ; UTI-SUTI
Kriteria I ; Didapatkan paling sedikit satu dari tanda-tanda dan gejala berikut tanpa
a. Demam ( 38◦ C)
b. Nikuria (anyang-anyangan)
c. Polakisuria
d. Disuria
e. Atau nyeri suprapubik
f. Atau biakan urin porsi tengah (midstream)>10 kuman perml urin dengan jenis
kuman tidak lebih dari 2 spesies dan lekosituria
105
Kriteria 2 ; Ditemukan paling sedikit dua dari tanda-tanda dan gejala –gejala Berikut tanpa
ada penyebab lain :
Kriteria 3 Pada pasien berumur ≤1 tahun ditemukan paling sedikit 1 dari tanda Tanda dan
gejala –gejala berikut tanpa ada penyebab lain :
106
Kriteria 4 : Pada pasien berumur ≥ 1 tahun ditemukan paling sedikit satu dari tanda Tanda dan gejala
berikut tanpa ada penyebab lainnya :
1. Tes carik celup (dipstick) positif untuk leukosit esterase dan atau nitrit
2. Piuria (terdapat ≥10 leukosit/rml atau terdapat ≥3 lekosit/ LPB dari urin yang tidak disentrifus
3. Ditemukan kuman dengan perwarnaan gram dari urin yang tidak disentrifus
4. Biakan urin paling sedikit dua kali berturut-turut menunjukkan jenis kuman yang sama (kuman
gram negative atau S.saprophyticus ) dengan jumlah >100 koloni kuman per ml urin yang
diambil dengan kateter
5. Biakan urin menunjukkan satu jenis uropatogen (kuman gram negative atausaprophyticus )
dengan jumlah .10 5 per ml pada penderita yang telahmendapat pengobatan antimikroba yang
sesuai
6. Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat
7. Telah mendapat pengobatan antimikroba yang sesuai oleh dokter yang menangani
Catatan ;
Biakan positif dari ujung kateter urin bukan merupakan tes laboratorium yang bisa ISK
a. Biakan urin harus diambil dengan teknik yang sesuai ,seperti koleksi
cleancatch atau kateterisasi
b. Pada anak kecil biakan urin s harus diambil dengan kateterisasi buli-
buli atau aspirasi ; biakan positif dari specimen dari kantong urin
tidak dapat diandalkan dan harus dipastikan dengan specimen yang
diambil secara aspetik dengan kateterisasi atau aspirasi suprapubik
107
c. Pada penderita yang waktu masuk rumah sakit sudah dengan infeksi
saluran kemih , maka barundianggap infeksi nosokomial
,biladitemukan kuman penyebab pada waktu penderita masuk rumah
sakit
B Bakteria Asimptomatik :
1. Pasien pernah memakaikatater kandung kemih dalam waktu 7 hari sebelum biakan
urine Ditemukan biakan urine > 105 kuman/ml urin dengan jenis kuman maksimal 2
spesies tanpa lekosituria ,Tanpa gejal gejala /keluhan ; demam ,suhu > 38 ⁰C
,Polakisuria, nikuria,disuria dan nyeri supra pubik.
2. Pada pasien tanpa kateter kandung kemih menetap dalam 7 hari sebelum dibiakan
pertama dari biakan urine 2 kali berturut –turut,Ditemukan tidak lebih 2 jenis kuman
yang sama denganj umlah105 /ml tanpa lekosituria. Tanpa gejala /keluhan : demam,
polakisuri,,disuri,nikuri nyeri supra pubik.
- Lama pemasangan
c Dekubitus
d.Pasca persalinan
1. Faktor risiko harus dicata dengan lengkap pada catatan pasien oleh dokter ,perawat atau
anggota tim kesehatan lain yang menanganai pasien(Kategori I)
2. Pelaksana surveilans menghitung rate menurut faktor risiko spesifik (pemasangan
kateter ) minimal setiap 6 bulan sekali dan melaporkan pada panitia PIN dan sekaligus
meneyebar luaskannya dalam laporan (Kategori II)
3. Pelaksana surveilans membuat ISK kasar pada laporan rumah sakit tiga bulan sekali
108
(Kategori I)
Untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih nosokomial perlu diperhatikan beberapa hal
yang berkaitan dengan pemasangan kateter urin :
A.Tenaga Pelaksana
1. Pemasangan kateter hanya dikerjakan oleh tenaga yang betul –betul memahami dan
Terampil dalam teknik pemasangan kateter secara aspetik dan perawatan kateter
(Kategori I)
2. Personil yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateter harus
Mendapat latihan secara berkala khusus dalam tehnik yang benar tentang prosedur
pemasangan kateter kandung kemih dan pengetahuan tentang komplikasi potensi yang
timbul (Kategori II).
B. Pemasangan Kateter
1. Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila tidak
Diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk kemudahan
personil dalam member asuhan keperawatan pada pasien (Kategori II).
2. Cara drainase urin yang lain seperti ; kateter kondom ,kateter suprapubik ,kateter
selang seling (intermittent) dapat digunakan sebagai ganti kateterisasi menetap bila
memungkinkan (Kategori III)
3. Kebersihan tangan sebelum dan sesudah memanipulasi kateter harus cuci tangan
(KategoriI)
1. Gunakan yang terkecil tetapi aliran tetap lancer dan tidak menimbulkan kebocoran
Dari samping Kateter (Kategori II).
2. Pemasangan secara aseptik dengan menggunakan peralatan steril (Kategori II)
3. Gunakan peralatan seperti sarung tangan ,kain penutup duk ,kain kasa dan Antiseptik
untuk desinfektan hanya untuk satu kali pemasangan (Kategori II)
4. Kateter yang sudah terpasang harus difiksasi secara baik untuk mencegah tarikan pada
Uretra (Kategori I)
109
D. Sistim Aliran Tertutup
1. Irigasi hanya dikerjakan apabila diperkirakan ada sumbatan aliran misalnya karena
Bekuan darah pada operasi prostat atau kandung kemih.Untuk mencegah hal ini
digunakan irigasi kontinyu secara tertutup .Untuk menghilangkan sumbatan akibat
bekuan darah dan sebab lain dapat digunakan selang seling ,Irigasi dengan antibiotik
sebagai tindakan rutin pencegahan infeksi tidak dianjurkan (Katagori II)
2. Sumbatan kateter harus didesinfektan sebelum dilepas (Kategori II)
3. Gunakan semprit besar stril intuk irigasi dan setlah irigasi selesai semprit dibuang
Secara aseptik (Kategori I)
4. Jika kateter sering tersumbat dan harus sering diirigasi ( jka kateter itu sendiri
menimbulkan )maka kateter itu harus diganti (Kategori II)
1. Bahan pemeriksaan urin segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian distal
Kateter ,atau jika lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang tersedia, dan sebelum
urin di aspirasi dengan jarum dan semprit tempat pengambilan harus didesinfektan
(Kategori II)
2. Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urin harus diambil dari kantong
Penampung secara aseptic (Kategori I)
1. 1. Aliran urin harus lancer sampai ke kantong penamoung penghentian aliran secara
Sementara hanya dengan maksud mengumpulkan bahan pemeriksaan untuk
pemeriksaan yang direncanakan (Kategori II)
2. Untuk menjaga kelancaran aliran perhatikan;
a. Pipa jangan tertekuk (Kinking)
b. Kantong penampung harus dikosongkan secara teratur kewadah penampung urin
Yang terpisah bagi tiap tiap pasien. Saluran urin yang terpisah bagi tiap tiap
pasien. Saluran urin dari kantong penampung tidak boleh menyentuh wadah
penampung
3. Kateter yang kurang lancer/tersumbat harus diirigasi ,bila perlu diganti dengan yang
baru4. Kantong penampuang harus selalu terletak lebih rendah dari kandung kemih
(Kategori I)
110
G. Perawatan Meatus
Dianjurkan membersihkan dan perawatan meatus ( selama kateter dipasang dengan larutan
iodine ,walaupun tidak mencegah kejadian infeksi saluran kemih (Kategori II).
H. Penggantian Kateter
Kateter urin menetap tidak harus diganti menururt waktu tertentu secara rutin(Kategori II)
I. Ruang Perawatan
Untuk mencegah terjadinya infeksi silang antara pasien yang memakai kateter menetap maka
pasien yang terinfeksi harus dipisahkan dengan pasien tidak terinfeksi (Kategori III)
Pemantauan bakteriologik secara rutin pada pasien yang memakai kateter tidak dianjurkan
a.Superficial Insisional
Kriteria ; Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari paska
1. Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia
2. Positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang diambil secara asepti
3. Sengaja dibuka oleh dokter karena terdapat tanda perdangan kecuali jika hasil
biakan negative (paling sedikit terdapat satu dari tanda tanda infeksi berikut : nyeri ,
bengkak ,lokal ,kemerahan dan hangat
4. Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
111
a. Petunjuk Pelaporan
1. Jangan laporkan abses jahitan ( inflamasi dan discharge minimal terbatas pada titik
titik jahitan ) sebagai infeksi
2. Jangan melaporkan suatu infeksi local pada tempat tusukan (stab wound) sebagai SSI,
laporkan sebagai infeksi kulit atau soft tissue tergantung kedalamannya
3. Laporkan infeksi pada circumsisi bayi sebagai SST-CIRC /Skin and soft Infection
Circulation Neonatus .Circumsisi merupakan prosedur pembedahan bagi NNIS
4. Laporkan infeksi pada episiotomy sebagai REPR-EPIS.Episiotomi bukan merupakan
prosedur pembedahan bagi NNIS
5. Laporkan luka bakar yang terinfeksi sebagai SST-BURN
6. Bila infeksi incisional mengenai atau meluas sampai ke lapisan fascia dan otot
,laporkan sebagai infeksi luka operasi profunda
7. Masukkan infeksi yang mengenai kedua letak ,superficial dan profunda ,sebagai infeksi
luka operasi profunda
8. Laporkan spesiemen biakan dari insisi superficial sebagai ID (Incisional Drainase)
Kode ; SSI-(ST)
Kriteria ; Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari
paska bedah atau sampai satu tahun paska bedah( bila ada
112
1. Pus keluar dari luka insisidalam tetapi bukan berasal dari komponen
organ/rongga dari daerah pembedahan
2. Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja
dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu tanda
/gejala berikut ;Demam > 38⁰C ,atau terdapat rasa nyeri
terlokalisir/nyeri tekan Jika hasil kultur negative tidak termasuk
kriteria
3. Abses atau terjadinya infeksi yang lain yang mengenai luka iinsisi
dalam yang didapat pada pemeriksaan langsung selama operasi atau
pada saat pemeriksaan radiologi atau histopatologi
1. Luka Insisi dalam primer(DIP) ; luka insisi dalam diidentifikasi sebagai luka insisi dalam
primer bila pada saat operasi terdapat satu atau lebih luka insisi (misal luka insisi Csection
atau insisi dada untuk CBGB
2. Luka insisi dalam Sekunder (DIS) ;diidentifikasi insisi dalam sekunder bila pasien dioperasi
lebih dari satu insisi ( misal insisi kaki untuk donor insisi untuk CBGB)
Bila terdapat infeksi yang mengenai keduanya superficial dan profunda diklasifikasikan
dan dilaporkan sebagai luka insisi dalam, dalam Sistim
Pelaporan.
Infeksi luka operasi yang mengenai luka terbuka rongga atau manipulasi selama
Infeksi luka operasi mengenai rongga pada intraabdomen dilaporkan sebagai SSI-IAB.
113
Kriteria ;
Infeksi yang terjadi dalam 30 hari setelah operasi jika tanpa implant ,bila
dengan prosedur operasi. Dan memenuhi salah satu dari berikut ini :
a. Drainase purulen mengalir dari drainyang beasal dari lokasi luka/stab wound
yang masuk kedalam rongga/organ.
b. Terdapat mikroorganisme yang diambil dari pemeriksaan kultur dari cairan atau
jaringan yang berasal dari lokasi infeksi rongga/organ
c. Terdapat abses atau infeksi lainnya yang mengenai rongga/organ yang
ditemukan pada waktu pemeriksaanselama reoperasi atau pemeriksaan
histopatologi atau pemeriksaan radiologi
d. Diagnosis luka operasi mengenai rongga/organ oleh dr Bedah yang merawat
SISTIM PELAPORAN
Kadang drain organ / rongga yang masuk kedalam insisi ,pada beberapa kasus infeksi
terjadi tidak melibatkan organ reoperasi , tetapi disebabkan oleh komplikasi insisi hal
114
Faktor Resiko Infeksi Luka Operasi
b. Faktor Penjamu;
Malnutrisi berat
d. Jenis operasi dan lokasi operasi dokter ,perawatatan lain atau anggota
tim kesehatan
e. lama perawatan
f. lama operasi
a. Semua factor resiko harus dicatat dengan lengkap pada catatan pasien oleh
dokter,perawat atau anggota tim kesehatan lain yang menangani pasien
(Kartegori I)
b. Klasifikasi operasi harus dicatat pada Laporan operasi atau pada catatan pasien
oleh ahli bedah segera setelah pasien dioperasi (Kategori I)
115
3. Pencukuran rambut daerah operasidilakukan hanyabilamanperlu ,misalnya daerah Operasi
dengan rambut yang lebat. .
Bila menggunakan pisau biasa maksimal di,akkan enam jam sebelum operasi
Bila menggunakan pisau cukur listrik dapat dilakukan lebih lama sebelum operasi dari
pisau cukur biasa
Setelah dicukur diolesi antiseptik (Kategori III)
4. Daerah operasi harus dicuci dengan memakai antiseptik kulit dengan teknik dari
a. Tepat dosis
b. Tepat indikasi (hanya untuk operasi bersih terkontminasi ,pemakaian implant dan
protesis atau operasi dengan resiko tinggi seperti bedah vaskuler.atau bedah jantung
Tepat cara pemberian(harus diberikan secaraintravena,dua jam sebelum operasi
Dilakukan dan dilanjutkan tidak lebih dari 48 jam)
c. Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi penyebab
IDO(Kategori I) Oral ; hanya digunakan untuk operasi kolorectal ,dan diberikan tidak
lebih dari 24 jam (Kategori I) Catatan ; antimikroba yang diberikan pada luka
operasi kotor dimasukkan dalam kelompok terapeutik
2. Anggota tim bedah sebelum setiap operasi harus mencuci tangan dengan antiseptik
Selama 5 menit atau lebih dengan posisi jari-jari lebih tinggi dari siku (Kategori I)
116
3.Antiseptik yang dianjurkan untuk cuci tangan khlorheksidin,iodofor atau heksaklorofen
(Kategori II)
6 .Setiap anggota tim harus memakai sarung tangan steril ,apabila sarung tangan tersebut kotor
harus diganti yang baru
8.Untuk operasi tulang atau pemasangan implant harus memakai dua lapis sarung tangan steril
(Kategori II)
d.Intra Operasi
1. Tehnik Operasi
luka operasi dari tertinggalnya benda asing yang tidak diperlukan (Kategori I)
2. Lama Operasi
Operasi dilakukan secepat cepatnya dalam batas yang aman (Kategori II)
3. Pemakaian Drain
Pemakaian drain harus dengan sistim tertutup baik dengan dengan cara
penghisapan atau dengan gaya tarik bumi, dan drain harus melalui luka tusukan
117
e. Perawatan pasca operasi
a. Untuk Luka kotor atau infeksi kulit tidak ditutup primerr primer( Katagori I)
b. Petugas harus mencuci tangan dengan standar cuci tangan yang baku sebelum dan
sesudah merawat luka.Petugas tidak boleh menyentuh luka secara langsung kecuali
setelah memakai sarung tangan steril (Kategori I)
c. Kasa penutup luka diganti apabila
• basah
• Menunjukkan tanda tanda infeksi
• Jika cairan keluar dari luka,lakukan perwarnaan gram dan biakan
f. Pengendalian lingkungan
a. Semua pintu kamar operasitertutup dan jumlah personil yang keluar kamar operasi
dibatasi (Kategori I)
b. Ventilasi kamar operasi harus diperhatikan dalam
-udara yang sudah disaring masuk ke kamar operasi dari atas
dikeluarkan kebawah
-Frekuensi pergantian 25 kali/jam (Kategori I)
c. Alat-alat operasi setelah dibersihkan dari Jaringan ,darah atau sekrsesi Harus
disterilkan di autoklaf.Kesempurnaan kerja autoklaf harus dicek seminggu sekali
(Kategori I)
d. Kamar operasi harus dibersihkan operasi tidak dipakai diantara 2 operasiTiap hari
walaupun kamar operasi tidak dipakai Tiap minggu (satu hari tanpa operasi untuk
pembersihan menyeluruh (Katagori I)
e. Pemakaian keset dengan antiseptik pada pintu masuk kamar operasi tidak dianjurkan
(Katagori I)
f. Biakan udara dan biakan yang diambil dari personil kamar operasi secara rutin,tidak
diperlukan ,kecuali ada indikasi tertentu (Kategori I)
118
3.PNEUMONIA
Kode ; PNEU-
Definisi ; Pneumonia harus memenuhi paling sedikit satu dari criteria berikut:
Kriteria 1 : Pemeriksaan fisik terdapat ronki basah atau pekak (dullness ) pada perkus
Dan Salah satu diantara keadaan berikut :
bronkus,biopsi
119
Kriteria 3 ; Pasien berumur ≤ 1 tahun didapatkan dua diantara keadaan berikut :
Apnea
Takipnea
Bradikardia
Mengi(Wheezing)
ronkhi basah
Batuk
Kriteria 4 : Gambaran radiologi foto thoraks serial pada penderita umur ≥ 1 tahun
menunjukkan infiltrat baru atau progresif ,konsolidasi ,kavitasi atau efusi pleura
120
Catatan :
-Sputum yang dibatukkan tidak berguna dalam diagnosis Pneumonia tetapi mungkin
c. Kondisi yang mudah menyebabkan aspirasi misalnya pada pemasangan pipa lambung
(nasogastric tube) ,penurunan kesadaran ,dan disfagia
d. Usia tua
e. Obesitas
1. Semua risiko harus dicatat dengan lengkao pada catatan pasien olehndokter ,perawat
atau tim kesehatan lain yang menangani pasien (Kategori I)
2. Pelaksanaan surveilans menghitung rate menuerut factor risiko spesifik minimal jenis
operasi thoraks dan abdomen ,dan ventilasi serta melaporkan pada Tim PPi Rumah
Sakit minimal 6 bulan sekali dan sekaligus menyebar luaskan (Kategori I)
121
4. INFEKSI ALIRAN DARAH PRIMER (IADP)
Letak infeksi ;Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) atau Laboratory Confirmed
Bloodstream Infection (LCBI)
Definisi Infeksi aliran darah primer adalah infeksi aliran darah yang timbul tanpa
adanya organ atau jaringan lain yang dicurigai sebagai sumber infeksi
Ktriteria 1; Terdapat kuman yang dikenal dari satu kali atau lebih biakan darah
ditempat lain
Kriteria 2 ;Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain’
a.Demam (>38⁰ C)
b.menggigil
c.Hipotensi
Dan
122
Kriteria 3 ; Pasien berumur ≥1 tahun dengan paling sedikit ada satu tanda/gejala berikut:
o Demam (>38⁰ C)
o Apnea
o Hipotermi(<37⁰C)
o Bradikardia
Dan
123
Kriteria Nasional
Kriteria IADP 1 2 3
Keterangan :
Yang di maksud dengan flora kulit adalah mikroba kontaminan kulit yang umum,
misalnya difteroid ( Corynebakterium spp), Bacillus spp, Propionibacterium spp, CNS
termasuk Staph. Epidemidis, Streptococcus viridans, Aerococcus spp, Micrococcus
spp.
Hasil kultur darah pada kriteria 2 dan 3, atau ’≥2’ kultur darah : 2 spesimen darah di
ambil dari
lokasi yang berbeda dan dengan jeda Waktu yang tidak lebih dari 2 hari
124
Gambar 1 : Identifikasi dan Kategorisasi Suti dengan kateter menetap (lihat bagian
komentar 7-8 melalui 7-9 untuk rincian penting)
Pasiendengan kateter menetap pada saat pengambilan
spesimen atau pada saat timbul gejala dan tanda
yes no
125
SIMTOM
Umum Usia < 1 tahun
( Gejala
dan Tanda - Dema - Demam
ISK ) m - Hipotermi
- Urgensi - Apneu
- Frekuensi - Bradikardi
Konfirmas - Disuria - Letargia
i - Nyeri - Muntah – muntah
Minor
Mayor
suprapubik
ISK
- Dipstick lekosit esterase atau nitrit positif
Kultur urin pancar tengah 3
- Piuri : lekosit ≥10/mm atau ≥3/LPB unspun-urine
5
- Koloni ≥ 10 / ml - Mikroskopis kuman dg cat Gram unspun-urine
- Jenis kuman uropatogen ≤ 2 - ≥2x ulangan kultur urin kateter/ pungsi suprapubik
5
spesies jenis uropatogen sama, koloni ≥10 /ml
5
- Kultur urin kooni ≤10 /ml uropatogen spesies tunggal,
pasien dalam pengobatan antimikrobaefektif untuk
ISK
- Diagnosis dokter ISK
- Terapi dokter sesuai ISK
126
Tanda dan Gejala
Jumlah
lama hari pemakaian
kateter urin menetap
127
B. RUANGAN ISOLASI
1. Pengertian Isolasi
Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan /penyebaran kuman pathogen
dari sumber infeksi ( petugas pasien,karier ,pengunjung) ke orang lain
128
4.Alat
Alat yang dibutuhkan cukup tersedia
Selalu dalam keadaan steril
Dari bahan yang mudahkeadaan steril
Alat suntuk bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan
Alat yang tidak dipakai . dicuci dan disterilkan kembali
alat tilakukan sesuai yang enun bekas dimasukkan krdalam tempat tertutup
5. Jenis Isolasi
Jenis isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenitas kuman dan cara penularannya
/penyebarannya
a. Isolasi ketat
Tujuan isolasi adalah mencegah penyebaran semua penyakit yang sangat
menular baik melalui kontak langsung maupun peredaran udara.
Tehnik ini mengharuskan pasien memakai pakaian khusus masker dan sarung tangan
serta mematuhi aturan pencegahan yang ketat .misalnya pada pasien penyakit cacar
.difteri atau infeksi Staphylococus aureus karena luka bakar
b. Isolasi Saluran Pernapasan
Tujuan untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran pernafasan
dengan cara kontak langsungdan peredaran udara .Cara ini mengharuskan
pasiebdalam kamar terpisah memakai masker dan dilakukan tindakan pencegahan
khusus terhadap buangan nafas /sputum misal nya pada pasien pertusis,campak
,tuberculosis paru,haemophillus influenza
c. Isolasi ikterik
Tujuan mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit karena disebarkan
kontak langsung dan atau tak langsung dengan buangan dubur pasien kolera
Salmonella shillosis dysentri amuba ,entrokoliris/tinja yang mengandung kuman
penyakit menular .Pasien ini dapat bersama dengan pasien lain dalam satu
kamar,tetapi dicegah kontaminasi silang melalui mulut dan dubur,Misalnya pada
pasien kolera. Slshillosis. dysentri amuba ,entrokolitis , Staphylococus
d. Isolasi Luka dan Kulit
Tujuan untuk mencegah kontak antara kuman pathogen yang disebarkan oleh
kontaklangsung luka, kulit atau benda yang terkontaminasi dengan pasien,Pasien
ini lebih baik ditempatkan dikamar tersendiri.Petugas yang berhubungan langsung
129
harus memakai pakaian khusus,masker dan sarung tangan.aaaapaencegahan
khusus harus pada waktu penggantian balutan . Misalnya pada pasien gas gangrene
pus,dan infeksi kulit yang menyeluruh/luka bakar
130
C.PERSIAPAN PENDERITA PRA OPERASI
1.Sebelum penderita dirawat di rumah sakit
a. Tujuan ;Mempersiapkan penderita sehingga waktu rawat inapnya sebelum menjalani
operasi dapat diperpendek
b. yang dapat dilakukan ;
-Menghilangkan penyakit penyakit penderita
-Memperbaiki keadaan umum
-Menjaga /,memperbaiki kebersihan kulit daerah operasi
2. Selama penderita dirawat di rumah sakit yang dilakukan Melanjutkan apa yang dikerjakan
sebelum penderita dirawat dirumah sakit’ Bberapa keadaan mengharuskan penderita dirawat
dirumah disaki.
Sebelum operasi umtuk memperbaiki keadaan antara lain;
a. Penderita dengan gangguan elektrolit
b. B.Dekompansasi kordis
c. Hipertensi
Pada penderita ini kemungkinan terjadi HAIs Pada saat mendekati Operasi Rambut daerah
operasi ; -Pagi hari dicukur karena kemungkinan terjadi infeksi
-Dicukur dengan alat cukur bukan pisau cukur
-Permukaan yang dicukur harus cukup luas seingga tidak
-menimbulkan persoalan bila luka insisi diperluas.Pagi hari
sebelum operasi pasien harus mandi yang bersih kalau perlu dengan Antiseptik
Kulit : Persiapan daerah operasi harus dibawah ini:s dilakukan oleh salah satu
-Dokter ,Perawat , Petugas kamar operasi ;harus memakai sarung tangan steril
-Daerah operasi harus dicuci dengan sabun Kemudian dikompres dengan salah satu
-Chlorheksidin
- Alkohol
-Povidon iodine,kecuali pada daerah terbuka
misalnya;operasi pada daerah muka
131
D. PERSIAPAN PEMASANGAN KATETER INTRAVENA
a. Bersihkan kulit yang akan ditusuk dengan sabun ,selanjutnya diikuti dengan
pemberian povidone iodine
b. Gunakan tehnik aseptik pada waktu penusukan (dengan sarung tangan steril, hindari
meraba vena tanpa sarung tangan steril dan usahakan hanya dengan satu kalli tusukan
langsung masuk)
c. Setelah kateter berhasil dipasang ,lakukanfiksasi yang baik ,karena setiap pergerakan
dari kateter atau jarumnya dapat menimbulkanresiko kolonisasi kuman diujung
kateter.
d. Berikan salep anantibiotika pada tempat tusukan.kemudian tutup bagian tersebut
dengan kasa steril atau plester yang berpori salaep antibiotika yang mengandung
neomycin ,tetrasiklin ,basitracin ,polimiksin .nistatin maupun povidone iodine
e. Tulis tanggal serta jam pemasangan kateter pada plester penutup kateter tersebut.
f. Kateter hendaknya diganti tiap 72 jam ,meskipun belum ada tanda- tanda nyeri
peradangan ,panas atau hanya keluar nanah pada tempat tusukan /sepanjang vena
yang ditusuk secepatnya kateter harus diganti arau dilepaskan dan Dianjurkan
pembiakan ujung kateter.
g. Lakukan pengawasan setiap hariterhadap cairan infuse yang dipakai ,set infuse,
kateter ,vena serta kulit disekitarnya .Hindari manipulasi yang tidak perlu terhadap
Kateter ataupun karumnya .Bila pengobatan cairan dibutuhkan lebih dari 48 jam,
tempat infus harus diganti minimal 72 jam
h. Jangan gunakan set infus untuk pengambilan contoh darah maupun pemberian obat-
obatan tambahan.Pemberian obat-obatan tambahan dapat dilakukan dengan menusuk
karet infuse bagian distal dengan cara aseptik ,atau dengan menggunakan konektor
.Setelah selesai menyuntik jarum suntik harus segera di;lepaskan dari karet
infuse.Sistim infus harus tetap terjamin tertutup rapat selamanya .
i. Jangan sekali-kali memasukkan cairan kedalam set infuse bila terjadi pembuntuan.
Setiap kali terjadi Malfungsi atau pembuntuan dari infus, merupakan petunjuk
kemungkinan telah ada kolonisasi.kuman dalam set infuse karena itu set infus harus
segera diganti.
j. Hindari pemakaian multidose vial (penggunaan satu botol obat suntik untuk
beberapakali pemakaian ) sebagai tambahan bila terpaksa memakainya.
k. Kateter sebaiknya lebih sering diganti bila infus set dipakai untk transfusi darah atau
pemakaian cairan hipertonik.
132
l. Bila timbul tanda-tanda septicemia yang diduga akibat pemakaian kateter intra vena,
sambilmenunggu septikemia hasil biakan kuman dapat dipertimbangkan antibiotika
spektrum luas untuk kuman- kuman gram positif dan gram negatif.
Tujuan
Mengeluarkan gas/udara ,cairan,darah,pus dari rongga pleura ,toraks dan ruang
Mediastinum
Memulihkan pengembangan paru dan fungsi kardiorespirasi, trauma atau kondisi lain
/pembedahan
Indikasi
-Pneumotoraks
-Hemotoraks
-Empyema/pyo pneumotoraks
-Hidropneumotoraks
-Pasca bedah paru atau jantung/torakhoskopi
Lokasi pemasangan /penusukan kateter /selang dada Untuk mengeluarkan udara ; pada sela
iga 3 dan 4 Untuk mengeluarkan cairan ,darah ,pus ; pada sela iga ke 8 dan 9
Bisturi
133
Klem besar 2 buah
PROSEDUR KERJA
1. Bawa pasien ke kamar tindakan,atur posisi,setelah duduk pasien diangkat keatas
pada sisi paru yang sakit
2. Dekatkan alat yang telah disiapkan kedekat,letakan hasil foto rontgen pada
lampu baca rontgent.
3. Dokter melakukan insersi dengan urutan sebagai berikut ;
Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril nsersi dengan bisturi2%
Desinfeksi daerah penusukan ,anestesi lokal dengan lidokain i2%
Melakukan punksi dengan iv catheter no 14 dan ambil dan ambil cairan dengan syringe
10 cc atau 5 cc untuk pemeriksaan
Melakukan pelebaran insersi dengan bisturi
Masukkan trocard sesuai ukuran untuk pneumottoraks nomor 20 dan untuk empyema
nomor 24
Masukkan kateter WSD (nelaton /disposibel) melalui trocard
Fiksasi kateter WSD dengan menjahit dikulit dengan side 3-0 selama dijahit kateter
WSD diklem.
Hubungkan kateter dari rongga pleura ke selang WSD dengan menggunakan konektor
steril,sambungan harus paten ,tidak boleh bocor,plester dengan baik.
Selang WSD; harus terendam 2,5 cm didalam botol yang berisi desinfektan yaitu
Betadine 20 CC + Na CL 0,9 5(aquabidest)= 200 cc kemudian beri tanda jumlah cairan
awal ;untuk memudahkan pemantauan penambahan darah/cairan yang keluar dari
rongga pleura.
134
Mengobservasiadanya undulasi pada selang WSD, perhatikan iramanya sesuai dengan
respirasi,jika terlalu tinggi /kencangkemungkinan adanya fistel bronkopleura
Menjamin /menjaga agar tidak terlipat/tertekuk
Milking (mengerut) selang WSD bila perlu ( bila ada darah ,cairan ,pus) disepanjang
selang tetapi sudah turun kedalam botol WSD
Memantau cairan ,darah.pus yang keluar dari rongg pleura setiap jam pertama setelah
insersi kateter,selanjutnya sesuai dengan indikasi dengan indikasi
Ukur dan catat cairan ,darah ,pus keluar,
Observasi dengan segera,laporkan bila terdapat tanda-tanda;RR cepat &dangkal,
empisema subcutis,Sianosis atau pe darahan .
1. Botol WSD harus arus lebih rendah dari rongga dada,jika diperluka untuk lebih tinggi
harus ;diklem lebih dulu untuk mencegah isi botol refluks ke Asendens
Asendens.(rongga pleura)
2. Botol WSD diberi tempat /wadah agar aman dan tidak pecah
3. Letak dan panjang selang dari pasien ke botol tidak boleh terlalu panjang atau terlalu
pendek boleh terlalu panjol t ke botdek ,ukur selang yang panjangnya nyaman/leluasa
untuk miring kiri atau kekanan
4. Kelancaran drainage harus ‘air tight ,cek semua sambungan tidak bocor, selang
minimal 8 jam sekali atau setiap berubah posisi
135
Letakkan kantung penampung air kemih selalu lebih rendah dari kandung kemih, untuk
mencegah aliran air kemih kembali
Kosongkan kantung penampung dari bawah secara teratur , untuk menghindari
kemungkinan kantung terlalu penuh isinya
Bila diperlukan pengambilan contoh air kemih ,hendaknya dilakukan pipa kantung
penampung.
Selama kateter terpasang ,sistim aliran air harus tetap terjaga tertutup baik (closed
Urinary Drainage) Bila timbul tanda- tanda septikemia yang diduga akibat kateterisasi
,dapat diberikan antibiotika bersektrum luas untuk gram positip dan gram
negative.Sementara menunggu hasil biakan kuman,kateter dapat diganti dengan yang
baru termasuk kantong penampungnya)
H. PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
Penggunaan Antibiotika di RSUD Budhi Asih diarahkan oleh PPIRS Budhi asih
melalui hasil Laporan Pola Kuman Lokal dari masing masing ruangan dengan sistim laporan
pola resistensi dengan sistim laporan dari WHONet secara berkala 6 bulan sekali.Prnggunaan
Antibiotika di RSUD Budhi Asih berdasarkan pola kuman lokal tersebut.Penggunaan
antibiotika rasional disarankan kesemua satuan medis.Fungsional dengan memakai nama
generic yang sesuai tercntum dalam daftar formulrium RS yang telah disepakati Hasil Laporan
pola kuman 2009,2010 2011 2012 Terdapat hubungan antara pola resistensi kuman /koloni
kuman dengan kepatuhan kebersihan tangan setelah diterapkan kebersihan tangan dan
kepatuhan meningkat dari hasil audit kebersihan tangan sejak 2009,2010 ,2011 ,2012 terdapat
penurunan resistensi kuman dan sejalan dengan peningkatan kepatuhan kebersihan tangan.
Tetapi terdapat peningkatan resistensi pola kuman Klebsiella Pneumoni 2009 ,2010 KPPIRS
mengusulkan pengurangan penggunaan cephaloprin pada tahun 2011 terjadi penurunan
resistensi ,tahun 2012 meningkat kembali.(lihat hal 265-275)
136
Tujuan
1. agar penggunaan antibiotika berdasarkan pola kuman lokal dansesuai dengan daftar
formularium Farmasi
2. Mencegahnya terjadi resistensi terhadap obat standar sesuai pola kumn yang sering
dipakai.
PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA 1
TIDAK DIBATASI
Sudah digunakan sejak waktu lama
Keamanan dan efektivitasnya sudah diketahui
Penggunaan nya tidak banyak
Harga murah
Sering menyebabkan kekebalan kuman
DIBATASI
Keamanan belum terjamin
Kemungkinan menimbulkan kekebalan kuman cukup tinggi
Harga tidk murah
Melalui pemeriksaan Kultur kuman dan Uji kepekaan terhadap antibiotika harus dilakukan
pada penyakit penyakit;
1.Infeksi Saluran Pernapasan Atas
2.Infeksi Saluran Pernapasan Bawah
3.Infeksi Saluran Cern
Infeksi Saluran Kemih
5.Infeksi Luka Operasi
6.Sepsi
7.Bakteremia
137
PEMANTAUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA
Pemantauan dilakukan melalui;
Resep dr
2.Efek Samping obat
Pada penderita yang akan dioperasi antibiotika diberi kan 1 jam sebelum operasi
138
Seleksi Ya berdasarkan faktor Idem Idem Tidak dilakuka
Waktu masuk resiko pasien, Swab Idem
Swabhidung.,rectalluka,te Rectal Tergtg
mpat keluar Epidemiologi
Setempat
Kewaspadaan ya ya ya ya
Isolasi
139
transmissi menurun /tdk
140
J.STERILISASI DAN DEKONTAMINASI
TUJUAN
Untuk mematikan semua mikroorganisme termasuk sporanya pada suatu alat atau bahan
.Sterilisasi adalah cara yang paling aman dan paling efektif untuk pengobatan alat kesehatn
yang berhubungan langsung dengan darah jaringan dibawah kulit secara normal bersifat
steril. Metode sterilisasi
1.1 sterilisasi cara Fisika;
Sterilisasi Basah dilakukan dengan uap panas pada tekanan tertentu misalnya
Autoclave ini paling efektif karena suhu yang dicapai melebihi titik didihair
yaitu 121⁰C -134⁰C dan lama sterilisasi pada umumnya 20 menit.Lama
sterilisasi dihitung mulai dari saat suhu mencapai 121⁰untuk bahan kain kasa
dan kapas Sebaiknya isi autoclave tidak melebihi 75% Untuk mengawasi
kwalitas sterilisasi basah digunakan spora tahan panas misalnya Bacillus
Stearthermophilus. Bila serilisasi dengan autoclave tidak dimungkinkan ,dapat
dilakukan desinfeksi tinggi denganperebusan air mendidih selama 20 meni
Sterilisasi Kering; Dilakukan dalam oven (listrik atau gas) membutuhkan sushu
yang lebih tinggi yaitu umumnya 150⁰ -170⁰ dengan wktu 2 jam pada
suhu180⁰ C .Digunakan terbatas untuk gelas (tabung ,petri) bahan minyak ,gel
atau bubuk yang rusak dengan uap
1.2.Sterilisasi cara gas; tidak dilakukan di RSUDB udhi Asih
1.3 Sterilisasi Cara penyaringan ( Filtrasi)
Merupakan metode sterilisasi yang dipakai untuk larutan yang tidak tahan panas
seperti serum ,plasma atau tripsin
141
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Hal tersebut dapat meningkatkan resiko petugas kesehatan tertular karena tertusuk
Jarum atau terpajan darah /cairan tubuh yang terinfeksi.Sementara pasien dapat tertular melalui
alat yang terkontaminasi atau menerima darah atau produk darah yang terkontaminasi
-Dianjurkan diberikan imunisasi hepatitis .,BCG bagi yang belum pernah
-Menggunakan APD saat kontak dengan bahan yang berbahaya/B3
I.PPI TB
PenularanTB pada petugas Kesehatan ; Adalah kombinasi Pencegahan dari
Pengendalian Infeksi yang bertujuan menurunkan resiko transmisi TB di RS
Seleksi dari kombinasi Pengendalian infeksi yang berdasarkan program yang disesuaikan
oleh kemampuan menurut keadaan setempat,iklim dan kondisi sosio-ekonomi
142
SISTEM VENTILASI RUANG ISOLASI
ALAT PELINDUNG DIRI
Adalah kombinasi Pencegahan dari Pengendalian Infeksi yang bertujuan menurunkan
resiko transmisi TB di RS Seleksi dari kombinasi Pengendalian infeksi yang berdasarkan
program yang disesuaikan oleh kemampuan menurut keadaan setempat,iklim dan kondisi
sosio-ekonomi
STRATEGI PENCEGAHAN
Kepatuhan Respirasi Hygiene
Pertimbangkan kebutuhan akan ruang isolasi
Melakukan pengendalian sekret respirasi dengan benar.
Menggunakan APD yang benar
Pertimbangkan penggunaan masker pada TB yang menular
Hindari aktivitas yang menimbulkan aerosol di tempat terbuka untuk umum
Kebersihan Tangan
TRANSMISSI PENULARAN TB
1. Berasal dari selama waktu batuk dan bersin atau tindakan seperti suksion dan
bronkhoskopi .
2. Partikel kecil ukuran<5Um mikroba dapat berpindah dalam udara sampai sejauh 2m
dari sumbernya serta berada tetap dalam udara dan dapat terinhalasi Seperti pada ;TB
Paru,Varricella, dan campak
RUANG LINGKUP PPI TB
1. Secara rutin memeriksa pasien TB dengan BTA 3x n MDR TB dan mengatur
2. penempatan pasien yang tergantung dari ; BTA+ atau BTA – dan
MDR/XDRTB .penderita BTA+ dengan BTA +.BTA – dengan BTA
3. MDRTB HARUS DENGAN RUANG ISOLASI BERTEKANAN
NEGATIVE penderita tidakboleh keluar ruangan bila tidak perlu sampai hasil
BTA 3x negative.,RS Tugu Ibu bila ada kasus MDR TB /kasus HIV dengan
BTA + irujuk ke RSU PERSAHABATAN
143
LANGKAH PENCEGAHAN TRANSMISSI TB DI RS;
a. TRIAGE;Pasien dengan gejala batuk kronik (> 2 minggu) yang belum jelas
penyebabnya dan atau dengan gejala lainnya curiga TB segera diperiksaannya curiga
TB segera diperiksa
b. Edukasi – Pasien yang teridentifikasi saat proses penyaringan diberikan edukasi tentang
etika batuk.
c. Pisahkan – suspek atau pasien TB sebaiknya mempunyai ruang tunggu terpisah dengan
pasien lainnya, ruang tunggu memiliki ventilasi yang baik, pasien diberikan masker
atau tisu untuk menutup mulut dan hidung
d. Pasien yang memiliki gejala harus dilayanisegera untuk mengurangi waktu pajanan
kepada pasien lain/pengunjung lain
e. Pemeriksaan untuk diagnosis TB harus segera dikerjakan
PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Alat dan tindakan untuk menurunkan konsentrasi kuman di udara yang diperkirakan
sudah terkontaminasi
Ventilasi natural ; Sinar matahari dengan jendela terbuka
Ventilasi Mekanik
Ruang Isolasi
Ultraviolet germicidal irradiation (UVGI)
Sistem filtrasi udara
Sruktur Desain, konstruksi, renovasi, atau reorganisasi
A. Bidang Tekhnik ;
Ventilasi alamiah dengan jendela terbuka dan masuk sinar matahari resiko
penularan secara airborne lebih rendah dibanding dengan ventilasi buatan dengan
tekanan negatif dan relatif biaya lebih murah dan terutama untuk dinegara tropis
dengan sinar matahari yang cukup
B .Bidang Administrasi :
-Identifikasi pasien dengan tanda/gejala TB
-Isolasi kasus Suspek TB
-Terapi secepatnya untuk kasus TB aktif
144
C. Peralatan Pelindung Diri:
Digunakan untuk membatasi penularan airborne terdiri dari masker bedah untuk pasien dengan
gejala klinis TB diruang rawat jalan dan rawat inap,dan petugas juga menggunakan masker
bedah ,masker N95 untuk MDR TB
145
FAKTOR YANG DAPAT MENURUNKAN RESIKO HAI’s TB PADA PETUGAS
KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
Komite penanggulangan TB RS/ TB DOTS
Peningkatan kesadaran mengenai TB diantara Penderita HIV+
3. Penempatan penderita suspek TB atau denganfoto thoraks abnormal dengan
kamar /ruang
isolasi dengan pintu tertutup dan sistim
ventilasi khusus dengan alamiah /atau buatan
Hindari prosedur induksi sputum dan Menghindari penggunaan terapi dengan
pentamidine secara aerosol karena penularannya sangat luas
Menetapkan jumlah petugas yang cukup terlatih dan adekuat untuk pemeriksaan rutin
sputum BTA langsung dan segera setiap hari
Pengobatan awal obat anti TB dengan kombinasi dosis tetap dengan regimen 4 Jenis
obat
Penderita TB dikamar isolasi hanya diijinkan meninggalkan kamar untu keperluan
pemeriksaan medis saja dan harus selalu menggunakan masker bedah bila keluar kamar
Penggunaan pintu dengan otomatis tertutup pada ruang isolasi
Isolasi dilakukan sampai hasil pemeriksaan sputum bakteri tahan asam yg ke 3 telah
negatif
Petugas Kesehatan dengan gangguan sistim imun dilarang kontak dengan atau
merawat penderita TB
146
Kewaspadaan isolasi pada TB;
POTENSIAL NON
INFEKSIUS INFEKSIUS
147
b. KEWASPADAAN ISOLASI penderita TB dengan daya tahan tubuh menurun
DENGAN TEKANAN
NEGATIV
148
ISOLASI TB DI HENTIKAN
-1Bila telah 14 hari mendapat terapi yang sesuai
2.MDR TB;Isolasi harus dilanjutkan kalau semua prosedur PPI sampai sputum BTA x
telah negativ
PETUGAS;’
Hanya petugas yang telah mendapat vaksinasi BCG boleh merawat pasien TB dengan BTA+
KEBERSIHAN TANGAN
Tangan harus selalu dibersihkan sebelum dan setelah kontak dengan pasien
PROSEDUR PEMBERSIHAN;
-dapat digunakan deterjent untuk yang akan dipakai ulang
-Semua peralatan sekali pakai -linen yangdigunakan digolongkan yang
Penatalaksanaan penderita suspek TB/Konfirm TB Paru dengan sputum BTA+ di ruang
operasi
a. TIM Klinisi yang merawat pasien harus benar benar memberitahukan kepada petugas
di kamar operasi bahwa penderita tersebut adalah penderitaTB agar dilakukan
pengawasan sesuai prosedur untuk TB
b. Penderita TB harus ditempatkan dalam daftar operasi yang terakhir kecuali bila kondisi
pasien gawat dan memerlukan tindakan segera
149
c. Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi segera langsung masuk kamar
operasi tidak diperbolehkan menunggu dilingkungan kamar operasi
d. Masker bedah harus dipakai pasien selama pasien dipindah kekamar operasi
e. Peralatan untuk ventilasi dan pernapasan digunakan alat yang sekali pakai
f. Petugas anestesi dan petugas diruang pemulihan harus menggunakan masker FF2
g. Sarung tangan dan baju aprons harus dipakai selama kontak dekat dengan penderita
h. Spesimen diberi label dengan tanda berbahaya
i. Pasien harus dipulihkan kesadarannya diruang kamar operasi /ruang anestesi, tidak
boleh diruang pemulihan
j. Pasien segera dipindahkan langsung kembali ke ruangan single room dan
Menggunakan masker bila kondisi pasien telah kembali sadar Kontak penderita
dengan lingkungan segera dibersihkan dengan detergent
II. Penatalaksanaan penderita TB Diluar Paru/TB dengan sputum BTA- dan hasil kultur
BTA + di ruang Operasi
a. Tim Klinis yang merawat penderita TB dikamar operasi sebelumnya diberitahu agar
dilakukan prosedur PPI TB Peralatan ventilasi dan respirasi digunakan yang sekali
pakai
b. Petugas anestesi dan petugas ruang pemulihan menggunakan masker FF2
c. Sarung tangan dan baju apron harus digunakan bila kontak dekat dengan penderita
d. Spesimen diberi label berbahaya
e. Kontak permukaan bekas penderita dibersihkan dengan deterjent dan air
1. Cuci tangan
a. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah kontak pasien
b. Segera cuci tangan setelah melepas sarung tangan
c. Gunakan cairan antiseptik pada waktu cuci tangan
d. Tidak menggunkan hand rub ( pengganti cuci tangan )
2. Gunakan Sarung tangan
a. Gunakan sarung tangan jika kontak dengan pasien
b. Gunakan sarung tangan jika menyentuh darah , cairan tubuh pasien ( sekresi ,
ekskresi)
c. Gunakan sarung tangan steril jika melakukan tindakan invasif dan sarung
tangan non steril pada tindakan non invasif
150
d. Gunakan sarung tangan jika mencuci peralatan pasien yang kontak dengan
darah atau cairan tubuh pasien
e. Gunakan sarung tangan dua lapis atau mengganti sarung tangan bila melakukan
operasi waktu lama
f. Segera melepas sarung tangan jika selesai melakukan tindakan
g. Jangan membawa sarung tangan keluar ruangan pasien
h. Segera buang sarung tangan ke tempat sampah infeksius
3. Gunakan Masker dan pelindung mata
a. Gunakan masker jika melakukan tindakan yang memungkinkan membrane
mukosa hidung, mulut dan mata terkena percikan darah, cairan tubuh
b. Segera melepas masker dan pelindung mata setelah selesai melakukan tindakan
c. Buang masker pada tempat sampah infeksius, jangan menggantung di leher.
d. Segera lakukan dekontaminasi dan desinfeksi pelindung mata dan tempatkan
pelindung mata pada tempatnya
4. Pakai apron/gaun
a. Gunakan apron selama melakukan tindakan yang memungkinkan kulit atau
pakaian terkena percikan darah atau cairan tubuh
b. Segera melepas apron setelah selesai melakukan tindakan
c. Jangan membawa apron keluar ruangan pasien
5. Peralatan Pasien
a. Gunakan peralatan pasien seperti stetoskope, tensi meter, termometer tersendiri,
jika tidak memungkinkan lakukan desinfeksi peralatan terlebih dahulu sebelum
digunakan pada pasien lain
b. Segera lakukan dekontaminasi dan desinfeksi peralatan yang digunakan pasien
c. Segera buang peralatan yang sekali pakai pada tempatnya
d. Segera bersihkan dan desinfeksi trolley setelah melakukan tindakan
6. Pengendalian Lingkungan
a. Tidak perlu melakukan fogging ruangan
b. Lakukan pembersihan seluruh ruangan dua kali sehari atau bila perlu
c. Lakukan desinfeksi seluruh permukaan ruangan setiap hari atau bila perlu
d. Batasi jumlah pengunjung maksimum dua orang sekali berkunjung
e. Batasi waktu berkunjung maksimum lima menit setiap kunjungan
f. Batasi personil yang menangani pasien
g. Minimalkan peralatan di ruang pasien
151
7. Penanganan Linen
a. Pisahkan linen yang ternoda dengan darah atau cairan tubuh pasien dengan
linen yang tidak ternoda
b. Tempatkan linen pada kantong plastik kuning
c. Jika pakaian personil terkena darah atau cairan tubuh pasien lakukan desinfeksi
d. Jangan menempatkan linen kotor pada permukaan lantai atau meja
8. Penanganan Limbah
a. Pisahkan limbah infeksius dan non infeksius
b. Tempatkan limbah padat infeksius pada kantong plastik kuning dan limbah non
infeksius pada kantong plastik hitam
c. Tempatkan limbah benda tajam pada kontainer yang sudah disediakan ( kardus
kuning)
d. Limbah cair dibuang pada tempat yang sudah ditentukan: wastafel ruang kotor
9. Kesehatan Karyawan
a. Jangan membengkokkan atau mematahkan jarum
b. Jangan menutup kembali jarum dengan menggunakan dua tangan
c. Jika harus menutup kembali jarum gunakan dengan satu tangan
d. Jangan menempatkan jarum sembarangan tempat seperti diatas tempat tidur,
diatas trolley
e. Kalau masih steril tempatkan pada kontainer yang steril, kalau sudah dipakai
segera buang pada tempatnya
f. Segera lapor jika terjadi kena tusukan jarum atau benda tajam
g. Karyawan yang terinfeksi tidak dibenarkan merawat pasien
h. Pemberian imunisasi pada semua karyawan terutama yang terpapar langsung
dengan pasien
i. Pemeriksaan kesehatan secara berkala
152
10.Penempatan Pasien
153
Apron/gaun
Pisahkan linen yang ternoda dengan darah atau cairan tubuh pasien
dengan linen yang tidak ternoda
Tempatkan linen pada kantong plastik
Jika pakaian personil terkena darah atau cairan tubuh pasien lakukan
desinfeksi
Jangan menempatkan linen pada permukaan lantai atau meja
154
Penanganan Limbah
Transportasi Pasien
155
II. PENGENDALIAN INFEKSI DI INSTALASI GIZI
Pendahuluan
Dapur memegang peranan penting dalam mencegah menyebarbya infeksi. Tampa sanitasi dan
keamanan yang tepat untuk makanan dan peralatan, kejadian luar biasa untuk penyakit yang
dibawa oleh makanan dapat terjadi.
156
Gunakan kompor yang tidak berasap untuk mencegah karyawan terkena komplikasi
pernafasan
Semua permukaan dan lantai tempat kerja harus dijaga supaya bebas debu dan sering
dibersihkan dengan desinfektan yang sesuai .
Langkah-langkah prosedural harus dijalankan sejak awal kedatangan spesimen di unit
lab sampai saat disingkirkan oleh petugas pembuangan limbah.
Penyimpanan dan pengambilan darah untuk transfusi sesuai prosedural.
Menggunakan lat pelindung diri sesuai jenis pekerjaan ( Masker, sarung tangan,apron )
Cuci tangan ditekankan langsung pada saat setelah bersentuhan dengan spesimen dan
saat akan meninggalkan tempat kerja
Semua material yang diketahui terkontaminasi harus diberi tanda yang jelas
Mengidentifikasi, mengumpulkan, menyerahkan dan menggarap spesimen untuk semua
pasien yang terinfeksi ( isolasi ) perlu diberlakukan khusus .
Merokok dan makan di dalam lab kapan saja dan oleh siapa saja, tidak diperbolehkan
dan sangat berbahaya
Petugas lab harus memiliki kebijakan yang mengatur tentang penanganan darah dan
produk darah dan menggunakan standar peralatan yang telah ditetapkan.
Tempat kerja harus dibersihkan seluruhnya dan di disinfeksi setiap hari atau lebih
sering bila diperlukan dengan cairan germicidal yang telah ditentukan.
Semua percikan darah atau produk darah harus digosok langsung dan tempat percikan
dibersihkan dengan cairan germicidal.
Pergunakan alat pelindung diri setiap melakukan tindakan pekerjaan
Kontainer-kontainer bekas harus diperlakukan sebagai sampah terinfeksi.
Sebelum Operasi
o Operator dan manejer ruangan operasi diberitahu secara lisan maupun tertulis
tapi rahasia bahwa pasien mengidap HIV
- Gunakan sarung tangan pada saat melakukan tindakan yang memungkinkan kontak
dengan cairan tubuh pasien seperti saat memasang infus, menyuntik, mamasang
ETT
- Gunakan kacamata / goggle pada saat melakukan tindakan yang memungkinkan
terkena percikan cairan tubuh pasien ( Operator, Asisten Operator, Instrumentator ).
- Gunakan baki / tray jika instrumentator memberikan benda tajam kepada operator
atau sebaliknya ( mencegah luka tusuk)
- Operator menggunakan sarung tangan dua lapis atau mengganti sarung tangan bila
operasi berlangsung lama
- Bersihkan cairan tubuh pasien yang melekat di badan pasien ( untuk menghindari
kontaminasi kepada orang lain)
- Beritahupetugas laboratorium pasien mengidap HIV jika mengirim spesimen untuk
pemeriksaan
Sesudah Operasi
159
V.ISOLASI PASIEN
- Peralatan kesehatan yang akan digunakan ulang harus melalui proses desinfeksi dan
sterilisasi sebelum digunakan kepada pasien lain
160
VI.PENGAMBILAN DAN PENGIRIMAN SAMPEL
Pengambilan Sampel
Macam-macam sampel
1. Sampel Darah
a. Darah dengan antikoagulan K3. DTA (tabung dengan tutup warna ungu), umumnya
untuk pemeriksaan hematologi glikohemoglobin
b. Darah dengan antikoagulan Na. Sitras (tabung dengan tutup warna biru). Umumnya
untuk pemeriksaan hemostasis
c. Darah dengan antikoagulan heparin (biasanya pada spuit 1 CC), umumnya untuk
pemeriksaan analisa gas darah (Astrup)
d. Darah tanpa koagulan (tabung dengan tutup warna merah atau pada spuit 3 CC atau 5
CC atau 10 CC). Umumnya untuk pemeriksaan parameter kimia dan imunoserologi.
e. Darah untuk pemeriksaan kultur. Biasanya pada spuit 5 CC atau 10 CC
161
2. Sampel Urin
a. Urin dalam botol atau ”cup” steril untuk pemeriksaan kultur urin
b. Urin dalam botol atau ”cup” biasa. Untuk pemeriksaan urin rutin
3. Sampel Feses
5. Sampel lain
Misalnya sampel hapusan luka, pus, dari kateter urin-kateter, intravaskular, slang
endotrakheal atau dari luka dekubitus.
Pengiriman sampel
Sebaiknya sampel dikirim dalam tempat khusus sehingga tidak terkontaminasi atau tercemar.
Transportasi untuk kultur dan tes resistensi media thioglikolat yang ditambahkan vit. K dan
haemin untuk kultur anaerobik.
Transwap yaitu sistem transportasi komersil untuk bakteri aerobik maupun anaerobik
Setiap unit berisi pack peel steril yang mengandung batang swap steril dengan ujung
dacron/rayon yang akan dimasukkan ke dalam media transport Amies (mengandung Na.
Thioglikolat) setelah sampel di ambil.
Macam-macam Kultur
Kultur Darah
Mengambil sampel dengan menggunakan sarung tangan steril. Bersihkan daerah punksi vena
atau swap kluit melingkar dengan arah dari dalam keluar dengan menggunakan alkohol 70%.
Biarkan kering menguap, selanjutnya ambil 5 – 10 CC darah, langsung kirim ke laboratorium,
dilaboratorium jarum spuit diganti jarum steril baru dan darah dimasukkan ke dalam botol
media secara aseptik, kemudian diinkubasi lakukan 2-4 kali kultur darah dalam waktu 24 – 36
jam.
162
Bersihkan kulit sekitar kateter dengan alkohol 70%, keluarkan kateter secara aseptik gunting 5
cm dari ujung distal dan masukkan ke dalam penampung steril yang disediakan dari
laboratorium dan segera kirim ke laboratorium untuk mencegah pengeringan. Dilaboratorium
akan dimasukkan ke tabung kaldu brain heart infusion (BHI) secara aseptik kemudian akan
diinkubasikan.
Kultur Urin
Bersihkan tempat kateter dengan alkohol 70 % ambil urin secara aseptik ke penampung steril.
Kultur Sputum
- Gunting ujungnya dan masukkan ke dalam wadah steril yang disediakan dari
laboratorium
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diikubasikan
Kultur Dari Luka Dalam, Abses
- Lakukan disinfeksi permukaan luka dengan alkohol 70% kemudian dengan larutan
iodine
- Bila memungkinkan aspirasi pus dari bagian terdalam luka dengan spuit steril dan tutup
ujung jarum dengan tutup botol karet atau bengkokkan jarum atau swap luka bagian
dalam
- Bila pengambila sampel pada saat operasi, dinding abses sebaiknya juga diambil untuk
kultur dan tes resistensi
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan.
- Potong ujung jarung infus yang masuk ke vena pasien (2-3 cm) dan masukkan ke
dalam wadah steril yang disediakan dari laboratorium
- Langsung kirim ke laboratorium untuk dimasukkan ke dalam tabung BHI secara
aseptik yang kemudian akan diinkubasikan
Kultur tinja
165
- Jumlah bahan 1 – 2 cc untuk kultur dan 2-3 cc untuk pemeriksaan lain.
Kultur anaerobik
- Jumlah volume sampel yang besar/banyak jaringan dapat menjaga keadaan tetap
anaerobik. Tempatkan sebagian kecil sampel atau swab ke dalam media anaerobik
- Cairan tubuh mungkin dapat diinokulasikan ke dalam media kultur darah anaerobik.
- Jangan menempatkan sampel pada refrigeratorkarena oksigen lebih mudah berdifusi
pada temperatur rendah.
Pendahuluan
Pasien dalam keadaan kritis dengan daya tahan tubuh yang menurun terpasang alat-alat baik
invasif maupun noninvasif mempunyai resiko yang tinggi untuk terjadi infeksi strategi
meminimalkan terjadinya infeksi nosokomial.
Prevalensi
Perkiraan biaya antara $ 5 billion sampai $10 billion. Lebih dari 80.000,0 kematian setiap
tahun terjadi akibat infeksi nosokomial. Walaupun sudah ada upaya-upaya pencegahan infeksi
nosokomial tetapi infeksi nosokomial masih saja dapat terjadi. Sepertiga infeksi nosokomial
dapat dicegah.
- Struktur organisasi
- Peran dan fungsi PIN
- Dukungan dari manajemen
- Otoritas Tim PIN
- Tersedianya fasilitas
166
- Program masuk dalam RKAP
- Komitmen individu
Tempat Infeksi
- Pseudomonas aeruginosa 13 %
- Staphylococcus aureus 12 %
- Coagulase negative staphylococci 10 %
- Candida 10 %
- Enterococci 9 %
- Enterobacter 8 %
Faktor-faktor Kontribusi
- Beratnya penyakit
- Stres physiological dan psikologikal
- Umur
- Penggunaan antibiotika
- Profilaksis stres ulcer
- Sleep deprivation
- Malnutrisi
- Under staffing
- Pendidikan staf
- Secara rutin kaji perubahan suara paru pasien, warna dan jumlah produksi sputum
- Cuci tangan sebelum dan setelah merawat mulut dan suctioning
167
- Gunakan air steril untuk perawatan mulut pada pasien yang immunocompromise atau
jika air terkontaminasi
- Gunakan kantong resusitasi manual (Resuscitator bag) yang bersih untuk setiap pasien
- Lakukan suctioning seperlunya
- Gunakan tehnik steril saat intubasi atau suctioning
- Lakukan desinfeksi blade laringoskop sebelum melakukan intubasi
168
STRATEGI PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI ICU
● Administrative control
- Alat-alat medis
- Tenaga kesehatan
- Lingkungan
- Isolation precaution
* Sarung tangan
* Gaun
* Penempatan pasien
● Penggunaan antibiotic
● Minimal ada satu ruang isolasi/enam pasien dengan fasilitas negative dan positif tekanan
udara ventilasi
169
● Ada akses ke ruang operasi dan CSSD
Alat-alat medis
● Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa memakai pakaian khusus menurunkan angka
kejadian
infeksi nosokomial
● Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa menggunakan sepatu khusus menurunkan
Lotion dapat digunakan untuk menghindari dermatitis dari pemakaian detergen atau
sarung tangan
● Anjurkan keluarga pasien untuk cuci tangan sebelum dan sesudah berkunjung
Lingkungan
● Segera bersihkan permukaan lingkungan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh
pasien
171
Kewaspadaan Standar
yang terkontaminasi
Penggunaan Gaun
tubuh pasien.
● Dipakai selama tindakan yang memungkinkan mata dan wajah terkena percikan
Isolasi Pasien
Kontrol Antibiotik
● Concurrent
●Aktif
● Pola kuman
● Antibiotik
173
VIII.PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LAINNYA
Katagori infeksi nosokomial lainnya yang memerlukan penanganan dalam perawatan pasien
yaitu :
a. Infeksi ulkus dekubitus
b. Infeksi pleblitis
Infeksi kulit dapat terjadi akibat pajanan sejumlah prosedur di rumah sakit akibat : tirah
baring lama, kurang nutrisi, kurang jaringan lemak, usia lanjut, kelainan pembuluh darah
perifer, inkontenensia urin atau feses, gula darah yang tinggi .
Penanggulangan :
- Cuci tangan
- Kewaspadaan Standard
- Lakukan perawatan luka decubitus sesuai standar prosedur baku
- Pembuangan sampah/ bekas perawatan luka sesuai standar prosedur
- Bila ditemukan tanda-tanda infeksi, segera tulis pada form nosokomial dan beri
tahu ke Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi
174
Plebitis :
adalah tanda-tanda peradangan pada daerah sekitar insersi pemasungan intra vena kanula
perifer
Jenis-jenis pleblitis:
1. Mechanical plebitis
Penyebab: - larutan infus terkontaminasi karena tehnik aseptik yang kurang baik pada
saat pencampuran larutan
Kriteria Plebitis
Pasien mengalami minimal 2 gejala atau tanda tanpa sebab yang jelas yaitu kemerahan, nyeri,
panas, pembengkakan pada daerah penusukkan.
Stadium pblebitis :
175
2+ adalah nyeri pada daerah insersi,eritema/edema, teramatinya pembentukan “streak “
namun tampa palpable cord “
3 + adalah nyeri pada daerah insersi, eritema/ edema, teramatinya pembentukan “streak
“ dan “palpable cord “
Lakukan perawatan dekubitus dan plebitis sesuai standar keperawatan, bila ditemukan tanda-
tanda infeksi dan dekubitus, segera tulis pada form nosokomial dan beri tahu ke Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Pasien anak dengan berbagai kelompok usia seperti neonatus, bayi dan anak, beresiko lebih
tinggi terkena infeksi dibandingkan dengan pasien dewasa. Faktor usia, status immunisasi,
gangguan fungsi sistem immune mempengaruhi kejadian infeksi pada anak.
TBC
176
Infeksi bakteri
3. Infeksi kulit, infeksi saluran napas bawah dan infeksi pembuluh darah
Pengendalian Infeksi
Petugas
o Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak atau melaukan tindakan terhadap pasien sesuai
dengan standar baku
o Menggunakan alat proteksi diri : sarung tangan, masker, baju khusus, alat pelindung mata
177
4. Menggunakan alat kesehatan / alat tenun yang berbeda antar pasien atu lakukan sterilisasi/
desinfeksi terlebih dahulu
6. Melaksanakan tehnik pembuangan sampah dan limbah sesuai dengan standar baku
8. Mendapat istirahat khusus jika terpapar penyakit yang dapat merupakan sumber penularan
penyakit infeksi kepada pasien / personil lainnya.
Pasien
3. Semua tindakan medis yang menetap dimasukan dalam surveilans tim infeksi
4. nosokomial
5. Pasien bayi dan anak atau setelah tindakan operasi dirawat diruangan yang berbeda
6. Pasien diisolasikan sesuai transmisi penyakitnya, jika ruang isolasi penuh/ tidak ada,
perlu difikirkan alternatif lain yang terlebih dahulu dikonsultasikan dengan direktur /
tim infeksi nosokomial di rumah sakit
7. Pasien demam> 5 hari, diare yang telah mendapatkan pengobatan anti biotik perlu
dilakukan kultur.
a. Varicella
b. Diptheria
178
Dikarantina atau dilakukan isolasi sampai hasil swap tenggorok/ hidung menjadi negatif
dengan pemberian anti toksin dan perlu difikirkan untuk tracheostomi respirator
c. Morbili
Isolaso tidak kurang dari 5 hari sejak timbulnya ruam pada kulit, istirahat dan pemberian
antibiotik untuk infeksi sekunder
d. Campak Jerman
e. Parotitis
Dikarantina selama 30 hari, isolasi tidak kurang dari 2 minggu sejak terpapar atau 1 minggu
sejak menurunya pembengkakan.
f. Poliomyelitis
g. Batuk rejan
Paling sedikit 2 minggu rejan hilang, pemberian sedasi dan anti biotik
h. Kelompok enteric
Isolasikan sampai hasil pepemeriksaan faeces negatif, terapi dan perawatan sesuai dengan
protokol.
i. Hepatitis
Pengunjung
Semua pengunjung melapor kepada petugas resepsionis atau satpam dan menggunakan tanda
pengenal jika akan mengunjungi pasien
179
a. Mematuhi peraturan jam kunjungan rumah sakit yang berlaku, kecuali:
Maksimum 2 pengunjung yang berada disamping tempat tidur pada saat kunjungan
Menggunakan baju khusus saat akan memasuki ruang perawatan bayi atau ruang
isolasi
Tidak diperkenankan untuk duduk atau merebahkan diri diatas tempat tidur pasien
Peralatan
a. Peralatan kesehatan seperti monitor , DC Shock hanya dipergunakan satu pasien dan bila
akan dipergunakan kembali harus terlebih dahulu dibersihkan dengan disinfektan.
b. Tersedia alat proteksi diri: sarung tangan, baju khusus,masker,alat pelindung mata disetiap
ruang perawatan
c. Tempat tidur yang sudah dipakai harus dibersihkan dengan disinfektan terlebih dahulu
sebelum dipakai ke pasien lain
e. Monitor, trolley emergensi, dinamap, oxymetri, trolley ganti balutan dibersihkan setiap hari
atau bila kotor menggunakan disinfektan
j. Tersedia dapur susu untuk persiapan / pembuatan susu untuk makanan bayi serta
pembersihan / pensterilan botol susu yang kering dan bersih
l. Tersedia tempat pembuangan khusus benda tajam/ spuit atau alat kesehatan yang
terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi yang dapat merupakan sumber penularan
infeksi
Lingkungan
Ruang perawatan bayi, anak, setelah tindakan operasi isolasi terpisah sdatu
sama lainnya
Ruangan /kamar mandi harus dibersihkan minimal 2 kali sehari dan jika
diperlukan
Kerusakan pada lantai/ dinding atau dalam perbaikan harus diberi tanda/
ditutupi
Pemberantasan serangga ( kecoa, nyamuk) sesuai jadual rumah sakit atau bila
diperlukan
Tersedia fasilitas cuci tangan lengkap dengan air mengalir di setiap ruang
perawatan.
181
BAB VIII
PEMANTAPAN MUTU
INDIKATOR MUTU:
- Indikator Klinik
INDIKATOR KLINIK ;
182
ANALISA MASALAH
Faktor Lingkungan
SDM
Fasilitas
Pasien
Prosedur
183
2..Angka kejadian infeksi dengan jarum infus
ANALISA MASALAH
Faktor Lingkungan
SDM
Fasilitas
Pasien
Prosedur
3..Angka infeksi luka operasi
ANALISA MASALAH
Faktor Lingkungan
SDM
Fasilitas
Pasien
Prosedur
ANALISA MASALAH
Faktor Lingkungan
SDM
Fasilitas
Pasien
Prosedur
184
185
186
PENGGUNAAN ANTI BIOTIK YANG RASIONAL
Pendahuluan
Penggunaan Antibiotik 30 % s/d 50 % di rumah sakit diberikan untuk tujuan profilaksis
bedah. Dibuktikan bahwa penggunaan antibiotik profilaksis bedah tidak rasional, walaupun
telah dicapai kesepakatan masih terdapat kontroversi mengenai penggunaanya pada beberapa
jenis tindakan atau pembedahan, oleh karena itu dipandang perlu menjelaskan prinsip-prinsip
penggunaan antibiotikka profilaksis bedah.
Defenisi :
Antibiotik profilaksis bedah adalah pemberian antibiotik sebelum adanya tanda dan gejala
suatu infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya manifestasi klinik infeksi tersebut yang
diduga akan atau bisa terjadi.
Prinsip- prinsip:
187
L.PENDIDIKAN DAN LATIHAN
Pendahuluan
Infeksi nosokomial merupakan masalah serius bagi semua rumah sakit, karena dapat
menghambat proses penyembuhan dan pemulihan pasien, sehingga memperpanjang lama hari
rawat, akibatnya akan sangat membebani rumah sakit maupun pasien.
Rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan tidak saja memberikan pelayanan
kuratif dan rehabilitatif, tapi juga memberikan pelayanan preventif dan promotif. Oleh sebab
itu rumah sakit harus selalu melakukan upaya pencegahan atau meminimalkan timbulnya
angka kejadian infeksi nosokomial.
Dalam usaha pencegahan timbulnya infeksi nosokomial ini perlu adanya pelatihan
pengendalian infeksi nosokokomial bagi seluruh petugas kesehatan baik dari tingkat bawah
sampai atas, sehingga petugas kesehatan mengerti bagaimana cara pencegahan atau
meminimalkannya.
Untuk itu Komite Pengendalian Infeksi Nosokomial & Pusat Pendidikan dan Latihan Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita akan mengadakan pelatihan pengendalian infeksi nosokomial
yang akan diadakan secara berkesinambungan.
Tujuan
Tujuan Umum
a. Untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman dalam upaya pengedalian
infeksi nosokomial bagi seluruh petugas kesehatan baik dakter maupun perawat
dan petugas kebersihan serta semua individu yang terlibat dalam perawatan
pasien di rumah sakit, sehingga angka infeksi dapat dicegah atau diminimalkan.
b. Untuk meningkatkan kemampuan dan pengembangan staf KOPIN sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi maju.
Tujuan Khusus
1. Peserta diharapkan mampu memahami dan menjelaskan konsep pengendalian infeksi
nosokomial
2. Peserta diharapkan mampu memahami dan menjelaskan upaya pencegahan infeksi
nosokomial
3. Peserta diharapkan mampu melakukan surveilens infeksi nosokomial
188
Peserta/ Sasaran Pelatihan
1. Anggota Komite Pengendali Infeksi Nosokomial
a. Dokter
b. Perawat
c. Farmasi
d. IPPS
e. Rumah Tangga
f. Gizi
g. CSSD
h. Administrasi
2. Tim Pengendali Infeksi
a. Dokter Pengendali Infeksi ( Dalin /ICD )
b. Perawat Pengendali Infeksi (ICN)
3. Tenaga Kesehatan lainnya
a. Pelaksana keperawatan
b. Petugas Laboratorium
c. Petugas Kebersihan
d. Pembantu Perawat
e. Perawat gigi
4. Umum yang berminat dalam pengendalian infeksi nosokomial
Metode
Metode Yang digunakan
a. Ceramah
b. Diskusi
c. Demonstrasi/ Peragaan
d. Praktek
e. Kunjungan lapangan
189
Biaya & Sumber Dana
Biaya:
Sumber Dana :
Sumber dana berasal dari para peserta dan anggaran rumah sakit yang telah tercantum
dalam RKAP
Tempat
Materi
190
- Pemulasaraan jenazah
- Pencegahan infeksi Hepatitis B, HIV
- Pencegahan infeksi di Instalasi Gizi
- Pencegahan Infeksi di Ruang Intensif
- Pencegahan Infeksi di Laboratorium
- Resiko infeksi / kecelakaan kerja di sarana kesehatan
191
- Pencegahan Infeksi Aliran Darah Primer
- Pencegahan Pneumonia berhubungan dengan penggunaan Ventilator
- Surveilens
Pengajar
Tim pengajar dari anggota Komite dan Tim Pencegahan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
atau sumber dari luar rumah sakit
Pendaftaran:
Jumlah Peserta
192
BAB IX
PENUTUP
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan pokok-pokok dasar
pemikiran dalam berbagai upaya pencegahan dan pengendalian terjadinya infeksi, dimana
mencuci tangan merupakan strategi penting dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di
rumah sakit. Pada hakekatnya upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit akan
terseienggara dengan baik bila ada komitmen dan motivasi serta itikad pengembangan dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab dimulai dari pimpinan tertinggi sampai petugas
kebersihan yang ada di rumah sakit.
Salah satu hal yang perlu disadari dan diperhatikan adalah masih rendahnya kualitas
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit. Hal ini sangat penting berkaitan dengan
hak pasien akan pelayanan yang bertanggung jawab dan mutu dari rumah sakit, meskipun
hampir semua infeksi di Rumah Sakit dapat dicegah atau diminimalkan. Ada tujuh hal
tersering yang terjadi di fasilitas kesehatan terkait dengan kesalahan yaitu : Men ( kurang
pengetahuan, kurang ketrampilan, kurang pengalaman, lemahnya fisik, lambatnya kecepatan
kerja, banyak tekanan kerja, stres, jumlah tenaga kurang, HAM kurang baik, tidak peduli ).
Machine ( Ketidaklengkapan mesin/ peralatan, pengkalibrasian mesin/tools yang tidak standar,
daya tahan mesin yang lemah, kesulitan dalam penggunaan mesin, jumlah alat kurang atau
tidak ada, pemeliharaan dan kalibrasi kurang atau tidak ada , fasilitas alat tidak ada. Methode (
prosedur kerja tidak ada, prosedur kerja ada tidak jelas, metode sulit dipahami, metode tidak
standar, metode tidak cocok, uraian tugas tidak ada atau tidak dipahami. Material ( kualitas
bahan baku tidak sesuai standar, bahan baku tidak lengkap, kuantitas bahan baku tidak
seragam, ukuran dan spesifikasi. Money ( tidak tersedia anggaran ). Motivasi ( sikap kerja,
perilaku kerja, budaya kerja yang tidak benar ataupun tidak kondusif ( tidak kreatif, tidak
proaktif, tidak mau bekerjasama). Media ( tempat yang kurang bersih, lingkungan kurang
terang, ventilasi dan peredaran udara buruk, faktor kebisingan suara, faktor lantai yang
licin/bergelombang/tidak rata.
193
Rumah sakit sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan tidak saja memberikan
pelayanan kuratif dan rehabilitatif tapi juga memberikan pelayanan preventif dan promotif.
Oleh karena itu rumah sakit harus selalu melakukan upaya pencegahan infeksi nosokomial
untuk mencegah atau meminimalkan timbulnya infeksi nosokomial.dengan menyediakan
fasilitas untuk terselenggaranya kegiatan PPI
Dengan demikian lingkungan yang aman dan Prosedur PPI yang benar serta
peningkatan komitmen dalam perilaku pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan
tangung jawab bersama
194
DAFTAR PUSTAKA
195
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
..……………………………………………………………........
1
A. LATAR BELAKANG
1
…………………………………………......
1
B. TUJUAN
…………………………………………………………... 2
196
KATA PENGANTAR
Buku Pedoman Pencegahan & Pengendalian infeksi Rumah Sakit diterbitkan dalam
Rangka upaya peningkatan mutu pelayanan di RSIA Setya Bhakti. Dalam buku ini dimuat
secara rinci untuk digunakan sebagai acuan oleh semua petugas dalam Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit tugu Ibu.
Dengan adanya Pedoman ini maka diharapkan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
RSIA Setya Bhakti. dapat dilaksanakan secara effisien agar mutu pelayanan RS dapat
mencapai hasil yang sebaik-baiknya dan dimana akhir akhir ini banyak bermunculan pelbagai
macam penyakit infeksi atau emerging infectious disease seperti AIDS ,TB resisten obat,
avian influenza, serta dalam menghadapi era globalisasi pihak asuransi jaminan Kesehatan
mendorong agar RS agar memberi pelayanan sebaik-baiknya dengan biaya yang seefektif
mungkin, fasilitas dan tenaga Kesehatan yang etis serta professional dengan diberlakukannya
Undang undang Kesehatan yang ditujukan bagi kepastian hukum baik bagi penerima
pelayanan dan pemberi jasa pelayanan
Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini merupakan revisi dari buku
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi 2008 dan disesuaikan dengan revisi buku
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi DI Rumah Sakit dan Fasilitas pelayanan
Kesehatan lainnya DepKes 2011 dan juga disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta
perkembangan yang akan datang.Oleh karena itu kritik dan saran akan kami terima dengan
senang hati
Depok, 2019
197