Anda di halaman 1dari 492

MODUL

PENDALAMAN MATERI
BAHASA ARAB

PENDIDIKAN PROFESI GURU DALAM JABATAN


KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2018
No. Kode: ....../2018

PENDALAMAN MATERI BAHASA ARAB


MODUL 1
ILMU SHARF / MORFOLOGI BAHASA ARAB

Penulis:

Toto Edidarmo, M.A.

PPG DALAM JABATAN


Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
2018

Hak cipta © Kemenag RI, 2018


Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit. Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ..................................................................................................
Rasional dan Deskripsi Singkat .................................................................
Relevansi ..................................................................................................
Petunjuk Belajar ........................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 1: ILMU SHARF DAN URGENSINYA ..............................


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ......................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan .................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 2: KLASIFIKASI KATA DALAM BAHASA ARAB ...........


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ......................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan .................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 3: KLASIFIKASI KATA ISIM DAN KATA FI’IL ................


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ......................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan .................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 4: MIZAN SHARFI DAN BINA’ AL-KALIMAH .................


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ......................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan .................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................
TUGAS AKHIR .....................................................................................................
TES SUMATIF ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
GLOSARIUM .......................................................................................................
PENDAHULUAN

Rasional dan Deskripsi Singkat


Dalam Modul 1 ini, Anda kami ajak untuk mempelajari ilmu sharf atau
morfologi bahasa Arab. Ilmu Sharf merupakan salah satu cabang linguistik Arab
yang harus dikuasai oleh guru bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) atau jenjang pendidikan
yang setara. Dengan mempelajari modul ini, Anda akan mendapatkan kompetensi
pengetahuan bahasa Arab yang berkaitan dengan berbagai pola kata, bentuknya,
perubahannya, dan aneka maknanya. Secara rinci setelah mempelajari materi
dalam modul ini, diharapkan Anda dapat:
1. Mengidentifikasi takrif ilmu sharf (morfologi Arab) dan urgensinya dalam bahasa
Arab.
2. Mengidentifikasi klasifikasi kata dalam bahasa Arab dengan tepat berdasarkan
ciri-cirinya.
3. Mengidentifikasi kata dasar, wazan (pola), dan shighah (bentuk) kata isim, fi’il,
dan harf tashrif ishtilahi (derivasi) dan tashrif lughawi (infleksi) dengan tepat
berdasarkan ciri-cirinya.
4. Mengidentifikasi pola dan bentuk fi’il tsulatsi mujarrad dan fi’il tsulatsi mazid
dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.

Relevansi
Bahasa Arab di Indonesia merupakan bahasa asing dan bahasa sumber
agama Islam (Al-Quran dan Hadis) yang harus diajarkan sesuai dengan kaidah-
kaidah bahasa yang baku atau tersandar, khususnya berkaitan dengan aturan
linguistik Arab (ilmu al-lughah). Kaidah-kaidah yang harus dikuasai oleh guru bahasa
Arab berkaitan dengan ilmu sharf (morfologi), ilmu nahwu (sintaksis), dan ilmu
balaghah (semantik-stilistika).
Ilmu sharf ialah ilmu yang membahas tentang pola-pola kata (awzân al-
kalimah) dalam bahasa Arab dan perubahan bentuknya (qawa’id tashrîf al-shîghah),
khususnya sebelum kata tersebut digunakan di dalam struktur/kalimat. Perubahan
bentuk kata ini berimplikasi pada perubahan arti atau makna. Ilmu sharf (morfologi)
termasuk bidang ilmu linguistik yang harus dikuasai lebih awal oleh para guru
bahasa Arab karena struktur dasar (elemen inti) dari bahasa berpangkal pada kata,
lalu frasa, kalimat, dan wacana. Artinya, guru bahasa Arab yang tidak menguasai
ilmu sharf atau morfologi bahasa Arab dinilai tidak layak atau tidak memenuhi
kualifikasi untuk mengajarkan bahasa Arab.
Dalam mengajarkan bahasa Arab, para guru bahasa Arab di Madrasah
Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), serta juga
di sekolah yang sederajat, dituntut minimal menguasai ilmu sharf (morfologi Arab),
antara lain: klasifikasi kata, kata dasar (ashl al-kalimah), wazan (pola), shighah al-
kalimât (bentuk kata), tashrîf ishthilâhî (derivasi), tashrîf lughawî (infleksi), pola-pola
fi’il tsulâtsî mujarrad, dan fi’il tsulâtsî mazîd. Dengan mempelajari materi modul ini,
diharapkan Anda memperoleh manfaat untuk lebih mengenal aneka pola kata,
bentuknya, perubahan strukturnya, serta beragama artinya.

Petunjuk Belajar
Agar Anda dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan, Anda dapat mengikuti petunjuk berikut.
1. Bacalah secara cermat tujuan belajar yang hendak dicapai.
2. Pelajari contoh yang tersedia.
3. Cermati materi ilmu sharf atau morfologi bahasa Arab ini dengan memberi
tanda-tanda khusus pada bagian yang menurut Anda sangat penting.
4. Lihatlah glosarium yang terletak di bagian akhir tulisan ini, apabila menemukan
istilah-istilah khusus yang kurang Anda pahami.
5. Kerjakan latihan dengan baik, untuk memperlancar pemahaman Anda.
6. Setelah Anda mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan, mulailah
membaca modul ini secara teliti dan berurutan.
KEGIATAN BELAJAR 1: TAKRIF ILMU SHARF DAN URGENSINYA

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi takrif ilmu sharf (morfologi Arab) dan klasifikasi kata
(kalimah) dalam bahasa Arab.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Menemukenali takrif ilmu sharf (morfologi Arab)
2. Menemukenali objek kajian ilmu sharf
3. Menemukenali spesifikasi dan signifikansi ilmu sharf
4. Menemukenali tujuan dan manfaat pembelajaran sharf.

Pokok-Pokok Materi

A. Takrif Ilmu Sharf


B. Objek Kajian Ilmu Sharf
C. Spesifikasi dan Signifikansi Ilmu Sharf
D. Tujuan dan Manfaat Ilmu Sharf
PETA KONSEP BAHASA ARAB MAKRO

Perhatikan Bagan berikut!


URAIAN MATERI
A. Takrif Ilmu Sharf
Kata “sharf” (‫ )ﺻَﺮْ ف‬adalah mashdar (infinitive/verbal noun) dari kata
“sharafa-yashrifu” ( ُ‫ﺻ َﺮفَ –ﯾَﺼْ ﺮِف‬
َ ). Di dalam al-Mu‘jam al-Wasîth, kata ini digunakan
dalam berbagai variasi makna, antara lain:
1. ‫ﺻ َﺮف ا ْﻟﺒَﺎب أو اﻟﻘﻠﻢ‬
َ , artinya: pintu atau pena itu bergeser atau berderik (bersuara
karena ada gesekan);
2. ‫ﺻﺮف ﻧﺎﺑﮫ وﺻﺮف ﺑِﻨَﺎﺑﮫ‬, artinya: gigi taringnya bergeletuk, atau gigi taringnya
bergesek (bersuara);
َ , berarti: mengembalikan sesuatu ke hadapannya (‫)ردّه ﻋﻦ وﺟﮭﮫ‬
3. ‫ﺻ َﺮف اﻟﺸﻲء ﺻَﺮْ ﻓﺎ‬
4. ‫ﺻﺮف اﻷﺟﯿﺮ ﻣﻦ اﻟﻌﻤﻞ‬, berarti: memberhentikan karyawan dari pekerjaannya, atau
membebastugaskannya;
5. ‫ﺻﺮف اﻟﻤﺎل‬, artinya: membelanjakan (menggunakan) harta/uang;
6. ‫ﺻﺮف اﻟﻨﻘﺪ ﺑﻤﺜﻠﮫ‬, berarti: menukar uang tunai dengan yang senilai;
7. ‫ﺻﺮف اﻟﻜﻼم‬, berarti: memperindah kalam/pembicaraan.
Dari makna leksikal tersebut, dapat dipahami bahwa kata “sharf” (‫)ﺻﺮف‬
memiliki arti umum “perubahan” atau pergeseran dari suatu bentuk/keadaan ke
bentuk/keadaan yang lain.
Muhammad Hamzah bin Sattar mengatakan,

‫ )ﺻﺮف اﻟﻜﻼم ﻋﻦ‬:‫ اﻟﺘﺤﻮﻳﻞ واﻟﺘﻐﻴﻴﺮ واﻻﻧﺘﻘﺎل ﻣﻦ ﺣﺎل إﻟﻰ ﺣﺎل؛ وﻣﻨﻪ ﻗﻮﻟﻬﻢ‬:‫اﻟﺼﺮف ﻟﻐﺔ‬
.‫ﺣﻘﻴﻘﺘﻪ( أي ﻏﻴّﺮﻩ وﺑﺪّﻟﻪ‬
“Sharf” (‫ )ﺻﺮْ ف‬secara bahasa ialah tahwîl (perubahan bentuk), taghyîr
(perubahan pada umumnya), dan intiqâl hâl ilâ hâl (perpindahan suatu kondisi ke
kondisi yang lain). Dari sinilah terdapat ungkapan Arab: ‫ﺻﺮف اﻟﻜﻼم ﻋﻦ ﺣﻘﯿﻘﺘﮫ‬
(sharafa al-kalâm ‘an haqîqatihî), maksudnya: “mengubah dan mengganti
ucapan/kalam dari yang sebenarnya.”
Dengan demikian, “ilmu sharf” diartikan sebagai ilmu yang membahas
tentang perubahan/pergeseran bentuk atau keadaan kata bahasa Arab.
Syaikh Musthafa al-Ghalayaini, Penulis Jâmi‘al-Durûs Al-‘Arabiyyah,
mendefinisikan ilmu sharf sebagai berikut:

.‫ﺑﺄﺻﻮل ﺗُﻌﺮَف ﺑﻬﺎ ﺻِﻴ ُﻎ اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ وأﺣﻮاﻟُﻬﺎ اﻟﺘﻲ ﻟﻴﺴﺖ ﺑﺈﻋﺮاب وﻻ ﺑﻨﺎء‬
ٍ ‫اﻟﺼﺮف ﻋﻠ ٌﻢ‬
‫ض ﻟﻪ ﻣﻦ ﺗﺼﺮﻳﻒ وإﻋﻼل وإدﻏﺎم وإﺑﺪال وﺑ ِﻪ‬
ُ ‫ﺣﻴﺚ ﻣﺎ ﻳَﻌ ِﺮ‬
ُ ‫ﻳﺒﺤﺚ ﻋﻦ اﻟ َﻜﻠِﻢ ﻣﻦ‬
ُ ‫ﻓﻬﻮ ﻋﻠ ٌﻢ‬
.‫ﻧﻌﺮِف ﻣﺎ ﻳﺠﺐ أن ﺗﻜﻮن ﻋﻠﻴ ِﻪ ﺑﻨﻴﺔُ اﻟﻜﻠﻤﺔ ﻗﺒ َﻞ اﻧﺘﻈﺎﻣﻬﺎ ﻓﻲ اﻟﺠﻤﻠﺔ‬
“Sharf ialah ilmu tentang kaidah-kaidah pokok untuk mengetahui bentuk-bentuk
kata berbahasa Arab (shiyagh al-kalimât al-‘arabiyyah) serta keadaan-
keadaannya yang bukan termasuk dalam kajian i‘râb dan binâ’. Sharf ialah ilmu
yang membahas tentang kalim (kata-kata) dari sisi perubahan yang muncul
darinya seperti tashrîf, i‘lâl, idghâm, dan ibdâl. Dengan ilmu ini, kita dapat
mengetahui apa yang dipersyaratkan dalam bangunan kalimah sebelum ia
tersusun dalam jumlah (struktur/kalimat).”
Beberapa istilah yang terkait dengan definisi ilmu sharf di atas dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Tashrîf (‫)ﺗﺼﺮﯾﻒ‬, secara harfiah berarti perubahan bentuk (taghyîr). Dalam
ilmu sharf, tashrîf dipahami sebagai perubahan kontruksi kata (kalimah)
bahasa Arab yang berkaitan dengan harf-harf (konsonan morfem-akar) yang
asli atau tambahan, shahîh (konsonan murni) atau ‘illat (semi vokal: a, y/i,
u/w), serta apakah konstruksi kata itu mengandung i‘lâl (pembuangan,
penggantian, dan penukaran posisi harf illat dengan harf shahîh) atau ibdâl
(penggantian/penukaran posisi harf shahîh dengan harf shahîh dan atau
dengan harf illat), dan sebagainya.
Menurut Syaikh Mushthafa al-Ghalayaini, istilah tashrîf memiliki dua
makna, yaitu: pertama, perubahan kalimah (akar kata) ke dalam berbagai
bentuk kata baru yang berbeda-beda dan menghasilkan aneka makna,
seperti perubahan kata mashdar (infinitif) ke bentuk fi‘il mâdhi, fi‘il mudhâri‘,
fi‘il amr, isim fâ‘il, isim maf‘ûl, dan seperti perubahan bentuk nisbah dan
tashghir. Makna kedua, ialah perubahan yang terjadi di dalam proses
pembentukan kata yang tidak menimbulkan perubahan makna, seperti
ziyâdah (penambahan harf atau sejenisnya), hadzf (pembuangan harf), ibdâl
(penggantian harf), qalb (penukaran posisi harf), dan idghâm (pemasukkan
harf ke harf yang sejenis).
Secara lebih aplikatif, dalam khazanah pembelajaran ilmu sharf di
Indonesia, Muhammad Ma‘shum bin ‘Ali, penulis Al-Amtsilah al-Tashrîfiyyah,
memperkenalkan dua model tashrîf, yaitu: pertama, tashrîf isthilâhî, yaitu:
perubahan kata dasar (morfem-akar) ke berbagai bentuk kalimah baru yang
memiliki istilah/terminologis khusus, seperti fi‘il mâdhi, fi‘il mudhâri‘, mashdar
ghair mîmî, mashdar mîmî, isim fâ‘il, isim maf‘ûl, fi‘il amr, fi‘il nahy, isim
zamân, dan isim makân. Kata dasar dan kata-kata baru yang terbentuk
dalam pola tashrîf isthilâhî ini diurutkan secara mendatar dan di atasnya
diletakkan wazn-wazn (timbangan kata) yang menjadi acuan kata-kata di
bawahnya. Model tashrîf isthilâhî ini dapat dikatakan sebagai penjabaran
makna tashrîf secara aplikatif yang telah dikemukakan oleh Al-Ghalayaini di
atas, yaitu perubahan suatu kata dasar (morfem-akar) bahasa Arab ke dalam
berbagai bentuk kata baru yang berbeda untuk menghasilkan berbagai
macam makna.
Istilah kedua yang dikemukakan oleh Muhammad Ma‘shum bin ‘Ali
ialah tashrîf lughawî, yaitu perubahan suatu kalimah secara bahasa yang
disesuaikan dengan keadaan subjek berupa dhamîr (pronomina persona).
Acuan dalam tashrîf lughawî adalah dhamîr-dhamîr yang diurutkan secara
vertikal/menurun (dari atas ke bawah) dengan klasifikasi dhamîr al-ghâ’ib,
dhamîr al-mukhâthab, dan dhamîr al-mutakallim. Urutan dhamîr tersebut
ialah ‫ھﻮ‬, ‫ھﻤﺎ‬, ‫ھﻢ‬, ‫ھﻲ‬, ‫ھﻤﺎ‬, ‫( ھﻦ‬huwa, humâ, hum, hiya, humâ, hunna) untuk
dhamâ’ir al-ghâ’ib (kata ganti orang ketiga), lalu َ‫أﻧﺖ‬, ‫أﻧﺘﻤﺎ‬, ‫أﻧﺘﻢ‬, ‫ﺖ‬
ِ ‫أﻧ‬, ‫أﻧﺘﻤﺎ‬, ‫أﻧﺘﻦ‬
(anta, antumâ, antum, anti, antumâ, antunna) untuk dhamâ’ir al-mukhâthab
(kata ganti orang kedua), lalu ‫( أﻧﺎ‬anâ) untuk dhamîr al-mutakallim wahdah
(kata ganti orang pertama tunggal) dan , ‫( ﻧﺤﻦ‬nahnu) untuk dhamîr al-
mutakallim ma‘al-ghair (kata ganti orang pertama jamak). Dengan demikian,
setiap kata yang ditasrifkan dengan pola tashrîf lughawî ini akan dibaca dari
atas ke bawah sesuai dengan urutan dhamîr tersebut. Muhammad Hamzah
bin Sattar dalam Tashrîf Binâ’ al-Af‘âl: Mawâzîn wa Amtsilah, (Kairo, Dar al-
Fajr al-Islami, 2007), mengikuti kedua model tasrif tersebut, yakni tashrîf
isthilâhî dan tashrîf lughawî, tetapi dengan penyempurnaan beberapa istilah
terkait.
2. I‘lâl, yaitu pembuangan harf ‘illat (semi vokal), penggantiannya dengan harf
shahîh atau ‘illat, dan penukaran posisinya dengan harf shahîh dan atau harf
‘illat.
3. Idghâm, yaitu pemasukkan satu harf (konsonan) pada harf sejenis dengan
cara men-sukûn-kan yang pertama lalu memasukkannya sehingga
dilambangkan dengan satu harf yang memiliki syiddah (_ّ_).
4. Ibdâl, yaitu penggantian/penukaran posisi harf shahîh dengan harf shahîh
dan atau dengan harf ‘illat.
Selain definisi yang dikemukakan oleh al-Ghalayaini tersebut di atas, ada
beberapa defisini ilmu sharf yang cukup aplikatif sebagai berikut:

:‫اﻟﺼﺮف اﺻﻄﻼﺣﺎ‬
ٍ‫ْﻞ اﻟﻮاﺣ ِﺪ إﻟﻰ أﻣﺜﻠ ٍﺔ ﻣﺨﺘﻠﻔ ٍﺔ ﻟِﻤﻌﺎ ٍن ﻣﻘﺼﻮدة‬
ِ ‫ ﺗَﺤﻮﻳﻞُ اﻷﺻ‬-١
‫أﺣﻮال أﺑﻨﻴ ِﺔ اﻟﻜﻠﻤ ِﺔ اﻟﺘﻲ ﻟﻴﺴﺖ ﺑِﺈﻋﺮاب وﻻ ﺑﻨﺎء‬
ُ ‫ ﻋﻠ ٌﻢ ﺑِﻘﻮاﻋ َﺪ ﺗُﻌﺮَف ﺑﻬﺎ‬-٢
‫أﺣﻮال أﺑﻨﻴﺔ اﻟﻜﻠ ِِﻢ ﻗﺒ َﻞ ﺗﺮﻛﻴﺒِﻬﺎ‬
ُ ‫ﺑﺄﺻﻮل ﺗُﻌﺮَف ﺑﻬﺎ‬
ٍ ‫ ﻋﻠ ٌﻢ‬-٣
1. Perubahan akar kata (al-ashl al-wâhid, dasar yang tunggal) ke dalam berbagai
bentuk kata yang berbeda-beda untuk mengungkapkan aneka makna
(maksud/tujuan).
2. Ilmu tentang kaidah-kaidah yang dengan kaidah itu dapat diketahui keadaan
bangunan/kontruksi kalimah (kata) yang bukan termasuk bahasan i‘râb dan
binâ’ (maksudnya, bukan perubahan [i‘râb] dan ketetapan [binâ’] yang terjadi
pada bunyi akhir kata sebagaimana yang dibahas di dalam ilmu nahwu).
3. Ilmu tentang kaidah-kaidah yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan
bangunan/kontruksi kalim (kata-kata) sebelum disusun di dalam
struktur/kalimat.
Contoh perubahan akar kata ke beberapa bentuk lainnya yang berbeda,
sebagaimana ditegaskan dalam definisi nomor 1 ialah perubahan mashdar
(infinitif) ke bentuk fi‘il mâdhi (kata kerja kala lampau), fi‘il mudhâri‘(kata kerja kala
kini dan akan datang), dan fi‘il amr (kata kerja perintah/imperatif), termasuk
perubahan mashdar (infinitif) ke bentuk kata-kata benda yang dibentuk
darinya/yang menjadi turunannya (asmâ’ musytaqqât), yaitu isim fâ‘il (isim pelaku,
active participle), isim maf‘ûl (isim objek pekerjaan/passive participle), shifah
musyabbahah (adjektiva), dan sebagainya.
Perhatikan tabel perubahan akar kata berikut (dibaca dari kanan):

‫اﻟﻤﺸﺘﻘﺎت‬/‫اﻷ ْﺳﻤَﺎء اﻟ ُﻤ ْﺸﺘَـﻘّﺔ‬ ‫اﻷَﻓْـﻌَﺎل‬


‫اﻟﻤﺼﺪر‬
‫اﻟﻔﺎﻋﻞ اﻟﻤﻔﻌﻮل اﻟﺼﻔﺔ اﻟﻤﺸﺒﻬﺔ‬ ‫اﻷﻣﺮ‬ ‫اﻟﻤﺎﺿﻲ اﻟﻤﻀﺎرع‬
‫َﻋﻠِ ْﻴ ٌﻢ‬ ‫َﻣ ْﻌﻠ ُْﻮٌم‬ ‫ﻋَﺎﻟِ ٌﻢ‬ ‫اِ ْﻋﻠَ ْﻢ‬ ‫ﻳَـ ْﻌﻠَ ُﻢ‬ ‫َﻋﻠِ َﻢ‬ ‫ِﻋﻠْﻢ‬
‫ْﻤ ٌﻦ‬
ٰ ‫ َرﺣ‬،ٌ‫رَِﺣ ْﻴﻢ‬ ‫ﻣ َْﺮﺣ ُْﻮٌم‬ ‫َاﺣ ٌﻢ‬
ِ‫ر‬ ‫اِ ْر َﺣ ْﻢ‬ ‫ﻳـ َْﺮ َﺣ ُﻢ‬ ‫رَِﺣ َﻢ‬ ‫َر ْﺣﻤَﺔ‬
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas, jelaslah bahwa ilmu
sharf ialah ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah perubahan pada kalimah
mutasharrifah (kata yang menerima perubahan), baik yang bersifat pembentukan
kalimah baru dari akar kata yang tunggal maupun perubahan di dalam kalimah
yang disesuaikan dengan aneka dhamîr (pronomina persona) di dalam bahasa
Arab. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa ilmu sharf secara khusus
mengkaji perubahan kata-kata di dalam bahasa Arab sebelum digunakan di
dalam struktur/kalimat.

B. Objek Kajian Ilmu Sharf


Objek kajian ilmu sharf adalah bangunan/konstruksi semua kalimah (kata)
berbahasa Arab yang menerima perubahan dari akar kata yang tunggal, kaidah-
kaidah yang menjelaskan tentang perubahan bentuk kalimah, serta perubahan
kalimah yang bukan termasuk bahasan i‘râb (perubahan bunyi/bentuk akhir kata
yang menjadi kajian ilmu nahwu).

Tentang kalimah yang menjadi objek kajian ilmu sharf, al-Ghalayaini secara
khusus menyebutkan dua jenis kalimah (kata), yaitu: isim mutamakkin ( ‫اﻻﺳﻢ‬
‫ )اﻟﻤﺘﻤﻜﻦ‬atau isim mu‘rab (‫ )اﻻﺳﻢ اﻟﻤﻌﺮب‬dan fi‘il mutasharrif (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﺘﺼﺮف‬. Dua jenis
kalimah inilah yang menjadi objek kajian ilmu sharf karena keduanya menerima
perubahan bentuk. Maksud perubahan bentuk pada kalimah, menurut al-
Ghalayaini, adalah perubahan dari akar kata tunggal ke dalam berbagai bentuk
kata baru yang memiliki aneka makna, seperti perubahan kata mashdar (infinitif)
ke bentuk fi‘il mâdhi, fi‘il mudhâri‘, fi‘il amr, isim fâ‘il, dan isim maf‘ûl, dan
perubahan yang terjadi di dalam proses pembentukan kata yang tidak
menimbulkan perubahan makna, seperti ziyâdah (penambahan harf atau
sejenisnya), hadzf (pembuangan harf), ibdâl (penggantian harf), qalb (penukaran
posisi harf), dan idghâm (pemasukkan harf ke harf yang sejenis). Lebih lanjut, al-
Ghalayaini juga menandaskan bahwa persoalan yang berkaitan dengan
perubahan di dalam kata seperti tashrîf, i‘lâl, idghâm, dan ibdâl juga merupakan
kajian di dalam ilmu sharf.

Tentang objek kajian ilmu sharf, Muhammad Hamzah bin Sattar


menyatakan:
،‫ اﻷﻟﻔﺎظ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ اﻟﻔﺼﺤﻰ ﻣﻦ اﻷﻓﻌﺎل اﳌﺘﺼﺮﻓﺔ واﻷﲰﺎء اﳌﺘﻤﻜﻨﺔ‬:‫ﻣﻮﺿﻮع اﻟﺼﺮف‬
‫ إذا ﻛﺎن اﻷول ﻣﻦ‬:‫ﻣﻦ أﺣﻜﺎم؛ ﻛﻘﻮﳍﻢ‬ ‫وﻛﺬﻟﻚ اﳌﺴﺎﺋﻞ اﻟﺼﺮﻓﻴﺔ وﻣﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ‬
‫ْت؛ وﳓﻮ ذﻟﻚ‬ُ ‫ ﳓﻮ َﻣ َﺪد‬،‫اﳌﺘﺠﺎﻧﺴﲔ ﻣﺘﺤﺮﻛﺎ واﻟﺜﺎﱐ ﺳﺎﻛﻨﺎ ﺑﺴﻜﻮن أﺻﻠﻲ اﻣﺘﻨﻊ اﻹدﻏﺎم‬
.‫ﻣﻦ ﻣﺴﺎﺋﻞ اﻟﺼﺮف‬
“Objek kajian ilmu sharf ialah: lafal-lafal (kata-kata) bahasa Arab Fusha
yang terdiri atas fi‘il-fi‘il mutasharrifah (kata kerja yang menerima perubahan) dan
isim-isim mutamakkinah (kata benda dan sifat yang dibentuk). Demikian pula
persoalan-persoalan perubahan bentuk kata dan kaidah-kaidah yang berkaitan
dengannya, seperti kaidah tentang larangan idghâm (memasukkan harf sejenis)
dalam keadaan harf pertama ber-harakat/memiliki baris dan harf kedua sejak
awal ber-harakat sukûn (mati), seperti pada kata “madadtu” ( ُ‫) َﻣ َﺪدْت‬. Juga,
beberapa persoalan perubahan bentuk kata lainnya.”

Dari penjelasan di atas, cakupan atau objek kajian ilmu sharf dapat
dijabarkan sebagai berikut:

1. Al-hurûf al-ashliyyah, yaitu harf-harf asli atau konsonan-konsonan akar yang


menjadi elemen dasar konstruksi kalimah (kata, morfem-akar). Elemen dasar
bangunan kalimah bahasa Arab pada umumnya terdiri atas 3 (tiga) harf
(konsonan).

2. Ashl al-kalimât/ashl al-musytaqqât, yaitu akar dari semua kalimah yang


dibentuk atau yang menjadi turunannya. Akar kata semua kalimah bahasa
Arab menurut linguis Basrah adalah mashdar (bentuk infinitif), sedangkan
menurut linguis Kufah adalah fi‘il mâdhi (kata kerja kala lampau).

3. al-Awzân, yaitu wazn-wazn (penimbang/acuan kata) yang menjadi patokan


bagi semua kalimah yang akan dibentuk atau yang menjadi turunannya. Acuan
kata ini meliputi semua wazn untuk kata fi‘il dan isim musytaq (yang dibentuk
atau menjadi turunannya).
4. Shiyagh al-af‘âl al-mutasharrifah, yaitu semua bentuk fi‘il (kata kerja, verba)
yang mengalami perubahan, seperti fi‘il mâdhi (kata kerja kala lampau), fi‘il
mudhâri‘(kata kerja kala kini dan akan datang), dan fi‘il amr (kata kerja
perintah/imperatif), dan fi‘il nahy (kata kerja larangan).

5. Asmâ’ mutamakkinah, yaitu semua isim yang dibentuk atau diturunkan dari
akar kata/masdar (infinitif), seperti isim fâ‘il (isim pelaku, active participle), isim
maf‘ûl (isim bermakna objek/pasif, passive participle), shifah musyabbahah
(kata sifat, adjektiva), dan bentuk-bentuk isim lainnya yang menerima
perubahan.

6. Qawâ‘id sharfiyyah, yaitu kaidah-kaidah yang menjelaskan tentang


pembentukan dan perubahan kalimah berbahasa Arab, seperti kaidah tentang
i‘lâl (pembuangan, penggantian, atau penukaran harf ‘illah), ziyâdah
(penambahan harf atau sejenisnya), hadzf (pembuangan harf), ibdâl
(penggantian harf shahîh), qalb (penukaran posisi harf), dan idghâm
(memasukkan harf ke harf yang sejenis).

7. Mawâzîn wa amtsilah al-tashrîf, yaitu acuan-acuan dan contoh-contoh praktis


tentang perubahan kata dari akarnya dan proses pembentukannya. Acuan dan
contoh proses pembentukan dan perubahan kalimah yang sudah aplikatif
disebut tasrif (tashrîf), yaitu: tashrîf isthilâhî dan tashrîf lughawî. Tasrif isthilâhî
ialah perubahan morfem-akar ke bentuk-bentuk kalimah baru yang memiliki
istilah/terminologis khusus sebagai acuannya. Sedangkan, tasrif lughawî ialah
perubahan kata yang disesuaikan dengan kondisi dhamîr [pronomina persona]
yang dikenal di dalam bahasa Arab.

8. al-Ma‘nâ al-sharfî, yaitu makna yang muncul dari setiap perubahan pada
kalimah, seperti ziyâdah (penambahan harf atau sejenisnya), dan makna yang
terjadi pada setiap pembentukan kalimah baru dari akar kata yang tunggal,
seperti makna dari fi‘il mâdhi, fi‘il mudhâri‘, dan fi‘il amr, dan fi‘il nahy serta
makna dari isim fâ‘il, isim maf‘ûl, shifah musyabbahah (kata sifat, adjektiva),
dan sebagainya.
Ringkasnya, ilmu sharf ialah ilmu yang mengkaji ketentuan perubahan
bentuk kata bahasa Arab (qawâ‘id sharfiyyah) atau secara khusus membahas
asmâ’ mu‘rabah atau mutamakkinah (isim-isim yang dapat berubah bentuk) dan
af‘âl mutasharrifah (fi‘il-fi‘il yang menerima perubahan) berikut makna-makna
yang terkandung di dalamnya. Dengan catatan, semua kalimah yang menjadi
objek kajian ilmu sharf ini belum tersusun di dalam jumlah/struktur kalimat.
Dengan demikian, objek kajian ilmu sharf dapat diungkapkan sebagai berikut:

‫ اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻣﻦ اﻷﲰﺎء اﳌﻌﺮﺑﺔ واﻷﻓﻌﺎل اﳌﺘﺼﺮﻓّﺔ وﻣﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ‬:‫ﻣﻮﺿﻮع اﻟﺼﺮف‬


.‫ﻣﻦ ﻣﻌﺎﻧﻴﻬﺎ اﻟﺼﺮﻓﻴﺔ وﻗﻮاﻋﺪ ﺗﺼﺮﻳﻔﻬﺎ أو ﲢﻮﻳﻠﻬﺎ ﰲ ﺣﺎل إﻓﺮادﻫﺎ ﻗﺒﻞ اﻧﺘﻈﺎﻣﻬﺎ ﰲ اﳉﻤﻠﺔ‬
Selanjutnya, meskipun kalimah harf (partikel) tidak menjadi topik utama ilmu
sharf karena bentuknya yang tetap atau tidak berubah, kalimah harf tetap
disinggung dalam ilmu sharf sebagai suplemen. Sebab, kalimah harf juga
memiliki bentuk yang khusus dan berbeda dengan kalimah isim dan kalimah fi‘il.
Menjelaskan bentuk kalimah harf merupakan tugas ilmu sharf, karena ilmu sharf
secara khusus mengkaji bentuk-bentuk kalimah. Selain itu, dengan mengetahui
bentuk kalimah harf, pelajar bahasa Arab diharapkan lebih mantap dalam
menguasai perubahan bentuk kalimah dan tidak terkecoh dengan kalimah-
kalimah yang tidak mengalami perubahan bentuk.

C. Spesifikasi Kajian Ilmu Sharf


Sebagaimana dijelaskan pada definisi dan objek kajiannya, ilmu sharf
secara khusus mengkaji semua kalimah berbahasa Arab yang belum tersusun di
dalam jumlah/struktur kalimat dan perubahan-perubahan yang terjadi padanya,
kaidah-kaidah yang mengatur perubahan bentuk kalimah, serta makna yang
timbul akibat perubahan tersebut. Akan tetapi, perubahan yang dikaji dalam ilmu
sharf terbatas pada perubahan yang bersifat pembentukan kalimah yang lazim
disebut dengan isytiqâq dan tashrîf, bukan perubahan bunyi akhir kalimah yang
telah tersusun di dalam jumlah yang lazim disebut i‘râb.
Dari paparan di atas, spesifikasi kajian ilmu sharf dapat dijabarkan sebagai
berikut:

1. Ilmu sharf membahas semua kalimah berbahasa Arab yang dapat berubah
(mutamakkinah) atau menerima perubahan bentuk (mutasharrifah), seperti
isim fâ‘il, isim maf‘ûl, dan shifah musyabbahah yang diturunkan dari masdar
(infinitif) serta fi‘il mâdhi, fi‘il mudhâri‘,fi‘il amr, dan fi‘il nahy.

2. Ilmu sharf membahas perubahan kalimah dalam keadaannya yang tunggal


(ifrâd) atau belum tersusun di dalam jumlah atau struktur kalimat

3. Perubahan yang dibahas di dalam ilmu sharf terkait dengan pembentukan


kalimah baru atau turunan kata (musytaqqât), baik berupa asmâ’
mu‘rabah/mutamakkinah (isim-isim yang dapat berubah bentuknya) maupun
af‘âl mutasharrifah (fi‘il-fi‘il yang menerima perubahan)

4. Karena membahas pembentukan kalimah baru atau turunan kata


(musytaqqât), ilmu sharf secara khusus mengkaji perubahan al-hurûf al-
ashliyyah, yaitu harf-harf asli atau konsonan akar yang menjadi elemen dasar
konstruksi kalimah (kata, morfem-akar), yang kebanyakan terdiri atas 3 (tiga)
harf asli. Apabila konsonan akar berupa harf illat (semi vokal: ‫ا‬/a, ‫ي‬/y, ‫و‬/w),
sama jenisnya, atau berdekatan jenisnya, maka akan terjadi perubahan
konsonan akar berupa i‘lâl, ibdâl, dan idghâm.

5. Ilmu sharf juga membahas ashl al-musytaqqât, yaitu akar semua kalimah yang
dibentuk atau diturunkan serta mengkaji wazn-wazn (penimbang/acuan kata)
yang menjadi patokan bagi semua kalimah yang dibentuk atau menjadi
turunannya.

6. Meskipun ilmu sharf lebih banyak membahas kalimah bahasa Arab, makna-
makna yang muncul dari setiap perubahan bentuk kalimah juga menjadi
spesifikasi kajian ilmu sharf. Artinya, ilmu sharf juga mengkaji makna dari kata-
kata yang berubah itu.
Adapun ilmu nahwu mengkaji kondisi akhir setiap kalimah yang telah
tersusun di dalam jumlah atau struktur kalimat. Secara lebih spesifik, ilmu nahwu
didefinisikan sebagai berikut:

‫ وﻫﻮ‬.‫ ﻋﻠﻢ ﻳﺒﺤﺚ ﻋﻦ أﺣﻮال أواﺧﺮ اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ اﻹﻋﺮاب و اﻟﺒﻨﺎء‬:‫اﻟﻨﺤﻮ‬
.‫ﻳﺒﺤﺚ ﻋﻦ اﻟﻜﻠﻤﺎت ﰲ ﺣﺎل ﺗﺮﻛﻴﺒﻬﺎ أو ﺑﻌﺪ اﻧﺘﻈﺎﻣﻬﺎ ﰲ اﳉﻤﻠﺔ‬
“Nahwu ialah ilmu yang mengkaji kondisi akhir kalimah berbahasa Arab dari
perspektif i‘râb dan binâ’. Ilmu nahwu membahas kalimah (kata-kata) pada saat
atau setelah ia tersusun di dalam jumlah atau struktur kalimat.”

Maksud i‘râb ialah perubahan yang terjadi pada akhir kalimah (umumnya
pada harakat a, i, dan u atau sejenisnya) karena perubahan jabatan/kedudukan
kata di dalam jumlah (kalimat) atau karena perbedaan ‘âmil (sesuatu yang
berpengaruh) pada perubahan jebatan tersebut. Sedangkan, binâ’ adalah
kebalikan dari i‘râb, yaitu kondisi tetap (mabnî) pada harakat akhir kata di dalam
kalimat (jumlah), meskipun jabatannya dalam kalimat itu berubah, atau meskipun
ada ‘âmil (sesuatu yang berpengaruh) pada perubahan kata tersebut. Persoalan
i‘râb dan binâ’ tidak dibahas di dalam ilmu sharf karena termasuk dalam kajian
ilmu nahwu. Begitu pula persoalan ‘âmil (sesuatu yang berpengaruh) terhadap
posisi atau kedudukan kata di dalam kalimat.

Tentang spesifikasi ilmu sharf dan ilmu nahwu, sebuah ungkapan bahasa
Arab mengatakan:

‫ْﻮ أَﺑـ ُْﻮﻫَﺎ‬


ُ ‫ْف أُ ﱡم اﻟْﻌُﻠُﻮِْم وَاﻟﻨﱠﺤ‬
ُ ‫اَﻟﺼﱠﺮ‬

“Ilmu sharf adalah (bagaikan) induk/ibu dari semua ilmu (bahasa Arab),
sedangkan ilmu nahwu adalah (bagaikan) ayah dari semua ilmu (bahasa Arab)”.

Ungkapan Arab tersebut dapat dipahami dengan meninjau dua aspek, yaitu
aspek materi yang dikaji dalam dua ilmu tersebut dan aspek peranan keduanya di
dalam mengkaji kalimah berbahasa Arab. Ditinjau dari aspek materi, ilmu sharf
secara khusus membahas materi-materi perubahan kalimah yang berada di
dalam konstruksi kata yang bersifat internal, sedangkan spesifikasi ilmu nahwu
yang membahas domain perubahan akhir kalimah berbahasa Arab yang berada
di luar konstruksi kata atau bersifat ekternal, yaitu di dalam struktur kalimat.
Sedangkan ditinjau dari aspek peranannya, ilmu sharf lebih memperhatikan
perubahan-perubahan dalam pembentukan kata (kalimah) dan konstruksinya
yang merupakan domain internal kata, sedangkan ilmu nahwu tidak
memperhatikan bangunan kata secara mandiri tetapi meninjau perubahan akhir
kata yang terkait dengan struktur kalimat.

Pada aspek materi dan peranannya ini, terdapat perbedaan yang siginifikan
antara ilmu sharf dan ilmu nahwu. Ilmu sharf mengurusi wilayah internal kalimah
berbahasa Arab, sedangkan ilmu nahwu mengurusi wilayah eksternal kalimah
berbahasa Arab. Persoalan yang dibahas dan peran yang dimainkan oleh ilmu
sharf seperti peran ibu di dalam rumah tangga pada umumnya, yaitu melahirkan
anak-anak dan mengurus semua keperluan internal rumah tangga/keluarga,
sedangkan persoalan yang dibahas dan peran yang dimainkan oleh ilmu nahwu
bagaikan peran ayah di luar rumah, yaitu mengurus persoalan ekternal rumah
tangga serta hubungan sosial lainnya. “Anak-anak” yang dilahirkan dari ilmu sharf
diumpamakan kalimah-kalimah yang dibentuk dari akar kata yang tunggal, atau
dari induk “sharf”. Ketika “anak-anak” atau kalimah-kalimah berbahasa Arab itu
telah tersusun di dalam struktur kalimat, maka ilmu nahwu berperan untuk
mengatur bagaimana interaksi itu berjalan dengan baik dan benar. Aturan tentang
perubahan-perubahan yang terjadi pada akhir kalimah dalam struktur kalimah
disebut dengan kaidah-kaidah nahwu (qawâ‘id nahwiyyah).

Ungkapan “al-sharf umm al-‘ulûm wa al-nahw abûhâ” juga dapat


diterjemahkan: “perubahan bentuk kata (sharf) adalah induk/pintu memasuki
semua pengetahuan (bahasa Arab), dan tata bahasa (nahw) adalah bapak/kunci
semua pengetahuan (bahasa Arab).” Ungkapan ini juga dapat dipahami bahwa
pintu untuk memasuki semua khazanah pengetahuan berbahasa Arab adalah
ilmu tentang perubahan bentuk kata dan maknanya, yakni ilmu sharf. Sedangkan,
kunci untuk membuka semua pintu pengetahuan itu adalah tata bahasa Arab atau
ilmu nahwu. Seorang pelajar bahasa Arab harus menguasai ilmu sharf dan ilmu
nahwu agar dapat memperoleh semua khazanah pengetahuan berbahasa Arab.

Dengan demikian, mengetahui seluk-beluk kalimah berbahasa Arab dan


perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya serta memahami makna dari
setiap perubahan kalimah tersebut merupakan kunci dari semua pengetahuan
kebahasaaraban dan semua informasi yang terkandung di dalam ungkapan
berbahasa Arab. Dan, ilmu yang membahas tentang seluk-beluk kalimah dan
makna perubahannya adalah ilmu sharf. Oleh karena itu, alangkah bahagianya
orang yang meraih kunci gudang ilmu pengetahuan, lalu membukanya dan
menemukan khazanah ilmu yang sangat berlimpah… Bila orang yang membuka
khazanah itu adalah dirimu, engkau akan takjub dan terkesima dengan keindahan
bahasa dan keunggulan budaya Arab.

D. Peletak Dasar Ilmu Sharf dan Alasan Kelahirannya

Para ahli bahasa, utamanya ilmu sharf, berbeda pendapat tentang siapa
yang pertama kali meletakkan dasar-dasar ilmu sharf atau siapa yang membidani
lahirnya ilmu sharf. Pendapat yang paling kuat menyatakan bahwa perintis ilmu
sharf ialah Mu‘adz bin Muslim al-Harra’, seorang ulama Kufah yang meninggal di
Kufah pada tahun 187 H. Akan tetapi, pendapat ini tidak sepenuhnya benar.
Sebab, Al-Kitâb karya Sibawaih sarat dengan persoalan-persoalan perubahan
kata atau ilmu sharf. Hanya saja, apa yang dikaji oleh Mu‘adz bin Muslim pada
saat itu terfokus pada persoalan-persoalan pembentukan dan perubahan kata
dengan menampilkan latihan-latihan (tamârîn). Para pakar ilmu nahwu dan sharf
menilai latihan-latihan itu sebagai tashrîf atau cikal bakal ilmu sharf.

Muhammad al-Thanthawi dalam Nasy’ah al-Nahw wa Târîkh Asyhar al-


Nuhât membenarkan pendapat di atas. Mu‘adz yang bergelar “Abu Muslim”,
paman al-Ru’asi yang merupakan ahli nahwu Kufah generasi pertama, adalah
sosok yang sangat serius dalam mengkaji persoalan konstruksi/bangunan
kalimah berbahasa Arab. Keseriusan dan ketekunannya dalam membahas
persoalan perubahan-perubahan bentuk kalimah diakui oleh para pakar nahwu
dan sharf pada masanya dan masa berikutnya, sehingga para sejarahwan
menyimpulkan bahwa Abu Muslim adalah peletak dasar-dasar ilmu sharf.
Demikian dijelaskan di dalam al-Tashrîh bi Madhmûn al-Taudhîh.

Adapun alasan utama yang melatarbelakangi lahirnya ilmu sharf (juga ilmu
nahwu) ialah menjaga kebenaran bahasa Al-Quran dari kesalahan dalam
membaca, menulis, dan memahaminya. Sebagaimana diketahui, sejak awal abad
ke-2 Hijriah, Islam telah menjangkau wilayah-wilayah non-Arab seperti Persia dan
Rowami. Interaksi bahasa Arab dan budaya Islam dengan bahasa dan budaya
asing telah mendorong para pelajar non-Arab untuk mempelajari bahasa Arab
dan budaya Islam, khususnya dari Al-Quran. Akan tetapi, interaksi itu telah
menimbulkan ekses negatif berupa kesalahan dalam menggunakan bahasa Arab
fusha. Dan, ilmu sharf, di antaranya, telah berperan dalam membenarkan
kesalahan-kesalahan berbahasa, khususnya dalam menggunakan aneka kalimah
sesuai dengan maksudnya.

Di sisi lain, sebenarnya para ulama Islam menaruh perhatian yang besar
terhadap ilmu pengetahuan kebahasaaraban sehingga mereka telah melahirkan
berbagai karya ilmu bahasa dan sastra Arab, seperti sharf (‫)اﻟﺼﺮف‬, i‘rab/nahwu
(‫)اﻹﻋﺮاب أو اﻟﻨﺤﻮ‬, bayan (‫)اﻟﺒﯿﺎن‬, ma‘ani (‫)اﻟﻤﻌﺎﻧﻲ‬, badi‘ (‫)اﻟﺒﺪﯾﻊ‬, arudh (‫)اﻟﻌﺮوض‬, qawafi
(‫)اﻟﻘﻮاﻓﻲ‬, puisi/syair (‫)ﻗﺮض اﻟﺸﻌﺮ‬, imla’ (‫)اﻹﻣﻼء‬, insya’ (‫)اﻹﻧﺸﺎء‬, pidato (‫)اﻟﺨﻄﺎﺑﺔ‬, sejarah
sastra (‫)ﺗﺎرﯾﺦ اﻷدب‬, dan kajian teks bahasa (‫)ﻣﺘﻦ اﻟﻠﻐﺔ‬. Lahirnya karya-karya ulama
ini pada awalnya semata untuk menjaga Al-Quran dan bahasa Arab fusha dari
kesalahan dalam membaca, menuliskan, dan memahaminya.

Menurut Mushthafa al-Ghalayaini, munculnya ilmu-ilmu bahasa Arab tidak


terlepas dari kekhawatiran bangsa Arab terhadap lenyapnya bahasa mereka
ketika berinteraksi dengan bahasa-bahasa asing. Kekhawatiran ini mendorong
bangsa Arab untuk menuliskan bahasa mereka dan meletakkan dasar-dasar
pengetahuan kebahasaaraban ke dalam kamus-kamus bahasa. Dasar-dasar
pengetahuan inilah yang kemudian dikenal dengan “al-‘ulûm al-‘arabiyyah” atau
ilmu-ilmu kebahasaaraban.
E. Tujuan dan Manfaat Pembelajaran Ilmu Sharf
Tujuan pembelajaran ilmu sharf ialah untuk menjaga kesalahan berbahasa
Arab dan menuliskan kosakatanya sesuai dengan kaidah atau acuan yang benar.
Tujuan tersebut dapat diungkapkan sebagai berikut:

‫"اﳊﻔﺎظ ﻋﻠﻰ ﺣﻘﺎﺋﻖ ﻟﻔﻆ وﻛﺘﺎﺑﺔ اﳌﻔﺮدات اﻟﻠﻐﻮﻳﺔ؛ واﻟﱵ ﲟﻌﺮﻓﺘﻬﺎ ﻋﻠﻰ أﺳﺲ ﺻﺤﻴﺤﺔ‬

“Menjaga realitas-realitas bunyi bahasa dan penulisan kosakatanya; yang dengan


mengetahui kosakata bahasa sesuai kaidah yang benar, kita akan sampai pada
pemahaman tentang ajaran Islam dan berbagai persoalan yang terkait
dengannya.”

Secara lebih konkret dan aplikatif, tujuan pembelajaran ilmu sharf ialah
untuk menjaga kesalahan berbahasa Arab secara lisan dan tulisan, khususnya
dalam menggunakan berbagai jenis kalimah yang berbeda, serta untuk lebih
memantapkan pengetahuan tentang konstruksi kalimah bahasa Arab berupa
konsonan (harf) yang asli atau tambahan (ziyâdah). Tujuan ini dapat diungkapkan
sebagai berikut:

‫ واﳌﺴﺎﻋﺪة ﻋﻠﻰ ﻣﻌﺮﻓﺔ‬،‫"ﺣﻔﻆ اﻟﻠﺴﺎن واﻟﻘﻠﻢ ﻋﻦ اﳋﻄﺄ ﰲ ﺿﺒﻂ اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬


".‫اﳊﺮوف اﻷﺻﻠﻴﺔ و اﻟﺰاﺋﺪة وﻣﺎ ﻳﻌﱰﻳﻬﺎ ﻣﻦ ﺗﻐﻴﲑ وﺗﺼﺮﻳﻒ‬
“Menjaga lisan (bunyi bahasa) dan pena (penulisan bahasa) dari kesalahan
dalam menetapkan kalimah-kalimah berbahasa Arab dan membantu untuk
mengetahui harf-harf (konsonan pembentuk kata, morfem akar) yang asli dan
tambahan serta hal-hal yang terkait dengannya berupa perubahan keadaan
(taghyîr) dan perubahan morfologis kosakata (tashrîf).”

Adapun manfaat, profit, atau keuntungan yang diperoleh dari pembelajaran


ilmu sharf ialah:
‫ﻣﻌﺮﻓﺔ أﺑﻨﻴﺔ وأﺻﻮل اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻟﺼﻮن اﻟﻠﺴﺎن ﻋﻦ اﻟﻮﻗﻮع ﰲ اﳋﻄﺄ ﻣﻊ ﻣﺮاﻋﺎة ﻧﻈﺎم‬
‫اﻟﻜﺘﺎﺑﺔ‬
“Mengetahui berbagai konstruksi kalimah berbahasa Arab serta akar katanya
untuk menjaga lidah (penggunaan bahasa) dari kesalahan disertai upaya
memperhatikan aturan penulisan kosakata bahasa.”

F. Signifikansi Ilmu Sharf dalam Tata Bahasa Arab


Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, tujuan ilmu sharf dipelajari ialah
untuk menjaga kesalahan berbahasa Arab secara lisan dan tulisan, khususnya
dalam menggunakan berbagai jenis kalimah yang berbeda-beda bentuknya, serta
untuk memantapkan pengetahuan tentang konstruksi kalimah bahasa Arab, baik
berupa harf (konsonan) yang asli atau yang tambahan (ziyâdah). Sedangkan
manfaatnya ialah mengetahui berbagai konstruksi kalimah berbahasa Arab serta
akar katanya untuk menjaga lidah (penggunaan bahasa) dari kesalahan disertai
upaya memperhatikan aturan penulisan kosakata bahasa.

Dari tujuan dan mafaat di atas, dapat dipahami bahwa signifikansi atau arti
penting ilmu sharf dalam tata bahasa Arab ialah adanya acuan-acuan yang benar
dalam pembentukan dan perubahan kalimah berbahasa Arab sehingga para
pengguna (pelajar) bahasa Arab terhindar dari kesalahan berbahasa, khususnya
dalam mengucapkan aneka bentuk kalimah/kosakata bahasa Arab,
membacanya, dan atau menuliskannya. Acuan-acuan pembentukan dan
perubahan kalimah bahasa Arab pada awalnya ditulis dalam bentuk kaidah yang
dijelaskan secara naratif dengan mengemukakan contoh-contoh yang sesuai
dengan kaidah. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan kepenulisan, acuan-
acuan ini dapat dipaparkan secara sistematis dan aplikatif, misalnya dalam
bentuk tasrif ishthilâhî dan lughawî.

Selanjutnya, signifikansi ilmu sharf dapat dipahami dari fakta bahwa bahasa
merupakan bunyi-bunyi yang diungkapkan oleh setiap komunitas untuk
menyatakan apa yang dikehendakinya (‫)اﻟﻠﻐﺔُ أﻟﻔﺎظٌ ﯾُﻌﺒ ُﺮ ﺑﮭﺎ ﻛﻞ ﻗﻮمٍ ﻋﻦ ﻣﻘﺎﺻﺪھﻢ‬.
Maksud “bunyi bahasa” adalah rangkaian kosakata/kalimah yang dapat diujarkan,
diungkapkan, dan disalin dalam bentuk teks. Karena bahasa terdiri dari ujaran
atau teks kosakata/kalimah, maka ilmu yang mempelajari tentang bentuk kalimah
harus dikuasai, sebelum atau secara bersamaan dengan ilmu bahasa yang lain.
Mempelajari ilmu sharf menjadi signifikan karena ia merupakan pengetahuan
tentang elemen dasar bahasa Arab.

Di sisi lain, menjaga kesalahan berbahasa dalam menggunakan berbagai


jenis kalimah yang berbeda-beda bentuknya dan beraneka agam maknanya tidak
mungkin dilakukan oleh pelajar/pengguna bahasa Arab yang tidak/belum
mengetahui konstruksi kalimah berbahasa Arab, akar katanya, wazan yang
menjadi acuan, dan kata-kata yang terbentuk atau diturunkan dari akar kata
tersebut. Oleh karena itu, rasanya mustahil bila seseorang dapat mahir
berbahasa Arab secara lisan dan tulisan, apabila ia tidak menguasai ilmu sharf.
Sebab, menguasai ilmu sharf dan nahwu merupakan syarat mutlak bagi
seseorang untuk dapat menguasi bahasa Arab dengan baik, secara lisan dan
tulisan. Betapa penting dan signifikan ilmu sharf dalam bahasa Arab, hingga
dikatakan bahwa induk ilmu pengetahuan bahasa Arab adalah penguasaan ilmu
sharf (al-sharf umm al-‘ulûm).

Perhatikan perbedaan teks dan makna kalimah di bawah ini:

‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﻟﻜﻠﻤﺔ‬ ‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﻟﻜﻠﻤﺔ‬


Pena
‫ﻗﻠَﻢ‬ Sakit
‫اﻟَﻢ‬
Usaha
‫ﻋﻤَﻞ‬ Cita-cita
‫أﻣَﻞ‬
Berubah
‫ﺻﺮَف‬ Mulia
‫ﺷﺮَف‬
Bahagia
‫ﺳﻌِﺪ‬ Naik
‫ﺻﻌِﺪ‬
Teman duduk
‫ﺟﻠﻴﺲ‬ yang duduk
‫ﺟﺎﻟﺲ‬
Yang Mahatahu,
‫ﻋﻠﻴﻢ‬ yang pandai,
‫ﻋﺎﻟﻢ‬
sangat pandai sarjana
Orang
banyak
yang
‫ﻛﺬﱠاب‬ Orang yang
berdusta
‫ﻛﺎذب‬
berdusta
Yang
diterjemahkan
‫ﻣﺘﺮﺟَﻢ‬ Penerjemah
‫ﻣﺘﺮﺟﻢ‬
ِ

Perhatikan juga perbedaan teks kalimah dan makna jumlah di bawah ini:

‫اﻟﺠﻤﻠﺔ‬
‫أَﺧْ ﺮَجَ اﻟﺮﺟﻞ اﻟﻜﻠﺐ‬ ‫ﺧَ ﺮَجَ اﻟﺮﺟﻞ‬
Lai-laki itu mengusir anjing Laki-laki itu keluar

‫ﺿَﺎرَبَ زﯾﺪ ﻋﻤﺮا‬ ‫ﺿﺮَبَ زﯾﺪ ﻋﻤﺮا‬


َ
Zaid dan Amr saling memukul Zaid memukul Amr

‫ﻏﻠﱠﻘﺖُ اﻟﺒﺎب‬ ‫أﻏﻠﻘْﺖُ اﻟﺒﺎب‬


Saya menutup pintu berkali-kali Saya menutup pintu

‫وﺟﺪَﻧﺎ اﻟﻤﻌﻠﻢ‬ ‫وﺟﺪْﻧﺎ اﻟﻤﻌﻠﻢ‬


Kami ditemukan oleh guru Kami menemukan guru itu

Pada dua tabel di atas, dapat diketahui bahwa perubahan bunyi kalimah
dan perbedaan bentuk kalimah sangat mempengaruhi arti ungkapan berbahasa
Arab. Perbedaan bentuk kalimah dapat diketahui dari ilmu sharf. Kesalahan
membaca dan menulis bentuk kalimah dapat mengakibatkan kesalahan dalam
pemahaman struktur kalimat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
signifikansi ilmu sharf ialah menjaga terjadinya kesalahan membaca dan menulis
aneka bentuk kalimah, serta membantu seseorang dalam memahami struktur
kalimat berdasarkan komponen kosakata yang tersusun di dalam struktur
tersebut.

Rangkuman
1. Ilmu Sharf ialah ilmu yang membahas tentang perubahan-perubahan yang
terjadi pada kalimah (kata) berbahasa Arab sebelum digunakan di dalam
struktur/kalimat. Kaidah-kaidah perubahan kalimah dalam bahasa Arab
disebut qawâ‘id sharfiyyah. Proses pembentukan dan perubahan kalimah
disebut tasrif (tashrîf). Tasrif memiliki dua model, yaitu: tashrîf isthilâhî
(perubahan morfem-akar ke bentuk kalimah baru yang memiliki
istilah/terminologis khusus) dan tashrîf lughawî (perubahan kata yang
disesuaikan dengan kondisi dhamîr [pronomina persona]).
2. Objek kajian ilmu sharf adalah bangunan/konstruksi semua kalimah
berbahasa Arab, proses pembentukannya, dan perubahan shîghah
(bentuk kalimah) yang disertai dengan perubahan makna. Ilmu sharf
hanya mengkaji kalimah yang mengalami perubahan, yaitu isim
mutamakkin (kata benda dan sifat yang mengalami perubahan bentuk)
dan fi‘il mutasharrif (kata kerja yang menerima perubahan). Akan tetapi,
ditinjau dari bentuknya sebagai kalimah, harf (partikel) tetap disinggung
dalam ilmu sharf. Harf tidak menjadi bahasan utama karena bentuknya
tidak berubah atau tetap.
3. Spesifikasi kajian ilmu sharf ialah semua kalimah berbahasa Arab yang
dapat berubah bentuk dalam keadaannya yang tunggal (ifrâd) atau belum
tersusun di dalam jumlah/struktur kalimat. Ilmu sharf mengkaji perubahan
akar kata atau al-hurûf al-ashliyyah, yaitu konsonan asli (bukan
tambahan) yang menjadi dasar konstruksi kalimah (morfem-akar), ashl al-
musytaqqât (akar kalimah yang dibentuk), wazn-wazn (acuan kata), dan
makna yang muncul dari setiap perubahan kalimah. Ilmu sharf berbeda
dengan ilmu nahwu dalam meninjau kalimah. Bila ilmu sharf meninjau
kalimah dari segi bentuknya (dan maknanya) sebelum digunakan di dalam
struktur/kalimat, maka ilmu nahwu meninjau kalimah dari segi fungsinya di
dalam struktur/kalimat. Ilmu sharf memperhatikan semua perubahan yang
terjadi di dalam kalimah/kata, sedangkan ilmu nahwu memperhatikan
perubahan yang terjadi pada setiap akhir kalimah yang tersusun di dalam
jumlah karena perbedaan ‘âmil (faktor) yang mempengaruhinya.
4. Tujuan pembelajaran ilmu sharf ialah untuk menjaga kesalahan berbahasa
Arab dan menuliskan kosakatanya sesuai dengan kaidah atau acuan yang
benar. Sedangkan manfaat yang diperoleh dari pembelajaran ilmu sharf
ialah mengetahui berbagai konstruksi kalimah berbahasa Arab serta akar
katanya untuk menjaga lidah dari kesalahan berbahasa disertai upaya
memperhatikan aturan penulisan kosakata bahasa.
5. Signifikansi ilmu sharf dalam tata bahasa Arab ialah adanya acuan-acuan
yang benar dalam pembentukan dan perubahan kalimah berbahasa Arab
sehingga para pengguna bahasa Arab terhindar dari kesalahan
berbahasa, khususnya dalam mengucapkan aneka bentuk
kalimah/kosakata bahasa Arab, membacanya, dan atau menuliskannya.
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Takrif Ilmu
Sharf dan Urgensinya dalam Tata Bahasa Arab. Agar Anda dapat lebih memahami
materi yang terdapat pada Kegiatan Belajar 1, buatlah peta konsep dari Ilmu Sharf
serta Tujuan dan Manfaat dalam mempelajarinya.

Tes Formatif 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat.

Jawablah pertanyaan berikut:


1. Jelaskan definisi ilmu sharf menurut Mushthafa al-Ghalayaini!
2. Apa yang Anda ketahui tentang objek kajian ilmu sharf? Jelaskan dengan
memaparkan materi atau kajian yang menjadi spesifikasi ilmu sharf!
3. Kemukakan pendapat Anda, mengapa ilmu sharf dikatakan sebagai induk ilmu
bahasa Arab! Lalu, apa peranan ilmu sharf di dalam tata bahasa Arab?
4. Jelaskan apa tujuan yang hendak dicapai dalam mempelajari ilmu sharf, dan apa
pula manfaat yang dapat diperoleh dari pengetahuan tentang perubahan bentuk
kalimah!
5. Mengapa ilmu sharf itu penting dipelajari? Apa signifikansinya dalam tata bahasa
Arab?
6. Kemukakan contoh-contoh perubahan bentuk kalimah yang dapat mempengaruhi
perubahan arti secara signfikan!
7. Isilah/lengkapilah pernyataan-pernyataan di bawah ini !

........................................................ ‫اﻟﺼﺮف ﻟﻐﺔ‬


.................... ‫اﻟﺼﺮف اﺻﻄﻼﺣﺎ ﻋﻠﻢ ﻳﺒﺤﺚ ﻋﻦ ﺻﻴﻎ اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬
........................................................
........................................................ ‫واﺿﻊ ﻋﻠﻢ‬
........................................................ ‫اﻟﺼﺮف‬

..................................... ‫اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻣﻦ‬ ‫ﻣﻮﺿﻮع ﻋﻠﻢ‬


........................................................ ‫اﻟﺼﺮف‬

........................... ‫ﺣﻔﻆ اﻟﻠﺴﺎن واﻟﻘﻠﻢ ﻋﻦ اﳋﻄﺄ‬


........................................................
....................................................... . ‫ﲦﺮة ﻣﻌﺮﻓﺔ اﻟﺼﺮف‬
........................................................
‫ﻋﻠﻢ ﻳﺒﺤﺚ ﻋﻦ أﺣﻮال أواﺧﺮ اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﻣﻦ ﺣﻴﺚ‬
.‫اﻹﻋﺮاب واﻟﺒﻨﺎء‬

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.
KEGIATAN BELAJAR 2: KLASIFIKASI KATA DALAM BAHASA ARAB

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mampu mengidentifikasi berbagai bentuk kata dalam bahasa Arab
berdasarkan ciri-cirinya.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi kata isim, kata fi’il, dan kata harf secara tepat sesuai dengan
ciri-cirinya.

Pokok-pokok Materi

A. Klasifikasi Kata dalam Bahasa Arab


B. Kata Isim
C. Kata Fi’il
D. Kata Harf

PETA KONSEP
 Kalimah (kata) ialah lafazh (bunyi, ujaran bahasa) yang mengandung
makna dalam keadaan mandiri atau ketika bersambung dengan lafazh
yang lain. Kalimah dapat dipadankan dengan “kata” dalam bahasa
Indonesia. Kata ialah satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat
diujarkan sabagai bentuk yang bebas dan mengandung makna; atau
satuan (unsur) bahasa yang berupa morfem bebas dan mengandung
makna.
 Kalimah diklasifikasikan ke dalam tiga kelas, yaitu: isim (‫)اﺳﻢ‬, fi‘il (‫)ﻓﻌﻞ‬,
dan harf (‫)ﺣﺮف‬. Dalam linguistik umum, isim (‫ )اﺳﻢ‬dapat dipadankan
dengan nomina dan adjektiva, fi‘il (‫ )ﻓﻌﻞ‬disejajarkan dengan verba, dan
harf (‫ )ﺣﺮف‬disetarakan dengan partikel.
 Ciri kalimah isim antara lain: dapat disisipi alif lam “‫ ”ال‬di awalnya,
dapat didahului harf jarr (‫)ﺣﺮف اﻟﺠﺮ‬, dapat didahului harf nidâ’ (‫;ﺣﺮف اﻟﻨﺪاء‬
partikel sapaan), dapat menerima tanwin ( ٌ ‫ ) ـ ًــٍــ‬di akhir, dan bisa
menjadi sandaran (‫ )ﻣﺴﻨﺪ‬bagi kata lainnya. Ciri kalimah fi‘il ialah dapat
disisipi dhamîr (kata ganti) َ‫ت‬, ‫ت‬ ِ , ُ‫ت‬, dan ْ‫ ت‬di akhirnya, dapat disisipi ْ‫ي‬
di akhir fi‘il amr, dapat disisipi ّ‫( ن‬nun syiddah) di akhir fi‘il mudhâri dan
fi‘il amr, dan dapat didahului oleh ‫ﻗَـ ْﺪ‬, َ‫س‬, dan َ‫ﺳَﻮْ ف‬. Ciri kalimah harf ialah
tidak dapat menerima ciri-ciri kalimah isim dan fi‘il.
 Kalimah yang menjadi objek utama kajian ilmu sharf ialah kalimah isim
dan kalimah fi‘il yang menerima perubahan bentuk (mutasharrif).
Sedangkan kalimah harf tidak dibahas secara khusus di dalam ilmu
sharf. Akan tetapi, mengetahui bentuk-bentuk kalimah harf sangat
penting mengingat ia merupakan salah satu kelas kalimah.

Perhatikan bagan berikut!

‫اﻟﻜﻠﻤﺔ اﻟﻌﺮﺑﻴﺔ‬

‫ﺣـﺮف‬ ‫ﻓﻌـﻞ‬ ‫اﺳـﻢ‬


PARTIKEL VERBA NOMINA

‫أﻗﺴﺎﻣﻪ‬ ‫أﻗﺴﺎﻣﻪ‬
‫ﺣﺮوف اﻟﻤﻌﺎﻧﻲ‬
Partikel Semantis
Klasifikasi Verba Klasifikasi
Klasifikasi Verba ‫أﺣﻮاﻟﻪ‬ ‫أﺣﻮاﻟﻪ‬
Nomina
‫ﺣﺮوف اﻟﻤﺒﺎﻧﻲ‬
Bentuk Verba Bentuk Nomina
Pertikel Statis
‫اﻟﺘﺼﺮﻳﻒ‬ ‫ﺗﺮﻛﻴﺒﻪ‬

Konjugasi Struktur Nomina

‫ﺣﺮوف اﻟﻌﻠﺔ‬ ‫دﻻﻟﺘﻪ‬

Semi Vokal Makna Nomina


Uraian Materi
A. Definisi Kalimah
Menurut Muhammad bin ‘Abdillah Ibnu Malik di dalam Nazhm al-Alfiyyah,
kata “kalimah” (‫ )ﻛﻠﻤﺔ‬berbentuk mufrad (tunggal, satuan) dan berasal dari isim
jenis “kalim” (‫)ﻛِﻠﻢ‬. Ibnu ‘Aqil al-Hamadzani, seorang pensyarah Nazhm al-Alfiyyah
terkemuka, menegaskan bahwa “kalimah” itu bermakna tunggal, sedangkan
“kalim” menunjukkan makna tidak tunggal atau lebih dari dua. Ibnu ‘Aqil
mengatakan:

‫ ﻫﻲ‬:‫ واﻟﻜﻠﻤﺔ‬،"....‫ "إن ﻗﺎم زﻳﺪ‬:‫ ﻛﻘﻮﻟﻚ‬،‫ ﻣﺎ ﺗﺮﻛﺐ ﻣﻦ ﺛﻼث ﻛﻠﻤﺎت ﻓﺄﻛﺜﺮ‬:‫اﻟﻜﻠﻢ‬
.‫اﻟﻠﻔﻆ اﻟﻤﻮﺿﻮع ﻟﻤﻌﻨﻰ ﻣﻔﺮد‬
Artinya: “Kalim” (‫ )ﻛِﻠﻢ‬ialah susunan kalimat yang terdiri atas tiga kalimah atau
lebih, seperti ucapan: “...،‫( ”إن ﻗﺎم زﯾﺪ‬Jika Zaid berdiri…), sedangkan “kalimah” (‫)ﻛﻠﻤﺔ‬
ialah lafazh (ujaran) yang sengaja diucapkan untuk makna yang tunggal (mufrad).

Akan tetapi, “kalimah” kadang juga digunakan untuk makna “kalâm”, yaitu
lafazh yang tersusun dan mengandung pengertian sempurna, seperti ucapan ‫ﻛﻠﻤﺔ‬
‫( اﻹﺧﻼص‬kalimah al-ikhlash) dan ‫( ﻛﻠﻤﺔ اﻟﺘﻮﺣﯿﺪ‬kalimah al-tauhîd), yaitu ‫( ﻻ إﻟﮫ إﻻ ﷲ‬lâ
ilâha illallâh: tiada tuhan selain Allah). Juga, seperti sabda Nabi Saw.:

:‫ ﻳﺮﻳﺪ ﻗﺼﻴﺪة ﻟﺒﻴﺪ ﺑﻦ رﺑﻴﻌﺔ اﻟﻌﺎﻣﺮي اﻟﺘﻲ أوﻟﻬﺎ‬."‫"أﻓﻀﻞ ﻛﻠﻤﺔ ﻗﺎﻟﻬﺎ ﺷﺎﻋﺮ ﻛﻠﻤﺔ ﻟﺒﻴﺪ‬
‫ وﻛﻞ ﻧﻌﻴﻢ ﻻ ﻣﺤﺎﻟﺔ زاﺋﻞ‬/ ‫أﻻ ﻛﻞ ﺷﺊ ﻣﺎ ﺧﻼ اﷲ ﺑﺎﻃﻞ‬
Artinya: “Sebai-baik kalimah yang diucapkan oleh penyair adalah kalimah
Lubaid”. Maksudnya, senandung syair dari Lubaid bin Rabi‘ah al-‘Amiri yang
dimulai dengan: “Ingatlah, segala sesuatu yang bukan karena Allah itu batil
(rusak), dan setiap kesenangan itu pasti akan sirna.”
Kalimah (kata), sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu ‘Aqil dan para ahli tata
bahasa Arab, adalah unsur pembentuk kalimat yang lazim disebut kalâm, atau
dalam istilah lain adalah “jumlah”. Menurut Ibnu Malik, kalâm ialah ujaran (lafzh)
yang memberikan makna kepada lawan bicara, seperti kata “‫( ”اِ ْﺳﺘَﻘِ ْﻢ‬istaqim):
“bersikap luruslah” atau “tetaplah dalam kebaikan”, meskipun ujaran “‫ ”اِ ْﺳﺘَﻘِ ْﻢ‬itu
tidak tersusun dari dua kata atau lebih. Sedangkan “kalim” ialah susunan tiga
kalimah atau lebih, meskipun tidak memberikan makna kepada lawan bicara,
seperti ucapan: “...،‫( ”إن ﻗﺎم زﯾﺪ‬Apabila Zaid berdiri…) yang belum sempurna.
Dalam al-Mu‘jam al-Wasîth, dikatakan:
‫)اﻟﻜﻠﻤﺔ واﻟﻜﻠﻤﺔ( اﻟﻠﻔﻈﺔ اﻟﻮاﺣﺪة و )ﻋﻨﺪ اﻟﻨﺤﺎة( اﻟﻠﻔﻈﺔ اﻟﺪاﻟﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﻨﻰ ﻣﻔﺮد‬
‫ اﻟﺠﻤﻠﺔ أو اﻟﻌﺒﺎرة اﻟﺘﺎﻣﺔ‬-‫ و‬.‫ﺑﺎﻟﻮﺿﻊ ﺳﻮاء أﻛﺎﻧﺖ ﺣﺮﻓﺎ واﺣﺪا ﻛﻼم اﻟﺠﺮ أم أﻛﺜﺮ‬
.‫ ﺣﻜﻤﻪ أو إرادﺗﻪ‬:‫ وﻛﻠﻤﺔ اﷲ‬.‫اﻟﻤﻌﻨﻰ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻬﻢ "ﻻ إﻟﻪ إﻻ اﷲ" ﻛﻠﻤﺔ اﻟﺘﻮﺣﻴﺪ‬
‫ و )ﻛﺬﻟﻚ ﺣﻘﺖ ﻛﻠﻤﺔ رﺑﻚ ﻋﻠﻰ اﻟﺬﻳﻦ‬،(‫وﻓﻲ اﻟﺘﻨـﺰﻳﻞ اﻟﻌﺰﻳﺰ )وﻛﻠﻤﺔ اﷲ ﻫﻲ اﻟﻌﻠﻴﺎ‬
.‫ أو رﺳﺎﻟﺔ‬،‫ أو ﻣﻘﺎﻟﺔ‬،‫ أو ﺧﻄﺒﺔ‬،‫ ﻗﺼﻴﺪة‬،‫ اﻟﻜﻼم اﻟﻤﺆﻟﻒ اﻟﻤﻄﻮل‬-‫ﻓﺴﻘﻮا(؛ و‬
“Kalimah” dan “Kilmah”: ujaran/lafazh yang tunggal; menurut ahli nahwu (tata
bahasa): lafazh tunggal yang menunjukkan makna satuan dengan cara disengaja,
baik ia berupa satu harf (partikel), seperti lâm al-jarr (lam yang menyebabkan isim
setelahnya dibaca jarr) maupun lebih dari satu kalimah. “Kalimah” berarti: kalimat
atau ungkapan yang sempurna maknanya, seperti ucapan orang Arab: “Lâ ilâha
illallâh ialah kalimah tauhid.” Kalimah Allah: hukum-Nya dan kehendak-Nya. Di
dalam Al-Quran dikatakan, “Kalimah (hukum dan kehendak) Allah itulah yang
tinggi.” Dan, “Demikianlah hukum Tuhanmu itu tetap bagi orang-orang yang
fasik.” “Kalimah” berarti juga: ucapan yang tersusun panjang; kasidah/kumpulan
puisi; khutbah; makalah; atau surat.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa makna leksikal “kalimah”


ialah ujaran bahasa yang tunggal. Secara umum, maksud ujaran bahasa yang
tunggal adalah kata, sehingga dapat dikatakan bahwa arti kalimah adalah kata.
Sedangkan penggunaan “kalimah” memiliki maksud yang berbeda-beda, di
antaranya: kalimat, hukum, ucapan yang tersusun panjang, kasidah/kumpulan
puisi, khutbah, makalah, atau surat. Selain itu, di dalam bahasa Arab
kontemporer, dijumpai variasi penggunaan yang lain, seperti:
1. ‫أﻋﻄﻰ ﻟﮫ اﻟﻜﻠﻤﺔ‬: saya memberinya kesempatan bicara,
2. ‫اﺟﺘﻤﻌﺖ ﻛﻠﻤﺘﮭﻢ ﻋﻠﻰ ﻛﺬا‬: mereka bersepakat kata tentang masalah ini,
3. ‫اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻷﺧﯿﺮة‬: kata-kata atau pesan terakhir sebelum wafat,
4. ‫اﻟﻜﻠﻤﺔ اﻷﺧﯿﺮة‬: keputusan terakhir,
5. ‫اﻟﻜﻠﻤﺔ اﻟﻌﻠﯿﺎ‬: kekuasaan, pendapat, keputusan,
6. ‫اﻟﻜﻠﻤﺔ اﻟﻤﻔﺘﺎﺣﯿﺔ‬: kata kunci,
7. ‫ﻣﺎ ﻧﻔﺬت ﻛﻠﻤﺎت ﷲ‬: tidak akan habis ilmu-ilmu Allah, dan lain sebagainya
Adapun menurut ahli nahwu (tata bahasa Arab), kalimah (kata) ialah
sebuah ujaran (bunyi bahasa) yang membentuk kalâm atau jumlah. Joseph Ilyas
dan George Nasief di dalam al-Wajîz fi al-Sharf wa al-Nahw wa al-I‘râb
mengatakan:

‫ أو ﻓﻲ ﻏﻴﺮﻩ إذا اﺳﺘﻮى ﻓﻲ ﺟﻤﻠﺔ‬،‫ ﻟﻔﻆ ﻳﺪل ﻋﻠﻰ ﻣﻌﻨﻰ ﻓﻴﻪ‬:‫اﻟﻜﻠﻤﺔ‬


“Kalimah ialah lafazh (ujaran) yang menunjukkan arti pada dirinya, atau
menunjukkan arti pada selainnya ketika tersusun dalam sebuah jumlah atau
kalimat.”
Maksud “menunjukkan arti pada dirinya” ialah memiliki arti sendiri, seperti
kalimah isim dan fi‘il, sedangkan maksud “menunjukkan arti pada selainnya” ialah
tidak memiliki arti sendiri tetapi harus bersambung dengan kalimah lain, seperti
kalimah harf atau partikel. Dalam linguistik umum, kata ialah satuan bunyi bahasa
terkecil yang dapat diujarkan sabagai bentuk yang bebas dan mengandung
makna; atau satuan (unsur) bahasa yang berupa morfem bebas dan
mengandung makna.
Dalam definisi lain diungkapkan:

.‫ وﺣﺮف‬،‫ وﻓﻌﻞ‬،ٌ‫ وﻫﻲ ﺛﻼﺛﺔُ أﻗﺴﺎم اﺳﻢ‬.ٍ‫ﻆ ﻳﺪﱡل ﻋﻠﻰ ﻣﻌﻨ ًﻰ ﻣُﻔﺮد‬
ٌ ‫اﻟﻜﻠﻤﺔُ ﻟﻔ‬
“Kalimah ialah lafzh (ujaran, kata) yang menunjukkan makna tunggal.
Kalimah dibagi tiga, yaitu: isim, fi‘il, dan harf

B. Klasifikasi Kalimah
Dalam bahasa Arab, kalimah (kata) dibagi ke dalam tiga kelas, yaitu isim,
fi’il, dan harf. Sedangkan dalam linguistik umum, dikenal beberapa label kelas
kata, yaitu: nomina (n), verba (v), adjektiva (a), adverbial (adv), numeralia (num),
partikel (p), pronominal (pron).
Berikut ini diurakan takrif kalimah isim, fi‘il, dan harf.
1. Isim (kata benda atau sejenisnya)
Di dalam Syarh Matn al-Âjurûmiyyah, isim ditakrifkan sebagai berikut:

.‫اﻻﺳﻢ ﻫﻮ ﻛﻠﻤﺔ دﻟﺖ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﲎ ﰲ ﻧﻔﺴﻬﺎ وﱂ ﺗﻘﱰن ﺑﺰﻣﻦ وﺿﻌﺎً ﻛﺰﻳﺪ وأﻧﺎ وﻫﺬا‬
Isim ialah kalimah (kata) yang menunjukkan arti pada dirinya dan situasinya
tidak disertai dengan kala/waktu, seperti kata ‫( زﯾﺪ‬Zaid; nama orang), ‫( أﻧﺎ‬saya;
kata ganti orang pertama), dan ‫( ھﺬا‬ini; kata tunjuk).
Atau dapat diungkapkan:

‫ﻛﻠﻤﺔ دﻟﺖ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﲎ ﰲ ﻧﻔﺴﻬﺎ وﱂ ﺗﻘﱰن ﺑﺄﺣﺪ اﻷزﻣﻨﺔ اﻟﺜﻼﺛﺔ‬


“Kalimah yang menunjukkan makna pada dirinya dan tidak disertai dengan
kala/waktu yang tiga (mâdhî/lalu, mudhârî/sekarang, dan mustaqbal/nanti).”
Dalam definisi lain diungkapkan:

‫َس وﻋُﺼﻔﻮٍر ودا ٍر‬


ٍ ‫ﲎ ﰲ ﻧﻔﺴﻪ ﻏﲑ ﻣُﻘ ِﱰ ٍن ﺑﺰﻣﺎن ﻛﺨﺎﻟﺪ وَﻓﺮ‬ ً ‫دل ﻋﻠﻰ ﻣﻌ‬
‫ ﻣﺎ ﱠ‬: ‫اﻻﺳﻢ‬
"‫ واﻷﻟﻒ ﻣﻦ "ﻛﺘﺒَﺎ‬،"‫"ﻛﺘﺒﺖ‬
ُ ‫ أن ﻳَﺼ ّﺢ اﻹﺧﺒﺎ ُر ﻋﻨﻪ ﻛﺎﻟﺘﺎء ﻣﻦ‬:‫ وﻋﻼﻣﺘﻪ‬.‫وﺣﻨﻄ ٍﺔ وﻣﺎء‬
‫ﺣﺮف اﻟﻨﺪاء ﻛﻴﺎ‬
َ ‫ أو‬،‫ ﻛﻔَﺮس‬،‫ أو اﻟﺘﻨﻮﻳﻦ‬،‫"أل" ﻛﺎﻟﺮﺟﻞ‬ ْ ‫ أو ﻳﻘﺒ َﻞ‬،"‫واﻟﻮاو ﻣﻦ "ﻛﺘﺒﻮا‬
.‫ﺣﺮف اﳉﱢﺮ ﻛﺎﻋﺘﻤﺪ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺗﺜِ ُﻖ ﺑﻪ‬
َ ‫ أو‬،ُ‫أﻳﱡﻬﺎ اﻟﻨﺎس‬
“Isim ialah kata yang menunjukkan makna pada dirinya yang tidak disertai
dengan kala/waktu, seperti kata: “‫( ﺧﺎﻟﺪ‬khâlid; nama orang), ‫( ﻓﺮس‬faras; kuda),
‫‘( ﻋﺼﻔﻮر‬ushfûr; burung), ‫( ﺣﻨﻄﺔ‬hinthah; gandum), dan ‫( ﻣﺎء‬mâ’; air). Ciri-ciri isim
ialah: dapat digantikan oleh lafazh yang berfungsi untuk memberitahukan,
seperti dhamîr ُ‫ ت‬pada kata: ُ‫( كَ◌َ ﺗَﺒْﺖ‬katabtu: saya telah menulis), dhamîr “‫”ا‬
pada kata ‫( كَ◌َ ﺗَﺒَﺎ‬katabâ: dua orang telah menulis), dan dhamîr “‫ ”و‬pada kata
‫( كَ◌َ ﺗَﺒُﻮا‬katabû: mereka [3 orang atau lebih] telah menulis), menerima “‫ ”ال‬di
awal, seperti kata ‫( اﻟﺮﺟﻞ‬laki-laki itu), menerima tanwin ( ٌ ‫ ) ـ ًــ ٍــ‬di akhir, seperti
kata ٌ‫ﻓَﺮَس‬, menerima harf (partikel) sapaan “‫ ”ﯾﺎ‬seperti pada kata: ‫( ﯾَﺎ أﯾﮭﺎ اﻟﻨﺎس‬hai
manusia!), atau harf al-jarr (partikel yang men-jarr-kan isim), seperti kalimat:
‫ﻖ ﺑﮫ‬
ُ ِ‫( اِ ْﻋﺘَ ِﻤ ْﺪ َﻋﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﺗﺜ‬berpeganglah kepada orang yang kamu percayai!)”
Perhatikan tabel berikut!
‫اﻟﻤﻌﻨﻰ‬ ‫اﻟﻤﺜﺎل‬ ‫ﻋﻼﻣﺔ اﻻﺳﻢ‬ ‫اﻟﺮﻗﻢ‬
 Saya telah menulis
‫ْﺖ‬
ُ ‫ ﻛﺘﺒ‬:‫ت‬
ُ ‫ﻳﺼﺢ اﻹﺧﺒﺎر ﻋﻨﻪ‬ ١
 Dua orang telah
menulis ‫ ﻛﺘﺒـﺎ‬:‫ا‬
 Mereka (3 orang atau
lebih) telah menulis ‫ ﻛﺘﺒـﻮا‬:‫و‬
 Laki-laki ‫ اﻟـرﺟﻞ‬:‫ال‬ ‫ﻗﺒﻮل "ال" ﰲ أوﻟﻪ‬ ٢
 mahasiswa
 sekolah
‫اﻟـﻃﺎﻟﺐ‬
 kampus ‫اﻟـﻣﺪرﺳﺔ‬
(semuanya didahului ‫ال‬
untuk arti khusus)
‫اﻟـﺟﺎﻣﻌﺔ‬
 Khalid ‫ﺧَﺎﻟِ ٌﺪ‬ ‫اﻟﺘﻨﻮﻳﻦ ً"ـٍـٌ" ﰲ آﺧﺮﻩ‬ ٣
 rumah
 kuda
‫ْﺖ‬
ٌ ‫ﺑَـﻴ‬
(semuanya diakhir ‫س‬
ٌ ‫ﻓَـ َﺮ‬
tanwin)
 Hai Muhammad ‫ﻳﺎ ﻣﺤﻤﺪ‬ ‫ﻗﺒﻮل "ﻳﺎ" ﺣﺮف‬ ٤
 Hai Fatimah
 Wahai Yang Maha
‫ﻳﺎ ﻓﺎﻃﻤﺔ‬ ‫اﻟﻨﺪاء‬
Pemurah
‫ﻳﺎ رﺣﻤﻦ‬
 Duhai Yang Maha
Pengampun ‫ﻳﺎ ﻏﻔﻮر‬
(semuanya didahului
partikel sapa ‘‫)’ﻳﺎ‬

 Dari kampus ‫ﻣﻦ اﳉﺎﻣﻌﺔ‬ ،ّ‫ﻗﺒﻮل ﺣﺮف اﳉﺮ‬ ٥


 Ke mesjid
 Berpeganglah pada
‫ إﱃ اﻟْﻤﺴﺠ ِﺪ‬.‫ ﻋَﻦ‬،‫ إﱃ‬،‫ ﻣِﻦ‬:‫ﻣﺜﻞ‬
orang yang kamu
percayai
‫اِ ْﻋﺘَ ِﻤ ْﺪ َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﻦ ﺗﺜِ ُﻖ ﺑﻪ‬
Kalimah isim secara umum menunjukkan arti benda (nomina) atau yang
menurut ahli bahasa Arab dianggap “sejenis” dengan arti benda, seperti kata
pelaku (isim fâ‘il), kata objek (isim maf‘ûl), dan kata sifat (shifah musyabbahah,
isim tafdhîl, dan shîghah mubâlaghah). Juga, seperti isim ma‘nâ atau mashdar
yang artinya hanya dapat dicerap oleh akal dan tidak memiliki wujud
benda/fisik. Tentang isim ma‘nâ atau mashdar akan dijelaskan pada bab
ketiga yang mengulas tentang isim jâmid, yaitu kalimah yang statis, sangat
sedikit perubahannya, dan tidak memiliki akar, dan isim musytaqq, yaitu
kalimah yang berkembang, mengalami beberapa perubahan bentuk, memiliki
akar kata, dan dibentuk dari satu kata akar.
2. Fi‘il (kata kerja, verba)
Fi‘il, di dalam Matn al-Âjurûmiyyah, ditakrifkan sebagai berikut:

‫اﻟﻔﻌﻞ ﻫﻮ ﻛﻠﻤﺔ دﻟﺖ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﲎ ﰲ ﻧﻔﺴﻬﺎ واﻗﱰﻧﺖ ﺑﺰﻣﻦ وﺿﻌﺎً؛ ﻓﺈن دﻟﺖ ﺗﻠﻚ‬
‫ وإن دﻟﺖ ﻋﻠﻰ زﻣﻦ ﳛﺘﻤﻞ اﳊﺎل‬،‫ ﻗﺎم‬:‫اﻟﻜﻠﻤﺔ ﻋﻠﻰ زﻣﻦ ﻣﺎض ﻓﻬﻲ اﻟﻔﻌﻞ اﳌﺎﺿﻲ ﳓﻮ‬
‫ وإن دﻟﺖ ﻋﻠﻰ ﻃﻠﺐ ﺷﻰء ﰲ اﳌﺴﺘﻘﺒﻞ‬،‫ ﻳﻘﻮم‬:‫واﻻﺳﺘﻘﺒﺎل ﻓﻬﻲ اﻟﻔﻌﻞ اﳌﻀﺎرع ﳓﻮ‬
. ‫ﻓﻬﻲ ﻓﻌﻞ اﻷﻣﺮ ﳓﻮ ﻗُ ْﻢ‬
“Fi‘il ialah kalimah (kata) yang menunjukkan arti pada dirinya dan situasinya
disertai dengan kala/waktu. Apabila kalimah itu menunjukkan kala yang telah
lalu, ia disebut dengan fi‘il mâdhi (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﺎض‬, seperti kata: ‫ ;ﻗـﺎم‬apabila kalimah
itu menunjukkan kala sekarang/kini atau akan datang/nanti, ia disebut dengan
fi‘il mudhâri‘ (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺎرع‬, seperti kata: ‫ﯾﻘـﻮم‬, dan apabila kalimah itu
menunjukkan permintaan sesuatu pada kala yang akan datang, ia disebut fi‘il
amr (‫)ﻓﻌﻞ اﻷﻣﺮ‬, seperti kata: ‫ﻗـ ُـ ْﻢ‬.”
Dari takrif di atas, diketahui bahwa kalimah fi‘il ialah kata yang
menunjukkan arti pada dirinya. Secara umum, arti yang ditunjukkan kalimah fi‘il
ialah perbuatan atau kejadian. Karena itu, kata ini disebut dengan ‫( ﻓِ ْﻌ ٌﻞ‬fi‘l[un])
yang artinya perbuatan, pekerjaan, atau kejadian. Selanjutnya, apabila ditinjau
dari kala/waktu yang menyertai situasinya, kalimah fi‘il dibagi ke dalam tiga
jenis, yaitu: fi‘il mâdhi (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﺎض‬, fi‘il mudhâri‘ (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺎرع‬, dan fi‘il amr ( ‫ﻓﻌﻞ‬
‫)اﻷﻣﺮ‬, seperti kata-kata: ‫ ﻗـ ُـ ْﻢ‬- ‫ﻗَﺎ َم – ﯾَﻘُﻮْ ُم‬.
Takrif yang lebih sederhana dapat diungkapkan sebagai berikut:

.‫وﺟ ْﺊ‬
ِ ُ‫وﳚﻲء‬
َ َ‫ﲎ ﰱ ﻧـَﻔْﺴﻪ ﻣُﻘﱰِن ﺑﺰﻣﺎ ٍن ﻛﺠﺎء‬
ً ‫دل ﻋﻠﻰ ﻣﻌ‬
ّ ‫ﻣﺎ‬
“Fi‘il ialah kata yang menunjukkan arti pada dirinya yang disertai dengan
kala/waktu, seperta kata: ْ‫ ِﺟﺊ‬،ُ‫ ﯾَ ِﺠﻲْ ء‬،َ‫ َﺟﺎء‬.”
Tentang ciri-ciri fi‘il diungkapkan sebagai berikut:

‫ أو "ﺿﻤ َﲑ‬،‫اﻟﺘﺄﻧﻴﺚ اﻟﺴﺎﻛﻨﺔ‬


ِ َ‫ أو "ﺗﺎء‬،"‫وﻋﻼﻣﺘﻪ أن ﻳﻘﺒ َﻞ "ﻗَﺪْ" أو "اﻟﺴﲔَ" أو "ﺳﻮْف‬
،‫ﻧﺬﻫﺐ‬
ُ ‫ ﺳﻮف‬،‫ﺳﺘﺬﻫﺐ‬
ُ ،ُ‫ ﻗ ْﺪ ﻳﻘﻮم‬،َ‫ ﻗﺪ ﻗﺎم‬:‫ وﻣﺜﺎﻟُﻪ‬."ِ‫ أو "ﻧﻮن اﻟﺘﻮﻛﻴﺪ‬،"‫اﻟﻔﺎﻋﻞ‬
.َْ
‫ اﻛﺘﱭ‬،ّ‫ اﻛﺘُﱭ‬،َّ
‫ ﻟِﻴﻜﺘﱭ‬،َّ‫ ﻳﻜﺘﱭ‬،‫ﻗﻤﺖ‬ِ ،‫ﻗﻤﺖ‬َ ،‫ﻗﺎﻣﺖ‬
ْ
“Ciri-ciri fi‘il ialah dapat menerima ‫ﻗَ ْﺪ‬, َ‫س‬, ‫( ﺳﻮف‬di awal), ْ‫( ت‬di akhir), dhamîr al-
fc‘il (kata ganti untuk pelaku), atau ‫نﱠ‬/ ْ‫( ن‬nûn taukîd) di akhir kata. Contohnya
ialah: ‫ﻗﺪ ﻗﺎم‬, ‫ﻗﺪ ﯾﻘﻮم‬, ‫ﺳـﺗﺬھﺐ‬, ‫ﺳﻮف ﻧﺬھﺐ‬, ‫ﻗﺎﻣﺖ‬, َ‫ﻗﻤﺖ‬, ‫ﺖ‬
ِ ‫ﻗﻤ‬, ‫ﯾﻜﺘﺒﻦﱠ‬, ‫ﻟﯿﻜﺘﺒﻦﱠ‬, ‫اﻛﺘﺒﻦﱠ‬, ْ‫اﻛﺘﺒﻦ‬.

Perhatikan tabel berikut:


‫اﻟﻤﻌﻨﻰ‬ ‫اﻟﻤﺜﺎل‬ ‫ﻋﻼﻣﺔ اﻟﻔﻌﻞ‬ ‫اﻟﺮﻗﻢ‬
 Ia benar2 telah berdiri
‫دﺧﻮل "ﻗَ ْﺪ" ﰲ أوﻟﻪ ﻗﺪ ﻗﺎم‬ ١
 Ia terkadang berdiri
 Orang-orang Mukmin ‫ﻗﺪ ﻳﻘﻮم‬
benar2 telah menang
‫ﻗﺪ أﻓﻠﺢ اﳌﺆﻣﻨﻮن‬
 Ahmad akan membaca
‫س" ﰲ أوﻟﻪ ﺳـﻳﻘﺮأ أﲪﺪ‬
َ " ‫دﺧﻮل‬ ٢
 Fathimah akan pergi
‫ﺳـﺗﺬﻫﺐ ﻓﺎﻃﻤﺔ‬
 Orang-orang bodoh
akan berkata ‫ﺳـﻳﻘﻮل اﻟﺴﻔﻬﺎء‬
 Nanti kita akan pergi
‫ْف" ﰲ ﺳﻮف ﻧﺬﻫﺐ‬
َ ‫دﺧﻮل "ﺳَﻮ‬ ٣
 Kelak kamu semua
akan mengetahui ‫ﺳﻮف ﺗﻌﻠﻤﻮن‬ ‫أوﻟﻪ‬
 A’isyah telah kembali
‫َر َﺟ َﻌـت ﻋﺎﺋﺸﺔ‬ "‫ت‬
ْ " ‫ﻗﺒﻮل‬ ٤
 Ketika langit terbelah
 Seekor semut ْ ‫ﺸ ّﻘـ‬
‫ت‬ َ ْ‫إذا اﻟﺴﻤﺎء اﻧ‬ ‫)اﻟﺘﺄﻧﻴﺚ( ﰲ أﺧﺮﻩ‬
berkata…
ْ ‫ﻗﺎﻟـ‬
‫ت ﳕَْﻠَﺔ‬
 Jika kamu telah selesai
(dari satu urusan), َ ‫ إذا ﻓﺮ ْﻏـ‬-
‫ت ﻓﺎﻧْﺼَﺐ‬ ،‫ت‬
َ " ‫ﻗﺒﻮل ﺿﻤﲑ‬ ٥
ِ ‫ ﻟﻘﺪ ِﺟ ْﺌـ‬- ‫ت" اﻟﻔﺎﻋﻞ ﰲ‬ُ ،‫ت‬ِ
tetaplah bekerja keras
(untuk urusan lain) ‫ت‬
 Sungguh, engkau telah
membawa sesuatu ‫ﻚ ِﻣ ْﻦ‬ َ ُ‫ ﻟََﻘ ْﺪ َﺧﻠَﻘْـﺗ‬- ‫أﺧﺮﻩ‬
yang sangat mungkar
 Sungguh, engkau telah ‫َﻚ َﺷﻴْﺌًﺎ‬
ُ ‫ﻗَـْﺒ ُﻞ َوَﱂْ ﺗ‬
Aku ciptakan sebelum
itu, padahal kamu
belum berwujud sama
sekali
 Pasti akan kuhukum ia
dengan hukuman yang ‫َﻋﺬَاﺑًﺎ‬ ُ‫َ◌ﻷُ َﻋ ﱢﺬﺑـَﻨﱠﻪ‬ ‫ﻗﺒﻮل ﻧﻮن اﻟﺘﻮﻛﻴﺪ‬ ٦
‫َﺷ ِﺪﻳْﺪًا‬ ‫ ْن" ﰲ أﺧﺮﻩ‬،ّ‫"ن‬
berat
 Tulislah dengan
sungguh-sungguh
sebuah surat ً‫ُﱭ ِرﺳَﺎﻟَﺔ‬ َْ ‫ا ُْك ْ◌ﺗـ‬

3. Harf (kata penghubung, partikel)


Harf, di dalam Matn al-Âjurûmiyyah, ditakrifkan sebagai berikut:

‫ واﳊﺮف ﻻ ﻳﺪﺧﻞ ﰲ‬.‫اﳊﺮف ﻫﻮ ﻛﻠﻤﺔ دﻟﺖ ﻋﻠﻰ ﻣﻌﲎ ﰲ ﻏﲑﻫﺎ ﳓﻮ إﱃ وﻫﻞ وﱂ‬
‫ ﻓﺈ ّن )ﻫﻞ( ﻣﻌﻨﺎﻫﺎ اﻻﺳﺘﻔﻬﺎم و)ﱂ( ﻣﻌﻨﺎﻫﺎ‬،‫ﺗﺄﻟﻴﻒ اﻟﻜﻼم إﻻ إذا ﻛﺎن ﻟﻪ ﻣﻌﲎ ﻛﻬﻞ وﱂ‬
‫ زاي زﻳﺪ‬:‫ ﻻ ﻳﺪﺧﻞ ﰲ ﺗﺮﻛﻴﺐ اﻟﻜﻼم ﻛﺤﺮوف اﳌﺒﺎﱐ ﳓﻮ‬،‫ ﻓﺈن ﱂ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﻣﻌﲎ‬.‫اﻟﻨﻔﻲ‬
.‫ ﻓﺈ ّن ﻛﻼً ﻣﻨﻬﺎ ﺣﺮف ﻣﺒﲏ ﻻ ﺣﺮف ﻣﻌﲎ‬،‫وﻳﺎﺋﻪ وداﻟﻪ‬

Harf ialah kalimah yang menunjukkan arti pada (bersama) kalimah lain, seperti
‫( إﻟﻰ‬ke), ْ‫( ھَﻞ‬apakah), dan ‫( ﻟَ ْﻢ‬tidak/belum). Harf tidak masuk ke dalam susunan
kalam kecuali ia memiliki makna, seperti harf ْ‫ ھَﻞ‬yang artinya istifhâm (kata
tanya: apakah) dan harf ‫ ﻟَ ْﻢ‬yang artinya nafy (tidak/belum). Apabila harf tidak
memiliki arti, maka ia tidak masuk ke dalam struktur kalimat, seperti harf ‫ز‬/z,
‫ي‬/y, dan ‫د‬/d, yang membentuk kata ‫زﯾﺪ‬. Harf ‫ز‬, ‫ي‬, dan ‫ د‬adalah hurûf al-mabânî
(tetap, tidak memiliki arti), bukan harf ma‘nâ (yang memiliki arti bila bersanding
dengan kalimah lain).
Dari takrif di atas, dapat disimpulkan bahwa kalimah harf ialah kalimah
yang tidak memiliki arti yang sempurna kecuali setelah berhubungan dengan
kalimah lain. Kalimah harf bersifat pengait atau penghubung kalimah lain.
Bentuk kalimah harf berbeda dengan kalimah isim dan fi‘il. Dan, semua ciri
kalimah isim dan kalimah fi‘il tidak terdapat pada kalimah harf.
Perhatikan contoh kalimah isim, fi‘il, dan harf berikut:

‫اﻟﺤﺮف‬ ‫اﻟﻔﻌﻞ‬ ‫اﻻﺳﻢ‬


‫ إﱃ‬،‫ﻣِﻦ‬ ‫ﻗﻤﺖ‬
ُ ،‫ﻗﺎل‬ ‫ ﻓﺎﻃﻤﺔ‬،‫ﳏﻤﺪ‬
‫ ﰲ‬،‫ ﻋﻠﻰ‬،‫ﻋﻦ‬ ‫ْﺖ‬
ِ ‫ رﺟﻌ‬،‫ذﻫﺒﺖ‬
َ ‫ زﻳﻨﺐ‬،‫زﻳﺪ‬
‫ ﻟﻦ‬،‫أن‬ ‫ ﻳﻘﻮم‬،‫ﻳﻘﻮل‬ ‫ ﺟﺎﻣﻌﺔ‬،‫ﻣﺪرﺳﺔ‬
‫ ﻛﻲ‬،‫إذن‬ ‫ﻳﺮﺟﻊ‬
ِ ،‫ﻳﺬﻫَﺐ‬ ‫ ﻓﻨﺪق‬،‫دار‬
‫ ﻟـﻤّﺎ‬،‫ﱂ‬ ‫ اذﻫﺐ‬،‫اﻗﺮأ‬ ‫ ﻓﺮس‬،‫أﺳﺪ‬
‫ ﻣﺎ‬،‫ إن‬،‫ِل‬ ‫ارﺟﻌِﻲ‬
ِ ،‫ﻗﻞ‬ ‫ ﳕﻠﺔ‬،‫ﺑﻘﺮة‬
Bacalah ayat-ayat Al-Quran di bawah ini, kemudian klasifikasikan kalimah
isim, fi‘il, dan harf dengan cara meletakkannya pada kolom yang tersedia:

‫ أﻋﻮذ ﺑﺎﷲ ﻣﻦ اﻟﺸﻴﻄﺎن اﻟﺮﺟﻴﻢ‬-١


‫ ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮﲪﻦ اﻟﺮﺣﻴﻢ‬-٢
‫ ﻗﺪ أﻓﻠﺢ اﳌﺆﻣﻨﻮن‬-٣
‫ ﺳﻴﻘﻮل اﻟﺴﻔﻬﺎء ﻣﻦ اﻟﻨﺎس‬-٤
‫ إن اﷲ ﻳﺄﻣﺮﻛﻢ أن ﺗﺬﲝﻮا ﺑﻘﺮة‬-٥
‫ إن ﺗﺒﺪوا ﻣﺎ ﰲ أﻧﻔﺴﻜﻢ أو ﲣﻔﻮﻩ ﳛﺎﺳﺒﻜﻢ ﺑﻪ اﷲ‬-٦
‫ ﻓﺈذا ﻓﺮﻏﺖ ﻓﺎﻧﺼﺐ وإﱃ رﺑﻚ ﻓﺎرﻏﺐ‬-٧
‫ وإن اﻵﺧﺮة ﻫﻲ دار اﻟﻘﺮار‬-٨
‫ ارﺟﻌﻲ إﱃ رﺑﻚ راﺿﻴﺔ ﻣﺮﺿﻴﺔ‬-٩
‫ إن اﷲ ﻏﻔﻮر رﺣﻴﻢ‬-١٠
‫اﻟﺤﺮف‬ ‫اﻟﻔﻌﻞ‬ ‫اﻻﺳﻢ‬

RANGKUMAN
1. Kalimah (kata) ialah lafazh (bunyi bahasa) yang sengaja diucapkan untuk
makna tunggal (mufrad); atau lafazh yang mengandung makna dalam
keadaan mandiri atau ketika bersambung dengan lafazh lain. Kalimah
dapat dipadankan dengan “kata” dalam bahasa Indonesia. Kata ialah
satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat diujarkan sabagai bentuk yang
bebas dan mengandung makna; atau satuan (unsur) bahasa yang
berupa morfem bebas dan mengandung makna.
2. Kalimah diklasifikasikan ke dalam tiga kelas, yaitu: isim (‫)اﺳﻢ‬, fi‘il (‫)ﻓﻌﻞ‬, dan
harf (‫)ﺣﺮف‬. Dalam linguistik umum, isim (‫ )اﺳﻢ‬dapat dipadankan dengan
nomina dan adjektiva, fi‘il (‫ )ﻓﻌﻞ‬disejajarkan dengan verba, dan harf
(‫ )ﺣﺮف‬disetarakan dengan partikel.
3. Ciri isim ialah dapat disisipi alif lam “‫ ”ال‬di awalnya, dapat didahului harf
jarr (‫)ﺣﺮف اﻟﺠﺮ‬, dapat didahului harf nidâ’ (‫ ;ﺣﺮف اﻟﻨﺪاء‬partikel sapaan),
dapat menerima tanwin ( ٌ ‫ ) ـ ًــ ٍــ‬di akhir, dan bisa menjadi sandaran (‫)ﻣﺴﻨﺪ‬
bagi kata yang lain.
4. Ciri fi‘il ialah dapat disisipi dhamîr (kata ganti) َ‫ت‬, ‫ت‬ ِ , ُ‫ت‬, dan ْ‫ ت‬di akhir,
dapat disisipi ْ‫ ي‬di akhir fi‘il amr, dapat disisipi ّ‫( ن‬nun syiddah) di akhir fi‘il
mudhâri dan fi‘il amr, dan dapat didahului oleh ‫ﻗَـ ْﺪ‬, َ‫س‬, dan َ‫ﺳَﻮْ ف‬.
5. Ciri harf ialah tidak dapat menerima ciri-ciri kalimah isim dan fi‘il.
Umumnya terdiri dari satu huruf atau dua huruf yang bermakna.

Tugas

1. Setelah mempelajari.............., mari berlatih....

2. Tentukan apakah kata berikut termasuk isim, fi’il atau harf....

(masukkah insert dari youtube atau media lainnya)

Tes Formatif 2

Jawablah pertanyaan berikut dengan benar.

1. Jelaskan definisi kalimah (‫ )اﻟﻜﻠﻤﺔ‬menurut bahasa dan berikan contohnya!


2. Jelaskan pengertian kalimah (‫ )اﻟﻜﻠﻤﺔ‬menurut ahli bahasa Arab dan kemukakan
contohnya!
3. Sebutkan ciri kalimah isim berikut dengan contohnya!
4. Sebutkan ciri kalimah fi‘il berikut dengan contohnya!
5. Sebutkan ciri kalimah harf berikut dengan contohnya!
6. Klasifikasikan kalimat dalam ayat berikut sesuai dengan bentuk kalimah isim,
kalimah fi‘il, dan kalimah harf!
‫ْﺴ ُﺪ‬
ِ ‫ْض َﺧﻠِﻴ َﻔﺔً ﻗَﺎﻟُﻮا أَﺗَ ْﺠ َﻌ ُﻞ ﻓِﻴﻬَﺎ َﻣ ْﻦ ﻳُـﻔ‬
ِ ‫َﻼﺋِ َﻜ ِﺔ إِﻧﱢﻲ ﺟَﺎ ِﻋ ٌﻞ ﻓِﻲ ْاﻷَر‬
َ ‫ﱡﻚ ﻟِ ْﻠﻤ‬
َ ‫َﺎل َرﺑ‬
َ ‫َوإِ ْذ ﻗ‬
‫َﺎل إِﻧﱢﻲ أَ ْﻋﻠَ ُﻢ ﻣَﺎ َﻻ‬
َ ‫َﻚ ﻗ‬
َ‫س ﻟ‬
ُ ‫ِك َوﻧُـ َﻘ ﱢﺪ‬
َ ‫ﺴﺒﱢ ُﺢ ﺑِ َﺤ ْﻤﺪ‬
َ ُ‫ِﻚ اﻟ ﱢﺪﻣَﺎءَ َوﻧَ ْﺤ ُﻦ ﻧ‬
ُ ‫ﻓِﻴﻬَﺎ َوﻳَ ْﺴﻔ‬
‫َﺎل أَﻧْﺒِﺌُﻮﻧِﻲ ﺑِﺄَ ْﺳﻤَﺎ ِء‬
َ ‫َﻼﺋِ َﻜ ِﺔ ﻓَـﻘ‬
َ ‫ﺿ ُﻬ ْﻢ َﻋﻠَﻰ اﻟْﻤ‬
َ ‫ َو َﻋﻠﱠ َﻢ َآ َد َم ْاﻷَ ْﺳﻤَﺎءَ ُﻛﻠﱠﻬَﺎ ﺛُ ﱠﻢ َﻋ َﺮ‬.َ‫ﺗَـ ْﻌﻠَﻤُﻮن‬
‫ْﺖ اﻟْ َﻌﻠِﻴ ُﻢ‬
َ ‫ﱠﻚ أَﻧ‬
َ ‫َﻚ َﻻ ِﻋ ْﻠ َﻢ ﻟَﻨَﺎ إ ﱠِﻻ ﻣَﺎ َﻋﻠﱠ ْﻤﺘَـﻨَﺎ إِﻧ‬
َ ‫ ﻗَﺎﻟُﻮا ُﺳ ْﺒﺤَﺎﻧ‬.َ‫ﻫَﺆَُﻻ ِء إِ ْن ُﻛ ْﻨﺘُ ْﻢ ﺻَﺎ ِدﻗِﻴﻦ‬
(٣٢ -٣٠ :‫اﻟْ َﺤﻜِﻴ ُﻢ )اﻟﺒﻘﺮة‬
‫اﻟﺤﺮف‬ ‫اﻟﻔﻌﻞ‬ ‫اﻻﺳﻢ‬

     

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang

Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 2, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.

Kegiatan Belajar 3: Klasifikasi Kata Isim dan Kata Fiil

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Menemukenali klasifikasi kata isim dan kata fi’il berdasarkan ciri-cirinya.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Mengidentifikasi pola dasar kata isim dan klasifikasinya
2. Mengidentifikasi pola dasar kata fi’il dan klasifikasinya

Pokok-pokok Materi

1. kata isim dan klasifikasinya


2. kata fi’il dan klasifikasinya

PETA KONSEP
 Kalimah isim ditinjau dari jenisnya dibagi menjadi dua, yaitu:
mudzakkar (‫ )اﻟﻤﺬﻛﺮ‬dan mu’annats (‫)اﻟﻤﺆﻧﺚ‬, ditinjau dari arti umum dan
arti khusus, dibagi menjadi dua, yaitu: nakirah (‫ )اﻟﻨﻜﺮة‬dan ma‘rifah
(‫)اﻟﻤﻌﺮﻓﺔ‬, dan ditinjau dari bilangan artinya dibagi menjadi tiga, yaitu:
mufrad (‫)اﻟﻤﻔﺮد‬, mutsannâ (‫)اﻟﻤﺜﻨﻰ‬, dan jama‘ (‫)اﻟﺠﻤﻊ‬.
 Kalimah isim ditinjau dari huruf terakhir dalam konstruksinya dibagi
menjadi dua, yaitu: shahîh al-âkhir (‫ )ﺻﺤﯿﺢ اﻵﺧﺮ‬dan ghair shahîh al-
âkhir (‫)اﻵﺧﺮ ﻏﯿﺮ ﺻﺤﯿﺢ‬. Isim ghair shahîh al-âkhir dibagi menjadi tiga,
yaitu: isim maqshûr (‫)اﻟﻤﻘﺼﻮر‬, isim manqûsh (‫)اﻟﻤﻨﻘﻮص‬, dan isim mamdûd
(‫)اﻟﻤﻤﺪود‬.
 Kalimah fi‘il ditinjau dari huruf shahîh atau ‘illat yang terdapat di dalam
konstruksinya dibagi menjadi dua, yaitu: fi‘il shahîh (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺼﺤﯿﺢ‬dan fi‘il
mu‘tall (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﻌﺘﻞ‬. Fi‘il shahîh (‫ )اﻟﺼﺤﯿﺢ اﻟﻔﻌﻞ‬dibagi menjadi tiga, yaitu:
sâlim (‫)ﺳﺎﻟﻢ‬, mahmûz (‫)ﻣﮭﻤﻮز‬, dan mudhâ‘af (‫ ;)ﻣﻀﺎﻋﻒ‬sedangkan fi‘il
mu‘tall dibagi menjadi 5 (lima), yaitu: mitsâl (‫)ﻣﺜﺎل‬, ajwaf (‫)أﺟﻮف‬, nâqish
(‫)ﻧﺎﻗﺺ‬, lafîf mafrûq (‫)ﻟﻔﯿﻒ ﻣﻔﺮوق‬, dan lafîf maqrûn (‫)ﻟﻔﯿﻒ ﻣﻘﺮون‬.
 Kalimah fi‘il ditinjau dari jumlah huruf di dalam konstruksinya dibagi
menjadi dua, yaitu: fi‘il mujarrad (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﺠﺮّد‬dan fi‘il mazîd (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬.
Fi‘il mujarrad dibagi dua, yaitu: fi‘il tsulâtsî mujarrad (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺠﺮّد‬
dan fi‘il rubâ‘î mujarrad (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ اﻟﻤﺠﺮّد‬. Begitu juga fi‘il mazîd ( ‫اﻟﻔﻌﻞ‬
‫ )اﻟﻤﺰﯾﺪ‬dibagi dua, yaitu: fi‘il tsulâtsî mazîd (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬dan fi‘il rubâ‘î
mazîd (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬. Fi‘il tsulâtsî mazîd dibagi tiga, yaitu: yang
ditambah satu huruf ( ٍ‫)اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑﺤَﺮْ ف‬, dua huruf (‫)ﺑﺤَﺮْ ﻓﯿﻦ اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬, dan
tiga huruf ( ٍ‫)اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑﺜﻼﺛﺔ أﺣْ ﺮُف‬. Sedangkan, fi‘il rubâ‘î mazîd dibagi
menjadi dua, yaitu fi‘il rubâ‘î yang ditambah satu huruf ( ‫اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬
‫ )ﺑﺤﺮف‬dan dua huruf (‫)اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑﺤﺮﻓﯿﻦ‬.
 Kalimah fi‘il ditinjau dari kala/waktu yang menyertai situasinya dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu: fi‘il mâdhi (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﺎض‬, fi‘il mudhâri‘ (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺎرع‬,
dan fi‘il amr (‫)ﻓﻌﻞ أﻣﺮ‬. Jenis fi‘il mâdhi memiliki 14 (empat belas) bentuk
sesuai dengan dhamîr yang berfungsi sebagai pelakunya (fâ‘il). Jenis
fi‘il mudhâri‘ juga memiliki 14 (empat belas) bentuk sesuai dengan
dhamîr yang berfungsi sebagai pelakunya (fâ‘il). Sedangkan jenis fi‘il
amr memiliki 6 (enam) bentuk sesuai dengan dhamîr yang berfungsi
sebagai pelakunya (fâ‘il).
 Kalimah fi‘il ditinjau dari kebutuhannya pada objek dibagi menjadi
dua, yaitu: fi‘il lâzim (‫ )ﻓﻌﻞ ﻻزم‬dan fi‘il muta‘adî (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﺘﻌﺪي‬. Fi‘il lâzim
ialah fi‘il yang tidak membutuhkan maf‘ûl bih (objek/penderita).
Sedangkan, fi‘il muta‘adî ialah fi‘il yang membutuhkan maf‘ûl bih
(objek/penderita).
 Kalimah harf dibagi menjadi tiga macam, yaitu: harf yang masuk pada
kalimah fi‘il, harf yang masuk pada kalimah isim, dan harf yang bisa
masuk pada kalimah isim dan fi‘il.
Uraian Materi
A. Klasifikasi Isim Berdasarkan Jenisnya
Salah satu keistimewaan dan keunikan bahasa Arab ialah semua kalimah
isim diklasifikasikan berdasarkan jenisnya, yaitu mudzakkar (jenis laki-laki) dan
mu’annas (jenis perempuan):
1. Isim Mudzakar
Isim mudzakar ialah isim yang menunjukkan arti laki-laki atau yang
dianggap laki-laki menurut penutur/ahli bahasa Arab. Contohnya: ‫ﻣﺤﻤﺪ‬
(Muhammad), ‫( ﺣﺼﺎن‬kuda jantan), ‫( ﻗﻤﺮ‬rembulan), ‫( رﺟﻞ‬laki-laki), ‫( ﻛﺘﺎب‬buku),
‫( ﻣﺴﺠﺪ‬masjid). Cirinya: bisa ditunjuk dengan bantuan kata ‫( ھﺬا‬ini) dan ‫( ذﻟﻚ‬itu),
sebagaimana dalam kalimat berikut:

.‫ ذﻟﻚ ﻗﻤﺮ‬،‫ ﻫﺬا رﺟﻞ‬،‫ﻫﺬا ﻣﺤﻤﺪ‬


.‫ ذﻟﻚ ﺣﺼﺎن‬،‫ ﻫﺬا ﻣﺴﺠﺪ‬،‫ﻫﺬا ﻛﺘﺎب‬
2. Isim Mu’annats
Isim Mu’annats ialah isim yang menunjukkan arti perempuan atau yang
dianggap perempuan menurut penutur/ahli bahasa Arab. Cirinya: bisa ditunjuk
dengan bantuan kata ‫( ھﺬه‬ini) dan ‫( ﺗﻠﻚ‬itu), seperti contoh berikut:

.‫ ﺗﻠﻚ ﺣﺪﻳﻘﺔ‬،‫ ﻫﺬﻩ ﺳﺒﻮرة‬،‫ ﺗﻠﻚ ﻣﺪرﺳﺔ‬،‫ﻫﺬﻩ ﻋﺎﺋﺸﺔ‬


Ditinjau dari segi bentuk dan maknanya, isim mu’annats dibagi menjadi
tiga macam:
a. Mu’annats lafdzî haqîqî (‫)اﻟﻤﺆﻧﺚ اﻟﻠﻔﻈﻲ اﻟﺤﻘﯿﻘﻲ‬, yaitu isim yang berakhiran tâ’
ta’nîts (ta’ penanda perempuan) dan menunjukkan arti perempuan atau
yang dianggap perempuan. Contohnya: ‫‘( ﻋﺎﺋﺸﺔ‬A’isyah), ‫( ﻣﺴﻠﻤﺔ‬muslim
perempuan), ‫( َﻣ ِﺪ ْﯾﻨَﺔ‬kota), ‫( ﺣَ ِﺪ ْﯾﻘَﺔ‬kebun), ‫( َﻣ ْﺪ َرﺳَﺔ‬sekolah), ‫ﺳﺒﱡﻮْ رَة‬
َ (papan tulis)
b. Mu’annats ma‘nawî, yaitu isim yang tidak berakhiran tâ’ ta’nîts (ta’ penanda
perempuan) tetapi menunjukkan arti perempuan. Contohnya: ‫ﻣَﺮْ ﯾَﻢ‬
(Maryam), ‫( َز ْﯾﻨَﺐ‬Zaenab), ٌ◌ٌ‫( ِھ ْﻨﺪ‬Hindun), ‫ﺳﻌَﺎد‬
ُ (Su‘ad), dan ‫( أُ ّم‬Ibu)
c. Mu’annats majâzî, yaitu isim yang menurut kaidah bahasa Arab dihukumi
mu’annats. Contohnya: ٌ‫ﺷﻤْﺲ‬ َ (matahari), ‫( دَا ٌر‬rumah/kampung), ٌ‫( ِرﯾْﺢ‬angin),
ٌ‫( أَرْ ض‬bumi), ٌ‫( َﻋﯿْﻦ‬mata), ‫( رِﺟْ ٌﻞ‬kaki).
Selain tâ’ ta’nîts, isim mu’annats dapat ditandai dengan alif ta’nîts
maqshûrah dan alif ta’nîts mamdûdah. Contoh yang ditandai alif ta’nîts
maqshûrah ialah: ‫( ُﻛﺒْﺮى‬yang besar; mudzakkar-nya: ‫)أﻛﺒﺮ‬, ‫ﻋ ْﻠﯿَﺎ‬
ُ (yang tinggi;
mudzakkar-nya: ‫)أﻋﻠﻰ‬, ‫( ﻋﻄﺸﻰ‬yang haus), dan ‫( ﻓﺘﻮى‬fatwa).
Contoh isim mu’annats yang alif ta’nîts mamdûdah ialah: ‫( ﺣﻤﺮاء‬yang
merah; mudzakkar-nya: ‫)أﺣﻤﺮ‬, ‫( ﻋﺮﺟﺎء‬yang pincang; mudzakkar-nya: ‫)أﻋﺮج‬,
‫( ﺻﺤﺮاء‬batu besar), dan ‫( ﻋﺎﺷﻮراء‬bulan Syuro/Muharram)
Ada beberapa isim mudzakkar yang memiliki tanda isim mu’annats tetapi
tetap dihukumi mudzakkar. Contohnya: ‫( طﻠﺤﺔ‬Thalhah), ‫( ﺣﻤﺰة‬Hamzah), ‫ﺣﺬﯾﻔﺔ‬
(Hudzaifah), dan ‫( ﻣﺴﯿﻠﻤﺔ‬Musailamah).
Jamak taksîr untuk kata-kata yang menunjukkan arti ghair al-‘âqil (benda
atau binatang yang tidak berakal) juga dipandang mu’annats (perempuan).
Contohnya: ‫( أَ ْﻗﻼَ ٌم‬pena-pena; jamak taksîr dari ‫)ﻗَﻠَ ٌﻢ‬, ٌ‫( ُﻛﺘُﺐ‬buku-buku; jamak taksîr
dari ٌ‫) ِﻛﺘَﺎب‬, ‫ﺼﺎﺑِ ْﯿ ُﺢ‬
َ ‫( َﻣ‬lampu-lampu; jamak taksîr dari ‫)ﻣِﺼْ ﺒَﺎ ٌح‬, dan ٌ‫( أَ ْﺑ َﻮاب‬pintu-pintu;
jamak taksîr dari ٌ‫)ﺑَﺎب‬. Akan tetapi, kadang kata jamak taksîr yang ‘aqil juga
dianggap mu’annats. Contohnya: ‫( ﯾَﮭُﻮْ ُد‬Yahudi) dan ‫( ﻧَﺼَﺎرَ ى‬Nasrani).
Selain klasifikasi mudzakkar dan mu’annats, sebenarnya ada beberapa
kata yang tidak dikelompokkan ke dalam mudzakkar dan mu’annats, tetapi
dianggap seimbang antara mudzakkar dan mu’annats. Kata-kata tersebut
seperti: ‫( َد ْﻟ ٌﻮ‬ember), ‫ﺳ ﱢﻜﯿْﻦ‬
ِ (pisau), ‫ﺳﺒِﯿْﻞ‬
َ (jalan, rute), ‫( طَ ِﺮﯾْﻖ‬jalan kendaraan,
jalur), ‫( ﺳُﻮْ ق‬pasar), ‫( ﻟﺴﺎن‬lidah), ‫( ذراع‬sejengkal), ْ‫ﺳﻼَح‬ ِ (senjata), dan
sebagainya.

B. Klasifikasi Isim Berdasarkan Arti Umum dan Khusus


Selain tadzkîr dan ta’nîts, kalimah isim juga diklasifikasikan berdasarkan arti
umum dan arti khusus yang dimilikinya. Karena itu, dari perspektif ini, isim dibagi
dua, yaitu Isim Nakirah dan Isim Ma‘rifah
1. Isim nakirah, yaitu isim yang menunjukkan arti umum atau tidak khusus.
Contohnya: ‫( إِ ْﻧﺴَﺎن‬manusia), ‫( ﺣَ ﯿَ َﻮان‬hewan), ‫( ﻣﺪرﺳﺔ‬sekolah), ‫( ﺟﺎﻣﻌﺔ‬kampus),
‫( ﻛﺘﺎب‬buku), ‫( ﻓﻨﺪق‬hotel), ‫( ﺑﯿﺖ‬rumah), dan ‫( ﺣﺪﯾﻘﺔ‬kebun). Semua kata ini
menunjukkan arti umum.
2. Isim Ma‘rifah, yaitu isim yang menunjukkan arti tertentu atau khusus. Isim
ma’rifah dibagi tiga macam, yaitu:
a. Isim yang didahului ‫( ال‬alif lam ma‘rifah), seperti kata: ‫اﻟﻔﺎﺗﺤﺔ‬
(pembukaan), ‫( اﻟﺒﻘﺮة‬sapi), ‫( اﻟﻤﺎﺋﺪة‬hidangan), ‫( اﻟﻨﺤﻞ‬lebah), ‫اﻹﺳﺮاء‬
(perjalanan malam), ‫( اﻷﻧﺒﯿﺎء‬para nabi), ‫( اﻟﻤﺆﻣﻨﻮن‬orang-orang beriman),
‫( اﻟﻨﻮر‬cahaya), ‫( اﻟﻔﺮﻗﺎن‬pembeda), dan ‫( اﻟﺴﺠﺪة‬sujud).
b. Dhamîr, yaitu isim yang menunjukkan arti kata ganti orang pertama
(mutakalim), orang kedua (mukhâthab), atau orang ketiga (ghâ’ib),
seperti ‫( أﻧﺎ‬saya), ِ◌ َ‫( أﻧﺖ‬kamu), dan ‫( ھﻮ‬dia). Ditinjau dari bentuknya,
dhamîr mengalami perubahan sesuai dengan bilangan artinya, yaitu:
ifrâd (tunggal), tatsniyah (dua), dan jama‘ (lebih dari dua). Perubahan
bentuk dhamîr secara lengkap akan dipaparkan dalam bab kalimah
jâmidah sebagai pengantar untuk memahami tashrîf lughawî.
c. ‘Alam, yaitu isim yang menunjukkan arti nama, baik nama manusia
maupun yang lainnya. Contohnya: ‫( ﻣﺤﻤﺪ‬Muhammad), ‫( ﺻﺎﻟﺢ‬Shalih),
‫( ﯾﻮﺳﻒ‬Yusuf), ‫( إﺑﺮاھﯿﻢ‬Ibrahim), ‫‘( ﻋﺎﺋﺸﺔ‬Aisyah), ‫( ﻓﺎطﻤﺔ‬Fathimah), ‫ﻣﺼﺮ‬
(Mesir), ‫( ﻋﺮاق‬Irak), ‫( ﻣﻜﺔ‬Mekah), ‫( اﻟﻤﺪﯾﻨﺔ‬Madinah), ‫( ﺟﺎﻛﺮﺗﺎ‬Jakarta).
Dilihat dari susunannya, isim ‘alam dibagi tiga macam, yaitu:
1) ‘Alam kunyah, yaitu nama yang didahului lafadz: ‫ أب‬، ‫ اﺑﻦ‬، ‫أم‬
Contohnya: ‫( أﺑﻮ ﺑﻜﺮ‬Abu Bakar), ‫( أﺑﻮ ھﺮﯾﺮة‬Abu Hurairah), ‫اﺑﻦ ﻋﺒﺎس‬
(Ibnu Abbas), ‫( اﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ‬Ibnu Malik), ‫( أم ﻛﻠﺜﻮم‬Ummu Kultsum), ‫أم ﻋﻄﯿﺔ‬
(Ummu ‘Athiyyah)
2) ‘Alam laqab, yaitu nama julukan yang dikenal karena sifat atau
keadaannya.
Contohnya: ‫( اﻟﻔﺎروق‬Sang Pembeda benar-salah), ‫( ﺣﺠﺔ اﻹﺳﻼم‬Sang
Pembela Islam), ‫( اﻟﻤﺮﺷﺪ‬Sang Penunjuk), ‫( اﻟﻜﺬّاب‬Sang Pembohong)
3) ‘Alam ismî, yaitu ‘alam yang termasuk kuniyah dan laqab. ‘Alam ismî
ada tiga macam, yaitu mufrad, murakkab idhâfî, dan murakkab mazjî.
a) Mufrad; terdiri dari satu kalimah.
Contohnya: ‫( ﺑﻐﺪاد‬Baghdad), ‫‘( ﻋﻠﻲ‬Ali), ‫( زﯾﻨﺐ‬Zaenab)
b) Murakkab idhâfî; terdiri dari mudhâf dan mudhâf ilaih.
Contohnya: ‫( ﻋﺒﺪ ﷲ‬Abdullah), ‫( ﻋﺒﺪ اﻟﺮﺣﻤﻦ‬Abdurrahman),
‫( ﻋﺒﺪ اﻟﻤﻄّﻠﺐ‬Abdul Muththalib), ‫( ﻋﺒﺪ اﻟﻘﺪﯾﺮ‬Abdul Qadir)
c) Murakkab mazjî; terdiri dari 2 kata yang telah bercampur.
Contohnya: ‫( ﺳﯿﺒﻮﯾﮫ‬Sibawaih), ‫( ﺑﻌﻠﺒﻚ‬Ba‘albak), ‫ﯾﻮﻛﯿﺎﻛﺮﺗﺎ‬
(Yogyakarta), ‫( ﺳﻮراﺑﺎﯾﺎ‬Surabaya), dan ‫( ﻧﯿﻮ ﯾﻮرك‬New York)
d. Isim isyârah, yaitu isim yang digunakan untuk menunjukkan suatu benda
atau disebut juga kata tunjuk.
Contohnya: ‫( ھﺬا‬ini) untuk mudzakar tunggal, ‫( ذﻟﻚ‬itu) untuk mudzakar
tunggal, dan ‫( أوﻵء‬ini/itu) untuk mudzakar dan mu’annats jamak.
Ditinjau dari bentuknya, isim isyârah mengalami perubahan sesuai
dengan bilangan pada artinya, yaitu ifrâd (tunggal), tatsniyah (dua), dan
jama‘ (lebih dari dua). Perubahan bentuk isim isyârah secara lengkap
akan dipaparkan dalam bab kalimah jâmidah.
e. Isim maushûl, yaitu isim yang menunjukkan arti “yang” dan berposisi
sebagai perantara kalimah sebelumnya dengan kalimah setelahnya
(shilah). Dalam bahasa Indonesia, isim maushûl sering diartikan “yang” .
Contohnya: ‫ اﻟﺬي‬untuk mudzakar dan ‫ اﻟﺘﻲ‬untuk mu’annats. Ditinjau dari
bentuknya, isim maushûl juga mengalami perubahan sesuai dengan
kondisi ifrâd, tatsniyah, dan jama‘ kata yang menjadi rujukan (‘â’id) atau
kedudukan isim maushûl dalam kalimah. Perubahan bentuk isim isyârah
akan dipaparkan dalam bab tentang kalimah jâmidah.
f. Isim yang di-mudhâf-kan (disandarkan) kepada isim ma‘rifah lainnya.
Contohnya: ‫( ﻛﺘﺎﺑِﻲ‬buku saya), disandarkan kepada dhamîr; ‫ﻛﺘﺎبُ ﻣﺤﻤﱠﺪ‬
(buku Muhammad), disandarkan kepada isim ‘alam; ‫( أھﻞ اﻟﻘﺮآن‬penghafal
Al-Quran), disandarkan kepada isim berawalan ‫( أھﻞ اﻟﻜﺘﺎب ;ال‬penganut Al-
Kitab/Nasrani dan Yahudi), disandarkan kepada isim berawalan ‫ال‬.
g. Munâdâ maqshûd, yaitu isim bermakna khsusus yang didahului oleh harf
nidâ (partikel sapaan/panggilan).
Contohnya: ‫( ﯾﺎ ﻣﺤﻤﺪ‬wahai Muhammad!), ‫( ﯾﺎ رﺳﻮل ﷲ‬wahai Rasulullah!), ‫ﯾﺎ‬
‫( طﺎﻟﺐ اﻟﻌﻠﻢ‬wahai Pencari ilmu!).

C. Klasifikasi Isim Berdasarkan Bilangan Artinya


Ditinjau dari segi bilangan yang ditunjukkan oleh artinya, kalimah isim dibagi
menjadi tiga kelompok sebagai berikut:
1. Isim mufrad (‫)اﺳﻢ اﻟﻤﻔﺮد‬
Isim mufrad ialah isim yang menunjukkan arti tunggal (satu). Contohnya: ‫ﻣﺤﻤﺪ‬
(Muhammad), ‫( ﻣﺴﺠﺪ‬masjid), ‫ﻣﺪرﺳﺔ‬, (sekolah), ‫( ﺑﯿﺖ‬rumah), ‫( ﻣﻠﻌﺐ‬tempat
bermain).
2. Isim Tatsniyah (‫ )اﺳﻢ اﻟﺘﺜﻨﯿﺔ‬atau Mutsannâ (‫)اﻟﻤﺜﻨﻰ‬
Isim Tatsniyah atau Mutsannâ ialah isim yang menunjukkan arti dua. Cara
membuat isim mutsannâ adalah dengan menambah alif dan nun atau ya dan
nun pada isim mufrad. Contohnya: ‫ ﻣﺪرﺳﺔ‬ditambah ‫( ان‬alif dan nun) menjadi
‫ﻣﺪرﺳﺘﺎن‬, atau ditambah ‫( ﯾﻦ‬ya dan nun) menjadi ‫ﻣﺪرﺳﺘﯿﻦ‬. Begitu juga kata ‫ﻣﺴﺠﺪ‬
ditambah ‫( ان‬alif dan nun) menjadi ‫ﻣﺴﺠﺪان‬, dan ditambah ‫( ﯾﻦ‬ya dan nun)
menjadi ‫ﻣﺴﺠﺪﯾﻦ‬.
3. Isim Jama‘ (‫)اﺳﻢ اﻟﺠﻤﻊ‬
Isim jama‘ ialah isim yang menunjukkan arti lebih dari dua. Isim jama‘ dibagi
menjadi tiga macam, yaitu jama‘ mudzakkar sâlim, jama‘ mu’annats sâlim, dan
jama‘ taksîr.
a. Jama‘ mudzakkar sâlim (‫)ﺟﻤﻊ اﻟﻤﺬﻛﺮ اﻟﺴﺎﻟﻢ‬, yaitu isim yang menunjukkan arti
banyak untuk mudzakkar. Caranya dengan menambah ‫( ون‬wawu dan nun)
atau ‫( ﯾﻦ‬ya’ dan nun) pada akhir kalimah mufrad. Contohnya: ‫ ﻣﺴﻠﻢ‬menjadi
‫ ﻣﺴﻠﻤﻮن‬atau ‫ ﺻﺎﻟﺢ ;ﻣﺴﻠﻤﯿﻦ‬menjadi ‫ ﺻﺎﻟﺤﻮن‬atau ‫ﺻﺎﻟﺤﯿﻦ‬.
b. Jama‘ mu’annats sâlim (‫)ﺟﻤﻊ اﻟﻤﺆﻧﺚ اﻟﺴﺎﻟﻢ‬, yaitu isim yang menunjukkan arti
banyak untuk mu’annats. Caranya dengan menambah alif dan ta’ (‫ )ات‬pada
akhir kalimah mufrad, seperti: ‫ ﻣﺮﯾﻢ‬menjadi ‫ ھﻨﺪ ;ﻣﺮﯾﻤﺎت‬menjadi ‫ھﻨﺪات‬, ‫زﯾﻨﺐ‬
menjadi ‫زﯾﻨﺒﺎت‬.
Sedangkan apabila mufrad-nya berakhiran ta’ ta’nîts maka cara
menjadikannya jama‘ mu’annats sâlim adalah dengan menghilangkan ta’
ta’nîts lalu menggantikannya dengan alif dan ta’ (‫)ات‬. Contohnya: ‫ﻣﺴﻠﻤﺔ‬
menjadi ‫ ﻣﺆﻣﻨﺔ ;ﻣﺴﻠﻤﺎت‬menjadi ‫ ;ﻣﺆﻣﻨﺎت‬dan ‫ ﻓﺎطﻤﺔ‬menjadi ‫ﻓﺎطﻤﺎت‬
c. Jama‘ taksîr (‫)ﺟﻤﻊ اﻟﺘﻜﺴﯿﺮ‬, yaitu isim yang menunjukkan arti banyak untuk
semua kalimah isim, baik benda mati atau hidup, mudzakkar atau
mu’annats. Contohnya: ‫ َرﺳُﻮل‬menjadi ‫ ُرﺳُﻞ‬, ‫ ﻧﺒﻲ‬menjadi ‫أﻧﺒﯿﺎء‬, ‫ ﻛﺘﺎب‬menjadi
ُ , ‫ ﻣﯿﺪان‬menjadi ‫ﻣﯿﺎدﯾﻦ‬, ‫ ﺑﯿﺖ‬menjadi ‫ﺑﯿﻮت‬. Bentuk jama‘
‫ ُﻛﺘُﺐ‬, ‫ ﺻُﻮْ رة‬menjadi ‫ﺻ َﻮر‬
taksîr adalah simâ‘î (‫)ﺳﻤﺎﻋﻲ‬, artinya mengikuti apa yang diucapkan orang
Arab.
Selanjutnya, dari sisi muatan kuantitas/jumlahnya, jama‘ taksîr
dibedakan menjadi dua macam, yaitu jama‘ taksîr qillah dan jama‘ taksîr
katsrah.
1. Jama‘ taksîr qillah (‫ )ﺟﻤﻮع اﻟﻘﻠﺔ‬ialah jama‘ taksîr yang menunjukkan arti
banyak tapi terbatas, antara 3 sampai dengan 10. Wazan-nya ada empat,
yaitu: ‫أَ ْﻓ ُﻌ ُﻞ‬, ‫أَ ْﻓﻌَﺎ ٌل‬, ٌ ‫أَ ْﻓ ِﻌﻠَﺔ‬, ٌ‫ﻓِ ْﻌﻠَﺔ‬. Contohnya: ‫ ﻧﻔﺲ‬mengikuti wazan ‫ اَ ْﻓ ُﻌ ُﻞ‬berubah
menjadi ُ‫أَ ْﻧﻔُﺲ‬, ‫ ﺑﯿﺖ‬mengikuti wazan ‫ أﻓﻌﺎل‬berubah menjadi ‫أﺑﯿﺎت‬, ‫ﺳﻼح‬
mengikuti wazan ‫ أﻓﻌﻠﺔ‬berubah menjadi ‫أﺳﻠﺤﺔ‬, dan ‫ ﻓﺘﻰ‬mengikuti wazan ‫ﻓِ ْﻌﻠَﺔ‬
berubah menjadi ‫ﻓِ ْﺘﯿَﺔ‬.
2. Jama‘ taksîr katsrah (‫ )ﺟﻤﻮع اﻟﻜﺜﺮة‬ialah jama‘ taksîr yang menunjukkan arti
banyak tidak terbatas, antara 3 sampai jumlah tak terbatas. Wazan jama‘
taksîr katsrah ini banyak sekali. Di antaranya:
a) Untuk jamak mudzakkar yang berakal (‫)ﻟﻠﻤﺬﻛﺮ اﻟﻌﺎﻗﻞ‬
Contohnya:
‫ طﺎﻟﺐ‬mengikuti wazan ‫ ﻓَ َﻌﻠَﺔ‬berubah menjadi ‫طَﻠَﺒَﺔ‬
‫ ﺷﺮﯾﻒ‬mengikuti wazan ‫ ﻓُ َﻌﻼَء‬berubah menjadi ‫ُﺷ َﺮﻓَﺎء‬
‫ ﻛﺎﺗﺐ‬mengikuti wazan ‫ ﻓُﻌّﺎل‬berubah menjadi ‫ُﻛﺘّﺎب‬
‫ وﻟﺪ‬mengikuti wazan ‫ ﻓِ ْﻌﻼَن‬berubah menjadi ‫ِو ْﻟﺪَان‬
b) Untuk isim yang mufrad-nya berwazan ‫ ﻓَ َﻌ ٌﻞ‬atau ‫ ﻓَ ْﻌ ٌﻞ‬mengikuti wazan ‫ﻓﻌﺎل‬
atau ‫ ﻓﻌﻮل‬atau ‫ أﻓﻌﺎل‬.
Contohnya:
‫ ﺟﺒﻞ‬berubah menjadi ‫;ﺟﺒﺎل‬
‫ ﻗﻠﺐ‬berubah menjadi ‫;ﻗﻠﻮب‬
‫ ھﺪف‬berubah menjadi ‫;أھﺪاف‬
‫ ﻏﺮض‬berubah menjadi ‫أﻏﺮاض‬
c) Untuk isim berwazan ‫ أَ ْﻓ َﻌ ُﻞ‬yang mu’annatsnya ‫ ﻓَ ْﻌﻼَ ُء‬mengikuti wazan ‫ﻓُﻌْﻞ‬

Contohnya:

‫أﺳﻮد‬/‫ ﺳﻮداء‬menjadi ‫ﺳُﻮْ ٌد‬, ‫أﺣﻤﺮ‬/‫ ﺣﻤﺮاء‬menjadi ‫ ُﺣ ْﻤ ٌﺮ‬,


ُ , ُ‫أ ْﺑﯿَﺾ‬/‫ﻀﺎ ُء‬
‫أﺻﻔﺮ‬/‫ ﺻﻔﺮاء‬menjadi ‫ﺻ ْﻔ ٌﺮ‬ َ ‫ ﺑَ ْﯿ‬menjadi ٌ‫ﺑِﯿْﺾ‬
(huruf sebelum akhirnya berupa huruf ‘illat)
d) Shigat muntahal-jumû‘ (bentuk jamak yang paling tinggi) mengikuti
wazan-wazan berikut:

‫ أﻓﺎﻋﻞ‬contohnya: ‫أَﻛَﺎﺑِ ُﺮ‬, ‫ﺿ ُﻞ‬


ِ ‫أَﻧَﺎ‬
‫ أَﻓَﺎ ِﻋ ْﯿ ُﻞ‬contohnya: ‫ﻖ‬
ُ ‫أَﺑَﺎ ِر ْﯾ‬, ‫أَﻧَﺎ ِﺷ ْﯿ ُﺪ‬
‫ ﻓَﻌَﺎﺋِ ُﻞ‬contohnya: ‫ َرﺳَﺎﺋِ ُﻞ‬, ُ‫ﺻ َﺤﺎﺋِﻒ‬
َ
‫ َﻣﻔَﺎ ِﻋ ُﻞ‬contohnya: ‫ َﻣﺴَﺎ ِﺟ ُﺪ‬, ُ‫َﻣﺬَاھِﺐ‬
‫ َﻣﻔَﺎ ِﻋ ْﯿ ُﻞ‬contohnya: ‫ َﻣﻔَﺎﺗِ ْﯿ ُﺢ‬, ‫ﺼﺎبِ◌ِ ْﯾ ُﺢ‬
َ ‫َﻣ‬
‫ ﻓَ َﻮا ِﻋ ُﻞ‬contohnya: ‫ َﺟ َﻮا ِھ ُﺮ‬, ‫ع‬
ُ ‫َﺷ َﻮا ِر‬
‫ ﻓَﻌَﺎﻟِ ْﯿ ُﻞ‬contohnya: ‫ﺼﺎﻓِ ْﯿ ُﺮ‬
َ ‫ َﻋ‬, ‫ﻗَﻨَﺎ ِد ْﯾ ُﻞ‬

D. Klasifikasi Isim Berdasarkan Harf Akhirnya


Ditinjau dari harf (kosonan) terakhir yang terdapat pada bentuk kalimah,
isim dibagi menjadi dua, yaitu: Shahîh al-Âkhir dan Ghair Shahîh al-Âkhir.
Isim Shahîh al-Âkhir ialah isim yang harf terakhirnya berupa harf shahîh
(konsonan murni) atau harf yang dianggap shahîh, seperti ya’ bersyiddah (‫ي‬ ّ ),
wawu bersyiddah atau bertanwin (‫) ٌو ; ّو‬, dan hamzah asli (‫)ء‬, bukan pergantian
atau tambahan. Contohnya ialah kata-kata berikut:
‫( ﷲ‬Allah), ‫( اﻟﻘﺮآن‬Al-Qur’an), ‫( اﻹﺳﻼم‬Islam), ‫( ﻣﺤﻤﺪ‬Muhammad), ‫( رﺳﻮل‬utusan), ‫ﻧﺒ ّﻲ‬
(nabi), ‫ﻲ‬
ّ ‫( ﻋﻠ‬Ali), ‫( ﻛﺮﺳ ّﻲ‬kursi), ‫( ﻓﺎطﻤﺔ‬Fathimah), ‫( ﻋﺎﺋﺸﺔ‬A’isyah), ‫( َﻋﺪُوﱞ‬musuh), ‫ﻏَﺰْ ٌو‬
(perang), ‫( ﺑَ ْﺪ ٌء‬permulaan).
Isim Ghair Shahîh al-Âkhir ialah isim yang berakhiran alif lâzimah, ya’
lâzimah dan alif hamzah. Isim ini dibagi menjadi tiga macam, yaitu: isim maqshûr,
isim manqûsh, dan isim mamdûd.
1. Isim maqshûr (‫)اﻻﺳﻢ اﻟﻤﻘﺼﻮر‬
Isim maqshûr ialah isim yang berakhiran alif lâzimah dan sebelumnya dibaca
fathah. Contohnya ialah kata-kata sebagai berikut:
‫( ﻣﻮﺳﻰ‬Musa), ‫( ﻋﯿﺴﻰ‬Isa), ‫( ﯾﺤﯿﻰ‬Yahya), ‫( زﻛﺮﯾﺎ‬Zakaria), ‫( ﻣﺼﻄﻔﻰ‬Musthofa), ‫ﻓَﺘﻰ‬
(pemuda), ‫( ھُﺪى‬petunjuk), ‫( ُﻣﻨَﻰ‬harapan), ‫( ﻣﻠﮭﻰ‬tempat hiburan), ‫( ﻋﺼﺎ‬tongkat).
2. Isim manqûsh (‫)اﻻﺳﻢ اﻟﻤﻨﻘﻮص‬
Isim manqûsh ialah isim yang berakhiran yâ’ lâzimahi dan sebelumnya dibaca
kasrah. Contohnya ialah kata-kata sebagai berikut:
‫( اﻟﻘﺎﺿﻲ‬hakim), ‫( اﻟﮭﺎدي‬pemberi petunjuk), ‫( اﻟﺮاﺟﻲ‬yang berharap), ‫اﻟﻮادي‬
(lembah), ‫( اﻟﺮاﺿﻲ‬yang meridhai), ‫( اﻟﻤﺤﺎﻣﻲ‬pembela/lawyer), ‫اﻟﺮاﻋﻲ‬
(penggembala).
3. Isim mamdûd (‫)اﻻﺳﻢ اﻟﻤﻤﺪود‬
Isim mamdûd ialah isim yang berakhiran hamzah dan sebelumnya berupa alif.
Disebut mamdûd (dipanjangkan) karena bila hamzah didahului alif, maka
bacaanya menjadi panjang. Contohnya ialah kata-kata sebagai berikut:
‫( ﺳﻤﺎء‬langit), ‫( ﻛﺴﺎء‬pakaian), ‫( ُﻋﻠَﻤﺎء‬para ilmuwan), ‫( ﻋُﻈﻤﺎء‬para pembesar), ‫ﺑُﺨَ ﻼَء‬
(orang-orang kikir), ‫( ﺟُ ﮭَﻼء‬orang-orang bodoh), ‫( ﺻَﺤْ ﺮاء‬batu besar), ‫( ﺣَ ْﻤ َﺮاء‬yang
َ (yang kuning), ‫( ﺳَﻮْ دَاء‬yang hitam), ‫( ﺑَ ْﯿﻀَﺎء‬yang putih).
merah), ‫ﺻ ْﻔ َﺮاء‬

E. Klasifikasi Fi‘il Berdasarkan Jenis Hurufnya


Ditinjau dari huruf shahih dan huruf ‘illat yang menjadi konstruksinya,
kalimah fi‘il dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Fi‘il Shahîh (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺼﺤﯿﺢ‬dan Fi‘il Mu‘tall
(‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﻌﺘﻞ‬.
1. Fi‘il Shahîh (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺼﺤﯿﺢ‬
Fi‘il Shahîh ialah fi‘il yang huruf aslinya berupa huruf shahîh (sehat) atau
tidak berupa huruf ‘illat (‫ا‬, ‫و‬, ‫)ي‬. Fi‘il Shahîh dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu:
a. Sâlim (‫)ﺳﺎﻟﻢ‬, yaitu fi’il yang tiga huruf aslinya (morfem akar) berupa shahîh
(sehat) dan tidak berupa hamzah atau mudhâ‘af
Contohnya: ‫ ذھﺐ – ﯾﺬھﺐ‬، ‫ ﻛﺘﺐ – ﯾﻜﺘﺐ‬، ‫درس – ﯾﺪرس‬
b. Mahmûz (‫)ﻣﮭﻤﻮز‬, yaitu fi‘il yang salah satu huruf aslinya (morfem akar)
berupa hamzah.
Contohnya: ‫ ﻗﺮأ – ﯾﻘﺮأ‬، ‫ ﺳﺄل – ﯾﺴﺄل‬، ‫أﺧﺬ – ﯾﺄﺧﺬ‬
c. Mudha‘‘af (‫)ﻣﻀﻌّﻒ‬, yaitu fi‘il yang huruf kedua dan ketiganya sejenis pada
fi‘il tsulâtsî mujarrad (jumlah huruf aslinya tiga), atau berjumlah fi‘il yang
huruf pertama dan ketiganya sejenis pada fi‘il rubâ‘î mujarrad (jumlah huruf
aslinya empat).
Contohnya: ّ‫ ھ ّﺰ – ﯾﮭﺰ‬، ‫ ر ّد – ﯾﺮ ّد‬، ‫ ﺳ ّﺪ – ﯾﺴ ّﺪ‬dan ‫ ﻗﻠﻘﻞ‬،‫ ﻋﺴﺴﻌﺲ‬،‫زﻟﺰل‬
2. Fi‘il Mu‘tall (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﻌﺘ ّﻞ‬
Fi‘il Mu‘tall ialah fi‘il yang salah satu atau dua huruf aslinya (morfem
akar) berupa huruf ‘illat. Huruf ‘illat ada tiga, yaitu alif, wawu, dan ya’ (‫ا‬, ‫و‬, ‫)ي‬.
Contohnya: ‫طﺎر – ﯾﻄﯿﺮ‬, ‫وﺿﻊ – ﯾﻀﻊ‬, ‫ روى – ﯾﺮوي‬.
Fi‘il mu‘tall dibedakan menjadi lima macam:
a. Fi‘il mitsâl (‫)ﻣﺜﺎل‬, yaitu fi‘il yang huruf awalnya berupa huruf ‘illat.
Contohnya: ‫ ﯾﺴﺮ – ﯾﺴﺮ‬، ‫ وﻣﻖ – ﯾﻤﻖ‬، ‫وﻋﺪ – ﯾﻌﺪ‬
b. Fi‘il ajwaf (‫)أﺟﻮف‬, yaitu fi‘il yang huruf keduanya berupa huruf ‘illat.
Contohnya: ‫ ﺳﺎر – ﯾﺴﯿﺮ‬، ‫ ﺻﺎم – ﯾﺼﻮم‬، ‫ﻗﺎل – ﯾﻘﻮل‬
c. Fi‘il nâqish (‫)ﻧﺎﻗﺺ‬, yaitu fi‘il yang huruf akhirnya berupa huruf ‘illat.
Contohnya: ‫ وأى – ﯾﺮى‬، ‫ ﻏﺰا – ﯾﻐﺰو‬، ‫رﺿﻲ – ﯾﺮﺿﻰ‬
d. Fi‘il lafîf mafrûq, yaitu fi’il yang huruf pertama dan huruf ketiganya berupa
huruf ‘illat.
Contohnya: ‫ وﻓﻰ – ﯾﻔﻲ‬، ‫ وﻗﻰ – ﯾﻘﻲ‬، ‫وﺻﻰ – ﯾﺼﻲ‬
e. Fi‘il lafîf maqrûn, yaitu fi‘il yang huruf kedua dan huruf ketiganya berupa
huruf ‘illat.
Contohnya: ‫ ﺳﻮي – ﯾﺴﻮى‬، ‫ ﻗﻮي – ﯾﻘﻮي‬، ‫روى – ﯾﺮوي‬
Pembahasan fi‘il shahîh dan fi‘il mu‘tall akan dipertegas dengan contoh-
contoh aplikatif pada bab berikutnya yang membahas tentang binâ’ al-af‘âl
(bangunan/konstruksi fi‘il).

F. Klasifikasi Fi‘il Berdasarkan Jumlah Huruf Aslinya (Akar)


Ditinjau dari jumlah atau bilangan huruf asli (akar) yang membentuknya,
kalimah fi‘il dibagi menjadi dua, yaitu: fi‘il mujarrad (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﺠﺮّد‬dan fi‘il mazîd ( ‫اﻟﻔﻌﻞ‬
‫)اﻟﻤﺰﯾﺪ‬.
1. Fi‘il Mujarrad/ ‫( اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﺠﺮد‬Semua Hurufnya Asli/Akar)
Fi‘il mujarrad (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﺠﺮّد‬ialah fi‘il yang semua hurufnya asli (akar),
bukan tambahan. Contohnya: ُ‫ َﻛﺘَﺐَ – ﯾَ ْﻜﺘُﺐ‬dan ‫َز ْﻟ َﺰ َل – ﯾُ َﺰ ْﻟ ِﺰ ُل‬
Fi‘il mujarrad dibagi menjadi dua macam:
a. Fi‘il tsulâtsî mujarrad (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺠ ّﺮد‬, yaitu fi‘il yang terdiri dari tiga huruf
asli (akar) dan tidak ada tambahan di dalamnya.
Fi‘il tsulâsî mujarrad (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺠ ّﺮد‬ada enam macam:
1) Fi‘il yang mengikuti wazan ‫ﻓﻌَﻞ – ﯾ ْﻔﻌُﻞ‬
Contohnya: ‫ د َﺧﻞ – ﯾﺪﺧُﻞ‬، ‫ﺼ َﺮ – ﯾ ْﻨﺼُﺮ‬
َ ‫ ﻧ‬، ‫ﻛﺘَﺐ – ﯾ ْﻜﺘُﺐ‬
2) Fi‘il yang mengikuti wazan ‫ﻓﻌَﻞ – ﯾﻔ ِﻌﻞ‬
Contohnya: ‫ رﺟَﻊ – ﯾﺮﺟِ ﻊ‬، ‫ ﺿﺮَب – ﯾﻀْ ﺮِب‬، ‫ﺟﻠَﺲ – ﯾﺠْ ﻠِﺲ‬
3) Fi‘il yang mengikuti wazan ‫ﻓﻌَﻞ – ﯾ ْﻔ ِﻌﻞ‬
Contohnya: ‫ ﺻﻨﻊ – ﯾﺼﻨﻊ‬، ‫ ﻓﺘﺢ – ﯾﻔﺘﺢ‬، ‫ﻗﺮأ – ﯾﻘﺮأ‬
4) Fi‘il yang mengikuti wazan ‫ﻓﻌِﻞ – ﯾﻔﻌَﻞ‬
Contohnya: ‫ ﺳﻠِﻢ – ﯾﺴﻠَﻢ‬، ‫ ﻓﮭِﻢ – ﯾﻔﮭَﻢ‬، ‫ﻋﻠِﻢ – ﯾﻌﻠَﻢ‬
5) Fi‘il yang mengikuti wazan ‫ﻓﻌُﻞ – ﯾﻔﻌُﻞ‬
Contohnya: ‫ ﻛﺮُم – ﯾﻜ ُﺮم‬، ‫ ﺷﺠُﻊ – ﯾﺸﺠُﻊ‬، ‫ﺣﺴُﻦ – ﯾﺤﺴُﻦ‬
6) Fi‘il yang mengikuti wazan ‫ﻓﻌِﻞ – ﯾﻔ ِﻌﻞ‬
Contohnya: ‫ ورِث – ﯾﺮِث‬، ‫ وﻣِﻖ – ﯾﻤِﻖ‬، ‫ﺣﺴِﺐ – ﯾﺤ ِﺴﺐ‬
b. Fi‘il rubâ‘î mujarrad (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ اﻟﻤﺠﺮّد‬, yaitu fi‘il yang terdiri dari empat
huruf asli (akar) dan tidak ada tambahan di dalamnya. Fi‘il rubâ‘î mujarrad
hanya memiliki satu wazan, yaitu ‫ﻓ ْﻌﻠَ َﻞ – ﯾُﻔَ ْﻌﻠِﻞ‬
Contohnya: ‫ ﺑَ ْﺴﻤَﻞَ – ﯾُﺒَ ْﺴ ِﻤ ُﻞ‬، ُ‫ َو ْﺳﻮَسَ – ﯾُﻮَ ْﺳﻮِس‬، ‫ﺗﺮْ َﺟﻢ – ﯾُﺘَﺮْ ِﺟ ُﻢ‬

2. Fi‘il Mazîd/‫( اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬Huruf Aslinya Mendapat Tambahan)


Fi‘il mazîd ialah fi‘il yang huruf aslinya mendapat tambahan. Fi‘il mazîd
dibedakan menjadi dua, yaitu tsulâtsî mazîd (‫ )اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬dan rubâ‘î mazîd
(‫)اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬.
a. Fi‘il tsulâtsî mazîd (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬, yaitu fi‘il tsulâtsî (huruf aslinya tiga)
yang ditambah satu huruf ( ٍ‫)اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑ َﺤﺮْ ف‬, dua huruf (‫)اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑ َﺤﺮْ ﻓﯿﻦ‬, atau tiga
huruf ( ٍ‫)اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑﺜﻼﺛﺔ أﺣْ ﺮُف‬.
1) Fi‘il tsulâtsî yang ditambah satu huruf ( ٍ‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑ َﺤﺮْ ف‬memiliki tiga
wazan, yaitu:
a) ‫ ﻓَ ﱠﻌ َﻞ – ﯾُﻔَ ﱢﻌ ُﻞ‬, contohnya: ‫ﺳﻠﱠ َﻢ – ﯾُﺲَ ◌ِ ﻟّ ُﻢ‬
َ ، ‫َﻋﻞﱠ◌َ َم – ﯾُ َﻌﻠﱢ ُﻢ‬
b) ‫ ﻓَﺎ َﻋ َﻞ – ﯾُﻔَﺎ ِﻋ ُﻞ‬, contohnya: ‫ َﺟﺎھَ َﺪ – ﯾُ َﺠﺎ ِھ ُﺪ‬، ‫ﻗَﺎﺗَ َﻞ – ﯾُﻘَﺎﺗِ ُﻞ‬
c) ‫ أَ ْﻓ َﻌ َﻞ – ﯾُ ْﻔ ِﻌ ُﻞ‬, contohnya: ‫ أَ ْﺳﻠَ َﻢ – ﯾُ ْﺴﻠِ ُﻢ‬، ‫أَ ْﻛ َﺮ َم – ﯾُ ْﻜ ِﺮ ُم‬
2) Fi‘il tsulâtsî yang ditambah dua huruf (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑ َﺤﺮْ ﻓﯿﻦ‬memiliki
lima wazan, yaitu:
a) ‫ ﺗَﻔَﺎ َﻋ َﻞ – ﯾَﺘَﻔَﺎ َﻋ ُﻞ‬, contohnya: ‫ﺗﻘﺎرب – ﯾﺘﻘﺎرب‬
b) ‫ ﺗَﻔَ ﱠﻌ َﻞ – ﯾَﺘَﻔَ ﱠﻌ ُﻞ‬, contohnya: ‫ﺗﻘﺪّم – ﯾﺘﻘﺪّم‬
c) ‫ اِ ْﻓﺘَ َﻌ َﻞ – ﯾَ ْﻔﺘَ ِﻌ ُﻞ‬, contohnya: ‫اﺟﺘﻤﻊ – ﯾﺠﺘﻤﻊ‬
d) ‫ اِ ْﻧﻔَ َﻌ َﻞ – ﯾَ ْﻨﻔَ ِﻌ ُﻞ‬, contohnya: ‫ ﯾﻨﻘﻄﻊ‬- ‫اﻧﻘﻄﻊ‬
e) ‫ اِ ْﻓ َﻌ ﱠﻞ – ﯾَ ْﻔﻌَﻞﱡ‬, contohnya: ّ‫اﺣﻤ ّﺮ – ﯾﺤﻤﺮ‬
3) Fi‘il tsulâtsî yang ditambah tiga huruf (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑ َﺤﺮْ ﻓﯿﻦ‬memiliki
empat wazan, yaitu:
a) ‫ اﺳﺘﻔﻌﻞ – ﯾﺴﺘﻔﻌﻞ‬, contohnya: ‫اﺳﺘﻐﻔﺮ – ﯾﺴﺘﻐﻔﺮ‬
b) ‫ اﻓﻌﻮﻋﻞ – ﯾﻔﻌﻮﻋﻞ‬, contohnya: ‫اﻋﺸﻮﺷﺐ – ﯾﻌﺸﻮﺷﺐ‬
c) ّ‫ اﻓﻌﺎ ّل – ﯾﻔﻌﺎل‬, contohnya: ّ‫اﺣﻤﺎ ّر – ﯾﺤﻤﺎر‬
d) ‫ اﻓﻌ ّﻮل – ﯾﻔﻌ ّﻮل‬, contohnya: ‫اﻋﻠﻮّط – ﯾﻌﻠ ّﻮط‬
b. Fi‘il rubâ‘î mazîd (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬, yaitu fi‘il rubâ‘î yang ditambah satu
huruf (‫ )اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑﺤﺮف‬atau dua huruf (‫)اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑﺤﺮﻓﯿﻦ‬.
Fi‘il rubâ‘î mazîd yang mendapat tambahan satu huruf (‫ )اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑﺤﺮف‬memiliki
satu wazan, yaitu ‫ﺗﻔﻌﻠﻞ – ﯾﺘﻔﻌﻠﻞ‬
Contohnya: ‫ ﺗﺒﺴﻤﻞ – ﯾﺘﺒﺴﻤﻞ‬، ‫ﺗﺪﺧﺮج – ﯾﺘﺪﺧﺮج‬
Sedangkan fi‘il rubâ‘î mazîd yang mendapat tambahan dua huruf ( ‫اﻟﻤﺰﯾﺪ‬
‫ )ﺑﺤﺮﻓﯿﻦ‬memiliki dua wazan, yaitu:
1. ‫ اﻓﻌﻨﻠﻞ – ﯾﻔﻌﻨﻠﻞ‬, contohnya: ‫اﺣﺮﻧﺠﻢ – ﯾﺤﺮﻧﺠﻢ‬
2. ‫ اﻓﻌﻠ ّﻞ – ﯾﻔﻌﻠ ّﻞ‬, contohnya: ّ‫اطﻤﺄنّ – ﯾﻄﻤﺌﻦ‬
Perubahan bentuk fi‘il mujarrad (yang hurufnya asli) ke bentuk mazîd
(yang mendapat tambahan) secara umum akan mengubah arti. Perubahan arti
dan fungsi lain dari perubahannya akan dijelaskan pada bab tashrîf al-af‘âl.

G. Klasifikasi Fi‘il Berdasarkan Kala pada Situasinya


Selanjutnya, ditinjau dari kala/waktu yang menyertai situasinya, kalimah
fi‘il dibagi menjadi tiga, yaitu fi‘il mâdhi (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﺎض‬, fi‘il mudhâri‘ (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺎرع‬, dan fi‘il
amr (‫)ﻓﻌﻞ اﻷﻣﺮ‬.
1. Fi‘il mâdhi (‫ )ﻓﻌﻞ ﻣﺎض‬ialah fi‘il yang menunjukkan perbuatan, pekerjaan, atau
peristiwa yang sudah lampau.
Fi‘il mâdhi mempunyai empat belas bentuk sesuai dengan jumlah dhamîr yang
menyertai situasinya. Dhamîr yang menyertai fi‘il mâdhi berfungsi sebagai
subjek atau fâ‘il. Keempat belas bentuk fi‘il mâdhi tersebut secara garis besar
dikelompokkan menjadi tiga kelompok.
a. Fi‘il mâdhi yang mengandung dhamîr mutakallim atau orang pertama.
Fi‘il mâdhi yang mengandung dhamîr mutakallim (‫ )ﺿﻤﯿﺮ اﻟﻤﺘﻜﻠﻢ‬ada dua,
yaitu:
1) ُ‫ ﻓَ َﻌﻠْﺖ‬mengandung dhamîr mutakallim mufrad (‫) أﻧﺎ‬
2) ‫ ﻓَ َﻌ ْﻠﻨَﺎ‬mengandung dhamîr mutakallim jama‘ (‫) ﻧﺤﻦ‬
b. Fi‘il mâdhi yang mengandung dhamîr mukhâthab atau orang kedua.
Fi‘il yang mengandung dhamîr mukhâthab (‫ )ﺿﻤﯿﺮ اﻟﻤﺨﺎطﺐ‬ada enam
macam, yaitu:
1) َ‫ ﻓَ َﻌﻠْﺖ‬mengandung dhamîr mukhâthab mudzakkar mufrad ( َ‫)أﻧﺖ‬
2) ‫ ﻓَ َﻌ ْﻠﺘُﻤَﺎ‬mengandung dhamîr mukhâthab mudzakkar mutsannâ (‫)أﻧﺘﻤﺎ‬
3) ‫ ﻓَ َﻌ ْﻠﺘُ ْﻢ‬mengandung dhamîr mukhâthab mudzakkar jama‘ (‫)أﻧﺘﻢ‬
4) ‫ﺖ‬
ِ ‫ ﻓَ َﻌ ْﻠ‬mengandung dhamîr mukhâthab mu’annats mufrad (‫ﺖ‬
ِ ‫)أﻧ‬
5) ‫ ﻓَ َﻌ ْﻠﺘُﻤَﺎ‬mengandung dhamîr mukhâthab mu’annats mutsannâ (‫)أﻧﺘﻤﺎ‬
6) ‫ ﻓَ َﻌ ْﻠﺘُﻦﱠ‬mengandung dhamîr mukhâthab mu’annats jama‘ ( ّ‫)أﻧﺘﻦ‬
c. Fi‘il mâdhi yang mengandung dhamîr ghâ’ib atau orang ketiga.
Fi‘il mâdhi yang mengandung dhamîr ghâ’ib (‫ )ﺿﻤﯿﺮ اﻟﻐﺎﺋﺐ‬ada enam macam,
yaitu:
1) ‫ ﻓَ َﻌ َﻞ‬mengandung dhamîr ghâ’ib mudzakkar mufrad (‫)ھﻮ‬
2) َ‫ ﻓَ َﻌﻼ‬mengandung dhamîr ghâ’ib mudzakkar mutsannâ (‫)ھﻤﺎ‬
3) ‫ ﻓَ َﻌﻠُﻮا‬mengandung dhamîr ghâ’ib mudzakkar jama‘ (‫)ھﻢ‬
4) ْ‫ ﻓَ َﻌﻠَﺖ‬mengandung dhamîr ghâ’ib mu’annats mufrad (‫)ھﻲ‬
5) ‫ ﻓَ َﻌﻠَﺘَﺎ‬mengandung dhamîr ghâ’ib mu’annats mutsannâ (‫)ھﻤﺎ‬
6) َ‫ ﻓَ َﻌﻠْﻦ‬mengandung dhamîr ghâ’ib mu’annats jama‘ (‫)ھﻦ‬
2. Fi‘il mudhâri‘ ialah fi‘il yang menunjukkan perbuatan, pekerjaan, atau peristiwa
yang sedang atau akan terjadi. Tanda-tanda fi‘il mudhâri‘ ialah diawali dengan
salah satu dari huruf mudhâra‘ah (‫ ;)ﺣﺮوف اﻟﻤﻀﺎرﻋﺔ‬yaitu hamzah (‫)أ‬, ta’ (‫)ت‬,
nun (‫)ن‬, dan ya’ (‫)ي‬
Fi‘il mudhâri‘ mempunyai empat belas bentuk sesuai dengan jumlah dhamîr
yang menyertai situasinya. Dhamîr yang menyertai fi‘il mudhâri‘ itu berfungsi
sebagai subjek atau fâ‘il. Keempat belas bentuk fi‘il mudhâri‘ ini dikelompokkan
menjadi tiga kelompok:
a. Fi‘il mudhâri‘ yang mengandung dhamîr mutakallim atau orang pertama.
Fi‘il mudhâri‘ yang mengandung dhamîr mutakallim (‫ )ﺿﻤﯿﺮ اﻟﻤﺘﻜﻠﻢ‬ada dua
macam:
1) ‫ أﻓﻌَﻞ‬mengandung dhamîr mutakallim mufrad (‫) أﻧﺎ‬
2) ‫ ﻧَ ْﻔﻌَﻞ‬mengandung dhamîr mutakallim jama‘ (‫) ﻧﺤﻦ‬
b. Fi‘il mudhâri‘ yang mengandung dhamîr mukhâthab atau orang kedua.
Fi‘il mudhâri‘ yang mengandung dhamîr mukhâthab (‫ )ﺿﻤﯿﺮ اﻟﻤﺨﺎطﺐ‬ada
enam macam:
1) ‫ ﺗَ ْﻔﻌَﻞ‬mengandung dhamîr mukhâthab mudzakkar mufrad ( َ‫)أﻧﺖ‬
2) ‫ ﺗَ ْﻔ َﻌﻼَن‬mengandung dhamîr mukhâthab mudzakkar mutsannâ (‫)أﻧﺘﻤﺎ‬
3) ‫ ﺗَ ْﻔ َﻌﻠُﻮْ ن‬mengandung dhamîr mukhâthab mudzakkar jama‘ (‫)أﻧﺘﻢ‬
4) َ‫ ﺗَ ْﻔ َﻌﻠِﯿْﻦ‬mengandung dhamîr mukhâthab mu’annats mufrad (‫ﺖ‬
ِ ‫)أﻧ‬
5) ِ‫ ﺗَ ْﻔ َﻌﻼَن‬mengandung dhamîr mukhâthab mu’annats mutsannâ (‫)أﻧﺘﻤﺎ‬
6) َ‫ ﺗَ ْﻔ َﻌﻠْﻦ‬mengandung dhamîr mukhâthab mu’annats jama‘ ( ّ‫)أﻧﺘﻦ‬
c. Fi‘il mudhâri‘ yang mengandung dhamîr ghâ’ib atau orang ketiga.
Fi‘il mudhâri‘ yang mengandung dhamîr ghâ’ib (‫ )ﺿﻤﯿﺮ اﻟﻐﺎﺋﺐ‬ada enam
macam:
1) ‫ ﯾَ ْﻔ َﻌ ُﻞ‬mengandung dhamîr ghâ’ib mudzakkar mufrad (‫) ھﻮ‬
2) ِ‫ ﯾَ ْﻔ َﻌﻼَن‬mengandung dhamîr ghâ’ib mudzakkar mutsannâ (‫)ھﻤﺎ‬
3) َ‫ ﯾَ ْﻔ َﻌﻠُﻮْ ن‬mengandung dhamîr ghâ’ib mudzakkar jama‘ (‫)ھﻢ‬
4) ‫ ﺗَ ْﻔ َﻌ ُﻞ‬mengandung dhamîr ghâ’ib mu’annats mufrad (‫)ھﻲ‬
5) ِ‫ ﺗَ ْﻔ َﻌﻼَن‬mengandung dhamîr ghâ’ib mu’annats mutsannâ (‫)ھﻤﺎ‬
6) َ‫ ﯾَ ْﻔ َﻌﻠْﻦ‬mengandung dhamîr ghâ’ib mu’annats jama‘ ( ّ‫)ھﻦ‬
3. Fi‘il amr ialah fi‘il yang menunjukkan arti perintah untuk melaksanakan
pekerjaan.
Fi‘il amr hanya mempunyai enam bentuk, yaitu tiga bentuk untuk orang kedua
mudzakkar, dan tiga bentuk lainnya untuk orang kedua mu’annats. Bentuk-
bentuk fi‘il amr ialah sebagai berikut:
a. ْ‫ اِ ْﻓﻌَﻞ‬mengandung dhamîr mukhâthab mudzakkar mufrad/tunggal (‫)أﻧﺖ‬
b. َ‫ اِ ْﻓ َﻌﻼ‬mengandung dhamîr mukhâthab mudzakkar mutsannâ/dua (‫)أﻧﺘﻤﺎ‬
c. ‫ اِ ْﻓ َﻌﻠُﻮْ ا‬mengandung dhamîr mukhâthab mudzakkar jama‘ (‫)أﻧﺘﻢ‬
d. ْ‫ اِ ْﻓ َﻌﻠِﻲ‬mengandung dhamîr mukhâthab mu’annats mufrad/tunggal (‫ﺖ‬
ِ ‫)أﻧ‬
e. َ‫ اِ ْﻓ َﻌﻼ‬mengandung dhamîr mukhâthab mu’annats mutsannâ/dua (‫)أﻧﺘﻤﺎ‬
f. َ‫ اِ ْﻓ َﻌﻠْﻦ‬mengandung dhamîr mukhâthab mu’annats jama‘ ( ّ‫)أﻧﺘﻦ‬

H. Klasifikasi Fi‘il Berdasarkan Objeknya


Setiap fi‘il (kata kerja) pada dasarnya membutuhkan subjek atau fâ‘il.
Tetapi, tidak semua fi‘il membutuhkan objek atau maf‘ûl. Berdasarkan
kebutuhannya pada objek (maf‘ûl), kalimah fi‘il dibagi menjadi dua, yaitu fi‘il lâzim
(tidak membutuhkan objek) dan fi‘il muta‘addî (membutuhkan objek).
1. Fi‘il lâzim, yaitu fi‘il yang hanya memiliki fâ‘il atau pelaku dan tidak memiliki
maf‘ûl bih atau objek/penderita.
Contohnya: ‫ﻗﺎم – ﯾﻘﻮم‬ yang berarti “berdiri” dan ‫ﺟﻠﺲ – ﯾﺠﻠﺲ‬ yang berarti
“duduk”.
2. Fi‘il muta‘addî, yaitu fi‘il yang memiliki fâ‘il atau pelaku dan membutuhkan
maf‘ûl bih atau objek/penderita.
Contohnya: ‫ﺷﺮِبَ – ﯾ ْﺸﺮَب‬ yang berarti “minum” dan ‫ﺗَﺒِ َﻊ – ﯾﺘﺒَﻊ‬ yang berarti
“mengikuti”.
Ada juga fi‘il muta‘addî yang membutuhkan dua maf‘ul bih.
Contohnya: ‫ أﻋﻄﻰ – ﯾﻌﻄﻲ‬artinya “memberi” dan ّ‫ ظﻦّ – ﯾﻈﻦ‬artinya “mengira”.
Selanjutnya, ada beberapa fi‘il lâzim yang dengan proses tertentu menjadi fi‘il
muta‘addî yaitu dengan mengikuti wazan-wazan sebagai berikut:
a. ‫ أَ ْﻓ َﻌ َﻞ – ﯾُ ْﻔ ِﻌ ُﻞ‬, seperti: ‫ج‬
ُ ‫ اَﺧْ َﺮ َج – ﯾُﺨْ ِﺮ‬artinya “mengeluarkan”
b. ‫ ﻓَ ﱠﻌ َﻞ – ﯾُﻔَ ﱢﻌ ُﻞ‬, seperti: ‫ح‬
ُ ‫ ﻓَ ﱠﺮ َح – ﯾُﻔَ ﱢﺮ‬artinya “menggembirakan”
c. ‫ ﻓَﺎ َﻋ َﻞ – ﯾُﻔَﺎ ِﻋ ُﻞ‬, seperti: ‫ﻖ‬
ُ ِ‫ﻖ – ﯾُ َﻮاﻓ‬
َ َ‫ َواﻓ‬artinya “menyetujui”

I. Klasifikasi Kalimah Harf


Karena ilmu sharf secara khusus mengkaji bentuk-bentuk kalimah yang
berubah, utamanya isim dan fi‘il, maka bahasan tentang kalimah harf ini semata
untuk memperkenalkan aneka bentuknya dan beberapa fungsinya. Dengan
mengenal bentuk dan fungsi kalimah harf, pelajar bahasa Arab diharapkan
semakin memahami perbedaan yang tegas antara kalimah harf dengan kalimah
isim dan fi‘il serta mampu mengidentifikasi ragam perubahan yang terjadi pada
kalimah isim dan fi‘il serta aneka bentuk kalimah harf yang tidak berubah.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, harf (‫ )ﺣﺮف‬ialah kalimah yang
tidak memiliki arti yang sempurna kecuali setelah berhubungan dengan kalimah
lain. Dalam hubungannya dengan kalimah lain, kalimah harf dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu: harf yang masuk pada kalimah fi‘il, harf yang masuk pada
kalimah isim, dan harf yang bisa masuk pada kalimah fi‘il dan isim.
a. Harf yang masuk pada kalimah fi’il
1. Harf-harf nashb (‫)ﺣﺮوف اﻟﻨﺼﺐ‬, yaitu harf-harf yang menashabkan fi‘il
mudhâri‘. Harf-harf itu antara lain:
‫( أن‬bahwasanya), ‫( ﻟﻦ‬tidak akan), ‫( ﻛﻲ‬agar, supaya), ‫إذن‬/‫( إذا‬jika), ‫ﻻم اﻟﺠﺤﻮد‬/‫ِل‬
(ingkar), ‫ﻻم اﻟﺘﻌﻠﯿﻞ‬/‫( ِل‬untuk), ‫ﻓﺎء اﻟﺴﺒﺒﯿﺔ‬/ َ‫( ف‬maka), ‫( ﺣﺘﻰ‬hingga). ‫ﻓﺎء اﻟﺴﺒﺒﯿﺔ‬, ‫ﻻم‬
‫اﻟﺘﻌﻠﯿﻞ‬, ‫ﻻم اﻟﺠﺤﻮد‬, dan ‫ ﺣﺘﻰ‬mengandung ‫ أن‬yang menashabkan fi‘il mudhâri‘
setelahnya.
2. Harf-harf jazm (‫)ﺣﺮوف اﻟﺠﺰم‬, yaitu harf-harf yang menjazamkan fi‘il mudhâri‘.
Harf-harf itu antara lain:
‫( ﻟﻢ‬tidak), ‫( ﻟﻤّﺎ‬belum), ‫( ﻻم اﻷﻣﺮ‬hendaklah), ‫( ﻻم اﻟﻨﺎھﯿﺔ‬jangan)
3. ‫ ﻻ‬dan ‫ﻣﺎ‬, keduanya harf nafy. ‫ ﻣﺎ‬sering masuk pada fi‘il mâdhi, dan ‫ ﻻ‬sering
juga masuk pada fi‘il mudhâri‘.
4. ‫ ﻗَﺪ‬, apabila masuk pada fi‘il mâdhi berarti menguatkan atau
menyungguhkan, sedangkan apabila masuk pada fi‘il mudhâri‘, ‫ ﻗَﺪ‬berarti:
kadang-kadang.
5. ‫ )سَ ( اﻟﺴﯿﻦ‬dan ‫ﺳﻮف‬, keduanya masuk pada fi‘il mudhâri‘ dan bermakna
“akan”. ‫ )سَ ( اﻟﺴﯿﻦ‬berarti “akan segera” sedangkan ‫ ﺳﻮف‬berarti “akan lebih
lama”.
b. Harf yang Masuk pada Kalimah Isim
1. Harf-harf jarr (‫)ﺣﺮوف اﻟﺠ ّﺮ‬, yaitu harf-harf yang men-jar-kan isim sesudahnya.
Harf-harf jarr antara lain: ‫( ﻣﻦ‬dari), ‫( إﻟﻰ‬ke), ‫( ﻋﻠﻰ‬di atas), ‫( ﻓﻲ‬di dalam),
‫اﻟﺒﺎء‬/‫ب‬
ِ (dengan), ‫اﻟﻜﺎف‬/‫ك‬
َ (seperti), ‫اﻟﻼم‬/‫( ِل‬untuk), ‫واو اﻟﻘﺴﻢ‬/‫( َو‬demi), ‫ﺗﺎء اﻟﻘﺴﻢ‬/ َ‫ت‬
(demi), ‫( ﺣﺘّﻰ‬sampai), ّ‫( رب‬kadang-kadang), ‫( ﻣﻨ ُﺬ‬sejak), ‫( ﻣُﺬ‬sejak).
2. Harf “inna” ( ّ‫ )إن‬dan beberapa sudaranya (‫ ;)أﺧﻮاﺗﮭﺎ‬huruf-huruf ini apabila
masuk pada mubtada’ dan khabar akan menashabkan mubtada’-nya dan
sekaligus mengubah fungsinya sebagai isim ‫إنّ وأﺧﻮاﺗﮭﺎ‬, sedangkan
khabarnya tetap rafa‘ tetapi berubah fungsi sebagai khabar ‫إنّ وأﺧﻮاﺗﮭﺎ‬.
Harf-harf itu antara lain:
ّ‫( إن‬sesungguhnya, sungguh), ّ‫( أن‬sesungguhnya), ّ‫( ﻟﻜﻦ‬tetapi), ّ‫( ﻛﺄن‬seakan-
akan), ‫( ﻟﻌ ّﻞ‬mudah-mudahan), ‫( ﻟﯿﺖ‬mudah-mudahan).
3. Harf Nidâ’ (‫ ;ﺣﺮف اﻟﻨﺪاء‬partikel sapaan), yaitu harf yang digunakan untuk
memanggil seseorang atau sesuatu (munâdâ). Harf nidâ’ antara lain:
‫ﯾﺎ‬/‫( أﯾﺎ‬wahai), ‫( ھﯿﺎ‬wahai), ‫ي‬
ّ ‫( أ‬wahai), ‫اﻟﮭﻤﺰة‬/َ‫( أ‬wahai), ‫( وا‬wahai).
4. Harf istitsnâ’ (‫ )ﺣﺮف اﻻﺳﺘﺜﻨﺎء‬atau pengecualian. Isim yang disebut sebelum
istitsnâ’ disebut mustatsnâ’ minhu, sedangkan isim sesudahnya disebut
mustatsnâ’. Harf-harf istitsnâ’ seperti: ّ‫إﻻ‬, ‫ﻏﯿﺮ‬, ‫ﺳﻮى‬, ‫ﻋﺪا‬, ‫ﺣﺎش‬, ‫( ﺧﻼ‬artinya:
kecuali).
5. Wawu ma‘iyyah (‫)واو اﻟﻤﻌﯿّﺔ‬, yaitu wawu (‫ ) َو‬yang berarti “beserta/bersama”.
6. Lâm al-ibtidâ’ (‫)ﻻم اﻻﺑﺘﺪاء‬, yaitu lâm/la (‫ ) َل‬yang ditempatkan di awal kalimah
dan biasanya berarti “sungguh”.
c. Harf yang Masuk pada Kalimah Isim dan Fi‘il
1. Harf ‘athf (‫)ﺣﺮف اﻟﻌﻄﻒ‬, yaitu harf yang menjadi penghubung antara dua isim
atau dua fi‘il.
2. Dua harf istifhâm (‫)ﺣﺮﻓﺎ اﻻﺳﺘﻔﮭﺎم‬: hamzah/‫ أ‬dan ‫ھﻞ‬, artinya: apakah.
3. Wawu hal (‫) واو اﻟﺤﺎل‬, yaitu wawu yang menghubungkan antara shâhibul-hâl
(‫ )ﺻﺎﺣﺐ اﻟﺤﺎل‬dan jumlatul-hâl (‫)ﺟﻤﻠﺔ اﻟﺤﺎل‬, baik jumlah ismiyyah maupun
jumlah fi‘liyyah.
4. Lâmul-qasam (‫)ﻻم اﻟﻘﺴﻢ‬, yaitu lam (‫ ) َل‬yang ditempatkan pada jawab qasam,
baik jumlah ismiyyah maupun jumlah fi‘liyyah.
Demikian pembahasan tentang klasifikasi kalimah bahasa Arab yang meliputi
isim, fi‘il, dan harf. Beberapa klasifikasi isim, seperti isim dhamîr, isim isyârah, dan
isim maushûl akan dibahas secara lebih lengkap pada isim jâmid, begitu juga
klasifikasi isim musytaqq yang mencakup isim fâ‘il, isim maf‘ûl, dan beberapa isim
shifah. Tentang wazan-wazan fi‘il dan makna perubahan dari fi‘il mujarrad ke bentuk
mazîd, akan dibahas pada tashrîf al-af‘âl.

RANGKUMAN
1. Kalimah isim ditinjau dari jenisnya dibagi menjadi dua, yaitu: mudzakkar
(‫ )اﻟﻤﺬﻛﺮ‬dan mu’annats (‫)اﻟﻤﺆﻧﺚ‬.
2. Kalimah isim ditinjau dari arti umum dan khusus, dibagi menjadi dua,
yaitu: nakirah (‫ )اﻟﻨﻜﺮة‬dan ma‘rifah (‫)اﻟﻤﻌﺮﻓﺔ‬.
3. Kalimah isim ditinjau dari bilangan artinya dibagi menjadi tiga, yaitu:
mufrad (‫)اﻟﻤﻔﺮد‬, mutsannâ (‫)اﻟﻤﺜﻨﻰ‬, dan jama‘ (‫)اﻟﺠﻤﻊ‬
4. Kalimah isim dilihat dari bentuk akhirnya, dibagi menjadi dua, yaitu:
shahîh al-âkhir (‫ )ﺻﺤﯿﺢ اﻵﺧﺮ‬dan ghair shahîh al-âkhir (‫)اﻵﺧﺮ ﻏﯿﺮ ﺻﺤﯿﺢ‬.
5. Isim ghair shahîh al-âkhir dibagi menjadi tiga, yaitu: isim maqshûr ( ‫اﺳﻢ‬
‫)اﻟﻤﻘﺼﻮر‬, isim manqûsh (‫)اﺳﻢ اﻟﻤﻨﻘﻮص‬, dan isim mamdûd (‫)اﺳﻢ اﻟﻤﻤﺪود‬.
6. Kalimah fi‘il ditinjau dari huruf shahîh dan huruf ‘illat yang menjadi
konstruksinya dibagi menjadi dua, yaitu: fi‘il shahîh (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺼﺤﯿﺢ‬dan fi‘il
mu‘tall (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﻌﺘﻞ‬. Fi‘il shahîh (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺼﺤﯿﺢ‬dibagi menjadi tiga, yaitu:
sâlim (‫)ﺳﺎﻟﻢ‬, mahmûz (‫)ﻣﮭﻤﻮز‬, dan mudhâ‘af (‫ ;)ﻣﻀﺎﻋﻒ‬sedangkan fi‘il
mu‘tall dibagi menjadi 5 (lima), yaitu: mitsâl (‫)ﻣﺜﺎل‬, ajwaf (‫)أﺟﻮف‬, nâqish
(‫)ﻧﺎﻗﺺ‬, lafîf mafrûq (‫)ﻟﻔﯿﻒ ﻣﻔﺮوق‬, dan lafîf maqrûn (‫)ﻟﻔﯿﻒ ﻣﻘﺮون‬.
6. Kalimah fi‘il ditinjau dari jumlah huruf dalam konstruksinya dibagi
menjadi dua, yaitu: fi‘il mujarrad (‫ )اﻟﻤﺠﺮّد اﻟﻔﻌﻞ‬dan fi‘il mazîd (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬.
Fi‘il mujarrad dibagi dua, yaitu: fi‘il tsulâtsî mujarrad (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺠﺮّد‬
dan fi‘il rubâ‘î mujarrad (‫)اﻟﻤﺠﺮّد اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ‬.
7. Fi‘il mazîd (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬dibagi menjadi dua, yaitu: fi‘il tsulâtsî mazîd ( ‫اﻟﻔﻌﻞ‬
‫ )اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬dan fi‘il rubâ‘î mazîd (‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ‬. Fi‘il tsulâtsî mazîd
dibagi tiga, yaitu: yang ditambah satu huruf ( ٍ‫)اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑ َﺤﺮْ ف‬, dua huruf
(‫)اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑﺤﺮﻓﯿﻦ‬, dan tiga huruf ( ٍ‫)اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑﺜﻼﺛﺔ أﺣْ ﺮُف‬. Sedangkan, fi‘il
rubâ‘î mazîd dibagi menjadi dua, yaitu fi‘il rubâ‘î yang ditambah satu
huruf (‫ )اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑﺤﺮف‬dan dua huruf (‫)اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ اﻟﻤﺰﯾﺪ ﺑﺤﺮﻓﯿﻦ‬.
8. Kalimah fi‘il ditinjau dari kala/waktu yang menyertai situasinya dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu: fi‘il mâdhi (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﺎض‬, fi‘il mudhâri‘ (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺎرع‬,
dan fi‘il amr (‫)ﻓﻌﻞ أﻣﺮ‬. Jenis fi‘il mâdhi memiliki 14 (empat belas) bentuk
sesuai dengan dhamîr yang menyertai situasinya. Jenis fi‘il mudhâri‘ juga
memiliki 14 (empat belas) bentuk sesuai dengan dhamîr yang menyertai
situasinya. Sedangkan jenis fi‘il amr memiliki 6 (enam) bentuk sesuai
dengan dhamîr yang menyertai situasinya.
9. Kalimah fi‘il ditinjau dari kebutuhannya pada objek (maf‘ûl bih) dibagi
menjadi dua, yaitu: fi‘il lâzim (‫ )ﻓﻌﻞ ﻻزم‬dan fi‘il muta‘adî (‫)ﻓﻌﻞ ﻣﺘﻌﺪي‬. Fi‘il
lâzim ialah fi‘il yang tidak membutuhkan maf‘ûl bih (objek/penderita).
Sedangkan, fi‘il muta‘adî ialah fi‘il yang membutuhkan maf‘ûl bih
(objek/penderita).
10. Kalimah harf dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: harf yang masuk
pada kalimah fi‘il, harf yang masuk pada kalimah isim, dan harf yang bisa
masuk pada kalimah fi‘il dan isim.

Tugas

1.
Untuk memperdalam pengetahuan Anda tentang ..............., Anda dapat
menikmati pembelajaran Sharf ..... pada:
Insert: www.geocities,ws>eyangcaca>2.pdf

2.
Anda juga dapat mengerjakan tugas tentang perubahan bentuk kata dalam tautan
(URL) berikut.

Insert: https://m.youtube.com/watch?v=jPqvg7j6DiY
Tes Formatif 3

Jawablah pertanyaan berikut:


1. Sebutkan klasifikasi kalimah isim berdasarkan jenisnya, dan berikan contoh
masing-masing!
2. Sebutkan klasifikasi kalimah isim berdasarkan arti umum dan khusus, dan berikan
contoh masing-masing!
3. Sebutkan klasifikasi kalimah isim berdasarkan bilangan artinya, dan berikan
contoh masing-masing!
4. Sebutkan klasifikasi kalimah isim berdasarkan bentuk akhirnya, dan berikan
contoh masing-masing!
5. Jelaskan klasifikasi kalimah fi‘il ditinjau dari huruf sahih (sehat) atau huruf ‘illat
(cacat) dalam konstruksinya, dan berikan contoh masing-masing!
6. Jelaskan klasifikasi kalimah fi‘il ditinjau dari jumlah huruf (akar) dalam
konstruksinya, dan berikan contoh masing-masing!
7. Jelaskan klasifikasi kalimah fi‘il ditinjau dari kala/waktu yang menyertai situasinya,
dan berikan contoh masing-masing!
8. Jelaskan klasifikasi kalimah fi‘il ditinjau dari kebutuhan terhadap objek ((maf‘ûl
bih), dan berikan contoh masing-masing!
9. Jelaskan klasifikasi kalimah harf dengan menyebutkan contohnya!

     

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 3.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang

Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 3, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.

Kegiatan Belajar 4: Mizan Sharfi dan Bina al-Kalimah

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mampu mengidentifikasi Mizan Sharfi dan Bina al-Kalimah dengan tepat
berdasarkan ciri-cirinya.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi Mizan Sharfi dan Bina al-Kalimah

Pokok-pokok Materi

1. Mizan Sharfi
2. Bina al-Kalimah
PETA KONSEP
 Mîzân sharfî (‫ )اﻟﻤﯿﺰان اﻟﺼﺮﻓﻲ‬atau wazn sharfî (‫ )اﻟﻮزن اﻟﺼﺮﻓﻲ‬adalah alat
timbang atau acuan untuk menentukan bangunan/konstruksi sebuah
kalimah (kata; morfem bebas). Mîzân sharfî dilambangkan dengan tiga
harf: ‫ف‬, ‫ع‬, dan ‫ ل‬yang membentuk wazn ‫( ﻓَـــﻌَـــ َﻞ‬fa-‘a-la); artinya berbuat.
Suatu kalimah terdiri dari huruf-huruf asli/akar (‫ ;اﻟﺤﺮوف اﻷﺻﻠﯿﺔ‬konsonan
dasar) yang menjadi unsur pembentuknya. Mayoritas kalimah bahasa
Arab memiliki 3 (tiga) huruf asli/konsonan dasar yang dapat
diperbandingkan dengan wazn ‫( ﻓَـــﻌَـــ َﻞ‬fa-‘a-la) tersebut. Dalam linguistik
umum, huruf-huruf asli ini dipadankan dengan morfem akar.

 Binâ’ al-kalimah (‫ )ﺑﻨﺎء اﻟﻜﻠﻤﺔ‬adalah bentuk dasar konstruksi kalimah


(bangunan kata). Bentuk dasar konstruksi kalimah berkaitan erat dengan
harf ‘illat (semi vokal), yaitu: alif (‫)ا‬, wawu (‫)و‬, dan ya’ (‫ )ي‬yang menjadi
unsur pembentuk kalimah. Binâ’ al-kalimah secara umum dibagi menjadi 2
(dua): binâ’ shahîh (‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﺼﺤﯿﺢ‬, yaitu konstruksi yang tidak memiliki harf
‘illat; dan binâ’ mu‘tall (‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻌﺘ ّﻞ‬, yaitu konstruksi yang memiliki harf ‘illat.
Kalimah fi‘il jika ditinjau dari ada atau tidaknya huruf ‘illat di dalam
konstruksinya juga dibagi dua, yaitu: fi‘il shahîh (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺼﺤﯿﺢ‬dan fi‘il mu‘tall
(‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﻌﺘ ّﻞ‬.

 Binâ’ shahîh (‫ )اﻟﺒﻨﺎء اﻟﺼﺤﯿﺢ‬secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu: binâ’
sâlim (‫)اﻟﺴﺎﻟﻢ‬, binâ’ mahmûz (‫)اﻟﻤﮭﻤﻮز‬, dan binâ’ mudha‘‘af (‫)اﻟﻤﻀﻌّﻒ‬.
Sedangkan, binâ’ mu‘tall (‫ )اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻌﺘﻞ‬dibagi menjadi lima, yaitu: binâ’ mitsâl
(‫)اﻟﻤﺜﺎل‬, binâ’ ajwaf (‫)اﻷﺟﻮف‬, binâ’ nâqish (‫)اﻟﻨﺎﻗﺺ‬, binâ’ lafîf mafrûq ( ‫اﻟﻠﻔﯿﻒ‬
‫)اﻟﻤﻔﺮوق‬, dan binâ’ lafîf maqrûn (‫)اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻘﺮون‬.

 Binâ’ shahîh sâlim (‫ )اﻟﺼﺤﯿﺢ اﻟﺴﺎﻟﻢ‬ialah konstruksi kalimah yang tiga huruf
aslinya (akar) shahîh atau tidak cacat salah satunya, tidak ada hamzah,
dan tidak sejenis huruf kedua (‘ain fi‘il) dan ketiganya (lâm fi‘il). Binâ’
shahîh mahmûz (‫ )اﻟﺼﺤﯿﺢ اﻟﻤﮭﻤﻮز‬ialah konstruksi kalimah yang salah satu
dari tiga huruf aslinya (akar) berupa hamzah, tidak sejenis huruf kedua
dan ketiganya, dan tidak ada huruf ‘illat di dalamnya. Sedangkan, Binâ’
shahîh mudha‘‘af (‫ )اﻟﺼﺤﯿﺢ اﻟﻤﻀﻌّﻒ‬ialah konstruksi kalimah yang sejenis
huruf kedua (‘ain fi‘il) dan ketiganya (lâm fi‘il), serta tidak ada hamzah dan
huruf ‘illat di dalamnya.

 Binâ’ mu‘tall (‫ )اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻌﺘﻞ‬secara umum dibagi dua, yaitu yang huruf ‘illat-
nya satu dan yang huruf ‘illat-nya dua. Yang huruf ‘illatnya satu, yaitu:
binâ’ mitsâl (‫)اﻟﻤﺜﺎل‬, binâ’ ajwaf (‫)اﻷﺟﻮف‬, dan binâ’ nâqish (‫)اﻟﻨﺎﻗﺺ‬.
Sedangkan, yang huruf ‘illat-nya dua, yaitu: binâ’ lafîf mafrûq (‫)اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻔﺮوق‬,
dan binâ’ lafîf maqrûn (‫)اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻘﺮون‬.

 Binâ’ mitsâl (‫ )اﻟﻤﺜﺎل‬ialah konstruksi kalimah yang huruf pertama (fâ’ fi‘il)
dari tiga huruf aslinya berupa huruf ‘illat, disebut juga mu‘tall al-fâ’ ( ‫ﻣﻌﺘﻞ‬
‫)اﻟﻔﺎء‬. Binâ’ ajwaf (‫ )اﻷﺟﻮف‬ialah konstruksi kalimah yang huruf kedua (‘ain
fi‘il) dari tiga huruf aslinya berupa huruf ‘illat, disebut juga mu‘tall al-‘ain
(‫)ﻣﻌﺘﻞ اﻟﻌﯿﻦ‬. Binâ’ nâqish (‫ )اﻟﻨﺎﻗﺺ‬ialah konstruksi kalimah yang huruf ketiga
(lâm fi‘il) dari tiga huruf aslinya berupa huruf ‘illat, disebut juga mu‘tall al-
lâm (‫)ﻣﻌﺘﻞ اﻟﻼم‬.

 Binâ’ lafîf mafrûq (‫ )اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻔﺮوق‬ialah konstruksi kalimah yang huruf


pertama (fâ’ fi‘il) dan huruf ketiga (lâm fi‘il) berupa huruf ‘illat. Binâ’ lafîf
maqrûn (‫ )اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻘﺮون‬ialah konstruksi kalimah yang huruf kedua (‘ain fi‘il)
dan huruf ketiga (lâm fi‘il) berupa huruf ‘illat.

Perhatikan tabel berikut!

‫ﻻم اﻟﻔﻌﻞ‬ ‫ﻋﻴﻦ اﻟﻔﻌﻞ‬ ‫ﻓﺎء اﻟﻔﻌﻞ‬


= ‫اﻟ ِﻤ ْﻴـﺰَان‬/‫اﻟﻮزْن‬
َ
‫اﻟﻜﻠﻤﺔ‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ف‬ ACUAN / TIMBANGAN

َ‫ﻗَـ ـ َﺮأ‬ ‫أ‬ ‫ر‬ ‫ق‬


‫َﺐ‬
َ ‫َﻛ ـﺘ‬ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫ك‬
‫َﺳ ـ ِﻤ َﻊ‬ ‫ع‬ ‫م‬ ‫س‬
‫ﻆ‬
َ ‫َﺣ ـ ِﻔ‬ ‫ظ‬ ‫ف‬ ‫ح‬
= ‫َﻮزُوْن‬
ْ ‫اﻟﻤ‬
‫َﻋ ـﻠِﻢ‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ع‬ TERTIMBANG

‫ﻓَ ـﻬِﻢ‬ ‫م‬ ‫ﻫـ‬ ‫ف‬


‫َﻋ ـﺮَف‬ ‫ف‬ ‫ر‬ ‫ع‬
‫َﻣ ـ ِﻬ َﺮ‬ ‫ر‬ ‫ﻫـ‬ ‫م‬
Perhatikan Klasifikasi Fi‘il Berdasarkan Konstruksi Hurufnya/Binâ’
‫ﻣﮭﻤﻮ ٌز‬

ٌ‫ﻣﻀﻌّﻒ‬ ‫اﻟﺒﻨﺎء‬/‫اﻟﻔﻌﻞ‬
‫اﻟﺼﺤﯿﺢ‬
‫ﺳﺎﻟﻢ‬

‫اﻟﻔﻌﻞ ﺑﺎﻟﻨﻈﺮ إﻟﻰ ﺑﻨﺎء‬


‫ﺣﺮوﻓﮫ‬
Klasifikasi Fi'il
‫ ﻣﻌﺘ ّﻞ اﻟﻔﺎء‬/‫ﻣﺜﺎل‬ Berdasarkan Konstruksi Hurufnya

‫ ﻣﻌﺘ ّﻞ‬/‫أﺟﻮف‬
‫اﻟﻌﯿﻦ‬
‫ﻣﻌﺘ ّﻞ اﻟﻼم‬/‫ﻧﺎﻗﺺ‬ ‫اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻌﺘﻞ‬/‫اﻟﻔﻌﻞ‬

‫ﻟﻔﯿﻒ ﻣﻔﺮوق‬

‫ﻟﻔﯿﻒ ﻣﻘﺮون‬

URAIAN MATERI

A. Definisi Mîzân Sharfî


Mîzân sharfî secara harfiah berarti “timbangan morfologis”. Dalam ilmu
sharf, istilah “mîzân sharfî” (‫ )اﻟﻤﯿﺰان اﻟﺼﺮﻓﻲ‬setara penggunanannya dengan wazn
(‫ )اﻟﻮزن‬atau wazn sharfî. Secara etimologis, wazn (‫ )اﻟﻮزن‬berarti ukuran (kail) dan
timbangan/neraca (mîzân). Secara terminologis, wazn ialah standar, acuan, atau
patokan yang digunakan untuk mengukur (menimbang) kalimah dalam bahasa
Arab.
Dengan demikian, wazn atau mîzân sharfî dapat didefinisikan sebagai
timbangan atau acuan untuk mengetahui konstruksi morfologis kalimah bahasa
Arab, khususnya kalimah fi‘il dan isim yang mengalami tashrîf, yaitu perubahan
bentuk kata untuk membedakan kasus, kala, jenis, jumlah, dan aspek/situasinya.
Tinjauan bahasa dan istilah wazn atau mîzân sharfî dapat diungkapkan
sebagai berikut:

‫ اﻟﻜﻴﻞ واﳌﻴﺰان‬:‫اﻟﻮزن ﻟﻐﺔ‬


‫ وﺗﻘﻮم ﻋﻠﻴﻪ ﻣﻌﺮﻓﺔ ﺑﻨﻴﺔ اﻟﻜﻠﻤﺎت وﻣﺎ وﻗﻊ‬،‫ اﻷﺳﺎس اﻟﺬي ﺗُﻮزَن ﺑﻪ اﻟﻜﻠﻤﺎت‬:‫واﺻﻄﻼﺣﺎ‬
.‫ﻓﻴﻬﺎ ﻣﻦ اﻟﺘﻐﻴﲑات‬
“Secara bahasa, wazn berarti ukuran (kail) atau timbangan (mîzân). Dalam
terminologi ilmu sharf, wazn ialah standar atau patokan yang digunakan untuk
menimbang kalimah (kata, morfem bebas). Kemudian, konstruksi kalimah dan
perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya dapat diketahui berdasarkan
wazn-wazn tersebut.”
Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa tujuan penetapan wazn sharfî
(standar/acuan morfologis) adalah untuk mengetahui konstruksi kalimah (kata,
morfem bebas) dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya dengan cara
memperbandingkan hurûf ashliyyah (huruf asli/morfem akar) dengan wazn-wazn
yang menjadi acuannya.
Dengan demikian, suatu kalimah bahasa Arab dapat diketahui konstruksi
morfemisnya dengan cara diperbandingkan hurûf ashliyyah (konsonan
dasar/morfem akar) yang membentuk kalimah dengan wazn yang menjadi mîzân
sharfî-nya atau timbangan morfologisnya. Wazn (‫ )اﻟﻮزن‬menjadi acuan kalimah
dari segi jumlah harf ashliyy (morfem akar) dalam kalimah dan dari segi bunyi
harakah (vokal) yang melekat pada harf asliyy tersebut.

B. Lambang Mîzân Sharfî


Mîzân sharfî dilambangkan dengan tiga harf (konsonan), yaitu: ‫ف‬, ‫ع‬, ‫( ل‬f-‘-l)
yang membentuk kata ‫( ﻓـ َــﻌَـــ َﻞ‬fa-‘a-la) dan merupakan wazn dasar bagi semua
wazn kalimah fi‘il (verba). Wazn dasar ini terdiri atas 3 (tiga) unsur morfem akar,
yaitu fâ’ fi‘il (‫)ﻓﺎء اﻟﻔﻌﻞ‬, ‘ain fi‘il (‫)ﻋﯿﻦ اﻟﻔﻌﻞ‬, dan lâm fi‘il (‫)ﻻم اﻟﻔﻌﻞ‬. Pembagian tiga
unsur ini didasarkan pada mayoritas bentuk dasar kalimah bahasa Arab yang
memiliki 3 (tiga) harf ashliyy (konsonan/morfem akar). Dan, untuk mengetahui
bentuk dasar sebuah kalimah, hurûf ashliyyah (konsonan dasar/morfem akar),
kalimah itu harus diperbandingkan dengan fâ' fi‘il (‫)ﻓﺎء اﻟﻔﻌﻞ‬, ‘ain fi‘il (‫)ﻋﯿﻦ اﻟﻔﻌﻞ‬, dan
lâm fi‘il (‫ )ﻻم اﻟﻔﻌﻞ‬dari wazn-wazn yang menjadi acuannya. Sebagai gambaran
sederhana tentang mîzân sharfî dan wazan dasar dari ‫( ﻓـ َــﻌَـــ َﻞ‬fa-‘a-la), perhatikan
dengan cermat wazn (‫)اﻟﻮزن‬, mauzûn (‫)اﻟﻤﻮزون‬, lalu perbandingkan mauzûn
(‫ )اﻟﻤﻮزون‬dengan fâ' fi‘il (‫)ﻓﺎء اﻟﻔﻌﻞ‬, ‘ain fi‘il (‫)ﻋﯿﻦ اﻟﻔﻌﻞ‬, dan lâm fi‘il (‫)ﻻم اﻟﻔﻌﻞ‬. Dari sini,
tampak konstruksi sebuah kalimah. Dan, setiap kalimah nantinya dapat ditimbang
dengan cara demikian.

Perhatikan tabel berikut!

‫اﻟﺤﺮوف اﻷﺻﻠﻴﺔ اﻟﻜﻠﻤﺔ‬ ‫اﻟﻔﻌﻞ‬ ‫ﻻم‬ ‫اﻟﻔﻌﻞ‬ ‫ﻋﯿﻦ‬ ‫اﻟﻔﻌﻞ‬ ‫ﻓﺎء‬ = ‫اﻟ ِﻤ ْﻴـﺰَان‬/‫اﻟﻮزْن‬
َ
Huruf ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ف‬
Kata TIMBANGAN
Asli/Akar
‫َﻣـ ّﺪ‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫م‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫م‬
‫ﻓَـ ّﺮ‬ ‫ر‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫ر‬ ‫ر‬ ‫ف‬
‫َو َﻋ َﺪ‬ ‫د‬ ‫ع‬ ‫و‬ ‫د‬ ‫ع‬ ‫و‬
‫ﺴ َﺮ‬
َ َ‫ﻳ‬ ‫ر‬ ‫س‬ ‫ي‬ ‫ر‬ ‫س‬ ‫ي‬
‫ـﺎل‬
َ َ‫ﻗـ‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ق‬
= ‫اﻟﻤ َْﻮزُوْن‬
‫ﺻـﺎ َم‬
َ ‫م‬ ‫و‬ ‫ص‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ص‬ TERTIMBANG
‫ﺳَـﺎ َر‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ‫س‬ ‫ر‬ ‫ا‬ ‫س‬
‫َـﺎل‬
َ ‫ﺳ‬ ‫ل‬ ‫ي‬ ‫س‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫س‬
‫َوﻗَــﻰ‬ ‫ى‬ ‫ق‬ ‫و‬ ‫ى‬ ‫ق‬ ‫و‬
‫ﺷَـﻮَى‬ ‫ى‬ ‫و‬ ‫ش‬ ‫ى‬ ‫و‬ ‫ش‬
Ditinjau dari linguistik struktural yang memandang kata dari segi konstruksi
huruf, morfem akar untuk fi‘il (verba) adalah morfem-terbagi yang terdiri atas tiga
huruf (konsonan) yang dipisahkan oleh harakah al-harf (vokal pada konsonan).
Misalnya, morfem akar-terbagi ‫ ب‬،‫ ت‬،‫( ك‬k-t-b) yang artinya ‘tulis’ merupakan
dasar untuk kata-kata seperti: َ‫( ﻛَـﺘَـﺐ‬kataba): ‘ia [laki-laki/lk] menulis’, ْ‫ﻛَـﺘَـﺒَﺖ‬
(katabat): ‘ia [perempuan/pr] menulis’, َ‫( ﻛَـﺘَـﺒْﺖ‬katabta): ‘kamu [lk] menulis’, ‫ﺖ‬
ِ ‫ﻛَـﺘَـ ْﺒ‬
(katabti): ‘kamu [pr] menulis’, ُ‫( ﻛَـﺘَـﺒْﺖ‬katabtu): ‘aku [lk/pr] menulis’. Begitu juga
mofem akar untuk isim yang dibentuk/diturunkan (musytaqq) dari mashdar
(‫)اﻟﻤﺼﺪر‬, seperti ٌ‫( ﻛَﺎﺗِﺐ‬kâtib[un]): ‘penulis, pencatat’, ٌ‫( َﻣ ْﻜﺘُﻮْ ب‬maktûb[un]): ‘yang
ditulis atau dicatat’, dan ٌ‫( َﻣ ْﻜﺘَﺐ‬maktab[un]): ‘kantor, perpustakaan, toko buku’.
Begitu juga morfem akar-terbagi ‫ ح‬،‫ ت‬،‫( ف‬f-t-h) ‘buka’ merupakan dasar
untuk pembentukan kata-kata seperti: ‫( ﻓَﺘَ َﺢ‬fataha): ‘ia [lk] membuka’, ْ‫ﻓَﺘَﺤَﺖ‬
(fatahat): ‘ia [pr] membuka’, َ‫( ﻓَﺘَﺤْ ﺖ‬fatahta): ‘kamu [lk] membuka’, ‫ﺖ‬
ِ ْ‫( ﻓَﺘَﺤ‬fatahti):
‘kamu [pr] membuka’, ُ‫( ﻓَﺘَﺤْ ﺖ‬fatahtu): ‘aku [lk/pr] membuka’, ‫( ﻓَﺎﺗِﺤَﺔ‬fâtihah):
‘pembukaan’, ‫ح‬
ٌ ْ‫( َﻣ ْﻔﺘُﻮ‬maftûh): ‘yang terbuka’, ‫( ِﻣ ْﻔﺘَﺎ ٌح‬miftâh): ‘kunci’, dan
sebagainya.

Perhatikan tabel berikut!


‫ َل‬.‫ ِع‬.‫ف‬
َ ‫ َل‬.‫ ِع‬.‫ف‬
َ ‫ َل‬.‫ ِع‬.‫ف‬
َ ‫ َل‬.‫ع‬
َ .‫ف‬
َ ‫ َل‬.‫ع‬
َ .‫ف‬
َ ‫ َل‬.‫ع‬
َ .‫ف‬
َ Acuan = ‫اﻟﻮزن‬

‫ ظ‬-‫ف‬-‫ح‬ ‫م‬-‫ل‬-‫ع‬ ‫ع‬-‫م‬-‫س‬


-‫ت‬-‫ف‬
‫أ‬-‫ر‬-‫ق‬
-‫ت‬-‫ك‬ = ‫اﻟﺤﺮوف اﻷﺻﻠﻴﺔ‬
‫ح‬ ‫ب‬ Konsonan Akar
‫ﻆ‬
َ ‫َﺣ ِﻔ‬ ‫َﻋﻠِ َﻢ‬ ‫َِﲰ َﻊ‬ ‫ﻓَـﺘَ َﺢ‬ َ‫ﻗَـَﺮأ‬ ‫َﺐ‬
َ ‫َﻛﺘ‬
‫َﺖ‬
ْ ‫َﺣ ِﻔﻈ‬ ‫َﺖ‬
ْ ‫َﻋﻠِﻤ‬ ‫َﺖ‬
ْ ‫َِﲰﻌ‬ ‫َﺖ‬
ْ ‫ﻓَـﺘَﺤ‬ ‫َت‬
ْ ‫ﻗَـَﺮأ‬ ‫َﺖ‬
ْ ‫َﻛﺘَﺒ‬
‫ْﺖ‬
َ ‫َﺣ ِﻔﻈ‬ ‫ْﺖ‬
َ ‫َﻋﻠِﻤ‬ ‫ْﺖ‬
َ ‫َِﲰﻌ‬ ‫ْﺖ‬
َ ‫ﻓَـﺘَﺤ‬ ‫ْت‬
َ ‫ﻗَـَﺮأ‬ ‫ْﺖ‬
َ ‫َﻛﺘَﺒ‬ ‫اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﻤﺸﺘﻘﺔ‬
‫ْﺖ‬
ِ ‫َﺣ ِﻔﻈ‬ ‫ْﺖ‬
َ ‫َﻋﻠِﻤ‬ ‫ْﺖ‬
ِ ‫َِﲰﻌ‬ ‫ْﺖ‬
ِ ‫ﻓَـﺘَﺤ‬ ‫ْت‬
ِ ‫ﻗَـَﺮأ‬ ‫ْﺖ‬
ِ ‫َﻛﺘَﺒ‬ =
Kata-kata yang
‫ْﺖ‬
ُ ‫َﺣ ِﻔﻈ‬ ‫ْﺖ‬
َ ‫َﻋﻠِﻤ‬ ‫ْﺖ‬
ُ ‫َِﲰﻌ‬ ‫ْﺖ‬
ُ ‫ﻓَـﺘَﺤ‬ ‫ْت‬
ُ ‫ﻗَـَﺮأ‬ ‫ْﺖ‬
ُ ‫َﻛﺘَﺒ‬ terbentuk

‫ﻆ‬
ٌ ِ‫ﺣَﺎﻓ‬ ٌِ‫ﻋَﺎﱂ‬ ‫ﺳَﺎ ِﻣ ٌﻊ‬ ‫ﻓَﺎﺗِ ٌﺢ‬ ‫ئ‬
ٌ ‫ﻗَﺎ ِر‬ ‫ِﺐ‬
ٌ ‫ﻛَﺎﺗ‬
‫َْﳏﻔ ُْﻮ ٌظ‬ ‫َﻣ ْﻌﻠُﻮٌم‬ ٌ‫ﻣ ْﺴﻤُﻮع‬ ‫َﻣ ْﻔﺘـ ُْﻮ ٌح‬ ‫ْب ﻣ ْﻘﺮُوء‬
ٌ ‫َﻣ ْﻜﺘـٌﻮ‬

C. Prosedur Menimbang Kalimah dengan Mîzân Sharfî


Para ahli bahasa Arab telah menetapkan langkah-langkah atau prosedur
yang dapat ditempuh untuk menimbang sebuah kalimah (kata) dengan mîzân
sharfî-nya (timbangan morfologisnya), yaitu sebagai berikut:
1. Buatlah tabel perbandingan antara kalimah yang akan ditimbang (mauzûn)
dengan wazn yang menjadi acuan morfologisnya dengan cara mencocokkan
setiap harf ashliyy (konsonan dasar/morfem akar) pada kalimah yang
ditimbang dengan fâ’ fi‘il, ‘ain fi‘il, dan lâm fi‘il dari wazn yang menjadi
acuan/timbangan kalimah
2. Bedakan mana harf ashliyy (konsonan dasar) dan mana harf zâ’idah
(konsonan tambahan) yang terdapat pada kalimah yang akan ditimbang
(mauzûn) dengan memperhatikan wazn yang menjadi acuan timbangan
kalimah.
3. Apabila kalimah yang ditimbang (mauzûn) terdiri dari 4 harf, 5 harf, 6 harf, atau
7 harf, kembalikanlah ia pada bentuk wazn fi‘il tsulâtsî mujarrad (acuan
morfologis fi‘il-dasar yang tiga harf-nya asli/bukan tambahan) atau wazn fi‘il
rubâ‘î mujarrad (acuan morfologis fi‘il-dasar yang empat harf-nya asli)
4. Temukan harf zâ’idah (konsonan tambahan) dalam wazn yang menjadi acuan
kalimah, lalu sejajarkan dengan harf zâ’idah yang terdapat pada kalimah yang
ditimbang (mauzûn)
5. Berilah harakah (vokal) dan sukûn (mati/tidak ber-harakah) pada harf-harf
kalimah yang ditimbang (mauzûn) sebagaimana harakah (vokal) dan sukûn
(tidak ber-harakah) yang terdapat pada wazn yang menjadi acuan kalimah
6. Tandai pada kalimah yang ditimbang (mauzûn), harf-harf yang
diperbandingkan dengan fâ’ fi‘il, ‘ain fi‘il, dan lâm fi‘il dari wazn yang menjadi
acuan kalimah. Harf yang sebanding dengan fâ’ fi‘il pada wazn disebut dengan
fâ’ al-kalimah (‫)ﻓﺎء اﻟﻜﻠﻤﺔ‬. Harf yang sebanding dengan ‘ain fi‘il pada wazn
disebut dengan ‘ain al-kalimah (‫)ﻋﯿﻦ اﻟﻜﻠﻤﺔ‬. Dan, harf yang sebanding dengan
lâm fi‘il pada wazn disebut dengan lâm al-kalimah (‫)ﻻم اﻟﻜﻠﻤﺔ‬.
7. Apabila kalimah yang ditimbang (mauzûn) tidak sebanding jumlah
konsonannya dengan wazn yang menjadi acuan kalimah, maka kalimah
tersebut mengandung harf illah (semi vokal) yaitu: alif (‫)ا‬, wawu (‫)و‬, dan yâ’ (‫)ي‬
yang sebelumnya telah dibuang, diganti, atau disukunkan. Untuk mengetahui
perubahan pada kalimah tersebut, kembalikan pada wazn yang menjadi acuan
kalimah.
Dari langkah-langkah tersebut di atas, dapat diketahui bahwa wazn dari َ‫َﻛﺘَﺐ‬
(ka-ta-ba) adalah ‫( ﻓَ َﻌ َﻞ‬fa-‘a-la), wazn dari ٌ‫( ﻛَﺎﺗِﺐ‬kâ-ti-b[un]) adalah ‫( ﻓَﺎ ِﻋ ٌﻞ‬fâ-‘i-l[un]),
dan wazn dari ٌ‫( َﻣ ْﻜﺘُﻮْ ب‬ma-k-tûb[un]) adalah ‫( َﻣ ْﻔﻌُﻮْ ٌل‬ma-f-‘ûl[un]). Begitu juga wazn
dari َ‫( ﻗَ َﺮأ‬qa-ra-’a) adalah ‫( ﻓَ َﻌ َﻞ‬fa-‘a-la), wazn dari ‫ئ‬
ٌ ‫( ﻗَﺎ ِر‬qâ-ri-’[un]) adalah ‫( ﻓَﺎ ِﻋ ٌﻞ‬fâ-‘i-
l[un]), dan wazn dari ‫( َﻣ ْﻘﺮُوْ ٌء‬ma-q-rû’[un]) adalah ‫( َﻣ ْﻔﻌُﻮْ ٌل‬ma-f-‘ûl[un]).

Perhatikan tabel berikut:


‫اﻟﺤﺮوف اﻷﺻﻠﻴﺔ‬
‫اﻟﻤﻌﻨﻰ‬ ‫اﻟﻜﻠﻤﺎت‬ Huruf ‫ع َل‬
َ ‫ف‬
َ = ‫اﻟﻮَزْ ن‬
TIMBANGAN
Asli/Akar
Tulis ‫َﺐ‬
َ ‫َﻛﺘ‬ ‫ك ت ب ك ت ب‬
Baca َ‫ﻗَـ َﺮأ‬ ‫أ‬ ‫ر‬ ‫ق‬ ‫أ‬ ‫ر‬ ‫ق‬
Bicara ‫َﺎل‬
َ‫ﻗ‬ ‫ل‬ ‫ل ق و‬ ‫ا‬ ‫ق‬
Puasa ‫ﺻَﺎ َم‬ ‫م‬ ‫م ص و‬ ‫ا‬ ‫ص‬ = ‫اﻟﻤَﻮْ زُوْ ن‬
Jalan ‫ﺳَﺎ َر‬ ‫ر‬ ‫ر س ي‬ ‫ا‬ ‫س‬ TERTIMBANG

Alir ‫َﺎل‬
َ‫ﺳ‬ ‫ل‬ ‫ل س ي‬ ‫ا‬ ‫س‬
Jaga ‫َوﻗَﻰ‬ ‫ي‬ ‫ق ى و ق‬ ‫و‬
Panggang ‫ﺷَﻮَى‬ ‫ي‬ ‫و ى ش و‬ ‫ش‬

Perhatikan juga tabel berikut:

‫ظ‬-‫ ف‬-‫ح‬ ‫ م‬-‫ ل‬-‫ع‬


-‫ م‬-‫س‬ -‫ ت‬-‫ف‬
‫أ‬-‫ر‬-‫ ب ق‬-‫ ت‬-‫ك‬ /‫ﺣﺮوف اﻟﻜﻠﻤﺔ‬
‫ع‬ ‫ح‬ Huruf-Akar Kata
‫ﻓَ ِﻌ َﻞ‬ ‫ﻓَ ِﻌ َﻞ‬ ‫ﻓَ ِﻌ َﻞ‬ ‫ﻓَ َﻌ َﻞ‬ ‫ﻓَ َﻌ َﻞ‬ ‫ﻓَ َﻌ َﻞ‬ Acuan /‫اﻟﻮزن‬
‫ﻆ‬
َ ‫َﺣ ِﻔ‬ ‫َﻋﻠِ َﻢ‬ ‫َِﲰ َﻊ‬ ‫ﻓَـﺘَ َﺢ‬ َ‫ﻗَـَﺮأ‬ ‫َﺐ‬
َ ‫َﻛﺘ‬
‫ﻆ‬
ُ ‫َْﳛ َﻔ‬ ‫ﻳـَ ْﻌﻠَ ُﻢ‬ ‫ﻳَ ْﺴ َﻤ ُﻊ‬ ‫ﻳـَ ْﻔﺘَ ُﺢ‬ ُ‫ﻳـَ ْﻘَﺮأ‬ ‫ُﺐ‬
ُ ‫ﻳَ ْﻜﺘ‬ ‫اﻷﻓﻌﺎل‬
‫اِ ْﺣ َﻔ ْﻆ‬ ‫اِ ْﻋﻠَ ْﻢ‬ ‫اِﲰَْ ْﻊ‬ ‫اِﻓْـﺘَ ْﺢ‬ ْ‫اِﻗْـَﺮأ‬ ‫ُﺐ‬
ْ ‫اُ ْﻛﺘ‬
‫ِﺣﻔْﻆ‬ ‫ِﻋﻠْﻢ‬ ‫ِﲰَﺎع‬ ‫ﻓَـﺘْﺢ‬ ‫ﻗِﺮَاءَة‬ ‫ﻛِﺘَﺎﺑَﺔ‬
‫ﻆ‬
ٌ ِ‫ﺣَﺎﻓ‬ ٌِ‫ﻋَﺎﱂ‬ ‫ﺳَﺎ ِﻣ ٌﻊ‬ ‫ﻓَﺎﺗِ ٌﺢ‬ ‫ئ‬
ٌ ‫ﻗَﺎ ِر‬ ‫ِﺐ‬
ٌ ‫ﻛَﺎﺗ‬
‫اﻷﺳﻤﺎء‬
‫َْﳏﻔ ُْﻮ ٌظ‬ ‫َﻣ ْﻔﺘـ ُْﻮ ٌح ﻣ ْﺴﻤُﻮعٌ َﻣ ْﻌﻠُﻮٌم‬ ‫ﻣ ْﻘﺮُوء‬ ‫ْب‬
ٌ ‫َﻣ ْﻜﺘـٌﻮ‬
‫َْﳏ َﻔﻈَﺔ‬ ‫َﻣ ْﻌﻠَﻤَﺔ‬ ‫َﻣ ْﺴﻤَﻊ‬ ‫َﻣ ْﻔﺘَﺢ‬ ‫َﻣ ْﻘﺮَأ‬ ‫َﻣ ْﻜﺘَﺐ‬
Dari dua tabel di atas, dapat dipahami bahwa mîzân/wazn sharfî untuk
semua kalimah bahasa Arab pada akhirnya kembali atau mengacu ke kata akar
‫( ﻓَﻌَﻞ‬fa-‘a-la). Dari kata akar ‫( ﻓَﻌَﻞ‬fa-‘a-la) ini, berkembanglah wazn-wazn lain yang
menjadi acuan setiap kata bahasa Arab. Wazn-wazn ini berfungsi sebagai acuan
atau standar untuk menjaga kalimah atau kosakata bahasa Arab dari kesalahan
dalam mengucapkan dan menuliskannya. Mengetahui wazn-wazn ini bertujuan
untuk menemukan kepastian acuan atau standar penulisan dan pengucapan
kosakata bahasa Arab tersebut sehingga terhindar dari kesalahan berbahasa,
baik tulis maupun lisan. Selain itu, dengan mengetahui wazan-wazan ini, kita
dapat memahami perubahan-perubahan kalimah dari kata akarnya dan mampu
menggunakan ragam bentuk dan aneka jenis kalimah bahasa Arab dengan baik.
Adapun wazan-wazan untuk kalimah tsulâtsî mujarrad (jumlah huruf aslinya
3) dapat diuraikan dalam tabel berikut:

‫اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﻤﻮزوﻧﺔ‬ ‫اﻟﻮزن‬ ‫اﺳﻢ اﻟﻮزن‬


‫ َﺳ َﺠ َﺪ‬،َ‫ ذَ َﻛﺮ‬،َ‫ َﺷ َﻜﺮ‬،‫َﺐ‬ َ ‫ َﻛﺘ‬،‫َﺐ‬ َ ‫ ﻃَﻠ‬،َ‫ َﺧَﺮج‬،َ‫ َد َﺧﻞ‬،َ‫ﺼﺮ‬ َ َ‫ﻧ‬ ‫ﻓَـ َﻌ َﻞ‬
‫ َر ِﺿ َﻲ‬،‫ﺲ‬ َ ِ‫ ﻳَﺌ‬،َ‫ ﺑَِﺮئ‬،َ‫ أَِﻣﻦ‬،َ‫ َﻛ ِﺮﻩ‬،‫ِﺐ‬ َ ‫ ﻟَﻌ‬،َ‫ ﻗَﺒِﻞ‬،َ‫َﺣﻢ‬ ِ‫ ر‬،َ‫َﻋﻠِﻢ‬ ‫ﻓَﻌِ َﻞ‬ ‫ﻣﺎض‬
ٍ ‫ﻓﻌﻞ‬
‫ﺿ ُﺤ َﻢ‬ َ ،َ‫ﺼﺮ‬ ُ َ‫ ﻗ‬،َ‫ َﺣﻠُﻢ‬،َ‫ﺻﻐُﺮ‬ َ ،َ‫ َﻛﺒُـﺮ‬،َ‫ َﺳ ُﻬﻞ‬،َ‫ َﺷ ُﺠﻊ‬،َ‫َﺣ ُﺴﻦ‬ ‫ﻓَـﻌُ َﻞ‬
‫ ﻳَ ْﺬ ُﻛ ُﺮ‬،ُ‫ ﻳَ ْﺸ ُﻜﺮ‬،‫ُﺐ‬ ُ ‫ ﻳَ ْﻜﺘ‬،‫ُﺐ‬ ُ ‫ ﻳَﻄْﻠ‬،ُ‫ ﳜَُْﺮج‬،ُ‫ ﻳَ ْﺪ ُﺧﻞ‬،ُ‫ﺼﺮ‬ ُ ‫ﻳـَْﻨ‬ ‫ﻳـَ ْﻔﻌُ ُﻞ‬
‫ ﻳَﺒِْﻴ ُﻊ‬،ُ‫َﺴْﻴـﺮ‬ ِ ‫ ﻳ‬،‫ ﻳَِﻔﱡﺮ‬،‫ِب‬ ُ ‫ﻀﺮ‬ ْ َ‫ ﻳ‬،‫ِب‬ ُ ‫ ﻳَ ْﻜﺬ‬،‫ِﺐ‬ ُ ‫ ﻳـَ ْﻐﻠ‬،ُ‫َْﳚﻠِﺲ‬ ‫ﻳَﻔﻌِ ُﻞ‬ ‫ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺎرع‬
‫ ﻳـَ ْﻘﺒَ ُﻞ‬،ُ‫ ﻳـ َْﺮ َﺣﻢ‬،ُ‫ ﻳـَ ْﻌﻠَﻢ‬،ُ‫ ﻳـَ ْﻘَﺮأ‬،ُ‫ ﻳـَْﻨ َﺸﺄ‬،‫َﺐ‬
ُ ‫ ﻳَ ْﺬﻫ‬،ُ‫ﻳـَ ْﻔﺘَﺢ‬ ‫ﻳـَ ْﻔﻌَﻞ‬
‫ُﺐ‪ ،‬اُ ْﺷﻜ ُْﺮ‪ ،‬اُذْﻛ ُْﺮ‪ ،‬اُ ْﺳ ُﺠ ْﺪ‬ ‫ُﺐ‪ ،‬اُ ْﻛﺘ ْ‬
‫اُﻓْـﻌُ ْﻞ اُﻧْﺼ ُْﺮ‪ ،‬اُْد ُﺧﻞْ‪ ،‬اُﻃْﻠ ْ‬
‫ِب‪ ،‬ﻓِﺮﱠ‪ِ ،‬ﺳ ْﺮ‪ ،‬ﺑِ ْﻊ‬ ‫ﺿﺮ ْ‬‫ِب‪ ،‬اِ ْ‬ ‫ِﺐ‪ ،‬اِ ْﻏﻔ ِْﺮ‪ ،‬اِ ْﻛﺬ ْ‬‫ِﺲ‪ ،‬اِ ْﻏﻠ ْ‬
‫اِﻓْﻌِ ْﻞ اِ ْﺟﻠ ْ‬ ‫ﻓﻌﻞ اﻷﻣﺮ‬
‫َﺐ‬
‫َﺐ‪ ،‬اِﻧْ َﺸﺄْ‪ ،‬اِﻗْـَﺮأْ‪ ،‬اِ ْﻋﻠَﻢْ‪ ،‬ا ِْر َﺣﻢْ‪ ،‬اِﻗْـﺒَﻞْ‪ ،‬اِﻟْﻌ ْ‬ ‫اِﻓْـ َﻌ ْﻞ اِﻓْـﺘَﺢْ‪ ،‬اِ ْذﻫ ْ‬
‫ُﺐ‬
‫ُﺐ‪ ،‬ﻻَ ﺗَ ْﻜﺘ ْ‬ ‫ﻻ ﺗَـ ْﻔﻌُ ْﻞ ﻻَ ﺗَـْﻨﺼ ُْﺮ‪ ،‬ﻻَ ﺗَ ْﺪ ُﺧﻞْ‪ ،‬ﻻَ ﲣَُْﺮجْ‪ ،‬ﻻَ ﺗَﻄْﻠ ْ‬
‫ِب‬
‫ﻀﺮ ْ‬ ‫ِب‪ ،‬ﻻَ ﺗَ ْ‬ ‫ِﺐ‪ ،‬ﻻَ ﺗَـ ْﻐﻔ ِْﺮ‪ ،‬ﻻَ ﺗَ ْﻜﺬ ْ‬ ‫ِﺲ‪ ،‬ﻻَ ﺗَـ ْﻐﻠ ْ‬ ‫ﻻ ﺗَـ ْﻔﻌِ ْﻞ ﻻَ َْﲡﻠ ْ‬ ‫ﻓﻌﻞ اﻟﻨﻬﻲ‬
‫ﻻ ﺗَـ ْﻔ َﻌ ْﻞ ﻻَ ﺗَـ ْﻔﺘَﺢْ‪ ،‬ﻻَ ﺗَـ ْﻘَﺮأْ‪ ،‬ﻻَ ﺗَـ ْﻌﻠَﻢْ‪ ،‬ﻻَ ﺗـ َْﺮ َﺣﻢْ‪ ،‬ﻻَ ﺗَـ ْﻘﺒَ ْﻞ‬
‫ﺿﻊٌ‪َ ،‬ﺳْﻴـﺮٌ‪ ،‬ﺻ َْﻮنٌ‪ ،‬ﻏ َْﺰٌو‬ ‫ْب‪َ ،‬رأْسٌ‪َ ،‬و ْ‬ ‫ﺼﺮٌ‪ ،‬ﻓَـْﺘﺢٌ‪ ،‬ﺿَﺮ ٌ‬ ‫ﻓَـ ْﻌ ٌﻞ ﻧَ ْ‬
‫ْب‪ ،‬ﻛِْﺒـﺮٌ‪ِ ،‬ﺣ ْﻘﺪٌ‪ ،‬إِﰒٌْ‬ ‫ِﻋ ْﻠﻢٌ‪ ،‬ﻛِﺬ ٌ‬ ‫ﻓِ ْﻌ ٌﻞ‬ ‫اﳌﺼﺪر‬
‫ْل‬
‫ﻓُـ ْﻌ ٌﻞ ﻳُ ْﺴﺮٌ‪ ،‬ﻛ ُْﺮﻩٌ‪ ،‬ﺑـُ ْﺆسٌ‪ُ ،‬ﺣ ْﺴﻦٌ‪ ،‬ﳝُْﻦٌ‪ ،‬ﻃُﻮٌ‬
‫َاﺧﻞٌ‪ ،‬ﺧَﺎ ِرجٌ‪ ،‬ﺣَﺎ ِﺿﺮٌ‪ ،‬ﺳَﺎﺋِﺮٌ‪،‬‬ ‫ِب‪ ،‬ﺟَﺎﻟِﺲٌ‪ ،‬د ِ‬ ‫ﻧَﺎ ِﺻﺮٌ‪ ،‬ﺿَﺎر ٌ‬
‫ﻓَﺎ ِﻋ ٌﻞ‬ ‫اﺳﻢ اﻟﻔﺎﻋﻞ‬
‫َﺎض‪ ،‬رٍَام‪ ،‬ﻏَﺎزٍ‪ ،‬ﺳَﺎ ٍع‬ ‫َﺎﺟﺪٌ‪ ،‬ﻗ ٍ‬ ‫ِﺐ‪ ،‬ﺳ ِ‬ ‫ﺻَﺎﺋِﻦٌ‪ ،‬ﻃَﺎﻟ ٌ‬
‫ْب‪َ ،‬ﻣ ْﻌﻠ ُْﻮمٌ‪َ ،‬ﻣﺄْﺧ ُْﻮذٌ‪َ ،‬ﻣﺼ ٌْﻮنٌ‪َ ،‬ﻣ ْﺪﺧ ُْﻮٌل‬ ‫ﻀﺮُو ٌ‬‫ْل َﻣْﻨﺼ ُْﻮرٌ‪َ ،‬ﻣ ْ‬ ‫َﻣ ْﻔﻌُﻮٌ‬ ‫اﺳﻢ اﳌﻔﻌﻮل‬
‫ﺼﻔَﻰ‬ ‫َﻣ ْﻔ َﻌ ٌﻞ َﻣﺄْﺧَﺬ‪َ ،‬ﻣﻘَﺎم‪َ ،‬ﻣﻄْﺒَﺦٌ‪ ،‬ﻣ َْﺮﻣًﻰ‪َ ،‬ﻣ ْﻐﺰَى‪َ ،‬ﻣ ْ‬ ‫اﺳﻢ اﳌﻜﺎن‬
‫ﺼﻔَﻰ‬ ‫َﻣ ْﻔ َﻌ ٌﻞ َﻣﺄْﺧَﺬ‪َ ،‬ﻣﻘَﺎم‪َ ،‬ﻣﻄْﺒَﺦٌ‪ ،‬ﻣ َْﺮﻣًﻰ‪َ ،‬ﻣ ْﻐﺰَى‪َ ،‬ﻣ ْ‬ ‫اﺳﻢ اﻟﺰﻣﺎن‬
‫ِﻀﺮب‪ ،‬ﻣِﺴﻄﺮةٌ‪ ،‬ﻣِﻌﺪادٌ‪ ،‬ﳑِْﺴﺤﺔٌ‬ ‫ِﻣ ْﻔ َﻌ ٌﻞ ﻣِﻔﺘﺎحٌ‪ ،‬ﻣ ٌ‬ ‫اﺳﻢ اﻵﻟﺔ‬

‫)‪D. Binâ’ al-Kalimah (Konstruksi Kata‬‬


‫‪Untuk mengetahui binâ’ atau konstruksi atau bangunan sebuah kalimah,‬‬
‫‪harus dipahami dahulu bahwa mayoritas kalimah bahasa Arab itu dibangun di‬‬
‫اﻟﺤﺮوف ( ‪atas 3 (tiga) harf ashliyy (huruf asli/konsonan dasar). Huruf asli‬‬
‫‪/morfem akar terbagi) merupakan acuan pokok bagi semua bentuk dan‬اﻷﺻﻠﯿﺔ‬
‫‪jenis kata yang terbentuk darinya. Semua kalimah mutasharrifah (menerima‬‬
‫‪perubahan), baik yang terdiri dari satu huruf, dua huruf, tiga huruf, empat huruf,‬‬
‫‪lima huruf, enam huruf, atau tujuh huruf jika ditelusuri akar katanya akan kembali‬‬
‫‪).‬اﻟﺤﺮوف اﻷﺻﻠﯿﺔ اﻟﺜﻼث( ‪ke tiga huruf asli‬‬ ‫‪Maksudnya, apabila ada suatu‬‬
‫‪kalimah/kata yang terdiri atas enam atau tujuh huruf, maka dapat dipastikan ada‬‬
‫‪tiga huruf asli/akar yang menjadi elemen dasar kalimah. Sedangkan apabila ada‬‬
‫‪kalimah yang terdiri dari 1 huruf atau 2 huruf, pasti ada satu atau dua harf yang‬‬
‫‪hilang atau dibuang.‬‬

‫!‪Perhatikan tabel berikut‬‬

‫اﺳﻢ اﻟﻮزن‬ ‫اﻟﺤﺮوف اﻷﺻﻠﻴﺔ‬ ‫اﻟﻮزن‬ ‫ﻋﺪد اﻟﺤﺮوف‬ ‫اﻟﻜﻠﻤﺎت‬


‫ﻓﻌﻞ ﻣﺎض‬ ‫ك‪.‬ت‪.‬ب‬ ‫ﻓَـ َﻌ َﻞ‬ ‫‪) ٣‬ك‪.‬ت‪.‬ب(‬ ‫َﺐ‬
‫َﻛﺘ َ‬
‫ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺎرع‬ ‫ق‪.‬ر‪.‬ء‬ ‫ﻳـَ ْﻔ َﻌ ُﻞ‬ ‫‪) ٤‬ي‪.‬ق‪.‬ر‪.‬أ(‬ ‫ﻳَـ ْﻘ َﺮأُ‬
‫ﻓﻌﻞ ﻣﻀﺎرع‬ ‫و‪.‬ع‪.‬د‬ ‫ﻳـَ ْﻔﻌِ ُﻞ‬ ‫‪) ٣‬ي‪.‬ع‪.‬د(‬ ‫ﻳَ ِﻌ ُﺪ‬
‫ﻓﻌﻞ اﻷﻣﺮ‬ ‫ق‪.‬و‪.‬م‬ ‫اُﻓْـﻌُ ْﻞ‬ ‫‪) ٢‬ق‪.‬م(‬ ‫ﻗُ ْﻢ‬
‫ﻓﻌﻞ اﻷﻣﺮ‬ ‫و‪.‬ص‪.‬ف‬ ‫اِﻓْـ َﻌ ْﻞ‬ ‫‪) ٢‬ع‪.‬د(‬ ‫ِﻒ‬
‫ﺻ ْ‬
‫ﻓﻌﻞ اﻷﻣﺮ‬ ‫و‪.‬ق‪.‬ي‬ ‫اِﻓْﻌِ ْﻞ‬ ‫‪) ١‬ق(‬ ‫ِق‬
‫ﻓﻌﻞ ﻣﺎض‬ ‫س‪.‬ل‪.‬م‬ ‫أَﻓْـ َﻌ َﻞ‬ ‫‪) ٤‬أ‪.‬س‪.‬ل‪.‬م(‬ ‫أَ ْﺳﻠَ َﻢ‬
‫ﻓﻌﻞ ﻣﺎض‬ ‫ح‪.‬ر‪.‬م‬ ‫اِﻓْـﺘَـ َﻌ َﻞ‬ ‫‪) ٥‬ا‪.‬ح‪.‬ت‪.‬ر‪.‬م(‬ ‫اِ ْﺣﺘَـ َﺮَم‬
‫ﻓﻌﻞ ﻣﺎض‬ ‫غ‪.‬ف‪.‬ر‬ ‫اِ ْﺳﺘَـ ْﻔ َﻌ َﻞ‬ ‫‪) ٦‬ا‪.‬س‪.‬ت‪.‬غ‪.‬ف‪.‬ر(‬ ‫اِ ْﺳﺘَـﻐْ َﻔ َﺮ‬
‫ﻣﺼﺪر‬ ‫ح‪.‬س‪.‬ن‬ ‫اﺳﺘﺤﺴﺎن ‪) ٧‬ا‪.‬س‪.‬ت‪.‬ح‪.‬س‪.‬ا‪.‬ن( اِ ْﺳﺘِ ْﻔﻌَﺎل‬

‫‪Perhatikan pula tabel berikut:‬‬

‫اﻟﻤﻴﺰان‬ ‫اﻟﺤﺮوف‬ ‫اﻟﻤﻴﺰان‬ ‫اﻟﺤﺮوف‬


‫اﻟﻜﻠﻤﺎت‬ ‫اﻟﻜﻠﻤﺎت‬
‫اﻟﺼﺮﻓﻲ‬ ‫اﻷﺻﻠﻴﺔ‬ ‫اﻟﺼﺮﻓﻲ‬ ‫اﻷﺻﻠﻴﺔ‬
‫أَﻓْـ َﻌ َﻞ‬ ‫ح‪.‬س‪.‬ن‬ ‫أَ ْﺣ َﺴ َﻦ‬ ‫ﻓَـ َﻌ َﻞ‬ ‫ش‪.‬ك‪.‬ر‬ ‫َﺷ َﻜَﺮ‬
‫اُﻓْـﻌُ ْﻞ‬ ‫ء‪.‬خ‪.‬ذ‬ ‫ُﺧ ْﺬ‬ ‫ﻓﻌِﻞ‬ ‫ش‪.‬ر‪.‬ب‬ ‫ﺷﺮِب‬
‫ﻓَﺎ َﻋ َﻞ‬ ‫ك‬.‫ر‬.‫ش‬ ‫ﺷَﺎرََك‬ ‫ﻓﻌُ َﻞ‬ ‫م‬.‫ر‬.‫ك‬ ‫ﻛ ُﺮَم‬
‫اِ ْﺳﺘَـ ْﻔ َﻌ َﻞ‬ ‫ر‬.‫ك‬.‫ن‬ ‫ا ْﺳﺘَـْﻨ َﻜَﺮ‬ ‫ﻓﻌﱠ َﻞ‬ ‫م‬.‫ل‬.‫ع‬ ‫ﻋﻠّ َﻢ‬
‫ﻓَﺎ ِﻋ ْﻞ‬ ‫ب‬.‫ت‬.‫ك‬ ‫ﻛﺎﺗﺐ‬ ‫ﻣﻔﻌُﻮل‬ ‫د‬.‫م‬.‫ح‬ ‫َْﳏﻤُﻮد‬
‫اِﻓْﻌِﻞ‬ ‫ي‬.‫ف‬.‫و‬ ‫ف‬
ِ ‫اِﻓْﺘِﻌَﺎل‬ ‫ل‬.‫ق‬.‫ن‬ ‫اِﻧْﺘِﻘَﺎل‬
‫اﺳﺘﻔﻌﺎل‬ ‫م‬.‫و‬.‫ق‬ ‫اﺳﺘﻘﺎﻣﺔ‬ ‫اﻓﺘِﻌَﺎل‬ ‫ك‬.‫ر‬.‫ش‬ ‫ْﱰاك‬
َ ِ‫اِﺷ‬
‫ﻣﺴﺘَـ ْﻔﻌِﻞ‬ ‫ن‬.‫و‬.‫ع‬ ‫ُﻣ ْﺴﺘَﻌ ِْﲔ‬ ‫ُﻣ ْﺴﺘَـ ْﻔﻌِﻞ‬ ‫ن‬.‫س‬.‫ح‬ ‫ْﺴﻦ‬
ِ ‫ُﻣ ْﺴﺘَﺤ‬

E. Klasifikasi Binâ’ al-Af‘âl (Konstruksi Kata Kerja)


Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat klasifikasi kalimah
berdasarkan jenis huruf shahîh (sehat) dan huruf ‘illat (cacat) serta berdasarkan
jumlah hurufnya. Pada subbab ini akan dijelaskan lebih mendetail klasifikasi binâ’
al-kalimah (konstruksi kata), terutama kalimah fi‘il/kata kerja. Untuk memudahkan
Anda dalam mengidentifikasi konstruksi kalimah dari huruf shahîh atau ‘illat,
contoh-contoh yang dikemukakan berbentuk fi‘il mâdhî yang terdiri dari tiga huruf.
Ditinjau dari huruf shahîh atau ‘illat yang menjadi konstruksinya, binâ’
kalimah dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Binâ’ Shahîh (‫ )اﻟﺒﻨﺎء اﻟﺼﺤﯿﺢ‬dan Binâ’ Mu‘tall
(‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻌﺘﻞ‬.

1. Binâ’ Shahîh (‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﺼﺤﯿﺢ‬

Binâ’ Shahîh (‫ )اﻟﺒﻨﺎء اﻟﺼﺤﯿﺢ‬ialah konstruksi kalimah yang semua (tiga)


huruf aslinya adalah huruf sahih (sehat) atau tidak ada satu pun yang berupa
huruf ‘illat (cacat), yaitu: ‫ا‬, ‫و‬, dan ‫ي‬.

:‫ ﻣﺜﻞ‬،‫ ﻫﻮ ﻣﺎ ﺧﻠﺖ ﺣﺮوﻓﻪ اﻷﺻﻠﻴﺔ ﻣﻦ ﺣﺮوف اﻟﻌﻠﺔ‬:‫اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺼﺤﻴﺢ‬/‫)اﻟﺒﻨﺎء‬


(‫ ﺧﺮج‬،‫ ﻓﻬﻢ‬،‫ ﻋﻠﻢ‬،‫ ﻛﺘﺐ‬،‫ ﺷﻌﺮ‬،‫ ﻗﺮأ‬،‫ ﺑﺼﺮ‬،‫ ﲰﻊ‬،‫ ﺟﻠﺲ‬،‫دﺧﻞ‬

Contoh binâ’ shahîh berupa fi‘il mâdhi seperti dalam tabel berikut:
‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﻟﺒﻨﺎء اﻟﺼﺤﻴﺢ‬ ‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﻟﺒﻨﺎء اﻟﺼﺤﻴﺢ‬
Rasakan
‫ﺷﻌَﺮ‬ Masuk
‫دﺧَﻞ‬
Catat
‫ﻛﺘَﺐ‬ Duduk
‫ﺟﻠَﺲ‬
Tahu
‫ﻋﻠِﻢ‬ Dengar
‫ﲰِﻊ‬
Pahami
‫ﻓﻬِﻢ‬ Lihat
‫ﺑﺼِﺮ‬
Keluar
‫ﺧﺮج‬ Baca
‫ﻗﺮَأ‬

Keterangan: Semua huruf yang menjadi konstruksi fi‘il mâdhi di atas adalah
huruf sahih (sehat), tidak ada satu pun yang berupa huruf ‘illat (cacat).
Binâ’ Shahîh dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
a. Binâ’ Sâlim (‫)ﺳﺎﻟﻢ‬, yaitu konstruksi yang tiga huruf aslinya berupa huruf
shahîh (sehat), tidak berupa hamzah, dan tidak ada yang sejenis (sama)
sehingga harus disatukan/di-idghâm-kan lalu ditambah syiddah ( ّ◌_ ).

:‫ ﻣﺜﻞ‬،‫ ﻣﺎ ﺳﻠﻤﺖ ﺣﺮوﻓﻪ اﻷﺻﻠﻴﺔ ﻣﻦ ﺣﺮوف اﻟﻌﻠﺔ واﳍﻤﺰة واﻟﺘﻀﻌﻴﻒ‬:‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﺴﺎﻟﻢ‬


(‫ ﻏﻀِﺐ‬،‫ﺿﺤﻚ‬
ِ ،‫ ﺳﻠِﻢ‬،‫ ذﻫَﺐ‬،‫ ﻛﺘَﺐ‬،‫ﻓﺘَﺢ‬

Contoh binâ’ shahîh sâlim dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:

‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﻟﺼﺤﻴﺢ اﻟﺴﺎﱂ‬ ‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﻟﺼﺤﻴﺢ اﻟﺴﺎﱂ‬


Mengetahui
‫ﻋﺮَف‬ Masuk
‫ﻓﺘَﺢ‬
Pergi,
berpendapat ‫ذﻫَﺐ‬ Duduk
(arti umum) ‫ﺟﻠَﺲ‬
Selamat, aman
‫ﺳﻠِﻢ‬ Duduk
(di bangku) ‫ﻗﻌَﺪ‬
Tertawa
‫ﺿﺤﻚ‬
ِ Catat, tulis
‫ﻛﺘَﺐ‬
Marah
‫ﻏﻀِﺐ‬ Menjaga,
Menghafal ‫ﺣﻔِﻆ‬
Keterangan: Semua huruf yang menjadi konstruksi fi‘il mâdhi di atas adalah
huruf sahih (sehat), tidak ada yang berupa hamzah, dan tidak ada pula yang
sejenis sehingga harus disatukan lalu ditambah syiddah ( ّ◌_ ).

b. Binâ’ Mahmûz (‫)ﻣﮭﻤﻮز‬, yaitu konstruksi yang salah satu dari tiga huruf aslinya
(morfem akar) berupa hamzah (‫أ‬, ‫ء‬, ‫)ئ‬. Apabila hamzah menjadi huruf pertama
disebut Mahmûz al-Fâ’ (‫)ﻣﮭﻤﻮز اﻟﻔﺎء‬, apabila hamzah menjadi huruf kedua
disebut Mahmûz al-‘Ain (‫)ﻣﮭﻤﻮز اﻟﻌﯿﻦ‬, dan apabila hamzah menjadi huruf ketiga
disebut Mahmûz al-lâm (‫)ﻣﮭﻤﻮز اﻟﻼم‬.

‫ ﲰﻲ‬،‫ إذا وﻗﻌﺖ اﳍﻤﺰة ﰲ أوﻟﻪ‬.‫ ﻣﺎ ﻛﺎن أﺣﺪ ﺣﺮوﻓﻪ اﻷﺻﻠﻴﺔ ﳘﺰة‬:‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻬﻤﻮز‬
‫ ﲰﻲ‬،‫ وإذا وﻗﻌﺖ ﰲ ﺛﺎﻟﺜﻪ‬،‫ ﲰﻲ ﻣﻬﻤﻮز اﻟﻔﺎء‬،‫ وإذا وﻗﻌﺖ ﰲ ﺛﺎﻧﻴﻪ‬،‫اﻟﺒﻨﺎء ﻣﻬﻤﻮز اﻟﻔﺎء‬
‫ رأس ]ﻣﻬﻤﻮز‬،‫ دأب‬،‫ ﺳﺄل‬،[‫ أﻣَﻞ ]ﻣﻬﻤﻮز اﻟﻔﺎء‬،‫ أﻛَﻞ‬،‫ أﺧَﺬ‬:‫ ﻣﺜﻞ‬.‫ﻣﻬﻤﻮز اﻟﻼم‬
.([‫ ﻗﺮأ ]ﻣﻬﻤﻮز اﻟﻼم‬،‫ ﺻﺪأ‬،‫ ﺑﺪأ‬،[‫اﻟﻌﲔ‬
Contoh binâ’ shahîh mahmûz dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:

‫اﻟﺼﺤﻴﺢ اﻟﻤﻬﻤﻮز‬

‫اﳌﻌﲎ‬ ‫ﻣﻬﻤﻮز‬ ‫اﳌﻌﲎ‬ ‫ﻣﻬﻤﻮز اﻟﻌﲔ‬ ‫اﳌﻌﲎ‬ ‫ﻣﻬﻤﻮز اﻟﻔﺎء‬


‫اﻟﻼم‬
Mulai
‫ﺑﺪَأ‬ Tanya
‫ﺳﺄَل‬ Ambil
‫أﺧﺬ‬
Makan
Baca
‫ﻗﺮَأ‬ Rajin,
tekun ‫دأَب‬ ‫أﻛﻞ‬
Perintah
Selamat
dari cela ‫ﺑﺮِئ‬ menggali
‫ﺑﺄَر‬ ‫أﻣﺮ‬
Berani
‫ﺟﺮُؤ‬ Memimpin
‫رأَس‬ Berharap,
‫أﻣﻞ‬
berangan
Lambat
‫ﺑﻄُﺆ‬ Sangat
butuh ‫ﺑَﺌِﺲ‬ menyesal
‫أﺳﻒ‬

Keterangan: Salah satu dari tiga huruf yang menjadi konstruksi fi‘il mâdhi di
atas berupa hamzah.

c. Binâ’ Mudha‘‘af (‫)ﻣﻀﻌّﻒ‬, yaitu konstruksi yang huruf kedua dan ketiga-nya
sejenis (sama) sehingga harus disatukan lalu ditambah syiddah ( ّ◌_ ). Hal ini
terjadi pada bentuk tsulâtsî mujarrad (jumlah huruf aslinya tiga). Apabila
bentuknya rubâ‘î mujarrad (jumlah huruf aslinya empat), konstruksi huruf
pertama dan ketiga-nya sejenis serta huruf kedua dan keempat-nya juga
sejenis. Pada rubâ‘î mujarrad, tidak terjadi penyatuan huruf atau idghâm.

‫ ﻣﺎ ﻛﺎن أﺣﺪ ﺣﺮوﻓﻪ اﻷﺻﻠﻴﺔ ﻣﻀﻌّﻔﺎ أو ﻣُﺪﻏﻤﺎ ﳌﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﰲ اﻟﺜﻼﺛﻲ‬:‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻀﻌّﻒ‬


‫ﻀﻌّﻒ‬
،ّ‫ ﺷﺪ‬،ّ‫ ﺳﺪ‬،ّ‫ رد‬،ّ‫ ﻣﺪ‬:‫ ﻣﺜﻞ‬،‫ ﻣﺎ ﻛﺎن ﺛﺎﻧﻴﻪ و ﺛﺎﻟﺜﻪ ﻣﻦ ﺟﻨﺲ واﺣﺪ ﻓﻴُﺪﻏَﻢ ﻓﻴﻪ‬:‫اﻟﺜﻼﺛﻲ‬
‫ ﻣﺎ ﻛﺎﻧﺖ ﻓﺎء اﻟﻔﻌﻞ وﻻم اﻟﻔﻌﻞ اﻷوﱃ‬:‫ واﳌﻀﻌّﻒ اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ‬.ّ‫ ﺑﺲ‬،‫رب‬ ّ ،‫دب‬ّ ،ّ‫ ﻫﺰ‬،ّ‫ﻓﺮ‬
،‫ وﻋﲔ اﻟﻔﻌﻞ وﻻم اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﻣﻦ ﺟﻨﺲ واﺣﺪ ﻓﻼ ﻳُﺪﻏَﻤﺎ ﻓﻴﻬﻤﺎ‬،‫ﻣﻦ ﺟﻨﺲ واﺣﺪ‬
.(‫ وﺳﻮس‬،‫ ﻗﻠﻘﻞ ﻃﺄﻃﺄ‬،‫ ﻋﺴﻌﺲ‬،‫ زﻟﺰل‬:‫ﻣﺜﻞ‬
Contoh Binâ’ Mudha‘‘af dapat Anda lihat dalam tabel berikut:

‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﳌﻀﻌّﻒ اﻟﺮﺑﺎﻋﻲ‬ ‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﳌﻀﻌّﻒ اﻟﺜﻼﺛﻲ‬


Berguncang keras
‫زﻟﺰل‬ Respons, balas,
jawab, tolak ‫رّد‬
berjalan, bergerak
‫ﻗﻠﻘﻞ‬ Memanjang
‫ﻣ ّﺪ‬
pekat (malam),
lenyap, hilang ‫ﻋﺴﻌﺲ‬ Lari,
melarikan diri ‫ﻓّﺮ‬
Menundukkan
(kepala/lainnya) ‫ﻃﺄﻃﺄ‬ Bendung, tahan
‫ﺳ ّﺪ‬
bergoncang,
Berbisik, merayu,
menggoda ‫وﺳﻮس‬ bergetar ‫ﻫّﺰ‬

Keterangan: Pada binâ’ mudha‘‘af tsulâtsî mujarrad (kolom sebelah kanan),


huruf kedua dan ketiga yang menjadi konstruksinya adalah huruf yang sejenis
(sama) sehingga harus disatukan lalu ditambah syiddah ( ّ◌_ ). Sedangkan
pada mudha‘‘af rubâ‘î mujarrad (kolom sebelah kiri), tidak terjadi penyatuan
huruf atau idghâm.

2. Binâ’ Mu‘tall (‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻌﺘ ّﻞ‬


Binâ’ Mu‘tall ( ّ‫ )اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻌﺘﻞ‬ialah konstruksi kalimah yang satu atau dua
huruf aslinya (morfem akar) berupa huruf ‘illat (cacat). Huruf ‘illat ada tiga, yaitu
alif, wawu, dan ya’ (‫ا‬, ‫و‬, ‫)ي‬. Contohnya: ‫ ﯾﻘﻮم‬- ‫ﻗﺎم‬, ‫وﺿﻊ – ﯾﻀﻊ‬, ‫ روى – ﯾﺮوي‬.

ٌ ‫ ﻣﺎ ﻛﺎن ﰲ ﺣﺮوﻓﻪ اﻷﺻﻠﻴﺔ‬:‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻌﺘﻞ‬


‫ وﻫﻲ‬،‫ﺣﺮف أو اﺛﻨﺎن ﻣﻦ ﺣﺮوف اﻟﻌﻠﺔ‬
(‫ روى‬،‫ وﺿﻊ‬،‫ ﻗﺎم‬:‫ ﻣﺜﻞ‬،‫ اﻟﻴﺎء‬،‫ اﻟﻮاو‬،‫اﻷﻟﻒ‬

Binâ' mu‘tall dibedakan menjadi lima macam:


1. Binâ’ mitsâl (‫)ﺑﻨﺎء اﻟﻤﺜﺎل‬, yaitu konstruksi kalimah yang huruf asli (akar)
pertama berupa huruf ‘illat wawu ( ‫ ) و‬atau ya’ ( ‫) ي‬. Binâ’ mitsâl ada dua,
yaitu mitsâl wâwî (‫ )اﻟﻤﺜﺎل اﻟﻮاوي‬dan mitsâl yâ’î (‫)اﻟﻤﺜﺎل اﻟﯿﺎﺋﻲ‬

‫ وﻳﻨﻘﺴﻢ‬.‫ ﻳﻌﲏ اﻟﻮاو أو اﻟﻴﺎء‬،‫ ﻣﺎ ﻛﺎن أوّل ﺣﺮوﻓﻪ اﻷﺻﻠﻴﺔ ﺣﺮف اﻟﻌﻠﺔ‬: ‫)ﺑﻨﺎء اﻟﻤﺜﺎل‬
:‫ ﻣﺜﻞ‬،‫ ﻣﺎ ﻛﺎن أول ﺣﺮوﻓﻪ اﻷﺻﻠﻴﺔ واوا‬:‫ ﻓﺎﳌﺜﺎل اﻟﻮاوي‬.‫إﱃ ﻣﺜﺎل واوي و ﻣﺜﺎل ﻳﺎﺋﻲ‬
‫ ﻣﺎ ﻛﺎن أول ﺣﺮوﻓﻪ‬:‫ وﻣﻖ؛ واﳌﺜﺎل اﻟﻴﺎﺋﻲ‬،‫ وﺟﻞ‬،‫ وﺳﻊ‬،‫ وﻗﻊ‬،‫ وﺟﺪ‬،‫ وﺻﻒ‬،‫وﻋﺪ‬
.(‫ ﻳﻘﻦ‬،‫ ﻳﻘﻆ‬،‫ ﳝﻦ‬،‫ ﻳﺴﺮ‬:‫ ﻣﺜﻞ‬،‫اﻷﺻﻠﻴﺔ ﻳﺎء‬
Contoh binâ’ mitsâl dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:

‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﳌﺜﺎل اﻟﻴﺎﺋﻲ‬ ‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﳌﺜﺎل اﻟﻮاوي‬


Mudah, gampang
‫ﻳﺴَﺮ‬ Berjanji
‫وﻋَﺪ‬
Beruntung, dapat
kebaikan ‫ﳝُﻦ‬ Menggambarkan,
mendeskripsikan ‫وﺻَﻒ‬
Masak/siap
dipetik (buah), ‫ﻳﻨَﻊ‬ Berhenti,
‫وﻗَﻒ‬
Berdiri
sangat merah
Bangun (dari
tidur), sadar ‫ﻳﻘَﻆ‬ Meletakkan
‫وﺿَﻊ‬
Mantap, yakin,
tidak ragu-ragu ‫ﻳﻘَﻦ‬ Memberi
‫وﻫَﺐ‬

Keterangan: Pada binâ’ mitsâl wâwî (kolom sebelah kanan), huruf asli (akar)
yang pertama adalah huruf ‘illat wawu ( ‫) و‬, sedangkan pada binâ’ mitsâl yâ’î
(kolom sebelah kiri), huruf asli yang pertama adalah huruf ‘illat ya’ ( ‫) ي‬.

2. Binâ’ ajwaf (‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻷﺟﻮف‬, yaitu konstruksi kalimah yang huruf asli (akar)
yang kedua atau huruf tengah berupa huruf ‘illat. Binâ’ ajwaf dibagi dua,
yaitu: ajwaf wâwî (‫ )اﻷﺟﻮف اﻟﻮاوي‬dan ajwaf ya’î (‫)اﻷﺟﻮف اﻟﯿﺎﺋﻲ‬.

،‫ ﻳﻌﲏ اﻟﻮاو أو اﻟﻴﺎء‬،‫ ﻣﺎ ﻛﺎن ﺛﺎﱐ ﺣﺮوﻓﻪ اﻷﺻﻠﻴﺔ ﺣﺮف اﻟﻌﻠﺔ‬:‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻷﺟﻮف‬
(‫ ﻃﺎب‬،‫ ﺑﺎن‬،‫ ﺑﺎع‬،‫ ﺳﺎر‬،‫ ﺳﺎد‬،‫ ﻗﺎم‬،‫ ﻗﺎل‬،‫ ﺻﺎن‬:‫ﻣﺜﻞ‬
Contoh binâ’ ajwaf dapat Anda lihat dalam tabel berikut:

‫اﻷﺟﻮف اﻟﻴﺎﺋﻲ‬ ‫اﻷﺟﻮف اﻟﻮاوي‬


‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﳌﻌﲎ‬
‫اﻷﺻﻞ‬ ‫اﻟﻜﻠﻤﺔ‬ ‫اﻷﺻﻞ‬ ‫اﻟﻜﻠﻤﺔ‬
Berjalan
‫ﺳ َﲑ‬ ‫ﺳَﺎ َر‬ Menjaga
‫ﺻ َﻮن‬ ‫ﺻَﺎ َن‬
Menjual
‫ﺑﻴَﻊ‬ َ‫ﺑَﺎع‬ Berkata,
berpendapat ‫ﻗ َﻮل‬ ‫ﻗﺎل‬
Datang,
hadir ‫ﺟﻴَﺄ‬ َ‫ﺟَﺎء‬ Mulia,
memimpin ‫ﺳ َﻮد‬ ‫ﺳﺎد‬
Tampak,
jelas, rinci ‫ﺑ َﲔ‬ ‫ﺑَﺎ َن‬ Berkeliling
‫ﻃ َﻮف‬ ‫ﻃﺎف‬
Enak, baik,
menjadi halal ‫ﻃﻴَﺐ‬ ‫َﺎب‬
َ ‫ﻃ‬ Takut
‫ﺧ ِﻮف‬ ‫ﺧﺎف‬

Keterangan: Pada binâ’ ajwaf wâwî (kolom sebelah kanan), huruf asli kedua
berupa huruf ‘illat wawu ( ‫) و‬, sedangkan pada binâ’ ajwaf yâ’î (kolom sebelah
kiri), huruf asli kedua adalah huruf ‘illat ya’ ( ‫) ي‬.

3. Binâ’ nâqish (‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻨﺎﻗﺺ‬, yaitu konstruksi kalimah yang huruf asli (akar)
yang terakhir berupa huruf ‘illat, yaitu: alif, wawu, dan ya’ (‫ا‬, ‫و‬, ‫)ي‬. Binâ’
nâqish dibagi dua, yaitu: nâqish wâwî (‫ )اﻟﻨﺎﻗﺺ اﻟﻮاوي‬dan nâqish ya’î ( ‫اﻟﻨﺎﻗﺺ‬
‫)اﻟﯿﺎﺋﻲ‬.

.‫ ﻳﻌﲏ اﻟﻮاو أو اﻟﻴﺎء‬،‫ ﻣﺎ ﻛﺎن آﺧﺮ ﺣﺮوﻓﻪ اﻷﺻﻠﻴﺔ ﺣﺮف اﻟﻌﻠﺔ‬:‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻨﺎﻗﺺ‬
(‫ ﻟﻘﻲ‬،‫ رﻣﻰ‬،‫ ﺻﻔﺎ‬،‫ دﻧﺎ‬: ‫ﻣﺜﻞ‬

Contoh binâ’ nâqish dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:

‫اﻟﻨﺎﻗﺺ اﻟﻴﺎﺋﻲ‬ ‫اﻟﻨﺎﻗﺺ اﻟﻮاوي‬


‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﳌﻌﲎ‬
‫اﻷﺻﻞ‬ ‫اﻟﻜﻠﻤﺔ‬ ‫اﻷﺻﻞ‬ ‫اﻟﻜﻠﻤﺔ‬
Melempar
‫َرَﻣ َﻲ‬ ‫َرﻣَﻰ‬ Bersih,
jernih, terang ‫ﺻ َﻔ َﻮ‬ ‫ﺻﻔَﺎ‬
َ
Memutus
perkara ‫ﻀ َﻲ‬
َ َ‫ﻗ‬ ‫ﻗَﻀَﻰ‬ Berperang,
menyerang ‫ﻏَﺰَو‬ ‫َﻏﺰَا‬
Menjaga
(diri) ‫َوﻗَ َﻲ‬ ‫َوﻗَﻰ‬ Bertambah,
baik, bersih ‫َزَﻛ َﻮ‬ ‫َزﻛَﺎ‬
Puas,
senang, ridha ‫َر ِﺿ َﻲ‬ ‫َر ِﺿ َﻲ‬ Dekat
‫َدﻧـَ َﻮ‬ ‫َدﻧَﺎ‬
Bertemu
‫ﻟَِﻘ َﻲ‬ ‫ﻟَِﻘ َﻲ‬ Mulia
‫َﺳ ُﺮَو‬ ‫َﺳﺮَُو‬

Keterangan: Pada binâ’ nâqish wâwî (kolom sebelah kanan), huruf asli ketiga
atau terakhir berupa huruf ‘illat wawu ( ‫) و‬, sedangkan pada binâ’ nâqish yâ’î
(kolom sebelah kiri), huruf asli terakhir adalah huruf ‘illat ya’ ( ‫) ي‬.
4. Binâ' lafîf mafrûq (‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻔﺮوق‬, yaitu konstruksi kalimah yang huruf
pertama (fâ’ fi‘il) dan huruf ketiganya (lâm fi‘il) berupa huruf ‘illat.

‫ أو ﻣﺎ‬،‫ ﻣﺎ ﻛﺎن أول ﺣﺮوﻓﻪ اﻷﺻﻠﻴﺔ وآﺧﺮﻫﺎ ﺣﺮﰲ اﻟﻌﻠﺔ‬: ‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻠﻔﻴﻒ اﻟﻤﻔﺮوق‬
(‫ وﱄ‬،‫ وﺻﻰ‬،‫ وﻋﻰ‬،‫ وﰱ‬،‫ وﻗﻰ‬:‫ ﻣﺜﻞ‬،‫ﻛﺎﻧﺖ ﻓﺎء اﻟﻔﻌﻞ وﻻﻣﻪ ﺣﺮﰲ اﻟﻌﻠﺔ‬

Contoh binâ' lafîf mafrûq dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:

‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﻷﺻﻞ‬ ‫اﻟﻠﻔﻴﻒ اﳌﻔﺮوق‬


Menjaga ‫وﻗَ َﻲ‬ ‫َوﻗَﻰ‬
Memenuhi
‫َوﻓَـ َﻲ‬ ‫َوﻓَـﻰ‬
Menjaga, menerima
‫َو َﻋ َﻲ‬ ‫َوﻋَﻰ‬
ringan, sampai
‫ﺻ َﻲ‬
َ ‫َو‬ ‫َوﺻَﻰ‬
kuasa, dekat memiliki
‫َوﻟِـ َﻲ‬ ‫َﱄ‬
َ ِ‫و‬

5. Binâ’ lafîf maqrûn (‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻘﺮون‬, yaitu konstruksi kalimah yang huruf
kedua (‘ain fi‘il) dan huruf ketiganya (lâm fi‘il) berupa huruf ‘illat.

‫ أو ﻣﺎ‬،‫ ﻣﺎ ﻛﺎن ﺛﺎﱐ ﺣﺮوﻓﻪ اﻷﺻﻠﻴﺔ وآﺧﺮﻫﺎ ﺣﺮﰲ اﻟﻌﻠﺔ‬:‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻠﻔﻴﻒ اﻟﻤﻘﺮون‬
(‫ ﺳﻮي‬،‫ ﻗﻮي‬،‫ روى‬:‫ ﻣﺜﻞ‬،‫ﻛﺎﻧﺖ ﻋﲔ اﻟﻔﻌﻞ وﻻﻣﻪ ﺣﺮﰲ اﻟﻌﻠﺔ‬

Contoh Binâ’ lafîf maqrûn dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:

‫اﳌﻌﲎ‬ ‫اﻷﺻﻞ‬ ‫اﻟﻠﻔﻴﻒ اﳌﻘﺮون‬


Segar (setelah minum) ‫ي‬َ ‫َرِو‬ ‫ي‬
َ ‫َرِو‬
Kuat, perkasa, kualitas ‫ﻗﻮي‬ ‫ي‬َ ‫ﻗَ ِﻮ‬
Lurus, tegak, rata ‫ي‬
َ ‫َﺳ َﻮ‬ ‫َﺳﻮَى‬
Melipat, lapar (perutnya terlipat) ‫ي‬
َ ‫ﻃََﻮ‬ ‫ﻃَﻮَى‬
Memanggang (daging), memanaskan
(air)
‫ي‬
َ ‫َﺷ َﻮ‬ ‫َﺷﻮَى‬
Niat, tekad,
sengaja berbuat
‫ي‬َ ‫ﻧـَ َﻮ‬ ‫ﻧـَﻮَى‬

Contoh-contoh fi‘il shahîh dan fi‘il mu‘tall di atas, ditinjau dari ada atau
tidaknya huruf sahih dan huruf ‘illat disebut dengan binâ’ al-kalimah (konstruksi
kata) atau binâ’ al-af‘âl (konstruksi fi‘il). Apabila di dalam suatu kata terdapat dua
bentuk binâ’ (konstruksi), seperti kata ‫ رأى‬dan ‫وأد‬, maka binâ’-nya disebut secara
lengkap. Misalnya, kata ‫ رأى‬disebut binâ’ mahmûz ‘ain (‫ )ﻣﮭﻤﻮز اﻟﻌﯿﻦ‬dan binâ’
nâqish yâ’î (‫)اﻟﻨﺎﻗﺺ اﻟﯿﺎﺋﻲ‬. Sedangkan kata ‫ وأد‬disebut binâ’ mahmûz ‘ain ( ‫)ﻣﮭﻤﻮز‬
‫اﻟﻌﯿﻦ‬dan mistâl wâwî (‫)اﻟﻤﺜﺎل اﻟﻮاوي‬.

Demikian pembahasan tentang mîzân sharfî (timbangan morfologis) dan


binâ’ al-kalimah (konstruksi kata) dengan beberapa ilustrasi dan contohnya. Pada
bab berikutnya, akan dijelaskan tentang shîghah (‫ )اﻟﺼﯿﻐﺔ‬dan wazan-wazan
tsulâtsî mujarrad (‫)أوزان اﻟﺜﻼﺛﻲ اﻟﻤﺠﺮد‬.

RANGKUMAN
1. Mîzân sharfî (‫ )اﻟﻤﯿﺰان اﻟﺼﺮﻓﻲ‬atau wazn sharfî (‫ )اﻟﻮزن اﻟﺼﺮﻓﻲ‬adalah alat
timbang atau acuan untuk menentukan sebuah bangunan/konstruksi
kalimah (kata). Mîzân sharfî dilambangkan dengan tiga harf: ‫ف‬, ‫ع‬, dan ‫ل‬
yang membentuk wazn ‫( ﻓَـــ َﻌـــ َﻞ‬fa-‘a-la); artinya berbuat. Suatu kalimah
terdiri atas huruf-huruf asli/akar (‫ )اﻟﺤﺮوف اﻷﺻﻠﯿﺔ‬yang menjadi unsur
pembentuknya. Mayoritas kalimah bahasa Arab memiliki 3 (tiga) huruf
asli/konsonan dasar yang dapat diperbandingkan dengan wazn ‫( ﻓَـــﻌَـــ َﻞ‬fa-
‘a-la) tersebut.
2. Binâ’ al-kalimah (‫ )ﺑﻨﺎء اﻟﻜﻠﻤﺔ‬adalah bentuk dasar konstruksi kalimah
(bangunan kata). Bentuk dasar konstruksi kalimah berkaitan erat dengan
harf ‘illat (semi vokal), yaitu: alif (‫)ا‬, wawu (‫)و‬, dan ya’ (‫ )ي‬yang menjadi
unsur pembentuknya. Binâ’ al-kalimah secara umum dibagi menjadi 2
(dua): binâ’ shahîh (‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﺼﺤﯿﺢ‬, yaitu konstruksi yang tidak memiliki harf
‘illat; dan binâ’ mu‘tall ( ّ‫)اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻌﺘﻞ‬, yaitu konstruksi yang memiliki harf ‘illat.
Kalimah fi‘il jika ditinjau dari ada atau tidaknya huruf ‘illat di dalam
konstruksinya dibagi dua, yaitu: fi‘il shahîh (‫ )اﻟﻔﻌﻞ اﻟﺼﺤﯿﺢ‬dan fi‘il mu‘tall
(‫)اﻟﻔﻌﻞ اﻟﻤﻌﺘ ّﻞ‬.
3. Binâ’ shahîh (‫ )اﻟﺒﻨﺎء اﻟﺼﺤﯿﺢ‬secara umum dibagi menjadi tiga, yaitu: binâ’
sâlim (‫)اﻟﺴﺎﻟﻢ‬, binâ’ mahmûz (‫)اﻟﻤﮭﻤﻮز‬, dan binâ’ mudha‘‘af (‫)اﻟﻤﻀﻌّﻒ‬.
Sedangkan, binâ’ mu‘tall (‫ )اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻌﺘﻞ‬dibagi menjadi lima, yaitu: binâ’
mitsâl (‫)اﻟﻤﺜﺎل‬, binâ’ ajwaf (‫)اﻷﺟﻮف‬, binâ’ nâqish (‫)اﻟﻨﺎﻗﺺ‬, binâ’ lafîf mafrûq
(‫)اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻔﺮوق‬, dan binâ’ lafîf maqrûn (‫)اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻘﺮون‬
4. Binâ’ shahîh sâlim (‫ )اﻟﺼﺤﯿﺢ اﻟﺴﺎﻟﻢ‬ialah konstruksi kalimah yang tiga huruf
aslinya (akar) shahîh atau tidak cacat salah satunya, tidak ada hamzah,
dan tidak sejenis huruf kedua (‘ain fi‘il) dan ketiganya (lâm fi‘il).
5. Binâ’ shahîh mahmûz (‫ )اﻟﺼﺤﯿﺢ اﻟﻤﮭﻤﻮز‬ialah konstruksi kalimah yang salah
satu dari tiga huruf aslinya (akar) berupa hamzah, tidak sejenis huruf
kedua dan ketiganya, dan tidak ada huruf ‘illat di dalamnya.
6. Binâ’ shahîh mudha‘‘af (‫ )اﻟﺼﺤﯿﺢ اﻟﻤﻀﻌّﻒ‬ialah konstruksi kalimah yang
sejenis huruf kedua (‘ain fi‘il) dan ketiganya (lâm fi‘il), serta tidak ada
hamzah dan huruf ‘illat di dalamnya.
7. Binâ’ mu‘tall (‫ )اﻟﺒﻨﺎء اﻟﻤﻌﺘﻞ‬secara umum dibagi dua, yaitu yang huruf ‘illat-
nya satu dan yang huruf ‘illat-nya dua. Yang huruf ‘illatnya satu, yaitu:
binâ’ mitsâl (‫)اﻟﻤﺜﺎل‬, binâ’ ajwaf (‫)اﻷﺟﻮف‬, dan binâ’ nâqish (‫)اﻟﻨﺎﻗﺺ‬.
Sedangkan, yang huruf ‘illat-nya dua, yaitu: binâ’ lafîf mafrûq ( ‫اﻟﻠﻔﯿﻒ‬
‫)اﻟﻤﻔﺮوق‬, dan binâ’ lafîf maqrûn (‫)اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻘﺮون‬.
8. Binâ’ mitsâl (‫ )اﻟﻤﺜﺎل‬ialah konstruksi kalimah yang huruf pertama (fâ’ fi‘il)
dari tiga huruf aslinya berupa huruf ‘illat, disebut juga mu‘tall al-fâ’ ( ‫ﻣﻌﺘﻞ‬
‫)اﻟﻔﺎء‬. Binâ’ ajwaf (‫ )اﻷﺟﻮف‬ialah konstruksi kalimah yang huruf kedua (‘ain
fi‘il) dari tiga huruf aslinya berupa huruf ‘illat, disebut juga mu‘tall al-‘ain
(‫)ﻣﻌﺘﻞ اﻟﻌﯿﻦ‬. Binâ’ nâqish (‫ )اﻟﻨﺎﻗﺺ‬ialah konstruksi kalimah yang huruf
ketiga (lâm fi‘il) dari tiga huruf aslinya berupa huruf ‘illat, disebut juga
mu‘tall al-lâm (‫)ﻣﻌﺘﻞ اﻟﻼم‬.
9. Binâ’ lafîf mafrûq (‫ )اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻔﺮوق‬ialah konstruksi kalimah yang huruf
pertama (fâ’ fi‘il) dan huruf ketiga (lâm fi‘il) berupa huruf ‘illat. Binâ’ lafîf
maqrûn (‫ )اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻘﺮون‬ialah konstruksi kalimah yang huruf kedua (‘ain fi‘il)
dan huruf ketiga (lâm fi‘il) berupa huruf ‘illat

:‫اﳋﻼﺻﺔ‬

:‫ﻳﻨﻘﺴﻢ اﻟﺒﻨﺎء ﰲ ﻋﻠﻢ اﻟﺼﺮف إﱃ أرﺑﻌﺔ ﻋﺸﺮ ﻧﻮﻋﺎ ﻛﻤﺎ ﰲ اﳉﺪول اﻵﰐ‬
‫أﻣﺜﻠﺔ‬ ‫ﻧﻮع اﻟﺒﻨﺎء‬ ‫اﻟﺮﻗﻢ‬
‫ﺣﺴﻦ – ﳛﺴﻦ‬ ‫اﻟﺼﺤﻴﺢ اﻟﺴﺎﱂ‬ ‫‪١‬‬
‫أدب – ﻳﺄدب‬ ‫ﻣﻬﻤﻮز اﻟﻔﺎء‬ ‫‪٢‬‬
‫ﺳﺄل – ﻳﺴﺄل‬ ‫ﻣﻬﻤﻮز اﻟﻌﲔ‬ ‫‪٣‬‬
‫ﺑﺮئ – ﻳﱪأ‬ ‫ﻣﻬﻤﻮز اﻟﻼم‬ ‫‪٤‬‬
‫ﻓّﺮ – ﻳﻔّﺮ‬ ‫اﳌﻀﻌّﻒ اﻟﺜﻼﺛ ّﻲ‬ ‫‪٥‬‬
‫ﻗﻠﻘﻞ – ﻳﻘﻠﻘﻞ‬ ‫اﳌﻀﻌّﻒ اﻟﺮﺑﺎﻋ ّﻲ‬ ‫‪٦‬‬
‫وﺟﻞ – ﻳﻮﺟﻞ‬ ‫ي‬
‫اﳌﺜﺎل اﻟﻮاو ّ‬ ‫‪٧‬‬
‫ﳝﻦ – ﻳﻴﻤﻦ‬ ‫اﳌﺜﺎل اﻟﻴﺎﺋ ّﻲ‬ ‫‪٨‬‬
‫ﻋﺎد – ﻳﻌﻮد‬ ‫ي‬
‫اﻷﺟﻮف اﻟﻮاو ّ‬ ‫‪٩‬‬
‫ﻧﺎل – ﻳﻨﺎل‬ ‫اﻷﺟﻮف اﻟﻴﺎﺋﻲ‬ ‫‪١٠‬‬
‫ﲰﺎ – ﻳﺴﻤﻮ‬ ‫ي‬
‫اﻟﻨﺎﻗﺺ اﻟﻮاو ّ‬ ‫‪١١‬‬
‫ﺧﺸﻲ – ﳜﺸﻰ‬ ‫اﻟﻨﺎﻗﺺ اﻟﻴﺎﺋ ّﻲ‬ ‫‪١٢‬‬
‫وﻋﻰ – ﻳﻌﻲ‬ ‫اﻟﻠﻔﻴﻒ اﳌﻔﺮوق‬ ‫‪١٣‬‬
‫ﻗﻮي ‪ -‬ﻳﻘﻮى‬ ‫اﻟﻠﻔﻴﻒ اﳌﻘﺮون‬ ‫‪١٤‬‬
Tugas
Carilah perbedaan antara: (1) mizan sharfi, (2) bina al-kalimah

Tes Formatif 4

Jawablah pertanyaan berikut dengan benar.

1. Apa yang Anda ketahui tentang mîzân sharfî (‫ )اﻟﻤﯿﺰان اﻟﺼﺮﻓﻲ‬atau wazn sharfî
(‫ ?)اﻟﻮزن اﻟﺼﺮﻓﻲ‬Jelaskan dan berikan contohnya!
2. Sebutkan wazan (‫ )اﻟﻮزن‬dan nama wazan (‫ )اﺳﻢ اﻟﻮزن‬dari kata-kata berikut:
‫اﺳﻢ اﻟﻮزن‬ ‫اﻟﻮزن‬ ‫اﻟﻜﻠﻤﺎت اﻟﻤﻮزوﻧﺔ‬
‫ َﺷ َﻜَﺮ‬،‫َﺐ‬ َ ‫ َﻛﺘ‬،‫َﺐ‬ َ ‫ﻃَﻠ‬
‫ َﻛ ِﺮَﻩ‬،‫ِﺐ‬ َ ‫ ﻟَﻌ‬،َ‫ﻗَﺒِﻞ‬
‫ َﻣﻄْﺒَ ٌﺦ‬،‫ َﻣﻘَﺎم‬،‫َﻣﺄْﺧَﺬ‬
ٌ‫ ﻣِﺴﻄﺮة‬،‫ِﻀﺮب‬ ٌ ‫ ﻣ‬،ٌ‫ﻣِﻔﺘﺎح‬
‫ ﻳَﺒِْﻴ ُﻊ‬،ُ‫َﺴْﻴـﺮ‬ ِ ‫ ﻳ‬،‫ﻳَِﻔﺮﱡ‬
‫ ﻳـَ ْﻌﻠَ ُﻢ‬،ُ‫ ﻳـَ ْﻘَﺮأ‬،ُ‫ﻳـَْﻨ َﺸﺄ‬
‫ ِﺣ ْﻠ ٌﻢ‬،ٌ‫ ِﺣ ْﻘﺪ‬،ٌ‫ﻛِْﺒـﺮ‬
‫ْل‬ٌ‫ ﻃُﻮ‬،ٌ‫ ﳝُْﻦ‬،ٌ‫ُﺣ ْﺴﻦ‬
‫ رٍَام‬،‫َﺎض‬ٍ ‫ ﻗ‬،ٌ‫َﺎﺟﺪ‬ ِ‫ﺳ‬
‫َﺐ‬
ْ ‫ اِﻟْﻌ‬،ْ‫ اِﻗْـﺒَﻞ‬،ْ‫ا ِْر َﺣﻢ‬
ٌ‫ َﻣﺄْﺧ ُْﻮذ‬،ٌ‫ َﻣ ْﻌﻠ ُْﻮم‬،‫ْب‬ٌ ‫ﻀﺮُو‬ْ ‫َﻣ‬
‫ ﺑِ ْﻊ‬،‫ ِﺳ ْﺮ‬،‫ﻓِﺮﱠ‬
3. Apa yang Anda ketahui tentang binâ’ al-kalimah (‫ ?)ﺑﻨﺎء اﻟﻜﻠﻤﺔ‬Jelaskan dan berikan
contohnya!
4. Secara umum, binâ’ (‫ )اﻟﺒﻨﺎء‬ada dua macam, yaitu binâ’ shahîh dan binâ’ mu‘tall;
jelaskan perbedaan di antara keduanya dan berikan contoh masing-masing!
5. Jelaskan pengertian binâ’ shahîh sâlim (‫ )اﻟﺼﺤﯿﺢ اﻟﺴﺎﻟﻢ‬berikut dengan contohnya!
6. Jelaskan pengertian binâ’ shahîh mahmûz (‫ )اﻟﺼﺤﯿﺢ اﻟﻤﮭﻤﻮز‬berikut dengan
contohnya!
7. Jelaskan pengertian binâ’ shahîh mudha‘‘af (‫ )اﻟﺼﺤﯿﺢ اﻟﻤﻀﻌّﻒ‬berikut dengan
contohnya!
8. Jelaskan pengertian binâ’ mitsal (‫ )اﻟﻤﺜﺎل‬berikut dengan contohnya!
9. Jelaskan pengertian binâ’ ajwaf (‫ )اﻷﺟﻮف‬berikut dengan contohnya!
10. Jelaskan pengertian binâ’ nâqish (‫ )اﻟﻨﺎﻗﺺ‬berikut dengan contohnya!
11. Jelaskan pengertian binâ’ lafîf mafrûq (‫ )اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻔﺮوق‬berikut dengan contohnya!
12. Jelaskan pengertian binâ’ lafîf maqrûn (‫ )اﻟﻠﻔﯿﻒ اﻟﻤﻘﺮون‬berikut dengan contohnya!

     

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 4 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 4.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang

Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 4, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.
Tugas Akhir
Setelah mempelajari materi yang terdapat pada kegiatan 1 s.d., buatlah peta
konsep dari materi sharf/morfologi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Abdurrahim, Nazhm al-Maqshûd fi ‘Ilm al-Sharf, Surabaya: Pustaka Al-
Hidayah, tt.

Alfat, Ibnu Wahid, Rafa: Reaktualisasi Fan Nahwu, Kediri, Sumenang, 2010

Bajuri, Humam, Ilm al-Sharf, Yogyakarta: Pondok Krapyak, tt.

Busyro, Muhtarom, Al-Sharf al-Wâdhih: Shorof Praktis “Metode Krapyak”,


Jogjakarta, Putera Menara, 2003

Chaer, Abdul, Lingusitik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 1994

al-Dahdah, Antoine, Mu‘jam Qawâ‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah fi Jadâwil wa Lawhât,


Maktabah Lubnan, 1981

Fahrurrozi, Aziz, dan Muhajir, Gramatika Bahasa Arab, Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tt.

al-Ghalayaini, Mushthafa, Jâmi‘ al-Durûs al-‘Arabiyyah, Beirut: Maktabah al-


Ashriyyah, 1987

Hakim, Taufiqul, Amtsilatiy (Metoda Praktis Mendalami al-Quran dan Membaca Kitab
Kuning), jilid 1-7, Jepara: PP Darul Falah Bangsri, 2002

Hamzah ibn Sattar, Muhammad, Tashrîf Binâ’ al-Af‘âl: Mawâzîn wa Amtsilah, Kairo,
Dar al-Fajr al-Islami, 2007

Harun, Salman, Pintar Bahasa Arab Al-Quran: Cara Cepat Belajar Bahasa Arab
Agar Paham Al-Quran (Edisi Baru), Jakarta, Lentera Hati, 2009

Hassan, Tammam, Al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma‘nâha wa Mabnâhâ, Kairo: Al-Hai’ah


al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1979

Hifni Bek dkk., Al-Durûs al-Nahwiyyah, Surabaya: Maktabah wa Mathba’ah Salim


Nabhan, tt.

Ibn al-Ushfur, al-Mumti‘ fî al-Tashrîf, Beirut: Dar al-Ma‘rifah, tt.

Jarim, Ali dan Amin, Mushthafa, al-Nahw al-Wâdhih, Kairo: Dar al-Ma‘arif, 1962

al-Kailany, Abi al-Hasan Ali bin Hisyam, Syarah li Tashrif al-Izziy, Semarang: Toha
Putra, tt.
Khaironi, A. Shohib, Awdhah al-Manahij fi Mu ‘jam Qawa ‘id al-Lughah al-Arabiyyah,
baina al-qa‘idah wa al-tathbiq, Bekasi, WCM Press, 2008

Al-Khuli, Muhammad ‘Ali, al-Ikhtibârât al-Lughawiyyah, Suwailih al-Urdun: Dar al-


Falah, 2000

Lajnah min al-Mukhtashin, al-Sharf: Silsilah Ta‘lîm al-Lughah al-‘Arabiyyah, ttp.,


Jami‘ah Imam Muhammad bin Sa‘ud al-Islami, 1993

Ma‘shum bin Ali, Muhammad, al-Amtsilah al-Tashrîfiyyah, Semarang: Toha Putra, tt

Majma‘ al-Lughah al-‘Arabiyyah, Al-Mu‘jam al-Wasîth, Istambul, al-Maktabah al-


Islamiyyah, tt.

Muhammad, Abubakar, Metoda Praktis Tashrif, Surabaya: Karya Adhitama, 2000

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,


Surabaya, Pustaka Progressif, 1997, ed. II, cet. ke-14

Mushthafa, Ibrahim dkk., Qawâ‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah, Kairo: al-Mathba‘ah al-


Amiriyyah, 1962

Ni‘mah, Fu’ad, Mulakhkhash Qawâ‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah, Beirut: Dar al-


Tsaqafah al-Islamiyyah, tt.

Noer, Muhammad In’am F, Al-Qawâ‘id al-Sharfiyyah, Yogyakarta: Spirit dan


Ramadania, 2006

Purwanto, Agus, Pintar Membaca Arab Gundul dengan Metode Hikari, Bandung,
Mizania, 2010

al-Rajihi, Abduh, al-Tathbîq al-Sharfî, Iskandaria: Dar al-Ma‘arif al-Jami‘iyyah, tt.

Shini, Mahmud Isma‘il, dkk., al-Qawâ‘id al-Arabiyyah al-Muyassarah: Silsilah fî


Ta‘lîm al-Nahw al-‘Arabî li Ghair al-‘Arab, Riyad: Jami‘ah al-Malik Sa‘ud, 1990,
cet. ke-2

Sukamto, Imaduddin dan Munawari, Ahmad, Tata Bahasa Arab Sistematis:


Pendekatan Baru Mempelajari Tata Bahasa Arab, Yogyakarta, Nurma Media
Idea, 2007

Sulthani, Muhammad Ali, al-Tathbîq al-Lughawî: al-Sharfî wa al-Nahwî wa al-Balâghî


wa Ma‘ânî al-Adawât, Damaskus: Dar al-Ashma’, 2001

al-Syuwairif, Abd al-Lathif Ahmad, al-Tadrîbât al-Lughawiyyah, ttp., Mansyurat


Kulliyyat al-Da‘wah, tt.
al-Thanthawi, Muhammad, Nasy’ah al-Nahw wa Târîkh Asyhar al-Nuhât, ttp., Dar al-
Manar, 1991

‘Udhaimah, Muhammad Abdul Khaliq, Dirasât Li-Uslûb al-Qur’an al-Karîm, Kairo:


Dar al Hadits,1972 M/ 1392.

Verhaar, J.W.M, Asas-Asas Linguistik Umum, Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press, 1999, cet. ke-2

Ya‘qub, Emeil Badi‘, al-Mu‘jam al-Mufashshal fi ‘Ilm al-Sharf, Beirut: Dar al-Ma‘arif, tt.
GLOSARIUM

Ajwaf (‫)اﻷﺟوف‬: konstruksi kalimah yang huruf kedua (‘ain fi‘il) dari tiga huruf aslinya
berupa huruf ‘illat, disebut juga mu‘tall al-‘ain (‫)ﻣﻌﺗل اﻟﻌﯾن‬.
Binâ’ al-kalimah (‫)ﺑﻧﺎء اﻟﻛﻠﻣﺔ‬: bentuk dasar konstruksi kalimah yang terdiri atas huruf
shahîh dan ‘illat.
Fi‘il (‫)ﻓﻌل‬: kalimah yang menunjukkan arti pekerjaan dan disertai kala pada
situasinya; dipadankan dengan kata kerja.
Fi‘il amr (‫)ﻓﻌل اﻷﻣر‬: fi‘il yang menunjukkan arti perintah untuk melakukan sesuatu
atau permohonan.
Fi‘il mâdhi (‫)ﻓﻌل ﻣﺎض‬: fi‘il yang menunjukkan perbuatan, pekerjaan, atau peristiwa
yang sudah lampau.
Fi‘il mudhâri‘ (‫)ﻓﻌل ﻣﺿﺎرع‬: fi‘il yang menunjukkan perbuatan, pekerjaan, atau
peristiwa yang sedang atau akan terjadi. Tanda fi‘il mudhâri‘: diawali dengan
salah satu huruf mudhâra‘ah (‫ ;)ﺣروف اﻟﻣﺿﺎرﻋﺔ‬yaitu hamzah (‫)أ‬, ta’ (‫)ت‬, nun (‫)ن‬,
dan ya’ (‫)ي‬
Fi‘il nahy (‫)ﻓﻌل اﻟﻧﮭﻲ‬: fi‘il yang menunjukkan arti larangan untuk melakukan perbuatan.
Harf (‫)ﺣرف‬: kalimah yang menunjukkan arti bila berkait dengan isim dan fi‘il,
dipadankan dengan partikel semantis (huruf yang memiliki makna sendiri).
Huruf ‘illat (‫)اﻟﺣرف اﻟﺻﺣﯾﺢ‬: huruf yang cacat, yaitu: alif (‫)ا‬, wawu (‫)و‬, dan ya’ (‫ )ي‬yang
menjadi unsur pembentuk kalimah; semi vokal, karena luluh menjadi /a/, /i/, /u/
bila diharakati sukun/mati.
Hurûf ashliyyah (‫)اﻟﺣروف اﻷﺻﻠﯾﺔ‬: huruf-huruf asli atau morfem-akar yang membentuk
kalimah. Mayoritas kalimah bahasa Arab memiliki 3 (tiga) huruf asli/konsonan
dasar yang dapat diperbandingkan dengan wazn ‫( ﻓَـــﻌَـــ َل‬fa-‘a-la) tersebut.
Huruf shahîh (‫)اﻟﺣرف اﻟﺻﺣﯾﺢ‬: huruf yang sehat, selain huruf ‘illat.
Hurûf zâ'idah (‫)اﻟﺣروف اﻟزاﺋدة‬: huruf-huruf tambahan yang menjadi sisipan atau
imbuhan di dalam kalimah. Huruf tambahan berjumlah 10 huruf yang
terhimpun dalam kata: ‫ َﺳﺄ َ ْﻟ ُﺗﻣ ُْوﻧِ ْﯾﮭَﺎ‬, yaitu: sîn (‫)س‬, hamzah (‫)أ‬, lâm (‫)ل‬, tâ’ (‫)ت‬, mîm
(‫)م‬, wawu (‫)و‬, nûn (‫)ن‬, yâ' (‫)ي‬, hâ (‫)ھـ‬, alif (‫)ا‬.
Ilmu sharaf (‫)ﻋﻠم اﻟﺻرف‬: ilmu yang membahas tentang perubahan-perubahan yang
terjadi pada kalimah (kata) berbahasa Arab sebelum digunakan di dalam
struktur/kalimat.
Isim (‫)اﻻﺳم‬: kalimah yang menunjukkan arti benda, perbuatan, dan sifat; dipadankan
dengan kata benda dan sifat.
Isim jâmid (‫)اﺳم ﺟﺎﻣد‬: isim yang statis, tidak menerima perubahan pada huruf aslinya.
Isim mamdûd (‫)اﻻﺳم اﻟﻣﻣدود‬: isim yang berakhiran hamzah dan sebelumnya berupa
alif, seperti ‫( ﺳﻣﺎء‬langit) dan ‫( ﻛﺳﺎء‬pakaian)
Isim manqûsh (‫)اﻻﺳم اﻟﻣﻧﻘوص‬: isim yang berakhiran yâ’ lâzimah dan sebelumnya
dibaca kasrah, seperti ‫( اﻟﻘﺎﺿِ ﻲ‬hakim), ‫( اﻟﮭﺎدِي‬pemberi petunjuk), ‫( اﻟراﺟِﻲ‬yang
berharap)
Isim maqshûr (‫)اﻻﺳم اﻟﻣﻘﺻور‬: isim yang berakhiran alif lâzimah dan sebelumnya
dibaca fathah, seperti ‫( ﻣوﺳﻰ‬Musa), ‫( ﻋﯾﺳﻰ‬Isa), ‫( ﯾﺣﯾﻰ‬Yahya)
Isim musytaqq (‫)اﺳم ﻣﺷﺗق‬: isim yang dibentuk/diturunkan dari mashdar, menerima
perubahan pada huruf aslinya, baik imbuhan maupun sisipan.
Kalimah (‫)اﻟﻛﻠﻣﺔ‬: lafazh (bunyi, ujaran bahasa) yang mengandung makna dalam
keadaan mandiri atau ketika bersambung dengan lafazh yang lain; dipadankan
dengan “kata” dalam bahasa Indonesia.
Kata: satuan bunyi bahasa terkecil yang dapat diujarkan sabagai bentuk yang bebas
dan mengandung makna; atau satuan (unsur) bahasa yang berupa morfem
bebas dan mengandung makna.
Lafîf mafrûq (‫)اﻟﻠﻔﯾف اﻟﻣﻔروق‬: konstruksi kalimah yang huruf pertama (fâ’ fi‘il) dan huruf
ketiga (lâm fi‘il) berupa huruf ‘illat.
Lafîf maqrûn (‫)اﻟﻠﻔﯾف اﻟﻣﻘرون‬: konstruksi kalimah yang huruf kedua (‘ain fi‘il) dan huruf
ketiga (lâm fi‘il) berupa huruf ‘illat.
Mitsâl (‫)اﻟﻣﺛﺎل‬: konstruksi kalimah yang huruf pertama (fâ’ fi‘il) dari tiga huruf aslinya
berupa huruf ‘illat, disebut juga mu‘tall al-fâ’ (‫)ﻣﻌﺗل اﻟﻔﺎء‬.
Mîzân sharfî (‫)اﻟﻣﯾزان اﻟﺻرﻓﻲ‬: adalah alat timbang atau acuan untuk menentukan
bangunan/konstruksi sebuah kalimah (kata; morfem bebas). Mîzân sharfî
dilambangkan dengan tiga harf: ‫ف‬, ‫ع‬, dan ‫ ل‬yang membentuk wazn ‫( ﻓَـــﻌَـــ َل‬fa-
‘a-la); artinya berbuat.
Nâqish (‫)اﻟﻧﺎﻗص‬: konstruksi kalimah yang huruf ketiga (lâm fi‘il) dari tiga huruf aslinya
berupa huruf ‘illat, disebut juga mu‘tall al-lâm (‫)ﻣﻌﺗل اﻟﻼم‬.
Qawâ‘id sharfiyyah (‫)ﻗواﻋد ﺻرﻓﯾﺔ‬: kaidah-kaidah tentang perubahan kalimah dalam
bahasa Arab.
Rubâ‘î mazîd (‫)اﻟرﺑﺎﻋﻲ اﻟﻣزﯾد‬: konstruksi kalimah yang huruf aslinya 4 (empat)
ditambah 1 huruf atau 2 huruf. (mazîd bi harf) dan 2 huruf (mazîd bi harfain).
Rubâ‘î mujarrad (‫)اﻟرﺑﺎﻋﻲ اﻟﻣﺟرد‬: konstruksi kalimah yang jumlah hurufnya 4 (empat)
dan semuanya asli/akar (tidak ada tambahan).
Shahîh mahmûz (‫)اﻟﺻﺣﯾﺢ اﻟﻣﮭﻣوز‬: konstruksi kalimah yang salah satu dari tiga huruf
aslinya (akar) berupa hamzah, tidak sejenis huruf kedua dan ketiganya, dan
tidak ada huruf ‘illat di dalamnya.
Shahîh mudha‘‘af (‫)اﻟﺻﺣﯾﺢ اﻟﻣﺿﻌّف‬: konstruksi kalimah yang sejenis huruf kedua (‘ain
fi‘il) dan ketiganya (lâm fi‘il), serta tidak ada hamzah dan huruf ‘illat di
dalamnya.
Shahîh sâlim (‫)اﻟﺻﺣﯾﺢ اﻟﺳﺎﻟم‬: konstruksi kalimah yang tiga huruf aslinya (akar) shahîh
atau tidak cacat salah satunya, tidak ada hamzah, dan tidak sejenis huruf
kedua (‘ain fi‘il) dan ketiganya (lâm fi‘il).
Sharf (‫)اﻟﺻرف‬, secara harfiah berarti perubahan bentuk, penukaran sesuatu.
Tadh‘îf (‫)ﺗﺿﻌﯾف‬: penggandaan huruf dengan cara menambahkan huruf pada huruf
asli yang sejenis. Tadh‘îf dilambangkan dengan syiddah atau tasydîd, seperti
pada kata “karrama” ‫( ﻛّرﱠ َم‬ka/r/ra/ma). Adanya syiddah di atas huruf ‫( ر‬râ')
menunjukkan bahwa huruf ‫( ر‬râ’) tersebut ada dua, satu asli dan lainnya
tambahan.
Tashrîf (‫)اﻟﺗﺻرﯾف‬: pembentukan kalimah dari akar yang tunggal atau perubahan-
perubahan yang terjadi pada huruf yang menjadi komponen kalimah beserta
harakatnya.
Tashrîf isthilâhî (‫)اﻟﺗﺻرﯾف اﻻﺻطﻼﺣﻲ‬: perubahan morfem-akar ke bentuk-bentuk
kalimah baru berdasarkan istilah/terminologis kelas dan jenis kata
Tashrîf lughawî (‫)اﻟﺗﺻرﯾف اﻟﻠﻐوي‬: perubahan kalimah yang bersifat bahasa, bukan dari
akar kata, disesuaikan dengan keadaan subjek dhamîr (pronomina persona).
Tsulâtsî mazîd (‫)اﻟﺛﻼﺛﻲ اﻟﻣزﯾد‬: konstruksi kalimah yang jumlah huruf aslinya 3 (tiga)
dan ditambah 1 huruf, 2 huruf, atau tiga huruf. Bila ditambah 1 (satu) huruf
disebut tsulâtsî mazîd bi harf; bila ditambah 2 (dua) huruf disebut tsulâtsî
mazîd bi harfain; bila ditambah 3 (tiga) huruf disebut tsulâtsî mazîd bi tsalâtsah
ahruf.
Tsulâtsî mujarrad (‫)اﻟﺛﻼﺛﻲ اﻟﻣﺟرد‬: konstruksi kalimah yang jumlah hurufnya 3 (tiga)
dan semuanya asli/akar (tidak ada tambahan).
Wazn (‫)اﻟوزن‬: kata pokok yang menjadi acuan atau timbangan bagi kata-kata lain
yang mengikutinya.
No. Kode: ....../2018

PENDALAMAN MATERI BAHASA ARAB


MODUL 2
NAHWU I / SINTAKSIS DASAR

Penulis:

Toto Edidarmo, M.A.

PPG DALAM JABATAN


Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
2018

Hak cipta © Kemenag RI, 2018


Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit. Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ..................................................................................................
Rasional dan Deskripsi Singkat .................................................................
Relevansi ..................................................................................................
Petunjuk Belajar ........................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 1: ILMU NAHWU DAN POLA KALIMAT DASAR ............


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ..................................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan ............................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 2: JUMLAH FI‟LIYYAH (FI‟IL + FA‟IL) .............................


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ......................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan .................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 3: JUMLAH ISMIYYAH (MUBTADA + KHABAR) ............


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ......................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan .................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 4: TARKIB IDHAFI DAN TARKIB WASHFI .....................


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ......................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan .................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................
TUGAS AKHIR .....................................................................................................
TES SUMATIF ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
GLOSARIUM ........................................................................................................
PENDAHULUAN

Rasional dan Deskripsi Singkat


Dalam Modul 2 ini, Anda kami ajak untuk mempelajari ilmu nahwu atau
sintaksis dalam bahasa Arab. Ilmu Nahwu merupakan salah satu cabang linguistik
Arab yang harus dikuasai oleh guru bahasa Arab untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) atau jenjang pendidikan
yang setara. Dengan mempelajari modul ini, Anda akan mendapatkan kompetensi
ilmu bahasa Arab yang berkaitan dengan aneka struktur kalimat dan fungsi-fungsi
kata di dalam struktur kalimat, termasuk perubahan bentuk kata akibat perbedaan
fungsinya dalam kalimat. Secara rinci setelah mempelajari materi dalam modul ini,
diharapkan Anda dapat:
1. Mengidentifikasi ilmu nahwu (sintaksis Arab) dan pola kalimat dasar dalam
bahasa Arab.
2. Mengidentifikasi jumlah fi‟liyyah atau struktur kalimat yang terdiri atas fi‟il + fa‟il
dan atau fi‟il + fa‟il + maf‟ul bih dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.
3. Mengidentifikasi jumlah ismiyyah atau struktur kalimat yang terdiri atas mubtada +
khabar dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.
4. Mengidentifikasi tarkib idhafi (struktur idhafah/kata majemuk) dan tarkib washfi
(struktur kata bersifat) dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.

Relevansi
Bahasa Arab di Indonesia merupakan bahasa asing dan bahasa sumber
agama Islam (Al-Quran dan Hadis) yang harus diajarkan sesuai dengan kaidah-
kaidah bahasa yang baku atau tersandar, khususnya berkaitan dengan aturan
linguistik Arab (ilmu al-lughah). Kaidah-kaidah yang harus dikuasai oleh guru bahasa
Arab berkaitan dengan ilmu sharf (morfologi), ilmu nahwu (sintaksis), dan ilmu
balaghah (semantik-stilistika).
Ilmu nahwu ialah ilmu yang membahas tentang aneka struktur kalimat dalam
bahasa Arab, fungsi-fungsi kata di dalam struktur kalimat, dan perubahan yang
terjadi pada bunyi/bentuk akhir kata akibat perbedaan fungsinya dalam struktur. Ilmu
nahwu termasuk bidang linguistik yang harus dikuasai lebih awal oleh para guru
bahasa Arab karena ia merupakan elemen dasar dari bahasa. Artinya, guru bahasa
Arab harus menguasai ilmu nahwu atau sitaksis Arab, serta mampu memahami
dengan baik berbagai macam struktur kalimat bahasa Arab.
Dalam mengajarkan bahasa Arab, para guru bahasa Arab di Madrasah
Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), serta juga
di SMA/SMK, dituntut minimal menguasai ilmu nahwu, khususnya struktur kalimat
sederhana, yaitu: pola kalimat dasar dalam bahasa Arab, jumlah fi‟liyyah atau
struktur kalimat yang terdiri atas fi‟il + fa‟il dan atau fi‟il + fa‟il + maf‟ul bih, jumlah
ismiyyah atau struktur kalimat yang terdiri atas mubtada + khabar, tarkib idhafi
(struktur idhafah/kata majemuk) dan tarkib wahfi (stuktur kata bersifat). Dengan
mempelajari materi modul ini, diharapkan Anda memperoleh manfaat untuk lebih
mengenal struktur kalimat sederhana dalam bahasa Arab serta ciri-cirinya.

Petunjuk Belajar
Agar Anda dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan, Anda dapat mengikuti petunjuk berikut.
1. Bacalah secara cermat tujuan belajar yang hendak dicapai.
2. Pelajari contoh yang tersedia.
3. Cermati materi nahwu I (sintasksis dasar) ini dengan memberi tanda-tanda
khusus pada bagian yang menurut Anda sangat penting.
4. Lihatlah glosarium yang terletak di bagian akhir tulisan ini, apabila menemukan
istilah-istilah khusus yang kurang Anda pahami.
5. Kerjakan latihan dengan baik, untuk memperlancar pemahaman Anda.
6. Setelah Anda mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan, mulailah
membaca modul ini secara teliti dan berurutan.
KEGIATAN BELAJAR 1: ILMU NAHWU DAN POLA KALIMAT DASAR

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi takrif ilmu nahwu, objek kajiannya, dan urgensinya, serta
pola struktur / kalimat dasar.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Menemukenali definisi ilmu nahwu, objek kajiannya, dan urgensinya
2. Menemukenali pola kalimat dasar dalam bahasa Arab.

Pokok-Pokok Materi

A. Ilmu Nahwu dan Urgensinya

B. Pola Kalimat Dasar dalam Bahasa Arab

Uraian Materi

A. Ilmu Nahwu dan Urgensinya

Kata nahwu ditinjau dari bahasa adalah bentuk mashdar dari kata - ‫حنا‬
‫ينحو‬, yang artinya menuju, arah, sisi, seperti, ukuran, bagian, dan tujuan (Ma‟luf,
1986: 796). Kata “Nahwu” (‫حو‬
ُ ْ َ‫)الن‬, menurut Mar‟i bin Yusuf bin Abi Bakr bin Ahmad
al-Karami al-Maqdisi al-Hanbali (1033 H), penulis Dalîl al-Thâlibîn li Kalâm al-
Nahwiyyîn, memiliki beberapa arti, yaitu:

1. ‫ص ُد‬
ْ ‫( ال َق‬sengaja/maksud)
2. ‫( اَلْ ِم ْق َد ُار‬ukuran/takaran)
3. ُ‫اْلِهة‬
َ ْ (arah)
4. ‫مثْل‬ ِ
ُ ْ‫( اَل‬padanan/seperti/contoh)
5. ُ‫( النَّوع‬jenis)
ْ
6. ‫ض‬ُ ‫( البَ ْع‬sebagian)
Secara umum, kata “nahwu” berarti contoh. Hal ini tampak pada ulasan-
ulasan dalam ilmu nahwu yang selalu menyertakan contoh. Misalnya, dalam satu
kaidah nahwu, akan ditampilkan banyak contoh yang sesuai dengan kaidah,
sehingga orang yang menguasai suatu kaidah dalam ilmu nahwu pun mampu
membuat contoh-contoh dari kaidah tersebut. Selain itu, dikisahkan bahwa
Sayyidina „Ali bin Abi Thalib r.a. memerintahkan Abu al-Aswad al-Du‟ali untuk
menyusun secara sistematis kaidah-kaidah bahasa Arab sambil berkata: "“ ‫انح ىذا‬
‫ ;النجو‬unhu hâdzan nahwa!” (ikutilah yang semisal ini)". Dari perkataan „Ali bin Abi
Thalib r.a. tersebut, tercetuslah istilah “nahwu”.

Para ahli nahwu dan tata bahasa Arab, seperti Ibnu Malik, Ibnu „Aqil, dan al-
Ghalayaini, mendefinisikan ilmu nahwu atau sintaksis Arab sebagai pengetahuan
yang membahas tentang berbagai kaidah (ushûl) yang berkaitan dengan perubahan
(i„râb) atau ketetapan (binâ‟) akhir kata dalam struktur kalimat. Perubahan akhir kata
ini, biasanya pada bunyi harakatnya atau hurufnya, disebabkan oleh „âmil (faktor)
yang mempengaruhinya. Menurut al-Thanthawi, ilmu nahwu ialah ilmu yang
membahas keadaan setiap akhir kata dalam struktur kalimat, baik yang mu‟rab
(berubah) atau yang mabnî (tetap).

Dalam tinjauan linguis terkini, perubahan tersebut berkaitan dengan fungsi-


fungsi kata dalam struktur/kalimat. Perubahan akhir kata, baik pada bunyinya
(harakatnya) maupun konsonannya (hurufnya), karena perbedaan fungsi kata di
dalam struktur kalimat atau adanya „âmil (faktor) yang mempengaruhinya disebut
dengan i‟râb. Karena itu, ilmu nahwu juga disebut ilmu I‟râb ( ‫)علم اإلعراب‬. Ilmu
nahwu disebut juga dengan “qawâ„id al-lughah al-„arabiyyah” (kaidah-kaidah tata
bahasa Arab).

Ilmu nahwu merupakan salah satu bidang ilmu bahasa Arab yang mengkaji
struktur kalimat yang menjadi unsur terpenting dalam memahami bahasa. Ilmu
nahwu membahas tentang kaidah-kaidah yang mengatur tentang perubahan (i‟râb)
atau penetapan (binâ‟) pada bunyi akhir struktur kata (kalimah) berbahasa Arab.
Penetapan bunyi akhir kata diatur dalam kaidah tentang binâ‟. Kata yang akhirnya
selalu tetap (tidak berubah dalam kalimat apa pun) disebut dengan mabnî.
Sedangkan, perubahan bunyi akhir kata (kalimah) diatur dalam kaidah i„râb yang
terdiri atas rafa‟ (marfu„), nashab (manshûb), jar (majrûr), atau jazm (majzûm).

Dengan kata lain, ilmu nahwu membahas tentang kaidah-kaidah dan dasar-
dasar untuk mengetahui keadaan suatu kata apakah ia termasuk dalam kategori
i‟rab (mu„rab) atau bina‟ (mabnî). Apabila kata tersebut mabnî, maka apa tanda
bina„-nya (tetapnya). Apabila kata tersebut mu‟rab, maka apa tanda i‟rab-nya
(perubahannya). Namun, pembahasan yang paling dominan dalam ilmu nahwu
adalah i‟râb karena mayoritas kata bahasa Arab adalah mu‟rab (berubah akhirnya).
Para ahli nahwu mentakrifkan i‟râb sebagai berikut.

.‫اإلعراب ىو تغيري أواخر الكلم الختالف العوامل الداخلة عليها لفظا أو تقديرا‬
Artinya: "i'râb ialah perubahan pada akhir kata yang disebabkan oleh perbedaan
'amil (faktor) yang masuk ke kata tersebut, baik perubahan itu nyata (tampak)
maupun tidak nyata (diperkirakan)".

Secara umum, objek kajian ilmu nahwu adalah semua kata bahasa Arab
yang tersusun di dalam struktur kalimat ditinjau dari perbedaan faktor-faktor yang
mempengaruhinya atau fungsi kata tersebut di dalam kalimat. Para ahli nahwu
sepakat untuk mengatakan sebagai berikut.

.‫ الكلمات العربية من حيث اختالف أحوال الداخلة عليها يف حال تركيبها‬:‫وموضوعو‬


Dari ungkapan tersebut, dapat diketahui bahwa semua kata bahasa Arab yang
tersusun di dalam struktur kalimat selalu berkaitan dengan aturan/kaidah ilmu
nahwu. Artinya, ketika kita membaca suatu teks, misalnya ayat Al-Quran, maka
kaidah ilmu nahwu selalu hadir bersamanya. Sebagai contoh, di dalam ayat pertama
Surah Al-Fâtihah, “bismillâhirrahmânirrahîm” terdapat kaidah-kaidah nahwu: jârr wa
majrûr, idhafah, dan na„at-man„ut/shifah-maushuf. Sedangkan dalam ayat kedua
Surah Al-Fâtihah, “alhamdu lillâhi Rabbil-„âlamîn”, terdapat kaidah nahwu: mubtada
wa khabar, jârr wa majrûr, dan idhâfah.

Tujuan dan manfaat pembelajaran ilmu nahwu ialah menjaga otentisitas


bahasa Arab, khususnya Al-Quran dan hadis Nabi Saw., dari aspek-aspek
interferensi bahasa, seperti kesalahan penggunaan kaidah bahasa terstandar dan
kekeliruan tuturan yang mengakibatkan kesalahpahaman antara penutur dan petutur
serta kekacauan sistem linguistik. Para ahli nahwu mengungkapkannya sebagai
berikut.

‫ صلى‬- ‫ االحرتاز عن اخلطأ يف اللسان واالستعانة على فهم معاين كالم اهلل ورسولو‬:‫وفائدتو‬
.‫ وسلاطبة العرب بعضهم لبعض‬- ‫اهلل عليو وسلم‬
Seorang guru bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah
Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) atau yang sederajat, dituntut untuk
mengusai kaidah-kaidah tata bahasa di dalam ilmu nahwu, minimal kaidah dasar.
Sebab, dengan menguasai ilmu nahwu, seorang guru bahasa Arab telah berperan
dalam menjaga keaslian, ketepatan, dan kebenaran bahasa Al-Quran dan hadis,
serta bahasa Arab secara umum, dari aspek-aspek yang merusak bahasa, seperti
interferensi, kesalahan penggunaan tata bahasa, dan kekeliruan penuturan.

Adapun para siswa yang belajar bahasa Arab Madrasah Ibtidaiyah (MI),
Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA) atau yang sederajat tidak
perlu mempelajari ilmu nahwu secara khusus. Sebab, pembelajaran bahasa Arab di
tingkat satuan pendidikan tersebut menggunakan bahan ajar yang berorientasi pada
sistem pembelajaran terpadu, integrated system, atau all in one system (nazhariyyah
wahdah). Pada sistem ini, bahasa dipandang sebagai sesuatu yang utuh, dan saling
berhubungan, bukan sebagai bagian yang terpisah-pisah. Oleh karena itu, hanya
ada satu mata pelajaran, yaitu bahasa Arab, satu buku teks, satu evaluasi, dan satu
nilai hasil belajar.

Ilmu nahwu atau sintaksis Arab memiliki posisi yang sentral dan utama dalam
pengkajian bahasa. Sebab, dengan ilmu nahwu, kita dapat membedakan mana
perkataan, tuturan, atau struktur kalimat yang benar dan mana pula yang salah atau
keliru. Orang yang menguasai ilmu nahwu (sintaksis) akan mampu menangkap
maksud yang tepat dari sebuah perkataan atau tuturan yang tertulis dalam
rangkaian kalimat. Sebaliknya, yang tidak menguasai ilmu nahwu akan kesulitan
dalam memahami maksud dari rangkaian struktur kalimat. Dengan pemahaman
terhadap struktur kalimat tersebut, ia pun dapat memahami makna yang tersurat dari
teks (nashsh). Selanjutnya, apabila penguasaan ilmu nahwu ini ditunjang dengan
ilmu balaghah, semantik, pragmatik, dan analisis wacana, ia pun akan mampu
menemukan makna-makna yang tersirat dan tersembunyi dari teks.

Selanjutnya, penggagas ilmu nahwu secara sistematis adalah Abu al-Aswad


al-Du‟ali, seorang tabi‟in yang lahir pada masa kenabian dan wafat pada tahun 69 H
(670 M) karena wabah ganas yang menjangkit pada waktu itu. Usianya diperkirakan
85 tahun. Nama aslinya adalah Zhalim bin „Amr, lebih dikenal dengan Abu al-Aswad
al-Du‟ali. Ia pernah menjadi hakim (qadhi) di Basrah. Karena kepakarannya dalam
bahasa Arab, Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. meminta Abu al-Aswad untuk
menumuskan kaidah-kaidah ilmu nahwu. Menurut catatan Ibnu Khallikan dalam
Wafayât al-A„yân, kodifikasi ilmu bahasa Arab dimulai oleh Ali bin Abi Thalib yang
telah menyusun pembagian kalimat, bab inna wa akhawatuhâ, idhâfah, imâlah,
ta„ajjub, istifhâm, dan sebagainya. Kemudian, Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu
al-Aswad ad-Du‟ali untuk mengembangkannya sambil berkata: "“ ‫ ;انح ىذا النجو‬unhu
hâdzan nahwa!” (ikutilah yang semisal ini)". Dari perkataan Ali r.a. tersebut, tercetus
pula istilah ilmu nahwu.
Abu al-Aswad al-Du‟ali kemudian mengembangkan bahasa Arab dengan
motivasi yang besar, yaitu menjaga kemurnian dan keaslian Al-Quran serta
otentisitas bahasa Arab. Pada masa itu, seperti diwartakan oleh pakar sejarah, Islam
telah berkembang ke berbagai negara sehingga banyak orang asing („ajam) atau
non-Arab yang memeluk Islam. Mereka pada umumnya kesulitan dalam membaca
mushaf Al-Quran yang masih belum lengkap tanda bacanya serta belum jelas
perbedaan titik pada huruf-huruf yang mirip. Akibatnya, banyak di antara non-Arab
yang salah dalam berbahasa Arab. Dalam istilah Arab, gejala ini disebut dengan
“lahn” (kesalahan bertutur).

Fenomena “lahn” atau kesalahan bertutur dan membaca Al-Quran yang


merebak pada kaum muslimin non-Arab di pertengahan abad pertama Hijriah ini
telah menumbuhkan minat yang besar bagi Abu al-Aswad al-Du‟ali untuk menyusun
secara sistematis kaidah bahasa Arab. Bahkan, fenomena “lahn” juga menimpa putri
dari sang penggagas ilmu nahwu tersebut.

Dikisahkan bahwa yang membuat Abu al-Aswad al-Du‟ali semakin semangat


mengembangkan kaidah tata bahasa Arab adalah pada suatu malam ia berjalan
dengan putrinya, kemudian putrinya berkata:" “ ‫الس َم ِاء‬
َّ ‫ ; َما أَ ْجَ ُل‬mâ ajmalus samâ‟i”
(Apa yang paling indah di langit?), kemudian Abu al-Aswad Ad-Du‟aliy berkata:
‫;جنومها‬
"“ nujumuha” (bintang-bintangnya), kemudian putrinya berkata, “Saya
bermaksud mengungkapkan ketakjuban (kekaguman)”. Abu al-Aswad al-Du‟ali pun
kemudian membenarkan ucapan putrinya sambil berkata, “ucapkanlah: “ ‫َما أَ ْجَ َل‬
َ‫الس َماء‬
َّ ; “maa ajmalas sama‟a”, (betapa indahnya langit!).
Dikisahkan pula, Abu al-Aswad al-Du'ali pernah melewati seseorang yang
sedang membaca al-Qur‟an Surah at-Taubah ayat 3 dengan ucapan: (
ِ ٌ‫َن اهللَ بَِرىء‬
َّ ‫أ‬
ِ
َ ‫) ِّم َن الْ ُم ْش ِرك‬. Pada kata “rasûlihi”, sang qari tersebut meng-kasrah-kan huruf
ُ‫ني َوَر ُسولو‬
lam yang seharusnya di-dhammah sehingga berarti: “…Sesungguhnya Allah Swt.
berlepas diri dari orang-orang musyrik dan rasul-Nya...” Hal ini menyebabkan arti
dari penggalan ayat tersebut rusak dan menyesatkan. Seharusnya kalimat tersebut
ِ ِ
َ ‫َن اهللَ بَِرىء م َن الْ ُم ْش ِرك‬
ُ‫ني َوَر ُس ْولُو‬
dibaca: ( َّ ‫)أ‬, kata “rasûlihi” dibaca dengan “rasûluhu”
sehingga artinya: “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-
orang musyrik.”

Setelah mendengar bacaan tersebut, Abu al-Aswad ad-Du'ali merasa sangat


gelisah dan ketakutan. Ia sangat khawatir suatu saat keindahan dan keistimewaan
bahasa Arab menjadi rusak dan lenyap. Kemudian hal ini diadukan kepada khalifah
Ali Bin Abi Thalib, sehingga ia memerintahkan Abu al-Aswad al-Du‟ali untuk
mensistematiskan ilmu nahwu.

Dari kisah-kisah tersebut di atas, dapat dipahami bahwa struktur kalimat


yang sama apabila dibaca dengan harakat yang berbeda akan menghasilkan makna
yang berbeda. Dalam kasus putri Abu al-Aswad al-Du‟ali di atas, ia bermaksud
mengungkapkan kekaguman (ta‟ajjub), tetapi karena salah membaca harakatnya,
maka yang dimaksud adalah “pertanyaan”. Sedangkan pada kasus kedua, bacaan
Surah at-Taubah ayat 3, memiliki makna yang sangat bertolak belakang karena
perbedaan harakat “rasûluhu” dan “rasûlihi”. Di sinilah letak urgensi ilmu nahwu
dalam menjaga kebenaran maksud ungkapan bahasa Arab, khususnya menjaga
kemurnian atau orisinalitas Al-Quran. Di sinilah pentingnya kaidah tata bahasa Arab
dalam menentukan perubahan bunyi akhir kata atau fungsi kata di dalam struktur
kalimat. Kesalahan dalam penerapan tata bahasa akan mengakibatkan kesalahan
arti dan maksud kalimat.

B. Pola Kalimat Dasar Bahasa Arab

Salah satu bahasan penting dalam kaidah ilmu nahwu adalah kalâm, tuturan,
atau kalimat dasar. Secara umum, kalâm ialah tuturan yang memiliki maksud
tertentu yang disepakati oleh penutur (penulis) dan petutur (pembaca). Dalam kajian
ilmu nahwu klasik, persoalan kalâm, kalimah, kalim, dan qaul merupakan persoalan
pokok yang menjadi acuan pembahasan kaidah-kaidah nahwu. Muhammad bin
Abdullah bin Malik al-Tha‟i al-Jayyani al-Andalusi (600-672 H), penulis nazham
Alfiyyah mengantarkan persoalan nahwu dan sharf dengan bab kalam, yaitu: “al-
kalâm wa mâ yata‟allafu minhu” (Kalimat dan strukturnya).

Dalam nazham yang sangat ringkas tersebut (Alfiyyah disebut juga nazham
mukhtashar al-nahwi [ringkasan nahwu] karena isinya sangat padat), Ibnu Malik
menjelaskan persoalan sebagai berikut.

‫ف الْ َكلِ ْم‬


ٌ ‫اس ٌم َوفِ ْع ٌل ُُثَّ َح ْر‬ ِ ‫ظ م ِفي ٌد َك‬
ْ ‫اس تَق ْم * َو‬
ْ ْ ُ ٌ ‫َكالَ ُمنَا لَْف‬
‫اح ُدهُ َك لِ َمةٌ َوالْ َق ْو ُل َع ْم * َوَك ْل َمةٌ بَِها َك الٌَم قَ ْد يُ َؤْم‬
ِ‫و‬
َ
Kalam (menurut) kami (Ulama Nahwu) adalah lafazh yang memberi pengertian,
seperti “Istaqim!” (Luruslah). Isim, Fi‟il, dan Harf adalah (tiga aspek) Kalim.

Satuan dari (kalim) disebut kalimah, sedangkan qaul itu umum. “Kalimah” kadang
dimaksudkan sebagai Kalam.

Definisi kalam (kalimat dasar) menurut ulama nahwu adalah lafazh


(ucapan/tuturan) yang mengandung maksud yang jelas sehingga yang
mengucapkan dan yang mendengarnya memahaminya tanpa keraguan. Contohnya,
lafazh “istaqim” / ‫استقم‬ yang artinya: “istiqomahlah” / “luruslah”. Lafazh “istaqim”
termasuk kalam karena mengandung unsur-unsur pembentuk kalam, yaitu lafazh
(ucapan/perkataan) dan mufid (memberi makna).

Penulis Matn al-Âjurûmiyyah, Abu „Abdillah Muhammad bin Muhammad bin


Dawud al-Shinhaji (672-723 H), lebih dikenal dengan Ibnu Ajurum, mendefinisikan
kalam sebagai berikut.

‫الكالم ىو اللفظ ادلركب ادلفيد بالوضع‬


“Kalam ialah lafazh (ucapan) yang tersusun dan memiliki maksud yang jelas
serta disengaja.” Dari definisi ini, dipahami bahwa unsur pembentuk kalam ada 4
(empat), yaitu: lafzh (ucapan/kata-kata), murakkab (tersusun), mufîd (memiliki
maksud yang jelas), dan bil-wadh„i (diucapkan dengan sengaja).
Dalam kajian nahwu kontemporer, khususnya sintaksis atau qawa„id
nahwiyyah, istilah kalam mulai jarang digunakan. Para linguis modern lebih
menggunakan istilah baru, yaitu jumlah (kalimat). Namun, istilah kalam dalam kajian
bahasa Arab secara umum tetap digunakan, misalnya dalam kajian balaghah,
semantik, pragmatik, dan fiqh lughah.

Dalam bahasa Arab, struktur Kalimat Dasar (kalâm) dibagi menjadi dua,
yaitu:

1. Struktur Jumlah Fi„liyyah (Kalimat Verba).

Secara umum, struktur jumlah fi‟liyyah ialah pola kalimat yang diawali dengan
kata fi‟il (verba) sebagai pangkal kalimat lalu diikuti dengan fa‟il (subjek) atau naibul
fa‟il (pengganti subjek). Contohnya sebagai berikut.

‫ قَ َام َزيْ ٌد‬-ٔ


ِ‫ جاء نَصر اهلل‬-ٕ
ُْ َ َ
ٍ َ‫ت يَ َدا أَِِب َذل‬
‫ب‬ ْ َّ‫ تَب‬-ٖ
‫ قد أفلح ادلؤمنون‬-ٗ
‫ تبارك الذي جعل يف السماء بروجا‬-٘
2. Struktur Jumlah Ismiyyah (Kalimat Nomina)

Secara umum, struktur jumlah ismiyyah ialah pola kalimat yang diawali
dengan kata isim (nomina) sebagai mubtada yang merupakan pangkal kalimat lalu
diikuti oleh khabar (predikat) sebagai pelengkap mubtada. Contohnya sebagai
berikut.

‫ َزيْ ٌد قَ َام‬-ٔ
ِ
َ‫ص ُر اهلل َجاء‬ ْ َ‫ ن‬-ٕ
ٍ َ‫ يَ َدا أَِِب َذل‬-ٖ
‫ب تَبَّتَا‬
‫ ادلؤمنون ُم ْفلِ ُح ْون‬-ٗ
‫ الذي جعل يف السماء بروجا تبارك‬-٘

Untuk mengantarkan Anda memahami struktur kalimat dasar bahasa Arab,


ada baiknya Anda mengingat kembali klasifikasi kata dalam bahasa Arab yang
sedikit berbeda dengan bahasa lainnya. Salah satunya adalah: kata fi‟il (verba
bahasa Arab) sedikit berbeda tinjauannya dengan kata verba dalam bahasa
Indonesia dan bahasa Inggris; kata sifat diklasifikasikan ke dalam isim (nomina),
serta kata sambung dan kata hubung diklasifikasikan kepada kata harf, melengkapi
kata fi„il (verba) dan kata benda (isim/nomina). Padahal, harf sendiri dalam bahasa
lain tidak termasuk kata tetapi hanya partikel. Untuk itu, guru bahasa Arab sangat
dianjurkan untuk mendalami ilmu sharf (morfologi Arab).

Silakan Anda perhatikan peta konsep kata isim (nomina), fi„il (verba), dan
partikel (harf) dalam bahasa Arab yang sangat berkaitan dengan kaidah-kaidah
nahwu. Selain itu, perhatikan juga peta konsep Isim Dhamir / Pronomina, Isim
Isyarah / Pronomina Demonstatif, Pronomina Relatif / Isim Maushul, Zharf /
Adverbia, I‟rab Isim / Kasus Nomina, I‟rab Fi‟il / Modus Verba, Isim Adad / Numeria,
Fi‟il Muta‟addi & Lazim / Verba Transitif & Intransitif, Fi‟il Ma‟lum & Majhul / Diatesis
Aktif dan Pasif, Majrurat / Kasus Genitif, dan lain sebagainya.
PETA KONSEP NOMINA
PETA KONSEP VERBA
PETA KONSEP PARTIKEL
PETA KONSEP ISIM DHAMIR / PRONOMINA
PETA KONSEP ISIM ISYARAH / PRONOMINA DEMONSTRATIVA
PETA KONSEP ISM AL-MAUSHUL / PRONOMINA RELATIF
PETA KONSEP ZHARF (ZHURÛF) / ADVERBIA
PETA KONSEP ISIM ADAD / NUMERIA
PETA KONSEP KLASIFIKASI VERBA / TAQSÎMÂT AL-FI’IL

PETA KONSEP ASPEKTUAL VERBA / ZAMAN & SHIGAH FI‘IL


PETA KONSEP VERBA TRANSITIF & INTRANSITIF

PETA KONSEP DIATESIS AKTIF & PASIF (MA‟LUM & MAJHUL)


PETA KONSEP VERBA BERATURAN & TAKBERATURAN

PETA MODUS VERBA / I‟RAB FI‟IL


PETA KASUS NOMINA / I‟RAB ISIM

PETA KASUS GENITIF / MAJRURAT


Rangkuman

Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Definisi,
Objek Kajian, dan Urgensi Ilmu Nahwu, serta Pola Kalimat Dasar. Agar Anda dapat
lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan Belajar 1, buatlah peta konsep
dari ilmu nahwu dan objek kajiannya.

Tes Formatif 1
Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat.

(soal tes formatif dalam tahap penyempurnaan)

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.

Kegiatan Belajar 2: JUMLAH ISMIYYAH (MUBTADA + KHABAR)

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Menemukenali Jumlah Ismiyyah atau pola kalimat nomina dengan tepat
berdasarkan ciri-cirinya.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Mengidentifikasi Jumlah Ismiyyah / kalimat nomina yang terdiri atas Mubtada
+ Khabar dengan tepat
2. Mengidentifikasi jumlah ismiyyah / kalimat nomina yang khabarnya berupa jar
majrur dan zharf mazhruf

Pokok-pokok Materi

Jumlah Ismiyyah
1. Mubtadanya Isim dan Khabarnya Isim (nomina)
2. Mubtadanya Isim dan Khabarnya Jarr Majrur atau Zharf Mazhruf
3. Khabar didahulukan atas Mubtada‟
Uraian Materi

A. Jumlah Ismiyyah / Kalimat Nomina

Jumlah Ismiyyah adalah kalimat yang diawali dengan kata isim (nomina).
Jumlah ismiyyah terdiri dari 2 bagian, yaitu "Mubtada" ( ‫ ) ُمْبتَ َدأ‬sebagai pangkal
kalimayt dan "Khabar" ( ‫ ) َخ َب‬sebagai pelengkap kalimat.
Mubtada adalah subjek sebuah kalimat, bisa berupa kata benda atau bisa
berupa kata ganti (dhamir). Mubtada harus Marfu' ( ٌ‫) َم ْرفُ ْوع‬, artinya harokat
terakhirnya harus dhommah atau dhommatain atau sesuai dengan tanda pada i‟rab
isim atau kasus nomina (perhatikan peta konsep tentang i‟rab isim / kasus nomina).
Khabar adalah predikat sebuah kalimat yang berfungsi melengkapi makna
mubtada atau memberikan informasi / berita mengenai mubtada.
Contoh:
‫يب‬
- Al Masjidu Qoriibun (Masjid itu dekat) -
ٌ ‫ادلسجد قر‬
ُ
Al Masjidu (‫ادلسجد‬
ُ ) Mubtada, Qoriibun (‫ )قريب‬Khabar.
ٌ
- Ana mudarissun (Saya seorang guru) - ‫انا مدرس‬
ٌ
Ana (‫ )انا‬Mubtada, Mudarrisun (‫ )مدرس‬Khabar.
ٌ
- Hadza Qolamun (Ini adalah pena) - ‫ىذا قلم‬
ٌ
Hadza (‫ )ىذا‬Mubtada, Qolamun (‫ )قلم‬Khabar.
ٌ
Dengan demikian, jumlah ismiyyah ialah pola kalimat yang diawali dengan
kata isim (nomina) sebagai mubtada yang merupakan pangkal kalimat lalu diikuti
oleh khabar (predikat) sebagai pelengkap mubtada. Perhatikan contoh berikut:
.‫ اهلل الصمد‬،‫ اهلل أحد‬-ٔ
‫ زلمد رسول اهلل‬-ٕ
.‫ القائم زيد‬،‫ زيد قائم‬-ٖ
.‫ احلمد اهلل رب العادلني‬-ٗ
Untuk mengenal lebih jelas tentang jumlah ismiyyah, akan dijelaskan
pengertian mubtada dan khabar serta kaidah-kaidah yang terkait dengannya.
a. Pengertian Mubtada
‫الع َو ِام ِل اللَّ ْف ِظيَّ ِة‬
(
َ ‫العا ِرى َع ِن‬
َ ُ‫)ادلُْبتَ َدأُ ُى َو ا ِإل ْس ُم ادلَْرفُ ْوع‬
"Mubtada ialah isim yang dirofakan yang kosong dari amil-amil bangsa lafadz".

Yang dimaksud dengan “kosong dari amil-amil bangsa lafadz” adalah:


Bahwa yang merofa'kan mubtada itu bukan amil lafadz, seperti halnya kalau fa'il dan
naib fa'il dirofakannya oleh amil lafadz yaitu: fi'il mabni fa'il atau fi'il mabni majhul.
Nah.. kalau mubtada dirofakannya oleh amil ma'nawi yakni oleh ibtida atau
permulaan kalimat saja.
Ada lagi yang mendefinisikan mubtada sebagai berikut:
‫اِ ْس ٌم َم ْرفُ ْوعٌ َواقِ ٌع ِِف اََّوِل اْلُ ْملَ ِة‬
“Mubtada adalah isim yang dirofakan yang terletak di permulaan jumlah”.

2. Khabar
‫)اخلَبَ ُر ُى َو ا ِإل ْس ُم ادل ْرفُ ْوعُ ادل ْسنَ ُد اِلَْي ِو‬
(
“Khobar ialah isim yang dirofa'kan yag disandarkan kepada mubtada”.
ُ َ
Ada juga yang mendefinisikan sebagai berikut:
ِ‫اِ ِِسم مرفُوع ُُيِب عن حالَِة ادلبتدأ‬
َ َْ َ ْ َ ُ ْ ٌ ْ ْ َ ٌ ْ
ُ
“Khobar ialah isim yang dirofa'kan yang memberitakan keadaan mubtada atau yang
terletak setelah mubtada”.
) ‫الزيْ ُد ْو َن قَائِ ُم ْو َن‬ ِ ‫الزي َد ِان قَائِم‬
َّ ‫ان َو‬ َّ ‫و‬ ‫م‬ ِ‫ك زي ٌد قَائ‬ ِ‫( َحنو قَول‬
َ ْ َ ٌ ْ َ َ ُْ
Contoh:
‫اب ُم ِهم‬ ِ
ُ َ‫الكت‬
“Kitab itu penting”
‫العِْل ُم نَافِ ٌع‬
“Ilmu itu bermanfa'at”
‫اب‬ ِ ِ
Kata "
ُ َ‫ "الكت‬dan "‫ " الع ْل ُم‬adalah mubtada karena isim yang dirofa'kan yang terletak
pada formula'an jumlah. Mubtada dirofa'kan dengan ibtida (karena jadi formula'an).
Sedangkan kata " ‫ُم ِهم‬ " dan kata" ‫نَافِ ٌع‬ " adalah khobar, karena isim yang dirofa'kan
yang memberitakan keada'an mubtada atau terletaknya setelah mubtada. Contoh
yang lain:
‫اج ٌح‬ ِ ‫ الولَ ُد الَّ ِذى اِ ْشتَ رَك ِِف ا ِإلمتِح‬-
ِ َ‫ان ن‬ ‫س َس ْه ٌل‬
َ َ َ ُ ‫الد َّْر‬-
ٌ‫ادل ْد َر َسةُ َكبِْي َرة‬-
3. Persesuaian antara mubtada dan khobar
َ

Antara mubtada dan khobar harus sesuai di dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Di dalam mufrodnya
b. Di dalam tasniyahnya
c. Di dalam jama'nya
d. Di dalam muannats dan mudzakarnya

Mubtada juga harus terdiri dari isim ma'rifat.

- Contoh Mubtada yang terdiri dari mufrod mudzakar, tasniyah, jama mudzakar.
‫ ُزلَ َّم ُد ْو َن َعالِ ُم ْو َن‬- ِ ‫دان عالِم‬
‫ان‬ ِ ِ
َ َ ‫ ُزلَ َّم‬- ٌ‫ُزلَ َّم ٌد َعال‬
- Contoh mubtada khobar yang terdiri dari mufrod muannats, tasniyah dan jama.
‫ات‬ ِ ِ ِ َ‫ان عالِمت‬
ِ ِ ٌ‫اط َمةٌ َعالِ َمة‬
ِ َ‫ف‬
ٌ ‫ات َعال َم‬
ٌ ‫ فَاط َم‬- ‫ان‬ َ َ َ‫ فَاط َمت‬-
- Contoh yang terdiri dari jama yang tidak berakal.
ٌ‫س َكبِْي َرة‬ ِ
ُ ‫ ادلََدار‬- ٌ‫ب ُم ِه َّمة‬
ُ ُ‫ال ُكت‬
ٌ ‫س َكبِْي َر‬
‫ات‬ ِ
ُ ‫ ادلََدار‬- ٌ ‫ب ُم ِه َّم‬
‫ات‬ ُ ُ‫ال ُكت‬
- Contoh jama' taksir yang berakal.
‫ات‬ ِ ‫ال قَائِ ُم ْو َن‬
ٌ ‫ِّساءُ قَائ َم‬
َ ‫ الن‬- ُ ‫الر َج‬
ِّ
Kalau mubtada terdiri dari jama' yang tidak berakal, maka boleh khobarnya terdiri
dari mufrodah muannatsah atau jama muannats. Sebagaimana pada contoh no 3

Pembagian Mubtada
‫ض َم ُر اِثْنَا َع َشَر‪َ :‬وِى َي اَنَا َوَْحن ُن‬ ‫ضمر‪ .‬فَالظَّ ِ‬
‫اى ُر َما تَ َق َد َم ِذ ْك ُرهُ‪َ .‬وادل ْ‬ ‫ٌ‬ ‫َ‬ ‫اىٌر َوُم ْ‬ ‫ان‪ :‬ظَ ِ‬ ‫(وادلبتَ َداُ قِسم ِ‬
‫َ ُْ ِْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك اَنَا قَائ ٌم َْحن ُن قَائ ُم ْو َن َوَما‬ ‫ِ‬ ‫ُ‬ ‫ِ‬
‫‪.‬حن ُو قَ ْول َ‬
‫ُت َوُى َو َوى َي َو ُُهَا َوُى ْم َوُى َّن َْ‬
‫ت َواَنْت َواَنْتُ َما َواَنْتُ ْم َواَنْ ُ َّ‬‫َواَنْ َ‬
‫ك)‬ ‫ِ‬
‫اَ ْشبَوَ ذَل َ‬
‫‪Mubtada itu terrbagi kepada dua bagian, yaitu:‬‬
‫‪1. Mubtada dhohir seperti pada contoh di atas.‬‬

‫‪2. Mubtada dlomir (mubtada yang dibuat dari isim dlomir atau isim dlomir munfashil‬‬
‫‪marfu').‬‬
‫‪Contoh Mubtada isim dhamir:‬‬
‫‪ -‬اَنتُما قَائِمتَ ِ‬
‫ان‬ ‫ات‬ ‫ِ‬
‫‪ُ -‬ى َّن قَائ َم ٌ‬ ‫ُى َو قَائِ ٌم‬
‫َ ِ َ‬
‫ات‬‫ُت قَائ َم ٌ‬ ‫‪ -‬اَنْ ُ َّ‬ ‫ت قَائِ ٌم‬‫‪ -‬اَنْ َ‬
‫ُُها قَائِم ِ‬
‫ان‬ ‫َ َِ‬
‫‪ -‬اَنَا قَائِ ٌم‬ ‫‪ -‬اَنْتُما قَائِم ِ‬
‫ان‬ ‫َ َ‬ ‫ُى ْم قَائ ُم ْو َن‬
‫‪َْ -‬حن ُن قَائِ ُم ْو َن‬ ‫‪ -‬اَنْتُ ْم قَائِ ُم ْو َن‬ ‫ِى َي قَائِ ِمةٌ‬
‫ت قَائِ َمةٌ‬ ‫‪ -‬اَنْ ِ‬ ‫ُُها قَائِمتَ ِ‬
‫ان‬ ‫َ َ‬
‫‪Pembagian Khobar‬‬
‫ك َزيْ ٌد قَائِ ٌم‪َ .‬و َغْي ُر ادل ْفَرِد اَْربَ َعةُ اَ ْشيَاءَ‪ :‬اْلَ ُار‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫( واخلَب ر قِسم ِ‬
‫ان ُم ْفَرٌد َو َغْي ُر ُم ْفَرد فَادل ْفَرُد َْحن ُو قَ ْول َ‬ ‫َُ ْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬‫ِ‬ ‫ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك َزيْ ٌد ِف الدَّار َوَزيْ ٌد عْن َد َك َوَزيْ ٌد‬ ‫ف َوالف ْع ُل َم َع فَاعلو َوادلْبتَ َدأُ َم َع َخ َبه َْحن ُو قَ ْول َ‬ ‫َوادل ْج ُرْوُر َوالظَّْر ُ‬
‫ُ‬ ‫قَ َامَ اَبُ ْوهُ َوَزيْ ٌد َجا ِريَتُوُ ذَ ِاىبَةٌ )‪.‬‬

‫‪Khobar terbagi kepada dua bagian:‬‬


‫‪1). Khobar Mufrod.‬‬
‫‪Khobar mufrod adalah:‬‬
‫س جُْلَةً اَْو َشبِْي ًها بِاْلُ ْملَ ِة‬
‫َمالَْي َ‬
‫‪"Khobar yang terdiri dari bukan jumlah atau serupa jumlah.‬‬
‫‪Contoh:‬‬
‫الزيْ ُد ْو َن قَائِ ُم ْو َن‬
‫‪ -‬الزي َد ِان قَائِم ِ‬
‫ان‬ ‫َ‬‫‪َ -‬‬ ‫َْ‬ ‫َزيْ ٌد قَائِ ٌم‬
‫‪ -‬ادلس ِ‬
‫اج ُد َكبِْي َرةٌ‬
‫ِ‬
‫‪ -‬ادل ْد َر َسةُ َكبْي َرةٌ‬ ‫ادل ْس ِج ُد َكبِْي ٌر‬
‫ََ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫) ‪2). Khobar jumlah ( khobar ghoir mufrod‬‬
Khobar jumlah adalah:
‫َما َكا َن جُْلَةً اَْو َشبِْي ًها بِاْلُملَ ِة‬
" Khobar yang terdiri dari jumlah atau serupa jumlah.

Yang dimaksud dengan jumlah ada dua macam:


a. Jumlah Ismiah, yaitu jumlah yang terdiri dari mubtada dan khobar
b. Jumlah Fi'liyah, yaitu jumlah yang terdiri dari fi'il dan fa'il.

Yang dimaksud dengan serupa jumlah ada dua macam:


a. yang terdiri dari jar majrur
b. yang terdiri dari dhorof ( baik dhorof makan atau dhorof zaman ).
- Contoh khobar ghoer mufrod yang terdiri dari jumlah ismiyyah atau terdiri dari
mubtada khobar.
َِ ‫ان حبِيبتُهما‬
‫جْي ٌل‬ ِ َِ ‫ خالِ ٌد حبِيبتُو‬-
َ ُ َِْ َ َ‫ ادلَْرئَت‬- ٌ‫جْي لَة‬ ُ َْ َ َ
ٌ‫ال َحبِْيبَتُ ُه ْم َجْي لَة‬
ُ ‫ ال ِر َج‬- ‫ َعائِ َشةُ َحبِْيبُ َها َجْي ٌل‬-
ِ
ٌ‫ اهللُ َر ْْحَتُوُ َو ِاس َعة‬-
َِ ‫ النِّساء حبِيب ه َّن‬-
‫جْي ٌل‬ َِ ‫الرجالَ ِن حبِيبتُهما‬
ٌ‫جْي لَة‬
ُ ُْ َ ُ َ َ ُ َْ َ ُ َّ -
- Contoh khobar ghoir mufrod yang terdiri dari jumlah fi'liyyah atau terdiri dari fi'il fa'il.
‫وىم‬ ُ ُ‫الزيْ ُد ْو َن قَ َام اَب‬
َّ - ‫الزيْ َد ِان قَ َام اَبُ ْو ُُهَا‬
َّ - ُ‫َزيْ ٌد قَ َام اَبُ ْوه‬
‫وى َّن‬ ِ ََ‫ ادلرَي‬-
ُ ُ‫ات قَ َام اَب‬ُ ََ‫ ادلَْرَي‬- ‫ان قَ َام اَبُ ْو ُُهَا‬ َْ ‫َم ْرََيُ قَ َام أَبُ ْوَىا‬
Contoh khobar jumlah yang terdiri dari syibhul jumlah:
- dari jar majrur
‫اب ِِف اخلَِزانَِة‬ ِ
ُ َ‫ الثي‬-
ِ
ْ ‫ التَّالَمْي ُد ِِف ال َف‬-
‫ص ِل‬ ‫اك ِِف ادل ِاء‬ ُ ‫الس َم‬
َّ
- dari dhorof
َ
ِ َ‫ت ادلكْت‬
‫ب‬ ‫ ال َقلَْنسوةُ ََْت‬- ‫ ُزلَ َّم ٌد ِعْن َد َك‬- ‫ُستَاذُ اََم َام ادل ْد َر َس ِة‬
ْ ‫األ‬
َ َ َُ َ
Di dalam Khobar ghoir mufrod atau khobar jumlah, harus terdapat dhamir
yang kembali kepada mubtada, dan dhamir tersebut harus sesuai dengan mubtada
itu. Ketentuan ini berlaku apabila khobar ghoir mufrodnya terdiri dari jumlah ismiyah
atau fi'liyah. Dhamir tersebut baik mustatir (tidak tampak), atau bariz (tampak).
Sedangkan di dalam khobar ghoir mufrod yang terdiri dari serupa jumlah (syibhul
jumlah) tidak perlu ada dhamir yang kembali kepada mubtada atau tidak perlu
sesuai, seperti khobar yang terdiri dari isim jamid (yang terdiri dari mashdar).
ِ َ‫طَل‬
Contohnya: َ ْ‫ب الع ْل ِم فَ ِري‬
ٌ‫ضة‬ ُ
Pengembangan Jumlah Ismiyyah

Jumlah Ismiyyah yang terdiri dari mubtada‟ sebagai pokok kalimat umumnya berupa
kata benda (isim) sebagai mubtada dan khabar. Namun, ada juga jumlah ismiyyah
yang berupa syibh al-jumlah, yakni jar majrur atau zarf mazhruf sebagai penjelas
mubtada‟.

Perhatikan contoh-contoh Jumlah Ismiyyah dan penjelasannya di bawah ini.

1- ‫حسان مدرس ؛ ىو عال‬

2- ‫حسان يدرس اللغة العربية‬

3- ‫حسان يف البيت ؛ ىو أمام التلفزيون‬


Pada contoh nomor 1, struktur jumlah ismiyyah diawali oleh mubtada berupa isim
ma‟rifat, sedangkan pelengkapnya adalah khabar berupa isim nakirah.

Pada contoh nomor 2, struktur jumlah ismiyyah diawali oleh mubtada berupa isim
ma‟rifat, sedangkan pelengkapnya adalah khabar berupa fi‟il mudhari atau jumlah
fi„liyyah.

Pada contoh nomor 3, struktur jumlah ismiyyah diawali oleh mubtada berupa isim
ma‟rifat, sedangkan pelengkapnya adalah jar-majrur dan zharf-mazhruf.

Selanjutnya, struktur Jumlah Ismiyyah tidak selalu diawali oleh mubtada‟, bahkan
jika mubtada‟ tidak berupa isim ma‟rifat maka jumlah tersebut pada umumnya
diawali oleh khabar, yaitu jika mubtada‟nya berupa isim nakirah dan khabarnya
berupa jar-majrur atau zarf-mazhruf. Misalnya :

1- ‫يف ادلسجد مسلمون ؛ على ادلنب خطيب‬


Di dalam masjid ada orang-orang Islam; di atas mimbar ada seorang khatib

2- ‫يف البيت ضيوف ؛ يف الغرفة أوالد‬


Di rumah ada tamu-tamu; Di dalam kamar ada anak-anak

3- ‫ وراء ادلسجد مزرعة‬: ‫أمام مكتب البيد شارع‬


Di depan kantor pos ada jalan; Di belakang masjid ada sawah

4- ‫ َتت الشجرة غنم‬: ‫فوق ادلكتب مصباح‬


Di atas meja ada sebuah lampu; Di bawah pohon ada seekor kambing

Jika mubtada„ yang nakirah di atas diubah menjadi ma‟rifah, maka


strukturnya bisa dikembalikan ke struktur semula yakni mubtada‟ – khabar, tetapi
boleh juga masih tetap khabar-mubtada‟. Jadi boleh : ‫ ادلسلمون يف ادلسجد‬atau ‫يف‬
‫ادلسجد ادلسلمون‬. Perbedaan kalimat yang terakhir ini dengan kalimat ‫يف ادلسجدد‬
‫مسلمون‬adalah perbedaan antara makna isim ma‟rifah dan isim nakirah, yakni
pengertian yang sudah tertentu dan yang belum tertentu.
Adapun perbedaan antara kalimat ‫ ادلسلمون يف ادلسجد‬dengan kalimat ‫يف‬
‫ ادلسجد ادلسلمون‬adalah pada gagasan yang ingin ditekankan. Yang pertama lebih
menekankan sebuah gagasan yang berupa “orang-orang Islam”, yang kedua lebih
menekankan gagasan yang berupa “di dalam masjid”.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa struktur jumlah ismiyyah


memiliki pola sebagai berikut.

1. Mubtada (isim makrifat) + khabar (isim nakirah), contohnya "‫"اهلل أحد‬


2. Mubtada (isim makrifat) + khabar (isim makrifat), contohnya "‫"اهلل الصمد‬, ‫"القائم‬
"‫زيد‬
3. Mubtada (mashdar mu‟awwal) + khabar (isim nakirah), contohnya: ‫وأن تصوموا خري‬
‫لكم‬.
4. Khabar (jarr-majrur) + mubtada (isim nakirah), contohnya ‫يف ادلسجد مسلمون‬
5. Khabar (zharf-mazhruf) + mubtada (isim nakirah), contohnya ‫فوق ادلكتب مصباح‬
6. Khabar (jarr-majrur) + mubtada (isim makrifat), contohnya ‫يف ادلسجد ادلسلمون‬
7. Khabar (zharf-mazhruf) + mubtada (isim makrifat), contohnya ‫فوق ادلكتب ادلصباح‬

Tugas
1.
Untuk memperdalam pengetahuan Anda tentang pola kalimat nomina / jumlah
ismiyyah, silakan pelajari kembali …………. :

2.
Bacalah Juz 30 Al-Quran (Surah An-Naba‟ sampai dengan Surah An-Nâs, lalu
temukan pola-pola jumlah ismiyyah sebagaimana yang Anda ketahui, dan buatlah
dalam bentuk tabel.

Tes Formatif 3

Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat.

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 3.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang

Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 3, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.

KEGIATAN BELAJAR 2: JUMLAH FI‟LIYYAH (FI‟IL + FA‟IL)

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mampu mengidentifikasi jumlah fi‟liyyah (fi‟il + fa‟il) atau kalimat verba
dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi pola dasar jumlah fi‟liyyah (fi‟il + fa‟il) atau kalimat verba
dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.
Pokok-pokok Materi

A. Jumlah Fi‟liyyah (F‟il + Fa‟il)

B. Pola-Pola Jumlah Fi‟liyyah

Uraian Materi

A. Pengertian Jumlah Fi’liyyah (Kalimat Verba)

Dalam bahasa Arab, kata “jumlah” ( ‫)جلة‬ berarti kalimat. Jumlah fi‟liyyah
berarti kalimat fi‟liyyah. Maksudnya, kalimat yang unsur pokoknya adalah fi‟il. Dalam
bahasa Indonesia dan Inggris, istilah yang sepadan dengan jumlah fi‟liyah adalah
kalimat verba, tetapi struktur kalimat verba bahasa Arab berbeda dengan struktur
kedua bahasa tersebut. Secara umum, struktur jumlah fi‟liyyah (kalimat verba) dalam
bahasa Arab menempatkan kata fi‟il (verba) di awal kalimat, sedangkan di dalam
bahasa Indonesia atau Inggris, umumnya kata verba tersebut berada setelah subjek
atau bukan di awal kalimat.

Unsur pokok pembentuk jumlah fi‟liyyah ada dua, yaitu: fi‟il (verba/predikat)
dan fa‟il (pelaku/subjek) atau fi‟il (verba) dan naibul fa‟il (pengganti subjek). Adapun
maf‟ul bih (objek) hanya menjadi pelengkap kalimat apabila kata fi‟il-nya
membutuhkan objek (maf‟ul bih). Karena posisinya sebagai unsur pokok pembentuk
jumlah fi‟liyyah, kata fi‟il berada di awal kalimat. Fi‟il sendiri artinya kejadian atau
peristiwa (al-hadats), sehingga jumlah fi‟liyyah menggambarkan adanya suatu
kejadian atau peristiwa. Dalam istilah nahwu, unsur pokok pembentuk jumlah
disebut dengan „umdah al-jumlah atau „umdah al-kalâm, sedangkan unsur
pelengkapnya disebut fudhlah al-jumlah atau fudhlah al-kalâm.
Tentang definisi jumlah fi‟liyyah, para ahli nahwu/sintaksis Arab mentakrifkan
sebagai berikut.

.‫اْلملة الفعلية ىي اليت تبدأ بفعل وتكون مركبة من فعل وفاعل أو من فعل ونائب فاعل‬
Jumlah fi‟liyyah adalah kalimat yang dimulai (diawali) dengan fi‟il (verba) dan
tersusun dari fi‟il (verba/predikat) dan fa‟il (subjek) atau fi‟il (verba/predikat) dan nâ‟ib
al-fâ‟il (pengganti subjek).

Dari definisi tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah fi‟liyyah atau kalimat
verba memiliki dua pola dasar, yaitu:

1. Fi„il (verba/predikat) + Fâ„il (subjek)

2. Fi„il (verba/predikat) + Na‟ib al-Fa„il (pengganti subjek)

Akan tetapi, patut dipahami pula bahwa dua pola kalimat di atas bisa
bertambah atau berkembang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh fi„il dan fâ‟il atau
nâ‟ib al-fa‟il. Secara umum, ada beberapa pola struktur jumlah fi‟liyyah sebagai
berikut.

1. Fi„il (verba/predikat) + Fâ„il (subjek), apabila bentuk fi‟il-nya aktif dan tidak butuh
objek;

2. Fi„il (verba/predikat) + Na‟ib al-Fa„il (pengganti subjek), apabila fi‟il-nya pasif dan
fâ‟il-nya tidak diketahui (majhul);

3. Fi„il (verba/predikat) + Fâ„il (subjek) + Maf„ûl bih (Objek), apabila fi‟il-nya butuh
keterangan objek;

4. Fi„il (verba/predikat) + Fâ„il (subjek) + Harf Jarr + Isim Majrur (Jarr-Majrûr),


apabila fi‟il-nya butuh harf jarr atau keterangan tertentu;

5. Fi„il (verba/predikat) + Fâ„il (subjek) + Harf Zharf + Isim Mazhrûf, apabila fi‟il-nya
butuh harf zharf atau keterangan tertentu;
6. Fi„il (verba/predikat) + Fâ„il (subjek) + Hâl (kondisi subjek), apabila fâ‟il-nya
butuh keterangan kondisional);

7. Fi„il (verba/predikat) + Fâ„il (subjek) + Maf‟ûl bih berupa Adad + Ma‟dud


(bilangan);

Untuk mendalami pola struktur jumlah fi„liyyah tersebut, berikut ini akan
dijelaskan tentang kaidah-kaidah yang berhubungan dengan fi‟il (verba), fâ‟il (subjek
dari verba), nâ‟ib al-fâ„il (pengganti subjek karena verbanya bentuk pasif), maf‟ûl bih
(objek dari verba transitif).

1. Fi‟il, Klasifikasinya, dan Ciri-cirinya

Dalam bahasa Arab, fi„il ( ‫)فِ ْعل‬ memiliki arti perbuatan, pekerjaan, atau
kejadian. Sesuai dengan arti yang dikandungnya, kata fi„il (verba) menunjukkan
sebuat peristiwa atau perbuatan. Secara aksiomatis, sebuah perbuatan atau
peristiwa pasti membutuhkan pelengkapnya, seperti pelaku, objek, waktu/masa,
situasi, dan sebagainya. Sebagian ada yang inhern (terkandung) di dalam kata fi„il
(verba) tersebut, sebagian lagi ada yang berupa kata lain yang menyertainya.
Karena itu, dalam struktur kalimat bahasa Arab, kata fi„il (verba) tidak pernah hadir
dalam ruang kosong. Artinya, apabila ada kata fi„il (verba), maka ada fâ„il-nya
(subjek dari verba) atau nâ‟ib al-fâ„il (pengganti verba). Karena tuntutan
eksistensinya tersebut, kata fi„il (verba) pun menerima konsep masa atau kala yang
inhern atau menyertainya.

Berdasarkan kala/masa yang menyertai peristiwa atau perbuatan tersebut,


kata fi‟il dibagi menjadi tiga bentuk (shîghah) sesuai dengan konsep masa lampau,
kini, dan akan datang. Karena itu, dalam bahasa Arab, dikenal 3 (tiga) bentuk kata
fi‟il, yaitu fi‟il madhi (menunjuk kala lampau), fi‟il mudhari‟ (menunjuk kala kini dan
akan datang), dan fi‟il amr (menunjuk kala akan datang).
Penulis Matn al-Âjurûmiyyah, Muhammad bin Dawud al-Shinhaji (672-723
H), mentakrifkan kata fi‟il dan klasifikasinya sebagai berikut:

‫الفعل ىو كلمة دلت على معىن يف نفسها واقرتنت بزمن وضعاً؛ فنن دلت تلك الكلمة على‬
‫ وإن دلت على زمن حيتمل احلال واالستقبال فهي‬،‫ قام‬:‫زمن ماض فهي الفعل ادلاضي حنو‬
. ‫ وإن دلت على طلب شىء يف ادلستقبل فهي فعل األمر حنو قُ ْم‬،‫ يقوم‬:‫الفعل ادلضارع حنو‬
“Fi„il ialah kalimah (kata) yang memiliki arti sendiri dan situasinya disertai dengan
kala/waktu. Apabila menunjukkan kala yang telah lalu, ia disebut dengan fi‘il mâdhi
( ‫)فعل ماض‬, seperti kata: ‫;ق ام‬ apabila menunjukkan kala sekarang/kini atau akan
datang/nanti, ia disebut dengan fi‘il mudhâri„ ( ‫)فعل مضارع‬, seperti kata: ‫يق وم‬, dan
apabila menunjukkan permintaan sesuatu pada kala yang akan datang, ia disebut
fi‘il amr (‫)فعل األمر‬, seperti kata: ‫قُ ْم‬.”
Dari penjelasan di atas, diketahui bahwa kalimah fi„il ialah kata yang memiliki
arti sendiri (tidak bergantung dengan kata lain), tidak seperti kata harf (partikel) yang
memiliki arti jika bersambung dengan kata isim atau kata fi‟il. Selanjutnya, secara
umum, arti yang ditunjukkan kalimah fi„il ialah perbuatan atau kejadian. Hal ini sesuai
dengan arti dari kata ‫( فِ ْع ٌل‬fi„l[un]), yaitu perbuatan, pekerjaan, atau kejadian. Apabila
ditinjau dari kala/waktu yang menyertai situasinya, kata fi„il dibagi menjadi tiga jenis,
yaitu: fi„il mâdhi ( ‫)فعل ماض‬, ‫)فعل مضارع‬,
fi„il mudhâri„ ( dan fi„il amr (‫)فعل األمر‬,
seperti: ‫ ق م‬- ‫قَام – ي ُقوم‬.
ُْ ُْ َ َ
Takrif lain yang lebih sederhana menyebutkan:

ِ ‫وَييء‬
.‫وج ْئ‬ ٍ ِ
ُ َ َ‫معىن ِف نَ ْفسو ُمقرتن بزمان كجاء‬
ً ‫دل على‬
ّ ‫ما‬
“Fi„il ialah kata yang menunjukkan arti pada dirinya yang disertai dengan kala/waktu,
seperta kata: ‫ ِج ْئ‬،ُ‫ ََِي ْيء‬،َ‫ َجاء‬.”
Adapun ciri-ciri kata fi„il ialah sebagai berikut.
‫"ضمري‬ ‫ِ‬
‫التأنيث الساكنة‪ ،‬أو‬
‫َ‬ ‫"سوف"‪ ،‬أو "تاءَ‬
‫"السني" أو ْ‬
‫َ‬ ‫يقبل "قَ ْد" أو‬
‫ِ‬ ‫َ‬ ‫وعالمتو أن‬
‫قامت‪،‬‬
‫نذىب‪ْ ،‬‬ ‫ُ‬ ‫ستذىب‪ ،‬سوف‬
‫ُ‬ ‫يقوم‪،‬‬
‫قام‪ ،‬ق ْد ُ‬
‫الفاعل"‪ ،‬أو "نون التوكيد"‪ .‬ومثالُو‪ :‬قد َ‬
‫اكتَب‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َب‪ْ َ ،‬‬‫يكتَب‪ ،‬اكتُ ّ‬
‫يكتَب‪ ،‬ل َ ّ‬
‫قمت‪ ،‬قمت‪ّ َ ،‬‬‫َ‬
‫ت ‪ (di awal),‬سوف ‪,‬س ‪,‬قَ ْد ‪“Ciri-ciri fi„il ialah dapat menerima‬‬ ‫‪ْ (di akhir), dhamîr al-fâ„il‬‬
‫َ‬
‫ن ‪(kata ganti pelaku), atau‬‬ ‫قد ‪,‬قد قام ‪ْ (nûn taukîd) di akhir kata. Contohnya ialah:‬ن‪َّ /‬‬
‫‪.‬اكتبنَ ‪,‬اكتبنَ ‪,‬ليكتبنَ ‪,‬يكتبنَ ‪,‬قمتَ ‪,‬قمتَ ‪,‬قامت ‪,‬سوف نذىب ‪,‬س تذىب ‪,‬يقوم‬
‫‪Secara lebih spesifik, bentuk-bentuk kata fi‟il madhi, fi‟il mudhari‟, fi‟il amr,‬‬
‫‪dan fi‟il nahi ialah sebagai berikut.‬‬

‫( ‪1. Fi„il Mâdhi‬‬ ‫)الفعل ادلاضي‬


‫‪Fi„il mâdhi ialah bentuk kata (shîghah) yang menunjukkan arti perbuatan‬‬
‫‪yang telah terjadi pada kala lampau. Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬

‫الفعل َالماضي‪ :‬صيغة فعل تدل على وقوع عمل يف الزمن ادلاضي‪ ،‬مثل‪َ :‬‬
‫نصر‪،‬‬
‫شجع‪ ،‬وثِق‪ ،‬وِرث‪.‬‬ ‫طلَب‪ ،‬ضرب‪ ،‬جلَس‪ ،‬فتَح‪ ،‬ذىب‪ ،‬علِم‪ِ ،‬‬
‫حسن‪ُ ،‬‬‫ُ‬ ‫م‪،‬‬‫رح‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫‪Contoh fi„il mâdhi dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫المثالَفيَالجملة َ‬ ‫الفعلَالماضي َ‬
‫اط ِن الشِّدَّةِ‬
‫نصرَ اهلل الْم ْؤِمنِني ِيف مو ِ‬ ‫نصر‬
‫ُ ُ َْ ْ ََ‬ ‫َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫ِ‬
‫طلبَ اهللُ م ْن َمالَئ َكتو أَ ْن يَ ْس ُج ُد ْوا ِل َد َم فَ َس َج ُد ْوا لَوُ‬ ‫طلَب‬
‫ضربَ اللَّوُ َمثَ ًال َكلِ َمةً طَيِّبَةً َك َش َجَرٍة طَيِّبَ ٍة‪...‬‬ ‫ضرب‬
‫َ‬
‫َص َحابِِو‬ ‫ِ‬
‫جلسَ َر ُس ْو ُل اهلل ‪َ ‬م َع أ ْ‬ ‫جلَس‬
‫ف تحَ َر ُس ْو ُل اهللِ ‪َ ‬م َّكةَ َسنَةَ ‪ ٛ‬ه‬ ‫فتَح‬
‫ص ُرو َن‬ ‫ذىبَ اللَّو بِنُوِرِىم وتَرَكهم ِيف ظُلُم ٍ‬
‫ات َال ي ب ِ‬ ‫ذىب‬
‫ُْ‬ ‫َ‬ ‫ْ َ َ ُْ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫علمَ اللَّوُ أَنَّ ُك ْم ُكْنتُ ْم ََتْتَانُو َن أَنْ ُف َس ُك ْم فَتَ َ‬
‫اب َعلَْي ُك ْم َو َع َفا َعْن ُك ْم‬ ‫علِم‬
‫ف قَ ْد َر نَ ْف ِس ِو‬
‫رحمَ اهللُ ْامَرءًا َعَر َ‬ ‫ِ‬
‫رحم‬

‫سنَ َع َملُوُ‬‫َّاس َم ْن طَ َال عُ ْم ُرهُ َوح ُ‬ ‫َخْي ُر الن ِ‬ ‫حسن‬


‫ُ‬
‫َم ْن ش ُجعَ فَلِنَ ْف ِس ِو َوَم ْن َع َاد فَ َعلَْي َها‬ ‫شجع‬
‫ُ‬
‫ِ‬
‫َم ْن وثقَ بِاهلل أَ ْغنَاهُ‬ ‫وثِق‬
‫َّاس عُلِّ ْمنَا َمْن ِط َق الطَِّْري َوأُوتِينَا‬
‫ود َوقَ َال يَا أَيُّ َها الن ُ‬ ‫َوورثَ ُسلَْي َما ُن َد ُاو َ‬ ‫وِرث‬
‫ٍ‬
‫ِم ْن ُك ِّل َش ْيء‪ .‬إِ َّن َى َذا َذلَُو الْ َف ْ‬
‫ض ُل الْ ُمبِ ُ‬
‫ني‬

‫( „‪2. Fi„il Mudhâri‬‬ ‫)الفعل ادلضارع‬


‫‪Fi„il mudhâri„ ialah shîghah (bentuk) fi„il yang menunjukkan arti perbuatan‬‬
‫‪yang terjadi pada kala sekarang (al-zaman al-hâdhir) atau kala nanti (al-zaman‬‬
‫‪al-mustaqbal). Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬
‫الفعلَالمضارع‪ :‬صيغة فعل تدل على حصول عمل يف الزمن احلاضر أو ادلستقبل‪،‬‬
‫يبعث‪ ،‬ي ُقوم‪.‬‬ ‫ِ ِ‬
‫حيسب‪ ،‬يقبَل‪ ،‬ي ُق ْول‪ ،‬ي ْدعُو‪َ ،‬‬
‫يقرأ‪َ ،‬‬
‫مثل‪ :‬يش ُكر‪ ،‬يَ ْس ُج ُد يغفر‪ ،‬يغلب‪َ ،‬‬
‫‪Contoh fi„il mudhâri„ dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫المثالَفيَالجملة َ‬ ‫الفعلَالمضارع َ‬
‫ومن ي ْش ُكر فَِنََّّنَا يش ُك َر لِنَ ْف ِس ِو‪ ،‬ومن َك َفر فَِن َّن اللَّو َغ ِِن َِ‬
‫ْحي ٌد‬ ‫يش ُكر‬
‫َ‬ ‫ََ ْ َ‬ ‫ُ‬ ‫ََ ْ َ ْ‬
‫السماو ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ‬
‫ض طَْو ًعا َوَك ْرًىا (الرعد‪)ٔ٘ :‬‬ ‫ات َو ْاأل َْر ِ‬ ‫َوللَّو يس ُج َُد َم ْن يف َّ َ َ‬ ‫يَ ْس ُج ُد‬
‫يم‬ ‫ي غف َر لِمن ي َشاء وي ع ِّذب من ي َشاء‪ ،‬واللَّو َغ ُف ِ‬ ‫ِ‬
‫يغفر‬
‫ور َرح ٌ‬ ‫ُ َ ْ َ ُ ََُ ُ َ ْ َ ُ َ ُ ٌ‬
‫اَ ْحل ُّق بِالَ نِظَ ٍام ي غلب َوُ الْب ِ‬
‫اط ُل بِالنِّظَ ِام‬‫ُ َ‬ ‫َ‬ ‫يغلِب‬
‫كان النيب ‪ ‬يقرأ يف صالة الفجر يوم اْلمعة (ال تنزيل) السجدة‬ ‫يقرأ‬
‫َ‬
‫ِ‬
‫َخلَ َدهُ‬ ‫ب أ َّ‬
‫َن َمالَوُ أ ْ‬ ‫َّدهُ‪ ،‬يحس َُ‬‫الَّذي َجَ َع َم ًاال َو َعد َ‬ ‫حيسب‬
‫َ‬
‫السيِّئ ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬
‫ات‬ ‫َوُى َو الَّذي ي قب َُل الت َّْوبَةَ َع ْن ِعبَاده َويَ ْع ُفو َع ِن َّ َ‬ ‫يقبَل‬
‫ث بَ ْع َد َىا‬ ‫َكا َن رسو ُل اهللِ ‪ ‬يكرَه النَّوم قَبل الْعِش ِاء و ْ ِ‬ ‫يكره‬
‫احلَديَ َ‬ ‫ُ َْ ْ َ َ َ‬ ‫َ ُْ‬ ‫َ‬
‫َوِمْن ُه ْم َم ْن ي ُقولَُ َربَّنَا آَتِنَا ِيف الدُّنْيَا َح َسنَةً (البقرة‪)ٕٓٔ :‬‬ ‫يَ ُق ْول‬
‫اْلَن َِّة َوالْ َم ْغ ِفَرةِ بِِن ْذنِِو (البقرة‪)ٕٕٔ :‬‬
‫َواللَّوُ يدعُو إِ ََل ْ‬ ‫يَ ْدعُو‬
‫ث َم ْن ِيف الْ ُقبُوِر (احلج‪)ٚ :‬‬
‫َن اللَّوَ ي ب ع َُ‬
‫َوأ َّ‬ ‫ث‬
‫يَْب َع ُ‬
‫وم ِْ‬
‫ني يَ ْوَم ي ُق َُ‬‫ربَّنَا ا ْغ ِفر ِِل ولِوالِ َد َّ ِ ِ ِ‬ ‫وم‬
‫اب (إبرىيم‪)ٗٔ :‬‬
‫احل َس ُ‬ ‫ي َول ْل ُم ْؤمن َ‬ ‫ْ ََ‬ ‫َ‬ ‫يَ ُق ُ‬
‫( ‪3. Fi„il Amr‬‬ ‫)فعل األمر‬
‫‪Fi„il amr ialah shîghah (bentuk) fi„il yang menunjukkan arti perintah atau‬‬
‫‪tuntutan untuk melakukan perbuatan. Situasinya mengandung kala nanti (al-‬‬
‫‪zaman al-mustaqbal). Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬

‫فعلَاألمر‪ :‬صيغة فعل تدل على أمر أو طلب عمل يف الزمن ادلستقبل‪ ،‬مثل‪ْ :‬‬
‫اس ُج ْد‪،‬‬
‫ابعث‪ ،‬ا ْذ َىب‪ ،‬اِ ْشَرح‪.‬‬
‫اجعل‪َ ،‬‬
‫اقرأ‪َ ،‬‬
‫ِ‬
‫ادخل‪ْ ،‬ادعُ‪ ،‬قُ ْم‪ ،‬اغفر‪َ ،‬‬
‫ُ‬
‫‪Contoh fi„il amr dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫المثالَفيَالجملة َ‬ ‫فعلَاألمر َ‬
‫ِ‬
‫ب (العلق‪)ٜٔ :‬‬ ‫َك َّال َال تُط ْعوُ َواس ُجدَ َواقْ َِرت ْ‬ ‫اس ُج ْد‬
‫ْ‬
‫ت قَ ْوِمي يَ ْعلَ ُمو َن (يس‪)ٕٙ :‬‬ ‫يل اد ُخلَ ْ‬ ‫قِ‬ ‫ادخل‬
‫اْلَنَّةَ قَ َال يَا لَْي َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫احلَ َسنَ ِة (النحل‪)ٕٔ٘ :‬‬
‫ْم ِة َوالْ َم ْو ِعظَِة ْ‬
‫احلك َ‬
‫ك بِ ِْ‬‫عُ إِ ََل َسبِ ِيل َربِّ َ‬
‫اد َ‬ ‫ْادعُ‬
‫قُمَ اللَّْي َل إَِّال قَلِ ًيال (ادلزمل‪)ٕ :‬‬ ‫قُ ْم‬
‫يت ُم ْؤِمنًا (نوح‪)ٕٛ :‬‬‫ي َولِ َم ْن َد َخ َل بَْي ِ‬
‫َّ‬ ‫د‬ ‫ب اغفرَ ِِل ولِوالِ‬
‫َر ِّ‬ ‫ِ‬
‫اغفر‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ََ‬
‫ك َح ِسيبًا (اإلسرا‪)ٔٗ :‬‬ ‫ك َك َفى بِنَ ْف ِس َ‬
‫ك الْيَ ْوَم َعلَْي َ‬ ‫اق رأَكِتَابَ َ‬ ‫اقرأ‬
‫َ‬
‫ب اجعلَ َى َذا بَلَ ًدا آَِمنًا (البقرة‪)ٕٔٙ:‬‬
‫َر ِّ‬ ‫اجعل‬
‫َ‬
‫يب َذلُ ُم اب عثَ لَنَا َملِ ًكا نُ َقاتِ ْل ِيف َسبِ ِيل اللَّ ِو (البقرة‪:‬‬ ‫ِ‬
‫إِ ْذ قَالُوا لنَِ ٍّ‬ ‫ابعث‬
‫َ‬
‫‪)ٕٗٙ‬‬
‫اذىبَ إِ ََل فِْر َع ْو َن إِنَّوُ طَغَى(النازعات‪)ٔٚ:‬‬ ‫ا ْذ َىب‬
‫ص ْد ِري َويَ ِّس ْر ِِل أ َْم ِري (طو‪)ٕٙ-ٕ٘ :‬‬
‫ب اشرحَ ِِل َ‬
‫قَ َال َر ِّ‬ ‫اِ ْشَرح‬

‫( ‪4. Fi„il Nahy‬‬ ‫)فعل النهي‬


‫‪Fi„il nahy ialah shîghah (bentuk) fi„il yang menunjukkan arti larangan atau‬‬
‫‪tuntutan untuk meninggalkan perbuatan. Situasinya mengandung kala nanti‬‬
‫‪(al-zaman al-mustaqbal). Dalam bahasa Arab diungkapkan:‬‬
‫فعل َالنهي‪ :‬صيغة فعل تدل على هني عن العمل أو طلب على عدم حصولو يف‬
‫ب‪ ،‬ال ت ْقَرأْ‪ ،‬ال َ‬
‫جتعل‪.‬‬ ‫تدخل‪ ،‬ال ت ُق ْم‪ ،‬الَ تَ ْقَر ْ‬
‫تس ُج ْد‪ ،‬ال ُ‬
‫الزمن ادلستقبل‪ ،‬مثل‪ :‬ال ْ‬
‫‪Contoh fi„il amr dapat Anda perhatikan dalam tabel berikut:‬‬

‫المثالَفيَالجملة َ‬ ‫فعلَالنهي َ‬
‫اس ُج ُدوا لِلَّ ِو الَّ ِذي َخلَ َق ُه َّن‬ ‫ِ‬
‫س َوَال ل ْل َق َم ِر َو ْ‬
‫َّم ِ‬ ‫ِ‬
‫َل َتس ُج ُدوا للش ْ‬ ‫ال تَ ْس ُج ْد‬
‫(فصلت‪)ٖٚ :‬‬
‫ين آَ َمنُوا َلَتد ُخلُوا بُيُوتًا َغْي َر بُيُوتِ ُك ْم‪( ...‬النور‪)ٕٚ :‬‬ ‫َّ ِ‬ ‫َال تَ ْد ُخ ْل‬
‫يَا أَيُّ َها الذ َ‬
‫السائِ َل فََلَت ن هرَ (االنشراح‪)ٔٓ-ٜ :‬‬
‫يم فََلَت قهرَ‪َ ،‬وأ ََّما َّ‬‫ِ‬
‫ال تَ ْق َه ْر‪ ،‬الَ تَ ْن َه ْر فَأ ََّما الْيَت َ‬
‫ين آَ َمنُوا َلَت قربُوا َّ‬ ‫َّ ِ‬ ‫تقرب‬
‫الص َال َة َوأَنْتُ ْم ُس َك َارى (النساء‪)ٖٗ :‬‬ ‫يَا أَيُّ َها الذ َ‬ ‫ال ْ‬
‫َلَت قرأَ الْ ُق ْرآن ِعْن َد ما تَ ْستِ َم ُع إِ ََل ُخطْبَة اْلُ ُمعة‬ ‫ال تقرأ‬
‫ِِ‬
‫َلَتجعلَ َم َع اللَّو إ َذلًا آَ َخَر فَتَ ْقعُ َد َم ْذ ُم ً‬
‫وما سلَْ ُذ ًوال (اإلسراء‪)ٕٕ :‬‬ ‫ال َْجت َعل‬
‫ين ِم ْن قَ ْبلِنَا (البقرة‪:‬‬ ‫َّ ِ‬
‫َربَّنَا َوَلَتحملَ َعلَْي نَا إِ ْ‬
‫صًرا َك َما َْحَْلتَوُ َعلَى الذ َ‬ ‫ال ََْت ِم ْل‬
‫‪)ٕٛٙ‬‬
‫س َعلَى التَّ ْق َوى‪( ...‬التوبة‪)ٔٓٛ :‬‬ ‫َلَت ُقمَ فِ ِيو أَبَ ًدا‪ .‬لَ َم ْس ِج ٌد أ ِّ‬
‫ُس َ‬ ‫ال ت ُقم‬
‫صَر َوالْ ُف َؤ َاد ُك ُّل‬ ‫ك بِِو ِع ْل ٌم إِ َّن َّ‬
‫الس ْم َع َوالْبَ َ‬ ‫ف َما لَْي َ‬
‫س لَ َ‬ ‫َوَل َت ق َُ‬ ‫ف‬
‫َال تَ ْق ُ‬
‫أُولَئِ َ‬
‫ك َكا َن َعْنوُ َم ْسئُ ًوال (اإلسراء‪)ٖٙ :‬‬
‫ض َولَ ْن تَ ْب لُ َغ ا ْْلِبَ َال‬ ‫ض َمَر ًحا إِن َ‬
‫َّك لَ ْن ََتْ ِر َق ْاأل َْر َ‬ ‫َوَل َتمشَ ِيف ْاأل َْر ِ‬ ‫َال َتَْ ِ‬
‫ش‬
‫طُ ًوال (اإلسراء‪)ٖٚ :‬‬

‫‪2. Fa„il, Ciri-Cirinya, dan Kondisinya‬‬

‫‪Fa‟il bisa diartikan sebagai:‬‬


‫َم ْن أ َْو َج َد الْ ِف ْع َل‬
‫‪Artinya: Orang mendatangkan atau melakukan suatu pekerjaan. Dalam gramatikal‬‬
‫‪bahasa Arab, fa‟il didefinisikan:‬‬
‫ف بِِو‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ا ْس ٌم َم ْرفُ ْوعٌ يَ َق ُع بَ ْع َد ف ْع ِل َمْب ِِِن ل ْل َم ْعلُ ْوم َويَ ُد ُّل َعلَى َم ْن فَ َع َل الْف ْع َل أَ ِو ات َ‬
‫َّص َ‬
‫‪Artinya: isim marfu‟ yang terletak setelah fi‟il mabni ma‟lum dan menunjukkan atas‬‬
‫‪orang yang melakukan perbuatan atau yang tersifati oleh fi‟il tersebut.‬‬
‫‪Contoh:‬‬
‫َْحَ ُد‬
‫قَ َام أ ْ‬
‫‪Artinya: Ahmad berdiri‬‬

‫اِ ْْحََّر َو ْجوُ أ ْ‬


‫َْحَد‬
‫‪Artinya: Wajah Ahmad memerah‬‬
Dalam contoh pertama kata ( ‫َْحَ ُد‬
ْ ‫ )أ‬menjadi fa‟il karena Ahmad sebagai pelaku dari
kata (‫)قَ َام‬. Pada contoh kedua “wajah Ahmad” menjadi fa‟il karena secara makna
menjadi kata yang mendapatkan sifat dari fi‟il “memerah”.

B. Macam-macam Fa‟il
Fa‟il bisa berbentuk:
1. Isim Mu‟rab
Isim mu‟rab adalah isim yang berubah akhir harakatnya. Contoh fa‟il dari isim
mur‟ab:
‫س‬
ُ ‫َجاءَ الْ ُم َد ِّر‬
Artinya: “Seorang guru” datang.

2. Isim Mabni
Isim mabni adalah kata yang harakat tidak bisa berubah. Yang termasuk isim mabni
diantaranya isim dhamir, isim isyarah, dan isim maushul). Contoh:

ُ ْ‫قَ َرأ‬
‫ت الْ ُق ْرأ َن‬
Artinya: Aku membaca Al-Quran. Fa‟ilnya adalah ( ‫ت‬
ُ ) yang merupakan kependekan
‫أَنَا‬
dari ( ) yang artinya saya.

Perlu diingat bahwa semua kata kerja sudah memiliki fa‟il berupa dhamir
(tersimpan), dan dhamir ini hanya bisa ditampilkan menjadi isim zhahir
(konkret/jelas) apabila berupa dhamir ghaib.

Dhamir Amar Mudhari‟ Madhi


‫ُى َو‬ ‫ض ِرب‬ ْ َ‫لِي‬ ‫ب‬ُ ‫ض ِر‬
ْ َ‫ي‬ ‫ب‬َ ‫ضَر‬ َ
‫ُُهَا‬ ْ َ‫لِي‬
‫ض ِربَا‬ ِ ‫ض ِرب‬
‫ان‬ َ ْ َ‫ي‬ ‫ضَربَا‬
َ
‫ُى ْم‬ ْ‫ض ِربُوا‬ْ َ‫لِي‬ ‫ض ِربُ ْو َن‬
ْ َ‫ي‬ ‫ضَربُ ْوا‬
َ
‫ِى َي‬ ‫ب‬ ْ ‫ض ِر‬ ْ َ‫لِت‬ ‫ب‬ُ ‫ض ِر‬ ْ َ‫ت‬ ‫ت‬
ْ َ‫ضَرب‬ َ
‫ُُهَا‬ ْ َ‫لِت‬
‫ض ِربَا‬ ِ ‫ض ِرب‬
‫ان‬ َ ْ َ‫ت‬ ‫ضَربَتَا‬
َ
‫ُى َّن‬ ‫ض ِربْ َن‬ ْ َ‫لِي‬ ‫ض ِربْ َن‬
ْ َ‫ي‬ ‫ضَربْ َن‬
َ
ِ
َ ْ‫أَن‬
‫ت‬ ‫ب‬ ْ ‫ض ِر‬ ْ‫ا‬ ‫ب‬ ُ ‫ض ِر‬ ْ َ‫ت‬ ‫ت‬َ ْ‫ضَرب‬ َ
‫أَنْتُ َما‬ ‫ض ِربَا‬ ِ ِ ‫ض ِرب‬
ْ‫ا‬ ‫ان‬ َ ْ َ‫ت‬ ‫ضَربْتُ َما‬
َ
‫أَنْتُ ْم‬ ‫ض ِربُ ْوا‬ ِ ‫ض ِربُ ْو َن‬
ْ‫ا‬ ْ َ‫ت‬ ‫ضَربْتُ ْم‬
َ
ِ ْ‫أَن‬ ِ ِ ‫ضرب‬
‫ت‬ ‫ضِرِ ِْب‬ ْ‫ا‬ َ ْ ِ‫ض ِرب‬
‫ني‬ ْ َ‫ت‬ ‫ت‬ َْ َ
‫أَنْتُ َما‬ ‫ض ِربَا‬ ِ ِ ‫ض ِرب‬
ْ‫ا‬ ‫ان‬ َ ْ َ‫ت‬ ‫ضَربْتُ َما‬
َ
‫ُت‬
َّ ُ ْ‫أَن‬ ‫ض ِربْ َن‬ ِ ‫ض ِربْ َن‬
ْ‫ا‬ ْ َ‫ت‬ ‫ُت‬
َّ ُ ْ‫ضَرب‬
َ
‫أَنَا‬ - ‫ب‬ُ ‫ض ِر‬ ْ َ‫أ‬ ‫ت‬
ُ ْ‫ضَرب‬ َ
‫َْحن ُن‬ - ُ ‫ض ِر‬
‫ب‬ ْ َ‫ن‬ ‫ضَربْنَا‬
َ
ِ
ُ ‫َجنَ َح َى َذا الطَّال‬
‫ب‬
‫ ) َى َذا‬sebagai fa‟il dalam contoh di atas.
Artinya: “Siswa ini” berhasil. Kata (

‫ب‬ ِ َّ
َ َ‫قَ َام الذ ْي َكت‬
Artinya: “Orang yang menulis” telah datang. Kata (‫ذا‬ َ ‫ ) َى‬berkedudukan sebagai fa‟il.
3. Mashdar Muawwal
Mashdar muawwal adalah susunan dari huruf mashdar seperti ( ), ( ), ( َّ ),
‫) َك ْي َما لَ ْو‬, (‫أن‬
‫أ ْن‬
dan ( ) dan jumlah ismiyyah atau fi‟liyyah yang bisa semakna dengan mashdar
sharih. Contoh:
‫ت‬
َ ‫َّك َجنَ ْح‬َ ‫ين أَن‬ ِ
ْ ‫يَ ُس ُر‬
‫يَْنبَغِي أَ ْن تَ ُف ْوَز‬
Artinya:
“Kesuksesanmu membuatku bahagia”
“Keberhasilan adalah keharusan”
Contoh tersebut semakna dengan:

‫ك‬
َ ‫اح‬
ُ َ‫ين َجن‬ِ
ْ ‫يَ ُس ُر‬
‫يَْنبَغِي فَ ْوُزَك‬

C. Kaidah/Ketentuan Fa‟il

1. Fa‟il selalu marfu‟ dan terletak setelah fi‟il ma‟lum, baik secara langsung atau
tidak. Contoh:

ْ ‫ َر َج َع ِم َن الْ َم ْس ِج ِد أ‬- ‫َْحَ ُد ِم َن الْ َم ْس ِج ِد‬


‫َْحَ ُد‬ ْ ‫َر َج َع أ‬
2. Apabila Fa‟il berbentuk mufrad, mutsana, atau jama‟ maka fi‟ilnya tetap mufrad.
Contoh:
‫ َجاءَ الْ ُم ْسلِ ُم ْو َن‬- ‫ان‬
ِ ‫ جاء الْمسلِم‬- ‫جاء الْمسلِم‬
َ ُْ ََ ُ ُْ ََ
3. Fi‟il dan fa‟il harus sama dalam mudzakkar atau muannatsnya. Contoh:
ِ َ‫َْح ُد – جائَت ف‬
ُ‫اط َمة‬ ْ َ َ ْ ‫َجاءَ أ‬
4. Boleh tidak sama muannats dan muadzakarnya antara fi‟il dan fa‟il apabila:

a. Fa‟ilnya muanats yang terpisah dari fi‟ilnya. Contoh:


ِ َ‫س ف‬
ُ‫اط َمة‬ ِ َ‫س ف‬
ِ ‫ َسافَ َر أ َْم‬- ُ‫اط َمة‬ ِ ‫ت أ َْم‬
ْ ‫َسافَ َر‬
b. Fa‟ilnya berupa isim muanats majazi. Contoh:
‫س‬ ِ
ُ ‫َّم‬ْ ‫ طَلَ َع الش‬- ‫س‬ ُ ‫َّم‬ْ ‫طَلَ َعت الش‬
c. Fa‟ilnya berupa jama‟ taksir. Contoh:

ُ‫ قَ َال الْ َم َالئِ َكة‬- ُ‫ت الْ َم َالئِ َكة‬ِ َ‫قَال‬


5. Wajib mengtanitskan fi‟il apabila:

a. Fa‟ilnya berupa isim zhahir muanats haqiqi. Contoh:


ِ َ‫ جائَت ف‬- ‫َْجتلِس ِىْن ٌد‬
ُ‫اط َمة‬ ْ َ ُ
b. Fa‟ilnya berupa isim dhamir yang rujukannya ke muanats haqiqi
maupun majazi. Contoh:
‫ت‬
ْ ‫ضَر‬
َ ‫ب َح‬
ُ َ‫ت – َزيْن‬ َّ ‫إِ َذا‬
ْ ‫الس َماءُ انْ َفطََر‬
Pada kedua contoh di atas yang menjadi fa‟ilnya adalah dhomir ghaib
muanats yaitu ( ‫) ِى َي‬.
6. Boleh fi‟il dibuang dari kalimat yang mafhum. Contoh:

ْ ‫َم ْن تَ َكلَّ َم؟ أ‬


‫َْحَ ُد‬
Asalnya:
ْ ‫تَ َكلَّ َم أ‬
‫َْحَ ُد‬
7. Fa‟il bisa terletak setelah mashdar, isim fa‟il, atau isim shifat musyabahah yang
beramal seperti fi‟il. Contoh:
ِ
ُ‫َْحَ ُد الْ َفاض ُل أَبُ ْوه‬
ْ ‫َجاءَ أ‬
ِ
Kata (
ُ‫ )أَبُ ْوه‬merupakan fa‟il dari (‫ )الْ َفاض ُل‬yang merupakan isim fa‟il yang beramal
seperti fi‟il.

3. Nâ‟ib al-Fâ„il, Ciri-Cirinya, dan Kondisinya

Pengertian Naibul Fa‟il

‫اع ِل بَ ْع َد َح ْذفِ ِو‬


ِ ‫اع ِل إِسم مرفُوعٌ ي َقع ب ع َد فِع ِل مب ِىن لِْلمجحوِل وَِحي ُّل َزل ِّل الْ َف‬
َ َ ْ ُ ْ َ َْ ْ ْ َ َ َ ْ َْ ٌ ْ
ِ ‫نَائِب الْ َف‬
ُ
Naibul Fa‟il adalah isim marfu‟ yang terletak setelah fi‟il mabni majhul (verba pasif).
Naibul Fa‟il marfu‟(dibaca rafa‟) karena menggantikan posisi fa‟il yang dihilangkan.

Bentuk fiil mabni majhul hanya dua, yaitu fi‟il madhi dan fiil mudhari. Apabila
berbentuk fiil madhi, maka huruf pertama fiil madhi tersebut dibaca dhammah dan
huruf sebelum akhirnya dibaca kasrah. Apabila berbentuk fiil mudhari, maka huruf
pertama fiil mudhari tersebut dibaca dhammah dan huruf sebelum akhirnya dibaca
fathah.

Contoh:

‫ب‬
َ ‫ب الْ َولَ ُد الْ َك ْل‬
َ ‫ضَر‬
َ
(Anak itu telah memukul anjing “Fi‟il Madhi Ma‟lum (Aktif)”

‫ب‬ َ ‫ض ِر‬
ُ ‫ب الْ َك ْل‬ ُ
(Anjing itu telah dipukul) “Fi‟il Madhi Majhul ( Pasif )”

‫اع ِل بَ ْع َد َح ْذفِ ِو‬


ِ ‫اع ِل ىو ا ِالسم الْمرفُوع الَّ ِذي ي نُوب ع ِن الْ َف‬
َ ُ َْ ُ ْ ْ َ ُ ْ َ ُ ‫ب الْ َف‬
ِ ِ
ُ ‫نَائ‬
Naibul Fa‟il dibaca rafa‟ karena berada setelah kata kerja majhul (kata kerja pasif)
yang menempati posisi fa‟il (pelaku) setelah pelaku di buang.

Contoh:

ِ
‫س‬ ُ ‫ب الطَّال‬
َ ‫ب الد َّْر‬ ُ ُ‫يَكْت‬
(Siswa itu sedang menulis pelajaran) “Fi‟il Mudhori‟ Ma‟lum (Aktif)”

‫س‬
ُ ‫ب الد َّْر‬
ُ َ‫يُكْت‬
(Pelajaran itu telah ditulis) “ Fi‟il Modhori‟ Majhul ( Pasif )”

Cara pembentukan Naibul fa‟il

Adapun cara membentuk Naibul Fa‟il adalah dengan mengubah fiil mabni ma„lum
(verba aktif) menjadi fiil mabni majhul (verba pasif). Contoh:

َ‫ب ُزلَ َّم ٌد الْ َق ْه َوة‬


َ ‫َشَر‬
(Muhammad telah minum kopi). “ Fi‟il Madhi Ma‟lum (Aktif)”

َ ‫ُش ِر‬
ُ‫ب الْ َق ْه َوة‬
(Kopi itu telah diminum) “ Fi‟il Madhi Majhul (Pasif)”

‫ب ُزلَ َّم ٌد الْ َق ْه َوَة‬


ُ ‫يَ ْشَر‬
(Muhammad sedang minum kopi) “ Fi‟il Mudhori‟ Ma‟lum (Aktif)”

ُ‫ب الْ َق ْه َوة‬


ُ ‫يُ ْشَر‬
(Kopi itu sedang diminum) “ Fi‟il Modhori‟ Majhul ( Pasif )”
Langkah-langkah pembentukan Naibul Fa‟il:

Pertama; Dibuang Fa‟ilnya yaitu lafazh ‫ُزلَ َّم ٌد‬

Kedua; Lafazh َ‫ الْ َق ْه َوة‬ditempatkan pada tempat fa‟il dan dijadikan marfu‟ ُ‫الْ َق ْه َوة‬
Ketiga ; Fi‟il Madhi dan Mudhori‟ yang sebelumnya ma‟lum (verba aktif) diubah
menjadi majhul (verba pasif), berarti dari kata ‫ب‬ َ ‫ ُش ِر‬dan kata ‫ب‬
َ ‫ َشَر‬menjadi ‫ب‬ ُ ‫يَ ْشَر‬
menjadi ‫ب‬
ُ ‫يُ ْشَر‬.
Penjelasan:

Untuk Fi‟il Madhi Ma‟lum, apabila ia diubah ke bentuk Fi‟il Madhi Majhul (bentuk
pasif), maka rumusnya huruf pertama diberi baris dhommah dan baris kasrah pada
huruf sebelum huruf terakhir.
‫ب‬ َ ‫ُش ِر‬
َ ‫ َشَر‬menjadi ‫ب‬
Untuk Fi‟il Mudhori‟ Ma‟lum, apabila ia diubah ke bentuk Fi‟il Mudhori‟ Majhul (bentuk
pasif), maka rumusnya huruf pertama diberi baris dhommah dan baris fathah pada
huruf sebelum huruf terakhir.
‫ب‬
ُ ‫ يَ ْشَر‬menjadi ‫ب‬
ُ ‫يُ ْشَر‬.
Kesimpulannya adalah:

Fi‟il Madhi Majhul : Dhommah pada huruf pertama dan kasrah pada huruf sebelum
terakhir.

Fi‟il Mudhori‟ Majhul : Dhommah pada huruf pertama dan fathah sebelum huruf
terakhir.

Keempat; Perhatikan mudzakkar dan muannatsnya. Jika Naib Fa‟ilnya muannats


berilah tanda muannats (Ta‟ Ta‟nits) pada fi‟ilnya sebagaimana aturan fi‟il-fa‟il.

‫ب‬ ِ
َ ‫ت فَاط َمةُ الْ َك ْل‬
ْ َ‫ضَرب‬
َ
(Fathimah telah memukul anjing) “Fi‟il Madhi Ma‟lum (Aktif)”
‫ب‬ ْ َ‫ض ِرب‬
ُ ‫ت الْ َك ْل‬ ُ
(Anjing itu telah dipukul) “ Fi‟il Madhi Majhul ( Pasif )”

Catatan: Jika Fa‟il tidak ada maka terdapat dua kemungkinan;

1. Tidak diketahui siapa pelakunya. Seperti, ada barang yang dicuri dan tidak
diketahui siapa pencurinya, maka diungkapkan;
ُ ‫( ُس ِر َق الث َّْو‬Baju itu telah
‫ب‬
dicuri) “Fi‟il Madhi Majhul (Pasif)”
2. Sudah sama-sama tahu dan tidak perlu disebutkan fa‟ilnya (pelakunya)
‫صيَ ُام‬
ِّ ‫ب َعلَْي ُك ُم ال‬ ِ
supaya ringkas dan singkat, contoh;
َ ‫( ُكت‬Telah diwajibkan
kepadamu berpuasa). Kita sudah mengetahui bahwa yang mewajibkan
puasa itu adalah Allah, jadi tidak perlu lagi disebut fa‟ilnya ( Allah).

Pembagian Naibul Fa‟il

Adapun pembagian Naibul Fa‟il terbagi atas 2 bagian ;[8]

ِ َ‫ ; ظ‬yaitu Naib Fa‟il yang terdiri dari isim zahir, seperti; ‫فُتِح الْباب‬
‫اىٌر‬
1. Pertama
ُ َ َ
(Pintu itu telah dibuka) dan ُ‫ُستَاذ‬ ِ
ْ ‫( ُسئ َل األ‬Ustadz itu telah ditanya)
Kedua ‫مي ر‬ ِ
2.
ٌْ ‫ض‬َ ; Na‟ib Fa‟il yang terdiri dari isim dhamir, seperti; ‫ت‬ ُ ‫( أُم ْر‬Aku telah
diperintah) dan ‫َل‬ ُ ‫ُسأ‬
ْ ‫( أ‬Saya akan ditanya)
Ketentuan-Ketentuan Naibul Fa‟il

Adapun ketentuan-ketentuan Naibul Fa‟il sebagai berikut;[9]

1. Naibul Fa‟il harus senantiasa Marfu‟. Seperti: ‫ ُسئِ َل‬, ‫اب‬ ِ ‫س ِر َق الثَّو‬
ُ َ‫ فُت َح الْب‬,‫ب‬
ُ ْ ُ
ُ‫ُستَاذ‬
ْ ‫األ‬
2. Naibul Fa‟il harus selamanya didahului oleh fi‟il majhul. Seperti
ُ ‫ُس ِر َق الث َّْو‬
,‫ب‬
ُ‫ُستَاذ‬ ِ ِ
ْ ‫ ُسئ َل األ‬, ‫اب‬
ُ َ‫فُت َح الْب‬
3. Naibul Fa‟il itu harus berasal dari Maf‟ul bih, tetapi karena fa‟ilnya tidak ada
maka ia menggantikan tempat fa‟il. Seperti dari ‫ب ُزلَ َّم ٌد الْ َق ْه َوَة‬
ُ ‫ يَ ْشَر‬menjadi
ُ‫ب الْ َق ْه َوة‬
ُ ‫يُ ْشَر‬
4. Jika Naibul Failnya mutsanna atau jama‟ , maka fi‟ilnya tetap dalam keadaan.
ِ ْ ‫( يَكْتُب الطَّالِب الد َّْر َس‬Siswa itu menulis dua pelajaran) menjadi
‫ني‬
Seperti
ُ ُ
ِ ‫( يكْتَب الدَّرس‬Kedua pelajaran itu ditulis)
‫ان‬ َْ ُ ُ
Jika Naibul Fa‟ilnya muannats, maka fi‟ilnya harus diberi tanda ُ‫اطمة‬ ِ
5.
َ َ‫ت ف‬
ْ َ‫ضَرب‬
َ
‫ب‬
َ ‫ الْ َك ْل‬dari kata ‫ب‬ ُ ‫ت الْ َك ْل‬ْ َ‫ض ِرب‬
ُ
6. Setiap ada Naibul Fa‟il maka fi‟il mesti tidak ada. Sementara dalam bahasa
Indonesia atau bahasa Inggris, fa‟ilnya masih bisa disebut seperti contoh:
(Saya dipukul oleh ali = Iam hit by Ali), akan tetapi dalam bahasa Arab tidak
bisa diungkapkan dengan Fi‟ilnya : ‫ت بِ َعلِ ٍّي‬
ُ ْ‫ض ِرب‬
ُ
7. Jika Maf‟ul bih nya dua atau lebih maka maf‟ul bih yang pertama dijadikan
naibul fa‟il dan yang kedua tetap manshub sebagai maf‟ul bih contoh ‫أ َْعطَى‬
‫( َعلِي ِم ْس ِكْي نًا ثَ ْوبًا‬Ali memberi pakaian kepada orang miskin) ‫ني‬ ِ ِ ِ
ٌْ ‫أ ُْعط َي م ْسك‬
‫( ثَ ْوبًا‬Orang miskin itu diberikan pakaian)
Penjelasan

Kata ‫ ِم ْس ِكْي نًا‬sebagai maf‟ul bih pertama dan kata ‫ ثَ ْوبًا‬sebagai maf‟ul bih kedua.
Sebagaimana kita ketahui bahwa Naibul Fa‟il itu diambil dari Maf‟ul bih akan tetapi
pada kalimat diatas terdapat dua maf‟ul bih yaitu kata ‫ ِم ْس ِكْي نًا‬dan ‫ ثَ ْوبًا‬, maka yang
ِ ‫ ِمس‬yang kemudian berubah menjadi ‫ِمس ِكني‬
menjadi Naibul fa‟il adalah kata ‫كْي نًا‬
ْ ٌْ ْ
sedangkan kata ‫ ثَوبا‬tetap bertindak sebagai Maf‟ul bih.
ًْ
4. Maf„ul bih, Ciri-Cirinya, dan Kondisinya

Maf’ul bih ialah isim yang nashab yang menunjukkan kepada pihak yang dikenai
amalnya fa’il bersamaan dengan tidak berubahnya bentuk fi’il. Dalam nadzam ilmu
nahwu, Maf'ul bih diartikan:
‫ َو نَهُ ُح ْك ٌم إِع َْزاتِ ًْ َو ُه َو‬,‫ي َوقَ َع َعهَ ٍْ ِه فِ ْع ُم ا ْنفَا ِع ِم‬
ْ ‫ب اَنَّ ِذ‬ ُ ‫س ُم ا ْن َم ْن‬
ُ ‫ص ْو‬ ِ ْ ‫ي أَنَّهُ دَائِ ًما " اَ ْن َم ْف ُع ْو ُل تِ ِه ُه َو‬
ْ ‫اْل‬ ْ َ‫ة " أ‬ُ ‫ص‬ْ َّ‫اَنن‬
ْ ُ
‫ص ْو َرة انفِ ْع ِم‬ َ َ َ َ َ ْ ْ َ َ َ
ُ ُ‫ب ٌَ ُد ُّل َعهى َمنْ َوق َع َعه ٍْ ِه انفِ ْع ُم انفا ِع ُم َو َلتتغٍِّ ُز َم َعه‬ ٌ ‫ص ْو‬ ْ
ُ ‫س ٌم َمن‬ ْ ْ َ
ْ ِ‫ ان َمف ُع ْو ُل تِ ِه إ‬. ‫ب‬
ٌ ‫ص ْو‬ُ ‫َم ْن‬

Maf‟ul Bih adalah Isim yang dibaca nashab, yang terletak pada fi‟il dan fa‟il, hukum
I‟rabnya adalah Nashob. Dan Maf‟ul bih merupakan isim yang menunjukkan kepada
objek /penderita. Dari pengertian tersebut dapat kita pahami Jika fi‟ilnya memukul
berarti maf‟ul bih-nya yang dipukul. Jika fi‟ilnya menolong maka maf‟ul bih-nya yang
ditolong.

Contoh Contoh Maf'ul bih :

1. َ‫ ;كتبَالول ُدَالدرس‬Anak itu telah menulis pelajaran


2. ‫ ;ضربَاألُستاذَُول ًدا‬Ustadz itu telah memukul seorang anak
3. َ‫ ;شربتَمري ُمَاللبن‬Maryam telah meminum air susu
Pembagian Maf‟ul Bih
Maf'ul bih dibagi memnjadi dua macam, yaitu :

Pertama : Maf'ul bih ‫ظاىر‬. Maf‟ul bih yang terdiri dari isim zhahir (bukan kata ganti).
Contoh : ً‫علي كلبا‬
ٌ ‫ضرب‬ َّ ُ‫ يقرأ‬: Muhammad sedang
َ : Ali memukul anjing ً‫زلم ُد قرآنا‬
membaca Quran

Kedua : Maf'ul bih َ‫ضمير‬. Maf‟ul bih yang terdiri dari isim dhamir/kata ganti. Maf‟ul
bih dhamir sendiri dibagi menjadi dua :
ِ ‫ وضر‬,‫بك‬
‫بك‬ َ ‫ وضر‬,‫ وضربنا‬,‫ضربِن‬, ,‫بكما‬
1. Dhamir Muttashil (bersambung), yaitu :
َ ‫وضر‬
‫ وضرهبُ ْم‬,‫هبما‬ َ ‫ وضر‬,‫ وضرهبَا‬,ُ‫ وضربَو‬,‫بكن‬ َّ ‫ وضر‬,‫وضرب ُك ْم‬, ‫هبن‬ َّ ‫ وضر‬.
2. Dhamir Munfashil (terpisah) yaitu : ‫اك‬ َ َّ‫ واي‬,‫ وايَّانَا‬,‫اي‬ ِ
َ ّ‫اي‬, ,‫ وايَّا ُك ْم‬,‫اكما‬
َ َّ‫ واي‬,‫وايَّاك‬
‫ وايَّاىا‬,ُ‫ وايَّاه‬,‫وايَّا ُك َّن‬, ‫اى َّن‬
ُ َّ‫ واي‬,‫اى ْم‬
ُ َّ‫ واي‬,‫ وايَّاُها‬.
Contoh-Contoh Maf'ul Bih dalam Al Quran

¤ ‫الربَا‬
ِّ ‫وحَّرَم‬
َ ‫يع‬
َ َ‫َح َّل اهللُ الب‬
َ ‫“ َوأ‬Dan Allah halalkan jual beli dan Allah haramkan riba” (Al
Baqarah: 275)
¤ ‫يم َخلِ ًيال‬ ِ ِ َّ
َ ‫َواَتَ َذ اهللُ إبْ َراى‬ “Dan Allah telah mengambil Ibrahim sebagai kekasih” (An
Nisa‟: 125)
¤ ‫فَ ِري ًقا َك َّذبْتُ ْم َوفَ ِري ًقا تَ ْقتُلُو َن‬ “Sebagian kalian dustakan dan sebagian kalian bunuh”
(Al Baqarah: 87)
‫ني‬ِ َ َّ‫اك نَعب ُد وإِي‬ ِ
¤ ُ ‫اك نَ ْستَع‬ َ ُ ْ َ َّ‫“ إي‬Hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya
kepada Engkau kami meminta pertolongan.”

Cara mengetahui pola Maf'ul Bih dan Cara meng-i'rob

Perhatikan contoh kalimat maf'ul bih dibwah ini. Sekalian kita belajar meng-i'rob
untuk mengetahui kedudukan kalimatnya. Format susunan kalimatnya : (Fi'il - Fa'il -
Maf'ul Bih) ‫ مفعول بو‬- ‫ فعل‬- ‫فاعل‬
‫ ال ُق ْرآن‬- ‫قَ َرأَ – ُزلَ َّم ُد‬
I'rob : َ‫ = قَ رأ‬fi'il madhi mabni fathah pada harkat terahir, dibaca fathah karena fi'il
َ
madhi shahih akhir dan tidak bersambung dengan sesuatu. ‫د‬ ُ ‫ = ُزلَ َّم‬ialah Fai'il yang
dibaca rofa'. Adapun tanda rofa'nya ialah dengan harkat dhammah pada harkat
terahirnya. Dibaca dhammah karena isim mufrod. ‫ = ال ُق ْرآن‬ialah maf'ul bih yang
dibaca nashab, adapun tanda nashabnya ialah harkat fathah karena isim mufrod.

Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Fathah


Isim Mufrad

‫س‬ ِ
َ ‫ ( يُ َذاك ُر ُزلَ َّم ُد اَلد َّْر‬Muhammad sedang mengulangi pelajaran )
‫اْلَ ِريْ َد َة‬ ِ
ْ ‫ات‬ ُ َ‫ ( تَ ْقَرأُ الطَّالب‬Para mahasiswi sedang membaca koran )
‫س‬َ ‫ب الْ َولَ ُد الد َّْر‬ َ َ‫ ( َكت‬Anak itu telah menulis pelajaran )
‫ُستَاذُ َولَ ًدا‬ ْ ‫ب ْاأل‬ َ ‫ضَر‬َ ( Guru itu telah memukul anak )
َ ْ َّ‫ت َم ْرََيُ الل‬
‫َب‬ ْ َ‫ ( َش ِرب‬Maryam telah minum susu )
‫س‬َ ‫اخلُْب‬ ْ ‫ ( أَ َك َل ُزلَ َّم ٌد‬Muhammad telah makan roti )
‫ب َعلِي َك ْلبًا‬ َ ‫ضَر‬ َ ( Ali telah memukul anjing )
‫ ( يَ ْقَرأُ ُزلَ َّم ٌد قُ ْرآنًا‬Muhammad sedang membaca al-Qur‟an )
‫اب‬
َ َ‫َْحَ ُد الْب‬ ْ ‫ ( يَ ْفتَ ُح أ‬Ahmad sedang membuka pintu )
ِ َ‫ ( ََْت ِمل ف‬Fatimah sedang membawa polpen )
‫اط َمةُ الْ َقلَ َم‬ ُ
Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Jama' Taktsir

‫ب‬ َ ‫ُستَاذُ الطَُّّال‬ ْ ‫ ( يُ َعلِّ ُم ْاأل‬Guru itu sedang mengajar para mahasiswa )
‫َسلِ َح َة‬ ْ ‫ ( َْحي ِم ُل‬Para tentara sedang membawa senjata )
ْ ‫اْلُنُ ْوُد اَْأل‬
‫ُستَاذُ ْاأل َْوَال َد‬
ْ ‫ب ْاأل‬ َ ‫ضَر‬ َ ( Ustadz telah memukul para anak )
ِ َ‫ ( ََْت ِمل ف‬Fatimah sedang membawa polpen-polpen )
‫اط َمةُ ْاألَقْ َال َم‬ ُ
‫اب‬َ ‫َْحَ ُد ْاألَبْ َو‬
ْ ‫ ( يَ ْفتَ ُح أ‬Ahmad sedang membuka pintu )
Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Kasrah

ِ ‫ ( تَ ْش ِرتي الطَّالِبات الْمج َّال‬Para mahasiswi sedang membeli majalah )


‫ت‬ َ ُ َ ْ َ
ِ ‫ ( ََيمع الطَُّّالب الْ ُكَّراس‬Para mahasiswa sedang mengumpulkan buku catatan )
‫ات‬ َ ُ ُ َْ
ِ ‫السيَّار‬
‫ات‬ ْ ‫ ( يَ ْغ ِس ُل أ‬Ahmad sedang mencuci banyak mobil )
َ َّ ‫َْحَ ُد‬
Contoh maf'ul Bih dengan Tanda Nashob Ya‟

ِ ْ َ‫ ( َْحي ِمل التِّ ْل ِمْي ُذ الْ ِكتَب‬Siswa sedang membawa dua buku)
‫ني‬ ُ
ِ ْ َ‫ ( تَ ْقرأُ الْم َد ِّر َسةُ الْم َقالَت‬Guru itu sedang membaca dua makalah )
‫ني‬ َ ُ َ
ِ
َ ْ ‫س الْ ُم ْج ِرَم‬
‫ني‬ ُ ‫ض الْبُ ْولْي‬ ُ ِ‫( يَ ْقب‬Polisi sedang menangkap dua penjahat )
ِ ‫احل‬ ِ
‫اضَريْ َن‬ َْ ‫ب‬ ُ ‫ ( يَْنتَظْي ُر الطَُّّال‬Para siswa itu sedang menunggu dua hadirin )
ِ ِ
َ ْ ‫س الْ ُم ْج ِرم‬
‫ني‬ ُ ‫ض الْبُ ْولْي‬ُ ِ‫( يَ ْقب‬Polisi sedang menangkap para penjahat )
ِ ‫احل‬
‫اض ِريْ َن‬ ِ
َْ ‫ب‬ ُ ‫ ( يَْنتَظْي ُر الطَُّّال‬Para siswa itu sedang menunggu para hadirin )
ِ ِ
َ ْ ‫ ( يُ َكلِّ ُم الْ ُمديْ ُر الْ ُم َوظَّف‬Direktur itu sedang berbicara dengan para pegawai )
‫ني‬
Catatan:
Tidak selamanya Maf‟ul bih diletakan setelah Fi‟il maupun Fa‟il. Dalam keadaan
tertentu juga, terkadang Maf‟ul bih harus didahulukan karena beberapa hal :

a. Maf‟ul bih berupa Dhamir Muttashil, sedangkan Fa‟il berupa isim dhahir.
ِ ‫(قد احب‬Adam benar-benar mencintaimu)
‫ك اّدم‬
Contoh :
ّ
b. Terdiri dari isim syarat.
Contoh : ‫من يضلل اهلل فمالو من ىاد‬
c. Bila terdiri dari isim istifham.
Contoh : ‫كم كتابا قرأت؟ من اكرمت؟‬
d. Boleh dibuang fi‟ilnya.
Contoh : ‫من يريد؟ صديقو‬
maka boleh hanya dijawab dengan aslinya
‫يريد صديقو‬
Pada dasarnya maf‟ul bih itu terletak setelah fi‟il, tetapi sering juga kita jumpai bahwa
maf‟ul bih didahulukan dari pada Fa‟ilnya. Sebagaimana penjelasan di atas

Jumlah fi‟liyyah seharusnya membutuhkan fi‟il (predikat), fa‟il (subjek) dan maf‟ul bih
(objek). Akan tetapi, kita hanya menggunakan fi‟il (predikat) dan naibul fa‟il
(pengganti fa‟il). Maka jumlah (kalimat) aktif yang memenuhi tiga syarat diatas
diubah menjadi jumlah (kalimat) pasif yang tidak disebutkan fa‟ilnya. Adapun fi‟il
(subjek) yang digunakan dalam jumlah (kalimat) pasif adalah fi‟il majhul dan
kaidahnya sebagai berikut: ‫ف نن كان الفعل ماضيا ضم أولو وكسر ما قبل آخره وإن كان‬
ٜ[‫ ]مضارعا ضم أولو وفتح ما قبل آخره‬Jika fi‟il madhi maka huruf yang pertamanya
didhammahkan dan huruf sebelum akhirnya dikasrahkan. Adapun untuk fi‟il mudhari‟
maka huruf yang pertama didhammahkan dan difathahkan hurufnya sebelum
akhirnya. Contoh dari fi‟il madhi yang didhammahkan huruf pertamanya dan
dikasrahkan huruf sebelum akhirnya adalah ‫فُتِح الباب قُتِل الكافرون قُ ِرأت الرسالة‬
‫ ُكتِبت الرسائل‬Kaidah ini ditambah oleh Fu‟ad Ni‟mah didalam kitabnnya Mukhtashor
qawa‟id al-lughah al-„arabiyah di juz pertama halaman 48 yaitu: Jika suatu fi‟il
didahului dengan ta‟ maka huruf yang kedua didhammahkan seperti halnya ta‟[10].
Misalnya: ‫تسلمت سعاد اْلائزة‬: ُ‫تُ ُسلِّمت اْلائزة‬Jika huruf sebelum akhir adalah alif
maka alif tersebut diubah menjadi ya‟ dan huruf sebelum ya‟ tersebut
‫قال زلمد احلق‬: ‫احلق‬ ِ
dikasrahkan[11]. Misalnya: ّ ‫قيل‬Kemudian contoh fi‟il mudhari‟
yang huruf pertamanya didhammahkan dan huruf yang sebelum akhir difathahkan
adalah: ‫يفتح زلمد الباب‬: ‫يُفتَح الباب يقتل ادلسلمون الكافرين‬: ‫يُقتَل الكافرون تقرأ عائشة‬
‫الرسالة‬: ‫قرأ الرسالة يكتب زلمد الرسائل‬
َ ُ‫ت‬: ‫تُكتَب الرسائل‬Ditambahkan oleh Fu‟ad
Ni‟mah bahwasannya jika huruf sebelum akhirnya adalah huruf ya‟ atau wawu maka
huruf tersebut diubah menjadi alif. Misalnya: ‫يبيع الفالح القطن‬: ‫يبَاع القطن يصوم‬
‫ادلسلمون رمضان‬: ‫يصام رمضان‬
َ Macam-macam naibul fa‟il: Menurut Ash-shanhaji
didalam matan Al-Aajurumiyah, naibul fa‟il terbagi menjadi dua macam yaitu dhahir
dan mudhmar[12]. Sedangkan menurut Fu‟ad Ni‟mah naibul fa‟il terbagi menjadi
empat, yaitu: isim mu‟rab, isim mabni, mashdar muawwal dan masdar sharih (dzarfu
muttasharif / jar dan majrur).[13] II. PENUTUP Dari makalah yang telah kami susun
ini, besar harapan kami agar bermanfaat bagi semua kalangan, baik kalangan
mahasiswa ataupun umat muslim di Negara kita ini. Wallahua‟lam bi ash-shawab

Jumlah fi‟liyyah adalah kalimat yang diawali dengan kata kerja, baik berupa fi‟il madli
mudlari‟ maupun fi‟il amar, misalnya :

1- ‫قرأ فريد الكتاب قبل الذىاب إَل اْلامعة‬


Farid telah membaca buku sebelum berangkat ke kampus
2- ‫يدرس حسان العربية مرتني يف كل أسبوع‬

Hassan mengajar bahasa Arab dua kali setiap minggu

3- ‫خاِ ِلق الناس خبلق حسن‬


Bergaullah dengan sesama manusia dengan akhlak yang baik

Di samping dua jumlah di atas sebagai unsur pokok dalam sebuah kalimat, ada satu
bentuk lagi yang disebut dengan syibh jumlah terdiri dari: a) jar majur yaitu setiap
kata yang diawali dengan salah satu huruf jar misalnya, misalnya :

‫يف ادلدرسة ؛ من ادلكتبة‬


b) zarf, yaitu setiap kata yang diawali dengan zarf misalnya:

‫أمام اْلامعة ؛ وراء ادلسجد‬.


Di samping unsur pokok yang sering juga disebut ma‟mul „umdah, ada juga unsur-
unsur penunjang, sering disebut ma‟mul fudllah, yang dapat menambah informasi
yang terkandung dalam sebuah kalimat. Semakin banyak unsur penunjang maka
semakin jelas pula informasi yang diberikan oleh kalimat tersebut.

Secara garis besar, unsur-unsur penunjang tersebut terdiri dari:

1-Maf‟ul bih, misalnya :

1- ‫َيب على كل الطالب أن يكتب البحث ألجل إَتام دراستو يف اْلامعة‬


Setiap mahasiswa harus menulis skripsi untuk menyelesaikan studinya di Perguruan
Tinggi.

2- ‫مسعت األذان يف ادلسجد‬


Saya mendengar azan di masjid

3- ‫حصل أْحد على شهادة الدكتوراه يف الشهر ادلاضي‬


Ahmad memperoleh ijazah Doktor bulan lalu.
Kata-kata yang digaris bawah dalam contoh-contoh di atas adalah maf‟ul bih. Pada
prinsipnya kata kerja yang mempunyai maf‟ul bih adalah kata kerja yang muta‟addi
atau transitif. Kata kerja ini ada dua macam: ada yang muta‟addi langsung, yakni
tanpa huruf jar , dan ada yang muta‟addi tidak langsung, yakni melalui huruf jar. Kata
kerja dalam contoh nomor terakhir adalah muta‟addi tidak langsung dengan
menggunakan huruf jar ‫على‬ . Kata kerja intransitif (lazim ) bisa dirubah menjadi
transitif ( muta‟addi ) dengan salah satu dari tiga cara, yaitu: dengan mengikutkan
pada wazan ‫فعل‬
ّ ‫أفعل ؛‬atau dengan menambah huruf jar tertentu. Tetapi yang
terakhir bersifat sama‟i artinya kita hanya mengikuti yang sudah ada, dalam hal
kombinasi kata kerja tertentu dan huruf jar tertentu.

2- Maf‟ul mutlaq, misalnya :

1- ‫أرجو مساعدتك رجاء‬


Saya sangat mengharap bantuanmu

2- ‫تطورت بالدنا بعد االستقالل تطورا كبريا‬


Negara kita berkembang setelah merdeka secara pesat.

3- ‫ضرب اْلندي العدو مخس ضربات‬


Tentara itu memukul musuh lima pukulan

4- )‫تطورت بالدنا بعد االستقالل سريعا (تطورا سريعا‬


Negeri kita berkembang setelah merdeka secara cepat

5- ‫نؤيد إقامة العدل يف ىذه البالد كل التأييد‬


Kami mendukung penegakan keadilan di negeri ini secara penuh
6- ‫ىو يعرفِن حق ادلعرفة‬
Dia tahu betul tentang saya

6- )‫ْحدا هلل (حنمد اهلل ْحدا‬


Segala puji sungguh-sungguh bagi Allah

7- )‫شكرا (نشكرك شكرا‬


Sungguh-sungguh terima kasih

Maf‟ul mutlaq digunakan untuk maksud :

• ta‟kid (memperkuat pernyataan),

• bayan nau‟ (penjelasan macam atau kualitas suatu perbuatan) dan

• bayan „adad al-fi‟li (penjelasan frekuensi perbuatan).

• Terkadang yang disebutkan hanya sifat dari maf‟ul mutlaqnya saja, sementara
maf‟ul mutlaqnya sendiri tidak disebutkan, seperti pada contoh nomor 4, dan
terkadang juga maf‟ul mutlaq disebutkan secara tersendiri, tanpa ada fi‟il maupun
fa‟ilnya, seperti dua contoh yang terakhir, nomor 7 dan 8.

3-Maf‟ul liajlih, yakni kata yang menjelaskan sebab dilakukannya sebuah


perbuatan, biasanya kata tersebut dalam bentuk mashdar dan berkaitan dengan hal-
hal yang berkaitan dengan hati (af‟al al-qulub ), yakni kata kerja yang berkaitan
dengan hati, seperti yang bermakna takut, ingin, mengharap dan sebagainya,
contoh:
1- ‫سيطرت الواليات ادلتحدة على العراق رغبة يف اذليمنة على دول الشرق االوسط‬
1- Amerika Serikat menguasai Irak karena ingin menghegemoni negara-negara
Timur Tengah

2- ‫اجتهد الطالب يف دراستو طول الليل خوفا من الفشل يف االمتحان‬


2- Mahaiswa itu giat belajar sepanjang malam karena takut gagal dalam ujian.

4-Maf‟ul ma‟ah, yakni kata yang terletak setelah wawu maiyyah yang maknanya
“dengan” dan tidak bisa dimaknai sebagai wawu „ataf dalam kalimat ersebut,
misalnya:

1- ‫انطلقت القافلة وغروب الشمس‬


Kafilah itu berangkat bersamaan terbenamnya matahari

2- ‫ال تعمل أعماال تتناِف وتعاليم اإلسالم‬


Jangan melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran-ajaran
Islam

5-Maf‟ul fih, yakni kata yang menjelaskan kapan atau di mana perbuatan itu
dillakukan, misalnya:

‫قرأ ادلسلمون القرآن ليال‬


Orang-orang muslim membaca al-Qur‟an di waktu malam

‫لعب األوالد كرة القدم أمام ادلدرسة‬


Anak-anak bermain sepak bola di depan sekolah
6-Hal, yaitu kata atau kalimat yang menjelaskan keadaan pelaku atau objek ketika
suatu perbuatan sebagaimana yang dinyatakan dalam kata kerja itu dilakukan,
misalnya :

)‫يأيت الضيوف إَل منزِل راكيب السيارةِ (أو راكبني السيارَة‬


Para tamu datang ke rumahku (sambil) naik mobil

‫كل جالسا وال تأكل ماشيا‬


Makanlah sambil duduk jangan makan sambil berjalan

‫أكتب إليك وأنا أسأل اهلل أن َين عليك بالصحة‬


Saya menulis surat kepadamu seraya mohon kepada Allah mudah-mudahan
memberimu kesehatan

‫شاىدت الناس يهربون من احلريق‬


Saya menyaksikan orang-orang (dalam kondisi) berlarian dari kebakaran

‫جلس الرجل الذي مات أبوه يف احلرب باكيا حزينا تتألق العبات يف عينيو‬
Orang yang ayahnya mati dalam peperangan itu duduk seraya menangis sedih
berlinangan air mata

7- Tamyiz, yakni keterangan erhadap sesuatu masalah yang samar berkaitan


dengan benda. Bedanya dengan hal adalah bahwa yang terakhir ini berkaitan
dengan keadaan, sementara tamyiz berkaitan dengan benda, baik benda kongkrit
maupun abstrak, seperti:

‫اشرتيت مرتا قماشا‬


Saya membeli satu meter kain

‫السنة إثنا عشر شهرا‬


Satu tahun ada dua belas bulan

‫الشهر ثالثون يوما‬


Satu bulan ada tiga puluh hari

‫اليوم أربع وعشرون ساعة‬


Satu hari ada dua puluh empat jam

8-tawabi‟ yang terdiri dari : na‟at, „ataf‟ taukid dan badal.

‫ النعت‬:
‫طلب العلم أمر مهم يهملو كثري من الناس‬
Menuntut ilmu adalah hal penting yang diabaikan banyak orang.

Dalam contoh di atas, ada dua bentuk naat : yang pertama naat mufrad yaitu kata
muhimm, dan yang kedua adalah naat jumlah yaitu kata yuhmiluh katsir min an-nas.
Kalimat ( jumlah ) ini terletak setelah dan sekaligus menjelaskan isim nakirah yaitu
muhimm. Sementara kata muhimm bukan berupa kalimat ( jumlah ) maka ketika
kata tersebut menjadi sifat bagi kata sebelumnya yakni amr , kata tersebut disebut
na‟at mufrad (pengertian mufrad di sini adalah bukan kalimat atau jumlah )

‫اشرتى عمي البيت القدَي الذي كنت أسكن فيو يف الثمانينات‬


Pamanku membeli rumah lama yang dulu pada tahun delapan puluhan saya tinggal
di situ.
‫ال بد لك من اختيار األصدقاء الطيبة أخالقهم‬
Kamu mesti memilih teman-teman yang baik akhlaknya.

Contoh yang terakhir di aas disebut na‟at sababi yakni kata at-tayyibah. Cirinya
adalah bahwa na‟at tersebut mempunyai fa‟il dalam contoh di atas adalah kata
akhlaquhum, yang mengandung dlamir (kata ganti) yang kembali kepada man‟ut
dalam contoh di atas kata al-asdiqa.. Na‟at sababi tersebut akan selalu dalam
bentuk mufrad sebagaimana hubungan antara fi‟il dengan fa‟ilnya. Tetapi harus
mengikuti kata yang sesudahnya, yakni failnya dalam hal muannats dan
muzakkarnya, meskipun harus berbeda dengan man‟utnya, mislanya:

‫حضر الرجل الكرَية أمو‬


‫حضرت ادلرأة الكرَي أبوىا‬
‫حضر الرجال الكرَية أمهم‬
‫حضرت النساء الكرَي أبوىن‬
‫حضر الرجال الكرَي أبوىم‬
‫حضرت النساء الكرَية أمهن‬
Dengan kata lain, na‟at sababi merupakan kata sifat yang mempunyai fa‟il dan kata
tersebut menjadi na‟at atau sifat bagi kata sebelumnya. Perlu diketahui bahwa kata
sifat seperti isim fa‟il , isim maf‟ul atau sifah musyabbahah, bisa berfungsi seperti
fungsi kata kerjanya, yaitu mempunyai fa‟il bagi isim fa‟il dan sifah musyabbahah
dan mempunyai na‟ib fa‟il bagi isim maf‟ul. Maka jika kata tersebut mempunyai fa‟il
yang ada kata ganti ( dlamir )nya, kemudian kata tersebut menjadi na‟at atau sifat
bagi kata sebelumnya, dalam keadaan seperti itulah disebut na‟at sababi.
‫ العطف‬:
‫حضر األساتيذ والطالب الندوة اليت عقدهتا ىيئة الطالب التنفيذية‬
Guru Besar dan para mahasiswa menghadiri seminar yang diadakan oleh Lembaga
eksekutif Mahasiswa

‫ التوكيد‬:
‫جنح أولئك الطالب جيعهم يف االمتحان‬
Mahasiswa-mahasiswa itu lulus ujian semuanya.

Kata jami‟ di atas merupakan taukid yakni kata yang memperkuat pernyataan, sebab
jika tidak diberi kata semacam itu, kemungkinan dipahami bahwa yang lulus
sebagian amat besar boleh jadi ada satu atau dua mahasiswa yang tidak lulus.

‫مدير اْلامعة نفسو ىو الذي أعطى جائزة للطالب ادلتفوقني‬


Rektornya sendiri yang memberi hadiah kepada para mahasiswa yang berprestasi
Jika tidak diberi taukid kemungkinan bisa dipahami bahwa yang memberi hadiah
adalah Pembantu Rektor, yang mewakilinya.

‫ البدل‬:
‫األستاذ أْحد يلقي زلاضرة عن تطور اجملتمع اإلسالمي يف كندا‬
Profesor Ahmad menyampaian ceramah tentang perkembangan masyarakat Islam
di Canada.

Yang di maksud dengan ustadz di sini adalah Ahmad, dan Ahmad yang dimaksud di
sini adalah Ahmad yang profesor (ustadz). Kedua kata tersebut sama maksudnya,
karena itu maka badal tersebut disebut badal kull min al-kull.
‫يعجبِن حسان صوتو‬
Saya kagum dengan suara Hassan (Saya kagum dengan Hassan, suaranya)

Kata shaut menggantikan Hassan, jadi yang dikagumi bukan Hassannya tapi
suaranya. Karena suara seseorang merupakan sesuatu yang tercakup dalam dirinya
maka badal ini disebut badal isytimal

‫قطعنا ادلسافة نصفها‬


Kita menempuh separuh jarak perjalanan (Kita menempuh jarak perjalanan,
separuhnya).

Kata nishf menggantikan masafah, yang ditempuh bukan seluruh jarak perjalanan
tetapi separuhnya. Nishf atau setengan adalah merupakan bagian dari suatu
keseluruhan, maka badal ini disebut badal ba‟dl min al-kull

9. Idlafah

Idlafah ada dua macam yaitu:

a) idlafah ma‟nawiyyah dan

b) b)idlafah lafziyyah.

Adapun Idlafah ma‟nawiyyah adalah merupakan penyatuan dua kata atau lebih yang
menimbulkan makna salah satu dari tiga berikut : pertama, makna ‫من‬ (dari),
misalnya : ‫( خامت ذىب‬cincin dari emas); kedua, makna ‫(يف‬dalam) misalnya ‫صالة‬
‫(العصر‬salat dalam waktu ashar) dan ketiga, makna ‫(ل‬milik atau untuk), misalnya
‫(منزل أْحد‬rumah milik Ahmad). Idlafah terdiri dari mudlaf dan mudlaf ilaih. Struktur
ini bisa terdiri dari dua kata sebagaimana contoh di atas, bisa juga lebih dari dua,
misalnya : ‫(فناء منزل أْحد‬halaman rumah Ahmad) atau seperti ‫فناء منزل رئيس ادلدرسة‬
(halaman rumah Kepala Sekolah).

Idlafah lafziyyah adalah idlafah yang tidak menimbulkan salah satu dari tiga makna
huruf jar di atas, yakni ‫ من ؛ ل ؛ يف‬. Disebut lafziyyah karena hanya lafalnya saja
yang tampak dalam struktur idlafah, sementara maknanya bukan idlafah, misalnya:
‫( كثري ادلال‬banyak uangnya); atau ‫( قليل الكالم‬sedikit bicaranya). Oleh karena itu,
berbeda dengan idlafah ma‟nawiyyah, yang mudlaf nya tidak boleh diberi tambahan
‫ال‬, dalam idlafah lafziyyah , mudlaf nya bisa diberi ‫ال‬misalnya : kata ‫كثري الكالم‬
bisa menjadi ‫( الكثري ادلال‬orang yang banyak harta) dan begitu pula kata ‫قليل الكالم‬
bisa menjadi ‫( القليل الكالم‬orang yang sedikit bicara)., hampir sama dengan
ungkapan ‫ الذي كثر مالو‬dan ‫الذي قل كالمو‬.
ّ
Apa yang dijelaskan di atas adalah pola-pola struktur kalimat yang terdiri dari
unsur pokok ( ma‟mul „umdah )yakni jumlah ismiyyah dan jumlah fi‟liyyah ,
sementara yang lainnya adalah unsur pelengkap, (ma‟mul fudlah). Semakin banyak
unsur pelengkap yang ada pada suatu kalimat, semakin lengkap pula informasi yang
terkandung didalamnya. Pola-pola struktur tersebut membentuk berbagai macam
kalimat. Dapat dikatakan bahwa sebenarnya sebuah kalimat terjadi dari kombinasi
unsur-unsur di atas. Kombinasi isi sifatnya arbriter, dan bisa bersifat kompleks,
tergantung pada kebutuhan pengungkapan. Semakin lengkap ragam pola struktur
yang digunakan dalam sebuah kalimat semakin lengkap informasi yang terkandung
didalamnya dan semakin kompleks kalimat tersebut.

Pemahaman terhadap sebuah kalimat menuntut pengenalan pola


strukturnya, sebab model struktur kalimat akan sangat berkaitan dengan maknanya.
Karena itu maka kemampuan menganalisis struktur kalimat amat diperlukan dalam
pemahaman sebuah teks bahasa Arab. Kekeliruan dalam menganalisisnya dapat
mengakibatkan kesalahapahaman. Kalimat tertentu terkadang mempunyai lebih dari
satu kemungknan struktur, sebab struktur kalimat tertentu dapat berbeda maknanya
dari yang lain. Oleh karena struktur kalimat juga berkaitan dengan makna, maka
pemahaman terhadap konteks juga diperlukan dalam menentukan struktur kalimat,
misalnya:

.‫رأيت أمس صديق الطبيب اْلديد‬


Kemarin saya melihat teman dokter yang baru itu.

Jika kata yang digaris bawah di atas dibaca aljadida, maka stuktur kata
tersebut merupakan sifat atau naat dari kata shadiq, teapi kalau dibaca al-jadidi kata
tersbut menjadi sifat atau naat dari kata at-tabib. Perbedaan struktur ini pada
akhirnya juga berpengaruh pada makna kalimat. Arti kalimat di atas: Saya kemarin
melihat teman dokter yang baru. Jika dibaca al-jadida maka yang baru adalah teman
dokter tersebut, tetapi jika dibaca al-jadidi, yang baru adalah dokternya. Dengan
demikian, penentuan struktur kalimat tersebut tergantung pada maknanya, dan ini
hanya dapat dipastikan melalui konteksnya.

2. Jumlah Fi'liyyah ( ُ‫الف ْعلِيَّة‬


ِ ُ‫)اَ ْْلملَة‬
ُْ
Jumlah Fi'liyyah adalah kalimat yang diawali dengan kata kerja (fi'il).
Jumlah Fi'liyyah terdiri dari 3 bagian, yaitu Fi'il ( ‫ )فِ ْع ٌل‬dan Fa'il (‫اع ٌل‬
ِ َ‫ )ف‬dan Maf'ul bih
( ‫ول بِِو‬
ٌ ُ‫) َم ْفع‬.
Ma'ful bih sifatnya optional, maksudnya tidak harus selalu ada dalam kalimat.

Fi'il adalah pekerjaan yang dilakukan, dan Fa'il adalah pelaku pekerjaan.
Maf'ul bih adalah objek dari perbuatan Fa'il (pelaku pekerjaan).

Fa'il harus Marfu' ( ‫ع‬


ٌ ‫) َم ْرفُ ْو‬, artinya harokat huruf terakhir harus dhommah atau
dhommatain.
Maf'ul bih adalah isim Mansub ( ‫ب‬
ٌ ‫ص ُو‬
ُ ‫) َمْن‬, artinya harokat terakhir harus fathah atau
fathatain, kecuali jika isim itu didahului oleh huruf jar (preposisi), misalnya min (dari)
‫ ِم ْن‬, atau ila (ke) ‫إَل‬, maka harokat terakhirnya harus kasrah, istilahnya Majrur (‫) َْرل ُرْوٌر‬.
Contoh:
‫ب كِتَابًا‬ ِ
- Siswa membaca buku (Qoraa thoolibun kitaaban) -
ٌ ‫قَ َرأ طَال‬
‫ )قَ َرأ‬Fi'il, Siswa (‫ب‬ ِ ِ
Membaca (
ٌ ‫ )طَال‬Fa'il, Buku (‫ )كتَابًا‬Ma'ful bih
‫ت‬ِ ‫ذَىب الَّْرجل إِ َ َٰل الْب ي‬
- Pria itu (telah) pergi ke rumah itu (Dzahaba arrojulu ilal baiti) - َْ ُُ َ َ
Pergi (‫ىب‬ ِ ِ
َ َ ‫ ) َذ‬Fi'il, Pria itu (‫ )الَّْر ُج ُل‬Fa'il, Ke (‫ )إ َ َٰل‬huruf jar, Rumah itu (‫ )الْبَ ْيت‬Maf'ul bih.
Perhatikan kata Al Bait diakhiri dengan harokat kasrah, karna didahului dengan huruf
jar.

Tugas

1. Setelah membaca modul tentang Jumlah Fi‟liyyah di atas, mari berlatih untuk
menemukan struktur jumlah fi‟liyyah dalam Al-Quran. Bacalah ayat Al-Quran
Surah Al-Mu‟minun dan temukan struktur Jumlah Fi‟liyyahnya.

Insert: https://www.youtube.com/watch?v=-KvUgS0FkwE

2. Tentukan apakah teks berikut mengandung jumlah fi‟liyyah.


Tes Formatif 2

Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat.

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang

Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 2, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.

Kegiatan Belajar 4: Tarkib Idhafah dan Takkib Washfi

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mampu mengidentifikasi tarkib idhafah dan tarkib washfi dengan tepat
berdasarkan ciri-cirinya.
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Mengidentifikasi tarkib idhafah dan tarkib washfi dengan mengenali ciri-
cirinya secara tepat.

Pokok-pokok Materi

Genre Drama
1. Tarkib Idhafi
2. Tarkib Washfi

Uraian Materi

A. Tarkib/Struktur Idhafi (Mudhaf + Mudhaf Ilaih)


Pengertian Idhofah
Idhofah atau kata majemuk ialah penyandaran suatu kata isim kepada yang lain
untuk menunjukkan pengertian yang lebih khusus. Dalam susunannya, dikenal
istilah mudhaf (kata yang disandarkan) dan mudhaf ilaih (kata yang disandari).
Contoh Idhafah : ‫غُالَ ُم َزيْ ٍد‬

Syarat-Syarat Idhofah
a. Dalam susunan mudhof tidak boleh didahului alif lam ( ). ‫ال‬
Contoh: Mudhof= ‫الر ُس ْو ُل‬
َّ mudhof ilaih=
ُ‫اهلل‬. Maka dalam Susunan idhofahnya
ِ‫رسو ُل اهلل‬
menjadi :
ُْ َ
b. Idhofah tidak boleh tanwin.
Contoh: Mudhof= ٌ‫ َح ِقْيبِة‬mudhof ilaihi= ‫ ُزلَ َّم ٌد‬. Dalam Susunan idhofahnya menjadi,
‫َح ِقْيبَةُ ُزلَ َّم ٍد‬
c. Membuang nun mutsanna atau jamak pada mudhof dalam idhofah.
ِ ‫ كِتَاب‬mudhof ilaihi= ‫ ُزل َّم ٌد‬Susunan idhofahnya : ‫كِتَابا ُزل َّم ٍد‬
‫ان‬
Contoh: mudhof=
َ َ َ َ
Macam-macam idhofah
1. Idhofah ma‟nawiyyah, disebut juga idhofah mahdhoh. Yaitu idhofah yang
mudhofnya bukan berupa isim sifat dan mudhof ilaihnya bukan ma‟mulnya. Contoh:
‫ب الْقاَ ِضى‬ ِ ٍ
ُ ‫ كاَت‬, ‫غُالَ ُم َزيْد‬
2. Idhofah lafdhiyyah disebut juga idhafah ghairu mahdhoh. Yaitu mudhofnya berupa
isim sifat (isim fail, isim maf‟ul,), sedangkan mudhof ilaihnya merupakan ma‟mulnya.
Contoh : ‫َح َس ُن الْ َو ْج ِو‬

Contoh-contoh idhofah (Susunan Mudhof Mudhof Ilaih) :


=ِ ‫ َم ْس ِج ُد اْلاَِم َعة‬Masjid kampus
‫ = ُس َورةُ ال َف ِاَتَ ِو‬Surat Al-Fatihah
‫ُستاَ ِذ‬ْ ‫ت األ‬ ُ ‫ = بَْي‬Rumah ustadz
‫ص ِل‬ ْ ‫ب ال َف‬ ُ َ‫ = با‬Pintu kelas
Idhofah terkadang juga menyimpan arti ‫ِم ْن‬ ‫( ِ ْيف‬di dalam), ‫( ِل‬untuk/milik).
(dari),
Contoh: ‫ضوِء‬ ُ ‫ = َمكاَ ُن الْ ُو‬Tempat (untuk) wudhu. ‫ب‬ ِ َ‫ف الْمكْت‬ ُ َّ‫ = ُم َوظ‬Pegawai(nya)
ْ َ
kantor. ‫ذ م ْدرس ٍة‬ ِِ ٍ ‫ = خاََمتُ ذَ َى‬Cincin (dari) emas. ُ‫َسيَّارة‬
َ َ َ ُ ‫ = ت ْلمْي‬Siswa (di) sekolah. ‫ب‬ َ
ِ‫اطمة‬
ِ َ‫ = ف‬Mobil (milik) Fatimah.
َ
Menurut para ahli nahwu, idhafah ialah:
‫ﺭبط اسمين ﺃحدىما باِلخر على ﻭجو يفيد تعريفا ﺃﻭ تﺨصيصا‬.
“Mengaitkan antara dua isim (kata benda) satu dengan lainnya untuk memberikan
makna ta‟rif (ma‟rifat) atau pengkhususan”.
Berdasarkan definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa idhofah memiliki 2 rukun
dan 2 macam:
● 2 rukun struktur idhafah adalah Mudhof dan Mudhof ilaihi.
Mudhof ialah setiap isim yang disandarkan kepada isim lainnya, dengan ketentuan
isim pertama akan men-jar-kan isim kedua. Contoh:
‫اب ُزلَ َّم ٍد‬ ِ
ُ َ‫ ُزلَ َّم ٌد ← كت‬: ‫اب‬
ِ
ٌ َ‫كت‬.
(Kitab milik Muhammad)
Yang men-jar-kan disebut Mudhof sedangkan yang di-jar-kan disebut Mudhof ilaihi.

B. Tarkib/Struktur Washfi (Na‟at+ Man‟ut)


Tarkib Washfi atau struktur na‟at dan man‟ut (sifat + maushuf) adalah struktur kata
isim (nomina) yang diikuti oleh na‟at atau shifat. Isim yang diikuti disebut man‟ut atau
maushuf.

Na'at dan man'ut Na'at adalah lafadz/kata yang menunjukkan sifat pada isim
sebelumnya, maka isim yang disifati tersebut dinamakan Man'ut Na'at akan
mengikuti man'ut ketika posisi rafa', nasab, dan jarr.
Na'at dalam bahasa indonesia biasa disebut keterangan sifat, sedangkan man'ut
adalah kata yang disifati, kondisi i'rab na'at akan mengikuti man'ut, jika man'ut dalam
posisi rafa' (berharokat dhammah) maka na'at juga berharokat fathah, begitu pula
nasab dan jarr. na'at juga akan mengikuti man'ut dalam hal mufrad (tunggal), tasniah
(dua) dan jamak. juga dalam hal mudzakkar dan muannats, lalu dalam hal ma'rifat
dan nakirah. contoh: ‫( جاء زيد كرَي‬zaid yg mulia datang)
/zaid/ adalah man'ut dari /mulia/ karena posisi zaid adalah fail (pelaku) maka zaid
berstatus rafa' maka na'atnya (mulia) juga rafa'
contoh lain: ‫( رأيت زيدا عادلا‬saya melihat zaid berilmu)
Pada contoh ini, karena posisi /zaid/ sebagai maf'ul bih, maka kata tersebut menjadi
mansub (berharokat fathah) lalu na'at (berilmu) mengikuti menjadi mansub juga.
(Na‟at) Na‟at adalah tabi‟ yang menyifati isim sebelumnya. Na‟at bisa disebut sifat.
ِ ‫تُصلِّي مسلِمةٌ ص‬
‫( َجاءَ إِ َم ٌام َع ِاد ٌل‬Seorang imam yang adil telah datang) ٌ‫احلَة‬
Contoh:
َ َ ُْ َ
(Seorang muslimah yang shalihah sedang shalat)
Ketentuan-Ketentuan Na‟at:
1. Na‟at harus mengikuti man‟ut dari sisi ta‟yin (kejelasan)nya.
Contohnya:
ِ ‫( رجع طَالِب م‬Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
‫اىٌر‬
ِ َ ٌ ِ َََ
ُ ‫( َر َج َع الطَّال‬Seorang mahasiswa yang pandai itu telah kembali)
‫ب الْ َماى ُر‬

2. Na‟at harus mengikuti man‟ut dari sisi „adad (jumlah)nya.


Contohnya:
ِ ‫( رجع طَالِب م‬Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
‫اىٌر‬
ِ‫اىران‬ َِ ‫ان ٌم‬ ََ
ِ ‫( رجَع طَالِب‬Dua orang mahasiswa yang pandai telah kembali)
ََِ َ َََ
‫ب َماى ُرْو َن‬ٌ َّ‫( َر َج َع طُال‬Para mahasiswa yang pandai telah kembali)
3. Na‟at harus mengikuti man‟ut dari sisi nau‟ (jenis)nya.
Contohnya:
ِ ‫( رجع طَالِب م‬Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
‫اىٌر‬
ِ َ ٌِ َََ
ٌ‫( َر َج َع طَالبَةٌ َماىَرة‬Seorang mahasiswi yang pandai telah kembali)

Na‟at adalah tabi‟ yang menyifati isim sebelumnya. Na‟at biasanya disebut sifat.
Na‟at juga isim yang mengikuti isim sebelumnya atau man‟ut dalam hal rafa‟, nashab
dan jarnya, serta ma‟rifah dan nakirahnya. Maksudnya, na‟at itu harus mengikuti
man‟utnya. Ia harus dibaca Rafa‟, jika man‟utnya marfu‟; dibaca Nashab, jika
man‟utnya manshub; dibaca Khafad/Jarr, jika man‟utnya majrur. Ia juga harus
Ma‟rifah, jika man‟utnya ma‟rifah; serta Nakirah, jika man‟utnya nakirah.
Contoh: ‫( َجاءَ اَِم ٌام َع ِاد ٌل‬Seorang imam yang adil telah datang)
‫اء‬ ‫ج‬ ‫ام‬ ‫م‬ ِ‫ع ِاد ٌل ا‬Na‟at dari "‫ "اِمام‬marfu‟ dengan tanda rafa‟nya adalah dhommah
َ َ ٌ َ َ ٌَ
dzahirah
Fa‟il marfu‟ dengan tanda rafa‟nya adalah dhommah dzahirah Fi‟il Madhi ‫صلِّي‬َ ُ‫ت‬
ِ ‫ مسلِمةٌ ص‬Seorang muslimah yang shalihah sedang datang
ٌ‫احلَة‬ ‫صلِّي‬ ِ ِ
َ َ ْ ُِ َ ُ‫صاحلَةٌ ُم ْسل َمةٌ ت‬
َ
Na‟at dari "ٌ‫ "مسلمة‬marfu‟ dengan tanda rafa‟nya adalah dhommah dzahirah Fa‟il
َ ُْ
marfu‟ dengan tanda rafa‟nya adalah dhommah dzahirah Fi‟il Mudhori‟

KETENTUAN-KETENTUAN NA‟AT: Na‟at harus mengikuti man‟ut dari segi ta‟yin


ِ ‫رجع طَالِب م‬Telah
‫اىٌر‬
(kejelasan), yaitu dari segi ma‟rifah dan nakirahnya. Contoh:
ِ ِ َ ٌ َََِ
kembali seorang mahasiswa yang pandai ‫ب َر َج َع‬
ٌ ‫ َماىٌر طَال‬Na‟at dari "‫ب‬
ٌ ‫ "طَال‬marfu‟
dan nakirah dengan tanda rafa‟nya dhommah dzahirah Fa‟il marfu‟ dan nakirah
ِ ‫رجع الطَّالِب الْم‬
‫اى ُر‬
dengan tanda rafa‟nya adalah dhommah dzahirah Fi‟il Madhi
ِ َِ ُ َََ
‫ب َر َج َع‬ َّ
Telah kembali seorang mahasiswa yang pandai itu
ِ ُ ‫الْ َماى ُر الطال‬Na‟at dari
"
ُ ‫ "الطَّال‬marfu‟ dan ma‟rifah dengan tanda rafa‟nya dhommah dzhahirah Fa‟il marfu‟
‫ب‬
dan ma‟rifah dengan tanda rafa‟nya dhommah dzahirah Fi‟il Madhi Na‟at harus
ِ ‫رجع طَالِب م‬Telah
‫اىٌر‬
mengikuti man‟ut dari segi „adad (jumlah)nya. Contoh:
ِ ِ َ ٌ َََ ِ
kembali seorang mahasiswa yang pandai ‫ب َر َج َع‬
ٌ ‫ َماىٌر طَال‬Na‟at dari "‫ب‬
ٌ ‫ "طَال‬marfu‟
dengan tanda rafa‟nya dhommah dzahirah. Ia adalah isim marfu‟ dan mufrad kerana
man‟utnya marfu‟ dan mufrad Fa‟il marfu‟ dengan tanda rafa‟nya dhommah dzahirah.
ِ ‫ان م‬
‫اىَر ِان‬ ِ ‫رجع طَالِب‬Telah kembali dua orang
Ia adalah isim mufrad Fi‟il Madhi
ِ َ ِ َ َََ
ِ ِ
‫ َماىَران طَالبَان َر َج َع‬Na‟at dari "‫ان‬ِ ‫ "طَالِب‬marfu‟ dengan tanda
mahasiswa yang pandai
َ
rafa‟nya alif. Ia adalah isim marfu‟ dan mutsanna kerana man‟utnya marfu‟ dan
mutsanna Fa‟il marfu‟ dengan tanda rafa‟nya alif. Ia adalah isim mutsanna Fi‟il Madhi
ِ ‫رجع طُالَّب م‬Telah kembali para mahasiswa yang pandai ‫اىرو َن طُالَّب رجع‬
‫اى ُرْو َن‬ ِ
َ ٌ َََ َََ ٌ ْ ُ ‫َم‬
Na‟at dari "‫ب‬ ٌ َّ‫ "طُال‬marfu‟ dengan tanda rafa‟nya wawu. Ia adalah isim Jama‟
Mudzakkar Salim. Ia isim marfu‟ dan jama‟ kerana man‟utnya isim marfu‟ dan jama‟
Fa‟il marfu‟ dengan tanda rafa‟nya dhommah dzahirah. Ia adalah Jama‟ Taksir Fi‟il
‫ب‬ ِ‫رجع طَال‬
Madhi Na‟at harus mengikuti man‟ut dari segi nau‟ (jenis)nya: Contoh:
ِ ‫م‬Telah kembali seorang mahasiswa yang pandai ِ ِ ٌ َََ
‫اىٌر‬ َ ‫ب َر َج َع‬
ٌ ‫ َماىٌر طَال‬Na‟at dari
ِ
"‫ "طَالب‬marfu‟ dengan tanda rafa‟nya dhommah dzahirah. Ia adalah isim marfu‟ dan
ٌ
mudzakkar kerana man‟utnya marfu‟ dan mudzakkar Fa‟il marfu‟ dengan tanda
ِ ‫رجع طَالِبةٌ م‬
ٌ‫اىَرة‬
rafa‟nya dhommah dzahirah. Ia adalah isim mudzakkar Fi‟il Madhi
ِ َ َ ِ َََ
Telah kembali seorang mahasiswi yang pandai ِ
‫ َمهَرةٌ طَالبَةٌ َر َج َع‬Na‟at dari "ٌ‫"طَالبَة‬
marfu‟ dengan tanda rafa‟nya dhommah dzahirah. Ia adalah isim marfu‟ dan
muannats kerana man‟utnya marfu‟ dan muannats Fa‟il marfu‟ dengan tanda
rafa‟nya dhommah dzahirah. Ia adalah isim muannats Fi‟il Madhi Isim-isim yang
marfu‟ adalah isim-isim yang ber-i‟rob rofa. Isim-isim yang manshub adalah isim-isim
yang ber-i‟rob nashob. Isim-isim yang majrur adalah isim-isim yang ber-i‟rob jar. Dari
segi bilangannya, bentuk-bentuk Isim dibagi tiga: 1) ISIM MUFRAD (tunggal) kata
benda yang hanya satu atau sendiri. 2) ISIM MUTSANNA (dual) kata benda yang
jumlahnya dua. 3) ISIM JAMAK (plural) atau kata benda yang jumlahnya lebih dari
dua.

C. Perbedaan Tarkib Idhafi dan Tarkib Washfi

Sering sekali bagi pemula yang belajar nahwu atau bahasa arab bingung antara
susunan idhofah dan mudhof-mudhof ilaih. Mari kita bahas perbedaan antara
keduanya
1 Mudhof-mudhof ilaih, tidak masalah dengan perbedaan jenis antara mudhof
dan mudhof ilaihnya; yaitu dalam hal mudzakkar dan mu-annats. Misalnya :
‫( َسيَّ َارةُ َح ِام ٍد‬mobilnya Hamid)
ُ‫ َسيَّ َارة‬: Kata benda muannats karena ber ta‟ mabuthoh
‫ َح ِام ٍد‬: Nama laki-laki termasuk isim mudzakkar
Adapun Na-at – man‟ut harus sesuai dalam hal mudzakkar dan muannatsnya.
Na‟at harus mengikuti jenis dari man‟utnya. Misalnya,
‫اب َج ِديْ ٌد‬ ِ
ٌ َ‫( كت‬kitab yang baru)
atau
ٌ‫اعةٌ َج ِديْ َدة‬
َ ‫( َس‬jam tangan yang baru)
Perhatikan kedua contoh susunan na‟at-man‟ut diatas, jika man‟utnya mudzakkar
maka na‟atnya harus mudzakkar. Sebaliknya, jika man‟utnya muannats, maka
na‟atnya harus dalam keadaan muannats juga.
2. Dalam susunan idhofah, mudhof harus nakiroh dan mudhof ilaihnya harus
ma’rifat. misalnya :
‫( َسيَّ َارةُ َح ِام ٍد‬Mobilnya Hamid)
ُ‫ َسيَّ َارة‬adalah isim nakiroh yang kemudian tanwinnya dihilangkan karena dia di-
idhofahkan. ‫د‬ ٍ ‫ح ِام‬adalah isim ma‟rifat berupa nama orang
َ
‫ت ادل ِديْ ِر‬
ُ ‫( بَْي‬Rumahnya kepala sekolah)
ُ ِ
‫ت‬ُ ‫بَْي‬adalah isim nakiroh yang tanwinnya dihilangkan; ‫ ادلُديْ ِر‬adalah isim ma‟rifat
dengan AL
Adapun Na‟at-man‟ut, maka ia harus bersesuaian dalam hal nakiroh dan
ma‟rifatnya.
Misalnya :
‫س َج ِديْ ٌد‬ ِ ِ
ٌ ‫( َحام ٌد ُم َد ِّر‬Haamid adalah murid baru). Na‟atnya yaitu ‫ َجديْ ٌد‬harus nakiroh
karena man‟utnya ‫د ِّرس‬ َ ‫ ُم‬berupa isim nakiroh. Begitu juga sebaliknya.
ٌ
‫س اْلَ ِديْ ُد ؟‬ ِ
ُ ‫( أَيْ َن ادلَُد ِّر‬dimana guru yang baru?) Na‟atnya yaitu ‫ اْلَديْ ُد‬harus ma‟rifat
karena man‟utnya yaitu ‫د ِّرس‬
ُ َُ‫ ادل‬berupa isim ma‟rifat.
3. Kedudukan mudhof ilaih HARUS majrur sedangkan mudhof tergantung
kedudukannya dalam kalimat. Misal
ِ ‫( َسيَّارةُ الطَّبِْي‬mobilnya dokter)
‫ب‬ َ
ُ‫ َسيَّ َارة‬karena tidak diawali huruf jar, maka dia kembali seperti hukum asal isim mu‟rob
di awal kalimat yaitu dalam keadaan marfu„ dengan tanda dhommah.
Adapun ِ ‫الطَّبِْي‬
‫ب‬
maka ia HARUS MAJRUR karena mudhof ilaih WAJIB MAJRUR; disini tanda
majrurnya adalah kasroh. Contoh lainnya yaitu:
ِ‫اب اهلل‬
ِ َ‫( ِيف كِت‬didalam kitabnya Allah)
ْ
ِ َ‫ كِت‬didalam penggalan kalimat diatas dalam keadaan majrur karena di awali oleh
‫اب‬
ِ yang mulia maka dia dalam keadaan majrur sebagai
huruf jar ‫ِيف‬. Adapun lafadz ‫اهلل‬
ْ
mudhof ilaih.
Sedangkan pada susunan na‟at man‟ut, maka kedudukan na‟at mengikuti
kedudukan man‟utnya. Misal :
ِ ‫( الطَّالِبَةُ اْلَ ِديْ َدةُ من الص‬Seorang pelajar baru itu dari China)
‫ني‬
ُ‫ اْلَ ِديْ َدة‬adalah na‟at untuk man‟utnya yaitu ُ‫ الطَّالِبَة‬dan kedudukan na‟atnya mengikuti
man‟utnya; dalam hal ini marfu dengan tanda rafa„nya dhammah.
ِ‫( ذَ َىب َح ِام ٌد َإَل ادل ِديْنَ ِة ادلنَ َّورة‬Hamid pergi ke madinah yang bercahaya)
َ ُ َ َ ِ ‫ ادل‬majrur
ِ‫ ادلنَ َّورة‬adalah na‟at dalam keadaan majrur karena mengikuti man‟utnya ‫ديْ نَ ِة‬
َ ُ َ
oleh huruf jar yaitu ‫إَل‬ َ.
4. Pada susunan idhofah, jumlah/bilangan mudhof ilaih tidak mesti sama
dengan mudhofnya. Misalnya :
ِ ْ َ‫( ذُ ْو ال َقرن‬pemilik dua tanduk)
‫ني‬ ْ
‫ ذُ ْو‬adalah mudhof dan hanya berarti satu/mufrod tapi mudhof ilaihnya
yaitu ‫ني‬ ِ ْ َ‫ ال َقرن‬adalah isim mutsanna yaitu isim yang berarti jumlahnya ada dua.
ْ
Contoh lain yaitu pada kata ‫ن‬ ِ ْ‫( ذُ ْو النُ َري‬pemilik dua cahaya). Ada yang tahu siapa
pemilik gelar ini? Adalah Sahabat Utsman bin „Affan radhiyallahu „anhu karena
beliau memiliki dua orang istri yang merupakan anak dari Nabi shalallahu „alaihi
wasallam.
Sedangkan pada susunan na‟at-man‟ut, maka jumlah bilangan HARUS
sama. kecuali jika man‟utnya berupa jamak taksir maka na‟atnya boleh mufrod
muannats.

ٌ‫اعةٌ َج ِديْ َدة‬


َ ‫( َس‬jam tangan baru)
pada contoh diatas, na‟atnya mufrod/tunggal karena man‟utnya mufrod. contoh
lainnya ada di hadits berikut :
‫الر ْْحَ ِن ُسْب َحا َن اللَّ ِو‬ ِ َ‫ ثَِقيلَت‬، ‫ان‬
ِ َ‫ حبِيبت‬، ‫ان ِِف الْ ِميز ِان‬
َّ ‫ان إِ ََل‬ ِ ‫كلمتانَخفيفتانَ علَى اللِّس‬
َ َ َ َ َ
ِ‫ ُسْب َحا َن اللَّ ِو الْ َع ِظيم‬، ِ‫“ َوِِبَ ْم ِده‬Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat
ditimbangan, dan disukai Ar Rahman yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil
„azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang Maha
Agung).
ِ َ‫ َكلِمت‬adalah man‟ut yang berupa isim mutsanna (yang bermakna jumlahnya ada
‫ان‬ َ ِ َ‫ خ ِفي َفت‬juga harus dalam bentuk mutsanna.
2) maka na‟atnya yaitu ‫ان‬ َ
Kesimpulannya :
1. Mudhof ilaih tidak harus mengikuti jenis mudhofnya; yaitu dalam hal mudzakkar
dan mu-annats. Sedangkan Na‟at harus mengikuti man‟utnya dalam hal mudzakkar
dan muannatsnya.
2. Mudhof HARUS nakiroh dan mudhof ilaihnya HARUS ma‟rifat. Sedangkan na‟at
harus mengikuti man‟ut dalam hal nakiroh dan ma‟rifatnya.
3. Harakat mudhof tergantung kedudukannya dalam kalimat. Adapun mudhof ilaih
HARUS majrur. Sedangkan na‟at HARUS mengikuti kedudukan dan harakat
man‟utnya.
4. Pada susunan idhofah, jumlah/bilangan mudhof ilaih tidak mesti sama dengan
mudhofnya. Sedangkan na‟at HARUS bersesuaian jumlahnya dengan-man‟utnya
(kecuali jika man‟utnya berupa jamak taksir maka na‟atnya boleh mufrod muannats)

Tugas
Carilah perbedaan antara: (1) tarkib idhafah, (2) tarkib washfi

Tes Formatif 4

Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat.


Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 4 yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 4.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang

Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 4, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.

Tugas Akhir
Setelah mempelajari materi yang terdapat pada kegiatan 1 s.d. 4, buatlah
peta konsep dari jumlah fi‟liyyah dan jumlah ismiyyah.

Tes Sumatif

KUNCI JAWABAN

Kunci Jawaban Tes Formatif


Tes Formatif 1
1. A
2. C
3. B
4. C
5. D

Tes Formatif 2
1. D
2. A
3. A
4. C
5. B

Tes Formatif 3
1. B
2. C
3. A
4. B
5. D

Tes Formatif 4
1. A
2. C
3. A
4. B
5. D

Kunci Jawaban Tes Sumatif


1. B
2. A
3. D
4. A
5. A
6. B
7. B
8. C
9. B
10. D
11. C
12. B
13. B
14. D
15. A

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid, Muhyiyuddin, At-tuhfah as-saniyah. 2010. Jogjakarta: Media hidayah.


Al-Hamid, Abdullah, dkk. Silsilah ta‟lim al-lughah al-„arabiyah al-mustawa ats-tsani.
Jakarta: jami‟ah ad-da‟wah wa at-ta‟lim.
al-Hanbali, Mar‟i bin Yusuf bin Abi Bakr bin Ahmad al-Karami al-Maqdisi, Dalîl al-
Thâlibîn li Kalâm al-Nahwiyyîn, Kuwait: Idarah al-Makhthuthat, 2009/1430 H.
Al-Maqthari, Muhammad Ash-Shaghir bin Qa‟id. Al-Hulalu adz-dzahabiyah „ala at-
tuhfah as-saniyah. 2007. San‟a: Maktabah Al-Imam Al-Albani.
Al-Qawaid al-Asasiyah lil lughah al-„Arabiyah karya Ahmad al-Hasyimi
badaronline.com
Departemen Agama Republik Indonesia , Al-Qur‟an dan Terjemahnya.
Djuha, Djawahir. Tatabahasa Arab (Ilmu Nahwu) terjemahan Matan Al-Ajrumiyah.
Cet. VII; Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007.
Fahmi, Ah. Akrom. Ilmu Nahwu & Sharaf 3 (tata bahasa arab). Cet. I; Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1999.
Fida‟, Abu. Mumti‟ah al-aajurumiyah ma‟a ats-tsamru ad-daani. 2010. San‟a: Dar al-
atsar.
Fuadz, Nikmah. Mulakhas Qawaid Al-lughah Al-„arabiyah. Beirut: Dar Ast-staqafah
Al-islamiyah.
Ibnu Khallikan, Wafayât al-a„yân, vol. 1, p. 663.
Ilmu Nahwu – Terjemah Matan Al-Jurumiyyah dan Imrithy kaarya K.H. Moch. Anwar
Kasim, Amrah. Bahasa Arab di Tengah-Tengah Bahasa Dunia,2009 M. Kota
Kembang : Yogyakarta
Ni‟mah,Fuad. Mulakhkhos Qawa‟id Al-lugatul „Arabiyah, Darul Atssiqofah Al-Islam
Nuri, Mustafa Moh. Tuntunan Praktis Memahami Bahasa Arab I. Ujung
Pandang: Fakultas Adab IAIN Alauddin, 1992.
Nuri, Mustafa. Al-„Arabiyyah Al-Muyassarah, 1429 H/2008 M.Pustaka Arif: Jakarta.
Qowa‟idul asasiyah lillughotil arobiyah hal 6, Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Darul Kutub
Al-„Ilmiyah
Raya, Ahmad Thib dan Musdah Mulia. Pangkal Penguasaan Bahasa Arab. Jilid I.
Cet. I; Ujung Pandang: Berkah Utami, 1999.
Rofiq, Aunur. Ringkasan Kaidah-Kaidah Bahasa Arab, 1429 H. Pustaka Al-Furqon:
Gresik.
Syamsuddin Asyrofi, dkk, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta:
Pokja Akademik UIN SUKA, 2006), Hlm.119
Terj. Alfiyah Syarah Ibnu „Aqil karya Bahaud Din Abdullah ibnu „Aqil
Zakaria, Aceng. Ilmu Nahwu Praktis Sistem Belajar 40 Jam, 2004 M. Ibn Azka Press
: Garut
https://nahwusharaf.wordpress.com
https://sukamta.wordpress.com/2010/05/16/bahasa-arab-struktur-kalimat/
No. Kode: ....../2018

PENDALAMAN MATERI BAHASA ARAB


MODUL 3
NAHWU II

Penulis:
Ahmad Royani, M. Hum.

PPG DALAM JABATAN


Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
2018

Hak cipta © Kemenag RI, 2018


Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit. Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ..................................................................................................
Rasional dan Deskripsi Singkat .................................................................
Relevansi ..................................................................................................
Petunjuk Belajar ........................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 1: MARFUATUL ASMA’...................................................


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ..................................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan ............................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 2: MANSHUBAT ..............................................................


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ......................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan .................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 3: MAJRURAT .................................................................


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ......................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan .................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 4: MAJZUMAT .................................................................


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ......................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan .................................................
Pokok-Pokok Materi ..................................................................................
Uraian Materi ............................................................................................
Rangkuman ...............................................................................................
Tugas ........................................................................................................
Tes Formatif ..............................................................................................

TUGAS AKHIR .....................................................................................................


TES SUMATIF ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................
GLOSARIUM .......................................................................................................
PENDAHULUAN

Rasional dan Deskripsi Singkat


Dalam Modul 2 ini Anda kami ajak untuk mempelajari ilmu nahwu atau
gramatika dalam bahasa Arab. Selaras dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki
oleh guru bahasa Arab untuk MI, MTs, dan MA, modul ini bertujuan agar Anda
memiliki kompetensi yang berkaitan dengan struktur kalimat dalam bahasa Arab dan
fungsi-fungsi kata dalam struktur kalimat, termasuk perubahan bentuk akibat
perbedaan fungsi kata dalam kalimat. Secara rinci setelah mempelajari materi dalam
modul ini, diharapkan Anda dapat:
1. Mengidentifikasi ilmu nahwu (gramatika bahasa Arab) dan pola kalimat dasar
dalam bahasa Arab.
2. Mengidentifikasi jumlah fi’liyyah atau struktur kalimat yang terdiri atas fi’il + fa’il
dan atau fi’il + fa’il + maf’ul bih dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.
3. Mengidentifikasi jumlah ismiyyah atau struktur kalimat yang terdiri atas mubtada +
khabar dengan tepat berdasarkan ciri-cirinya.
4. Mengidentifikasi struktur idhafah atau kata majemuk dengan tepat berdasarkan
ciri-cirinya.

Relevansi
Bahasa Arab di Indonesia merupakan bahasa asing dan bahasa agama
yang harus diajarkan sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa yang baku atau
tersandar, khususnya dalam bidang linguistik (ilmu al-lughah). Kaidah-kaidah yang
harus dikuasai oleh guru bahasa Arab berkaitan dengan ilmu sharf, ilmu nahwu, dan
ilmu balaghah.
Ilmu nahwu ialah ilmu yang membahas tentang aneka struktur kalimat dalam
bahasa Arab, fungsi-fungsi kata di dalam struktur tersebut, dan perubahan yang
terjadi pada kata akibat perbedaan fungsinya dalam struktur/kalimat. Ilmu nahwu
termasuk bidang ilmu yang harus dikuasai oleh para guru bahasa Arab. Artinya, guru
bahasa Arab harus mampu mengenali dan memahami dengan baik berbagai macam
struktur kalimat bahasa Arab.
Dalam mengajarkan bahasa Arab, para guru bahasa Arab di Madrasah
Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah (MA), serta juga
di SMA/SMK, dituntut minimal menguasai ilmu nahwu, khususnya struktur kalimat
sederhana, yaitu: pola kalimat dasar dalam bahasa Arab, jumlah fi’liyyah atau
struktur kalimat yang terdiri atas fi’il + fa’il dan atau fi’il + fa’il + maf’ul bih, jumlah
ismiyyah atau struktur kalimat yang terdiri atas mubtada + khabar, dan struktur
idhafah atau kata majemuk. Dengan mempelajari materi modul ini, diharapkan Anda
memperoleh manfaat untuk lebih mengenal struktur kalimat sederhana dalam
bahasa Arab serta ciri-cirinya.

Petunjuk Belajar
Agar Anda dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan, Anda dapat mengikuti petunjuk berikut.
1. Bacalah secara cermat tujuan belajar yang hendak dicapai.
2. Pelajari contoh yang tersedia.
3. Cermati materi ilmu nahwu (struktur kalimat sederhana) ini dengan memberi
tanda-tanda khusus pada bagian yang menurut Anda sangat penting.
4. Lihatlah glosarium yang terletak di bagian akhir tulisan ini, apabila menemukan
istilah-istilah khusus yang kurang Anda pahami.
5. Kerjakan latihan dengan baik, untuk memperlancar pemahaman Anda.
6. Setelah Anda mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan, mulailah
membaca modul ini secara teliti dan berurutan.
KEGIATAN BELAJAR 1: MARFUATUL ASMA’

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi konsep MARFUATUL ASMA’

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Menemukan konsep MARFUATUL ASMA’
2. Menerapkan MARFUATUL ASMA’

Pokok-Pokok Materi

A. Pengertian MARFUATUL ASMA’


B. Macam-macam MARFUATUL ASMA’

Uraian Materi

A. Pengertian Marfuatul Asma


Marfuatul asma adalah kumpulan isim (kata benda) yang berada dalam kondisi
marfu dalam i’rabnya. Penyebab marfu’nya adalah dikarenakan adanya ‘amil
(pemarkah) yang berada di depan isim tersebut.
Marfuatul asma termasuk kelompok isim Mu’rab, yaitu kelompok kata
yang berubah-ubah kondisi akhirnya mengikuti kaidah i’rab. Perubahan
kata dalam Bahasa Arab terbagi menjadi empat. Empat macam i’rab ini
didasari oleh 4 harakat dalam Bahasa Arab, yaitu dhammah, fathah,
kasrah, dan sukun. Adapun marfuatul asma termasuk kelompok isim rafa’ atau
dhammah.
B. Macam-macam Marfuatul Asma

‫ و‬،‫ و ﺧﱪﻩ‬،‫ و اﳌﺒﺘﺪأ‬،‫اﳌﻔﻌﻮل اﻟﱠﺬي ﱂ ﻳُ َﺴ ﱠﻢ ﻓَﺎﻋﻠُﻪ‬


ُ ‫ و‬،ُ‫ اﻟﻔَﺎﻋﻞ‬: ‫ وﻫﻲ‬،‫اﳌﺮﻓﻮﻋﺎت ﺳﺒﻌﺔ‬

- ‫ إ ّن‬- ‫ و ﺧﱪ‬، - ‫ ﻛﺎن‬- ‫إﺳﻢ‬

.‫َل‬
ُ ‫ و اﻟﺒَﺪ‬،ُ‫ و اﻟﺘﱠﻮﻛﻴﺪ‬،‫ْﻒ‬
ُ ‫ و اﻟ َﻌﻄ‬،‫ْﺖ‬
ُ ‫اﻟﻨﱠـﻌ‬:
Ada 7 macam marfuatul asma, yaitu: fail, naibul fail, mubtada, khabar, isim kana dan
saudaranya, khabar inna dan saudaranya, dan ta’bi yaitu naat, athaf, tawkid, dan
badal.
1. Fail
Fail adalah isim marfu yang terletak setelah fiil ma’lum untuk menunjukkan makna
pelaku dari suatu pekerjaan, contoh :

‫ْﺐ‬
َ ‫َب َﻋﻠِ ﱞﻲ اﻟْ َﻜﻠ‬
َ ‫ﺿﺮ‬
َ Ali telah memukul anjing

‫س‬
َ ‫ُﺐ ﳏَُ ﱠﻤ ٌﺪ اﻟﺪ ْﱠر‬
ُ ‫ﻳَ ْﻜﺘ‬ Muhammad sedang menulis pelajaran

Ketentuan-Ketentuan Fa’il:
1. Fa’il adalah isim yang marfu’

Contoh: ‫َُ ﱠﻤﺪًا‬


‫ﺼَﺮ َزﻳْ ٌﺪ ﳏ‬َ َ‫( ﻧ‬Zaid menolong Muhammad) ‫ َزﻳْ ٌﺪ‬adalah sebagai fa’ilnya
karena dia merupakan isim yang marfu ‫َُ ﱠﻤﺪًا‬ ‫ ’ ﳏ‬bukan sebagai fa’il karena dia
manshub ِ◌‫ِﱃ اﻟﺴﱡﻮْق‬ َ ‫َﺐ اﻟﱠﺮ ُﺟﻞُ إ‬
َ ‫ ذَﻫ‬Laki-laki itu pergi ke pasar ‫ اﻟرﱠ ُﺟ ُل‬adalah sebagai
fai’ilnya karena dia merupakan isim yang marfu, dan kata ِ‫ ’ اﻟﺳ ْﱡوق‬bukan sebagai fa’il
karena dia majrur.
2. Fa’il harus diletakkan setelah fi’il. Apabila ada isim marfu’ yang terletak di depan
atau sebelum fi’il maka dia bukan fa’il Contoh َ‫ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد َﯾ ْﻛﺗُبُ اﻟدﱠرْ س‬: Muhammad sedang
menulis pelajaran. ‫ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬bukan sebagai fa’il. Hal ini karena ia terletak di depan fi’il.
Fa’ilnya adalah berupa dhomir mustatir yang terdapat pada fi’il ُ‫ َﯾ ْﻛﺗُب‬yang taqdirnya
adalah‫ھُو‬
3. Fi’il yang dipakai adalah fi’il ma’lum. Apabila ada isim mar’fu’ yang terletak setelah
fi’il majhul, maka ia bukan sebagai fa’il .Contoh: ‫ ﺿُرِ بَ َﻋﻠِﻲﱞ‬Ali dipukul ‫ َﻋﻠِﻲﱞ‬bukanlah
sebagai fa’il karena fi’il yang dipakai adalah fi’il majhul.
4. Fi’il yang dipakai harus selalu dalam bentuk mufrod Contoh َ‫ َﻛﺗَبَ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِ ُم اﻟدﱠرْ س‬:
Seorang muslim itu menulis pelajaran.
َ‫ َﻛﺗَبَ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِﻣَﺎ ِن اﻟدﱠرْ س‬Dua orang muslim itu menulis pelajaran.
َ‫ َﻛﺗَبَ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِﻣ ُْونَ اﻟدﱠرْ س‬Orang-orang muslim itu menulis pelajaran
5. Bila fa’ilnya mudzakkar, maka fi’ilnya mufrod mudzakkar. Bila failnya muannats
maka fi’ilnya mufrod muannats .Contoh:
َ‫ ﺷَرِ بَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد اﻟﻠﱠﺑَن‬Muhammad telah minum susu
َ‫ ﺷَرِ ﺑَتْ ﻣَرْ َﯾ ُم اﻟﻠﱠﺑَن‬Maryam telah minum susu
َ‫ َﯾﺷْرَ بُ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد اﻟﻠﱠﺑَن‬Muhammad sedang minum susu
َ‫ َﺗﺷْرَ بُ ﻣَرْ َﯾ ُم اﻟﻠﱠﺑَن‬Maryam sedang minum susu

2. Naibul Fa’il
Naibul fa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah fi’il majhul untuk menunjukkan
orang yang dikenai pekerjaan.
Contoh:
ُ‫( ﺿُرِ بَ ا ْﻟ َﻛﻠْب‬Anjing itu telah dipukul),
ُ‫( ُﯾ ْﻛﺗَبُ اﻟدﱠرْ س‬Pelajaran sedang ditulis)

Ketentuan-ketentuan naibul fa’il


1. Naibul fa’il merupakan isim marfu’. Asal dari na’ibul fa’il adalah sebagai obyek
(maf’ul bih) yang mempunyai I’rob nashob. Tatkala failnya dihapus, maka maf’ul bih
menggantikan posisi fa’il yang mempunyai I’rob rofa’.
Contoh: ‫( َﻧﺻَرَ زَ ْﯾ ٌد ﻣُﺣَ ﱠﻣدًا‬Zaid menolong Muhammad)
Ketika fa’ilnya dihapus, menjadi: ‫( ﻧُﺻِ رَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬Muhammad ditolong)
2. Naibul fa’il harus diletakkan setelah fi’il. Apabila ada isim marfu’ yang terletak di
depan atau sebelum fi’il maka dia bukan naibul fa’il.
Contoh: َ‫( ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﻧُﺻِ ر‬Muhammad ditolong), ‫ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬bukan naibul fa’il. Hal ini karena ia
terletak di depan fi’il.
Naibul fa’ilnya adalah berupa dhomir mustatir yang terdapat pada fi’il َ‫ ﻧُﺻِ ر‬yang
taqdirnya adalah ‫ھ َُو‬
3. Fi’il yang dipakai adalah fi’il majhul.
Contoh:
َ‫( َذ َﺑ َﺢ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ا ْﻟ َﺑﻘَر‬Muhammad menyembelih sapi)
‫ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬bukan sebagai na’ibul fail karena fi’il yang dipakai bukan fi’il majhul.
4. Fi’il yang dipakai harus selalu dalam bentuk mufrod
Contoh:
‫ﻗُﺗِل ا ْﻟﻛَﺎﻓِ ُر‬ (Seorang kafir itu telah dibunuh)
‫( ﻗُﺗِ َل ا ْﻟﻛَﺎﻓِرَ ا ِن‬Dua orang kafir itu telah dibunuh)
َ‫( ﻗُﺗِ َل ا ْﻟﻛَﺎﻓِر ُْون‬Orang-orang kafir itu telah dibunuh)
5. Bila naibul fa’ilnya mudzakkar, maka fi’ilnya mufrod mudzakkar. Bila naibul failnya
muannats maka fi’ilnya mufrod muannats.
Contoh:
‫ﻧُﺻِ رَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬ ‫ﻧُﺻِ رَ تْ ﻣَرْ َﯾ ُم‬
‫ﯾُﺿْ رَ بُ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬ ‫ﺗُﺿْ رَ بُ ﻣَرْ َﯾ ُم‬
6. Apabila susunan sebelum fa’ilnya dihapus menpunyai dua maf’ul bih (obyek),
maka setelah failnya dihapus, maf’ul bih pertama menjadi naibul fail sedangkan
maful bih kedua tetap manshub sebagai maf’ul bih.
Contoh:
‫( َﻣ َﻧ َﺢ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ا ْﻟ َﻔﻘِﯾْرَ َطﻌَﺎﻣًﺎ‬Muhammad memberi orang fakir itu makanan)
Tatkala fa’ilnya dihapus, maka fi’ilnya harus dirubah menjadi bentuk majhul.
Kemudian maf’ul bih pertama ( yaitu َ‫ )ا ْﻟ َﻔﻘِﯾْر‬berubah menjadi naibul fail, sehingga
I’robnya menjadi rofa’. Adapun maf’ul bih ke dua ( yaitu ‫) َطﻌَﺎﻣًﺎ‬tetap manshub sebagai
maf’ul bih. ‫( ُﻣﻧِ َﺢ ا ْﻟ َﻔﻘِ ْﯾ ُر َطﻌَﺎﻣًﺎ‬Orang fakir itu diberi makanan)
Catatan Na’ibul Fa’il:
1. Ketentuan na’ibul fa’il mirip dengan ketentuan yang ada pada fa’il.
2. Naibul fa’il tidak harus terletak secara langsung dibelakang fi’ilnya.
Contoh: ُ‫( ُﯾ ْﻘﺑَضُ ﻓِﻰ اﻟطﱠرِ ﯾْقِ اﻟﺳﱠﺎرِ ق‬Pencuri itu ditangkap di jalan)
3. Apabila na’ibul fa’il tidak terletak secara langsung dibelakang fi’ilnya, maka untuk
na’ibul fa’il yang muannats, fi’ilnya boleh mufrod muannats atau mufrod mudzakkar.
Contoh: ‫(ﻧُﺻِ رَ تْ ﻓِﻰ ا ْﻟﻔَﺻْ لِ ﻣَرْ َﯾ ُم‬Maryam ditolong di dalam kelas) atau
‫(ﻧُﺻِ رَ ﻓِﻰ ا ْﻟﻔَﺻْ لِ ﻣَرْ َﯾ ُم‬Maryam ditolong didalam kelas)
4. Apabila na’ibul fa’ilnya berupa jamak taksir, maka fi’ilnya boleh berbentuk mufrod
mudzakkar atau mufrod muannats.
Contoh: ‫( ُﺳﺋِ َل ْاﻷَﺳَﺎﺗِ ْﯾ ُذ‬Para ustadz ditanya) Atau ‫( ُﺳﺋِﻠَتْ ْاﻷَﺳَﺎﺗِ ْﯾ ُذ‬Para ustadz ditanya)
5. Terkadang, na’ibul fa’il berupa isim mabni
Contoh: َ‫(ﻗُﺑِضَ اﻟﱠذِى ﺳَرَ قَ ا ْﻟﻔُﻠ ُْوس‬Telah ditangkap orang yang mencuri uang) ُ‫ُﯾ ْﻔ َﺗ ُﺢ َھذَا ا ْﻟﺑَﺎب‬
(Pintu ini dibuka) ‫(ﻗُﺗِ َل ا ْﻟﻛَﺎﻓِ ُر‬Orang kafir itu dibunuh) ‫( ُﺗ ْﻧ َﻛ ُﺢ‬Orang itu dinikahi) ‫ﺿُرِ ﺑ ُْوا‬
(Mereka dipukul)

3. Mubtada’ dan Khobar


Mubtada’ adalah isim marfu’ yang biasanya terdapat di awal kalimat (Subyek)
Khobar adalah sesuatu yang dapat menyempurnakan makna mubtada’ (Predikat)
Contoh: ٌ‫(ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد َطﺑِﯾْب‬Muhammad adalah seorang dokter)
ٌ‫(اﻷ ُﺳْ ﺗَﺎ ُذ ﻣَرِ ﯾْض‬Ustadz
ْ itu sakit)

Ketentuan-ketentuan Mubtada’ dan khobar


1. Mubtada’ dan khobar merupakan isim-isim marfu’
Contoh: ‫ط‬
ٌ ‫(اﻟ َْوﻟَ ُد ﻧَﺷِ ْﯾ‬Anak itu rajin)
‫ك ﻣَﺎ ِھ ٌر‬
َ ‫(أَﺑ ُْو‬Bapakmu adalah orang yang pandai)
‫(ا ْﻟﻘَﺎﺿِ ﻰ ﻋَﺎ ِد ٌل‬Hakim itu adil)
2. Mubtada’ dan khobar harus selalu sesuai dari sisi bilangannya.
Contoh: ‫(ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِ ُم ﺣَ ﺎﺿِ ٌر‬Seorang muslim itu hadir)
‫(ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِﻣَﺎ ِن ﺣَ ﺎﺿِ رَ ا ِن‬Dua orang muslim itu hadir)
َ‫(ا ْﻟﻣُﺳﻠِﻣ ُْونَ ﺣَ ﺎﺿِ ر ُْون‬Orang-orang muslim itu hadir)
3. Mubtada’ dan khobar harus selalu sesuai dari sisi jenisnya.
Contoh: ‫(ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِ ُم ﺻَﺎﻟِ ٌﺢ‬Orang muslim itu sholeh)
‫(ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِ َﻣ ُﺔ ﺻَﺎﻟِﺣَ ٌﺔ‬Orang muslimah itu sholihah)
َ‫(ا ْﻟﻣ ُْؤ ِﻣﻧ ُْونَ ﻣُﺟْ َﺗ ِﮭد ُْون‬Para lelaki mu’min itu orang yang bersungguh-sungguh)
ٌ‫(ا ْﻟﻣ ُْؤ ِﻣﻧَﺎتُ ﻣُﺟْ َﺗ ِﮭدَات‬Para perempuan mu’min itu orang yang bersungguh-sungguh)
Macam-Macam Mubtada’
. Mubtada’ yang berupa isim mu’rob
Contoh: (Allah Maha Mengetahui)
‫(اﻟ َْوﻟَدَا ِن ﻣُﺟْ َﺗ ِﮭدَا ِن‬Dua anak laki-laki itu orang yang bersungguh-sungguh)
‫( ُﻋ َﻣ ُر ﻋَﺎ ِد ٌل‬Umar adalah seorang yang adil)
2. Mubtada’ yang berupa isim mabni
Contoh: ‫( َھذَا ا ْﻟ ِﻛﺗَﺎبُ ﺟَ ِد ْﯾ ٌد‬Buku ini baru)
‫(ھ َُو ﻣُﺟْ َﺗ ِﮭ ٌد‬Dia seorang yang bersungguh-sungguh)
ٌ‫(أَﻧَﺎ طَﺎﻟِب‬Saya seorang mahasiswa)

ِ‫أَﻧ َْوا ُع اﻟْﺧَ ﺑَر‬


(Macam-Macam Khobar)

1. Khobar Mufrod
Khobar mufrod adalah khobar yang bukan berupa jumlah maupun syibhul jumlah.
Contoh: ‫(ا ْﻟﻌَﺎ ِﻣ ُل ﺣَ ﺎﺿِ ٌر‬Seorang pekerja itu hadir)
‫(ا ْﻟﻌَﺎ ِﻣﻼَ ِن ﺣَ ﺎﺿِ رَ ا ِن‬Dua orang pekerja itu hadir)
َ‫(ا ْﻟ ُﻌﻣﱠﺎ ُل ﺣَ ﺎﺿِ ر ُْون‬Para pekerja itu hadir)
2. Khobar Murokkab
Khobar murokkab adalah khobar yang berupa jumlah atau syibhul jumlah.
a. Khobar yang berupa jumlah
1) Jumlah Ismiyah
Contoh: ‫(اﻟ َْوﻟَ ُد ِﻛﺗَﺎ ُﺑ ُﮫ ﺟَ ِد ْﯾ ٌد‬Anak laki-laki itu bukunya baru)
‫(اﻟ َْوﻟَ ُد أَ ُﺑ ْوهُ ﺣَ ﺎﺿِ ٌر‬Anak laki-laki itu bapaknya hadir)
َ‫(ا ْﻟﻣَدْ رَ َﺳ ُﺔ ُﻣدَرﱢ ُﺳﮭَﺎ ﺣَ ﺿَر‬Sekolahan itu pengajarnya telah hadir)
2) Jumlah Fi’liyah
Contoh: ُ‫(اﻟ َْوﻟَ ُد ﺣَ ﺿَرَ أَﺑ ُْوه‬Anak itu telah hadir bapaknya)
َ‫(ا ْﻟ ُﻣدَرﱢ سُ ﺣَ ﺿَر‬Seorang pengajar itu telah hadir)
‫ﺿر ُْوا‬
َ َ‫(ا ْﻟ ُﻣدَرﱢ ﺳ ُْونَ ﺣ‬Para pengajar itu telah hadir)
b. Khobar yang berupa syibhul jumlah
1) Jer dan Majrur
Contoh: ‫ت‬
ِ ‫(ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﻓِﻰ ا ْﻟ َﺑ ْﯾ‬Muhammad di dalam rumah)
‫ب‬
ِ ‫(ا ْﻟ ِﻛﺗَﺎبُ َﻋﻠَﻰ ا ْﻟ َﻣ ْﻛ َﺗ‬Buku itu di atas meja)
2) Dhorof dan Mudhof ilaih
Contoh: ‫ت‬
ِ ‫(ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد أَﻣَﺎ َم ا ْﻟ َﺑ ْﯾ‬Muhammad di depan rumah)
‫ب‬
ِ ‫(ا ْﻟﮭِرﱠ ةُ ﺗَﺣْ تَ ا ْﻟ َﻣ ْﻛ َﺗ‬Kucing itu di bawah meja)

4. Isim Kaana dan Saudaranya


I Kaana dan saudari-saudarinya merupakan fi’il-fi’il yang masuk pada susunan
mubtada’ dan khobar sehingga merofa’kan mubtada’ dan menashobkan khobar.
Mubtada’ yang telah dirofa’kan oleh kaana dan saudari-saudarinya dikenal
dengan Isim Kaana
Khobar yang telah dinashobkan oleh kaana dan saudari-saudarinya dikenal
dengan Khobar Kaana
Contoh: ‫ ﻛَﺎنَ ﷲ ُ َﻋﻠِ ْﯾﻣًﺎ‬: ‫ﷲ ُ َﻋﻠِ ْﯾ ٌم‬ ‫ ﻛَﺎنَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﻣُﺟْ َﺗ ِﮭدًا‬: ‫ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﻣُﺟْ َﺗ ِﮭ ٌد‬

Isimnya ‫ﻛﺎن‬

1. Isim Kaana yang berupa isim mu’rob


Contoh:
‫ﻛَﺎن اﻟ َْوﻟَ ُد ﻧَﺷِ ْﯾطًﺎ‬ ‫ﻛَﺎﻧَتْ ﻋَﺎﺋِ َﺷ ُﺔ ﺻَﺎﻟِﺣَ ًﺔ‬
َ‫ﺣﯾْن‬
ِ ِ‫ﻛَﺎنَ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِﻣ ُْونَ ﺻَﺎﻟ‬ ‫ت‬
ٍ ‫ت ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِﻣَﺎتُ ﺻَﺎﻟِﺣَ ﺎ‬
ِ ‫ﻛَﺎ َﻧ‬
2. Isim Kaana yang berupa isim mabni
Contoh:
‫ﻛَﺎنَ َھذَا ْاﻷ ُﺳْ ﺗَﺎ ُذ ﻋَﺎﻟِﻣًﺎ‬ ‫ك ا ْﻟ ِﻛﺗَﺎبُ ُﻣﻔِ ْﯾدًا‬
َ ِ‫ﻛَﺎنَ َذﻟ‬
‫ُﻛﻧْتُ ﻣُﺳْ ﻠِﻣًﺎ‬ َ‫ﻛَﺎﻧ ُْوا ﻣُﺳْ ﻠِ ِﻣﯾْن‬
َ‫ﺗَﺻْ رِ ﯾْفُ ﻛَﺎن‬

Contoh:
‫ ﻛَﺎنَ ﻣُﺳْ ﻠِﻣًﺎ‬: ‫ھ َُو ﻣُﺳْ ﻠِ ٌم‬
‫ ﻛَﺎﻧَﺎ ﻣُﺳْ ﻠِ َﻣ ْﯾ ِن‬: ‫ُھﻣَﺎ ﻣُﺳْ ﻠِﻣَﺎ ِن‬
‫ت ﻣُﺳْ ﻠِ َﻣ ًﺔ‬
ِ ‫ ُﻛ ْﻧ‬: ‫ت ﻣُﺳْ ﻠِ َﻣ ٌﺔ‬
ِ ‫أ ْﻧ‬

Saudari-Saudari Kaana
1. َ‫ﺿ ﱠل – أَ ْﻣﺳَﻰ – ﺑَﺎت‬
َ – ‫( أَﺻْ َﺑ َﺢ – أَﺿْ ﺣَ ﻰ‬Untuk menunjukkan waktu)
Contoh: ‫(ﺑَﺎتَ اﻟ َْوﻟَ ُد ﻧَﺎﺋِﻣًﺎ‬Anak itu tidur di malam hari)
2. َ‫( ﻟَﯾْس‬Untuk penafian)
Contoh: ً‫(ﻟَﯾْسَ اﻟﻧﱠﺟَ ﺎ ُح َﺳ ْﮭﻼ‬Kesuksesan itu tidaklah mudah)
3. َ‫( ﺻَﺎر‬Untuk menunjukkan terjadinya perubahan)
Contoh: ‫(ﺻَﺎرَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﺷَﺎ ّﺑًﺎ‬Muhammad telah menjadi seorang pemuda)
4. ‫( ﻣَﺎدَا َم‬Untuk menunjukkan jeda waktu)
Contoh: ‫(ﻻَ ﺗَﺧْ رُجْ ﻣَﺎدَا َم ا ْﻟﯾ َْو ُم ُﻣ ْﻣطِ رً ا‬Jangan keluar selama hari masih hujan)
5. ‫ك – ﻣَﺎ َﻓﺗِﺊَ – ﻣَﺎزَ ا َل‬
‫( ﻣَﺎﺑَرِ َح – ﻣَﺎ ْﻧ َﻔ ﱠ‬Untuk menunjukkan adanya kesinambungan)
Contoh: ‫(ﻣَﺎزَ ا َل ا ْﻟﺳَﺎرِ قُ ُﻣ َﻛدﱢرً ا‬Pencuri itu senantiasa membuat resah)

َ‫أَﻧ َْوا ُع ﺧَ ﺑَرِ ﻛَﺎن‬


(Macam-Macam Khobar Kaana)

1. Khobar Kaana yang berbentuk mufrod


Contoh: ‫ﻛَﺎنَ ا ْﻟﻌَﺎ ِﻣ ُل ﺣَ ﺎﺿِ رً ا‬
2. Khobar Kaana yang berbentuk murokkab
Contoh: ‫ﻛَﺎنَ اﻟ َْوﻟَ ُد ِﻛﺗَﺎ ُﺑ ُﮫ ﺟَ ِد ْﯾ ٌد‬ ‫ﺿر ُْوا‬
َ َ‫ﻛَﺎن ا ْﻟ ُﻣدَرﱢ ﺳ ُْونَ ﺣ‬
‫ت‬
ِ ‫ﻛَﺎنَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﻓِﻰ ا ْﻟ َﺑ ْﯾ‬ ‫ت‬
ِ ‫ﻛَﺎنَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد أَﻣَﺎ َم ا ْﻟ َﺑ ْﯾ‬
Catatan Kana:
1. Apabila isim kaana berupa isim mu’rob, maka kaana selalu dalam bentuk
mufrodnya walaupun isim kaana tersebut berupa isim mutsanna atau jamak.
Contoh: ‫ﻛَﺎنَ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِ ُم ﻣُﺟْ َﺗ ِﮭدًا‬ ‫ﻛَﺎنَ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِﻣَﺎ ِن ﻣُﺟْ َﺗ ِﮭ َد ْﯾ ِن‬
َ‫ﻛَﺎنَ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِﻣ ُْونَ ﻣُﺟْ َﺗ ِﮭ ِدﯾْن‬
2. Apabila isim kaana berupa isim mabni yang berupa dhomir, maka kaana ditashrif
sesuai dengan dhomirnya.
Contoh: ‫ ﻛَﺎنَ ﻣُﺳْ ﻠِﻣًﺎ‬: ‫ھ َُو ﻣُﺳْ ﻠِ ٌم‬ ‫ ﻛَﺎﻧَﺎ ﻣُﺳْ ﻠِ َﻣ ْﯾ ِن‬: ‫ُھﻣَﺎ ﻣُﺳْ ﻠِﻣَﺎ ِن‬
‫ ُﻛﻧْتُ ﻣُﺳْ ﻠِﻣًﺎ‬: ‫أَﻧَﺎ ﻣُﺳْ ﻠِ ٌم‬
3. I’rob dari khobar kaana yang berbentuk murokkab adalah fii mahalli nashbin ( ‫ﻓِﻰ‬
‫ب‬
ٍ ْ‫) ﻣَﺣَ ﱢل ﻧَﺻ‬

5. Khabar Inna dan saudaranya


In Inna dan saudari-saudarinya merupakan huruf yang masuk pada susunan
mubtada dan khobar, sehingga menashabkan mubtada dan merofa’kan khobar.
Mubtada’ yang telah dinashabkan oleh inna dan saudari-saudarinya dikenal
dengan Isim Inna.
Khobar yang telah dirofa’kan oleh inna dan saudari-saudarinya dikenal dengan
Khobar Inna.
Sehingga istilahnya menjadi berubah, dari mubtada menjadi isim inna dan
khobar menjadi khobar inna.
Contoh:
‫(إِنﱠ ﷲَ ﺣَ ِﻛ ْﯾ ٌم‬Sesungguhnya Allah adalah Maha Bijaksana)
‫(إِنﱠ َﻋﻠِ ّﯾًﺎ َذﻛِﻲﱞ‬Sesungguhnya Ali adalah Anak yang cerdas)
‫(إِنﱠ اﻟدﱢﯾنَ ﯾُﺳْ ٌر‬Sesungguhnya Agama ini mudah)
Perincian kalimat:
‫ﷲ ُ ﺣَ ِﻛ ْﯾ ٌم — إِنﱠ ﷲَ ﺣَ ِﻛ ْﯾ ٌم‬
‫َﻋﻠِﻲﱞ َذﻛِﻲﱞ — إِنﱠ َﻋﻠِ ًّﯾﺎ َذﻛِﻲﱞ‬
‫اﻟدﱢﯾنُ ﯾُﺳْ ٌر — إِنﱠ اﻟدﱢﯾنَ ﯾُﺳْ ٌر‬

Saudara-Saudara Inna:
1. ‫ أَن‬, ‫ = إِنﱠ‬Untuk Taukid (Menguatkan sesuatu)
Contoh:
َ‫(إِنﱠ ﷲَ ﻣَﻊَ اﻟﺻﱠﺎﺑِرِ ﯾْن‬Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar)
ِ‫ﺻﺑْر‬
‫( َواﻋْ ﻠَﻣ ُْوا أَنﱠ اﻟﻧﱠﺻْ رَ ﻣَﻊَ اﻟ ﱠ‬Ketahuilah sesungguhnya pertolongan itu bersama kesabaran)
2. َ‫ = ﻟَﯾْت‬Untuk berandai-andai
Contoh:
‫(◌ٌ ﻟَﯾْتَ اﻟ ﱠﻧﺗِﯾْﺟَ َﺔ ﺣَ َﺳﻧَﺔ‬Seandainya nilainya baik)
3. ‫ = َﻛﺄ َنﱠ‬Untuk Tasybih (Menyerupakan)
Contoh:
‫( َﻛﺄ َنﱠ ُﻋﻣَرَ أَﺳَد‬Seakan-akan Umar adalah singa)
4. ‫ = ﻟَﻛِنﱠ‬Untuk Menyatakan kebalikan dari kalimat sebelumnya
Contoh:
‫ﺻ ِﻐ ْﯾ ٌر ﻟَ ِﻛ ﱠﻧ ُﮫ ُﻣﻔِ ْﯾ ٌد‬
َ ُ‫(اَ ْﻟ ِﻛﺗَﺎب‬Kitab itu kecil akan tetapi berfaidah)
5. ‫ = ﻟَ َﻌ ﱠل‬Untuk pengharapan
Contoh:
‫(ﻟَ َﻌ ﱠل اﻟْﺟَ وﱠ ﻣُﻌْ َﺗ ِد ٌل‬Mudah-mudahan udaranya nyaman)
6. ِ‫ﺟﻧْس‬
ِ ‫ = ﻻَ اﻟﻧﱠﺎﻓِ ْﯾ ُﺔ ﻟِ ْﻠ‬Untuk meniadakan jenis
Contoh:
‫ت‬
ِ ‫(ﻻَ رَ ُﺟ َل ﻓِﻲ ا ْﻟ َﺑ ْﯾ‬Tidak ada seorang lelaki pun di dalam rumah itu)
Tashrif Inna:
Isim Inna terbagi dua, yang berupa isim Mu’rob dan Mabni.
c. Isim Inna yang berupa isim mu’rob
Contoh:
ٌ‫(إِنﱠ ﻣُﺣَ ﱠﻣدًا ﺟَ ﺎﻟِس‬Sesungguhnya Muhammad duduk)
‫(إِنﱠ اﻹِ ْﻣﺗِﺣَ ﺎنَ َﺳ ْﮭ ٌل‬Sesungguhnya Ujian itu mudah)
‫(إِنﱠ ا ْﻟﻣَرْ أَ َﺗ ْﯾ ِن ﺣَ ﺎﺿِ رَ ﺗَﺎ ِن‬Sesungguhnya dua wanita itu hadir)
َ‫ﺟد ْﱡون‬
ِ ‫(إِنﱠ اﻟﻼﱠ ِﻋﺑِﯾْنَ ُﻣ‬Sesungguhnya para pemain itu bersungguh-sungguh)
d. Isim inna yang berupa isim mabni
Contoh:
‫(إِ ﱠﻧﮭَﺎ ﻗَﺎﺋِ َﻣ ٌﺔ‬Sesungguhnya dia -perempuan- berdiri)
‫ك أ ُﺳْ ﺗَﺎ ٌذ‬
َ ‫(إِ ﱠﻧ‬Sesungguhnya kamu adalah seorang ustadz)
ٌ‫(إِﻧﱢﻲ طَﺎﻟِب‬Sesungguhnya aku adalah seorang pelajar)

Catatan Khobar Inna:


1. Untuk menentukan mana isim inna dan khobarnya, terlebih dahulu harus dicari
mana mubtada dan khabarnya, sehingga apabila didapatkan khobar di depan atau
mubtada di belakang maka isim dan khobar inna juga menyesuaikan.
Contohnya adalah kalimat:
‫ت اﻟرﱠ ُﺟ ُل‬
ِ ‫(ﻓِﻲ ا ْﻟ َﺑ ْﯾ‬Seorang laki-laki itu di dalam rumah)
Maka kata ‫ت‬
ِ ‫ﻓِﻲ ا ْﻟ َﺑ ْﯾ‬adalah khobar muqoddam, sedangkan ‫اﻟرﱠ ُﺟ ُل‬adalah mubtada
muakhkhor. Sehingga apabila kemasukan inna, kalimatnya menjadi: ‫ت اﻟرﱠ ُﺟ َل‬
ِ ‫إِنﱠ ﻓِﻲ ا ْﻟ َﺑ ْﯾ‬
2. Jika mubtada berbentuk dhomir maka isim inna menyesuaikan,
Contoh: َ‫ ُھ ْم ﻣُﺳْ ﻠِﻣ ُْون‬Menjadi, َ‫إِ ﱠﻧ ُﮭ ْم ﻣُﺳْ ﻠِﻣ ُْون‬
Contoh lain: ‫أَﻧْتَ َذﻛِﻲﱞ‬Menjadi, ‫ك َذﻛِﻲﱞ‬
َ ‫إِ ﱠﻧ‬

6. Attawabi lil marfu


I (Tabi’)
Tabi’ adalah kata yang mengikuti hukum kata sebelumnya ditinjau dari sisi i’rab.
Contoh: ‫(ﺟَ ﺎ َء رَ ُﺟ ٌل ﻛَرِ ْﯾ ٌم‬Seorang lelaki yang mulia telah datang)
‫(رَ أَﯾْتُ رَ ُﺟﻼً ﻛَرِ ْﯾﻣًﺎ‬Aku telah melihat seorang lelaki yang mulia)
Istilahnya: ‫ =اَ ْﻟ َﻣ ْﺗﺑ ُْو ُع‬Kata yang diikuti ‫ =اَﻟﺗﱠﺎﺑِ ُﻊ‬Kata yang mengikuti

‫اَﻟﺗﱠوَ اﺑِ ُﻊ‬


(Tawabi’)
1. ٌ‫ َﻣ ْﻧﻌ ُْوت‬/ ٌ‫اَﻟﻧﱠﻌْ تُ — ﻧَﻌْ ت‬
2. ٌ‫ ﻣَﻌْ ط ُْوف‬/ ٌ‫اَ ْﻟ َﻌطْ فُ — ﻋَطْ ف‬
3. ‫ ﻣ َُؤ ﱠﻛ ٌد‬/ ‫اَﻟﺗ ْﱠو ِﻛ ْﯾ ُد — ﺗ َْو ِﻛ ْﯾ ٌد‬
4. ‫ ُﻣ ْﺑ َد ٌل ِﻣ ْﻧ ُﮫ‬/ ‫اَ ْﻟ َﺑ َد ُل — َﺑ َد ٌل‬
ُ‫اَﻟﻧﱠﻌْ ت‬
(Na’at)
Na’at adalah tabi’ yang menyifati isim sebelumnya. Na’at bisa disebut sifat.
Contoh: ‫(ﺟَ ﺎ َء إِﻣَﺎ ٌم ﻋَﺎ ِد ٌل‬Seorang imam yang adil telah datang)
‫ﺻﻠﱢﻲ ﻣُﺳْ ﻠِ َﻣ ٌﺔ ﺻَﺎﻟِﺣَ ٌﺔ‬
َ ‫( ُﺗ‬Seorang muslimah yang shalihah sedang shalat)

Ketentuan-Ketentuan Na’at:
1. Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi ta’yin (kejelasan) nya.
Contoh: ‫(رَ ﺟَ ﻊَ طَﺎﻟِبٌ ﻣَﺎ ِھ ٌر‬Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
‫(رَ ﺟَ ﻊَ اﻟطﱠﺎﻟِبُ ا ْﻟﻣَﺎ ِھ ُر‬Seorang mahasiswa yang pandai itu telah kembali)
2. Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi ‘adad (jumlah) nya.
Contoh: ‫(رَ ﺟَ ﻊَ َطﺎﻟِبٌ ﻣَﺎ ِھ ٌر‬Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
‫(رَ ﺟَ ﻊَ طَﺎﻟِﺑَﺎ ِن ﻣَﺎھِرَ ا ِن‬Dua orang mahasiswa yang pandai telah kembali)
َ‫طﻼﱠبٌ ﻣَﺎ ِھر ُْون‬
ُ َ‫(رَ ﺟَ ﻊ‬Para mahasiswa yang pandai telah kembali)
3. Na’at harus mengikuti man’ut dari sisi nau’ (jenis) nya.
Contoh: ‫(رَ ﺟَ ﻊَ طَﺎﻟِبٌ ﻣَﺎ ِھ ٌر‬Seorang mahasiswa yang pandai telah kembali)
ٌ‫(رَ ﺟَ ﻊَ طَﺎﻟِ َﺑ ٌﺔ ﻣَﺎھِرَ ة‬Seorang mahasiswi yang pandai telah kembali)
Catatan:
1. Apabila man’ut berupa isim jama’ yang tidak berakal (‫ )ﻟِ َﻐﯾْرِ ﻋَﺎﻗِ ٍل ﺟَ ْﻣ ٌﻊ‬maka na’atnya
boleh berbentuk mufrod muannats atau jama’ muannats.
Contoh: ‫ﺟﺑَﺎ ُل ا ْﻟﻌَﺎﻟِ َﯾ ُﺔ‬
ِ ‫ت ا ْﻟ‬
ِ َ‫( ِا ْﻧﻔَﺟَ ر‬Gunung-gunung yang tinggi itu meletus)
ُ‫ﺟﺑَﺎ ُل ا ْﻟﻌَﺎﻟِﯾَﺎت‬
ِ ‫ت ا ْﻟ‬
ِ َ‫( ِا ْﻧﻔَﺟَ ر‬Gunung-gunung yang tinggi itu meletus)
2. Setiap jumlah (kalimat) yang terletak setelah isim nakirah maka dia dianggap
sebagai na’at (sifat).
Contoh: ‫( َھذَا َﻋ َﻣ ٌل ُﯾﻔِ ْﯾ ُد‬Ini adalah amalan yang berfaidah)
ٌ‫( َﻣﺿَﻰ ﯾ َْو ٌم ﺑَرْ ُدهُ ﻗَﺎرِ ص‬Hari yang dinginnya menusuk telah berlalu)

ُ‫اَ ْﻟﻌَطْ ف‬
(‘Athaf)
‘Athaf adalah tabi’ yang terletak setelah huruf-huruf athaf (huruf-huruf penghubung /
penyambung)
Contoh: ُ‫(ﺟَ ﺎ َء ُﻋ َﻣ ُر َو ُﻋ ْﺛﻣَﺎن‬Umar dan Utsman telah datang)
‫(ﻧَﺎ َم ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ُﺛ ﱠم َﻋﻠِﻲﱞ‬Muhammad tidur kemudian Ali)

Huruf-huruf ‘athaf ada lima, yaitu:


1. ‫ َو‬Digunakan untuk sekedar menggabungkan dua kata atau lebih ( ِ‫)ﻣُطْ ﻠَقُ اﻟْﺟَ ﻣْﻊ‬
Contoh: ‫( ﺟَ ﺎ َء ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد َوﺣَ ﺳَنٌ وَ َﺳ ِﻌ ْﯾ ٌد‬Muhammad, Hasan dan Sa’id telah datang)
2. َ‫ ف‬Digunakan untuk menggabungkan dua kata atau lebih secara berurutan dengan
tanpa adanya jeda (‫ب‬
ِ ‫ب ﻟِﻠﺗﱠرْ ﺗِ ْﯾ‬
ِ ‫)ﻣَﻊَ اﻟﺗﱠﻌْ ﻘِ ْﯾ‬
Contoh: ‫(ﺟَ ﺎ َء ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﻓَﺣَ ﺳَنٌ َﻓ َﺳ ِﻌ ْﯾ ٌد‬Muhammad datang, kemudian Hasan, kemudian Sa’id)
Faidah:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: … ْ‫…“ ُﺛ ﱠم اﺳْ َﺗ ْﻘﺑِلِ ا ْﻟﻘِ ْﺑﻠَ َﺔ َﻓ َﻛﺑﱢر‬Kemudian
hendaklah menghadap ke arah kiblat kemudian (langsung) bertakbirlah.”
“Dalam hadits ini menyebutkan perbuatan langsung, setelah seseorang menghadap
kiblat, kemudian ia langsung bertakbir. Maka faidahnya, tidak ada pengucapan niat
dalam shalat.”
3. ‫ُﺛ ﱠم‬
Digunakan untuk menggabungkan dua kata atau lebih secara berurutan dengan
disertai adanya jeda (‫ب ﻣَﻊَ اﻟﺗﱠرَ اﺧِﻲ‬
ِ ‫ )ﻟِﻠﺗﱠرْ ﺗِ ْﯾ‬Contoh: ٌ‫ﺟ َد ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ُﺛ ﱠم ﺣَ ﺳَن‬
ِ ْ‫( َدﺧَ َل ا ْﻟﻣَﺳ‬Muhammad
masuk masjid kemudian -beberapa saat kemudian- Hasan)
4. ‫أ َْو‬
Digunakan untuk menggabungkan dua kata atau lebih untuk menunjukkan sebuah
pilihan atau untuk mengungkapkan keragu-raguan.
Contoh: ‫ب ﻟَﻌِبٌ أ َْو َﺗ َﻌﻠﱡ ٌم ﻓِﻲ ﯾ َْو ِم اﻹِﺟَ ﺎزَ ِة‬
ِ َ‫( ُﯾﺑَﺎ ُح ﻟِﺟَ ﻣْﻊِ اﻟ ﱡطﻼ‬Dibolehkan bagi segenap mahasiswa
untuk bermain atau belajar pada hari libur) ‫( َﻧ َﻘ َل اﻟْﺧَ ﺑَرَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد أ َْو َﻋﻠِﻲﱞ‬Yang menukil kabar
adalah Muhammad atau Ali)
5. ‫أَ ْم‬
Digunakan untuk menggabungkan dua kata atau lebih guna menuntut suatu
kejelasan. Huruf ini biasanya terletak setelah huruf istifham “a” (َ‫)أ‬
Contoh: ٌ‫ك ُﻣ َﮭ ْﻧدِسٌ أَ ْم َطﺑِﯾْب‬
َ ‫( َھ ْل أَﺑ ُْو‬Apakah Bapakmu seorang Insinyur ataukah Dokter?)
‫اَﻟﺗ ْﱠو ِﻛ ْﯾ ُد‬
(Taukid)
Taukid adalah tabi’ yang disebutkan di dalam kalimat untuk menguatkan atau
menghilangkan keragu-raguan dari si pendengar.
Contoh: ‫(ﺟَ ﺎ َء اﻷ ُﺳْ ﺗَﺎ ُذ َﻧ ْﻔ ُﺳ ُﮫ‬Ustadz itu telah datang)
‫(ﺣَ ﺿَرَ اﻟ ﱡطﻼ ﱠبُ ُﻛﻠﱡ ُﮭ ْم‬Para Mahasiswa semuanya telah datang)

1. ‫ﺗ َْو ِﻛ ْﯾ ٌد ﻟَﻔْظِ ﻲﱞ‬


Taukid yang disebutkan dalam suatu kalimat dengan cara mengulang lafazh yang
hendak dikuatkan.
Contoh: ٌ‫(ﻣَﺎتَ ﺣَ ﺳَنٌ ﺣَ ﺳَن‬Hasan Hasan telah meninggal)
‫(ﻗُﺗِ َل َﻋﻠِﻲﱞ َﻋﻠِﻲﱞ‬Ali Ali telah dibunuh)
2. ‫ﺗ َْو ِﻛ ْﯾ ٌد ﻣَﻌْ َﻧوِيﱞ‬
Yaitu taukid yang disebutkan dalam suat kalimat dengan cara menambahkan lafazh-
lafazh khusus (‫ظ اﻟﺗ ْﱠو ِﻛ ْﯾ ِد‬
ُ ‫)◌َ ْﻟﻔَﺎ‬

Catatan:
Alfazhuzh taukid harus bersambung dengan dhomir-dhomir yang sesuai dengan
dengan kata yang ingin dikuatkan.
Diantara lafazh-lafazh taukid adalah:
1. ُ‫ َﻧﻔْس‬Contoh: ‫ﺻَﺎ َم ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد َﻧ ْﻔ ُﺳ ُﮫ‬
2. ُ‫ َﻋﯾْن‬Contoh: ‫ﺟَ ﺎﺋَتْ ﻣَرْ َﯾ ُم َﻋ ْﯾﻧُﮭﺎ‬
3. َ‫ ِﻛﻼ‬Contoh: ‫ُﻋ ْﺛﻣَﺎنُ َو َﻋﻠِﻲﱞ ِﻛﻼَ ُھﻣَﺎ ﻓِﻲ اﻟْﺟَ ﱠﻧ ِﺔ‬
4. ‫ ِﻛ ْﻠﺗَﺎ‬Contoh: ‫ﺣَ ﺿَرَ تْ ُﻣ َد ﱢر َﺳﺗَﺎ ِن ِﻛ ْﻠﺗَﺎ ُھﻣَﺎ‬
5. ‫ ﻋَﺎ َﻣ ُﺔ‬,ُ‫ ﺟَ ِﻣ ْﯾﻊ‬,‫ ُﻛلﱡ‬Contoh: ‫رَ ﺟَ ﻊَ اﻟ ﱡطﻼﱠبُ ﺟَ ِﻣ ْﯾ ُﻌ ُﮭ ْم‬

Faidah Tambahan:
Apabila ditemukan kata yang bentuknya adalah mufrad akan tetapi secara makna
mempunyai anggota bagian maka ia dikuatkan dengan lafazh taukid jamak.
Contoh: ‫ﺟَ ﺎء اﻟْﺟَ ﯾْشُ ﺟَ ِﻣ ْﯾ ُﻌ ُﮫ‬ ‫ﺣ ٌد‬
ِ ‫اَﻷ ُ ﱠﻣ ُﺔ اﻹِﺳْ ﻼَ ِﻣ ﱠﯾ ُﺔ ﺟَ ِﻣ ْﯾ ُﻌﮭَﺎ َﻗﻠْبٌ َوا‬
ُ ‫اَ ْﻟ َﺑ َدل‬
(Badal)
Badal adalah tabi’ yang disebutkan di dalam suatu kalimat untuk mewakili kata
sebelumnya, baik mewakili secara keseluruhan ataupun sebagiannya saja.
Contoh: ‫(ﯾَﺟْ ﻠِسُ اﻷ ُﺳْ ﺗَﺎ ُذ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬Ustadz Muhammad sedang duduk)
‫(ﺿُرِ بَ َﻋﻠِ ٌﻲ رِ ﺟْ ﻠ ُ ُﮫ‬Ali dipukul kakinya)
Badal bisa dikenal dengan menambahkan kata “yaitu” pada terjemah kata yang
digantikan.

1. ٌ‫َﺑ َد ٌل ُﻣطَﺎﺑِق‬
Yaitu badal yang menggantikan kata sebelumnya (mubdal minhu) secara utuh.
Contoh: ‫(اَﻹِﻣَﺎ ُم أَﺣْ َﻣ ُد رَ ُﺟ ٌل ﺻَﺎﻟِ ٌﺢ‬Imam Ahmad adalah seorang lelaki yang shalih)
2. ‫ض ﻣِنَ ا ْﻟ ُﻛ ﱢل‬
ِ ْ‫َﺑ َد ُل ا ْﻟﺑَﻌ‬
Badal yang mewakili anggota bagian dari kata sebelumnya. Contoh: ُ‫ﺟدَا ُره‬
ِ ُ‫ِا ْﻧ َﮭ َد َم ا ْﻟ َﺑﯾْت‬
(Rumah itu dindingnya roboh)
3. ‫َﺑ َد ُل اﻻِ ْﺷﺗِﻣَﺎ ِل‬
Badal yang mewakili sebagian sifat dari kata sebelumnya. Contoh: ‫ﺟ ُﺑﻧِﻲ ا ْﻟ َﺑﯾْتُ َﻧظَﺎ َﻓ ُﺗ ُﮫ‬
ِ ْ‫ﯾُﻌ‬
(Kebersihan rumah itu mengagumkanku)

Catatan:
1. Badal ba’dhi minal kulli dan badal isytimal harus bersambung dengan dhomir yang
sesuai dengan mubdal minhu nya.
2. Biasanya badal ditemukan dalam suatu kalimat setelah:
a. Nama orang atau gelar
Contoh: ‫ب‬
ٍ ِ‫(ﻗَﺎ َل َﻋﻠِﻲﱡ ﺑْنُ أَﺑِﻲ طَﺎﻟ‬Ali bin Abi Thalib berkata)
‫( َﻛﺗَبَ اﻟ َﺷ ْﯾ ُﺦ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد رِ ﺳَﺎﻟَ ًﺔ ُﻣﻔِﯾ َد ًة‬Syaikh Muhammad menulis sebuah risalah yang berfaidah)

b. Isim Isyarat
Contoh: ‫( َھذَا ا ْﻟ ِﻛﺗَﺎبُ ُﻣﻔِ ْﯾ ٌد‬Kitab ini berfaidah)
ٌ‫ك ا ْﻟ َﺑﯾْتُ ﻧَظِ ﯾْف‬
َ ِ‫( َذﻟ‬Rumah itu bersih)
c. Pembagian
Contoh: ‫ اِﺳْ ٌم وَ ﻓِﻌْ ٌل وَ ﺣَ رْ فٌ أَ ْﻗ َﺳ ُم ا ْﻟ َﻛﻠِ َﻣ ِﺔ َﺛﻼَ َﺛ ٌﺔ‬:(Kalimat terbagi tiga: Isim, Fi’il dan Huruf) ‫ك‬
ُ ْ‫اﻟﺷﱢر‬
‫ أَ ْﻛ َﺑ ُر َوأَﺻْ َﻐ ُر‬:ِ‫(ﻧ َْوﻋَﺎن‬Syirik terbagi dua: Besar dan Kecil)

Catatan Khusus:
Apabila badal berupa lafadz ‫اﺑن‬, maka mubdal minhu (yang dibadali/kata yang
terletak sebelumnya) tidak boleh ditanwin, sedangkan lafadz ‫اﺑن‬dihilangkan alifnya
(menjadi ‫ )ﺑن‬dan kata yang terletak setelahnya dimajrurkan sebagai mudhaf ilaih.
Contoh: ‫ُﻣﻌَﺎ ُذ ﺑْنُ ﺟَ َﺑ ٍل‬

Rangkuman
Marfuatul asma termasuk kelompok isim Mu’rab, yaitu kelompok kata yang
berubah-ubah kondisi akhirnya mengikuti kaidah i’rab. Perubahan kata
dalam Bahasa Arab terbagi menjadi empat. Empat macam i’rab ini didasari
oleh 4 harakat dalam Bahasa Arab, yaitu dhammah, fathah, kasrah, dan
sukun. Adapunmarfuatul asmatermasuk kelompok isim rafa’ atau dhammah.
Oleh karena itu guru harus mengetahui ciri-ciri marfuatul asma dengan pemarkahnya agar tidak
keliru dalam menentukan mana fail, naibul fail, mubtada’, khabar, isim kana, khabar inna, dan
tawabi (naat, tawkid, ataf, dan badal)

Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Marfuatul
Asma.. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan
Belajar 1, buatlah peta konsep dari Marfuatul Asma.
Tes Formatif 1
Jawablah dengan benar soal-soal berikut !
1. Jelaskan pengertian marfuatul asma.
2. Sebutkan contoh-contoh dari marfuatul asma

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.

KEGIATAN BELAJAR 2: MANSHUBAT

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi konsep MANSHUBAT ASMA
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan
1. Menemukan konsep MANSHUBAT ASMA
2. Menerapkan MANSHUBAT ASMA

Pokok-Pokok Materi

A. Pengertian MANSHUBAT ASMA


B. Macam-macam MANSHUBAT ASMA

Uraian Materi
A. Pengertian Manshubat asma
Manshubat asma adalah kumpulan isim (kata benda) yang berada dalam
kondisi manshub dalam i’rabnya. Penyebab marfu’nya adalah dikarenakan
adanya ‘amil (pemarkah) yang berada di depan isim tersebut.
Manshubat asma termasuk kelompok isim Mu’rab, yaitu kelompok kata
yang berubah-ubah kondisi akhirnya mengikuti kaidah i’rab. Perubahan
kata dalam Bahasa Arab terbagi menjadi empat. Empat macam i’rab ini
didasari oleh 4 harakat dalam Bahasa Arab, yaitu dhammah, fathah,
kasrah, dan sukun. AdapunManshubat asmatermasuk kelompok isimnasab atau
fathah.
B. Macam-macam manshubat asma

‫ﻣﻨﺼﻮﺑﺎت اﻷﲰﺎء‬
‫ﻣﻨﺼﻮﺑﺎت اﻷﲰﺎء‪ ،‬ﲬﺴﺔ ﻋﺸﺮ‪ ،‬و ﻫﻲ ‪ :‬اﳌﻔﻌﻮل ﺑﻪ‪ ،‬و اﳌﺼﺪر‪ ،‬و ﻇﺮف اﻟﺰﱠﻣﺎن‪ ،‬و ﻇﺮف‬

‫اﳌﻜﺎن‪ ،‬و اﳊﺎل‪ ،‬و اﻟﺘﻤﻴﻴﺰ‪ ،‬و اﳌﺴﺘﺜﲎ‪ ،‬و اﺳﻢ ﻻ‪ ،‬و اﳌﻨﺎدى‪ ،‬و اﳌﻔﻌﻮل ﻣﻦ أﺟﻠﻪ‪ ،‬و‬

‫أرﺑﻌﺔ‬

‫أﺷﻴﺎء ‪ :‬اﻟﻨﻌﺖ‪ ،‬و اﻟﻌﻄﻒ‪ ،‬و اﻟﺘﻮﻛﻴﺪ‪ ،‬و اﻟﺒﺪل‪.‬‬

‫ﺷﺮح‬

‫ﻳُﻨﺼﺐ اﻹﺳﻢ إذا وﻗﻊ ﰲ ﻣﻮﻗﻊ ﻣﻦ ﲬﺴﺔ ﻋﺸﺮ ﻣﻮﻗﻌﺎ‪.‬‬

‫و ﺳﻨﺘﻜﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﻛﻞ واﺣﺪ ﻣﻦ ﻫﺬﻩ اﳌﻮاﻗﻊ ﰲ ﺑﺎب ﳜُﺼﱡﻪ‪ ،‬ﻋﻠﻰ اﻟﻨﺤﻮ اﻟﺬي ﺳﻠﻜﻨﺎﻩ ﰲ‬

‫أﺑﻮاب اﳌﺮﻓﻮﻋﺎت‪ ،‬و ﻧﻀﺮب ﳍﺎ ﻫﻬﻨﺎ اﻻﻣﺜﻠﺔ ﺑﻘﺼﺪ اﻟﺒﻴﺎن و اﻹﻳﻀﺎح‪:‬‬

‫‪ .١‬أن ﻳﻘﻊ ﻣﻔﻌﻮﻻ ﺑﻪ‪ ،‬ﳓﻮ‪ ،‬ﳓﻮ )ﻧﻮﺣﺎ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﱃ ‪ ) :‬إﻧﱠﺎ أرﺳﻠﻨﺎ ﻧﻮﺣﺎ(‬

‫ِل ﳏﻤﺪ ﺟَﺬﻻً(‪.‬‬


‫‪ .٢‬أن ﻳﻘﻊ ﻣﺼﺪرا‪ ،‬ﳓﻮ )ﺟﺬﻻ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ ‪) :‬ﺟﺬ َ‬

‫‪ .٣‬أن ﻳﻜﻮن ﻇﺮف ﻣﻜﺎن أو ﻇﺮف زﻣﺎن؛ ﻓﺎﻷول ﳓﻮ )أﻣﺎم اﻷﺳﺘﺎذ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ‬

‫) ﺟﻠﺴﺖ أﻣﺎم اﻷﺳﺘﺎذ( و اﻟﺜﺎﱐ ﳓﻮ )ﻳﻮم اﳋﻤﻴﺲ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ )ﺣﻀﺮ أﰊ ﻳﻮم‬

‫اﳋﻤﻴﺲ(‪.‬‬

‫‪ .٤‬أ ن ﻳﻘﻊ ﺣﺎﻻ‪ ،‬ﳓﻮ )ﺿﺎﺣﻜﺎ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﱃ ‪) :‬ﻓﺘﺒﺴﱠﻢ ﺿﺎﺣﻜﺎ(‪.‬‬


‫‪ .٥‬أن ﻳﻘﻊ ﲤﻴﻴﺰا‪ ،‬ﳓﻮ )ﻋﺮﻗﺎ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ )ﺗﺼﺒﱠﺐ زﻳ ٌﺪ ﻋﺮﻗﺎً(‪.‬‬

‫‪ .٦‬أن ﻳﻘﻊ ﻣُﺴﺘﺜﲎ‪ ،‬ﳓﻮ )ﳏﻤﺪا( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ )ﺣﻀﺮ اﻟﻘﻮم إﻻﱠ ُﳏﻤﱠﺪا(‪.‬‬

‫‪ .٧‬أن ﻳﻘﻊ إﲰﺎ ﻟﻼ اﻟﻨﺎﻓﻴﺔ‪ ،‬ﳓﻮ )ﻃﺎﻟﺐ ﻋﻠﻢ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ )ﻻ ﻃﺎﻟﺐ ﻋﻠﻢ ﻣﺬﻣﻮم(‪.‬‬

‫‪ .٨‬أن ﻳﻘﻊ ﻣُﻨﺎدى‪ ،‬ﳓﻮ ) رﺳﻮل اﷲ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ )ﻳﺎ رﺳﻮل اﷲ(‪.‬‬

‫‪ .٩‬أن ﻳﻘﻊ ﻣﻔﻌﻮﻻ ﻷﺟﻠﻪ‪ ،‬ﳓﻮ )ﺗﺄدﻳﺒﺎ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ )ﻋﻨﱠﻒ اﻷﺳﺘﺎذ اﻟﺘّﻠﻤﻴﺬ ﺗﺄدﻳﺒﺎ(‪.‬‬

‫)ذاﻛﺮت و اﳌﺼْﺒﺎح(‪.‬‬
‫ُ‬ ‫أن ﻳﻘﻊ ﻣﻔﻌﻮﻻ ﻣﻌﻪ‪ ،‬ﳓﻮ )اﳌﺼﺒﺎح( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ‬ ‫‪.١٠‬‬

‫‪.١١‬‬

‫ﳓﻮ ) ﺻﺪﻳﻘﺎ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ )ﻛﺎن إﺑﺮاﻫﻴﻢ ﺻﺪﻳﻘﺎ ﻟﻌﻠﻲﱢ( و اﻟﺜﺎﱐ ﳓﻮ )ﳏﻤﺪا( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ‬

‫)ﻟﻴﺖ ُﳏﻤﺪا ﻳﺰوروﻧﺎ(‪.‬‬

‫ْﺖ ُﳏﻤﺪا اﻟﻔﺎﺿﻞ(‪.‬‬


‫أن ﻳﻘﻊ ﻧﻌﺘﺎ ﳌﻨﺼﻮب‪ ،‬ﳓﻮ )اﻟﻔﺎﺿﻞ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ )ﺻﺎﺣﺒ ُ‬ ‫‪.١٢‬‬

‫أن ﻳﻘﻊ ﻣﻌﻄﻮﻓﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﻨﺼﻮب‪ ،‬ﳓﻮ )ﺑﻜﺮا( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ )ﺿﺮب ﺧﺎﻟ ٌﺪ ﻋﻤﺮاً و‬ ‫‪.١٣‬‬

‫ﺑﻜﺮا(‪.‬‬

‫)ﺣﻔﻈﺖ اﻟﻘُﺮءان ُﻛﻠﱠﻪُ(‪.‬‬


‫ُ‬ ‫أن ﻳﻘﻊ ﺗﻮﻛﻴﺪا ﳌﻨﺼﻮب‪ ،‬ﳓﻮ ) ُﻛﻠﱠﻪُ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻚ‬ ‫‪.١٤‬‬

‫أن ﻳﻘﻊ ﺑﺪﻻ ﻣﻦ ﻣﻨﺼﻮب‪ ،‬ﳓﻮ )ﻧﺼ َﻔﻪُ( ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﱃ ‪) :‬ﻗُ ِﻢ اﻟﻠﱠْﻴ َﻞ إﻻﱠ ﻗﻠﻴﻼ ﻧﺼﻔﻪ أو اﻧﻘﺺ‬

‫ﻣﻨﻪ ﻗﻠﻴﻼ(‪.‬‬
1. Maf’ul bih
Maf’ul bih adalah termasuk kelompok isim mansub.
Contoh:
‫( َﯾﻘْرَ أ ُ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد اَﻟ ﱢرﺳَﺎﻟَ َﺔ‬Muhammad membaca surat)
‫( ِا ْﺷﺗَرَ ى ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ِﻛﺗَﺎ َﺑ ْﯾ ِن‬Muhammad membeli dua buah buku)
َ‫( ﻗَﺎ َﺗ َل ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِﻣ ُْونَ ا ْﻟﻛَﺎﻓِرِ ﯾْن‬Orang-orang muslim memerangi orang-orang kafir)
Letak-letak maf’ul bih dalam struktur kalimat:
1. ‫ َﻣ ْﻔ ُﻌ ْو ٌل ﺑِ ِﮫ –ﻓِﻌْ ٌل – ﻓَﺎ ِﻋ ٌل‬Contoh: ‫( رَ ﻓَسَ ﻣُﺣَ ّﻣ ٌد اَ ْﻟ ُﻛ ّر َة‬Muhammad menendang bola)
‫( َذ َﺑ َﺢ ﻣُﺣَ ّﻣ ٌد اَ ْﻟ َﻐ َﻧ َم‬Muhammad menyembelih kambing)
2. ‫ ﻓِﻌْ ٌل – َﻣ ْﻔﻌ ُْو ٌل ﺑِ ِﮫ – ﻓَﺎ ِﻋ ٌل‬Contoh: ‫( أَ َﻛ َل اﻟ ّر ّز اَﻟ َْوﻟَ ُد‬Anak kecil itu makan nasi)
‫( َﺳﺄ َ َل اﻷ ُﺳْ ﺗَﺎ َذ ﺗِ ْﻠ ِﻣ ْﯾ ٌذ‬Murid itu bertanya kepada guru)
3. ‫ َﻣ ْﻔﻌ ُْو ٌل ﺑِ ِﮫ –ﻓِﻌْ ٌل ﻓَﺎ ِﻋ ٌل‬Contoh: ‫( َﺳﺄَﻟْتُ اﻷ ُﺳْ ﺗَﺎ َذ‬Aku bertanya kepada ustadz) ‫(ﻗَرَ أْتُ ا ْﻟﻣَﺟَ ﻠ ّ َﺔ‬Aku
membaca majalah)
4. ‫ َﻣ ْﻔﻌ ُْو ٌل ﺑِ ِﮫ ﻓِﻌْ ٌل ﻓَﺎ ِﻋ ٌل‬Contoh: َ‫( أَﻣَرْ ﺗُك‬Aku memerintahkan kepada kamu) ‫( ﺿَرَ َﺑ ُﮫ‬Dia
memukulnya)
5. ‫ ﻓِﻌْ ٌل َﻣ ْﻔﻌ ُْو ٌل ﺑِ ِﮫ – ﻓَﺎ ِﻋ ٌل‬Contoh: ‫( َﺳﺄَﻟَﻧِﻲ أ ُﺳْ ﺗَﺎ ٌذ‬Seorang ustadz bertanya kepadaku) ُ ‫ك ﷲ‬
َ ‫ﺣ َﻣ‬
ِ َ‫ر‬
(Semoga Allah merahmatimu)
6. ‫ﻓِﻌْ ٌل ﻓَﺎ ِﻋ ٌل – َﻣ ْﻔﻌ ُْو ٌل ﺑِ ِﮫ‬Contoh: ‫ك ﻧَﻌْ ُﺑ ُد‬
َ ‫(إِﯾّﺎ‬Hanya kepada-Mu kami menyembah) ُ‫ُﺧﺑْزً ا أَ َﻛﻠْت‬
(Aku hanya makan roti)

2. Maf’ul fih
Maf’ul fih (zhorof) adalah isim yang menunjukkan keterangan waktu atau tempat
terjadinya suatu perbuatan.

Contoh:
ً‫(ﺷَﺎﻓَرْ تُ ﻟَ ْﯾﻼ‬Aku bersafar pada waktu malam)
‫ﺻ ْﻣتُ ﯾ َْو َم اﻹِ ْﺛ َﻧ ْﯾ ِن‬
ُ (Aku berpuasa pada hari senin)
ِ‫(ﺟَ ﻠَﺳْ تُ أَﻣَﺎ َم ا ْﻟ ِﻣ ْﻧﺑَر‬Aku duduk di depan mimbar)
‫ب‬
ِ ‫(ﻧَﺎ َم ا ْﻟ َﻛﻠْبُ ﺧَ ﻠْفَ ا ْﻟﺑَﺎ‬Anjing itu tidur di belakang pintu)
Catatan:
1. Maf’ul fiih yang digunakan untuk menunjukkan keterangan waktu dikenal sebagai
zhorof zaman ‫ظَرْ فُ اﻟ ّزﻣَﺎ ِن‬
2. Maf’ul fiih yang digunakan untuk menunjukkan keterangan tempat dikenal sebagai
zhorof makan ‫ظَرْ فُ ا ْﻟ َﻣﻛَﺎ ِن‬
Diantara contoh zhorof zaman Diantara contoh zhorof makan
adalah: adalah:
‫ﺻﺑَﺎﺣً ﺎ‬
َ (Pagi hari) َ‫(ﻓ َْوق‬Di atas)
ً‫(ﻟَ ْﯾﻼ‬Malam hari) َ‫( َﺑﯾْن‬Di antara)
‫( َﺷﮭْرً ا‬Bulan) ‫( ِﻋ ْﻧ َد‬di sisi)
‫(ﺗَﺎرَ ًة‬Terkadang) ‫(ورَ ا َء‬Di
َ belakang)
‫( َﻗ ْﺑ َل‬Sebelum) َ‫(ﺗَﺣْ ت‬Di bawah)
‫(أَﻧِﻔًﺎ‬Baru saja) ‫(ﺣَ ْو َل‬Sekitar)
‫( َﻏدًا‬Besok) َ‫( َﯾ ِﻣﯾْن‬Sebelah kanan)
َ‫(اَﻷَن‬Sekarang) ‫(ﺷِ ﻣَﺎ َل‬Sebelah kiri)
‫(أَﺣْ ﯾَﺎﻧًﺎ‬Kadang-kadang) ‫(ﻧَﺣْ َو‬Arah)

Macam-Macam Zhorof

A. Zhorof mutashorrif adalah lafazh zhorof yang dapat difungsikan untuk selain zhorof.
Contoh:
‫ﺻ ْﻣتُ ﯾ َْو َم اﻹِ ْﺛ َﻧ ْﯾ ِن‬
ُ (Aku berpuasa pada hari senin)
‫ك‬
ٌ َ‫(ﯾ َْو ُم ا ْﻟ ُﺟ ُﻣ َﻌ ِﺔ ﯾ َْو ٌم ُﻣﺑَﺎر‬Hari jum’at adalah hari yang diberkahi)
B. Zhorof ghoiru mutashorrif adalah lafazh yang hanya dapat difungsikan sebagai
zhorof dan tidak dapat difungsikan untuk yang lainnya.
Di antara contohnya adalah: ‫ َﻗ ْﺑ َل‬, ‫ َورَ ا َء‬,َ‫ أَﻣَﺎم‬,‫ ِﻋ ْﻧ َد‬,َ‫ أَ ْﺛﻧَﺎء‬,‫َﺑﻌْ َد‬
Contoh: ‫(ﻻَﺗَرْ ﻗُدْ َﻗ ْﺑ َل اﻟْوُ ﺿ ُْو ِء‬Janganlah kamu tidur sebelum wudhu)

Catatan Zhorof:
1. Zhorof ghoiru mutashorrif boleh di-jer-kan dengan huruf ْ‫ ﻣِن‬Contoh:
‫ﺟ َد ﻣِنْ َﻗ ْﺑﻠِ ُﻛ ْم‬
ِ ْ‫( َدﺧَ ﻠْتُ ا ْﻟﻣَﺳ‬Aku telah memasuki masjid sebelum kalian)
2. Ada beberapa zhorof yang bentuknya adalah mabni.
Contoh: ‫(أَﻣْس‬Kemarin) ُ‫(ﺣَ ﯾْث‬Di manapun)
3. Maf’ul liajlih
Ma
Maf’ul liajlih adalah isim yang digunakan untuk menjelaskan sebab terjadinya
perbuatan.
Contoh:
‫ﺻﻠﱠ‬
َ (Aku shalat karena iman kepada Allah)
‫(زُرْ تُ َﻋﻠِﯾّﺎ ُﺣﺑّﺎ ﻟَ ُﮫ‬Aku mengunjungi Ali karena cinta kepadanya)
‫(أَﻋْ َطﯾْتُ ا ْﻟ َﻔﻘِﯾْرَ َطﻌَﺎﻣًﺎ َﺷ َﻔ َﻘ ًﺔ ﻟَ ُﮫ‬Aku memberi orang fakir itu makanan karena kasihan
kepadanya)
Maf’ul liajlih di bentuk dari amalan-amalan hati.
Lafazh-lafazh yang biasa menjadi maf’ul liajlih:
‫(إِﻛْرَ اﻣًﺎ‬Karena hormat)
‫(ﺣَ ﯾَﺎ ًء‬Karena malu)
‫(ﺣُزْ ﻧًﺎ‬Karena sedih)
‫(رَ ﺣْ َﻣ ًﺔ‬karena sayang)
‫(ﺧَ ْوﻓًﺎ‬karena takut)
‫(ﺣَ َﺳدًا‬karena iri)
Catatan:
Lafazh-lafazh maf’ul liajlih dapat di-jer-kan dengan huruf lam.
Contoh:
‫(أَﻋْ َطﯾْتُ ا ْﻟ َﻔﻘِﯾْرَ َطﻌَﺎﻣًﺎ ﻟِ َﺷ َﻔ َﻘﺗِ ِﮫ‬Aku memberi orang fakir itu makanan karena kasihan
kepadanya)

4. Maf’ul muthlaq

Maf’ul muthlaq adalah isim yang berasal dari lafazh fi’il yang berfungsi untuk
penguat makna, penjelas bilangan atau penjelas sifat.
Contoh: ‫ﺣ ْﻔظًﺎ‬
ِ َ‫(ﺣَ ﻔِظْ تُ اﻟدﱠرْ س‬Aku telah menghafal pelajaran itu dengan sebenar-benarnya
hafal)
‫(ﺿَرَ ْﺑ ُﺗ ُﮫ ﺿَرْ ﺑًﺎ‬Aku telah memukulnya dengan sebenar-benar memukul)
‫(ﺣَ ﻔِظْ تُ اﻟدﱠرْ سَ ﺣَ ْﻔ َظ ًﺔ‬Aku telah menghafal pelajaran itu dengan sekali hafal)
‫(ﺿَرَ ْﺑ ُﺗ ُﮫ ﺿَرْ َﺑ ًﺔ‬Aku telah memukulnya dengan sekali pukul)
‫ﺣ ْﻔظًﺎ ﺟَ ﱢﯾدًا‬
ِ َ‫(ﺣَ ﻔِظْ تُ اﻟدﱠرْ س‬Aku telah menghafal pelajaran itu dengan hafalan yang baik)
‫(ﺿَرَ ْﺑ ُﺗ ُﮫ ﺿَرْ ﺑًﺎ َﺷ ِد ْﯾدًا‬Aku telah memukulnya dengan pukulan yang keras)

Ketentuan-Ketentuan Maf’ul Muthlaq:


1. Maf’ul muthlaq harus menggunakan mashdar (kata kerja yang dibendakan).
2. Apabila mashdar yang merupakan maf’ul muthlaq berdiri sendiri, maka ia
berfungsi sebagai penguat makna. Contoh: ‫( رَ ﻓَﺳْ تُ رَ ْﻓﺳًﺎ‬Aku menendang dengan
sebenar-benarnya menendang)
3. Maf’ul muthlaq yang berfungsi untuk menjelaskan bilangan, biasanya mengikuti
wajan ‫ ﻓَﻌْ ﻠَ ًﺔ‬Contoh: ‫( رَ ﻓَﺳْ تُ رَ ْﻓ َﺳ ًﺔ‬Aku menendang dengan sekali tendang)
4. Apabila mashdar yang merupakan maf’ul muthlaq disifati atau di idhofahkan, maka
ia berfungsi sebagai penjelas sifat atau jenis.
Contoh: ‫(رَ ﻓَﺳْ تُ رَ ْﻓﺳًﺎ َﺷ ِد ْﯾدًا‬Aku menendang dengan tendangan yang keras)
‫(رَ ﻓَﺳْ تُ رَ ﻓْسَ ا ْﻟ ُﺟﻧُود‬Aku menendang seperti tendangan para tentara)
5. Terkadang fi’il dari maf’ul muthlaq dihilangkan.
Contoh : ‫ﺷﻛْرً ا‬
ُ (Terima kasih)
Yang asalnya adalah: ‫ﺷﻛْرً ا‬
ُ ‫ك‬
َ ‫(أَ ْﺷ ُﻛ ُر‬Aku berterima kasih kepadamu dengan betul-betul
terima kasih)

5. Maf’ul maah

Maf’ul ma’ah adalah isim yang terletak setelah huruf (‫ )و‬yang mempunyai arti
“bersama” untuk menunjukkan kebersamaan.
Contoh: ‫(ﺳَﺎرَ َﻋﻠِﻲﱞ َواﻟْﺟَ َﺑ َل‬Ali berjalan bersama dengan gunung)
‫(ﺟَ ﺎ َء ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد َو ُﻏر ُْوبَ اﻟ ﱠﺷﻣْس‬Muhammad datang bersamaan dengan terbenamnya matahari)
Perbedaan antara wau ma’iyyah dengan wau ‘athof:
1. Isim yang terletak setelah wau maiyyah selalu mansub, adapun isim yang terletak
setelah wau ‘athof tergantung ma’thufnya.
Contoh :
‫ =ﺳَﺎرَ َﻋﻠِﻲﱞ َواﻟْﺟَ َﺑ َل‬waunya adalah wau ma’iyyah
ٌ‫ =ﺳَﺎرَ َﻋﻠِﻲﱞ َوﺣَ ﺳَن‬waunya adalah wau ‘athof
2. Pelaku pada wau ma’iyyah hanya terdiri dari satu pihak, sedangkan pelaku pada
wau ‘athof terdiri dari dua belah pihak.
Catatan:
Pada dasarnya, huruf wau yang terletak di antara dua buah isim adalah wau ‘athof.
Oleh karena itu seandainya sebuah kalimat cocok untuk dimaknai dengan wau
‘athof, maka wau tersebut adalah wau ‘athof.

6. Hal

Hal adalah isim mansub yang digunakan untuk menjelaskan keadaan fa’il atau
maf’ul bih saat terjadinya fi’il (perbuatan).
Contoh:
‫ﺻﻠﱠﻰ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﻗَﺎ ِﻋدًا‬
َ (Muhammad shalat dalam keadaan duduk)
‫ﺟ ِد ﻣَﺎﺷِ ﯾًﺎ‬
ِ ْ‫( َذھَبَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد إِﻟَﻰ ا ْﻟﻣَﺳ‬Muhammad pergi ke masjid dengan berjalan)
‫(رَ أَﯾْتُ اﻷ ُﺳْ ﺗَﺎ َذ رَ ا ِﻛﺑًﺎ‬Aku melihat ustadz sedang naik kendaraan)
Ketentuan-ketentuan Hal:
1. Hal merupakan isim yang mansub. Contoh: ‫ﺻﻠﱠﻰ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﻗَﺎ ِﻋدًا‬
َ (Muhammad shalat dalam
keadaan duduk)
2. Hal berbentuk isim nakiroh, sedangkan shohibul hal (isim yang dijelaskan
keadaannya oleh Hal) berbentuk isim ma’rifat.
Contoh: ‫(أَ َﻛ َل اﻟ َْوﻟَ ُد ﻗَﺎﺋِﻣًﺎ‬Anak itu makan dalam keadaan berdiri)
‫ =اَﻟ َْوﻟَ ُد‬Shohibul hal, ma’rifat
‫ =ﻗَﺎﺋِﻣًﺎ‬Hal, nakiroh
3. Hal mengikuti shohibul hal dari sisi nau’ (mudzakkar atau muannats) dan ‘adad
(mufrod, mutsanna, jama’).
Contoh:
‫(ﺷَرِ بَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﺟَ ﺎﻟِﺳًﺎ‬Muhammad minum dalam keadaan duduk)
‫(ﺷَرِ ﺑَتْ ﻓَﺎطِ َﻣ ُﺔ ﺟَ ﺎﻟِ َﺳ ًﺔ‬Fatimah minum dalam keadaan duduk)
‫(أَ َﻛ َل اﻟ َْوﻟَ ُد ﻗَﺎﺋِﻣًﺎ‬Anak itu makan dalam keadaan berdiri)
‫(أَ َﻛ َل اﻟ َْوﻟَدَا ِن ﻗَﺎﺋِ َﻣﯾْن‬Dua anak itu makan dalam keadaan berdiri)
Macam-macam hal
Ketentuan-ketentuan Hal:
1. Hal merupakan isim yang mansub. Contoh: ‫ﺻﻠﱠﻰ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﻗَﺎ ِﻋدًا‬
َ (Muhammad shalat dalam
keadaan duduk)
2. Hal berbentuk isim nakiroh, sedangkan shohibul hal (isim yang dijelaskan
keadaannya oleh Hal) berbentuk isim ma’rifat.
Contoh: ‫(أَ َﻛ َل اﻟ َْوﻟَ ُد ﻗَﺎﺋِﻣًﺎ‬Anak itu makan dalam keadaan berdiri)
‫ =اَﻟ َْوﻟَ ُد‬Shohibul hal, ma’rifat
‫ =ﻗَﺎﺋِﻣًﺎ‬Hal, nakiroh
3. Hal mengikuti shohibul hal dari sisi nau’ (mudzakkar atau muannats) dan ‘adad
(mufrod, mutsanna, jama’).
Contoh:
‫(ﺷَرِ بَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد ﺟَ ﺎﻟِﺳًﺎ‬Muhammad minum dalam keadaan duduk)
‫(ﺷَرِ ﺑَتْ ﻓَﺎطِ َﻣ ُﺔ ﺟَ ﺎﻟِ َﺳ ًﺔ‬Fatimah minum dalam keadaan duduk)
‫(أَ َﻛ َل اﻟ َْوﻟَ ُد ﻗَﺎﺋِﻣًﺎ‬Anak itu makan dalam keadaan berdiri)
‫(أَ َﻛ َل اﻟ َْوﻟَدَا ِن ﻗَﺎﺋِ َﻣﯾْن‬Dua anak itu makan dalam keadaan berdiri)

7. Tamyiz

Tamyiz adalah isim nakiroh yang disebutkan dalam suatu kalimat untuk memberi
penjelasan sesuatu yang masih samar.
Sesuatu yang masih samar yang dijelaskan oleh tamyiz dikenal dengan istilah
mumayyaz (‫)اَ ْﻟ ُﻣ َﻣ ﱠﯾ ُز‬.
Contoh: ‫( ِا ْﺷ َﺗرَ ﯾْتُ ِﻋﺷْرِ ﯾْنَ ِﻛﺗَﺎﺑًﺎ‬Aku membeli dua puluh kitab)
َ‫ = ِﻋﺷْرِ ﯾْن‬Mumayyaz
‫ = ِﻛﺗَﺎﺑًﺎ‬Tamyiz
‫ﺿ ًﺔ‬
‫( ِا ْﺷﺗَرَ ﯾْتُ دِرْ َھﻣًﺎ ﻓِ ﱠ‬Aku membeli satu dirham perak)
‫ =دِرْ َھﻣًﺎ‬Mumayyaz
‫ﺿ ًﺔ‬
‫ =ﻓِ ﱠ‬Tamyiz
‫أَﻧ َْوا ُع ا ْﻟ ُﻣ َﻣﯾﱠز‬
Macam-Macam Mumayyaz

1. Mumayyaz malfuzh adalah mumayyaz yang disebutkan dalam pembicaraan atau


kalimat.
Mumayyaz malfuzh ada 4, yaitu:
a. ‫(أَﺳْ ﻣَﺎ ُء ا ْﻟ َﻛﯾْل‬Nama-nama takaran)
Contoh: ‫( ِا ْﺷﺗَرَ ﯾْتُ ﻟِﺗْرً ا ُر ّزًا‬Aku membeli satu liter beras)
b. ‫(أَﺳْ ﻣَﺎ ُء اﻟ َْوزْ ن‬Nama-nama timbangan)
Contoh: ‫( ِا ْﺷﺗَرَ ﯾْتُ ِﻛ ْﯾﻠ َْوﻏَرَ اﻣًﺎ ﻟَﺣْ ﻣًﺎ‬Aku membeli satu kilo daging)
c. ‫(أَﺳْ ﻣَﺎ ُء ا ْﻟ َﻣﺳَﺎﺣَ ﺔ‬Nama-nama jarak/ukuran)
Contoh: ‫( ِا ْﺷﺗَرَ ﯾْتُ ِﻣﺗْرً ا ﻗُﻣَﺎﺳًﺎ‬Aku membeli satu meter kain)
d. ‫(أَﺳْ ﻣَﺎ ُء ا ْﻟ َﻌدَد‬Nama-nama bilangan)
Contoh: ‫( ِا ْﺷﺗَرَ ﯾْتُ ِﻋﺷْرِ ﯾْنَ َﺑ ْﯾﺗًﺎ‬Aku membeli 20 rumah)

2. Mumayyaz malhuzh adalah mumayyaz yang tidak ditampakkan dalam


pembicaraan atau kalimat. Mumayyaz malhuzh biasanya untuk menggantikan
mubtada’ atau fa’il.
Contoh:
‫ﺧﺑْرَ ًة‬
ِ ‫ب‬
ِ ِ‫(اَ ْﻟ ُﻣدَرﱢ سُ أَ ْﻛ َﺛ ُر ﻣِنَ اﻟطﱠﺎﻟ‬Pengajar itu lebih banyak dibandingkan dengan murid
pengalamannya)
Asalnya adalah,
‫ﺧﺑْرَ ِة اﻟطﱠﺎﻟِب‬
ِ ْ‫ﺧﺑْرَ ةُ ا ْﻟ ُﻣ َد ﱢرسِ أَ ْﻛ َﺛ ُر ﻣِن‬
ِ (Pengalaman pengajar itu lebih banyak dibandingkan
dengan murid)
ً‫ك ﻣَﺎﻻ‬
َ ‫(أَﻧَﺎ أَ ْﻛ َﺛ ُر ِﻣ ْﻧ‬Aku lebih banyak dari kamu hartanya)
Asalnya,
‫ك‬
َ ‫(ﻣَﺎﻟِﻲ أَ ْﻛ َﺛ ُر ِﻣ ْﻧ‬Hartaku lebih banyak daripada hartamu)
‫(ﺣَ ﺳُنَ َﻋﻠِﻲﱞ َوﺟْ ﮭًﺎ‬Ali bagus wajahnya)
Asalnya,
‫(ﺣَ ﺳُنَ وَ ﺟْ ُﮫ َﻋﻠِﻲﱟ‬Wajah Ali bagus)
‫(طَﺎبَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد َﻧ ْﻔﺳًﺎ‬Muhammad baik jiwanya)
Asalnya,
‫(طَﺎﺑَتْ َﻧﻔْسُ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬Jiwa Muhammad baik)

‫َﺗ ْﻣﯾِ ْﯾ ُز ا ْﻟ َﻌدَد‬


(Tamyiz ‘Adad)
Tamyiz ‘adad adalah tamyiz yang digunakan untuk menjelaskan mumayyaz yang
berupa ‘adad (bilangan).
Tamyiz adad biasa dikenal dengan istilah ma’dud (‫)اَ ْﻟﻣَﻌْ د ُْو ُد‬
Contoh:
‫( ِا ْﺷﺗَرَ ﯾْتُ َﺛﻼَﺛِﯾْنَ َﻗﻠَﻣًﺎ‬Aku membeli tiga puluh pena)
َ‫‘ = َﺛﻼَﺛِﯾْن‬Adad
‫ = َﻗﻠَﻣًﺎ‬Ma’dud

Hukum ‘adad dan ma’dud:


1. Jika ‘adadnya berupa bilangan 3-10, maka ma’dud berbentuk jamak majrur.
Contoh:
‫( َﺛﻼَ َﺛ ُﺔ أ َْوﻻَ ٍد‬Tiga orang anak)
‫(ﺧَ ْﻣ َﺳ ُﺔ رِ ﺟَ ﺎ ٍل‬Lima orang laki-laki)
‫( َﺳ ْﺑ َﻌ ُﺔ أَﯾﱠﺎ ٍم‬Tujuh Hari)
2. Jika ‘adadnya berupa bilangan 11-99, maka ma’dud berbentuk mufrod manshub.
Contoh:
‫(ﺧَ ْﻣ َﺳ َﺔ َﻋﺷَرَ َوﻟَدًا‬Lima belas orang anak)
ً‫(أَرْ َﺑ َﻌ َﺔ َﻋﺷَرَ رَ ُﺟﻼ‬Empat belas orang laki-laki)
‫( ِﻋ ْﺷر ُْونَ ﯾ َْوﻣًﺎ‬Dua puluh hari)
3. Jika ‘adadnya berupa bilangan 100 atau 1.000 atau kelipatannya, maka ma’dud
berbentuk mufrod majrur.
Contoh:
‫(ﻣِﺎ َﺋ ُﺔ َوﻟَ ٍد‬Seratus orang anak)
‫(أَﻟْفُ رَ ُﺟ ٍل‬Seribu orang laki-laki)
‫( َﺛﻼَ ُﺛﻣِﺎ َﺋ ِﺔ ﯾ َْو ٍم‬Tiga ratus hari)

Rumus menghapal ‘Adad Ma’dud:


Untuk mempermudah kita dalam menghafal hukum-hukum ‘adad ma’dud, dapat
digunakan rumus:
‫ٍج ﻣًﺎ ٍم‬
‫ = ٍج‬Maksudnya jamak majrur
ً ‫ =ﻣﺎ‬Maksudnya mufrod manshub
‫ = ٍم‬Maksudnya mufrod majrur
8. Mustastna

Mustatsna adalah isim yang disebutkan setelah adatul istitsna (alat pengecualian)
untuk menyelisihi hukum kata sebelum adatul istitsna. Kata yang terletak sebelum
adatul istitsna dikenal dengan istilah mustatsna minhu ‫اَ ْﻟﻣُﺳْ َﺗ ْﺛﻧَﻰ ِﻣ ْﻧ ُﮫ‬
Contoh:
‫(ﻧَﺟَ َﺢ اﻟ ﱡطﻼ ﱠبُ إِﻻ ﱠ ﺣَ َﺳﻧًﺎ‬Para siswa lulus kecuali Hasan)
‫إِﻻﱠ‬ = Alat pengecualian / Adat istitsna
ُ‫ = اَﻟ ﱡطﻼﱠب‬Mustatsna minhu
‫ﺣَ َﺳﻧًﺎ‬ = Mustatsna

‫(ﺣَ ﺿَرَ اﻟرﱢ ﺟَ ﺎ ُل إِﻻ ﱠ زَ ْﯾدًا‬Para lelaki itu telah hadir kecuali Zaid)
‫إِﻻﱠ‬ = Alat pengecualian
‫ = اَﻟرﱢ ﺟَ ﺎ ُل‬Mustatsna minhu
‫زَ ْﯾدًا‬ = Mustatsna
‫(أَدَاةُ اﻻِﺳْ ﺗِ ْﺛﻧَﺎء‬Adatul istitsna) ada enam, yaitu: ‫ ﺣَ ﺎﺷَﺎ‬,‫ َﻋدَا‬,َ‫ ﺧَ ﻼ‬,‫ ﺳِ َوى‬,ُ‫ َﻏ ْﯾر‬,‫إِﻻﱠ‬

A. Hukum mustatsna dengan ‫إِﻻﱠ‬


1. Wajib nashob, apabila kalimatnya positif dan disebutkan mustatsna minhu.
Contoh:
‫(رَ ﺟَ ﻊَ اﻟْﺣَ ﺎﺿِ ر ُْونَ إِﻻﱠ ﻣُﺣَ ﱠﻣدَا‬Para hadirin telah pulang kecuali Muhammad)
‫(رَ ﺟَ ﻊَ اﻟ ﱠﺗﻼَ ِﻣ ْﯾ ُذ إِﻻﱠ َوﻟَ َدﯾْن‬Para siswa telah pulang kecuali dua orang anak)
2. Boleh nashob atau mengikuti mustatsna minhu apabila kalimatnya negatif
dan disebutkan mustatsna minhu.
Contoh:
‫ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬/ ‫(ﻣَﺎ رَ ﺟَ ﻊَ اﻟْﺣَ ﺎﺿِ ر ُْونَ إِﻻ ﱠ ﻣُﺣَ ﱠﻣدًا‬Para hadirin tidak pulang kecuali Muhammad)
‫ وَ ﻟَدَان‬/ ‫(ﻣَﺎ رَ ﺟَ ﻊَ اﻟ ﱠﺗﻼَ ِﻣ ْﯾ ُذ إِﻻ ﱠ َوﻟَ َد ْﯾ ِن‬Para siswa tidak pulang kecuali dua orang anak)
3. Di’irob sesuai dengan kedudukannya dalam kalimat, apabila kalimatnya
negatif dan tidak disebutkan mustatsna minhu.
Contoh:
‫(ﻣَﺎ رَ ﺟَ ﻊَ إِﻻ ﱠ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬Tidak ada yang pulang kecuali Muhammad)
‫(ﻣَﺎ ﺿَرَ ﺑْتُ إِﻻﱠ زَ ْﯾدًا‬Aku tidak memukul kecuali Zaid)

B. Hukum mustatsna dengan ‫ َﻏﯾْر‬dan ‫ﺳِ َوى‬


Mustatsna dengan ‫ َﻏﯾْر‬dan ‫ﺳِ َوى‬adalah selalu majrur. Contoh:
(Para murid gagal kecuali Ali) ‫رَ ﺳَبَ اﻟ ﱡطﻼ ﱠبُ َﻏﯾْرَ َﻋﻠِﻲﱟ‬
(Para murid lulus kecuali Hasan) ‫ﻧَﺟَ َﺢ اﻟ ﱡطﻼ ﱠبُ ﺳِ َوى ﺣَ َﺳ ٍن‬
Catatan:
1. Hukum I’rob ‫ َﻏﯾْر‬adalah mengikuti hukum mustatsna dengan ‫إِﻻﱠ‬
Contoh:
a. Kalimat positif dan disebutkan mustastna minhu. ‫رَ ﺟَ ﻊَ اﻟْﺣَ ﺎﺿِ ر ُْونَ َﻏﯾْرَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬
b. Kalimat negatif dan disebutkan mustasna minhu.‫ َﻏ ْﯾ ُر ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬/ َ‫ﻣَﺎ رَ ﺟَ ﻊَ اﻟْﺣَ ﺎﺿِ ر ُْونَ َﻏﯾْر‬
c. Kalimat negatif dan tidak disebutkan mustasna minhu. ‫ﻣَﺎ رَ ﺟَ ﻊَ َﻏ ْﯾ ُر ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬

C. Hukum mustatsna dengan ‫ ﺣَ ﺎﺷَﺎ‬,‫ َﻋدَا‬,َ‫ﺧَ ﻼ‬


Mustasna dengan ‫ ﺣَ ﺎﺷَﺎ‬,‫ َﻋدَا‬,َ‫ﺧَ ﻼ‬boleh nashob ataupun jar / majrur.
Contoh:
‫ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬/ ‫رَ ﺟَ ﻊَ اﻟْﺣَ ﺎﺿِ ر ُْونَ ﺧَ ﻼَ ﻣُﺣَ ﱠﻣدًا‬
‫ َﻋﻠِﻲﱟ‬/ ‫ﺟَ ﺎ َء اﻟ ﱢرﺟَ ﺎ ُل َﻋدَا َﻋﻠِ ّﯾًﺎ‬
‫ ﺣَ َﺳ ٍن‬/ ‫ﻧَﺎ َم اﻷ َْوﻻَ ُد ﺣَ ﺎﺷَﺎ ﺣَ َﺳﻧًﺎ‬

9. Munada
Munada adalah isim yang disebutkan setelah huruf nida’ (huruf yang digunakan
untuk memanggil).
Contoh:
(Wahai hamba Allah) ِ‫ﯾَﺎ َﻋ ْﺑ َد ﷲ‬
(Wahai orang yang tidur, bangunlah) ْ‫ﯾَﺎ ﻧَﺎﺋِﻣًﺎ اِﺳْ َﺗ ْﯾﻘِظ‬
Huruf-huruf Nida’:
َ‫ =أ‬Untuk memanggil jarak dekat.
Contoh:
(Wahai Abdullah, tulislah) ْ‫أَ َﻋ ْﺑ َد ﷲِ ا ُ ْﻛﺗُب‬
‫ َھﯾﱠﺎ‬,‫أَﯾَﺎ‬, ْ‫ =أَي‬Untuk memanggil jarak jauh
Contoh:
(Wahai Abdullah, apakah engkau mendengar suaraku?)‫أَﯾﺎ َﻋ ْﺑ َد ﷲِ َھ ْل ﺗَﺳْ َﻣ ُﻊ ﺻ َْوﺗِﻲ‬
‫ =ﯾَﺎ‬Dapat digunakan untuk memanggil dekat ataupun jauh.
Contoh:
(Wahai Abdullah, cepatlah) ْ‫ﯾَﺎ َﻋ ْﺑ َد ﷲِ أَﺳْ رِ ع‬

‫أَﻧ َْوا ُع ا ْﻟ ُﻣﻧَﺎدَى‬


(Macam-macam Munada)

1. ٌ‫ َﻣ ْﻧﺻ ُْوب‬Munada selalu manshub dalam 3 (tiga) keadaan.


a. ٌ‫( ُﻣﺿَﺎف‬mudhof) Contoh:
ِ‫(ﯾَﺎ َﻋ ْﺑ َد ﷲ‬Wahai Abdullah)
ِ‫(ﯾَﺎ رَ ﺳ ُْو َل ﷲ‬Wahai Rasulullah)
ٍ‫(ﯾَﺎ أَﺑَﺎ َﺑﻛْر‬Wahai Abu Bakr)
b. ‫ف‬
ِ ‫( َﺷﺑِ ْﯾ ٌﮫ ﺑِﺎ ْﻟ ُﻣﺿَﺎ‬Mirip dengan mudhof) Contoh:
ً‫(ﯾَﺎ طَﺎﻟِﻌًﺎ ﺟَ َﺑﻼ‬Wahai pendaki gunung)
ِ‫(ﯾَﺎ ﺳَﺎ ِﻋﯾًﺎ ﻓِﻲ اﻟْﺧَ ﯾْر‬Wahai orang yang berusaha berbuat baik)
‫(ﯾَﺎ ﺣَ ﺎ ِﻣﻼً ﺣَ ﻘِ ْﯾ َﺑ ًﺔ‬Wahai orang yang membawa tas)
c. ‫ َﻧﻛِرَ ةٌ َﻏ ْﯾ ُر َﻣ ْﻘﺻ ُْو َد ٍة‬Nakirah yang belum tentu orangnya Contoh:
ً‫(ﯾَﺎ رَ ُﺟﻼ‬Wahai lelaki)
‫(ﯾَﺎ ﻣُﺳْ ﻠِﻣًﺎ‬Wahai Muslim)
‫(ﯾَﺎ طَﺎﻟِﺑًﺎ‬Wahai mahasiswa)
2. ِ‫ َﻣ ْﺑﻧِﻲﱡ َﻋﻠَﻰ َﻋﻼَ َﻣ ِﺔ اﻟرﱠ ﻓْﻊ‬Munada’ dimabnikan dengan tanda rafa’ pada 2 (dua) keadaan.
a. ‫( َﻋﻠَ ٌم ُﻣﻔْرَ ٌد‬Nama orang tunggal / terdiri dari satu kata) Contoh:
‫ﯾَﺎ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ُد ﯾَﺎ َﻋﻠِﻲﱡ‬
b. ٌ‫( َﻧﻛِرَ ةٌ َﻣ ْﻘﺻ ُْو َدة‬Nakirah yang sudah tertuju pada orang tertentu) Contoh:
‫ﯾَﺎ رَ ُﺟ ُل‬, ‫ﯾَﺎ ﻣُﺳْ ﻠِ ُم‬

Memanggil kata yang terdapat “‫“ال‬:


Untuk kata yang terdapat “‫ ”ال‬nya, ada beberapa ketentuan dalam pemanggilannya.
1. Kata yang di panggil I’robnya marfu’
2. Menambahkan lafazh berikut setelah huruf nida’:
a. ‫أَ ﱡﯾﮭَﺎ‬Untuk isim mudzakkar
b. ‫أَ ﱠﯾ ُﺗﮭَﺎ‬Untuk isim muannats
Contoh:
‫ﯾَﺎ أَ ﱡﯾﮭَﺎ اﻟ ﱠﻧﺑِﻲﱡ‬, َ‫ﯾَﺎ أَ ﱡﯾﮭَﺎ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِﻣ ُْون‬
ُ‫ﯾَﺎ أَ ﱠﯾ ُﺗﮭَﺎ ا ْﻟﻣَرْ أَة‬, ُ‫ﯾَﺎ أَ ﱠﯾ ُﺗﮭَﺎ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِﻣَﺎت‬

Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Marfuatul
Asma.. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan
Belajar 1, buatlah peta konsep dari Manshubat Asma.

Tes Formatif 1
Jawablah dengan benar soal-soal berikut !
3. Jelaskan pengertian manshubat asma.
4. Sebutkan contoh-contoh dari manshubat asma

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.

KEGIATAN BELAJAR 2: MAJRURAT ASMA

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi konsep MAJRURAT ASMA

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


3. Menemukan konsep MAJRURAT ASMA
4. Menerapkan MAJRURAT ASMA
Pokok-Pokok Materi

C. Pengertian MAJRURAT ASMA


D. Macam-macam MAJRURAT ASMA

Uraian Materi
A. Pengertian Majrurat asma
Majrurat asma adalah kumpulan isim (kata benda) yang berada dalam kondisi
majrur dalam i’rabnya. Penyebab majrurnya adalah dikarenakan adanya ‘amil
(pemarkah) yang berada di depan isim tersebut.
majrurat asma termasuk kelompok isim Mu’rab, yaitu kelompok kata yang
berubah-ubah kondisi akhirnya mengikuti kaidah i’rab. Perubahan kata
dalam Bahasa Arab terbagi menjadi empat. Empat macam i’rab ini
didasari oleh 4 harakat dalam Bahasa Arab, yaitu dhammah, fathah,
kasrah, dan sukun. Adapunmajrurat asmatermasuk kelompok isim majrur atau
kasrah.
B. Macam-macam majrurat asma
Kelompok Majruratul Asma:
a. ‫ف اﻟْﺟَ ﱢر‬
ِ ْ‫ﻣَﺟْ ر ُْو ٌر ﺑِﺣَ ر‬
b. ‫ﻣَﺟْ ر ُْو ٌر ﺑِﺎﻹِﺿَﺎﻓَﺔ‬
c. ‫اَﻟﺗ َﱠواﺑِ ُﻊ ﻟِ ْﻠﻣَﺟْ ر ُْور‬
‫ف اﻟْﺟَ رﱢ‬
ِ ْ‫(ﻣَﺟْ ر ُْو ٌر ﺑِﺣَ ر‬Majrur Karena Huruf Jar)
Yang dimaksud dengan isim majrur karena huruf jer adalah isim yang mempunyai
I’rob majrur apabila didahului oleh salah satu dari huruf jer.
Huruf jer ada 17 (tujuh belas), yaitu:
,َ‫ ﺧَ ﻼ‬,ُ‫ ُﻣ ْﻧذ‬, ْ‫ ﻣُذ‬,( َ‫ ﺗَﺎ ُء ا ْﻟ َﻘ َﺳ ِم )ت‬,( َ‫ َواوُ ا ْﻟ َﻘ َﺳ ِم )و‬,‫ ﺣَ ﺗﱠﻰ‬,(‫ اَﻟﻼﱠ ُم ) ِل‬,(َ‫ اَ ْﻟﻛَﺎفُ )ك‬,(ِ‫ اَ ْﻟﺑَﺎ ُء )ب‬, ‫ رُبﱠ‬,‫ ﻓِﻲ‬,‫ َﻋﻠَﻰ‬, ْ‫ ﻋَن‬,‫ إِﻟَﻰ‬, ْ‫ﻣِن‬
.‫ ﺣَ ﺎﺷَﺎ‬,‫َﻋدَا‬
Contoh masing-masing penggunaan huruf jer:
1. ْ‫( ﻣِن‬Dari) ‫( ﺧَ رَ ﺟْ تُ ﻣِنَ ا ْﻟ َﻣﻧْزِ ل‬Aku keluar dari rumah)
2. ‫( إِﻟَﻰ‬Ke) ‫( َﺳﺄ َذْ ھَبُ إِﻟَﻰ ا ْﻟﻣَﺳْ ﺟِد‬Aku akan pergi ke masjid)
3. ْ‫( ﻋَن‬Dari) ‫( َھذَا اﻟْﺣَ ِدﯾْثُ ُروِيَ ﻋَنْ ﻋَﺎﺋِ َﺷ َﺔ‬Hadits ini diriwayatkan dari Aisyah)
4. ‫( َﻋﻠَﻰ‬Di atas) ‫( اَ ْﻟ ِﻛ َﺗﺎ ُب َﻋﻠَﻰ ا ْﻟ َﻣ ْﻛﺗَب‬Buku itu berada di atas meja)
5. ‫( ﻓِﻲ‬Di dalam) ‫( ا ْﻟﻣَﺳْ ﺟِد ﻧَﺣْ نُ ﻧَطْ ﻠ ُبُ ا ْﻟ ِﻌ ْﻠ َم ﻓِﻲ‬Kami menuntut ilmu di dalam masjid)
6. ‫( رُبﱠ‬Betapa banyak / sedikit) ‫( اﻟ ﱢﻧ ﱠﯾ ُﺔ رُبﱠ َﻋﻣَلٍ ﺻَﺎﻟِ ٍﺢ ُﺗ َﻌ ﱢظ ُﻣ ُﮫ‬Betapa banyak amalan yang
kecil menjadi besar nilainya disebabkan oleh niat)
7. ‫ب‬
ِ – ‫( اَ ْﻟﺑَﺎ ُء‬Dengan) ‫( َﻛ َﺗﺑْتُ اﻟدﱠرْ سَ ﺑِﺎ ْﻟ َﻘﻠَم‬Aku menulis pelajaran dengan pena)
8. ‫ك‬
َ – ُ‫( اَ ْﻟﻛَﺎف‬Seperti) ‫( ُﻋ َﻣ ُر ﻛَﺎﻷَ َﺳ َد‬Umar seperti singa)
9. ‫( اَﻟﻼﱠ ُم – ِل‬Milik) ‫( َھذَا ا ْﻟ ِﻛﺗَﺎبُ ﻟِﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬Kitab ini miliknya Muhammad)
10. ‫( ﺣَ ﺗﱠﻰ‬Sampai) ‫ك ﺣَ ﺗﱠﻰ رَ ْأﺳِ ﮫ‬
َ ‫( أَ َﻛﻠْتُ اﻟ ﱠﺳ َﻣ‬Aku makan ikan sampai kepalanya)
11. َ‫)واوُ ا ْﻟ َﻘ َﺳ ِم )و‬
َ ‫( َوﷲِ أَﻧَﺎ ﻣُﺳْ ﻠِ ٌم‬Demi Allah aku adalah seorang muslim)
12. َ‫)ﺗَﺎ ُء ا ْﻟ َﻘ َﺳ ِم )ت‬ (Demi Allah aku adalah seorang muslim)
13. 13, 14. ‫ ُﻣ ْﻧ ُذ‬dan ْ‫( ﻣُذ‬Sejak) ِ‫( ا ْﻟﻣَﺎﺿِ ﯾَﺔ ﻣَﺎ رَ أَ ْﯾ ُﺗ ُﮫ ُﻣ ْﻧ ُذ اﻷ ُﺳْ ﺑ ُْوع‬Aku tidak melihatnya semenjak
seminggu yang lalu)
14. 15, 16, 17. َ‫ﺧَ ﻼ‬, ‫ َﻋ َد‬dan ‫( ﺣَ ﺎﺷَﺎ‬Selain / kecuali) ‫( رَ ﺟَ ﻊَ اﻟ ﱡطﻼ ﱠبُ ﺧَ ﻼَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬Para mahasiswa
telah pulang kecuali Muhammad)
Majrur Karena Idhafah
Idhafah adalah bentuk penyandaran suatu isim dengan isim yang lain.
Contoh:
‫( ِﻛﺗَﺎبُ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬Bukunya Muhammad) ‫ب‬
ٍ ‫(ﺧَ ﺎ َﺗ ُم َذ َھ‬Cincin emas)
a. Isim yang pertama yaitu ُ‫ ِﻛﺗَﺎب‬dan ‫ﺧَ ﺎ َﺗ ُم‬dikenal dengan istilah mudhaf.
b. Isim yang kedua yaitu ‫ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬dan ‫ب‬
ٍ ‫ َذ َھ‬dikenal dengan istilah mudhaf ilaihi.
Mengingat susunan idhafah adalah terdiri dari mudhaf dan mudhaf ilaihi,
terkadang istilah idhafah dikenal dengan istilah mudhaf – mudhaf ilaihi.
I’rab mudhaf adalah mengikuti kedudukannya didalam kalimat adapun I’rab
mudhaf ilaihi adalah selalu majrur.
Contoh:
‫( ِﻛﺗَﺎبُ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد ُﻣﻔِ ْﯾ ٌد‬Bukunya Muhammad bermanfaat)
‫(أَﺳْ َﺗ ِﻌ ْﯾ ُر ِﻛﺗَﺎبَ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬Aku meminjam bukunya Muhammad)
‫ب ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬
ِ ‫( َھ ِذ ِه ا ْﻟ ُﻣﻼَﺣَ َظ ُﺔ ﻣ َْوﺟ ُْو َدةٌ ﻓِﻲ ِﻛﺗَﺎ‬Catatan ini terdapat di bukunya Muhammad)

(Macam-Macam Mudhof Ilaihi)

1. Mu’rob
Mudhof ilaihi yang berbentuk isim mu’rab harus selalu majrur. Contoh:
‫ِﻛﺗَﺎبُ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِ َﻣ ْﯾ ِن‬ ‫ِﻛﺗَﺎبُ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِ ِم‬
‫ﺣَ ِدﯾْثُ ﻋَﺎﺋِ َﺷ َﺔ‬ ‫ﺗَﺎبُ ا ْﻟﻣُﺳْ ﻠِ ِﻣﯾْن‬
2. Mabni
Mudhof ilaihi yang berbentuk isim mabni tidak mengalami perubahan harokat akhir
(sesuai bentuk aslinya).
Contoh:
‫ك‬
َ ‫( ِﻛﺗَﺎ ُﺑ‬Kitabmu – laki-laki)
ِ‫( ِﻛﺗَﺎﺑُك‬Kitabmu – wanita)

‫ﺿﺎ َﻓ ِﺔ‬
َ ِ‫ﺷر ُْو ُط اﻹ‬
ُ
(Syarat-Syarat Idhofah)
Syarat-syarat idhofah ada 3:
1. Mudhof tidak boleh ditanwin. Contoh:
‫ =ﺣَ ﻘِ ْﯾﺑِ ٌﺔ‬mudhof ‫ =ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬mudhof ilaihi
Susunan idhofahnya adalah,
‫(ﺣَ ﻘِ ْﯾ َﺑ ُﺔ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬Tas Muhammad)
‫ =ﺟَ وﱠ ا ٌل‬mudhof ‫ =ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬mudhof ilaihi
Susunan idhofahnya adalah:
‫(ﺟَ وﱠ ا ُل ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬Handphone Muhammad)
2. Membuang nun mutsanna atau jama’ pada mudhof. Contoh:
‫ = ِﻛﺗَﺎﺑَﺎ ِن‬mudhof
‫ =ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٌد‬mudhof ilaihi
Susunan idhofahnya adalah,
‫( ِﻛﺗَﺎﺑَﺎ ﻣُﺣَ ﱠﻣ ٍد‬Kitab Muhammad)
َ‫ = ُﻣدَرﱢ ﺳ ُْون‬mudhof
‫ =ﻣَﻌْ َﮭ ٌد‬mudhof ilaihi
Susunan idhofahnya adalah,
‫( ُﻣدَرﱢ ﺳ ُْو ﻣَﻌْ َﮭ ٍد‬Para pengajar ma’had)
3. Membuang alif lam dari mudhof
Contoh:
‫ =اﻟرﱠ ﺳ ُْو ُل‬mudhof ُ ‫ =ﷲ‬mudhof ilaihi
Susunan idhofahnya adalah,
ِ‫(رَ ﺳ ُْو ُل ﷲ‬Rasulullah)
ُ‫ =اﻟﺑَﺎب‬mudhof ‫ﺟ ُد‬
ِ ْ‫ =ا ْﻟﻣَﺳ‬mudhof ilahi
Susunan idhofahnya adalah,
‫ﺟ ِد‬
ِ ْ‫(ﺑَﺎبُ ا ْﻟﻣَﺳ‬Pintu Masjid)
Faidah:
1. Secara umum, kandungan makna idhofah mempunyai tiga arti:
a. Bermakna ْ‫( ﻣِن‬dari)
Contoh:
‫(ﺧَ ﺎ َﺗ ُم ﺣَ ِد ْﯾ ٍد‬Cincin besi)
Maknanya adalah,
‫(ﺧَ ﺎ َﺗ ٌم ﻣِنْ ﺣَ ِد ْﯾ ٍد‬Cincin dari besi)
b. Bermakna ‫( ِل‬milik)
Contoh:
‫( َﺑﯾْتُ َﻋﻠِﻲﱟ‬Rumah Ali)
Maknanya adalah,
‫( َﺑﯾْتٌ ﻟِ َﻌﻠِﻲﱟ‬Rumah milik Ali)
c. Bermakna ‫( ﻓِﻲ‬di dalam)
Contoh:
ِ‫( َﻋذَابُ اﻟ َﻘﺑْر‬Azab Kubur)
Maknanya adalah,
ِ‫( َﻋ َذابٌ ﻓِﻲ اﻟ َﻘﺑْر‬Azab di dalam kubur)
2. Apabila mudhof berupa isim yang berakhiran dengan alif, dan mudhof ilaihi berupa
ya’ mutakallim, maka ya’ ditulis dengan harakat fathah
Contoh:
َ‫( َﯾدَاي‬Kedua tanganku)
Asalnya adalah ‫ َﯾدَا ِن‬sebagai mudhof, nunnya dibuang sehingga bentuknya menjadi ‫َﯾدَا‬
. mengingat ‫ َﯾدَا‬berakhiran alif, maka ketika diidhofahkan kepada ya’ mutakallim
menjadi َ‫ َﯾدَاي‬.
َ‫( ُھدَاي‬Petunjukku)
Asalnya adalah,
‫اَ ْﻟ ُﮭ َدى‬dan ya’ mutakallim (‫)ي‬
َ‫(ﺳِ َواي‬Selainku)
Asalnya adalah,
‫ﺳِ َوى‬dan ya’ mutakallim (‫)ي‬
3. Apabila mudhof berupa isim yang berakhiran dengan ya’ dan mudhof ilaihi berupa
ya’ mutakallim, maka ya’ ditulis dengan fathah yang ditasdid.
Contoh:
‫( ُﻣدَرﱢ ﺳِ ﻲﱠ‬Para pengajarku)
Asalnya adalah,
َ‫ ُﻣدَرﱢ ﺳِ ﯾْن‬dan ya’ mutakallim (‫)ي‬
‫(ﻣُﺣَ ﺎﻣِﻲﱠ‬Pengacaraku)
Asalnya adalah,
‫اَ ْﻟﻣُﺣَ ﺎﻣِﻲ‬dan ya’mutakallim (‫)ي‬
‫( ُﻣ ْﻔﺗِﻲﱠ‬Muftiku)
Asalnya adalah,
‫ ُﻣ ْﻔﺗِﻲ‬dan ya’ mutakallim (‫)ي‬

Rangkuman

Majrurat asma termasuk kelompok isim Mu’rab, yaitu kelompok kata yang
berubah-ubah kondisi akhirnya mengikuti kaidah i’rab. Perubahan kata
dalam Bahasa Arab terbagi menjadi empat. Empat macam i’rab ini didasari
oleh 4 harakat dalam Bahasa Arab, yaitu dhammah, fathah, kasrah, dan
sukun. Adapunmajrurat asmatermasuk kelompok isim majrur atau kasrah

Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Marfuatul
Asma.. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan
Belajar 1, buatlah peta konsep dari Majrurat Asma.

Tes Formatif 1
Jawablah dengan benar soal-soal berikut !
5. Jelaskan pengertian majrurat asma.
6. Sebutkan contoh-contoh dari majrurat asma

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.

KEGIATAN BELAJAR 4: MAJZUMAT

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi konsep MAJZUMAT

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Menemukan konsep MAJZUMAT
2. Menerapkan MAJZUMAT

Pokok-Pokok Materi

A. Pengertian MAJZUMAT
B. Macam-macam MAJZUMAT

Uraian Materi
A. Pengertian Majzumat/al-Jazmu
Secara bahasa kata al-Jazmu bemakna al-Qoth’u [memutus atau memastikan].
Adapun menurut istilah nahwu yang dimaksud dengan jazm adalah perubahan
khusus yang ditandai dengan harokat sukun -di akhir kata- atau tanda lain yang
menggantikannya. I’rob jazm ini hanya ada pada fi’il mudhori’ [kata kerja
sekarang/akan datang] dan tidak ada pada isim [kata benda] atau jenis fi’il yang lain
[madhi dan amr]
Contoh Fi’il Yang Majzum
ْ‫َﯾ ْﻠ َﻌب‬
artinya: “Bermain”; majzum dengan tanda sukun di akhirnya
ْ‫َﯾﻧْﺟَ ﺢ‬
artinya: “Lulus”; majzum dengan tanda sukun di akhirnya
ْ‫ُﯾﺳَﺎﻓِر‬
artinya: “Bepergian”; majzum dengan tanda sukun di akhirnya
‫ﯾَﺳْ ﺄ ْل‬
artinya: “Bertanya”; majzum dengan tanda sukun di akhirnya
Catatan: Untuk menyederhanakan, bisa dikatakan bahwa apabila suatu kata [fi’il
mudhori’] diakhiri dengan sukun maka ia disebut dengan istilah majzum.

B. Tanda Jazm

‫ﻋﻼﻣﺎت اﻟﺠﺰم‬

‫اﻟﺴﻜﻮن‬

‫ وﻳﻜﻮن اﻟﺴﻜﻮن ﻋﻼﻣﺔ‬،‫ وﻫﻮ ﻋﻼﻣﺔ اﳉﺰم اﻷﺻﻠﻴ ﺔ وﺑﺎﻗﻲ اﻟﻌﻼﻣﺎت ﺗﻌﺘﱪ ﻓﺮﻋﻴﺔ‬،‫اﻟﺴﻜﻮن ﻫﻮ ﻗﻄﻊ اﳊﺮﻛﺔ‬

‫ﻟﻠﺠﺰم ﰲ ﺣﺎﻟﺔ اﻟﻔﻌﻞ اﳌﻀﺎرع اﻟﺬي ﱂ ﻳﺘﺼﻞ ﺑﻪ ﻧﻮن اﻟﻨﺴﻮة وﻧﻮن اﻟﺘﻮﻛﻴﺪ وﻛﺬﻟﻚ ﻳُﺸﱰط أﻻ ﻳﻜﻮن ﻣﻌﺘﻞ‬

‫وﻳﻘﺎل ﰲ اﻹﻋﺮاب ﳎﺰوم‬.[3] ‫اﻵﺧﺮ أو ﻣﻦ اﻷﻓﻌﺎل اﳋﻤﺴﺔ وﻳﺸﱰط ﻛﺬﻟﻚ أﻻ ﻳُﺴﺒﻖ ﺑﺄي ﻧﻮاﺻﺐ‬

.‫ وﻳﻨﻮب ﻋﻦ اﻟﺴﻜﻮن ﺣﺬف ﺣﺮف اﻟﻌﻠﺔ وأﻳﻀﺎً ﺣﺬف ﺣﺮف اﻟﻨﻮن‬.‫وﻋﻼﻣﺔ ﺟﺰﻣﻪ اﻟﺴﻜﻮن‬

‫ﺣﺬف ﺣﺮف اﻟﻌﻠﺔ‬


‫ﳚﺰم اﻟﻔﻌﻞ اﳌﻀﺎرع اﳌﻌﺘﻞ اﻵﺧﺮ ﲝﺬف ﺣﺮف اﻟﻌﻠﺔ وﻳﱰك ﻫﺬا أﺛﺮاً ﰲ اﻟﻔﻌﻞ ﻳﻜﻮن ﻣﺘﻤﺜﻼً ﰲ ﺣﺮﻛﺔ‬

‫اﻟﻔﺘﺤﺔ إذا ﻛﺎن ﻣﻌﺘﻞ اﻵﺧﺮ ﺑﺎﻷﻟﻒ وﺣﺮﻛﺔ اﻟﻀﻤﺔ إذا ﻛﺎن ﻣﻌﺘﻞ اﻵﺧﺮ ﺑﺎﻟﻮاو وﺣﺮﻛﺔ اﻟﻜﺴﺮة إذا ﻛﺎن‬

‫ﻣﻌﺘﻞ اﻵﺧﺮ ﺑﺎﻟﻴﺎء )ﻣﺜﻞ ﻻ ﺗﺴ َﻊ‪ ،‬ﻻ ﺗﺪعُ‪ ،‬ﻻ ﺗﺪ ِر(‬

‫ﺣﺬف اﻟﻨﻮن‬

‫اﳌﺨﺎﻃﺒﺔ‪ ،‬إذا ﺳُﺒﻘﺖ ﺑﺄﺣﺪ ﺟﻮازم اﳌﻀﺎرع ﲝﺬف اﻟﻨﻮن‪ ،‬وﻫﻲ ﻛﺬﻟﻚ ﺗﻨﺼﺐ ﺑﺎﻟﻌﻼﻣﺔ ﻧﻔﺴﻬﺎ ‪.‬ﻣﺜﻞ ﻟﻢ‬

‫ﺗﻔﻌﻠﻮا واﻷﺻﻞ ﺗﻔﻌﻠﻮن‪.‬‬

‫َل‪.‬‬
‫ﻳﺒﲎ ﻋﻠﻰ اﻟﻔﺘﺢ اذا اﺗﺼﻠﺖ ﺑﻪ ﻧﻮن اﻟﺘﻮﻛﻴﺪ‪ ،‬ﻣﺜﻞ ﻟَﻴُ ْﺨ ِﺮ َﺟ ﱠﻦ ْاﻷَ َﻋ ﱡﺰ ِﻣ ْﻨـﻬَﺎ ْاﻷَذ ﱠ‬

‫ﻣﻮاﺿﻊ اﻟﺠﺰم‬

‫ﻣﻮاﺿﻊ اﳉﺰم إﺣﺪى ﻋﺸﺮ ﻣﻮاﺿﻌﺎً ‪:‬‬

‫ﺟﺰم ﺑﺎﻟﻨﻬﻲ‪.‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺟﺰم ﻋﻠﻰ اﻟﺒﻨﻴﺔ‪.‬‬ ‫‪‬‬

‫ﺟﺰم ﲜﻮاب اﻷﻣﺮ واﻟﻨﻬﻲ‪.‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺟﺰم ﺑﺮد ﺣﺮﻛﺔ اﻹﻋﺮاب‪.‬‬ ‫‪‬‬

‫ﺎزاة ﺑﻐﲑ ﻓﺎء‪.‬‬ ‫‪‬‬ ‫ﺟﺰم ﺑﺎﻟﺪﻋﺎء ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻗﺒﻠﻬﺎ‪.‬‬ ‫‪‬‬

‫‪.‬‬ ‫‪‬‬ ‫‪.‬‬ ‫اﳉﺰم ب»ﻟﻦ«‬ ‫‪‬‬

‫‪.‬‬ ‫ﺟﺰم ب»ﱂ«‬ ‫‪‬‬ ‫ﺟﺰم ﺑﺎﳊﺬف‪.‬‬ ‫‪‬‬

‫ﺟﺰم ﺑﺎﻟﻮﻗﻒ‪.‬‬ ‫‪‬‬


‫ﲡﺪر اﻹﺷﺎرة إﱃ أن ﻓﻌﻞ اﻷﻣﺮ ﻳﺒﲎ ﻋﻠﻰ اﳉﺰم‪ ،‬ﻓﻴﺒﲎ ﻋﻠﻰ اﻟﺴﻜﻮن إذا ﱂ ﻳﺘﺼﻞ ﺑﻪ ﺷﻲء وإذا ﻛﺎن‬

‫ﻣﻌﺘﻞ اﻵﺧﺮ ﺑُﲏ ﻋﻠﻰ ﺣﺬف ﺣﺮف اﻟﻌﻠﺔ وﻫﻮ ﻛﺬﻟﻚ ﻳﺒﲎ ﻋﻠﻰ ﺣﺬف اﻟﻨﻮن إذا ﻛﺎن ﻣﻀﺎرﻋﻪ ﻣﻦ‬

‫اﻷﻓﻌﺎل اﳋﻤﺴﺔ‪.‬‬

‫ﺟﺰم اﻟﻤﻀﺎرع‬

‫ﳚﺰم اﻟﻔﻌﻞ اﳌﻀﺎرع إذا ﺳﺒﻘﻪ ﺟﺎزم أو ﻛﺎن ﺟﻮاﺑﺎً ﻟﻠﻄﻠﺐ‪ .‬وﳚﺰم ﻋﻠﻰ اﻟﺴﻜﻮن إذا ﻛﺎن ﺻﺤﻴﺢ اﻵﺧﺮ‪،‬‬

‫وﳚﺰم ﻋﻠﻰ ﺣﺬف اﻟﻨﻮن إذا ﻛﺎن ﻣﻦ اﻷﻓﻌﺎل اﳋﻤﺴﺔ‪ ،‬وﳚﺰم ﻋﻠﻰ ﺣﺬف ﺣﺮف اﻟﻌﻠﺔ إذا ﻛﺎن ﻣﻌﺘﻞ‬

‫اﻵﺧﺮ‪ .‬وﻳﻜﻮن ﺟﺰم اﻟﻔﻌﻞ اﳌﻀﺎرع إﻣﺎ ﳏﻠﻲ إذا ﻛﺎن ﻣﺒﻨﻴﺎً )إذا ﺗﺼﻞ ﺑﻪ ﻧﻮن اﻟﻨﺴﻮة أو ﻧﻮن اﻟﺘﻮﻛﻴﺪ(‪ ،‬أو‬

‫ﻟﻔﻈﻲ إذا ﻛﺎن ﻣﻌﺮﺑﺎً‪ .‬وﺟﻮازم اﻟﻔﻌﻞ اﳌﻀﺎرع ﻧﻮﻋﲔ‪ ،‬اﻷول ﳚﺰم ﻓﻌﻼً واﺣﺪاً‪ ،‬واﻵﺧﺮ ﳚﺰم ﻓﻌﻠﲔ‪ ،‬وﻣﻨﻬﺎ‬

‫ﻣﺎ ﻫﻮ اﺳﻢ وﻣﻨﻬﺎ ﻣﺎ ﻫﻮ ﺣﺮف‪.‬‬

‫اﻻدوات اﻟﺘﻲ ﺗﺠﺰم ﻓﻌﻞ واﺣﺪ‬

‫اﻷدوات اﻟﱵ ﲡﺰم ﻓﻌﻞ واﺣﺪ ﻫﻲ أرﺑﻊ )ﱂ( و)ﳌﺎ( و)ﻻم( اﻟﻄﻠﺐ وﻻ اﻟﻄﻠﺐ ‪.‬ﻟﻢ وﻟﻤﺎ ﻛﻞ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﺣﺮف‬

‫ﻧﻔﻲ وﺟﺰم وﻗﻠﺐ أي ﻳﻨﻔﻴﺎن اﳌﻀﺎرع وﳚﺰﻣﺎﻧﻪ وﻳﻘﻠﺒﺎن زﻣﺎﻧﻪ ﻣﻦ اﳊﺎل أو اﻹﺳﺘﻘﺒﺎل إﱃ اﳌﺎﺿﻲ )ﻣﺜﻞ ﻟﻢ‬

‫ﺗﺘﻜﻠﻤﻮا‪ ،‬و ﻟﻤّﺎ ﻳﺒﺪأ درس اﻟﻘﻮاﻋﺪ )واﻟﻔﺮق ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ أن "ﳌﺎ" ﻳﺘﻮﻗﻊ ﺣﺼﻮل ﻣﻨﻔﻴﻬﺎ وﻛﺬﻟﻚ ﳚﻮز ﺣﺬف‬

‫ﳎﺰوﻣﻬﺎ ﺑﻴﻨﻤ‬

‫"ﻋﻠﻰ اﻟﻔﻌﻞ اﳌﺎﺿﻲ ﻓﻼ ﺗﻜﻮن ﺟﺎزﻣﺔ وإﳕﺎ‬

‫ﲟﻌﲎ "ﺣﲔ‬
‫ﻻم اﻟﻄﻠﺐ وﺗﺴﺘﺨﺪم ﻟﻄﻠﺐ إﺣﺪاث أﻣﺮ ﻣﺎ ﻣﺜﻞ ﻟﺘﻄﻠﺒﻮا اﻟﻌﻠﻢ ‪.‬ﻓﺈن ﻛﺎﻧﺖ ﺻﺎدرًة ﳑﻦ ﻫﻮ أﻋﻠﻰ إﱃ‬

‫ﻣﻦ ﻫﻮ أﻗﻞ درﺟﺔ ﲰﻴﺖ "ﻻم اﻷﻣﺮ" وإن ﻛﺎﻧﺖ ﺻﺎدرة ﳑﻦ ﻫﻮ أﻗﻞ إﱃ ﻣﻦ ﻫﻮ أﻋﻠﻰ درﺟﺔ ﲰﻴﺖ "ﻻم‬

‫ذﻟﻚ ﳎﺎزاً‪ ،‬وﻗﺪ اﺳﺘﻄﺎع ﺑﻌﺾ اﻟﻨﺤﺎة ان ﳚﻤﻌﻮا‬

‫ﺑﻌﺾ اﻟﺸﻮاﻫﺪ ﻟﺬﻟﻚ وﻣﻨﻬﺎ ﻣﺎ ﻧﺴﺒﻮﻩ إﱃ ﳏﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ اﷲ‪ ،‬وﻫﺬﻩ اﻟﻼم ﺗﻜﻮن ﻣﻜﺴﻮرة ﻏﻼ إذا ﺳُﺒﻘﺖ‬

‫ﺑﺎﳊﺮوف اﻟﻮاو واﻟﻔﺎء وﰒ ‪ .‬وﻳﻘﻞ دﺧﻮل ﻻم اﻷﻣﺮ ﻋﻠﻰ اﳌﺘﻜﻠﻢ اﳌﻔﺮد اﳌﻌﻠﻮم‪ ،‬ﻓﺈن ﻛﺎن ﻣﻊ اﳌﺘﻜﻠﻢ ﻏﲑﻩ‪،‬‬

‫ﻓﻴﻜﻮن دذﻃﻜﻤﻨﺘﻌﺎﻟﺮﲞﻮﳍ ﺎ أﻳﺴﺮ‪ ،‬وذﻟﻚ ﻷن اﻷﻣﺮ داﺋﻤﺎً ﻣﺎ ﻳﻜﻮن ﺑﲔ ﻃﺮﻓﲔ ﳐﺘﻠﻔﲔ‪ .‬وﳝﻜﻦ ﻟﻼم‬

‫اﻟﻄﻠﺐ أن ﲢﺬف وﻳﺒﻘﻰ ﻋﻤﻠﻬﺎ‬

‫ﻻ اﻟﻄﻠﺐ‬

‫ﻫﻮ أدﱏ ﻣﻨﻬﺎ ﲰﻴﺖ "ﻻ اﻟﻨﺎﻫﻴﺔ" وإن ﻛﺎﻧﺖ ﳑﻦ ﻫﻮ أدﱏ ﳌﻦ ﻫﻮ اﻋﻠﻰ ﻣﻨﻪ ﲰﻴﺖ "ﻻ اﻟﺪﻋﺎﺋﻴﺔ" وإن‬

‫ﻛﺎﻧﺖ ﻣﻦ وإﱃ ﻃﺮﻓﲔ ﻣﺘﺴﺎوﻳﲔ ﲰﻴﺖ "ﻻ اﻟﱵ ﻟﻼﻟﺘﻤﺎس"‪ .‬وﻫﻲ ﲡﺰم اﻟﻔﻌﻞ اﳌﻀﺎرع ﺑﺸﺮط أﻻ ﻳﻜﻮن‬

‫ﺑﻴﻨﻬﻤﺎ ﻓﺎﺻﻞ إﻻ ﻟﻠﻀﺮورة اﻟﺸﻌﺮﻳﺔ‪ ،‬وﻳﺸﱰط أﻻ ﺗﺴﺒﻖ ﺑﺈن اﻟﺸﺮﻃﻴﺔ وﻏﲑﻫﺎ ﻣﻦ أدوات اﻟﺸﺮط وﻋﻨﺪﻫﺎ‬

‫ﺗﺼﺒﺢ أداة ﻧﻔﻲ ﻻ ﻏﲑﻫﺎ‬

‫اﻷدوات اﻟﺘﻲ ﺗﺠﺰم ﻓﻌﻠﻴﻦ‬

‫َﱴ‪ ،‬أَﻳﱠﺎنَ‪َ ،‬ﺣْﻴﺜُﻤَﺎ‪،‬‬


‫اﻷدوات اﻟﱵ ﲡ ﺰم ﻓﻌﻠﲔ إﺣﺪى ﻋﺸﺮ أداة وﻫﻲ‪ :‬إنْ‪ ،‬أَﻳْﻦَ‪ ،‬أَيﱡ‪َ ،‬ﻣﻦْ‪ ،‬ﻣَﺎ‪َ ،‬ﻣ ْﻬﻤَﺎ‪ ،‬ﻣ َ‬

‫أﱏ‪ .‬وﻫﺬﻩ اﻷدوات ﲡﺰم ﻓﻌﻠﲔ ﻳﺴﻤﻰ اﻷول ﻓﻌﻞ اﻟﺸﺮط واﻟﺜﺎﱐ ﺟﻮاﺑﻪ أو ﺟﺰاﺋﻪ‪ .‬وﻫﺬﻩ‬
‫َﻛْﻴـ َﻔﻤَﺎ‪ ،‬إ ْذ ﻣَﺎ‪ّ ،‬‬
‫اﻷدوات اﻟﺸﺮط ﻣﻨﻬﺎ ﻣﺎﻫﻮ ﺣﺮف ﺑﺎﺗﻔﺎق وﻫﻮ "إن"‪ ،‬وﻣﻨﻬﺎ ﻣﺎ ﻫﻮ ﳐﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ﻣﺜﻞ "إذ ﻣﺎ" وﻳﺮﺟﺢ ﻓﻴﻪ أن‬

‫ﻳﻜﻮن ﺣﺮﻓﺎً‪ ،‬وآﺧﺮ ﻳﺮﺟﺢ ﻓﻴﻪ أن ﻳﻜﻮن اﲰﺎً وﻫﻮ "ﻣﻬﻤﺎ"‪ ،‬وﻣﺎ ﺗﺒﻘﻰ ﻓﻬﻮ اﺳﻢ ﺑﺎﺟﺘﻤﺎع اﻟﻨﺤﺎة‪ .‬وﲨﻴﻌﻬﺎ‬

‫واﳉﺪول اﻟﺘﺎﱄ ﻳﻮﺿﺢ اﻷدوات اﻟﱵ ﲡﺰم ﻓﻌﻠﲔ‬

‫اﻷداة‬ ‫ﻧﻮﻋﻬﺎ‬ ‫اﺳﺘﺨﺪاﻣﻬﺎ‬ ‫ﺑﻨﺎؤﻫﺎ‬ ‫ﻣﻼﺣﻈﺎت‬

‫ﺗﺴﻤﻰ إن أم ﺟﻮازم اﻟﻔﻌﻠﲔ ﻷن ﻏﲑﻫﺎ ﳑﺎ ﳚﺰم ﻓﻌﻠﲔ ﻣﺒﲏ ﻋﻠﻰ‬


‫إن‬ ‫ﺣﺮف‬
‫اﻟﺴﻜﻮن‬ ‫إﳕﺎ ﲡﺰم ﻟﺘﻀﻤﻨﻬﺎ ﻣﻌﻨﺎﻫﺎ‬

‫ﰲ ﳏﻞ‬ ‫ﻟﻠﻀﺮورة اﻟﺸﻌﺮﻳﺔ‪.‬‬

‫ﺧﻼف‪ ،‬ﻣﻊ‬ ‫وأﺻﻠﻬ ﺎ "ذا" اﻟﻈﺮﻓﻴﺔ ﳊﻘﺘﻬﺎ "ﻣﺎ" اﻟﺰاﺋﺪة ﻟﻠﺘﻮﻛﻴﺪ‪.‬‬


‫إذ ﻣﺎ‬ ‫ﲟﻌﲎ إن‬ ‫ﻣﺒﲏ‬
‫ﺗﺮﺟﻴﺢ أن‬ ‫وﲣﺘﻠﻒ ﻋﻦ ﻏﲑﻫﺎ ﻣﻦ أدوات اﻟﺸﺮط أﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﳍﺎ‬

‫ﺗﻜﻮن ﺣﺮﻓﺎً‬ ‫ﻣﻌﲎ آﺧﺮ ﻏﲑ رﺑﻂ اﳉﻮاب ﺑﺎﻟﺸﺮط‬

‫ﺑﺴﺒﺐ اﺣﺘﻮاﺋﻬﺎ ﻋﻠﻰ اﻟﻈﺮﻓﻴﺔ‪.‬‬

‫ﻣﻦ‬ ‫اﺳﻢ‬ ‫ﻣﺒﲏ ﻋﻠﻰ اﺳﻢ ﻣﺒﻬﻢ‬


‫اﻟﺴﻜﻮن ﻟﻠﻌﺎﻗﻞ‬

‫ﻣﺒﲏ ﻋﻠﻰ اﺳﻢ ﻣﺒﻬﻢ‬


‫ﻣﺎ‬ ‫اﺳﻢ‬
‫اﻟﺴﻜﻮن ﻟﻠﻌﺎﻗﻞ‬

‫ﰲ ﳏﻞ‬ ‫ﻣﻦ اﶈﺘﻤﻞ أن ﺗﻜﻮن ﻣﺮﻛﺒﺔ ﻣﻦ "ﻣﻪ" وﻫﻮ ﻓﻌﻞ اﻣﺮ‬

‫اﺳﻢ ﻣﺒﻬﻢ ﻟﻐﲑ ﺧﻼف‪ ،‬ﻣﻊ‬ ‫ﲟﻌﲎ اﻟﺰﺟﺮ واﻟﻨﻬﻲ وﻣﻨﺮﻛﺒﺔ ﻣﻦ "ﻣﺎ" اﳌﺘﻀﻤﻨﺔ ﻣﻌﲎ‬
‫ﻣﻬﻤﺎ‬ ‫ﻣﺒﲏ‬
‫اﻟﻌﺎﻗﻞ‬ ‫"اﻟﺸﺮﻃﻴﺔ‬

‫اﲰﺎً‬ ‫و"ﻣﺎ" اﻟﺰاﺋﺪة ﻟﻠﺘﻮﻛﻴﺪ‪.‬‬

‫ﺗﺴﺘﺨﺪم ﻟﻠﺪﻻﻟﺔ‬
‫ﻣﱴ‬ ‫اﺳﻢ‬ ‫ﻣﺒﲏ‬ ‫ﻛﺜﲑاً ﻣﺎ ﺗﻠﺤﻘﻬﺎ ﻣﺎ اﻟﺰاﺋﺪة ﻟﻠﺘﻮﻛﻴﺪ( ﻣﺘﻰ ﻣﺎ)‬
‫ﻋﻠﻰ اﻟﺰﻣﺎن‬

‫ﺗﺴﺘﺨﺪم ﻟﻠﺪﻻﻟﺔ‬ ‫داﺋﻤﺎً ﻣﺎ ﺗﻠﺤﻘﻬﺎ "ﻣﺎ اﻟﺰاﺋﺪة" ﻟﻠﺘﻮﻛﻴﺪ( أﻳﺎن ﻣﺎ)‬


‫ﻣﺒﲏ ﻋﻠﻰ‬
‫أﻳﺎن‬ ‫ﻋﻠﻰ اﻟﺰﻣﺎن ﻣﺜﻞ اﺳﻢ‬ ‫وﻫﻲ ﻣﺮﻛﺒﺔ ﻣﻦ "أي" اﳌﺘﻀﻤﻨﺔ ﻣﻌﲎ اﻟﺸﺮط و"آن"‬
‫اﻟﻔﺘﺢ‬
‫ﻣﱴ‬ ‫ﲟﻌﲎ ﺣﲔ‬

‫ﻣﺒﲏ ﻋﻠﻰ ﻟﻠﺪﻻﻟﺔ ﻋﻠﻰ‬


‫أﻳﻦ‬ ‫اﺳﻢ‬ ‫ﻛﺜﲑاً ﻣﺎ ﺗﻠﺤﻘﻬﺎ ﻣﺎ اﻟﺰاﺋﺪة ﻟﻠﺘﻮﻛﻴﺪ( أﻳﻨﻤﺎ)‬
‫اﳌﻜﺎن‬ ‫اﻟﻔﺘﺢ‬

‫أﱏ‬ ‫اﺳﻢ‬ ‫ﻣﺒﲏ ﻋﻠﻰ ﲟﻌﲎ ﻛﻴﻒ‬ ‫ﻻ ﺗﻠﺤﻘﻬﺎ ﻣﺎ اﻟﺰاﺋﺪة‬


‫اﻟﺴﻜﻮن‬

‫ﻣﺒﲏ ﻋﻠﻰ ﻟﻠﺪﻻﻟﺔ ﻋﻠﻰ‬


‫ﺣﻴﺜﻤﺎ‬ ‫اﺳﻢ‬ ‫ﻻ ﲡﺰم إﻻ إذا اﻗﱰﻧﺖ ﲟﺎ‬
‫اﻟﺴﻜﻮن اﳌﻜﺎن‬

‫ﻋﻨﺪ اﻟﻜﻮﻓﻴﻮن ﺗﻘﺘﻀﻲ ﺷﺮﻃﺎً وﺟﻮاﺑﺎً ﳎﺰوﻣﲔ ﺳﻮاء‬

‫اﻗﱰﻧﺖ ﲟﺎ أم ﱂ ﺗﻔﻌﻞ‪ ،‬أﻣﺎ ﻋﻨﺪ اﻟﺒﺼﺮﻳﲔ ﻓﻬﻲ ﺗﻘﺘﻀﻲ‬


‫ﻣﺒﲏ ﻋﻠﻰ‬
‫ﻛﻴﻔﻤﺎ‬ ‫اﺳﻢ‬ ‫اﺳﻢ ﻣﺒﻬﻢ‬ ‫ﺷﺮﻃﺎً وﺟﻮاﺑﺎً وﻻ ﲡﺰم ﻏﲑ ﳎﺰوﻣﲔ‪.‬‬
‫اﻟﺴﻜﻮن‬
‫ﳚﺐ أن ﻳﺘﻔﻖ اﳉﻮاب ﺑﺎﻟﺸﺮط ﰲ اﻟﻠﻔﻆ واﳌﻌﲎ ﻓﻼ‬

‫ﳝﻜﻦ اﻟﻘﻮل ﻛﻴﻔﻤﺎ ﺗﻜﺘﺐ أﻓﺮح‬

‫ﲣﺘﻠﻒ أي ﻋﻦ‬
‫اﺳﻢ ﻣﺒﻬﻢ ﻳﺘﻀﺢ‬
‫ﻹﺿﺎﻓﺘﻬﺎ إﱃ اﳌﻔﺮد وﻫﻲ ﰲ ﻫﺬا ﺧﺎﻟﻔﺖ اﳊﺮف اﻟﺬي‬
‫أي‬ ‫اﺳﻢ‬ ‫ﻣﻌﻨﺎﻩ ﻋﻨﺪ‬ ‫ﻣﻌﺮب‬
‫ﻳﻘﻀﻲ ﺑﺒﻨﺎء اﻷﲰﺎء‪ ،‬وداﺋﻤﺎً ﻣﺎ ﺗﻜﻮن ﻣﻀﺎﻓﺔ ﻏﻠﻰ‬
‫إﺿﺎﻓﺘﻪ ﳌﺎ ﺑﻌﺪﻩ‬
‫اﳌﻔﺮد ﻓﺈن ﺣﺬف ﻇﻬﺮ اﻟﺘﻨﻮﻳﻦ ﻋﻮﺿﺎً ﻋﻨﻪ‬

‫وﻗﺪ ﺗﻠﺤﻘﻬﺎ ﻣﺎ اﻟﺰاﺋﺪة‪ ،‬وﻫﺬﻩ اﻷداة ﻻ ﲡﺰم إﻻ‬

‫ﻣﺒﲏ ﻋﻠﻰ ﻟﻠﺪﻻﻟﺔ ﻋﻠﻰ‬ ‫ﻟﻠ‬


‫إذا‬ ‫اﺳﻢ‬
‫اﻟﺴﻜﻮن اﻟﺰﻣﺎن‬ ‫واﻹﺧﺘﻼف ﺑﲔ أذا وإن أن اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﺗﺪﺧﻞ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ‬

‫ﻳﺸﻚ ﰲ ﺣﺼﻮﻟﻪ إﻣﺎ إذا ﻓﻬﻲ ﺗﺪﺧﻞ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻫﻮ‬


‫ﳏﻘﻖ ﺣﺼﻮﻟﻪ وﻟﻌﺪم ﺗﻀﻤﻦ إذا ﻣﻌﲎ إن ﻫﺬا ﻣﺎ ﳚﻌﻞ‬

ً‫اﳉﺰم ﺑﺈذا ﺷﺎذا‬

Rangkuman
Secara bahasa kata al-Jazmu bemakna al-Qoth’u [memutus atau memastikan].
Adapun menurut istilah nahwu yang dimaksud dengan jazm adalah perubahan
khusus yang ditandai dengan harokat sukun -di akhir kata- atau tanda lain yang
menggantikannya. I’rob jazm ini hanya ada pada fi’il mudhori’ [kata kerja
sekarang/akan datang] dan tidak ada pada isim [kata benda] atau jenis fi’il yang lain
[madhi dan amr]

Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Marfuatul
Asma.. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada Kegiatan
Belajar 1, buatlah peta konsep dari Majzumat.

Tes Formatif 1
Jawablah dengan benar soal-soal berikut !
1. Jelaskan pengertian majzumat.
2. Sebutkan contoh-contoh dari majzumat

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Abdurrahim, Nazhm al-Maqshûd fi ‘Ilm al-Sharf, Surabaya: Pustaka Al-
Hidayah, tt.

Alfat, Ibnu Wahid, Rafa: Reaktualisasi Fan Nahwu, Kediri, Sumenang, 2010

Bajuri, Humam, Ilm al-Sharf, Yogyakarta: Pondok Krapyak, tt.

Busyro, Muhtarom, Al-Sharf al-Wâdhih: Shorof Praktis “Metode Krapyak”,


Jogjakarta, Putera Menara, 2003

Chaer, Abdul, Lingusitik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 1994

al-Dahdah, Antoine, Mu‘jam Qawâ‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah fi Jadâwil wa Lawhât,


Maktabah Lubnan, 1981

Fahrurrozi, Aziz, dan Muhajir, Gramatika Bahasa Arab, Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tt.

al-Ghalayaini, Mushthafa, Jâmi‘ al-Durûs al-‘Arabiyyah, Beirut: Maktabah al-


Ashriyyah, 1987

Hakim, Taufiqul, Amtsilatiy (Metoda Praktis Mendalami al-Quran dan Membaca Kitab
Kuning), jilid 1-7, Jepara: PP Darul Falah Bangsri, 2002

Hamzah ibn Sattar, Muhammad, Tashrîf Binâ’ al-Af‘âl: Mawâzîn wa Amtsilah, Kairo,
Dar al-Fajr al-Islami, 2007

Harun, Salman, Pintar Bahasa Arab Al-Quran: Cara Cepat Belajar Bahasa Arab
Agar Paham Al-Quran (Edisi Baru), Jakarta, Lentera Hati, 2009

Hassan, Tammam, Al-Lughah al-‘Arabiyyah Ma‘nâha wa Mabnâhâ, Kairo: Al-Hai’ah


al-Mishriyyah al-‘Ammah li al-Kitab, 1979

Hifni Bek dkk., Al-Durûs al-Nahwiyyah, Surabaya: Maktabah wa Mathba’ah Salim


Nabhan, tt.

Ibn al-Ushfur, al-Mumti‘ fî al-Tashrîf, Beirut: Dar al-Ma‘rifah, tt.

Jarim, Ali dan Amin, Mushthafa, al-Nahw al-Wâdhih, Kairo: Dar al-Ma‘arif, 1962

al-Kailany, Abi al-Hasan Ali bin Hisyam, Syarah li Tashrif al-Izziy, Semarang: Toha
Putra, tt.
Khaironi, A. Shohib, Awdhah al-Manahij fi Mu ‘jam Qawa ‘id al-Lughah al-Arabiyyah,
baina al-qa‘idah wa al-tathbiq, Bekasi, WCM Press, 2008

Al-Khuli, Muhammad ‘Ali, al-Ikhtibârât al-Lughawiyyah, Suwailih al-Urdun: Dar al-


Falah, 2000

Lajnah min al-Mukhtashin, al-Sharf: Silsilah Ta‘lîm al-Lughah al-‘Arabiyyah, ttp.,


Jami‘ah Imam Muhammad bin Sa‘ud al-Islami, 1993

Ma‘shum bin Ali, Muhammad, al-Amtsilah al-Tashrîfiyyah, Semarang: Toha Putra, tt

Majma‘ al-Lughah al-‘Arabiyyah, Al-Mu‘jam al-Wasîth, Istambul, al-Maktabah al-


Islamiyyah, tt.

Muhammad, Abubakar, Metoda Praktis Tashrif, Surabaya: Karya Adhitama, 2000

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,


Surabaya, Pustaka Progressif, 1997, ed. II, cet. ke-14

Mushthafa, Ibrahim dkk., Qawâ‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah, Kairo: al-Mathba‘ah al-


Amiriyyah, 1962

Ni‘mah, Fu’ad, Mulakhkhash Qawâ‘id al-Lughah al-‘Arabiyyah, Beirut: Dar al-


Tsaqafah al-Islamiyyah, tt.

Noer, Muhammad In’am F, Al-Qawâ‘id al-Sharfiyyah, Yogyakarta: Spirit dan


Ramadania, 2006

Purwanto, Agus, Pintar Membaca Arab Gundul dengan Metode Hikari, Bandung,
Mizania, 2010

al-Rajihi, Abduh, al-Tathbîq al-Sharfî, Iskandaria: Dar al-Ma‘arif al-Jami‘iyyah, tt.

Shini, Mahmud Isma‘il, dkk., al-Qawâ‘id al-Arabiyyah al-Muyassarah: Silsilah fî


Ta‘lîm al-Nahw al-‘Arabî li Ghair al-‘Arab, Riyad: Jami‘ah al-Malik Sa‘ud, 1990,
cet. ke-2

Sukamto, Imaduddin dan Munawari, Ahmad, Tata Bahasa Arab Sistematis:


Pendekatan Baru Mempelajari Tata Bahasa Arab, Yogyakarta, Nurma Media
Idea, 2007

Sulthani, Muhammad Ali, al-Tathbîq al-Lughawî: al-Sharfî wa al-Nahwî wa al-Balâghî


wa Ma‘ânî al-Adawât, Damaskus: Dar al-Ashma’, 2001

al-Syuwairif, Abd al-Lathif Ahmad, al-Tadrîbât al-Lughawiyyah, ttp., Mansyurat


Kulliyyat al-Da‘wah, tt.
No. Kode: ....../2018

PENDALAMAN MATERI BAHASA ARAB


MODUL 4
BALA>GHAH

Penulis:

Raswan, M.Pd., M.Pd.I.

PPG DALAM JABATAN


Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
2018

Hak cipta © Kemenag RI, 2018


Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit. Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018

i
DAFTAR ISI MODUL IV:

BALA@GHAH

PENDAHULUAN

1. Rasional dan Deskripsi Singkat

2. Relevansi

3. Petunjuk Belajar

KB1. HAKIKAT ILMU BALA>GHAH

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

3. Pokok-Pokok Materi

4. Uraian Materi

5. Rangkuman

6. Tugas

7. Tes Formatif

KB2. MA’A>NI>

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

3. Pokok-Pokok Materi

ii
4. Uraian Materi

5. Rangkuman

6. Tugas

7. Tes Formatif

KB3. BAYA>N

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

3. Pokok-Pokok Materi

4. Uraian Materi

5. Rangkuman

6. Tugas

7. Tes Formatif

KB4. BADI>’

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

3. Pokok-Pokok Materi

4. Uraian Materi

5. Rangkuman

6. Tugas

7. Tes Formatif

iii
TES SUMATIF

DAFTAR PUSTAKA

GLOSARIUM

iv
PENDAHULUAN

Rasional dan Deskripsi Singkat


Dalam Modul 4 ini Anda kami ajak untuk mempelajari bala>ghah bahasa
Arab. Selaras dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki oleh guru bahasa
Arab, modul ini bertujuan agar Anda memiliki kompetensi yang berkaitan
dengan teori bala>ghah dan uslu>b bala>ghah. Secara rinci setelah mempelajari
materi dalam modul ini, diharapkan Anda dapat:
1. Memahami konsep bala>ghah
2. Memahami kajian ilmu ma’a>ni> dan menerapkannya dalam teks berbahasa
Arab
3. Memahami kajian ilmu baya>n dan menerapkannya dalam teks berbahasa
Arab
4. Memahami kajian ilmu badi>’ dan menerapkannya dalam teks berbahasa
Arab

Relevansi
Dalam pembelajaran bahasa Arab tidak bisa melepaskan kajiannya pada
bala>ghah. Kajian nahwu dan sharaf tidaklah cukup. Misalnya ketika ditemukan
dalam teks ada kata ‫ضرب‬ maka maknanya bisa beragam sesuai situasi dan
kondisi serta konteks. Bagaimana melakukan pembicaraan kepada mukha>tab
yang pintar, sedang atau bahkan rendah seraca intelektual. Dalam memahami
teks al-Qur’an banyak sekali maja>z, banyak pula izti’a>rah, kina>yah dan lain
sebagainya. Dengannya maka pemahaman al-Qur’an akan semakin kuat.
Demikian halnya terkait dengan keindahan bahasa. Bahasa harus
dituturkan secara indah baik lafadz maupun makna. Keindahan lafadz dan

v
makna ini ada dalam kajian bala>ghah. Dengannya pula keindahan ayat-ayat al-
Qur’an akan sangat terasa. Bahasa yang diajarkan oleh guru harus tepat
berdasarkan kaidah bala>ghah ini, agar membuat siswa merasa bermakna dalam
belajar bahasa Arab.

Petunjuk Belajar
Agar Anda dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan, Anda dapat mengikuti petunjuk berikut.
1. Bacalah secara cermat tujuan belajar yang hendak dicapai.
2. Pelajari contoh yang tersedia.
3. Cermati materi ilmu badi>’ ini, dengan beri tanda-tanda khusus pada bagian
yang menurut Anda sangat penting.
4. Lihatlah rangkuman yang terletak di bagian akhir tulisan ini, apabila
menemukan kajian inti khusus yang kurang Anda pahami.
5. Kerjakan latihan dengan baik, untuk memperlancar pemahaman Anda.
6. Setelah Anda mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan, mulailah
membaca modul ini secara teliti dan berurutan.
7.

vi
KB.1.

HAKIKAT ILMU BALA>GHAH

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Mengaplikasikan unsur-unsur Balaghah dalam teks berbahasa Arab.

2. Subcapaian Pembelajaran

a. Menjelaskan konsep bala>ghah

b. Menjelaskan bidang kajian bala>ghah

c. Menjelaskan konsep fasha>hah

3. Pokok-Pokok Materi

a. Konsep bala>ghah

b. Bidang kajian bala>ghah

c. Konsep fasha>hah

4. Uraian Materi

Bahan kajian pada KB ini adalah konsep bala>ghah, bidang kajian bala>ghah dan

konsep fasha>hah. Berikut adalah penjelasan masing-masing:

1
4.a. Konsep Bala>ghah

Kata Bala>ghah (‫ )بالغت‬secara bahasa barasal dari kata ‫بلغ‬ maknanya

‘sampai’sinonim kata ‫وصل‬. Sesuai dengan surat al-kahfi, ayat 90 sebagai berikut:

ْ َ ُ ْ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ ََ ُ ُْ َ َ َ َ َ
(٠٩( ‫ونها ِطت ًرا‬
ِ ‫ع وجدىا جطلؼ غلى كى ٍم لم هجػل ل ُهم ِمن د‬ ْ َّ َ ْ َ َ ََ َ َّ َ
ِ ‫حتى ِإذا بلغ مط ِلؼ الشم‬
‚Hingga apabila Dia telah sampai ke tempat terbit matahari (bagian Timur) Dia

mendapati matahari tersebut menyinari segolongan umat yang Kami tidak

menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu.‛

َ ‫َف َل ْىال إ َذا َب َل َغ ِذ ْال ُح ْل ُل‬


)٣٨( ‫ىم‬ ِ
‚Maka kengapa tatkala nyawa sampai di kerongkongan.‛

Banyak ayat lain yang menjelaskan makna ‫ بلغ‬sebagai bermakna sampai.

Abd al-Qadir Husein berpendapat bahwa Bala>ghah yaitu ‛ ‫مطابلت مللخض ى‬


‫ ‛الحال مؼ فصاحخه‬yang artinya sesuai dengan situasi dan kondisi. Istilah ini
kaitannya dengan ‫( كالم‬ucapan), dimana ‫( مخكلم‬pembicara) harus menyusun dan

menyampaikan ucapannya sesuai dengan situasi dan kondisi para mukha>thab-nya,

sehingga perubahan situasi dan kondisi para mukha>tab menuntut perubahan susunan

‫( كالم‬ucapan). Situasi dan kondisi yang membutuhkan pembicaraan panjang lebar


(‫)إطىاب‬, tentu berbeda dengan situasi dan kondisi yang menghendaki pembicaraan

ringkas (‫ )إًجاش‬atau menghendaki pembicaraan yang sesuai dengan maknanya

2
(‫)مظاوة‬. Berbicara kepada orang cerdas tentu berbeda dengan berbicara kepada

orang yang kurang cerdas apalagi orang bodoh. Oleh karena itu muncullah istilah

‚‫ ‚ لكل ملام ملال‬yang artinya untuk setiap situasi dan kondisi ada ‫ كالم‬yang sesuai

dengannya.

Dalam kajian sastra, bala.ghah ( ‫ ) بالغت‬ini menjadi sifat dari ‫ كالم‬dan ‫ مخكلم‬,

sehingga lahirlah sebutan ‫ كالم بليغ‬dan ‫مخكلم بليغ‬. Maksud dari ‫ كالم بليغ‬yaitu
ucapan atau pembicaraan yang sesuai dengan situasi dan kondisi pendengar serta

terdiri dari kata-kata yang fashi>h, adapun ‫مخكلم بليغ‬ yaitu orang yang mampu

menyampaikan pembicaraannya sesuai dengan situasi dan kondisi pendengarnya

dengan kata-kata yang tepat nan indah. Sehingga apa yang ada dalam pikiran

pembicara sampai dengan baik kepada pendengarnya.

Nilai bala>ghah (‫ )بالغت‬setiap ‫كالم‬ bergantung kepada sejauh mana

pembicaraan (‫)كالم‬ itu dapat memenuhi tuntutan situasi dan kondisi, setelah

memperhatikan ‫فصاحت‬ (kejelasannya)-nya. ‫كالم فصيح‬ yaitu kalam yang jika

dilihat dari aspek nahwiyah tidak dianggap menyalahi aturan, yang dapat

mengakibatkan ‫ضػف الخأليف‬ (lemah susunan) dan ‫حػليد‬ (rumit), dari aspek

bahasa tidak terdapat kata-kata ‫( غسابت‬asing), dan jika dilihat dari aspek sharaf tidak

menyalahi qiya>s, seperti tidak menggunakan kata ‚‫ ‛ألاجلل‬yang menurut aturan

sharaf seharusnya ‚ ّ
‫ألاجل‬ ‚. Sedangkan jika dilihat dari aspek ‫ ذوق‬terbebas dari

‫( جىافس‬berat pengucapannya), baik hanya dalam satu kata seperti ‫مظدشصزاث‬


ataupun dalam beberapa kata, meskipun satuan kata-katanya tidak bersifat ‫جىافس‬.

3
Secara istilah bala>ghah didefinisikan:

‫ لها في الىفع أثس‬،‫ هي جأدًت املػنى الجليل واضحا بػبازة صحيحت فصيحت‬:‫البالغت‬
‫ وألاشخاص الرًن ًذاطبىن‬،‫ مؼ مالئمت كل كالم للمىطن الري ًلال فيه‬،‫دالب‬

Secara ilmiah, ilmu balaghah merupakan suatu disiplin ilmu yang

mengarahkan pembelajarannya untuk bisa mengungkapkan ide pikiran dan perasaan

seseorang berdasarkan kepada kejernihan jiwa dan ketelitian dalam menangkap

keindahan. Kalam yang paling bali>gh dan memiliki fashahah tertinggi adalah al-

Qur’an dan Hadits Rasulullah Saw.

Bala>ghah dan Siya>q (Konteks)

Siya>q (konteks) adalah dimaknai sebagai hubungan makna kebahasaan dalam

kalimat, dalam kalimat yang berbeda, antara kalimat yang satu dengan yang lainnya.

Dalam ilmu bala>ghah sangat diperhatikan konteks, karena konteks akan menentukan

makna kata, kalimat, paragraf bahkan teks secara keseluruhan. Konteks berperan

sebagai petunjuk (qari>nah) bagi pembaca untuk memastikan makna kata atau

kelompok kata.

Konteks terdiri dari konteks linguistik (‫الىص‬ ‫)طياق‬ dan konteks situasi

(‫املىكف‬ ‫)طياق‬. Konteks linguistik meliputi konteks nahwu, konteks kamus, dan
konteks semantik (siya>q dala>li>). Konteks situasi meliputi konteks tradisi (‫)الػسفي‬,

4
konteks sejarah (‫)الخازٍخي‬, konteks geografis (‫)الجغسافي‬, dan konteks penalaran

(‫)الرىني‬.

Bala>ghah dan Uslub

Uslub (‫ )ألاطلىب‬atau gaya bahasa atau style adalah cara mengungkapkan

pikiran dan perasaan melalui bahasa. Uslub yang baik adalah yang efektif sesuai

dengan kaidah balaghah yang bisa berdampak psikologis dan artistik sehingga dapat

menggerakan mukhatab dalam memberi respon terhadap perkataan dan perbuatan

atau keduanya sesuai yang dikehendaki oleh mutakallim. Uslub efektif harus

fasha>hah dan sesuai dengan situasi dan kondisi (tujuan mutakallim, memperhatikan

siapa mutakallim dan siapa mukhatab serta seusuai dengan tempat dan waktu

ujaran).

4.b. Bidang Kajian Balaghah

Ilmu balaghah merupakan sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah

kalimat, yaitu mengenai susunannya, maknanya, pengaruh jiwa terhadapnya, serta

keindahan dan kejelian pemilihan kata yang sesuai dengan tuntutan situasi dan

kondisi kata itu diungkapkan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, ilmu bala>ghah

mempunyai tiga bidang kajian, yaitu:

5
a. Ilmu ma’a>ni> ( ‫) غلم املػاوى‬

Secara etimologi ‫ مػاوى‬berarti ‘maksud’, ‘arti’, atau ‘makna’. Para ahli ilmu
ma’a>ni> mendefinisikannya sebagai pengungkapan melaluai ucapan sesuatu yang ada

dalam pikiran atau disebut juga gambaran dari pikiran.

Sedangkan menurut istilah, ilmu ma’a>ni> adalah:

‫غلم ٌػسف به أحىال اللفظ الػسبي التى بها ًطابم ملخض ى الحال‬

‚Ilmu yang mempelajari hal ihwal bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi

dan kondisi.‛

Ilmu ini pertama kali dikembangkan oleh Abd al-Qahir al-Jurzanji. Adapun

objek kajiannya yaitu kalimat-kalimat bahasa Arab.

b. Ilmu baya>n ( ‫) غلم البيان‬

Secara etimologi, ‫ بيان‬berarti ‘terbuka’ atau ‘jelas’. Sedangkan dalam ilmu


bala>ghah, ilmu baya>n adalah ilmu yang mempelajari cara-cara menyampaikan suatu

gagasan dengan redaksi yang bervariasi. Ilmu ini pertama kali dikembangkan oleh

Abu Ubaidah Ibn al-Matsa>ni> dengan kitab karangannya yang berjudul ‫ مجاش اللسان‬.
diantara objek yang menjadi kajian ilmu ini adalah ‫( حشبيه‬penyerupaan), ‫مجاش‬
(majaz), dan ‫( كىاًت‬konotasi).

6
c. Ilmu badi>’ ( ‫)غلم البدٌؼ‬

Menurut pengertian leksikal, badi>’ adalah suatu ciptaan baru yang tidak ada

contoh sebelumnya. Sedangkan secara terminologi adalah suatu ilmu yang

mempelajari segi-segi (metode dan cara-cara yang ditetapkan untuk menghiasi

kalimat dan memperindahnya) dan keistimewaan-keistimewaan yang dapat

membuat kalimat semakin indah, bagus dan menghiasinya dengan kebaikan dan

keindahan setelah kalimat tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi dan telah jelas

makna yang dikehendakinya.

Peletak dasar ilmu badi>’ adalah Abdullah Ibn al-Mu’ta>z (W. 274 H). Adapun

Objek kajian ilmu ini adalah upaya memperindah bahasa, baik pada tataran lapal (

‫ )محظىاث لفظيت‬maupun makna ( ‫)محظىاث مػىىٍت‬.

4.c. Fasha>hah

Fasha>hah menurut bahasa bermakna ‘jelas’ atau ‘terang’. Sedangkan menurut

istilah, fasha>hah terbagi kedalam tiga kategori, yaitu:

a. Kalimat Fashi>ah/‫( كلمة فصيحة‬kata fashih)

Suatu kata disebut pasti atau jelas, jika kata tersebut terbebas dari aspek-aspek

berikut ini:

1) Tana>fur al-Huru>f/‫الحسوف‬ ‫جىافس‬, yakni kata-kata yang sukar diucapkan.

Contoh: ‫جسكتها جسعى الهعخؼ‬, artinya: ‚Aku membiarkannya makan rumput‛.


Pada ungkapan diatas terdapat kata ‫ىعخؼ‬. kata ini terdiri dari tiga huruf,

7
yaitu ‫ خ‬, ‫ ه‬, dan ‫ع‬yang dibaca berulang-ulang. Kata yang terdiri dari huruf-
huruf seperti ini biasanya sulit diucapkan, dan yang seperti ini dinamakan

‫ جىافس الحسوف‬.
2) Ghara>bah/‫غسابت‬, yakni suatu ungkapan yang terdiri dari kata asing, jarang

dipakai, dan tidak masyhur. Contoh: ‫ما لكم جكأكئخم غلي كخكأكئكم غلى ذي‬
‫ جىت افسهلػىا‬Artinya: ‚mengapa kalian berkumpul padaku seperti menonton
orang gila? Peregilah!‛ Kata yang sulit disini adalah ‫ جكأكئخم‬dan ‫ افسهلػىا‬.
Kedua kata tersebut dianggap ghara>bah, karena jarang digunakan sehingga

sulit diartikan.

3) Mukha>lafat al-Qiya>s/‫مذالفت اللياض‬, yakni kata-kata yang menyalahi kaidah

umum ilmu sharaf. Contoh: ُ ‫والً ْح َل ُل‬


‫ألامس‬ ُ ‫فال ًُ ْب َر ُم‬
ُ – ‫ألامس الري ىى حالل‬
‫الري ىى ًَ ْب ُر ُم‬, Artinya: ‚sesuatu yang lentur akan sulit untuk ditegakkan, dan
sesuatu yang keras akan sulit untuk dilenturkan.‛ Pada syi’ir di atas terdapat
َ
dua kata, yaitu ‫حالل‬ dan ‫ ًُ ْحل ُل‬. Bentuk kedua kata tersebut tidak sesuai

dengan kaidah ilmu sharaf, karena jika mengikuti kaidah ilmu sharaf
ُ
seharusnya ‫ حال‬dan ‫ ًحل‬.

b. Kala>m Fashi>h/‫كالم فصيح‬

Artinya kalimat yang baik, indah, mudah diucapkan dan difahami. Suatu

kalimat dinilai fasih jika terhindar hal-hal berikut ini:

8
1) Susunan kalimatnya tidak tana>fur, yakni tidak tersusun dari kata-kata yang

berat atau sukar diucapkan. Bisa jadi kata-katanya fashi>h, akan tetapi

‫ جىافس الكلمت‬. Contoh: ‫وكبر‬


susunannya sulit diucapkan, maka ia termasuk

‫ حسب بمكان كفس – وليع كسب كبر حسب كبر‬Artinya: ‚Adapun kuburan
musuh itu di tempat sunyi dan tiada kuburan lain dekat kuburan itu.‛

Susunan kalimat di atas dianggap berat pengucapannya, sebab berkumpul

beberapa kata yang hampir bersamaan hurufnya.

2) Susunan kalimatnya tidak ‫ضػف الخأليف‬, yaitu susunan kalimat yang

lemah, sebab menyalahi kaidah ilmu nahwu atau sharaf. Contoh: ‫ضسب غالمه‬
‫ شٍد‬seharusnya ‫ضسب شٍد غالمه‬
3) Adanya ta’qi>d lafdzi>/‫حػليد لفظى‬, yakni kerancuan pada kata-kata. Suatu

kalimat termasuk ke dalam ‫ حػليد لفظى‬apabila ungkapan kata-katanya tidak

menunjukkan tujuan karena ada cacat dalam susunannya. Contoh: ‫وما ِمثله ِفى‬
ُ ُْ َ َ
‫ىو ًُلا ِزُب ُه‬ُ ‫حي َا ُب‬
ّ ‫الا ِملكا َا ُبى ِّأمه‬
ّ
‫الىاض‬ Susunan kaliamat di atas asalnya, ‫وما‬
ََ
ِ
ُ ‫الا ملكا َا ُبى ّأمه َا ُب‬
‫ىو‬
ّ ُُ ُ ّ
‫الىاض حي ًلا ِزبه‬ ‫ى‬‫ف‬ ُ ‫ م ْث ُل‬Artinya: ‚tiadalah seorang pun
‫ه‬
ِ ِ ِ ِ ِ
yang menyerupainya, kecuali raja yang bapak ibunya itu masih hidup, yaitu

bapaknya (Ibrahim) yang menyerupai dia.‛ Maksudnya tiada di antara

manusia yang masih hidup yang menyerupai dia, kecuali raja yang

menyerupai bapak ibunya, yaitu Ibrahim..

4) Ta’qi>d ma’nawi>/‫مػىىي‬ ‫حػليد‬, yakni kerancuan pada makna, seperti:


َ ‫الد ُم‬
ّ ‫غيىاي‬ ُ ‫ػد الداز غىكم َلخ‬ ُ
َ ‫طأطل ُب ُب‬
ُ ‫ىع‬
‫لخجمدا‬ َ ُ
‫وحظكب‬ – ‫لسُبىا‬ ِ Artinya:

9
‚aku mencari tempat yang jauh dari kamu sekalian, agar kamu kelak menjadi

dekat denganku dan supaya kedua mataku mengucurkan air mata, kemudian

supaya menajdi keras.‛ Maksudnya, ‚sekarang aku lebih suka berpisah jauh

denganmu untuk sementara waktu meskipun sampai mengucurkan air mata

karena prihatin.‛ Untuk mengambil makna dari syi’ir di atas sangat sulit,

sehingga dinamakan ‫حػليد مػىىي‬.

c. Mutakallim fashi>h/‫متكلم فصيح‬

Mutakallim Fashi>h yaitu bakat kemampuan berekspresi secara baik yang

melekat pada seorang mutakallim. Seorang mutakalim yang fasih adalah orang yang

dapat menyampaikan maksudnya dengan ucapan yang fashihah atau baik dan lancar.

d. Kefasha>hahan bahasa Arab

Bahasa Arab memiliki keunikan yang tidak dimiliki selainnya. Dan dengannya

maka kefasha>hahannya semakin tinggi. Diantara keunikan yang dimaksud adalah

kaya kosakata, adanya isytiqa>q yang membuat kata berkembang secara elastis, ada

jumlah ismiyyah dan fi’liyyah yang menentukan kata mana yang dipentingkan dalam

kalimat berdasar pada urutan penempatan kata tersebut, bahasa i’rab; satu-satunya

bahasa yang mempertahankan i’ra>b, kaya bunyi bahasanya jumlah abjadnya sama

dengan bahasa lain ada 28 namun ada bunyi vokal (panjang dan pendek) disamping

ada nabr, tanghi>m, tafkhi>m dan tarqi>q.

10
5. Rangkuman

Ilmu bala>ghah yang mencakup ilmu baya>n, ma’a>ni>, dan badi>’. Secara singkat

bala>ghah berarti ‫( مطابلت مللخض ى الحال مؼ فصاحخه‬sesuai situasi dan kondisi).


Siya>q (konteks) adalah dimaknai sebagai hubungan makna kebahasaan dalam

kalimat, dalam kalimat yang berbeda, antara kalimat yang satu dengan yang lainnya

Uslub (‫ )ألاطلىب‬atau gaya bahasa atau style adalah cara mengungkapkan pikiran

dan perasaan melalui bahasa.

Ilmu baya>n yaitu ilmu yang mempelajari cara-cara menyampaikan suatu gagasan

dengan redaksi yang bervariasi. Ilmu ma’a>ni yaitu Ilmu yang mempelajari hal ihwal

bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi. Sedangkan ilmu badi>’

yaitu ilmu yang mempelajari segi-segi dan keistimewaan- keistimewaan yang dapat

membuat kalimat semakin indah baik lafadz maupun makna. Bahasa Arab memiliki

keunikan yang tidak dimiliki selainnya. Dan dengannya maka kefasha>hahannya

semakin tinggi.

6. Tugas

Laksanakanlah tugas berikut:

1. Bacalah lima ayat al-Qur’an selain juz 29-30 !

2. Tulislah ayat-ayat tersebut dalam kertas karton !

11
3. Jelaskan balagha>han ayat tersebut dalam kertas karton dengan menggunakan

peta konsep

7. Tes Formatif

Jawablah pertanyaan berikut!

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan bala>ghah!

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kalam bali>gh!

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kalimah bali>ghah!

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan mutakallim bali>gh!

5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan siya>q !

6. Jelaskan apa yang dimaksud konteks linguistik!

7. Jelaskan apa yang dimaksud konteks situasi dan kondisi !

8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ilmu ma’a>ni>!

9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ilmu baya>n!

10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ilmu badi>’!

11. Jelaskan apa yang dimaksud dengan fasha>hah!

12. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kala>m fash>h!

13. Jelaskan apa yang dimaksud dengan mutakallim fashi>h!

14. Jelaskan bagaimana kefasha>hahan bahasa Arab !

15. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konteks tradisi !

12
KB2.

MA’A>NI>

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Memahami kajian ilmu ma’a>ni> dan menerapkannya dalam teks berbahasa Arab

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

a. Menjelaskan dan menerapkan kosenp ilmu ma‛a>ni>

b. Menjelaskan dan menerapkan berbagai uslu>b ma’a>ni>

c. Membuat kalimat dengan berbagai uslu>b ilmu ma’a>ni>

3. Pokok-Pokok Materi

a. Kosenp ilmu ma‛a>ni>

b. Uslu>b ma’a>ni>

c. Berbagai uslu>b ilmu ma’a>ni>

4. Uraian Materi

Kajian ma’a>ni> terdiri dari konsep dan uslu>b ma’a>ni>, uslu>b yang dimaksud dan

paling penting diantaranya adalah I>ja>z, Hadzf, Qashr, Tikra>r, Dzikr al-Kha>sh ba’d

al-‘A>mm, al-I’tira>dh, al-Fashl baina al-Jumlatain dan al-Iltifa>t. Berikut adalah

masing-masing bahasan yang dimaksud:

13
4.A. Konsep Ilmu Ma’a>ni>

Kata ma’a>ni> (‫ )مػاوى‬adalah bentuk jamak (prulal) dari kata ma’na> (‫)مػنى‬.

Secara leksikal kata ma’a>ni berarti maksud atau arti. Ahli ma’a>ni> mendefinisikannya

sebagai pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau

disebut juga sebagai gambaran dari pikiran.

Sedangkan menurut istilah, ilmu ma’a>ni> adalah ilmu yang mempelajari lafazh

atau kata bahasa arab yang sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi. Berikut

adalah definisinya dalam bahasa Arab:

.ٌ‫ى الحا‬ ‫غلم اإلاػاوي هى الري ٌػسف به ؤحىاٌ اللفظ الػسبى التى بها ًطابم ملخض‬

Ilmu ma’a>ni> adalah ilmu untuk mengetahui lafadz bahasa Arab yang sesuai dengan

situasi dan kondisi.

‫غلم اإلاػاوي هى ؤضىٌ وكىاغد ٌػسف بها ؤحىاٌ الىالم الػسبي التي ًيىن بها مطابلا‬
.ٌ‫إلالخض ى الحا‬

Ilmu ma’a>ni> adalah kaidah untuk mengetahui kalam Arab yang sesuai dengan situasi

dan kondisi.

Ilmu ma’a>ni> pertama kali di kembangkan oleh Abd al- Qahir al- Jurzani.

Objek kajian ilmu ma’a>ni> adalah kalimat-kalimat yang berbahasa arab meski bahasa

14
lain pun pastinya sama. Ilmu ini bertujuan untuk mengungkap kemukjijatan al-

Qur’an, al-Hadits dan rahasia-rahasia kefasihan kalimat-kalimat bahasa Arab, baik

berbentuk puisi maupun prosa. Objek kajian ilmu ma’a>ni> hampir sama dengan ilmu

nahwu. Kaidah-kaidah yang berlaku dan digunakan pada ilmu nahwu berlaku dan

digunakan pula dalam ilmu ma’a>ni>. Perbedaan antara keduanya terletak pada

wilayahnya. Ilmu nahwu lebih bersifat mufrad (berdiri sendiri) sedangkan ilmu

ma’a>ni> lebih bersifat tarkibi (dipengaruhi faktor lain). Sesuai dengan pernyataan

Hasan Tamam, bahwa tugas ilmu nahwu hanya membahas kalimah dalam suatu

kalimat tidak sampai melangkah pada kalimat yang lain. Kalam al-Arabi menjadi

salah satu bahan kajian ilmu ma’a>ni>. Dalam perkembangannya kala>m itu terbagi atas

dua bagian yaitu kalam insya>i dan kalam khabari>>.

Kalam khabari>> dan kalam insya>’i>

Kalam dalam bidang ilmu ma’a>ni> terbagi menjadi dua yaitu kalam khabari>> dan

kalam insya>’i>. Perlu diperhatikan bahwa setiap kalam, baik kalam khabari> maupun

kalam insya>’i>, terdiri atas dua unsur asasi, yaitu mahku>m ‘alaih dan mahku>m bih.

Unsur pertama disebut sebagai musnad ilaih dan unsur kedua disebut sebagai

musnad. Sedangkan kata-kata selebihnya, di luar mudhaf ilaih dan shilah, disebut

sebagai qa>id.

Kalam Khabari> adalah kalimat yang pembicaranya dapat dikatakan sebagai

orang yang benar atau dusta. Bila kalimat itu sesuai dengan kenyataan, maka

15
pembicaranya adalah benar; dan bila kalimat itu tidak sesuai dengan kenyataan,

maka pembicaranya ialah dusta. Contohnya adalah pernyataan Abu Ishaq Al-Ghazi:

ّ
‫الىىدي ما لىال‬ ‫ امخلث ؤبى الطُب‬#. ‫مظامؼ الىاض مً مدح ابً حمدان‬

‚ Seandainya tidak ada Abuth- Thayyib Al-Kindi, maka tidak akan penuh

pendengaran manusia dengan pujian terhadap Ibnu Hamdan.‛

Pada contoh di atas Abu Ishaq Al-Ghazzi mengkisahkan bahwa Abu Ath-

Thayyib al-Mutanabbi adalah orang yang menyebarluaskan keutamaan – keutamaan

Saifud – Daulah bin Hamdan. Untuk itu ia berkata, ‚Seandainya tidak ada Abu

Thayyib, niscaya tidak muncul kemasyhurannya, dan manusia tidak mengetahui

seluruh kelebihannya seperti yang telah mereka ketahui sekarang.‛ Pernyataan ini

memungkinkan Al-Ghazzi berkata benar, atuapun berkata dusta. Dan ukuran benar

dan salahnya perkataan ini bergantung dari fakta yang ada.

Contoh lain misalnya: seorang anak memberitakan bahwa ayahnya pergi ke

luar negeri sejak kemarin. Pernyataan itu bisa benar dan bisa salah, dengan itu kalam

anak tersebut disebut sebagai kalam khabari>.

16
Ragam Kala>m KhabarI

Ragam kala>m khabari> dibagi ke dalam tiga sesuai dengan kondisi mukhatab.

Kondisi mukha>tab ada tiga macam. Yaitu sebagai berikut:

‫أ‬.‌ Khaaliyudz-dzihni

Maknanya adalah hati mukha>tab bebas dari hukum yang terkandung di dalam

kalimat (yang akan diucapkan). Dalam kondisi demikian, kalimat disampaikan

tanpa disertai adat tawki>d. Kala>m khabari> semacam ini disebut sebagai ibtida>’i>.

Contoh:

‫غلي كدز ؤهل الػصم جإحى الػصائم‬


Kemauan itu datang sesuai dengan kadar keteguhan.

Pada contoh kalimat diatas, kondisi mukha>tab hatinya bebas dari hukum yang

terkandung (khaaliyudz-dzihni). Oleh karena itu si pembicara tidak memandang

perlu untuk mempertegas berita yang disampaikan.

b) Thalabi>

ketika mukha>tab ragu terhadap hukum dan ingin memperoleh suatu keyakinan

dalam mengetahuinya. Dalam kondisi demikian, lebih baik kalimat disampaikan

disertai dsengan lafadz penguat/muakkid agar dapat menguasai dirinya. Kalimat

semacam ini disdebut thalabi>. Contoh:

17
‫ فترهذ ما ؤهىي إلاا ؤخش ى‬# ‫إوى زؤًذ غىاهب الدهُا‬
sesungguhnya aku mengetahui seluruh akibat dunia. Karena itulah, maka aku

tinggalkan apa yang aku ingini mengingat apa yang aku takuti.

pada contoh diatas tergambar bahwa mukha>tab sedikit merasa ragu dan tampak

padanya keinginan untuk mengetahui hakikat. Maka dalam kondisi yang

seperti ini baik sekali disampaikan kepadanya kalimat berita yang berkesan

meyakinkan dan menghilangkan keraguan. Oleh karena itu dalam contoh ini

kalimatnya diperkuat dengan inna.

c) Inka>ri> (mengingkari isi kalimat)

Dalam kondisi demikian, kalimat wajib disertai penguat dengan satu penguat

atau lebih sesuai dengan frekuensi keinginannya. Kalimat yang demikian disebut

inka>ri>. Contoh:

‫ فال ٌػاب به مالهً مً فسق‬# ‫إها لفى شمً مالن مً فتن‬


Sesungguhnya kita hidup di zaman yang penuh fitnah, maka tidak dapat dicela orang

yang diliputi ketakutan.

Pada contoh diatas, mukha>tab-nya mengingkari dan menentang isi beritanya.

Dalam kondisi seperti ini kalimat wajib disertai beberapa sarana penguat yang

18
mampu mengusir keingkaran mukha>tab dan menjadikannya menerima. Pemberian

penguat ini harus disesuaikan dengan frekuensi keingkarannya. Oleh karena itu,

kalimat pada contoh ini diperkuat dengan dua penguat, yaitu inna dan lam.

Dalam al-Qur’an banyak ditemukan kalimat yang menggunakan kata inna

seperti:

‫إن مؼ الػظس ٌظسا‬


ًٍ‫إن هللا مؼ الطابس‬
‫إهً ال جخلف اإلاُػاد‬

Kala>m Insya>’i>

Kala>m insya>’i> adalah kalimat yang pembicaranya tidak dapat disebut sebagai

orang yang benar ataupun sebagai orang yang dusta. Contohnya adalah Fatwa Al-

Hasan r.a.:

‫ال جطلب مً الجصاء إال بلدز ما ضىػذ‬


janganlah kau menuntut balasan kecuali senilai apa yang kamu kerjakan.

Ash-shimmah bin Abdullah berkata:

!‫ي جلً الازع م ؤطُب السبا‬ ‫بىفس‬


!‫و ما ؤحظً اإلاططاف و اإلاتربػا‬

19
Demi diriku, alangkah baiknya bumi yang tinggi itu dan alangkah indahnya sebagai

tempat peristirahatan di musim panas dan musim semi.

Dua contoh diatas adalah kala>m insya>’i> karena keduanya tidak mengandung

pengertian membenarkan dan tidak pula mendustakan. Contoh pertama adalah

kalimat-kalimat yang digunakan untuk menghendaki keberhasilan sesuatu yang

belum berhasil pada saat kehendak itu dikemukakan. Oleh karena itu, kala>m insya>’i>

yang demikian disebut sebagai insya> thalabi> sedangkan contoh yang kedua tidak

digunakan untuk menghendaki terjadinya sesuatu, dan oleh karenanya disebut

sebagai insya’ ghair thalabi.

Kalimat lain dalam kehidupan sehari-hari misalnya: jangan makan makanan

bersoda atau kalimat alangkah cantiknya putri sang menteri. Dalam al-Qur’an

banyak ditemukan ungkapan misalnya: ‫ اكسؤ باطم زبً الري خلم‬atau ayat yang
berbunyi ‫ووػم ؤجس الػاملين‬.

Jenis kala>m insya>’i>

Kala>m insya>’i> terbagi menjadi dua yaitu:

A. Insya>’ Thalabi>

Kala>m Insya>’ Thalabi> adalah kalimat yang menghendaki terjadinya sesuatu

yang belum terjadi pada waktu kalimat itu diucapkan.

20
B. Insya>’ Ghair Thalabi>

Kala>m Insya’ Ghair Thalabi> adalah kalimat yang tidak menghendaki terjadinya

sesuatu. Kalam jenis ini tidak menghendaki terjadinya sesuatu. Kalam jenis ini

banyak bentuknya, antara lain ta’ajjub ( kata untuk menyatakan pujian ), adz-dzamm

(kata untuk menyatakan celaan), qasam, kata-kata yang diawali dengan dengan

af’a>lur raja>, dan demikian pula kata-kata yang mengandung makna akad ( transaksi ).

Contoh Ash-Shimmah bin Abdullah berkata sebagai berikut:

!‫ي جلً الازع م ؤطُب السبا‬ ‫بىفس‬


!‫و ما ؤحظً اإلاططاف و اإلاتربػا‬

Demi diriku, alangkah baiknya bumi yang tinggi itu dan alangkah indahnya sebagai

tempat peristirahatan di musim panas dan musim semi.

Jenis Kalam Insya>’ Thalabi>

Beberapa kenis kalam insya>’ thalabi> yakni amar, nahyi dan tamanni.

Perinciannya adalah sebagai berikut:

a. Amar (kalimat perintah)

Amar adalah menuntut dilaksanakannya suatu pekerjaan dari pihak yang lebih

tinggi kepada pihak yang lebih rendah. Amar mempunyai empat macam redaksi,

yaitu fi’il amar, fi’il mudhari’ yang didahului dengan lam amar, isim fi’il amar, dan

mashdar yang menggantikan fi’il amar. Kadang- kadang redaksi amar tidak

digunakan untuk maknanya yang asli, melainkan kepada makna lain. Hal ini dapat

21
diketahui melalui susunan kalimat. Definisi lain dari amar adalah ‚ ‫هى ؤن ًطلب‬
‫‛اإلاخيلم مً املخاطب ؤداء فػل ما غلى طبُل الاطخػالء‬. Makna lain tersebut adalah
untuk irsyad (bimbingan), doa (permohonan), iltima>s (tawaran), tamanni> (harapan

yang sulit tercapai), takhyi>r (pemilihan), taswiyah (menyamakan), ta’ji>z

(melemahkan mukhathab), tahdi>d (ancaman), dan iba>hah (membolehkan). Contoh

dalam QS.Maryam: 12 yang berbunyi: )23 : ‫خر الىخاب بلىة ( مسٍم‬ artinya:

Ambillah al-kitab (taurat) itu dengan sepenuh kekuatan! (QS.Maryam: 12).

Qathari bin Al-Fuja>’ah menyatakan ‚ ‫ فما هُل‬# ‫فطبرا فى مجاٌ اإلاىث ضبرا‬
‫‛الخلىد بمظخطاع‬ maknanya ‚Bersabarlah dengan sesabar-sabarnya dalam hal

kematian, sebab meraih keabadiannya itu suatu yang tidak mungkin‛. Khalid bin

Shufwan mengatakan ‫ دع مً ؤغماٌ الظس ما ال ًطلح لً فى الػالهُت‬maknanya


‚Tinggalkanlah olehmu perbuatan rahasia yang tidak pantas kau kerjakan dengan

terang-terangan‛. Contoh lain sebagai pengembangan adalah sebagai berikut:


2
)‫ هلىله حػالى (اهفسوا خفافا وثلاال‬،‫فػل ألامس‬ -2
3
)‫ هلىله حػالى (لُىفم ذو طػت مً طػخه‬،‫الفػل اإلاػازع اإلالترن بالم ألامس‬ -3
4
)‫ هلىله حػالى (كل هلم شهداءهم‬،‫اطم فػل ألامس‬ -4
.)‫ هلىٌ الػسب (ضبرا غلى اإلايازه‬،‫اإلاطدز الىائب غً فػله‬ -5

.52 ‫ آلاًت‬:‫ طىزة الخىبت‬2


.7 ‫ آلاًت‬:‫ طىزة الطالق‬3
.261 ‫ آلاًت‬:‫ طىزة ألاوػام‬4

22
b. Nahyi (larangan)

Nahyi (larangan) adalah tuntutan tidak dilakukannya suatu perbuatan yang

disampaikan oleh seseorang kepada orang yang martabatnya lebih rendah. Redaksi

nahyi meliputi fi’il mudhari’ didahului dengan laa nahiyah. Adakalanya redaksi

nahyi keluar dari maknanya yang hakiki dan menunjukan makna lain yang dapat

dipahami dari susunan kalimat serta kondisi dan situasinya, seperti dengan tujuan

doa, iltima>s, tamanni>, irsya>d, taubah, tai-i>s (pesimistis), tahdi>d, dan tahqi>r

(penghinaan). Contoh dalam QS.al-an’am: 152 berbunyi: ‫و ال جلسبىا ماٌ الُدُم إال‬
ً‫ بالتي هي ؤحظ‬artinya: ‚dan janganlah kau dekati harta anak yatim kecuali dengan
cara yang lebih bermanfaat‛. (QS.al-an’am: 152)‛.

Dalam QS. An-nuur:22 berbunyi: ‫و ال ًإجل ؤولىا الفػل مىىم و الظػت ؤن‬
‫ًؤجىآ ؤولى اللسبى‬, artinya ‚Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan
dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi

(bantuan) kepada kaum kerabatnya. (QS. An-nuur:22)‛. Demikian halnya Abul-ala

al-ma’arri berkata sebagai berikut:

‫ فئن خالئم الظفهاء حػدي‬# ‫و ال ججلع إلى ؤهل الدهاًا‬


Dan janganlah kamu berteman orang yang berselera rendah, karena akhlak orang-

orang bodoh itu menular.

23
c. Istifha>m

Istifham adalah mencari pengetahuan tentang sesuatu yang sebelumnya tidak

diketahui. Adatul istifha>m ( kata tanya ) itu banyak sekali, diantaranya adalah

hamzah dan hal. Contoh: ‫ ؤ ؤهذ اإلاظافس ؤم ؤخىن ؟‬artinya ‚Apakah kamu yang
telah bepergian atau saudaramu?‛. Contoh lain ‚‫ ‛هل ًىمى الجماد ؟‬artinya ‚Apakah

benda mati itu dapat berkembang?‛. Dan ‚ ‫ ‚ما الىسي ؟‬artinya ‚Apakah kantuk
itu?‛.

d. Tamanni>

Tamanni> adalah mengharapkan sesuatu yang tidak dapat diharapkan

keberhasilannya, baik karena memang perkara itu mustahil terjadi, atau mungkin

terjadi namun tidak dapat diharapkan tercapainya. Bila sesuatu yang menyenangkan

itu dapat diharapkan tercapainya, maka pengharapannya disebut tara>ji>. Kata-kata

yang dipergunakan untuk tamanni> adalah laita, dan kadang-kadang dipakai juga

kata-kata hal, lau, dan la’alla atas dasar tujuan bala>ghah. Contohnya Ibnur-Rumi

berkata tentang bulan ramadhan ‚‫ ‛فلُذ اللُل فُه‬artinya ‚Maka alangkah baiknya

jika satu malam bulan ramadhan itu lamanya sebulan, sedangkan siangnya berjalan
ّ
secepat perjalanan awan‛. Dalam QS. Al-a’raf : 53 Allah berfirman: ‚ ً‫فهل لىا م‬
‫ ‛شفػأء فِشفػىا لىا‬artinya ‚maka adakah bagi kami pemberi syafa’at yang akan
memberi syafa’at bagi kami? (QS. Al-a’raf : 53)‛. Firman Allah dalam QS. Al-

24
Qashash:79: ‚…..‫كازون‬ ‫‛ًلُذ لىا مثل مأ ؤوحي‬ artinya: ‚Aduhai, seandainya kita

mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun. (QS. Al-Qashash:79)‛.

Contoh lainnya sebagai berikut:

‫لػلىم جخلىن‬
‫لػلىم حشىسون‬
‫لػلىم جسشدون‬

e. Nida>’ (seruan)

Nida>’ adalah menghendaki menghadapnya seseorang dengan menggunakan

huruf yang menggantikan lafaz ad’uu. Huruf- huruf nida> itu ada delapan : hamzah

(‫)ء‬, ay (‫)ؤي‬, yaa (‫)ًا‬, aa (‫)آ‬, aay (‫)آي‬, ayaa (‫)ؤًا‬, hayaa (‫)هُا‬, dan waa (‫)وا‬. Hamzah

dan ay untuk memanggil munada yang dekat, sedangkan huruf nida’ yang lain

untuk memanggil munada yang juah. Adakalanya muna>da> yang jauh dianggap

sebagai muna>da> yang dekat, lalu dipanggil dengan huruf nida>’ hamzah dan ay. Hal

ini merupakan isyarat atas dekatnya muna>da> dalam hati orang yang memanggilnya.

Adakalanya munada yang dekat dianggap sebagai munada yang jauh, lalu dipanggil

dengan huruf nida’ selain hamzah dan ay. Hal ini sebagai petunjuk atas ketinggian

derajat muna>da>, atau kerendahan martabatnya, atau kelalain dan kebekuan hatinya.

Kadang-kadang nida>’ dapat menyimpang dari maknanya yang asli kepada makna

lain, dan hal ini dapat diketahui melalui beberapa qari>nah, seperti sebagai teguran,

untuk menyatakan kesusahan, dan untuk menghasut. Contohnya adalah ungkapan

25
Abu Nuwas: ‚‫هثرة‬
ّ ‫‛فللد غلمذ‬
‫ ًا ز ّب ؤن غظمذ ذهىبي‬# ‫بان غفىن ؤغظم‬
maknanya ‚Wahai Rabb-ku, seandainya dosa-dosaku sangat besar, maka

sesungguhnya aku tahu bahwa pengampunan-Mu itu lebih besar‛.

Al-Farazdaq menyombongkan nenek moyangnya dan menghina Jarir dengan

senandung:

‫ ؤولئً آبائي فجئنى بمثلهم‬# ‫ؤذا جمػخىا ًا جسٍس املجامؼ‬


Inilah nenek moyangku, maka tunjukkanlah kepada orang-orang seperti mereka

ketika pada suatu saat kita bertemu dalam suatu pertemuan, wahai Jarir.

4.B. Uslu>b Ma’a>ni>

Dalam ilmu ma’a>ni> ada beberapa uslu>b diantaranya adalah al-I>>ja>z, al-Hadzf, al-

Qashr, at-Tikra>r, adz-Dzikr al-Kha>sh ba’d al-‘A>mm, al-I’tira>dh, al-Fashl baina al-

Jumlatain dan al-Iltifa>t. Berikut jabaran masing-masing:

Al-Ija>z

‫لايجاز‬
‫ؤلاًجاش هى الخػبير غً ألافياز الىاطػت و اإلاػاوي الىثيرة بإكل غدد مً ألالفاظ‬
: ‫وهى هىغان‬.

‫ وٍيىن بحرف ولمت ؤو جملت ؤو ؤهثر مؼ جمام اإلاػنى (ؤي ال‬: ‫ ؤلاًجاش بالحرف‬.‫ؤ‬
ٌ‫ و اطإ‬.‫ ؤي في طبُل هللا‬. ‫ و جاهدوا في هللا حم جهاده‬: ‫ )مثل‬.‫ًخخل اإلاػنى‬
ُ ُ َّ َ َ َ ً ً
‫ كال ْذ ؤوى ًَيىن ِلي‬. ‫ خللذ طلُلا ؤي خللً هللا طلُلا‬.‫اللسٍت ؤي ؤهل اللسٍت‬

26
‫ً‬ ‫َ َ َ‬ ‫َُ َ‬
‫غال ٌم َول ْم ًَ ْم َظ ْظ ِني َبش ٌس َول ْم ؤ ُن َب ِغ ًُّا )‪) (20‬طىزة مسٍم ‪ .‬ؤي لم ؤهً بغُا ‪ ،‬فلد‬
‫ً‬
‫حرفذ هىن الفػل جخفُفا ‪.‬‬
‫ب‪ .‬ؤلاًجاش باللطس ‪ :‬وٍيىن بخػمين الػبازاث اللطيرة مػاوي هثيرة مً غير حرف‬
‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫َ ََُ ْ َْ ُ َ َ‬
‫‪.‬مثل ‪ :‬حػالى " ‪:‬ؤال له الخلم وألامس " الػبازة جىضح مػاوي هثيرة جخػلم بالخالم و‬
‫غظمخه و كدزجه و وحداهِخه ‪ ....‬إلخ‪" .‬ولىم في اللطاص حُاة " الػبازة جىضح‬
‫مػاوي هثيرة مً جخىٍف لللاجل و حلً للدماء و شػىز باألمً وألامان ‪...‬إلخ‪.‬‬

‫كاٌ السطىٌ ‪ -‬ملسو هيلع هللا ىلص ‪- :‬إذا لم حظخح فاضىؼ ما شئذ !! زواه البخازي‪.‬‬

‫وفي كىٌ السطىٌ ‪-‬ملسو هيلع هللا ىلص ( ‪ -‬إذا لم حظخح فاضىؼ ما شئذ )‪ ،‬الىثير مً اإلاػاوي‬
‫التي ًحملها ذلً ألامس التهدًدي ‪ ،‬ومػىاه ؤهه إذا اهتزع الحُاء مً هفع ؤلاوظان‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬
‫فلد ٌػمد إلى غمل الفىاحش واإلاىىساث بإهىاغها ‪ ،‬طسا وجهسا ‪ ،‬كىال وغمال ‪،‬‬
‫ولىً الػاكل ًدزن ؤن وزاء هرا اللىٌ ما وزاءه مً تهدًد ووغُد ‪ ،‬فمً ًلدم‬
‫غلى ذلً ‪ ،‬فالحظاب ؤمامه والػلاب ًيخظسه‪ .‬جاء في زطالت السطىٌ ‪ -‬ضلى‬
‫َ َ‬
‫هللا غلُه وطلم ‪-‬إلى هظسي ‪ :‬ؤطلم ح ْظل ْم زواه البخازي‪ .‬وفي كىٌ السطىٌ ؤطلم‬
‫حظلم غاًت ؤلاًجاش ‪ ،‬ومىخهى الاخخطاز ‪ ،‬فمػنى هاجين اليلمخين ‪:‬اغسف ؤلاطالم‬
‫َّ‬ ‫ّ‬
‫وطلم ؤمسن َّلل ‪ ،‬باالهلُاد له بالطاغت والخلىص مً الشسن ‪،‬‬‫‪ ،‬وادخل فُه ‪ِ ،‬‬
‫فئن جحلم ذلً طلمذ هفظً مً الػراب وطلطاهً مً الانهُاز‬

‫القصر‬
‫هى جخطُظ ؤمس بإمس بئحدي طسق اللطس‪ .‬وزهىاه ملطىز وملطىز غلُه‪ .‬وله‬
‫ؤزبؼ طسق واآلحي‪:‬‬

‫‪27‬‬
‫ُ‬
‫الىسٍم)‪ ،‬فلفظ الجاللت‬ ‫‪ -2‬الىفي والاطخدثىاء‪ ،‬هلىٌ الػسب (ال ًحب َ‬
‫هللا إال‬
‫(هللا) ملطىز‪ ،‬وولمت (الىسٍم) ملطىز غلُه‪ ،‬وهى ما بػد ؤداة الاطخثىاء‪.‬‬
‫‪ -3‬الػطف بلفظ (بل) ؤو (لىً) ؤو (ال)‪ .‬فئن وان الػطف بـ(ال) وان اإلالطىز‬
‫غلُه ملابال إلاا بػدها‪ ،‬وإن وان الػطف بـ(لىً) و(بل) وان اإلالطىز غلُه‬
‫ما بػدهما‪ ،‬هلىٌ الػسب (ضداكت الجاهل حػب بال زاحت)‪ ،‬وهلىلهم (ال‬
‫ؤجُد الخطابت لىً الشػس) وكىلهم (ما وغؼ ؤلاحظان في غير مىغػه‬
‫غدال بل ظلم)‪.‬‬
‫‪( -4‬إهما)‪ ،‬وٍيىن اإلالطىز غلُه مؤخسا وجىبا‪ ،‬هلىله حػالى (إهما اإلاؤمىىن‬
‫إخىة)‪.5‬‬
‫‪6‬‬
‫‪ -5‬جلدًم ما حله الخإخير‪ ،‬هلىله حػالى (إًان وػبد وإًان وظخػين)‬

‫والقصرهوعان‪:‬‬
‫‪ -2‬كطس ضفت غلى مىضىف كطسا حلُلُا‪ ،‬هلىٌ الػسب (لم ًبن ألاهسام إال‬
‫اإلاطسٍىن)‪ ،‬فلد كطسوا ضفت بىاء ألاهسام غلى اإلاطسٍين‪.‬‬
‫‪ -3‬كطس مىضىف غلى ضفت كطسا إغافُا‪ ،‬هلىٌ الػسب (ما اإلاخىبي إال‬
‫شاغس)‪ ،‬كطسوا ضفت الشاغسٍت غلى اإلاخىبي‪.‬‬

‫‪ 5‬طىزة الحجساث‪ :‬آلاًت ‪.21‬‬


‫‪ 6‬طىزة الفاجحت‪ :‬آلاًت ‪.5‬‬

‫‪28‬‬
‫‪Al-Tikra>r‬‬

‫الخىساز‬
‫"الخىساز" هي ظاهسة مىطُلُت ومػىىٍت جلخض ي ؤلاجُان بلفظ مخػلم بمػنى‪ ،‬ثم‬
‫إغادة اللفظ مؼ مػنى آخس في هفع الىالم(‪ً .‬خحلم الخىساز غبر غدة ؤهىاع‪:‬‬

‫‪ -2‬جىساز الحسف‪ :‬وهى ًلخض ي جىساز حسوف بػُنها في الىالم‪ ،‬مما ٌػطي ألالفاظ‬
‫التي جسد فيها جلً الحسوف ؤبػادا جىشف غً حالت الشاغس الىفظُت‪.‬‬

‫‪ -3‬جىساز اللفظت‪ :‬وهى جىساز بػُد اللفظت الىازدة في الىالم لغىاء داللت ألالفاظ‪،‬‬
‫وإهظابها كىة جاثيرًت‪.‬‬

‫‪ -4‬جىساز الػبازة ؤو الجملت‪ :‬وهى جىساز ٌػىع ألاهمُت التي ًىليها اإلاخيلم إلاػمىن‬
‫جلً الجمل اإلاىسزة باغخبازها مفخاحا لفهم اإلاػمىن الػام الري ًخىخاه اإلاخيلم ‪.‬‬

‫إغافت الى ما جحلله مً جىاشن هىدس ي وغاطفي بين الىالم ومػىاه‪.‬‬

‫وَظخدعي "الخىساز" الخاهُد والخرهير ؤي جىساز ألالفاظ التي جخدم اإلاىغىع هما‬
‫كاٌ ابً اثير‪" :‬اغلم ؤن في اللسآن مىسزا الفائدة في جىسٍسه‪ ،‬فان زؤًذ شِئا مً حُث‬
‫الظاهس‪ ،‬فإوػم هظسن فُه‪ ،‬فإهظس غلى طىابله ولىاحله‪.‬‬

‫‪Dalam al-Qur’an banyak pengulangan atau tikra>r seperi ayat:‬‬

‫اللازغت‪ ،‬ما اللازغت‪ ،‬وما ؤدزان ما اللازغت‪....‬‬


‫‪Ada satu prinsip yang mengatakan bahwa kata atau ungkapan yang diulang itu‬‬

‫‪adalah sesuatu yang penting dalam teks.‬‬

‫‪29‬‬
Dzikr al-Kha>sh ba’d al-‘A>mm dan Kebalikannya

Dzikr al-Kha>sh ba’d al-‘A>mm Adalah menyebutkan yang ‘a>m kemudian

diikuti yang lebih khuusus tujuannya untuk memberi penekanan atau menonjolkan

yang khas. Misalnya firman Allah Swt.:

)342 :‫حافظىا غلى الطلىاث والطلىة الىططى (البلسة‬


Kebalikannya adalah Dzikr al-‘A>mm ba’d al-Kha>sh untuk memberi penekanan pada

yang ‘a>mm. Misalnya QS. Al-An’a>m: 162:


َ َ َ ْ ّ َ َّ َ َ َ َ ‫ص ََلتي َو ُو ُسكي َو َم ْح َي‬
َ ‫ُق ْل إ َّن‬
)261( ‫اَلين‬
ِ ‫ّلِل ر ِب الع‬
ِ ِ ‫اي ومما ِتي‬ ِ ِ ِ
Tujuannya ayat ini adalah memberikan kepada shalat sebagai ibadah terpenting.

al-I’tira>dh

al-I’tira>dh adalah menyisipkan ungkapan dalam teks. Seperti QS. Al-Baqarah:

24:
ْ ُ ُ ْ ُ َّ َ ُ ُ َ َّ َ َّ ُ َّ َ ُ ْ َ َ ُ ْ َ َّ َ
‫اس َوال ِح َجا َرة ۖ أ ِع َّدت‬‫ فاتقوا الىارال ِتي وقودها الى‬-‫ َولن تف َعلوا‬- ‫ف ِإن ل ْم تف َعلوا‬
َ َْ
(12( ‫ِللكا ِف ِرين‬

Kalimat ‫ ولً جفػلىا‬kalimat i’tira>dh yang berguna untuk memberikan penegasan.

al-Fashl baina al-Jumlatain

al-Fashl baina al-Jumlatain artinya ada dua kalimat yang antara keduanya

tidak dihubungkan dengan huruf ‘athaf waw. Kalimat kedua fungsinya menjelaskan

makna kalimat pertama. Sebagaimana dalam firman Allah Swt. QS. Tha>ha>: 120:

30
)231 ‫كاٌ ًا آدم هل ؤدلً غلى شجسة الخلد (طه‬/ ‫فىطىض إلُه الشُطان‬
Kalimat kedua merupakan penjelas bagi kalimat pertama.

al-Iltifa>t.

Adalah mengalihkan perhatian mukhatab dari satu ke yang lain missal dari

kata ganti orang pertama menjadi kata ganti orang kedua atau ketiga dan sebaliknya.

Contoh QS. Al-Fa>tihah ayat 2-5:


َ ًَّ ‫ان َو ْػ ُب ُد َوإ‬
‫ان‬ َ ًَّ ‫( إ‬4) ًً‫الد‬
ّ ‫( َمالً ًَ ْىم‬3) ‫السحُم‬ َّ (2) ‫َّلل َز ّب ْال َػ َ ِاإلا َين‬
َّ ً‫الس ْح ََٰم‬ َّ ُ ْ َ ْ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫الحمد‬
ِ
ُ َ ْ َ
(5)‫وظخ ِػين‬

Ayat di atas berpindah dari orang ketiga kepada orang kedua.

5. Rangkuman

Kajian ma’a>ni> terdiri dari konsep dan uslub ma’a>ni>, uslub yang dimaksud dan

paling penting diantaranya adalah al- Ija>z, al-Hadzf, al- Qashr, at-Tikra>r, adz-Dzikr

al-Kha>sh ba’d al-‘A>mm, al-I’tira>dh, al-Fashl baina al-Jumlatain dan al-Iltifa>t.

6. Tugas

Tulislah tiga puluh ayat al-Qur’an dalam QS al-Baqarah kemudian analisilah

dari aspek kala>m insya>I dan kalam khabari>, al-Ija>z, al-Hadzf, al-Qashr, al-Tikra>r,

Dzikr al-Kha>sh ba’d al-‘A>mm, al-I’tira>dh, al-Fashl baina al-Jumlatain dan al-Iltifa>t.

31
7. Tes Formatif

Jawablah pertanyaan berikut!

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan ma’a>ni>!

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kala>m khabari>!

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kalam insya>i!

4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan al-Ija>z!

5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan al-Hadzf!

6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan al-Qashr!

7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan al-Tikra>r!

8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Dzikr al-Kha>sh ba’d al-‘A>mm!

9. Jelaskan apa yang dimaksud dengan al-I’tira>dh!

10. Jelaskan apa yang dimaksud dengan al-Fashl baina al-Jumlatain dan al-Iltifa>t!

32
KB.3

ILMU BAYA>N

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Memahami, menerapkan, menganalisis dan membuat kalimat berbasis ilmu baya>n

dalam bahasa Arab

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Subcapaian pembelajaran pada KB ini meliputi:

a. Menjelaskan konsep ilmu bayan

b. Menjelaskan uslub-uslub bayan

c. Menerapkan, menganalisis dan membuat kalimat berbasis ilmu bayan dalam

bahasa Arab

3. Pokok-Pokok Materi

Materi pokok dalam KB 3 ini meliputi

a. Konsep ilmu baya>n

b. Uslu>b-uslu>b baya>n

4. Uraian Materi

Bahasan mengenai ilmu baya>n terdiri dari konsep ilmu baya>n dan uslu>b-uslu>b

baya>n yang meliputi: at-Tasybi>h, al-Isti’a>rah, al-Maja>z al-Mursal, al-Maja>z al-‘Aqli>

dan al-Kina>yah. Berikut rincian masing-masing:

33
4.A. Konsep Ilmu Bayan

Pengertian Ilmu Bayan


Secara etimologi, baya>n artinya ‘terbuka’ atau ‘jelas’. Sedangkan dalam

konteks ilmu bala>ghah, ilmu baya>n adalah ilmu yang mempelajari cara-cara

mengemukakan suatu gagasan dengan berbagai macam redaksi yang beragam.

Adapun menurut Imam Akdhari ilmu baya>n bermakna ilmu yang mempelajari tata

cara pengungkapan suatu makna dengan menggunakan susunan kalimat yang

berbeda-beda penjelasannya.

‫ الػلم الري ٌػسف به بًساد اإلاػنى الىاخد بؿسم مسخلكت في‬: ‫البُان في اضؿالح قهى‬
.‫وغىح الداللت غلُه‬

‚Ilmu untuk mengetahui cara menyampaikan tujuan makna dengan bahasa yang

berbeda‛
Ilmu baya>n pertama kali dikembangkan oleh Abu Ubaidah ibn al-Matsa>ni> (211

H). Sebagai dasar pengembangan ilmu ini, ia menulis sebuah kitab dengan judul

Maja>z Al-Qur’á>n. Kemudian setelahnya muncul tokoh terkemuka dalam ilmu baya>n

ini, yaitu: Abd al-Qa>hir al-Jurza>ni>. Ilmu ini terus berkembang dan disempurnakan

oleh para ulama berikutnya, seperti: al-Ja>hizh ibn Mu’ta>z, Qudda>mah, dan Abu Hila>l

al-‘Askari>. Sampai kini ilmu ini sudah matang dalam kajian kebahasaaraban.

Uslu>b-uslu>b Ilmu Baya>n


Uslu>b dalam ilmu baya>n terdiri dari at-Tasybi>h, al-Isti’a>rah, al-Maja>z al-

Mursal dan al-Kina>yah, jabarannya adalah:

34
At-Tasybi>h (‫)الدشبيه‬
Tasybi>h merupakan salah satu dari lima bidang kajian dalam ilmu baya>n.

Menurut bahasa ia bermakna tamtsi>l yang artinya ‘perumpamaan’ atau

‘penyerupaan’. Ia juga merupakan penjelasan bahwa suatu hal atau beberapa hal

memiliki kesamaan sifat dengan hal lain. Adapun tasybi>h menurut pakar ilmu baya>n

adalah suatu istilah yang di dalamnya terdapat penyerupaan atau perserikatan antara

dua perkara (musyabbah dan musyabbah bih), persamaan tersebut terjadi pada suatu

makna (wajhu syibah) dan dengan menggunakan sebuah alat (ada>t tasybi>h). Dalam

redaksi berbahasa Arab didefinisikan sebagai kerikut:

ْ َ ُْْ َ ْ ُ ََ
‫أث ِفي ال َب ْد ِس‬
ِ ‫ يهىله حػالى (وله الج َى ِاز اإلايش‬،‫هى بلحام ؤمس بإمس في وضل بإداة‬
َ َْ َ
‫ والٍاف في ًلمت‬،‫ وًلمت (ألاغالم) مشبه به‬،‫ قٍلمت (الجىاز اإلايشأث) مشبه‬،1)‫ًاْل ْغال ِم‬
.‫(ًاْلغالم) ؤداة الدشبُه‬
Rukun Tasybi>h (‫ )ؤزًان الدشبُه‬terdiri dari empat sebagai berikut:

1. Musyabbah (‫)اإلاشبه‬, yaitu sesuatu yang hendak diserupakan.

2. Musyabbah bih (‫)اإلاشبه به‬, yaitu sesuatu yang diserupai. Kedua unsur ini

dinamakan thorfai tashbi>h (‫( )ؾسفي الدشبُه‬kedua pihak yang diserupakan.

3. Wajhu syibbah (‫)وحه الشبه‬, yaitu sifat yang terdapat pada kedua pihak itu.

4. Ada>t tasybi>h (‫)ؤداة الدشبُه‬, yaitu huruf atau kata yang digunakan untuk

menyatakan penyerupaan.

Beberapa contoh tasybi>h adalah sebagai berikut:

1
.42 ‫ آلاًت‬:ً‫طىزة السخم‬

35
َ َّ َ َ َ ْ َ ْ ُ ْ ُ ْ ُّ ُ َّ َ َ ْ َ َّ ُ
‫ان ؤ ْط َى َد الؿ ُْل َظ ِان‬ً ‫زب لُ ٍل ًإهه الطبه ِفي الحظ ًِ و ِبن‬
‚Sering kali malam itu indah bagaikan pagi meskipun sehitam toga.‛

َ ْ ْ ْ َ ْ َ ًّ ُ ُ ْ َّ َ َ َ َّ ْ َ ْ َ َ َْ
‫ع غلىا و البد ِز ِفي ؤلاشس ِام‬ ِ ‫ؤهذ ًالبد ِس ِفي الظماخ ِت و الشم‬
‚Kelapanganmu bagaikan lautan, ketinggianmu bagaikan matahari, dan cahaya

roman mukamu bagaikan bulan.‛

َ َ ُ َ َ ْ َ ْ َّ َ ْ َ ْ َّ ُ ْ ُ ْ ُ ْ
‫ل ؤو ًالؿُ ِل لِع له ِبنامه‬
ِ ُ‫الػمس ِمشل الػ‬
‚Umur itu bagaikan tamu atau mimpi, tidak memiliki kepastian.‛

No. ‫مشبه‬ ‫مشبه به‬ ‫أداة الدشبيه‬ ‫وجه الشبه‬


1 Malam itu Pagi ‫ًإن‬ Keindahan

Lautan, Kelapangan,

2 Kamu matahari, ‫ى‬ ketinggian,

bulan. cahaya.

Tidak
Tamu atau
3 Umur ‫ى‬/‫مشل‬ memiliki
mimpi
kepastian

Jenis-jenis Tasybih bias dilihat dari ada>t tasybi>h dan wajh syibh, sebagai

berikut:

36
1) Dilihat dari segi ada atau tidak adanya adat tashbih.
َْ َ ََ
1.a). Tasybi>h mursal adalah tasybi>h yang disebut adat tasybi>h-nya. Contoh: ‫ؤها ًاإلا ِاء‬
َ ُ ْ َ
‫ض َك ًاء َو ِاذا َما َس ِخؿ ُذ ي ْى ُذ ل ِه ُْ ًبا‬
َ ‫ ب ْن َزغ ِْ ُذ‬maknanya ‚Bila aku rela, maka aku
ِ ِ
setenang air yang jernih; dan bila aku marah, maka aku sepanas api menyala.‛
1.b). Tasybi>h Mu’akkad adalah tasybi>h yang dibuang adat tasybi>h-nya. Contoh:
ٌ َ ‫ُّ ْ َ َ ْ ٌم‬
‫اؾل‬ ‫ز‬ ‫س‬‫ب‬ ‫ت‬ ‫غ‬‫س‬‫الظ‬ ‫ي‬‫ف‬ ُ ‫ ْال َج َى‬artinya ‚Kecepatan kuda balap itu bagaikan kilat
‫اد‬
ِ ِ ِ
ُ ُُْ ْ َ ْ َْ َ َ َ َ ْ ٌ ْ َ َ َْ
yang menyambar.‛ Dan contoh lain ‚ ‫اء ججخ ِلَُ الػُىن‬ ُ ‫غ‬‫و‬ ‫ت‬ ‫ػ‬‫ق‬
ٍ ِ ٍ ‫ِ ِز‬ ‫ي‬‫ف‬ ‫م‬ ‫ج‬ ‫ه‬ ‫ؤهذ‬
َ ً َ
‫ ‛ش ْسنا َو ؾ ْسًبا‬artinya ‚ Kedudukanmu yang tinggi dan kemasyhuranmu bagaikan
bintang yang tinggi lagi bercahaya. Semua mata, baik di belahan timur maupun
barat, menatap ke arahmu.‛

2) Dilihat dari ada atau tidak adanya wajhu syibh.


َ
2.a) Tasybi>h Mufashshal adalah tasybi>h yang disebut wajhu sibh-nya.Contoh: ‚ ‫ِط ْسها‬
ََ ْ ََ َ
‫ ‛ ِفي ل ُْ ٍل َب ِه ُْ ٍم ًإ َّه ُه ال َب ْد ُس ظال ًما َو ِب ْز َه ًابا‬artinya ‚Aku berjalan pada suatu malam
yang gelap dan menakutkan, bagaikan berjalan di tengah laut.‛.
َّ ََ َ
2.b) Tasybi>h mujmal adalah tasybi>h yang dibuang wajhu sibh-nya. Contoh: ‚ ‫قٍإن‬

‫ع‬ ‫ػ‬ َ ‫ ‛ َل َّر َة‬artinya ‚Maka kemerduan


َّ ‫ض ْى ِج ِه َو َدب ُْ َب َها ط َّى ٌت َج َم َّش ى في َم َكاضل ُو‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
suaranya yang mengalun itu sungguh bagaikan kantuk yang merayap ke seluruh
َ ُ ْ َ ْ َّ َّ َ َ َ
persendian orang yang mengantuk.‛. contoh lain: ‚ ‫ع اإلا ِى ْح َرة ِد ًْ َى ٌاز‬‫و ًإن الشم‬
‫اب‬‫س‬ َّ ‫ ‛ َز َح َل ْخ ُه َخ َدائ ُد‬artinya ‚Matahari yang bersinar itu sungguh bagaikan
َّ ‫الػ‬
ِ ِ
dinar yang tampak kuning cemerlang berkat tempaan besi cetakannya.‛

37
‫‪3. Tasybi>h Bali>gh‬‬

‫‪Tasybi>h bali>gh adalah tasybi>h yang dibuang adat tasybi>h-nya dan wajhu syibh-‬‬

‫‪nya. Contohnya adalah sebagai berikut:‬‬

‫َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ ُّ َ َ ْ ُ َ ُ َ ْ ُ َ ْ ُ ُّ َ ْ ْ َ‬
‫السَبا َو اه َذ الؿ َم ُام‬ ‫ؤًً ؤشمػذ ؤيهاذا الهمام؟ هدً هبذ‬
‫‪‚Ke manakah Tuan hendak menuju, wahai raja yang pemurah? Kami adalah tumbuh-‬‬

‫‛‪tumbuhan pegunungan dan Tuan adalah mendung.‬‬

‫َّ ْ ُ ْ ُ َ ْ ُ ُ ْ ُ َ َ ْ ٌ َ َ ْ َ ُ ْ َ ُ ّ‬
‫ل َغ َى ٌم‬‫اليشس ِمظَ و الىحىه دها ِهحر و اؾساف ألاي ِ‬
‫‪‚Baunya yang semerbak itu bak minyak kesturi, wajah-wajahnya yang berkilauan‬‬

‫‛‪bak dinar, dan ujung-ujung telapak tangannya merah bak pacar.‬‬

‫‪al-Isti’a>rah‬‬
‫الاسخعازة‬
‫ُ‬
‫اطخػسث مً‬ ‫الاطخػازة لؿت زقؼ الش يء وجدىٍله مً مٍان بلى آزس‪ً ،‬إن ًُهاُ‪:‬‬
‫ً‬ ‫ً‬
‫غسقها يشحر مً ألادباء‬ ‫اضؿالخا‪ ،‬قهد ّ‬ ‫خى ُلخه مً ًده بلى ًدي‪ّ ،‬ؤما‬
‫شِئا‪ ،‬ؤي َّ‬ ‫قالن‬
‫ّ‬ ‫ّ‬
‫وًل ؤنىالهم في ما ًخػلو قيها جخلخظ في َّؤنها اطخػماُ‬ ‫والبلؿاء‪ً ،‬الجاخظ والجسحاوي‪ّ ،‬‬
‫ُّ‬
‫الخىطؼ في الكٌسة‪،‬‬ ‫ًلمت‪ ،‬ؤو مػنى لؿحر ما ُو ِغػذ به‪ ،‬ؤو حاءث له لشبه بُنهما؛ بهدف‬
‫ً‬ ‫ّ‬ ‫ّ‬ ‫ؤو هي حشبُه ُخرف ُ‬
‫الحجاج‪" :‬بوي ؤزي زئوطا ند ؤًىػذ وخان‬ ‫ؤخد ؤزًاهه‪ ،‬يهىُ‬ ‫ِ‬
‫ُ‬
‫والهؿاف للىباث ولِع لإلوظان‪ ،‬وند ُخ ِرف هىا‬ ‫ِنؿاقها"؛ بذ حظخسدم ًلمخا ؤًىػذ‪ِ ،‬‬
‫َّ‬
‫شبه به وهى الش َمس‪.‬‬‫اإلاُ َّ‬

‫ؤزًان الاطخػازة‬

‫‪38‬‬
‫َ‬
‫الاطخػازة هىع مً املجاش اللؿى ّي‪ ،‬وهرا الىىع قُه مشابهت بحن اإلاػنى الحهُهي‪،‬‬
‫وجخٍىن الاطخػازة مما ًإحي‪:‬‬ ‫ّ‬ ‫واإلاػنى املجاشي‪،‬‬
‫ُ َّ‬ ‫ً‬ ‫ُ َ‬
‫‪ -1‬اإلاظخػاز مىه‪ :‬مػنى ألاضل الري وغػذ له الػبازة ؤوال‪ ،‬وهى اإلاشبه به ‪.‬‬
‫ُ‬
‫َّ‬ ‫ً‬ ‫ُ َ‬ ‫ُ‬
‫‪ -4‬اإلاظخػاز له‪ :‬مػنى الكسع الري لم جىغؼ له الػبازة ؤوال وهى اإلاشبه ‪.‬‬
‫َّ َ‬ ‫ُ َّ ُ َّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫‪ -3‬اإلاظخػاز‪ :‬ؤي اللكظ اإلاىهىُ بحن اإلاشبه واإلاشبه به‪ ،‬ؤو هى وحه الشبه ‪.‬‬
‫وإما ّ‬
‫خالُت‬ ‫لكظُت‪ّ ،‬‬ ‫ّ‬ ‫الحهُهي‪ ،‬وهي ّبما‬
‫ّ‬ ‫‪ -2‬الهسٍىت‪ :‬هي التي جمىؼ مً بزادة اإلاػنى‬
‫ُ‬
‫ها‪.....‬ؤبطسث َّ‬
‫ًل‬ ‫ؤوشبذ ؤظكا َز‬ ‫الهرلي‪( :‬وإذا اإلاَى ُّت َ‬ ‫ّ‬ ‫ُج ّبحن الحاُ ‪.‬ومشاُ ذلَ نىُ‬
‫ِ‬
‫شبه‬ ‫شبه اإلاَ ِى ُّت بدُىان ُمكترض له ؤظاقس‪ ،‬وند ُخ ِرف اإلاُ َّ‬ ‫جىكؼ ‪).‬قهد ّ‬ ‫جمُمت ال ُ‬
‫ِ‬
‫ُ‬
‫للم ِى ُّت‪ .‬ومً ؤشهس ما ذيس في الاطخػازة مً‬ ‫به هىا‪ ،‬والهسٍىت بزباث ألاظاقس َ‬
‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫َ َ َ َ َّ ُ َ‬
‫ؤض ش ًِبا)‪ ]11[.‬قاإلاظخػاز مىه هى الىاز‪ ،‬واإلاظخػاز‬ ‫الهسآن الٌسٍم‪( :‬واشخػل الس‬
‫ُ‬ ‫له هى َّ‬
‫الشِب‪ ،‬واإلاظخػاز هى قػل الاشخػاُ‪.‬‬
‫ؤضل الاطخػازة ًاهذ الػسب حظخػحر الٍلمت قخػػها في مٍان ًلمت ؤزسي حشبهها‪،‬‬
‫ً‬ ‫بُؼ ٌ‬ ‫طببا لها‪ ،‬يهىُ الػسب‪َ :‬‬
‫ؤضابىا ز ٌ‬ ‫ً‬ ‫ً‬
‫بايس؛ بذا ؤمؿسث بايسا في‬ ‫ًإن جٍىن حصءا منها‪ ،‬ؤو‬
‫خهُهي‪ ،‬وبُان مشترى بحن اإلاظخػاز‪ ،‬واإلاظخػاز‬ ‫ّ‬ ‫ولٍل اطخػازة مػنى‬ ‫قطل السبُؼ‪ّ ]13[.‬‬
‫ِ‬
‫كهم بال باالطخػازة‪.‬‬ ‫له ال ًُ َ‬

‫أهىاع الاسخعازة‬
‫وجم بها بُان‬ ‫بإنها خظىت؛ بذا يثرث قيها ؤطالُب البالؾت‪ّ ،‬‬ ‫جىضل الاطخػازة َّ‬
‫َ‬
‫وجىضل بالهبذ؛ بذا زلذ مً ؤطالُب البالؾت‪ ،‬ومشاُ‬ ‫َ‬ ‫اإلاػنى بىحىه ال ّ‬
‫جخم بالحهُهت‪،‬‬
‫ٌ‬ ‫ٌ‬ ‫قإهكرا‪ ،‬والخػبحر ( َ‬
‫ذلَ نىُ الشاغس‪ :‬ؤًا َمً مى نلبي بظهم َ‬
‫ؤهكرا) اطخػازة خظىت؛ إلاا‬ ‫ٍ‬ ‫ز‬
‫ً‬
‫قيها مً بالؾت في وضل الظسغت‪ ،‬وطهىلت الىكاذ‪ ،‬ويرلَ ألامس لى ناُ‪( :‬قإضابا) مشال؛‬
‫ً‬
‫مشال‪( :‬قإدزال)‪ ،‬لٍاهذ اطخػازة نبُدت؛ َّ‬
‫ْلنها ال‬ ‫لبالؾت جدهُو ؤلاضابت‪ ،‬ؤما لى ناُ‬

‫‪39‬‬
‫هظم الاطخػازة مً خُث ذيس ؤخد‬ ‫جدهو البالؾت في وضل الظهىلت والظسغت‪ُ .‬ج َ‬ ‫ّ‬
‫ِ‬
‫ؤؾساقها بلى‪:‬‬
‫شبه به‪ ،‬ؤو ما‬ ‫ض ّسح قيها بلكظ اإلاُ َّ‬ ‫جطسٍدُت‪ :‬وهي ما ُذيس قيها‪ ،‬ؤو ُ‬ ‫ّ‬ ‫ؤ‪ -‬اطخػازة‬
‫َ‬ ‫ِ‬
‫لىاه ب َل َ‬
‫َُ‬ ‫خاب ؤ َهص ُ‬ ‫شبه‪ ،‬ومشاله نىُ هللا حػالى‪(ِ :‬ي ٌ‬ ‫للم َّ‬
‫شبه به ُ‬ ‫اطخػحر قيها لكظ اإلاُ َّ‬ ‫ُ‬
‫ِ‬
‫ُّ ُ‬
‫ػملذ ًلمخا الظلماث‬ ‫الىىز)‪ ]1١[.‬وند ُ‬
‫اطخ‬ ‫الظ ُلماث ب َلى ّ‬‫ُ َ ّ َ َ ُّ‬
‫سسج الىاض ِمً‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِلخ ِ‬
‫بدال مىه اإلاُ َّ‬ ‫ً‬ ‫شبه ُ‬ ‫الػالُ والىىز‪ ،‬وند ُخ ِرف اإلاُ َّ‬ ‫ّ‬
‫والىىز‪ ،‬لخدال غلى ّ‬
‫شبه‬ ‫واطخ ِػحر‬
‫خالُت جكهم مً‬
‫ّ ُ‬ ‫ّ‬
‫جطسٍدُت‪ ،‬والهسٍىت‬ ‫ض ّ ِسح به قهي اطخػازة‬ ‫شبه ُ‬ ‫وْلن اإلاُ َّ‬
‫له؛ ّ‬
‫ُ‬
‫اإلاػنى‪ ،‬ويهىُ اإلاخىبي ًَ ِطل طُل الدولت‪( :‬وؤنبل ًمش ي في البظاؽ قما‬
‫اطخ ِػحر لكظا البدس والبدز‪،‬‬ ‫دزي‪......‬بلى البدس ٌظعى ؤم بلى البدز ًسجهي)‪ .‬وند ُ‬
‫ّ‬
‫لُدال غلى يسم طُل الدولت‪ ،‬وزقػخه ‪.‬‬

‫شبه به‪ ،‬ؤو اإلاظخػاز مىه‪ ،‬و ُز ِمص له‬ ‫مٌىُت‪ :‬وهي التي ُخ ِرف قيها اإلاُ َّ‬ ‫ب‪ -‬اطخػازة ّ‬
‫اعي‪( :‬ال حعجبي ًا طلم مً‬ ‫بش يء مً لىاشمه[‪ ،]1١‬يهىُ الشاغس الخص ّ‬
‫حل‪..........‬ضحَ اإلاَشِب بسؤطه قبٍى)‪ .‬قهد ُش ّبه اإلاَشِب وهى َّ‬
‫الشِب بةوظان‬ ‫ِ‬ ‫ز‬
‫ُ‬
‫اإلاشبه به ؤلاوظان)‪ ،‬و ُز ِمص بلُه بإمس‬ ‫ّ‬ ‫ًطحَ‪ ،‬وند ُخ ِرف اإلاظخػاز مىه (وهى‬
‫َ َ َ َ َّ ُ َ‬
‫ؤض ش ًِبا)[‪]1١‬‬ ‫مً لىاشم ؤلاوظان وهى الطحَ‪ .‬ويهىُ هللا حػالى( ‪:‬واشخػل الس‬
‫شبه به‪ ،‬و ُز ِمص بلُه بش يء مً لىاشمه وهى‬ ‫وخ ِرف اإلاُ ّ‬‫قهد ُش ّبه السؤض بالىنىد‪ُ ،‬‬
‫ِ‬
‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬
‫الاشخػاُ‪ ،‬قاإلاظخػاز مىه هى الىاز‪ ،‬واإلاظخػاز له الشِب‪ ،‬واإلاػنى الري ًجمؼ‬
‫اهبظاؽ الىاز ‪.‬‬ ‫بُنهما هى ِ‬
‫ً‬ ‫ّ‬
‫ًهظم البلؿاء الاطخػازة ؤًػا مً خُث لكظها بلى‪:‬‬‫ِ‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ُ‬
‫ؤضلُت‪ :‬ؤي ؤن ًٍىن اللكظ اإلاظخػاز اطما حامدا ؾحر ُم ّ‬ ‫ّ‬
‫شخو‪ ،‬مشل نىُ‬ ‫ؤ‪ -‬اطخػازة‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َّ َ‬
‫بىاب ْه ‪).‬قهد ش ِّبه الدهس بدُىان‬ ‫َّ‬
‫الشاغس‪( :‬غػىا الدهس بىابه‪.....‬لُذ ما خل ِ‬

‫‪40‬‬
‫الػؼ‪ ،‬والدهس اطم‬ ‫ّ‬ ‫شبه به و ُز ِمص بلُه بش يء مً لىاشمه وهى‬ ‫ُمكترض‪ ،‬زم ُخ ِرف اإلاُ َّ‬
‫ِ‬
‫حامد ‪.‬‬
‫ً‬ ‫ًّ‬ ‫ً‬ ‫ُ‬ ‫ب‪ -‬اطخػازة ّ‬
‫مشخها‪ ،‬ؤو قػال مشل نىُ هللا‬ ‫جبػُت‪ :‬وهي ؤن ًٍىن اللكظ اإلاظخػاز اطما‬
‫ػ ُب)‪ ]4٢[.‬قلكظت طٌذ مظخػازة‪ ،‬وهي بدُ ًلمت‬ ‫الؿ َ‬ ‫َ‬ ‫حػالى‪(َ :‬و َإلاّا َط ٌَ َذ َغً َ‬
‫مىس ى‬
‫شبه به وهى ؤلاوظان‪ ،‬وند ُز ِمص بلُه‬ ‫اهخهى‪ ،‬وند ُش ّبه الؿػب بةوظان‪ ،‬زم ُخ ِرف اإلاُ َّ‬
‫ِ‬
‫بش يء مً لىاشمه وهى الظٍىث ‪.‬‬

‫شبه به‪:-‬‬ ‫هظم الاطخػازة مً خُث ؾسقيها باغخباز اإلاُال ِئم ‪-‬ؤي ش يء ًالئم اإلاُ َّ‬ ‫ُج َ‬
‫ُ‬ ‫ؤ‪ -‬الاطخػازة اإلاُسشحت‪ :‬وهي ما ُذ ِيس مػها مالئم اإلاُ َّ‬
‫الم ُُطخػاز مىه‪ ،‬واإلاالئم‬ ‫شبه به‪ ،‬ؤي ُ‬
‫حس غلى‬ ‫شبه به‪ ،‬ومشاُ ذلَ نىُ الشاغس( ‪:‬بذا ما الدهس ّ‬ ‫ش يء ًالئم اإلاُ َّ‬
‫ؤهاض‪.....‬يالًله ؤهار بأزسٍىا)‪ .‬ومػنى البِذ َّؤن غادة الدهس جٌدًس الػِش غلى‬
‫شبه الدهس َ‬ ‫ؤهاطا بإذي‪ ،‬زم ًيخهل لُطِب آزسًٍ‪ ،‬وند ّ‬ ‫ً‬
‫بجمل بال‬ ‫الىاض‪ ،‬قُطِب‬
‫الطدز‪ ،‬والهسٍىت هي‬ ‫شبه به (الجمل)‪ ،‬وؤشاز بلُه بلكظ يالًل‪ ،‬وَػني َّ‬ ‫ّؤهه خرف اإلاُ َّ‬
‫بزباث الٌالًل للدهس ‪.‬‬
‫ُ‬ ‫جسدة‪ :‬وهي ما ُذيس مػها مالئم اإلاُ َّ‬ ‫امل َّ‬ ‫ُ‬
‫شبه ؤي اإلاظخػاز له‪ ،‬وغلى طبُل‬ ‫ب‪ -‬الاطخػازة‬
‫ُ‬ ‫ً‬ ‫َ‬
‫اإلاشاُ‪ ،‬ن ْىُ‪" :‬زخم هللا امسءا ؤلجم هكظه بةبػادها غً شهىاتها"‪ ،‬خُث ش ِ ّبهذ‬
‫وخ ِرف لكظ الجىاد‪ ،‬و ُز ِمص بلُه بش يء مً لىاشمه وهى‬ ‫ٌبذ‪ُ ،‬‬ ‫الىكع بجىاد ًُ َ‬
‫ؤلالجام ‪.‬‬
‫ً‬ ‫شبه واإلاُ َّ‬
‫ث‪ -‬الاطخػازة اإلاُؿلهت‪ :‬وهي التي زلذ مً مالئماث اإلاُ َّ‬ ‫َ‬
‫شبه به‪ ،‬ؤو هي ؤًػا ما‬
‫ً‬ ‫شبه واإلاُ َّ‬
‫ُذ ِيس مػها مالئماث اإلاُ َّ‬
‫شبه به مػا‪ ،‬ومشاُ ما زلذ مً اإلاالئماث نىُ اإلاخىبي‪:‬‬
‫َ‬ ‫(ًا بدز ًا بدس ًا ؾمامت ًا‪......‬لُث الشسي ًا ِخمام ًا زحل)‪ .‬واإلاُ َّ‬
‫شبه هىا اإلامدوح‪،‬‬
‫ي‬ ‫ٌّ‬ ‫َّ‬ ‫ُ‬
‫والحمام‪ ،‬والهسٍىت هي‬ ‫ِ‬ ‫‪،‬‬ ‫الشس‬ ‫ولُث‬ ‫ت‪،‬‬ ‫والؿمام‬ ‫والبدس‪،‬‬ ‫البدز‪،‬‬ ‫مً‬ ‫ًل‬ ‫به‬ ‫ه‬ ‫شب‬ ‫واإلا‬
‫ُ َ‬ ‫ُ ّ‬ ‫ُ َّ ُ َّ‬ ‫ّ‬
‫الىداء‪ ،‬وهي زالُت مً ما ًالئم اإلاشبه واإلاشبه به؛ ولرلَ ط ِمُذ باإلاؿلهت ‪.‬‬
‫كسدة‪ُ ،‬وم َّسيبت‪ ،‬وفي ما ًإحي بُان ّ‬ ‫ؤًػا بلى ُم َ‬‫ً‬ ‫ُج َ‬
‫لٍل منهما‪:‬‬ ‫ٍ‬ ‫هظم الاطخػازة‬

‫‪41‬‬
‫ّ‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ُ‬ ‫ؤ‪ .‬الاطخػازة اإلاُ َ‬
‫الخطسٍدُت‬ ‫كسدة‪ :‬هي التي ًٍىن اإلاظخػاز قيها لكظا مكسدا‪ً ،‬االطخػازة‬
‫ّ‬
‫واإلاٌىُت ‪.‬‬
‫لكظا‪ُ ،‬وح َّ‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ُ‬ ‫ُ َّ‬
‫ظمى‬ ‫ب‪ .‬الاطخػازة اإلاسيبت‪ :‬وهي التي ًٍىن اإلاظخػاز قيها جسيُبا ولِع‬
‫شابهت مؼ‬ ‫اطخػمل في ؾحر مىغػه؛ لػالنت اإلاُ َ‬ ‫الخمشُلُت‪ ،‬وهي جسيُب ُ‬
‫ّ‬ ‫باالطخػازة‬
‫ِ‬
‫الدز ؤمام‬ ‫ألاضلي‪ ،‬ومشاُ ذلَ نىُ" ‪:‬ال جىثر ّ‬ ‫ّ‬ ‫نسٍىت ماوػت مً جدهُو اإلاػنى‬
‫ّ‬ ‫ّ‬ ‫الحهُهي هىا هى ّ‬
‫الدز ؤمام الخىاشٍس‪ ،‬بال ؤهه ًُهاُ‬ ‫الىهي غً هثر ّ‬ ‫ّ‬ ‫الخىاشٍس!"‪ ،‬واإلاػنى‬
‫الىصح‬ ‫ًهدم ُّ‬ ‫ًإزر بها‪ .‬وهىا ُش ّبه مً ّ‬ ‫ُ‬
‫ًكهمها‪ ،‬ؤو ال‬‫ًهدم الىطُدت إلاً ال ُ‬ ‫مجا ًا إلاً ّ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ش‬
‫ّ‬
‫الدز ؤمام الخىاشٍس؛ بذ بن ًليهما ال ًيخكؼ‬ ‫إلاً ال ًكهمه‪ ،‬ؤو ال ٌػمل به‪ ،‬بمً ًىثر ّ‬
‫الحهُهي ّ‬ ‫ّ‬ ‫ُ‬
‫خالُت‬ ‫بالش يء الشمحن الري ؤ ِلهي بلُه‪ ،‬والهسٍىت التي جمىؼ مً بزادة اإلاػنى‬
‫كهم مً طُام الٌالم ‪.‬‬ ‫ُج َ‬

‫خصائص الاسخعازة‬
‫ً‬ ‫ً‬
‫مػنى يشحرا‬ ‫الاطخػازة ضكت مً ضكاث البالؾت‪ ،‬وقطاخت الهىُ‪ ،‬قهي حػؿي‬
‫ّ‬
‫بلكظ ٌظحر‪ ،‬ومً زطائطها الدصخُظ‪ ،‬وججظُد اإلاػنى‪ ،‬وبث الحُاة في الجماد‪،‬‬
‫ً‬
‫وجهسٍب اإلاػنى‪ ،‬وإبساشه ؤًػا‪.‬‬
‫ّ‬
‫ألاطاطُت التي‬ ‫هطد بةحساء الاطخػازة جدلُلها بلى غىاضسها‬ ‫بحساء الاطخػازة ًُ َ‬
‫شبه‪ ،‬واإلاُ َّ‬ ‫ًل مً اإلاُ َّ‬ ‫جخإلل منها‪ ،‬وَشمل الخدلُل حػُحن ّ‬ ‫ّ‬
‫شبه به في الاطخػازة‪ ،‬ووحه‬ ‫ِ‬
‫ُ‬
‫شبه واإلا َّ‬ ‫ُ‬
‫الشبه‪ ،‬ؤو الطكت التي ججمؼ بحن ؾسفي الدشبُه (اإلا َّ‬ ‫َّ‬
‫شبه به)‪ ،‬وهىع الاطخػازة‪،‬‬
‫كهم‬‫خالُت ُج َ‬
‫لكظُت‪ ،‬ؤو ّ‬ ‫الحهُهي‪ ،‬وًىنها ّ‬ ‫ّ‬ ‫ويرلَ هىع الهسٍىت التي جمىؼ مً بزادة اإلاػنى‬
‫ًىضح غىاضس الاطخػازة؛ بذ ًهىُ ابً اإلاُػتز‪ُ :‬‬
‫(ح ِمؼ‬ ‫مً طُام الٌالم‪ ،‬واإلاشاُ آلاحي ّ‬
‫ِ‬
‫الحو لىا في بمام ‪......‬نخل البسل وؤخُا الظماخا )وفي البِذ اطخػازجان‪ :‬ألاولى في نخل‬ ‫ّ‬
‫شبه به)‪ً ،‬جمؼ‬ ‫شبه)‪ ،‬بالهخل (وهى اإلاُ َّ‬ ‫ًل مظاهس البسل (وهي اإلاُ َّ‬ ‫البسل؛ خُث ُش ّبهذ ُّ‬
‫ِ‬
‫ُ‬ ‫ّ‬
‫جطسٍدُت؛ خُث بن اإلا َّ‬ ‫ّ‬ ‫بُنهما ّ‬
‫شبه به وهى‬ ‫الصواُ‪ ،‬ؤما الهسٍىت قهي البسل‪ ،‬والاطخػازة‬

‫‪42‬‬
‫ُ‬
‫طس ٌح به‪ّ .‬ؤما الاطخػازة الشاهُت قكي غبازة "ؤخُا الظماخا"؛ خُث ش ِّبه ججدًد‬ ‫الهخل‪ُ ،‬م َّ‬
‫شبه به)‪ ،‬لىحه الشبه في‬ ‫شبه)‪ ،‬باإلخُاء الري هى (اإلاُ َّ‬
‫ما جالش ى مً غادة الٌسم (وهى اإلاُ َّ‬
‫شبه به وهى ؤلاخُاء‬ ‫وْلن اإلاُ َّ‬
‫لكظُت في ًلمت الظماخا؛ ّ‬ ‫ّ‬ ‫ؤلاًجاد بػد الػدم‪ ،‬والهسٍىت‬
‫ّ‬
‫جطسٍدُت‪.‬‬ ‫طسح به‪ ،‬قاالطخػازة‬‫ُم َّ‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ّ‬ ‫الكسم بحن الدشبُه والاطخػازة ال ٌُ َ‬
‫ظخسدم له في‬ ‫ظخػمل الدشبُه بال لؿسغه اإلا‬
‫ًخؿحر غً خهُهت مػىاه‪ّ ،‬ؤما الاطخػازة‪ ،‬قهي حػلُو الػبازة غلى ؾحر ما‬ ‫ؤضل اللؿت‪ ،‬قال ّ‬
‫جخػمً مػنى الدشبُه‪ ،‬بِىما لِع‬ ‫ّ‬ ‫ًل اطخػازة‬‫قةن ّ‬‫ُوغػذ له في ؤضل اللؿت؛ لرلَ ّ‬
‫ِ‬
‫ًل حشبُه اطخػازة‪.‬‬ ‫ُّ‬

‫‪al-Maja>z al-Mursal‬‬
‫ُ‬ ‫ُ‬
‫املسسل‬ ‫املجاش‬
‫ض ّلي لػالنت ؾحر اإلاشابهت َمؼَ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫اط ُخ ْػم َل ْذ في َؾ ْحر َ‬ ‫ًلمت ْ‬ ‫ٌ‬ ‫ُ‬ ‫ا ُ‬
‫ِ‬ ‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ألا‬ ‫ػىاها‬ ‫م‬ ‫ِ‬ ‫اإلاسطل هى‬ ‫ملجاش‬
‫َ َّ َّ ُ‬ ‫َّ َّ ُ‬ ‫ُ َ‬ ‫ألاض ّ ْ َ‬ ‫اإلاػنى ْ‬ ‫نسٍىت ماوػت مً ب ادة َ‬
‫لي‪ .‬و ِمً غالناث املجاش اإلا ْسطل‪ :‬الظببُت ‪-‬اإلاظببُت ‪-‬‬ ‫ِ‬ ‫ٍ ِز ِ‬ ‫ٍ‬
‫َّ ُ‬ ‫ّ‬ ‫ُ ََ ُّ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َّ ُ ْ َ ُ‬ ‫ُ ُ‬
‫الحالُت‪.‬‬ ‫اغخباز ما ًٍىن ‪ -‬املح ِلُت ‪ِ -‬‬ ‫الجصئُت ‪ -‬الٍلُت ‪ -‬اغخباز ما ًان ‪-‬‬
‫ْ ً‬
‫الظ َماء ِزشنا َو َما‬ ‫﴿ه َى َّال ِري ًُس ٌٍُ ْم َآًا ِج ِه َو ٍُ َج ّز ُُ َل ٌُم ّم ًَ َّ‬ ‫هللا ‪َ -‬ح َػ َالى ‪ُ :-‬‬ ‫مشاله نىُ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ُ‬ ‫ً‬ ‫ََ‬ ‫َ‬ ‫ُّ ُ َ َ‬ ‫َّ‬ ‫ًَ َخ َر َّي ُس ب َّال َمً ًُ ِى ُ‬
‫ماء غلى ِغب ِاد ِه خهُهت؟ السشم ِؤم‬ ‫َ‬ ‫ِب﴾ َما الري ًُ ِجزله ‪ -‬ح َػالى ‪ِ -‬مً الظ ِ‬
‫َّ‬
‫ِ‬
‫ُ َ ْ ُ َّ َّ َ َ‬ ‫ً‬ ‫ْ‬ ‫ُ َ ََ َ ُ َْ َ َ‬
‫آلاًت والؿُث؟ هدً وػلم ؤن الظماء ال‬ ‫اإلارًىز ِفي ِ‬ ‫ِ‬ ‫الؿُث؟ وما الػالنت بحن لك ِظ "زشنا"‬
‫هللا ًٌُس ُم َ‬ ‫بإن َ‬ ‫ووػلم َّ‬ ‫َّ ً َ ُ ُ َ َ َ ً‬ ‫ً َ‬ ‫ُج ُ‬
‫الؿُث ِم ًَ‬ ‫ِ‬ ‫اُ‬ ‫ِ‬ ‫ص‬ ‫بةه‬ ‫غباد ُ‬
‫ه‬ ‫ِ‬
‫ُ‬ ‫‪،‬‬ ‫ا‬‫ام‬ ‫ػ‬ ‫ؾ‬ ‫س‬ ‫مؿ‬
‫ِ‬ ‫ج‬ ‫وال‬ ‫‪,‬‬ ‫ت‬ ‫قػ‬ ‫وال‬ ‫مؿس ذهبا‬
‫شم‬ ‫الس ُ‬ ‫ًان ّ‬ ‫الظماء‪ .‬وإلاَّا َ‬
‫ِ‬ ‫لكظ "زش ًنا" ُه َى اإلاَ ُاء اإلانهم ُس م ًَ َّ‬ ‫ِ‬
‫ىد ‪ -‬بذن ‪ -‬م ْ‬
‫ً‬ ‫ط ُ‬ ‫الظماء‪ ،‬قاإلاه ُ‬ ‫َّ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ّ‬ ‫َ َّ َ َ‬ ‫َّ ً‬
‫بُنه َما غالنت‬ ‫الػالنت ُ‬ ‫ًاهذ‬
‫سشم‪ِ ،‬‬ ‫ِ‬ ‫ال‬‫ِ‬ ‫ي‬ ‫ف‬‫ِ‬
‫ٌ‬
‫طبب‬ ‫ُث‬ ‫الؿ‬ ‫ؤن‬ ‫ى‬ ‫مػن‬ ‫ب‬‫ِ‬ ‫‪،‬‬‫الؿُث‬‫ِ‬ ‫غً‬‫مظب ِ‬‫با‬
‫هى َم َج ٌاش ُم َ‬ ‫الظ َبب َ‬ ‫لُدُ َغلى َّ‬ ‫َ‬ ‫اإلاظب ُب َّ‬ ‫واملجاش الري ًُري ُس قُه َّ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫ّ‬
‫سط ٌل‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫بب‪،‬‬‫اإلاظب ِب بالظ ِ‬
‫ُُ َ ُ‬
‫اإلاظ َّب َّبُت‪.‬‬ ‫غالنخه‬

‫‪43‬‬
‫َّ َ َ‬ ‫َ‬ ‫َ َ َ‬ ‫َ َ‬ ‫َ َ‬
‫نبت" ِفي‬ ‫ًلمت "ز ٍ‬ ‫﴿و َمً ن َخ َل ُم ْا ِم ًىا زؿ ًئا ق َخ ْد ِس ٍُس َزن َب ٍت ُّم ْا ِم َى ٍت﴾ بن‬ ‫ًهى ُُ ‪ -‬ح َػالى ‪:-‬‬
‫ٌّ َّ َ‬ ‫َ‬ ‫الظهل ْؤن َه َ‬ ‫ؤلاوظ ُ‬
‫قةهه ال‬ ‫آلاًت مجاشي‪،‬‬ ‫ِ‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ِ‬ ‫ها‬ ‫اطخػمال‬ ‫كه َم َّؤن‬ ‫ان‪ ،‬وم ًَ َّ‬
‫ِ‬
‫آلاًت ًُ َس ُاد ب َها َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬
‫ؤلاوظان‬ ‫ِ‬ ‫ولِع بُن َها َوبحن‬ ‫حصء ِمً ؤلاوظان وجسى الباقي‪َ ,‬‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫جدسٍس ٍ‬ ‫َ‬ ‫ًمًٌ ؤن ًٍىن اإلاهطىد‬
‫حصء م ًْ َح َ‬ ‫َ َ َ َ َّ َّ َ‬ ‫مشاب َهت‪َ ,‬قال َّبد م ًْ ُ‬
‫ؤلاوظان‬ ‫ِ‬ ‫د‬ ‫ِ‬ ‫ظ‬ ‫ِ‬ ‫نبت ٌ‬ ‫الس‬ ‫بن‬ ‫؟‬ ‫ي‬ ‫ه‬ ‫ِ‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ق‬ ‫‪,‬‬ ‫ي‬ ‫ؤزس‬ ‫غالنت‬
‫ٍ‬ ‫ىد‬ ‫ِ‬ ‫وح‬ ‫ِ‬ ‫ؤي َ ٍ‬ ‫ُّ‬
‫َّ ُ‬ ‫الػالنت َ‬ ‫َ‬
‫اُ‪ِ :‬ب َّن‬ ‫لَ ًُ َه ُ‬ ‫الٍل‪ ,‬ول َر َ‬ ‫ُ ُ َ‬ ‫يبحر قُه‪ُ ،‬قإ َ‬ ‫ٌ‬ ‫َ‬
‫الجصئُت‪.‬‬ ‫هىا‬ ‫الجصء وؤ ِزٍد ُّ ِ‬ ‫ؾلو‬ ‫ول َها شإن ٌ ِ‬
‫الحهُهي واإلاَ َ‬ ‫الجصئُت َب ْح َن اإلاَ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬
‫ػنى‬ ‫ّ‬ ‫ػنى‬ ‫َّ‬ ‫اللت َغلى الػالن ِت‬ ‫الٌسٍمت ِفي الد ِ‬ ‫ِ‬ ‫آلاًت‬
‫ومشل ِ‬ ‫ُ‬
‫َ‬ ‫ً‬ ‫ؤط َدي ُله َّ‬ ‫دد ُر َغ ًْ َشخظ ْ‬ ‫املجاش ّي نى ُُ الشاغس‪َ ًَ 2‬خ َّ‬
‫قهاب َل مػسوق ُه‬ ‫مػسوقا َ‬ ‫اغس‬ ‫الش ُ‬
‫ٍ‬ ‫ِ‬
‫مخه هظمَ‬ ‫غل ُ‬ ‫ُ َ ‪ّ ْ ََ.‬‬ ‫َّ‬ ‫ّ‬ ‫ََ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ََ ُ‬ ‫ُ‬ ‫َ ُ َّ‬
‫طاغده زماوي ويم‬ ‫ىم قلما اشخد ِ‬ ‫بالجحىد والػد ِاء‪ :‬ؤغ ِلمه السماًت ًل ً ٍ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ْ‬
‫ػلم َّؤن الهاق َُت ُجؿ ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ً‬ ‫َ‬
‫ألازحر ِم ًَ‬ ‫ِ‬ ‫الجصء‬
‫ِ‬ ‫لو َغلى‬ ‫ِ‬ ‫ويما و ُ‬ ‫ناُ ناقُت هجاوي َ‬ ‫الهىافي قلما َ‬
‫َ ْ‬ ‫ػنى ل َلكظت َ‬ ‫الشاغ َس ْ ُ ْ َ َ َ َ‬ ‫ًهي َّؤن َّ‬ ‫ّ‬
‫الها ِق َُ ِت‪ ،‬بذ َّبن هظ َم‬ ‫لم ً ِسد هرا اإلا ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫الب ِد ّ‬ ‫الشػس‪ ,‬وم ًَ َ‬
‫بِذ ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫بالبِذ ؤو َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫الش َ َّ ُ‬ ‫ّ‬
‫ؤيثر‬ ‫ِ‬ ‫بالهاقُت وخدها‪ ،‬بل‬ ‫ِ‬ ‫ؾحر ِه‪ ،‬ال ًٍىن‬ ‫ػس وما ٌػبر غىه ِمً ِهج ٍاء ؤو ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ّ‬
‫مؼ َّؤن لكظت‬ ‫ؤيثر م ًَ الشػس‪ْ ،‬‬
‫ِ‬ ‫بلكظت "ناقُت" بِخا ؤو َ ِ‬ ‫ِ‬ ‫اغ ُس ؤ َز َاد هىا‬ ‫ػس‪ ،‬قالش ِ‬ ‫الش ِ‬ ‫ِمً ِ‬
‫َ‬
‫ً‬ ‫ْ ُ ً َّ َ َ َ َ َ ْ َ َّ‬ ‫ً َ َ ُ ُّ َّ َ َ‬
‫اإلارًىز "ناقُت"‬ ‫ِ‬ ‫لكظ‬ ‫ِ‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫ح‬ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫الػ‬ ‫قةن‬ ‫‪،‬‬ ‫بذا‬ ‫‪،‬‬ ‫ه‬ ‫ى‬ ‫م‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫حر‬ ‫ألاز‬ ‫الجصء‬
‫ِ‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫"ناقُت" ال جدُ بال غ‬
‫ُ َّ‬ ‫ُ َّ ُ َ‬ ‫ُ‬ ‫ّ‬ ‫َ َ‬
‫الجصء لُدل َىا‬ ‫قُه‬ ‫بالٍل‪ ,‬واملجاش الري ًري ُس ِ‬ ‫ّ‬
‫الجصء ِ‬ ‫ِ‬ ‫"الش ْػس" ِه َي غالنت‬ ‫واإلاػنى اإلاس ِاد ِ‬
‫الجصئُت‪.‬‬
‫ُّ‬
‫مسطل غالن ُخ ُه‬
‫ٌ َ‬
‫الٍل ُه َى َم َج ٌاش‬ ‫َغ َلى ّ‬
‫َ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ُ‬
‫﴿وإوي ًل َما َد َغ ْى ُت ُه ْم لخؿك َس ل ُه ْم َح َػلىا ؤ َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫ّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫ض ِاب َػ ُه ْم ِفي آذ ِان ِه ْم‬ ‫ِ ِ‬ ‫ًهىُ ‪ -‬حػالى ‪ِ ِ :-‬‬
‫َ‬
‫ىغ ُؼ‬ ‫اطخ ٌْ َبا ًزا﴾ َه ْى ُظ ُس في نىله ‪َ -‬ح َػ َالى ‪َ ,-‬ق َهل َما ًُ َ‬ ‫ْ‬ ‫َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ََ َ َ ْ َ َْ‬
‫ِ ِِ‬ ‫واطخؿشىا ِزُاب ُه ْم وؤض ُّسوا واطخٌب ُروا ِ‬
‫َ َّ‬ ‫َ َ‬ ‫ؤلاضبؼ ًُّل َها؟ ال‪َّ ,‬‬ ‫ُ‬
‫ضبػ ُه ًل َها ِفي‬ ‫ػ َؼ ِب‬ ‫ظخؿُؼ ْؤن ًَ َ‬ ‫ُ‬ ‫ؤلاوظان ال ٌَ‬ ‫ْلن‬ ‫ُ‬ ‫ِفي ألاذ ِن َلِ ُظ َّد َها ُه َى‬
‫ْ ُ‬ ‫ُ‬ ‫ألا َهام ُل‪ ,‬ول َه َرا ههى ُُ‪َّ :‬‬ ‫ً َ َ َ‬ ‫ُؤذهه‪َ ،‬‬
‫ؾلهذ وؤز ٍَد‬ ‫الٌسٍمت ؤ‬
‫ِ‬ ‫آلاًت‬
‫ِ‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ِ‬
‫َ‬
‫ألاضابؼ‬ ‫بن‬ ‫ِ ِ‬ ‫ي‬ ‫وه‬
‫ِ‬ ‫ا‬ ‫منه‬ ‫بػػا‬ ‫ل‬ ‫ْ‬ ‫ب‬ ‫ِِ‬
‫َّ َ َ‬ ‫قُه ُّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫حصء وألاضاب ُؼ ٌّ‬ ‫ؤؾساق َها‪ ,‬وألاؾساف ٌ‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬
‫الجصء‬‫ِ‬ ‫الٍل لُدُ غلى‬ ‫ًل‪ ,‬واملجاش الري ًري ُس ِ‬ ‫ِ‬
‫َ َ َ‬ ‫ٌ َ َُْ‬ ‫النخ ُه َّ‬ ‫مسطل َغ ُ‬ ‫هى ٌ‬
‫ؤزسي هري ُس ِم ْن َها نىله ‪ -‬ح َػالى‬ ‫الٌسٍمت آًاث‬ ‫ِ‬ ‫آلاًت‬
‫ومشل ِ‬ ‫الٍلُت‪ُ .‬‬ ‫ٌ‬ ‫مجاش‬ ‫َ‬
‫ُ َ َ ُ‬ ‫َ َّ ُ َ َّ َ ُ َ ْ َ ْ َ‬
‫َ‬
‫الجصء‬ ‫ؾلو الٍ َّل "ألاًدي" َوا َز َاد‬ ‫الظا ِزنت قانؿ ُػىا ؤ ًْ ِد َي ُه َما﴾ خُث ؤ‬ ‫‪﴿ :-‬والظ ِازم و‬
‫َّ‬
‫"ألايل"‪.‬‬

‫‪44‬‬
‫َ َْ ُُ ْ‬ ‫َّ‬ ‫َ ََ ُ ْ ْ َ َ‬ ‫َ َ‬ ‫َ ُ ْ ْ‬ ‫َ ُ َ َ‬
‫﴿وآجىا ال َُ َخ َامى ؤ ْم َىال ُه ْم َوال جد َب َّدلىا الخ ِبِث ِبالؿ ُِّ ِب َوال جإًلىا‬ ‫هللا ‪ -‬ح َػالى ‪:-‬‬ ‫ناُ‬
‫وهم ضؿ ٌاز‪،‬‬
‫َ‬ ‫آبائهم ُ‬ ‫اث ُ‬ ‫رًً َم َ‬ ‫َّ‬
‫الُ َخ َامى ُه ُم ال َ‬ ‫ان ُخ ًىبا َيب ًحرا﴾ َ‬ ‫َؤ ْم َى َال ُه ْم بلى ؤ ْم َىال ٌُ ْم ب َّه ُه ًَ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫ًإم ُس ؤنْ‬ ‫َ‬
‫قهل ٌػه ُل ؤن هللا ُ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫السحاُ‪ْ ،‬‬ ‫ّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ُ َ ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬
‫وند ازخظ هرا الاطم بمً لم ًبلـ منهم مبلـ ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫بإمىزهم؟‪,‬‬ ‫ِ‬
‫ونُم ُ‬
‫ًهىم‬ ‫بداحت بلى ًاقل ًٌكلهم ّ‬
‫ِ‬ ‫ٍِ‬ ‫ٍ‬ ‫وه ْم َما َشالىا‬ ‫ؤمىاُ آبائهم ُ‬
‫ِِ‬
‫َ‬ ‫هاالء‬
‫ِ‬ ‫ٌُػؿى‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ً‬
‫ػد ْؤن ًاهىا‬ ‫منهم َب َ‬ ‫شد ُ‬ ‫والس ِ‬ ‫وضلىا ِط ًَّ البلىؽ ُّ‬ ‫بةغؿاء ألامىاُ بلى َم ًْ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫جإم ُ‬
‫س‬ ‫قاآلًت ُ‬ ‫‪،‬‬ ‫ؤبدا‬
‫َ َُ‬ ‫َ‬ ‫ػملذ ِفي البالؿحن َّ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫ٌ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ َ‬
‫الس ِاشدًً‪ ,‬والػالنت‬ ‫ًخامى‪ ،‬قٍلمت "الُخامى" هىا مجاش‪ْ ,‬لنها اطخ ِ‬
‫اإلاسطل‪.‬‬ ‫املجاش‬ ‫غالناث‬ ‫بخدي‬ ‫ًان" وه َي َ‬ ‫"اغخباز ما َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ألا ْزع مًَ‬ ‫َ َ َ ُ ٌ َّ ّ َ َ َ ْ َ َ ْ َ‬ ‫ناُ ‪َ -‬ح َػ َالى‪َ -‬غ ًْ َ‬ ‫َ‬
‫ِ ِ‬ ‫هىح غلُه الظالم‪﴿ :‬وناُ هىح ز ِب ال جرز غلى‬ ‫ٍ‬ ‫ان‬ ‫ِ‬ ‫لظ‬
‫ط َد‬ ‫ًٍ َد ًَّا ًزا * ب َّه ََ بن َج َر ْز ُه ْم ًُػ ُّلىا غ َب َاد َى َ َوال ًَل ُدوا ب َّال َقاح ًسا َي َّكا ًزا﴾‪َ .‬ق َه ْل َن َ‬ ‫ْال ٍَاقس َ‬
‫ُ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِِ‬
‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫ً‬
‫ؤؾكاُ نىم ِه ًىلدون قجازا ويكازا مىر َّ‬ ‫َّ‬ ‫ً‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫ٌ‬
‫والدت ِهم‪،‬‬ ‫اغت ألاولى ِمً ِ‬ ‫الظ ِ‬ ‫َ ِ‬ ‫هىح غلُه الظالم ؤن‬
‫ُ‬
‫نُمذ ِب ِه الػالنت‬ ‫الاغخباز َّالري ُؤ ْ‬ ‫ُ‬ ‫شد؟ َوما‬ ‫طً ُّ‬ ‫بػد بلىؾهم َّ‬ ‫قجىز ُهم طٍُى ُن َ‬ ‫َ‬ ‫ؤم َّؤن‬
‫الس ِ‬ ‫ِ‬
‫غلُه‪،‬‬ ‫بسٍئا ال َ ُ َ ْ َ‬ ‫ً‬ ‫ُ َ ُ َ‬
‫ىلىد َغلى‬ ‫َب َ‬
‫ذهب له وال بزم ِ‬ ‫الكؿسة‬
‫ِ‬ ‫اإلاىلىد؟ ًىلد اإلا‬ ‫ِ‬ ‫الٍاقس و‬ ‫ِ‬ ‫الكاحس‬ ‫ِ‬ ‫حن‬
‫دى الٌكس‪ ،‬وإلاَّا َ‬ ‫ًدقػىه ُه َه َ‬ ‫َ‬ ‫َُ َ‬ ‫نَ‬
‫الكجازُ‬ ‫ًان َّ‬
‫ِ‬ ‫ؤلاًمان ؤو‬ ‫ِ‬ ‫ولًٌ َم ًْ ًدُؿى ِب ِه ًإزروهه هدى‬
‫َ‬ ‫َّ‬
‫َ‬
‫ألاؾكاُ‬ ‫هاالء‬
‫ِ‬ ‫ىح غلُه الظالم َّؤن‬ ‫بمىالُد نىم هىح‪َ ،‬غ َس َف ُه ٌ‬ ‫املحُؿحن‬ ‫والٌك ُاز ُهم ُ‬
‫ؤيثر‬ ‫َّ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ًَ‬ ‫ٌ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫نَ‬ ‫ً ٍَ‬ ‫طً ُّ‬ ‫ػد بلىؾهم َّ‬ ‫طٍُىهى َن َب َ‬
‫غليهم حمُػا‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫هىح‬ ‫ا‬ ‫غ‬ ‫قد‬ ‫م‪،‬‬ ‫ه‬ ‫ِ‬ ‫ب‬ ‫ِ‬ ‫ًدُؿى‬ ‫ً‬ ‫إلا‬ ‫ِ‬ ‫ضىزة‬ ‫شد‬ ‫ِ‬ ‫الس‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫دا به َما اإلاىلىدَ‬ ‫ً‬ ‫َّ‬ ‫ً‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َّ َ َ‬ ‫هللا ‪َّ -‬‬ ‫ون ْد َذ َي َس ُ‬ ‫َ‬
‫ناض ِِ‬ ‫هىح لكظي "قاحسا يكازا" ِ‬ ‫ِ ٍ‬ ‫ان‬ ‫لظ‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫غ‬ ‫‪-‬‬ ‫وحل‬ ‫غص‬
‫ُ َ َ َ ُ نُ‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫ٌ‬ ‫وه َرا ٌ‬ ‫باغخباز َما َط ٍَُى ُن غلُه‪َ ،‬‬
‫مسطل غالنخه "اغخباز ما طٍُى "‪.‬‬ ‫مجاش‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الىاض َُت * َهاض َُت ًَاذ َبت َزاؾ َئت * َق ْل َُ ْدعُ‬ ‫﴿ي َّال لئن َّل ْم ًَ َيخه ل َي ْظ َك ًػا ب َّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫ِ ٍ ِ ٍ ِ ٍ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ناُ هللا حػالى‪:‬‬
‫َ‬
‫ػنى غشحرج ُه‪,‬‬ ‫َ‬ ‫قلُدع َ‬ ‫ُ‬ ‫هللا ‪َ -‬ح َػ َالى ‪ْ ،-‬‬ ‫ٌ َ‬ ‫َ َ َ َ‬
‫ومجلظ ِه‪ِ ٌ ,‬‬ ‫ِ‬ ‫هاد ًِه‬ ‫ؤهل ِ‬ ‫ؤي‬
‫َ‬
‫ه ِادًه﴾ هرا وغُد ِمً ِ‬
‫َّ َ َ ُ‬ ‫ُّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫قلُيخط ْس ِبهم َبذا َّ‬
‫ػسف‬ ‫ِ‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ى‬ ‫ه‬ ‫قة‬ ‫ِ‬ ‫‪،‬‬ ‫والاطخسكاف‬
‫ِ‬ ‫خسٍت‬
‫ِ‬ ‫للس‬ ‫‪-‬‬ ‫ا‬ ‫هى‬ ‫‪-‬‬ ‫مس‬ ‫وألا‬ ‫‪,‬‬ ‫ه‬ ‫ِ‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫هللا‬ ‫ِ‬ ‫غهاب‬ ‫خل‬ ‫ِ ِ‬
‫َ ْ َ َ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ػنى الىادي م ُ‬ ‫َّؤن َم َ‬
‫اإلاٍان‬‫ِ‬ ‫الٌسٍمت مً ِفي هرا‬ ‫ِ‬ ‫آلاًت‬
‫الاحخماع‪ ،‬ولًٌ اإلاهطىد ِب ِه ِفي ِ‬ ‫ٍان‬ ‫ِ‬
‫ّ َّ ُ‬ ‫ُ‬ ‫ُّ‬ ‫َ‬ ‫ُّ‬ ‫َ‬ ‫َُ ِ ٌ ُ‬ ‫ُ‬ ‫ْ‬
‫"املحلُت"‪,‬‬ ‫ِ‬ ‫قُه املحل وؤزٍد الحاُ‪ ،‬قالػالنت‬ ‫ِمً غشحرِج ِه وهطسا ِئ ِه‪ِ ،‬قهى مجاش ؤؾلو ِ‬
‫امل َجاش اإلاُ َ‬ ‫َ‬ ‫َ َ‬
‫سط ِل‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫الناث‬ ‫وه َي بخدي غ ِ‬ ‫ِ‬

‫‪45‬‬
‫ّ‬ ‫َّ َ َ َّ َ ْ َ َّ ْ ُ ُ ُ َ‬
‫ّللا ُه ْم ِق َيها‬ ‫ْ‬
‫وحل‪﴿ :‬وؤ َّما ال ِرًً ابُػذ وحىه ُه ْم ق ِكي َزخ َم ِت ِ‬
‫ًهىُ هللا َّ‬
‫غص‬
‫ؤمس‬‫خم ُت ٌ‬ ‫الٌسٍم ُت‪َّ ,‬‬
‫قالس َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫الظ ِاب َه ِت جإ ِحي َه ِر ِه آلاًت‬ ‫الح َال ِت َّ‬ ‫النت في َ‬ ‫َ َ‬ ‫َ ُ َ ‪.‬‬
‫ز ِالدون﴾ ِب ِس ِ‬
‫الف الػ ِ ِ‬
‫ُ‬ ‫َ‬
‫وإه َما ًُ َد ُّل ِفي َمٍا ِه ِه‪ ,‬قاطخػمال ُه ‪ُ -‬ه َىا ‪ُ -‬ه َى‬ ‫ػنى م ًَ اإلاػاوي َال ًُ َد ُّل قُه‪َّ ,‬‬ ‫ُّ َ َ‬
‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫مػىىي وم ِ‬
‫امل َحل‪ُّ،‬‬‫ُّ ُ َ َ‬ ‫َ‬ ‫ُّ ُ َ َ َ ُّ َ ُ‬ ‫َ‬ ‫ٌّ َ ْ ُ‬ ‫ٌ‬
‫قُه الحاُ وؤ ِزٍد املحل‪ ,‬وإذا ذ ِيس الحاُ وؤ ِزٍد‬ ‫اطخػماُ مجاشي‪ ,‬ند ؤؾلو ِ‬
‫َ ََ‬ ‫َ َ‬ ‫َُ ّ‬
‫اث‪.‬‬‫الػالن ِ‬ ‫وه َي ير ِل ََ ِب ْخ َدي َه ِر ِه‬ ‫ِ‬ ‫ت"‪،‬‬ ‫"خال ّ‬
‫ُ‬ ‫قالػالنت‬
‫ٌ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫الظ ِاب َه ِت ز ْؤً َىا َّؤن ً َّل َم َج ٍاش ِم َّما َط َب َو ًاهذ ل ُه غالنت‬ ‫اطخيخاج‪ :‬م ًْ ِزالُ ألامشل ِت َّ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ُّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫ألاضلي‪َ ،‬وهرا الىىع ِمً امل َج ِاش اللؿى ّي‬ ‫ّ‬ ‫ادة اإلاػنى‬ ‫ماوػت ِمً بز ِ‬ ‫ٍ‬ ‫نسٍىت‬
‫ٍ‬ ‫إلاشابهت َمؼ‬
‫ِ‬ ‫ُ‬
‫ؾحر ا‬
‫ََ‬ ‫غىا َ‬ ‫وؤغس َ‬ ‫ُ َ ََ َ َْ َ َ َ‬ ‫ُ‬ ‫ٌُ َّ‬
‫بػػ َها آلاز ِس‬ ‫يس ِ‬ ‫ِ‬ ‫ذ‬ ‫ِ‬ ‫ً‬ ‫غ‬ ‫اث َ‬ ‫ِ‬ ‫الن‬ ‫الػ‬ ‫ؼ‬ ‫ػ‬‫ب‬ ‫ا‬‫سه‬ ‫ي‬ ‫ذ‬ ‫د‬ ‫ون‬ ‫"‪.‬‬ ‫اإلاسطل‬ ‫"املجاش‬ ‫ظمى‬
‫يس ُه‪.‬‬ ‫اغه َبلى َما َم َّس ِذ ُ‬ ‫الري ًُمٌ ًُ بز َح ُ‬

‫>‪al-Maja>z al-‘Aqli‬‬
‫املجاش َ‬
‫الع ُّ‬ ‫ُ‬
‫قلي‬
‫الػ َسِب َُّ ِت‪َ ٌُ ,‬ػ ِّب ُر َغ ًْ َط َػ ِت َه ِر ِه‬
‫لؿت َ‬ ‫ُّ َ‬ ‫ىب م ًْ َؤ َ‬ ‫ُ‬
‫ؤطل ٌ‬ ‫املجاش َ‬
‫الػ ُّ‬ ‫ُ‬
‫ُب ال ِ‬ ‫ِ‬ ‫ال‬
‫ِ‬ ‫ط‬ ‫ِ‬ ‫هلي هى‬
‫اُ قُه ُ‬ ‫َ‬ ‫َْ َ‬ ‫الخ َ‬‫َ َ‬ ‫ش‬ ‫وندزت َها َغ َلى َج َ‬ ‫ُّ َ ُ‬
‫الهاه ِس‬
‫ِ‬ ‫غبد‬ ‫ِ ِ‬ ‫ن‬ ‫د‬ ‫ون‬ ‫‪.‬‬ ‫اُ‬‫ِ‬ ‫ُ‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ب‬ ‫الحهُهت‬
‫ِ ِ‬ ‫خدود‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫او‬ ‫ج‬ ‫ِ‬ ‫اللؿ ِت‪,‬‬
‫ُ‬ ‫َ َ‬ ‫ٌَْ ْ ُ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َّ ُ َ َ َ َ‬ ‫ّ‪َ َ 4‬‬
‫البالغ ِت‪ ,‬ومادة‬ ‫ىش‬
‫الجسحاوي ‪" :‬هرا الضسب ِمن املج ِاش على حد ِج ِه‪ ,‬كنز ِمن كى ِ‬
‫‪.‬‬ ‫والاحساع في َطسيق َ‬
‫الب َي ِان"‬
‫ّ‬
‫ان‬ ‫َ‬
‫وإلاحس‬ ‫إلابداع‬ ‫ي‬‫ف‬ ‫ليغ‬ ‫الشاعس املفلق‪ ,‬والكاجب َ‬
‫الب‬
‫َّ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬
‫ُ‬
‫الػهلي ؾحر اللؿىي‪ْ ،‬لن ألازحر ٌظخػمل قُه اللكظ في ؾحر ما وغؼ له وٍساد‬ ‫ُ‬ ‫ّ‬ ‫ُّ‬ ‫وامل َج ُاش‬
‫الػهلي قُما ُوغؼ له‪ .‬قلى نلىا "بنى‬ ‫ّ‬ ‫ؾحر ما ُوغؼ له‪ ،‬بِىما ٌُظخػمل اللكظ في املجاش‬
‫ٌ‬
‫وشيس الخعليم العالي جامعت" اطخػملىا قػل بنى في مػىاه‪ ،‬ويرلَ ًلمت الىشٍس‪،‬‬
‫وؤزدها منها داللتهما اإلاىغىغت‪ ،‬ولٌىىا طلٌىا مظلَ مجاش آزس هى اإلاىطىم باملجاش‬
‫ّ‬
‫الػهلي والري ًٍىن قُه املجاش في بطىاد وبىاء الجامػت بلى الىشٍس‪ ،‬ؤي ؤهىا ّادغُىا في‬
‫مظب ُ‬ ‫ْلهه آلامس بالبىاء ّ‬ ‫ّ‬ ‫ّ‬
‫به هى الباوي مؼ ؤهه لِع الباوي خهُهت‪ .‬وهرا‬ ‫ِ‬ ‫الػهل ؤهه الىشٍس‪,‬‬
‫ُ‬ ‫ُ‬
‫ًسخلل غما لى اطخػملىا لكظ الظبب في اإلا َظ ّبب وؤزدها مىه اإلا َظ ِّبب يما في املجاش‬

‫‪46‬‬
‫ً‬
‫اللؿىي اإلاسطل‪ ،‬خُث ال ٌػىد الىشٍس مظخػمال في اإلاىغىع له‪.‬‬
‫والػهل هى الهسٍىت غلى هرا املجاش الػهلي وهرا الادغاء والخجزًل‪ ،‬وهرا املجاش‬
‫ً‬ ‫في ؤلاطىاد‪ْ ,‬لن الىشٍس ٌظخدُل في الػادة ؤن َ‬
‫ًبني حامػت وخده‪ ،‬بل هى ال ٌشازى في‬
‫مصٍا بىغؼ حجس ألاطاض‪ ،‬بل زحاله مً مهىدطحن ُ‬ ‫ً‬
‫وغماُ هم‬ ‫بىائها في الػادة بال ز‬
‫غهلي وإطىاد للكػل بلى ؾحر‬ ‫ّ‬ ‫الرًً نامىا بهرا الػمل‪ ،‬وإطىاد البىاء بلُه مجاش‬
‫ّ‬ ‫ٌ‬ ‫ٌ‬ ‫َ َ‬ ‫ضاخبه‪ .‬ول َه َرا َّ‬
‫طىىض ُح َها ِم ًْ‬ ‫ِ‬ ‫ؤلاطىاد‬
‫ِ‬ ‫بازخالف‬
‫ِ‬ ‫مسخلكت‬ ‫غالناث‬ ‫اش‬
‫ِ‬ ‫ج‬ ‫امل َ‬ ‫ً‬ ‫م‬ ‫ىع‬
‫ِ ِ‬ ‫الى‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫جُت‪:‬‬ ‫ِزال ُِ ألام ِشل ِت آلا ِ‬
‫ُ‬
‫ال ِف ْس َع ْىن َيا‬ ‫سغى َن‪َ ﴿ :‬و َق َ‬ ‫طبداه ُه خ ٍَ َاً ًت َغ ًْ ق َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫‪ -1‬عالقت السببيت‪ً :‬هى ُُ ُ‬
‫هللا‬
‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ ً َّ َ ّ َ ْ ُ ُ ْ َ ْ َ َ ‪.‬‬ ‫َ َ ُ ْ‬
‫آلاًت هجد ٌشبه في جدلُله‬ ‫هامان اب ِن ِلي صسحا لع ِلي أبلغ ْلاسباب﴾ ِفي ه ِر ِه ِ‬
‫ان ‪ُ -‬‬ ‫قةن َه َام َ‬ ‫الحهُهي‪َّ ,‬‬ ‫َ َ‬
‫وه َى‬ ‫ّ‬ ‫قاغ ِل ِه‬‫ِ ِ‬ ‫ؾحر‬ ‫ى‬ ‫بل‬ ‫"ابن" ؤط ِىد‬ ‫ُ‬
‫اإلاشل الظابو‪ ,‬قالكػل ِ‬
‫وإه َما َم ًْ ًَ ُه ُ‬ ‫هىم بكػل الب َىاء بىكظه‪َّ ,‬‬ ‫ُ َ‬
‫بالكػل ُه ُم‬ ‫ِ‬ ‫ىم‬ ‫ِ ِ‬ ‫واإلاظدشاز ‪ -‬ال ًَ ُ ِ ِ ِ ِ‬ ‫ُ‬
‫الىشٍس‬
‫ً‬ ‫ْ َّ َ َ‬ ‫َ‬
‫الىشٍس َط َببا ِفي ِب َى ِاء‬ ‫ُ‬ ‫ًان َهرا‬ ‫مس‪ ,‬ولًٌ إلاا‬ ‫ألا َ‬ ‫ػؿي‬ ‫َّ َ ُ َ َ ْ ُ‬
‫اُ والبىائون‪ ,‬وهى مً ٌ ِ‬ ‫الػم ُ‬ ‫َّ‬
‫الك َ‬ ‫َ ٌ َ َ ٌ َّ‬ ‫ان َ‬ ‫قػالن ُت َه َام َ‬ ‫َ‬ ‫الطسح‪ُ ,‬ؤطى َ‬ ‫َّ‬
‫ػل ‪-‬‬ ‫بالبى ِاء غالنت طب ِب َُّت‪ ,‬وْلن ِ‬ ‫ِ‬ ‫‪,‬‬ ‫بلُه‬
‫ِ‬ ‫ُ‬
‫الكػل‬ ‫د‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الحهُهي ُه َى‬ ‫ّ‬ ‫َ‬
‫ؤلاطى َاد‬ ‫خهُهي‪َّ ,‬‬
‫ْلن‬ ‫ّ‬ ‫ؾحر‬ ‫طى ُاد ُ‬ ‫هىا ‪ُ -‬ؤطى َد ب َلى َط َببه‪َ ,‬و َه َرا ؤلا َ‬ ‫َ‬
‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ُ َ‬ ‫ْ َ َ‬ ‫َ ُ‬
‫قاإلطىاد َهرا َم َج ِاش ٌّي‪ُ ,‬وَ َظ َّمى بـ "املجاش‬ ‫ّ‬
‫الحهُهي‪,‬‬ ‫اغ ِل ِه‬‫الكػ ِل بلى ق ِ‬ ‫بطىاد ِ‬
‫العقلي"‪.‬‬
‫ىذ حاه ًال َو ٍَ َ‬ ‫ألا ًّ ُام ما ُي َ‬ ‫َ َ َ‬ ‫ُ‬ ‫ُ َّ‬
‫إجَُ‬ ‫ِ‬ ‫اغ ُس‪َ .‬طدبدي لَ‬ ‫‪ -4‬عالقت الفاعليت‪ً :‬هىُ الش ِ‬
‫َ َّ َ ُ َ ُ َ‬ ‫َ َ‬ ‫اْلزباز َمً َلم ُج َص ّ‬ ‫َ‬
‫ػلم َّؤهه ال‬ ‫ؤلابداء بلى ألاً ِام‪ ,‬وهدً و‬ ‫ِ‬
‫ُ‬
‫بطىاد‬ ‫البِذ‬‫ِ‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫‪،‬‬
‫ِِ ِ‬ ‫د‬ ‫و‬ ‫ِ‬ ‫ِب‬
‫وند ؤ َاد َّ‬ ‫َ‬ ‫لألًام ْؤن ُجبد َي ُوجظه َس‪َّ ,‬‬
‫الش ُ‬
‫اغس‬ ‫ز‬ ‫مان ِل ُحطى ُِ ؤلا ْب َد ِاء‪,‬‬ ‫وإه َما ه َي ش ٌ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ًمًٌ ِ‬
‫ُ ُ َّ‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ىاد َر َّ‬ ‫َ َُ َ‬ ‫ً ْ‬
‫ؤلاب َد َاء بلى‬ ‫قةطىاد ُه ْ‬ ‫ُ‬ ‫بدي ل ََ‪,‬‬ ‫ألاً ِام طد ِ‬
‫َّ َ‬
‫خهُهت ؤن ًهىُ ملخاؾ ِب ِه‪ :‬بن خ ِ‬
‫ُ‬
‫ؤلابداء‪ ,‬جٍى ُن‬ ‫ِ‬ ‫الص َم ِان‪َ ,‬وم َد ٌّل ِلىن ِىع‬ ‫حصء م ًَ َّ‬
‫غهلي‪ِ ,‬وبما ؤن ألاًام ٌ ِ‬
‫مجاش ٌّ َ َّ َّ َ‬ ‫ألاًام‪ٌ ,‬‬
‫ِ‬
‫َّ‬
‫غالن ًت "ش ّ‬ ‫َُ َ‬
‫ماهيت"‬ ‫الػالنت‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫وليل ُه قائ ٌم"‪َّ ,‬‬ ‫ٌ ُ‬ ‫ومشل َه َرا َلى ُن َلىا‪ُ :‬‬
‫ىم ؤط ِى َد بلى‬ ‫الط َ‬ ‫قةن َّ‬ ‫ِ‬ ‫الص ِاه ِد صائم‬ ‫"نهاز َّ‬ ‫ُ‬

‫‪47‬‬
‫وال ُ‬ ‫َّ‬ ‫ُ َ َ ُ َ َّ‬ ‫مان ّ‬ ‫وإه َما ُه َى ش ٌ‬ ‫ًطىم‪َّ ,‬‬ ‫ُ‬ ‫ّ ُ َ‬ ‫َّ‬
‫لُل‬ ‫لُل‪,‬‬ ‫ِ‬ ‫ال‬ ‫ى‬ ‫بل‬ ‫ام‬ ‫ُ‬ ‫اله‬ ‫ِ‬ ‫د‬ ‫ى‬
‫ِ‬ ‫ط‬ ‫وؤ‬ ‫‪,‬‬ ‫ُام‬ ‫ِ‬ ‫للط‬ ‫ِ‬ ‫ال‬ ‫هاز‪ ,‬والنهاز‬ ‫الن ِ‬
‫بلُه‬ ‫د‬ ‫ظى ُ‬‫قػل ٌُ َ‬ ‫ٌ‬ ‫د‬ ‫ىح ُ‬ ‫ظ في َه َرا اإلاشاُ َّؤهه َال ًُ َ‬ ‫ُ‬
‫الخ‬ ‫وه‬
‫ُ‬
‫‪,‬‬ ‫ُه‬ ‫ق‬ ‫ىم‪ ,‬وإهما ُ‬
‫ًهام‬ ‫َال ًَ ُه ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫شبُه الكػل في ُن ّىجه َو َي َرلََ‬ ‫ُ‬ ‫الكاغ ِل‬ ‫وه َرا حائص‪ْ ,‬لن َ‬
‫اطم‬ ‫َّ‬ ‫ٌ‬ ‫اطم قاغل‪َ ,‬‬ ‫وإه َما ُ‬ ‫َّ‬
‫ِ‬ ‫ِِ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬
‫ط َد ِز‪.‬‬ ‫اطم اإلاكػىُ واإلاَ ْ‬ ‫ُ‬
‫ِ‬
‫َ ْ ُ َّ َ َّ ً‬ ‫ْ‬ ‫عالقت املكاهيت‪ً :‬هى ُُ َ‬
‫قلما‬ ‫َّ‬ ‫جُت‬ ‫ُظ ِبُظ‪َ :١‬ملٌىا قٍان الػكى مىا س‬ ‫الح َ‬ ‫‪-3‬‬
‫اغ ِل ِه‬ ‫ق‬
‫َ ْ َ َ َ‬
‫حر‬ ‫ؾ‬ ‫ى‬ ‫بل‬ ‫ؤي‬ ‫‪,‬‬ ‫ؤبؿذ‬ ‫ى‬
‫َ‬
‫بل‬ ‫الدم‬ ‫بالدم ْؤب َؿ ُذ‪َ ١‬ل َه ْد ُؤ ْطى َد َط َُ ُ‬
‫الن‬ ‫طاُ َّ‬ ‫َ‬ ‫م‬ ‫ْ‬ ‫خ‬‫َم َل ٌْ ُ‬
‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫بؿ َذ ُ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬
‫قُه وه َى الد ُم‪,‬‬ ‫ُل ما ِ‬
‫ُل‪ ،‬وإه َما ٌظ ُ َ‬
‫ِ‬ ‫مٍان ط َُالن الدم وه َى ال ٌ ِظ ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ْلن ألا‬
‫ُ‬
‫مجا ِشٍَّا َغالن َخه "املكاهيت"‪.‬‬
‫َ‬ ‫ؤلاطىاد َ‬ ‫ُ‬ ‫ض َاز‬ ‫الدم َ‬ ‫ؤلاطىاد َبلى َمٍان َح َسٍان َّ‬ ‫ُ‬ ‫وإلاَّا َ‬
‫ًان‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ُ‬ ‫ُّ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ َ ُّ َ َ ُ ُ َ‬ ‫ُ ُ‬
‫اض الحمدا ِوي‪ :‬طُريسوي نىمي ِبذا حد ِحدهم‬ ‫عالقت املصدزيت‪ً :‬هىُ ؤبى ِقس ٍ‬ ‫‪-2‬‬
‫ؤطىد الج َّد بلى الج ّ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫كخ َه ُ‬ ‫الظلماء ًُ َ‬ ‫َّ‬ ‫َ َ‬ ‫َ‬
‫الاحتهاد‪ ،‬وهى‬ ‫ِ‬ ‫ؤي‬ ‫‪،‬‬ ‫د‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ند‬ ‫دز‬ ‫الب‬ ‫د‬ ‫ِ‬ ‫ت‬ ‫وفي الل ِ‬
‫ُل‬
‫ً‬ ‫َ‬ ‫الجاد ًّ‬ ‫ُّ‬ ‫الجاد ‪ -‬قإضله َّ‬ ‫ُّ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫احتهد احتهادا‪،‬‬ ‫حدا‪ ،‬ؤي‬ ‫حد‬ ‫بكاغل له‪ ،‬بل قاغله‬ ‫ِ‬ ‫لِع‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫مطدز‬ ‫ُ‬ ‫الج ِّد وهى‬ ‫َ‬
‫قدرف الكاغل ألاضلي وهى الجاد‪ ،‬وؤطىد الكػل بلى ِ‬
‫ُّ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬
‫ٌ‬ ‫َ‬
‫ؤلاطىاد املجاش َّي ُه َىا هي "املصدزيت"‪.‬‬ ‫َ‬ ‫الحهُهي‪ِ ,‬ول َهرا ًاهذ غالنت‬ ‫ّ‬ ‫الكاغل‬
‫ِ‬
‫َ َ ُ َ َ َ َ ََْ َ ََْ َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬
‫عالقت الفاعليت‪ً :‬هىُ هللا ‪ -‬حػالى‪﴿ :-‬و ِإذا قسأث القسآن جعلىا بيىك وبين‬ ‫‪-5‬‬
‫َ ً َّ ْ ُ ً ‪َ ُ َ .‬‬ ‫َّ َ َ ُ ْ ُ َ‬
‫ولِع‬ ‫َ‬ ‫ضل ِه َطا ِج ٌس‪,‬‬ ‫الحجاب ِفي ِ‬
‫ؤ‬ ‫اآلخ َس ِة ِحجابا مسخىزا﴾ ِ‬ ‫ال ِرين ال يؤ ِمىىن ِب ِ‬
‫الكاغل‪ ,‬وًان ّ‬ ‫للمكػىُ َبلى َ‬ ‫َ‬ ‫ُّ‬ ‫ُُ ُ َ َ ْ ُ‬ ‫َ ُ ً‬
‫خهه ؤن‬ ‫ِِ‬ ‫ِ‬ ‫اإلابني‬ ‫ل‬ ‫ظخىزا‪ ,‬وهىا ههى ‪ :‬ؤط ِىد الىض‬ ‫م‬
‫ً‬ ‫ً‬
‫ٌُ ْظ َى َد الى اإلاكػىُ‪ْ :‬لن اطم اإلاػكىُ ًؿلب هائب قاغل ؤي‪ :‬مكػىال‪ ،‬ال قاغال‪،‬‬
‫ُ‬ ‫َّ ُ‬ ‫الن ُخ ُ‬ ‫َ َ َ َ َ ً َ َّ ً َ َ‬ ‫ُ‬
‫آلاًت‬‫ِ‬ ‫ومشل‬ ‫‪.‬‬ ‫"‬ ‫ت‬ ‫"الفاعلي‬ ‫ه‬ ‫غ‬ ‫ا‬ ‫هلُ‬ ‫غ‬ ‫ا‬
‫ش‬ ‫ا‬ ‫ج‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ه‬ ‫ًان‬ ‫الكاغل‬ ‫بلى‬ ‫طىد‬ ‫ؤ‬ ‫قةذا‬
‫َّ ُ َ َ َ ْ ُ ُ َ ًّ ‪.‬‬ ‫ْ‬ ‫ُ َ َ‬ ‫ََ‬
‫اإلابازي ِت نىل ُه ‪ -‬ح َػالى‪ِ ﴿ :-‬إهه كان وعده مأ ِجيا﴾‬
‫ً ‪1٢‬‬ ‫ً‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫َ َ َ ْ ُ َ ّ َّ‬
‫عالقت املفعىليت‪ً :‬هىُ هللا ‪-‬حػالى‪﴿ :-‬أولم هم ِكن لهم حسما ِآمىا﴾ ‪.‬‬ ‫‪-6‬‬
‫وإه َما ُه َى مإمى ٌن‬ ‫اض باْلمً م ًْ ضكاث ألاخُاء‪َّ ,‬‬ ‫ؤلاخظ َ‬ ‫َ‬ ‫ْلن‬ ‫الحسم َال ًٍى ُن آم َى ًا‪َّ ,‬‬ ‫ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫َ َ َ َ ٌ َ ٌّ َ َ‬ ‫َ‬ ‫قاطم َ‬
‫هلي َغالن ُخ ُه‬ ‫هىا ‪ -‬ؤط ِى َد بلى اإلاكػى ُِ‪ ,‬وهرا مجاش غ‬ ‫الكاغل ‪َ -‬‬
‫ِِ‬
‫ُ‬ ‫قُه‪,‬‬
‫َّ ُ‬
‫"املفعىليت"‬

‫‪48‬‬
‫الهىاغد السئِظت‬
‫‪ -1‬املجاش الػهلي هى بطىاد الكػل ؤو ما في مػىاه بلى ؾحر ما هى له لػالنت مؼ‬
‫نسٍىت ماوػت مً بزادة ؤلاطىاد الحهُهي‪.‬‬
‫‪ -2‬ؤلاطىاد املجاشي ًٍىن بلى طبب الكػل ؤو شماهه ؤو مٍاهه ؤو مطدزه ؤو بةطىاد‬
‫اإلابني للكاغل بلى اإلاكػىُ ؤو اإلابني للمكػىُ بلى الكاغل‪.‬‬

‫‪al-Kina>yah‬‬
‫الكىايت‬
‫هي لكظ ؤؾلو وؤزٍد به الشم مػىاه مؼ حىاش بزادة اإلاػنى ألاضلي‪ ،‬هدى (يشحر‬
‫ٌ‬
‫ظاهس‬ ‫السماد) ؤي‪ :‬يسٍم ‪ .‬الخػسٍل آلازس ؤن الٌىاًت هي لكظ ٌػخمد غلى مػىُحن‪ٌ ،‬‬
‫واخد‬
‫جدُ ًلمت ؤو حملت غلى ش يء ّ‬
‫مػحن‬ ‫ؾحر مهطىد‪ ،‬وآزس مسكي هى اإلاهطىد‪ ،‬بمػنى ؤن ّ‬
‫شِئا ؾحره بشٍل ؾحر مباشس‪ّ ،‬‬ ‫ً‬
‫وحػد الٌىاًت مً ألاطالُب‬ ‫بشٍل مباشس‪ ،‬ولٌنها جسكي‬
‫الػسبُت‪ ،‬وجسجبـ بػلم البالؾت‪ ،‬وهى الػلم الري ٌُظخسدم‬
‫ّ‬ ‫ّ‬
‫اللؿىٍت اإلاظخسدمت في اللؿت‬
‫ّ‬ ‫قالن ٌ‬
‫في ضُاؾت الٍلماث بؿسٍهت مازسة‪ ،‬قُهاُ‪ٌ :‬‬
‫بلُـ‪ ،‬ؤي ًازس في آلازسًٍ باطخسدام‬
‫ً‬ ‫ُ‬
‫ؤطلىب الٌالم اإلاهىؼ‪ ،‬لرلَ حظخسدم الٌىاًت في الػدًد مً الىطىص‪ ،‬وزطىضا في‬
‫الػسبُت‪ ،‬قدسص ؤؾلب الشػساء الػسب في ًاقت الػطىز غلى‬ ‫ّ‬ ‫ّ‬
‫الشػسٍت‬ ‫الهطائد‬
‫ّ‬
‫اطخسدامها في ؤبُاتهم الشػسٍت‪ ،‬لىضل اإلاىضىف في الهطُدة بالطكاث اإلاهترهت به ‪.‬‬
‫َ‬ ‫ّ‬
‫جىغُحي‪ :‬ونل مسقىع السؤض ‪.‬اإلاػنى الظاهس‪ :‬هى زقؼ السؤض بلى ؤنص ى ازجكاع‬ ‫مشاُ‬
‫ممًٌ ‪.‬اإلاػنى املخكي‪ً :‬دُ غلى الكسس‪ ،‬والاغتزاش ‪.‬‬

‫أهىاع الكىايت‬
‫للٌىاًت زالزت ؤهىاع‪ ،‬وهي‪ :‬الطكت‪ ،‬واليظبت‪ ،‬واإلاىضىف ‪ .‬أوال‪ ،‬يىاًت غً الطكت‬
‫هي الٌىاًت التي جدُ غلى ضكت جالشم اإلاػنى املخكي في الجملت‪ً ( ،‬الطدم‪ ،‬وألاماهت‪،‬‬

‫‪49‬‬
‫والاخترام‪ ،‬والخهدًس‪ ،‬والٌسم‪ ،‬بلخ‪ ،)..‬بمػنى ذيس الػىطس اإلاىضىف مؼ ضكت ما‪ ،‬ولٌنها‬
‫ُ‬
‫لِظذ اإلاهطىدة‪ ،‬وإهما اإلاهطىد ضكت ؤزسي‪ ،‬جكهم مً مػنى الجملت ‪.‬ؤمشلت ‪:‬هسقؼ‬
‫الهبػت للمػلماث واإلاػلمحن‪( .‬اإلاػنى الظاهس‪ :‬هى زقؼ الهبػت غً السؤض‪ ،‬ؤما اإلاػنى‬
‫املخكي‪ :‬هى اخترام‪ ،‬وجهدًس اإلاػلماث‪ ،‬واإلاػلمحن ‪).‬نىُ الشاغس ؤبى قساض الحمداوي‪:‬‬
‫بظؿذ ًَد الهىي( ‪.‬اإلاػنى الظاهس‪ :‬هى جسُُم اللُل غلى الشاغس‪،‬‬ ‫ُ‬ ‫بذا ُ‬
‫اللُل ؤغىاوي‬
‫وَظخدُ غلُه مً ًلمت (ؤغىاوي)‪ ،‬ؤما اإلاػنى املخكي‪ :‬قهد شبه اللُل بةوظان وند خل‬
‫غلُه‪ ،‬وهى في خاُ ًُسسى لها‪.‬‬
‫الثاوي‪ ،‬يىاًت غً اليظبت هي الٌىاًت التي حشحر بلى اإلاىضىف‪ ،‬وضكخه‪ ،‬ولٌنها ال‬
‫ً‬ ‫ُ‬
‫جيظب بلُه مباشسة‪ ،‬بل لش يء ًدُ غلُه‪ ،‬ؤو ًسجبـ به‪ً ،‬اليظبت بلى‪ُ :‬خظً الخلو‪،‬‬
‫ؤط َم َػ ْذ ًَلماحي َم ًْ به َ‬
‫ض َم ُم‪( .‬اإلاػنى‬ ‫وقطاخت اللظان‪ ،‬بلخ ‪..).‬مشاُ‪ :‬نىُ اإلاخىبي‪َ :‬و ْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الظاهس‪ :‬طماع ألاضم لشػس اإلاخىبي؛ وهرا ما دُ غلى يىاًت الظمؼ‪ ،‬وهي ضكت مىحىدة‬
‫في ًل بوظان‪ ،‬ولًٌ ألاضم‪ :‬هى ؤلاوظان الري ال ٌظمؼ‪ ،‬وَظخيخج اإلاػنى املخكي مً‬
‫البِذ‪ ،‬ؤن اإلاخىبي ناله‪ :‬إلادح هكظه وشػسه‬
‫الثالث‪ ،‬يىاًت غً اإلاىضىف هي الٌىاًت التي جريس الطكت‪ ،‬وال جريس اإلاىضىف‪،‬‬
‫ؤي حشحر بلُه باطخسدام ش يء زاص قُه‪ً ،‬لهب‪ ،‬ؤو جسيُب مػحن ‪.‬مشاُ‪ :‬ناُ الشاغس‬
‫السخُل‪ّ ،‬‬ ‫جخىقى‪ ،‬نبل ّ‬‫ّ‬
‫السخُال ‪.‬اإلاػنى الظاهس‪ٌ :‬شحر بلى السخُل ؤي‬ ‫بًلُا ؤبى ماض ي‪:‬‬
‫اإلاؿادزة ‪.‬اإلاػنى املخكي‪ :‬وهى اإلاىضىف‪ ،‬وٍدُ السخُل هىا غلى اإلاىث‪ ،‬والري ًخطح‬
‫ّ‬ ‫شس الجىاة في ألازع ٌ‬ ‫ً‬
‫ًامال‪ ،‬وهى‪ّ :‬بن ّ‬
‫هكع ‪ ....‬جخىقى نبل السخُ ِـل‬ ‫غىد نساءة البِذ‬
‫ّ‬
‫السخُال ‪.‬‬

‫‪ .1‬زطائظ الٌىاًت حػخمد الٌىاًت في وضكها للمكسداث غلى مجمىغت مً‬


‫الخطائظ‪ ،‬وهي ‪:‬جإيُد الطكت غلى الش يء بىحىد دلُل زابذ ‪.‬ؤلاًجاش‪ :‬ؤي‬
‫الاغخماد غلى الٌالم املخخطس لخىضُل اإلاػنى ‪.‬التهرًب‪ :‬الابخػاد غً اطخسدام‬

‫‪50‬‬
‫ؤي ضكاث ؾحر ؤزالنُت‪ً ،‬‬
‫طىاء في اإلاػنى الظاهس‪ ،‬ؤو اإلاػنى املخكي‪.‬‬

‫وجىهظم الٌىاًت بلى زالزت ؤنظام‪:‬‬


‫‪ -1‬يىاًت غً ضكت‪ ،‬يهىُ الػسب (قالن ؾىٍل الباع)‪ ،‬قهرا يىاًت غً هكىذه‪.‬‬
‫‪ -4‬يىاًت غً مىضىف‪ ،‬يهىُ الػسب (هدً الىاؾهحن بالػاد هيشد املجد)‪،‬‬
‫قالىاؾهىن بالػاد يىاًت غً اإلاىضىقحن‪ ،‬وهم الػسب‪.‬‬
‫‪ -3‬يىاًت غً وظبت‪ ،‬يهىُ الشاغس‪:‬‬
‫الُمً ًدبؼ ظله * الجىد ًمش ي في زًابه‬
‫قالطكت في الشؿس ألاوُ هي (الُمً)‪ ،‬و(الظل) ما له ضلت باإلاىضىف‪ ،‬والٌىاًت‬
‫في الشػس هي وظبت الُمً بلى ظل اإلاىضىف‪ ،‬ويرا في الشؿس الشاوي‪ ،‬قـ(الجىد)‬
‫هي الطكت‪ ،‬و(السًاب) ما له ضلت باإلاىضىف‪ ،‬والٌىاًت في وظبت الجىد بلى زًاب‬
‫اإلاىضىف‪.‬‬

‫‪51‬‬
5. Rangkuman

Baya>n adalah Ilmu yang diketahui dengannya maksud suatu makna dengan

jalan yang berbeda-beda dalam pengungkapannya. Bahasan baya>n dalam ilmu

bala>ghah terdiri dari konsep ilmu baya>n dan uslu>b-uslu>b baya>n yang meliputi: at-

Tasybi>h, al-Isti’a>rah, al-Maja>z al-Mursal, al-Maja>z al-‘Aqli> dan al-Kina>yah.

6. Tugas

Tulislah atau kutiplah 40 ayat al-Qur’an secara berkelompok, kemudian

analisis bagian mana yang mengandung al-Tasybi>h, al-Isti’a>rah, al-Maja>z al-Mursal,

al-Maja>z al-‘Aqli> dan al-Kina>yah kemudian jelaskanlah masing-masing.

7. Tes Formatif
ً
ّ ‫مثاال في‬
!‫كل من هره املىازد‬ ٍ ‫اعط‬
ِ
‫ الدشبُه‬-1
‫ الاطخػازة‬-4
‫ املجاش اإلاسطل‬-3
‫ املجاش الػهلي‬-2
‫ الٌىاًت‬-5
!‫بين ما ياحي واذكسأهىاعها‬
‫ الدشبُه‬-1
‫ الاطخػازة‬-4
‫ املجاش اإلاسطل‬-3
‫ املجاش الػهلي‬-2
‫ الٌىاًت‬-5

52
KB.4

ILMU BADI>>’

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Memahami, menerapkan, menganalisis dan membuat kalimat berbasis ilmu badi>’

dalam bahasa Arab

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Sub capaian pembelajaran pada KB 4 ini adalah:

a. Menjelaskan konsep ilmu badi>’

b. Menjelaskan uslub-uslub badi>’

c. Menerapkan, menganalisis dan membuat kalimat berbasis ilmu badi>’ dalam

bahasa Arab

3. Pokok-Pokok Materi

a. Konsep ilmu badi>’

b. Uslub-uslub badi>’

53
4. Uraian Materi

Bahasan mengenai badi>’ terdiri dari konsep ilmu badi>’ dan uslu>b-uslu>b badi>’

yang meliputi al-muhassina>t al-lafdziyyah dan al-muhassina>t al-ma’nawiyyah. al-

muhassina>t al-lafdziyyah meliputi al-jina>s, al-saja’ dan radd al-‘ajuz ‘ala> al-shadr &

al-muhassina>t al-ma’nawiyyah meliputi al-tauriyyah, al-thiba>q, al-muqa>balah,

mura>’a>t al-nazdi>r, al-musya>kalah, al-laff wa al-nasyr, al-muba>laghah, uslu>b al-haki>m,

ta’ki>d al-madh bi ma> yusybih al-damm, dan I’tila>f al-lafdz ma’a al-ma’na>. Berikut

rincian masing-masing:

4.A. Konsep Ilmu Badi>’

Ilmu badi>’ adalah ilmu untuk mengetahui aspek-aspek keindahan kalimat yang

sesuai dengan keadaaan, jika aspek-aspek keindahan itu berada pada makna, maka

dinamakan dengan muhassinaa>t ma’nawiyah dan bila aspek keindahan itu ada pada

lafadz, maka dinamakan dengan muhassina>t lafdziyah’. Akhdhori menjelaskan

bahwa Ilmu Badi>’ yaitu: ilmu untuk mengetahui cara membentuk kala>m yang baik

sesudah memelihara mutha>baqoh dan kejelasan dala>lahnya. Sementara Muhsin

menyebutkan bahwa Ilmu Badi>’ secara bahasa adalah wazan ‫ ﻓلُﻞ‬dari ‫ ﺑذق‬yang
searti dengan isim maf’u>l-nya, yakni sesuatu yang dibuat tanpa didahului oleh

contoh. Sedangkan menurut istilah yaitu ilmu untuk mengetahui cara memperindah

pembicaraan yang telah sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi (mutha>baqah li

muqtadho al-ha>l). Jadi ilmu badi>’ adalah ilmu bagaimana cara mengetahui keindahan

54
‫‪lafadz dan makna bahasa serta membuat bahasa yang indah baik lafadz maupun‬‬

‫‪makna.‬‬

‫’>‪4.B. Uslu>b Ilmu Badi‬‬

‫‪Uslub-uslub badi>’ yang meliputi al-muhassina>t al-lafdziyyah dan al-‬‬

‫‪muhassina>t al-ma’nawiyyah dan masing-masing ada pembagiannya, sebagai berikut:‬‬

‫‪a.‬‬ ‫‪al-muhassina>t al-lafdziyyah‬‬

‫‪Al-Jina>s‬‬

‫الجىاط هى ؤن جخفم اللفـخان في وحه مً الىحىه وٍخخلف ملىاهما‪ ،‬وٍىلعم‬


‫إلى جام وهاكص‪ ،‬واآلحي‪:‬‬
‫‪ -1‬الجىاط الخام هى ؤن جخفم اليلمخان في لفـهماووصنهما وحشواتهما‪ ،‬وال ًخخلفان إال‬
‫مً حهت اإلالنى‪ ،‬هلىله حلالى (وٍىم جلىم العاكت ًلعم املجشمىن ما لبثىا غحر‬
‫ظاكت)‪ ،1‬ﻓـ(العاكت) ألاولى ًىم اللُامت‪ ،‬و(العاكت) الثاهُت واحذة العاكاث‪.‬‬
‫‪ -2‬الجىاط الىاكص هى ؤن ًخفم اللفـان في بلع ألامىس اإلاخلذمت في الجىاط الخام‪،‬‬
‫هلىله حلالى (رلىم ﺑما هىخم جفشحىن في ألاسض بغحر الخم وبما هىخم جمشحىن)‪،2‬‬
‫ﻓيلمت (جفشحىن) و(جمشحىن) مخفلخان في وصنهما وحشواتهما إال في حشف وهى‬
‫(الفاء) و(اإلاُم)‪.‬‬

‫‪1‬‬
‫ظىسة الشوم‪ :‬آلاًت ‪.255‬‬
‫‪2‬‬
‫ظىسة غاﻓش‪ :‬آلاًت ‪.55‬‬

‫‪55‬‬
‫’‪Al-Saja‬‬
‫ً‬
‫السجم هى حؽاﺑه ﻓىاصﻞ اليلم كلى هفغ الخذًث جلشٍبا‪ ،‬ﺑملنى ؤن جيىن‬
‫الجمﻞ مدعاوٍت في كذد ولماتها ومحخىٍت كلى وغمت ؤلاًلاق مدؽابهت‪ ،‬ومً ﻓىائذ‬
‫ً‬
‫السجم ؤهه ٌلؼي سوهلا ووغمت مىظُلُت للىالم‪ ،‬ﺑحُث ًيىن لها الىكم وألاثش الخعً‬
‫في هفغ العامم‪ ،‬ومً ؤهم خصاص السجم حعً ظالظت اإلالنى ولُىهخه ﺑملنى ؤن ال‬
‫ً‬
‫ًيىن السجم مخيلف ؤو مصدىم في اليلماث‪ ،‬وؤًظا ؤن ال ًيىن السجم مخبخزٌ في‬
‫اليلماث‪ ،‬هما ًيبغي ّؤال ّ‬
‫ًخم جىشاس اليلماث اإلاسجىكت هفعه‪ ،‬وججذس ؤلاؼاسة إلى ّؤن‬
‫السجم هىكحن وهما‪ ،‬السجم الؼىٍﻞ والسجم اللصحر‪ .‬مثاٌ السجم‪ ،‬كىله حلالى‪:‬‬
‫ُ ُ ٌ َ ْ َ َّ َ ٌ َ َ ّ َ َ ٌ‬
‫اؿ َشة‪".‬‬
‫اطشة * ِإلى ِسبها ه ِ‬
‫"وحىه ًىم ِئز ه ِ‬

‫‪Radd al-‘ajuz ‘ala> al-shadr‬‬

‫سد العجض كلى الصذس‬


‫سد العجض كلى الصذس ظماه بلظهم ﺑالخصذًش‪ ،‬وألاوٌ ؤولى‪ ،‬ألهه مؼاﺑم إلاعماه‪،‬‬
‫وخحر ألاظماء ما ػاﺑم اإلاعمى‪ .‬وهى في الىثر‪ :‬ؤن ًجلﻞ ؤحذ اللفـحن اإلاىشسًٍ‪ ،‬ؤكني‬
‫اإلاخفلحن في اللفف واإلالنى ؤو اإلاخجاوعحن وهما اإلادؽابهان في اللفف دون اإلالنى‪ ،‬ؤو‬
‫اإلالخلحن ﺑاإلاخجاوعحن‪ ،‬وهما اللفـان اللزان ًجملهما الاؼخلاق ؤو ؼبهه‪ ،‬في ؤوٌ‬
‫الفلشة‪ ،‬واللفف آلاخش في آخشها ﻓُيىن ؤسبلت ؤكعام ‪.‬ألاوٌ‪ :‬ؤن ًيىها مىشسًٍ‪ ،‬هلىله‬
‫حلالى‪( :‬جخش ى الىاط وهللا ؤحم ؤن جخؽاه‪ .‬والثاوي‪ :‬ؤن ًيىها مخجاوعحن‪ ،‬هحى كىلهم‪:‬‬
‫ظائﻞ اللئُم ًشحم ودمله ظائﻞ ‪.‬والثالث‪ :‬ؤن ًجمم اللفـحن الاؼخلاق‪ ،‬هحى كىله‬
‫حلالى‪( :‬اظخغفشوا سبىم إهه وان غفاسا‪ .‬والشابم‪ :‬ؤن ًجملهما ؼبه الاؼخلاق‪ ،‬هحى كىله‬
‫حلالى‪( :‬كاٌ إوي للملىم مً اللالحن‪ .‬وفي الىـم‪ :‬كلى ؤسبلت ؤكعام وهى‪ :‬ؤن ًلم ؤحذ‬

‫‪56‬‬
‫اللفـحن في آخش البِذ‪ ،‬وآلاخش في صذس اإلاصشاق ألاوٌ‪ ،‬ؤو حؽىه‪ ،‬ؤو عجضه‪ ،‬ؤو صذس‬
‫اإلاصشاق الثاوي؛ ﻓهزه ؤسبلت ؤكعام‪.‬‬

‫‪b. Al-Muhassina>T Al-Ma’nawiyyah‬‬

‫‪Al-Tauriyyah‬‬

‫الخىسٍت هي لفف رو ملىُحن‪ ،‬ملنى كشٍب وملنى خفي بلُذ وهى اإلاشاد‪ ،‬هلىله‬
‫حلالى (الشحمً كلى اللشػ اظخىي) ‪ ،‬ﻓيلمت (اظخىي) لها ملىُان‪ ،‬ؤحذهما الاظخلشاس‬
‫في اإلايان‪ ،‬وهى اإلالنى اللشٍب (اإلاىسي ﺑه) وهى غحر ملصىد‪ ،‬ألن هللا حلالى مجزه كً‬
‫رلً‪ ،‬والثاوي الاظدُالء واإلالً‪ ،‬وهى اإلالنى البلُذ اإلالصىد الزي وسي كىه ﺑاللشٍب‬
‫اإلازوىس‪.‬‬

‫‪Al-Thiba>q‬‬

‫الؼباق هى الجمم ﺑحن ملىُحن مخظادًً‪ ،‬هلىٌ الشظىٌ ملسو هيلع هللا ىلص‪( :‬اغخىم خمعا كبﻞ‬
‫خمغ‪ :‬ﻓشاغً كبﻞ ؼغلً‪ ،‬وصخخً كبﻞ ظلمً‪ ،‬وغىان كبﻞ ﻓلشن‪ ،‬وؼباﺑً كبﻞ‬
‫هشمً‪ ،‬وحُاجً كبﻞ مىجً)‪ .‬وٍىلعم الؼباق إلى كعمحن‪:‬‬
‫‪ -1‬ػباق ؤلاًحاب‪ ،‬هلىله حلالى (وؤهه هى ؤضخً وؤﺑيى)‪.3‬‬
‫‪ -2‬ػباق العلب‪ ،‬هلىله حلالى (كﻞ هﻞ ٌعخىي الزًً ٌللمىن والزًً ال ٌللمىن‬
‫‪4‬‬
‫إهما ًخزهش ؤولى ألالباب)‬

‫‪3‬‬
‫ظىسة الىجم‪ :‬آلاًت ‪.44-43‬‬
‫‪4‬‬
‫ظىسة الضمش‪ :‬آلاًت ‪.9‬‬

‫‪57‬‬
‫‪Al-Muqa>balah‬‬

‫جػزيف املقابلة‬
‫وكشﻓها العياوي ‪ ،‬ﻓلاٌ ‪:‬اإلالاﺑلت ؤن ججمم ﺑحن ؼِئحن ﻓإهثر ‪ ،‬وجلاﺑﻞ ﺑاألطذاد‬
‫‪ ،‬ثم إرا ؼشغ هىا ؼشػذ هىان طذه‪ ".‬وكشﻓها الخؼُب اللضوٍني ‪ ،‬ﻓلاٌ " ‪ :‬هي ؤن‬
‫ًؤحى ﺑملىُحن مخىاﻓلحن ‪،‬ؤو ؤهثر ‪،‬ثم ﺑما ًلاﺑﻞ رلً كلى الترجِب " وَلشﻓها ﺑذس الذًً‬
‫الضسهش ى ًلىٌ " ‪ :‬هى رهش الش يء مم ما ًىاصهه في بلع صفاجه ‪ ،‬وٍخالفه في بلظها "‬

‫‪.‬وخالصت اللىٌ مً الخلشٍفاث العاﺑلت لها ؤن اإلالاﺑلت ‪:‬هي ؤن ًإحي اإلاخيلم في هالمه‬
‫ﺑملىُحن مخىاﻓلحن ؤو ؤهثر لِغ ﺑُنهما جظاد ‪ ،‬ثم ًإحي ﺑما ًلاﺑﻞ رلً كلى الترجِب ‪.‬كلى‬
‫ؼاولت كىله حلالى (( ‪ :‬ﻓلُضخيىا كلُال ‪ ،‬ولُبيىا هثحرا حضاءا ﺑما واهىا ًىعبىن ‪)) .‬ﻓلذ‬
‫ؤحى هللا ظبحاهه وحلالى في هزه آلاًت ﺑملىُحن " ًضخيىا " و "كلُال " وهما ملىُان‬
‫مخىاﻓلان ؤي لِغ ﺑُنهما جظاد ‪ ،‬ثم ؤحى بلذ رلً ﺑما ًلاﺑلهما كلى الترجِب ﺑلىله "‬
‫ولُبيىا " و " هثحرا‪ " .‬مً رلً ؤًظا كىله حلالى (( ‪ :‬ﻓإما مً ؤكؼى واجلى ‪ ،‬وصذق‬
‫ﺑالخعنى ﻓعىِعشه للِعشي ‪ ،‬وؤما مً ﺑخﻞ واظخغنى وهزب ﺑالخعنى ﻓعىِعشه‬
‫لللعشي ))‪ ،‬ﻓلذ كاﺑﻞ ﺑإسبلت ملان‪ ،‬ﺑإسبلت ؤخشي ‪ ،‬ألاسبلت ألاولى هي ‪ " :‬ؤكؼى " "‬
‫‪,‬اجلى" ‪" ,‬صذق " و "الِعشي‪ " .‬وألاسبلت الثاهُت هي‪ " :‬ﺑخﻞ " و "اظخغنى " و" هزب " و‬
‫"اللعشي‪".‬‬

‫أنىاع املقابلة‪:‬‬
‫اإلالاﺑلت جإحي اإلالاﺑلت كلى ؤسبلت ؤهىاق هي ‪:‬‬

‫‪ -1‬ملاﺑلت اثىحن ﺑاثىحن ‪:‬ومً رلً في ألاظلىب اللشآوي كىله حلالى (( ‪ :‬ﻓلُضخيىا‬
‫كلُال ولُبيىا هثحرا‪.‬‬

‫‪58‬‬
‫‪ -2‬ملاﺑلت ثالثت ﺑثالثت ‪ :‬ومً ؤمثلت رلً في ألاظلىب اللشآوي ‪ ،‬كىله حلالى ‪ :‬وٍحﻞ‬
‫لهم الؼُباث ‪ ،‬وٍحشم كليهم الخبائث)‬

‫‪ -3‬ملاﺑلت ؤسبلت ﺑإسبلت ‪:‬ومثاله في ألاظلىب اللشآوي كىله حلالى‪ :‬ﻓإما مً ؤكؼى‬
‫واجلى وصذق ﺑالخعنى ﻓعىِعشه للِعشي ‪ ،‬وؤما مً ﺑخﻞ واظخغنى ‪ ،‬وهزب‬
‫ﺑالخعنى ‪ ،‬ﻓعىِعشه للِعشي‬
‫‪ -4‬ملاﺑلت خمعت ﺑخمعت ‪:‬كاٌ كلماء البالغت ولما هثر كذد اإلالاﺑلت واهذ ؤﺑلغ ‪،‬‬
‫ﻓمً ملاﺑلت خمعت ﺑخمعت ‪،‬وكذ وكم رلً في الؽلش هثحرا ‪ ،‬ومً ؤمثلخه كىٌ‬
‫ؤبي الؼُب اإلاخىبي ‪ : .‬ؤصوسهم وظىاد اللُﻞ ٌؽفم لي وؤهثني وبُاض الصبح ٌغشي‬
‫بي كاٌ صاحب ؤلاًظاح ‪ :‬طذ اللُﻞ املخع هى النهاس ال الصبح ‪ ،‬واإلالاﺑلت‬
‫الخامعت ﺑحن "بي " و "لي " ‪ ،‬ﻓيها هـش ألن الباء ‪ ،‬والالم ‪ ،‬صلخا الفللحن‪.‬‬

‫‪Mura>’a>t Al-Nazdi>r‬‬

‫مزاغاة النظير‬
‫مشاكاة الىـحر وحعمى الخىاظب والخىﻓُم والائخالف والخلفُم ‪ .‬وهي كىذ البالغُحن‬
‫ؤن ًجمم اإلاخيلم ﺑحن ؤمشًٍ مخىاظبحن ؤو ؤمىس مخىاظبت ال كلى حهت الخظاد‪ .‬ومً‬
‫مشاكاة الىـحر ﺑحن ؤمشًٍ كىله حلالى (( ‪ :‬وهى العمُم البصحر‪ّ .‬‬
‫ﻓئن ثمت جىاظبا ﺑحن‬
‫ً‬
‫العمم والبصش‪ ،‬مً وحهت ؤن هال منهما ﻓلﻞ حاظت مً الخىاط الخمغ ‪ .‬وٍلخف‬
‫الزهً هىق جألف وجلاسب ﺑحن ( العمُم ) و ( البصحر ) الًحصﻞ لى وان اللفف الثاوي‬
‫ً‬
‫الخبحر مثال‪ .‬ومً مشاكاة الىـحر ﺑحن ؤهثر مً امشًٍ كىله حلالى‪:‬ؤولئً اللزًً اؼتروا‬
‫الظاللت ﺑالهذي ﻓما َسبحذ ججاستهم‪.‬‬

‫‪59‬‬
‫جماليات مزاغاة النظير‬
‫حمالُاث مشاكاة الىـحر‪ :‬ؤﺑشص كىاصش هزه الجمالُت هى الاوسجام والدعاوق‬
‫والخىاغم ‪ ،‬وهي ؤمىس الٌؽً احذ في اهخمائها إلى الجماٌ وإًلاؿها الخغ الجمالي ‪.‬‬
‫ً‬ ‫ً‬
‫وهحعب اًظا ؤن هزا الفً البذٌعي ًظفي كلى الىالم مـهشا مً مـاهش اللىة اإلاخاهت‬
‫ّ‬
‫وَؽذ ؤصسها ‪ .‬وَش ي اظخخذام‬ ‫‪ ،‬ﻓئن اإلالاوي اإلاخىاظبت ٌلضص بلظها داللت بلع وٍىميها‬
‫ﺑىالم‬
‫كاٌ مً الىعي والُلـت كىذ اإلايش ئ ‪ ،‬الزي اظخؼاق ؤن ًإحي ٍ‬
‫ﺑلذس ٍ‬
‫هزا الفً ٍ‬
‫جشبؽ ﺑحن ؤحضائه ؼبىت مللذة مً اللالكاث‪.‬‬

‫‪al-musya>kalah‬‬

‫جػزيف املشاكلة‬
‫اإلاؽاولت هي رهش الش يء ﺑلفف غحره لىكىكه في صخبخه‪ ،‬ؤي ملجُئه مم هى ؤمً‬
‫اللبغ ملىٌ ﻓُه كلى ملمىٌ اللفف الزي جمذ الؽاولت ﺑه‪ ،‬ؤو كلى كامله‪ .‬ألاوٌ‪:‬‬

‫هلىٌ ؤحمذ ألاهؼاوي وكذ دكاه ؤصخاﺑه إلى الصبىح في ًىم ﺑاسد‪ :‬وؤغشوه ﺑإنهم‬
‫ظُجُذون ػبخ ما ًشٍذ ؤوله‪,‬لىً حاحخه إلى الثُاب واهذ ؤؼذ مً حاحخه إلى الؼلام‬
‫ﻓىخب إليهم‪ :‬ؤصخاﺑىا كصذوا الصبىح بسخشة وؤحى سظ ــىلهم إلى خصُصا‪ .‬كالىا‪ :‬اكترح‬
‫حبت وكمُصا ؤكام (اػبخىا) ملام ّ‬
‫(خُؼىا)‬ ‫ؼِئا هجذ لً ػبخه كلذ اػبخــىا لي ّ‬
‫ّ‬
‫لذاللت اإلالمىٌ وهى (حبت اللمُص) كلُه كصذا إلى اإلاؽاولت ﺑحن ما ًخاغ وما ًؼبخ‪.‬‬

‫والثاوي‪ :‬هلىٌ هللا حلالى‪ :‬حللم ما في هفس ي وال ؤكلم ما في هفعً‪ .‬ؤكام ((مافي هفعً))‬

‫‪60‬‬
‫ملام (ما كىذن ؤو ما في كلمً) لدؽاوﻞ (مافي هفس ي) واللشٍىت اللامالن (حللم)‬
‫(والؤكلم)‪.‬‬

‫نىع املشاكلة‬
‫واإلاؽاولت هىكان‪ :‬جحلُلُت ‪:‬واألمثلت العاﺑلت وجلذًشٍت‪ :‬وهي همى حيي كً بلع‬
‫الىالة وان ٌغشط غشظا حىٌ مسجذ ﻓىكف كلُه مً ؤوؽذه‪ :‬إن الىالًت ال جـ ــذوم‬
‫لىاحذ إن هىذ جزهشه ﻓإًً ألاوٌ وؤغشط مً الفلﻞ الجمُﻞ غشائعا ﻓئرا كضلذ ﻓئهـها‬
‫ال حلضٌ كمال ال كىال واهذ اللشٍىت حالُت‪ ,‬ال لفـُت وملزسة كلى ؤلاػالت وجلبلىا‬
‫جحُاحي ‪.‬‬

‫‪Al-Laff wa Al-Nasyr‬‬

‫جػزيف اللف والنشز‬


‫َ‬ ‫َ‬
‫َّ ُّ َ َّ ْ ُ َ ُ َ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ ْ َ ُ َّ َ ْ ً َّ ّ َ ُ‬ ‫َ‬
‫ص َكلى و ِ ّﻞ َو ِاح ٍذ‬ ‫اللف واليؽش ‪:‬وهى ؤن ًزهش ؼِئ ِان ؤو ؤؼُاء‪ِ ،‬إما جف ِصُال ِﺑالى ِ‬
‫َ ُ‬ ‫َ‬ ‫ُ ْ َ َ ْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ً َ َ َ‬ ‫َ‬
‫ؤ ْو ِإ ْح َماال ِﺑإ ْن ًُ ْؤحى ِﺑل ْف ٍف ٌَؽ َخ ِم ُﻞ َكلى ُم َخ َل ِّذ ٍد ث َّم ًُزه َش ؤؼ َُ ُاء َكلى َك َذ ِد ر ِل ًَ و ُّﻞ َو ِاح ٍذ‬
‫َ َ َ ُ‬ ‫َّ ُ َ‬ ‫ض إ َلى َك ْلﻞ َّ‬
‫الع ِام ِم َسد و ِ ّﻞ و ِ‬
‫اح ٍذ ِإلى ما ً ِلُم ِﺑ ِه‪.‬‬
‫ًَ ْشح ُم إ َلى َو ِاح ٍذ م ًَ ْاإلاُ َخ َل ِّذم َو ٍُ َف ّى ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬

‫َ ْ َ ُ َّ ّ َ َّ ْ‬
‫ف والنش ِز‪:‬‬
‫أقسام الل ِ‬
‫هللا‬ ‫الي ْؽ ُش ْاإلاُ َّشج ُب‪ :‬م َث ُال ُه ‪َ :‬كى ُ‬
‫ٌ‬ ‫ً َّ ُّ َ َّ‬
‫و‬ ‫ف‬ ‫الل‬ ‫‪:‬‬ ‫ال‬‫ؤو‬ ‫حن‬ ‫َ‬
‫م‬ ‫الي ْؽ ُش ًىلعم إلى ك ْ‬
‫ع‬
‫َّ ُّ َ َّ‬
‫اللف و‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫‪:‬‬ ‫ِ ِ‬
‫َ َ ْ َ ُ ْ َ ْ َ َّ ُ‬ ‫َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ ُ ُ َّ ْ َ َ َّ َ ُ‬ ‫َ َ‬
‫ظ ِل ِه َول َللى ْم‬ ‫الن َه َاس ِلد ْعى ُىىا ِﻓ ُِه وِلخبخغىا ِمً ﻓ‬ ‫ح َلالى ‪ ﴿:‬و ِمً سحم ِخ ِه حلﻞ لىم اللُﻞ و‬
‫ْ‬ ‫َّ‬ ‫َّ ْ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ‬ ‫ون ﴾‪ .‬ﻓلىله َح َل َالى ‪ِ ﴿:‬ل َد ْع ُى ُى ْىا ِﻓ ُِه ﴾‪ ،‬س ٌ‬ ‫َح ْؽ ُى ُش َ‬
‫احم إلى اللُ ِﻞ‪ ،‬ؤي‪ِ :‬لدعىىىا ِفي اللُ ِﻞ‪،‬‬
‫الن َه ِاس‪ ،‬ﻓفي‬ ‫ظله في َّ‬ ‫الن َهاس‪َ ،‬ؤ ْي‪َ :‬ول َخ َبخ ُغ ْىا مً َﻓ ْ‬
‫َ َّ‬ ‫َ ْ‬ ‫َ َ َُ ْ‬
‫ِِِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫وكىله ‪ ﴿:‬وِلخبخغىا ِمً ﻓظ ِل ِه ﴾ ساحم إلى و ِ‬

‫‪61‬‬
‫اٌ ًَا‬ ‫هللا َح َل َالى ‪َ ﴿:‬وإ َلى َم ْذ ًَ ًَ َؤ َخ ُاه ْم ُؼ َل ُْ ًبا َﻓ َل َ‬ ‫ِ‬ ‫ٌ‬ ‫ف َو َو ْؽ ٌش ُم َّشج ٌب‪َ .‬وم َث ُال ُه ً‬
‫ؤًظا َكى ُ‬ ‫َ ٌّ‬
‫آلاًت ل‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ َ َ َّ ُ ُ َ َ َ َ‬ ‫َْ‬ ‫َّللا َوا ْس ُحىا ْال َُ ْى َم ْآلاخ َش َ َوال َح ْل َث ْ‬ ‫اك ُب ُذوا َّ َ‬ ‫َك ْىم ْ‬
‫ىه ﻓإخز ْت ُه ُم‬ ‫ض ُم ْف ِع ِذًً *ﻓىزﺑ‬ ‫ِ‬ ‫س‬ ‫ألا ْ‬ ‫ي‬‫ف‬ ‫ِ‬ ‫ا‬ ‫ى‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫الش ْح َفت ﻓإ ْ‬
‫ىد َوك ْذ ج َب َّح َن لى ْم ِم ًْ َم َع ِاه ِن ِه ْم َوص ٍَّ ًَ‬ ‫ص َب ُحىا في َداسه ْم َحاثم َحن * َو َك ًادا َوث ُم َ‬
‫ِِ‬ ‫ِ ِِ‬ ‫َّ‬
‫ون َو ِﻓ ْش َك ْى َن‬ ‫ًٍ * َو َك ُاس َ‬ ‫العبُﻞ َو َو ُاهىا ُم ْع َد ْبصش َ‬ ‫ص َّذ ُه ْم َكً َّ‬ ‫ان َؤ ْك َم َال ُه ْم َﻓ َ‬ ‫الؽ ُْ َؼ ُ‬‫َل ُه ُم َّ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ َ ًُ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ىس ى ﺑ ْال َب ِّ َى ِ ْ ُ‬
‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ان َو َل َل ْذ َح َاء ُه ْم ُم َ‬ ‫َو َه َام َ‬
‫ض و َما واهىا َظ ِاﺑ ِلحن *ﻓىال‬ ‫ْ‬
‫اث ﻓاظخىبروا ِفي ألاس ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫الص ُْ َح ُت َوم ْن ُه ْم َمًْ‬ ‫َؤ َخ ْز َها ﺑ َز ْهب ِه َﻓم ْن ُه ْم َم ًْ َؤ ْس َظ ْل َىا َك َل ُْ ِه َحاص ًبا َوم ْن ُه ْم َم ًْ َؤ َخ َز ْج ُه َّ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬
‫ْ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ َّ ُ َ ْ َ ُ ْ َ َ ْ َ ُ َ ْ ُ َ ُ ْ َ ْ ُ نَ‬ ‫َ‬
‫خ َع ْف َىا ِﺑ ِه ألاسض و ِمنهم مً ؤغشكىا وما وان َّللا ِلُـ ِلمهم ول ِىً واهىا ؤهفعهم ًـ ِلمى‬
‫َ ْ َ َ ْ َ ُّ ُ ُ ٌ َ‬
‫ىه َوح ْع َى ُّد‬ ‫هللا ح َلالى ‪ً ﴿:‬ىم جبُع وح‬
‫َ َ‬ ‫َ ُُ َ ُ‬ ‫﴾‪َّ ُ ْ َ ْ َّ َ ُّ َّ ً .‬‬
‫ثاهُا‪ :‬اللف واليؽ ُش غ ُحر اإلاشج ِب‪ِ :‬مثاله ‪ :‬كىٌ ِ‬
‫ُ‬ ‫وكىا ْال َل َز َ‬ ‫ُ ُ ٌ َ َ َّ َّ َ ْ َ َّ ْ ُ ُ ُ ُ ْ َ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ َ ُ ْ َ ُ ُ‬
‫اب ِﺑ َما ه ْى ُخ ْم‬ ‫وحىه ﻓإما ال ِزًً اظىدث وحىههم ؤهفشجم بلذ ِإًما ِهىم ﻓز‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ ْ ُ ُ َ َ َ َّ َّ َ ْ َ َّ ْ ُ ُ ُ ُ ْ َ َ ْ َ َّ‬
‫َّللا ُه ْم ِﻓ َيها خ ِال ُذون ﴾‪.‬‬ ‫جىفشون *وؤما ال ِزًً اﺑُظذ وحىههم ﻓ ِفي سحم ِت ِ‬

‫‪Al-Muba>laghah‬‬

‫جػزيف املبالغة‬
‫ّ‬
‫اللغت‪ :‬الاحتهاد في الش يء إلى ّ‬
‫حذ الاظخلصاء والىصىٌ ﺑه إلى غاًخه‪،‬‬ ‫اإلابالغت في‬
‫حذه الزي هى له في الخلُلت‪ً ،‬لاٌ لغت‪:‬‬ ‫وجإحي ﺑملنى اإلاغاالة‪ ،‬وهي الضٍادة ﺑالش يء كً ّ‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫َ‬
‫ﺑالغ في ألامش ُمبالغت وبالغا‪ ،‬إرا احتهذ ﻓُه واظخلص ى‪ ،‬وإرا غالى ﻓُه ؤًظا‪ .‬واإلابالغت‬
‫ً‬ ‫ًّ‬ ‫ّ‬
‫اإلاخيلم لىصف ما َّؤهه ﺑلغ في ّ‬ ‫ً‬
‫حذا معدبلذا‬ ‫الؽذة ؤو الظلف‬ ‫ٍ‬ ‫اصؼالحا هىا‪ :‬ؤن ًّذعي‬
‫ً‬
‫ؤو معخحُال‪.‬‬

‫‪62‬‬
‫آلاراء حىل قبىلها أو غدمه‪:‬‬
‫ّ‬ ‫ّ‬ ‫ً‬ ‫اإلادؽذدًً َس ْﻓ َ‬
‫ّ‬
‫والصذق‪.‬‬ ‫الخم‬ ‫ظها مؼللا‪ ،‬لخشوحها كً مىهج‬ ‫ًشي بلع‬
‫ْ َُ‬ ‫ّ‬ ‫َّ‬ ‫ً‬ ‫ّ ُ‬
‫وٍشي اإلاترخصىن كبىلها مؼللا‪ ،‬في الخلبحراث ألادﺑُت‪ ،‬ﺑذكىي ؤن ؤكزب الؽلش ؤهزﺑه‪.‬‬
‫ً‬
‫ألامش‪ ،‬ﻓلبلىا مً اإلابالغت ما وان منها حعىا‬ ‫جىظ ُؼىا في ْ‬
‫ّؤما حمهىس الللماء وألادﺑاء ﻓلذ َّ‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫حمُال حاس ًٍا َ‬ ‫ً‬
‫مجشي الاكخذاٌ الزي ال ًشاه الىاط معدىىشا وال ُم ْع َخ ْه َجىا‪ ،‬ؤو كائما كلى‬
‫الخصىٍش الخُالي في ظُاق مً الىالم ٌَ ْع َم ُح ﺑزلً‪ ،‬بؽشغ ؤن ال ًيىن في اإلابالغت ٌ‬
‫إيهام‬
‫ٌ‬ ‫ً‬ ‫ّ‬
‫اإلاخللي َّؤن الىالم َم ُعىق كلى‬‫ّ‬ ‫ُْ ُ‬
‫ﺑيﻞ كىاصشها‪ ،‬ﺑﻞ ًذ ِسن ِ‬ ‫حلُلت واكلت ّ‬ ‫ﺑإن اإلاخيلم ًُ َل ّش ُس‬
‫ّ‬
‫ٍادة ملبىلت‪.‬‬
‫َ‬ ‫َ‬
‫ظبُﻞ اإلابالغت‪ ،‬ﻓُإخز منها اإلالنى اإلالخاد في الىثرة مم ص ٍ‬

‫أقسام املبالغة‪:‬‬

‫كعم كلماء البذٌم اإلابالغت إلى ثالثت ؤكعام‪ :‬اللعم ألاوٌ‪" :‬الخبلُغ" وهي اإلابالغت‬ ‫ّ‬
‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬ ‫ً‬
‫"ؤلاغشاق" وهي اإلابالغت اإلامىىت كلال ال كادة‪.‬‬ ‫ِ‬ ‫الثاوي‪:‬‬ ‫اللعم‬ ‫‪.‬‬ ‫وكادة‬ ‫كلال‬ ‫اإلامىىت‬
‫ُ ّ‬
‫اللعم الثالث‪" :‬الغلى" وهي اإلابالغت غحر اإلامىىت ال في اللادة وال في الللﻞ‪.‬‬

‫‪Uslu>b Al-Haki>m‬‬

‫ألاسلىب الحكيم (ج ــىاب الحكي ــم)‬


‫هى ؤحذ املخعىاث اإلالىىٍت في كلم البذٌم ﻓهى ؤحذ مباحث البالغت وَلنى‪ :-‬جللي‬
‫املخاػب بغحر ما ًتركبه‪ .‬إما ﺑترن ظؤاله وؤلاحاﺑت كً ظؤاٌ لم ٌعإله‪ .‬وإما ﺑحمﻞ هالم‬
‫اإلاخيلم كلى غحر ما وان ًلصذ وٍشٍذ‪ ،‬جيبيها كلى ؤهه وان ًيبغي له ؤن ٌعإٌ هزا‬
‫العؤاٌ‪ ،‬ؤوٍلصذ هزا اإلالنى وكُﻞ‪ :-‬حىاب الخىُم (ؤظلىب الخىُم‪ /‬الجىاب الخىُم‬
‫ً‬
‫هى إحاﺑت العائﻞ ﺑإهثر مما ٌعإٌ كىه ألن حاحت العائﻞ ال جخم غالبا إالبهزه الضٍادة‬

‫‪63‬‬
‫ُ‬
‫ًلىٌ الصىلاوى سحمه هللا في ظبﻞ العالم‪ : -...‬وَلشف حىاب الخىُم كىذ الللماء ﺑـ‪:-‬‬

‫"ؤن ًضٍذ اإلافتي في الجىاب كلى ظؤاٌ العائﻞ حتى ٌعخفُذ العائﻞ ؤي ‪ :‬ال جخم الفائذة‬
‫إال ﺑالضٍادة في الجىاب‪ً .‬لىٌ العُذ هاؼمى في حىاهش البالغت ؤظلىب الخىُم‪:-‬‬

‫هى جللي املخاػب بغحر ما ًتركبه إما ﺑترن ظؤاله‪ :‬وؤلاحاﺑت كً ظؤاٌ لم ٌعإله‪ .‬وإما‬
‫ﺑحمﻞ هالم اإلاخيلم كلى غحر ما وان ًلصذ وٍشٍذ‪ ،‬جيبيها كلى ؤهه وان ًيبغي له ؤن ٌعإٌ‬
‫هزا العؤاٌ‪ ،‬ؤوٍلصذ هزا اإلالنى‪ .‬ﻓمثاٌ ألاوٌ‪ :-‬ما ﻓلﻞ اللبلثري ﺑالدجاج‪ ،‬إر كاٌ له‬
‫الدجاج مخىكذا (ألحملىً كلى ألادهم ًشٍذ الدجاج‪ :‬اللُذ الخذًذ ألاظىد‪ .‬ﻓلاٌ‬
‫اللبلثري‪ :‬مثﻞ ألامحر ًحمﻞ كلى ألادهم وألاؼهب‪ٌ .‬لني الفشط ألاظىد‪ ،‬والفشط‬
‫ألاﺑُع‪ ،‬ﻓلاٌ له الدجاج‪ :‬ؤسدث الخذًذ‪ .‬ﻓلاٌ اللبلثري‪ :‬ألن ًيىن حذًذا خحر مً ؤن‬
‫ًيىن ﺑلُذا‪ ،‬ومشاده جخؼئت الدجاج ﺑإن ألالُم ﺑه الىكذ ال الىكُذ‪.‬‬

‫ومثاٌ الثاوي‪:‬كىله حلالى‪ :‬وَعإلىهً مارا ًىفلىن كﻞ ما ؤهفلخم مً خحر ﻓللىالذًً‬


‫وألاكشبحن والُخامى واإلاعاهحن واﺑً العبُﻞ ‪ .‬ظإلىا الىبي كلُه الصالة والعالم كً‬
‫حلُلت ما ًىفلىن مالهم‪ ،‬ﻓإحُبىا ﺑبُان ػشق إهفاق اإلااٌ‪ :‬جيبيها كلى ؤن هزا هى ألاولى‬
‫وألاحذس ﺑالعؤاٌ كىه‪ .‬وكاٌ حلالى‪ٌ :‬عإلىهً كً ألاهلت كﻞ هي مىاكُذ للىاط والدج‪.‬‬

‫‪Ta’ki>d al-Madh bi ma Yusybih al-Damm‬‬


‫املدح بما ُيشب ُه َّ‬
‫الذم‬ ‫ثأكيد ْ‬
‫ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫مى ِفُ ٍتَّ‬‫رم ْ‬ ‫مً ص َفت ّ‬ ‫عدثنى ْ‬‫ؤحذهما ْؤن ٌُ َ‬ ‫الزم‪ :‬طشبان‪ُ :‬‬ ‫َّ‬ ‫اإلاذح ﺑما ٌُؽبهُ‬ ‫جإهُذ ْ‬‫ُ‬
‫ِ ِ ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫بهً ُﻓلىٌٌ‬ ‫َ‬
‫ظُىﻓ ُهم َّ‬ ‫غحر ؤنَّ‬
‫هلىله‪ :‬وال َك ُْ َب ﻓيهم َ‬ ‫ُ‬
‫دخىلها ﻓيها‪ِ ،‬‬ ‫ِ‬ ‫جلذًش‬
‫ِ‬ ‫كلى‬ ‫مذح‬
‫ٍ‬ ‫صفت‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫َُْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫ُ َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫اظخثىاء ج ِليها‬
‫ٍ‬ ‫ﺑإداة‬
‫مً ِكش ِاق الىخا ِئ ِب وثاهيهما‪ :‬ؤن ًثبذ لش ٍيء صفت مذ ٍح‪ ،‬وٍؤحى بلذها ِ‬
‫غحر َّؤهه = َح ٌ‬
‫ىاد ﻓما ُ‬ ‫ً َ َُ ْ َْ َ ُ‬ ‫ُ ْ ُ ْ‬
‫اإلااٌ ﺑاك ًُا‬‫ِ‬ ‫كلى‬ ‫ي‬ ‫بل‬
‫ِ‬ ‫ً‬ ‫َ‬ ‫ه‬ ‫اﻓ‬ ‫ص‬‫و‬‫ؤ‬ ‫ذ‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ى‬ ‫ﻓت‬ ‫‪:‬‬ ‫ه‬ ‫هلىل‬
‫ِ‬ ‫‪،‬‬‫ي‬ ‫ش‬‫خ‬ ‫صفت مذ ٍح ؤ‬

‫‪64‬‬
‫الذم بما ُي ْشب ُه ْ‬
‫املد َح‬ ‫ثأكيد ّ‬ ‫ُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫صفت مذح َّ‬
‫مىفُ ٍت‬ ‫ألاو ٌُ ْؤن ٌُ ْع َد ْثنى ْ‬
‫مً‬ ‫ؤًظا‪َّ .‬‬‫ط ْشبان ً‬ ‫الزم ﺑما ٌُ ْؽب ُه ْ‬
‫اإلاذ َح‪َ :‬‬ ‫جإهُذ ّ‬ ‫ُ‬
‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ ْ قُ‬ ‫َّ َّ ُ َ َ َّ ُ‬ ‫ﻓالن ال َ‬ ‫هحى‪ٌ :‬‬‫رم كلى جلذًش دخىلها ﻓيها‪ُ ،‬‬ ‫صفت ّ‬‫ُ‬
‫ﻓُه‪ ،‬إال ؤهه ًخصذق ﺑما ٌع ِش ‪.‬‬ ‫خحر ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬ ‫ٍ‬
‫ْ‬ ‫ُ ّ ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ ّ َُْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫َ ُ‬ ‫ْ‬
‫رم ؤخشي‪،‬‬ ‫اظخثىاء ج ِليها صفت ٍ‬
‫ٍ‬ ‫ﺑإداة‬
‫رم‪ ،‬وٍؤحى بلذها ِ‬ ‫والثاوي‪ ،‬ؤن ًثبذ لش ٍيء صفت ٍ‬
‫ْ‬ ‫وظىء ُمشاكاة وما َ‬ ‫ً‬ ‫ُ َّ َّ‬ ‫هلىله‪َ :‬‬
‫ران في اليل ِب‬ ‫ٍ‬ ‫َ‬ ‫ﻓُه َماللت‬
‫اليلب إال إن ِ‬ ‫هى‬ ‫ِ‬

‫‪I’tila>f al-lafdz ma’a al-ma’na>.‬‬


‫ُ‬
‫ائحالف اللفظ َ‬
‫مؼ املػنى‬ ‫ِ‬
‫َ‬ ‫ً‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬
‫ُ‬
‫ﻓخخخاس ألالفاؾ‬ ‫هى ْؤن جيىن ألالفاؾ مىا ِﻓ َلت للملا ِوي‪،‬‬ ‫مم اإلالنى‪َ :‬‬ ‫ائخالف اللفف َ‬
‫ِ‬
‫ّ َ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫َ َْ َ‬
‫اللُ َىت‬
‫ِ ِ‬ ‫اث‬ ‫س‬ ‫واللبا‬ ‫‪،‬‬‫الشكُلت‬ ‫واليلماث‬
‫ِ‬ ‫؛‬ ‫والخماظت‬
‫ِ‬ ‫ش‬
‫ِ‬ ‫للفخ‬ ‫الؽذًذة‬ ‫اث‬‫ِ‬ ‫س‬‫واللبا‬ ‫‪،‬‬‫ت‬ ‫الجضل‬
‫َ َ‬ ‫ظ ّش ًٍت = َه َخىىا ح َ‬ ‫َ َْ َ ْ ً‬ ‫َ‬
‫غ ْؤو كؼ َش ْث‬ ‫ِ‬
‫جاب ْ‬
‫الؽم‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫بت ُم َ‬ ‫ظ‬ ‫غ‬ ‫ا‬ ‫ى‬ ‫ب‬ ‫ظ‬
‫ِ‬ ‫غ‬ ‫ما‬ ‫إرا‬ ‫‪:‬‬ ‫ه‬ ‫هلىل‬
‫ِ‬ ‫ه‪،‬‬ ‫للغ َضٌ َ‬
‫وهحى‬ ‫ِ‬
‫َ ُْ‬ ‫ْ َ َّ َ َ ْ َ َ ََّ‬ ‫َ َ َْ ّ ً ْ َ َ‬ ‫َ‬
‫وكىله‪ :‬لم ًؼﻞ لُلي‬ ‫ي‬
‫ظُذا مً كبُل ٍت =رس ِمىب ٍر صلى كلُىا وظلما ِ‬ ‫دما إرا ما ؤكشها ِ‬
‫ْ َ ْ ََ ْ َ َ ّ َ َ ْ ٌ َ‬
‫ػُف ؤل ّم‪.‬‬ ‫كني الىشي‬ ‫ولىً لم ؤهم =وهفى ِ‬ ‫ِ‬

‫‪5. Rangkuman‬‬

‫’>‪Bahasan mengenai badi>’ terdiri dari konsep ilmu badi>’ dan uslu>b-uslu>b badi‬‬

‫‪yang meliputi al-muhassina>t al-lafdziyyah dan al-muhassina>t al-ma’nawiyyah. al-‬‬

‫& ‪muhassina>t al-lafdziyyah meliputi al-jina>s, al-saja’ dan radd al-‘ajuz ‘ala> al-shadr‬‬

‫‪al-muhassina>t al-ma’nawiyyah meliputi al-tauriyyah, al-thiba>q, al-muqa>balah,‬‬

‫‪mura>’a>t al-nazdi>r, al-musya>kalah, al-laff wa al-nasyr, al-muba>laghah, uslu>b al-haki>m,‬‬

‫’‪ta’ki>d al-madh bi ma yusybih al-damm, dan I’tila>f al-lafdz ma’a al-ma’na. Ilmu badi‬‬

‫‪65‬‬
adalah ilmu untuk mengetahui aspek-aspek keindahan kalimat yang sesuai dengan

keadaaan, jika aspek-aspek keindahan itu berada pada makna, maka dinamakan

dengan muhassinaa>t ma’nawiyah jika lafadz maka disebut al-muhassina>t al-

ma’nawiyyah.

6. Tugas

Tulislah 30 ayat al-Qur’an dalam QS. Ali ‘Imra>n kemudian analisislah dengan

jelas berbasis uslu>b badi>’ meliputi al-jina>s, al-saja’ dan radd al-‘ajuz ‘ala> al-shadr &

al-tauriyyah, al-thiba>q, al-muqa>balah, mura>’a>t al-nazdi>r, al-musya>kalah, al-laff wa

al-nasyr, al-muba>laghah, uslu>b al-haki>m, ta’ki>d al-madh bi ma yusybih al-damm,

dan I’tila>f al-lafdz ma’a al-ma’na.

7. Tes Formatif

Jawablah pertanyaan berikut!

1) Apa yang dimaksud dengan badi>’!

2) Apa beda muhassina>t al-lafdziyyah dan al-muhassina>t al-ma’nawiyyah!

3) Jelaskan dan berikan contoh baik ayat al-Qur’an maupun hadits dan

perkataan sehari-hari berkaitan dengan:

a. al-jina>s

b. al-saja’

c. radd al-‘ajuz ‘ala> al-shadr

66
d. al-tauriyyah

e. al-thiba>q

f. al-muqa>balah

g. mura>’a>t al-nazdi>r

h. al-musya>kalah

i. al-laff wa al-nasyr

j. al-muba>laghah

k. uslu>b al-haki>m

l. ta’ki>d al-madh bi ma yusybih al-damm

m. I’tila>f al-lafdz ma’a al-ma’na.

4) Berikan masing-masing tiga contoh mengenai hal-hal berikut dari kreasi anda

sendiri:

a. al-jina>s

b. al-saja’

c. radd al-‘ajuz ‘ala> al-shadr

d. al-tauriyyah

e. al-thiba>q

f. al-muqa>balah

g. mura>’a>t al-nazdi>r

h. al-musya>kalah

67
i. al-laff wa al-nasyr

j. al-muba>laghah

k. uslu>b al-haki>m

l. ta’ki>d al-madh bi ma yusybih al-damm

m. I’tila>f al-lafdz ma’a al-ma’na.

68
DAFTAR PUSTAKA

Akhdlori, Imam, Ilmu Balaghah Tarjamah Jauhar Maknun (H. Moch Anwar),
Bandung: al-Ma’arif, 1989. Cet ke. 3,

al-Bala>ghah al-Wa>dhihah, Juz 1, hal. 10

Al-Hâsyimiy, Ahmad, Jawahir al-Balaghah fi al-Ma‘aniy wa al-Bayan wa al-Badi‘,


Indonesia: Maktabah Dar Ihya al-Kutub al-‘Arabiyyah, 1960

Al-Jarim, Ali & Usman Musthafa (1994), Al Balaghatul Wadhihah . Bandung : Sinar
Baru Algensindo

al-Jarim, Ali & Musthafa Amin, Terjemahan al-Balaghatul Waadihah (Penerjemah


Mujiyo Nurkhlois dkk), Bandung: Sinar Baru Al-Gensindo, 2004. Cet. ke 5

Basyuni, Abdul Fatah. 2015. Ilmu Bayaan Dirosatu Takhliiliyyah al-Masaail al-
Bayan. Kairo: Muassasah Mukhtar.

Hidayat, D, al-Balâghah li al-Jamȋ' wa al-Syawâhid min Kalâm al-Badȋ' (Balaghah


Untuk Semua), Tangerang Selatan, PT. Karta Toha Putra Semarang dan
Yayasan Bina Masyarakat Qur'ani Jakarta, tt (2011).

Zaenuddin, Mamat dan Yayan Nurbayan. 2007. Pengantar Ilmu Balaghah. Bandung:
Refika Aditama.

،‫اللغوي‬ ‫إلادماج‬ ‫قواعد‬ ، ‫عثمان‬ ‫أبو‬ ،‫أحمد‬


diunduh 01 Mei 2012 t=5480 http://www.ahlalloghah.com/showthread.php?

‫ البالغت الواضحت البيان واملعاوي والبدٌع للمدارس‬،‫ على ومصطفى أمين‬،‫الجارم‬


.‫ث‬.‫ د‬،‫ دار املعارف بمصر‬:‫ مصر‬،‫الثاهوٍت‬
‫ مفتاح‬،)‫ هـ‬626 :‫ إمام أبو ٌعقوب ًوشف بن ابي بكر دمحم ابن علي (م‬،‫الصكاكي‬
،‫ هـ‬7041 /‫ م‬7891 ،‫ دار الكتب العلميت‬:‫ بيروث‬،‫العلوم‬
‫ القاهرة‬،‫ علم البدٌع‬،‫عبد العزٍز عتيق‬

69
Sumber Internet

http://afaqattaiseer.net/vb/showthread.php?t=1054

http://alsrat.com/vb/showthread.php?t=2369 diunduh 01 Mei 2012.

http://islamport.com/w/lqh/Web/2180/804.htm

http://mawdoo3.com

http://tiaret2.yoo7.com/t936-topic diunduh 01 Mei 2012.

http://www.alukah.net/sharia/0/102728/#ixzz5Jnwhn6iE

http://www.atida.org/forums/showthread.php?t=2882

http://www.dhifaaf.com/vb/archive/index.php/t-11641.html diunduh 01 Mei 2012.

http://www.dzodz.com/vb/showthread.php?t=7356

http://www.ruowaa.com/vb3/showthread.php?t=9346 diunduh 01 Mei 2012.

http://www.twhed.com/vb/t4438/

https://riungsastra.wordpress.com/2010/10/16/pengertian-ilmu-ma%E2%80%99ani/

https://wakidyusuf.wordpress.com/2016/04/27/balaghah-arti-ilmu-badi-obyek-
bahasan-pengaruh-ilmu-badi-penyusun/

https://www.almaaref.org

https://www.materipendidikan.info/2017/09/pengertian-ilmu-balaghah-dan-
bidang.html

70
PENDALAMAN MATERI BAHASA ARAB
MODUL 5
FIQH LUGHAH DAN ILM LUGHAH

Penulis:

Ahmad Royani, M.Hum.

PPG DALAM JABATAN


Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
2018
DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ..........................................................................................................
Rasional dan Deskripsi Singkat ...................................................................
Relevansi .....................................................................................................
Petunjuk Belajar ..........................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 1: FIQH LUGHAH DAN ILM LUGHAH ..................................


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ........................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan ..................................................
Pokok-Pokok Materi ....................................................................................
Uraian Materi ..............................................................................................
Rangkuman ................................................................................................
Tugas .........................................................................................................
Tes Formatif ...............................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 2: BAHASA ARAB DI ANTARA RUMPUN BAHASA


SEMIT ..............................................................
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ............................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan .......................................................
Pokok-Pokok Materi ..........................................................................................
Uraian Materi ...................................................................................................
Rangkuman .....................................................................................................
Tugas ................................................................................................................
Tes Formatif .....................................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 3: METODE PENELITIAN LINGUISTIK


..................................................
Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan ...........................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan ........................................................
Pokok-Pokok Materi ........................................................................................
Uraian Materi ...................................................................................................
Rangkuman .......................................................................................................
Tugas ..............................................................................................................
Tes Formatif ..................................................................................................

KEGIATAN BELAJAR 4: PSIKOLINGUISTIK.............................................................


Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan .............................................................
Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan ........................................................
Pokok-Pokok Materi .......................................................................................
Uraian Materi ..................................................................................................
Rangkuman .....................................................................................................
Tugas ..........................................................................................................
Tes Formatif ...................................................................................................
TUGAS AKHIR .......................................................................................................
TES SUMATIF ........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
GLOSARIUM .........................................................................................................
PENDAHULUAN

Rasional dan Deskripsi Singkat


Dalam Modul 5 ini Anda kami ajak untuk mempelajari Fiqh Lughah dan Ilm
Lughah. Selaras dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki oleh guru bahasa
Arab, modul ini bertujuan agar Anda memiliki kompetensi yang berkaitan dengan
Fiqh Lughah dan Ilm Lughah. Secara rinci setelah mempelajari materi dalam modul
ini, diharapkan Anda dapat:
1. Mengidentifikasi konsep fiqh lughah dan ilm lughah
2. Mengidentifikasi sejarah kemunculan bahasa Arab
3. Mengidentifikasi metode penelitian linguistik
4. Mengidentifikasi konsep dasar psikolinguistik

Relevansi
Fiqh lughah dan Ilm lughah adalah dua ilmu yang sangat penting dalam kajian
bahasa arab. Fiqh lughah adalah kajian bahasa arab klasik yang meliputi sejarah
kemunculan dan perkembangan bahasa arab. Linguistik dalam definisi yang paling
sederhana adalah kajian bahasa secara ilmiah. Ini berarti bahwa kajian bahasa itu
objektif, tidak subjektif. Objektivitas yang dituntut ini membawa ke stabilnya banyak
fakta dan terbentuknya banyak metode serta penciptaan iklim ilmiah yang
memberikan derajat tinggi tentang kerja sama dan saling tukar pengalaman kepada
para linguis yang spesialis dalam berbagai bahasa.
Pada modul ini, kita akan mempelajari ruang lingkup fiqh luhah dan ilm
lughah, linguistik modern dan metode linguistik yang dapat digunakan untuk
mengkaji bahasa dari sisi sejarah perkembangannya, deskripsi bahasa,
perbandingan antara satu bahasa dengan bahasa yang lain baik yang serumpun
maupun yang tidak serumpun.
Petunjuk Belajar
Agar Anda dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan, Anda dapat mengikuti petunjuk berikut.
1. Bacalah secara cermat tujuan belajar yang hendak dicapai.
2. Pelajari contoh yang tersedia.
3. Cermati materi fiqh lughah dan ilm lughah ini, dengan beri tanda-tanda khusus
pada bagian yang menurut Anda sangat penting.
4. Lihatlah glosarium yang terletak di bagian akhir tulisan ini, apabila menemukan
istilah-istilah khusus yang kurang Anda pahami.
5. Kerjakan latihan dengan baik, untuk memperlancar pemahaman Anda.
6. Setelah Anda mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan, mulailah
membaca modul ini secara teliti dan berurutan.
KEGIATAN BELAJAR 1: FIQH LUGHAH DAN ILM LUGHAH

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi konsep fiqh lughah dan ilm lughah

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Menemukan konsep fiqh lughah dan ilm lughah
2. Menemukan sejarah fiqh lughah

Pokok-Pokok Materi

A. Pengertian fiqh lughah dan ilm lughah


B. Sejarah fiqh lughah

Uraian Materi
A. Antara Fiqh Al-Lughah dan Ilm Al-Lughah
Ada dua istilah yang membahas tentang bahasa yaitu, Fiqh Al-
Lughah dan Ilm Al-Lughah. Apakah istilah pertama sama dengan istilah
kedua atau keduanya berbeda?
Fiqh Al-Lughah ( ‫ ) ﻓﻘﮫ اﻟﻠﻐﺔ‬terdiri dari 2 kata yaitu ‫ ﻓﻘﮫ‬dan ‫اﻟﻠﻐﺔ‬. Al-Fiqh
secara bahasa, sebagaimana yang disebutkan dalam kamus lisanul arab
berarti pengetahuan dan pemahaman tentang sesuatu. Sedangkan di dalam
kamus Al-Wasith, Al-Fiqh berarti pemahaman, pengertian yang mendalam,
dan pengetahuan. Pengertian ini dikuatkan oleh kamus-kamus bahasa arab
yang menyebutkan bahwa kata Fiqh berarti pengetahuan, dan Fiqh Al-
Lughah berarti Ilm Al-Lughah.
Adapun kata Al-Lughah memiliki banyak pengertian yang barangkali
telah tercakup pada sebuah pengertian yang berbunyi “Al-lughah adalah
fenomena psikologi sosial, kebudayaan yang diperoleh tanpa dipengaruhi
oleh sifat biologis seseorang, akan tetapi Al-Lughah tersusun dari kumpulan
simbol bunyi bahasa yang diperoleh melalui pemilihan, dengan kata lain Al-
Lughah itu sesuatu yang telah ditentukan di dalam pikiran. Melalui aturan
simbol bunyi ini, masyarakat bisa saling memahami dan saling bersosialisasi.
Fiqh Al-Lughah dari sisi bahasa adalah Ilm Lhugah dengan ketetapan
kebahasaan ( Ilm Lughah), maka apakah Fiqh Al-Lughah termasuk bagian
dari istilah yang sama dengan salah satu kata bahasa Inggris (Philology),
dan apakah Ilm Al-Lughah sama dengan kata bahasa Inggris (Lingusitik)?
Sesungguhnya ulama bahasa Arab klasik tidak membedakan 2 istilah
ini. Dan hal ini tetap berlanjut hingga masa peneliti bahasa kontemporer.
Menurut Ali Abdul Wahid Wafi, kajian tentang Ilm Al-Lughah itu telah
dipelajari oleh sebagian penulis-penulis Arab yang berkaitan dengan Isim-
isim yang berbeda yang kemudian dikenal dengan Fiqh Al-Lughah.
Penamaan ini sesuai jika ditempatkan dalam kajian tersebut. Sesungguhnya
pengetahuan tentang sesuatu, selalu berkaitan dengan aspek filosofisnya,
pemahamannya, dan pengalaman yang sesuai kaidah-kaidah praktis.
Menurut Syaikh Shubha Ash-Shalih, sangat sulit untuk menentukan
pokok perbedaan antara Ilm Al-Lughah dan Fiqh Al-Lughah karena mayoritas
pembahasaannya saling tumpang tindih pada setiap golongan Linguis di
Barat maupun Timur, Klasik maupun Kontemporer. Jika kita cari perbedaan
antara dua jenis kajian bahasa ini tentu kita akan menemukan kesulitan. Dan
kita mengapresiasi para peniliti bahasa kontemporer, yang tidak mengganti
penamaan klasik ini karena telah populer pada seluruh kajian bahasa.
Akan tetapi ada beberapa peneliti kontemporer lain yang
membedakan antara Fiqh Al-Lughah dan Ilm Al-Lughah, diantaranya Kamal
Basyar, Laghwi Bashar, yang memberikan pengertian tentang Fiqh Al-
Lughah yaitu Pada masa klasik ada 2 macam penelitian bahasa yang utama,
pertama penelitian yang mencakup kamus dan sejenisnya, juga ada
permasalahan-permasalahan tentang makna kosakata, originalitasnya,
kepopulerannya, sinonimya, seni ukirannya, derivasinya dan bentuk majazi
dan haqiqinya. Kedua, penelitian yang meliputi kajian umum yang
menyajikan ilmu-ilmu seperti Kalam yang mencakup dialeg, fungsi bahasa,
asalnya dan sumbernya. Ada sebuah pernyataan” Fiqh Al-Lughah belum
hilang pada zaman kontemporer, artinya penelitian tentang masalah ini,
masih dikombinasikan oleh para pelajar dengan mengemukakan pengertian
baru. Mereka menamainya ketika mereka berdiskusi walaupun ada
persamaan. Kombinasi ini jelas. Fiqh Al-Lughah dengan pemahaman lama
dan barunya tidak menjadi bagian dari kajian-kajian Ilm Al-Lughah. Dan
mungkin tidak memerlukannya dan cukup dengan istilah umum ini saja yang
aplikasinya terus berlangsung hingga sekarang dan menjadi salah satu
macam pelajaran bahasa. Demikin juga yang disimpulkan oleh Abduh Rajahi,
seorang peneliti dan linguis mesir di bukunya yang berjudul “Fiqh Al-Lughah
pada buku buku bahasa Arab” bahwasanya dia memiliki banyak penjelasan
hingga sekarang bahwa ada perbedaan yang jelas antara Ilm Al-Lughah dan
Fiqh Al-Lughah dan metodenya pada pembelajaran bahasa dan perbedaan
ini seharusnya menjadi jelas ketika orang arab melakukan penelitian metode
bahasa.
Demikianlah, kita bisa lihat bahwa ada perhatian Linguis yang
menulis Fiqh Al-Lughah. Perhatian pertamanya mereka mempercayai
metode arab klasik dalam membedakan Fiqh Al-Lughah dan Ilm Al-Lughah,
sedangkan perhatian keduanya adalah adanya pengaruh kajian kebahasaan
modern yang dikembangkan oleh para linguis Eropa dan Amerika walaupun
ada perbedaan diantara keduanya.

B. Sejarah Fiqh Al-Lughah di kalangan Arab


Sebenarnya semenjak dari masa yang paling awal dalam sejarah
studi bahasa di kalangan Arab telah muncul beberapa istilah yang
merupakan nama atau sebutan bagi kajian-kajian kebahasaan ini dalam
bentuk khususnya. Sebagian istilah tersebut terkadang masih terpakai
hinggga sekarang meski dengan metodologi yang berbeda. Diantara istilah-
istilah yang popular dalam kajian kebahasaan di kalangan Arab dahulu
adalah al-lughah, al-nahwu, al-arabiyah. Seperti diketahui bahwa para ulama
muslim Arab terdahulu pertama sekali menyebut aktivitas mengoleksi dan
mengumpulkan kosakata-kosakata Arab (al-mufradat al-arabiyah) dengan
beberapa sebutan, yang paling lama adalah al-lughah. Jadi yang mereka
maksud dengan istilah al-lughah atau ilmu al- lughah itu adalah ilmu khusus
mengoleksi atau mengumpulkan kosakata-kosakata bahasa Arab, kemudian
mereka menganalisa kosakata tersebut sedemikian rupa termasuk mengenai
makna-maknanya. Hal ini mereka lakukan terutama terhadap kosakata-
kosakata Al-Qur’an yang mereka anggap aneh atau asing yang sulit mereka
fahami. Seperti yang pernah dilakukan Ibn Abbas (w. 68 H) ketika dia
memfokuskan perhatiaannya kepada kosakata-kosakata anehatau asing (al-
gharib atau foreign words) yang ada dalam al-Qur’an sehingga lahirlah
kitabnya gharib al-Qur’an.
Orang –orang yang melakukan kegiatan itu mereka sebut dengan al-
Lughawi yakni orang yang mengerti dan menguasai sekelompok besar
kosakata, terutama yang terkait dengan kosakata yang aneh (gharib)atau
bisa juga mereka yang menulis mu’jam (kamus).
Di samping itu, sesungguhnya para ulama terdahulu juga
membedakan antara apa yang mereka sebut dengan istilah al-lughah dan
istilah al-‘arabiyah, yang mereka maksud dengan istilah al-arabiyah adalah
al-nahwu dan istilah al-lughah adalah fiqh lughah. Dalam perkembangan
selanjutnya istilah al-nahwu untuk menunjukkkannama dari ilmu ini, dan al-
nahwi untuk menunjuk orang yang menguasai ilmu ini, terkadang sering
digandengkan dengan ilmu lain yaitu al-sharf. Dalam khazanah bahasa Arab
masing-masing ilmu tersebut memiliki medan kajian sendiri-sendiri akan
tetapi sering digandengkan dalam penyebutannya,yakni ilmu al-Qawai’d.
Pada abad ke IV H muncullah istilah teknis baru dalam wacana
keilmuan Arab yakni fiqh lughah. Hal ini disebabkan karena Ibn Faris (w. 395
h), menulis sebuah buku yang berjudul al-shahibi fi fiqh al-lughah wa sunan
al-arabiyah fi kalamiha. Karya inilah untuk pertama kalinya yang
menggunakan istilah fiqh lughah dalam khazanah keilmuan Arab (al-turats al-
arabi). Kemudian datang pula al-Tsa’alibi (w. 429 H)menggunakan istilah
yang sama pasca ibn Faris. Dia seorang ahli bahasadan sastra dan menulis
bukunya dengan judul Fiqh al- lughah wa Sirr al-Arabiyah. Kedua buku
tersebut secara umum sama-sama membahas problematika al-alfaz al-
arabiyah, maka tema besar fiqh lughah bagi mereka berdua adalah ma’rifah
al-alfaz al-arabiyah wa dilalatuha (studi terhadap kosakata Arab dan
maknanya), tashnif hadzihi fi maudhu’at (mengklasifikasikannya ke dalam
topik-topik tertentu) dan segala sesuatu yang terkait dengan ituKitab ibn Faris
memuat beberapa permasalahan teoritik seputar bahasa. Diantara yang
popular darinya ialah persoalan kemunculan bahasa (nasy’at al-lughah) atau
dalam linguistik modern sekarang disebut the origin of language. Ketika para
ulama bertikai tentang masalah tersebut, sebagian menganggap bahwa
bahasa bersifat konvensional atau ketetapan bersama antara sesama
masyarakat (‘urfan ijtima’iyyan), maka ibnu Faris datang membantah
pendapat itu dengan mengajukan teori Tauqifi atau berdasarkan wahyu yang
diturunkan dari langit. Akan tetapi topik mengenai keterkaitan bahasa dengan
wahyu ini tidak terkait dalam kajian ilmu linguistik modern
Istilah Fiqh Lughah merupakan murni istilah Arab yang terdiri dari dua
kata yakni fiqh dan al-lughah. Secara etimologi fiqh itu berasal dari bahasa
Arab al-fiqh yang berarti al-fahm (pemahaman).
Adapun secara terminologis, para ulama klasik tidaklah memberikan
defenisi kongkret menyangkut istilah fiqh al-lughah ini. Ibnu Faris misalnya,
yang dianggap sebagai orang pertama yang membidani lahirnya istilah ini
tidak memberikan defenisi yang jelas, baginya : kullu ‘ilmin lisyaiin fahuwa
fiqh (setiap pengetahuan terhadap sesuatu adalah fiqh).
Amil Badi’ Ya’kub mengatakan bahwa diantara buku-buku klasik yang
mengkaji tentang fiqh lughah adalah buku al-Shahibi fi Fiqh al-Lughah wa
Sunan al-Arab fi Kalamiha karya Ibn Faris dan kemudian diikuti oleh buku
Fiqh al-Lughah wa Sirral-al-Arabiyah, karya Abu Mansur al-Tsa’alibi, akan
tetapi kelihatannya Ibn Faris dan al-Tsa’alibi tidak membedakan istilah ini
dengan pengertian-pengertian khusus
Defenisi yang barangkali agak jelas menyangkut istilah ini bisa dilihat
dari penjelasan yang dikemukakan oleh Ramadhan Abd al -Tawwab dalam
bukunya Fushul fi Fiqh al-Arabiyah, bahwa fiqh al-lughah adalah suatu ilmu
yang berusaha mengungkap rahasia-rahasia bahasa, menetapkan kaidah-
kaidah yang berlaku baginya dalam hidupnya, mengetahui rahasia-rahasia
perkembangannya, mengkaji fenomena-fenomenanya yang berbeda-beda,
melakukan studi terhadap sejarahnya disatu sisi, dan melakukan studi
deskriptif disisi lainnya.
Ibn Jinni, seorang linguis Arab yang wafat dipenghujung abad ke IV H
(392 H), telah menulis buku yang sangat berharga dengan materi dalam
kajian kebahasaan yang diberi judul al-Khasasis. Buku tersebut meski tidak
secara ekspilisit menyebut kajian kebahasaan dalam bentuk fiqh lughah,
akan tetapi melihat isi kandungannya maka banyak ulama tanpa ragu
kemudian memasukkannya ke dalam kategori kajian fiqh lughah.
Pada abad ke-10 Hijriah, Jalaluddin al-Suyuti menulis pula sebuah
buku yang bejudul al-Muzhir fi Ulum al- Lughah wa Anwa’iha, yang juga
mengkaji masalah-masalah kebahasaan (fiqh lughah), sementara pada abad
ke -11 Hijriyah muncul pula sebuah buku yang berjudul Syifa’ al-Ghalil Fima fi
Kalam al-Arab Min al-Dakhil yang ditulis oleh Syihab al-Din al-Khafaji.
Kemudian pada abad ke -13 Hijriyah muncul pula Ahmad Faris al-Syidyaq
yang nenulis buku dengan judul Sirru al-Layal fi al-Qalb wa al-Ibdal, yang
membahas tentang al-‘Alaqah baina Ashwat al-kalimah wa Ma’aniha, Dilalah
al-huruf fi ‘al – Alfaz ‘ala al-Ashl al-Ma’nawi, Irja’ al-kalimat dan lain
sebagainya.
Uraian di atas dapat menjelaskan bahwa istilah fiqh lughah setelah
masa al-Tsa’alibi, tidak lagi digunakan oleh para ulama dalam kajian-kajian
kebahasaan sebagaimana para pendahulunya, seperti Ibn Faris dan al-
Tsa’alibi, akan tetapi model-model kajian mereka lebih mengerucut dan fokus
kepada spesifikasi-spesifikasi tertentu yakni tentang tema-tema atau topik-
topik khusus yang yang ada dalam medan fiqh lughah itu sendiri. Jadi
setelah al-Tsa’alibi hampir-hampir istilah fiqh lughah itu tenggelam dan tidak
pernah muncul lagi dalam karya-karya para ulama selama sekian abad. Pada
abad modern istilah ini muncul lagi dalam khazanah kajian kebahasaan di
kalangan Arab,yakni sekitar abad ke-20, yang dipopulerkan oleh Ali Abd al-
Wahid Wafi dengan menulis buku yang berjudul Fiqh al-Lughah.
Dalam kajian –kajian kebahasaan yang dilakukan oleh ulama
mutaakhirin dari kalangan Arab ini masih terikat kepada model kajian
kebahasaan dari ulama dulu (salaf). Oleh karena itu, Tammam Hassan
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan fiqh al-Lughah oleh ulama-ulama
terdahulu (qudama’) maupun ulama-ulama sekarang (al-muhdatsun) dari
kalangan Arab adalah di satu sisi, menyangkut kajian tentang al-
matn(kosakata), kajian tentang komparasi antara bahasa-bahasa semitik( al-
muqaranah al-samiyah), kajian tentang perbedaan dialek(ikhtilaf al-lahjat),
tentang bunyi (ashwat), sementara disisi lain adalah kajian tentang lingistik
modern. (ilmu al- lughah al-hadits).

Rangkuman
Setelah adanya pertentangan pendapat di kalangan Linguis Modern
mengenai konsep Fiqh Al-Lughah dan Ilm Al-Lughah, akhirnya kita sampai
kepada gerakan kebahasaan yang berkembang sangat cepat dalam
beberapa tahun terakhir yang cenderung memiliki perbedaan dasar diantara
keduanya, yaitu:
1. Fiqh Al-Lughah mengkaji bahasa sebagai sarana untuk kajian
kebudayaan atau sastra, sedangkan Ilm Al-Lughah mengkaji esensi
bahasa itu sendiri, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh De
Sausaree bahwa konsep Ilm Al-Lughah adalah bahasa itu sendiri.
2. Sesungguhnya ruang lingkup Fiqh Al-Lughah itu lebih luas dan lebih
komprehensif. Tujuan ilmu Fiqh Al-Lughah adalah mengkaji
kebudayaan dan sastra serta meneliti alam pikiran dari segala
kontennya. Oleh karena itu Fiqh Al-Lughah memperhatikan
pembagian bahasa serta perbandingannya satu dengan yang lain dan
meninjau ulang gaya-gaya tulisan teks klasik melalui cara identifikasi
terhadap konten budaya yang berbeda. Adapun Ilm Al-Lughah fokus
kepada analisis tata bahasa dan deskriptifnya.
3. Istilah Fiqh Al-Lughah mendahului istilah Ilm Al-Lughah dilihat dari sisi
waktu.
4. Ilm Al-Lughah ditandai sejak pertumbuhan dan perkembangan ilmu
science menurut pemahaman yang cermat terhadap istilah ini,
sedangkan belum bisa dirubah
5. Pekerjaan ahli fiqh al-Lughah merupakan pekerjaan sejarawan
(Historical Comparative) adapun ahli ilmu Lughah adalah Descriptive.

Pantas saja disebutkan perbedaan antara Fiqh Al-Lughah dan Ilm Lughah, ini
merupakan perkara yang baru, karena Ilm Lughah belum memyebar kecuali
pada akhir abad 19, Fiqh Al-Lughah merupakan ilmu tarikh yang bertujuan
untuk mengetahui peradaban masa lampau dengan cara melalui dokumen
yang tertulis yang telah ditinggalkannya dan dokument tersebut telah
membantu kita untuk memahami peradaban dan penjelasan pentafsiran
bahasa.

Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Metode
Linguistik Modern. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada
Kegiatan Belajar 1, buatlah peta konsep dari fiqh lughah dan ilm lughah.
Tes Formatif 1

Jawablah dengan benar soal-soal berikut !

1. Sebutkan perbedaan fiqh lughah dan ilm lughah!


2. Jelaskan sejarah kemunculan fiqh lughah di kalangan bangsa arab

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.
KEGIATAN BELAJAR 2: BAHASA ARAB DI ANTARA RUMPUN SEMIT

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi pembagian bahasa-bahasa di dunia

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Menemukan bahasa se rumpun
2. Menemukan perkembangan bahasa semit
3. Menemukan ciri-ciri bahasa semit
4. Menemukan asal-usul bahasa arab.

Pokok-Pokok Materi

1. Bahasa se rumpun
2. Perkembangan bahasa semit
3. Ciri-ciri bahasa semit
4. Asal-usul bahasa arab.

Uraian Materi
A. Sejarah Bahasa Samiyah

Istilah bahasa Samiyah ditetapkan sebagai sebutan bagi sekumpulan


bahasa yang dihubungkan kepada salah satu anak nabi Nuh as yaitu Sam.
Orang yang pertama kali memberikan istilah tersebut adalah Scholozer pada
tahun 1781 ketika dia mencari nama bagi bahasa orang Ibrani dan bangsa
Arab. dia melihat antara bahasa Ibrani dan bahasa Arab ternyata ada
hubungan dan kesamaan.

Scholozer menyandarkan penamaan ini kepada berita yang terdapat


dalam kitab Taurat tentang keturunan Nuh setelah terjadi banjir besar.
Bangsa-bangsa dan kabilah-kabilah dibagi menjadi tiga bagian besar yang
semuanya kembali kepada anak-anak Nuh yaitu Sam, Ham dan Yafat.1

B. Sekilas Tentang Pembagian Bahasa


Terdapat beberapa teori dalam pembagian bahasa-bahasa di dunia,
dua teori yang terpopuler yaitu teori yang mendukung ikatan kebahasaan dan
teori yang bergantung pada kriteria pengembangan dan peningkatan.
Untuk teori pertama, berkembangnya suatu bahasa yang bebas dan
tak terikat dari setiap rangkaian kata, struktur dan susunan yang serupa.
Para ilmuan mengamati dua golongan bahasa yang paling pokok; golongan
Indo-Eropa dan Hamitik-Semitik kemudian sebagian ilmu modern membagi
bahasa-bahasa manusia ke dalam 19 jenis-jenis bahasa menjadi 21 macam.
Golongan India-Eropa adalah bahasa yang paling banyak tersebar
dan memuat beberapa jenis bahasa. Diantaranya adalah bahasa ariyah
dengan 2 cabangnya yaitu: India dan Iran, bahasa Yunani, Italia, dan Jerman
yang termasuk di dalamnya bahasa Inggris, bahasa Belanda, dan bahasa
Jerman.
Golongan Hemitik dan Semitik menduduki golongan arab,
perserikatan Afrika dan sebagian suku di Afrika, karenanya golongan Hemitic
Semitik menggabungkan bahasa-bahasa seperti bahasa Mesir dan bahasa
Bar-Bar, bahasa Qusyait. Sedangkan golongan bahasa semit adalah
bahasanya kaum semit. Mereka adalah bangsa Arramy, Finiqi, Yahudi, Arab,
Yaman, dan Babilonia.
Adapun bahasa manusia lainnya yang juga dibagi sesuai dengan riset
yang dilakukan di pusat studi bahasa di Paris, telah dibagi menjadi 19

1 Ahmad Muhammad Qoddur, Al Madhkal ila Fiqh Al Lughah, (Dar al-Fikr al Mu’ashir: Bairut,
1992), hal.23
macam; bahasa Tharani, Turki, Mongol, dan juga termasuk bahasa Jepang
dan termasuk juga di dalamnya bahasa Cina dan Tibet dan bagian bahasa
melayu juga termasuk menjadi bahasa Indonesia.
Yang bergantung pada pembagian bahasa menurut kriteria
pengembangan dan peningkatan yang berhubungan dengan kaidah sorof
dan struktur aturan.
Menurut teori terdapat 4 jenis makna, yaitu:
1. Bahasa isolasi yaitu bahasa yang tidak berubah-ubah, bentuk
kata ini tidak berubah dan dasarnya tidak melekat dengan huruf-huruf
tambahan baik di awal ataupun di akhir dan bukan bagian-bagian
susunan penyambung dari tiap-tiap bahasa ini. Yang termasuk ke
dalam bahasa-bahasa ini yaitu bahasa Cina, Barmania, Tibet dan
banyak lagi dari bahasa-bahasa primitif.
2. Bahasa yang melekat atau bahasa penggabungan, yaitu
bahasa yang dihiasi oleh awalan dan akhiran yang terikat dengan
bahasa asli, maka berubahlah maknanya dan hubungannya selain
dari bagian-bagian susunan. Meliputi Turki, Mongolia, Mansyuria,
Jepang, dan lain sebagainya.
3. Bahasa analisis atau berubah-ubah yaitu berubah bentuknya
dengan perubahan maknanya, dan dari bahasa-bahasa Semitik ini
dalam bahasa arab, dan kebanyakan bahasa-bahasa India dan
Eropa.

Dan uraian pembagian ini merupakan diluar bahasan yang akan kita bahas,
maka kita cukupkan dengan memberikan isyarat bahasa-bahasa semit untuk
mempermudah penelitian perkembangan bahasa arab sampai ke cabang-
cabangnya.

C. Bahasa Semit dan Berkembangnya Di Masa Awal


Para ilmuan menamai (bahasa-bahasa semit) dengan bahasa-bahasa
semitik
Yaitu bangsa-bangsa Aram, Fenisia, Ibrani, Arab, Yaman, dan Babilonia-
Suriah tidak termasuk dari bahasa-bahasa semit. Hubungannya adalah
Schlozer (berasal dari Jerman) adalah orang yang pertama kali
menggunakan sebutan ini dalam penamaan bangsa ini. Dan begitu juga
sama seperti halnya Schlozer, seorang ilmuan Jerman yang lain bernama
Eichorn pada abad 18 menamakan bahasa-bahasa bangsa ini (dengan
sebutan bahasa semit). Pemberian nama (bahasa semit) belum pernah
ditemukan, penamaan tersebut dikutip dari kitab “At-Takwin” yang tertulis di
dalamnya (bahwa keturunan nabi Nuh: sam, ham dan yafis, dan kabilah-
kabilah, suku-suku yang bertemu dalam silsilah-silsilahnya). Dan bahasa-
bahasa ini mulai diperbincangkan semenjak zaman-zaman terdahulu di
benua Asia dan Afrika. Dan sebagian orang masih menggunakan bahasa itu
oleh jutaan orang dan mengambil harta kekayaan dari sastra kebudayaan,
dan sebagiannya lagi luput termakan oleh waktu seiring dengan berjalannya
waktu.
Para peneliti sepakat bahwa bangsa semit memiliki satu negeri asa,
hanya saja diperebutkan tentang kepastian tempatnya. Sebagian
berpendapat bahwa negeri asalnya itu adalah lahm, sebuah daerah di barat
daya jazirah arab (Yaman), sebagian lagi berpendapat yaitu di selatan Irak,
dan yang lain mengatakan kota Kan’an merupakan negara Suriah dahulu,
dan itulah tempat asal kaum semit. Dan pendapat keempat menguatkan
pendapatnya dengan pernyataan bahwa orang-orang semit itu berkembang
di Armenia, dan pendapat kelima mengatakan bahwa negeri Habsyah atau
selatan Afrika adalah negeri awal orang semit.
Dan dikatakan pula pada peneliti awal bahwa sesuatu yang berbeda
dengan yang pertama dari kelahiran semit bagian selatan barat dengan
sebagian pulau atau negara Hijaz dan dataran tinggi dan nyaman dan yang
lainnya. Dan telah ditundukan dengan pendapat ini jumlah besar dari
pendapat orientalis dan percakapan mereka dan di kapalnya ada dua tanda:
Reynan Al farnis dan Brockelmann Jerman. Dan berkata seorang guru Abdul
Wahid di dalam hatinya bahwa “ini adalah pendapat yang benar dan yang
kuat penopangnya dan konsiten dengan dasar-dasar hadzihil umami dan
hakikat sejarah.
Dan perbedaan para pakar dalam menentukan bahasa semit yang
pertama dan diantara mereka juga berpendapat bahwa bahasa arab adalah
bahasa semit ibu, dan diantara mereka juga mempertahankan bahwa Syuria,
Babilonia adalah bahasa semit yang pertama, dan perbedaan yang ketiga
mengatakan bahasa arab semit yang pertama, dan perbedaan yang ketiga
mengatakan bahasa arab merupakan bahasa yang lebih dekat dengan
bahasa orang-orang semit terhadap bahasa semit kuno dan semua pendapat
ini berlandaskan kepada asas yang rusak dan bahwasanya semua bahasa
semit itu menerobos dalam tingkat yang banyak dalam pengembangan
sebelum sampai kepada kondisi yang memudahkan orang yang berilmu
mengetahuinya, dari kesalahan teori tersebut menjelaskan bahwa
perkembangan bahasa suku semit dimasa awal selain dari orang-orang
muslim kebanyakan ilmuan-ilmuan dari orientalis-orientalis bahwa bahasa
arab pada dasarnya terjaga dari bahasa semit yang lampau pada
kosakatanya dan kaidahnya.
D. Karakteristik Bahasa Samiyah

Kita harus mengetahui karakteristik bahasa Samiyah dan sifat-sifatnya yang


umum, karena dengan mengetahui bahasa Samiyah dan sifat-sifatnya dapat
membantu kita untuk mengetahui karakteristik bahasa Arab yang merupakan
cabang dari bahasa Samiyah. Karakteristik bahasa Samiyah yang penting ialah:

1. Penulisan bahasa Samiyah lebih menggunakan huruf konsonan daripada


vokal (harakat).
2. Bahasa Samiyah menyerupai bahasa Arab dalam pembentukan isim dari
aspek bilangan dan jenis-jenisnya, begitupun pembentukan fi’il dari aspek
zaman, mujarrad, mazid, shahih, dan mu’tal.
3. Mayoritas kata-katanya terdiri dari tiga huruf.
4. Bahasa Samiyah dicirikan dengan dua huruf halqi yaitu ‫ ح‬dan ‫ع‬, dan huruf-
huruf ithbaq yaitu ‫ ظ‬،‫ ط‬،‫ ض‬،‫ص‬.
5. Hampir tidak ada kata benda yang memakai tarkib mazji kecuali pada
bilangan seperti 15, berbeda dengan bahasa Arab Aryan.
6. Bahasa Samiyah terkadang dibentuk dengan Isytiqaq dengan mengubah
harakat, atau menambah huruf pada kata ataupun menguranginya, tanpa
terikat pada satu perubahan saja, berbeda dengan Aryan yang membentuk
isytiqaq dengan menambah beberapa instrumen yang menunjukkan makna
khusus di awal kata pada umumnya.
7. Bahasa Samiyah menyerupai bahasa Arab dalam hal dlomir dan
menghubungkannya dengan isim, fi’il, dan huruf, dan dalam kumpulan
sighat dan susunannya, serta dalam beberapa isim musytaq seperti isim
fail, isim maful, isim zaman, isim makan, dan isim alat.

Perbedaan di antara Bahasa Semit

Adapun perbedaan di antara bahasa semit dapat dilihat dari beberapa aspek
yaitu sebagai berikut:

Dari Aspek Kaidah

Dari aspek ini dapat dilihat dalam beberapa bentuk, di antaranya:

Memakrifahkan kata, di mana setiap bahasa dalam rumpun bahasa semit memiliki
perbedaan dalam memakrifahkan kata. Bahasa Arab menggunakanalif lam pada
awal isim, Bahasa Ibriya memakai ha pada awal isim, Bahasa Sabak menggunakan
huruf nun pada akhir kata, Bahasa Armenia menggunakan ( ‫ )ا‬pada akhir kata,
Bahasa Syuria dan bahasa Habsy tidak terdapat cara memakrifahkan secara mutlak.

Menentukan tanda jamak. Bahasa Ibriya menggunakan huruf ‫ ﯾﻢ‬untukmuzakkar dan


‫و‬dan ‫ت‬untuk muannats al-salim, Bahasa Arab menggunakan ‫و‬dan ‫ن‬ketika rafa`,
‫ي‬dan ‫ن‬ketika nashab dan khafaduntuk muzakkar, dan ‫ا‬dan ‫ت‬untuk muannats al-
salim dan bahasa Armenia menggunakan ‫ﯾﻦ‬.

Dari Aspek Fonetik


Dari aspek fonetik perbedaan itu dapat dilihat dalam beberapa bentuk di
antaranya:

Bahasa Arab yang memiliki huruf ‫ذ‬, ‫غ‬, ‫ظ‬, dan ‫ض‬yang tidak terdapat dalam bahasa
Ibriya.

Dua fonetik Ibriya yaitu p ( ), dan v ( ) yang tidak terdapat di dalam bahasa Arab.

Tidak terdapat ‫ع‬, ‫ق‬, dan ‫س‬dalam bahasa Babilonia.

Biasanya apabila dalam bahasa Ibriya berbentuk ‫س‬maka dalam bahasa Arab dan
Habsy berbentuk ‫ش‬dan sebaliknya.

Tata bahasa

Bahasa-bahasa Semit selalu berubah (berinflaksi)

Kosakata dan ketepatan

Bahasa-bahasa semit memiliki banyak kosakata, dengan banyak kata untuk


satu objek.

Sintaks, gaya dan sastra

Dalam bahasa-bahasa semit sintaks terdiri dari kesederhanaan artikulasi


dan kejelasan persepsi. Dalam bahasa arab kefasihan sering didefinisikan
berdasarkan ketepatan, ketelitian, atau kejelasan. Keringkasan ungkapan
merupakan kebajikan sastra dan memadatkan pengertian yang luas menjadi
beberapa kata yang mudah dipahami dan dihafal merupakan kekuatan khas
dari semua produk semit.

Tidak adanya kata gabungan

Bahasa-bahasa semit hampir tidak dijumpai kata gabungan

E. Asal-usul bahasa arab


Tabir sejarah dan asal-usul bahasa Arab dapat di lacak pada masa sebelum
atau setelah kedatangan Islam, meliha aspek historisnya ternyata bahasa Arab
mempunyai persamaan dengan bahasa serumpun dengannya yang dituturkan
oleh orang-orang Ibri, Habasyi, Aramiyyah dan selainnya. Bahasa Arab
merupakan satu-satunya bahasa nasional yang masih bertaham di seluruh
dunia Arab yaitu: Mesir, Sudan, Libya, Tunisia, Maghribi, Algeria, Arab Saudi
dan selainnya. Titik tolak kemajuan dan perkembangan pesatnya bahasa Arab
ini bermula sejak diturunkannya Al-Qurān dalam bahasa Arab yang merupakan
mukjizat yang paling agung di dunia ini. Maka dari itu itu, bahasa Arab secara
tidak langsung menjadi bahasa komunikasi seluruh umat Islam di dunia di
samping hadis Rasulullah s.a.w diabadikan dalam bahasa Arab. Semua aspek
keilmuan Islam dan penyebarabn dakwah islamiyah ke seluruh pelosok bumi ini,
menggunakan medium bahsa arab baik itu bahasa lisan maupun tulisan.
Bahasa Samiyah induk terbagi menjadi dua bagian bahasa, yaitu bagian
timur yag terdiri dari Babilonia-Al Asyuriah (Akkadia/Mismariyah). Dan bagian
barat yang bercabang diantaranya Aramiyah, Kan’an, dan Arab. Kemudian
bahasa Arab bagian selatan yaitu Mu’iniyah, Saba, Hadramaut, Qitbaniyah,
Habasyah. Kemudian bahasa Arab bagian utara terbagi menjadi bahasa Arab
badiah yang terdiri dari bahasa Tamim dan Hijaz. Dan kami akan menjelaskan
bahasa Arab bagian selatan dan utara serta cabang dari keduanya pada bab
selanjutnya.

Dilihat dari segi masa perkembangannya, maka bahasa Arab itu terbagi kepada
dua macam:
1. Al-Arabiyat al-ba’idah dikenal dengan sebutan Arabiyat al-nuqusy (bahasa
Arab prasasti), yaitu bahasa Arab yang telah punah. Beberapa dialek yang
tergolong al-Arabiyat al-ba:idah ini, misalnya, adalah dialek al-tsamudiyah, al-
shafawiyah, dan al-lihyaniyah.
2. Al-Arabiyat al-Baaqiyah, yaitu bahasa Arab yang masih tinggal atau masih
ada sekarang ini merupakan peracampuran dari berbagai macam dialek,
yang terletak di bagian selatan Jazirah Arab dan utara.
Bahasa Arab Baqiyah adalah bahasa yang dipergunakan secara
mutlak oleh bangsa Arab (orang-orang Arab) baik dalam tulisan, karangan
kesusastraan dan sebagainya, seperti yang ada sekarang ini. Dan secara
langsung dapat kita saksikan dalam al-Qur'an dan al-Hadits.
Bahasa Arab Baqiyah ini tumbuh dan berkembang di negeri Nejed
dan Hijaz. Kemudian tersebar luas ke sebagian besar negeri Semit dan
Hamit. Dari sinilah timbul dialek. Dialek yang dipergunakan di masa kini di
negeri Hijas, Nejed, Yaman dan daerah sekitarnya seperti Emirat arab,
Palestina, Yordania, Syiria, Libanon, Irak, Kuait, Mesir, Sudan, Libia, al-
Jazair, dan Maroko.
Bahasa Arab baqiyah meninggalkan pembebasan kata terhadapnya
dan bahasa yang masih digunakan sehari-hari oleh orang-orang di berbagai
daerah Arab. Hal itu adalah perpaduan dari berbagai dialek yang berbeda-
beda, sebagian besar dari Jazirah Utara, dan sebagian lagi dari negeri-
negeri Selatan yang bercampur satu sama lain sehingga menjadi bahasa
yang satu yaitu (Arab Fushah) yang digunakan sehari-hari dalam beberapa
tulisan, pidato, radio, surat kabar, dan sebagainya. Hal itu telah telah
tersebar sebelum Islam, kemudian dirangkai menjadi sajak-sajak yang
digunakan untuk berkhutbah/berpidato. Dari aspek bahasa fushah ini
banyak dialek yang berbeda satu sama lain dari segi bunyi, makna, tata
bahasa, dan kosa kata. Kita akan membicarakan hal ini secara rinci di bab
berikutnya (kehidupan berbahasa Arab).

Bahasa Arab Baqiyah terbagi kepada dua bagian, yaitu;

a. Al-Arab al-Aribah, mereka itu berasal dari Qahtan. Bani qathan dengan
dua suku induknya, Kahlan dan Himyar mendirikan Himyar dan
Tababi'at. Disebut dalam al-Qur'an "Tabba". Selain itu mereka pulalah
mendirikan kerajaan Saba' kira-kira abad ke- 8 SM. Bani Qahtan inilah
yang memerintah semenanjung Arabiyah sesudah al-Arab al-Baidah.
b. Al-Arab al-Musta Ribah keturunan nabi Ismail, mereka kemudian
terkenal dengan nama "bani Adnan", suku inilah yang merebut
kekuasaan bani Qahtan. Bani Adnan tingal di Hijaz, Nejed dan
Tihamah. Bani ini mempunyai empat suku induk yaitu Rabi'ah, Mudhar,
Iyad dan Anmar. Dari kabilah Adhan ini lahirlah beberapa kabilah, di
antaranya Lahillah, kabila bani Kinanah yang selanjutnya melahirkan
kabilah Quraisy.

Ciri-Ciri Bahasa Arab Fushah:

1. Derajatnya amat tinggi, jauh di atas dilaek-dialek percakapan yang berlaku


dalam bahasa sehari-hari. Termasuk orang-orang yang mampu menguasai
dan mempergunakan bahsa Arab standar dinilai sebagai orang-orang yang
berkedudukan tinggi.

2. Pada bahsa Arab standard tidak terdapat ciri-ciri yang bersifat kedaerahan
atau yang ada kaitannya dengan kabilah tertentu. Dengan demikian ketika
seseorang berbicara dengan menggunakan bahasa Arab standard, sulit
diketahui dari kabilah mana dia berasal.

Rangkuman

Sebagai mana telah kita ketahui di bagian sebelumnya pada bab 2


disebutkan bahwa bahasa arab dipakai oleh orang-orang ( kaum) arab
merupakan bahasa adab ( sastra ), tulisan, dan pengarang buku yang
berkembang ( tumbuh ) di negara nejad dan hijaz. Kemudian berkembang di
berbagai daerah ( negara ) yang sebelumnya menggunakan bahasa semit dan
hamitik. Hal ini dapat dibuktikan bahasa tersebut digunakan di palestina,
yordania, suria, libanoon, irak, quait, dan pulau malthah. Akan tetapi kita tidak
mengetahui dari mana muncul nya ( asal-usul ) bahasa arab ini. Jika para ulama
di negara-negara tersebut belum muncul pada awal najed dan hijaz bisa
mempengaruhi dalam hal penulisan bahasa arab.
Tugas

Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Metode


Linguistik Modern. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada
Kegiatan Belajar 1, buatlah peta konsep dari asal-usul bahasa arab.

Tes Formatif 1

Jawablah dengan benar soal-soal berikut !

1. Sebutkan karakteristik bahasa semit!


2. Sebutkan pembagian bahasa-bahasa.

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.
KEGIATAN BELAJAR 3: METODE LINGUISTIK MODERN

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mengidentifikasi metode penelitain linguistik modern

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


5. Menemukan metode linguistik komparatif
6. Menemukan metode linguistik
7. Menemukan metode linguistik
8. Menemukan metode linguistik.

Pokok-Pokok Materi

A. Metode Linguistik Komparatif


B. Metode Linguistik Historis
C. Metode Linguistik Kontrastif
D. Metode Linguistik Deskriptif

Uraian Materi
A. Linguistik Komparatif
Linguistik komparatif mengkaji sekelompok bahasa yang berasal dari satu
rumpun bahasa melalui studi komparatif. Linguistik komparatif merupakan metode
linguistik modern yang paling lama. Dengannya dimulailah kajian bahasa pada masa
kecemerlangannya pada abad 19.
Studi komparatif itu mengacu pada adanya klasifikasi yang jelas terhadap
bahasa-bahasa sampai rumpun-rumpun bahasa. Kekerabatan antar bahasa belum
dikenal secara ilmiah dan akurat sampai ditemukan bahasa Sansekerta di India.
Bahasa Sansekerta telah dibandingkan dengan bahasa Yunani dan bahasa Latin. Dari
komparasi ini terbukti adanya kekerabatan bahasa antarbahasa ini dan hal itu merujuk
ke asal yang lama dan musnah.
Sedikit demi sedikit kajian bahasa telah mencapai kemajuan. Maka
dibandingkanlah berbagai bahasa Eropa, bahasa Iran (Persia), dan bahasa India.
Dengan perbandingan-perbandingan ini, terbukti bahwa banyak bahasa ini yang
mengandung aspek-aspek kemiripan dalam bentuk dan leksikon. Dengan demikian
jelaslah rambu-rambu rumpun bahasa yang besar dan mencakup banyak bahasa di
India, Iran, dan Eropa. Para linguis mengistilahkan rumpun bahasa dengan nama
rumpun bahasa Indo-Eropa, sedangkan para linguis Jerman sendiri menamakannya
rumpun bahasa Indo-German. Juga, para linguis bahasa Semit menerapkan metode
komparatif sebagaimana yang berkembang dalam bidang bahasa Indo-Eropa. Dengan
demikian muncullah linguistik komparatif bahasa Semit yang mengkaji sekelompok
bahasa Arab, bahasa Ibrani, bahasa Aramea, bahasa Akadis, bahasa Arab Selatan, dan
bahasa Habsyi (Ethopia). Studi komparatif tentang bahasa-bahasa Semit telah
mencapai kecemerlangan pada periode waktu temuan-temuan peninggalan itu
menampakkan bahasa-bahasa klasik tulis pada prasasti-prasasti, yaitu bahasa Akadis
di Irak, bahasa Arab Selatan di Yaman, dan bahasa Fenesia di pantai Syam (Syria). Di
samping bahasa-bahasa Semit pada abad 20 ada bahasa Ugarit yang ditemukan di
pantai Syam dengan kota Ra'susyamra pada tahun 1926.
Sesungguhnya studi komparatif itu mengkaji rumpun bahasa yang utuh atau
salah satu cabang dari rumpun bahasa ini. Oleh karena itu, linguistik Indo-Eropa
bandingan dianggap sebagai salah cabang tersendiri dalam kajian bahasa. Demikian
pula linguistik Semit bandingan dianggap sebagai cabang lain dalam kajian bahasa.
Linguistik komparatif mengkaji bidang-bidang linguistik tersebut. Dari segi fonologi,
ia membahas bunyi-bunyi yang ada dalam bahasa-bahasa ini yang berasal dari
rumpun bahasa yang sama dengan berupaya mencapai kaidah-kaidah yang berlaku
umum yang dapat menafsirkan perubahan-perubahan fonologis yang terjadi
sepanjang zaman. Maka satu bahasa dapat dibagi ke dalam dialek-dialek dan banyak
bahasa yang pada gilirannya terbagi ke dalam bahasa-bahasa lain.
Dalam kajian fonologi bandingan, jelaslah bahwa seperangkat bunyi
berlangsung terus tanpa perubahan yang berarti dalam semua rumpun bahasa yang
sama. Misalnya, semua bahasa Semit memiliki bunyi (‫ )اﻟﺮاء‬tanpa perubahan.
Sebaliknya dari ini, ada bunyi-bunyi yang tunduk kepada perubahan-perubahan yang
jauh jangkaunnya. Misalnya, bunyi (‫ )اﻟﻀﺎد‬yang tersembunyi karena berlalunya
waktu dari semua bahasa Semit kecuali bahasa Arab. Atas dasar itu, kajian bunyi-
bunyi halq (paring) dalam bahasa-bahasa Semit atau kajian bunyi ithbaq (velarisasi)
dalam bahasa-bahasa Semit atau kajian bunyi-bunyi bilabial dalam bahasa-bahasa
Semit dianggap termasuk masalah fonologi bandingan dalam bahasa-bahasa Semit.
Yang demikian itu karena kajian-kajian ini berada dalam bidang fonologi dan dapat
dilakukan dengan metode komparatif.
Adapun dari segi morfologi, linguistik komparatif mengkaji segala apa yang
berkaitan dengan wazan (pola kata), prefiks, sufiks, dan berbagai fungsinya. Oleh
karena itu, kajian tentang dhamir (pronomina) dalam bahasa Semit termasuk kajian
morfologi bandingan karena ia berada dalam ruang lingkup konstruksi kata dan dapat
dilakukan dengan metode komparatif. Kajian-kajian tentang konstruksi fi'il (verba)
atau isim fa'il (participle) atau mashdar (gerund) dalam bahasa Semit, semua kajian
ini termasuk dalam morfologi bandingan bahasa Semit. Kaji banding tentang
sintaksis dianggap termasuk bidang kajian ketiga dalam linguistik bandingan.
Sesungguhnya kajian jumlah khabariyah (kalimat berita), baik fi'liyah (verbal)
maupun ismiyah (nominal) dalam bahasa-bahasa Semit dianggap sebagai salah satu
topik kajian utama. Semua masalah yang berkaitan dengan konstruksi kalimat dalam
bahasa Semit masuk juga dalam kerangka ini. Di antara topik-topik ini adalah
istifham (kata tanya), istitsna (pengecualian), muthabaqah (persesuaian) antara fi'il
dan fa'il, dan muthabaqah antara 'adad (numeralia) dan ma'dud (penggolong) dalam
bahasa-bahasa Semit.
Dalam bahasa Semit, semantik bandingan mengkaji segala apa yang berkaitan
dengan sejarah kata dan pengasalannya. Ada sejumlah kata dalam bahasa Semit
kolektif yang kita dapati dalam semua bahasa Semit; terkadang maknanya sama dan
terkadang maknanya berdekatan. Kajian kata-kata ini termasuk semantik bandingan.
Dan ada banyak kata dalam bahasa Semit yang tersusun dari entri-entri yang kolektif;
kajian kata-kata baru ini dan perubahan semantis yang terjadi padanya, juga termasuk
semantik bandingan. Aspek terapan semanatik bandingan adalah pengasalan entri-
entri bahasa dalam kamus, sedangkan pengasalan entri leksikal Arab dengan
mengembalikannya ke asal kata dalam bahasa Semit, jika ada, dianggap termasuk
tambahan-tambahan penting yang kita dapati - misalnya - dalam kamus besar yang
diterbitkan oleh lembaga bahasa Arab di Kairo. Pengasalan-pengasalan ini berdasar
pada semantik bandingan dalam bahasa-bahasa Semit.

B. Linguistik Deskriptif
Linguistik deskriptif mengkaji satu bahasa atau satu dialek secara ilmiah pada
masa tertentu atau tempat tertentu. Ini berarti bahwa linguistik deskriptif mengkaji
tataran satu bahasa. Para linguis pada abad 19 dan awal abad 20 masih mengkaji
bahasa-bahasa melalui metode komparatif.
Studi komparatif adalah satu-satunya bentuk yang menggambarkan kajian
bahasa. Akan tetapi linguis, De Saussure menetapkan - melalui kajiannya tentang
teori bahasa - kemungkinan mengkaji satu bahasa dengan mengenali konstruksi
fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantiknya. Menurutnya kajian ini berkaitan
dengan tataran bahasa itu sendiri pada masa tertentu. Ini berarti bahwa kajian
deskriptif tidak boleh mencampurkan pase-pase waktu atau mencampurkan berbagai
tataran.
Setelah De Saussure, para linguis mulai mengembangkan metode-metode
penelitian konstruksi bahasa. Pada tahun 1950-an yang lalu perhatian para linguis
terhadap metode deskriptif semakin bertambah. Dalam rangka inilah terbentuk
beberapa mazhab yang berbeda-beda dalam teknik deskripsi bahasa. Akan tetapi
mazhab-mazhab ini bertolak dari dasar-dasar yang terbentuk pada De Saussure dan
orang yang sesudahnya.
Linquistik deskriptif menjadi dominan di kalangan kebanyakan orang yang
berkecimpung dalam kajian bahasa di dunia sehingga sebagian orang berbicara
tentang linguistik modern, yakni linguistik deskriptif. Seolah-olah metode itu
merupakan satu-satunya metode baru dalam linguistik.
Sesungguhnya semua kajian yang mengkaji salah satu tataran bahasa dengan
kajian yang menyeluruh atau partial terhadap salah satu aspeknya itu termasuk topik-
topik linguistik deskriptif. Maka kajian konstruksi fonologi bahasa Arab fusha pada
abad 2 H, kajian tentang fonologi bahasa Arab modern, dan kajian silabel dalam
dialek Aman termasuk kajian fonologi deskriptif. Adapun morfologi deskriptif
mengkaji topik-topik seperti konstruksi fi'il (verba) dalam dialek Kairo, konstruksi
isim (nomina) dalam bahasa Arab fusha modern, isytiqaq (derivasi) dalam Al-
Qur'anul Karim, dan mashdar dalam syair Jahili. Ini adalah contoh-contah kajian
yang mengkaji konstruksi kata pada salah satu tataran bahasa tertentu. Juga, masalah
analisis konstruksi kalimat termasuk dalam linguistik deskriptif. Di antara contoh-
contoh konstruksi kalimat yang dikaji melalui metode deskriptif adalah jumlah
‘arabiyah (kalimat bahasa Arab) dalam syair Jahili, jumlah khabariyah (kalimat
berita) dalam Al-Qur'anul Karim, jumlah thalabiyah (kalimat permobonan) dalam
kitab Al-Ashma'i, jumlah syarthiyah (kalimat kondisional/pengandaian) menurut
orang-orang Hudzail, jumlah istifham (kalimat tanya), natsar (prosa) Arab modern.
Dan dalam aspek leksikal - juga - ada ruang linqkup besar untuk menerapkan
metode deskriptif. Ada kamus-kamus yang diterbitkan untuk tataran bahasa tertentu,
seperti kamus kata-kata Al-Qur'an. Sekarang dalam rangka penyusunan skripsi pada
Fakultas Sastra Universitas Kairo, disiapkan kamus-kamus yang masing- masing
bertalian dengan penyair tertentu atau penulis tertentu dari para penulis dalam bahasa
Arab. Itu merupakan usaha yang bertujuan mendaftar realita leksikal dalam teks-teks
ini. Demikianlah, bidang kajian deskriptif itu banyak. Kajian fonologi, kajian
morfologi, kajian sintaksis, atau kajian semantik apapun terhadap salah satu tataran
bahasa Arab, baik lama maupun baru dianggap kajian deskriptif.

C. Linguistik Historis
Linguistik historis mengkaji perkembangan sebuah bahasa lewat beberapa masa
atau dengan makna yang lebih akurat, ia mengkaji perubahan dalam sebuah bahasa
sepanjang masa. Ada para linguis yang menolak kata perkembangan dalam rangka ini
karena dianqqap mengandung indikasi peningkatan, yaitu perubahan ke arah yang le-
bih baik. Ini penilaian evaluatif. Itu tidak mungkin dalam bidang perubahan bahasa.
Maka tidak ada suatu bentuk yang lebih baik daripada bentuk lain dan tidak ada suatu
bunyi yang lebih utama daripada bunyi lain. Oleh karena itu, kebanyakan linguis
modern lebih mengutamakan deskripsi apa yang teriadi itu sebagai perubahan. Dan
ada perbedaan antara pendapat yang mengatakan bahwa dialek merupakan akibat
perubahan bahasa dan dialek merupakan akibat perkembangan bahasa.
Kajian-kajian bahasa bandingan memiliki ciri historis, tetapi ia berusaha
menyusun tataran-tataran bahasa dan berbagai tataran yang berasal dari satu rumpun
dengan susunan yang dalam posisi pertama mementingkan bentuk dan tataran-tataran
bahasa yang musnah pada masa lalu. Dan dari tataran itu linguis dapat mengenali
bentuk asli atau bentuk yang paling klasik; dari bentuk itu dapat diproduksi bentuk-
bentuk lainnya. Oeh karena itu, kegiatan ini disebut kegiatan historis bandingan.
Terkadang sebagian linguis menggambarkan bahwa linguistik historis bisa cukup
dengan tahap-tahap yang sedini mungkin dalam sejarah setiap bahasa, yaitu tahap
yang kondusif dan paling klasik serta relatif paling dekat ke bahasa klasik. Akan
tetapi kejelasan metodologis dalam linguistik memberikan kemungkinan adanya
kajian deskriptif tentang berbagai tataran bahasa lewat beberapa abad. Juga hal itu
memberikan kemungkinan agar kajian-kajian deskriptif yang banyak ini terintegrasi
untuk membuka jalan di depan kajian bahasa secara historis. Dengan kata lain, kajian
tentang sejarah bahasa dari teks yang paling klasik yang terbukukan sampai sekarang.
Ada banyak masalah dalam bidang fonologi, morfologi, sintaksis. dan semantik
yang masuk dalam kerangka linguistik historis. Maka kajian perubahan bunyi dalam
bahasa Arab tergolong ke dalam kajian fonologi historis; kajian bentuk-bentuk jamak
dalam bahasa Arab dengan menelusuri distribusinya dan persentase keumumannya
dalam berbagai tataran bahasa lewat beberapa masa, itu merupakan salah satu topik
morfologi historis; kajian jumlah istifham (kalimat tanya) dalam bahasa Arab lewat
beberapa masa, itu termasuk kajian sintaksis historis. Demikian pula, jumlah
syarthiyah (kalimat kondisional/pengandaian) dan jumlah istitsna (kalimat
pengecualian) dalam bahasa Arab. Dan kajian perubahan semantis dan penyiapan
kamus-kamus yang berkaitan dengannya termasuk bidang linguistik yang paling
penting. Kamus historis itulah yang merupakan kamus yang memberikan sejarah
setiap kata dalam sebuah bahasa. Permulaan setiap kata itu dicatat berdasarkan
sejarahnya dari mulai teks yang paling kuno yang ada sampai teks yang paling akhir
untuk ditelusuri semantiknya dan perubahannya. Kamus Oxford Historis bahasa
Inggris dianggap termasuk kamus historis bahasa. Kajian leksikal deskriptif yang
disiapkan untuk bahasa Arab bertujuan menjadi dasar-dasar dalam penyusunan kamus
historis bahasa Arab.
Ada banyak bidang kajian bahasa historis. Sejarah bahasa dengan segala
aspeknya yang utuh yang berfungsi untuk memberikan gambaran yang jelas tentang
sejarah kehidupan bahasa. Kajian ini tidak terbatas pada perubahan struktur bahasa
dari aspek fonologi, aspek morfologi, aspek sintaksis, dan aspek leksikon, melainkan
juga mengkaji tataran-tataran pemakaian bahasa di berbagai lingkungan dan
perubahan yang demikian itu lewat segala zaman. Juga, ia mengkaji persebaran
bahasa dan masuknya bahasa ke daerah-daerah baru dan mengkaji persebaran bahasa
di daerah-daerah tertentu. Misalnya, bahasa Arab selama beberapa abad ada di
Andalusia dan Iran (Persia).
Di semenanjung benua India bahasa Arab pernah menjadi bahasa kebudayaan.
Kajian gerakan pengaraban dari satu aspek kemudian persebaran bidang pemakaian
bahasa Arab di sebagian daerah ini dianggap termasuk kajian bahasa historis. Atas
dasar itu, sejarah bahasa mengkaji perubahan dalam struktur bahasa dan perubahan
dalam tataran pemakaiannya.

D. Linguistik Kontrastif
Linguistik kontrastif merupakan cabang linguistik terbaru; ia lahir setelah
perang dunia kedua. Linguistik kontrastif berdasar pada gagasan yang sederhana.
Tidak syak lagi bahwa banyak orang yang mempelajari bahasa asing atau
mengajarkannya telah memahaminya. Maka kesulitan yang dihadapi oleh pembelaiar
bahasa asing yang pada mulanya berkaitan dengan perbedaan-perbedaan antara
bahasa asing dan bahasa ibu. Istilah bahasa ibu atau bahasa pertama digunakan pada
bahasa tempat dibesarkannya seseorang atau bahasa yang ia peroleh sejak kanak-
kanak, baik di lingkungannya, dalam hubungan keluarganya, maupun dalam
hubungan sosial setempat. Sebaliknya, istilah bahasa kedua menyatakan bahasa yang
diperoleh manusia sesudah itu. Tentu, termasuk dalam hal ini semua bahasa asing
yang diperoleh manusia pada berbagai jenjang pendidikan atau ketika bergaul
langsung dengan para penutur asli.
Oleh karena itu, dalam kajian-kajian yang bertalian dengan pengajaran bahasa,
istilah bahasa kedua digunakan pada bahasa asing, sedangkan dalam bidang
pengajaran, istilah bahasa sasaran digunakan pada bahasa yang hendak dipelajari.
Yang demikian itu kebalikan dari bahasa sumber, yaitu bahasa ibu atau bahasa
pertama.
Berdasarkan perbedaan antara bahasa pertama dan bahasa sasaran muncullah
kesulitan. Bunyi-bunyi yang tidak ada dalam bahasa sasaran dan tidak ada dalam
bahasa pertama, tentu akan menimbulkan kesulitan yang sebaiknya diupayakan
solusinya. Linguistik kontrastif merupakan cabang linguistik terbaru Kita
menghindari pemakaian kata muqaranah (komparasi) agar linguistik kontrastif tidak
bercampur dengan linguistik komparatif. Linguistik komparatif membandingkan
bahasa-bahasa yang berasal dari satu rumpun bahasa. Pada mulanya ia mementingkan
pemakaian yang paling klasik dalam bahasa-bahasa ini untuk sampai pada bahasa
yang menghasilkan semua bahasa. Oleh karena itu, linguistik komparatif mempunyai
tujuan historis yang berupaya mengungkap aspek-aspek dari masa lalu yang jauh.
Adapun linguistik kontrastif tidak berurusan dengan perhatian historis;
kajiannya mempunyai tujuan aplikatif dalam pengajaran bahasa. Oleh karena itu,
kajian kontrastif itu mungkin ada di antara dua bahasa dari satu rumpun atau dua
rumpun yang berbeda dengan tujuan bukan untuk mengenali asal-usul bahasa klasik,
tetapi dengan tujuan mengenali perbedaan morfologis, pebedaan sintaktis, dan
perbedaan leksikal antara dua sistem bahasa. Misalnya, kajian kontrastif dapat
dilakukan antara bahasa Arab dan bahasa Tigerinia - bahasa Aritaria; keduanya
termasuk bahasa bahasa Semit. Juga, kajian kontrastif dapat dilakukan antara bahasa
Arab dan bahasa Urdu; keduanya termasuk dua rumpun bahasa yang berbeda.
Kajian kontrastif tidak terbatas pada kajian perbedaan antara dua bahasa, tetapi
dapat juga antara dialek lokal dan bahasa fusha yang dicari. Kesulitan yang terjadi,
yang dihadapi oleh para penutur dialek itu dalam upaya pemerolehan bahasa fusha -
pada mulanya - diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan antara dialek ini dan bahasa
itu. Maka kesulitan yang dihadapi oleh para penutur Mesir dalam belajar bunyi-bunyi
bainal asnaniyyah (antardental), yaitu: (‫)اﻟﺜﺎء‬, (‫)اﻟﺬال‬, dan (‫ )اﻟﻈﺎء‬dalam bahasa fusha,
kesulitan yang dihadapi oleh para penutur Irak dan Jazirah Arab dalam membedakan
bunyi antara (‫ )اﻟﻀﺎد‬dan (‫)اﻟﻈﺎء‬, dan kesulitan yang dihadapi oleh sejumlah orang
Palestina dalam membedakan bunyi antara (‫ )اﻟﻘﺎف‬dan (‫)اﻟﻜﺎف‬itu disebabkan oleh
perbedaan-perbedaan antara dialek setempat dan bahasa fusha. Kajian kontrastif tidak
terbatas pada bidang fonologi, melainkan juga kajian kontrastif ini menyangkut
morfologi, sintaksis, dan semantik. Struktur bahasa itu berbeda antara bahasa ibu dan
bahasa sasaran. Struktur yang berbeda di antara kedua bahasa itu dan kata-kata yang
berbeda semantiknya antara kedua tataran itu dapat dikenali melalui kajian kontrastif.
Lalu pemecahan kesulitan ini adalah dengan memperhatikan keduanya dalam
program pengajaran bahasa.
Apabila bahasa pertama kehilangan bunyi-bunyi yang terdapat dalam bahasa
kedua, maka harus diperhatikan latihan pengucapan terhadap bunyi-bunyi ini. Dan
apabila sebagian kata dipakai dalam dialek setempat dengan semantik yang berbeda
dengan bahasa sasaran, maka perlu diperhatikan latihan yang menielaskan makna
yang tepat dalam bahasa sasaran. Demikianlah kajian kontrastif dapat menyajikan
asas kebahasaan yang objektif untuk mengatasi kesulitan dalam belaiar bahasa.

Rangkuman
Linguistik modern mengkaji konstruksi bahasa dari beberapa aspek, yaitu (1)
fonetik-fonologi, (2) morfologi, (3) sintaksis, dan (4) semantik. Pembagian ini
bertolak dari satuan-satuan kecil dalam bahasa sampai satuan-satuan besar.
Linguistik modern telah memperkenalkan beberapa metode sejak lahirnya pada
abad 19 hingga sekarang, yaitu: (1) linguistik komparatif, (2) linguistik deskriptif, (3)
linguistik historis, dan (4) linguistik kontrastif.
Linguistik komparatif mengkaji sekelompok bahasa yang berasal dari satu
rumpun bahasa melalui studi komparatif. Linguistik komparatif merupakan metode
linguistik modern yang paling lama.
Linguistik deskriptif mengkaji satu bahasa atau satu dialek secara ilmiah pada
masa tertentu atau tempat tertentu. Ini berarti bahwa linguistik deskriptif mengkaji
tataran satu bahasa.
Linguistik historis mengkaji perkembangan sebuah bahasa lewat beberapa masa
atau dengan makna yang lebih akurat, ia mengkaji perubahan dalam sebuah bahasa
sepanjang masa.
Linguistik kontrastif merupakan cabang linguistik terbaru. kajian kontrastif itu
mungkin ada di antara dua bahasa dari satu rumpun atau dua rumpun yang berbeda
dengan bertujuan mengenali perbedaan morfologis, pebedaan sintaktis, dan
perbedaan leksikal antara dua sistem bahasa.
Tugas
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 1 tentang Metode
Linguistik Modern. Agar Anda dapat lebih memahami materi yang terdapat pada
Kegiatan Belajar 1, buatlah peta konsep dari metode linguistik modern.

Tes Formatif 1

Jawablah dengan benar soal-soal berikut !

3. Sebutkan ruang lingkup lingusitik modern!


4. Apa yang dimaksud dengan metode linguistik komparatif? Berikan
contohnya!
5. Apa yang dimaksud dengan metode linguistik deskriptif? Berikan contohnya!
6. Apa yang dimaksud dengan metode linguistik historis? Berikan contohnya!
7. Apa yang dimaksud dengan metode linguistik kontrastif? Berikan contohnya!

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 1.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang
Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 1, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.
KEGIATAN BELAJAR 4: PSIKOLINGUISTIK

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mampu memahami konsep dasar Psikolinguistik, teori Psikolinguistik sebagai
landasan terampil bahasa, Psikolinguistik sebagai dasar pemahaman ilmu bahasa,
metode Psikolinguistik, kriteria dan jenis psikolinguistik..

Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


1. Menjelaskan pengertian psikolinguistik
2. Menjelaskan jangkauan psikolinguistik
3. Menyebutkan pemerolehan bahasa
4. Menjelaskan hubungan bahasa dan pengguna bahasa

Pokok-pokok Materi

1. Pengertian psikolinguistik
2. Jangkauan psikolinguistik
3. Pemerolehan bahasa
4. Hubungan bahasa dan pengguna bahasa
5. Perkembangan psikolinguistik.

Uraian Materi
A. Pengertian Psikolinguistik
Secara etimologis, istilah Psikolinguistik berasal dari dua kata, yakni Psikologi dan
Linguistik. Seperti kita ketahui kedua kata tersebut masing-masing merujuk pada nama
sebuah disiplin ilmu. Secara umum, Psikologi sering didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari perilaku manusia dengan cara mengkaji hakikat stimulus, hakikat respon, dan
hakikat proses-proses pikiran sebelum stimulus atau respon itu terjadi. Pakar psikologi
sekarang ini cenderung menganggap psikologi sebagai ilmu yang mengkaji proses berpikir
manusia dan segala manifestasinya yang mengatur perilaku manusia itu. Tujuan mengkaji
proses berpikir itu ialah untuk memahami, menjelaskan, dan meramalkan perilaku manusia.
Linguistik secara umum dan luas merupakan satu ilmu yang mengkaji bahasa
(Bloomfield, 1928:1). Bahasa dalam konteks linguistik dipandang sebagai sebuah
sistem bunyi yang arbriter, konvensional, dan dipergunakan oleh manusia sebagai
sarana komunikasi. Hal ini berarti bahwa linguistik secara umum tidak mengaitkan
bahasa dengan fenomena lain. Bahasa dipandang sebagai bahasa yang memiliki
struktur yang khas dan unik. Munculnya ilmu yang bernama psikolinguistik tidak
luput dari perkembangan kajian linguistik
Pada mulanya istilah yang digunakan untuk psikolinguistik adalah linguistic
psychology (psikologi linguistik) dan ada pula yang menyebutnya sebagai psychology
of language (psikologi bahasa). Kemudian sebagai hasil kerja sama yang lebih terarah
dan sistematis, lahirlah satu ilmu baru yang kemudian disebut sebagai psikolinguistik
(psycholinguistic).
Psikolinguistik merupakan ilmu yang menguraikan proses-proses psikologis
yang terjadi apabila seseorang menghasilkan kalimat dan memahami kalimat yang
didengarnya waktu berkomunikasi dan bagaimana kemampuan berbahasa itu
diperoleh manusia (Simanjuntak, 1987: 1). Aitchison (1984), membatasi
psikolinguistik sebagai studi tentang bahasa dan pikiran. Psikolinguistik merupakan
bidang studi yang menghubungkan psikologi dengan linguistik. Tujuan utama
seorang psikolinguis ialah menemukan struktur dan proses yang melandasi
kemampuan manusia untuk berbicara dan memahami bahasa. Psikolinguis tidak
tertarik pada interaksi bahasa di antara para penutur bahasa. Yang mereka kerjakan
terutama adalah menggali apa yang terjadi ketika individu yang berbahasa.
Pakar psikologi maupun pakar linguistik sama-sama terlibat mempelajari
psikolinguistik. Kedua pakar itu termasuk pakar ilmu sosial. Oleh sebab itu,
pendekatan yang mereka gunakan dalam bidang ilmu ini hampir sama atau mirip.
Semua ilmuwan ilmu sosial bekerja dengan menyusun dan menguji hipotesis.
Misalnya, seorang psikolinguis berhipotesis bahwa tuturan seseorang yang
mengalami gangguan sistem sarafnya akan berdisintegrasi dalam urutan tertentu,
yaitu konstruksi terakhir yang dipelajarinya merupakan unsur yang lenyap paling
awal. Kemudian ia akan menguji hipotesisnya itu dengan mengumpulkan data dari
orang-orang yang mengalami kerusakan otak. Dalam hal ini seorang ahli psikologi
dan linguis agak berbeda. Ahli psikologi menguji hipotesisnya terutama dengan cara
eksperimen yang terkontrol secara cermat. Seorang linguis, dalam sisi yang lain,
menguji hipotesisnya terutama dengan mengeceknya melalui tuturan spontan. Linguis
menganggap bahwa keketatan situasi eksperimen kadang-kadang membuahkan hasil
yang palsu.

B. Pokok Bahasan Psikolinguistik


Psikolinguistik memiliki kaitan yang erat dengan proses belajar-mengajar
bahasa. Simanjuntak (1987) menyatakan bahwa masalah-masalah yang dikaji oleh
psikolinguistik berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut ini, yakni:
1. Apakah sebenarnya bahasa itu? Apakah bahasa itu bawaan ataukah hasil belajar?
Apakah ciri-ciri bahasa manusia itu? Unsur-unsur apa sajakah yang tercakup
dalam bahasa itu?
2. Bagaimanakah bahasa itu ada dan mengapa ia harus ada? Di manakah bahasa itu
berada dan disimpan?
3. Bagaimanakah bahasa pertama (bahasa ibu) itu diperoleh oleh seorang anak?
Bagaimana bahasa itu berkembang? Bagaimana bahasa kedua itu dipelajari?
Bagaimana seseorang menguasai dua, tiga bahasa, atau lebih?
4. Bagaimana kalimat dihasilkan dan dipahami? Proses apa yang berlangsung di
dalam otak ketika manusia berbahasa?
5. Bagaimana bahasa itu tumbuh, berubah, dan mati? Bagaimana suatu dialek
muncul dan berubah menjadi bahasa yang baru?
6. Bagaimana hubungan bahasa dengan pikiran manusia? Bagaimana pengaruh
kedwibahasaan terhadap pikiran dan kecerdasan seseorang?
7. Mengapa seseorang menderita afasia? Bagaimana mengobatinya?
8. Bagaimana bahasa itu sebaiknya diajarkan agar benar-benar dapat dikuasai
dengan baik oleh pembelajar bahasa?
Pertanyaan-pertanyaan di atas oleh Aicthison (1984) disederhanakan lagi
menjadi tiga hal yang menarik perhatian psikolinguistik, yakni: (1) masalah
pemerolehan bahasa; (2) hubungan antara bahasa dan penggunaan bahasa; dan (3)
proses produksi dan pemahaman tuturan.

1) Pemerolehan Bahasa
Apakah manusia memperoleh bahasa karena dia dilahirkan dengan dilengkapi
pengetahuan khusus tentang kebahasaan? Atau mereka dapat belajar bahasa karena
mereka adalah binatang yang sangat pintar sehingga mampu memecahkan berbagai
macam masalah?

2) Hubungan antara pengetahuan bahasa dan penggunaan bahasa


Linguis sering menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang memerikan
representasi bahasa internal seseorang (pengetahuan bahasanya). Ia kurang tertarik
untuk memerikan bagaimana penutur menggunakan bahasanya. Kemudian
bagaimanakah hubungan antara penggunaan dengan pengetahuan bahasa tersebut?
Seseorang yang belajar bahasa melakukan tiga hal:
(a) Memahami kalimat (dekode) > penggunaan bahasa
(b) Menghasilkan kalimat (enkode) > penggunaan bahasa
(c) Menyimpan pengetahuan bahasa > pengetahuan bahasa
Linguis lebih tertarik pada butir c daripada butir (a) dan (b). Apa yang perlu
diketahui seseorang psikolinguis ialah sebagai berikut: benarkah mengasumsikan
bahwa tipe tata bahasa yang disampaikan oleh linguis sesungguhnya mencerminkan
pengetahuan individual yang terinternalisasikan tentang bahasanya? Bagaimanakah
pengetahuan itu digunakan ketika seseorang menghasilkan tuturan (enkode) atau
memahami tuturan (dekode)?

3) Menghasilkan dan memahami tuturan


Dengan mengasumsikan bahwa penggunaan bahasa tidak berbeda dengan
pengetahuan bahasa, apakah sesungguhnya yang terjadi ketika seseorang itu
menghasilkan tuturan (berenkode) atau memahami tuturan (berdekode)?
Cabang-Cabang Psikolinguistik
Setelah kerja sama antara psikologi dan linguistik itu berlangsung beberapa
waktu, terasa pula bahwa kedua disiplin itu tidaklah memadai lagi untuk
melaksanakan tugas yang sangat berat untuk menjelaskan hakikat bahasa yang
dicerminkan dari definisi-definisi di atas. Bantuan dari ilmu-ilmu lain diperlukan,
termasuk bantuan ilmu-ilmu antardisiplin yang telah ada lebih dulu seperti
neurofisiologi, neuropsikologi, dan lain-lain. Walaupun sekarang kita tetap
menggunakan istilah psikolinguistik, hal itu tidaklah lagi bermakna bahwa hanya
kedua disiplin psikologi dan linguistik saja yang diterapkan. Penemuan-penemuan
antardisiplin lain pun telah dimanfaatkan juga. Bantuan yang dimaksudkan telah lama
ada dan akan terus bertambah karena selain linguistik dan psikologi, banyak lagi
disiplin lain yang juga mengkaji bahasa dengan cara dan teori tersendiri, misalnya,
antropologi, sosiologi, falsafah, pendidikan, komunikasi, dan lain-lain.
Disiplin psikolinguistik telah berkembang begitu pesat sehingga melahirkan
beberapa subdisiplin baru untuk memusatkan perhatian pada bidang-bidang khusus
tertentu yang memerlukan penelitian yang saksama. Subdisiplin psikolinguistik
tersebut adalah sebagai berikut ini.

1. Psikolinguistik Teoretis (Theorethycal Psycholinguistic)


Psikolinguistik teoretis mengkaji tentang hal-hal yang berkaitan dengan teori
bahasa, misalnya tentang hakikat bahasa, ciri bahasa manusia, teori kompetensi dan
performansi (Chomsky) atau teori langue dan parole (Saussure), dan sebagainya.
2. Psikolinguistik Perkembangan (Development Psycholinguistic)
Psikolinguistik perkembangan berbicara tentang pemerolehan bahasa, misalnya
berbicara tentang teori pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama
maupun bahasa kedua, peranti pemerolehan bahasa (language acquisition device),
periode kritis pernerolehan bahasa, dan sebagainya.

3. Psikolinguistik Sosial (Social Psycholinguistic)


Psikolinguistik sosial sering juga disebut sebagai psikososiolinguistik berbicara
tentang aspek-aspek sosial bahasa, misalnya, sikap bahasa, akulturasi budaya, kejut
budaya, jarak sosial, periode kritis budaya, pajanan bahasa, pendidikan, lama
pendidikan, dan sebagainya.

4. Psikolinguistik Pendidikan (Educational Psycholinguistic)


Psikolinguistik pendidikan berbicara tentang aspek-aspek pendidikan secara
umum di sekolah, terutama mengenai peranan bahasa dalam pengajaran bahasa pada
umumnya, khususnya dalam pengajaran membaca, kemampuan berkomunikasi,
kemampuan berpidato, dan pengetahuan mengenai peningkatan berbahasa dalam
memperbaiki proses penyampaian buah pikiran.

5.Neuropsikolinguistik (Neuropsycholinguistics)
Neuropsikolinguistik berbicara tentang hubungan bahasa dengan otak manusia.
Misalnya, otak sebelah manakah yang berkaitan dengan kemampuan berbahasa?
Saraf-saraf apa yang rusak apabila seserorang terkena afasia broca dan saraf
manakah yang rusak apabila terkena afasia wernicke? Apakah bahasa itu memang
dilateralisasikan? Kapan terjadi lateralisasi? Apakah periode kritis itu memang
berkaitan dengan kelenturan saraf-saraf otak?

6.Psikolinguistik Eksperimental (Experimental Psycholinguistic)


Psikolinguistik eksperimental berbicara tentang eksperimen-eksperimen dalam
semua bidang yang melibatkan bahasa dan perilaku berbahasa.
7. Psikolinguistik Terapan (Applied Psycholinguistic)
Psikolinguistik terapan berbicara tentang penerapan temuan-temuan keenam
subdisiplin psikolinguistik di atas ke dalam bidang-bidang tertentu, seperti psikologi,
linguistik, berbicara dan menyimak, pendidikan, pengajaran dan pembelajaran
bahasa, pengajaran membaca, neurologi, psikiatri, komunikasi, kesusastraan, dan
lain-lain.
Akhir-akhir ini terdapat diskusi kecil tentang disiplin psikolinguistik itu. Ada
pakar yang beranggapan bahwa psikolinguistik itu adalah cabang dari disiplin
psikologi karena nama psikolinguistik itu telah diciptakan untuk menggantikan nama
lama dalam psikologi, yaitu psikologi bahasa. Ada pula pakar linguistik yang
mengatakan bahwa psikolinguistik itu adalah cabang dari disiplin induk linguistik
karena bahasa adalah objek utama yang dikaji oleh pakar-pakar linguistik dan pakar
psikolinguistik mengkaji semua aspek bahasa itu. Di Amerika Serikat psikolinguistik
pada umumnya dianggap sebagai cabang linguistik, meskipun ada juga yang
menganggap bahwa psikolinguistik merupakan cabang dari psikologi. Chomsky
sendiri menganggap psikolinguistik itu sebagai cabang dari psikologi. Di Prancis
pada tahun 60-an psikolinguitik pada umumnya dikembangkan oleh pakar psikologi
sehingga menjadi cabang psikologi. Di Inggris psikolinguistik semula dikembangkan
oleh pakar linguistik yang bekerja sama dengan para pakar dalam bidang psikologi
dari Inggris dan Amerika Serikat. Di Rusia, psikolinguistik dikembangkan oleh pakar
linguistik di Institut Linguistik Moskow, sedangkan di Rumania kebanyakan pakar
beranggapan bahwa psikolinguistik merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri
sekalipun peranannya banyak di bidang linguistik.
Dari sudut pandang linguistik, seorang pakar psikolinguistik merupakan
seseorang yang betul-betul mempunyai kepakaran dalam bidang linguistik murni,
tetapi mempunyai pengetahuan juga dalam bidang teori psikologi dan kaidah-
kaidahnya, terutama yang menyangkut komunikasi bahasa. Dengan kata lain,
pengetahuan linguistiknya jauh lebih banyak dan mantap dibandingkan dengan
pengetahuan psikologinya karena latar belakang utamanya adalah linguistik. Seorang
pakar psikolinguistik akan lebih merasakan dirinya sebagai seorang linguis daripada
seorang psikolog.
Dari sudut pandang psikologi, seorang pakar psikolinguistik adalah seseorang
yang benar-benar memiliki kepakaran dalam bidang psikologi murni, tetapi juga
mempunyai kemampuan dan pengetahuan dalam bidang linguistik. Dengan kata lain,
pengetahuannya dalam bidang psikologi jauh lebih mantap daripada pengetahuannya
dalam bidang linguistik. Sekarang terdapat kecenderungan untuk menempatkan
psikolinguistik sebagai disiplin tersendiri yang otonom. Dari hasil otonomi itu
lahirlah pakar psikolinguistik yang memiliki pengetahuan yang seimbang antara
linguistik murninya dan pengetahuan psikologinya. Hasilnya seorang psikolinguis
akan merasa dirinya adalah pakar dalam bidang psikolinguistik. Dengan demikian,
psikolinguistik mempunyai teori, pendekatan, dan kaidah atau prosedur tersendiri
karena telah mempunyai masalah tersendiri pula dan mempunyai cara pemecahannya
sendiri.

C. Perkembangan dan Tokoh-Tokoh Psikolinguistik


Tahukah Anda bahwa bahasa sebagai objek studi ternyata menarik minat
berbagai pakar dari berbagai disiplin ilmu. Banyak pakar psikologi yang tertarik
untuk mempelajari bahasa secara mendalam. Namun, sebaliknya banyak pakar
linguistik yang juga harus belajar psikologi agar pemahamannya tentang bahasa
sebagai objek kajiannya semakin menjadi baik. Hal itu tidak mengherankan karena
bahasa memang dapat menjadi kajian psikologi dan jelas dapat menjadi kajian
linguistik. Oleh sebab itu, pakar dari kedua disiplin itu kemudian bersama-sama
menjadikan bahasa sebagai objek studinya.
Sejak zaman Panini dan Socrates (Simanjuntak, 1987) kajian bahasa dan
berbahasa banyak dilakukan oleh sarjana yang berminat dalam bidang ini. Pada masa
lampau ada dua aliran yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologi
dan linguistik. Aliran yang pertama adalah aliran empirisme (filsafat postivistik) yang
erat berhubungan dengan psikologi asosiasi. Aliran empirisme cenderung mengkaji
bagian-bagian yang membentuk suatu benda sampai ke bagian-bagiannya yang paling
kecil dan mendasarkan kajiannya pada faktor-faktor luar yang langsung dapat
diamati. Aliran ini sering disebut sebagai kajian yang bersifat atomistik dan sering
dikaitkan dengan asosianisme dan positivisme.
Aliran yang kedua adalah rasionalisme (filsafat kognitivisme) yang cenderung
mengkaji prinsip-prinsip akal yang bersifat batin dan faktor bakat atau pembawaan
yang bertanggung jawab mengatur perilaku manusia. Aliran ini mengkaji akal sebagai
satu kesatuan yang utuh dan menganggap batin atau akal ini sebagai faktor yang
penting untuk diteliti guna memahami perilaku manusia. Oleh sebab itu, aliran ini
dianggap bersifat holistik dan dikaitkan dengan nativisme, idealisme, dan
mentalisme.
Jauh sebelum psikolinguistik berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu sebenarnya
telah banyak dirintis kerja sama dalam bidang linguistik yang memerlukan psikologi
dan sebaliknya kerja sama dalam bidang psikologi yang membutuhkan linguistik. Hal
itu tampak, misaInya sejak zaman Wilhelm von Humboldt, seorang ahli linguistik
berkebangsaan Jerman yang pada awal abad 19 telah mencoba mengkaji hubungan
bahasa dengan pikiran. Von Humboldt memperbandingkan tata bahasa dari bahasa
yang berbeda dan memperbandingkan perilaku bangsa penutur bahasa itu. Hasilnya
menunjukkan bahwa bahasa menentukan pandangan masyarakat penuturnya.
Pandangan Von Humboldt itu sangat dipengaruhi oleh aliran rasionalisme yang
menganggap bahasa bukan sebagai satu bahan yang siap untuk diklasifikasikan
seperti anggapan aliran empirisme. Tetapi bahasa itu merupakan satu kegiatan yang
mempunyai prinsip sendiri dan bahasa manusia merupakan variasi dan satu tema
tertentu.
Pada awal abad 20, Ferdinand de Saussure (1964) seorang ahli linguistik bangsa
Swis telah berusaha menjelaskan apa sebenarnya bahasa itu dan bagaimana keadaan
bahasa itu di dalam otak (psikologi). Dia memperkenalkan konsep penting yang
disebutnya sebagai langue (bahasa), parole (bertutur) dan langage (ucapan). De
Saussure menegaskan bahwa objek kajian linguistik adalah langue, sedangkan parole
adalah objek kajian psikologi. Hal itu berarti bahwa apabila kita ingin mengkaji
bahasa secara tuntas dan cermat, selayaknya kita menggabungkan kedua disiplin ilmu
itu karena pada dasarnya segala sesuatu yang ada pada bahasa itu bersifat psikologis.
Edward Sapir seorang sarjana Linguistik dan Antropologi Amerika awal abad
ke-20 telah mengikutsertakan psikologi dalam kajian bahasa. Menurut Sapir,
psikologi dapat memberikan dasar yang kuat bagi kajian bahasa. Sapir juga telah
mencoba mengkaji hubungan bahasa dengan pikiran. Simpulannya ialah bahasa itu
mempengaruhi pikiran manusia. Linguistik menurut Sapir dapat memberikan
sumbangan penting bagi psikologi gestalt dan sebaliknya, psikologi gestalt dapat
memberikan sumbangan bagi linguistik.
Pada awal abad ke-20, Bloomfield, seorang linguis dari Amerika Serikat
dipengaruhi oleh dua buah aliran psikologi yang bertentangan dalam menganalisis
bahasa. Pada mulanya, ia sangat dipengaruhi oleh psikologi mentalisme dan
kemudian beralih pada psikologi behaviorisme. Karena pengaruh mentalisme,
Bloomfield berpendapat bahwa bahasa itu merupakan ekspresi pengalaman yang lahir
karena tekanan emosi yang yang sangat kuat. Karena tekanan emosi yang kuat itu,
misaInya, munculnya kalimat seruan.
Misalnya:
- Aduh, sakit, Bu!
- Kebakaran, kebakaran, tolong, tolong!
- Copet, copet!
- Awas, minggir!
Karena seseorang ingin berkomunikasi, muncullah kalimat-kalimat deklaratif.
Misalnya: (1) Ibu sedang sakit hari ini; (2) Ayah sekarang membantu ibu di dapur; (3)
Banyak karyawan bank yang terkena PHK; (4) Para buruh sekarang sedang berunjuk
rasa Karena keinginan berkomunikasi itu bertukar menjadi pemakaian komunikasi
yang sebenarnya, maka mucullah kalimat yang berbentuk pertanyaan Misalnya:
- Apakah Ibu sakit?
- Siapakah presiden keempat Republik Indonesia?
- Mengapa rakyat Indonesia telah berubah menjadi rakyat yang mudah marah?
- Apa arti likuidasi?
- Tahukah Anda makna lengser keprabon?
Sejak tahun 1925, Bloomfield meninggalkan mentalisme dan mulai
menggunakan behaviorisme dan menerapkannya ke dalam teori bahasanya yang
sekarang terkenal dengan nama linguistik struktural atau linguistik taksonomi.
Jespersen, seorang ahli linguistik Denmark terkenal telah menganalisis bahasa
dari sudut pandang mentalisme dan yang sedikit berbau behaviorisme. Menurut
jespersen, bahasa bukanlah sebuah entitas dalam pengertian satu benda seperti seekor
anjing atau seekor kuda. Bahasa merupakan satu fungsi manusia sebagai simbol di
dalam otak manusia yang melambangkan pikiran atau membangkitkan pikiran.
Menurut Jespersen, berkomunikasi harus dilihat dari sudut perilaku (jadi, bersifat
behavioris). Bahkan, satu kata pun dapat dibandingkan dengan satu kebiasaan tingkah
laku, seperti halnya bila kita mengangkat topi.
Di samping ada tokoh-tokoh linguistik yang mencoba menggunakan psikologi
dalam bekerja, sebaliknya ada ahli psikologi yang memanfaatkan atau mencoba
menggunakan linguistik dalam bidang garapannya, yakni psikologi. John Dewey,
misalnya, seorang ahli psikologi Amerika Serikat yang dikenal sebagai pelopor
empirisme murni, telah mengkaji bahasa dan perkembangannya dengan cara
menafsirkan analisis linguistik bahasa kanak-kanak berdasarkan prinsip-prinsip
psikologi. Dewey menyarankan, misaInya, agar penggolongan psikologi kata-kata
yang diucapkan anak-anak dilakukan berdasaran arti kata-kata itu bagi anak-anak dan
bukan berdasarkan arti kata-kata itu menurut orang dewasa dengan bentuk tata bahasa
orang dewasa. Dengan cara ini berdasarkan prinsip-prinsip psikologi, akan dapat
ditentukan perbandingan antara kata kerja bantu dan kata depan di satu pihak dan kata
benda di pihak lain. Jadi, dengan demikian kita dapat menentukan kecenderungan
pikiran (mental) anak yang dihubungkan dengan perbedaan-perbedaan linguistik itu.
Kajian seperti itu menurut Dewey akan memberikan bantuan yang besar bagi
psikologi pada umumnya.
Wundt, seorang ahli psikologi Jerman yang terkenal sebagai pendukung teori
apersepsi dalam psikologi menganggap bahwa bahasa itu sebagai alat untuk
mengungkapkan pikiran. Wundt merupakan ahli psikologi pertama yang
mengembangkan teori mentalistik secara sistematis dan sekarang dianggap sebagai
bapak psikolinguistik klasik. Menurut Wundt, bahasa pada mulanya lahir dalam
bentuk gerak-gerik yang dipakai untuk mengungkapkan perasaan-perasaan yang
sangat kuat secara tidak sadar. Kemudian terjadilah pertukaran antara unsur-unsur
perasaan itu dengan unsur-unsur mentalitas atau akal. Komponen akal itu kemudian
diatur oleh keasadaran menjadi alat pertukaran pikiran yang kemudian terwujud
menjadi bahasa. Jadi menurut Wundt, setiap bahasa terdiri atas ucapan-ucapan bunyi
atau isyarat-isyarat lain yang dapat dipahami menembus pancaindra yang diwujudkan
oleh gerakan otot untuk menyampaikan keadaan batin, konsep-konsep, perasaan-
perasaan kepada orang lain. Menurut Wundt satu kalimat merupakan satu kejadian
pikiran yang mengejawantah secara serentak. Jika kita perhatikan maka terdapat
keselarasan antara teori evolusi Darwin dengan teori mentalisme bahasa Wundt itu.
Teori performansi bahasa yang dikembangkan Wundt itu didasarkan pada
analisis psikologis yang dilakukannya yang terdiri atas dua aspek, yakni (1) fenomena
fisis yang terdiri atas produksi dan persepsi bunyi, dan (2) fenomena batin yang
terdiri atas rentetan pikiran. Jelaslah bahwa analisis Wundt terhadap hubungan
fenomena batin dan fisis itu bagi psikologi pada umumnya bergantung pada
fenomena linguistik. Itulah sebabnya Wundt berpendapat bahwa interaksi di antara
fenomena batin dan fenomena fisis itu akan dapat dipahami dengan lebih baik melalui
kajian struktur bahasa.
Titchener, seorang ahli psikologi berkebangsaan Inggris yang menjadi rakyat
Amerika menggambarkan dan menyebarluaskan ide Wundt itu di Amerika Serikat
yang kemudian terkenal dengan psikologi kesadaran atau psikologi introspeksi.
Pengenalan dan penyebaran teori introspeksi itu kemudian telah mencetuskan satu
revolusi psikologi di Amerika Serikat dengan berkembangnya teori behaviorisme di
mana kesadaran telah disingkirkan dari psikologi dan dari kajian bahasa.
Pillsbury dan Meader, ahli psikologi mentalisme Amerika Serikat telah
mencoba menganalisis bahasa dari sudut psikologi. Analisis kedua sarjana psikologi
itu sangat baik ditinjau dari segi perkembangan neuropsikolinguistik dewasa ini.
Menurut Pillsbury dan Meader bahasa adalah satu alat untuk menyampaikan pikiran,
termasuk gagasan, dan perasaan. Mengenai perkembangan bahasa, Meader
mengatakan bahwa manusia mula-mula berpikir kemudian mengungkapkan
pikirannya itu dengan kata-kata dan terjemahan. Untuk memahaminya, diperlukan
pengetahuan tentang bagaimana kata-kata mewujudkan dirinya pada kesadaran
seseorang, bagaimana kata-kata itu dihubungkan dengan ide-ide jenis lain yang bukan
verbal, juga bagaimana ide-ide itu muncul dan terwujud dalam bentuk imaji-imaji,
bagaimana gerakan ucapan itu dipicu oleh ide itu dan akhirnya bagaimana pendengar
atau pembaca menerjemahkan kata-kata yang didengarnya atau kata-kata yang
dilihatnya ke dalam pikirannya sendiri. Tampaklah dalam pola pikir Meader itu
terdapat keselarasan antara tujuan psikologi mental dengan tujuan linguistik seperti
yang dikembangkan oleh Chomsky.
Watson, seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika Serikat telah
menempatkan perilaku bahasa pada tingkatan yang sama dengan perilaku manusia
yang lain. Dalam pandangan Watson, perilaku bahasa itu sama saja dengan sistem
otot saraf yang berada dalam kepala, leher, dan bagian dada manusia. Tujuan utama
Watson pada mulanya adalah menghubungkan perilaku bahasa yang implisit, yaitu
pikiran dengan ucapan yang tersurat, yaitu bertutur. Akhirnya Watson menyelaraskan
perilaku bahasa itu dengan kerangka respon yang dibiasakan menurut teori Pavlov.
Menurut penyelarasan itu kata-kata telah diperlakukan sebagai pengganti benda-
benda yang telah tersusun di dalam satu sisi respon yang dibiasakan.
Buhler seorang ahli psikologi dari Jerman mengatakan bahwa bahasa manusia
mempunyai tiga fungsi, yaitu ekspresi, evokasi, dan representasi. la menganggap
definisi bahasa yang diberikan Wundt agak berat sebelah. Menurut Buhler, ada lagi
fungsi bahasa yang sangat berlainan yang tidak dapat dimasukkan ke dalam gerakan
ekspresi, yaitu koordinasi atau penyelarasan. Jadi, satu nama dikoordinasikan
(diselaraskan) dengan isi atau kandungan makna. Dengan demiikian Buhler
mendefiniskan bahasa menurut fungsinya.
Weiss, seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika yang terkenal dan sealiran
dengan Watson, telah menggambarkan kerja sama yang erat antara psikologi dan
linguistik. Hal tersebut dibuktikan dengan kontak media artikel antara Weiss dan
Bloomfield serta Sapir. Weiss mengakui adanya aspek mental bahasa, tetapi karena
aspek mental itu bersifat abstrak (tak wujud) sukarlah untuk dikaji atau
didemontrasikan. Oleh sebab itu, Weiss menganggap bahwa bahasa itu sebagai wujud
perilaku apabila seseorang itu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya.
Sebagai suatu bentuk perilaku, bahasa itu memiliki ciri-ciri biologis, fisiologis, dan
sosial. Sebagai alat ekspresi, bahasa itu memiliki tenaga mentalitas. Weiss merupakan
seorang tokoh yang merintis jalan ke arah lahirnya disiplin Psikolinguistik. Dialah
yang telah berjasa mengubah pikiran Bloomfield dari penganut mentalisme menjadi
penganut behaviorisme dan menjadikan Linguistik Amerika pada tahun 50-an berbau
behaviorisme. Menurut Weiss, tugas seorang psikolinguis sebagai peneliti yang
terlatih dalam dua disiplin ilmu, yakni psikologi dan linguistik, adalah sebagai
berikut.
(1) Menjelaskan bagaimana perilaku bahasa menghasilkan satu alam pengganti
untuk alam nyata yang secara praktis tidak dibatasi oleh waktu dan tempat.
(2) Menunjukkan bagaimana perilaku bahasa itu mewujudkan sejenis organisasi
sosial yang dapat ditandai sebagai sekumpulan organisasi kecil yang banyak.
(3) Menerangkan bagaimana menghasilkan satu bentuk organisasi dan di dalam
organisasi itu pancaindera dan otot-otot seseorang dapat ditempatkan agar dapat
dipakai dan dimanfaatkan oleh orang lain.
(4) Menjelaskan bagaimana perilaku bahasa menghasilkan satu bentuk perilaku yang
menjadi fungsi setiap peristiwa di alam ini yang telah terjadi, sedang terjadi, atau
akan terjadi, di masa depan.
Kantor, seorang ahli psikologi behaviorisme Amerika mencoba meyakinkan
ahli-ahli linguistik di Amerika bahwa kajian bahasa tidaklah menjadi monopoli ahli
Linguistik. la mencela keras beberapa ahli filologi yang selalu berteriak agar ahli
psikologi keluar dari kajian bahasa yang menurut ahli filologi tersebut bukan bidang
garapan ahli psikologi. Menurut Kantor, bahasa merupakan bidang garapan bersama
yang dapat dikaji baik oleh ahli psikologi maupun oleh ahli bahasa. Kantor
mengkritik psikologi mentalisme yang menurut dia psikologi semacam itu tidak
mampu menyumbangkan apa-apa kepada linguistik dalarn mengkaji bahasa. Bahasa
tidak boleh dianggap sebagai alat untuk menyampaikan ide, keinginan, atau perasaan,
dan bahasa bukanlah alat fisis untuk proses mental, melainkan perilaku seperti halnya
perilaku manusia yang lain.
Caroll, seorang ahli psikologi Amerika Serikat yang sekarang merupakan salah
satu tokoh psikolinguistik modern telah mencoba mengintegrasikan fakta-fakta yang
ditemukan oleh linguistik murni seperti unit ucapan, keteraturan, kadar kejadian
dengan teori psikologi pada tahun 40-an. Kemudian ia mengembangkan teori
simbolik, yakni teori yang mengatakan bahwa respon kebahasaan harus lebih dulu
memainkan peranan dalam keadaan isyarat sehingga sesuatu menjelaskan sesuatu
yang lain dengan perantaraan. Keadaan isyarat itu haruslah sedemikian rupa sehingga
organisme dengan sengaja bermaksud agar organisme lain memberikan respon
kepada isyarat itu sebagai satu isyarat. Dengan demikian, respon itu haruslah sesuatu
yang dapat dilahirkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh
mekanisme-mekanisme.
Para ahli linguistik dan psikologi yang dibicarakan di atas telah mencoba
merintis hubungan atau kerja sama antara psikologi dan linguistik. Sebenarnya kerja
sama yang benar-benar terjadi antara ahli psikologi dan linguistik itu telah terjadi
sejak tahun 1860, yaitu ketika Heyman Steinhal, seorang ahli psikologi bertukar
menjadi ahli linguistik dan Moritz Lazarus seorang ahli linguistik bertukar menjadi
ahli psikologi. Mereka berdua menerbitkan jurnal yang khusus memperbincangkan
psikologi bahasa dari sudut psikologi dan linguistik. Steinhal mengatakan bahwa ilmu
psikologi tidaklah mungkin hidup tanpa ilmu bahasa.
Pada tahun 1901, di Eropa, Albert Thumb seorang ahli linguisstik telah bekerja
sama dengan seorang ahli psikologi Karl Marbe untuk menerbitkan buku yang
kemudian dianggap sebagai buku psikolinguistik pertama yang diterbitkan, tentang
penyelidikan eksperimental mengenai dasar-dasar psikologi pembentukan analogi
pertuturan. Kedua sarjana itu menggunakan kaidah-kaidah psikologi eksperimental
untuk meneliti hipotesis-hipotesis linguistik. Hal itu menunjukkan kukuhnya disiplin
psikolinguistik. Salah satu hipotesis yang mereka teliti kebenarannya adalah keadaan
satu rangsangan kata yang cenderung berhubungan dengan satu kata lain apabila
kedua-duanya termasuk ke dalam kategori yang sama; kata benda berhubungan
dengan kata benda yang lain; kata sifat berhubungan dengan kata sifat yang lain. Di
Amerika Serikat usaha ke arah kerja sama secara langsung antara, ahli linguistik dan
ahli psikologi dirintis oleh Social Science Researcb Council yang menganjurkan
diadakannya seminar antara ahli psikologi dan linguistik secara bersama-sama.
Osgood (ahli psikologi), Sebeok (ahli linguistik) dan Caroll (ahli psikologi)
mengadakan seminar bersama-sama. Hasil dari seminar tersebut adalah terbitnya
buku Psikolinguistik yang berjudul Psycholinguistic, a survey of theory and research
problems pada tahun 1954 yang disunting olch Osgood dan Sebeok. Meskipun
demikian, nama disiplin baru Psikolinguistik itu muncul bukan karena seminar itu,
karena sebenarnya Pronko pada tahun 1946 telah memberikan ulasan tentang
Psikolinguistik benar-benar dianggap sebagai disiplin baru, sebagai ilmu tersendiri
pada tahun 1963, yaitu ketika Osgood menulis satu artikel dalam jurnal American
Psychology yang berjudul On understanding and creating sentences. Dalam tulisan
itu, Osgood menjelaskan teori baru dalam behaviorisme yang dikenal dengan
neobehaviorisme yang dikembangkan oleh Mowrer, yakni seorang ahli psikologi
yang sangat berminat untuk mengkaji bahasa. Pandangan Osgood itu kemudian
terkenal dengan teori mediasi, yaitu suatu usaha mengkaji peristiwa batin yang
menengahi stimulus dan respon yang dianggap oleh Skinner sebagai usaha untuk
memperkukuh peranan akal ke dalam psikologi yang oleh kaurn behaviorisme
dianggap tidak ilmiah karena peristiwa itu tidak dapat diamati secara langsung.
Teori Osgood yang disebut sebagai teori mediasi itu telah dikritik habis-habisan
oleh Skinner yang menuduhnya sebagai pakar yang mencoba mempertahankan
mentalisme yang sebelumnya telah disingkirkan oleh behaviorisme. Osgood
merasakan kekuatan teorinya itu dengan dukungan Lenneberg, yang merupakan
produk pertama mahasiswa yang digodok dalam kajian Psikolinguistik. Lenneberg
berpenclapat bahwa manusia memiliki kecenderungan biologis yang khusus untuk
memperoleh bahasa yang tidak dimiliki oleh hewan. Alasan Lenneberg untuk
membuktikan hal tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Terdapatnya pusat-pusat yang khas dalam otak manusia;
(2) Perkembangan bahasa yang sama bagi semua bayi;
(3) Kesukaran yang dialami untuk menghambat pertumbuhan bahasa pada manusia;
(4) Bahasa tidak mungkin diajarkan kepada makhluk lain;
(5) Bahasa itu memiliki kesemestaan bahasa (language universal)
Miller pada tahun 1965 memastikan bahwa kelahiran disiplin baru
Psikolinguistik ticlak dapat dielakkan lagi. Menurut Miller, tugas Psikolinguistik
adalah menguraikan proses psikologis yang terjadi apabila seseorang itu
menggunakan kalimat. Pendapat Miller itu sangat berorientasi pada mentalisme
Chomsky dan teori Lenneberg, sedangkan Osgood dan Sebeok masih berbau
neobehaviorisme. Miller dengan tegas menolak pendapat Osgood clan Sebeok yang
banyak mendasarkan pada prinsip mekanis pembelajaran menurut behaviorisme.
Miller memperkenalkan teori linguistiknya Chomsky kepada pakar psikologi. Miller
juga mengkritik pakar Psikologi yang terlalu mengandalkan kajian makna. Namun,
perkembangan Psikolinguistik pada awal abad ke-20 itu memang masih didominasi
oleh Psikologi Behaviorisme maupun Neobehaviorisme.
Teori psikolinguistik secara radikal setidak-tidaknya mengalami lima perubahan
arah setelah berdiri sendiri sebagai disiplin ilmu tersendiri pada tahun 50-an (Titone,
1981). Perubahan itu dapat disarikan sebagai berikut.
Periode 1
Selama tahun 50-an teori Psikolinguistik dipengaruhi oleh pandangan teori behavioristik
seperti yang dikembangkan Skinner dan teori taksonomi struktural seperti yang
dikembangkan Bloomfield.
Periode 2
Selama tahun 60-an dan awal tahun 70-an pandangan mentalistik kognitivis dari
transformasionalis seperti Chomsky mendominasi semua aspek Psikolinguistik.

Periode 3
Perubahan tekanan pada periode ini menuju ke arah pragmatik komunikatif. Aspek bahasa
dalam lingkaran teori transformasional secara mendalam masih mempengaruhi teori
Psikolinguistik dan juga pengajaran bahasa kedua pada tahun 70-an.
Periode 4
Pada akhir dekade terakhir pandangan Pragmatik atau Sosiolinguistik menjadi arus utama
pada periode ini.
Periode 5
Pada tahun-tahun terakhir diusulkan model integratif yang terdiri atas komponen
behavioral dan kognitif serta ciri kepribadian

D. Proses Berbahasa: Produktif dan Reseptif


Pernahkah Anda mencoba merenungkan bagaimana proses Anda dapat
menghasilkan tuturan dan bagaimana proses Anda memahami tuturan orang lain yang
disampaikan pada Anda? Meski sehari-hari kita menghasilkan ujaran dan memahami
ujaran orang lain, rasanya tak pernah terpikirkan oleh kita bagaimana proses
berbahasa itu terjadi. Untuk dapat memahaminya Anda perlu memahami dulu tentang
tindak berbahasa.
De Saussure seorang linguis dari Swiss menyatakan bahwa proses bertutur atau
tindak bahasa itu merupakan rantai hubungan di antara dua orang atau lebih penutur
A dan pendengar B (Simanjuntak, 1987). Perilaku tuturan itu terdiri atas bagian fisik
yang terdiri atas mulut, telinga dan bagian dalam yaitu bagian jiwa atau akal yang
terdapat dalam otak bertibdak sebagai pusat penghubung. Jika A bertutur, maka B
mendengar dan jika B bertutur maka A mendengar.
Di dalam otak penutur A terdapat fakta-fakta mental atau konsep-konsep yang
dihubungkan dengan bunyi-bunyi kebahasaan sebagai perwujudannya yang
digunakan untuk menyatakan konsep-konsep itu. Baik konsep maupun bayangan
bunti itu berada dalam otak, yaitu pada pusat penghubung. Jika penutur A
mengemukakan suatu konsep kepada penutur B, maka konsep tersebut membukakan
pintu kepada pewujudnya yang serupa yaitu bayangan bunyi yang masih ada dalam
otak dan merupakan fenomena psikologis. Kemudian otak mengirimkan dorongan
hati yang sama dengan bayangan bunti tadi kepada alat-alat yang mengeluarkan banti
dan ini merupakan proses fisiologis. Kemudian gelombang bunti bergerak dari mulut
A ke telinga B dan ini merupakan proses fisik. Dari telinga B gelombang bunyi
bergerak terus ke arah otak B dalam bentuk dorongan hati dan ini juga proses
psikologis yang menghubungkan bayangan bunyi ini dengan konsep yang terjadi,
seperti yang digambarkan dalam gambar berikut ini:

Audisi Fonasi
0 k: konsep
k b
O b: bayangan bunyi
Fonasi Audisi

Gambar 2.1 Proses Bertutur dan Memahami


(Simanjuntak, 1984)
Leonard Bloomfield (1933) yang merupakan seorang pengikut behaviorisme
(meskipun sebenarnya semula dia adalah seorang pengikut mentalisme)
menggambarkan proses bertutur itu dengan cerita sebagai berikut.
Jack dan Jill berjalan-jalan. Jill melihat apel yang sedang masak di pohon. Jill berkata
kepada Jack bahwa dia lapar dan ingin memetik apel itu. Jack memanjat pohon apel
dan memetiknya serta memberikannya kepada Jill. Secara skematis peristiwa itu
dapat digambarkan sebagai berikut.
Sr...............................................sR
1 2 3 4 5 6
1: Jill melihat apel (S)
2: Otak Jill bekerja mulai dari melihat apel sampai berkata pada Jack
3: Perilaku atau kegiatan Jill waktu berkata (r)
4: Bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh Jill waktu berkata
5: Perilaku atau kegiatan Jack sewaktu mendengar bunyi yang dikeluarkan Jill (S)
6: Otak Jack bekerja mulai dari mendengar bunyi-bunyi sampai mulai bertindak
7: Jack bertindak memetik apel dan memberikannya kepada Jill (R).
Nomor 3, 4, dan 5 (r ...... s) adalah lambang tindak bahasa yang dapat
diobservasi secara fisiologis dan nomor 4 sendiri dapat diamati secara fisiologis. r
adalah produksi bunyi bahasa lambang ucapan S pengamatan bunyi bahasa Situasi S
dan R adalah makna tindak bahasa itu.
Apabila kita menguasai suatu bahasa, maka dengan mudah tanpa ragu-ragu kita
dapat menghasilkan kalimat-kalimat baru yang tidak terbatas jumlahnya. Teori
semacam itu merupakan teori Chomsky. Teori itu terutama menyangkut sepasang
pembicara yang ideal dalam suatu masyarakat bahasa, di mana kedua pembicara itu
mempunyai kemampuan yang sama. Penutur dan pendengar harus mengetahui
bahasanya dengan baik. Terjadinya proses komunikasi bahasa membutuhkan interaksi
dari bermacam-macam faktor, yaitu kompetensi bahasa penutur dan pendengar
sebagai pendukung komunikasi tadi. Chomsky membedakan kompetensi bahasa,
yaitu pengetahuan penutur tentang bahasanya dan performansi yaitu penggunaan
bahasa (menghasilkan dan memahami kalimat-kalimat dalam realitas).

1. Memahami Tuturan
Masalah menghasilkan tuturan dan memahami tuturan dalam komunikasi
merupakan masalah yang rumit jika ditinjau dari sudut bahasa. Masalah utamanya
adalah mungkin saja hubungan di antara keduanya itu tidak merupakan hubungan
langsung. Meskipun, mungkin akan sangat lebih sederhana apabila psikolinguis
mengatakan bahwa hubungan itu langsung. Tentu saja asumsi semacam itu tidak
berdasar dan paling tidak ada beberapa kemungkinan hubungan, di antaranya sebagai
berikut.
1) Menghasilkan dan memahami tuturan merupakan dua hal yang memang sama
sekali berbeda.
2) Memahami tuturan itu tidak lain adalah menghasilkan tuturan dan sebaliknya
3) Memahami tuturan dan menghasilkan tuturan itu sama saja
4) Memahami tuturan dan menghasilkan tuturan itu mungkin sebagian sama dan
sebagian yang lain berbeda (Aitchison, 1984)
Rentangan pilihan itu harus kita pertimbangkan untuk memperlakukan
pemahaman dan prouksi ujaran itu secara terpisah. Tampaknya kemungkinan 4
merupakan kemungkinan yang realistis. Proses produksi kalimat itu pada hakikatnya
bermula dari makna dan kemudian pembicara menggantikannya dengan bunyi bahasa
dan pendengar menggantikannya dengan makna. Dalam menghasilkan kalimat atau
tuturan, urutan ketat antara tahap-tahap semantik, sintaksis, dan fonetik tidak perlu
harus ditaati. Kadang-kadang urutan itu bisa dilompati.
Dalam proses memahami tuturan, sebenarnya telah terjadi proses mental dalam
diri pendengar. Pendengar tidak hanya secara pasif mendaftar bunyi-bunyi itu saja,
tetapi ia secara aktif memproses dalam pikirannya. Ada tuturan yang mudah dipahami
dan ada pula tuturan yang sukar dipahami. Tuturan itu sukar bagi pendengar apabila
tuturan itu tidak sesuai dengan harapan kebahasaannya dan jauh dari batas psikologis
tertentu. Pendengar merekonstruksi secara aktif bunyi-bunyi bahasa dan kalimat
dalam keselarasannya dengan harapan, baik secara kebahasaan maupun secara
psikologis.
Selama ini linguis beranggapan bahwa proses memahami itu sederhana.
Pendengar menebak, seperti seorang sekretaris duduk dengan mesin tiknya mengetik
apa yang didiktekan kepadanya. Sekretaris itu secara mental mengetik bunyi-bunyi
yang didengamya satu per satu dan kemudian membaca bunyi-bunyi yang
membentuk kata itu. Dapat juga diibaratkan proses memahami tuturan itu seperti
seorang detektif memecahkan kejahatan dengan mencocokkan sidik jari yang
ditemukan di tempat kejadian perkara dengan sidik jari yang terdapat dalam arsipnya
dan melihat sidik jari siapa itu. Karena tidak ada dua sidik jari pun yang sama, maka
dianggapnya bunyi-bunyi itu mempunyai pola bunyi yang unik.
Ternyata pendekatan sekretaris dan sidik jari itu telah dibuktikan salah, baik
oleh para ahli fonetik maupun ahli psikolinguistik. Hal itu menimbulkan beberapa
masalah. Pertama, jelas bahwa pendengar tidak dapat mencocokkan bunyi satu per
satu. Kecepatan tuturan tidak memungkinkan hal itu terjadi. Kedua, tidak ada
representasi bunyi yang pasti dengan simbol pada mesin tik, misalnya huruf /t/. Bunyi
itu bervariasi dari orang ke orang dan dari distribusi ke distribusi. Dengan demikian,
tidak akan ada kecocokan secara langsung antara bunyi itu dengan simbol huruf pada
mesin tik. Ketiga, bunyi secara akustis berada dalam sebuah kontinum. Bisa saja
bunyi itu mempunayi kemiripan, misalnya /g/ seperti /k/, /d/ bisa menjadi /t/, dan
sebagainya.
Pendengar memproses bunyi-bunyi itu secara aktif, melihat berbagai
kemungkinan pesan bunyi itu dengan menggunakan latar belakang pengetahuannya
tentang bahasa. Bukti yang paling jelas ialah betapa sulitnya kita menafsirkan
bunyi-bunyi yang berasal dari bahasa asing yang kita tidak memiliki pengetahuan
atau sedikit sekali pengetahuan tentangnya. Hal itu disebabkan kita begitu sibuk
mencari apa yang kita harapkan untuk didengar. Kita gagal memperhatikan fitur yang
baru. Yang diharapkan oleh pendengar itu tidak hanya pola bunyi, tetapi juga pola
kalimat dan makna. Urutan pemahaman juga tidak harus kaku dari bunyi ke kalimat,
kemudian ke makna, tetapi dapat saja seorang melompat dari bunyi langsung ke
makna. Sebagai contoh, jika mendengar suara menggonggong, tanpa melihatpun kita
tahu bahwa itu adalah suara anjing atau bisa pula orang meniru suara anjing. Bukti itu
menyarankan bahwa kita membuat dugaan yang mirip tentang apa yang kita dengar.
Macam dugaan seseorang itu bergantung pada apa yang diharapkan untuk
didengarnya. Apa yang sebenarnya diharapkan oleh pendengar ketika akan
memahami tuturan?
Ketika seseorang siap untuk memahami tuturan ia sebenamya mencocokkan
tuturan itu dengan sejumlah asumsi atau harapan tentang struktur dan isi kalimat
bahasanya. Kalimat yang cocok dengan harapannya akan lebih mudah dipahami dan
yang tidak cocok akan sukar dipahami. Seperti apakah asumsi itu? Ada empat asumsi
menurut Aitchison (1984), yakni sebagai berikut.
Asumsi 1:
Setiap kalimat terdiri atas satu atau dua penggalan bunyi dan setiap penggalan
secara normal merupakan frase kata benda yang diikuti oleh frase kata kerja dan
secara manasuka diikuti oleh frase kata benda yang lain. Jadi, setiap kalimat mungkin
sederhana atau kompleks dan dapat terdiri atas beberapa penggalan bunyi.
Contoh:
- Anak itu makan. (Frase kata benda -frase kata kerja)
- Anak itu makan kacang. (Frase benda -frase kata kerja -frase kata benda)
Asumsi 2:
Dalam urutan ‘frase kata benda-kata kerja-frase kata benda’, kata benda yang
pertama biasanya adalah pelaku dan yang kedua adalah objek. Begitulah kalimat itu
mempunyai urutan pelaku tindakan dan objek.
Contoh:
- Ali memukul bola.
Ali sebagai pelaku. Bola sebagai objek
Asumsi 3:
Bila sebuah kalimat kompleks dibentuk dari klausa utama dan klausa bawahan,
klausa utama itu biasanya muncul lebih dulu
Contoh:
- Ayah sedang makan ketika ibu datang
‘ayah sedang makan’ sebagai klausa utama.
‘ketika ibu datang’ sebagai klausa bawahan.
Asumsi 4:
Kalimat itu biasanya membentuk makna. Artinya, orang itu mengatakan sesuatu
yang mempunyai makna dan tidak hanya asal berbicara.
Contoh:
1. Bunga itu harum sekali.
2. Karena dan itu bukan hanya daripada dari sebab.
Kalimat (1) mempunyai makna. tetapi, kalimat (2) itu tidak dapat disebut
sebagai kalimat yang bermakna dan tidak akan diucapkan oleh penutur yang sehat
pikirannya.Dengan dipandu oleh asumsi itu, pendengar mengatur strategi untuk
menangkap makna kalimat yang didengarnya. Jika seseorang itu mendengar kalimat,
ia akan mencari isyaratnya yang akan memperkuat bahwa harapannya benar. Ketika
menemukannya, ia akan melompat pada simpulan tentang apa yang didengarnya.
Keempat asumsi itu meskipun disebutkan berurutan tetapi ketika digunakan
untuk menangkap makna kalimat ia akan dapat bekerja secara serentak.

2. Produksi Ujaran
Tujuan proses produksi ujaran adalah untuk menghasilkan seperangkat bunyi
yang digunakan untuk menyampaikan gagasan kepada orang lain. Hal itu dilakukan
dengan menggunakan rumus sintaksis dan fonologi secara kompleks dan dengan
secara terus-menerus menggunakan pertalian bunyi-makna. Gagasan yang hendak
disampaikan oleh penutur mengandung dua asas, yaitu tujuan dan proposisi.
Komponen tujuan menyampaikan makna melibatkan keinginan penutur untuk
menyampaikan proposisi kepada pendengar. Topik seperti itu dalam bidang linguistik
lazim diperbincangkan dalam bagian tindak bahasa (speech act) dan tindak ilokusi
(illocutionary act). Misalnya, berkenaan dengan proposisi [bahagia Joko], seorang
penutur menegaskan proposisi itu benar dengan membuat kalimat Joko bahagia, atau
penutur dapat juga membuat pengingkaran Joko tidak babagia. Atau ia membuat
pertanyaan, Bahagiakah Joko? atau membuat perintah Berbahagialah Joko!, dan
dapat pula penutur membuat ramalan, Kau tidak akan babagia Joko. Semua tujuan
yang berlainan itu melibatkan proposisi yang sama, yakni [bahagia, joko]. Proses
universal ini menggunakan pengetahuan dan cadangan konsep-konsep untuk
menghasilkan pikiran. Proses ini dirangsang oleh berbagai pengaruh mental dan fisik.
Pengetahuan merupakan cadangan atas sejumlah unsur konsep dan pertalian
konsep dan dengan ini pengetahuan tentang dunia (selain pengetahuan bahasa) dibina
dan disimpan. Cadangan utama konsep ini dimiliki semua bahasa manusia.
Tujuan dan Proposisi merupakan pokok pikiran yang hendak disampaikan
penutur kepada orang lain (pendengar). Pokok ini bersifat konseptual dan bukan
bersifat kebahasaan. Penyampaian pikiran dilakukan dalam bentuk kebahasaan atau
dalam bentuk tingkah laku. Tujuan melibatkan berbagai keinginan seperti bertanya,
mengingkari, menegaskan, dan memberikan perintah melalui proposisi. Proposisi itu
sendiri mengandung tiga jenis konsep yang bukan merupakan konsep kebahasaan,
yakni argumen, predikat, dan keterangan.
Keterangan yang diperlukan oleh bahasa meliputi beberapa konsep bebas
bahasa seperti data rujukan dan data kesopanan. Keterangan yang diperlukan ini
berbeda menurut bahasa. Misalnya, bahasa Inggris mensyaratkan sesuatu benda yang
dirujuk harus ditentukan memiliki persamaan jurnlah dalam kelasnya atau sebaliknya.
Representasi semantik merupakan pikiran sempurna yang hendak disampaikan
penutur kepada pendengar. Di dalamnya terdapat konsep universal bahasa dan ada
yang wajib (tujuan dan proposisi dan ada pula yang manasuka seperti kesopanan dan
rujukan).
Strategi asas merupakan satu dari beberapa komponen bahasa yang digunakan
untuk mengganti representasi semantik dengan bentuk fonetik. Ini dilakukan dengan
terus mencari pada komponen butir tersimpan atau jika ini gagal, dapat dicari dengan
rumus transformasi. Berkenaan dengan komponen butir tersimpan, komponen strategi
asas akan mendapatkan butir yang tepat ataupun menggunakan suatu analogi rutin
untuk butir yang sama.
Semua lema morfem, perkataan, dan kalimat mengandung dua jenis pernyataan,
yaitu bentuk bunyi dan maknanya. Oleh sebab itu, memperoleh bentuk bunyi secara
langsung dan cepat tanpa melakukan pencarian dengan rumus transfromasi dan rumus
fonologi dapat dilakukan. Lagi pula, frase dan kalimat yang berkaitan dengan butir ini
disimpan juga di sini.
Apabila komponen butir tersimpan tidak dapat memberikan bekal representasi
semantis secara langsung, maka kendali rumus transformasi diperlukan. Rumus
transformasi itu memberi bekal struktur sintaksis yang menyatakan pertalian antara
argumen dan predikatnya.
Pengendalian rumus transformasi dan strategi asas gunanya ialah memberikan suatu
struktur permukaan sintaksis yang terisi dengan bentuk-bentuk perkataan.
Rumus fonologi menghasilkan representasi fonetis apabila terdapat struktur
permukaan sebagai masukan. Representasi fonetis menentukan penyebutan bagi
keseluruhan kalimat. Representasi fonetis ini merupakan tuturan yang ditanggap pada
tahap psikologi dan mengandung bunyi bahasa diskret dan fitur prosodi, misalnya
bunyi [b] dan tekanan.
Otak mengawal gerak lidah, bibir, pita suara, dan sebagainya, agar bunyi bahasa
fisik dapat dihasilkan.
Isyarat ini mengandung gelombang bunyi yang dapat terjadi berdasarkan
frekuensi, amplitudo, dan perubahan waktu. Bunyi bahasa tidak dikenal sebagai
bunyi yang diskret. Sebaliknya, bunyi bahasa merupakan paduan gelombang bunyi
bersambungan yang kompleks.

Rangkuman
Selamat, Anda telah menyelesaikan Kegiatan Belajar 2 tentang
Psikolinguistik. Hal-hal penting yang telah Anda pelajari dalam Kegiatan Belajar 2 ini
meliputi:
Psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari perilaku berbahasa, baik prilaku
yang tampak maupun perilaku yang tidak tampak: resepsi, persepsi, pemerolehan
bahasa dan pemproduksian bahasa serta proses yang terjadi di dalamnya. Contoh
perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika berbicara
dan menulis atau ketika dia memproduksi bahasa, sedangkan contoh prilaku yang
tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang disimak atau dibaca
sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan
diucapkan atau ditulisnya atau ketika di amemahami bahasa.
Peran Psikolinguistik dalam pembelajaran bahasa sangat penting karena
dengan memamahami psikolinguistik seorang guru memahami proses yang terjadi
dalam diri siswa ketika siswa menyimak, berbicara, membaca, ataupun menulis
sehingga manakala kemampuan dalam keterampilan berbahasa bermasalah, garu
dapat melihat dari sudut pandang psikologi sebagai alternative solusinya.

Tugas

1. Temukan proses pemerolehan bahasa pada anak-anak usia 6-12 tahun.

2. Temukan kesalahan berbahasa asing pada anak-anak sekolah tingkat


SD/SMP/SMA.

Tes Formatif 2

Jawablah dengan benar soal-soal berikut !


1. Sebutkan pengertian psikolinguistik!
2. Jelaskan jangkauan psikolinguistik!
3. Jelaskan pemerolehan bahasa!
4. Jelaskan hubungan bahasa dan pengguna bahasa!
5. Sebutkan teori perkembangan psikolinguistik
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang
terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar, kemudian
gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi
Kegiatan Belajar 2.

Tingkat penguasaan materi = jumlah jawaban yang benar x 100%


jumlah soal

Arti tingkat penguasaan: 90 – 100% = baik sekali


80 – 89% = baik
70 – 79% = cukup
< 70% = kurang

Jika telah mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat
meneruskan dengan modul selanjutnya. Namun jika masih kurang dari 80%, Anda
dipersilakan mempelajari kembali Kegiatan Belajar 2, terutama pada bagian yang
kurang Anda kuasai.
DAFTAR PUSTAKA

Abercrombie, D., Elements of General Phonetics, Edinburgh: Edinburgh University Press,


1967.

Ahmad Muhammad Qadur, Mabadi al-Lisaniyat, Dar al-Fikr al-Mu’ashir, Libanon, 1996

Ahmad Muhammad Qadur, Madkhal ila Fiqh al-Lughah al-Arabiyah, dar El-Fikr, Beirut, 1993

Aitchison, J., General LInguistik, London: The English Universities Press Ltd., 1974

al-Arabiy, Shalâh 'Abd al-Majîd (1981) Ta'allum al-Lughât al-Hayyah wa Ta'lîmuhâ: Baina al-
Nazharîyah wa al-Tathbîq, Beirût: Maktabah Lubnân

al-Hadidi, Ali (t.th) Musykilat Ta’lim al-Lugah al-Arabiyah, al-Kahirah: Dar al-Katib al-Arabiy

al-Khûlîy, Muhammad 'Aly (1986) Asâlîb Tadrîs al-Lughah al-'Arabîyyah, al-Riyâdh:


Maktabah al-Farazdaq

Asher, James J. 1994. Brainswitching – Practical Applications of the right -left brain. Sky
Oaks Productions, Inc.
Asher, James J. 1996. Learning Another Language Through Actions. Sky Oaks Productions,
Inc.
Austin, J.L. 1962. How to do Things with Words. Cambridge: Harvard University Press.

Bialystok, Ellen. 1980. “A Theoretical Model of Second Language Learning” dalam Kenneth
Croft (ed). Reading on English as a Second Language. Cambridge: Winthrop
Publishers Inc.
Bochenski, J.M., The Methods of Contemporary Thought, Dordrecht: Reidel, 1965

Bolinger, D., Aspecys of Language, New York: Harcourt, Brace and World, Inc., 1968.

Brown, Douglas H. (1987) Principles of Language Learning and Teaching, New Jersey:
Prentice-Hall, Inc

Brumfit, Christopher. 1994. Communicative Methodology in Language Teaching.


Cambridge: Cambridge University Press.
Buchanan, Cynthia D., A Programmed Introduction to Linguistics: Phonetics and Phonemic,
Boston: D.C. Heath and Company, 1963.

Chaer, Abdul Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul, (2003) Psikolinguistik Kajian Teoritik, Jakarta: Rineka Cipta

Chomsky, Noam. 1957 a. Syntactic Structure. The Haque: Mouton.


Clarck, Herbert & Eve V. Clark. 1977. Psychology and Language: an Introduction to
Psycholinguistics. New York: Harcourt Brace Jovanovich, Inc.
Clark, H.H. dan Clark. 1977. Psychology and Language: An Introduction to
Psycholinguistics. New York: Harcourt Brace Jovanovich.
Crystal, D., Linguistics, Harmondsworth: Penguin, 1971

Curran, Charles A., (1976) Counseling-Learning in Second Language. Illinois, Apple River
Press

Dardjowidjojo, Soejono, (2003) Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia,


Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Dulay, Heidi, Marina Burt & Stephen D. Krashen. 1982. Language Two. Oxford: Oxford
University Press.
Ellis, Rod. 1984. Classroom Second Language Development. Oxford: Pergamon Press.
Ellis, Rod. 1987. Understanding Second Language Acquisition. Oxford: Oxford University
Press.
Felix, Sascha W. 1977. “Perspective Orders of Acquisition in Child Language”. dalam
Lingua. Vol. 41 No. 2551.
Ferguson, C.A. dan Snow, C (ed). 1977. Talking to Children: Language Input and
Acquisition. New York: Cambridge University Press.
Francis, Nelson W., The Structure of American English, New York: The Ronald Press
Company, 1958.

Fromkin, Victoria & Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (6th Edition).
Orlando: Harcourt Brace College Publishers.

Fromkin, Victoria dan Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language. Florida:


Harcourt Brace College Publishers.
Garcia, Eugene E. 1983. Early Childhood Bilingualism. Albuquerque: University of New
Mexico Press.
Gunarwan, Asim 1993. “Pragmatik: Pandangan Mata Burung”. Bahan Penataran Linguistik I,
Unika Atma Jaya, Jakarta, 4-17 November 1993.

Gunarwan, Asim. 1993. “Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan Indonesia- Jawa di


Jakarta: Kajian Sosiopragmatik”. Makalah PELLBA VII, Unika Atma Jaya, Jakarta, 26-27
Oktober 1993.

Gunarwan, Asim. Prinsip-prinsip Pragmatik. (terjemahan M.D.D. Oka). Jakarta: Penerbit


Universitas Indonesia.

Hamied, Fuad Abdul. 1987. Proses Belajar Mengajar Bahasa. Jakarta: Depdikbud.
Harimurti Kridalaksana, Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa, Ende Flores: Nusa Indah 1978, cet.
ke-2

Hassan, Abdullah (ed.), Rencana Linguistik, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1978

Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (5th edition). Oxford: Oxford
University Press.

Hymes, D. H., (1983) On Communicative Competence (extract). In C. J. Brumfit and K.


Johnson (Ed), The Communicative Approach to Language Teaching, Oxford: Oxford
University Press

Hymes, D., "Linguistics; the field" dalam International Encyclopedia of the Social Sciences,
1968, jilid 2

Ibrahim al-Samiraiy, Fiqh al-Lugahah al-Muqaran, Dar al-Tsaqafah l-Arabiyah, tt

Ibrahim, Abd. Syukur. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.

Imil Badi’ Ya’qub. 1982. Fiqh Lughah al-Arabiyyah wa Khashaisuha. Daruttsaqafah

Jones, Daniel, An Outline of English Phonetics, Cambridge: W. Heffer and Sons Ltd., 1950.
Kaswanti Purwo, Bambang. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum
1984. Yogyakarta: Kanisius.

Klein, Wolfgang. 1986. Second Language Acquisition. Cambridge: Cambridge University


Press.
Krashen, Stephen D. 1981. Second Language Acquisition and Second Language Learning.
Oxford New York: Pergamon Press.
Krashen, Stephen D. 1986. Principles and Practice in Second Language Acquisition. Oxford:
Pergamon Press.
Krashen, Stephen D. dan Terrell, Tracy D. 1983. The Natural Approach: Language
Acquisition in the Classroom. Oxford: Pergamon Press. .
Leech, Geoffrey. 1983. The Principles of Pragmatics. New York: Longman Group Limited.

Levinson, Stephen C. 1987. Pragmatics. (cetakan kedua). Cambridge: Cambridge University


Press.

Littlewood, W. 1984. Foreign and Second Language Learning: Language Acquisition


Research and Its Applications for the Classroom. Cambridge: Cambridg University
Press.
Lubis, A. Hamid Hasan. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Penerbit Angkasa.

Lyons, J., "Linguistics" dalam The New Encyclopedia Britannica; Macropaedia, 1975, jilid 10

Mahmud Fahmy Hijazy, Ilm al-Lughah al-Arabiyah, Wakalat al-Mathbu’at, Kuwait, 1973

Marsoedi, I.L., Pengantar Memahami Hakikat Bahasa, Malang: IKIP, 1978

Matthews, Peter. 1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. Oxford:

Oxford University Press.

Mubaraok. Muhammad. 1964. Fiqh Lughah wa khashaisu al-Arabiyah. Darulfikri

Mugly, Sami’ Abu. 1987. Fi Fiqhi al-Lughah, wa Qadlaaya al-Arabiyyah Ardan: Majid Lawi.

Newmeyer, Frederick J. (ed.). 1989. Linguistics: The Cambridge Survey Book II Linguistic
Theory: Extentions and Implications. Cambridge: Cambridge University Press.
Parera, Jos Daniel (1987) Linguistik Edukasional, Jakarta: Erlangga
Parera, Jos Daniel. 1987. Linguistik Edukasional. Jakarta: Erlangga.
Pateda, Mansoer (1991) Linguistik Terapan, Ende-Flores: Nusa Indah

Pateda, Mansur 1988. Linguistik (Sebuah Pengantar). Bandung: Angkasa.

Pateda, Mansur. 1990. Aspek Aspek Psikolinguistik. Ende Flores: Nusa Indah.
Piaget, J., "The Place of The Science of Man in The System of Sciences" dalam Main Trends of
Research in the Social and Human Sciences, 1970

Pike, K.L., Phonemics: A Technique for Reducing Languages to Writing, Ann Arbor: The
University of Michigan Press, 1947.

Purwo, Bambang Kaswanti (ed). 1990. PELLBA 3. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika Afma
Jaya.
Ramdhan Abduttawab, Fushul fi fiqh Al Arabiyah. Maktabah Al-kahnji, Kairo, 1994

Robins, R.H. 1990. A Short History of Linguistics. London: Longman.

Robins, R.H., General Linguistics; an Introductinory Survey, London: Longman, 1970, edisi ke-
2

Samsuri, Bahasa dan Ilmu Bahasa, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1972

Scovel, Thomas. 1998. Psycholinguistics. Madrid: Oxford University Press.Simanjuntak,


Simanjuntak, Mangantar.1987. Pengantar Psikolinguistik Modern. Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia.
Simanjuntak, Mangantar. 1990. Psikolinguistik Perkembangan: Teori teori Pemerolehan
Fonologi. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Slobin, Dan I. 1971. Psycholinguistics. Glenview: Scott Foresmen and Co. (Diterjemahkan
oleh Ton Ibrahim. 1991. Ilmu Psikolinguistik. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka)
Soenjono Dardjowijojo. 1996. “Lima Pendekatan Mutakhir dalam Pengajaran Bahasa.
Jakarta: Pelita Sinar Harapan.
Steinberg, Danny D. 1982. Psycholinguistic Language, Mind and World. New York:
Longman Group Ltd.
Stern, H.H. 1983. Fundamental Conceps of Language Teaching. London: Oxford, University
Press.
Subyakto Nababan, Sri Utari. 1992. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia.
Sumarlam. 1995. “Skala Pragmatik dan Derajat Kesopansantunan dalam Tindak Tutur
Direktif”. Dalam Komunikasi Ilmiah Linguistik dan Sastra (KLITIKA). No. 2 Th. II,
Agustus 1995. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, FKIP Universitas Veteran Bangun
Nusantara Sukoharjo.

Tamam Hasan, 2000, Al-Ushul, ‘Alimu al-kutub, Kairo

Verhaar, J.W.M., Pengantar Linguistik, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1977.

Wijana, I. Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Penerbit Andi. Diposkan
oleh: Umar Khalid, Umar Khalid_Bahasa & Sastra di 19.22
GLOSSARIUM

Abbreviation :singkatan; penyingkatan

Ablative case :kasus ablatif

Ablaud :ablaut

Abstract sound :bunyi abstrak

Absurdity :absurditas; kemustahilan

Accent :tekanan; aksen

Accusative case :kasus akusatif

Acoustics phonestics :fonetik akustik

Acoustics :akustika

Acquisition :pemerolehan

Adjectival :adjektival

Affix :afiks; imbuhan

Allophone :alofon

Baby talk :bahasa kanak-kanak

Base :dasar

Base form :bentuk dasar

Base word :kata dasar

Bilabial :bilabial
Bilingualisme :kedwibahasaan

Blend :paduan

Bloomfieldianism :aliran bloomfield

Body language :bahasa badan

Bound form :bentuk terikat

Case :kasus

Categorialcomponent :komponen katagorial

Causal clause :klausa sebab

Centre :kata utama; inti kata utama

Clause :klausa

Code mixing :campur kode

Code Switching :alih kode

Collocation :kolokasi

Competence :komplemen

Dative :datif

Decoding :pengawasandian
Devinite article :kata sandang pasti;artikel tentu

Dexis :deiksis

Dental :dental

Dependency :keterpautan; dependensi

Derivation :derivasi; penurunan

Derivative :derivasi; turunan

Diachronic phonology :fonologi diakronis

Diachronic semantics :semantik diakronis

Dialect :dialek

Diffuse :baur

Diglossia :diglosia

Dissemination :penyebarluasan

Domain :ranah

Egressive :egresif

Ellipsis :lesapan

Emic :emik

Encoding :penyadian; pengkodean

Evistemology :epistemologi

Etic :etik

Expansion :ekspansi (metaforis)

Explosive sound :bunyi letup (an)


F

Field :bidang

Final syllable :suku (kata) akhir

Fonation :penyuaraan; fonasi

Foreignism :bahasa asing

Frequency :frekuensi

Frozen speech :ragam beku

Function :fungsi

Fusion :peleburan

Genitive case :kasus genitif; kemilikan

Genre :genre; jenis (dalam analisis wacana)

Glottal :glotal

Gnomic ultrance :ujaran nomik

Government :penguasa; pemerintah (jenis hubungan gramatikal)

Graphemics :grafem

Habit :kebiasaan

Hierarchy :hierarki
Historical semantics :semantik historis

Historicity :kebersejarahan

Holophrase :holofrasa

Hypertrophy of meaning :sarat makna

Idiolect :idiolek

Imitation :imitasi (salinan ujaran)

Implosive :implosif; injektif

Inductivism :induktivisme

Informant :informan

Initial :awal

Inner speech :bicara sendiri

Intelligility :kemengertian

Intension :intensi

Interlocutors :interlokutor

Interrupted :tersela

Isolect :isolek

Jargon :jargon

Judgment sample :percontoh pilihan; sampel pilihan

Juncture :jeda
Jussive sentence :kalimat jusif

Juxtaposition (al) assimilation :asimilasi damping

Key :nada

Kind :jenis

Kine :kine

Kineme :kinem

Kinemcs :kinemik

Kinesics :kinesik

Kinetic consonant :konsonan kinetik

Kinship term :istilah kekerabatan

Koine :koine

Kymograph :kimograf

Kymographc tracing :penyurihan kimograf

Labial :labial; bibir

Language :bahasa

Language acquisition :pemerolehan bahasa

Language map :peta bahasa

Level :tataran; tingkat; datar

Lingua franca :bahasa perantara


Linguist :ahli ilmu bahasa (linguis)

Linguistic :linguistik; bahasa

Literary language :bahasa sastra

Loan :pinjaman; serapan

Macrolinguitics :makrolinguistik

Medium :medium; alat; sarana

Microlinguistics :mikrolinguistik

Middle class :kelompok menengah; kelas menengah

Mixed language :bahasa campuran

Modality :modalitas

Mood :modus

Morphophnemics :morfofonemik

Morphophonology :morfofonologi

Mother tongue :bahasa ibu

Nasal :nasal; sengau

Native language :bahasa asli

Native speaker :penutur asli

Negation :negasi

Negative transfer :transfer negatif (interferensi)


Norm :norma

Notation :notasi

Notional grammar :gramatika nosional

Obligation :keharusan

Open syllable :suku kata terbuka

Open vowel :vokal lebar

Oral :oral

Oral sound :letupan oral; mulut

Overcorrection :lihat: hiperkoreksi

Palatal :palatal

Paralanguage :parabahasa

Paralinguistic feature :ciri para linguistik

Paralinguistics :para linguistik

Parole :parole

Participant :partisipan (peserta ujar)

Phonation :ponasi (pembunyian)

Phone :bunyi; fon

Phonematic unit :unit fonematik


Phonematics :fonematik

Phoneme :fonem

Phonemic :fonemik

Phonetic :fonetik

Phonetics :fonetik

Phonic :fonik

Pitch :pijin

Positive transfer :transfer positif

Qualifying predication :predikasi penyifatan

Quality :kualitas

Quantification :kuantifikasi

Quantitative ablaut :ablaut kuantitatif

Quantity :kuantitas

Quasi-hyponymy :hiponimi semu; kuasihiponimi

Quasi-referential function :fungsi seperti acuan; fungsi kuasireferensi

Question :pertanyaan

Questionnaire :kuesioner; daftar tanyaan


R

Recording :perakaman

Recursion :pengulangan

Reduction :penghilangan

Redundant :lewah

Reflexive :refleksif

Register :register; laras (bahasa)

Release :pelepasan

Representation :representasi

Rhyme :rima

Rhythm :ritma

Sample :percontohan; sampel

Semantic field :medan makna

Semantic memory :memori semantik

Semiotic system :sistem semiotik

Sequencing :penderetan

Silence :kesenyapan

Social context :konteks sosial

Sonority :kenyaringan; sonoritas

Sound :bunyi
Speech :spektrum

Speech act :tuturan

Stress :tekanan

Syllabic :silabik

Taboo :pemali; tabu

Tape recorder :alat perekam

Taxonomic phonemics :fonemik taksonomik

Technical translation :terjemahan teknis

Tempo :tempo

Tense :tegang

Term :istilah

Tone :tona

Tongue :lidah

Trema :trema

Umlaut :umlaut

Unilateral :unilateral
Urbanisation :urbanisasi

Utterance :tuturan

Uvula :anak tekak; uvula

Validity :kesahehan

Variable :variabel

Variation :variasi

Velar :velar

Vibration : getaran

Vowel :vokal

Wave :gelombang

Weak stress :tekanan lemah

Weakening :pelemahan

Whisper :bisik

Whispered sound :bunyi bisik

Whispered speech :ujaran bisik

Whispered vowel :vokal bisik

Whistling consonant :konsonan siul

Whorfian hypothesis :lihat: relativitas bahasa

Wide diphthong :diftong lebar


Word boundary :batas kata

Whord play :lihat; permainan kata

Word stress :tekanan kata

Working class :kelompok pekerja; kelas pekerja

Zero :kosong; sifar

Zero phoneme :fonem kosong; sifar

Zero-derivation :derivasi nol


No. Kode: ....../2018

PENDALAMAN MATERI BAHASA ARAB


MODUL 6
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

Penulis:

Raswan, M.Pd., M.Pd.I.

PPG DALAM JABATAN


Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
2018

Hak cipta © Kemenag RI, 2018


Hak cipta © Direktorat Pembelajaran, Dit. Belmawa, Kemenristekdikti RI, 2018

i
DAFTAR ISI MODUL VI:

PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

PENDAHULUAN

1. Rasional dan Deskripsi Singkat

2. Relevansi

3. Petunjuk Belajar

KB1. KONSEP PEMEROLEHAN DAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

3. Pokok-Pokok Materi

4. Uraian Materi

5. Rangkuman

6. Tugas

7. Tes Formatif

KB2. PENGEMBANGAN MATERI AJAR BAHASA ARAB

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

ii
3. Pokok-Pokok Materi

4. Uraian Materi

5. Rangkuman

6. Tugas

7. Tes Formatif

KB3. PENGEMBANGAN MEDIA DAN STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

3. Pokok-Pokok Materi

4. Uraian Materi

5. Rangkuman

6. Tugas

7. Tes Formatif

KB4. PENGEMBANGAN PENILAIAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

3. Pokok-Pokok Materi

4. Uraian Materi

5. Rangkuman

iii
6. Tugas

7. Tes Formatif

TES SUMATIF

DAFTAR PUSTAKA

GLOSARIUM

iv
MODUL VI:
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

Rasional dan Deskripsi Singkat


Dalam Modul 6 ini Anda kami ajak untuk mempelajari konsep pembelajaran
bahasa Arab. Selaras dengan kompetensi dasar yang perlu dimiliki oleh guru bahasa
Arab, modul ini bertujuan agar Anda memiliki kompetensi yang berkaitan dengan
pembelajaran bahasa Arab. Secara rinci setelah mempelajari materi dalam modul ini,
diharapkan Anda dapat:
1. Memahami Konsep Pemerolehan dan Pembelajaran Bahasa Arab\
2. Memahami Pengembangan Materi Ajar Bahasa Arab
3. Pengembangan Media dan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab
4. Memahami Pengembangan Penilaian Pembelajaran Bahasa Arab

Relevansi
Dalam melaksanakan pembelajaran bahasa Arab guru harus memiliki
kompetensi pembelajaran bahasa Arab. Pertama, guru harus memahami konsep
pemerolehan dan pembelajaran bahasa Arab. Apakah bahasa Arab akan disampaikan
dengan model pemerolehan bahasa Arab sebagaimana anak kecil dalam memeroleh
bahasa ibunya. Ataukah harus dibelajarkan secara formal. Tanpa memahami
keduanya maka guru mustahil sukses dalam membelajarkan bahasa Arab.
Kedua, materi pembelajaran bahasa Arab yang diajarkan harus tepat dan
sesuai dengan tujuan. Materi bukan tujuan melainkan salah satu alat mencapai
tujuan. Materi harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga akan memudahkan
tercapainya tujuan. Materi berbeda dengan teori ilmiah, materi harus disajikan sesuai
dengan perkembangan teori pendidikan yang ada.

v
Ketiga, media pembelajaran harus ada dan dikembangkan guna
mempermudah mencapai tujuan. Media bukan alat unjuk gigi atau hanya sebagai
hiasan dalam pembelajaran. Tanpa kehadiran media yang tepat pembelajaran sulit
digapai dengan cepat dan efektif serta efisien. Demikian halnya strategi, menjadi
bagian penting, tak salah jika ada idiom yang mengatakan metode atau strategi lebih
penting dari materi dalam mensukseskan pembelajaran bahasa Arab.
Dan keempat, penilaian pembelajaran bahasa Arab harus dikembangkan dan
dilaksanakan dengan baik dan tepat. Penilaian harus sesuai dengan tujuan, penilaian
harus menyeluruh: proses dan hasil belajar, kognitif, efektif dan psikomotorik, unsur-
unsur bahasa Arab (bunyi, kosakata, kaidah dan makna) dan keterampilan bahasa
(menyimak, berbicara, membaca dan menulis).

Petunjuk Belajar
Agar Anda dapat mencapai hasil belajar yang memuaskan sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan, Anda dapat mengikuti petunjuk berikut.
1. Bacalah secara cermat tujuan belajar yang hendak dicapai.
2. Pelajari contoh yang tersedia.
3. Cermati materi pembelajaran bahasa Arab, dengan beri tanda-tanda khusus pada
bagian yang menurut Anda sangat penting.
4. Lihatlah rangkuman yang terletak di bagian akhir tulisan ini, apabila ingin
menemukan kajian inti khusus yang kurang Anda pahami.
5. Kerjakan latihan dengan baik, untuk memperlancar pemahaman Anda.
6. Setelah Anda mempersiapkan segala peralatan yang diperlukan, mulailah
membaca modul ini secara teliti dan berurutan.

vi
KB1

KONSEP PEMEROLEHAN

DAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Memahami, menerapkan, menganalisis konsep pemerolehan dan pembelajaran

bahasa Arab

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan

Subcapaian pembelajaran KB 1 ini adalah:

a. Menjelaskan konsep pemerolehan bahasa Arab

b. Menjelaskan konsep pembelajaran bahasa Arab

3. Pokok-Pokok Materi

Materi pokok pada KB 1 ini adalah:

a. Konsep pemerolehan bahasa Arab

b. Konsep pemerolehan dan pembelajaran bahasa Arab

4. Uraian Materi

Bahasan mengenai pemorelahan dan pembelajaran bahasa Arab meliputi

konsep pemeroleh bahasa Arab dan konsep pembelajaran bahasa Arab. Pemeroleh

1
melalui proses tidak sadar pembelajaran melalui proses sadar. Berikut rincian

masing-masing:

4.A. Konsep Pemerolehan Bahasa Arab

Pemerolehan bahasa atau language acquisition adalah proses yang di

pergunakan oleh anak-anak untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis yang makin

bertambah rumit, ataupun teori –teori yang masih terpendam yang mungkin sekalai

terjadi, dengan ucapan – ucapan orang tuanya sampai dia memilih, berdasarkan

suatu ukuran atau takaran penilaian, tata bahasa yang paling baik serta paling

sederhana dari bahasa tersebut. Anak- anak melihat dengan pandngan yang cerah

akan kenyataan – kenyataan bahasa yang di pelajarinya dengan melihat tata bahasa

asli orang tuanya, serta pembaharuan – pembaharuan yang telah mereka buat,

sebagai bahasa tunggal. Kemudian dia menyusun atau membangun suatu tata bahasa

baru yang sederhana dengan melakukan pembaharuan- pembaharuan yang mereka

buat sendiri dan mudah di pahami menurut nalar sianak.

Beberapa Teori Pemerolehan Bahasa

Ada beberapa teori mengenai pemerolah bahasa diantaranya pertama, Teori

Behaviorisme. Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat

diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi

(response).Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang tepat terhadap

2
rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi tersebut dibenarkan.

Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya.

Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkaliuntuk barangkali.Sudah pasti

si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut.

Apabila sutu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak

mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar.Situasi seperti inilah yang

dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal yang

pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.

B.F. Skinner adalah tokoh aliran behaviorisme.Dia menulis buku Verbal

Behavior(1957) yang digunakan sebagai rujukan bagi pengikut aliran ini.Menurut

aliran ini, belajar merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu

organisme. Menurut Skinner, perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain,

dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu usaha menyenangkan, perilaku itu

akan terus dikerjakan. Sebaliknya, apabila tidak menguntungkan, perilaku itu akan

ditinggalkan. Singkatnya, apabila ada reinforcementyang cocok, perilaku akan

berubah dan inilah yang disebut belajar. (Chaer, 2003: 223).

Namun demikian, banyak kritikan terhadap aliran ini.Chomsky mengatakan

bahwa toeri yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa

menjelaskan kalimat-kalimat baru yang diucapkan untuk pertama kali dan inilah

yang kita kerjakan tiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini dengan

mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini.

3
Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan

menjadi hubungan stimulus-response. Hal tersebut tidaklah benar karena tidak

semua perilaku berasal dari stimulus-response.

Kedua, Teori Nativisme. Chomsky merupakan penganut

nativisme.Menurutnya, bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia, binatang tidak

mungkin dapat menguasai bahasa manusia.Pendapat Chomsky didasarkan pada

beberapa asumsi.

1. perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa

memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan

lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa.

2. bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat.

3. lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi

penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.

Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga

mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”.Nativisme

juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat

untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat LAD). Mengenai

bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh

masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang dibesarkan di lingkungan

Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.

4
Semua anak yang normal dapat belajar bahasa apa saja yang digunakan oleh

masyarakat sekitar. Apabila diasingkan sejak lahir, anak ini tidak memperoleh

bahasa. Dengan kata lain, LAD tidak mendapat “makanan” sebagaimana biasanya

sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama sebagaimana lazimnya seperti

anak yang dipelihara oleh srigala. (Baradja, 1990: 33).

Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam

waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga

memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan bunyi

bahasa.

Ketiga, Teori Kognitivisme. Menurut teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri

alamiah yang terpisah, melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang

berasal dari kematangan kognitif.Bahasa distrukturi oleh nalar.Perkembangan

bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di

dalam kognisi.Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan

perkembangan bahasa.Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang

menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat

menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas.Begitu juga dengan

lingkungan berbahasa.Bahasa harus diperoleh secara alamiah (Chaer, 2003: 223).

Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah

perkembangan kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk

keterampilan berbahasa.Dari lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum

5
ada.Anak hanya memahami dunia melalui indranya.Anak hanya mengenal benda

yang dilihat secara langsung. Pada akhir usia satu tahun, anak sudah dapat mengerti

bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol

untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian

berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak (Chaer, 2003: 223).

Keempat, Teori Interaksionisme. Teori interaksionisme beranggapan bahwa

pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental

pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan

adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki

pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD sejak lahir.Namun, tanpa ada masukan

yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.

Sebenarnya, menurut hemat penulis, faktor intern dan ekstern dalam

pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jika ada

teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada sejak lahir

(telah ada LAD).Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah

dilakukan oleh Howard Gardner.Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah

dibekali berbagai kecerdasan.Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah

kecerdasan berbahasa.Akan tetapi, yang tidak dapat dilupakan adalah lingkungan

juga faktor yang memperngaruhi kemampuan berbahasa si anak.Banyak penemuan

yang telah membuktikan hal ini. (Campbel dkk, 2006: 2-3).

6
Tahap- tahap Pemerolehan Bahasa

Masa Bayi atau masa balita (di bawah Lima Tahun) adalah masa yang paling

signifikan dalam kehidupan manusia dan jika di ibaratkan pondasi dalam sebuah

bangunan jika pondasinya kokoh maka bangunanya akan kuat dan tahan lama dan

begitu juga sebaliknya, Tahap Pemerolehan Bahasa, yang pertama Pada masa balita,

manusia pertama kali belajar atau di perkenalkan dengan suasana yang sama sekali

“baru”, di bandingkan dengan masa-masa sebelumnya di dalam kandungan. Selama 3

hari pertama, orok yang normal masih lebih banyak tidur. Sekitar 80% waktunya

dipergunakan untuk tidur, Setelah 2 minggu bayi mulai mampu melakukan berbagai

kegiatan tanpa bantuan orang lain, mulai dari berbalik, duduk, merangkak dan lain

sebagainya, menjelang usia 7-8 bulan, perasaan atau emosi bayi mulai muncul,

walaupun rasio atau pikirannya belum berfungsi sama sekali, Pada usia 12-14 bulan,

bayi mulai mengenal lingkungannya, baik lingkungan fisik ataupun social, Secara

bertahap, bayi mulai memahami hubungan antar “kata” dengan apa atau siapa saja

yang ada di sekitarnya. Dan untuk itu, bayi mulai memerlukan alat ekspresi yang

disebut “bahasa”.Mulai masa inilah bayi mulai belajar mengenal bahasa dari

sekitarnya.Pemerolehan bahasa pada bayi sangatlah bertahap yang di bagi dalam

beberapa bagian yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa pada manusia khusunya

pada anak-anak yaitu “Perkembangan Bahasa Anak.

Di tahun pertama kehidupan, manusia tampaknya memproduksi bahasa

dengan bergerak maju melewati tahap- tahap berikut :

7
Mendekut ( kebanyakan mengandung bunyi vokal)

Bayi-bayi sanggup memproduksi bunyi dari dirinya sendiri.Yang paling jelas,

aspek-aspek komunikatif dari tangisan – entah diniatkan atau tidak- berfungsi cukup

efektif.Namun berdasarkan kemahiran berbahasanya, mendekutnya bayi-bayi yang

paling membingungkan ahli-ahli bahasa.Mendekut (cooing) adalah ekspresi oral bayi

mengeksplorasi pemroduksian bunyi vocal.Mendekutnya bayi di seluruh dunia,

termasuk bayi-bayi tuli juga, tidak bisa dibedakan di antara bayi -bayi dan bahasa-

Bayi-bayi sebenarnya lebih baik ketimbang orang dewasa dalam memilihkan bunyi

yang tidak bermakna bagi mereka.Mereka bisa membuat pilihan fonetik yang sudah

tidak bisa dibedakan lagi oleh orang dewasa. (Werker, 1989: 54-59).

1. Meraban/ mengoceh (mengandung bunyi konsonan dan bunyi vokal)

Di tahap ini bayi-bayi tuli tidak lagi mengucapkan bunyi vokal.Bagi telinga

kita, merabannya bayi terus meningkat di antara pembicara-pembicara dari

kelompok-kelompok bahasa yang berbeda terdengar sangat mirip.Bunyi diproduksi

berdasarkan perubahan di dalam pendengaran bayi. Meraban (babbling) adalah

produksi yang dipilih bayi terkait fonem-fonem yang terpilih –entah bunyi vokal

maupun konsonannya- yang merupakan ciri bahasa asal bayi Oleh karena itu,

mendekutnya bayi diseluruh dunia esensinya sama, namun merabannya bayi berbeda.

Salama tahap Ini, kemampuan bayi untuk mencerap dan memproduksi fon-fon selain

fonem semakin memudar. ( Locke, 1994: 436-445).

8
2. Ucapan Satu Kata

Pada akhirnya, bayi mengucapkan kata pertamanya.Ini diikuti dengan singkat

oleh satu dua kata lagi.Segera sesudahnya, beberapa kata lagi menyusul.Ucapan ini

terbatas pada bunyi vokal dan konsonan yang digunakan.Bayi menggunakan satu

kata ini –yang disebut holo frase- untuk menyampaikan intense, keinginan dan

tuntutan. Biasanya, kata-kata adalah kata benda yang melukiskan objek yang

dikenal, yang biasa dilihat anak (seperti mobil, buku, bola,dll) atau keinginan

(seperti mama. Papa, jus, kue, dll).( Ingram, 1999: 845-865).

Pada usia 18 bulan, anak-anak biasanya memiliki kosakata 3 sampai 100 kata

,Namun, kosakata anak kecil masih tidak bisa menuangkan semua keinginanya.

Akibatnya, anak-anak banyak melakukan kesalahan.Sebuah kekeliruan melebih-

lebihkan isi (overextension error) adalah perluasan sacara keliru makna kata-kata

dari dalam leksikon untuk menuangkan hal-hal dan gagasan-gagasan tetapi masih

belum memiliki kata baru untuk mengekspresikannya. (Siegler, 1986: th).

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan.Ujaran-

ujaran yang mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada

benda-benda yang dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai

menggunakan serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia

ini pula, sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan

mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap

satu kata satu frase atau kalimat,yang berarti bahwa satu kata yang diucapkan anak

9
itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya minta makan);

“pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di sini).

3. Ucapan Dua Kata dan Ujaran Telegrafik.

Secara bertahap, antara usia 1,5 sampaai 2,5 tahun, anak-anak mulai

mengombinasikan kata-kata tunggal untuk menghasilkan ucapan dua kata.

komunikasi-komunikasi awal ini tampaknya lebih lebih mirip telegram ketimbang

percakapan.Kata depan, kata sambung dan morfem-fungsi lainnya biasanya

ditinggalkan oleh karena itu, para ahli bahasa menyebut ucapan-ucapan awal ini

mirip ujaran didalam telegram. Ujaran telegrafis ini dapat digunakan untuk

menggambarkan ujaran dua atau tiga kata bahkan yang sedikit lebih panjang, namun

tidak memiliki fungsi. Seperti pengamatan yang di lakukan (Charles Darwin)1877

Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18-20 bulan.Ujaran-ujaran yang

terdiri atas dua kata mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut.Kalau pada

tahap holofrastis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan

makna, pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan

konteksnya.Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek + predikat”

meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum

dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat terdiri atas kata

benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani sedang bermain dengan

10
mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor patu” yang artinya “Sepatu ini

kotor” dan sebagainya.

4. Struktur Kalimat dasar Orang Dewasa

Kosakata mengembang dengan cepat. Ia berlipat lebih dari tiga kali, dari

sekitar 300 kata pada usia 2 tahun menjadi 1.000 kata pada usia 3 tahun.hampir

secara menakjubkan, mulai dari kira-kira usia 4 tahun, dengan kemahiran kosakata

yang bertambah, kemampuan anak mencapai fondasi dan struktur bahasa orang

dewasa. Pada usia 5 tahun, kebanyakan anak juga bisa mengerti dan memroduksi

konstruksi kalimat yang cukup kompleks dan tidak lazim. Pada usia 10 tahun,

bahasa anak secara fundamental sudah sama seperti orang dewasa.

Dalam membelajarkan bahasa apakah akan mengikuti pola bayi memeroleh

bahasa ibu. Jika ia maka pembelajaran harus dilakukan persis sebagaimana ibu

memerolehkan bahasanya kepada anak. Mula-mula ibu hanya mengucapkan kata-

kata kata benda, kata perintah, dengan jumlah yang tak terhitung bahkan dengan

respon pasif dari anak sekalipun. Proses ini berlangsung bertahun-tahun baru

kemudian anaknya merespon mungkin hanya dengan tindakan atau hanya dengan

peniruan yang jauh dari sempurna. Anak mulai belajar bicara dan proses ini

berlangsung lama. Tahap selanjutnya anak mungkin diajarkan membaca sekaligus

menulis, adakalanya membaca dulu atau bahkan menulis dulu dari mulai mewarnai

tulisan, menggambar dan lain sebagainya. Baru tahap berikutnya diajarkan

11
membaca. Lebih jelasnya pola pemerolehan ini sifatnya alamiah dengan memberikan

pembiasaan alamiah dan dengan lingkungan alamiah serta waktu yang relatif lama.

Pembelajaran tidak pernah dilakukan dengan mengajarkan kaidah secara eksplisit.

4.b. Konsep Pembelajaran Bahasa Arab

Pembelajaran adalah sebuah sistem, yang keterlaksanaannya didukung oleh

unsur-unsur yang kait-mengait. Jika guru mengupayakan cara mengajar baru, harus

juga memikirkan tentang sarana pendukung yang berbeda, mengubah jadwal

pelajaran, dan hal-hal lain yang terkait dengan cara baru yang diusulkan tersebut.

Ada beberapa istilah terkait dengan pembelajaran yakni belajar, mengajar,

membelajarakan, melatih dan mendidik. Ketiga istilah pertama berkaitan dengan

aspek kognitif. Sementara melatih berkaitan dengan keterampilan dan mendidik

lebih ke arah sikap. Belajar dilakukan oleh peserta didik baik dengan atau tidak

dengan bantuan guru. Sementara mengajar adalah kegiatan belajar mengajar akan

tetapi fungsi guru lebih aktif dibanding dengan siswa. Kebalikannya pembelajaran

merupakan kegiatan belajar mengajar yang memosisikan guru sebagai fasilitator

sementara siswa lah yang aktif.

Pembelajaran termasuk pembelajaran bahasa Arab harus dilaksanakan secara

sadar oleh guru dan siswa dilakukan dengan proses lebih formal. Namun siswa harus

lebih aktif. Oleh karena merupakan sistem maka pembelajaran merupakan satu

12
‫‪kesatuan antar komponen pembelajaran, guru dan siswa. Komponen yang dimaksud‬‬

‫‪adalah tujuan, materi, strategi dan metode, media dan penilaian pembelajaran.‬‬

‫جدزَع الػسبُت للىاؾلين بغيرها‬


‫ًخخلف جدزَع الػسبُت للىاؾم بها وبغسيها‪ .‬ألن بُنهما خلفُت مخخلفت إما ما‬
‫ًخػلم باللغت وإما ما ًخػلم بالاللغت‪ .‬ما ًخػلم باللغت مثل الطىث وهخابت الخسوف‬
‫واإلافسداث واللىاغد إما ضسفُت وإما هدىٍت‪ ،‬والبالغت‪ ،‬وألاطلىب واطتراججُت جلدًم‬
‫آلازاء‪ .‬والاللغت مثل خالت هفظُت واحخماغُت وزلافُت وخػازٍت وطُاطُت‪ .‬وإذا واهذ‬
‫الػىاضس مخخلفت فظُيىن الخدزَع ضػب وغىظه‪ .‬لرلً مً الىاحب غلى اإلادزطين‬
‫مػسفت اللغت الػسبُت غمُلت وأًػا اللغت التي جيلم بها دازض اللغت الػسبُت‪.‬‬
‫وٍخخلف جدٌع الػسبُت بظب اخخالف وظُفت اللغت التي ًبني غليها الخدزَع‪.‬‬
‫ومً وظائف اللغت هي (‪ )1‬الىظُفت الاحخماغُت بمػنى أنها جبلىز الخبراث البشسٍت جازب‬
‫ألامم في لغتهم الشفىي وَظخفُد آلاخسون زلافت ضاخبها‪ ،‬و(‪ )2‬الىظُفت الىفظُت‬
‫بمػنى أنها ججػل اللغت وطُلت للخدلُل ألافيازي لدي ؤلاوظان لُجُب ألاطئلت ٌػني‬
‫ماذا وكؼ؟ ومً هى الشخظ الري وكؼ له الخادر ومتى وهُف وإلااذا؟ وما هي الظسوف‬
‫اإلاساكبت للخادر‪ .‬و(‪ )3‬الىظُفت الفىسٍت بمػنى أن اللغت هي وطُلت إلبساش الفىس مً‬
‫خيز الىخمان إلى خيز الخطسٍذ وهي أًػا غماد الخفىير الطامذ والخأمل‪ .‬ومً هرا‬
‫الىىع الثالث وظُفت الاجطاٌ في اللغت بمػنى أن اللغت وطُلت لالجطاٌ والخػبير غً‬
‫ألاخاطِع وجبلُغ ألافياز بين اإلاخيلم واملخاؾب وهي أداة الخفاهم بين البشس في‬
‫خُاتهم(‪.)Shabbak, 2014: 279-280‬‬

‫‪13‬‬
‫وهىان خىاز‪ :‬هل ألافػل اإلادزض الىاؾم باللغت الػسبُت أو الىاؾم باللغت التي‬
‫جيلم بها الدازطىن في جدزَع الػسبُت‪ .‬بػؼ ًظً أن الخدزَع طُيىن فػاال إذا وان‬
‫اإلادزض هاؾم اللغت الػسبُت وبػؼ آخس ًسون أن اإلادزض الىاؾم باللغت التي جيلم بها‬
‫الدازطىن أهثر فػاال‪ .‬وبدث كدمه وظىجُىن كدم الخالضت أن اإلادزض الىاؾم باللغت‬
‫التي جيلم بها الدازطىن أهثر فػاال‪ ،‬بشسؽ أن ًيىن كد حػمم حػملا أًػا باللغت‬
‫‪.)Nasution,‬‬ ‫(‪2006, 23-24‬‬ ‫الػسبُت وله مىاضفاث ومػاًير لغىٍت وأهلُت وزلافُت‬
‫واخخلف الخدزَع الري أداه اإلادزض الىاؾم باللغت والىاؾم بلغت الؿالب‪ .‬وغلى ول‬
‫خاٌ وفي ألاخىاٌ وان اإلادزض الىاؾم بلغت الؿالب أهثر فػاال بيظت اإلادزض الىاؾم‬
‫باللغت الػسبُت (‪.)Chaqoqo, 2008: 131‬‬
‫وٍخخلف الخدزَع بين الدوٌ الىاؾلت بغيرها‪ ،‬مثال اخخلف بين ًابان وأإلااهُا‪،‬‬
‫ومليزًا وإهدوهِس ي‪ .‬وهرا الاخخالف ٌػخمد غلى مظخىٍاث اخخالفاث اللغت ولغت جلً‬
‫الدوٌ‪ .‬بل في الدولت الىاخدة اخخلف بين الشػىب وألاخسي مثال في إهدوهِظُا اخخلف‬
‫بين طىدهُين وحاوٍين وفادهجُين وبخاوٍين‪ .‬وللىاؾم الظىدوي ضػب هؿم بػؼ‬
‫الخسوف الػسبُت همثل الفاء والشدة ألن ؾبُػت لغتهم لم ًخيلمىا ‪ f‬وهرلً واهىا‬
‫ًخػىدون باللين في الىالم فهم الًخػىدون غلى هؿم الدشدًد‪ .‬وضػب للجاوٍين هؿم‬
‫ضىث الػين وطهل لهم هؿم الفاء وللبخاوٍين ضػب هؿم الراء وما إلى ذلً‪.‬‬
‫الاخخالفاث في الخدزَع ؾبػا خىٌ الخطمُماث وألاداء‪ .‬وفي الخطمُم اخخلفذ‬
‫اإلاىاد الػسبُت وجطمُمها‪ ،‬وجطمُم اإلاداخل والىمىذج والاطتراجُجُت والؿسائم‪ .‬وفي‬
‫ألاداء الخدزَس ي اخخلفذ الخلىُاث والخىخُياث‪ ،‬وأما الخلىُاث جخػلم بدالت احخماغُت‬
‫في الخدزَع وأما الخىخُياث جخػلم بدالت اإلادزطين وكدزتهم ومهازتهم وما إلى ذلً‪.‬‬

‫‪14‬‬
‫واخخلفذ وجؿىزث اللغت بظبب مً ألاطباب منها ‪ )1‬طبب اللهجاث‪ ،‬في الػساق‬
‫جلفظ ولمت هُف خالً بـ‪ )2 .cef halac‬طبب جؿىٍس الخلىُت مثل ولمت ‪ cable‬هثر‬
‫اطخخدامها في الػسب ولى وان أضله الػسبي خبل ‪ )3 .‬طبب الىظام الظُاس ي في الدولت‬
‫اإلالىُت هثير اطخخدام ولمت "فخامت‪ ،‬حاللت‪ ،‬مػالي‪ ،‬طػادة" وهثرث اطخخدام ولمت‬
‫طُادة أو طُد ولى للسئِع الجمهىزي وهثر اطخخدام غمير الجمؼ للخػظُم مثل‬
‫فػُلخىم‪ ،‬أخُـ بىم غلما‪ ،‬أزحى مً طُادجىم" وأما في الدولت الدًملسجُت هثرة‬
‫اطخخدام الػمير اإلافسد همثل "فػُلخً‪ ،‬أخُـ بً غلما‪ ،‬أزحى مً طػادجً" وفي‬
‫هره الدولت أًػا حىاش اطخخدام الىظسة الخس ولى مؼ زئِع الجمهىزٍت‪ )4 .‬طبب‬
‫اخخالف الدًً‪ ،‬الػسب اإلاظلم ٌظخخدم هثيرا ولمت الظالم غلُىم وفي وكذ الخعجب‬
‫ًلىٌ الإله إال هللا‪ ،‬وأما غير اإلاظلم ًبدلها بػبازة ضباح الخير أو مظاء الخير‪ )5 .‬طبب‬
‫اكخطادي‪ ،‬غادة وان الػسب ألاضلي ٌظخخدم اليلماث اإلاخجهت إلى الخػاون‪ ،‬اإلاػُت وال‬
‫اإلاادًت وهى ًلىٌ ولماث "الشم وظاغده‪ ،‬وػؿي له مظاغده‪ ،‬هىسمه"‪ ،‬وأما في بػؼ‬
‫اإلاىؿلت هثير اطخخدام اليلماث اللسٍبت مً الثلافت اإلاادًت مثل ولماث "دفػذ له ول‬
‫اهخمامي‪ ،‬اطتهلىذ فُه وكخا هثيرة‪ ،‬كبػذ مىه الش يء‪ ،‬غسامت الخُاة"‪ )6 .‬طبب حغير‬
‫الىظام الاحخماعي‪ ،‬في اإلاىؿلت التي اطخخدمذ مىطب البؿسٍسن (‪)patriachat‬‬
‫ٌظخخدمىن ولمت غم‪ ،‬غمت‪ ،‬خاٌ‪ ،‬خالت‪ ،‬وأما في التي اطخخدمذ الىظام الىالدي‬
‫فللُل اطخخدام غم‪ ،‬غمت‪ ،‬خاٌ‪ ،‬وخالت‪ .‬وبظبب ازجفاع كُمت اإلادازاة فِظخخدم‬
‫الػسب ولمت كبل‪ ،‬دبس‪ ،‬إلاع امسأجه‪ ،‬كض ى خاحخه وما إلى ذلً(‪Nasution, 2006, 112-‬‬

‫‪.)119‬‬
‫وكام مبازن بالبدث وهخج أن حػلُم اللغت الػسبُت للىاؾلين بها وبغيرها خاضت‬
‫ؾالب ؤلاهدوهِظين‪ .‬والخػلُم في بالد إهدووظُا ًدخاج إلى حهد هبير وؾاكت واطػت مً‬

‫‪15‬‬
‫كبل اإلادزطين‪ ،‬وغليهم الترهيز غلى الىلاؽ الهامت منها ‪ )1‬جدزَع اإلاهازاث اللغىٍت‬
‫جدزحا‪ )2 ،‬حشجُؼ الؿالب لُيىن لهم خماطت في ممازطتها وجؿبُلها‪ )3 ،‬جيىًٍ البِئت‬
‫اللغىٍت داخل الفطل وخازحه‪ ،‬و‪ )4‬اطخخدام اللغت الػسبُت هثيرا (مبازن‪:2112 ،‬‬
‫‪.)71‬‬
‫ولرلً هدخاج إلى الاطترجُجُاث والىطائل اإلاؿىزة في جدزَع الػسبُت ألاهثر‬
‫طسغت وغمُلت وطهلت‪ .‬ومً الاطتراجُجُاث التي ًمىً وظلىها هي الاطتراجُجُت‬
‫الظُاكُت والىطُلت اإلاؿىزة ألاخظً اطخخدامها هي شبىت الاهترهِذ أو ما ٌظمى‬
‫بخلىُت اإلاىاضالث والاجطاالث‪ .‬والاطختراجُجُت مخخلفت باخخالف اخخالفاث الىاؾم‬
‫وغير الىاؾم بها‪.‬‬

‫مشىالث جدزَع اللغت الػسبُت‬


‫هىان مشيلخان في جدزَع اللغت الػسبُت‪ ،‬اللغىٍت وغير اللغىٍت‪ .‬اللغىٍت هي‬
‫اإلاشيلت التي ًىاحهها الخالمُر وهي جخػلم مباشسة باللغت‪ .‬وغير اللغىٍت هي التي الجخػلم‬
‫مباشسة باللغت ولىنها جؤزس جأزسا بىدُجت الخدزَع بل طُيىن الخدزَع فاشال بها‪ .‬ألاولى‬
‫جدخىي غلى اإلاشىالث الطىجُت ومشىالث اإلافسداث ومشىالث اللىاغد ومشىالث‬
‫ؤلاغساب ومشىالث التراهُب‪ )1( .‬فُما ًخػلم باإلاشىالث الطىجُت ًجد الخالمُر‬
‫ألاضىاث التي واهذ في لغتهم ألام والتي حشابه بُنهما لىً اخخلفا والتي لم جىحد في لغتهم‬
‫ألام‪ .‬لألوضىاث التي ال جيىن في لغتهم ألام ًجب جمسٍىا هثيرا باليظبت لألضىاث ألاخسي‪،‬‬
‫هرا ًخخلف بين الشػىب أو الدوٌ وألاخسي‪ )2( .‬واإلافسداث الػسبُت غىُت بظبب مً‬
‫ألاطباب منها الخطسٍف الاشخلاقي والخطسٍف ؤلاغسابي وهىان مفسداث جم وغػها لغت‬
‫الخالمُر ألام مثل ولمت مجلت‪ ،‬هخاب‪ ،‬هسس ي وما إلى ذلً في اللغت ؤلاهدوهِظُت‪ .‬ومً‬

‫‪16‬‬
‫جلً اإلافسداث الداخلت إلى لغتهم ألام مشىالث منها حغُير اإلاػنى مً مػىاه ألاضلي همثل‬
‫ولمت ماشاء هللا الجدٌ غلى الخالت العجُبت‪ ،‬حغُير ألاضىاث همثل ولمت بسهت وخبر‪،‬‬
‫حغُير اإلاػنى بدون حغير اللفظ مثل "ولمت" في اللغت ؤلاهدوهِظُت جدٌ غلى مػنى‬
‫الجملت‪ ،‬وما إلى ذلً‪.‬‬
‫(‪ )3‬اإلاشىالث اللىاغدًت التي جدخىي غلى الطسف والىدى وؤلاغساب التي جدخاج‬
‫إلى الخجدًد في جدزَع اللغت الػسبُت‪ )4( .‬اإلاشىالث التراهُبُت جخػلم بالجملت ؤلاطمُت‬
‫والفػلُت‪ ،‬والثاهُت منهما مً خاضُت اللغت الػسبُت‪ ،‬إذا مً الالشم غلُىا جدزَع الجملت‬
‫الفػلُت في مسخلت زاهُت بػد جدزَع الجملت الاطمُت وٍدخاج إلى الخدزٍباث ألاهثر‪ .‬وأما‬
‫اإلاشىالث غير اللغىٍت فهي حشمل الدوافؼ واإلاُىٌ في الخدزَع‪ ،‬الىطائل الخػلُمُت‪،‬‬
‫هفاءة اإلادزض‪ ،‬ؾسائم الخدزَع‪ ،‬والىكذ اإلاخىفس‪ ،‬والبِئت اللغىٍت( ‪Fahrurrozi, 2014:‬‬

‫‪ )162-164‬بجاهب اهخمام الىالدًً والخلىٍم وما إلى ذلً‪.‬‬


‫لىىه غلُىا أن هخفائل غً مىكؼ جدزَع الػسبُت في إهدوهِظُا وهرا ًبنى غلى‬
‫أطباب‪ )1 ،‬أنها لغت كىٍت وؾىٍلت الػمس وختى أهثر مً ‪ 15‬كسها وما ًصاٌ مظخخدمت‬
‫ومىاطبت ختى ًىمىا الخاغس‪ .‬و‪ )2‬ومً الجغسافُت اللغىٍت جيىن لغت ٌظخخدمها ال‬
‫ًلل غً ‪ 22‬بلدا في الشسق ألاوطـ وأفسٍلُا والًلل غدد الظيان غً ‪ 211‬ملُىن وهي‬
‫(‪Non-‬‬ ‫أًػا مً اللغاث السطمُت في ألامم اإلاخددة (‪ )PBB‬و الُىوظيى‪ ،‬غدم الاهدُاش‬
‫‪ )Blok‬وهلم حسا‪ .‬و‪ )3‬جيىن دوٌ الخلُج ذا أهمُت هبري في املجاٌ الاكخطادي في الػالم‬
‫بظبب اإلاىازد الؿبُػُت واإلاىكؼ الاطتراجُجي همظاز بين أوزوبا وآطُا الىطؿى‪.‬‬

‫‪17‬‬
‫جدزَع الػسبُت في إهدوهِظُا‬
‫وهىان جددًاث وفسص جدزَع اللغت الػسبُت في إهدوهِظُا هما كدمها مدبب‪،‬‬
‫ومً الخددًاث هي أوال‪ ،‬ظهىز اللهجاث الػسبُت في ول مً الدوٌ الػسبُت اٌ‪ ،22‬وهره‬
‫الظاهسة جظهس بظبب الػىإلات وختى اطخخدام اللغت الفطخى ًىلظ ًىما بػد ًىم في‬
‫الدوٌ الػسبُت هفظها‪ .‬وأخيرا ظهسث أًػا الفطػمُت التي ججدد اللىاغد وجِظسها بل‬
‫أخُاها جبػد اللىاغد الالشمت في الػسبُت الفطخى‪ .‬والثاوي‪ ،‬جددًاث الػىإلات وجددًاث‬
‫الخُاة‬ ‫همـ‬
‫الاطخػماز الغسبي وختى وشس اللغت في الػالم ؤلاطالمي‪ ،‬والغسب ًداوٌ غلى جبدًل‬
‫الػسبُت أو في أكل حجمها جللُل زغبت الشػب في جدزَع اللغت الػسبُت‪ .‬والثالث‪ ،‬هىان‬
‫مداولت إلى إؾماء الػلُدة وألاخالق وجبػُد الجُل ؤلاطالمي مً اإلاطادز ؤلاطالمُىت‬
‫مً خالٌ جطىٍس الظِئت للػسب‪ .‬وفي وكذ وان الغسب ًلىم بالخملت غلى اللغت‬
‫ؤلاهجليزًت ولغت غاإلاُت وجلىُت‪ .‬والسابؼ‪ ،‬جىحه جدزَع اللغت الػسبُت في اإلاػاهد‬
‫ؤلاهدوهِظُت غير واضح بين الخىحه الػلمي والخىحه اإلاهازي(‪.)Abdul Wahab, 2007: 6-7‬‬
‫وآلان أًػا غسبُجي وهى جبدًل الخسوف الػسبُت الالجُيُت في الفِش التي اطخخدمها‬
‫الجُل الػسبي آلان (‪.)Abdul Wahab, 2007:7‬‬
‫وأما مثنى كدم أزبػت حىاهب مشىالث جدزَع اللغت الػسبُت وهي أوال‪ ،‬الجاهب‬
‫التربىي ٌػني أن اإلاسافم والدظهُالث والؿسائم واإلادزطين غير مىاطب وجدخاج إلى‬
‫إغادة الىظس مً كبل اإلاؤهلين‪ .‬والثاوي‪ ،‬الجاهب الاحخماعي والثلافي‪ ،‬بمػنى أن جدزَع‬
‫الػسبُت هثير ما وكؼ هى غدم البِئت الػسبُت الطالخت واللغت ؤلاهجليزًت أهثر اطخخداما‬
‫في هالم الشباب الُىم‪ .‬الجاهب اللغىي‪ ،‬بمػنى أن مػظم الدازطين ٌػخلدون أن اللغت‬
‫الػسبُت أضػب مً اللغاث ألاخسي‪ ،‬مهما وان ول اللغت لديها مشىالث وضػىباث وهي‬

‫‪18‬‬
‫الطػىباث غادة بظبب اخخالفاث بين اللغت اإلادزوطت ولغتهم ألام‪ .‬والسابؼ‪ ،‬الجاهب‬
‫الظُاس ي والدبلىماس ي‪ ،‬بمػنى أهه ًخم جىحد مداوالث حادة في جىزُم الػالكت الثىائُت‬
‫بين ؤلاهدوهِظُت والبالد الػسبُت غلى السغم مً إمياهُت الخػاون بُنهما‪ ،‬بل واهذ‬
‫الجامػاث ؤلاطالمُت أهثر الخػاون أوادًمُا مؼ حامػاث الغسب وإطترالُا وما إلى ذلً‬
‫مً الجامػاث البػُدة غً الػسب (مثنى‪2117 ،‬م‪.)67-64 :‬‬
‫وهرلً كام مظسووان بالبدث غً مػىكاث اهدشاز اللغت في إهدوهِظُا وخطل‬
‫غلى الىدُجت وهي أن مػىكاث اهدشاز اللغت في إهدوٍىِظُا جدخىي غلى مػىكاث‪:‬‬
‫احخماغُت ودًيُت واكخطادًت وحػلُمُت وطُاطُت‪ .‬واإلاػىكاث الاحخماغُت حشمل أ)‬
‫إغساع املجخمؼ غً حػلم اللغت الػسبُت وأطبابها الاغخلاد بطػىبت حػلم اللغت الػسبُت‬
‫وغدم الشػىز بأهمُتها والاوشغاٌ بمىاشـ الخُاة ومخؿلباتها‪ ،‬ب) أزس اطخػماز‬
‫الهىلىدي والُاباوي‪ ،‬وج) الطساع بين اللغت الػسبُت واللغاث ألاخسي والدغىة إلى اللغت‬
‫الػامُت‪ .‬واإلاػىكاث الدًيُت حشمل أ) بػد اإلاظلمين غً حػالُم الدًً‪ ،‬ب) اخخالف‬
‫مرهبي بين الجماغاث ؤلاطالمُت‪ ،‬ج) وشىء الفىسة الػلماهُت واللُبرالُت والخسهت‬
‫الخىطيرًت‪ .‬واإلاػىكاث الاكخطادًت حشمل أ) غػف الخمىٍل واهدؿاؽ اإلاظخىي‬
‫الاكخطادي‪ ،‬ب) ازجفاع السطىم والخيلفت لخػلم اللغت الػسبُت‪ .‬واإلاػىكاث التربُت‬
‫حشمل أ) ألاهداف الخػلُمُت‪ ،‬ب) ألاهظمت اللغىٍت‪ ،‬ج) اإلاىاهج الخػلُمُت‪ ،‬د) اإلاػلمين‪.‬‬
‫واإلاػىكاث الظُاخُت حشمل أ) طلبُت هظام الدًملساؾُت‪ ،‬ب) الدغاًت إلى مدازبت‬
‫ؤلازهاب‪ ،‬ج) غػف غالكت الخيىمت اإلاسهصٍت بالبالد الػسبُت (مظسووان‪2112 ،‬م‪-73 :‬‬
‫‪.).84‬‬
‫والػالج منها هى أوال‪ ،‬للجاهب التربىي‪ ،‬مً الالشم غلى اإلادزطين حشجُؼ غلى‬
‫إحادة اللغت الػسبُت ببُان اإلاىافؼ الػدًدة التي ًخمخؼ بها الدازطىن اإلااهسون في اللغت‬

‫‪19‬‬
‫الػسبُت‪ ،‬واطخخدام الؿسائم الشائلت‪ .‬والثاوي‪ ،‬للمشىالث الاحخماغُت والثلافُت‪ ،‬مً‬
‫الالشم غلى اإلاظلمين أن يهخمىا بها وَشجػىا أخىانهم اإلاظلمين وأبىائهم غلى حػلمها‪.‬‬
‫والثالث‪ ،‬للجاهب اللغىي‪ ،‬مً الالشم غلى اإلادزطين هثرة جدزٍب الدازطين غلى ألاهماؽ‬
‫اللغىٍت التي ال ملابل لها في لغت الدازطين ألام‪ .‬والسابؼ‪ ،‬إلاشىالث الجاهب الظُاس ي‬
‫ًمىىىا إوشاء مساهص الدزاطاث اللغىٍت الػسبُت وجفػُل ‪ IMLA‬أي اجداد اإلادزطين للغت‬
‫الػسبُت خاضت في إهدوهِظُا في جلىٍت الىطػت الظُاطُت في جؿىٍس اللغت الػسبُت في‬
‫إهدوهِظُا‪ .‬وفي الفطىٌ الدزاطُت للغت في الجامػاث ؤلاطالمُت هدخاج إلى شٍادة‬
‫الخطظ الدزاطُت ختى ًدظنى لىا حػلُم الػسبِىت غً ؾسٍم الػلىم ألاخسي غير‬
‫الػلىم ؤلاطالمُت (مثنى‪2117 ،‬م‪.).73-67 :‬‬
‫وأما فسص جدزَع الػسبُت فهي أوال‪ ،‬بالػسبُت ًمىىىا اطدُػاب وجؿىٍس الدزاطاث‬
‫ؤلاطالمُت‪ .‬والثاوي‪ ،‬بالػسبُت ًمىىىا جؿىٍس مهىت الخػلُم لُيىن مػلما مهىُا‪ .‬والثالث‪،‬‬
‫هدخاج إلى وشئت واللُام بالػىد في البدث والخؿىٍس لؿسائم جدزَع اللغت الػسبُت‪.‬‬
‫والسابؼ‪ ،‬جىطُؼ جسحمت الترار الػسبُت خىٌ الػلىم الػامت وؤلاطالمُت مً إو إلى‬
‫ؤلاهدوهِظُت‪ .‬والخامع‪ ،‬جىطُؼ الخػاون والىضىٌ مؼ الجاهب وىشازة الشؤون الدًيُت‬
‫للىظُفت الدبلىمُاطُت فيها‪ .‬والظادض‪ ،‬جؿىٍس الىطائل والخلىُت الخدزَظُت للغت‬
‫الػسبُت‪ .‬والظابؼ‪ ،‬مً الالشم غلُىا جىلُد ألاغماٌ ألاوادًمُت الىافػت لخىىٍس املجمخمػت‬
‫مثل هخائج البدىر الػلمُت‪ ،‬والىظسٍاث الخدًثت والىخب والىطائل وما إلى ذلً ()غبد‬
‫الىهاب‪2117 ،‬م‪.)16-14 :‬‬
‫هره اإلاشىالث في جدزَع الػسبُت ًمىً خُلها بىطػت شدًدة مً حمُؼ هىاحي‬
‫جدزَع اللغت الػسبُت مً اإلادازض الابخدائُت ؤلاطالمُت وختى الجامػاث ؤلاطالمُت‬

‫‪20‬‬
‫ وبجاهب اإلاشىالث هىان فسص جدزَع اللغت الػسبُت التي ًمىىىا حػلها خؿت‬.‫والػامت‬
.‫لتركُت جدزَع الػسبُت وهجاخها في إهدوهِظُا‬

5. Rangkuman

Dalam usaha mengajarkan bahasa Arab bisa menggunakan cara seperti

memeroleh bahasa ibu seorang anak dilaksanakan dengan tahapan yang sama dan

dilaksanakan banyak tanpa sadar. Sementara pembelajaran bahasa Arab

dilaksanakan secara formal.

6. Tugas

Buatlah langkah-langkah pembelajaran bahasa Arab yang akan anda

laksanakan dengan berbasis dua hal:

a. Berbasis pemerolehan bahasa Arab

b. Pembelajaran bahasa Arab

7. Tes Formatif

Jawablah pertanyaan berikut

1) Apa yang anda pahami tentang pemerolehan bahasa atau language

acquisition !

2) Jelaskan mengenai teori behaviorisme dalam pemerolehan bahasa Arab!

3) Jelaskan mengenai teori nativisme dalam pemerolehan bahasa Arab!

21
4) Jelaskan mengenai teori kognitivisme dalam pemerolehan bahasa Arab!

5) Jelaskan mengenai teori interaksionisme dalam pemerolehan bahasa Arab!

6) Jelaskan tahap pemerolehan bahasa pada masa bayi atau masa balita (di

bawah lima tahun)!

7) Pembelajaran adalah sebuah sistem, jelaskan apa maksudnya!

8) Pembelajaran termasuk pembelajaran bahasa Arab harus dilaksanakan secara

sadar, apa maksudnya!

!‫ بُنها‬،‫) ًخخلف جدٌع الػسبُت بظب اخخالف وظُفت اللغت التي ًبني غليها الخدزَع‬9
!‫ بين‬،‫ اللغىٍت وغير اللغىٍت‬،‫) هىان مشيلخان في جدزَع اللغت الػسبُت‬11
‫ ما‬،‫) وهىان جددًاث وفسص جدزَع اللغت الػسبُت في إهدوهِظُا هما كدمها مدبب‬11
‫جلً الخددًاث؟‬
‫ بالػسبُت ًمىىىا اطدُػاب وجؿىٍس الدزاطاث‬،‫) وأما فسص جدزَع الػسبُت فهي أوال‬12
!‫ بُنها‬،‫ؤلاطالمُت‬

22
KB.2
PENGEMBANGAN
MATERI AJAR BAHASA ARAB

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Memahami materi pembelajaran bahasa Arab dan cara mengembangkannya
untuk pembelajaran bahasa Arab yang efektif

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Subcapaian Pembelajaran KB2 ini meliputi:
a. Menjelaskan materi pembelajaran bahasa Arab
b. Menjelaskan komponen bahasa Arab
c. Menjelaskan keterampilan bahasa Arab
d. Mengembangkan materi ajar pembelajaran bahasa Arab

3. Pokok-Pokok Materi
Pokok-pokok materi pembelajaran pada KB2 ini meliputi:
a. Materi pembelajaran bahasa Arab
b. Komponen bahasa Arab
c. Keterampilan bahasa Arab
d. Mengembangkan materi ajar pembelajaran bahasa Arab

4. Uraian Materi
Materi ajar merupakan seperangkat informasi yang menjadi isi pelajaran yang
mencerminkan tujuan pembelajaran. Bahan ajar menuntut pendidik menguasai isi

23
pelajaran maupun strategi pengajarannya. Oleh karena itu, hendaknya pendidik
mampu mendalami setiap target materi yang akan diajarkan, disamping itu juga
harus memiliki kecakapan menyampaikan pelajaran kepada peserta didik. Banyak
dijumpai seorang guru bahasa Arab yang menguasai materi namun tidak cakap
dalam mengajarkannya, demikian juga terdapat guru bahasa Arab yang kurang
menguasai materi namun memiliki kecakapan dalam mengajarkan pelajaran. Hal ini
sangat ironis karena pembelajaran bahasa Arab menuntut kecakapan baik
penguasaan materi maupun strategi pengajarannya.
Dalam kegiatan belajar KB 6 ini akan dijabarkan mengenai materi
pembelajaran bahasa Arab, komponen bahasa Arab, keterampilan bahasa Arab dan
mengembangkan materi ajar pembelajaran bahasa Arab. Berikut jabaran dari
masing-masing:

4.a. Materi pembelajaran bahasa Arab


‫مواد اللغت العربيت في املدارس إلاسالميت‬
‫ال شً أن اللغت العسبُت هي اللغت الىخُدة التي خظُذ باملياهت املسمىكت مً بحن‬
‫ واهدظبذ شهستها‬،‫ واخخفظذ بأصالتها على َمدي اللسون املخالخلت‬،‫طائس لغاث العالم‬
َ َ ْ ْ َ
‫ ه َص ٌَ ِب ِه‬،‫ َ(و ِإ َّه ُه ل َخج ِزًْ ُل َز ِ ّب ال َعاملحن‬:‫ كاٌ حعالى‬،‫وعاملُتها بفظل اخخُاز اللسآن الىسٍم لها‬
ُْ َ ُ َْ َ َْ
‫ وبفظل اخخُازها‬،1)‫ ِب ِل َظ ٍان َع َسِب ّ ٍي ُم ِب ْحن‬.ًَ ٍْ‫ َعلى كل ِب ًَ ِل َخي ْىن ِم ًَ امل ْى ِر ِز‬،‫الس ْو ُح ْلا ِم ْحن‬
ُّ
ً‫ ذلً الدشسَع الري ٌظخظل جدذ زاًخه بىى البشس م‬،‫لخيىن لغت الدشسَع إلاطالمي‬
.‫ وٍدافع عً ولمخه أهاض مخلصىن ال ًخافىن في هللا لىمت الئم‬،‫أحىاض مخخلفت‬
‫ هما أصبذ الدفاع عنها‬،‫ومً هىا فلد أصبدذ اللغت العسبُت مىطع اهخمامهم‬
‫ فاهبروا‬،‫بئشاخت ما كد ًمثل حجسة عثرة في ػسٍلها هدى الخلدم والاشدهاز أطمى مساميهم‬
‫ ولم جىد جخلى فترة‬،‫ًلىمىن بدزاطتها دزاطت مظخفُظت حغؼي حمُع فسوعها وشعبها‬

.195-191 :‫ طىزة الشعساء‬1

24
‫مً الفتراث التي مسث عليها اللغت العسبُت مً علماء أحالء ال ًألىن حهدا عً دزاطتها‪،‬‬
‫والرود عنها أو الخُلىلت بُنها وبحن ما كد ًللل مً شأنها أو ًمظها بظىء‪.‬‬
‫وَعد املعلم أخد السوائص السئِظُت في العمل التربىي‪ ،‬وهى ًدخل مياهت هبحرة فُه‪،‬‬
‫وبدوهه ال ًمىً أن ًىجح العمل التربىي مهما جىافس له إلامياهاث ‪ ،‬باإلطافت إلى أهه‬
‫ٌعخبر أخد املدخالث املؤزسة في الجىاهب الىمُت والىُفُت ملخسحاث أي مىظمت‬
‫حعلُمُت‪.‬‬
‫ومً الاججاهاث التي ظهسث في جدزَع اللغت العسبُت الاججاه هدى الخيامل في‬
‫جلدًم اللغت‪ ،‬باعخبازه أخد الاججاهاث الخدًثت في جدزَظها‪ ،‬هما اججه أًظا إلى الىظس‬
‫إلى اللغت على أنها وطُلت الاجصاٌ بحن الخلمُر والخُاة خىله‪ ،‬ولرلً هظس إلى فً‬
‫الىخابت على أنها فً واخد له أبعاد زالزت‪ ،‬هي حماٌ الخؽ‪ ،‬وصخت السطم‪ ،‬ودكت‬
‫الفىسة وجىظُمها‪ ،‬هما ًىظس إلى فني الاطخماع والىالم هظسة فُه هثحر مً الاهخمام‬
‫باعخبازهما فىحن ٌظىدان معظم ْلاوشؼت اللغىٍت للفسد‪.‬‬
‫وهدً في مدازطىا إلاهدوهِظُت نهخم بخعلُم اللغت العسبُت على أبىائىا الؼلبت‬
‫والؼالباث مً مدخل الخيامل هرا‪ ،‬ومً خالٌ فىىنها ْلازبعت‪ ،‬وهي الاطخماع والىالم‬
‫واللساءة والخددر والىخابت‪ .‬هما نهخم بخدزَع فسوعها املخخلفت مً الىدى والصسف‬
‫والبالغت وغحرها‪ .‬ومً زم فئن أي بسهامج لخدزٍب معلمي اللغت العسبُت أزىاء الخدمت‬
‫البد مً الاهخمام بخلً الفىىن والفسوع مجخمعت‪ .‬ومً هرا املىؼلم فظىدىاوٌ فُما ًلي‬
‫الفصىٌ آلاجُت‪:‬‬
‫أوال‪ :‬وظيفت اللغت‬
‫هىان عدة آزاء لىظُفت اللغت‪ ،‬منها‪:‬‬
‫‪ .1‬الخعبحر عً ْلافياز والعىاػف والاهفعاالث‬
‫ًىظس بعع اللغىٍحن إلى اللغت هما لى واهذ جابعت ملُادًً الفلظفت واملىؼم‬
‫والعىاػف والاهفعاالث‪ .‬وحعسف هره املدزطت باملدزطت الفلظفُت أو الىفظُت‬
‫أو املىؼلُت في الدزاطاث اللغىٍت‪.‬‬
‫‪ .2‬جصسٍف شؤون املجخمع إلاوظاوي‬

‫‪25‬‬
‫إن الىظُفت ْلاطاطُت للغت عىد هؤالء حظُحر دكت ْلامىز وجصسٍف شؤون‬
‫املجخمع إلاوظاوي‪ ،‬ومً أهصاز هره املدزطت العالم ْلاهثروبىلىجي‬
‫مالُىىفظيي‪ ،‬إذ ًسي أنها وطُلت لخىفُر ْلاعماٌ وكظاء خاحاث إلاوظان‪.‬‬
‫‪ .3‬وطُلت مً وطائل الساخت‬
‫فاللغت ال حظخخدم في الىالم فدظب‪ ،‬بل في الغىاء أًظا‪ ،‬والخدًث الري ال‬
‫هدف له إال مجسد اللعب باألصىاث لُمخع هفظه وآلاخسًٍ‪ .‬فلِظذ الخُاة‬
‫الُىمُت حادا ولها‪ ،‬بل هىان فسصت أال هفىس فيها‪ ،‬وذلً خُىما هترن العمل‬
‫حاهبا‪ .‬ففي مثل هره الظسوف ال جؤدي اللغت وظُفت خل املشىالث‪ ،‬بل هي‬
‫وطُلت مً وطائل الساخت وجللُل الاطؼساب‪ ،‬وهظس خىاحص الغسبت بحن الفسد‬
‫ومً ٌشازوىهه الخدًث الىالم‪ ،‬وإكامت العالكاث بُنهم جىأي عً الخللُدًت‪.‬‬
‫ثاهيا‪ :‬أهداف جدريس اللغت العربيت‬
‫مً أهداف حعلُم اللغت العسبُت في املدازض إلاهدوهِظُت جمىحن الخالمُر مً‬
‫اهدظاب املهازاث اللغىٍت ْلاطاطُت والعىاصس اللغىٍت املهمت واطخخدامها في الاجصاٌ‬
‫مع غحرهم شفهُا وان أم جدسٍسٍا‪ .‬وأما عىد الفىشان وآلاخسون أن أهداف حعلُم اللغت‬
‫العسبُت هي‪:‬‬
‫‪ .1‬الىفاًت اللغىٍت‬
‫وحعنى بالىفاًت اللغىٍت طُؼسة املخعلم على الىظام الصىحي للغت العسبُت‪،‬‬
‫جمُحزا وإهخاحا‪ ،‬ومعسفخه بتراهُب اللغت وكىاعدها ْلاطاطُت هظسٍا ووظُفُا‪،‬‬
‫وإلاملام بلدز مالئم مً مفسداث اللغت للفهم والاطخعماٌ‪.‬‬
‫‪ .1‬الىفاًت الاجصالُت‬
‫وحعنى بها كدزة املخعلم على اطخخدام اللغت العسبُت بصىزة جللائُت والخعبحر‬
‫بؼالكت عً أفيازه وخبراجه‪ ،‬مع جمىىه مً اطدُعاب ما ًخللى مً اللغت في ٌظس‬
‫وطهىلت‪.‬‬

‫‪26‬‬
‫‪ .3‬الىفاًت الثلافُت‬
‫وٍلصد بها فهم ما جدمله اللغت العسبُت مً زلافت حعبر عً أفياز أصخابها‬
‫وججازبهم وكُمهم وعاداتهم وآدابهم وفىىنهم‪ .‬وعلى مدزض اللغت العسبُت جىمُت‬
‫هره الىفاًاث الثالر لدي ػالبه مً بداًت بسهامج حعلُم اللغت العسبُت إلى‬
‫نهاًخه وفي حمُع املساخل واملظخىٍاث‪.‬‬
‫ثالثا‪ :‬مهاراث اللغت العربيت وعناصرها‬
‫جخيىن اللغت مً أزبعت فىىن أو مهازاث‪ ،‬هي‪ :‬الاطخماع والخدًث واللساءة‬
‫والىخابت‪ .‬والعالكت بحن هره الفىىن عالكت عظىٍت وعالكت جأزس وجأزحر‪ ،‬والصالث بحن‬
‫الفىىن اللغىٍت مخداخلت‪ ،‬فيل شيل مً أشيالها له وحىد في آلاخس‪ ،‬والىفاءة في فً‬
‫منها ًىعىع على الفىىن ْلاخسي‪ .‬وأما عً فسوع اللغت العسبُت فهي جخيىن مً اللساءة‬
‫وإلاوشاء واملؼالعت وإلامالء والىدى والصسف والبالغت والخؽ العسبي والعسوض‬
‫واللىافي وغحرها‪.‬‬
‫وجلظُم اللغت إلى فىىنها أفظل مً جلظُمها إلى فسوع مىفصلت‪ .‬ألن الخلظُم‬
‫ْلاوٌ ًصف ْلاوشؼت اللغىٍت بدال مً الفسوع اللغىٍت التي ال جمثل اليشاغ اللغىي في‬
‫بعع حىاهبه‪.‬‬

‫جصميم شكل املواد التدريسيت للغت العربيت‬


‫‪sesuatu yang disajikan guru‬‬ ‫املادة الدزاطُت أو ‪ Bahan Ajar‬عىد كىٌ هىاوي هي‬
‫‪untuk diolah dan kemudian dipahami oleh peserta didik, untuk mencapai tujuan yang‬‬
‫‪ٌ ."telah ditentukan‬عني ش يء عسطه املدزض إلدازجه وبعد‪ ،‬فهمه الخالمُر للخصىٌ‬
‫على ْلاهداف املخددة‪.‬‬
‫والخعسٍف آلاخس له هى املعلىماث وْلادواث والىصىص التي ًدخاج إليها املدزض‬
‫لخصمُم واطخؼالع جىفُر الخدزَع‪ .‬وهى أًظا حمُع املىاد املظخخدمت ملظاعدة‬
‫املدزض واملعلم في جىفُر وشاػاث الخعلم في الفصل واملىاد ًمىً في صىزة املىاد‬
‫املىخىبت وغحر املىخىبت‪National Center for Vocational Education Research ( .‬‬

‫‪27‬‬
‫‪ .)Ltd/National Center for Competency Based Training‬وهى أًظا مجمىعت املىاد التي‬
‫جم جصمُمها مىظما مىخىبا وغحر مىخىب ليي جىحد البِئت والجى الري ًجلب الخالمُر‬
‫على الخعلم‪.)SKTSP( .‬‬
‫ومً أشياٌ املادة الدزاطُت هي‪( :‬هىاوي)‬
‫‪ -1‬الخبرة الدزاطُت (‪)pengalaman belajar‬‬
‫‪ -1‬الخلُلت واملعلىماث (‪)fakta dan informasi‬‬
‫‪ -3‬مبدأ الخُاة واللُم (‪)pandangan hidup dan nilai-nilai‬‬
‫‪ -4‬مهازاث الخدسٍياث (‪)gerakan motorik‬‬

‫أهواع املواد الدراسيت‬


‫وأما مً أهىاعها فهي‪( :‬هىاوي)‬
‫أ‪ .‬املىاد املؼبىعت مثل الىخاب‪ ،handout ،‬وزكت عمل الخالمُر‪ ،‬الىساطت‪،brosur/‬‬
‫اليشسة‪ ،leaflet/‬السطم البُاوي الخائؼي‪ ،wallchart‬الصىزة‪ ،‬الىمىذج‪.maket/‬‬
‫ب‪ .‬املىاد املظمىعت مثل الشسٍؽ وإلاذاعت والسجل‪ ،piringan hitam/‬كسص مظغىغ‬
‫للصىث‪.compact disk audio/‬‬
‫ث‪ .‬املىاد البصسٍت مثل الفُلم و‪)SKTSP( .vcd‬‬
‫ر‪ .‬املىاد الظمعُت البصسٍت مثل ‪ ، vidio compact disk‬فُلم وهلم حسا‪.‬‬
‫ج‪ .‬املىاد الخفاعلُت مثل اللسص املظغىغ الخفاعلي‪.compact disk interaktif‬‬

‫وأما مجاالتها فهي (‪:)SKTSP‬‬


‫املىطىع‪ ،‬املىاد الدزاطُت‪ ،‬الىفاءاث الجىهسٍت‪ ،‬الىفاءاث ْلاطاطُت واملؤشساث‬ ‫‪)1‬‬
‫واملىكع‪.‬‬
‫إزشاداث الخعلُم (إزشاداث الخالمُر‪/‬املدزطحن)‬ ‫‪)1‬‬
‫ْلاهداف امليشىدة‬ ‫‪)3‬‬
‫املعلىماث الداعمت‬ ‫‪)4‬‬

‫‪28‬‬
‫‪ )5‬الخدزٍباث والخمسٍىاث‬
‫‪ )6‬حعلُماث العمل‬
‫‪ )7‬الخلُُم‬

‫مواصفاث املواد التدريسيت‬


‫ومً مىاصفاث املىاد الدزاطُت هي ما ًلي (هىاوي)‪:‬‬
‫أ) الىاكعُت وْلاصُلُت والصخُدت أوادًمُا‬
‫ب) مىاطبا ألهداف الخدزَع‬
‫ث) أهمُت املادة‬
‫ر) الخؼبُم العملي‪kepraktisan/‬‬
‫ج) مظخىي وشأة الخالمُر‬
‫ح) الترجِب املىظم واملظخمس‬

‫كيفيت اختياراملادة الدراسيت‬


‫وأما هُفُت اخخُاز املىاد الدزاطُت فهي (هىاوي)‪:‬‬
‫(أ) جىُف املىاهج الدزاطُت في املعهد مثله‬
‫(ب) اجباع أكىاٌ الخبراء‬
‫(ث) هدُجت املسح‬
‫(ر) هدُجت الخدلُل‬

‫وكيفيت جنظيم املحتوى جحتوي على (هواوي)‪:‬‬


‫وهُفُت جىظُم املخخىي جدخىي على (هىاوي)‪:‬‬
‫‪ )1‬الخىظُم املىؼلي‪ :‬جلدًم املخخىي مسجبا في طىء املادة ذاتها‪ ،‬أي مساعاة الترجِب‬
‫املىؼلي للمعلىماث واملفاهُم بصسف الىظس عً مدي كابلُت الؼالب لرلً‬

‫‪29‬‬
‫‪ )1‬الخىظُم الظُيىلىجي‪ :‬جلدًم املخخىي في طىء خاحاث الؼالب‪ ،‬وظسوفهم‬
‫الخاصت‬

‫ومعاًحر جىظُم املخخىي حشمل (هىاوي)‪:‬‬


‫(‪ )1‬الاطخمسازٍت‪ :‬العالكت السئِظُت بحن خبراث املىهج‪ ،‬بدُث جؤدي ول خبرة إلى إخدار‬
‫أزس معحن عىد الؼالب جدعمه الخبرة الخالُت‬
‫(‪ )1‬الخخابع‪ :‬بىاء الخبراث فىق بعظها البعع‪ .‬فال جلدم خبرة لغىٍت إال في طىء ما‬
‫طبم‪ ،‬زم جهيء هره الخبرة الؼالب بعد ذلً لخبرة جالُت‬
‫(‪ )3‬الخيامل‪ :‬العالكت ْلافلُت بحن الخبراث خُث ًىمل ول منها ْلاخسي‪ .‬فخدزَع الىؼم‬
‫والىالم ال ًىفصل عً جدزَع مهازاث الاطخماع‪ ،‬وال ًىفصل هران عً جدزَع‬
‫اللساءة‪.‬‬
‫وأما أخدود جدلُل جصمُم املادة الدزاطُت فما ًلي‪)SKTSP( :‬‬
‫(أ) الىفاءاث الجىهسٍت‬
‫(ب) الىفاءاث ْلاطاطُت‬
‫(ث) املؤشساث‬
‫(ر) املىاد الدزاطُت التي على شيل وزكت عمل الؼالب‪ ،‬وخداث‪ ،‬وأشسػت‪.‬‬
‫(ج) إلاحساءاث في الخدزَع‬
‫(ح) املىاد الخدزَظُت‬
‫ورقت عمل الطالب‬
‫في إهدوهِظُا معسوف مصؼلح ‪ LKS‬وفي اللغت إلاهجلحزًت معسوف مصؼلح‬
‫‪ student work sheet‬وهي الىزكاث التي جدخىي على املهام التي ًجب فعلها الخالمُر وفيها‬
‫الخعلمُاث وإلاحساءاث واملهام ًمىً في صىزة الىظسٍت والخؼبُم‪ .‬والخؼىاث لىطعها‬
‫هي جدلُل املىهج‪ :‬الىفاءاث الجىهسٍت والىفاءاث ْلاطاطُت واملؤشساث واملىاد‬
‫الخدزَظُت‪ ،‬جىظُم خسٍؼت اخخُاحاث وزكت عمل الؼالب‪ ،‬جلسٍس مىطىع الىزكت‪،‬‬
‫هخابت الىزكت وجلسٍس أدواث الخلُُم‪ .‬وأما هُيل الىزكت عامت هي ‪ )1‬املىطىع‪ ،‬املادة‬

‫‪30‬‬
‫الدزاطُت‪ ،‬الظمظخحر واملىكع‪ )1 ،‬حعلُماث الخعلم‪ )3 ،‬الىفاءاث الي ًخعحن جدلُلها‪،‬‬
‫‪ )4‬املؤشساث‪ )5 ،‬املعلىماث الداعمت‪ )6 ،‬املهام والخؼىاث‪ )7 ،‬والخلُُم‪)SKTSP( .‬‬
‫وهىان فسق بحن املىاد الدزاطُت والىخب املدزطُت أما املىاد الدزاطُت فهي مىاد‬
‫جدزطُت جم جصمُمها مىظما وَظخخدمها املدزض والخالمُر في عملُت الخدزَع‪ .‬وأما‬
‫الىخب املدزطُت فهي مصادز املعلىماث التي جم جصمُمها بالهُيل والترجِب على أطاض‬
‫مجاٌ العلم املعحن‪)SKTSP( .‬‬
‫وللمىاد الدزاطُت مىصفاث منها جدفع مُىٌ اللساءة‪ ،‬جىخب وجصمم للخالمُر‪،‬‬
‫جصف ْلاهداف إلاحسائُت‪ ،‬جصىف على أطاض أهماغ الخعلم املسوهت ًبني الهُيل على‬
‫أطاض اخخُاحاث الخالمُر والىفاءاث ْلاخحرة التي ًجب الخصىٌ عليها‪ ،‬حعؼي الؼالب‬
‫الفسصت على املمازطت والخدزٍباث والخمسٍىاث‪ٌ ،‬ظخىعب صعىباث الخالمُر‪ ،‬جلدم‬
‫الخالصت‪ ،‬أطلىب الىخابت على أطاض الخىاصلُت وشبه السطمُت‪ ،‬الىثافت على أطاض‬
‫اخخُاحاث الخالمُر‪ ،‬حعبئتها لعملُت جدزَظُت‪ ،‬لديها آلُاث لجمع زدود فعل مً‬
‫الخالمُر‪ ،‬وحشسح هُفُت حعلم املىاد الدزاطُت‪.)SKTSP( .‬‬
‫وللىخب املدزطُت أًظا مىصفاث منها‪ً :‬فترض مُىٌ اللازء‪ ،‬جم هخابها لللازء‬
‫(املدزض‪ ،‬املخاطس)‪ ،‬مصممت لدظىٍلها على هؼاق واطع‪ ،‬ال ًفظس بالظسوزة ْلاهداف‬
‫الخدزَظُت‪ ،‬جم جصمُمها خؼُا (‪ )linear‬الهُيل ٌظدىد إلى مىؼم مجاالث العلىم‪ ،‬لِع‬
‫بالظسوزة حعؼي املمازاطاث والخدزٍباث والخمسٍىاث‪ ،‬ال جخىكع صعىباث حعلم الخالمُر‪،‬‬
‫ال حعؼي بالظسوزة ملخصا‪ ،‬أطلىب الىخابت في صىزة الظسد وال الخىاصلُت‪ ،‬في صلبت‬
‫حدا (‪ ،)sangat padat‬لِع لديها آلُت لجمع زدود الفعل مً اللساء‪.)SKTSP( .‬‬

‫الوحداث (‪)Modul‬‬
‫الىخداث هي املىاد الدزاطُت التي جم جصمُمها مىظما وممخعا وهي جدخىي على‬
‫مدخىي املادة والؼسٍلت والخلىٍم التي ًمىً اطخخدامها مظخلال‪ .‬واللغت املظخخدمت‬
‫بظُؼت خظب مظخىي جفىحر الخالمُر‪ .‬وهي حظخخدم مظخللُا‪ :‬الخعلم خظب طسعت‬
‫ول الخالمُر أهفظهم‪ ،‬ولها صفت ‪ stand alone‬بمعنى ال حعخمد على الىطائؽ ْلاخسي‪،‬‬

‫‪31‬‬
‫ودًت مع املظخخدًً وحظاعدهم على الاطخجاباث والىصىٌ إليها‪ .‬واملىصفاث ْلاخسي‬
‫لها ما جلي(‪:)SKTSP‬‬
‫‪ )1‬جلدز على جدزَع هفظً‬
‫‪ْ )1‬لاهداف املخىطؼت وْلاهداف ْلاخحرة ًجب جصمُمها واضخا وكابال لللُاض‬
‫‪ )3‬املىاد معبأة في وخداث صغحرة وشاملت وْلامثلت مخاخت وْلامثلت الخىطُدُت‬
‫واضخت‬
‫‪ )4‬جخاح أطئلت املمازطت واملهام وما شابه ذلً‬
‫‪ )5‬املىاد واكعُت (ػبلا للصمً الىاكع) وطُاكُت‬
‫‪ )6‬اللغت املظخخدمت بظُؼت وجىاصلُت ومباشسة‬
‫‪ )7‬هىان ملخص للمىاد الخدزَظُت‬
‫‪ )8‬جدُذ الخلُُم الري ٌظمذ للخالمُر واملخدزبحن إلحساء الخلُُم الراحي‪.‬‬
‫‪ )9‬كُاض مظخىي اطدُعاب املىاد ذاجُت‬
‫‪ )11‬هىان زدود فعل لخلُُم املخدزبحن‬
‫‪ )11‬جدُذ املعلىماث خىٌ املساحع‪/‬الخخصِب أو إلازساء‪/‬املىازد التي جدفع املىاد‪.‬‬
‫والىخداث خلُلت جىخب لآلخسًٍ لِع لىاطعها (‪ .)SKTSP‬لرلً مً أهداف‬
‫هره الىخداث هما ًلي‪:‬‬
‫(‪ )1‬جىضح وجِظس عسض السطالت ختى ال ًيىن لفظُت حدا‬
‫(‪ )1‬جدل مددودًت الىكذ والفظاء والؼاكت الخظُت طىاء الخالمُر أو املخدزبحن أو‬
‫املعلمحن أو املدزبحن‪.‬‬
‫(‪ً )3‬مىً اطخخدامها بشيل مىاطب ومخىىع‪ ،‬مثل‪:‬‬
‫‪ -‬شٍادة الخدفحز والعاػفت للخعلم لدي الخالمُر واملخدزبحن‬
‫‪ -‬جؼىٍس كدزة الخالمُر على الخفاعل املباشس مع البِئت ومىازد الخعلم ْلاخسي‪.‬‬
‫‪ -‬حظمذ للخالمُر أو املخدزبحن للخعلم بشيل مظخلل وفلا للدزاتهم ودوافعهم‪.‬‬
‫‪ -‬حظمذ للخالمُر واملخدزبحن كُاض أوجلُُم هخائج الخعلم الخاصت بهم‪.‬‬

‫‪32‬‬
‫ومً مىصفاث الىخداث هي (‪:)SKTSP‬‬
‫‪ )1‬الخدزَع الراحي (‪)self instruction‬‬
‫‪ )1‬الىازدة الراًت (‪)self contained‬‬
‫‪ )3‬جلف وخدها (‪)stand alone‬‬
‫‪ )4‬الخىُف لخؼىز العلىم والخىىىلىحُا (‪)adaptif‬‬
‫‪ )5‬طهل الاطخخدام (‪)user firendly‬‬
‫‪ )6‬الاحظاق في اطخخدام الخؼىغ واملظافاث والخخؼُؼاث (‪)konsistensi‬‬
‫‪ )7‬الشيل (‪ً )format‬دخىي على جيظُم العمىد الىاخد أو املخعدد وجيظُم الىزق‬
‫عمىدًا وأفلُا‪ ،‬والسمص الري ٌظهل كبظه‬
‫الخىظُم في الىخداث (‪:)SKTSP‬‬
‫(‪ )1‬إظهاز الخسٍؼت‪/‬املخؼؽ (‪)bagan‬‬
‫(‪ )1‬الدظلظل والخىظُم املىظمان‬
‫(‪ )3‬طع الىص والصىز والسطىماث الخىطُدُت مثحرة‬
‫(‪ )4‬طع بحن ْلابىاب والىخداث والفلساث الخىظُماث وْلاخادًد التي ٌظهل فهمها‬
‫(‪ )5‬املىطىع والترحماث‪/‬املىطىع الفسعي (أوشؼت الخعلم) والىصف الري وان طهلت‬
‫الاجباع به‪.‬‬
‫والجرابت مً الىخداث جخجلى في (‪:)SKTSP‬‬
‫أ) الجمع بحن ْلالىان والصىز (السطىم البُاهُت) ومؼابلت الشيل والدجم‬
‫ب) وطع املخفصاث في شيل صىز أو زطىم بُاهُت وػبع الخسوف الجسٍئت واملائلت‬
‫والدظؼحر أو ْلالىان‪.‬‬
‫ث) املهام والخمازًٍ جم حعبئتها في مثل هره الؼسٍلت‬

‫‪33‬‬
‫واملىاد الدزاطُت ًجب جصمُمها حُدة وٍجب أن ًيىن مىافلا لؤلهداف‬
‫ وفي املىهج الجدًد‬.‫الدزاطُت ألن حمُع طىي ْلاهداف ًجسي على جِظحر الىصىٌ إليها‬
‫املىاد لِع هدفا مً الخدزَع ولىىه أًظا مً الىطائل التي جىصل إلى ْلاهداف مثل‬
.‫العىاصس ْلاخسي مً العىاصس الخدزَظُت‬

Pengembangan Bahan Ajar


Pengembangan bahan ajar adalah salah satu domain teknologi pembelajaran
yang berfungsi sebagai proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk
fisik. Kawasan pengembangan mencakup banyak variasi teknologi yang digunakan
dalam pembelajaran yang dapat diorganisasi ke dalam empat kategori, yakni (1)
teknologi cetak yang menyediakan landasan untuk kategori yang lain, (2) teknologi
audio visual, (3) teknologi yang berasaskan komputer, dan (4) multimedia atau
teknologi terpadu. Dalam kawasan pengembangan terdapat keterkaitan yang
kompleks antara teknologi dan teori yang mendorong baik desain pesan maupun
strategi pembelajaran. Pada dasarnya kawasan pengembangan dapat dijelaskan
melalui; (1) pesan yang memberikan informasi, (2) strategi pembelajaran, dan (3)
manifestasi fisik dari teknologi perangkat keras, perangkat lunak, dan bahan
pembelajaran.
Dalam melakukan kegiatan pengembangan, beberapa pertimbangan penting
yang perlu dipahami mencakup (1) mengidentifikasi tujuan pembelajaran (standar
kompetensi), (2) melakukan analisis pembelajaran, (3) menganalisis peserta didik
dan konteks, (4) menulis tujuan instruksional khusus (kompetensi dasar), (5)
mengembangkan instrument asesmen, (6) mengembangkan strategi pembelajaran,
(7) mengembangkan dan menyeleksi materi pembelajaran, (8) mendesain dan
melakukan evaluasi formatif, (9) melakukan revisi, dan (10) mendesain dan

34
melakukan evaluasi sumatif. Kesepuluh komponen tersebut dapat dijabarkan lebih
jauh sebagai berikut.
Pertama, langkah pertama dalam model pendekatan sistem adalah
mengidentifikasi tujuan pembelajaran dengan maksud untuk menganalisis aktivitas
apa yang sesungguhnya dapat dilakukan oleh siswa setelah mereka menyelesaikan
pembelajaran. Kedua, setelah mengidentifikasi tujuan pembelajaran, secara bertahap
menunjukkan apa yang sedang dilakukan orang ketika mereka melaksanakan tujuan
itu. Langkah terakhir dalam proses analisis pembelajaran adalah untuk menunjukkan
keterampilan, pengetahuan, dan sikap apa yang diketahui sebagai entry behavior,
pengetahuan awal, yang diperoleh peserta didik untuk dapat memulai pembelajaran.
Pada tahap analisis pembelajaran, yang dilakukan adalah menjabarkan perilaku
umum menjadi perilaku khusus yang disusun secara sistematis.
Ketiga, menganalisis peserta didik dan konteks. Sebagai tambahan di dalam
menganalisis tujuan pembelajaran, terdapat suatu analisis paralel terhadap pebelajar,
konteks di mana mereka akan belajar keterampilan itu, dan konteks yang mana yang
mereka akan digunakan. Keterampilan yang dimiliki pebelajar, kesukaan, dan sikap
ditunjukkan bersama dengan karakteristik terhadap penentuan pembelajaran dan
penentuan di mana keterampilan itu pada akhirnya digunakan.
Keempat, merumuskan sasaran kinerja atau tujuan instruksional khusus.
Tujuan instruksional menjadi pedoman bagi pengembangan instruksional karena di
dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang akan
dicapai oleh peserta didik pada akhir proses instruksional. Kelima, mengembangkan
instrumen penilaian misalnya dengan menyusun butir tes yang bertujuan untuk
mengukur kemampuan peserta didik untuk mencapai apa yang telah dicantumkan
dalam rumusan tujuan.

35
Keenam, mengembangkan strategi pembelajaran, yang merupakan prosedur
yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi pembelajaran terhadap peserta didik
untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu, yang dalam hal ini tujuan
pembelajaran khusus. Ketujuh, mengembangkan dan memilih materi pembelajaran.
Pengembangan bahan ajar mengacu pada tujuan khusus pembelajaran, dan strategi
pembelajaran. Strategi yang dimaksud adalah pembelajaran yang digunakan oleh
peserta didik baik dengan bantuan guru maupun tanpa bantuan guru, sehingga bahan
ajar dapat digunakan oleh peserta didik secara mandiri. Kedelapan yakni merancang
dan melakukan evaluasi formatif. Tujuan dari melakukan evaluasi formatif adalah
untuk mengukur tingkat keefektifan dan efisiensi, dan daya tarik dari strategi
pembelajaran.
Kesembilan, melakukan revisi produk dilakukan berdasarkan data yang
diperoleh dari kegiatan evaluasi. Selanjutnya data tersebut ditafsirkan sebagai usaha
untuk mengenali kesulitan-kesulitan dan kekurangan yang terdapat dalam bahan
ajar.Kesepuluh, melakukan evaluasi sumatif yang dilaksanakan untuk mengetahui
apakah bahan ajar yang akan dikembangkan layak atau tidak digunakan oleh peserta
didik. Untuk mengetahui kelayakan tersebut perlu kiranya dibandingkan dengan
bahan ajar lain yang digunakan oleh peserta didik di tempat lain dengan standar
yang sama. (Bambang Warsita, 2008: 26-36) dan (Muhammad Yaumi, 2011: 7-9)
Bahan ajar itu sendiri menurut Dick & Carey (1996) dalam Syukri Hamzah
merupakan seperangkat materi/substansi pelajaran (teaching material) yang disusun
secara sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai oleh
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. (Syukri Hamzah: 7)
Bahan ajar adalah untuk membuat para peserta didik cepat memahami
pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari, kalau perlu disiapkan bahan ajar

36
secara multimedia. Penyediaan bahan ajar yang sangat lengkap dan mudah diperoleh
serta penggunaan alat peraga yang dilengkapi dengan gambar yang menarik, gerak,
bunyi, simulasi dan dipandu oleh instruktur secara maya serta dapat dilakukan
berulang-ulang (replay) membuat para mahasiswa akan betah dan mudah mencerna
pengetahuandengan baik . (Said Suhil Achmad: 2009: 1)
Bahan ajar yang efektif menurut Gerlach dan Ely sebagaimana dikutip oleh
Karim (1980) harus memenuhi syarat: (1) ketepatan kognitif (cognitive
appropriateness); (2) tingkat berpikir (level of shopisication); (3) biaya (cost); (4)
ketersediaan bahan (availability); dan (5) mutu teknis (technical quality). (Syukri
Hamzah: 10)
Sedangkan dalam hal pengembangan bahan ajar, Dick dan Carey (1996),
mengajukan hal-hal berikut untuk diperhatikan, yakni: (1) memperhatikan motivasi
belajar yang diinginkan, (2) kesesuaian materi yang diberikan , (3) mengikuti suatu
urutan yang benar, (4) berisikan informasi yag dibutuhkan, dan (5) adanya latihan
praktek, (6) dapat memberikan umpan balik, (7) tersedia tes yang sesuai dengan
materi yang diberikan, (8) tersedia petunjuk untuk tindak lanjut ataupun kemajuan
umum pembelajaran (9) tersedia petunjuk bagi peserta didik untuk tahap-tahap
aktivitas yang dilakukan. (Walter Dick and Lou Carey, 1990: 202)
Pembuatan bahan ajar merupakan pendekatan sistemik dalam merancang,
mengevaluasi, dan memanfaatkan keterhubungan fakta, konsep, prinsip, atau teori
yang terkandung dalam mata pelajaran/matakuliah atau pokok bahasan yang
mengacu pada tujuan. (Joseph Mbulu dan Suharto, 2004: 5).
Berkaitan dengan bahasa Arab, pembuatan bahan ajar bahasa Arab memiliki
dasar-dasar yang harus dipenuhi. Mahmud Kamil al-Naqah dalam tulisannya yang
berjudul Usus I’dad Mawad Ta’lim al-Lugah al-Arabiyah wa Ta’lifuha, mengatakan

37
bahwa dalam pembuatan dan penyusunan materi atau bahan ajar berlandaskan atas
empat aspek, yaitu: 1) aspek psikologi, 2) aspek budaya, 3) aspek pendidikan, dan 4)
aspek bahasa.(al-Naqah, hlm. 11). Dalam bahasa lain, Abdul Hamid Abdullah dan
Nashir Abdullah al-Ghali juga mengatakan bahwa dasar-dasar
pembuatan/pengembangan buku ajar bagi non-Arab adalah: 1) dasar budaya dan
masyarakat, 2) dasar psikologi, dan 3) dasar bahasa dan pendidikan. (Abdul Hamid
Abdullah dan Nashir Abdullah al-Ghali: 19)
Pentingnya bahan ajar dalam proses pembelajaran sudah tidak diragukan lagi.
Al-Fauzan mengatakan bahwa bahan ajar adalah merupakan bagian dari proses
pembelajaran antara guru dan murid (Al-Fauzan: 2).
Sementara berkenaan dengan bahan ajar dalam penyusunannya menurut Dewey
hendaknya memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut: 1. Bahan ajaran hendaknya
konkret, dipilih yang benar-benar berguna dan dibutuhkan, dipersiapkan secara
sistematis dan mendetail, 2. Pengetahuan yang telah diperoleh sebagai hasil belajar,
hendaknya ditempatkan dalam kedudukan yang berarti, yang memungkinkan
dilaksanakannya kegiatan baru, dan kegiatan yang lebih menyeluruh. Bahan
pelajaran bagi peserta didik tidak bisa semata-mata diambil dari buku pelajaran.
Bahan pelajaran harus berisikan kemungkinan-kemungkinan, dan harus mendorong
peserta didik untuk bergiat dan berbuat. Bahan pelajaran harus memberikan
rangsangan peserta didik untuk bereksperimen.(Abdul Majid dan Dian Andayani,
2004: 40-44)

Prinsip-prinsip Pengembangan Bahan Ajar


Prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi: (a) prinsip
relevansi, (b) konsistensi, dan (c) kecukupan. Prinsip relevansi artinya materi

38
pembelajaran hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan pencapaian standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya adanya keajegan
antara bahan ajar dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Misalnya,
kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang
harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya materi
yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai
kompetensi dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh
terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan membuang-
buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
Dalam pandangan Fuad Effendi, ada 3 prinsip dalam pemilihan bahan ajar
dalam pendekatan komunikatif, yaitu:
1) Prinsip kebermaknaan. Ini berarti bahwa setiap bentuk bahasa yang disajikan
harus jelas konteksnya, partisipannya, atau situasinya.
2) Prinsip pemakaian bahasa bukan pengetahuan bahasa. Oleh karena itu bahan ajar
berupa unsur bahasa (mufradat, qawaid) harus tidak terpisah dengan konteks
kalimat atau wacana, karena tujuannya bukan hanya untuk memahami mufradat
atau kaidah melainkan menggunakannya dalam ungkapan komunikatif.
3) Prinsip kemenarikan bahan ajar. Dalam hal ini harus diperhatikan variasi bahan,
minat dan kebutuhan pelajar. (Ahmad Fuad Effendi, 2005: 66)
Sementara faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan materi ajar
bahasa Arab, yaitu: 1. Isi bahan ajar yang berhubungan dengan validitas atau
kebenaran isi secara keilmuan. 2. Ketepatan cakupan yang berkaitan dengan isi
bahan ajar dari sisi keluasan dan kedalaman isi. 3. Ketercernaan materi yang
meliputi pemaparan yang logis, penyajian materi yang runtut, ada contoh dan

39
ilustrasi yang memudahkan pemahaman, alat bantu yang memudahkan, format yang
tertib dan konsisten, dan penjelasan tentang relevansi dan manfaat bahan ajar. 4.
Penggunaan bahasa. 5. Pengemasan. 6. Ilustari, dan 7. Kelengkapan komponen
meliputi komponen utama, pelengkap dan evaluasi hasil belajar. (H. Abdul Hamid
dkk, 2008: 102-110)

Bahan Ajar Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa


Pendekatan dijadikan pijakan dalam membuat desain yang berisi: tujuan
pengajaran, pemilihan dan pengorganisasian bahan ajar, jenis kegiatan belajar
mengajar, peran murid, peran pengajar, dan peran bahan ajar. (Mukhshon Nawawi,
2010: 107)
Bahan ajar komunikatif berbeda dengan bahan ajar yang berdasarkan metode
Audiolingual. Perbedaan itu terletak pada pemilihan bahan ajar dan cara
penyusunannya. Pemilihan bahan ajar untuk metode Audiolingual berdasarkan hasil
analisisi konstraktif. Sedangkan pemilihan bahan ajar komunikatif berdasarkan
kebutuhan pembelajar, karena melihat dari aspek latar belakang belajar bahasa asing
dan motivasi yang ada dalam diri mereka.
Subiyakto dalam Fuad Effendi mengklasifikasi bahan ajar pendekatan
Komunikatif menjadi tiga: (1) bahan ajar yang berdasarkan teks, yaitu buku-buku
pelajaran yang ditulis untuk menunjang keterampilan komunikatif pelajar, (2) bahan
ajar yang berdasarkan tugas, ialah melibatkan permainan, simulasi, tugas-tugas
wawancara, peran-peraga, dan sebagainya, dan (3) bahan ajar yang berdasarkan
bahan otentik yang diambil dari surat kabar, majalah, buku, siaran radio dan televisi,
berbagai macam kartu, tiket, menu, surat, pamflet, dan sebagainya. (Ahmad Fuad
Effendi, 2005: 66)

40
Azies dan Alwasilah mengatakan bahwa ada tiga jenis utama bahan ajar yang
banyak digunakan di dalam pengajaran bahasa komunikatif, yaitu (1) Bahan ajar
Tekstual, seperti buku Communicate (1979) karangan Morrow dan Johnson,
misalnya, yang tidak memiliki satu pun dialog, pengulangan, atau pola kalimat
seperti biasanya. (2) Bahan ajar tugas, yaitu bahan ajar yang berisi permainan,
simulasi, dan aktivitas berdasarkan tugas yang telah disiapkan untuk menunjang
pengaran bahasa komunikatif. Dan (3) Realia, yaitu bahan-bahan ”otentik”, ”dari
kehidupan” dalam ruang kelas. Misalnya bersumber dari majalah iklan, surat kabar;
atau sumber-sumber visual dan grafis. (Furqanul Azies dan A. Caedar Alwasilah,
2000: 75-76) dan (Richard & Rodger, 1992: 79-80)
Sementara itu Nawawi memaparkan peran bahan ajar dalam metodologi
pengajaran bahasa komunikatif yaitu: (1) bahan ajar akan fokus pada kemampuan
komunikatif meliputi interpretasi, ekspresi, dan negoisasi; (2) bahan ajar akan fokus
pada pertukaran informasi yang bisa dipahami, relevan, dan menarik, tidak sekedar
menyajikan bentuk-bentuk gramatika; dan (3) bahan ajar akan terdiri atas berbagai
jenis teks dan media yang dapat digunakan pembelajar guna mengembangkan
kompetensi komunikatifnya melalui beragam kegiatan dan penugasan. (Mukhshon
Nawawi, 2010: 116-117)
Sementara itu Thu’aimah dan al-Naqah mengatakan bahwa bahan ajar yang
baik adalah bahan ajar yang mengarahkan kompetensi bahasa siswa kepada
kompetensi komunikatif sesuai dengan kondisi. Terkadang di antara siswa ada yang
sudah punya pengalaman terdahulu terhadap bahasa, terkadang pula tujuan belajar
bahasa di antara mereka berbeda satu dengan yang lain. Juga kemampuan dan
motivasi mereka yang berbeda. Itulah beberapa variabel yang dijadikan acuan dalam
pembuatan bahan ajar. Dengan demikian pembuatan bahan ajar tersebut berdasarkan

41
analisis yang mendalam terhadap kebutuhan para pembelajar. (Thu’aimah dan al-
Naqah, 2006: 75)
Adapun tujuan analisis kebutuhan yang dilakukan dalam pembuatan bahan
ajar adalah:
1) untuk menentukan kemampuan bahasa yang dibutuhkan oleh pelajar untuk
melakukan peran tertentu.
2) Untuk membantu menentukan peran yang digunakan terhadap pemenuhan
kebutuhan siswa yang bergabung dengan program ini.
3) untuk mengidentifikasi siswa yang sangat membutuhkan pelatihan keterampilan
untuk bahasa tertentu.
4) untuk mengidentifikasi setiap perubahan orientasi yang dirasa penting oleh
individu-individu dalam kelompok yang saling berhubungan.
5) untuk mengidentifikasi kesenjangan antara apa yang dapat dilakukan siswa dan
apa yang mereka butuhkan untuk dapat melakukannya.
untuk mengumpulkan informasi tentang masalah khusus yang dihadapi oleh
peserta didik. (Jack C. Richard: 81)

5. Rangkuman
Materi ajar merupakan seperangkat informasi yang menjadi isi pelajaran yang
mencerminkan tujuan pembelajaran. Bahan ajar menuntut pendidik menguasai isi
pelajaran maupun strategi pengajarannya. Komponen bahasa Arab terdiri dari bunyi,
kosakata, kaidah dan makna. Keterampilan bahasa Arab meliputi menyimak,
berbicara, membaca dan menulis. Mengembangkan materi ajar pembelajaran bahasa
Arab. beberapa pertimbangan penting yang perlu dipahami mencakup (1)
mengidentifikasi tujuan pembelajaran (standar kompetensi), (2) melakukan analisis

42
pembelajaran, (3) menganalisis peserta didik dan konteks, (4) menulis tujuan
instruksional khusus (kompetensi dasar), (5) mengembangkan instrument asesmen,
(6) mengembangkan strategi pembelajaran, (7) mengembangkan dan menyeleksi
materi pembelajaran, (8) mendesain dan melakukan evaluasi formatif, (9) melakukan
revisi, dan (10) mendesain dan melakukan evaluasi sumatif

6. Tugas
Lakukan langkah-langkah berikut:
a. Bukalah KMA 165 tahun 2014
b. Kemudian cari KI-KI kelas X Semeseter 1
c. Analisislah hal-hal berikut:
c.1. materi pembelajaran bahasa Arab
c.2. jelaskan komponen bahasa Arab
c.3. jelaskan keterampilan bahasa Arab
c.4. kembangkan materi ajar pembelajaran bahasa Arabnya

7. Tes Formatif
Jawablah pertanyaan berikut!
1) Apa yang dimaksud dengan materi pembelajaran bahasa Arab !
2) Jelaskan komponen bahasa Arab !
3) Jelaskan keterampilan bahasa Arab !
4) Bagaimana mengembangkan materi ajar pembelajaran bahasa Arab!
5) Sebutkan dan jelaskan prinsip-prinsip dalam pemilihan materi pembelajaran

43
‫‪6) Thu’aimah dan al-Naqah mengatakan bahwa bahan ajar yang baik adalah bahan‬‬
‫‪ajar yang mengarahkan kompetensi bahasa siswa kepada kompetensi‬‬
‫‪komunikatif sesuai dengan kondisi‬‬
‫‪ )7‬ما معنى "املعلم أخد السوائص السئِظُت في العمل التربىي"‬
‫‪ )8‬ما املساد بـ"الاججاه هدى الخيامل" !‬
‫‪ )9‬مً وظائف اللغت الخعبحر عً ْلافياز والعىاػف والاهفعاالث‪ ،‬جصسٍف‬
‫شؤون املجخمع إلاوظاوي ‪ ،‬بُنها!‬
‫‪ )11‬مً أهداف جدزَع اللغت العسبُت‪ :‬الىفاًت اللغىٍت‪ ،‬الىفاًت الاجصالُت‬
‫والىفاًت الثلافُت‪ ،‬بُنها!‬
‫‪ )11‬اذهس وبحن أشياٌ املادة الدزاطُت!‬
‫‪ )11‬اذهس وبحن أهىاع املادة الدزاطُت !‬
‫‪ )31‬بين مواصفاث املواد التدريسيت !‬
‫‪ )31‬بين كيفيت اختياراملادة الدراسيت !‬
‫‪ )15‬بين كيفيت جنظيم املحتوى !‬
‫‪ )16‬بحن معاًحر جىظُم املخخىي حشمل !‬

‫‪44‬‬
KB3.
PENGEMBANGAN MEDIA DAN STRATEGI
PEMBELAJARAN BAHASA ARAB

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Menjelaskan dan memaparkan Media Pembelajaran Bahasa Arab dan Strategi
Pembelajaran Bahasa Arab

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu:
a. Menjelaskan pengertian Media dan Macam-Macamnya
b. Menjelaskan media sebagai Alat Bantu Pembelajaran Bahasa Arab
c. Memilih media yang Tepat dalam Pembelajaran Bahasa Arab
d. Menjelaskan Pengembangan dan Pemanfaatan Media Sumber Pembelajaran
Bahasa Arab
e. Konsep Strategi Pembelajaran
f. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran Bahasa Arab
g. Pertimbangan Pemilihan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab
h. Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran dalam Konteks Standar
Proses Pendidikan Nasional

3. Pokok-Pokok Materi
Materi pokok buku ini meliputi:
a. Definisi Media Pembelajaran
b. Media sebagai Alat Bantu Pembelajaran Bahasa Arab
c. Media yang Tepat dalam Pembelajaran Bahasa Arab
d. Pengembangan dan Pemanfaatan Media Sumber Pembelajaran Bahasa Arab
e. Konsep Strategi Pembelajaran
f. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran Bahasa Arab
g. Pertimbangan Pemilihan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab
h. Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran dalam Konteks Standar
Proses Pendidikan Nasional

4. Uraian Materi
Dalam KB 3 ini akan dijabarkan mengenai pengertian media dan macam-
macamnya, media sebagai alat bantu pembelajaran bahasa Arab, media yang tepat
dalam pembelajaran bahasa arab dan pengembangan dan pemanfaatan media sumber
pembelajaran bahasa Arab, konsep strategi pembelajaran, jenis-jenis strategi

45
pembelajaran bahasa arab, pertimbangan pemilihan strategi pembelajaran bahasa
arab dan prinsip-prinsip penggunaan strategi pembelajaran dalam konteks standar
proses pendidikan nasional. Jabarannya akan dipaparkan sebagai berikut:

4.a. Konsep Media Pembelajaran


Definisi Media Pembelajaran
Media berasal dari bahasa Latin ‘medius‛ yang maknanya adalah tengah,
perantara, atau pengantar. Dalam pembelajaran media dimaknai sebagai alat-alat
grafis, fotografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses dan menyusun
kembali informasi visual atau verbal. Media juga didefinisikan sebagai segala
sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemauan siswa, sehingga dapat mendorong terlibat dalam proses
pembelajaran (Hermawan 2011: 223).
Rossi dan Briedle sebagamana dikutip Sanjaya mengemukakan bahwa media
pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah dll, bahkan televisi
dan radio kalau digunakan dan diprogram untuk pendidikan maka akan berubah
fungsi menjadi media pembelajaran. Media juga sebetulnya bukan hanya alat atau
bahan, lebih dari itu hal-hal yang memungkinkan peserta didik mendapatkan
pengetahuan bisa dikategorikan sebagai media pembelajaran sebagaimana Gerlach
dan Ely mengemukakan ‚a medium, conceived is any person, material or event that
establishs condition which enable the learner to acquire knowledge, skill, and
attitude‛.
Jadi media sesungguhnya merupakan segala bentuk benda yang digunakan
untuk menyalurkan pesan antara guru dan murid dalam rangka merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan kemauan peserta didik bisa berupa hard dan berupa soft.
Bahkan juga segala hal yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan.
Bahkan pengalaman belajar itu akan menentukan keberhasilan pembelajaran.
Semakin konkret media semakin besar kemungkinan memberhasilkan pembelajaran
sebagaimna yang ada dalam kerucut pengalaman belajar Edgar Dale. Dimana porsi
yang paling tinggi adalah pengalaman langsung, kemudian pengalaman melalui
benda tiruan, pengalaman melalui drama, demontrasi, karyawisata, televisi, film,
radio, visual, lambing visual dan baru terakhir verbal. Meski yang terakhir adalah
yang paling sering digunakan dalam pembelajaran konvensional namun melihat
kebermaknaan pembelajaran sangat lemah. Berikut adalah bagan kerucut
pengalaman Edgar Dale (Sanjaya 2010: 166):

46
ABSTRAK
KK

Verba
l

Lambang

Visual

Radio

Film

Televisi

KONKRET Karyawisata

Demontrasi

Pengalaman Melalui Drama

Pengalaman Melalui Benda Tiruan

Pengalaman Langsung

Kerucut Pengalaman Edgar Dale

Kebermaknaan sebuah media akan dirasakan manakala media itu dapat


semakin konkret menggambarkan objek yang sedang dipelajari. Dalam pembelajaran
istima’ (menyimak), tentu yang paling bermakna manakala menggunakan media
penuturan asli dari mulut manusia minimal guru (jika gurunya fasih dalam berbahasa
Arab lisan) dan alangkah lebih ideal jika menggunakan penutur orang arab secara
real dalam percakapan. Keberadaan mahasiswa atau dosen yang asli Arab itu penting
untuk dijadikan sebagai media pembelajaran bahasa Arab.

Media sebagai Alat Bantu Pembelajaran Bahasa Arab


Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa media dibagi menjadi media
sebagai sumber belajar dan alat bantu pembelajaran. Sebagai sumber pembelajaran
pasti media itu mengandung pesan atau isi pembelajaran. Sementara media sebagai
alat bantu pembelajaran kebalikannya, di dalamnya tidak terdapat pesan atau isi atau
bahan pembelajaran, akan tetapi perannya sangat urgen dalam membantu

47
memaksimalkan proses pembelajaran. Dalam mempelajari kuman dalam bidang studi
IPA (Ibrahim dan Syaodih 2010: 122), microscop merupakan alat bantu
pembelajaran yang sangat urgen. Dalam kelas kita pun sering menggunakan spidol,
penghapus, penggaris dls itu semua merupakan media yang berfungsi sebagai alat
bantu pembelajaran.
Jenis alat bantu pembelajaran menurut Ibrahim dan Nana, alat bantu
pembelajaran dapat dibagi dua; pertama, alat bantu pembelajaran yang berifat umum
untuk semua mata pelajaran missal white board, sipdol, penggaris, OHP, LCD
projector. Kedua, yang bersifat khusus untuk pelajaran tertentu misal perangkat lab
bahasa Arab hanya untuk bahasa Arab, jangka hanya untuk matematika, mikrosop
hanya untuk IPA, pakaian kaos hanya dipergunakan pada materi pelajaran kesenian
menggambar, bola hanya untuk materi olah raga dsb. Dan selain itu bisa dibagi pula
menjadi alat bantu pembelajaran klasikal semisal white board, spidol, penghapus dll,
dan yang individual seperti pensil, kuas, mikrosop dls (Ibrahim dan Syaodih 2010:
123).
Apapun pembagian media sebagai alat bantu yang dimaksud media ini adalah
segala yang bisa mempertajam pembelajaran namun di dalamnya tidak ada pesan
atau isi materi pembelajaran dan jenisnya akan terus berkembang seiring dengan
perkembangan media pembelajaran baik soft maupun hard.

Media yang Tepat dalam Pembelajaran Bahasa Arab


Achsin sebagaimana dikutip oleh Acep mengemukakan bahwa media menurut
frekuensi penggunaan dan kemudahan pengadaannya sebagai berikut (Hermawan
2011: 226): (1) bahasa (medium of instruction), (2) berbagai jenis papan: papan tulis,
papan tempel/pengumuman, papan planel, papan kantong dan sebagainya, (3)
gambar-gambar: stick figures, terbitan berkala, fotografi dan sebagainya, (4)
bahan/media cetak (printed material): buku teks, terbitan berkala, lembaran lepas
dls, (5) media proyeksi: projector slides, projector film strip, OHP, LCD dls, (6)
media elektronik seperti tape recorder, televisi, video tape, laboratrium bahasa dls.
Sebagaimana dikutip oleh Ibrahim dan Nana Brets membentuk klasifikasi media
berdasar pada suara (audio), bentuk (visual) dan gerak (motion) menjadi kelompok
media sebagai berikut (Ibrahim dan Syaodih 2010: 114):
a. Media audio-motion-visual seperti televisi, film, rekaman video dll
b. Media audio still-visual seperti film strip bersuara, slide bersuara, rekaman
televisi, dengan gambar tak bergerak dls,
c. Media audio-semi-motion contohnya papan tulis jarak jauh atau teleblackboard
d. Media still visual seperti film strip dan slide tanpa suara
e. Media audio seperti radio, telpon dan audio-tape.

48
f. Media cetak seperti buku, modul dan pamplet.
Oleh kerenanya Ibrahim dan Nana mengkalsifikasikan media kepada tiga
jenis berdasar pada bentuk media tersebut yaitu media cetak, media elektronik dan
media nyata. Ada juga yang mengkalsifikasikan media menjadi audio, visual dan
audio visual saja sebagaimana yang telah disebutkan di sub bab sebelumnya karena
melihat media berdasar pada sifat media ketika ditangkap oleh indra.
Sesungguhnya kesemua jenis media masing-masing ada kelebihan dan
kekurangan, tidak ada media yang sempurna, tidak ada media yang lebih baik secara
mutlak dibanding dengan yang lainnya. Yang ada hanyalah media yang cocok untuk
bidang tertentu namun kurang cocok untuk bidang yang lainnya. Dalam bahasa Arab
semua media sangat cocok, namun media audio mungkin lebih tepat digunakan
untuk pembelajaran menyimak (istima’), visual lebih tepat digunakan untuk
membelajarkan kemampuan membaca (qira’ah), sementara untuk kemahiran
berbicara (al-kalam) dan kemahitan menulis (al-kitabah) media audio visual lebih
bermanfaat jika digunakan. Sementara tatkala membelajarkan komponen bahasa;
bunyi, kosakata, gramatika dan makna bisa menggunakan audio, vidual bahkan lebih
baik lagi jika menggunakan audio visual.
Factor-faktor yang mempengaruhi prioritas penggunaan media adalah sebagai
berikut (Harjanto 1997: 238):
a. Relevansi pengadaan media pembelajaran
b. Kelayakan pengadaan media pembelajaran
c. Kemudahan pengadaan media pembelajaran
Jabaran ketiga faktor pemilihan prioritas media pembelajaran adalah sebagai
berikut (Harjanto 1997: 238-239):
1. Tujuan pembelajaran: media harus menunjang tercapainya tujuan pembelajaran
2. Keterpaduan (validitas): media harus tepat memahamkan materi pembelajaran
atau kompetensi pemnbelajaran
3. Keadaan peserta didik: daya pikir dan daya serap peserta didik perlu
dipertimbangkan dalam penentuan media pembelajaran
4. Ketersediaan: apakah media tersebut ada di sekolah dan pembuatannya mudah
dilakukan
5. Mutu teknis: media harus memiliki kejelasan dan kualitas yang baik.
6. Biaya: apakah biaya yang dikeluarkan seimabng dengan hasil yang dicapai
melalui media tersebut.
Keberadaan media harus benar-benar berdayaguna untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang diharapkan. Kemudahan dan faktor biaya pun menjadi
pertimbangan utama dalam penentuan media pembelajaran.

49
Pengembangan dan Pemanfaatan Media Sumber Pembelajaran Bahasa Arab
Bahasa adalah alat komunikasi antara sseseorang dengan orang lainnya untuk
menyampaikan maksud dan idenya.. Al-Khuli sebagaimana dikutip oleh Acep
mengemukakan membelajarkan kemahiran bahasa harus berurutan mulai dari
menyimak kemudian bercakap, membaca dan terakhir menulis. Penggunaan media
sangat penting dilakukan terutama media elektrik, karena media langsung agak sulit
dilakukan dengan cara menghadirkan orang arab langsung. Berikut adalah media
yang bisa dijadikan alat bantu dan sumber belajar bahasa Arab (Hermawan 2011:
227-256):
1. Media audio: radio transistor (seperti yang dilakukan oleh BBC, VOA, Radio
Autralia, dan Radio Kairo telah digunakan sebagai pembelajaran bahasa asing.
Selain radio transistor adalah tape recorder yang bisa digunakan untuk latihan
mendengar dan mengulang, efektif untuk pengembangan latihan percakapan dan
dialog, merekam percakapan untuk dinilai, melatih pemahaman menyimak
(fahm al-masmu’) dan bisa digunakan untuk media dikte.
2. Media visual: pertama, papan tulis baik yang hitam maupun yang putih, seiring
dengan perkembangan zaman, di tempat-tempat yang semakin maju sudah
meninggalkan papan tulis dan beralih ke papan tulis putih yang menggunakan
spidol, di sekolah dan lembaga-lembaga yang lebih maju bahkan lebis sering
menggunakan papan elektronik. Kedua, OHP (Overhead Projector). Ketiga,
stick figure adalah gambar tangan yang dibuat oleh guru sewaktu memberikan
materi pembelajaran atau yang telah disiapkan sebelumnya. Contohnya adalah
sebagai berikut:

Gambar stick figure

how-to-draw-funny-cartoons.com
Keempat, strip story (kepingan kertas) merupakan kepingan-kepingan kertas
yang menampilkan pesan yang mudah dibaca dan difahami oleh peserta didik.
Kelima, papan kantong, papan yang digunakan untuk menempel kantong-
kantong kertas kecil yang bisa diisi dengan kertas yang bertuliskan kata atau
kalimat. Papan yang kira-kira sebasar ubin ditempeli beberapa kantong kertas
sesuai kebutuhan. Kemudian peserta didik diberi penggalan-penggalan tulisan di
kertas berupa kata-kata atau kalimat bahkan bisa juga paragraf. Pada tahap
selanjutnya peserta didik harus memasukan kertas itu ke dalam kantong kertas
berdasarkan urutan kalimat, paragraf bahkan satu cerita lengkap ke dalam

50
kantong yang sudah ditempel rapi di papan. Dari situ akan kelihatan mana yang
betul dan mana yang kurang.
Keenam, flash cards (kartu pengingat) adalah kartu-kartu yang ditempelkan
dipapan dan diberi waktu kepada siswa untuk mengingat-kata-kata yang ada
dalam kartu itu secara berurutan. Biasanya materi yang biasa menggunakan
media ini adalah alat-alat rumah tangga, binatang, buah-buahan, pakaian dan
anggota keluarga dan latihan yang bisa dilakukan adalah mengenai bentuk kata
benda (tunggal, dual dan jamak), mudzakar maupun muannats, huruf jar
(preposisi) yang tepat untuk suatu kalimat. Tugas guru adalah menunjukkan
kartu tadi dan menyiapkan perintah untuk peserta didik lakukan. Misal sebutkan
arti kata-katanya secara berurutan, menentukan mana yang mutsanna, merubah
kalimat berita menjadi kalimat Tanya, atau membuat kalimat berdasar gambar.
Bisa juga flash card ini menggunakan slide power point yang telah disiapkan
oleh guru dan penyimpanannya akan lebih praktis dilakukan.
3. Media Audio-Visual; pertama, laboratorium bahasa multimedia yaitu
seperangkat elektronik audio video yang terdiri atas instructor console sebagai
mesin utama, dilengkapi dengan repeater language learning machine, tape
recorder, DVD Player, video monitor, hadset dan student booth yang dipasang
dalam satu ruang kedap suara; biasanya menggunakan AC. Teknik
pemanpaatannya digunakan untuk menyimak (istimậ’) yang diintegrasikan
dengan kemahiran bahasa lainnya, kaset audio, VCD/DVD Player, dubbing
(sulih suara), dan computer multimedia. Kedua, LCD Projector adalah singkatan
dari liquid crystal display adalah jenis video untuk menampilkan gambar atau
data computer pada layar atau permukaan datar lainnya, namun kelemahannya
dengan media ini audionya perlu menggunakan alat lain yang mestinya
disandingkan bersamaan supaya tampilan yang menarik bisa didukung oleh
suara yang memadai.
Ketiga, internet, terdiri dari dua kata ‘inter’ yang artinya antara atau diantara
dan ‘net’ artinya jala, rajut-rambut, jaringan dan keuntungan. Jadi internet
sebetulnya adalah jaringan antar computer di seluruh dunia yang dihubungkan
dengan media telepon atau satelit yang bisa digunakan untuk menjalin
komunikasi tanpa batas baik waktu maupun ruang. Pemanfaatan internet dalam
pembelajaran bahasa Arab bisa dilakukan untuk meningkatkan keterampilan
berbahasa, meningkatkan kemampuan penterjemahan. Keempat, TV arab,
chanel tv yang berasal dari Negara Arab yang bisa diakses melalui tv kabel atau
parabola semakin canggih parabola semakin banyak chanel berbahasa Arab bisa
diakses. Bahkan dalam parabola sederhana yang kini sudah menjamur di
pedesaan sekalipun sudah mampu mengkases chanel berbahasa Arab missal

51
‫قىاط املىار‬,
ini berguna dalam melatih istima’, memahami budaya arab,
memperbanyak uslub bahasa dls.

4.b. Konsep Strategi Pembelajaran


Beberapa istilah berkaitan dengan strategi pembelajaran diantaranya
pendekatan, model, strategi, metode, teknik dan taktik. Berikut adalah perinciannya:
1. Pendekatan
Pendekatan menurut Sagala adalah jalan yang akan ditempuh oleh guru dan
siswa dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional
tertentu. Pendekatan pembelajaran berguna untuk mempermudah guru memberikan
pelayanan pembelajaran dan bagi siswa agar bisa memahami pelajaran dengan
mudah dan memelihara situasi yang menyenangkan (Sagala 2001: 68). Menurut
effendi pendekatan ialah seperangkat asumsi berkenaan dengan hakikat bahasa dan
hakikat pembelajaraan bahasa (Effendi 2009: 8). Jika diakitkan dengan pembelajaran
secara umum maka pendekatan dimaknai sebagai seperangkat asumsi berkenaan
dengan hakikat pembelajaran dalam bahasa Arab berkaitan dengan hakikat bahasa
Arab itu sendiri.
Menurut Sajaya, pendekatan (approach) adalah titik tolak atau sudut pandang
kita terhadap proses pembelajaran. Ia bersifat umum, setiap strategi dan metode
pasti merujuk pada pendekatan yang dipilih. Ia mengutip pendapat Roy Killen
bahwa pendekatan itu ada dua yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-
centred approach) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred
approach) (Sanjaya 2010: 127). Jadi pendekatan merupakan sudut pandang guru
dalam melihat pembelajaran secara utuh dan sudah menjadi keyakinannya dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran.
2. Model Pembelajaran
Junaedi dkk mengutip beberapa definisi model, diantaranya pertama, Arends (1997);
"The term teaching model refers to a particular approach to instruction that includes its
goals, syntax, environment, and management system." (Junaedi dkk 2008: 10) lstilah model
pengajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya,
sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya, sehingga model pembelajaran
mempunyai makna yang lebih luas daripada pendekatan, strategi, metode atau prosedur.
Kedua, model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam
tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya
buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain (Joyce, 1992 ). Selanjutnya Joyce
menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarah pada desain pembelajaran untuk
membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Ketiga,

52
Soekamto, dkk (dalam Nurulwati, 2000) mengemukakan maksud dari model pembelajaran
adalah: "Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan
berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan aktivitas belajar mengajar." Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh
Eggen dan Kauchak bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah bagi guru
untuk mengajar dengan baik.
Selain definisi di atas model pembelajaran dimaknai sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan
pembelajaran. Model dapat difahami sebagai: (a) suatu tipe atau desain, (b) suatu
deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu
yang tidak dapat langsung diamati, (c) suatu sistem asumsi-asumsi, data-data,
inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan obyek atau peristiwa secara
sistematis, (d) suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu
terjemahan realitas yang disederhanakan, (e) suatu sistem yang mungkin atau
imajiner, dan (f) penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan
sifat bentuk aslinya (Sagala 2001).
Model dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya karena model
sesungguhnya bukan realitas itu sendiri. Ia ibarat miniatur dari suatu realita. Maka
Sagala menyimpulkan bahwa model mengajar dideskripsikan sebagai kerangka
konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pembelajaran bagi guru
ketika melaksanakan aktivitas pembelajaran (Sagala 2001: 176).

3. Strategi Pembelajaran
Strategi sebagaimana dikutip Sanjaya dari J. R. David adalah a plan, method,
or series of activities designed to achieves a particular educational goals. Merupakan
sebuah rencana, metode, rangkain aktivitas yang dirancang untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Ada dua hal penting dari definisi ini yang perlu dicermati,
bahwa strategi adalah rencana tindakan dan disusun untuk mencapai tujuan tertentu
(Sanjaya 2010: 126). Mengutip pendapat yang lain di antaranya Kemp yang
menjeaskan bahwa strategi adalah sutau kegiatan pembelajaran yang harus
dilakukan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efisien dan
efektif. Dan menurut Dick and Carey, strategi adalah satu set materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk dapat menimbulkan hasil
belajar pada siswa (Sanjaya 2010: 126). Jadi yang paling inti dalam strategi adalah

53
adanya prosedur untuk mencapai tujuan pembelajaran. Atau dengan kata lain
strategi adalah rencana jitu untuk mencapai apa yang diinginkan..
Pendapat Syaiful dan Aswan, strategi dimaknai sebagai sutau garis-garis besar
haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Ketika
dikaitkan dengan pembelajaran maka strategi pembelajaran dimaknai sebagai pola-
pola umum kegiatan guru anak didik dalam perwujuan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan yang telah digariskan (Djamarah dan Zain 2010: 5).
Jadi strategi pembelajaran merupakan sebuah perencanaan yang sistematis yang
dilakukan oleh guru dan masih merupakan rencana garis besar untuk mencapai
tujuan pendidikan atau pembelajaran tertentu. Jika materi pembelajarannya bahasa
Arab maka strategi pembelajaran bahasa Arab adalah perencanaan yang sistematis
yang dilakukan oleh guru dan masih merupakan rencana garis besar untuk mencapai
tujuan pembelajaran bahasa Arab.
Syaiful dan Aswan mengemukakan empat strategi dasar strategi pembelajaran
(Djamarah dan Zain 2010: 5) yaitu sebagai berikut:
a) Spesifikasi dan perubahan tingkah laku yang diharapkan sebagai hasil
pembelajaran. Sasaran atau tujuan pembelajaran tersebut harus jelas dan
terarah dengan cara perumasannya dilakukan dengan jelas dan konkret.
Tentunya menggunakan kata kerja operasional.
b) Memilih pendekatan pembelajaran yang efektif dan tepat sasaran. Pendekatan
dimaknai sebagai cara pandang guru mengenai suatu persoalan, konsep,
pengertian dan teori untuk memcahkan suatu masalah dan hasilnya pun akan
berbeda. Teori asosiasi dan problem solving berbeda dalam memahami esensi
belajar. Teknik diskusi dan menghafal akan menghasilkan hasil belajar yang
berbeda, pun jika menggunakan teknik kombinasi dari keduanya.
c) Memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik pembelajaran yang
efektif dan tepat sasaran. Jika tujuannya agar memotivasi siswa agar
menerapkan pengetahuan dan pengalamannya dalam memecahkan masalah
akan berbeda dengan tujuan untuk berfikir bebas dan berani mengemukakan
pendapatnya sendiri. Dalam bahasa Arab, tujuan pembelajaran untuk bisa
berbicara dengan bahasa Arab ketika seorang TKI bekerja di Saudi Arabia akan
berbeda dengan tujuan belajar bahasa Arab calon diplomat agar bisa ditugaskan
di Negara-negara Arab dalam hal pemilihan dan penetapan prosedur, metode
dan teknik pembelajaran.
d) Menetapakn norma atau kriteria atau indikator keberhasilan pembelajaran agar
bisa menjadi standar keberhasilan guru dalam melakukan kegiatan
pembelajaran. Evaluasi lah yang merupakan pengejwanatahan untuk
menentukan berhasil atau tidaknya peserta didik dalam belajar. Tentu evaluasi

54
dilakukan secara relevan, objective, refresentatif, holistik (kognitif, afektif dan
psikomotorik) mengacu kepada tujuan,berkelanjutan, didaktis dan terbuka
(Sopyan dan Raswan: 14).

4. Metode Pembelajaran
Menurut Pupuh (2007) sebagaimana metode secara harfiah berarti cara. Dalam
pemakaian yang umum, metode diartikan sebagai suatu cara atau prosedur yang dipakai
untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, metode
didefinisikan sebagai cara-cara menyajikan bahan pelajaran pada peserta didik untuk
tercapainya tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian, salah satu keterampilan yang harus
dimiliki oleh seorang guru dalam pembelajaran adalah keterampilan memilih motode
(Junaedi 2008: 11). Termasuk di dalamnya juga adalah kemampuan menggunakan
metode agar bisa mengoptimalkan kelebihannya dan bisa meminimalisir bahkan sampai
menghilangkan kelemahan metode tersebut.
Metode adalah rencana menyeluruh penyajian bahasa secara sistematis
berdasarkan pendekatan yang ditentukan. Ia bersifat procedural (Effendi 2009: 8).
Sanjaya menyampaikan bahwa metode adalah upaya yang dilakukan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan
yang telah disusun tercapai secara optimal, ia merupakan implementasi dari strategi.
Dengan bahasa lain jika strategi a plan of operation achieving maka metode
merupakan a wan in achieving something artinya tatkala strategi merupakan
perencanaan untuk mencapai sesuatu maka metode merupakan cara untuk
melaksanakan strategi tersebut. Jadi satu strategi bisa menggunakan banyak ragam
metode (Sanjaya 2010: 126-127).
Macam-macam metode pembelajaran terdiri dari; metode proyek, eksperimen,
tugas dan resitasi, diskusi, Tanya jawab, latihan, ceramah sosiodrama, demontrasi,
problem solving, karyawisata. Metode-metode tersebut biasa digunakan untuk
materi pelajaran social dan bukan untuk pembelajaran bahasa. Dalam praktiknya
metode-metode ini dipakai dalam pembelajaran secara kombinasi, diantaranya (1)
ceramah, tanya jawab dan tugas, (2) ceramah, diskusi dan tugas, (3) ceramah
demonstrasi dan eksperimen, (4) ceramah, sosiodrama dan diskusi, (5) ceramah,
problem solving dan tugas (6) ceramah, demonstrasi dan latihan (Djamarah dan Zain
2010: 82-104), dan tentunya bisa dikembangkan lagi menjadi banyak ragam
kombinasi. Karena itu guru harus memahami semua metode. Dan guru yang tahu
metode selalu menggunakan ragam metode. Sebaliknya guru yang hanya
menggunakan satu metode berarti tidak tahu dan paham aadanya keragaman metode.
Metode dalam pembelajaran bahasa Arab, selain metode yang umum di atas ada
metode pembelajaran khusus bahasa Arab misal metode terjemah dan gramatika

55
(‫)طريقة القواعد والترجمة‬, metode langsung(‫)الطريقة املباشرة‬, metode dengar
bicara (‫)الطريقة السمعية الشفوية‬, metode ekelktik (‫التوليفية‬/‫)طريقة الاهتقائية‬,
metode sugestopedia dls. Metode-metode ini pun bisa diintegrasikan dalam
pembelajaran bahasa Arab, digabung beberapa metode digabung kembali dengan
metode-metode pembelajaran umum sebagaimana telah disebutkan.

5. Teknik Pembelajaran
Teknik adalah kegiatan spesisifik yang diimplementasikan dalam kelas, selaras
dengan metode dan pendekatan yang dipilih. Sifatnya operasional (Effendy 2009: 8).
Teknik menurut sanjaya merupakan penjabaran dari metode pembelajaran, teknik
adalah cara yang dilakukan sesorang dalam rangka mengimplementasikan metode.
Teknik menurut Junaidi dkk adalah cara yang dilakukan orang dalam rangka
mengimplementasikan suatu metode, yaitu cara yang harus dilakukan agar metode yang
dilakukan berjalan efektif dan efisien. Dengan demikian, sebelum seseorang melakukan
proses ceramah sebaiknya memperhatikan kondisi dan situasi (Junaedi 2008: 11). Misal
bagaimana agar metode ceramah berhasil, efektif dan efisien? Maka guru harus
memperhatikan situasi yang dihadapinya. Ceramah dengan jumlah siswa 20 berbeda
dengan ketika berjumlah 30, ceramah dalam kondisi siang hari berbeda dengan
kondisi pagi hari, ceramah dalam ruangan AC dan tidak ber-AC berbeda dls (Sanjaya
2010: 127). Maka satu metode akan diimplementasikan dengan beragam teknik
disesuaikan dengan situasi dan kondisi pembelajaran yang berlangsung.

6. Taktik
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode
tertentu. Taktik sifatnya lebih individual, misalnya ada dua orang sama-sama
menggunakan metode ceramah dalam situasi dan kondisi yang sama persis, sudah
pasti cara yang mereka lakukan akan berbeda misal dengan ilustrasi gaya bahasa
yang digunakan akan berbeda (Sanjaya 2010: 127-128 dan Junaedi 2008: 11) sesuai
dengan karakter masing-masing guna memahamkan materi pelajaran dengan mudah.
Jika teknik berkaitan dengan situasi dan kondisi di luar guru maka taktik adalah
berkaitan dengan kepribadian dan karakter guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kedudukuan antara pendekatan, model, strategi,
metode teknik dan taktik dapat digambarkan seperti pada bagan berikut:

56
Pendekatan

Model

Strategi

Metode

Teknik

Taktik

Makna tanda panah adalah menunjukan keragaman; satu pendekatan bisa


menjadi beragam strategi, dari satu strategi bisa menjadi beberapa metode, satu
metode bisa menjadi beragam teknik, satu teknik bisa dilakukan dengan taktik
berbeda sesuai dengan kekhasan gaya seorang guru.

Jenis-jenis Strategi Pembelajaran Bahasa Arab


Ada beberapa jenis strategi pembelajaran yang bisa diterapkan dalam
pembelajaran bahasa Arab adalah sebagai berikut:
1. Ekspositori: guru menyajikan pelajaran secara lengkap, rapi dan sistematis.Ini
model pembelajaran berpusat pada guru dan guru menjadi sumber belajar
dominan.
2. Inkuiri:siswa menemukan dan mencari sendiri apa yang harus dipelajarinya dari
berbagai sumber. Model ini mengharuskan ketersediaan sumber belajar yang
memadai.
3. Berbasis masalah: belajar yang diawali dengan mengemukan sebuah masalah
untuk dipecahkan.Ini modelk PBL ( Problem Base Learning)
4. Peningkatan kemampuan berfikir
5. Kooperatif: belajar dengan bekerja kelompok, belajar bersama.‫التعلم التعاووى‬
6. Kontekstual: belajar dihubungkan dengan konteks nyata peserta didik
7. Afektif: belajar menekankan pencapaian suatu sikap dan nilai luhur yang
dijunjung tinggi
8. Strategi pembelajaran kelompok dan individual/grouped-individual learning
9. Strategi pembelajaran deduktif dan induktif (seperti pendekatan belajar
gramatika)
Menurut Gulo sebagaimana dikutip oleh Iskandarwassid dan Dadang, ‚seorang
pengajar professional tidak hanya berfikir tentang apa yang akan diajarkan dan
bagaimana materi diajarkan tetapi juga berfikir tentang siapa yang menerima
pelajaran, apa makna belajar bagi peserta didik dan kemampuan apa yang ada pada

57
peserta didik dalam mengikuti pembelajaran‛. Oleh karenanya penguasaan
mendalam terhadap strategi pembelajaran dalam mengajarkan bahasa Arab sangat
penting keberadaannya agar tujuan pembelajaran berhasil dengan cepat dan tepat.
Berikut adalah jenis strategi pembelajaran bahasa Arab (Iskandarwassid dan
Dadang Suhendar 2009: 25-33).
1. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Penekanan Komponen Program
Pembelajaran
Berdasarkan komponen program pembelajaran terdapat tiga macam strategi
pembelajaran, yaitu: pertama, strategi pembelajaran yang berpusat pada
pengajar/guru. Strategi ini adalah strategi yang paling tua dan disebut juga strategi
tradisional dimana mengajar dimaknai sebagai menyampaikan informasi kepada
peserta didik. Pengajar merupakan sumber informasi yang dominan. Guru aktif dan
mendominasi waktu, sementara siswa pasif. Nama lain strategi ini disebut dengan
teacher centra strategies. Teknik pembelajaran yang mungkin dilakukan adalah
ceramah, teknik team teaching, teknik sumbang saran, teknik demontrasi dan teknik
sumbang saran .
Kedua, strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centre
strategies) yang bertitik tolak pada pandangan bahwa mengajar merupakan usaha
untuk menciptakan sistem lingkungan yang mengoptimalkan kegiatan belajar.
Mengajar adalah mencipta susasna agar peserta didik dapat belajar dengan optimal,
yang menjadi pusat perhatian adalah peserta didik dan menitikberakan pada
kemampuan menemukan, memproses, memahami dan menggunakan informasi. Atau
menggunakan konsep EEK yaitu eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Peserta didik
dianggap sebagai subjek dan objek pendidikan, oleh karenanya ia dituntut aktif
dalam pembelajaran atas bimbingan dari pengajar. Peserta didik lebih diarhkan agar
dirinya dapat mengembangkan kemanusiaannya sebagai pribadi yang memiliki
kemampuan tertentu dan unik serta perlu dikembangkan (actualization). Peran
pengajar adalah fasilitator yang harus memahami potensi-potensi yang harus
dikembangkan dari peserta didik. Teknik penyajian yang bisa digunakan adalah
teknik inkuiri (inquiry), tekniK satuan pengajaran (unit teaching), teknik advokasi,
teknik diskusi, teknik kerja kelompok, teknik penemuan (discovery), teknik
eksperimen, teknik kerja lapangan, teknik sosiodrama, teknik nondirektif dan teknik
penyajian kasus.
Dan ketiga strategi pembelajaran yang berpusat pada materi pembelajaran
(Material center strategies). Materi dibedakan antara metro formal dan non-formal.
Formal itu yang bersumber dari teks-teks buku sumber resmi di sekolah dan non-
formal adalah berupa sumber dari lingkungan. Materi non-formal digunakan agar
pembelajaran menjadi kontekstual bukan tekstual. Material center strategies

58
kemunculannya disebabkan oleh pendapat yang mengatakan bahwa belajar adalah
usaha untuk memperoleh dan menguasai informasi. Sebagaimana Gulo yang dikutip
Iskandarwassid dan Dadang mengemukakan bahwa ciri strategi ini ada dua: pertama,
mengedepankan kognitif dibanding afektif dan psikomotorik. Dan kedua materi
yang disampaikan di kelas dan di buku teks akan semakin usang dengan pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.Kecuali terkait dengan bahasa Arab
baku yang ada di dalam kitab suci. Materi pada tahap selanjutnya hanya sebagai
masukan dalam proses pembelajaran.
Strategi ini diilhami oleh perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta
globalisasi yang menjadikan guru bukanlah satu-satunya sumber belajar dan sekolah
tidak mungkin menjadi satu-satunya sumber informasi karena sangat banyak sumber
lain seperti media cetak, elektronik bahkan internet. Teknik penyajian dengan
strategi ini di antaranya dapat dilakukan dengan tutorial, modular, teknik pengajaran
terpadu (antar disiplin), teknik secara kasuistik, teknik kerja lapangan, teknik
eksperimen dan teknik demonstrasi.

2. Staregi Pembelajaran Berdasarkan Kegiatan Pengolahan Pesan dan Materi


Berdasarkan pengolahan pesan dan meteri strategi pembelajaran terdiri dari
staregi pembelajaran ekspositoris dan strategi pembelajaran heuristic atau
kurioristik. Pertama, starategi pembelajaran ekspositoris (SPE), dalam bahasa Arab
ekspositori bisa diterjemahkan ke dalam kata tafsĩrĩ (‫)التفسيري‬. Dalam bahasa Arab
dan dunia Islam sebetulnya istilah ini sudah lama kita kenal. Dan tentunya yang
mula-mula terbayangkan dalam pikiran kita adalah tafsir ayat-ayat al-Qur’an.
Biasanya setiap definisi itu selalu ada kaitan dengan makna bahasa suatu ungkapan,
bahkan 90% mendekati makna bahasa suatu ungkapan.
SPE adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa
dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Roy
Killen menaman SPE ini dengan istilah strategi pembelajaran langsung (direct
instruction). Dan bahkan ada yang menamakan strategi ini sebagai strategi ‚chalk
and talk‛ dikarenakan lebih menekankan kepada proses bertutur (Sanjaya 2010:
129). Strategi ini juga dimaknai sebagai strategi berbentuk penguraian baik berupa
bahan tertulis ataupun bahan lisan. Pengajar mengolah materi secara tuntas sebelum
disampaikan di depan kelas dan bertujuan agar materi pembelajaran sampai kepada
siswa. Guru lebih dominan siswa menjadi cenderung fasif dalam strategi ini. Teknik
penyajian pembelajaran yang bisa digunakan dalam SPE adalah teknik ceramah,
teknik diskusi, teknik interaksi masa, teknik antardisiplin, teknik simulasi, teknik
demontrasi, dan teknik team teaching (Iskandarwassid dan Suhendar 2009: 29-30).

59
Kedua, strategi pembelajaran heuristic atau kuriorstik, kebalikan ekspositoris
karena memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berperan dominan dalam
pembelajaran. Guru menyiapkan instruksi-instruksi yang membuat peserta didik
mencari dan menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan.
Pengajar berfungsi sebagai pengarah/pembimbing dimana peserta didik diarahkan
atas data-data dan diinstruksikan agar menyimpulkannya, jika kesimpulan benar
maka sudah selesai dan apabila belum maka guru lah yang bertugas meluruskan.
Teknik penyajian yang mungkin digunakan adalah inkuiri (inquiry), pemecahan
masalah (problem solving/‫)حل املشكالت‬, eksperimen (‫)التجربة‬, teknik penemuan
(‫)الكشف‬, teknik nondirektif, penyajian secara kasus (‫)دراسة حالة‬, dan teknik
penyajian kerja lapangan (‫( )التدريس امليداوي‬Iskandarwassid dan Suhendar 2009:
30).

3. Strategi Pembelajaran Berdasarkan Pengolahan Pesan atau Materi


Berdasarkan pengolahan pesan atau materi strategi pembelajaran dibagi
menjadi strategi deduktif (‫ )القياس ي‬dan induktif (‫( )الاستقرائي‬Iskandarwassid dan
Suhendar 2009: 31-32). Pertama, deduktif (‫ )القياس ي‬adalah yang menyajikan pesan
diolah mulai dari yang umum sampai kepada yang khusus, dari abtrak kepada yang
nyata, dari konsep-konsep yang abstrak ke konsep-konsep yang konkrit, dari premis
menjadi kesimpulan logis. Tahapan pembelajaran yaitu: 1) memilih pengetahuan
yang diajarkan, 2) memberikan pengatahuan dan 3) memberikan contoh-contoh
misal contoh jamak muannats salim adalah ،‫ املوظفون‬،‫ املؤمىون‬،‫املسلمون‬
‫ املوظفين‬،‫ املؤمىين‬،‫ املسلمين‬dls. Teknik penyajian yang menggunakan strategi ini
adalah teknik ceramah.
Kedua, induktif merupakan pengolahan pesan mulai dari yang khusus, dari
yang bersifat individual menuju generalisasi, dari pengalaman emprirs menuju
konsep yang bersifat umum. Langkah-langkah pembelajarannya adalah 1) memilih
memilih bagian pengetahuan, aturan umum, prinsip, konsep dst yang akan diajarkan,
2) memberikan contoh spsifik untuk dijadikan bagian penyusunan hipotesisi, 3)
membeberkan bukti-bukti untuk menguji hipotesis tadi, 4) menyimpulkan bukti-
bukti atau contoh-contoh. Dalam pembelajaran bahasa Arab bisa umpamanya
digunakan dalam mengjarkan idhafat (‫ )إضافة‬dan sifat-mawshuf (‫موصوف‬-‫)صفة‬
diberikan berbagai contoh sifat mawshuf, setelah contoh disajikan maka peserta
didik akan dapat memberikan kesimpulan sendiri apa itu idhafat dan apa itu shifat-
mawshuf dan perbedaan keduanya. Teknik yang bisa dilakukan dalam strategi ini
adalah teknik penemuan (discovery/‫)الاكتشاف‬, teknik satuan pengajaran (unit
teaching), teknik penyajian secara kasus dan teknik non-direktif.

60
4. Strategi pembelajaran berdasarkan cara memproses penemuan
Berdasarkan cara memproses penemuan dibedakan atas strategi pembelajaran
ekspositoris dan discovery (Iskandarwassid dan Suhendar 2009: 32-33). Pertama,
ekspositori sebagaimana sudah dijelaskan di atas bahwa yang dimaksud dengan
ekspositori atau penemuan adalah Strategi ini juga dimaknai sebagai strategi
berbentuk penguraian baik berupa bahan tertulis ataupun bahan lisan. Pengajar
mengolah materi secara tuntas sebelum disampaikan di depan kelas dan bertujuan
agar materi pembelajaran sampai kepada siswa sudah matang. Guru lebih dominan
siswa menjadi cenderung pasif dalam strategi ini. Teknik penyajian pembelajaran
yang bisa digunakan dalam Strategi Pembelajaran Ekspositori adalah teknik
ceramah, teknik diskusi, teknik interaksi masa, teknik antardisiplin, teknik simulasi,
teknik demontrasi, dan teknik team teaching (Iskandarwassid dan Suhendar 2009:
29-30).
Kedua, strategi pembelajaran penemuan/diskoveri (discovery/‫)الاكتشاف‬
sebagaimana pendapat Roestiyah bahwa strategi ini adalah proses mental peserta
didik yang mampu mengasimilasikan sebuah konsep atau prinsip. Proses mental
yang dimaksud adalah mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan,
menduga atau memperkirakan, menjelaskan, mengukur dan membuat kesimlpulan,
guru dalam hal ini sebagai pasilitator pembelajaran dan harus berusaha
meningkatkan aktifitas peserta didik dalam pembelajaran. Strategi ini dapat
membantu peserta didik dalam mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta
penguasaan keterampilan dalam proses kognitifnya, memperoleh pengetahuan yang
individual khas masing-masing peserta didik, membangkitkan kegairahan belajar,
berkembang sesuai kemampuan masing-masing, membuat motivasi peserta didik
semakin tinggi dan menambah peserta didik percaya diri.
Kelemahan strategi penemuan (discovery/‫ )الاكتشاف‬tidak cocok jika
kelasnya besar, syaratnya memberikan kesempatan berfikir kretif jika tidak maka
akan gagal, peserta didik harus benar-benar siap dalam pembelajaran serta
kemampuan daya fikir dan kreasi mereka sangat menentukan keberhasilan
pembelajaran. Diantara teknik yang bisa digunakan dalam strategi penemuan
(discovery/‫ )الاكتشاف‬adalah teknik discovery itu sendiri, teknik karyawisata,
teknik kerja lapangan, dan teknik nondirektif.

Pertimbangan Pemilihan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab


Dalam memilih strategi pembelajaran perlu mempertimbangkan hal-hal
sebagai berikut (Sanjaya 2011: 101):
A. Pemilihan strategi pembelajaran berdasar tujuan

61
1. Apakah tujuannya untuk ranah Kognitif, afektif, psikomotor?
2. Bagaimana kempleksitas materi pembelajarannya; cocok untuk tingkat
mana?
3. Apakah memerlukan keterampilan akademis?
B. Berdasar bahan/materi dan kompetensi pembelajaran
1. Bagaimana tingkatan kompleksitas kompetensi yang akan diajarkan apakah
tinggi, sedang ataukah rendah?
2. Apakah untuk mencapai kompetensi tersebut memerlukan keterampilan
akademis?
3. Apakah materi merupakan fakta, konsep, hukum atau teori tertentu?
4. Apakah diperlukan prasyarat tertentu?
5. Apakah tersedia buku sumber?
C. Berdasar peserta didik
1. Apakah sesuai dengan kematangan siswa?
2. Sesuai dengan minat, bakat dan kondisi siswa?
3. Sesuai dengan gaya belajar siswa?
D. Pertimbangan lain
1. Apakah mencapai tujuan cukup dengan satu strategi?
2. Apakah strategi yang ditetapkan merupakan satu-satunya yang dapat
digunakan?
3. Apakah strategi yang digunakan efektif dan efisien?
4. Bagaimana dukungan lembaga-lembaga masyarakat terhadap strategi yang
digunakan?
Pertanyaan di atas harus dituntaskan dijawab dalam rangka menentukan strategi
pembelajaran bahasa Arab yang tepat. Jika kompetensi berbeda maka akan
memunculkan strategi berbeda, tujuan berbeda akan mengakibatkan strategi
berbeda, jika peserta didik berbeda maka pasti akan menggunakan strategi lain
bahkan jika guru dan pendukung lain berbeda maka strategi yang akan dipakai pun
pasti berbeda.

Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran dalam Konteks Standar Proses


Pendidikan Nasional
Dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan kurikulum tingkat
satuan pendidikan (KTSP), pembelajaran diarahkan untuk mengetahui, memahami,
melakukakn, sesuatu, hidup dalam kebersamaan, dan mengaktualisasikan diri. Oleh
karena itu kegiatan pembelajaran harus mendukungnya dengan cara (Sanjaya 2011:
102-103) 1) harus berpusat pada peserta didik bukan pada guru (student centered
bukan teacher centered), 2) mengembangkan kreatifitas peserta didik, menciptakan

62
kondisi menyenangkan dan menantang, 3) mengintegrasikan nilai, etika, estetika,
logika, kinestetika dan 4) menyediakan pengalaman belajar yang beragam tentunya
dengan strategi yang beragam pula.
Killen (1998) sebagaimana dikutip oleh Sanjaya : ‚no teaching strategi is better
than others in all circumtance, so you have to be able to use a variety of teaching
strategies, and make rational decisiones about when each of the teaching strategies
is likely to most effective‛ bahwasannya guru harus mampu memahami strategi
yang tepat dengan bekal pemahamannya terhadap prinsif strategi pembelajaran.
Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran bahas Arab dalam konteks
standar proses pendidikan nasional adalah sebagai berikut:
1. Berorientasi pada tujuan; tujuan adalah poros pembelajaran. Apapun strategi
yang dipilih harus berupaya mencapai tujuan pembelajaran bahasa Arab. Jika
tujuannya adalah mampu menterjemah maka strategi yang digunakan adalah kea
rah mencapai kemampuan terjemah tersebut.
2. Aktivitas: belajar adalah aktifitas baik fisik maupun psikis. Aktifitas fisik itu
berupa gerakan-gerakan fisik, seperti kepala, kaki, tangan dan badan secara
keseluruhan. Sementara aktifitas non-fisik adalah berupa mental dengan berfikir
mengenai pembelajaran yang dilakukan. Pembelajaran akan berhasil jika siswa
bisa aktif dalam pembelajaran baik fisik maupun psikis.
3. Individualitas: pada dasarnya pembelajaran merupakan usaha mengembangkan
setiap individu siswa. Strategi yang digunakan harus mampu mengayomi
seluruh siswa yang diajar oleh guru. Oleh karenanya dalam prkateknya guru
selalu membutuhkan penelitian tindakan kelas (PTK). Guru jangan terkecoh
oleh hanya beberapa siswa saja yang mampu mencapai kompetensi yang
diajarkannya karena keberhasilan pembelajaran sesungguhnya ditentukan oleh
keseluruhan peserta didik. Guru dikatakan berhasil dalam pembelajaran
manakala hasil pembelajaran peserta didik seluruhnya mencapai tujuan yang
diharapkan. Keefektifan strategi itu diukur sebesar apa kemampuannya
mencapai tujuan pembelajara pada seluruh peserta didik.
4. Integritas: strategi pembelajaran yang pilih oleh guru harus mencapaikan
seluruh potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik harus dicapai oleh peserta didik secara bersamaan: ketika
menggunakan strategi inkuiri, guru berusaha agar siswa bisa menemukan sendiri
materi pembelajaran berupa kognitif dalam prosesnya siswa harus mengikuti
aturan dalam menemukan pengetahuan dengan saling berbagi dengan teman
manakala teman membutuhkan bantuan penjelasan atas hal-hal yang belum
difahami. Berani dan mau berusaha menemukan pengetahuan dilakukan dengan
jujur dan kerja keras.

63
Sementara prinsif pembelajaran kekinian sebagaimana yang tertuang dalam
Bab IV Pasal 19 PP NO. 19 tahun 2005 memiliki prinsif bahwa proses pembelajaran
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik berpartisipasi aktif, memberikan ruang khusus bagi prakarsa,
kreatifitas dan kemandirian sesuai bakat, minat, serta perkembangan pisik dan
psikologis peserta didik.
Prinsip khusus pengelolaan pembelajaran diatas adalah (Hamid dan
Bahrissalim 2012: 13-15):
1. Interaktif: biasanya terlihat dalam terjadinya dialog antar siswa, dialog antar
siswa dengan pendidik, dan penggunaan aneka media dan sumber belajar.
2. Inspiratif: ciri-cirinya adalah memancing rasa ingin tahu siswa, menimbulkan
banyak pertanyaan siswa dan memancing munculnya ide baru dari siswa.
3. Menyenangkan: suasana pembelajaran dimana siswa memusatkan perhatiannya
secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Rumusan
menyenangkan; bangkitnya minat, keterlibatan penuh dalam belajar, terciptanya
makna, pemahaman yang kuat akan materi, dan nilai yang membahagiakan
(Fachrurrozi dan Erta 2010: 226). Ciri lainnya adalah Susana hangat dalam
kelas, betah belajar dan suasana biasanya lebih informal.
4. Menantang: ciri-cirinya adalah mendorong kompetisi antar siswa, mendorong
siswa terlibat penuh dan membangkitkan gairah belajar siswa.
5. Motivasi: ciri-cirinya adalah mendorong siswa aktif mengemukakan pendapat,
aktif berbuat dan aktif mencari sumber belajar.
6. Prakarsa: ciri-cirinya adalah terbuka peluang mencari sendiri, melakukan sendiri
dan mengembangkan kerjasama dengan peserta didik lain
7. Tercipta ruang kretivitas: ciri-cirinya adalah terbuka peluang mencari model
baru yang dibuat, melakukan kegiatan sendiri membangun kerjasama baru
dengan peserta didik lain.
8. Tercipta ruang kemandirian sesuai dengan bakat: ciri-cirinya adalah terbuka
peluang mencari sesuai dengan bakat sendiri, melakukan sesuai bakat sendiri
dan membangun kerjasama dengan peserta didik lain atas kesamaan bakat
masing-masing.
9. Tercipta ruang kemandirian sesuai dengan minat : ciri-cirinya adalah terbuka
peluang mencari sesuai dengan minat sendiri, melakukan sesuai dengan minat
sendiri, dan membangun kerjasama dengan peserta didik lain sesuai dengan
minat sendiri.
10. Tercipta ruang kemandirian sesuai dengan perkembangan fisik : ciri-cirinya
terbuka peluang untuk mandiri sesuai dengan kemampuan fisik sendiri,

64
melakukan kegiatan dengan kemampuan fisik sendiri dan membangun kerjasama
dengan siswa lain yang memiliki kesamaan fisik.
11. Tercipta ruang kemandirian sesuai dengan perkembangan psikologis: ciri-cirinya
terbuka peluang untuk mandiri sesuai dengan cara berfikir sendiri, melakukan
kegiatan dengan cara berfikir sendiri dan membangun kerjasama dengan siswa
lain yang memiliki kesamaan cara berfikir.
12. Pendidik yang memberikan keteladanan: ciri-cirinya adalah datang tepat waktu,
berpenampilan rapi, berbicara dengan bahasa yang baik dan santun, demokratis,
peduli orang lain dan peduli kualitas.
Jika ke-12 prinsip benar-benar ada dan diterapkan dalam pembelajaran maka
sudah dapat dipastikan secara haqqul yakin pembelajaran bahasa Arab akan
mencapai target yang diharapkan.

5. Rangkuman
Media sesungguhnya merupakan segala bentuk benda yang digunakan untuk
menyalurkan pesan antara guru dan murid dalam rangka merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan kemauan peserta didik bisa berupa hard dan berupa soft.
Bahkan juga segala hal yang memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan.
Apapun pembagian media sebagai alat bantu yang dimaksud media ini adalah segala
yang bisa mempertajam pembelajaran namun di dalamnya tidak ada pesan atau isi
materi pembelajaran dan jenisnya akan terus berkembang seiring dengan
perkembangan media pembelajaran baik soft maupun hard. Keberadaan media harus
benar-benar berdayaguna untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
Kemudahan dan faktor biaya pun menjadi pertimbangan utama dalam penentuan
media pembelajaran. Penggunaan media sangat penting dilakukan terutama media
elektrik, karena media langsung agak sulit dilakukan dengan cara menghadirkan
orang arab langsung.
Strategi adalah rencana tindakan dan disusun untuk mencapai tujuan tertentu.
prinsip khusus pengelolaan pembelajaran interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, motivasi, prakarsa, tercipta ruang kretivitas, tercipta ruang kemandirian
sesuai dengan bakat, tercipta ruang kemandirian sesuai dengan minat, tercipta ruang
kemandirian sesuai dengan perkembangan fisik, tercipta ruang kemandirian sesuai
dengan perkembangan psikologis, dan pendidik yang memberikan keteladanan.

65
6. Tugas
Laksanakanlah kegiatan berikut dengan teman kelompok kamu!
a. Buatlah masing-masing satu media untuk setiap kelompok KD dari RPP yang
dibuat! (di K.13 satu RPP merupakan gabungan dari beberapa KD dan
otomatis gabungan dari beberapa komponen dan keterampilan bahasa Arab)
b. Buatlah langkah-langkah pembelajaran untuk satu RPP di no (a) di atas!

7. Tes Formatif
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
1) Jelaskan pengertian Media dan Macam-Macamnya yang anda pahami dan
ketahui!
2) Jelaskan media sebagai Alat Bantu Pembelajaran Bahasa Arab !
3) Bagaimana memilih media yang Tepat dalam Pembelajaran Bahasa Arab
4) Jelaskan bagaimana Pengembangan dan Pemanfaatan Media Sumber
Pembelajaran Bahasa Arab
5) Apa yang anda ketahui tentang Strategi Pembelajaran !
6) Sebutkan jenis Strategi Pembelajaran Bahasa Arab yang anda ketahui !
jelaskan !
7) Ada beberapa pertimbangan Pemilihan Strategi Pembelajaran Bahasa Arab
jelaskan!
8) Ada beberapa pinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran dalam
Konteks Standar Proses Pendidikan Nasional jelaskan masing-masing prinsip
tersebut !

66
KB.4
PENGEMBANGAN PENILAIAN PEMBELAJARAN
BAHASA ARAB

1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Memahami dan mengembangan penilaian pembelajaran bahasa Arab yang tepat

2. Subcapaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Subcapaian pembelajaran KB.4 ini adalah sebagai berikut:
a. Menjelaskan penilaian hasil belajar
b. Menjelaskan tujuan dan fungsi penilaian
c. Konsep Penilaian Autentik (‫)مفهىم الخلُُم ألاصُل‬
d. Tujuan penilaian Autentik
e. Teknik dan Instrumen Penilaian Autentik (‫)ألادواث للخلُُم ألاصُل‬
f. Menjelaskan Beberapa Pendekatan dalam Penilaian
g. Menjelaskan Pengembangan Tes (‫ )جطىٍش ادخباس‬sebagai Alat Penilaian
Bahasa Arab
h. Menjelaskan Pengembangan Tes Berdasarkan Cara Menskor
i. Menjelaskan Pengembangan TBA Menurut Responnya

3. Pokok-Pokok Materi
Pokok materi dalam KB4 ini adalah sebagai berikut:
a. Penilaian hasil belajar
b. Tujuan dan fungsi penilaian
c. Konsep Penilaian Autentik (‫)مفهىم الخلُُم ألاصُل‬
d. Tujuan penilaian Autentik
e. Teknik dan Instrumen Penilaian Autentik (‫)ألادواث للخلُُم ألاصُل‬
f. Beberapa Pendekatan dalam Penilaian
g. Pengembangan Tes (‫ )جطىٍش ادخباس‬sebagai Alat Penilaian Bahasa Arab
h. Pengembangan Tes Berdasarkan Cara Menskor
i. Pengembangan TBA Menurut Responnya

67
4. Uraian Materi
Dalam KB.4 ini akan diuraikan beberapa hal terkait dengan dengan
pengembangan penilaian bahasa arab yakni: penilaian hasil belajar, tujuan dan fungsi
penilaian, konsep penilaian autentik (‫)مفهىم الخلُُم ألاصُل‬, tujuan penilaian
autentik, teknik dan instrumen penilaian autentik (‫)ألادواث للخلُُم ألاصُل‬,
beberapa pendekatan dalam penilaian, pengembangan tes (‫ )جطىٍش ادخباس‬sebagai
alat penilaian bahasa arab, pengembangan tes berdasarkan cara menskor,
pengembangan tba menurut responnya dan langkah-langkah pengembangan
penilaian dalam pembelajaran bahasa arab. Rincian pembahasannya adalah sebagai
berikut:

Penilaian Hasil Belajar


Penilaian merupakan rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis,
dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan
secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi (angka,
deskripsi verbal) yang bermakna dalam pengambilan keputusan (Dirpem SMA,
2008; 4).
Menurut Suharsimi Arikunto, menilai atau penilaian adalah mengambil suatu
keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk. Penilaian bersifat
kualitatif (Suharsimi, 2006;).
Penilaian juga diartikan sebagai kegiatan menafsirkan data hasil pengukuran
atau kegiatan untuk memperoleh informasi tentang pencapaian kemajuan belajar
peserta didik (Dirpem SMA, 2008; 5).Penilaian adalah proses sistematis meliputi
pengumpulan informasi (angka, deskripsi verbal), analisis, interpretasi informasi
untuk membuat keputusan.(Depdiknas, 2008;)
Rancangan penilaian hasil belajar disusun sebagai acuan bagi satuan
pendidikan dan pendidik untuk merancang penilaian yang berkualitas guna
mendukung penjaminan dan pengendalian mutu lulusan. Di sisi lain, dengan
menggunakan rancangan penilaian hasil belajar ini diharapkan pendidik dapat
mengarahkan peserta didik menunjukkan penguasaan kompetensi yang telah
ditetapkan (Depdiknas, 2008).

Tujuan dan Fungsi Penilaian


Beberapa fungsi dan tujuan penilaian antara lain:
a. Fungsi Selektif yaitu untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah
tertentu, untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau tinggal kelas, untuk
memilih siswa yang seharusnya mendapatkan beasiswa dan untuk memilih siswa
yang sudah berhak meninggalkan sekolah.

68
b. Fugsi Diagnostik, yaitu untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan siswa,
sehingga diketahui sebab- musababnya.
c. Fungsi Penempatan (placement), untuk menempatkan siswa dalam kelompok
yang mana ia ditempatkan dalam proses pembelajaran. Sebab dari sebuah
penilaian dapat diketahui perbedaan kemampuan siswa.
d. Fungsi Pengukur Keberhasilan, Untuk mengetahui sejauh mana suatu program
berhasil diterapkan. Keberhasilan sebuah program ditentukan oleh beberapa
faktor, yaitu: guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem
administrasi. (Suharsimi, 2006; 10).

Konsep Penilaian Autentik (‫)مفهوم التقييم ألاصيل‬


Istilah penilaian autentik di Indonesia baru dikenal sejak kurikulum KTSP di
tahun 2006. Dimana kata autentik muncul sebagai salah satu prinsip penilaian
berbasis kelas. Dalam definisinya Penilaian Berbasis Kelas (PBK) merupakan suatu
proses Penilaian Berbasis Kelas (PBK), yakni proses pengumpulan, pelaporan, dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan 4 prinsip-
prinsip penilaian berkelanjutan, otentik, akurat, dan konsisten dalam kegiatan
pembelajaran di bawah kewenangan guru di kelas (Salmiah: 3). Sering kita
menjumpai istilah autentik dalam kehidupan sehai-hari. Sebetulnya kata autentik
dalam bahasa Indonesia bermakna sah, boleh dipercaya, tidak diragukan
(disangsikan); benar; asli (KBBI:1242).
Banyak padanan istilah penilaian autentik, diantaranya adalah penilaian
kinerja, peniliana alternatif (alternative assessment), approprite dan direct serta
Penilaian berbasis program (Course-based Assessment) bahkan ada beberapa pakar
yang mengatakan bahwa penilaian autentik adalah penilaian berbasis kelas. Jadi
penilaian autentik dalam kurikulum 2013 adalah penilaian berbasis kelas dalam 2006
dengan sedkit perubahan dan perbaikan. Istilah penilaian autentik (authentic
assessment) lebih baru disbanding dengan istilah penilaian performance
(performance assessment), dan istilah authentic assessment baru digunakan secara
formal dalam dunia pembelajaran dan penilaian sejak tahun 1998 oleh Archbald dan
Newmann (Palm: 7).
Penilian autentik didefinisikan oleh para pakar evaluasi diantaranya adalah
suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang proses dan
hasil belajar peserta didik dalam kegiatan pembelajaran di bawah kewenangan guru
di kelas (MPA, 2009: 1) lihat juga (Siswono, 1972: 51). Suatu penilaian dikatakan
autentik manakala secara langsung perilaku siswa diukur (diamati) dalam
mengerjakan tugas intelektualnya hal ini berbeda dengan penilaian tradisional atau
konvensional dimana penilaian cenderung tidak langsung (Rumate, 2013: 3).

69
Selanjutnya O’Malley dan Pierce dalam Imam dkk (2006, 142) sebagai
penilaian yang dapat menggambarkan hasil belajar siswa, motivasi, pemerolehan
belajar, dan sikap-sikap terhadap kegiatan kelas yang relevan dengan pembelajaran.
di buku yang sama dijelaskan bahwa penilaian autentik adalah penilaian untuk
mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa.
Meski beberapa ahli menganggap bahwa PBK, Penilaian autentik dan
penilaian alternatif sama akan tetapi secara spesifik (Zainal, 2012: 180-181)
memberikan penjelasan yang berbeda antara ketiganya. Dimana PBK dimaknai
sebagai suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan data dan informasi
hasil belajar peserta didik untuk menetapkan tingkat pencapaian dan penguasaan
peserta didik terhadap tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Sementara penilaian
alternatif dimaknai sebagai suatu teknik penilaian yang digunakan sebagai alternatif
disamping penilaian yang lain dimana penilaian tidak bergantung pada satu model
dan isntrumen mpenilaian. Begitu juga penilaian autentik dimaknai sebagai suatu
teknik penilaian yang digunakan untuk mengetahui tingkat pencapaian kompetensi
berupa kemampuanya nyata atau real, bukan sesuatu yang dibuat-buat atau hanya
diperoleh di dalam kelas. Kenyataan yang dimaksud bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, Permendikbud no 66 tahun 2013 dijelaskan bahwa Penilaian
pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup: penilaian otentik, penilaian diri,
penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester,
ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi,
ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah, yang diuraikan sebagai berikut. Lebih
lanjut dijelaskan bahwa penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan
secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan
keluaran (output) pembelajaran dan penilaian otentik dilakukan oleh guru secara
berkelanjutan. Jadi penilaian autentik merupakan salah satu jenis penilaian
pendidikan, memiliki posisi yang utama dibanding dengan jenis penilaian lainnya
dan hanya bisa dilakukan oleh seorang guru, artinya jika tidak ada guru maka tidak
akan bisa dilakukan penilaian autentik.
Untuk pemnatapan konsep dalam permendikbud no 104 tahun 2014 tentang
“Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah” dijelaskan bahwa Penilaian Autentik adalah bentuk penilaian yang
menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam melakukan tugas pada situasi
yang sesungguhnya.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Penilaian Autentik adalah
penilaian secara menyeluruh dan berkelanjutan terhadap siswa dari aspek kinerja

70
untuk mengukur hasil belajar siswa, motivasi, pemerolehan belajar, dan sikap siwa
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan keluaran
(output) pembelajaran serta meliputi kemampuan menggunakan kognitif dan
psikomotortik serta menampilkan afektif secara ril dan nyata, sehingga apa yang
diperoleh siswa merukapan pengetahuan dan keterampilan yang betul-betul bisa
menyelesaikan problem nyata di lingkungan dan masyarakat siswa.

Tujuan penilaian Autentik


Muhammad mengemukakan sepuluh tujuan utama penilaian autentik
sebagai berikut (Ath-Tharawanah 2011: 9-11):
1. Mengembangkan kecakapan hidup dengan cara menerapkan pengetahuan
yang diperoleh dalam dunia nyata
2. Meningktakna keterampilan berfikir tingkat tinggi, berfikir dan memberikan
respon kreatif serta baru pada siswa
3. Fokus pada proses dan hasil proses belajar
4. Menjadikan siswa percaya diri
5. Menjadikan siswa mampu berfikir dan menyelesaikan masalahnya
6. Menjadikan siswa anggota keluarga dan masyarakat yang produktif
7. Meningkatkan kemampuan siswa dalam evaluasi diri
8. Mengumpulkan berbagai data yang menunjukan tingkat pencapaian siswa
pada hasil belajar
9. Mengevaluasi berbagai aspek kepribadian siswa (kognitif, afektif dan
psikomotorik)
10. Menghubungkan antar bagian pengetahuan yang berbeda dan untuk mencapai
semua tujuan ini penilaian tidak bisa hanya menggunakan strategi tradisional
berupa kertas dan pulpen melainkan harus menggunakan berbagai strategi
penilaian seperti portifolio, penilaian berbasis kinerja, observasi dan projek.

Teknik dan Instrumen Penilaian Autentik (‫)ألادوات للتقييم ألاصيل‬


Instrumen penilaian dalam pendidikan menurut Adilah harus memiliki empat
kriteria diantaranya 1) dipilih berdasarkan tujuan pendidikan, 2) dipilih berdasarkan
keragaman tujuan penggunaannya, 3) harus memiliki karakteristik valid, reliable,
objektif dan mudah digunakan, dan 4) harus komprehensif dan mempu membedakan
siswa yang satu dengan yang lain (As-Sa’dun 2013: 1171). Adilah sendiri
membedakan instrument penilaian pendidikan kepada instrument aspek kepribadian
dan sosilal serta instrument hasil belajar. Instrument kepribadian dan social terdiri
dari laporan-laporan, pengamatan terstruktur terhadap perilaku siswa ( ‫اإلاالحظت‬
‫)اإلاىظمت لعلىك اإلاخعلمين‬, pertenmuan sendiri (‫)الللاءاث الفشدًت‬, penilaian

71
diri/evaluasi diri, kartu perkembangan (‫)الخدبعُت البطاكت‬, bertaubat dan pemberian
maaf dalam rangka perbaikan dalam pendidikan Islam. Instrument hasil belajar
terdiri dari tes lisan dan tes hasil belajar yang terdiri dari tes objektif dan non-
objektif (uraian) (As-Sa’dun 2013: 1171-1174).
Dalam Permendikbud no 104 tahun 2014 ditambahkan bahwa teknik
penilaian autentik terdiri dari Tes tertulis,observasi dan penugasan. Bentuk soal tes
tertulis terdiri dari a) memilih jawaban (1) (pilihan ganda), (2) dua pilihan (benar-
salah, ya-tidak), (3) menjodohkan, (4) sebab-akibat, b) mensuplai jawaban, terdiri
dari (1) isian atau melengkapi, (2) jawaban singkat atau pendek, (3) uraian. Soal tes
tertulis yang menjadi penilaian autentik adalah soal-soal yang menghendaki peserta
didik merumuskan jawabannya sendiri, seperti soal-soal uraian. Soal-soal uraian
menghendaki peserta didik mengemukakan atau mengekspresikan gagasannya dalam
bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri, misalnya
mengemukakan pendapat, berpikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan tes tertulis
bentuk uraian antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas dan
membutuhkan waktu lebih banyak dalam mengoreksi jawaban. Observasi dilakukan
pada Diskusi, Tanya Jawab dan Percakapan yang merupakan cerminan dari penilaian
autentik. Dan penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang dikerjakan
secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.

Pengembangan Tes (‫ )جطىٍش ادخباس‬sebagai Alat Penilaian Bahasa Arab


Pengembangan menurut bahasa bermakna hal mengembangkan; pembangunan
secara bertahap dan teratur, dan yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki (KBBI
2008: 679). Sementara tes adalah pertama, ujian tertulis, lisan, atau wawancara
untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan, bakat, dan kepribadian seseorang;
kedua, percobaan untuk menguji kelaikan jalan suatu kendaraan bermotor umum; uji:
berdasarkan tes yang dilakukan di balai pengujian kendaraan bermotor kendaraan
jenis itu cukup baik untuk angkutan penumpang dan barang. (KBBI 2008: 1513).
Yang mirip dengan tes adalah ujian, yang berkata dasar uji dan bermakna percobaan
untuk mengetahui kualitas sesuatu. Sementara ujian itu sendiri adalah pertama,
kegiatan yang dilakukan untuk menguji sesuatu; kedua, hasil menguji; pemeriksaan
(KBBI 2008: 1580). Selain keduanya ada lagi yang mirip yaitu ulangan yang
bermakna sebangsa ujian untuk mengetahui kemampuan murid-murid tentang
pelajaran yang sudah diajarkan (KBBI 2008: 1583).
Tes itu berkembang dari masa ke masa, paling tidak secara umum fasenya
dibagi menjadi tiga fase yaitu pertama, fase tradisional dengan karakteristiknya yang
belum ilmiah, belum jelas arahnya, ditandai belum ditentukan tujuannya, dalam fase
ini belum dikenal istilah valid, reliabel dan daya beda. Contoh fase ini adalah tes
terjemah dan kaidah, tes dikte, mengarang atau tes mendengarkan, wawancara.

72
Kedua, fase tes objektif yang sudah mengenal analisis statistik dalam menghitung
kualitas sebuah tes. Pada fase ini sudah dikenal istilah seperti tes masuk, tes hasil
belajar, tes diagnosis, tes kompetensi. Tes pada fase ini juga dikenal dengan istilah
tes deskrit (‫ )املنفصلة‬atau tes komponen atau tes kemahiran terpisah ( ‫اختبارات‬
‫)العناصر واملهارات املنفصلة‬. Ketiga, tes komunikatif yang sudah menggunakan
teori psikososiolinguistik. Orientasi tes ini adalah komprehensif dalam berbahasa
dan pandangan bahwa bahasa adalah alat komunikasi antara satu manusia dengan
manusia yang lainnya. (Muhammad 1989: 1-3).
Beberapa langkah yang harus dilalui dalam mengembangkan sebuah tes bahasa
Arab yaitu menganalisis standar kompetensi (SK)/Kompetensi Inti (KI) dan
kompetensi dasar (KD); menyusun peta konsep utama berdasarkan SK/KI dan KD;
menyusun kisi-kisi tes; memilah peta konsep berdasarkan indikator yang ingin
dikembangkan menjadi item tes; menyusun spesifikasi untuk satu atau lebih butir
soal; menuliskan butir soal berdasarkan spesifikasi butir soal yang telah
dikembangkan. (Alwasilah 2011: 280), kemudian menelaah, soal, uji coba soal,
analisis soal secara statistik, revisi soal, penggandaan soal, pelaksanaan tes,
penafsiran hasil tes dan pelaporan hasil.

Tujuan Pengembangan Tes Bahasa Arab (‫)هدف ثطوير اختبار اللغة العربية‬
Tujuan pengembangan tes bahasa Arab pada hakikatnya terbagi menjadi dua
yaitu tes tentang bahasa dan tes kemahiran bahasa. Yang pertama berikaitan dengan
pengetahuan peserta didik terhadap bunyi/huruf, kosa kata, tata bahasa, makna,
budaya, dls yang erat kaitannya dengan bahasa Arab. Sementara yang kedua
mengenai kemampuan peserta didik atau kemahirannya dalam menggunakan
berbagai komponen bahasa dalam kegiatan berbahasa baik reseptif maupun
produktif. Kemahiran reseptif yaitu menyimak dan membaca, kemampuan produktif
yaitu berbicara dan menulis. Tes kemahiran bahasa sebetulnya yang menjadi kor
pengembangan tes bahasa Arab dibanding dengan tes tentang bahasa, meskipun guru
bahasa Arab tidak akan bisa menutup mata pentingnya penguasaan terhadap
komponen-komponen bahasa tersebut. Dikarenakan orang yang bisa menggunakan
bahasa tidak akan mungkin jika tidak ditopang oleh penguasaan tentang bahasa Arab
itu sendiri. Bahkan orang yang mampu berbahasa sudah dapat dipastikan ia akan
menguasai bahasa, begitu pun sebaliknya bahwa orang yang menguasai tentang
bahasa juga sudah bisa dipastikan kecenderungannya PD menggunakan bahasa yang
komponennya ia kuasai. Meski ada beberapa kasus peserta didik yang faham tentang
komponen bahasa Arab namun karena kurang latihan maka yang bersangkutan
seringkali kepletot ketika berbicara menggunakan bahasa Arab. akan tetapi teori
penulis sendiri lebih cenderung kepada bahwa penguasaan yang baik dan maksimal
tentang bahasa Arab akan menentukan kemahiran berbahasa Arab dan kemahiran

73
yang baik dan maksimal dalam berbahasa Arab menentukan penguasaan komponen-
komponen (tentang) bahasa Arab.

ّ
Pengembangan Tes Bahasa Arab Berdasarkan Pendekatan Bahasa ) ‫ثطوير اختبار‬
‫)اللغة العربية على أساس مدخل اللغة‬
Sebagai suatu usaha yang titik berat kegiatannya adalah bahasa,
penyelenggaraan pembelajaran bahasa senantiasa dipengaruhi oleh pendekatan
tertentu dalam ilmu bahasa. kadang-kadang seluruh penyelenggaraan
pembelajarannya bahkan dirancang atas dasar pendekatan yang digunakan.
Bagaimana bahasa dimengerti dan disikapi menurut suatu pendekatan ilmu bahasa
tertentu, pertama-tama dapat mempengaruhi penentuan tujuan pembelajarannya.
(Richard and Rodgers). (Matsna dan Mahyudin 2012: 45)
Kajian tentang pendekatan tes bahasa dapat dilakukan dengan kriteria yang
berbeda. Dengan memperhatiakan rincian yang berbeda-beda seperti dikemukakan
oleh berbagai ahli, pendekatan tes bahasa secara keseluruhan dapat dibedakan
menjadi: (1) pendekatan tradisional; (2) pendekatan diskret; (3) pendekatan
integratif; (4) pendekatan pragmatik; dan (5) pendekatan komunikatif. Berikut
uraian masing-masing: (Matsna dan Mahyudin 2012: 45)
ّ
1. Pendekatan Tradisional ( ‫الخللُذي‬ ‫)اإلاذدل‬
Dalam pendekatan tradisional, tes bahasa diselenggarakan tanpa mengacu
kepada teori kebahasaan tertentu sebagai dasar. Penerapannya tidak menuntut
kemampuan khusus dalam bidang tes bahasa, sehingga siapa pun yang mampu
membelajarkan bahasa dianggap mampu pula menyelenggarakan tes bahasa.
bahan yang digunakan dalam tes banyak merujuk kepada karya sastra, dan
bentuk tes yang banyak dipakai khususnya meliputi terjemahan, atau menulis
esai. Pendekatan tradisional ini sering juga disebut sebagai pendekatan esai dan
terjemahan. Selain terjemahan dan menulis esai, terdapat juga bentuk tes tata
bahasa yang memuat pertanyaan-pertanyaan tentang bahasa, bukan tentang
penggunaan bahasa. (Matsna dan Mahyudin 2012: 45)
ّ
Contoh dari Pendekatan Tradisional (‫الخللُذي‬ ‫ )اإلاذدل‬ialah tes kemahiran
menulis yaitu salah satu contohnya menulis bebas atau mengarang (‫حش‬ ّ ‫)إوؽاء‬:
berarti penuangan buah pikiran melalui kalimat yang dirangkai secara utuh,
lengkap dan jelas sehingga buah pikiran penulisnya berhasil dikomunikasikan
kepada orang lain. Dalam tes menulis bebas peserta didik dituntut untuk
menuangkan gagasan secara bebas dan leluasa. Materinya berkisar; narasi
(‫)اللصص ى‬, eksposisi (‫)الؽشحى‬, deskripsi(‫)الىصفى‬, argumentasi(‫)الاظخذالل‬.
(Matsna dan Mahyudin 2012: 161). Pengembangan tes yang tradisional, masih
menggunakan cara tradisional, tidak menggunakan langkah-langkah
perencanaan yang matang dan tentunya validitas soal atau tesnya sangat belum

74
teruji. Biasanya yang membuat soal langsung guru yang mengajar materi bahasa
Arab, bisa mengajar dianggap bisa menyiapkan tesnya dengan baik.

2. Pendekatan Diskret ( ‫)اإلاذدل الخفشَعى‬


Pendekatan diskret dalam tes bahasa bersumber pada pendekatan struktural
yang dipelopori oleh Robert Lado pada tahun 1961. Dalam pendekatan
struktural, bahasa dianggap sebagai sesuatu yang memiliki struktur yang tertata
rapi, dan terdiri dari komponen-komponen bahasa, yaitu komponen bunyi
bahasa, kosa kata, dan tata bahasa. (Matsna dan Mahyudin 2012: 46). Menurut
(Imam dkk 2012:42) tes diskret atau otomistik adalah tes yang yang hanya
menekankan satu komponen saja, mengukur butir-butir spesifik misal tata
bahasa (nahwu dan sharaf), kosa kata, bunyi, makna, budaya yang tidak
dikaitkan dengan penggunaan bahasa secara ril. Dari strukturalisme, prinsip
yang diambil adalah (1) bahasa itu tuturan lisan dan bukan tulisan, dan (2)
bahasa itu merupakan suatu sistem. (Matsna dan Mahyudin 2012: 46)
Dalam tes bahasa pendekatan diskret, satu bentuk tes dimaksudkan untuk
mengukur tingkat penguasaan terhadap satu, dan hanya satu jenis kemampuan
berbahasa atau komponen bahasa. Dalam pengertian itu, suatu bentuk tes bahasa
hanya dapat merupakan salah satu dari tes menyimak, tes berbicara, tes
membaca, tes menulis, atau tes bunyi bahasa, tes kosa kata, dan tes tatabahasa.
(Matsna dan Mahyudin 2012: 46).
Model tes yang berasaskan diskret menurut (Djiwandono 2008:103) adalah
membedakan bunyi bahasa dari bunyi bahasa yang lain, misal bunyi ‫ ك‬dengan
‫ق‬, ‫ ط‬dengan ‫ ر‬،‫ ػ‬dst, melafalkan bunyi bahasa tertentu misal bunyi layin,
panjang (mad), bunyi syiddah dst, menyebutkan lawan kata, menyebutkan
sinonim, menyebutkan jamak dari kata tertentu, menyebutkan mutsanna dari
kata tertentu, menyebutkan mufrad dari suatu kata jamak, menyebutkan makna
kata bahasa Arab, menyebutkan bahasa Arab dari kata bahasa Indonesia yang
disebutkan sdt.
Penulis akan memberikan salah satu contoh saja yaitu tes kosakata
(‫)ادخباساث اإلافشداث‬. Tes kosakata adalah tes penguasaan kosakata yang dapat
dibedakan menjadi penguasaan yang bersifat reseptif dan produktif, kemampuan
untuk memahami dan mempergunakan kosakata. Tes pemahaman kosakata
ditekankan pada pengukuran kemampuan peserta didik dalam memahami arti
kosakata, sedangkan tes penggunaan dititik beratkan pada kemampuan
menggunakan kosakata dalam kalimat. (Matsna dan Mahyudin 2012: 95)
Contoh tes diskret menurut (Imam dkk 2012:43) tes yang menanyakan kata
yang huruf awalnya ‫ ع‬pada pilihan kata ‫حلُم‬, ‫هلُم‬, ‫علُم‬, ‫ ألُم‬tentunya ini
untuk menguji kemampuan menyimak bunyi huruf-huruf yang ada dalam bahasa

75
Arab. Contoh lainnya adalah soal yang menanyakan arti kata ‫ البِذ‬dengan
pilihan rumah, sekolah, masjid, lapangan. Dalam hal kosa kata contohnya soal
yang menanyakan isim maf’ul dari kata ‫ ؼشب‬dengan disediakan pilihan
jawaban jika bentuk soal pilihan ganda dan tanpa disediakan pilihan jika berupa
isian singkat atau melengkapi jawaban.
Contoh: (UAMBN 2012)
.... ‫ضذ كلمت "ددل" هى‬
‫ سكب‬-‫‌أ‬
‫ دشج‬-‫‌ب‬
‫ سجع‬-‫‌ج‬
‫ رهب‬-‫‌د‬
‫ ظفش‬-‫‌ه‬
.... ‫مشادف "الضخمت" هي‬
‫ الصؼيرة‬-‫‌أ‬
‫ الطىٍلت‬-‫‌ب‬
‫ الىظُعت‬-‫‌ج‬
‫ الكبيرة‬-‫‌د‬
‫ الشفُعت‬-‫‌ه‬

3. Pendekatan Integratif (‫)اإلاذدل الخكاملي‬


Yang melandasi pendekatakan Integratif sama dengan iskret yang
membedakannya adalah dalam tes integratif komponen-komponen yang terpisah
itu digabungkan dalam satu butir soal. Gabungan komponen bahasa bisa terjadi
antara dua bahkan lebih komponen bahasa Arab, semakin banyak gabungannya
maka akan semakin integratif (Djiwandono 2008:105). Kelebihan tes ini adalah
mampu menjawab kelemahan model diskret. Diantara tes bahasa Arab yang
termasuk kategori integratif adalah tes menyusun kalimat, tes menafisrkan
wacana singkat yang dibaca atau didengar, tes memahami bacaan yang dibaca
atau didengar, menyusun sebuah alinea berdasarkan kalimat-kalimat yang
disediakan (Imam dkk 2012:44) . Bentuk tes menggunakan kalimat, melengkapi
kalimat atau teks bacaan, merupakan beberapa bentuk tes yang sering
ditemukan dalam tes dengan pendekatan integratif. (Matsna dan Mahyudin 47).
Dalam tes jenis ini, maka satu kata atau satu komonen bahasa diteskan dalam
konteks real dan dikaitkan dengan komponen lain, tidak berdiri sendiri.
Pengembangan tes jenis ini telah memberikan pencerahan atas kekakuan
pengembangan diskret yang sebelumnya dipakai dan dianggap masih kurang
tepat dengan konteks dunia nyata peserta didik dalam berbahasa Arab.
Contoh tes integratif adalah sebagai berikut (UAMBN revisi: 2012):

76
‫أوكاث الكخب‬
ِ ‫سجب الكلماث آلاجُت لخكىن جملت مفُذة " جلشأ في الفشاغ صاهشة واملجالث‬
"‫الذًيُت‬
‫ أًً ػشفت الدؽشٍح؟‬،‫ مً فضلك‬: ‫الشجل‬
! ‫ في الذوس الثاوي‬: ‫أحمذ‬
! ‫ ؼكشا‬: ‫الشجل‬
.... ‫العؤال = أًً ًجشي الحىاس؟ هى ًجشي في‬
‫ اإلاذس ّظت‬-‫‌أ‬
‫ املحطت‬-‫‌ب‬
‫ اإلاخحف‬-‫‌ج‬
‫ اإلاطاس‬-‫‌د‬
‫ اإلاعدؽفى‬-‫‌ه‬
4. Pendekatan Pragmatik (‫)اإلاذدل البرجماجضي‬
Dalam pendekatan ini, bahasa dikaitkan dengan penggunaan bahasa yang
senyatanya yang melibatkan tidak saja unsur-unsur kebahasaan seperti kata-
kata, frasa, atau kalimat, melainkan juga unsur-unsur diluarnya yang selalu
terkait dalam setiap bentuk penggunaan bahasa. secara pragmatik, pemahaman
itu ditentukan pula oleh pemahaman terhadap unsur-unsur diluar unsur bahasa.
(Matsna dan Mahyudin 47). Tes ini muncul sebagai reaksi terhadapa
ketidakpuasan tes diskret, yang digagas oleh Oller. Akan tetapi tes model ini
sangat sulit dilakukan berbeda dengan tes diskret yang berkembang sebelumnya.
Tes ini mampu mengurangi keartifisialan tes sebelumnya. Perbedaanya dengan
tes integratif sangat tipis akan tetapi bisa disimpulkan dengan ungkapan “tes
pragmatis pasti integratid dan tidak semua tes integratif itu pragmatis” (Imam
dkk 2012:46)
Unsur-unsur kebahasaan, seperti penambahan atau pengurangan kata-kata
secara tidak sengaja. Unsur dapat pula berupa unsur nonkebahasaan, seperti
peristiwa dan keadaan sekitar, tingkah laku orang-orang sekitar, yang terjadi
pada saat bersamaan dengan suatu penggunaan bahasa. Dalam tes bahasa,
pendekatan pragmatik mendasari penggunaan beberapa jenis tes terntentu,
khususnya dikte, tes cloze1 dan menulis. Tes yang dikembangkan atas dasar
pendekatan pragmatik, ditandai adanya tugas untuk memahami wacana.
(Matsna dan Mahyudin 48). Selain test cloze jenis tes lainnya yang termasuk

1 Tes Cloze merupakan tes yang mengandalkan kemampuan memahami teks atau wacana tertulis
yang ditunjang oleh kemampuan tata bahasa, kosakata serta susunan wacana secara umum. Khas tes
ini adalah adanya pelepasan kata-kata dari wacana tulis per ke-6, ke-7, ke-8 secara konsisten.
Bentuknya bisa tradisional dan bisa juga berbentuk pilihan ganda (Djiwandono 2008:139-142)

77
kategori pragamatis adalah dikte (dictation), jawaban pertanyaan (question
answering), berbicara dan wawancara (oral interview), menulis (composition or
easy writing), bercerita (naration), dan terjemah (translation) (Imam dkk
2012:47-48). Misalnya adalah peserta didik diinstruksikan menulis paragraf
berikut:
ّ
‫وَعشف البعض العلىم الاجخماعُت بأنها " الىخاجاث اإلاعشفُت لجهذ ؤلاوعان البؽشي في‬
ِ
‫ بالخاسٍخ والجؼشافُا والاكخصاد والعُاظت وؤلاوعان وعلم‬2‫اإلاُادًً اإلاعشفُت الخاصت‬
‫وعشفها آدشون بأنها "عالكت ؤلاوعان البؽشي مع بُئخه‬ 3
. "‫الىفغ وعلم الاجخماع‬
‫ وكذم مشؼذ الُىوعكى حعشٍفا ؼامال للذساظاث‬. "‫الحضاسٍت وبُئخه الطبُعُت‬
‫الاجخماعُت على أنها " جلك اإلاىاد التي جحخىي على مىاد التربُت الىطىُت وعلم الىفغ‬
‫والاجخماع والاكخصاد وؤلاهثروبىلىجُا والخاسٍخ والجؼشافُا" (بللم عادل فىاسعه وظاسة‬
)‫ؼاوس بالخصشف‬
ّ
5. Pendekatan Komunikatif (‫)اإلاذدل ؤلاجصالي‬
Pendekatan komunikatif mendasarkan pandangannya terhadap penggunaan
bahasa dalam komunikasi sehari-hari senyatanya. Suatu pendekatan dengan orientasi
psikolinguistik dan sosiolinguistik, pendekatan komunikatif mementingkan peranan
unsur-unsur nonkebahasaan. Pendekatan komunikatif secara rinci mempersoalkan
seluk-beluk komunikasi, yang merupakan tujuan pokok penggunaan bahasa. (Matsna
dan Mahyudin 49). Simpulnya tes bahasa secara komunikatif bertujuan untuk
mengukur bagaimana orang yang diuji mampu menggunakan bahasa di dalam situasi
kehidupan nyata. (Alwasilah: 286)
Seluk-beluk komunikasi itu diantaranya meliputi unsur-unsur seperti siapa yang
berkomunikasi, bagaimana hubungan antara mereka melakukan komunikasi, apa
maksud dan tujuan dilakukannya komunikasi, dalam keadaan bagaimana komunikasi
terjadi, kapan dan bagaimana komunikasi terjadi, dan sebagainya. (Matsna dan
Mahyudin 49).
Dalam tes bahasa, penerapan pendekatan komunikatif berdampak terhadap
beberapa segi penyelenggaraannya, terutama jenis dan isi wacana yang digunakan,
kemampuan berbahasa yang dijadikan sasaran, serta bentuk tugas, soal atau
pertanyaannya. Semua itu ditentukan atas dasar ciri komunikatifnya, yaitu hubungan
dan kesesuaiannya dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi senyatanya.
(Matsna dan Mahyudin 50).
Langkah-langkah dalam merancang tes komunikatif adalah 1) Deskripiskan
peserta didiknya; usia, jenis kelamin dan bahasa nasionalnya, 2) Analisis kebutuhan
komunikasinya, 3) Mendeskripsikan materi tes, 4) Menentukan kemahiran bahasa

2. John, U., Social Studies for Children, p5, 1988.


3. William, W. Joyee, Teaching Social Studies in the Elementary and Middle School, p10, 1979.

78
yang akan dites dan 5) Mengoreksi dan mengevaluasi. Sementara Carrol
mengemukakakan sepuluh langkah dalam menyusun tes komunikatif sebagai berikut
(Muhammad 1989: 28-29):
No Keterangan Deskripsi
1 Identifikasi Menjelaskan gambaran umum peserta didik terdiri dari
Peserta didik bahasa ibu, usia, jenis kelamin, tempat tinggal dls.
2 Tujuan Menjelaskan tujuan umum penggunaan bahasa:
menggunakan akademis, professional, atau kehidupan sosial.
bahasa
3 Kegiatan Menentukan kegiatan utama yang akan dihadappi misal
mencatatat pengamatan masyarakat, menghadiri
perkuliahan dll.
4 Media Menentukan media; menyimak, berbicara, membaca,
menulis atau gabungan keduanya. Siarang: langsung,
rekaman, cetak, film dls,
5 Budaya dan Menentukan hubungan sosial masyarakat, dialek serta
masyarakat faktor sosial dan budaya.
6 Tingkat Menentukan tingkat performance setiap media pada
performance nomor empat: kecepatan, kelenturan, keraguan dan
pengulangan.
7 Ranah setiap Menentukan tempat kegiatan pada nomor tiga
tema
8 Kemahiran Menentukan kemahiran yang dibutuhkan dalam kegiatan
bahasa dan tingkat tujuan yang beragam.
9 Fungsi Membuat fungsi bahasa yang diinginkan serta membuat
Bahasa/Satuan intonasi yang tepat
intonasi
10 Bentuk tes Menentukan jenis item tes apakah item terbuka
(‫)مفخىحت‬, tertutup (‫ )مؼللت‬ataukah item terstruktur
(‫)معلذة‬
ّ
Contoh dari Pendekatan Komunikatif (‫)اإلاذدل ؤلاجصالي‬, adalah tes kemahiran
berbicara (‫ )ادخباساث مهاسة الكالم‬yaitu Tes ‫ مهاسة الكالم‬Tingkat Menengah. Teknik
yang digunakan untuk tes keterampilan berbicara tingkat menengah sebagai berikut;
Mengungkapkan perasaan pribadi, Berdiskusi (‫ )اإلاىاكؽت‬dan Percakapan (‫)املحادزت‬
(Matsna dan Mahyudin 157). Sementara (Djiwandono 2008:111-113) menjelaskan
bahwa contoh tes komunikatif yang paling jelas ada pada tes bahasa Inggris
terstandar yang bernama IELTS (The International English Language Testing
System) meskipun sepintas tesnya menguji hal-hal konvensional seperti menyimak,
kemampuan memahami bacaan, kemampuan berbicara dan kemampuan menulis

79
akan tetapi ia telah menggambarkan tes yang berkadar komunikatif tinggi guna
mewujudkan relevansi dan keotentikan konteks. Diantara ciri soal yang berkarakter
komunikatif adalah isi dan pilihan topik beragam dan disesuaikan dengan
latabelakang dan studi lanjut testee, sumber pemilihan bahan penguasaan bahasa
diorientasikan pada masalah bidang kajian umum, untuk kajian umum untuk
program akademik dan penggunaan bahasa harian untuk linguistik survival, jenis
bahannya beragam dari buku, jurnal, majalah, surat kabar, serta formatnya beragam
yaitu subjektif dan objektif dengan jawaban ya atau tidak, monolog, interview dan
pembicaraan dengan penguji.
Dari kelima model pengembangan tes bahasa Arab berdasarkan pendekatan
bahasa bisa juga diketegorikan ke dalam dua yaitu sistem terpisah (‫)هظشٍت الفشوع‬
dan sistem kesatuan (‫)هظشٍت الىحذة‬. Yang termasuk kategori terpisah adalah tes
diskret dan yang termasuk kategori kesatuan adalah tes tradisional, tes integratif, tes
pragmatik dan tes komunikatif.

Pengembangan Tes Berdasarkan Cara Menskor


Dari aspek cara menskornya tes bahasa Arab dibagi ke dalam tes objektif dan
tes non-objektif. Tes objektif adalalah tes yang penskorannya objektif, tidak akan
terpengaruh oleh subjektifitas korektor. Sementara tes non-objektif, masih ada
kecenderungan penskorannya akan dipengaruhi oleh subjektifitas korektor.
Meskipun demikian baik pada tes objektif maupun non-objektif, harus terpenuhi
prinsif objketifitas di dalamnya. Agar objketifitas itu tercapai maka dalam tes
objektif pembuat soal harus menyertakan kunci jawaban dan dalam tes non-objketif
pembuat soal harus menyertakan panduan penskoran berupa rubrik yang menjelaskan
cara menilai masing-masing sub bagian yang ada dalam soal.

Tes Bentuk Objektif


Tes objektif sering juga disebut tes dikotomi (dichotomously scored item)
karena jawabannya antara benar dan salah dan skornya antara 1 atau 0. Tes objektif
menuntut peserta didik untuk memilih jawaban yang benar diantara kemungkinan
jawaban yang telah disediakan, memberikan jawaban singkat, dan melengkapi
pertanyaan atau pernyataan yang belum sempurna. Tes bentuk objektif ini dibentuk
menjadi empat, yatu sebagai berikut : (Zaenal Arifin: 135)

1) Benar-Salah (true-false; shawab-khata)


Contoh : (Matsna dan Mahyudin 60)
‫ وادتر (خ) إرا كاهذ داطئت وفلا لللاعذة‬،‫ادتر (ص) إرا كاهذ العباسة صحُحت‬
‫الكشاظت دالذ جذًذ‬ّ :‫ص–خ‬
‫ مكخبت اإلاذسظت كشٍبت‬: ‫ص – خ‬

80
‫ وادتر (خ) إرا كاهذ داطئت وفلا للصىسة‬،‫ادتر (ص) إرا كاهذ العباسة صحُحت‬
‫ هزا كخاب‬: ‫ص – خ‬

‫ هزا ملعب‬: ‫ص – خ‬

2) Pilihan-Ganda (multiple choice; al-ikhtiyâr min muta’addid)


Soal tes bentuk pilihan-ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar
yang lebih kompleks dan berkenaan dengan aspek ingatan, pengertian, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Soal tes bentuk pilihan ganda terdiri atas pembawa
pokok persoalan dan pilihan jawaban. Pilihan jawaban terdiri atas jawaban yang
benar atau yang paling benar, selanjutnya disebut kunci jawaban dan kemungkinan
jawaban salah yang dinamakan pengoceh (‫)اإلاؽدخاث‬, tetapi kemungkinan seseorang
memilihnya apabila tidak menguasai materi yang ditanyakan dalam soal. Sebetulnya
istilah pilihan ganda kurang tepat karena pilihannya biasanya lebih dari ganda,
beberapa kalangan menyatakan bahwa istilah pilihan ganda lebih tepat jika diganti
dengan pilihan jamak (PJ).
Contoh: (UAMBN 2012)
‫ أو (د) الذال على ؤلاجابت الصحُحت‬,)‫ (ج‬,)‫ (ب‬,)‫ادتر (أ‬
‫ هحخاج إلى الصحفي الزي ًلىم بخىفير ألادباس في الجشائذ‬،‫في الحُاة الُىمُت‬
‫ وأًضا هحخاك إلى‬.‫الُىمُت وإلى اإلازٌع بيؽش ألادباس في الجشائذ في الشادًى أو الخلفضٍىن‬
.‫ وألاطباء واإلاىظف وػيرهم اإلاؤهلين في مؽؼىلهم‬،‫اإلاذسظين‬
‫ هى الزي ًكخب ألادباس في الجشائذ‬...
‫ اإلاذسط‬-‫‌أ‬
‫ الصحفي‬-‫‌ب‬
‫ الطبِب‬-‫‌ج‬
‫ اإلازٌع‬-‫‌د‬
‫ اإلاىظف‬-‫‌ه‬
... ‫ًبُع البائع بعض اإلاأكىالث كل ًىم في‬
‫ الفصل‬-‫‌أ‬
‫ اإلاعمل‬-‫‌ب‬
‫ اإلالصف‬-‫‌ج‬
‫ الفصل‬-‫‌د‬
‫ اإلاشحاض‬-‫‌ه‬

81
1. Menjodohkan (Matching test; al-muzâwajah) (Zaenal Arifin: 143-144)
Soal bentuk menjodohkan sebenarnya masih merupakan bentuk pilihan ganda.
Perbedaannya dengan bentuk pilihan ganda adalah pilihan ganda terdiri atas stem
dan option, kemudian peserta didik tinggal memilih salah satu option yang dianggap
paling tepat, sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan
kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda, yaitu
kolom sebelah kiri menunjukkan kumpulan jawaban, dan kolom sebelah kanan
menunjukkan kumpulan soal. Jumlah pilihan jawaban dibuat lebih banyak daripada
persoalan. Bentuk soal menjodohan sangat baik untuk mengukur kemampuan peserta
didik untuk mengidentifikasi informasi berdasarkan hubunngan yang sederhana dan
kemampuan mengidentifikasi kemampuan menghubungkan dua hal.

Tarik َ Garis!
1. ‫عؽ َشة‬
َ
2. ‫َ حععت‬
َ َ
3. ‫ز َما ِهُت‬
Nama : ..............
Kelas : ..............
Pel :...............
Nama : ..............
Kelas : ..............
Pel :...............
Nama : ..............
Kelas : ..............
Pel :...............
Nama : ..............
Kelas : ..............
Pel :...............
Nama : ..............
Kelas : ..............
Pel :...............

ََ
4. ‫أ ْسبعت‬
Nama : ..............
Kelas : ..............
Pel :...............
Nama : ..............
Kelas : ..............
Pel :...............
Nama : ..............
Kelas : ..............
Pel :...............
Nama : ..............
Kelas : ..............
Pel :...............
Nama : ..............
Kelas : ..............
Pel :...............

2. Isian (fill In; mal’u al-farâgh)


Tes obyektif bentuk isian ini biasanya berbentuk cerita atau karangan. Kata-
kata penting dalam cerita atau karangan ini beberapa diantaranya dikosongkan
(tidak dinyatakan), sedangkan tugas testee adalah mengisi bagian-bagian yang telah
dikosongkan itu. (Sudijono: 114-116)
Contoh: َ َ َ ْْ ‫الذك ُخ ْىس َعل ْي طب‬ ُّ ... -1
‫ ُهَ َ ْى َط ِب ِْب‬،‫ب؟ ْ َو َعم‬ ِ ُ ِ ِ َ ُ
‫ َ ْالك ْم ِب ُُ ْ َىجش ْ؟ الك ْم ِب ُُ َىجش ْ ِفى اإلاعمل‬... -2
....َ ْ َ ‫الف ْ َصل‬
َ َ ‫الفصل َ؟ َ ِفى‬ َ ْ َ ‫ َم ًَ ِ َفى‬-3
‫ ُ أمـام ا َإلا ْل َع َب ؟ َأم ْـام اإلالعب معمل‬...ْ ُ -4
‫ ك ِثيرة‬... ‫ اهظ ْش! ِفى اإلاكخبت‬-5

82
3. Tes Melengkapi (completion test; al-tak-milah)
Tes melengkapi yaitu salah satu jenis tes objektif yang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
a. Terdiri atas susunan kalimat yang bagian-bagiannya sudah dihilangkan.
b. bagian-bagian yang dihilangkan diganti dengan titik-titik.
c. Titik-titik itu harus diisi dengan jawaban.
Jadi sebenarnya tes melengkapi ini mirip sekali dengan tes bentuk isian.
Letak perbedaannya adalah pada tes bentuk melengkapi bahan yang diteskan
merupakan satu kesatuan cerita, sedangkan pada tes bentuk isian tidak harus
demikian. Dengan kata lain, pada tes bentuk isian butir-butir soal dapat saja dibuat
berlainan antara yang satu dengan yang lain. (Sudijono: 116-118)
Contoh : (Matsna dan Mahyudin 74)
ّ ‫) صباحا مبكشا‬1( _____ ً‫أكىم م‬
‫ و بعذ رلك أرهب‬, ‫) فى الحمام‬2( _____ ‫زم‬
)4( _____ ‫ و فى العادظت و الىصف صباحا‬. ‫) لصالة الصبح جماعت‬3( _____ ‫إلى‬
. ‫) للزهاب إلى اإلاذسظت‬5( _____ ‫الفطىس و‬
Tes Non Objektif
Bentuk uraian sering juga disebut bentuk subjektif karena dalam
pelaksanaannya sering dipengaruhi oleh factor subjektivitas guru. Penilaian dilihat
dari luas-sempitnya materi yang ditanyakan, maka tes bentuk uraian ini dapat dibagi
menjadi dua bentuk, yaitu uraian terbatas (restricted respons item) dan uraian bebas
(extended respons item). (Zaenal Arifin: 125)
1. Uraian Terbatas
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus
mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya. Walaupun kalimat
jawaban peserta didik itu beraneka ragam, tetap harus ada pokok-pokok penting
yang terdapat dalam sistematika jawabannya sesuai dengan batas-batas yang
telah ditentukan dan dikehendaki dalam soalnya.
Contoh :
‫اركش زالزت مً أهىاع اظماء الخمعت ؟‬
‫ما عمل ّإن و أدىتها واعط زالزت أمثلت منها؟‬
2. Uraian Bebas
Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan
sitematika sendiri. Peserta didik bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan
kemampuannya. Oleh karena itu, setiap peserta didik mempunyai cara dan
sistematika yang berbeda-beda. Namun, guru harus mempunyai acuan atau
patokan dalam mengoreksi jawaban peserta didik.
Contoh :
‫كُف جىمي اللؼت العشبُت فى إهذووعُا ؟‬

83
!‫ما سأًكم حىل سئاظت جىكىوٍذودوا في عاصمت جاكشجا‬
Pengembangan TBA Menurut Responnya
Tes Tulis
Tes tulis adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk
tulisan. Peserta didik akan menuliskan jawaban dengan bahasanya sendiri atau
memeberikan tanda tertentu sesuai dengan instruksi pada jawaban yang dianggap
paling benar jika bentuk soalnya pilihan ganda. Pertanyaannya dapat berupa tulis
dan dapat berupa lisan (Imam dkk 2012:85). Tes tulis bisa dilakukan untuk menguji
kemampuan menyimak (istima’), membaca (qira’ah), dan menulis (kitabah) serta tes
komponen bahasa yang meliputi tes bunyi/huruf, kosa kata, tes tata bahasa (qawaid)
dan tes makna (dalalah). Tes tulis ini banyak digunakan di sekolah-sekolah,
madrasah, bahkan hampir di semua lembaga karena dianggap memiliki kelebihan
dibanding dengan tes jenis lainnya apalagi jika peserta tesnya dalam jumlah yang
banyak.

Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk
lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai
dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan. (Zaenal Arifin 2012: 148-149). Tes
ini tepat sekali dalam mengukur kemampuan berbicara (kalam atau hadits) dan
membaca (qira’ah). Kemampuan berbicara terkait dengan aspek aksen,
kegramatikalan, kelancaran, ketepatan, diksi, uslub, ketepatan memberi dan
merespon informasi, tekanan dan kefasihan. Kemampuan membaca berkaitan dengan
pemahaman teks, kelancaran, kefasihan, intonasi, ketepatan dan kecepatan membaca
(Imam dkk 2012:85)

Tes Perbuatan
Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik
dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan. Misal dalam bahasa Arab, tes
membaca nyaring, tes dialog dls. (Zaenal Arifin 2012: 149-151). Tes ini tepat dalam
menguji tes praktik berbahasa yang real seperti tes dengan pendekatan pragmatik
dan komunikatif. Contohnya adalah tes percakapan dalam bahasa Arab, dialog,
sosiodrama, membaca puisi, berpidato, membuat kaligrafi dls. Dalam jenis tes ini
ada keterlibatan psikomotor anak dalam melaksanakan instruksi-instrtuksi di dalam
tes. Jika dilihat dari aspek berfikir maka tes jenis perbuatan ini merupakan tes yang
paling komprehensif dalam pembelajaran bahasa karena ia mampu mengungkap
kemampuan dan skill berbahasa Arab secara ril, bukan menguji tentang bahasa Arab.

84
5. Rangkuman
Penilaian adalah proses sistematis meliputi pengumpulan informasi (angka,
deskripsi verbal), analisis, interpretasi informasi untuk membuat keputusan.
penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru
melalui sejumlah bukti untuk membuat keputusan tentang pencapaian hasil
belajar/kompetensi siswa. Penilaian dilakukan secara terpadu, terus-menerus dan
berkesinambungan. Penilaian berbasis kelas tidak pernah mengenal waktu kapan
seharusnya penilaian dilakukan.
Beberapa langkah yang harus dilalui dalam mengembangkan sebuah tes bahasa
Arab yaitu menganalisis standar kompetensi (SK)/Kompetensi Inti (KI) dan
kompetensi dasar (KD); menyusun peta konsep utama berdasarkan SK/KI dan KD;
menyusun kisi-kisi tes; memilah peta konsep berdasarkan indikator yang ingin
dikembangkan menjadi item tes; menyusun spesifikasi untuk satu atau lebih butir
soal; menuliskan butir soal berdasarkan spesifikasi butir soal yang telah
dikembangkan. (Alwasilah 2011: 280), kemudian menelaah, soal, uji coba soal,
analisis soal secara statistik, revisi soal, penggandaan soal, pelaksanaan tes,
penafsiran hasil tes dan pelaporan hasil.
Pendekatan tes bahasa secara keseluruhan dapat dibedakan menjadi: (1)
pendekatan tradisional; (2) pendekatan diskret; (3) pendekatan integratif; (4)
pendekatan pragmatik; dan (5) pendekatan komunikatif. Pengembangan tes bahasa
arab dibagi atas dasar pertama, Pengembangan TBA Menurut Responnya,
Pengembangan Tes Berdasarkan Cara Menskor, dan Pengembangan Tes Bahasa
ّ Berdasarkan Pendekatan Bahasa ) ‫جطىٍش ادخباس اللؼت العشبُت على أظاط‬
Arab
‫)مذدل اللؼت‬
6. Tugas
Lakukan langkah-lang berikut:
a. Diskusikan dengan anda mengenai ulangan harian bahasa Arab, UTS, UKK,
UAMBN dan UN
b. Jenis-jenis penilaian diatas analisislah berdasarkan hal-hal berikut:
1) Penilaian hasil belajar
2) Tujuan dan fungsi penilaian
3) Konsep Penilaian Autentik (‫)مفهىم الخلُُم ألاصُل‬
4) Tujuan penilaian Autentik
5) Teknik dan Instrumen Penilaian Autentik (‫)ألادواث للخلُُم ألاصُل‬
6) Pendekatan dalam Penilaian
7) Pengembangan Tes (‫ )جطىٍش ادخباس‬sebagai Alat Penilaian Bahasa Arab
8) Pengembangan Tes Berdasarkan Cara Menskor
9) Pengembangan TBA Menurut Responnya

85
7. Tes Formatif
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut:
1) Jelaskan apa yang dimaksud dengan penilaian hasil belajar !
2) Jelaskan Tujuan dan fungsi penilaian !
3) Jelaskan apa itu Penilaian Autentik (‫!)مفهىم الخلُُم ألاصُل‬
4) Sebutkan dan jelaskan Tujuan penilaian Autentik!
5) Sebutkan dan jelaskan Teknik dan Instrumen Penilaian Autentik ( ‫ألادواث‬
‫!)للخلُُم ألاصُل‬
6) Sebutkan dan jelaskan Beberapa Pendekatan dalam Penilaian!
7) Apa yang dimaksud dengan pengembangan Tes (‫ )جطىٍش ادخباس‬sebagai Alat
Penilaian Bahasa Arab!
8) Sebutkan beberapa Pengembangan Tes Berdasarkan Cara Menskor !
9) Sebutkan beberapa Pengembangan TBA Menurut Responnya !
10) Sebutkan beberapa Pengembangan TBA Menurut pendekatan pembelajaran
bahasa!

86
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahab, Muhbib, Penggunaan Media/Multimedai dalam Pembelajaran Bahasa


Arab‫ز‬
Ahmadi, Abu dan Joko Tri Prasetya, SBM Strategi Belajar Menagajar untuk fakultas
tarbiyah komponen MKDK, Bandung: Pustaka Setia, 2005, cet. ke. 2‫ز‬
al-Ba`albakî, Munir, Kamus al-Mawrid kini telah di-CD-kan, dan tentu saja dapat
diakses melalui CD-Rom komputer dan dapat digunakan ketika belajar
mufradat, qirâ’at, atau tarjamah. Laboratorium bahasa atau perpustakaan yang
sudah dilengkapi dengan sarana ini, tentu saja, dapat dipergunakan sebagai
tempat belajar atau perkuliahan.
al-Dahdâh, Antonie, Mu'jam Qawâ`id al-Lughat al-`Arabiyyah fî Jadâwil wa
Lauhât., (Beirut: Maktabat Lubnân, 1990).
Ali, Mohammad dan Mohammad Asrori, Psikologi Remaja (Perkembangan Peseta
didik), Jakarta; PT. Bumi Aksara, 2004.
Al-Râjihȋ, Abduh, Fiqh al-Lughah fi al-Kutub al-'Arabiyyah, Beirut: Dâr al-Nahdhah
al-'Arabiyyah, tth.
Arifin, Jaenal, Pemerolehan Bahasa Pada Anak, tidak diterbitkan
Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Cet-6. Jakarta: Bumi
Aksara, 2006.
B. Uno, Hamzah, Perencanaan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, cet. 7.
Baradja, M.F. 1990. Kapita Selekta Pengajaran Bahasa.Hal 33 Malang: IKIP
Campbel, dkk.2006. Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple
Intelligences.Hal. 2-3 Depok: Intuisi Press.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian Teoretik.Hal.223 Jakarta: Rineka Cipta.
Direktorat Pembinaan SMA, Ditjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
2008. Rancangan Penilaian Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.

87
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:
Rineka Cipta, 2010, cet. ke. 4, edisi revisi.
Effendy, Ahmad Fuad, Metodologi Pengajaran Bahasa Arab ( ‫طرٍقت حعلُم اللغت‬
‫)العربُت‬, Malang: Misykat, 2009.
Ginnis, Paul, Trik & Taktik Mengajar; Strategi Meningkatkan Pencapaian
Pengajaran di Kelas, Jakarta: Indeks, 2008, cet. ke. 1, (Terjemehan Wasi
Dewanto),
Hamid, Farida dan Bahrissalim, Pembelajaran Aktif Inovatif Kretaif Efektif dan
Menyenangkan
Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rinek Cipta, 1997, cet. ke. 1.
Hayat, Bahrul, Authentic Assessment for Active and Creative Learning, disajikan
pada Seminar Nasional Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI)
Lampung, tanggal 29 Januari 2011.
Hermawan, Acep, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, Bandung: Remaja Rosda
Karya, 2011, cet. 1.
Ibrahim, R. dan Nana Syaodih S, Perencanaan Pengajaran, Jakarta, Rineka Cipta,
2010, cet. 3.
Ingram, D. 1999. Phonological Acquisition. Dalam M. Barret (Ed.), The
Development of Language. Eats Sussex, UK: Psycology Press.
Iskandarwassid dan Dadang Suhendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, Bandung:
Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dan Remaja
Rosdakarya, 2009, cet. ke. 2.
Junaedi dkk, Strategi Pembelajaran, Surabayaya: LAPIS-PGMI, 2008, hal. 10.
KBBI (Kamus Bahasa Indoensia), Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional,
Jakarta 2008.
Kementerian Agama Republik Indonesia , Bahasa Arab: Modul Bahan Ajar
Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) tahun 2016
Locke, J.L. 1994. Phases in the Child’s Development of Language.Dalam American
scientist, No. 82.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran Mengembangkan Standar Kompetensi
Guru, Cet-7. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.

88
Media Pembelajaran Berbasis Internet (E-Learning) dalam SMP Laboratorium UPI,
pada http://smp.labschool.upi.edu/2011/10/media-pembelajaran-berbasis-
internet-e-learning/. diakses 28 November 2012.
Multimedia Interaktif dalam proses pendidikan,
http://www.trainforfly.blogspot.com/ diunduh 28 November 2012.
Mulyasa, E., Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, cet. ke. 9.
Palm, Torulf, Performance Assessment and Authentic Assessment, Practical
Assessment Research and Evaluation: A peer-Reviewed Electronic Jurnal, Vol
13, No. 4, , Umea University, Sweden.
Pantiwati, Yuni (Universitas Muhammadiyah Malang, Hakekat Asesmen Autentik
dan Penerapannya dalam Pembelajaran Biologi, JEMS (Jurnal Edukasi
Matematika dan Sains), Nol. 1, No. 1, Maret 2013.
Purwanto, M. Ngalim,. 2002. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Raswan dan Ahmad Sopyan, Slide Power Point Bahan Ajar PLPG Evauasi
Pembelajaran PAI dan Bahasa Arab, tt.
Salmiah, (Widyaiswara BDK.Medan), Kajian Penilaian Berbasis Kelas Untuk
Meningkatkan Kompetensi Peserta Diklat Guru Mata Pelajaran Agama Islam
Pada Madrasah Ibtidaiyah Se-Sumatera Utara Dan Aceh
Sanjaya, Wina, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011, cet. ke-5.
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta: Pranada Media Group, 2010. Cet. ke-7.

Siegler, R.S. 1986. Children’s Thinking. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.


Werker, J.E. 1989. Becoming a Native Listener.Dalam American scientist, No.77.
Yamin, Martinis. 2010. Kiat Membelajarkan Siswa. Ciputat: Gaung Persada Press.
‫ طرٍق قواعد الخصحُح‬،)‫الضعودًت‬-‫ أحمد علي خلف (حامعت الشقراء‬،‫أبو عبُد‬
‫) في جقُُم ألاداء وأثرها في جحصُل واججاهاث طالب الصف‬Scoring Rubrics(
‫ منير جطوٍر‬،‫ دراصاث هفضُت وجربوٍت‬،‫ألاول الثاهوي هحو مادة الرٍاضُاث‬
.‫م‬3122 ‫ دٌضمبر‬8 ‫ عد‬،‫اإلامارصاث النفضُت والتربوٍت‬

89
‫البطش‪ ،‬دمحم ولُد موس ى ًوصف (أصخاذ القُاش والخقوٍم‪/‬الجامعت ألاردهُت كلُت‬
‫العلوم التربوٍت)‪ ،‬الاججاهاث الحدًثت في مجال القُاش والخقوٍم وجطبُقاتها في‬
‫مُدان التربُت الخاصت‪ ،‬ورقت مقدمت إلى مؤجمر التربُت الخاصت العربي‪ ،‬الواقع‬
‫واإلاأمول‪3116 ،‬م‪.‬‬
‫الضعدون‪ ،‬عادلت علي هاححي (أصخاذة مناهج القرآن الكرٍم والتربُت ؤلاصالمُت وطرائق‬
‫جدرَضها اإلاضاعد حامعت بغداد – كلُت التربُت – ابن رشد)‪ ،‬مباحث في طرائق‬
‫جدرَط التربُت ؤلاصالمُت وأصالُب جقوٍمها‪ ،‬ألاصخاذ – العدد (‪ )414‬لضنت‬
‫‪ 2544‬هجرٍت – ‪ 3124‬مُالدًت‪.‬‬
‫الطراوهت‪ ،‬دمحم حضن ) أصخاذ مناهج وطرائق جدرَط العلوم اإلاضاعد حامعت السٍخوهت‬
‫ألاردهُت الخاصت‪/‬كلُت آلاداب‪/‬قضم العلوم التربوٍت‪،dr_mohtrawneh@yahoo.com-‬‬
‫هموذج مقترح إلاعاًير ضمان حودة الخقوٍم الحقُقي للطلبت في مناهج الخعلُم‬
‫العالي ( ‪Aproposed Model for Quality Assurance Standards of Students‬‬
‫‪ ،)Authentic Assessment in Higher Education Curricula‬مقدم في اإلاؤجمر العربي‬
‫الدولي لضمان حودة الخعلُم العالي حامعت السرقاء الخاصت‪ ،‬اإلاملكت ألاردهُت‬
‫الهاشمُت ‪ 23-21‬ماًو ‪3122‬م‪.‬‬
‫طعُمت‪ ،‬رشدي أحمد ومحمود كامل الناقت‪ ،‬حعلُم اللغت اجصالُا بين اإلاناهج‬
‫والاصتراجُجُت‪ ،‬إصضكو‪ :‬منشوراث اإلانظمت ؤلاصالمُت للتربُت والثقافت‪.3117 ،‬‬

‫‪90‬‬

Anda mungkin juga menyukai