Anda di halaman 1dari 53

Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

SINKRONISASI FREL
Tingkat Rujukan Emisi Hutan Sub-Nasional
KALIMANTAN BARAT

Gusti Hardiansyah, Adi Yani, Yosafat Triadhi Anjioe,


Hadi Pranata, Henry Oktavius, Yenny, Dwi Wahyuasti,
Etty Septia Sari, Hendra Saputra, Karsono Rumawadi,
Hendarto, Yuliansyah, M. Rifani, Rossie Widya Nusantara,
Jumtani, Lorens, Ronny Christianto, Klothilde Sikun,
Syamsul Rusdi, Rosadi

Reviewer
SOLICHIN MANURI

Didukung oleh
GIZ FORCLIME DAN YAYASAN INISIATIF DAGANG HIJAU

FU PRESS

Sub-Nasional Kalimantan Barat 1


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Judul
Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan
Sub-Nasional Kalimantan Barat

Penulis
Gusti Hardiansyah, Adi Yani, Yosafat Triadi Anjioe Yenny,
Dwi Wahyuasti, Etty Septia Sari, Hadi Pranata,
Henri Oktavius,Hendra Saputra, Karsono Rumayadi,
Hendarto, Yuliansyah, M. Rifani,Rossie Widya Nusantara,
Jumtani, Lorens, Ronny Christianto, Klothilde Sikun,
Syamsul Rusdi, Rosadi

Reviewer
Solichin Manuri

Kata Pengantar
Adi Yani

Didukung
GIZ Forclime dan Yayasan Inisiatif Dagang Hijau

Tata Letak
Rosadi Jamani

Diterbitkan
FU Press
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak
Alamat: Jalan A.Yani Fakultas Kehutanan Untan Pontianak
Telp 0561-767673
Email: fupress2013@gmail.com

Ukuran dan Halaman


16 x 24 cm, 53 halaman

ISBN
978 - 602 - 53684 - 0 - 0

2 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

KATA PENGANTAR

Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman


dan Lingkungan Hidup (Perkim LH)
Provinsi Kalimantan Barat

Setelah penyusunan dokumen Forest Reference Emission Level


(FREL)/Tingkat Rujukan Emisi Hutan Sub Nasional pada
tahun 2016 oleh Kelompok Kerja (POKJA) REDD+, ada upaya
dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk
men-submit dokumen ini ke United Nation Convention on
Climate Change (UNFCCC) sebagai badan yang memverifikasi
kegiatan terkait REDD+. Upaya ini juga merupakan bentuk
mekanisme bagi hasil berbasis kinerja (Result Based Payment
- RBP) yang diterapkan oleh KLHK.

Sebelum di-submit ke UNFCCC, dokumen FREL Provinsi


Kalimantan Barat harus disinkronkan terlebih dahulu dengan
dokumen FREL nasional yang telah lebih dahulu di-submit ke
UNFCCC agar sejalan dengan target nasional. Pada pertemuan
5 Juli 2018 di Hotel Aston Pontianak, KLHK melalui Dirjen
MRV dan GRK melaksanakan pertemuan dengan Pokja REDD+
untuk membahas perbedaan antara FREL nasional dan FREL
sub nasional (Prov. Kalbar).

Walaupun secara muatan dalam dokumen FREL yang


meliputi definisi, aktivitas yang di-cover, reference period,
metodologi, data aktivitas, carbon pool dan gas, serta cakupan
wilayah telah sejalan dengan FREL nasional, tetapi masih
ada perbedaan berupa data faktor emisi (emission factor)
dan metode proyeksi baseline untuk lahan gambut yang
berimplikasi pada tingginya baseline emisi dan berpengaruh
pada pencapaian target penurunan emisi. KLHK menyarankan

Sub-Nasional Kalimantan Barat 3


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

kepada Kalbar untuk menghitung kembali baseline emisi


dengan mengubah faktor emisi dan metode proyeksi sesuai
dengan FREL nasional.

Berdasarkan kondisi di atas, Pokja REDD+ Kalbar melalui


dukungan Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH) dan GIZ
Forclime melakukan perhitungan kembali baseline dan
menyusun laporan untuk penjelasan FREL Kalbar yang telah
disahkan pada tahun 2016 lalu. Besar harapan saya laporan
ini dapat memberikan jawaban dan menjadi dasar untuk
RBP yang harusnya menjadi hak Provinsi Kalimantan Barat
atas semua upaya untuk mendukung target penurunan emisi
nasional. Selain itu, dengan adanya penyusunan laporan teknis
sinkronisasi FREL ini dapat menjadikan Provinsi Kalimantan
Barat sebagai pilot project kegiatan REDD+ bersama dengan
Provinsi Kalimantan Timur yang telah ditetapkan terlebih
dahulu sebagai provinsi percontohan.

Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih atas dukungan


rekan-rekan POKJA REDD+ dan LSM baik itu IDH maupun
GIZ Forclime yang telah mendukung pendanaan untuk
penyusunan laporan ini. Semoga apa yang kita lakukan dapat
memberikan manfaat untuk mendukung misi pembangunan
Kalimantan Barat berwawasan lingkungan.

Pontianak, Desember 2018

Ir. H. Adi Yani, MH

4 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

KATA PENGANTAR

Kepala Dinas Kehutanan


Provinsi Kalimantan Barat

Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo selalu


mengingatkan lembaga pemerintah untuk tidak memperkuat
ego sektor. Apabila lembaga negara lebih mengedepankan
ego sektor, akan sangat sulit melakukan kerja sama dalam
membangun negeri ini. Hal terbaik dilakukan, memperkuat
sinkronisasi. Dengan adanya sinkronisasi ini terjalin kerja
sama erat. Terjalin tukar menukar informasi dan data. Bila
hal ini bisa terwujud, rencana apapun untuk membangun di
segala bisa dengan cepat terealisasi.

Keinginan orang nomor satu itu terlihat nyata apa pada


Kelompok Kerja (Pokja) REDD+ Kalimantan Barat. Lewat
Pokja ini, upaya sinkronisasi terutama terkait dengan data
Tingkat Rujukan Emisi Hutan atau Forest Reference Emission
Level (FREL), antara Pokja REDD+ Kalimantan Barat sebagai
sub-nasional FREL dengan FREL Nasional di bawah Direktorat
Jenderal PPI KLHK bisa diwujudkan. Tentunya ini sebuah
langkah maju yang patut untuk dicontoh.

Sinkronisasi ini bukan sebatas FREL semata, melainkan


memperlihatkan kerja sama erat antar dinas dan badan
serta NGO yang ada di Provinsi Kalimantan Barat. Saya
yakin, apabila iklim positif ini terus dikembangkan, Provinsi
Kalimantan Barat sebagai mana tertuang dalam visi dan misi
Gubernur H. Sutarmidji akan cepat terwujud.

Saya mengucapkan ribuan terima kasih kepada Pokja


REDD+ serta sejumlah NGO yang selama ini aktif membantu
Dinas Kehutanan Kalimantan Barat. Terutama GIZ dan IDH

Sub-Nasional Kalimantan Barat 5


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

yang menjadi unsur pelaksana bersama pemerintah dalam


kegiatan ini. Mereka adalah mitra pembangunan yang
memiliki kepedulian terhadap isu-isu lingkungan hidup.
Sebagai Kepala Dinas, saya juga akan terus memberikan
support sepanjang untuk kemajuan negeri ini. Apa yang
telah teman-teman (NGO) lakukan untuk mensinkronkan
data baik secara vertikal maupun horizontal, tidak akan
sia-sia. Pasti memberikan daya guna dan daya dobrak bagi
kemajuan Provinsi Kalimantan Barat. Tidak hanya bagi rakyat
Kalimantan Barat ini, melainkan untuk generasi kita akan
datang. Semoga apa yang telah dirumuskan cepat terealisasi.
Amin.

Pontianak, Desember 2018

Marius Marcellus TJ, SH, MM

6 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

RINGKASAN EKSEKUTIF

Provinsi Kalimantan Barat telah menyusun Forest Reference


Emission Level/ Tingkat Rujukan Emisi Hutan Sub-Nasional
(FREL) pada tahun 2016. Penyusunan FREL Provinsi
Kalimantan Barat dilakukan dalam rangka mendukung
upaya penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi
hutan (REDD+) untuk pembangunan lingkungan hidup
yang berkelanjutan dalam rangka mitigasi dan adaptasi
dampak perubahan iklim. Penyusunan FREL dilakukan untuk
mengetahui tingkat emisi dari sektor kehutanan yang menjadi
rujukan dalam menghitung penurunan emisi sampai dengan
tahun 2020 dan 2030.

Berdasarkan perhitungan FREL sebelumnya diketahui mulai


tahun 1990 hingga 2012, rata-rata deforestasi Kalimantan
Barat sebesar 68.840 ha per tahun dan degradasi hutan
sebesar 10.837 ha per tahun. Sejarah emisi dari deforestasi
dan degradasi hutan dari tahun 1990 hingga 2012 memiliki
rata-rata sebesar 28,6 MtCO2e per tahun dari deforestasi
dan 1,8 MtCO2e per tahun dari degradasi dengan total rata-
rata emisi sebesar 30,4 MtCO2e per tahun (0,030 Gt CO2e per
tahun). Emisi tambahan dari dekomposisi gambut akibat
deforestasi dan degradasi hutan mulai dari 4,33 MtCO2e per
tahun hingga 31,87 MtCO2e per tahun sebagai emisi turunan
atau warisan (inherited emissions).

Dalam rangka mendukung menuju pelaksanaan REDD+ di


tingkat sub nasional, pada 5 Juli 2018, 15 Oktober 2018
dan 21 November 2018 telah dilakukan sinkronisasi FREL
sub nasional dengan oleh tim FREL Nasional di Pontianak.
Berdasarkan hasil analisis kajian tim FREL Nasional dari
Direktorat IGRK dan MPV Direktorat Jenderal Pengendalian

Sub-Nasional Kalimantan Barat 7


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Perubahan Iklim KLHK yang ditindaklanjuti melalui diskusi


internal Pokja REDD+ Kalimantan Barat, ada beberapa
penyesuaian yang perlu disinkronkan yaitu penggunaan faktor
emisi (emission factor) yang lebih kecil nilai kesalahannya,
penyesuaian metode proyeksi baseline untuk lahan gambut
serta penghitungan ulang baseline deforestasi dan degradasi
hutan.

Hasil sinkronisasi FREL Kalimantan Barat menunjukkan


baseline emisi rata-rata dari deforestasi adalah sebesar 22,1
MtCO2e per tahun, lebih kecil dari nilai sebelumnya sebesar
28,6 MtCO2e per tahun. Baseline emisi rata-rata dari degradasi
hutan adalah sebesar 1,3 MtCO2e per tahun, lebih kecil dari
nilai sebelumnya yaitu 1,8 MtCO2e per tahun.

Sejarah emisi historis dari deforestasi dan degradasi hutan dari


tahun 1990 hingga 2012 memiliki rata-rata total sebesar 23,4
MtCO2e per tahun, atau 7 MtCO2e lebih kecil dari perhitungan
sebelumnya (0,030 GtCO2e per tahun). Tingkat emisi rujukan
dari dekomposisi gambut periode 2013 hingga 2020 adalah
sebesar 33,2 MtCO2 hingga 42,4 MtCO2e per tahun. Sedangkan
tingkat rujukan emisi untuk periode sampai dengan tahun
2030 adalah sebesar 55,5 MtCO2e per tahun sebagai emisi
turunan atau warisan.

Berdasarkan perhitungan FREL yang baru ini, nilainya


cenderung lebih rendah dari FREL sebelumnya. Kecuali,
untuk perhitungan gambut yang lebih tinggi dari FREL
sebelumnya. Namun, FREL ini masih berbeda dengan alokasi
FREL Nasional. Hal ini disebabkan karena perbedaan metode
dalam penetapan alokasi FREL yang mempertimbangkan
indeks risiko emisi serta laju deforestasi dan persen tutupan
hutan yang digunakan untuk menghitung proporsi alokasi
FREL di seluruh sub nasional oleh Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan. FREL sub nasional Kalimantan Barat
menjadi acuan pengukuran untuk memperoleh Result Based
Payment (RBP).

8 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Penyusunan dan sinkronisasi FREL sub nasional Kalimantan


Barat diharapkan dapat menunjukkan komitmen serta
kesiapan Kalimantan Barat dalam pelaksanaan REDD+ secara
penuh. Di masa mendatang akan terus dilakukan perbaikan
dengan data yang lebih detail melalui penambahan petak
pengukuran cadangan karbon hutan dan lahan gambut
serta dengan memasukkan aktivitas REDD+ lainnya seperti
konservasi karbon hutan, pengelolaan hutan lestari, dan
peningkatan cadangan karbon hutan.

Sub-Nasional Kalimantan Barat 9


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

10 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................ 3


Ringkasan Eksekutif ...................................................................... 7
Daftar Isi ............................................................................................. 11
Daftar Tabel ....................................................................................... 13
Daftar Gambar ................................................................................. 14

BAB I PENDAHULUAN ................................................................. 15


1.1. Latar Belakang ........................................................................ 15
1.2. Maksud dan Tujuan ............................................................... 17

BAB II METODOLOGI ................................................................... 19


2.1. Perbaikan Nilai Faktor Emisi Lokal untuk Defores-
tasi dan Degradasi Hutan...................................................... 19
2.2. Evaluasi dan Perbaikan Model Prediksi Emisi dari
Dekomposisi Gambut ........................................................... 21

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................... 23


3.1. Perhitungan FREL Sebelumnya ....................................... 24
3.2. FREL Hasil Perhitungan saat ini ..................................... 24
3.3. Baseline FREL Deforestasi dan Degradasi ..................... 26
3.4. Baseline Dekomposisi Gambut ........................................ 26

BAB IV TINDAK LANJUT ................................................... 31


4.1. Wilayah Penilaian Kinerja ................................................ 31

Sub-Nasional Kalimantan Barat 11


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

4.2. Rencana Aksi ..................................................................... 33


4.3. Rencana Perbaikan/Tindak Lanjut ................................. 37

BAB V PENUTUP .................................................................. 41

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 43

LAMPIRAN-LAMPIRAN 44
Lampiran 1 Wilayah Pengukuran Kinerja REDD+ ............. 44
Lampiran 2 Surat Keputusan Tim Penyusunan Sinkronisasi
FREL ..................................................................... 47
Lampiran 3 Keputusan Pengesahan Laporan Sinkronisasi
FREL ...................................................................... 51

12 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbandingan nilai cadangan karbon


lokal dan nasional dari beberapa tutupan
lahan............................................................................... 11

Tabel 2 Hasil perhitungan kinerja REDD+ periode


2012 – 2016 berdasarkan FREL terbaru.......... 27

Tabel 3 Perkembangan Keberlanjutan Yuridiksional


sebagai rencana aksi yang telah dilakukan
Provinsi Kalimantan Barat.................................... 34

Sub-Nasional Kalimantan Barat 13


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Emisi tahunan dari tahun 1990 - 2012 dan


tingkat rujukan deforestasi dan degradasi
hutan sebelum sinkronisasi.............................. 23

Gambar 2 Emisi tahunan dari tahun 1990 - 2012 dan


tingkat rujukan deforestasi dan degradasi
hutan setelah sinkronisasi................................ 23

Gambar 3 Proyeksi Emisi dari dekomposisi gambut


Tahun 2013 hingga 2030 menggunakan
metode forecast (grafik batang berwarna
coklat) dan model penambahan rata-rata
tahunan (grafik abu-abu putus-putus)........ 25

Gambar 4 Sebaran WPK nasional...................................... 29

Gambar 5 Wilayah Pengukuran Kinerja (WPK) di


Kalimantan Barat ............................................. 30

14 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Provinsi Kalimantan Barat menjadi salah satu provinsi


percontohan program persiapan pelaksanaan kegiatan
pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan
plus (REDD+). Dalam rangka persiapan penerapan REDD+,
beberapa dokumen persyaratan telah disusun, antara lain
dokumen Strategi Rencana Aksi Provinsi (SRAP) REDD+ dan
Tingkat Rujukan Emisi Hutan/Forest Reference Emission Level
(FREL) Sub-Nasional Kalimantan Barat. FREL Kalimantan
Barat disusun dalam rangka mendukung pembangunan
lingkungan hidup yang berkelanjutan untuk mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim.

Dokumen FREL telah disahkan melalui Keputusan Gubernur


Kalimantan Barat Nomor 855/BLHD/2016 tentang
Pengesahan Dokumen Tingkat Rujukan Emisi Hutan Sub
Nasional. Dokumen ini menjadi acuan dalam penentuan
baseline emisi dari sektor kehutanan di Provinsi Kalimantan
Barat.

Dalam dokumen FREL yang telah dipublikasikan pada tahun


2016, data hasil perhitungan memperlihatkan rata-rata
deforestasi Kalimantan Barat sebesar 68.840 ha per tahun
dan rata-rata degradasi hutan sebesar 10.837 ha per tahun.
Sejarah emisi dari deforestasi dan degradasi hutan tahun
1990 hingga 2012 di Provinsi Kalimantan Barat memiliki
rata-rata sebesar 28,6 MtCO2e per tahun dari deforestasi dan
1,8 MtCO2e per tahun dari degradasi hutan dengan total rata-
rata emisi sebesar 30,4 MtCO2e per tahun. Emisi tambahan
dari dekomposisi gambut sebesar 4,33 MtCO2e per tahun

Sub-Nasional Kalimantan Barat 15


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

meningkat hingga 31,87 MtCO2e per tahun sebagai akibat


emisi turunan/warisan (inherited emissions).

FREL Kalimantan Barat (sub nasional) sejalan dengan FREL


di tingkat nasional. Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) melaksanakan kegiatan sinkronisasi FREL
Nasional dan Sub Nasional pada 24 Mei 2018 di Hotel Santika
dan 5 Juli 2018 di Hotel Aston. KLHK menyampaikan alokasi
FREL sub nasional Kalimantan Barat yang telah ditetapkan
sesuai peraturan Menteri LHK no 70 tahun 2018. Alokasi
yang ditetapkan jauh di bawah FREL hasil perhitungan Pokja
REDD+ Kalimantan Barat.

Dari hasil kegiatan tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup


dan Kehutanan mengeluarkan nota dinas perihal pertemuan
seri Focus Group Discussion (FGD) untuk penetapan FREL
Sub Nasional Kalimantan Barat. Beberapa poin penting dari
kegiatan tersebut yang menjadi fokus perhatian untuk segera
ditindaklanjuti terutama yang menjadi perbedaan dengan
FREL Nasional yaitu :

1. Perbedaan data faktor emisi (emission factor)


2. Perbedaan metode proyeksi baseline untuk lahan
gambut
3. Perbedaan proyeksi FREL.

Semua perbedaan tersebut perlu disinkronkan dengan


nasional agar dapat diusulkan ke UNFCCC (United Nation
Framework Convention On Climate Change). Perbedaan data
cadangan karbon (carbon stock) dikarenakan Kalimantan
Barat tidak menggunakan data plot NFI (National Forest
Inventory), karena data tersebut tidak dapat diakses sehingga
menggunakan data lokal dari beberapa penelitian dan plot
NGO. Sementara itu, perbedaan metode proyeksi baseline
untuk gambut terjadi karena dekomposisi gambut dalam
FREL Nasional menggunakan regresi linier dan FREL sub

16 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

nasional menggunakan regresi non linier.

Untuk menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut, Pokja


REDD+ bersama dengan dukungan dari GIZ Forclime, IDH dan
ahli (expert) MRV yang merupakan bagian dari salah satu tim
FREL nasional, mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi
opsi-opsi yang diarahkan/disarankan sebelumnya oleh
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) dan
tim FREL nasional.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan Dokumen Teknis Sinkronisasi FREL


ini adalah melakukan sinkronisasi FREL Nasional dan Sub
Nasional (FREL Kalimantan Barat). Secara umum tujuannya
adalah untuk menindaklanjuti usulan sinkronisasi FREL
nasional dan sub nasional. Sedangkan tujuan khususnya
adalah :
1. Menyepakati faktor emisi yang digunakan;
2. Menghitung kembali proyeksi baseline untuk lahan
gambut berdasarkan metode yang disarankan oleh Tim
teknis dari KLHK;
3. Menetapkan FREL Kalimantan Barat berdasarkan hasil
sinkronisasi.

Sifat dari dokumen ini adalah supplementary (pelengkap)


dokumen FREL Kalimantan Barat yang sudah dipublikasi
pada tahun 2016.

Sub-Nasional Kalimantan Barat 17


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

18 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

BAB II
METODOLOGI

Berdasarkan hasil kajian dalam FGD sinkronisasi FREL Sub


Nasional pada 5 Juli 2018, tim KLHK menyarankan tim FREL
Kalimantan Barat untuk melakukan beberapa langkah yang
diperlukan untuk sinkronisasi FREL. Beberapa analisis yang
dilakukan antara lain: penggunaan faktor emisi tingkat
nasional yang menggunakan data NFI dengan nilai uncertainty
yang lebih rendah serta pemilihan model prediksi emisi lahan
gambut ke depan.

2.1. Perbaikan Nilai Faktor Emisi Lokal untuk Deforestasi


dan Degradasi Hutan

Berdasarkan arahan dari Tim FREL nasional, dalam


penyusunan FREL Sub Nasional sebaiknya menggunakan
data yang memiliki nilai uncertainty (ketidakpastian) dan
standard error (simpangan baku) rendah. Dalam dokumen
FREL Kalimantan Barat, nilai cadangan karbon yang
digunakan diperoleh dari data hasil pengukuran langsung
di wilayah Kalimantan Barat yang dikompilasi oleh Pokja
REDD+. Terdapat 201 plot sampel inventarisasi hutan yang
dikumpulkan dari berbagai lembaga, yaitu Badan Lingkungan
Hidup Daerah (BLHD) Kalbar (39 plot) , GIZ Forclime (42 plot),
dan Flora Fauna International–Indonesia Program (120). Dari
201 plot sampel yang dikumpulkan, hanya 186 plot dipakai
dalam analisis setelah melalui proses pencermatan dan
kontrol kualitas.

Sub-Nasional Kalimantan Barat 19


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Tabel 1. Perbandingan nilai cadangan karbon lokal dan nasional


dari beberapa tutupan lahan

NILAI CADANGAN KARBON LOKAL NILAI CADANGAN KARBON NASIONAL


Rata-rata Rata-rata
TUTUPAN HUTAN N (tC/ha) SE(%) N (tC/ha) SE(%)

Hutan Lahan Kering 14 136,29 25 333 126,62 4


Primer (HLKP)
Hutan Lahan Kering 71 89,56 20 608 95,55 3
Sekunder (HLKS)
Hutan Rawa Primer 17 130,48 11 3 129,16 2
(HRP)
Hutan Rawa Sekunder 74 126,32 20 166 80,14 7
(HRS)
Hutan Mangrove Primer - - - 8 124,03 21
(HMP)
Hutan Mangrove 10 53,48 25 12 94,80 21
Sekunder (HMS)

Sumber: FREL Kalimantan Barat, 2016

Sebagian besar nilai simpangan baku (standard error) rata-


rata cadangan karbon lokal lebih besar dari 20%. Jumlah
plot dari masing-masing tutupan lahan hampir semuanya di
bawah 30 plot yang menyebabkan nilai simpangan bakunya
menjadi tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan SNI 2274 tentang
pengukuran karbon (BSN, 2011), di mana nilai maksimal
simpangan baku yang diperbolehkan adalah 20%. Awalnya
tim FREL Nasional menyarankan untuk menggunakan data-
data NFI untuk diintegrasikan dengan data lokal sehingga
dapat meningkatkan akurasi nilai cadangan karbon. Namun
karena ketidaktersediaan data plot NFI, disarankan untuk
menggunakan data rata-rata cadangan karbon nasional
yang diperoleh dari data NFI Pulau Kalimantan. Perubahan
nilai cadangan karbon yang digunakan akan mengubah nilai
faktor emisi deforestasi dan degradasi hutan dan juga akan
mengubah nilai FREL dari deforestasi dan degradasi hutan.
Penghitungan emisi historis dilakukan dengan menggunakan
rumus di bawah ini:

Emisi = DA x FE
Di mana DA adalah data aktivitas deforestasi atau deforestasi
(dalam hektar), dan FE adalah faktor emisi dari deforestasi
atau degradasi hutan (dalam tCO2/hektar).

20 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

2.2. Evaluasi dan Perbaikan Model Prediksi Emisi dari


Dekomposisi Gambut

Perbaikan model prediksi gambut juga disarankan untuk


dievaluasi agar lebih konsisten. Tingkat rujukan emisi
dekomposisi gambut ditetapkan menggunakan model
prediksi ke depan berdasarkan nilai emisi historis. Hal ini
dilakukan karena besaran emisi di lahan gambut yang terjadi
pada tahun sebelumnya juga terjadi pada tahun berikutnya,
sehingga terjadi akumulasi emisi.

Pada dokumen FREL Kalimantan Barat, tingkat rujukan emisi


pada tahun 2012-2013 (17 juta tCO2) jauh di bawah emisi yang
terjadi pada tahun 2011-2012 (32 juta tCO2). Padahal emisi
pada tahun berikutnya seharusnya lebih besar dibanding
emisi tahun sebelumnya apabila deforestasi dan degradasi
hutan terjadi. Hal ini menyebabkan emisi aktual yang terjadi
pada tahun 2012-2013 akan selalu berada jauh di atas emisi
acuan.

Tim FREL Kalimantan Barat melakukan evaluasi model


prediksi dengan dua cara, yaitu menggunakan (1) fungsi
Forecast Sheet dalam Microsoft Excel, dan (2) menggunakan
rata-rata penambahan emisi tahunan. Data emisi lahan
gambut digunakan data dari tahun 1990 hingga tahun 2012.
Untuk menghitung rata-rata penambahan emisi tahunan (ΔE)
atau cara dua digunakan rumus,

Di mana Et1 adalah emisi pada periode 1990-1991, Et2 adalah


emisi pada periode 2011-2012 dan T adalah beda waktu
antara T1 dan T0.

Sub-Nasional Kalimantan Barat 21


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

22 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil sinkronisasi FREL Sub-Nasional dan nasional pada 5 Juli


2018, Kementerian LHK dan tim FREL nasional menyarankan
kepada Pokja REDD+ Kalimantan Barat untuk melakukan
beberapa langkah penyesuaian untuk sinkronisasi FREL.
Beberapa analisis dan penyesuaian perlu dilakukan antara
lain berkaitan penggunaan faktor emisi tingkat nasional yang
menggunakan data hasil Inventarisasi Hutan Nasional (NFI)
dengan nilai ketidakpastian lebih rendah serta pemilihan
model proyeksi emisi lahan gambut ke depan.

Perjalanan REDD+ Kalimantan Barat dapat diuraikan sebagai


berikut :
1. Dibentuknya Kelompok Kerja (Pokja) pengurangan emisi
dari deforestasi dan degradasi hutan (Pokja REDD+)
Kalimantan Barat pada tahun 2012 melalui Surat
Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 115/
BLHD/2012;
2. Disusunnya dokumen Strategi dan Rencana Aksi (SRAP)
REDD+ Kalimantan Barat pada tahun 2013 dan disahkan
melalui Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Barat
Nomor 554/BLHD/2013;
3. Disusunnya dokumen baseline nilai rujukan emisi hutan
(FREL) untuk kegiatan REDD + di Kalimantan Barat
pada tahun 2016, dan disahkan melalui Surat Keputusan
Gubernur Kalimantan Barat Nomor 855/BLHD/2016;
4. Dibentuknya Tim Revisi Dokumen SRAP REDD+ Provinsi
Kalimantan Barat tahun 2017, dan disahkan melalui Surat
Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 316/
DPRKPLH/2017;
5. Revisi dokumen SRAP REDD+ Kalimantan Barat disahkan
melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor
684/DPRKPLH/2017.

Sub-Nasional Kalimantan Barat 23


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

6. Revisi keanggotaan Pokja REDD+ Kalbar melalui Surat


Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 770/
DPRKPLH/2017;
7. Dibentuknya Tim Penyusun Panduan Inventarisasi Hutan
dan Lahan tahun 2018, dan disahkan melalui Surat
Keputusan Gubernur Kalimantan Barat Nomor 190/
DPRKPLH/2018;
8. Disusunnya dokumen Petunjuk Teknis Pengukuran
Cadangan Karbon Hutan dan Bukan Hutan (PCKHBH)
Provinsi Kalimantan Barat tahun 2018;
9. Dibentuknya Tim Pelaksana Sistem Informasi SafeGuards
tahun 2018, dan disahkan melalui Surat Keputusan
Gubernur Kalimantan Barat Nomor 189/DPRKPLH/2018;
10.FGD Sinkronisasi Baseline/FREL Nasional - Sub-nasional di
Kalimantan Barat berdasarkan undangan dari KLHK Dirjen
Pengendalian Perubahan Iklim Direktorat Inventarisasi
GRK dan MPV Nomor UN-61/KAS/MPVR/PPI.2/6/2018.

3.1. Perhitungan FREL Sebelumnya

Pada FREL sub nasional/provinsi aktivitas deforestasi per


tahun rata-rata sebesar 28.604.690 tCo2e dengan aktivitas
degradasi sebesar 1.810.323 tCo2e.

Ada tiga hal perbedaan antara hasil perhitungan FREL sub-


nasional dengan FREL nasional. Pertama, penggunaan faktor
emisi yang berbeda, di mana Kalimantan Barat menggunakan
Faktor Emisi Lokal berdasarkan perhitungan sample plot yang
telah dilakukan. Kedua, perbedaan metode proyeksi baseline
untuk lahan gambut, di mana sub-nasional metode regresi
non linear. Sedangkan FREL Nasional menggunakan regresi
linear. Ketiga, perhitungan Proyeksi Emisi dalam FREL sub
nasional menggunakan periode 2012-2030 dan belum sesuai
dengan perhitungan nasional yang menggunakan proyeksi
2013-2020.

24 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

3.2. FREL Hasil Perhitungan saat ini


Berdasarkan arahan dari Tim FREL nasional, dalam
penyusunan FREL Sub-Nasional sebaiknya menggunakan
data yang memiliki nilai uncertainty dan simpangan baku
yang rendah. Maka dilakukan penghitungan FREL ulang
berdasarkan faktor Emisi Nasional.

Gambar 1. Emisi tahunan dari tahun 1990 - 2012 dan tingkat rujukan
deforestasi dan degradasi hutan sebelum sinkronisasi.

Gambar 1. Emisi tahunan dari tahun 1990 - 2012 dan tingkat rujukan
deforestasi dan degradasi hutan sebelum sinkronisasi

Gambar 2. Emisi tahunan dari tahun 1990 - 2012 dan tingkat rujukan
deforestasi dan degradasi hutan setelah sinkronisasi.

Dari grafik di atas dapat dilihat perubahan angka deforestasi


dan degradasi hutan dari tahun 1990-2012. Berdasarkan
perhitungan menggunakan faktor emisi Kalimantan Barat,

Sub-Nasional Kalimantan Barat 25


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

emisi yang dihasilkan dari deforestasi sebesar 28.604.690


tCO2e. Sedangkan berdasarkan faktor emisi nasional, emisi
dari deforestasi sebesar 22.108.231 tCO2e. Untuk emisi dari
degradasi hutan, berdasarkan faktor emisi Kalimantan Barat
sebesar 1.810.323 tCO2e, dan faktor emisi nasional sebesar
1.264.740 tCO2e.

3.3. Baseline FREL Deforestasi dan Degradasi

Berdasarkan arahan dari Kementerian LHK dan Tim FREL


nasional, dalam penyusunan FREL Sub Nasional sebaiknya
menggunakan data yang memiliki nilai ketidakpastian yang
rendah. Dalam dokumen FREL Kalimantan Barat yang ada,
nilai cadangan karbon yang digunakan diperoleh dari data
hasil perhitungan Faktor Emisi di wilayah Kalimantan Barat
yang dikompilasi oleh Pokja REDD+ dengan mengumpulkan
hasil inventarisasi hutan pada 201 plot sampel dari berbagai
lembaga, yaitu Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD)
Kalbar (39 plot), GIZ Forclime (42 plot), dan Flora Fauna
International – Indonesia Program (120 plot). Dari 201 plot
sampel yang dikumpulkan, hanya 186 plot dipakai dalam
analisis setelah melalui proses pencermatan.

Mengacu hasil kesepakatan dalam sinkronisasi, dengan


menggunakan nilai faktor emisi mengikuti faktor emisi
nasional, emisi dari deforestasi per tahun rata-rata sebesar
22.108.231 tCO2e, dan dari degradasi hutan per tahun rata-
rata sebesar 1.264.740 tCO2e. Nilai ini lebih rendah sekitar
6,5 MtCO2e untuk emisi deforestasi dan 0,5 MtCO2e untuk
emisi dari degradasi hutan.

3.4. Baseline Dekomposisi Gambut

Pada dokumen FREL Kalimantan Barat, tingkat emisi rujukan


yang digunakan tahun 2012-2013 sebesar 17.326.735 tCO2e
jauh di bawah emisi yang terjadi pada tahun 2011-2012 yaitu
sebesar 31.873.393 tCO2e.

26 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Dengan hasil seperti ini, diperlukan perbaikan. Alasannya,


emisi pada tahun berikutnya seharusnya lebih besar dibanding
emisi tahun sebelumnya, jika deforestasi dan degradasi hutan
terjadi dan terjadinya penambahan dekomposisi. Hal ini
menyebabkan emisi aktual yang terjadi pada tahun 2012-
2013 akan selalu berada jauh di atas emisi acuan.

Perubahan metode proyeksi gambut dari non-linear menjadi


linear dapat dilihat pada gambar di bawah ini,
60,000,000

50,000,000

40,000,000

30,000,000

20,000,000

10,000,000

-
1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017 2019 2021 2023 2025 2027 2029

DEKOMPOSISI GAMBUT Forecast(DEKOMPOSISI GAMBUT)


Penambahan Rata-Rata Historis

Gambar 3. Proyeksi Emisi dari dekomposisi gambut Tahun 2013


hingga 2030 menggunakan metode forecast (grafik
batang berwarna coklat) dan model penambahan rata-
rata tahunan (grafik abu-abu putus-putus).

Berdasarkan hasil kesepakatan Pokja REDD+, proyeksi emisi


gambut diprediksi menggunakan metode penambahan rata-
rata. Metode ini mempertimbangkan emisi historis secara
proposional merata, termasuk mempertimbangkan emisi
pada tahun 2016 yang sangat besar. Sedangkan metode
forecast hanya mempertimbangkan trend/kecenderungan
emisi sebelumnya.

Sub-Nasional Kalimantan Barat 27


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Dengan perhitungan menggunakan rata-rata peningkatan


dekomposisi per tahunnya dan penyesuaian proyeksi
dekomposisi gambut maka didapatkan emisi dekomposisi
gambut pertahun sebesar 1.252.198.t COo2e yang diperoleh
dari pengukuran tahun akhir dikurangi tahun awal
pengamatan dekomposisi dibagi rentang waktu pengamatan.

Berdasarkan perhitungan FREL yang baru ini, nilainya


cenderung lebih rendah dari FREL sebelumnya kecuali untuk
perhitungan gambut yang lebih tinggi dari FREL sebelumnya.
Namun, FREL ini masih berbeda dengan alokasi FREL
nasional. Hal ini disebabkan karena perbedaan metode dalam
penetapan alokasi FREL yang mempertimbangkan indeks
resiko emisi serta laju deforestasi dan persen tutupan hutan.

Dari 201 plot sampel inventarisasi hutan yang dikumpulkan


dari berbagai lembaga di Provinsi Kalimantan Barat, terdapat
17 plot yang terdapat di Hutan Rawa Primer (HRP) dan 74
plot di Hutan Rawa Sekunder (HRS). Dalam perhitungan
penyusunan FREL Sub-Nasional sebelumnya dalam
perhitungan emisi dekomposisi gambut menggunakan
model regresi yang menggunakan rata-rata penambahan
emisi per tahun dengan periode tahun 1990-2012 dengan
menggunakan fungsi Forecast Sheet dalam Microsoft Excel.
Hal ini mengakibatkan tingkat emisi aktual jauh di bawah
proyeksi emisi dan menghasilkan uncertainty yang tinggi.
Metode perhitungan ini menghasilkan proyeksi emisi jauh di
bawah tingkat emisi aktual yang dijelaskan dalam Tabel 2.

28 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Tabel 2. Hasil perhitungan kinerja REDD+ periode 2012 – 2016 berdasarkan FREL terbaru

DEFORESTASI DEGRADASI HUTAN DEKOMPOSISI GAMBUT TOTAL

TAHUN Proyeksi Kinerja Emisi Proyeksi Kinerja Emisi Proyeksi Kinerja Emisi Proyeksi Kinerja
Emisi Aktual
FREL REDD+ Aktual FREL REDD+ Aktual FREL REDD+ Aktual FREL REDD+

(juta tCO2e)
2012-2013 96.91 22.11 -74.80 0.39 1.26 0.87 33.82 33.13 -0.69 131.12 56.50 -74.62
2013-2014 11.87 22.11 10.24 0.67 1.26 0.59 35.54 34.38 -1.17 48.08 57.75 9.67
2014-2015 14.92 22.11 7.19 4.75 1.26 -3.49 36.49 35.63 -0.86 56.16 59.00 2.84
2015-2016 80.37 22.11 -58.26 1.80 1.26 -0.54 22.80 36.88 14.08 104.97 60.26 -44.71

Sub-Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Sumber: Hasil analisis sinkronisasi 2018

29
Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

30 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

BAB IV
TINDAK LANJUT

4.1. Wilayah Penilaian Kinerja

Area cakupan FREL adalah semua tanah mineral dan tanah


gambut yang bertutupan hutan pada tahun 1990. Penilaian
area cakupan FREL ditentukan berdasarkan WPK (Wilayah
Pengukuran Kinerja). WPK adalah areal untuk implementasi
aksi mitigasi perubahan ikim di bawah skema REDD+ dan
merupakan unit untuk diukur, dilaporkan dan diverifikasi
sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.70/MENLHK/
SETJEN/KUM.1/12/2017 tanggal 29 Desember 2017 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Reducing Emissions from Deforestation
and Forest Degradation, Role of Conservation, Sustainable
Management of Forest and Enhancement of Forest Carbon
Stocks.

Gambar 4. Sebaran WPK nasional

Keterangan:
1. WPK REDD+ mencakup areal masih berhutan pada akhir
2012 baik berupa hutan primer maupun hutan sekunder,

Sub-Nasional Kalimantan Barat 31


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

di tanah mineral maupun di tanah gambut, termasuk lahan


gambut yang pada tahun 1990 masih berhutan namun
pada akhir 2012 sudah tidak berhutan.
2. Wilayah Pengukuran Kinerja (WPK) REDD+ harus ditinjau
kembali sesuai dengan hasil peninjauan kembali FREL/
FREL Nasional.

FREL Nasional seluas 113,2 juta hektar atau 60 % dari total


luas negara. Areal yang dipetakan adalah areal yang pada
tahun 1990 masih bertutupan hutan, baik primer maupun
sekunder, baik pada tanah mineral maupun tanah gambut.
Areal hutan alam ini mencakup hutan alam primer dan
sekunder, dan tidak dibebankan antara kawasan dan non-
kawasan hutan

Gambar 5. Wilayah Pengukuran Kinerja (WPK) di Kalimantan Barat

Catatan: Kondisi eksisting hasil analisis data tahun 2013


(kolom 3 dan 4). Sedangkan pada kolom 5 hasil analisis data
luasan kehilangan hutan dari tahun 1990 sampai akhir tahun
2012.

Total areal Wilayah Pengukuran Kinerja (WPK) REDD+


wilayah UPT KPH Dinas Kehutanan Kalimantan Barat seluas

32 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

2.151.555,39 ha dengan rincian areal berhutan pada tanah


mineral 1.520.907,63 ha (70,7%), areal berhutan pada tanah
gambut seluar 310.776,16 ha (14,4%), lahan tidak berhutan
pada akhir 2012, dan tidak berhutan pada 1990 seluas
319.871,60 ha (14,9%).

Berdasarkan total areal WPK Kalimantan Barat 2.151.555,39


ha, wilayah Kapuas Hulu memiliki wilayah terbesar
1.091.095,76 ha (50,7%) dan terkecil pada wilayah Sekadau
sebesar 3.223,46 ha (0,14%). WPK yang banyak kehilangan
luasan hutan pada lahan gambut dari tahun 1990 sampai
akhir 2012 adalah wilayah Kubu Raya sebesar 102.152,99 ha
(31,9%). Data diasumsikan untuk wilayah Kota Pontianak dan
Singkawang, kecil. Data tersebut dapat diabaikan. Sementara
data kehilangan luasan hutan pada lahan gambut terkecil
berdasarkan table di atas adalah wilayah Sekadau sebesar
213,29 (0,067%).

Ada pun areal hutan pada tanah gambut terbesar pada wilayah
Kapuas Hulu dan Kubu Raya sebesar berturut-turut seluas
96.225,14 ha (31%) dan 81.299,70 (26,2%) sedangkan luasa
terkecil pada wilayah Sekadau seluas 111,44 ha (0,036%).
Kondisi areal berhutan pada tanah mineral terbesar pada
wilayah Kaluas Hulu sebesar 981.664,77 ha (64,5%) dan
wilayah Kota Singkawang memiliki areal berhutan terkecil
seluas 1.102,91 ha (0,07%).

4.2. Rencana Aksi

Provinsi Kalimantan Barat telah menyusun rencana aksi dalam


dokumen Strategi Rencana Aksi Provinsi dalam pengurangan
Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (SRAP REDD+).
Dalam dokumen ini telah disusun rencana aksi berdasarkan
lima pilar strategi nasional (Stranas) yaitu kelembagaan dan
proses, kerangka hukum dan peraturan, program-program
strategis, perubahan paradigma dan budaya kerja serta
keterlibatan berbagai pihak. Kemudian, dalam dokumen

Sub-Nasional Kalimantan Barat 33


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

laporan monitoring emisi tahun 2013 hingga 2016 telah juga


disebutkan upaya-upaya pemerintah Provinsi Kalimantan
Barat maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Sesuai arahan visi dan misi Gubernur Kalimantan Barat yang


tercantum adalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJMD) Tahun 2019 hingga 2023, isu lingkungan
hidup menjadi salah satu misi pembangunan. Sesuai Sesuai
dengan rancangan RPJMD kalbar tahun 2018 hingga 2023,
visi dan misi Gubernur Kalimantan Barat yaitu :
• Visi
Terwujudnya kesejahteraan masyarakat Kalimantan Barat
melalui percepatan pembangunan infrastruktur dan
perbaikan tata kelola pemerintahan.

• Misi
1. Mewujudkan percepatan pembangunan infrastruktur;
2. Mewujudkan tata kelola pemerintahan berkualitas dengan
prinsip-prinsip Good Governance;
3. Mewujudkan kualitas hidup masyarakat;
4. Mewujudkan masyarakat sejahtera;
5. Mewujudkan masyarakat yang tertib;
6. Mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan.

Isu lingkungan hidup masuk pada misi ke enam yaitu


mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan. Isu
tersebut menggambarkan secara jelas misi pembangunan
mengarah pada pembangunan rendah emisi (low emission
development). Misi ini sejalan dengan target dalam dokumen
SRAP REDD+ dan FREL yang akan menurunkan emisi sebesar
60 % dari sektor kehutanan sebagai sumber penyumbang
emisi terbesar.

Dari visi dan misi tersebut, tujuan dan sasaran dan


pembangunan daerah Kalbar adalah :
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur daerah.
2. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan daerah.

34 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

3. Meningkatkan kualitas aparatur.


4. Mengurangi rentang kendali pemerintahan daerah.
5. Meningkatkan aktivitas ekonomi dan investasi.
6. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
7. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
8. Meningkatkan ketertiban masyarakat.
9. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup.

Upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup


dikarenakan salah satu isu masuk dalam RPJMD adalah
menurunnya daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup. Untuk itu, Gubernur Kalimantan Barat akan
melaksanakan beberapa upaya dan terobosan baru dalam
rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Salah satu
terobosan tersebut adalah menciptakan “Desa Mandiri”
yaitu desa yang secara sanitasi dan infrastrukturnya telah
baik dan masyarakat telah dapat diberdayakan untuk
meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Program Desa Mandiri
ini sangat sejalan dengan Program Kampung Iklim yang telah
dilaksanakan oleh KLHK. Ini menjadi bagian dari pelaksanaan
rencana aksi yang telah dilakukan oleh pemerintah Provinsi
Kalimantan Barat. Dengan adanya misi yang tercantum
dalam RPJMD ini akan menjadi salah satu payung hukum
(yurisdiksi) pelaksanaan REDD+ serta perkembangan dan
keberlanjutannya.

Perkembangan keberlanjutan yuridiksional kegiatan REDD+


jika diklasifikasi berdasarkan pencapaian pada skala awal,
menengah dan lanjut seperti yang dirumuskan oleh The
Norwegian Agency for Development Cooperation (NORAD)
pada negara-negara Governor Climate Change and Forest
(GCF) Task Force adalah :

Sub-Nasional Kalimantan Barat 35


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Tabel 3. Perkembangan Keberlanjutan Yuridiksional sebagai


rencana aksi yang telah dilakukan Provinsi Kalimantan
Barat

No. Item Penilaian Upaya Pemerintah Provinsi Penanggung Jawab


Kalimantan Barat
1 Strategi pembangunan rendah 1. Penyusunan dokumen RPJMD Prov. Kalbar Bappeda
emisi yang terintegrasi tahun 2019 hingga 2023;
2. Penyusunan Rencana Aksi Daerah dalam Bappeda
Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca yang
disahkan dengan Pergub No. 27 Tahun
2012;
3. Penyusunan dokumen Strategi Rencana Aksi Dishut, Perkim LH,
Provinsi dalam pengurangan Emisi dari Pokja REDD+
Deforestasi dan Degradasi Hutan (SRAP
REDD+) yang disahkan dengan SK No.
554/BLHD/2013;
4. Penyusunan dokumen Forest Reference
Emission Level (FREL)/Tingkat Rujukan Dishut, Perkim LH,
Emisi Hutan yang disahkan lewat SK No. Pokja REDD+
855/BLHD/2016;
5. Penyusunan Kajian Lingkungan Hidup
Strategis
6. Pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Dinas Perkim LH
Lingkungan Hidup;
7. Pelaksanaan Program Kampung Iklim Dinas Perkim LH
(Proklim);
8. Penetapan Indikatif Kawasan Ekosistem Dinas Perkim LH
Esensial (KEE) di Kabupaten Kubu Raya SK
No. 85/Dishut-V/2017 tanggal 5 Mei 2017, Dishut, Forum KEE
Ketapang SK No. 84/Dishut-V/2017 tanggal
5 Mei 2017 dan Kayong Utara SK No.
82/Dishut-V/2017 tanggal 5 Mei 2017;
9. Penetapan Definitif Kawasan Ekosistem
Esensial (KEE) melalui SK Gubernur
Kalimantan Barat No. 718 Tanggal 17
November 2017;
10. Penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Dishut
Provinsi (RKTP) 2016 hingga 2036
11. Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan
Jangka Panjang (RPHJP)
12. Rencana kerja usaha pemanfaatan Kawasan Fahutan
Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK);
13. Penyusunan dokumen rencana Dishut
pertumbuhan hijau (green growth) melalui
fasiltasi IDH.
14. Rancangan Pengelolaan Taman Hutan Raya Dishut
(Tahura) Skala Provinsi;
15. Rancangan Peraturan Daerah Pengelolaan Dishut, DPRD
Hutan Provinsi Kalimantan Barat;
16. Penyusunan draft Raperda Rencana Perkim LH
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
17. Penyusunan draft Satu Peta ITRE (Index Dishut, Perkim LH,
Tingkat Risiko Emisi); Bappeda,
18. Penyusunan Laporan Sistem Risiko Tim FRS, SIDIK,
Kebakaran (Fire-risk system) dan Sistem UNOPS Gambut
Informasi Deteksi Dini Indeks Kerentanan
(SIDIK);
2 Rencana Tata Ruang 1. Penyusunan Perda Nomor 10 Tahun 2014 Dinas PU
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRWP);
2. Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dinas Kelautan dan
dan Kepulauan (RZWPK). Perikanan
36
3 Target Pelaksanaan Penurunan Sub- Nasional
60 % emisi sampai tahunKalimantan
2020 OPD danBarat
Para Pihak
Terkait Pemanfaatan
Lahan
4 Monitoring, Pelaporan dan 1. Dukungan data dari hasil plot inventarisasi Pokja REDD+
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
17. Penyusunan draft Satu Peta ITRE (Index Dishut, Perkim LH,
Tingkat Risiko Emisi); Bappeda,
18. Penyusunan Laporan Sistem Risiko Tim FRS, SIDIK,
Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan
Kebakaran (Fire-risk system) dan Sistem UNOPS Gambut
Informasi Deteksi Dini Indeks Kerentanan
(SIDIK);
2 Rencana Tata Ruang 1. Penyusunan Perda Nomor 10 Tahun 2014 Dinas PU
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi (RTRWP);
2. Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dinas Kelautan dan
dan Kepulauan (RZWPK). Perikanan
3 Target Pelaksanaan Penurunan 60 % emisi sampai tahun 2020 OPD dan Para Pihak
Terkait Pemanfaatan
Lahan
4 Monitoring, Pelaporan dan 1. Dukungan data dari hasil plot inventarisasi Pokja REDD+
Verifikasi (MRV) hutan dari GIZ Forclime dan Flora Fauna
Indonesia (FFI)
2. Alokasi dana dari Inisiatif Dagang Hijau Pokja REDD+
(IDH) untuk kegiatan penambahan plot
monitoring.
5 Kebijakan dan insentif 1. Perda Nomor 3 Tahun 2014 tentang Dinas Perkim LH
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (1 % dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah / APBD untuk urusan
lingkungan hidup);
2. Perda No. 2 Tahun 2018 tentang Fahutan Untan,
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS);
3. Penyusunan Perda No. 6 Tahun 2018 Dinas Perkim LH
tentang Pengelolaan Usaha Berbasis Lahan
Berkelanjutan (7% wilayah konsesi untuk
konservasi);
4. Penyusunan Draft Raperda Perlindungan Dinas Perkim LH,
dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Fahutan, TRGD
5. Realisasi penyaluran bantuan keuangan Dishut, Sampan
(BLU Kementerian LHK) kepada hutan desa
di wilayah Kabupaten Kubu Raya.
6. Pengusulan dan Penetapan TORA (Tanah, Dishut, BPKH,
Objek, Reforma, Agraria) di HPK Tidak Fahutan,
Produktif untuk 8 kabupaten/kota se-
Kalbar seluas 46.000 hektar.
7. Penyusunan draft Raperda Jasa Lingkungan Dishut, DPRD
Provinsi Kalimantan Barat
6 Tata Kelola Pemangku 1. Kerja sama dalam pendanaan dan fasilitasi Pokja REDD+
kepentingan kegiatan dengan lembaga non pemerintah;
2. Penetapan Hutan Adat di wilayah Dishut, Perhutanan
Kabupaten Sekadau dan Bengkayang; Sosial
3. Menjaga hutan di luar kawasan hutan di Dishut, Pemkab,
Kabupaten Ketapang dan Sintang (Project Fahutan
Kalfor);
4. Forest investment project untuk 12 desa di KLHK, ADB
Kabupaten Kapuas Hulu dan Sintang;
5. Teknologi Water Management di kawasan WSL, MSL, Sinarmas
gambut untuk penanaman HTI; Forestry
6. Teknik silvikultur intensif di area IUPHHK; Alas Kusuma
7. Teknik reduced impact logging di area Alas Kusuma,
IUPHHK dan IUPHHT; Sinarmas Forestry.
7 Pertanian Berkelanjutan Penyusunan Perda No. 1 Tahun 2018 tentang Distan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan
8 Masyarakat adat dan komunitas Pelaksanaan Perhutanan Sosial: Hutan Dishut, Forum
lokal Kemasyarakatan, Hutan Desa, Hutan Adat, Perhutanan Sosial
Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemitraan.
9 Pembiayaan Low Emission Rural 1. Pembuatan biopelet energi baru terbarukan Disbun, swasta
Development (LED-R) dari limbah batang sawit dan gula nira
sawit;
2. Pendanan dari menjaga hutan di Dusun FFI
Manjau Desa Laman Satong Kabupaten
Ketapang;
3. Konservasi hutan di Desa Nanga Lauk PRCF, Daemeter, LTS
Kabupaten Kapuas Hulu; International

Sub-Nasional Kalimantan Barat 37


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

4.3. Rencana Perbaikan/Tindak Lanjut

Secara garis besar rencana tindak lanjut perbaikan yang akan


dilakukan antara lain :
1. Penambahan plot monitoring
Penambahan jumlah plot diperlukan dengan maksud
sebagai pengayaan data nilai cadangan karbon hutan
sehingga lebih banyak keterwakilannya pada semua
tipologi penutupan lahan, termasuk yang masih berupa
hutan primer.
2. Laporan pemantauan emisi kalbar
Provinsi Kalimantan Barat telah menyusun laporan
monitoring emisi untuk tahun 2013 hingga 2016, ke
depannya akan menyusun laporan monitoring emisi
untuk tahun 2017 dengan baseline data dari hasil revisi
perhitungan sesuai laporan ini.
3. Target penurunan emisi
Pencapaian target penurunan emisi sampai tahun
2020 akan dievaluasi pencapaiannya. Apakah dapat
memenuhi target 60 % sesuai dengan yag telah ditetapkan
sebelumnya. Perencanaan target penurunan emisi perlu
lebih didetailkan hingga tingkan kabupaten dan tapak.
Rencana kegiatan selanjutnya akan dikembangkan
berdasarkan rencana target detail per wilayah tersebut.
4. WPK prioritas
Provinsi Kalimantan Barat akan melaksanakan aktivitas di
WPK prioritas sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh
KLHK. Daerah WPK Kalimantan Barat di areal berhutan
di tahun 2013 di tanah mineral, berhutan di areal gambut
pada tahun 2013, dan berhutan di tahun 1990 menjadi
tidak berhutan tahun 2012 di tanah gambut.
5. Sosialisasi dan mainstreaming (pengarusutamaan) FREL
dan SRAP REDD+
Hal terpenting yang harus dilakukan oleh Pokja REDD+
adalah melakukan sosialisasi terhadap seluruh stakeholder
terkait REDD+ di tingkat kabupaten/kota terutama setelah
adanya perhitungan baseline emisi dari dokumen FREL ini.

38 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

6. Pengembangan sistem MRV untuk pemantauan capaian


emisi, pelaporan ke tingkat nasional dan verifikasi di
lapangan.
7. Pengembangan Benefit Sharing Mechanism (BSM) yang
menjamin keadilan untuk memberi insentif kepada
pelaksana REDD+ di provinsi, kabupaten dan di lapangan.

Sub-Nasional Kalimantan Barat 39


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

40 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

BAB V
PENUTUP

Kegiatan sinkronisasi FREL Kalimantan Barat dilakukan dalam


upaya untuk menyesuaikan nilai FREL yang telah ada dengan
alokasi FREL sub nasional yang telah ditetapkan pemerintah.
Beberapa hal yang disinkronkan dalam perhitungan ini
adalah penggunaan faktor emisi nasional dalam perhitungan
FREL serta penggunaan metode proyeksi baseline dari emisi
lahan gambut. Dalam metode proyeksi emisi lahan gambut,
yang dipilih adalah model penambahan rata-rata tahunan
dibandingkan metode forecast.

Hasil perhitungan FREL Kalimantan Barat berdasarkan hasil


sinkronisasi memperlihatkan bahwa baseline emisi rata-rata
dari deforestasi adalah sebesar 22,1 MtCo2e/th. Sedangkan
baseline emisi rata-rata dari dari degradasi adalah sebesar
1,3 MtCo2e/th. Sehingga sejarah emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan dari tahun 1990 hingga 2012 memiliki
rata-rata total sebesar 23,4 MtCO2e/th (0,023GtCO2e/th).
Sedangkan tingkat emisi rujukan dari dekomposisi gambut
periode 2013 sampai dengan 2020 adalah sebesar 33,2
MtCO2e/th – 42,4 MtCO2e/th. Sementara itu, untuk periode
sampai dengan 2030 adalah sebesar 55,5 MtCO2e/th sebagai
emisi turunan atau warisan.

Nilai ini sedikit berbeda dengan FREL Kalimantan Barat


sebelumnya di mana rata-rata emisi dari deforestasi adalah
sebesar 28,6 MtCO2e/th, dari degradasi sebesar 1,8 MtCO2e/
th dengan total rata-rata emisi sebesar 30,4 MtCO2e/
th (0,030GtCO2e/th). Sedangkan emisi tambahan dari
dekomposisi gambut akibat deforestasi dan degradasi hutan
mulai dari 4,33 MtCO2e/th – 31,87 MtCO2e/th sebagai emisi
turunan atau warisan.

Sub-Nasional Kalimantan Barat 41


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Hal yang perlu menjadi catatan adalah bahwa nilai FREL


Kalimantan Barat hasil sinkronisasi ini lebih kecil dari
nilai FREL Kalimantan Barat sebelumnya, serta bergerak
mendekati alokasi FREL sub nasional yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah. Walaupun perlu diakui bahwa nilai tersebut
masih cukup jauh dari alokasi FREL sub nasional di mana
untuk Kalimantan Barat dari sektor deforestasi adalah sebesar
6,8 MtCO2e/th untuk degradasi sebesar 0,8 MtCO2e/h. Oleh
karena itu, upaya sinkronisasi ini tentunya perlu terus diikuti
dengan langkah-langkah perbaikan baik dalam hal penerapan
FREL, maupun aksi nyata yang telah dan sedang dilakukan
dalam kegiatan REDD+ sebagaimana tertuang dalam dokumen
Revisi SRAP REDD+ Kalimantan Barat.

Tujuan akhirnya adalah pengakuan dari upaya adaptasi dan


mitigasi yang dilakukan berupa Result Based Payment (RBP)
baik berupa program kerja maupun insentif pendanaan yang
diberikan kepada pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.
Penetapan Rencana Aksi Prioritas merupakan hal penting
yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa upaya-upaya
mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim terutama
dari sektor berbasis lahan sebagaimana tertuang dalam
Revisi SRAP REDD+ telah diimplementasikan. Sementara itu,
upaya pengembangan pendanaan juga perlu terus dilakukan
baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional
untuk menjamin keberlanjutan program dan kegiatan dalam
hal penurunan emisi dari degradasi dan deforestasi hutan.

42 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengelola REDD+, 2010, Strategi Nasional REDD+.

Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar, 2008. Rencana Strategis


Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat 2008 – 2013.

Hardiansyah, Gusti, dkk., Strategi dan Rencana Aksi Provinsi


REDD+ Kalbar, FU Press, Pontianak, 2014.

.................................................., FREL Sub Nasional Kalimantan


Barat, UNU Kalbar Press, Pontianak, 2016.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan


Republik Indonesia Nomor P.70/MenLHK/Setjen/
KUM.1/12/2017 tentang Tata Cara Pelaksanaan Reducing
Emissions from Deforestation and Forest Degradation,
Rule of Conservation Suistainable Management of Forest
and Enhancement of Forest Carbon Stocks.

Sub-Nasional Kalimantan Barat 43


Lampiran-lampiran

44
Lampiran 1

WILAYAH PENGUKURAN KINERJA (WPK) REDD+ KALIMANTAN BARAT


No Kelompok
Pulau/Provinsi/Izin Kawasan Dalam Kawasan Total KH Areal Penggunaan Total APL Seluruh Indonesia Total
Hutan/Penutupan Lahan Hutan (KH) Lain Indonesia
Gambut Mineral Gambut Mineral Gambut Mineral
Di Luar WPK REDD+ 63,119 2,680,317 2,743,436 254,010 5,049,170 5,303,180 317,129 7,729,487 8,046,616
a. Di Dalam Izin KH 31,144 1,557,741 1,588,885 15,233 500,455 515,688 46,377 2,058,196 2,104,573
 Hutan Tanaman 7,937 7,937 334 334 8,271 8,271
 Belukar 404 114,854 115,258 666 26,624 27,290 1,070 141,478 142,548
 Perkebunan 3,287 19,602 22,889 1,994 71,670 73,664 5,281 91,272 96,553
 Belukar Rawa 10,440 196,787 207,227 3,359 31,278 34,637 13,799 228,065 241,864
 Pertanian 3,939 8,747 12,686 109 5,003 5,112 4,048 13,750 17,798
 Pertanian Campur Semak 9,612 1,128,550 1,138,162 2,928 332,984 335,912 12,540 1,461,534 1,474,074
 Sawah 1,881 175 2,056 5,581 1,490 7,071 7,462 1,665 9,127
 Tambak 110 110 - 110 110
 Rawa 182 8,808 8,990 643 643 182 9,451 9,633
 Permukiman 12 763 775 718 718 12 1,481 1,493
 Transmigrasi 170 170 263 3,105 3,368 263 3,275 3,538

Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

 Tanah Terbuka 1,359 59,364 60,723 283 24,231 24,514 1,642 83,595 85,237
 Tambang 28 11,874 11,902 50 2,375 2,425 78 14,249 14,327
b. Non Izin KH 31,975 1,122,576 1,154,551 38,777 4,548,715 4,787,492 270,752 5,671,291 5,942,043
 Hutan Tanaman 507 507 3,533 3,533 4,040 4,040
 Belukar 1,058 121,796 122,854 6,492 199,048 205,540 7,550 320,844 328,394
 Perkebunan 3,219 23,333 26,552 32,545 526,726 559,271 35,764 550,059 585,823
 Belukar Rawa 14,839 144,018 158,857 18,585 275,821 294,406 33,424 419,839 453,263
 Tambak 110 110 - 110 110
 Rawa 182 8,808 8,990 643 643 182 9,451 9,633
 Permukiman 12 763 775 718 718 12 1,481 1,493
 Transmigrasi 170 170 263 3,105 3,368 263 3,275 3,538
 Tanah Terbuka 1,359 59,364 60,723 283 24,231 24,514 1,642 83,595 85,237
 Tambang 28 11,874 11,902 50 2,375 2,425 78 14,249 14,327
b. Non Izin KH 31,975 1,122,576 1,154,551 38,777 4,548,715 4,787,492 270,752 5,671,291 5,942,043
 Hutan Tanaman 507 507 3,533 3,533 4,040 4,040
 Belukar 1,058 121,796 122,854 6,492 199,048 205,540 7,550 320,844 328,394
 Perkebunan 3,219 23,333 26,552 32,545 526,726 559,271 35,764 550,059 585,823
 Belukar Rawa 14,839 144,018 158,857 18,585 275,821 294,406 33,424 419,839 453,263
 Pertanian 3,036 14,769 17,805 48,744 187,693 236,437 51,780 202,462 254,242
 Pertanian Campur Semak 6,974 667,689 674,663 93,417 2,879,603 2,973,020 100,391 3,547,292 3,647,683
 Sawah 677 3,238 3,915 30,330 143,134 173,464 31,007 146,372 177,379
 Tambak 2,203 2,203 6,695 6,695 8,898 8,898
 Rawa 431 56,581 57,012 1,221 18,472 19,693 1,652 75,053 76,705
 Permukiman 64 735 799 914 30,581 31,495 978 31,316 32,294
 Bandara - 63 63 63 63

Sub-Nasional Kalimantan Barat


 Transmigrasi 13 13 8,829 8,829 8,842 8,842
 Tanah Terbuka 1,631 75,053 76,684 5,623 195,839 201,462 7,254 270,892 278,146
Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

 Tambang 46 12,641 12,687 906 72,678 73,584 952 85,319 86,271

No Kelompok
Pulau/Provinsi/Izin Kawasan Dalam Kawasan Total KH Areal Penggunaan Total APL Seluruh Indonesia Total
Hutan/Penutupan Lahan Hutan (KH) Lain Indonesia
Gambut Mineral Gambut Mineral Gambut Mineral
Di Luar WPK REDD+ 63,119 2,680,317 2,743,436 254,010 5,049,170 5,303,180 317,129 7,729,487 8,046,616
a. Di Dalam Izin KH 31,144 1,557,741 1,588,885 15,233 500,455 515,688 46,377 2,058,196 2,104,573
 Hutan Tanaman 7,937 7,937 334 334 8,271 8,271
 Belukar 404 114,854 115,258 666 26,624 27,290 1,070 141,478 142,548

45
 Perkebunan 3,287 19,602 22,889 1,994 71,670 73,664 5,281 91,272 96,553
 Belukar Rawa 10,440 196,787 207,227 3,359 31,278 34,637 13,799 228,065 241,864
 Pertanian 3,939 8,747 12,686 109 5,003 5,112 4,048 13,750 17,798
 Pertanian Campur Semak 9,612 1,128,550 1,138,162 2,928 332,984 335,912 12,540 1,461,534 1,474,074
 Sawah 1,881 175 2,056 5,581 1,490 7,071 7,462 1,665 9,127
 Tambak 110 110 - 110 110
Gambut Mineral Gambut Mineral Gambut Mineral
Di Luar WPK REDD+ 63,119 2,680,3172,743,436 254,010 5,049,170 5,303,180 317,129 7,729,487 8,046,616
a. Di Dalam Izin KH 31,144 1,557,7411,588,885 15,233 500,455 515,688 46,377 2,058,196 2,104,573
 Hutan Tanaman 7,937 7,937 334 334 8,271 8,271
 Belukar 404 114,854 115,258 666 26,624 27,290 1,070 141,478 142,548
 Perkebunan 3,287 19,602 22,889 1,994 71,670 73,664 5,281 91,272 96,553
 Belukar Rawa 10,440 196,787 207,227 3,359 31,278 34,637 13,799 228,065 241,864

46
 Pertanian 3,939 8,747 12,686 109 5,003 5,112 4,048 13,750 17,798
 Pertanian Campur Semak 9,612 1,128,5501,138,162 2,928 332,984 335,912 12,540 1,461,534 1,474,074
 Sawah 1,881 175 2,056 5,581 1,490 7,071 7,462 1,665 9,127
 Tambak 110 110 - 110 110
 Rawa 182 8,808 8,990 643 643 182 9,451 9,633
 Permukiman 12 763 775 718 718 12 1,481 1,493
 Transmigrasi 170 170 263 3,105 3,368 263 3,275 3,538
 Tanah Terbuka 1,359 59,364 60,723 283 24,231 24,514 1,642 83,595 85,237
 Tambang 28 11,874 11,902 50 2,375 2,425 78 14,249 14,327
b. Non Izin KH 31,975 1,122,5761,154,551 38,777 4,548,715 4,787,492 270,752 5,671,291 5,942,043
 Hutan Tanaman 507 507 3,533 3,533 4,040 4,040
 Belukar 1,058 121,796 122,854 6,492 199,048 205,540 7,550 320,844 328,394
 Perkebunan 3,219 23,333 26,552 32,545 526,726 559,271 35,764 550,059 585,823
 Belukar Rawa 14,839 144,018 158,857 18,585 275,821 294,406 33,424 419,839 453,263
 Pertanian 3,036 14,769 17,805 48,744 187,693 236,437 51,780 202,462 254,242
 Pertanian Campur Semak 6,974 667,689 674,663 93,417 2,879,603 2,973,020 100,391 3,547,292 3,647,683
 Sawah 677 3,238 3,915 30,330 143,134 173,464 31,007 146,372 177,379
 Tambak 2,203 2,203 6,695 6,695 8,898 8,898
 Rawa 431 56,581 57,012 1,221 18,472 19,693 1,652 75,053 76,705
 Permukiman 64 735 799 914 30,581 31,495 978 31,316 32,294
 Bandara - 63 63 63 63

Sub- Nasional Kalimantan Barat


 Transmigrasi 13 13 8,829 8,829 8,842 8,842
Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

 Tanah Terbuka 1,631 75,053 76,684 5,623 195,839 201,462 7,254 270,892 278,146
 Tambang 46 12,641 12,687 906 72,678 73,584 952 85,319 86,271
Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Lampiran 2

SURAT KEPUTUSAN TIM PENYUSUNAN SINKRONISASI FREL

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT


DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN
DAN LINGKUNGAN HIDUP
Jl. Adi Sucipto Nomor 50 Telp. (0561) 764616 Fax. (0561) 764616
PONTIANAK
Kode Pos 78124

KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN


LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN BARAT

NOMOR 108 TAHUN 2018

TENTANG :

PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN LAPORAN SINKRONISASI


FOREST REFERENCE EMISSION LEVEL (FREL)

KEPALA DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN


LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN BARAT,

Menimbang : a. bahwa Provinsi Kalimantan Barat telah menyusun


Dokumen Tingkat Rujukan Emisi Hutan (Forest
Reference Emission Level/ FREL) pada tahun 2016 yang
telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur
Kalimantan Barat Nomor : 855 /BLHD/2016 tentang
Pengesahan Dokumen Tingkat Rujukan Emisi Hutan Sub
Nasional;
b. bahwa dokumen Tingkat Rujukan Emisi Hutan ini
menjadi dasar untuk mengukur kinerja penurunan emisi
dari sektor berbasis hutan dan lahan di Kalimantan
Barat yaitu melalui mekanisme perhitungan, pelaporan
dan verifikasi (Measurement, Reporting and
Verification/MRV);
c. bahwa dokumen FREL yang telah disusun di sub
nasional harus selaras dengan FREL nasional sehingga
dibutuhkan penyesuaian dengan dokumen FREL
nasional sesuai dengan nota dinas Kementerian
Lingkungan Hidup dengan nomor : 181/ IGAS/ MVPR/
PPI.2/ 8 / 2018 tanggal 1 Agustus 2018 perihal
pertemuan seri Focus Group Discussion (FGD) untuk
penetapan Forest Reference Emission Level (FREL) Sub-
Nasional Provinsi Kalimantan Barat;
d. bahwa dalam dokumen FREL sub nasional Kalimantan
Barat masih terdapat perbedaan dengan dokumen FREL
nasional sehingga membutuhkan analisis dan penjelasan
dalam bentuk laporan sinkronisasi yang akan disusun
oleh tim;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, maka
penyusunan laporan sinkronisasi FREL harus dibentuk
tim penyusun laporan yang ditetapkan dengan suatu
Keputusan;

Sub-Nasional Kalimantan Barat 47


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang


Pembentukan Daerah - Daerah Otonom Provinsi
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan
Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956
Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1106);
2. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
4. Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Undang – Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
5. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah
Kaca dan Peraturan Presiden Republik Indonesia;
6. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
Nasional;
7. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 17);
8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.68/Menhut-
II/2008 tentang Penyelenggraan Demonstration Activities
Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan
Degradasi Hutan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 88);
9. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-
II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari
Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128);
10. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.36/Menhut-
II/2009 tentang Tata cara Perizinan Usaha Pemanfaatan
Penyerapan dan/atau Penyimpanan karbon pada Hutan
-2- Lindung;
Produksi dan Hutan

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU Membentuk Tim Penyusun Laporan Sinkronisasi Forest
Reference Emission Level (FREL) dalam Lampiran Keputusan
48 ini. Sub- Nasional Kalimantan Barat

KEDUA Tim Penyusun sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU


mempunyai tugas dan tanggung jawab :
10. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.36/Menhut-
II/2009 tentang Tata cara Perizinan Usaha Pemanfaatan
Penyerapan
Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukandan/atau Penyimpanan karbon pada Hutan
Emisi Hutan
Produksi dan Hutan Lindung;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU Membentuk Tim Penyusun Laporan Sinkronisasi Forest
Reference Emission Level (FREL) dalam Lampiran Keputusan
ini.

KEDUA Tim Penyusun sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU


mempunyai tugas dan tanggung jawab :

a. Ketua mempunyai tugas mengarahkan,


mengkoordinasikan, dan mengendalikan serta
bertanggung jawab terhadap kegiatan penyusunan
laporan sinkronisasi FREL;
b. Sekretaris mempunyai tugas merencanakan,
mengkoordinasikan, dan mempersiapkan keseluruhan
kegiatan yang dilaksanakan;
c. Anggota mempunyai tugas untuk membantu kegiatan
kegiatan penyusunan laporan sinkronisasi FREL yang
meliputi :
1. Melakukan perhitungan ulang baseline emisi;
2. Melakukan analisis perbedaan faktor emisi dan
proyeksi baseline untuk lahan gambut;
3. Menyusun laporan sinkronisasi FREL Provinsi
Kalimantan Barat;

KETIGA : Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, Tim


Penyusun Laporan Sinkronisasi Forest Reference Emission
Level (FREL) harus senantiasa berpedoman pada ketentuan
peraturan perundang-undangan.
KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan
ketentuan segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat
ditetapkannya Keputusan ini dibebankan pada sumber lain
yang sah dan tidak mengikat.

Ditetapkan di Pontianak
pada tanggal 14 November 2018

Tembusan disampaikan kepada Yth:


1. Menteri Dalam Negeri RI di Jakarta.
2. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di Jakarta.

-3-

Sub-Nasional Kalimantan Barat 49


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

3. Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan hidup


dan Kehutanan RI di Jakarta;
4. Gubernur Kalimantan Barat di Pontianak.
5. Inspektur Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak.
6. Kepala BAPPEDA Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak.
7. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak.
8. Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup
Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak
9. Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak.
10. Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak.
11. Yang bersangkutan untuk dilaksanakan.

LAMPIRAN
KEPUTUSAN KETUA KELOMPOK KERJA REDD+PROVINSI KALIMANTAN BARAT
NOMOR : TAHUN 2018
TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN LAPORAN SINKRONISASI FOREST
REFERENCE EMISSION LEVEL (FREL) PROVINSI KALIMANTAN BARAT.

SUSUNAN TIM PENYUSUN LAPORAN SINKRONISASI


FOREST REFERENCE EMISSION LEVEL (FREL)

NO NAMA /JABATAN KEDUDUKAN DALAM TIM


1 Dr. Gusti Hardiansyah Ketua
2 Ir. H. Adi Yani, MH Sekretaris
3 1) Marius Marcellius, TJ, SH, MH Anggota
2) Yosafat Triadhi Andjioe, ST, MM, MT
3) Hadi Pranata, S.STP, MM
4) Henri Oktavius, S.Hut, MM
5) Yenny, S.Hut, MT
6) Dwi Wahyuasti, SP, M.Si
7) Hendarto, S.Hut,T, M.Sc
8) M.Rifani, S.Hut
9) Dr.Rossie Widya Nusantara
10) Dr. Arief Darmawan
11) Etty Septia Sari, ST, M.I.L
12) Yuliansyah, S.Hut
13) Hendra Saputra, S.Hut
14) Ir. Karsono Rumawadi, Dipl, GLA,
MM, M.Si
15) Jumtani, S.Hut, M.Si
16) Klothilde Sikun, S.Si
17) Ronny Christianto, S.Hut
18) Syamsul Rusdi, SPd
19) Lorens
20) Rosadi Jamani, S.Ag

-4-

50 Sub- Nasional Kalimantan Barat


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Lampiran 3

KEPUTUSAN PENGESAHAN LAPORAN SINKRONISASI FREL

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT


DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN
DAN LINGKUNGAN HIDUP
Jl. Adi Sucipto Nomor 50 Telp. (0561) 764616 Fax. (0561) 764616
PONTIANAK
Kode Pos 78124

KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN


LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN BARAT

NOMOR 118 TAHUN 2018

TENTANG :

PENGESAHAN LAPORAN SINKRONISASI


FOREST REFERENCE EMISSION LEVEL (FREL)

KEPALA DINAS PERUMAHAN RAKYAT, KAWASAN PERMUKIMAN DAN


LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN BARAT,

Menimbang : a. bahwa Provinsi Kalimantan Barat telah menyusun


Dokumen Tingkat Rujukan Emisi Hutan (Forest
Reference Emission Level/ FREL) pada tahun 2016 yang
telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur
Kalimantan Barat Nomor : 855 /BLHD/2016 tentang
Pengesahan Dokumen Tingkat Rujukan Emisi Hutan Sub
Nasional;
b. bahwa dokumen Tingkat Rujukan Emisi Hutan ini
menjadi dasar untuk mengukur kinerja penurunan emisi
dari sektor berbasis hutan dan lahan di Kalimantan
Barat yaitu melalui mekanisme perhitungan, pelaporan
dan verifikasi (Measurement, Reporting and
Verification/MRV);
c. bahwa dokumen FREL yang telah disusun di sub
nasional harus selaras dengan FREL nasional sehingga
dibutuhkan penyesuaian dengan dokumen FREL
nasional sesuai dengan nota dinas Kementerian
Lingkungan Hidup dengan nomor : 181/ IGAS/ MVPR/
PPI.2/ 8 / 2018 tanggal 1 Agustus 2018 perihal
pertemuan seri Focus Group Discussion (FGD) untuk
penetapan Forest Reference Emission Level (FREL) Sub-
Nasional Provinsi Kalimantan Barat;
d. bahwa dalam dokumen FREL sub nasional Kalimantan
Barat masih terdapat perbedaan dengan dokumen FREL
nasional sehingga membutuhkan analisis dan penjelasan
dalam bentuk laporan sinkronisasi yang telah disusun
oleh tim;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, maka
laporan sinkronisasi FREL yang telah disusun oleh tim
penyusun laporan harus disahkan dan ditetapkan
dengan suatu Keputusan;

Sub-Nasional Kalimantan Barat 51


Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukan Emisi Hutan

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang


Pembentukan Daerah - Daerah Otonom Provinsi
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan
Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956
Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1106);
2. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang
Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
4. Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Undang – Undang Nomor 9 tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 23
tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
5. Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah
Kaca dan Peraturan Presiden Republik Indonesia;
6. Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang
Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca
Nasional;
7. Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2015 tentang
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 17);
8. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.68/Menhut-
II/2008 tentang Penyelenggraan Demonstration Activities
Pengurangan Emisi Karbon dari Deforestasi dan
Degradasi Hutan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 88);
9. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.30/Menhut-
II/2009 tentang Tata Cara Pengurangan Emisi dari
Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128);
10. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.36/Menhut-
II/2009 tentang Tata
-2- cara Perizinan Usaha Pemanfaatan
Penyerapan dan/atau Penyimpanan karbon pada Hutan
Produksi dan Hutan Lindung;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU Mengesahkan laporan sinkronisasi Forest Reference Emission
52 Level (FREL).
Sub- Nasional Kalimantan Barat

KEDUA Laporan sinkronisasi sebagaimana dimaksud pada Diktum


KESATU merupakan penjabaran dalam penyesuaian
10. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.36/Menhut-
II/2009 tentang Tata cara Perizinan Usaha Pemanfaatan
Penyerapan
Sinkronisasi FREL Tingkat Rujukandan/atau Penyimpanan karbon pada Hutan
Emisi Hutan
Produksi dan Hutan Lindung;

MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KESATU Mengesahkan laporan sinkronisasi Forest Reference Emission
Level (FREL).

KEDUA Laporan sinkronisasi sebagaimana dimaksud pada Diktum


KESATU merupakan penjabaran dalam penyesuaian
perbedaan antara FREL di pusat dan di Provinsi Kalimantan
Barat.

KETIGA : Apabila dalam pelaksanaannya terdapat perubahan sehingga


laporan sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU tidak
sesuai lagi untuk dijadikan acuan dalam melakukan
kegiatan REDD+, maka dapat dilakukan peninjauan kembali
melalui pembahasan dengan melibatkan pihak-pihak terkait.

KEEMPAT : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan


ketentuan segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat
ditetapkannya Keputusan ini dibebankan pada sumber lain
yang sah dan tidak mengikat.

Ditetapkan di Pontianak
pada tanggal 3 Desember 2018

Tembusan disampaikan kepada Yth:


1. Menteri Dalam Negeri RI di Jakarta.
2. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI di Jakarta.
3. Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan hidup
dan Kehutanan RI di Jakarta;
4. Inspektur Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak.
5. Kepala BAPPEDA Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak.
6. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak.
7. Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup
Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak
8. Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak.
9. Kepala Biro Perekonomian Setda Provinsi Kalimantan Barat di Pontianak.
10. Yang bersangkutan untuk dilaksanakan.

-3-

Sub-Nasional Kalimantan Barat 53

Anda mungkin juga menyukai