Anda di halaman 1dari 76

PAPARAN POLUSI TERHADAP KEJADIAN

GINGIVAL LEAD LINE PADA ANAK JALANAN


DI SDN KOTA LAMA 5 MALANG

SKRIPSI

Oleh:

KOMANG FENNY GITA TRIESNANDA


021511133077

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
PAPARAN POLUSI TERHADAP KEJADIAN
GINGIVAL LEAD LINE PADA ANAK JALANAN DI
SDN KOTA LAMA 5 MALANG

SKRIPSI

Oleh:

KOMANG FENNY GITA TRIESNANDA


021511133077

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018

ii
LEMBAR PENGESAHAN

PAPARAN POLUSI TERHADAP KEJADIAN


GINGIVAL LEAD LINE PADA ANAK JALANAN
DI SDN KOTA LAMA 5 MALANG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan


Pendidikan Dokter Gigi Di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Airlangga Surabaya

Oleh:
KOMANG FENNY GITA TRIESNANDA
021511133077

Menyetujui

Pembimbing Utama Pembimbing Serta

Satiti Kuntari, drg.,MS.,Sp.KGA(K) Ardianti Maartrina Dewi, drg.,Sp. KGA., M.Kes.


NIP. 195507181980022001 NIP. 198303142010122006

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018

iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah diuji pada tanggal 06 November 2018

PANITIA PENGUJI SKRIPSI


1. Satiti Kuntari, drg.,MS.,Sp.KGA(K) (Ketua Penguji)

2. Ardianti Maartrina Dewi, drg.,Sp. KGA., M.Kes.

(Pembimbing Serta)

3. Prawati Nuraini, drg., M.KeS., Sp.KGA(K) (Anggota Penguji)

4. Tania Saskianti, drg., Ph.D., Sp.KGA(K) (Anggota Penguji)

5. Dr. Sindy Cornelia, drg., Sp.KGA(K) (Anggota Penguji)

iv
SURAT PERNYATAAN TENTANG ORISINALITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama : Komang Fenny Gita Triesnanda

NIM : 021511133077

Program Studi : Pendidikan Dokter Gigi

Fakultas : Kedokteran Gigi

Jenjang : Sarjana (S1)

Menyatakan bahwa saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan skripsi saya
yang berjudul :

“PAPARAN POLUSI TERHADAP KEJADIAN GINGIVAL LEAD LINE PADA


ANAK JALANAN
DI SDN KOTA LAMA 5 MALANG”

Apabila suatu saat nanti terbukti melakukan plagiat, maka saya akan menerima
sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Surabaya, 18 Desember 2018

Komang Fenny Gita Triesnanda


NIM. 021511133077

v
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur saya panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rakhmat dan karuniaNya sehingga skripsi yang berjudul “Paparan Polusi

Terhadap Kejadian Gingival Lead Line Pada Anak Jalanan Di SDN Kota Lama 5

Malang” ini dapat diselesaikan. Perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. R. Darmawan Setijanto, drg., M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Airlangga yang telah memberi kesempatan penulis untuk

menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga.

2. Udijanto Tedjosasongko, drg., Ph.D., Sp.KGA(K) selaku Kepala Departemen

Ilmu Kedokteran Gigi Anak yang telah memberi ijin untuk pembuatan skripsi.

3. Satiti Kuntari, drg.,MS.,Sp.KGA(K) selaku dosen pembimbing utama yang

telah memberikan bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga, serta arahan

selama penyusunan skripsi.

4. Ardianti Maartrina Dewi, drg.,Sp. KGA., M.Kes. selaku dosen pembimbing

serta yang turut meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta memberi masukan,

arahan dan saran yang berharga dalam proses selama penyusunan skripsi.

5. Adi Hapsoro, drg., MS yang telah membimbing dalam proses analisis data

6. Kepada kedua orang tua saya, ayah handa tercinta I Nengah Sunantiasa dan

Alm. ibu saya Linda Fatmawati serta kakak saya tercinta yang memberikan

semangat, motivasi, dukungan dan doa selama proses pengerjaan skripsi dari

awal hingga selesai.

vi
7. Teman-teman saya tercinta Kak Fajar, Amal, Nadia, Ridha, Septi yang telah

banyak membantu, memberikan motivasi, semangat dan masukan yang

membangun.

8. Seluruh pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu terkait

dengan pembuatan skripsi.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih membutuhkan

penyempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang

memerlukan.

Surabaya, 22 Desember 2018

Penulis

vii
THE RELATIONSHIP BETWEEN POLLUTION EXPOSURE AND THE
OCCURRENCE OF GINGIVAL LEAD LINE IN STREET CHILDREN
FROM SDN KOTA LAMA 5 MALANG

ABSTRACT

Background: Lead (Pb) is an element that is released into the air due to the
imperfect combustion and disposal process within vehicle engines. One form of
lead poisoning is the formation of a gingival lead line. Street children often carry
out activities on the streets which causes them to be exposed to lead at a much
higher rate than the average person. Apart from being found in exhaust gases and
motor vehicle batteries, lead can also be present in cigarette smoke. The high
frequency of street children being exposed to different sources of lead will make
them more at risk of developing gingival lead lines. Aim : To analyze the effect of
exposure to lead pollution on street children in SDN Kota Lama 5 Malang with
the occurrence of gingival lead line. Method : This research is an observational
analytic research with a cross sectional approach. The research samples are
street children from SDN Kota Lama 5 Malang, with a total of 30 children. The
data obtained were the results of direct measurements of the upper anterior
gingiva (canines, central incisors, right and left lateral incisors). Results :
Exposure to pollution, especially lead, in street children from SDN Kota Lama 5
Malang is dominated by street children with the criteria of "seldom" being in the
street by 63.3%. A 2nd degree description of gingival lead line is found to be the
most prevalent, with a percentage of 53.3% of 30 street children having it,
furthermore every street child who lives in the street for 7–12 months was found
to have either a 2nd degree or a 3rd degree description of gingival lead line. The
longer the child is in the street, the higher the number of children affected by a 2nd
degree or a 3rd degree description of gingival lead line, followed by another risk
factor such as their smoking habits. Conclusion : There is a relationship between
the level of exposure to pollution, especially lead, in street children on their
gingival lead line value, which means that pollution exposure on street children
affects the incidence of gingival lead lines, such as the amount of time the
children are in the street, the intensity of their eating habits while in the street,
their smoking activities and their use of protective masks for themselves.

Keywords : exposure, lead, gingival lead line, street children.

viii
PAPARAN POLUSI TERHADAP KEJADIAN GINGIVAL LEAD
LINE PADA ANAK JALANAN DI SDN KOTA LAMA 5
MALANG

ABSTRAK

Latar belakang : Unsur timbal menjadi unsur yang terlepas bebas di udara
karena mesin kendaraan yang tidak sempurna dalam proses pembuangannya.
Salah satu keracunan timbal adalah terbentuknya gambaran gingival lead line.
Anak jalanan seringkali melakukan aktivitas di jalanan yang menyebabkan
mereka terpapar unsur timbal. Selain terdapat pada gas pembuangan dan accu
kendaraan bermotor, timbal merupakan unsur berbahaya yang juga terdapat di
dalam kandungan asap rokok. Seringnya anak jalanan terpapar sumber timbal
akan membuat mereka beresiko terkena gingival lead line. Tujuan : Untuk
menganalisa pengaruh antara paparan polusi timbal pada anak jalanan di SDN
Kota Lama 5 Malang dengan kejadian gingival lead line. Metode : Menggunakan
jenis penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel
penelitian adalah anak jalanan di SDN Kota Lama 5 Malang yang berjumlah 30
anak. Data yang didapatkan yaitu hasil pengukuran langsung terhadap gingiva
bagian anterior atas (kaninus, insisivus central, insisivus lateral kanan dan kiri
atas). Hasil : Paparan polusi terutama timbal pada anak jalanan di SDN Kota
Lama 5 Malang didominasi oleh anak jalanan dengan kriteria “jarang” berada
dijalan sebesar 63.3%. Gambaran gingival lead line derajat 2 ditemukan paling
banyak pada anak jalanan sebesar 53,3% dari 30 anak jalanan, serta ditemukan
pada setiap anak jalanan yang hidup dijalan selama 7–12 bulan terkena gingival
lead line derajat 2 dan derajat 3. Sehingga semakin lama anak tersebut berada
dijalan maka angka dari anak yang terkena derajat 2 dan 3 akan semakin banyak
pula , diikuti dengan faktor resiko dari terbentuknya gingival lead line akibat dari
kebiasaan merokok mereka. Kesimpulan : Terdapat hubungan antara tingkat
paparan polusi terutama timbal pada anak jalanan terhadap nilai gingival lead line,
yang artinya paparan polusi anak jalanan berpengaruh terhadap kejadian gingival
lead line seperti lama anak berada dijalan, intensitas anak makan-makanan
dipinggir jalan, aktivitas merokok dan penggunaan alat pelindung/masker pada
anak jalanan.

Kata kunci : paparan, timbal, gingival lead line, anak jalanan

ix
DAFTAR ISI
Halaman
Sampul Depan .......................................................................................................... i
Sampul Dalam ......................................................................................................... ii
Lembar Pengesahan .............................................................................................. iii
Penetapan Panitia Penguji ...................................................................................... iv
Surat Pernyataan Orisinalitas ................................................................................. v
Ucapan Terima Kasih ............................................................................................. vi
Abstract ................................................................................................................ viii
Abstrak ................................................................................................................... ix
Daftar Isi ................................................................................................................. x
Daftar Gambar ...................................................................................................... xii
Daftar Grafik ........................................................................................................ xiii
Daftar Tabel ......................................................................................................... xiv
Daftar Lampiran ................................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 4
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................ 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan ............................................................................................. 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6


2.1 Anak Jalanan ..................................................................................................... 6
2.1.1 Definisi ........................................................................................................... 6
2.1.2 Lingkup Anak Jalanan.................................................................................... 8
2.1.3 Anak Jalanan .................................................................................................. 9
2.2 Timbal ............................................................................................................. 11
2.2.1 Sumber Timbal ............................................................................................. 11
2.2.2 Rokok Terhadap Kesehatan Anak Jalanan ................................................... 12
2.2.3 Mekanisme Keracunan timbal...................................................................... 13
2.3 Metabolisme Timbal ....................................................................................... 16
2.3.1 Absorbsi ....................................................................................................... 16
2.3.2 Distribusi dan penyimpanan ......................................................................... 18
2.3.3 Pengaruh timbal dalam tubuh ...................................................................... 18

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ................................................................. 22


3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ..................................................................... 22
3.2 Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 25

BAB 4 METODE PENELITIAN.......................................................................... 26


4.1 Jenis Penelitian ................................................................................................ 26
4.2 Tempat dan waktu penelitian .......................................................................... 26
4.2.1 Tempat Penelitian......................................................................................... 26
4.2.2 Waktu Penelitian .......................................................................................... 26

x
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ..................................................................... 26
4.3.1 Populasi Penelitian ....................................................................................... 26
4.3.2 Sampel Penelitian ........................................................................................ 26
4.4 Variabel Penelitian .......................................................................................... 26
4.4.1 Variabel Bebas ............................................................................................. 26
4.4.2 Variabel Terikat ........................................................................................... 27
4.5 Definisi Operasional........................................................................................ 27
4.6 Alat dan Bahan ................................................................................................ 28
4.7 Pengambilan data ........................................................................................... 28
4.7.1 Tahap Persiapan Penelitian .......................................................................... 28
4.7.2 Tahap Pemeriksaan Keadaan Rongga Mulut .............................................. 29
4.7.3 Tahap Pengambilan Data Pendukung .......................................................... 29
4.8 Analisa Data .................................................................................................... 29
4.9 Alur Penelitian ............................................................................................... 30

BAB 5 ANALISIS HASIL PENELITIAN ........................................................... 31


5.1 Data Penelitian ............................................................................................... 31
5.2 Nilai gingival lead line .................................................................................... 32
5.3 Analisis dan Hasil Penelitian .......................................................................... 32
5.4 Jumlah Paparan Timbal Pada Anak Jalanan ................................................... 33

BAB 6 PEMBAHASAN ....................................................................................... 39

BAB 7 KESIMPULAN ......................................................................................... 48


7.1 Simpulan ......................................................................................................... 48
7.2 Saran ............................................................................................................... 48

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 49

LAMPIRAN .......................................................................................................... 52

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3.3 Gingival Lead Line ......................................................................... 20

xii
DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin .................... 31

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 5.2.1 Distribusi Derajat Gingival Lead Line pada anak jalanan ................. 32
Tabel 5.4.1 Jumlah paparan timbal dalam 1 tahun pada anak jalanan .................. 33
Tabel 5.4.2 Lamanya anak berada di jalan dalam 1 tahun .................................... 34
Tabel 5.4.3 Lamanya anak berada di jalan dalam 24 jam ..................................... 34
Tabel 5.4.4 Jumlah anak makan makanan dipinggir jalan dalam 1 hari ............... 35
Tabel 5.4.5 Jenis tempat/pembungkus makanan beli ............................................ 35
Tabel 5.4.6 Jenis tempat/pembungkus bekal makanan ......................................... 36
Tabel 5.4.7 Aktivitas merokok anak jalanan dalam seminggu ............................. 36
Tabel 5.4.8 Penggunaan masker pada anak jalanan .............................................. 37
Tabel 5.4.9 Uji Spearman’s ................................................................................... 37

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Keterangan Laik Etik ..................................................................... 52

Lampiran 2. Surat Persetujuan Menjadi Responden .......................................... 53

Lampiran 3. Lembar Pemeriksaan gingival lead line ........................................ 54

Lampiran 4. Lembar Kuisioner .......................................................................... 55

Lampiran 5. Data Lama Paparan Anak Jalanan ................................................. 57

Lampiran 6. Hasil Uji Statisik............................................................................ 58

Lampiran 7. Lembar Dokumentasi .................................................................... 60

xv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan (2016), anak jalanan adalah

anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk mencari nafkah atau

berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya. Berdasarkan data dari

Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial, pada tahun 2015 jumlah anak

jalanan berkurang menjadi 33.400 anak. Meskipun terjadi penurunan pada jumlah

anak jalanan tiap tahunnya tetapi masih tetap menjadi masalah dalam lingkup

kesehatan rongga mulut terutama pada anak jalanan (Prasetia et al., 2018). Di

Jawa Timur selain kota Surabaya sebagai kota dengan pertumbuhan anak jalanan

yang paling pesat, kota berikutnya yang memiliki tingkat permasalahan anak

jalanan yang kompleks yaitu Kota Malang. Kota Surabaya memiliki jumlah anak

jalanan yang pesat tetapi sedikit akan jumlah anak jalanan daripada anak jalanan

di Kota Malang yang masih dapat ditemui pada pusat-pusat keramaian kota

(Afandi, 2012).

Kota Malang yang termasuk kota besar di Jawa Timur memiliki persoalan

dengan anak jalanan. Jumlah anak jalanan di Kota Malang tahun 2012 sebesar 227

jiwa. Anak jalanan di Kota Malang memadati pusat-pusat keramaian kota untuk

mencari nafkah seperti pada perempatan jalan, pusat perbelanjaan dan alun-alun

Kota Malang dari pada anak jalanan pada Kota Surabaya. Pola kerja anak jalanan

dapat dilihat dari cara mereka bekerja, lokasi kerja, dan jam kerja. Jenis pekerjaan

sebagai pengamen, sebagian besar laki-laki, bekerja rata-rata sendiri, berdua atau

1
2

berkelompok, jumlah jam kerja enam jam / lebih dari enam jam per hari, dan

lokasi kerja di angkutan umum dan bus (Suhartini, dan Panjaitan, 2009).

Dalam survei Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun

2010 disebutkan masalah yang dihadapi anak jalanan antara lain : Lingkungan

kumuh, udara tercemar, sengatan matahari, dan gas kendaraan bermotor serta

pengaruh dan tekanan kelompok yang mengakibatkan anak jalanan minum

alkohol, merokok yang berdampak bagi kesehatan mereka. Pergaulan sangat

mempengaruhi seseorang begitu pula halnya dengan kebiasaan merokok.

Kebanyakan perokok dan pengguna tembakau ini mulai melakukan kebiasaan

tersebut sebelum mereka dewasa. Data statistik menunjukkan bahwa diantara para

remaja yang merokok tersebut, hampir 25% merokok pertama kali sebelum

berusia 10 tahun (Badan POM, 2018).

Selain terdapat pada gas pembuangan dan accu kendaraan bermotor,

Timbal merupakan unsur berbahaya yang juga terdapat di dalam kandungan asap

rokok. Unsur-unsur logam pada rokok terdistribusi dalam asap sebanyak 3-79%.

Asap dari rokok kretek mengandung logam berat/ timbal yang jauh lebih tinggi

dari asap rokok filter (Hasanah, 2011). Aktivitas merokok tersebut dapat

menyebabkan keracunan timbal yang bermanifestasi pada rongga mulut terutama

pada bagian gingiva yang menyebabkan terjadinya gambaran pigmentasi

berwarna biru keabu-abuan hingga hitam yang disebut sebagai gingival lead line

(Padmaningrum, 2007).

Percepatan perkembangan dan kemajuan transportasi tampak dengan

semakin meningkatnya jumlah dan jenis kendaraan bermotor. Salah satu dampak
3

negatif yang diperoleh adalah tingginya tingkat polusi udara di lingkungan kota,

sebagai hasil emisi gas pembuangan kendaraan bermotor. Timbal adalah salah

satu unsur berbahaya yang terdapat pada emisi gas pembuangan dan accu

kendaraan bermotor (Prehati, 2009). Kadar timbal dalam kategori normal adalah

<40 mg/100ml, keracunan timbal dapat timbul apabila seseorang memiliki kadar

timbal dalam darah >45ug/dl. Partikel timbal dapat meracuni tubuh melalui rantai

makanan, inhalasi, maupun penetrasi melalui kulit. Salah satu tanda keracunan

timbal yang dapat diamati sejak dini adalah terbentuknya gambaran gingival lead

line atau garis timah pada gingival margin (Hoffman, 2007). Menurut Suciani

(2007) pada sistem pencernaan efek toksik timbal dapat menyebabkan seperti

mual, muntah, nafsu makan berkurang, kerusakan sistem saraf pusat dan saraf tepi

seperti tremor, sakit kepala, leher terasa kaku, demam, menurunya kecerdasan,

kejang, akumulasi cairan cerebrospinal dalam otak jika konsentrasi timbal dalam

darah terlalu tinggi.

Chahaya, dkk (2005) dalam penelitiannya di Pematang Siantar

mendapatkan bahwa, semakin lama seseorang menjadi tukang becak mesin maka

semakin terpapar dengan bahan pencemaran timbal di udara dan semakin tinggi

pula akumulasi kerja timbal dalam spesimen darah. Namun, jumlah jam kerja

ternyata bukan menjadi faktor utama yang mempengaruhi adanya timbal dalam

darah, tetapi kemungkinan adanya faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar

timbal yaitu lama paparan terkena timbal, dosis timbal yang masuk dan

kebersihan rongga mulut.

Menurut Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia No 32 pasal 14

tahun 1999 menyatakan bahwa setiap narapidana dan anak didik pemasyarakatan
4

termasuk anak jalanan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.

Sehingga dokter gigi sebagai tenaga kesehatan hendaknya memperhatikan

permasalahan tersebut. Banyak anak jalanan yang tidak dapat mengakses fasilitas-

fasilitas publik yang mendasar, seperti kesehatan. Di Kota Malang terdapat

program Kelas Layanan Khusus yaitu untuk mempersiapkan anak SD yang putus

sekolah atau yang belum bersekolah karena alasan geografis dan ekonomi agar

dapat melanjutkan hingga ke jenjang pendidikan SMP seperti di SDN Kota Lama

5 Malang. Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian perlu dilakukan untuk

sarana informasi pemerintah Kota Malang untuk merencanakan kebijakan

kesehatan yang lebih baik untuk anak jalanan, selain itu penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui pengaruh antara paparan polusi timbal pada anak jalanan di

SDN Kota Lama 5 Malang terhadap kejadian gingival lead line.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh antara paparan polusi timbal pada anak jalanan di

SDN Kota Lama 5 Malang terhadap kejadian gingival lead line.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk menganalisa ada tidaknya pengaruh antara paparan polusi timbal

pada anak jalanan di SDN Kota Lama 5 Malang dengan kejadian gingival lead

line.

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Mengetahui pengaruh paparan polusi timbal pada anak jalanan di SDN

Kota Lama 5 Malang


5

b) Mengetahui kejadian gingival lead line pada anak jalanan di SDN Kota

Lama 5 Malang

1.4 Manfaat penelitian

a) Dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat dan instansi terkait

tentang dampak polusi timbal terhadap kejadian gingival lead line di

rongga mulut pada anak jalanan.

b) Menambah pengetahuan dan wawasan tentang kesehatan gigi dan mulut

untuk anak jalanan di Kota Malang.

c) Sebagai bahan masukan bagi mahasiswa/peneliti yang ingin melakukan

penelitian yang berhubungan dengan masalah kesehatan anak jalanan.

d) Sebagai bahan informasi yang dapat dipergunakan pada penelitian

selanjutnya
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Jalanan

2.1.1 Definisi

Definisi tentang siapa anak jalanan sampai saat ini dikalangan ilmu sosial

memang belum ada kesepakatan ataupun batasan-batasan teknis. Beberapa hasil

penelitian mengatakan bahwa mendefinisikan anak jalanan secara umum yang

dapat diterima oleh semua pihak sangatlah sulit karena cakupan permasalahan

yang sangat kompleks dan bervariasi atas aktivitas mereka contoh saja kondisi

keluarga di rumah yang tidak memberikan kenyamanan dan perlindungan seperti

yang diharapkan menyebabkan anak mencari tempat lain untuk melanjutkan

hidup. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut

perhatian semua pihak. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada

taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh,

sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang

keras dan cenderung negatif bagi pembentukan kepribadiannya (Purwoko et al.,

2013).

Kementrian Kesehatan, 2010 telah mengelompokan anak jalanan dibagi menjadi:

a) Pertama, Children on The Street yakni anak-anak yang mempunyai

kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak di jalanan serta anak yang

hidup/tinggal di jalanan, sudah putus sekolah dan tidak ada hubungan

dengan keluarganya

6
7

b) Kedua, Children of The Street yakni anak yang bekerja di jalanan, sudah

putus sekolah, berhubungan tidak teratur dengan keluarganya, dan pulang

ke rumah secara periodik

c) Ketiga, Children from Families of the Street yakni anak yang rentan

menjadi anak jalanan, masih sekolah, masih berhubungan tinggal teratur

dengan orangtuanya.

Konsep “anak” didefinisikan dan dipahami secara bervariasi dan berbeda, sesuai

dengan sudut pandang dan kepentingan yang beragam. Menurut UU No. 4 tahun

1979 tentang Kesejaahteraan Anak, anak adalah seseorang yang berusia dibawah

21 tahun dan belum menikah. Sedangkan menurut UU No 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun ,

termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sementara menurut Menteri

Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia mendefinisikan anak jalanan adalah

anak yang hidup/tinggal di jalanan atau sudah putus sekolah dan tidak ada

hubungan dengan keluarganya, anak yang bekerja di jalanan, berhubungan tidak

teratur dengan keluarganya dan pulang kerumah secara periodik rentan menjadi

anak jalanan.

Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada di jalanan

memang tidak dapat disama ratakan. Dilihat dari sebab, sangat dimungkinkan

tidak semua anak jalanan berada dijalan karena tekanan ekonomi, boleh jadi

karena pergaulan, pelarian, tekanan orangtua, atau atas dasar pilihannya sendiri

(Luman ML, 2012). Menurut UNICEF (2008) anak-anak golongan umur 6 tahun

– 12 tahun yaitu anak yang masih dalam masa tumbuh dan berkembang sehingga

anak-anak lebih rentan dibandingkan orang dewasa terhadap kondisi kehidupan


8

yang buruk seperti kemiskinan, tidak terpenuhinya pelayanan kesehatan,

pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat. Pengaruh dari penyakit, malnutrisi yang

mengancam masa depan anak-anak (UNICEF, 2008).

Berbagai upaya telah dilakukan dalam merumuskan hak hak anak. Respon

ini telah menjadi komitmen dunia internasional dalam melihat hak hak anak. Ini

terbukti dari lahirnya konvensi internasional hak-hak anak. Keseriusan Indonesia

melihat persoalan hak anak juga telah dibuktikan dengan lahirnya Undang undang

RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Tanpa terkecuali, siapapun

yang termasuk dalam kategori anak Indonesia berhak mendapatkan hak haknyan

sebagai anak (Wijayanti, 2010).

2.1.2 Lingkup Anak Jalanan

Seperti manusia pada umumnya, anak juga mempunyai berbagai kebutuhan

jasmani, rohani dan sosial. Menurut Maslow. Kebutuhan manusia itu mencakup :

kebutuhan fisik (udara, air, makan), kebutuhan rasa aman, kebutuhan untuk

menyayangi dan disayangi, kebutuhan untuk penghargaan, kebutuhan untuk

mengaktualisasikan diri dan bertumbuh (Rusmiyati et al., 2012).

Sebagai manusia yang tengah tumbuh kembang, anak memiliki keterbatasan

untuk mendapatkan sejumlah kebutuhan tersebut yang merupakan hak anak.

Orang dewasa termasuk orangtuanya, masyarakat dan pemerintah berkewajiban

untuk memenuhi hak anak tersebut. Permasalahannya adalah orang yang berada di

sekitarnya termasuk keluarganya sering kali tidak mampu mezmberikan hak-hak

tersebut. Seperti misalnya pada keluarga miskin, keluarga yang pendidikan

orangtuanya rendah, perlakuan salah pada anak, persepsi orang tua akan

keberadaan anak, dan sebagainya. Pada anak jalanan, kebutuhan dan hak-hak anak
9

tersebut tidak dapat terpenuhi dengan baik. Untuk itulah menjadi kewajiban

orangtua, masyarakat dan manusia dewasa lainnya untuk mengupayakan upaya

perlindungannya agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi secara optimal.

Kondisi perekonomian keluarga anak jalanan pada umumnya berada pada

taraf kurang mampu, yang mendorong anak untuk beraktivitas di jalanan. Kondisi

keluarga yang sudah tidak utuh dan kurang harmonis, menjadi pendorong anak

menjadi anak jalanan. Pada umumnya anak sering mengalami kekerasan oleh

orang tua, dan anak jalanan yang orangtuanya telah meninggal sehingga hidup

sebatang kara hanya bersama kakak. Dibalik kehidupan jalanan yang sulit, ada

sebuah harapan untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Aspirasi

sesungguhnya didasari oleh kebutuhan dasar manusia untuk berprestasi (need for

achievement) yaitu kebutuhan untuk mewujudkan keinginan dan berbuat yang

lebih baik dari keadaan sekarang (Wijayanti,2010).

2.1.3 Anak Jalanan

Aktivitas yang dimaksudkan disini adalah aktivitas pada anak jalanan.

Aktivitas yang dilakukan di jalanan antara lain adalah hidup dijalanan, bekerja

dijalanan seperti menjadi tukang parkir, mengamen, mengemis, dan berjualan

asongan. Belum lagi sebagian anak-anak jalanan yang sering kali mempunyai

kebiasaan yang kurang baik seperti merokok dan makan makanan di pinggir jalan

yang terpapar polutan dari asap kendaraan bermotor. Aktivitas tersebut bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan fisik mereka seperti makan, minum, jajan, dan

bertahan hidup di lingkungan kelompok. Selain untuk memenuhi kebutuhan fisik

keluarga, terutama pada anak jalanan yang mengalami eksploitasi ekonomi oleh

orang tua. Adanya tindakan eksploitasi terhadap anak adalah akibat dari kondisi
10

perekonomian keluarga yang serba kekurangan yang menjadikan anak-anak ikut

terlibat dalam upaya pemenuhan kebutuhan keluarga (Haris, 2016).

Prinsip-prinsip partisipasi anak merupakan hal-hal mendasar yang harus

dipenuhi dalam mewujudkan partisipasi anak. Terdapat 5 prinsip yang seringkali

diterapkan dalam melaksanakan kegiatan partisipasi anak, yakni sebagai berikut :

a) Kejelasan Informasi (transparansi)

Prinsip ini menekankan anak sebagai subyek, yang berpatisipasi aktif dalam

memberikan pandangan dan persepsi mereka dalam suatu kegiatan. Kepada

mereka harus dijelaskan secara lengkap informasi tentang segala sesuatu

dalam kegiatan, seperti (a) bentuk kegiatan, maksud dan tujuannya, hasil

yang diharapkan, siapa yang terlibat, tempat kegiatan, dan siapa

penyelenggaraannya; (b) kontribusi apa yang diharapkan dari anak; (c)

peran dan manfaat dalam kegiatan; (d) kondisi dan situasi sosial budaya dari

peserta dan lokasi kegiatan.

b) Kesediaan Anak

Kesediaan anak terlibat dalam berpartisipasi juga menjadi pertimbangan,

karena anak mempunyai hak untuk menentukan apakah berpartisipasi atau

tidak. Ini terkait dengan komitmen dari konsekuensi berpartisipasi yang

mereka pilih.

c) Non-diskriminasi

Setiap anak mempunyai hak partisipasi tanpa harus membedakan latar

belakang agama, suku, ras, kekayaan, dan kebutuhan khusu anak

(kecacatan). Anak suku terasing dan minoritas mempunyai hak yang sama

untuk berpartisipasi dalam suatu program atau kegiatan nyata aksi.


11

d) Keselamatan dan perlindungan

Pemenuhan hak partisipasi tidak mengurangi pemenuhan hak lainnya yaitu

keselamatan dan perlindungan

e) Cukup Sumberdaya

Partisipasi anak harus didukung oleh sumber daya yang memadai, sehingga

mendapatkan hasil yang berkualitas. Selain perlu memperhatikan prinsip-

prinsip partisipasi anak, dalam melaksanakan kegiatan partisipasi anak juga

perlu memperhatikan aspek etika partisipasi (Kemeneg PP dan PA, 2011).

Kondisi yang dialami anak jalanan adalah lingkungan kumuh, udara

tercemar, sengatan matahari, dan gas kendaraan bermotor, selain itu yang

mempengaruhi kesehatan anak jalanan antara lain: pengaruh tekanan kelompok

yang mengakibatkan anak jalanan minum alkohol, merokok dan

menyalahgunakan NAPZA yang berdampak bagi kesehatan (Kementrian

Kesehatan RI, 2010). Data statistik menunjukan bahwa perokok remaja saat ini

berkisar diangka 3,5 juta yang berarti >15% jumlah remaja saat ini. Kebanyakan

perokok dan pengguna tembakau dewasa mulai melakukan kebiasaan tersebut,

hampir 25% merokok pertama kali sebelum berusia 10 tahun (Badan POM, 2018).

2.2 Timbal

2.2.1 Sumber Timbal

Timbal merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi. Timbal

sering kali digunakan dalam industri kimia seperti pembuatan batrai, industri

pembuatan kabel listrik dan pewarnaan cat (Alpatih, 2010).

Timbal adalah salah satu unsur berbahaya yang terdapat pada emisi gas

pembuangan accu kendaraan bermotor. Unsur timbal menjadi unsur yang terlepas
12

bebas di udara karena mesin kendaraan yang tidak sempurna dalam proses

pembuangannya. Timbal akan menguap dan bereaksi dengan udara membentuk

timbal oksida. Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal sangat rapuh dan

mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam.

Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar,

2004).

Timbal bisa masuk dalam lingkungan dan tubuh manusia dari berbagai

macam sumber seperti bensin (petrol), daur ulang atau pembuangan baterai mobil,

mainan, cat, pipa, tanah, beberapa jenis kosmetik dan obat tradisional dan

berbagai sumber lainnya (WHO, 2007).

2.2.2 Rokok Terhadap Kesehatan Jaringan Rongga Mulut

Rokok juga mengandung timbal, Dalam suatu penelitian Lessan, dkk pada

tahun 2010 diketahui timbal dapat terbawa ke asap rokok dan dapat terhirup oleh

perokok aktif maupun pasif. Timbal yang diabsorbsi oleh tubuh akan mengikat sel

darah merah dan selanjutnya timbal didistribusikan ke darah, cairan ekstraseluler,

dan beberapa tempat deposit. Tempat deposit timbal berada di jaringan seperti

hati, ginjal, dan syaraf dan jaringan mineral seperti tulang dan gigi (Hanum and

Wibowo, 2016).

Merokok terutama dapat menimbulkan penyakit kardiovaskuler dan kanker,

baik kanker paru-paru, oesophagus, laring dan rongga mulut. Kanker di dalam

rongga mulut biasanya dimulai dengan adanya iritasi dari produk-produk rokok

yang dibakar dan dihisap. Iritasi ini menimbulkan lesi putih yang tidak sakit.

Selain itu merokok juga dapat menimbulkan kelainan-kelainan rongga mulut


13

misalnya pada lidah, gusi, mukosa mulut, gigi dan langit-langit yang berupa

stomatitis nikotina dan infeksi jamur.

Merokok telah diketahui menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan.

Dalam sekali menghisap rokok terdapat lebih 4000 racun disebarkan ke tubuh.

Rongga mulut merupakan bagian tubuh yang pertama terpapar racun ketika rokok

dihisap. Kondisi mulut yang kering dan kurang oksigen karena asap rokok

merupakan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri pada perokok.

Kondisi mulut yang kering juga memperparah bau mulut. Gigi dan gusi berubah

warna seperti noda (staining)/berwarna coklat kehitaman merupakan efek

tembakau yang dapat muncul di beberapa permukaan gigi, paling banyak

ditemukan pada bagian dalam gigi insisiv. Dalam jangka waktu yang lama noda

tersebut dapat masuk ke dalam lapisan email gigi menjadi gelap. Tembakau juga

dapat mempengaruhi jaringan lunak rongga mulut seperti gusi, mukosa pipi dan

mukosa bibir. Bercak kecoklatan akibat merokok yang timbul pada jaringan lunak

dikenal dengan istilah smoker’s melanosit.

2.2.3 Mekanisme Keracunan Timbal

Keracunan timbal merupakan salah satu penyakit akibat paparan timbal saat

bekerja yang sering timbul akhir–akhir ini. Hal ini disebabkan karena semakin

meningkatnya jumlah kendaraan bermotor. Pekerjaan yang beresiko tinggi salah

satunya adalah polisi lalu lintas. Dengan lama kerja 7 jam setiap hari lama

paparan mereka pun lebih tinggi dibandingkan polisi yang tidak terpapar secara

langsung (Pasorong, 2007).

Timbal yang masuk kedalam tubuh akan ditimbun dalam organ–organ tubuh

dan memberi efek negatif. Semakin lama masa kerja maka semakin lama pula
14

paparannya. Semakin lama paparan maka timbunan timbal didalam tubuh juga

akan semakin banyak. Hal itu akan mengakibatkan resiko keracunan timbal

menjadi semakin besar. Di kebanyakan negara berkembang, sumber utama kontak

dengan timbal berasal dari bensin bertimbal. Selain itu juga, berbagai consumer

product dan makanan juga bisa mengandung timbal. Contoh saja seperti makanan

gorengan terutama menjadi pilihan masyarakat karena dapat memberikan asupan

energi di antara waktu makan. Namun pada kenyataannya belum banyak yang

mengetahui keamanan gorengan tersebut untuk dikonsumsi. Salah satu aspek yang

dapat menyebabkan gorengan/jajanan di pinggir jalan kurang aman bagi kesehatan

jika dikonsumsi adalah kadar cemaran di dalamnya. Posisi tempat berjualan yang

berada di tepi jalan raya memungkinkan terjadinya penyerapan logam berat dari

asap kendaraan bermotor (Hasanah, 2011). Selain itu bahaya yang ditimbulkan

dari kertas bekas sebagai pembungkus makanan adalah adanya kemungkinan

kontaminasi mikroorganisme yang sudah berada pada kertas bekas, sehingga

dapat merusak produk pangan dan menimbulkan penyakit. Bahaya lain adalah bila

kertas yang digunakan mengandung tinta (kertas bekas berupa koran atau

majalah), apalagi bila digunakan untuk membungkus produk pangan yang

berminyak seperti makanan gorengan, maka minyak yang panas dapat melarutkan

timbal sehingga timbal akan berpindah atau terikut ke dalam produk pangan, dan

dikonsumsi oleh konsumen. Paparan timbal akan menimbulkan dampak yang

berbahaya bagi kesehatan (Suwaidah et al., 2012). Bentuk persenyawaan timbal

sebagai tambahan untuk bahan bakar kendaraan bermotor adalah timbal tetraetil

(tetra ethyl lead /TEL) dan timbal tetrametil (tetra metil lead/TML) (Meyer et al.,

2010).
15

Faktor penyebab hiperpigmentasi gingiva dikelompokkan menjadi 2

berdasarkan asal paparannya yakni pigmentasi endogen dan eksogen. Kondisi dari

pigmentasi eksogen antara lain paparan logam berat seperti emas, bismuth,

merkuri, perak, timah, timbal, dan rokok (Burket, 1994). Penelitian yang

dilakukan oleh Miller tahun 1998 menyatakan bahwa merokok dapat merangsang

melanosit mukosa oral untuk memproduksi melanin secara eksesif, sehingga

menciptakan patch pigmentasi coklat di atas mukosa gingival atau bukal diantara

5-22% perokok. Jumlah dan intensitas melanosis pada rongga mulut bergantung

kepada dosis, dan penghentian merokok tampaknya menghilangkan kondisi ini

sepenuhnya (Lessan, 2010).

Keratosis yang berupa bercak putih dengan permukaan kasar dan keras

pada palpasi, muncul akibat kontak kronis dengan asap tembakau. Rokok dapat

menstimulasi melanosit mukosa mulut sehingga memproduksi melanin

berlebihan. Melanin kemudian mengendap pada lapisan sel basal mukosa,

sehingga terjadi pigmentasi coklat pada mukosa bukal dan gingiva, yang dikenal

sebagai melanosis perokok (Sham, A et al., 2003).

Pada para pekerja bengkel kendaraan bermotor, terutama mereka yang

sering menangani accu, akan lebih sering terpapar partikel timbal secara langsung

dan dengan kadar yang lebih bila dibandingkan dengan orang awam, sehingga

kemungkinan terbentuknya gambaran gingival lead line akan lebih cepat

(Dhanabhalan, 2009). Sehingga kejadian gingival lead line pun akan semakin

besar. Proses masuknya senyawa timbal ke dalam tubuh dapat melalui beberapa

cara antara lain:


16

1. Sekitar 80% timbal masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan,

kemudian masuk ke pembuluh darah paru. Timbal yang terhirup akan

berikatan dengan darah dan diedarkan ke seluruh jaringan serta organ

tubuh. Lebih dari 90% timbal yang terserap oleh darah berikatan dengan

sel – sel darah merah (Palar, 2004).

2. Melalui makanan dan minuman (14%) yang akan ikut dimetabolisme oleh

tubuh. Jumlah timbal yang masuk melalui makanan masih mungkin

ditolerir oleh lambung, oleh karena adanya asam lambung yang dapat

menyerap timbal (Palar, 2004).

3. Penetrasi pada selaput atau lapisan kulit (1%), hal ini disebabkan senyawa

timbal dapat larut dalam lemak.13 Senyawa timbal tersebut dapat

melakukan penetrasi apabila partikel timbal menempel pada permukaan

kulit (Hariono, 2005).

2.3 Metabolisme Timbal

2.3.1 Absorbsi

Paparan timbal dapat berasal dari makanan, minuman, udara, lingkungan

umum, dan lingkungan kerja yang tercemar timbal. Paparan non okupasional

biasanya melalui tertelannya makanan dan minuman yang tercemar timbal.

Absorbsi timbal melalui saluran pernafasan dipengaruhi oleh tiga proses yaitu

deposisi, pembersihan mukosiliar, dan pembersihan alveolar. Deposisi terjadi di

nasofaring, saluran trakeobronkhial, dan alveolus. Deposisi tergantung pada

ukuran partikel timbal, volume pernafasan, dan daya larut. Partikel yang lebih

besar banyak di deposit pada saluran pernafasan bagian atas dibanding partikel

yang lebih kecil (DeRoss,1997).


17

Pembersihan mukosiliar membawa partikel di saluran pernafasan bagian

atas ke nasofaring kemudian ditelan. Rata-rata 10 – 30% timbal yang terinhalasi

diabsorbsi melalui paru-paru, dan sekitar 5-10% dari yang tertelan diabsorbsi

melalui saluran cerna (Jurnal Kesehatan Lingkungan, 2015).

Fungsi pembersihan alveolar adalah membawa partikel ke mukosiliar,

menembus lapisan jaringan paru kemudian menuju kelenjar limfe dan aliran

darah. Sebanyak 30-40% timbal yang diabsorbsi melalui seluran pernapasan akan

masuk ke aliran darah. Masuknya timbal ke aliran darah tergantung pada ukuran

partikel daya larut, volume pernafasan dan variasi faal antar individu (Palar,

2004).

Sedangkan timbal yang diabsorbsi melalui saluran pencernaan akan

melewati hati sebelum dibawa ke bagian tubuh lain. Hati merupakan organ utama

yang dapat mendetoksifikasi zat kimia melalui proses biotransformasi Dari proses

biotransformasi tersebut akan dihasilkan metabolit yang seringkali lebih larut

dalam air sehingga dapat diekskresi oleh tubuh. Sama seperti melalui inhalasi,

timbal yang masuk melalui lapisan kulit akan langsung dibawa ke seluruh organ

dalam tubuh sebelum menuju ke hati (WHO, 2007).

2.3.2 Distribusi dan Penyimpanan

Timbal yang diabsorsi akan diangkut oleh darah ke organ organ tubuh dan

kemudian akan disimpan dalam (sumsum tulang, sistem saraf, ginjal, hati) serta

jaringan keras (tulang, kuku, rambut, gigi). Gigi dan tulang panjang mengandung

timbal yang lebih banyak dibandingkan tulang lainnya (Palar, 2004). Salah satu

tanda keracunan timbal yang dapat diamati sejak dini adalah terbentuknya

gambaran gingival lead line atau garis timah pada gingival margin.
18

Pada gingiva dapat terlihat lead line, yaitu pigmen berwarna biru keabu-

abuan hingga hitam pada perbatasan antara gigi dan gingiva. Hal itu merupakan

ciri khas keracunan timbal. Pada jaringan, sebagian timbal disimpan dalam aorta,

hati, ginjal, otak, dan kulit. Timbal yang ada dijaringan lunak bersifat toksik

(Hoffman,2007).

2.3.3 Pengaruh Timbal dalam Tubuh

Efek-efek timbal terhadap kesehatan dapat dijelaskan secara rinci sebagai

berikut:

a) Efek tehadap terjadinya Anemia oleh timbal ,Secara Biokimiawi, keracunan

timah hitam dapat menyebabkan:

1) Peningkatan produksi ALA (Amino Levulinic Acid)

Timah hitam akan menghambat enzim hemisintetase, yang

mengakibatkan penurunan produksi heme ini akan meningkatkan

aktivitas ALA sintetase, dan akhirnya produksi ALA meningkat.

Peningkatan produksi ALA ini dapat dilihat ekskresi ALA di urine.

2) Peningkatan Protoporphirin

Peningkatan Protoporphirin IX menjadi heme, akan terhambat dengan

adanya timah hitam. Hal ini akan menyebabkan terjadinya akumulasi

dari protoporphirin IX. Yang dapat diketahui pada plasma dan feses.

3) Peningkatan Koproporphirinitam. Hal ini akan menyebabkan

terjadinya akumulasi dari protoporphirin III. Hal ini diktehui dengan

didapatkan nya koproporphirin III pada urine dan feses.


19

b) Efek terhadap saraf (sistem saraf pusat)

Susunan saraf merupakan jaringan yang paling sensitive terhadap

keracunan timbal. Terjadi kerusakan pada arteriol dan kapiler yang

mengakibatkan oedema (adanya cairan) otak, meningkatnya tekanan cairan

serebrospinal, degenerasi neuron. Secara klinis keadaan ini disertai dengan

menurunnya fungsi memori dan konsentrasi, depresi, sakit kepala, vertigo

(pusing berputar utar), tremor (gerakan abnormal dengan frekuensi cepat), stupor

(penurunan kesadaran ringan), koma, dan kejang-kejang.

c) Pendengaran

Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat pula mengenai saraf kranial.

Beberapa penelitian pada anak-anak dan dewasa memperlihatkan adnya

hubungan paparan timbal dengan penurunan pendenaran tipe sensorineural. Pada

individu yang sensitive kadang-kadang didapakan adanya efek yang memburuk

pada system tubuh, tetapi secara klinis efek tersebut tidak jelas sampai dicapai

kadar timbal yang lebih tinggi lagi.

d) Efek terhadap sistem peredaran darah/kardiovaskular

Pada keracunan timbal akut beberapa pasien menderita colic yang disertai

peningkatan tekanan darah. Kemungkinan timbulnya kerusakan miokard tidak

dapat diabaikan. Perubahan electro cardiography dijumpai pada 70% penderita

dengan gejala umum berupa takikardi, distrimia atrium, gelombang T terbalik

dengan/tanpa kompleks QRS-T yang abnormal (Adnan, 2001).

e) Efek terhadap mukosa Rongga Mulut

Gingival lead line atau garis timbal atau disebut juga Burton’s Line adalah

pigmen berwarna biru keabu-abuan hingga hitam pada perbatasan antara gigi
20

dan gusi. Lead Line terjadi akibat reaksi antara timbal dengan ion sulfur yang

dilepaskan oleh bakteri di dalam rongga mulut, yang kemudian akan

mengakibatkan penumpukan Lead Sulphide pada perbatasan antara gigi dan gusi

dihitung dalam tahun dan jumlah gingival lead line yang dihitung pada region

gigi anterior atas bawah (kaninus, insisivus central, insisisvus lateral atas bawah

kanan kiri). Derajat gingival lead line dinilai menggunakan derajat Sudibyo,

yaitu :

0 = tidak terdapat Lead Line

1 = gingival lead line terdapat pada gusi di 1-2 gigi

2 = gingival lead line terdapat pada gusi di 3-4 gigi

3 = gingival lead line terdapat pada gusi di >4 gigi

Gingival lead line merupakan ciri khas keracunan timbal dan dapat timbul apabila

seseorang memiliki kadar timbal dalam darah >45ug/dl selama sekitar 2 bulan

(Cecillia, 2009).

Gambar 2.3.3 Gambaran gingival lead line (Palupi, 2010).

Sudibyo dalam bahasannya juga menjelaskan bahwa mekanisme

pembentukan gingival lead line dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor

tersebut antara lain adalah lama masa kerja, dosis timbal yang diterima, tingkat

sensitivitas individu, Oral Hygiene Index (OHI), dan Gingivitis Index (GI).
21

Disebutkan pula bahwa tingkat kebersihan mulut atau OHI (Oral Hygiene Index)

dan tingkat keradangan gusi atau GI (Gingivitis Index) merupakan faktor dominan

yang mempengaruhi proses pembentukan gingival lead line pada rongga mulut

(Sudibyo, 1993).

Timbal sebagai penyebab lead line banyak terakumulasi pada jaringan

gusi melalui proses sistemik ataupun proses lokal, yaitu absorbsi timbal langsung

oleh mukosa rongga mulut. Timbal ini baru akan membentuk lead line setelah

bereaksi dengan ion sulfur yang dihasilkan oleh bakteri anaerob di rongga mulut.

Hasil reaksi tersebut berupa senyawa timbal sulfat yang kemudian dideposisikan

pada membran basalis gusi. Endapan inilah yang memberikan gambaran lead line

pada gusi. Sehingga bisa disimpulkan bahwa secara tidak langsung OHI dan GI

merupakan faktor penting yang menentukan kualitas pembentukan lead line

karena kedua faktor ini erat kaitannya dengan keberadaan bakteri di rongga mulut

(Sudibyo, 1993).
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Anak Jalanan

Aktivitas

Kebiasaan Bekerja di Jalanan Bersekolah Tinggal dan Makan-makanan


Merokok Hidup di Jalanan Anak Jalanan

Terpapar Sumber Polutan Asap


Kendaraan Bermotor
Asap Rokok

Terkontaminasi Bahan
Pembungkus Makanan

Waktu ( Masa Kerja )

Keracunan Timbal
(gingival lead line)

22
23

Paparan timbal yang ada di udara akan memapar pekerja atau masyarakat

yang hidup di jalan salah satunya adalah anak jalanan. Aktivitas anak jalanan

seperti mengamen, berjualan asongan, menjadi tukang parkir, merokok dan hidup

dijalanan akan sangat berdampak pada kesehatan anak jalanan tersebut terutama

pada keadaan rongga mulut mereka. Timbal merupakan salah satu unsur pada

emisi gas pembuangan kendaraan yang berbahaya bagi sistem tubuh manusia.

Unsur timbal terkandung di dalam bahan bakar bensin. Apabila mesin kendaraan

tidak sempurna pada proses pembuangannya maka timbal akan terlepas bebas di

udara dan bereaksi dengan oksigen menjadi timbal suboksida yang dapat

menimbulkan gejala keracunan timbal. Salah satu tanda awal dan khas yang dapat

kita jumpai pada keracunan timbal kronis adalah gingival lead line atau garis

timah biru keabu-abuan hingga hitam pada tepi margin gingiva. Lama masa

kerja/aktivitas anak jalanan akan mempengaruhi frekuensi paparan timbal.

Semakin lama masa kerja anak jalanan tersebut akan meningkatkan masa paparan

timbal sehingga kemungkinan terbentuk gingival lead line lebih besar.

Proses masuknya timbal dapat melalui beberapa cara yaitu dengan

masuknya timbal ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan / inhalasi seperti

terpapar sumber polutan asap kendaraan bermotor, makan-makanan yang

terkontaminasi oleh pembungkus makanan disertai makan-makanan yang juga

terpapar asap kendaraan bermotor dan kebiasan buruk seperti merokok, dimana

asap rokok mengandung karbonmonoksida yang tidak berwarna, namun bersifat

racun bagi tubuh manusia. Karbonmonoksida tersebut dapat masuk ke dalam

tubuh dan akan berikatan dengan hemoglobin dalam darah membentuk

karboksihemoglobin yang lebih stabil dibanding oksihemoglobin. Kondisi ini


24

akan mengganggu peredaran oksigen di dalam darah yang merupakan salah satu

penyebab kekurangan oksigen dalam darah. Aktivitas merokok tersebut dapat

menyebabkan keracunan timbal yang bermanifestasi pada rongga mulut. Selain itu

pada bagian rongga mulut yang sering terpapar asap rokok dapat merangsang

melanosit mukosa oral untuk memproduksi melanin secara berlebihan sehingga

menciptakan patch pigmentasi pada mukosa gingival.


25

3.2 Hipotesis Penelitian

Terdapat hubungan antara tinggi paparan polusi timbal pada anak jalanan terhadap

tingginya kejadian gingival lead line.


BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional dengan jenis

penelitian analitik observasional.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SDN Kota Lama 5 Malang.

4.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan 2 hari pada bulan Juli 2018.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi Penelitian

Anak jalanan di SDN Kota Lama 5 Malang yang memenuhi kriteria penelitian

dengan rata-rata bekerja di jalanan lebih dari 6 jam/hari, tempat lokasi kerja di

pinggir jalan perkotaan yang padat akan kendaraan serta dengan rentan usia anak

jalanan 6-12 tahun (UNICEF, 2008).

4.3.2 Sampel Penelitian

Jenis teknik sampling yang digunakan adalah total sampling yaitu seluruh

populasi dijadikan sampel penelitian.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Variabel Bebas (independent variables)

Merupakan variabel penyebab atau variabel yang berpengaruh. Dalam

penelitian ini variabel bebas adalah paparan polusi anak jalanan

26
27

4.4.2 Variabel Terikat (dependent variables)

Merupakan variabel akibat atau variabel terpengaruh. Dalam penelitian ini

variabel terikat adalah kejadian gingival lead line

4.5 Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat ukur Skala


Paparan polusi Aktifitas anak jalanan meliputi Kuisioner Ordinal
anak jalanan berapa jam anak bekerja di jalan
dalam 1 tahun , berapa kali anak
makan di jalan, serta apakah anak
tersebut mengkonsumsi rokok yang
berdampak pada paparan timbal yang
masuk di dalam tubuh. Aktifitas
seperti kebiasaan merokok adalah
kebiasaan dengan pengelompokan
merokok dan tidak merokok pada
saat dilakukan wawancara tanpa
memperhatikan jenis rokok yang
dihisap dan cara mendapatkan rokok
tersebut yang diperoleh dari hasil
wawancara.
Gingival Garis pigmen berwarna biru keabu- Tabel Nominal
Lead Line abuan hingga hitam pada perbatasan gingival
antara gigi dan gingiva. Derajat lead line
gingival lead line dinilai
menggunakan derajat menurut
Sudibyo, dengan menggunakan
pemeriksaan dengan menggunakan
kaca mulut dan lampu pencahayaan
alami/senter.
28

Lama masa Lama masa kerja adalah masa kerja Kuisioner Nominal
kerja dihitung sejak menjadi anak jalanan
hingga saat dilakukan pengambilan
data penelitian ini yang diperoleh
dari hasil kuisioner dan dinyatakan
dalam satuan bulan.

4.6 Alat dan Bahan

1. Kuisioner

2. Instrumen penelitian yang dilakukan secara visual terdiri dari:

a. Kaca mulut (disposable)

b. Gelas kumur (disposable)

c. Alat tulis

d. Masker ( disposable )

e. Handscoon ( disposable )

f. Lampu penerangan ( senter )

g. Cheek Retractor

h. Kamera

3. Bahan : Alkohol 70%, dan air mineral

4.7 Pengumpulan Data

4.7.1 Tahap Persiapan Penelitian

a. Pengurusan surat yang berkaitan dengan penelitian yaitu

mempersiapkan surat permohonan ijin untuk melakukan penelitian.

b. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan dipakai penelitian


29

4.7.2 Tahap Pemeriksaan Keadaan Rongga Mulut

Pemeriksaan keadaan rongga mulut dilakukan di tempat dengan penyinaran

menggunakan senter . Pemeriksaan gingiva lead line dilakukan dengan

menghitung jumlah garis biru ke abu-abuan hingga hitam pada margin gingiva (

Sudibyo, 1993).

4.7.3 Tahap Pengambilan Data Pendukung

Pengambilan data pendukung dilakukan dengan mengajukan pertanyaan

sesuai pada kuisioner yang telah dibuat kepada anak jalanan. Pertanyaan yang

diajukan tentang masa kerja, kebiasaan merokok, dan makan dijalan.

4.8 Analisis Data

Analisis data untuk mengetahui pengaruh paparan polusi timbal pada anak

jalanan terhadap gingival lead line digunakan uji analisis Spearman.


30

4.9 Alur Penelitian

Anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang

Anak jalanan berumur 6-12 tahun dengan rata-


rata bekerja dijalan lebih dari 6 jam/hari

Informed Consent

Pembagian Kuisioner

Pemeriksaan gingival lead line

Analisis Data
BAB 5

ANALISIS HASIL PENELITIAN

5.1 Data Penelitian

Dalam hasil penelitian dan perhitungan pada sampel anak jalan di SDN

Kota Lama 5 Malang didapatkan jumlah sampel sebanyak 30 responden.

Karakteristik sampel yang didapat pada penelitian ini adalah anak jalanan dengan

rata-rata bekerja di jalanan lebih dari 6 jam/hari , tempat lokasi kerja dipinggir

jalan perkotaan yang padat akan kendaraan serta rentan usia anak jalanan 6-12

tahun. Responden yang digunakan dalam penelitian ini sebagian besar terdiri dari

laki-laki yaitu sebanyak 18 anak dan perempuan sebanyak 12 anak. Berikut ini

adalah diagram batang distribusi subjek penelitian dapat dilihat pada grafik 5.1

sebagai berikut :

20

18

16

14

12
JUMLAH ANAK JALANAN

10

0
Laki- Laki Perempuan

JENIS KELAMIN

Grafik 5.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin

31
32

5.2 Nilai Gingival Lead Line

Setelah dilakukan pemeriksaan gingiva pada anak jalanan SDN Kota

Lama 5 Malang maka didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 5.2.1 Distribusi Derajat Gingival Lead Line

Gingival Lead Line


Anak Jalanan
Derajat 0 Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3

Jumlah 4 6 15 5

Presentase 13.3% 16.7% 53.3% 16.7%

Tabel 5.2.1 didapatkan bahwa gingival lead line dengan derajat 2 sebagian

besar terdapat pada anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang yaitu sebanyak 50%.

Gingival lead line dengan derajat 1 terdapat pada 6 orang anak atau 16.7% dari

jumlah anak jalanan. Diikuti dengan derajat 3 pada 5 orang anak atau 16.7% dan

derajat 0 dengan jumlah penderita paling sedikit yaitu sebanyak 4 anak jalanan

atau 13.3%.

5.3 Analisis dan Hasil Penelitian


Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisa untuk mencari

analisis hubungan paparan polusi timbal pada anak jalanan dengan kejadian

gingival lead line dengan membagi menjadi 4 kriteria, yaitu derajat 0, derajat 1,

derajat 2 dan derajat 3 menggunakan program SPSS metode Spearman. Pada tabel

5.4.1 akan dijelaskan data dari perhitungan yang didapatkan antara lama paparan

polusi timbal pada anak jalanan terhadap kejadian gingival lead line yang

dikategorikan berdasarkan kuisioner.


33

5.4 Jumlah Paparan Timbal Pada Anak Jalanan.

Tabel 5.4.1 Jumlah paparan timbal pada anak jalanan dalam 1 tahun.

Jumlah anak Lama menjadi anak Gingival Lead


jalanan jalanan Line

7 orang < 1 bulan D0 dan D1

D0, D1, D2 dan


19 orang 2-6 bulan
D3

4 orang 7-12 bulan D2 dan D3

Tabel 5.4.1 didapatkan hasil dengan anak jalanan SDN Kota Lama 5

Malang yang hidup di jalan selama <1 bulan mengalami paparan gingival lead

line derajat 0 dan derajat 1. Kemudian untuk anak jalanan yang hidup di jalan

selama 2-6 bulan mengalami paparan gingival lead line lebih variatif yaitu derajat

0, derajat 1, derajat 2 dan derajat 3. Sedangkan untuk anak jalanan yang hidup di

jalan selama 7-12 bulan mengalami paparan gingival lead line derajat 2 dan

derajat 3.

Data lama anak jalanan terpapar polusi timbal pada anak jalanan SDN

Kota Lama 5 Malang jika dilihat dari setiap item pertanyaan kuisioner adalah

sebagai berikut:
34

Tabel 5.4.2 Lamanya anak jalanan berada di jalan dalam 1 tahun.

Anak berada di jalan < 1 bulan 2–6 bulan 7–12 bulan

Jumlah 7 19 4

Presentase 23.3% 63.3% 13.4%

Tabel 5.4.2 didapatkan bahwa sebanyak 19 anak memilih jawaban 2–6

bulan. Hal ini berarti bahwa anak jalanan SDN Kota Lama 5 Kota Malang

sebagian besar berada di jalanan kurang dari satu tahun lamanya.

Tabel 5.4.3 Lamanya anak jalanan berada di jalan dalam 24 jam.

Anak berada di jalan 6 jam/hari 7–12 jam/hari 13–24 jam/hari

Jumlah 13 10 7

Presentase 43.3% 33,3% 23.3%

Tabel 5.4.3 didapatkan bahwa anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang

berada di jalanan paling banyak sekitar 6 jam/hari yaitu sejumlah 13 anak dari 30

anak jalanan (43,3%). Kemudian diikuti dengan 7-12 jam/hari sejumlah 10 anak

(33,3%) dan 13–24 jam/hari sebanyak 7 anak jalanan (23.3%).


35

Tabel 5.4.4 Jumlah anak jalanan makan makanan dipinggir jalan dalam 1 hari.

Anak makan makanan


1 kali 2–3 kali > 3 kali
dipinggir jalan

Jumlah 9 14 7

Presentase 30% 46.7% 23.3%

Tabel 5.4.4 didapatkan bahwa anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang

sebagian besar makan di pinggir jalan sebanyak 2–3 kali yaitu sejumlah 14 anak

dari 30 anak jalanan (46.7%). Kemudian diikuti dengan makan/jajan di pinggir

jalan 1 kali dengan jumlah 9 anak (30%) dan yang lebih dari 3 kali sejumlah 7

anak jalanan (23.3%) makan/jajan di pinggir jalan dalam sehari.

Tabel 5.4.5 Jenis tempat/pembungkus makanan beli.

Tempat makanan beli Foam Plastik Koran/kertas buku

Jumlah 5 13 12

Presentase 16.7% 43.3% 40%

Tabel 5.4.5 didapatkan bahwa anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang

sebagian besar menggunakan plastik sebagai tempat pembungkus makanan beli

yaitu sejumlah 13 anak dari 30 anak jalanan (43.3%). Kemudian diikuti

menggunakan foam sebagai tempat pembungkus makanan beli yaitu sejumlah 5

anak dari 30 anak (16.7%) dan menggunakan koran/kertas buku sebagai tempat

pembungkus makanan beli yaitu sejumlah 12 anak dari 30 anak jalanan (40%).
36

Tabel 5.4.6 Jenis tempat/pembungkus bekal makanan.

Tempat bekal makanan Foam Plastik Koran/kertas buku

Jumlah 6 13 11

Presentase 20% 43.3% 36.7%

Tabel 5.4.6 didapatkan bahwa anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang

sebagian besar menggunakan plastik sebagai tempat pembungkus bekal makanan

yaitu sejumlah 13 anak dari 30 anak jalanan (43.3%). Kemudian diikuti

menggunakan foam sebagai tempat pembungkus bekal makanan yaitu sejumlah 6

anak dari 30 anak jalanan (20%) dan menggunakan koran/kertas buku sebagai

tempat pembungkus bekal makanan yaitu sejumlah 11 anak dari 30 anak jalanan

(36.7%).

Tabel 5.4.7 Aktivitas merokok anak jalanan dalam 1 Minggu.

Aktivitas Merokok Tidak Pernah 1–3 kali > 3 kali

Jumlah 10 11 9

Presentase 33.3% 36.7% 30%

Tabel 5.4.7 didapatkan bahwa anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang

sebagian besar merokok dalam seminggu 1–3 kali sejumlah 11 anak dari 30 anak

jalanan (36,7%) diikuti tidak pernah merokok dalam seminggu sejumlah 10 anak

dari 30 anak jalanan (33.3%) dan sisanya merokok sebanyak > 3 kali sejumlah 9

anak dari 30 anak jalanan (30%).


37

Tabel 5.4.8 Penggunaan masker pada anak jalanan.

Penggunaan Masker Tidak Pernah Kadang-Kadang Sering

Jumlah 16 10 4

Presentase 53.3% 33.3% 13.3%

Tabel 5.4.8 didapatkan bahwa anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang

sebagian besar tidak pernah menggunakan masker sejumlah 16 anak dari 30 anak

jalanan (53,3%) diikuti kadang-kadang menggunakan masker sejumlah 10 anak

dari 30 anak jalanan (33.3%) dan sisanya sering menggunakan masker dengan

jumlah 4 anak dari 30 anak jalanan (13.3%).

Tabel 5.4.9 Tabel Uji Spearman’s

Correlations
NO Spearman’s rho Gingival Lead Line
Sig. (2-tailed)*
1 Lama anak jalanan berada di jalan dalam 1 tahun 0,03
2 Lama anak jalanan berada di jalan dalam 24 jam 0,00
Intensitas anak jalanan makan/jajan di pinggir jalan
3 0,039
dalam 1 hari
Jenis tempat/pembungkus makanan beli yang
4 0,663
digunakan oleh anak jalanan
Jenis tempat/pembungkus bekal makanan yang
5 0,819
digunakan oleh anak jalanan
6 Kebiasaan anak jalanan seperti merokok 0,00

7 Intensitas anak jalanan merokok dalam 1 minggu 0,00


Penggunaa alat pelindung seperti masker pada anak
8 0,00
jalanan
*Keterangan : Signifikan bila nilai p-value 0,05.
38

Tabel 5.4.9 menurut uji hubungan didapatkan hasil dari uji spearman

menunjukan hasil yang signifikan antara lain yaitu lama anak berada di jalan

selama 1 tahun dengan nilai p-value 0,03, kemudian lama anak berada di jalan

selama 24 jam didapatkan nilai p-value 0,00, intensitas anak makan di jalan dalam

1 hari dengan nilai p-value 0,039, kebiasaan merokok pada anak jalanan dengan

nilai p-value 0,00, intensitas anak merokok dalam seminggu dengan nilai p-value

0,00 dan penggunaan alat pelindung seperti masker dengan nilai p-value sebesar

0,00. Untuk uji hubungan yang tidak signifikan antara lain yaitu penggunaan

tempat pembungkus makanan beli dan bekal makanan dengan nilai p-value

sebesar 0,663 dan 0,819 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 0,05 yang

artinya tidak ada hubungan antara tempat pembungkus makanan beli dan tempat

pembungkus bekal makanan dengan kejadian gingival lead line rongga mulut.
BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara paparan polusi

timbal pada anak jalanan di SDN Kota Lama 5 Malang dengan kejadian gingival

lead line. Pemeriksaan dilakukan dengan menghitung jumlah garis berwarna biru

ke abu-abuan hingga hitam pada margin gingiva gigi anterior atas (kaninus,

insisivus central, insisivus lateral kanan dan kiri atas) dengan subjek penelitian

rata-rata berada/tinggal di jalanan dan menjadi anak jalanan selama 7–12 bulan.

Anak yang sejak kecil /dalam proses pertumbuhannya, hidup dan tinggal bersama

dengan orang tua mereka yang juga bekerja di jalan dengan mata pencaharian

seperti tukang parkir, kuli bangunan, atau tukang becak menyebabkan anak

tersebut hidup di jalan relatif lebih lama. Hubungan antara lama anak berada di

jalanan dengan kejadian gingival lead line, ditunjukan dari anak jalanan yang

hidup di jalan selama 7-12 bulan mengalami gingival lead line yang derajatnya

lebih parah dari pada anak jalanan yang hidup di jalan selama <1 bulan dan 2–6

bulan dikarenakan rata-rata mereka memiliki kebiasaan buruk seperti merokok

serta hidup di jalan untuk bekerja. Untuk subjek penelitian dengan kategori hidup

di jalan selama <1 bulan lebih sering beraktivitas di sekolah seperti mengikuti

ekstra kulikuler dan bermain bersama siswa lain disekolahnya. Sedangkan subjek

penelitian dengan kategori hidup di jalan 2-6 bulan cenderung baru mengenal

dunia jalanan dan hanya ingin mengetahui atau ikut-ikutan bekerja bersama teman

anak jalanan yang lain. Rata rata pekerjaan orang tua mereka sebagai ibu rumah

tangga atau pekerja pabrik sehingga intensitas anak tersebut berada di jalan tidak

39
40

terlalu sering dari pada anak yang dari kecil sudah ikut bekerja bersama dengan

orang tua mereka.

Hasil penelitian dari aktivitas anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang

didapatkan semakin lama anak tersebut berada di jalan maka anak akan lebih

sering terpapar oleh paparan timbal dan peningkatan derajat gingival lead line

juga akan semakin bertambah. Didapatkan responden dengan derajat gingival lead

line paling banyak derajat 2 dengan intensitas waktu yang berbeda, untuk anak

jalanan SDN Kota Lama 5 Malang yang hidup di jalan selama <1 bulan

didapatkan paling banyak anak terkena gingival lead line derajat 0 dan 1.

Kemudian untuk anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang yang hidup di jalan

selama 2-6 bulan yaitu sebagian besar terkena gingival lead line derajat 0, derajat

1, derajat 2 dan derajat 3 serta untuk anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang yang

hidup di jalan selama 7-12 bulan yaitu sebagian besar terkena gingival lead line

derajat 2 dan derajat 3. Sehingga semakin lama anak tersebut berada di jalan maka

anak yang terkena derajat 2 dan 3 juga akan semakin banyak.

Hasil kuisioner menunjukan bahwa sebagian besar subjek penelitian

berada di jalan selama 6 jam per hari. Kondisi ini disebabkan karena memang

waktu mereka tidak sepenuhnya berada di jalanan dan terdapat kesibukan waktu

untuk bersekolah. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pola kerja

anak jalanan rata-rata berada di jalan selama 6 jam /lebih dari 6 jam perhari

(Suhartini dan Panjaitan, 2009). Rutinitas mereka selain berada dan bekerja di

jalanan juga digunakan untuk sekolah mulai dari siang hari pukul 14.00 hingga

sore hari pukul 17.00. Rata-rata pada anak jalanan yang hidup di jalan selama 6

jam perhari biasanya pada pagi harinya mereka gunakan untuk bekerja seperti
41

mengamen, bermain bersama dengan teman anak jalanan yang lain, bekerja

sebagai pengemis, penjual koran, tukang parkir, bahkan juga ikut dalam

membantu orang tua mereka yang bekerja di pagi hari seperti memulung, kuli

bangunan, dan lain sebagainya. Pada malam harinya mereka gunakan untuk

mengerjakan tugas sekolah untuk keesokan harinya. Dari hasil penelitian tampak

pada anak jalanan yang hidup di jalan selama 6 jam perharinya paling banyak

mengalami paparan timbal derajat 1 dan 2. Untuk anak jalanan yang hidup di jalan

selama 7–12 jam mengalami gingival lead line derajat 3 sebanyak 2 orang dan

anak jalanan yang hidup di jalan selama 13–24 jam mengalami gingival lead line

derajat 3 sebanyak 3 orang.

Lama anak jalanan berada di jalanan sangat mempengaruhi kejadian

gingival lead line pada rongga mulut mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian

dari (Cecillia, 2009) yang menjelaskan bahwa gingival lead line merupakan ciri

khas keracunan timbal yang dapat timbul apabila seseorang memiliki kadar timbal

dalam darah sebanyak >45ug/dl selama sekitar 2 bulan. Hal ini sesuai dengan

temuan yang didapatkan pada anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang, hasil

penelitian menunjukan bahwa 15 anak dari 30 subjek penelitian terdapat gingival

lead line derajat 2 pada gingiva mereka. 15 anak tersebut semuanya mengaku

berada di jalanan selama sekitar 1 tahun belakangan ini. Dengan durasi tersebut

memungkinkan munculnya gingival lead line di rongga mulut mereka. Hasil ini

juga sejalan dengan penelitian dari (Chahaya,2005) dalam penelitiannya di

Pematang Siantar yang menyatakan bahwa, jumlah jam kerja ternyata bukan

menjadi faktor utama yang mempengaruhi adanya timbal dalam darah, tetapi

kemungkinan adanya faktor lain yang menyebabkan tingginya kadar timbal yaitu
42

lama paparan terkena timbal, dosis timbal yang masuk dan kebersihan rongga

mulut. semakin lama seseorang menjadi tukang becak mesin maka semakin

terpapar dengan bahan pencemaran timbal di udara dan semakin tinggi pula

akumulasi kerja timbal dalam spesimen darah.

Aktivitas anak jalanan di SDN Kota Lama 5 Malang selain bekerja di jalan

dan hidup di jalan mereka juga mengkonsumsi makan makanan dipinggir jalan.

Intensitas anak jalanan yang makan makanan dipinggir jalan dalam 1 hari

menunjukan bahwa sebagian besar anak jalanan makan di pinggir jalan 2–3 kali

dalam sehari. Hal ini dikarenakan pada daerah sekolah tersebut banyak sekali

pedagang yang menjual makanan dengan jenis variasi yang berbeda dan murah,

selain itu mereka juga jarang sekali membawa bekal makanan dari rumah

sehingga cenderung membeli makanan diluar sekolah. Untuk anak makan/jajan di

pinggir jalan sebanyak 1 kali dikarenakan anak tersebut lebih sering dibawakan

oleh orang tuanya bekal makanan, camilan dan sedikit uang jajan. Untuk jumlah

anak yang makan dipinggir jalan lebih dari 3 kali dalam sehari disebabkan karena

anak tersebut tidak pernah dibawakan bekal oleh orang tua mereka, dan mereka

kadang membeli/memakan makanan dari hasil kerja mereka sendiri serta hasil

dari mengemis. Antara intensitas anak jalanan makan makanan dipinggir jalan

dengan kejadian gingival lead line sangat berhubungan dikarenakan pada daerah

sekolah tersebut banyak sekali pedangang yang menjual makanan dalam keadaan

makanan tersebut terbuka yang memungkinkan terjadinya penyerapan logam berat

dari asap kendaraan bermotor. Hasil ini sejalan dengan teori dari Hasanah (2011)

yang menyebutkan bahwa salah satu aspek yang menyebabkan masuknya timbal

kedalam makanan adalah makanan dipinggir jalan yang tercemar paparan logam
43

berat dari asap kendaraan bermotor dan perilaku produsen (penjual) selama

melakukan pengolahan. Penjual gorengan seringkali merokok sambil melakukan

penggorengan atau saat menunggu pembeli yang menyebabkan masuknya timbal

kedalam makanan.

Selain dari makanan yang dapat tercemar oleh timbal, menurut Suwaidah

(2014) yang menyebutkan bahwa perilaku sebagian besar konsumen yang masih

belum menyadari dan memahami dampak dari penggunaan kertas bekas sebagai

kemasan terhadap kesehatan yaitu bila kertas yang digunakan mengandung tinta

(kertas bekas berupa koran atau majalah) digunakan untuk membungkus produk

pangan yang berminyak seperti makanan gorengan, maka minyak yang panas

tersebut dapat melarutkan timbal sehingga timbal akan berpindah atau terikat ke

dalam produk pangan, dan ikut dikonsumsi. Pada penelitian ini sebagian besar

anak jalanan di SDN Kota Lama 5 Malang menggunakan plastik sebagai tempat

pembungkus makanan beli. Tidak adanya hubungan antara penggunaan plastik

sebagai tempat pembungkus makanan beli dengan kejadian gingival lead line

rongga mulut dikarenakan bahan plastik bukanlah salah satu bahan yang

mengandung tinta yang dapat melarutkan timbal. Sama halnya dengan

penggunaan tempat/pembungkus bekal makanan, yang menggunakan plastik

sebagai tempat pembungkus makanan beli. Para anak jalanan SDN Kota Lama 5

Malang lebih sering membawa bekal makanan menggunakan plastik daripada

menggunakan kertas koran sebagai pembungkus makanan. Tidak adanya

hubungan antara penggunaan plastik sebagai tempat pembungkus bekal makanan

dengan kejadian gingival lead line rongga mulut dikarenakan kemungkinan

penggunaan plastik selain tidak mengandung bahan tinta tetapi juga tidak
44

langsung terkontaminasi dengan bahan makanan seperti penggunaan kertas koran

/ kertas bekas.

Sebagian besar aktivitas merokok anak jalanan termasuk dalam kriteria

“kadang-kadang” merokok berjumlah 11 anak dari 30 anak (36,7%). Hal ini

disebabkan karena kebiasaan hidup mereka sangat bebas dan juga pergaulan

mereka sangat berdampak pada suatu kebiasaan yang mereka lakukan tiap

harinya. Hasil ini sesuai dengan data statistik dari Badan POM (2018) yang

menunjukan bahwa hampir 25% perokok dan pengguna tembakau pada orang

dewasa mulai melakukan kebiasaan merokok pertama kali sebelum berusia 10

tahun. Banyak faktor yang berperan dalam peningkatan jumlah perokok remaja,

diantaranya adalah iklan industri rokok yang menggambarkan bahwa perokok

adalah seorang individu yang sukses dan memiliki gaya hidup glamor, mudahnya

akses untuk mendapatkan rokok dan tembakau; harga produk tembakau yang

relatif rendah; tekanan dari teman sebaya memainkan peranan penting; adanya

anggota keluarga atau bahkan orang tua yang juga merokok. Khusus untuk remaja

putri merokok belakangan ini menjadi trend karena dianggap sebagai perilaku

yang keren agar mereka dapat menjadi pusat perhatian bagi laki - laki, anggapan

ini benar-benar menyesatkan dan tidak baik untuk dicontoh ataupun diterapkan

dikehidupan. Rokok juga mengandung timbal dan dapat terbawa oleh asap rokok

serta terhirup oleh perokok aktif maupun pasif. Timbal yang diabsorbsi oleh tubuh

akan mengikat sel darah merah dan selanjutnya timbal didistribusikan ke darah,

cairan ekstraseluler, dan beberapa tempat deposit (Hanum dan Wibowo, 2016).

Aktivitas merokok dengan kejadian gingival lead line menunjukan adanya

hubungan antara merokok dengan kejadian gingival lead line. Kebiasaan merokok
45

dapat menjadikan resiko memiliki gingival lead line yang lebih parah sebesar 2

kali lipat dari anak jalanan yang tidak merokok (Sarilaksmi,2014). Selain itu

tingkat merokok dianggap mempengaruhi keparahan pigmentasi gingiva atau

gingival lead line pada anak jalanan (Regezi et al, 2008). Kebiasaan merokok

merupakan salah satu faktor resiko yang dapat mempengaruhi terbentuknya

gingival lead line. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sarilaksmi (2014) yang menyatakan bahwa gingival lead line yang parah

ditemukan pada polisi yang memiliki kadar timbal dalam darah yang berlebih dan

ditambah dengan kebiasaan merokok. Dalam penelitian tersebut polisi memiliki

kebiasaan merokok yang dapat mempengaruhi pembentukan gingival lead line

sehingga pigmentasi yang disebabkan oleh kebiasaan merokok tampak lebih parah

dibandingkan dengan pigmentasi yang muncul akibat pigmentasi timbal.

Dalam penelitian ini kebiasaan merokok anak jalanan dibagi menjadi

beberapa kali dalam setiap minggunya. Sebagian besar anak jalanan merokok

sebanyak 1–3 kali dalam seminggu. Merokok merupakan kebiasaan yang wajar

bagi mereka. Orang tua mereka tidak dengan tegas melarang mereka untuk tidak

merokok, dan parahnya lagi orang tua mereka merokok di depan anak-anak

mereka sehingga orang tua secara tidak sadar memberikan contoh yang tidak baik

kepada anak anak mereka sehingga perilaku orang tua tersebut yang sangat

berdampak pada kebiasaan anak tersebut. Intensitas anak jalanan merokok tidak

sebanyak perokok aktif yang biasanya menghabiskan 1 kotak/dus rokok tiap

minggunya, tetapi dari hasil survei yang telah dilakukan bahwasanya anak jalanan

tersebut merokok hanya menghabiskan beberapa batang saja setiap minggunya,

bahkan ada beberapa anak yang sengaja mencuri rokok dari orang tua mereka
46

hanya untuk mendapatkan 1 batang rokok. Menurut teori dari Sham, A et al

(2003), keratosis akibat dari dampak rokok yang berupa bercak putih dengan

permukaan kasar dan keras pada palpasi, muncul akibat kontak kronis dengan

asap tembakau. Rokok dapat menstimulasi melanosit mukosa mulut sehingga

memproduksi melanin yang berlebihan. Melanin kemudian mengendap pada

lapisan sel basal mukosa, sehingga terjadi pigmentasi coklat pada mukosa bukal

dan gingiva, yang dikenal sebagai melanosis pada perokok. Sehingga terdapat

hubungan antara lama anak jalanan yang merokok dalam seminggu dengan

kejadian gingival lead line rongga mulut.

Penggunaan masker sebagai alat pelindung diri untuk mengurangi paparan

dari limbah pabrik atau mengurangi paparan dari luar seperti asap kendaraan

bermotor. Ada banyak sekali jenis masker yang dijual bebas di pasaran seperti

masker jenis kain dan masker bedah sebenarnya kurang efektif untuk memfiltrasi

partikel dan paparan polutan. Sedangkan jika menggunakan masker N95 jauh

lebih baik karena masker ini mampu memfiltrasi partikel yang berukuran hingga

0,5 mikron. Tetapi sebagian besar anak jalanan SDN Kota Lama 5 Malang tidak

pernah menggunakan masker selama berada di jalan yang menyebabkan

terjadinya gingival lead line. Ada beberapa anak yang tidak mengenal adanya

disposable surgical mask/masker satu kali pakai. Hal ini menyebabkan kurang

pedulinya anak jalanan akan kesehatan mereka sendiri sehingga terdapat

hubungan antara penggunaan alat pelindung seperti masker dengan kejadian gingival

lead line. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia (2016) menjelaskan tentang

partikel timbal dapat meracuni tubuh melalui rantai makanan, inhalasi, maupun

penetrasi melalui kulit, sehingga menurut (Jurnal Kesehatan Lingkungan


47

Indonesia, 2016) anak dapat menyerap hingga 50% lebih banyak timbal yang

masuk ke dalam tubuh dari pada orang dewasa yang hanya menyerap 10-15%.

Menurut Richard (2012) tidak peduli seberapa mahal dan bagus masker yang

dipakai, masker tersebut tidak akan berfungsi dengan baik jika tidak secara

sempurna menempel pada wajah. Dengan penggunaan masker secara baik dan

benar sudah cukup mengurangi risiko dari paparan polutan. Oleh karena itu

hubungan aktivitas anak jalanan yang mempengaruhi kejadian gingival lead line

dapat dilihat dari 4 hal. Keempat hal tersebut adalah waktu dan lama anak berada

di jalanan, pola makan anak di jalan, tingkah laku anak di jalanan, dan kebiasaan

buruk seperti merokok anak jalanan. Hal–hal tersebut masing-masing mempunyai

peranan penting untuk mempengaruhi kejadian gingival lead line pada rongga

mulut.
BAB 7

KESIMPULAN

7.1 Kesimpulan

Terdapat hubungan antara paparan polusi timbal pada anak jalanan terhadap

nilai gingival lead line, yang artinya paparan polusi anak jalanan berpengaruh

terhadap kejadian gingival lead line dan hampir seluruh aktivitas anak jalanan

berpengaruh terhadap kejadian gingival lead line meskipun hasil penelitian yang

didapat tidak semua aktivitas anak jalanan berpengaruh terhadap kejadian gingival

lead line. Aktivitas anak jalanan di SDN Kota Lama 5 Malang didominasi oleh

anak dengan kriteria “jarang” sebesar 63.3%. Gambaran gingival lead line derajat

2 ditemukan paling banyak sebesar 53,3% serta ditemukan gambaran gingival

lead line derajat 2 dan derajat 3 pada setiap anak jalanan yang hidup di jalan

selama 7–12 bulan. Sehingga semakin lama anak tersebut berada di jalan maka

angka dari anak yang terkena derajat 2 dan 3 akan semakin banyak pula diikuti

dengan faktor resiko dari terbentuknya gingival lead line akibat dari kebiasaan

merokok mereka.

7.2 Saran

Pendidikan kesehatan gigi dan mulut, khususnya mengenai gingival lead

line seharusnya diberikan oleh tenaga kesehatan puskesmas dan dokter gigi dari

dinas sosial kepada seluruh anak jalanan di Kota Malang, sehingga dibutuhkan

penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dampak paparan timbal terhadap

kesehatan anak jalanan lainnya, dan dapat dilakukan penelitian lanjutan yang

dapat mengurangi kadar timbal dalam darah dan gambaran gingival lead line anak

jalanan.

48
49

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, S. (2001). Pengaruh pajanan timbal terhadap kesehatan dan kualitas


semen pekerja laki- laki (Vol. 51). Jakarta: Majalah Kedokteran Indonesia.
Afandi, A. S. (2012, Oktober 31). SDN 5 kota lama Malang dipercaya tampung
anjal. Retrieved from https://mediacenter.malangkota.go.id/2012/10/sdn-
5-kotalama-malang-dipercaya-tampung-anjal/
Alpatih. (2010). Pengaruh konsentrasi larutan asam jeruk nipis dan lama
perendaman terhadap penurunan kadar logam berat timbal (Pb) dalam
daging kerang hijau (Pernaviridis). Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Alwi, H. (2003). Kamus besar bahasa Indonesia (3rd ed.). Jakarta: Balai Pustaka.
American Academy of Pediatrics. (2016). Lead exposure in children. Retrieved
from /https://www.aap.org/en-us/advocacy-and-policy/aap-health-
initiatives/lead-exposure/Pages/Lead-Exposure-in-Children.aspx
Anton, M. M. (2000). Kamus besar bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Azmi. (2013, Januari 23). Efek merokok bagi kesehatan rongga mulut. Retrieved
from http;//www.permatamedika.com/2013/01/page/4/
Badan POM. (2018). Remaja, tembakau dan rokok. Jakarta: Sentra Informasi
Keracunan Nasional.
BAPPENAS. (2006). Atlas kualitas udara. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Chahaya, I. (2005). Kadar timbal dalam spesimen darah tukang becak mesin di
kota Pematang Siantar dan beberapa faktor yang berhubungan. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
DeRoss, F. (1997). Smelters and metal reclaimens. In occupational industrial and
environmental toxicology. New York: Mosby.
Dhanabhalan, D. (2009). Pengaruh masa kerja dengan kejadian gingival lead line
pada pekerja bengkel kendaraan bermotor di kota Semarang. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Hanum, H., & Wibowo, A. (2016). Pengaruh paparan asap rokok lingkungan
pada ibu hamil terhadap kejadian berat bayi lahir rendah the effect of
environmental tobacco smoke exposure in pregnant woman on the
incidence of low birth weight. 5(5), pp. 24.
Hariono, B. (2006). Efek pemberian plumbum (timah hitam) organik pada tikus
putih (rattus norvegitus). Jurnal Sain Veteriner, 24(1).
doi:https://doi.org/10.22146/jsv.367
Hasanah, U. (2011). Kajian model pemajanan asap rokok terhadap kadar logam
berat produk pangan gorengan berlapis tepung. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
50

Hoffman, R. S. (2007). Goldfrank’s manual of toxicologic emergencies. North


America: McGraw Hill.
Kemenkes RI. (2010). Anak jalanan juga harus sehat. Jakarta: Dirjen Bina
Kesehatan Masyarakat Direktorat Bina Kesehatan Anak.
Kementrian PP & PA. (2011). Kebijakan partisipasi anak dalam pembangunan.
Jakarta.
Komite Penghapusan Bensin Bertimbal. (2005). Dampak pemakaian bensin
bertimbal dan kesehatan. Jakarta: Komite Penghapusan Bensin Bertimbal
(KPBB).
Lukman, M. L. (2012). Kehidupan anak jalanan di rumah singgah anak mandiri
yogyakarta. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah, 16(2), pp. 162-172.
Meyer, P. A., McGeehin, M. A., & Falk, H. (2003). A global approach to
childhood lead poisoning prevention. International Journal Hygiene,
206(4-5), pp. 363-369.
Oktaria, P. C. (2009). Pengaruh masa kerja terhadap kejadian gingival lead line
pada polisi lalu lintas di kota Semarang. Semarang: Program Pendidikan
Sarjana Kedokteran Universitas Diponegoro.

Padmaningrum, R. T. (2007). Rokok mengandung Zat Adiktif Yang Berbahaya


Bagi Kesehatan. Universitas Negeri Yogyakarta.
Palar, H. (2004). Pencemaran dan toksikologi logam berat (2nd ed.). Jakarta:
Rineka Cipta.
Panjaitan, N. K., & Suhartini, T. (2009). Strategi bertahan hidup anak jalanan :
Kasus anak jalanan di kota Bogor, provinsi Jawa Barat. Jurnal Sosiologi
Pedesaan, 3(2), 215-230.
doi:http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v3i2.5865
Pasorong, M. B. (2007). Hubungan antara kadar plumbum (Pb) dan hipertensi
pada polisi lalu lintas di kota Manado. Yogyakarta: Pascasarjana
Universitas Gajah Mada.
Prasetia, A., Yuliwar, R., & Dewi, N. (2018). Hubungan pola pemenuhan nutrisi
dengan kadar hemoglobin pada anak jalanan di kota Malang. Nursing
News, 3(1).
Purwoko, T. (2013). Analisis faktor-faktor penyebab keberadaan anak. eJournal
Sosiologi, 1(4), pp. 13-25.
Prehati. (2005). Dampak pemakaian bensin bertimbal dan kesehatan. Jakarta:
KPBB (Komite Penghapusan Bensin Bertimbal).[cited November 2009].
Regezi J A., Sciubba JJ. (2008). Oral Pathologi Clinical Pathologic Corelations.
pp. 146-147.
Romli , M., Suhartono, S., & Setiani, O. (2016). Hubungan kadar Pb dalam darah
dengan prestasi belajar pada anak sekolah di SDN Grinting 01
51

Kecamatan Bulakamba Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan Lingkungan


Indonesia, 15(2), pp. 36-41. doi:https://doi.org/10.14710/jkli.15.2.35-41
Sarilaksmi, N. (2014). Gambaran Gingival Lead Line Pada Polisi Lalu Lintas
Polrestabes Surabaya. Universitas Airlangga.
Sham, A. S., Cheung, L. K., Jin, L. J., & Corbet, E. F. (2003). The effects of
tobacco use on. Hong Kong Medical Journal, 9(4), pp. 271-277.
Sholihuddin, M. H. (2016). Eksploitasi dan strategi bertahan hidup anak yang
menjadi pengamen jalanan (Studi deskriptif pada pengamen anak di
kabupaten Sidoarjo). Journal Universitas Airlangga, 5(3), pp. 1-5.
Sudibyo. (1993). Gingiva sebagai tolok ukur keracunan kronis timah hitam.
Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Suhartini, T. (2008). Strategi bertahan hidup anak jalanan kasus: anak jalanan di
kota Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Suwaidah, I. S., Achyadi, N. S., & Cahyadi, W. (2014). Kajian cemaran logam
berat timbal dari kemasan kertas bekas kedalam makanan gorengan.
Penelitian Gizi dan Makanan, 37(2), pp. 145-154.
UNICEF. (2001, Juni). The situation of street children in Cairo and Alexandria,
includingthe children's drug abuse and health/nutritional status. Retrieved
November 10, 2015, from
https://www.unicef.org/evaldatabase/files/EGY_2001_005.pdf
WHO. (2006). Bahaya bahan kimia pada kesehatan manusia dan lingkungan.
Jakarta: EGC.
Wijayanti, P. (2010). Aspirasi hidup anak jalanan semarang sebuah studi
kualitatif dengan pendekatan deskriptif di daerah Siranda. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Yasa, D. (2008, Mei 24). Aktivitas dan prestasi belajar. Retrieved November 13,
2014, from https://ipotes.wordpress.com/2008/05/24/prestasi-belajar/
52

Lampiran 1: Sertifikat Laik Etik


53

Lampiran 2: Surat Persetujuan Menjadi Responden

SURAT PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (Informed Concent)

Saya telah mendapatkan penjelasan dengan baik mengenai tujuan dan manfaat
penelitian yang berjudul “Paparan Polusi Terhadap Kejadian GINGIVAL
LEAD LINE Pada Anak Jalanan Di SDN Kota Lama 5 Malang”

Saya mengerti bahwa anak saya akan diminta untuk mengisi kuisioner dan
menjawab pertanyaan. Saya mengerti bahwa resiko yang akan terjadi dari
penelitian ini tidak ada. Selain itu, gigi anak saya akan diperiksa. Apabila ada
pertanyaan atau tindakan yang menimbulkan respon emosional, maka penelitian
akan dihentikan dan peneliti akan memberi dukungan.

Saya mengerti bahwa catatan mengenai data penelitian ini akan dirahasiakan dan
kerahasiaan ini akan dijamin. Informasi mengenai identitas anak saya tidak akan
ditulis pada instrumen penelitian dan akan disampaikan secara terpisah ditempat
terkunci.

Saya mengerti bahwa saya ataupun anak saya berhak menolak untuk berperan
serta dalam penelitian ini atau mengundurkan diri dari penelitian setiap saat tanpa
adanya sanksi atau kehilangan hak-hak saya.

Anak saya telah diberi kesempatan untuk bertanya mengenai penelitian ini atau
mengenai peran anak saya dalam penelitian ini dan telah dijawab serta dijelaskan
secara memuaskan. Saya setuju secara sukarela dan sadar bersedia memberikan
ijin kepada anak saya untuk berperan serta dalam penelitian ini dengan
menandatangani Surat Persetujuan Menjadi Responden.

Saksi Orang tua/wali responden

( ) ( )
54

Lampiran 3: Lembar Pemeriksaan Gingival Lead Line

Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :

GINGIVAL LEAD LINE

1 2

4 3

*Beri tanda  Bila terjadi perubahan warna

Keterangan.

Gingival Lead Line dilihat dari lesi berupa garis pigmen berwarna
biru keabu-abuan hingga hitam pada perbatasan antara gigi dan gusi

Derajat Gingiva Lead Line:

0 = Tidak terdapat gingival lead line

1 = Gingival lead line terdapat pada gusi di 1-2 gigi

2 = Gingival lead line terdapat pada gusi di 3-4 gigi

3 = Gingival lead line terdapat pada gusi di >4 gigi


55

Lampiran 4: Kuisioner

Kuisioner

IDENTITAS RESPONDEN

Nama :
Usia :
Jenis kelamin : L/P
Kelas :
1. Sejak kapan saudara sering berada di jalanan
a. < 2 bulan = skor 1
b. 2 - 6 bulan = skor 2
c. 7 - 12 bulan = skor 3
2. Berapa sering saudara berada di jalan dalam 24 jam
a. 6 jam/hari = skor 1
b. 7-12 jam/hari = skor 2
c. 13-24 jam/hari = skor 3
3. Berapa kali dalam 1 hari saudara makan/jajan di pinggir jalan
a. 1 kali = skor 1
b. 2–3 kali = skor 2
c. >3 kali = skor 3
4. Jika saudara membeli makanan di pinggir jalan, tempat apa yang saudara
gunakan untuk membungkus
a. Foam = skor 1
b. Plastik = skor 2
c. Koran/Kertas Buku = skor 3
5. Jika saudara membawa bekal dari rumah, tempat apa yang saudara
gunakan untuk membungkus
a. Foam = skor 1
b. Plastik = skor 2
c. Koran/Kertas Buku = skor 3
56

6. Apakah saudara merokok


a. Tidak Pernah = skor 1
b. Kadang-kadang = skor 2
c. Sering = skor 3
7. Berapa kali dalam seminggu saudara merokok
a. Tidak Pernah = skor 1
b. 1–3 kali = skor 2
c. >3 kali = skor 3
8. Apakah saudara menggunakan masker selama berada di jalan / saat
bekerja di jalan
a. Tidak Pernah = skor 3
b. Kadang-kadang = skor 2
c. Sering = skor 1
57

Lampiran 5: Data Lama Paparan Anak Jalanan

Lama anak Lama hidup


Durasi
menjadi di jalan
NO Nama Merokok GLL
anak dalam 1
(Jam/hari)
jalanan tahun
1 Nabila 1 bulan 6 jam 7,5 hari 1x D0
2 Esa Mahyuda 2 bulan 6 jam 15 hari 3x D1
3 Yesi Devita 1 bulan 6 jam 7,5 hari - D0
4 Azizah 2 bulan 6 jam 15 hari - D1
5 Anita 6 bulan 10 jam 75 hari - D2
6 Ferdi 5 bulan 6 jam 37,5 hari 2x D2
7 Dwi Ramadhani 6 bulan 12 jam 90 hari - D2
8 Nadia p 3 bulan 6 jam 22,5 hari - D0
9 Agus Widodo 5 bulan 10 jam 62,5 hari 4x D2
10 Mutia R 2 bulan 6 jam 15 hari - D1
11 Rama Aditya 4 bulan 20 jam 100 hari 3x D2
12 Desi S 5 bulan 12 jam 75 hari 2x D2
13 Ferian P 3 bulan 6 jam 22,5 hari 1x D1
14 Nico 5 bulan 6 jam 37,5 hari - D1
15 Rino 6 bulan 24 jam 180 hari 3x D2
16 Sulis 12 bulan 6 jam 90 hari 3x D2
17 Suhwndra 10 bulan 6 jam 75 hari 3x D2
18 Yunus R 9 bulan 15 jam 168,25 hari 4x D3
19 Saidi 5 bulan 10 jam 62,5 hari 4x D2
20 Riko Jeriko 10 bulan 15 jam 187,5 hari 4x D2
21 M. Faisal 12 bulan 12 jam 180 hari 4x D3
22 Zhafira tasya 8 bulan 6 jam 60 hari - D0
23 Achmad Fahri 10 bulan 10 jam 125 hari 2x D2
24 Habil Raditya 12 bulan 24 jam 360 hari 4x D3
25 Vanesha 10 bulan 10 jam 125 hari 2x D2
26 Revanda 8 bulan 6 jam 60 hari - D1
27 Dimas Dwi 12 bulan 12 jam 180 hari 4x D3
28 Adit Ramadhan 10 bulan 20 jam 250 hari 4x D2
29 Dicky Saputra 12 bulan 20 jam 300 hari 4x D3
30 Galih S 10 bulan 10 jam 125 hari 4x D2
58

Lampiran 6: Hasil Uji Statistik

Nonparametric Correlations

Gingiva Lead Line

Correlation .527**
Sejak kapan
Coefficient
saudara berada di
Sig. (2-tailed) .003
jalanan
N 30

Correlation .700**
Berapa sering
Coefficient
saudara berada di
Sig. (2-tailed) .000
jalan dalam 24 jam
N 30

Berapa kali dalam 1 Correlation .378*

hari saudara Coefficient

makan/jajan di Sig. (2-tailed) .039


pinggir jalan N 30

Jika saudara Correlation .083


membeli makanan Coefficient
di pinggir jalan, Sig. (2-tailed) .663
tempat apa yang 30
Spearman's saudara gunakan N
rho untuk membungkus

Jika saudara Correlation .044


membawa bekal Coefficient
dari rumah, tempat Sig. (2-tailed) .819
apa yang saudara 30
gunakan untuk N
membungkus

Correlation .751**

Apakah saudara Coefficient

merokok Sig. (2-tailed) .000

N 30

Correlation .751**
Berapa kali dalam
Coefficient
seminggu saudara
Sig. (2-tailed) .000
merokok
N 30

Apakah saudara Correlation .660**


menggunakan Coefficient
59

masker selama Sig. (2-tailed) .000


berada dijalan / saat 30
N
bekerja di jalan

Correlation 1.000
Coefficient
Gingiva Lead Line
Sig. (2-tailed) .

N 30

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
60

Lampiran 7: Lembar Dokumentasi

Gambar 1. SDN Kota Lama 5 Malang Penyelenggara Program Retrieval


Remedial (Kelas Layanan Khusus Anak Jalanan)

Gambar 2. Tempat pembungkus Gambar 3. Pembagian bingkisan dan Foto


makanan pada siswa SDN Kota bersama
Lama 5 Malang
61

Gambar 4. Uji Validitas dan Gambar 5. Hasil Pemeriksaan gingival


Reabilitas lead line

Gambar 6. Hasil Pemeriksaan Gambar 7. Hasil Pemeriksaan


gingival lead line gingival lead line

Anda mungkin juga menyukai