Anda di halaman 1dari 15

1.

ANATOMI DAN FISIOLOGI (ORGAN YANG BERMASALAH)


1.1 GAMBAR ANATOMI DEMAM TYPHOID (ORGAN YANG BERMASALAH)

Sumber: http://www.smartdetoxsynergy.com/deman-tifoid/

1.2 ANATOMI FISIOLOGI DARI DEMAM TYPHOID

Sistem pencernaan atau sistem gastrointestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi
zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung,
usus halus, usus besar, rectum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang
terletak di luar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
A. Usus Halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak. Lapisan usus halus meliputi, lapisan mukosa (sebelah kanan), lapisan otot
melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah
luar).
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari duodenum), usus kosong
(jejenum) dan usus penyerapan (ileum). Villi usus halus terdiri dari pipa berotot (> 6 cm),
pencernaan secara kimiawi, penyerapan makanan. Terbagi atas usus 12 jari (duodenum), usus
tengah (jejenum), usus penyerapan (ileum).

a. Usus dua belas jari (Duodenum)


Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah
lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejenum). Bagian usus dua belas jari
merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di
ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya
oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan.
Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pancreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui
sfingter pylorus dalam jumlah yang bisa dicerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
mengirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.

b. Usus Kosong (jejenum)


Usus kosong atau jejenum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian dari usus
halus, diantara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia
dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.
Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas
jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan
usus penyerapan, yaitu sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit sulit untuk membedakan
usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
c. Usus Penyerapan (ileum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem
pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan
jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau
sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.

B. Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan
rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon
asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhubungan
dengan rectum). Banyaknya bakteri yang terdapat didalam usus besar berfungsi mencerna
makanan beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri didalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

C. Usus Buntu (sekum)


Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin : caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah
suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus
besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
herbivore memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora ekslusif memiliki yang kecil,
yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

D. Umbai Cacing (Appendix)


Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing adalah ujung
buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada
tahap embrio. Dalam orang dewasa, umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa
bervariasi dari 2 sampai 20 cm. walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai
cacing bisa berbeda-beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di
peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendiktomi.

E. Rektum dan Anus


Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.
Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpang ditempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena
penumpukan material didalam rectum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan
keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, seringkali material akan
dikembalikan ke usus besar, dimana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi
tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi. Orang
dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih
muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limba keluar dari tubuh.
Sebagian besar anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lainnya dari usus.
Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot spinter. Feses dibuang dari tubuh melalui
proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

2. DEFINISI

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan oleh
salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C,
paratifoid biasanya lebih ringan, dengan gambaran klinis sama. ( Widodo Djoko, 2009 )

Demam thypoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh
salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakterimia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi kedalam sel fagosit monocular dari hati, limpa, kelenjar limfe usus dan
peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang
terkontaminasi. (Sumarno,2002)

Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonela
typhi. Demam tifoid di jumpai secara luas di berbagi negara berkembang yang terutama
terletak di daerah tropis dan subtropis. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003
memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insiden
600.000 kasus kematian tiap tahun. (Riyanto, 2011)

Jadi, demam typhoid adalah penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi.
Penyakit ini ditandai dengan panas yang berkepanjangan dan dapat menular pada orang lain
melalui makanan atau air yang terkontaminasi

3. ETIOLOGI

Menurut (Nanda Nic Noc 2015) salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain
adalah bakteri garam-negatif mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora,
fakultatif anaeorob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar
antigen (H) yang terdiri dari protein envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida.
Mempunyai makromolekular limpoposakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari
dinding sel dan dinamakan endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid
factor-R yang berkaitan dengan resitensi terhadap multiple antibiotic.

4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut (NANDA NIC NOC 2015) manifestasi klinis dari deman typhoid adalah:
1. Gejala pada anak: inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangan akan
menyebabkan syok, stupor dan koma
4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari
5. Nyeri kepala, nyeri perut
6. Kembung, mual, muntah, diare, konstipasi
7. Pusing, bradikardi, nyeri otot
8. Batuk
9. Epistakis
10. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepian ujung merah serta tremor
11. Hepatomegali, splenomegali, meteroismus
12. Gangguan mental berupa samnolen
13. Delirium atau psikosis
14. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disertai syok dan hipotermia.

5. PATOFISIOLOGI

Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui makanan dan
minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian bakteri dimusnahkan oleh
asam lambung. Bakteri yang dapat melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian
berkembang. Apabila respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang
baik maka bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina
propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel makrofag
kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal. Selanjutnya Kelenjar getah bening
mesenterika melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat di dalam makrofag ini masuk
kedalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik atau tidak
menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi
darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda
penyakit infeksi sistemik.
6. PATHWAY

Sumber: Nanda Nic Noc Jilid.1 Tahun 2015 Hal.181


7. PENATALAKSANAAN MEDIS

Menurut (NANDA NIC NOC 2015) penatalaksaannya meliputi:

1. Non farmakologi
- Bed rest
- Diet; diberikan bubur sering kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai
dengan tingkat kesembuhan pasien. Diet berupa makanan rendah serat.
2. Farmakologi
- Kloramfenikol, dosis 50mg/kgBB/hari terbagi dalam 3-4 kali pemberian, oral atau
IV selama 14 hari.
- Bila ada kontraindikasi kloramfenikol diberikan ampisilin dengan dosis 200
mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, intravena saat belum dapat
minum obat, selama 21 hari, atau amoksilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari,
terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian, oral/intravena selama 21 hari kontrimoksasol
dengan dosis (tmp) 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali pemberian, oral,
selama 14 hari
- Pada kasus berat, dapat diberi ceftriaxone dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg/BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-7
hari.
- Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolom.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut (NANDA NIC NOC 2015) pemeriksaan penunjang meliputi:
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap
Dapat ditemukan leukoponi, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukosotisis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Uji widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibody terhadap bakteri
salmonella typhi. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya agglutinin
dalam serum penderita demam tifoid. Akibat adanya infeksi oleh salmonella typhi
maka penderita membuat antibody (agglutinin)
4. Kultur
Kultur darah : bias positif pada minggu pertama
Kultur urin : bias positif pada akhir mingu kedua
Kultur feses : bias positif dari minggu kedua hingga minggu ketiga
5. Anti salmonella typhi lgM
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut salmonella
typhi, karena antibody lgM muncul pada hari ke 3 dan 4 terjadinya demam.

9. KOMPLIKASI

Menurut Corwin (2000)

-Takikardi

-Insufisiensi jantung

-Insufisiensi pulmonal

-Kejang demam

10. TEORI DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

10.1 ASSESMENT PENGKAJIAN

Menurut Doenges (2002)


a. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien dengan febris typhoid adalah :
1. Aktivitas atau istirahat
Gejala yang ditemukan pada kasus febris typhoid antara lain kelemahan,
malaise,kelelahan, merasa gelisah dan ansietas, cepat lelah dan insomnia.
2. Sirkulasi
Tanda takikardi, kemerahan, tekanan darah hipotensi, kulit membrane mukosa kotor,
turgor buruk, kering dan lidah pecah-pecah akan ditemukan pada pasien febris
typhoid.
3. Integritas ego
Gejala seperti ansietas, emosi, kesal dan faktor stress serta tanda seperti menolak
dandepresi juga akan ditemukan dalam pengkajian integrits ego pasien.
4. Eliminasi
Pengkajian eiminasi akan menemukan gejala tekstur feses yang bervariasi dari
lunak sampai bau atau berair, perdarahan per rectal dan riwayat batu ginjal dengan
tanda menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik dan ada haemoroid.
5. Makanan dan cairan
Pasien akan mengalami anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan dan tidak
toleranterhadap diet. Dan tanda yang ditemukan berupa penurunan lemak sub kutan,
kelemahan hinggainflamasi rongga mulut.
6. Hygiene
Pasien akan mengalami ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri dan bau
badan.
7. Nyeri atau ketidaknyamanan
Nyeri tekan pada kuadran kiri bawah akan dialami pasien dengan titik nyeri yang
dapat berpindah.
8. Keamanan
Pasien mengalami anemia hemolitik, vaskulotis, arthritis dan peningkatan suhu
tubuhdengan kemungkinan muncul lesi kulit.

10.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan termoregulasi b.d fluktuasi suhu lingkungan, proses
penyakit (NANDA NIC NOC JILID.1 TAHUN 2015 hal.309)]
2. Nyeri akut b.d proses peradangan (NANDA NIC NOC JILID 1 TAHUN
2015 hal. 317)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d intake yang tidak
adekuat (NANDA NIC NOC JILID 1 TAHUN 2015 hal.311)
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake yang tidak adekuat dan
peningkatan suhu tubuh. (NANDA NIC NOC JILID 1 TAHUN 2015 hal.
327)
5. Konstipasi b.d penurunan motilitas traktus gastrointestinal (penurunan
motilitas usus) (NANDA NIC NOC JILID 1 TAHUN 2015 hal.314)
10.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa 1

Tujuan :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit pasien menujukan temperatur
dalan batas normal

kriteria hasil:

Bebas dari kedinginan


Suhu tubuh stabil 36-37 C
Tanda-tanda vital dalam rentang normal
Intervensi:
1. Pantau suhu tubuh pasien setiap 4 jam
Rasional: Meyakinkan perbandingan data yang akurat

2. Kolaborasi pemberian antipiretik sesuai anjuran


Rasional: Menurunkan demam

3. Turunkan panas dengan melepaskan selimut atau menanggalkan pakian yang terlalu
tebal, beri kompres dingin pada aksila dan liatan paha.
Rasional : Meningkatkan kenyaman, menurunkan temperatur suhu tubuh

4. Pantau dan catat denyut dan irama nadi, vekanan vena sentral, tekanan darah,
frekuensi napas, tingkat responsitas, dan suhu kulit minimal 4 jam
Rasional: Peningkatan denyut nadi, penurunan tekan vena sentral, dan penurunan
tekanan darah dapat mengindikasikan hipovolemia yang mengarah pada perfusi
jaringan. Kulit yang dingin, pucat dan burik dapat juga mengindikasikan peunurunan
perfsi jaringan. Peningkatan frekuensi pernapasan berkompensasi pada hipoksia
jaringan.
5. Observasi adanya konfusi disorientasi
Rasional: Perubahan tingkat kesadaran dapat merupakan akibat dari hipoksia jaringan
6. Berikan cairan IV sesuai yang dianjurkan.
Rasional: Menghindari kehilangan air natrium klorida dan kalium yang berlebihan.
Diagnosa 2

Nyeri akut b.d proses peradangan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri hilang / berkurang.

Kriteria Hasil : Klien hilang / berkurang.


Klien tampak rileks.
Intervensi :
1. Dorong klien untuk melaporkan nyeri.
Rasional : Untuk dapat mentoleransi nyeri.
2. Kaji laporan kram abdomen / nyeri, catat lokasi, lamanya intensitas (skala 0-10).
Selidiki dan laporkan perubahan karakteristik nyeri.
Rasional : Nyeri selama defekasi seiring terjadi pada klien dengan tiba-tiba dimana
dapat berat dan tidak dimana dapat berat dan terus menerus. Perubahan pada
karakteristik nyeri dapat menunjukkan penyebaran penyakit / terjadi komplikasi.
3. Tentukan stres luar, misal keluarga, teman, lingkungan kerja / sosial.
Rasional : Stres dapat mengganggu respon saraf otonomik dan mendukung
eksasereasi penyakit. Meskipun tujuan kemandirianlah pada klien menjadi penambah
stressor.
4. Anjurkan klien istirahat / tidur yang cukup.
Rasional : Kelelahan karena penyakit cenderung menjadi masalah berarti,
mempengaruhi kemampuan mengatasinya.
5. Dorong penggunaan ketrampilan manangani stres misal teknik relaksasi, latihan nafas
dalam.
Rasional : Memberatkan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan
meningkatkan kemampuan koping.
6. Berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : Bantuan dalam istirahat psikologi / fisik, menghemat energi, dan dapat
menguatkan kemampuan koping.
Diagnosa 3
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah, nafsu makan
menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1x6 jam pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
Kriteria Hasil : BB stabil / peningkatan BB, tidak ada tanda malnutrisi, nafsu makan
meningkat.
Intervensi :
1. Timbang berat badan tiap hari.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan diet / keefektifan therapi.
2. Dorong tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase sakit akut.
Rasional : Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan
simpanan energi.
3. Anjurkan klien istirahat sebelum makan.
Rasional : Menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi untuk makan.
4. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan, dengan
situasi tidak terburu-buru.
Rasional : Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stress dan lebih kondusif
untuk makan.
5. Catat masukan dan perubahan symtomologi.
Rasional : Memberikan rasa kontrol pada klien dan memberikan kesempatan untuk
memilih makanan yang diinginkan, dinikmati, dapat meningkat masukan.
6. Berikan nutrisi parental total, therapi IV sesuai indikasi.
Rasional : Dapat mengistirahatkan saluran sementara memberikan nutrisi penting.

Diagnosa 4 :

Resiko kekurangan volume cairan b.d intake yang tidak adekuat dan peningkatan suhu tubuh

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan volumecairan adekuat

Kriteria hasil :

1. tanda vital dalam batas normal


2. nadi perifer teraba kuat
3. haluran urine adekuat
4. tidak ada tanda-tanda dehidrasi

Intervensi :

1. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, turgor kulit, nadi adekuat,
tekanandarah ortostatik) jika diperlukan.
Rasional: Perubahan status hidrasi, membran mukosa, turgor kulit
menggambarkan berat ringannya kekurangan cairan.
2. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Perubahan tanda vital dapat menggambarkan keadaan umum klien.
3. Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian.
Rasional: Memberikan pedoman untuk menggantikan cairan.
4. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan.
Rasional: Keluarga sebagai pendorong pemenuhan kebutuhan cairan klien.
5. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian cairan IV.
Rasional: Pemberian cairan IV untuk memenuhi kebutuhan cairan

Diagnosa 5
Konstipasi b.d penurunan motilitas traktus gastroentistinal (penurunan motilitas usus)
Tujuan : Selama dalam perawatan kebutuhan eliminasi terpenuhi.
Kriteria Hasil : Tidak terjadi gangguan pada eliminasi, BAB kembali normal.

Intervensi :
1. Kaji pola BAB pasien.
Rasional : Untuk mengetahui pola BAB pasien.
2. Pantau dan catat BAB setiap hari.
Rasional : Mengetahui konsistensi dari feses dan perkembangan pola BAB pasien.
3. Pertahankan intake cairan 2-3 liter / hari.
Rasional : Memenuhi kebutuhan cairan dan membantu memperbaiki konsistensi feses.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi pemberian diet tinggi serat tapi rendah lemak.
Rasional : Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorbsi air dalam alirannya
sepanjang traktus intestinal.
DAFTAR PUSTAKA

Nur Arif, A. H dan Kusuma , H (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc, Edisi Revisi Jilid 1, Yogyakarta:Mediaaction

Kusuma Ratna Astuti. 2012. Jurnal Askep Fraktur Femur.Surakarta.Diambil dari:


http://eprints.ums.ac.id/22045/21/NASKAH_PUBLIKASI.pdf (10 Juli 2017)

Mukti Bagus Wiobowo. Dokumen Laporan Pendahuluan Demam Typhoid. Diambil dari
https://www.scribd.com/doc/124500764/Laporan-Pendahuluan-Typhoid (15 juli 2017)

http://eprints.ums.ac.id/21070/26/naskah_publikasi.pdf

http://eprints.ums.ac.id/34198/1/Naskah%20Publikasi.pdf

Anda mungkin juga menyukai