Panduan Bimbingan Klinis
Panduan Bimbingan Klinis
LEMBAR PENGESAHAN
Pembuat Dokumen
ii
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG
Nomor: /Per/Dir/RSGR/XII/2018
TENTANG
PANDUAN BIMBINGAN KLINIS
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG TENTANG
PANDUAN BIMBINGAN KLINIS
KESATU : Panduan Bimbingan Klinis sebagaimana terlampir dalam Peraturan ini.
KEDUA : Panduan Bimbingan Klinis digunakan dalam pengelolaan integrasi
pendidikan klinis dengan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
KETIGA : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Surabaya
Pada tanggal : 01 Desember 2018
Direktur,
dr. Suwarni
iii
Lampiran
Peraturan Direktur Rumah Sakit Gotong Royong
Nomor : /Per/Dir/RSGR/XII/2018
Tanggal : 01 Desember 2018
KATA PENGANTAR
Pemilik Rumah Sakit Bersama Direktur/Kepala Rumah Sakit dapat menetapkan fungsi
rumah sakit sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan yang terpadu
dengan Pendidikan klinis. Terkait hal tersebut, diperlukan perjanjian kerja sama antara
rumah sakit dengan institusi pendidikan untuk meningkatkan sinkronisasi dan harmonisasi
pelayanan, pendidikan, serta penelitian di rumah sakit.
Dalam rangka melaksanakan koordinasi terhadap seluruh proses pembelajaran klinis di
rumah sakit pendidikan, Direktur/Kepala Rumah Sakit bersama pimpinan institusi
pendidikan perlu menyusun Panduan Bimbingan Klinis sebagai acuan baku dalam
melaksanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran klinik di rumah sakit.
Diharapkan komponen yang terlibat dalam Komite Koordinasi Pendidikan, maupun pihak-
pihak terkait lainnya dapat mendukung penyelenggaraan pendidikan klinis di rumah sakit,
dengan tetap mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.
Panduan ini akan disempurnakan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan dan perubahan persepsi masyarakat terhadap rumah sakit pendidikan di
kemudian hari.
iv
DAFTAR ISI
v
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembelajaran praktik klinik adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan pada
setting pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kegiatan pembelajaran praktik klinik
sangat penting bagi mahasiswa program pendidikan kesehatan. Pengalaman
pembelajaran klinik merupakan bagian penting dalam proses pendidikan karena
memberikan pengalaman yang kaya kepada mahasiswa bagaimana cara belajar yang
sesungguhnya. Menurut Reilly dan Oerman (2008:5) “Keberhasilan pendidikan
tergantung ketersediaan lahan praktik di rumah sakit yang harus memenuhi
persyaratan, diantaranya:
1. melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan yang baik (good nursing care),
2. lingkungan yang kondusif,
3. ada role model yang cukup,
4. tersedia kelengkapan sarana dan prasarana serta staf yang memadai, dan
5. tersedia standar pelayanan/SPO keperawatan yang lengkap”.
Bilamana pembimbing klinik mampu memberikan perannya tersebut, kinerja
pembimbing klinik menjadi baik dan pembelajaran praktik klinik akan menjadi efektif
yang artinya pembelajaran praktik klinik dapat mencapai tujuan, yang pada akhirnya
meningkatkan kualitas kelulusan, karena mencakup keseluruhan spektrum pendidikan
mulai: substansi, metodologi, pengaturan dan arah dimasa yang akan datang. Oleh
karena itu jelas sudah bahwa praktik klinik harus menyediakan komponen praktek
sebagai tempat bagi peserta didik untuk belajar berfikir dan bertindak. Pembelajaran
klinik adalah perwujudan dari penjabaran pelaksanaan kurikulum pendidikan guna
membekali peserta didik agar dapat mengaplikasikan ilmunya di masyarakat
berdasarkan kompetensi yang dimiliki.
Melalui proses pembelajaran klinik akan memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama pembelajaran akademik secara
terintegrasi ke dalam tatanan pelayanan yang nyata, mengembangkan sikap-sikap dan
ketrampilan sesuai dengan lingkup praktek, dan ini harus disadari oleh pendidik/
pembimbing klinik agar dapat memfasilitasi peserta didik dalam upaya mencapai
kompetenssi belajarnya. Pembelajaran klinik membutuhkan pembimbing klinik yang
mampu membimbing peserta didik, juga pakar dalam bidangnya dan mempunyai
kemampuan stimulasi, dorongan, dan kelengkapan fasilitas. Dengan memberi
kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan suatu tindakan di bawah supervisinya
secara bertahap, akan menumbuhkan kepercayaan diri bagi peserta didik. Hal ini harus
dipahami dan disadari oleh institusi penyelenggara pendidikan serta rumah sakit
sebagai institusi lahan praktek tempat menempa calon profesional sesuai bidang
keilmuannya. Melalui praktek klinik di rumah sakit, peserta didik belajar bagaimana
situasi nyata memberi pelayanan kepada klien/pasien secara langsung, dengan
mengaplikasikan teori – teori yang diperoleh melalui proses belajar di kelas, juga
sebagai antisipasi apabila mereka lulus nantinya.
Selain itu, keberhasilan pembelajaran klinik yang ditandai dengan pencapaian target
kompetensi sangat dipengaruhi oleh hubungan antara pembimbing dengan peserta
didik. King dan Gerwik (2001) menyatakan bahwa pengaruh hubungan antara guru
dengan murid dapat bersifat positif atau negatif pada pertumbuhan afektif dan kognitif.
Hubungan yang terjalin dengan baik akan berdampak positif sebaliknya hubungan
buruk akan berdampak buruk juga atau negative. Klechamer (1997) melaporkan bahwa
penyebab ansietas yang dialami peserta didik pada situasi klinik adalah tentang
prosedur, proses dalam memberikan asuhan, kondisi klien dan hubungan interpersonal
dengan dokter dan staf pengajar atau pembimbing. Pembimbing dapat menurunkan
ansietas peserta didik dengan menciptakan iklim pembelajaran klinik yang kondusif
dan penuh penerimaan, artinya semua pengetahuan dan perilaku/psikomotor yang
1
diterapkan tidak selalu sempurna, namun peserta didik dapat belajar mengarah pada
kesempurnaan yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian kompetensi
pembelajaran klinik dapat tercapai.
B. TUJUAN
1. Tujuan umum:
Membantu peserta didik mengimplementasikan teori yang diperoleh dibangku
kuliah untuk dilaksanakan langsung ke pasien ditatanan nyata
2. Tujuan khusus:
a. Membantu peserta didik menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat praktek,
b. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu
pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajari di kelas secara terintegrasi ke
situasi yang nyata,
c. Membantu mengembangkan potensi peserta didik dalam menampilkan
perilaku atau ketrampilannya yang bermutu ke situasi nyata di lahan praktek,
d. Memberikan kesempatan pada peserta didik belajar mencari pengalaman kerja
secara tim dalam membantu proses kesembuhan klien,
e. Memberikan pengalaman awal dan memperkenalkan kepada peserta didik
tentang situasi kerja profesional membantu peserta didik dalam mencapai
tujuan praktek klinik.
2
8. Metode konseptual bimbingan klinik keperawatan menggunakan kombinasi dari
berbagai metode yang ada.
9. Preseptor merupakan seorang dosen yang ditempatkan di tatanan klinik atau
perawat senior yang bekerja di tatanan layanan dan ditetapkan sebagai preseptor.
(AIPNI, 2016)
10. Preceptee adalah peserta didik
11. Pembimbing Klinik/Clinical Instructure adalah perawat yang terpilih, perawat yang
ahli dalam praktik klinik, bertugas untuk membimbing dan mengarahkan peserta
didik selama proses pembelajaran di lahan praktik sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang telah dibuat.
3
BAB II RUANG LINGKUP
Ruang lingkup Panduan Bimbingan Klinis ini merupakan panduan yang harus dibuat untuk
menjamin agar kompetensi peserta didik dapat terselenggara dengan baik sehingga
kompetensi peserta didik dapat terpenuhi dan pelayanan yang diberikan ke pasien tetap
berjalan denga standar yang sudah ditentukan oleh rumah sakit tanpa terganggu dengan
adanya peserta didik yang sedang melaksanakan praktik klinik di rumah sakit tersebut.
Dalam konsep ini setiap pembimbing klinik maupun peserta didik yang terlibat dalam
pelayanan klinik, harus memahami dan menerapkan prosedur-prosedur yang dapat
mencegah terjadinya resiko akibat penatalaksanaan praktik klinik. Kebijakan dan prosedur
dibuat dengan perencanaan dan identifikasi yang jelas sesuai maksud dan tujuan yang
diharapkan.
DASAR HUKUM
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan
Kedokteran;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 93 tahun 2015 tentang Rumah Sakit Pendidikan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1069/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit
Pendidikan
LINGKUP KEWENANGAN
Pihak yang ditunjuk untuk melaksanakan bimbingan klinik terhadap pelaksanaan
praktik klinik bagi peserta didik di pelayanan kesehatan adalah seorang pembimbing
klinik/ preseptor yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, bersikap positif
selama proses pengajaran dan pembelajaran serta mempunyai kemampuan untuk
menstimulasi pemikiran yang kritis.
Pembimbing klinik/Preseptor harus mempunyai kemampuan untuk menghadapkan
mahasiswa kepada pengalaman klinik yang efektif yang secara langsung meningkatkan
perkembangan kepercayaan diri dan kompetensi yang penugasannya ditunjuk oleh
institusi.
Gaberson dan Oerman (2010) menjelaskan bahwa Pembimbing klinik/Preseptor
diharapkan mampu berperan menjadi contoh yang positif bagi preceptee, preseptor
berperan dalam penciptaan suasana belajar yang positif termasuk aktifitas yang
dilakukan preceptee untuk tercapainya kompetensi bagi preceptee
Seorang Pembimbing klinik/Preseptor harus memiliki tanggung jawab sebagai:
1. Role Modelling (panutan)
a. Pembimbing klinik/Preseptor harus menunjukkan praktik profesional yang
kompeten, mendorong preceptee untuk mengintegrasikan praktik klinik yang
profesional.
b. Pembimbing klinik/Preseptor menunjukkan kemampuan berkomunikasi yang
efektif dengan anggota tim dan pasien.
c. Pembimbing klinik/Preseptor mampu mengidentifikasi pengetahuan pasien
tentang tempat, kebutuhan klinik, frekuensi penggunaan kemampuan klinik.
d. Pembimbing klinik/Preseptor mengetahui kebutuhan utama pasien.
2. Skill Building (Pembangun kemampuan)
a. Pembimbing klinik/Preseptor mengembangkan kontrak pembelajaran dengan
menggabungkan keinginan preceptee dan kemampuan yang dimiliki untuk
diaplikasikan di level kompetensi yang dicapai di area kerja.
4
b. Pembimbing klinik/Preseptor memastikan preceptee tidak asing lagi dengan
kompetensi utama dari area tempat praktik.
c. Pembimbing klinik/Preseptor menyesuaikan metode pembelajaran agar cocok
dengan gaya pembelajaran dari preceptee.
d. Pembimbing klinik/Preseptor menciptakan kesempatan belajar, mengijinkan
untuk praktik, reflektif dan evaluasi diri.
3. Critical Thinking (Berpikir kritis)
a. Pembimbing klinik/Preseptor mengidentifikasi kemampuan dan pengetahuan
yang sudah dimiliki oleh mahasiswa dan menggunakan pengetahuan serta
kemampuan tersebut sebagai dasar untuk pencapaian tujuan pembelajaran.
b. Pembimbing klinik/Preseptor Preseptor memberdayakan preceptee untuk
berpikir berdasarkan masalah.
c. Pembimbing klinik/Preseptor mendorong preceptee untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan dari perseptee.
d. Pembimbing klinik/Preseptor memberikan umpan balik yang konstruktif
secara reguler.
e. Pembimbing klinik/Preseptor mempunyai kemampuan rasional untuk
memenuhi kebutuhan praktik mahasiswa.
f. Pembimbing klinik/Preseptor menciptakan lingkungan yang memfasilitasi
pembelajaran, mengijinkan preceptee untuk belajar dari kesalahan.
4. Socialization (Sosialisasi)
a. Pembimbing klinik/Preseptor mensosialisasikan anggota baru atau praktikan
untuk bekerja sama dengan tim.
b. Pembimbing klinik/Preseptor memastikan pemahaman perseptee mengenai
aspek sosial di suatu ruang, peraturan yang tidak tertulis, fungsi unit, rantai
perintah dan sumber daya manusia yang ada di araea tersebut.
c. Pembimbing klinik/Preseptor mengorientasikan preceptee terhadap tempat
kerja
5
1. Memiliki pengetahuan keilmuan yang dalam dan luas serta minimal setara dengan
jenjang pendidikan peserta didik,
2. Kompeten dalam kemampuan klinik,
3. Terampil dalam pengajaran klinik,
4. Mempunyai komitmen dalam pembelajaran klinik. Salah satu cara meningkatkan
kualitas pembimbing adalah dengan mengadakan pelatihan clinical educator
(Nursalam, 2007).
6
UNSUR PENTING DALAM PEMBELAJARAN KLINIK
Walaupun ada berbagai macam metode pembimbingan klinik, namun ada 3 unsur
penting yang berperan dalam pembelajaran klinik, yaitu:
1. Kompetensi yang harus dicapai.
Pembelajaran klinik peserta didik, masing–masing mata ajar memiliki target
kompetensi yang spesifik dan dijabarkan berdasarkan tujuan dari masing–masing
mata ajar tersebut.
2. Ketersediaan tempat pengembangan ketrampilan kliniki dipergunakan adalah yang
memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Sesuai dengan tujuan
b. Memberi kesempatan pada peserta didik untuk kontak dengan klien
c. Mempunyai pembimbing klinik yang kompeten dibidangnya
d. Memberi kesempatan praktikan untuk mempelajari beberapa ketrampilan
e. Memacu kemampuan berfikir kritis bagi peserta didik
f. Memberi kesempatan pada peserta didik untuk menerapkan pengetahuan teori
yang didapat
g. Memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengintegrasikan
pengetahuannya
h. Menggunakan konsep / metode penugasan yang sesuai dengan konsep
keperawatan
3. Peran pembimbing klinik
Sebagai profesional yang mendapat kepercayaan sebagai pembimbing klinik, juga
memiliki peran khusus yang harus diembannya yaitu sebagai agen pembaharu,
sebagai nara sumber, sebagai mediator dan fasilitator, sebagi demonstrator serta
sebagai evaluator, ada beberapa strategi yang perlu diperhatikan selama
berinteraksi dengan peserta didik, antara lain:
a. Menunujukkan pandangan positif pada diri sendiri dan orang lain
Pembimbing memperlihatkan harga diri yang positif dan kemampuan positif
dari peserta didik. Selalu memperlihatkan sikap bahwa peserta didik mampu
belajar dan berkembang karena dipercaya dan dihargai.
b. Mengembangkan respon pada lingkungan.
Pembimbing yang efektif cenderung memberi kebebasan pada peserta didik
daripada mengekang. Memberi kesempatan mengungkapkan pendapat dan
rencana terhadap lingkungan yang tidak menyimpang dari tujuan akan
mengembangkan otonomi peserta didik.
c. Menggunakan komunikasi yang wajar, terbuka dan sentuhan.
Saling terbuka akan mengurangi jarak jauh, rasa takut. Keterbukaan akan hal –
hal tertentu diperlukan untuk mengemukakan hubungan saling percaya. (Stuart
dan Laraia, 2001). Peserta didik yang menerima empati dan perhatian dari
pembimbing akan tumbuh rasa percaya dan percaya diri.
d. Demonstrasikan empati.
Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada orang lain dan bahwa
kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut dan apa yang
menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut dalam emosi orang lain
(Smith, 2000)
e. Contoh peran dan tanggung jawab.
Jika pengetahuan, ketrampilan, keahlian, perasaan dan reaksi emosi
pembimbing siap membantu peserta didik, mereka akan bebas untuk
berinteraksi dan memanfaatkan pembimbing sebagai nara sumber.
f. Tekankan tanggung jawab peserta didik dalam pembelajaran.
g. Beri kesempatan pengalaman belajar yang sukses
h. Beri penghargaan dan evaluasi yang jujur.
7
BAB III TATA LAKSANA
8
d. Hipertensi
4. Jumlah pasien operasi 11 12 13 12
5. Jumlah Pasien Laboratorium 60 75 45 60
6. Jumlah Pasien Spesimen Darah 70 80 60 70
7. Jumlah Pemeriksaan DL 70 80 60 70
8. Jumlah Pemeriksaan Kimia Klinik 35 40 30 35
c. Analisis
1) Daya Tampung Peserta Didik Keperawatan
JUMLAH FREKUENSI DAYA
TARGET
NO ASPEK PEMBELAJARAN KASUS KEGIATAN TAMPUNG
a b c d = (bxc)/a
a) Menerima pasien baru 10 60 1 6
b) Mengukur tekanan darah 20 160 3 24
c) Mengukur suhu tubuh 20 160 3 24
d) Menghitung pernapasan 20 160 3 24
e) Melakukan perawatan luka 5 12 2 4,8
9
3. Evaluasi harus dilakukan terhadap hasil pencapaian tujuan pembelajaran
praktikum yang telah dilakukan dan evaluasi terhadap kemampuan peserta didik.
10
e. Perhatikan waktu yang diperlukan untuk supervisi
f. Penugasan klinik akan berhasil jika pembimbing dan peserta didik sepakat akan
tujuan, jenis pengalaman, tanggung jawab peserta didik dan lamanya waktu
praktek
g. Persiapan meliputi; tugas baca, praktek laboratorium, kunjungan klinik
h. Konferensi perlu dilakukan untuk menyimpulkan hasil penugasan klinik dan
proses belajar selanjutnya.
11
b. Uraian situasi klinis harus lengkap untuk memastikan pemahaman masalah dan
pertanyaan yang muncul
c. Situasi diuraikan untuk penyelesaian masalah atau pengambilan keputusan
sesuai waktu dan kerumitannya untuk mencapai tujuan
d. Informasi yang tidak ada hubungannya dengan kejadian dibuang, uraian harus
berfokus pada faktor yang mempengaruhi kejadian.
3. Konferensi
Konferensi adalah diskusi kelompok tentang beberapa aspek klinik. Konferensi
dapat meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah. Kelompok berupaya
menganalisa masalah secara kritis dan menjabarkan alternatif penyelasaian yang
kreatif. Umpan balik dari peserta lain dan pembimbing sangat diperlukan. Ada
empat macam konferensi yang dapat dilakukan, yaitu; konferensi awal, konferensi
akhir, peer riview (penilaian teman), isu dan multi disiplin. Konferensi awal dan
akhir, berkaitan langsung dengan praktek klinik.
a. Konferensi awal membantu menyiapkan peserta didik dalam mengenal masalah
klien, rencana dan hasil evaluasi. Pembimbing dapat menilai minat dan kesiapan
peserta didik terhadap praktek. Bagi peserta didik, konferensi awal dapat
merupakan tempat menyampaikan rencana praktek kliniknya, jika perserta
didik tidak siap --> pembimbing dapat membatalkan praktek klinik jika beresiko
untuk klien dan atau peserta didik. Konferensi awal terdiri dari 2 fase;
1) Teacher-centered
Berguna untuk mengantisipasi masalah keperawatan yang dikaitkan
dengan fokus pembelajaran hari tersebut. Fase ini diarahkan oleh
pembimbing.
2) Student-centered
Berguna untuk memberi kesempatan peserta didik menguraikan "kasus"
untuk mendapatkan tambahan informasi yang berguna untuk memperbaiki
rencana keperawatan. Pembimbing perlu memberi reincorcement pada
peserta didik yang berpartisipasi, serta mengarahkan alur pikir yang
realistis, logis dan sistematis.
b. Konferensi akhir berguna untuk mendiskusikan penyelesaian masalah,
membandingkan masalah yang dijumpai, berbagi pengalaman (termasuk isu)
yang dapat mempengaruhi praktek keperawatan. Konferensi akhir merupakan
student centered, dimana peserta didik mengungkapkan berbagai asuhan
keperawatan secara teknis dan profesional serta pengalaman afektif.
1) Peer review digunakan untuk menilai ulang dan mengkritik tiap pekerjaan.
Metoda ini memungkinkan peserta didik mendapatkan pengalaman dan
ketrampilan mengevaluasi dan memberi umpan balik tentang proses
keperawatan atau pekerjaan orang lain dalam kelompok.
2) Konferensi multi disiplin (tim kesehatan atau lintas sektor) menekankan
proses kolaborasi dalam pengambilan keputusan. Masing-masing disiplin
memberi masukan sesuai dengan wewenangnya.
Aplikasi
Konferensi awal dan akhir sebaiknya dilakukan setiap hari, agar peserta didik
siap dengan masalah yang akan dihadapi dan masalah yang baru dihadapi
dapat segera diselesaikan setelah praktek. Metoda ini dapat dikombinasikan
dengan metoda penyelesaian masalah. Peer review dikaitkan dengan upaya
memberi umpan balik terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan
Pembimbing berperan sebagai pengarah dalam konferensi, sebab konferensi
dilakukan bila anggota kelompok sudah saling mengenal dan sudah terbina
keterbukaan dalam komunikasi. Isu dan multi disiplin dapat dilakukan untuk
12
perawat dalam membahas penyelesaian masalah suatu kasus, peserta didik
dapat sebagai observer kecuali peserta didik yang senior.
4. Observasi
Obeservasi di lahan praktek atau demonstrasi dapat memberi gambaran perilaku
yang diharapkan pada peserta didik. Metoda observasi termasuk; observasi
lapangan, kunjungan, ronde keperawatan dan demonstrasi. Observasi lapangan
(lahan praktek) berguna bagi peserta didik untuk mempersiapkan gambaran
praktek klinik, memberi kesempatan melihat praktek orang lain, dan mengukur
kemampuan mengerjakan suatu ketrampilan.
Kunjungan memberi peluang peserta didik untuk menambah pengetahuan dan
wawasan yang tidak ditemukan di lahan praktek. Diskusi antara pembimbing,
peserta didik dan petugas merupakan hal yang diperlukan.
Ronde, meliputi observasi dan disertai wawancara singkat dengan klien, umumnya
diikuti dengan diskusi kelompok. Melalui ronde (kunjungan pada klien) peserta
didik dapat mengamati kondisi klien, menilai asuhan yang diberikan, dan
mendapatkan data tentang klien. Selain itu peserta didik dapat mengamati interaksi
antara pembimbing, staf pelayanan dan klien. Setelah ronde, dilakukan diskusi
kelompok tentang hasil pengamatan, meninjau ulang masalah klien dan alternatif
pemecahan masalahnya. (sebaiknya diskusi tidak di depan klien).
Demonstrasi adalah metode menyajikan suatu prosedur, cara menggunakan alat
atau cara berinteraksi dengan klien. Demonstrasi dapat dilakukan di laboratorium
atau di lahan praktek. Demonstrasi dapat dilakukan langsung atau melalui media
seperti video atau film. Peserta didik dapat melihat dan mendengar prosedur,
langkah-langkah dan penjelasan yang mendasar.
Aplikasi
Pada tahap awal observasi dapat digunakan untuk mengobservasi lahan praktek,
setelah itu observasi dapat berupa kunjungan pada saat atau akhir praktek agar
pembimbing dapat menambah wawasan peserta didik sesuai masalah yang pernah
ditemui.
Ronde dapat diikuti oleh peserta didik yang pada awalnya sebagai orientasi,
kemudian peserta didik dapat berperan aktif misalnya sebagai penanggung jawab
klien/ pasien.
5. Media
Metoda ini dapat menyampaikan pesan kepada peserta didik melalui berbagai
panca indera seperti; melihat slide dan film, mendengar pita suara kaset, meraba
benda tiruan, media cetak (buku penuntun, leaflet dan lain-lain).
Aplikasi
Media dapat dilakukan secara optimal di laboratorium, jika ada dapat pula
ditambahkan di lapangan. Media yang perlu dipelajari di lapangan adalah Protap
(prosedur tetap) suatu tindakan, standar dan lain-lain.
13
a. Pemilihan media harus sesuai dengan tujuan praktek
b. Media harus selaras dengan tingkat pengetahuan, psikomotor dan pengalaman
klinik peserta didik
c. Kuantitas dan kesesuaian media harus dipertimbangkan
d. Peserta didik memerlukan bantuan untuk menggunakan dan beradaptasi
tentang apa yang dipelajari dari media untuk di aplikasikan di lahan praktek
e. Jelaskan tujuan pemberian media dan kaitannya dengan praktek
f. Diskusi kelompok setelah mempelajari media
Aplikasi
Kontrak belajar dapat digunakan untuk peserta didik yang matur atau peserta didik
senior. Belajar mandiri dan instruksi melalui komputer dapat digunakan untuk
persiapan sebelum ke klinik.
7. Preceptorship (Pembimbingan)
Preceptor adalah seseorang yang membimbing, memberi pengarahan untuk
mencapai kinerja tertentu. Perceptor diharapkan dapat menampilkan praktek
keperawatan yang berpengalaman dan berperan sebagai nara sumber bagi peserta
didik. Perceptor berperan sebagai nara sumber, role model dan mentor bagi peserta
didik dan perawat baru di ruangan.
Apabila institusi pendidikan akan menggunakan metoda ini untuk praktek klinik,
maka institusi harus membuat;
a. Rencana pengalaman praktek bersama pembimbing
b. Orientasi peserta didik dengan program bimbingan dan peran pembimbing
c. Bantu pembimbing dalam mengatasi masalah bimbingan
d. Pantau pengalaman dan pencapaian tujuan dari peserta didik
e. Berperan serta pada evaluasi. Staf pengajar (penanggung jawab program
pengajaran) tetap bertangung jawab secara keseluruhan terhadap proses
belajar peserta didik.
14
Aplikasi
Pada metoda bimbingan, yang perlu ditekankan adalah komunikasi antara peserta
didik, perceptor dan staf pengajar yang efektif agar pengalaman praktek dapat
berhasil sesuai target yang diharapkan.
Aplikasi
Metoda ini masih jarang dilakukan untuk peserta didik. Eksternship dan Workstudy
dapat direncanakan untuk peserta didik yang senior, sedangkan Internship
dilakukan untuk orientasi bagi staf baru.
15
b. Konferensi, dilakukan di tengah kegiatan praktek klinik, antara supervise I dan
II.
c. Konferensi akhir (post conference)
Diskusi tentang penyelesaian masalah klien, membandingkan masalah yang
dijumpai, pengalaman praktek langsung.
Pelaksanaan Konferensi
a. Konferensi dipimpin oleh pembimbing klinik, jika mungkin ditemani oleh
pembimbing klinik lain
b. Upayakan pembimbing yang sama memimpin konferensi awal dan akhir
c. Lama konferensi 30 – 60 menit
d. Pemimpin mengidentifikasi “masalah” atau “kebutuhan” yang ingin
didiskusikan oleh peserta didik
e. Pemimpin memotivasi peserta didik lain memberi pendapat untuk memenuhi
kebutuhan atau menyelesaikan masalah
f. Pemimpin menyimpulkan dan menambah informasi sehingga peserta didik
mendapat informasi yang lebih lengkap.
2. Simulasi / bermain peran / demonstrasi
Simulasi klien, bermain peran dan demonstarasi adalah metoda bimbingan klinik
untuk meningkatkan pengalaman psikomotor pada praktek keperawatan. Ketiga
metoda ini digunakan dalam membina dan mempertahankan hubungan dengan
klien.
Pelaksanaan Simulasi / Bermain Peran / Demonstrasi
a. Tetapkan kegiatan dan tujuan kegiatan
Umumnya dikaitkan dengan proses keperawatan yang diberikan, misalnya pada
kontak awal; kegiatan difokuskan pada perkenalan / kontrak / pengkajian. Pada
fase kerja; kegiatan difokuskan pada berbagai tindakan keperawatan.
b. Pada awalnya pembimbing dapat memberi contoh pada situasi nyata, kemudian
diikuti oleh peserta didik.
c. Selanjutnya pembimbing mengobservasi kegiatan yang dilakukan peserta didik.
Pada saat peserta didik melakukan tindakan / kegiatan pada klien gangguan
jiwa diharapkan pembimbing yang belum mempunyai hubungan saling percaya
dengan klien tidak ikut campur. Jadi observasi dilakukan dari jarak jauh. Bila
pembimbing telah membina hubungan dengan klien, maka ia dapat terlibat saat
peserta didik melakukan tindakan. Pada rumah sakit umum pembimbing dapat
mendampingi peserta didik.
d. Setelah simulasi / bermain peran / demonstrasi dilakukan diskusi.
3. Penugasan Klinik Tertulis
Penugasan klinik tertulis terutama berkaitan dengan pembuatan pencatatan dan
pelaporan sebagai hasil dari praktek klinik keperawatan
16
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis (analysis)
Pada tingkatan ini sudah ada kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah
dipelajari dalam komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada dengan cara meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek, di mana penilaian berdasarkan pada kriteria yang
dibuat sendiri atau pada kriteria yang sudah ada.
17
Contoh: Metoda, Strategi dan Media dalam Praktik Klinik
18
memeperoleh informasi atau data; berdasarkan data tersebut kemudian dicoba
membuat keputusan.
Fungsi evaluasi dalam pendidikan tidak dilepaskan dari tujuan evaluasi itu sendiri. Di
dalam batasan tentang evaluasi pendidikan yang telah dikemukakan tersirat bahwa
tujuan evaluasi pendidikan ialah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan
menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam
pencapaian-pencapaian tujuan kurikuler. Di samping itu, juga dapat digunakan oleh
pembimbing klinik untuk mengukur atau menilai sampai dimana keefektifan
pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode mengajar
yang digunakan.
Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran, Norman E. Gronlund (1976)
merumuskan pengertian evaluasi sebagai berikut: “Evaluation is a systematic process of
determining the extent to which instructional objectives are achieved by pupils”. (Evaluasi
adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan
sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa).
Dalam proses pembelajaran klinik di rumah sakit, penetapan tingkat supervisi peserta
didik dilakukan oleh staf klinis yang memberikan pendidikan klinis setelah melakukan
evaluasi kompetensi peserta didik dengan menggunakan perangkat evaluasi
pendidikan yang dibuat oleh institusi pendidikan. Beberapa alat evaluasi tersebut
antara lain:
1. Bed Site Teaching
Bedside Teaching merupakan metode mengajar kepada peserta didik, yang
aktivitasnya dilakukan disamping tempat tidur klien dan meliputi kegiatan
mempelajari kondisi klien dan asuhan kebidanan yang dibutuhkan klien (Nursalam,
2007). Bedside Teaching sangat baik digunakan untuk mempelajari keterampilan
klinik tidak hanya bisa diterapkan dirumah sakit tetapi juga dapat diterapkan
dibeberapa situasi dimana ada pasien (Nair, B., Coughland, J., Hensley, M, 1998
Prinsip Dasar Bedside Teaching
a. Adanya kesiapan fisik maupun psikologis dari pembimbing klinik peserta didik
dan klien.
b. Jumlah peserta didik dibatasi idealnya 5-6 orang.
c. Diskusi di awal dan akhir demonstrasi di depan klien dilakukan seminimal
mungkin.
d. Lanjutkan dengan redemonstrasi.
e. Kaji permasalahan peserta didik sesegera mungkin terhadap apa yang
dilakukan.
f. Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh
peserta didik sebelumnya, atau apabila peserta didik menghadapi kesulitan
penerapannya
Evaluasi
a. Menilai kemapuan intelektual, teknikal dan interpersonal peserta didik.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menilai cara dan metode
yang dilaksanakan pembimbing.
c. Mencari cara yang lebih efektif yang digunakan untuk meningkatkan metode
pembelajaran.
19
a. Kemampuan Wawancara Medis (Medical Interview Skills) Memberi salam
memperkenalkan diri, memfasilitasi pasien/orang tua pasien agar dapat
bercerita; bertanya dengan efektif agar dapat memperoleh informasi yang
akurat dan adekuat; berbicara jelas, mendengar aktif, mencatat; bereaksi secara
tepat terhadap sikap dan tanda-tanda non-verbal lainnya.
b. Kemampuan pemeriksaan fisik (Physical Examination skills). Mengikuti urutan
logik efisien; menyeimbangkan langkah skrining dan diagnostik; memberitahu
pasien saat pemeriksaan; peka terhadap kenyamanan pasien dan bersikap
sopan.
c. Kualitas Humanistik/ Profesionalisme (Humanistic Qualities/Professionalism).
Menghargai pasien, menunjukkan empati, belas kasih, menciptakan
kepercayaan; membantu agar pasien nyaman, bisa menjaga rahasia, memberi
informasi.
d. Keputusan klinis (Clinical Judgment). Membuat diagnosis yang tepat dan
memformulasikan rencana penatalaksanaan pasien yang sesui. Selektif memilih
pemeriksaan penunjang diagnostik yang sesuai dengan mempertimbangan
resiko dan manfaat
e. Kemampuan konseling (counseling skills). Menggali harapan pasien, bebas dari
istilah-istilah kedokteran, terbuka, jujur dan empati. Menjelaskan
5alasan/dasar pemeriksaan dan terapi kepada pasien/orang tua pasien.
Memperoleh persetujuan tindakan medik kalau diperlukan kepada
pasien/orang tua pasien(informed consent), memberi edukasi tentang
penatalaksanaan, pencegahan, dan konseling lain yang terkait dengan
penyakitnya.
f. Organisasi/Efisiensi (Organization/Efficiency). Menentukan Prioritas,
menyesuikan dengan waktu yang tersdia
g. Kompetensi klinis keseluruhan (Overall Clinical Competence). Menunjukkan
bagaimana mencapai keputusan klinis yang memuaskan. Sintesis, peduli
(caring), Efektif efisien dalam menggunakan sember yangada menyeimbangkan
resiko dan manfaat, menyadari keterbatasan kita.
Penilaian Performance mahasiswa dalam rentang 9 skala:
Skala 1-3 berarti unsatisfactory
Skala 4-6 satisfactory
Skala 7-9 artinya superior
Nilai batas rendah yang harus didapatkan mahasiswa jika ingin lulus adalah
skala 4.
20
b. Mendapatkan persetujuan tindak medik (Obtaint Informed Concent)
Mampu mendapat persetujuan baik verba dan/atau tertulis (bola diperlukan
dari orang tua atau wali pasien yang sebelumnya telah diberikan penjelasan
dengan baik mengenai tindak medik yang akan dilakukan termasuk indikasi,
prosedur yang akan dilakukan, untung ruginya, efek samping yang timbul dll.
c. Persiapan yang sesuai sebelum tindak medik (Demonstrates appropriate
preparation preprocedure)
Memiliki kemampuan dalam mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan
dalam tindak medik yang akan dilakukan, termasuk persiapan tentang
tatalaksana mengatasi kemungkinan adanya komplikasi.
d. Mampu memberikan analgesik yang sesuai atau sedasi yang aman (Appropriate
analgesia or safe sedation)
Memiliki pengetahuan tentang obat analgesik yang akan diberikan dan dapat
melakukannya dengan ama dan sesuai dengan indikasi.
e. Kemampan secara teknik (Technical ability)
Dapat melakukan tindakan medik tersebut secara berurutan, trempil dan
dengan baik dan benar.
f. Teknik Aseptik (Aseptic technique)
Mampu menunjukkan telah melakukan teknik aseptik baik pada sebelum,
selama maupun setelah dilakukannya tinda medik tersebut.
g. Mencari bantuan bila diperlukan (Seeks help where appropriate)
Tahu kemampuan dan keterbatasan diri dan mencari bantuan bila diperlukan
baik dalam bentuk asistensi maupun penanganan lebih lanjut bila diperlukan.
h. Tatalaksana paska tindakan (Post procedure management)
Memiliki kemampuan dalam segala sesuatu yang diperlukan setelah melakukan
tindakan, misal pembuangan jarum suntik /benda-benda tajam sekali pakai
dengan benar dan aman, pembacaan foto roentgen, EKG, instruksi yang jelas
baik pada perawat maupun orang tua pasien, dll.
i. Kecakapan komunikasi (Communication Skills)
Mampu memberikan penjelasan kepada pasien/orang tua/wali tentang tindak
medik dengan baik, jelas, hormat dan empati.
j. Mempertimbangkan kondisi pasien/profesionalisme (Consideration of patient/
profesionalism)
Mampu melakukan tindak medik dengan memperlihatkan rasa hormat, belas
kasih, empati, dan membangun kepercayaan dengan mempertimbangkan
kondisi pasien saat itu. Mampu melaksanakan tindak medik dengan
mempertimbangkan segi etika dan kesadaran akan legalitas dan keterbatasan
diri.
k. Kemampuan secara keseluruhan dalam melakukan tindak medik (Overall ability
to perform procedure)
Kemampuan secara keseluruhan mengenai pengetahuan dan ketrampilan
dalam melakukan tindak medis tersebut dengan mempertimbangkan butir-
butir sepertin yang telah disebutkan di atas.
21
Melakukan brainstorming untuk menganalisis permasalahan yang dihadapi
pasien dengan menggunakan prior knowledge.
c. Langkah 3.
Menyusun penjelasan secara skematis dan menentukan learning issues
d. Langkah 4.
Belajar Mandiri untuk memperoleh jawaban learning issue yang telah
ditetapkan bersama. Diutamakan menggunakan prinsip evidence based
medicine.
e. Langkah 5.
Menjabarkan temuan informasi yang Anda peroleh saat melakukan belajar
mandiri. Sintesakan dan diskusikan dengan sesama anggota kelompok untuk
menyusun penjelasan secara menyeluruh dan pemecahan permasalahan.
Kegiatan diskusi ini dilakukan dalam dua sesi; langkah 1-3 dilakukan pada sesi
pertama dan langkah 5 dilakukan pada sesi ke 2. Evaluasi peserta didik dinilai dari
kemampuan dari keaktifan selama pelaksanaan diskusi
22
Berisi catatan setiap langkah/ kegiatan peserta didik selama melaksanakan
praktik klinik, dan dari catatan ini akan banyak hal dapat diungkap. Catatan
yang lengkap akan membantu peserta didik mendeskripsikan apa yang terjadi
selama praktik klinik. Dari buku log ini, peserta didik dapat membahas dan
berkonsultasi dengan pembimbing mengenai suatu hal. Dari catatan kegiatan
itu, pembimibing akan bisa memberikan solusi yang akurat bagi permasalan
yang terjadi di lapangan, serta menialai kemampuan dan keaktifan peserta
didik.
23
BAB IV DOKUMENTASI
Dokumentasi proses bimbingan klinik harus mendapatkan perhatian dari pimpinan rumah
sakit, Ketua Komite Koordinasi Pendidikan, pembimbing klinik dan unit/ bagian pelayanan
yang terkait. Keterkaitan terhadap panduan ini wajib dilaksanakan oleh bagian-bagian yang
terkait di rumah sakit, sehubungan dengan proses pemberian bimbingan klinik.
Dokumentasi yang perlu dilakukan adalah mendokumentasikan proses bimbingan klinik
bagi peseta didik serta pelaporan kepada direktur/ kepala rumah sakit serta ke institusi
yang terlibat kerja sama dengan rumah sakit
dr. Suwarni
24