Anda di halaman 1dari 29

PANDUAN BIMBINGAN KLINIS

RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG


Jalan Medokan Semampir Indah No.97 Surabaya
Telp. (031) 5939693, 5991593
i
Fax. (031) 5991592
PANDUAN BIMBINGAN KLINIS

LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN DOKUMEN RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG


PANDUAN BIMBINGAN KLINIS

KETERANGAN TANDA TANGAN TANGGAL

Pembuat Dokumen

dr. Ratih Enggal Siswanti Authorized Person

dr. Suwarni Direktur

ii
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG
Nomor: /Per/Dir/RSGR/XII/2018
TENTANG
PANDUAN BIMBINGAN KLINIS

DIREKTUR RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG,


Menimbang : a. Bahwa dalam rangka integrasi pelayanan kesehatan dengan
pendidikan klinis di rumah sakit diperlukan suatu tata laksana
kegiatan bimbingan klinis;
b. bahwa tata laksana tersebut perlu diatur dalam Panduan Bimbingan
Klinis;
c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu ditetapkan
berdasarkan Peraturan Direktur Rumah Sakit.
Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2013 tentang
Pendidikan Kedokteran;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 93 tahun 2015 tentang Rumah Sakit
Pendidikan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1069/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Klasifikasi dan
Standar Rumah Sakit Pendidikan;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun
2014 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
8. Keputusan Ketua Pengurus Yayasan Kesehatan Gotong Royong
Nomor 01/Kep/Peng/YKGR/I/2017 tentang Pengangkatan dr.
Suwarni sebagai Direktur Rumah Sakit Gotong Royong.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT GOTONG ROYONG TENTANG
PANDUAN BIMBINGAN KLINIS
KESATU : Panduan Bimbingan Klinis sebagaimana terlampir dalam Peraturan ini.
KEDUA : Panduan Bimbingan Klinis digunakan dalam pengelolaan integrasi
pendidikan klinis dengan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
KETIGA : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Surabaya
Pada tanggal : 01 Desember 2018

Direktur,

dr. Suwarni

iii
Lampiran
Peraturan Direktur Rumah Sakit Gotong Royong
Nomor : /Per/Dir/RSGR/XII/2018
Tanggal : 01 Desember 2018

KATA PENGANTAR

Pemilik Rumah Sakit Bersama Direktur/Kepala Rumah Sakit dapat menetapkan fungsi
rumah sakit sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan yang terpadu
dengan Pendidikan klinis. Terkait hal tersebut, diperlukan perjanjian kerja sama antara
rumah sakit dengan institusi pendidikan untuk meningkatkan sinkronisasi dan harmonisasi
pelayanan, pendidikan, serta penelitian di rumah sakit.
Dalam rangka melaksanakan koordinasi terhadap seluruh proses pembelajaran klinis di
rumah sakit pendidikan, Direktur/Kepala Rumah Sakit bersama pimpinan institusi
pendidikan perlu menyusun Panduan Bimbingan Klinis sebagai acuan baku dalam
melaksanakan pengelolaan kegiatan pembelajaran klinik di rumah sakit.
Diharapkan komponen yang terlibat dalam Komite Koordinasi Pendidikan, maupun pihak-
pihak terkait lainnya dapat mendukung penyelenggaraan pendidikan klinis di rumah sakit,
dengan tetap mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien.
Panduan ini akan disempurnakan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan di
bidang kesehatan dan perubahan persepsi masyarakat terhadap rumah sakit pendidikan di
kemudian hari.

Surabaya, 1 Desember 2018

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ iv


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................................... 1
B. TUJUAN ............................................................................................................................................... 2
C. PENGERTIAN DAN DEFINISI ..................................................................................................... 2
BAB II RUANG LINGKUP ................................................................................................................... 4
DASAR HUKUM .................................................................................................................................... 4
LINGKUP KEWENANGAN ................................................................................................................ 4
KUALIFIKASI PEMBIMBING KLINIK/ PRESEPTOR .............................................................. 5
PENGELOLA BIMBINGAN KLINIK ................................................................................................ 6
PENANGGUNG JAWAB EVALUASI ................................................................................................ 6
KRITERIA TEMPAT PRAKTIK UNTUK BIMBINGAN KLINIK ............................................. 6
UNSUR PENTING DALAM PEMBELAJARAN KLINIK............................................................. 7
BAB III TATA LAKSANA .................................................................................................................... 8
A. PENGHITUNGAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK ............................................................ 8
A. TAHAPAN BIMBINGAN KLINIK..................................................................................................... 9
B. KEGIATAN PEMBELAJARAN KLINIK .......................................................................................... 10
C. BEBERAPA METODE BIMBINGAN KLINIK ............................................................................... 10
D. METODA BIMBINGAN KLINIK YANG DISARANKAN ............................................................ 15
E. TINGKAT PENCAPAIAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN ................................... 16
F. PENENTUAN TINGKAT BIMBINGAN/ SUPERVISI KEPADA PESERTA DIDIK ........... 17
G. EVALUASI PEMBELAJARAN KLINIK ........................................................................................... 18
BAB IV DOKUMENTASI ..................................................................................................................... 24

v
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembelajaran praktik klinik adalah kegiatan belajar mengajar yang dilakukan pada
setting pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kegiatan pembelajaran praktik klinik
sangat penting bagi mahasiswa program pendidikan kesehatan. Pengalaman
pembelajaran klinik merupakan bagian penting dalam proses pendidikan karena
memberikan pengalaman yang kaya kepada mahasiswa bagaimana cara belajar yang
sesungguhnya. Menurut Reilly dan Oerman (2008:5) “Keberhasilan pendidikan
tergantung ketersediaan lahan praktik di rumah sakit yang harus memenuhi
persyaratan, diantaranya:
1. melaksanakan pelayanan atau asuhan keperawatan yang baik (good nursing care),
2. lingkungan yang kondusif,
3. ada role model yang cukup,
4. tersedia kelengkapan sarana dan prasarana serta staf yang memadai, dan
5. tersedia standar pelayanan/SPO keperawatan yang lengkap”.
Bilamana pembimbing klinik mampu memberikan perannya tersebut, kinerja
pembimbing klinik menjadi baik dan pembelajaran praktik klinik akan menjadi efektif
yang artinya pembelajaran praktik klinik dapat mencapai tujuan, yang pada akhirnya
meningkatkan kualitas kelulusan, karena mencakup keseluruhan spektrum pendidikan
mulai: substansi, metodologi, pengaturan dan arah dimasa yang akan datang. Oleh
karena itu jelas sudah bahwa praktik klinik harus menyediakan komponen praktek
sebagai tempat bagi peserta didik untuk belajar berfikir dan bertindak. Pembelajaran
klinik adalah perwujudan dari penjabaran pelaksanaan kurikulum pendidikan guna
membekali peserta didik agar dapat mengaplikasikan ilmunya di masyarakat
berdasarkan kompetensi yang dimiliki.
Melalui proses pembelajaran klinik akan memberi kesempatan kepada peserta didik
untuk menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama pembelajaran akademik secara
terintegrasi ke dalam tatanan pelayanan yang nyata, mengembangkan sikap-sikap dan
ketrampilan sesuai dengan lingkup praktek, dan ini harus disadari oleh pendidik/
pembimbing klinik agar dapat memfasilitasi peserta didik dalam upaya mencapai
kompetenssi belajarnya. Pembelajaran klinik membutuhkan pembimbing klinik yang
mampu membimbing peserta didik, juga pakar dalam bidangnya dan mempunyai
kemampuan stimulasi, dorongan, dan kelengkapan fasilitas. Dengan memberi
kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan suatu tindakan di bawah supervisinya
secara bertahap, akan menumbuhkan kepercayaan diri bagi peserta didik. Hal ini harus
dipahami dan disadari oleh institusi penyelenggara pendidikan serta rumah sakit
sebagai institusi lahan praktek tempat menempa calon profesional sesuai bidang
keilmuannya. Melalui praktek klinik di rumah sakit, peserta didik belajar bagaimana
situasi nyata memberi pelayanan kepada klien/pasien secara langsung, dengan
mengaplikasikan teori – teori yang diperoleh melalui proses belajar di kelas, juga
sebagai antisipasi apabila mereka lulus nantinya.
Selain itu, keberhasilan pembelajaran klinik yang ditandai dengan pencapaian target
kompetensi sangat dipengaruhi oleh hubungan antara pembimbing dengan peserta
didik. King dan Gerwik (2001) menyatakan bahwa pengaruh hubungan antara guru
dengan murid dapat bersifat positif atau negatif pada pertumbuhan afektif dan kognitif.
Hubungan yang terjalin dengan baik akan berdampak positif sebaliknya hubungan
buruk akan berdampak buruk juga atau negative. Klechamer (1997) melaporkan bahwa
penyebab ansietas yang dialami peserta didik pada situasi klinik adalah tentang
prosedur, proses dalam memberikan asuhan, kondisi klien dan hubungan interpersonal
dengan dokter dan staf pengajar atau pembimbing. Pembimbing dapat menurunkan
ansietas peserta didik dengan menciptakan iklim pembelajaran klinik yang kondusif
dan penuh penerimaan, artinya semua pengetahuan dan perilaku/psikomotor yang
1
diterapkan tidak selalu sempurna, namun peserta didik dapat belajar mengarah pada
kesempurnaan yang bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian kompetensi
pembelajaran klinik dapat tercapai.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum:
Membantu peserta didik mengimplementasikan teori yang diperoleh dibangku
kuliah untuk dilaksanakan langsung ke pasien ditatanan nyata
2. Tujuan khusus:
a. Membantu peserta didik menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat praktek,
b. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menerapkan ilmu
pengetahuan dan ketrampilan yang dipelajari di kelas secara terintegrasi ke
situasi yang nyata,
c. Membantu mengembangkan potensi peserta didik dalam menampilkan
perilaku atau ketrampilannya yang bermutu ke situasi nyata di lahan praktek,
d. Memberikan kesempatan pada peserta didik belajar mencari pengalaman kerja
secara tim dalam membantu proses kesembuhan klien,
e. Memberikan pengalaman awal dan memperkenalkan kepada peserta didik
tentang situasi kerja profesional membantu peserta didik dalam mencapai
tujuan praktek klinik.

C. PENGERTIAN DAN DEFINISI


1. Bimbingan klinik adalah segala bentuk tindakan edukatif yang dilaksanakan oleh
pembimbing klinik untuk memberikan pengetahuan nyata secara optimal dan
membantu peserta didik agar mencapai kompetensi yang diharapkan (Dep. Kes RI,
2000).
2. Metode eksperiential memberikan pengalaman langsung dari kejadian baik praktek
klinik yang melibatkan interaksi dengan klien yang nyata dan orang lain dilapangan
atau melalui pengalaman yang seperti kenyataan misalnya simulasi atau bermain
peran. Metode ini meliputi penugasan klinik, tugas tertulis serta simulasi dan
permainan.
3. Metode pemecahan masalah membantu peserta didik dalam menganalisa situasi
klinis yang membantu peserta didik menganalisa situasi klinis yang bertujuan
menjelaskan masalah yang akan diselesaikan, memutuskan tindakan yang diambil,
menerapkan pengetahuan pada suatu masalah klinik dan memperjelas keyakinan
dan nilai sesorang
4. Metode konferensi merupakan bentuk diskusi kelompok mengenai beberapa aspek
parktek klinis. Dengan metode ini peserta didik dapat berbicara saat proses
pemecahan masalah dan menerima umpan balik langsung dari rekan sejawat dan
pembimbing.
5. Metode pembelajaran observasi yaitu melakukan pengamatan terhadap
pengalaman aktual di lapangan atau terhadap peragaan yang diperlukan untuk
belajar melalui modeling.
6. Metode pembelajaran self directed didasarkan pada konsep pembelajaran
fenomenologik yang menyadari pembelajaran sebagai proses individu yang
memerlukan keterlibatan aktif peserta didik. Melalui metode ini tanggung jawab
pembelajaran berada di pihak peserta didik.
7. Perceptorship dan model praktek terkonsentrasi didasarkan pada konsep modeling.
Pendidik klinis merupakan staf perawat dan praktisi keperawatan dalam
lingkungan klinis yang berfungsi sebagai model peran dan pengajar untuk peserta
didik melalui hubungan interpersonal. Pada metode ini diharapkan peserta didik
memperoleh dan atau memodifikasi perilaku dengan cara mengobeservasi sendiri
model yang memiliki perilaku yang dibutuhkan peserta didik dan mereka juga
memiliki kesempatan untuk mempraktekkan perilaku tersebut.

2
8. Metode konseptual bimbingan klinik keperawatan menggunakan kombinasi dari
berbagai metode yang ada.
9. Preseptor merupakan seorang dosen yang ditempatkan di tatanan klinik atau
perawat senior yang bekerja di tatanan layanan dan ditetapkan sebagai preseptor.
(AIPNI, 2016)
10. Preceptee adalah peserta didik
11. Pembimbing Klinik/Clinical Instructure adalah perawat yang terpilih, perawat yang
ahli dalam praktik klinik, bertugas untuk membimbing dan mengarahkan peserta
didik selama proses pembelajaran di lahan praktik sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang telah dibuat.

3
BAB II RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Panduan Bimbingan Klinis ini merupakan panduan yang harus dibuat untuk
menjamin agar kompetensi peserta didik dapat terselenggara dengan baik sehingga
kompetensi peserta didik dapat terpenuhi dan pelayanan yang diberikan ke pasien tetap
berjalan denga standar yang sudah ditentukan oleh rumah sakit tanpa terganggu dengan
adanya peserta didik yang sedang melaksanakan praktik klinik di rumah sakit tersebut.
Dalam konsep ini setiap pembimbing klinik maupun peserta didik yang terlibat dalam
pelayanan klinik, harus memahami dan menerapkan prosedur-prosedur yang dapat
mencegah terjadinya resiko akibat penatalaksanaan praktik klinik. Kebijakan dan prosedur
dibuat dengan perencanaan dan identifikasi yang jelas sesuai maksud dan tujuan yang
diharapkan.

DASAR HUKUM
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2013 tentang Pendidikan
Kedokteran;
5. Peraturan Pemerintah Nomor 93 tahun 2015 tentang Rumah Sakit Pendidikan;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1069/Menkes/SK/XI/2008 tentang Pedoman Klasifikasi dan Standar Rumah Sakit
Pendidikan

LINGKUP KEWENANGAN
Pihak yang ditunjuk untuk melaksanakan bimbingan klinik terhadap pelaksanaan
praktik klinik bagi peserta didik di pelayanan kesehatan adalah seorang pembimbing
klinik/ preseptor yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, bersikap positif
selama proses pengajaran dan pembelajaran serta mempunyai kemampuan untuk
menstimulasi pemikiran yang kritis.
Pembimbing klinik/Preseptor harus mempunyai kemampuan untuk menghadapkan
mahasiswa kepada pengalaman klinik yang efektif yang secara langsung meningkatkan
perkembangan kepercayaan diri dan kompetensi yang penugasannya ditunjuk oleh
institusi.
Gaberson dan Oerman (2010) menjelaskan bahwa Pembimbing klinik/Preseptor
diharapkan mampu berperan menjadi contoh yang positif bagi preceptee, preseptor
berperan dalam penciptaan suasana belajar yang positif termasuk aktifitas yang
dilakukan preceptee untuk tercapainya kompetensi bagi preceptee
Seorang Pembimbing klinik/Preseptor harus memiliki tanggung jawab sebagai:
1. Role Modelling (panutan)
a. Pembimbing klinik/Preseptor harus menunjukkan praktik profesional yang
kompeten, mendorong preceptee untuk mengintegrasikan praktik klinik yang
profesional.
b. Pembimbing klinik/Preseptor menunjukkan kemampuan berkomunikasi yang
efektif dengan anggota tim dan pasien.
c. Pembimbing klinik/Preseptor mampu mengidentifikasi pengetahuan pasien
tentang tempat, kebutuhan klinik, frekuensi penggunaan kemampuan klinik.
d. Pembimbing klinik/Preseptor mengetahui kebutuhan utama pasien.
2. Skill Building (Pembangun kemampuan)
a. Pembimbing klinik/Preseptor mengembangkan kontrak pembelajaran dengan
menggabungkan keinginan preceptee dan kemampuan yang dimiliki untuk
diaplikasikan di level kompetensi yang dicapai di area kerja.

4
b. Pembimbing klinik/Preseptor memastikan preceptee tidak asing lagi dengan
kompetensi utama dari area tempat praktik.
c. Pembimbing klinik/Preseptor menyesuaikan metode pembelajaran agar cocok
dengan gaya pembelajaran dari preceptee.
d. Pembimbing klinik/Preseptor menciptakan kesempatan belajar, mengijinkan
untuk praktik, reflektif dan evaluasi diri.
3. Critical Thinking (Berpikir kritis)
a. Pembimbing klinik/Preseptor mengidentifikasi kemampuan dan pengetahuan
yang sudah dimiliki oleh mahasiswa dan menggunakan pengetahuan serta
kemampuan tersebut sebagai dasar untuk pencapaian tujuan pembelajaran.
b. Pembimbing klinik/Preseptor Preseptor memberdayakan preceptee untuk
berpikir berdasarkan masalah.
c. Pembimbing klinik/Preseptor mendorong preceptee untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan dari perseptee.
d. Pembimbing klinik/Preseptor memberikan umpan balik yang konstruktif
secara reguler.
e. Pembimbing klinik/Preseptor mempunyai kemampuan rasional untuk
memenuhi kebutuhan praktik mahasiswa.
f. Pembimbing klinik/Preseptor menciptakan lingkungan yang memfasilitasi
pembelajaran, mengijinkan preceptee untuk belajar dari kesalahan.
4. Socialization (Sosialisasi)
a. Pembimbing klinik/Preseptor mensosialisasikan anggota baru atau praktikan
untuk bekerja sama dengan tim.
b. Pembimbing klinik/Preseptor memastikan pemahaman perseptee mengenai
aspek sosial di suatu ruang, peraturan yang tidak tertulis, fungsi unit, rantai
perintah dan sumber daya manusia yang ada di araea tersebut.
c. Pembimbing klinik/Preseptor mengorientasikan preceptee terhadap tempat
kerja

KUALIFIKASI PEMBIMBING KLINIK/ PRESEPTOR


Pembimbing klinik/ Preseptor diartikan sebagai praktisi keperawatan teregisterasi
yang secara formal memiliki tanggungjawab untuk memberikan dukungan kepada
perawat baru dengan pendekatan proses preseptorship (Minnesota Department of
Health, 2010). Preseptor merupakan seorang dosen yang ditempatkan di tatanan klinik
atau perawat senior yang bekerja di tatanan layanan dan ditetapkan sebagai preseptor.
(AIPNI, 2016)
Pembimbing klinik/ Preseptor merupakan seorang ahli atau berpengalaman dalam
memberikan pelatihan dan pengalaman praktik kepada peserta didik. Preseptor
biasanya seorang perawat praktisi yang bekerja dan berpengalaman disuatu area
keperawatan tertentu yang mampu mengajarkan, memberikan konseling,
menginspirasi, serta bersikap dan bertindak sebagai “model peran”. Pembimbing
klinik/ Preseptor mendukung pertumbuhan dan perkembangan individu pemula dalam
periode tereantu dengan tujuan tertentu mensosialisasikan pemula kedalam peran baru
sebagai profesional (Kurikulum AIPNI, 2016)
Pembimbing klinik/ Preseptor pendidikan ners seharusnya berpendidikan lebih tinggi
dari peserta didik (PP no. 19/2005, pasal 36 ayat 1), minimal merupakan seorang ners
tercatat (STR)/ memiliki lisensi (SIP/SIK) yang berpengalaman klinik minimal 5 tahun.
Preseptor harus memiliki sertifikat kompetensi sesuai keahlian dibidangnya (PP no
19/2005 tentang standar nasional pendidikan, pasal 31 ayat 3 dan pasal 36 ayat 1).
Preseptor biasanya telah berpengalaman minimal 2 tahun berturut-turut ditempatnya
bekerja, sehingga preseptor dapat membimbing peserta didik dengan baik.
Kriteria yang harus dipenuhi seorang pembimbing antara lain:

5
1. Memiliki pengetahuan keilmuan yang dalam dan luas serta minimal setara dengan
jenjang pendidikan peserta didik,
2. Kompeten dalam kemampuan klinik,
3. Terampil dalam pengajaran klinik,
4. Mempunyai komitmen dalam pembelajaran klinik. Salah satu cara meningkatkan
kualitas pembimbing adalah dengan mengadakan pelatihan clinical educator
(Nursalam, 2007).

PENGELOLA BIMBINGAN KLINIK


1. Direktur / Kepala Rumah Sakit
2. Ketua Komite Koordinasi Pendidikan
3. Pembimbing Klinik
4. Kepala Unit terkait
5. Manager Sumber Daya Manusia/ HRD

PENANGGUNG JAWAB EVALUASI


1. Pembimbing klinik
2. Ketua Komite Koordinasi Pendidikan
3. Kepala Unit terkait
4. Direktur / Kepala Rumah Sakit

KRITERIA TEMPAT PRAKTIK UNTUK BIMBINGAN KLINIK


Nursalam (2008) menjelaskan bahwa tempat praktek (rumah sakit) yang digunakan
untuk melaksanakan pengalaman belajar klinik pada program pendidikan profesi
dalam bidang kesehatan harus memenuhi beberapa kriteria berikut ini:
1. Terdapat pelayanan/asuhan keperawatan profesional dengan berbagai kekhususan
yang diperlukan dan dilaksanakan oleh perawat professional.
2. Manajemen rumah sakit memungkinkan untuk dilaksanakan berbagai kegiatan
pengembangan pengalaman belajar klinik, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat.
3. Teknologi keperawatan merupakan teknologi maju untuk melaksanakan asuhan
keperawatan yang diperlukan.
4. Kegiatan penelitian dapat dilaksanakan sesuai dengan tingkat perkembangan
institusi dan tuntutan kebutuhan perkembangan keperawatan.
5. Kegiatan dalam proses penerapan/adaptasi teknologi dapat dilaksanakan.
6. Iklim dan lingkungan, terutama hubungan interpersonal dan kepemimpinan,
memungkinkan terlaksananya proses pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat, termasuk pelayanan asuhan keperawatan.
7. Lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman sehingga tiga fungsi utama
pendidikan tinggi dapat dilaksanakan.
8. Tersedia cukup peralatan dan staf profesional sehingga pelaksanaan pelayanan
serta kegiatan pendidikan dan penelitian dapat dilaksanakan.
9. Tersedianya materi yang cukup untuk materi pendidikan, penelitian, dan pelayanan
dalam rangka penerapan teknologi maju dan tepat guna.
10. Terdapat komunitas profesional dengan jumlah dan kualitas yang memadai untuk
melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pelayanan.
11. Terdapat model peran untuk pertumbuhan dan pembinaan sikap, tingkah laku,
serta ketrampilan profesional pada peserta didik.

6
UNSUR PENTING DALAM PEMBELAJARAN KLINIK
Walaupun ada berbagai macam metode pembimbingan klinik, namun ada 3 unsur
penting yang berperan dalam pembelajaran klinik, yaitu:
1. Kompetensi yang harus dicapai.
Pembelajaran klinik peserta didik, masing–masing mata ajar memiliki target
kompetensi yang spesifik dan dijabarkan berdasarkan tujuan dari masing–masing
mata ajar tersebut.
2. Ketersediaan tempat pengembangan ketrampilan kliniki dipergunakan adalah yang
memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Sesuai dengan tujuan
b. Memberi kesempatan pada peserta didik untuk kontak dengan klien
c. Mempunyai pembimbing klinik yang kompeten dibidangnya
d. Memberi kesempatan praktikan untuk mempelajari beberapa ketrampilan
e. Memacu kemampuan berfikir kritis bagi peserta didik
f. Memberi kesempatan pada peserta didik untuk menerapkan pengetahuan teori
yang didapat
g. Memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengintegrasikan
pengetahuannya
h. Menggunakan konsep / metode penugasan yang sesuai dengan konsep
keperawatan
3. Peran pembimbing klinik
Sebagai profesional yang mendapat kepercayaan sebagai pembimbing klinik, juga
memiliki peran khusus yang harus diembannya yaitu sebagai agen pembaharu,
sebagai nara sumber, sebagai mediator dan fasilitator, sebagi demonstrator serta
sebagai evaluator, ada beberapa strategi yang perlu diperhatikan selama
berinteraksi dengan peserta didik, antara lain:
a. Menunujukkan pandangan positif pada diri sendiri dan orang lain
Pembimbing memperlihatkan harga diri yang positif dan kemampuan positif
dari peserta didik. Selalu memperlihatkan sikap bahwa peserta didik mampu
belajar dan berkembang karena dipercaya dan dihargai.
b. Mengembangkan respon pada lingkungan.
Pembimbing yang efektif cenderung memberi kebebasan pada peserta didik
daripada mengekang. Memberi kesempatan mengungkapkan pendapat dan
rencana terhadap lingkungan yang tidak menyimpang dari tujuan akan
mengembangkan otonomi peserta didik.
c. Menggunakan komunikasi yang wajar, terbuka dan sentuhan.
Saling terbuka akan mengurangi jarak jauh, rasa takut. Keterbukaan akan hal –
hal tertentu diperlukan untuk mengemukakan hubungan saling percaya. (Stuart
dan Laraia, 2001). Peserta didik yang menerima empati dan perhatian dari
pembimbing akan tumbuh rasa percaya dan percaya diri.
d. Demonstrasikan empati.
Empati adalah kemampuan menempatkan diri kita pada orang lain dan bahwa
kita telah memahami bagaimana perasaan orang lain tersebut dan apa yang
menyebabkan reaksi mereka tanpa emosi kita terlarut dalam emosi orang lain
(Smith, 2000)
e. Contoh peran dan tanggung jawab.
Jika pengetahuan, ketrampilan, keahlian, perasaan dan reaksi emosi
pembimbing siap membantu peserta didik, mereka akan bebas untuk
berinteraksi dan memanfaatkan pembimbing sebagai nara sumber.
f. Tekankan tanggung jawab peserta didik dalam pembelajaran.
g. Beri kesempatan pengalaman belajar yang sukses
h. Beri penghargaan dan evaluasi yang jujur.

7
BAB III TATA LAKSANA

A. PENGHITUNGAN PENERIMAAN PESERTA DIDIK


1. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 2 Tahun 2016
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
Nomor 26 Tahun 2015 tentang Registrasi Pendidik pada Perguruan Tinggi
menetapkan bahwa ratio dosen dan mahasiswa di sebuah program studi rumpun
ilmu kesehatan adalah 1 (satu) : 30 (tiga puluh).
2. Berdasarkan standar tersebut, Komite Koordinasi Pendidikan RS menggunakan
standar ratio Pembimbing Klinik dan Peserta Didik Pendidikan Klinis di RS adalah
1 : 5-7.
3. Contoh penghitungan jumlah peserta didik yang dapat diterima dalam satu periode
adalah sebagai berikut:
JUMLAH PESERTA DIDIK
NO JUMLAH PEMBIMBING KLINIS
Minimum Maksimum
a. 1 orang 5 orang 7 orang
b. 2 orang 10 orang 14 orang
c. 5 orang 25 orang 35 orang
d. 10 orang 50 orang 70 orang

4. Selain berdasarkan ketersediaan jumlah Pembimbing Klinis, perlu juga


penghitungan dan analisis berdasarkan jumlah pasien dan kasus serta target
kompetensi yang diharapkan. Berikut contoh penghitungannya:
a. Target Pembelajaran Klinik
1) Praktik Belajar Klinik Keperawatan Medikal Bedah
NO ASPEK PEMBELAJARAN TARGET KETERANGAN
a) Menerima pasien baru 10
b) Mengukur tekanan darah 20
c) Mengukur suhu tubuh 20
d) Menghitung pernapasan 20
e) Melakukan perawatan luka 5

2) Praktik Belajar Klinik Teknik Laboratorium Medis


NO ASPEK PEMBELAJARAN TARGET KETERANGAN
a) Melakukan identifikasi 10
pasien
b) Melakukan pengambilan 10
darah
c) Melakukan labeling 10
specimen
d) Melakukan pemeriksaan DL 10
e) Melakukan pemeriksaan KK 5

b. Data Kunjungan, Kasus dan Tindakan


NO PARAMETER JAN FEB MAR RERATA
1. Jumlah Pasien Rawat Inap 40 50 30 60
2. Jumlah Hari Rawat 150 220 110 160
3. Jumlah kasus 10 Penyakit
Terbanyak Rawat Jalan
a. ISPA
b. Gastroenteritis
c. DHF

8
d. Hipertensi
4. Jumlah pasien operasi 11 12 13 12
5. Jumlah Pasien Laboratorium 60 75 45 60
6. Jumlah Pasien Spesimen Darah 70 80 60 70
7. Jumlah Pemeriksaan DL 70 80 60 70
8. Jumlah Pemeriksaan Kimia Klinik 35 40 30 35

c. Analisis
1) Daya Tampung Peserta Didik Keperawatan
JUMLAH FREKUENSI DAYA
TARGET
NO ASPEK PEMBELAJARAN KASUS KEGIATAN TAMPUNG
a b c d = (bxc)/a
a) Menerima pasien baru 10 60 1 6
b) Mengukur tekanan darah 20 160 3 24
c) Mengukur suhu tubuh 20 160 3 24
d) Menghitung pernapasan 20 160 3 24
e) Melakukan perawatan luka 5 12 2 4,8

Berdasarkan penghitungan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa


untuk memenuhi target minimal pembelajaran, sebanyak-banyaknya
peserta didik keperawatan yang dapat diterima adalah 4 orang dalam 1
periode.

2) Daya Tampung Peserta Didik Teknik Laboratorium Medis


JUMLAH FREKUENSI DAYA
TARGET
NO ASPEK PEMBELAJARAN KASUS KEGIATAN TAMPUNG
a b c d = (bxc)/a
a) Melakukan identifikasi pasien 10 60 1 6
b) Melakukan pengambilan darah 10 70 1 7
c) Melakukan labeling specimen 10 70 1 7
d) Melakukan pemeriksaan DL 10 70 1 7
e) Melakukan pemeriksaan KK 5 35 1 7

Berdasarkan penghitungan tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa


untuk memenuhi target minimal pembelajaran, sebanyak-banyaknya
peserta didik Teknik laboratorium medis yang dapat diterima adalah 6
orang dalam 1 periode.

B. TAHAPAN BIMBINGAN KLINIK


Membimbing dalam pembelajaran praktikum merupakan hal penting demi
terlaksananya pengalaman belajar praktikum bagi peserta didik. Nursalam (2007)
menjabarkan proses pembelajaran melalui tahapan berikut ini:
1. Persiapan rancangan pembelajaran dalam rangka membantu peserta didik
melaksanakan tugas belajar. Tahap ini menekankan pada perencanaan
pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar peserta didik, termasuk
sumber yang sesuai dengan jumlah peserta didik dan pengajar, mencoba peralatan
yang akan digunakan untuk demonstrasi/redemonstrasi, merancang layout,
merencanakan ruang praktikum, pemasangan berbagai diagram/poster/grafik,
membuat makalah, serta pengaturan tempat duduk. Pada tahap persiapan
diperlukan kemampuan mengorganisir fasilitas sesuai tujuan dan tahapan peserta
didik.
2. Penerapan berbagai metode pembelajaran yang memungkinkan peserta didik dapat
menyelesaikan tugas pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

9
3. Evaluasi harus dilakukan terhadap hasil pencapaian tujuan pembelajaran
praktikum yang telah dilakukan dan evaluasi terhadap kemampuan peserta didik.

C. KEGIATAN PEMBELAJARAN KLINIK


Kegiatan pembelajaran klinik merupakan suatu bentuk kegiatan belajar mengajar
dalam konteks pelayanan nyata. Maksudnya peserta didik belajar memberikan
pelayanan kepada pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan dan Peserta didik
bekerja sesuai dengan standar profesi. Selama proses pembelajaran klinik terjadi
proses interaksi antara pembimbing klinik, peserta didik dan pasien. Ketiga komponen
ini akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pembelajaran praktek klinik.
Pusdiknakes (2004) menetapkan tugas yang dapat dikerjakan pembimbing klinik dalam
rangka kegiatan pembelajaran praktek klinik yaitu:
1. Merumuskan tujuan pembelajaran praktek klinik,
2. Menentukan indikator pencapaian target komptensi praktek,
3. Mengidentifikasi tempat praktek klinik,
4. Mengidentifikasi dan menetukan peralatan/sumber yang diperlukan selama
pembelajaran praktek klinik,
5. Memfasilitasi peserta didik memperoleh target kompetensi dan alat-alat yang
digunakan,
6. Memecahkan masalah belajar praktek,
7. Membangkitkan dan mendorong semangat peserta didik selama mengikuti
pembelajaran praktek klinik dan menghargai kerja peserta didik,
8. Memberikan contoh pelayanan ke pasien secara nyata kepada peserta didik,
9. Melakukan penilaian kepada peserta didik yang mengikuti pembelajaran praktek
klinik, dan membuat laporan pembelajaran praktek klinik.

D. BEBERAPA METODE BIMBINGAN KLINIK


Reilly and Oermann, 1985, mengidentifikasi beberapa metoda bimbingan klinik antara
lain; metoda pengalaman, penyelesaian masalah, konferensi, observasi, menggunakan
media, self directed, preceptorship, dan sistem yang difokuskan pada praktek.
1. Metoda Pengalaman.
Metoda pengalaman adalah metoda bimbingan di klinik yang dilakukan dengan
memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik melalui praktek klinik
yang dilakukan, seperti interaksi dengan klien atau tenaga kesehatan lain. Peserta
didik dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan sehingga melibatkan semua
aspek pembelajaran; kognitif, afektif dan psikomotor. Metoda pengalaman dapat
diberikan melalui penugasan klinik, penugasan klinik tertulis dan simulasi /
permainan.
Aplikasi
Pada metoda ini, biasanya peserta didik ditugaskan pada ruangan tertentu sesuai
tujuan praktek. Di ruangan tersebut peserta didik melakukan kegiatan sesuai tujuan
khusus yang telah ditetapkan, misalnya merawat klien secara paripurna, yang
dilanjutkan dengan penulisan pelaporan yang dikaitkan dengan proses asuhan.
Metoda simulasi lebih sering digunakan di laboratorium.
Peran Pembimbing adalah memberikan bimbingan saat peserta didik melakukan
kegiatan dan memberikan umpan balik terhadap tugas tertulis yang diberikan
kepada peserta didik.
Petunjuk Penggunaan Penugasan Klinik.
a. Digunakan untuk pengembangan peserta didik secara bertahap
b. Berdasarkan tujuan khusus praktek linik
c. Alasan pemilihan pengalaman tertentu harus jelas
d. Jika pengalaman dipilih sendiri oleh perserta didik, pembimbing harus memberi
arahan bahwa pengalaman ini akan mencapai tujuan tertntu.

10
e. Perhatikan waktu yang diperlukan untuk supervisi
f. Penugasan klinik akan berhasil jika pembimbing dan peserta didik sepakat akan
tujuan, jenis pengalaman, tanggung jawab peserta didik dan lamanya waktu
praktek
g. Persiapan meliputi; tugas baca, praktek laboratorium, kunjungan klinik
h. Konferensi perlu dilakukan untuk menyimpulkan hasil penugasan klinik dan
proses belajar selanjutnya.

Petunjuk Penggunaan Penugasan Tertulis


a. Tujuan harus jelas
b. Membantu peserta didik menerapkan teori di lahan praktek
c. Menggambarkan latar belakang dan kemampuan peserta didik
d. Petunjuk, cara menyelesaikan tugas harus jelas dan dimengerti oleh peserta
didik
e. Isi tulisan harus sesuai dengan tujuan penugasan
f. Harapan pembimbing tentang kelengkapan dan kedalaman analisa harus
dikomunikasikan dengan jelas pada peserta didik
g. Umpan balik, penting diberikan setelah tugas selaiesai
h. Pembimbing harus mendunkung pendekatan baru dan kreatif yang dilakukan
peserta didik.

Petunjuk Penggunaan Simulasi dan Permainan


a. Simulasi atau permainan harus meningkatkan pencapaian tujuan
b. Perhatikan; jumlah peserta, waktu yang diperlukan, alat, biaya, keterbatasan.
c. Pembimbing harus paham jalannya simulasi / permainan
d. Peserta didik mempunyai latar belakang teori dan ketrampilan untuk ikut serta
dalam permainan dan belajar dari permainan tersebut
e. Peserta didik harus mengerti tujuan keikut sertaan mereka dalam permainan
f. Petunjuk harus lengkap dan jelas (tertulis)
g. Pembimbing bertanggung jawab untuk menyela (interupsi) simulasi apabila
waktu telah lewat, muncul masalah, peserta tidak kompeten
h. Perlu dilakukan konferensi / diskusi setelah simulasi atau permainan.

2. Metoda Penyelasaian Masalah.


Metoda ini berusaha membantu peserta didik dalam menganalisa situasi klinik
dengan mengidentifikasi data-data yang diperlukan, masalah yang mungkin timbul,
menetapkan rencana tindakan dengan menggunakan pengetahuan pada masalah
yang ada dan klarifikasi nilai serta keyakinan sendiri. Cara ini dapat dilakukan
dengan penyelesaian masalah, pengambilan keputusan dan proses kejadian.
Aplikasi
Saat permulaan praktek klinik, metoda ini dilakukan melalui diskusi kelompok
tentang data-data klinik yang mungkin ditemukan pada klien sesuai kasus ruangan
tertentu, manajemen data dan lingkungan klinik (sarana prasarana) yang ada.
Peserta didik menganalisa, memberi pendapat tentang alternatif penyelesaian
masalah dan pengambilan keputusan yang tepat.
Peran pembimbing adalah mendorong peran serta peserta didik dan pada akhirnya
menambahkan yang kurang. Selanjutnya pembimbing dapat membantu,
mendukung atau menguatkan alternatif dan keputusan peserta didik saat merawat
klien. Diskusi kelompok dapat dilakukan di kelas atau di ruang pertemuan di lahan
praktek.
Petunjuk penggunaan metoda penyelesaian masalah
a. Situasi klinik harus sesuai dengan tingkat pengetahuan dan pengalaman peserta
didik

11
b. Uraian situasi klinis harus lengkap untuk memastikan pemahaman masalah dan
pertanyaan yang muncul
c. Situasi diuraikan untuk penyelesaian masalah atau pengambilan keputusan
sesuai waktu dan kerumitannya untuk mencapai tujuan
d. Informasi yang tidak ada hubungannya dengan kejadian dibuang, uraian harus
berfokus pada faktor yang mempengaruhi kejadian.

3. Konferensi
Konferensi adalah diskusi kelompok tentang beberapa aspek klinik. Konferensi
dapat meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah. Kelompok berupaya
menganalisa masalah secara kritis dan menjabarkan alternatif penyelasaian yang
kreatif. Umpan balik dari peserta lain dan pembimbing sangat diperlukan. Ada
empat macam konferensi yang dapat dilakukan, yaitu; konferensi awal, konferensi
akhir, peer riview (penilaian teman), isu dan multi disiplin. Konferensi awal dan
akhir, berkaitan langsung dengan praktek klinik.
a. Konferensi awal membantu menyiapkan peserta didik dalam mengenal masalah
klien, rencana dan hasil evaluasi. Pembimbing dapat menilai minat dan kesiapan
peserta didik terhadap praktek. Bagi peserta didik, konferensi awal dapat
merupakan tempat menyampaikan rencana praktek kliniknya, jika perserta
didik tidak siap --> pembimbing dapat membatalkan praktek klinik jika beresiko
untuk klien dan atau peserta didik. Konferensi awal terdiri dari 2 fase;
1) Teacher-centered
Berguna untuk mengantisipasi masalah keperawatan yang dikaitkan
dengan fokus pembelajaran hari tersebut. Fase ini diarahkan oleh
pembimbing.
2) Student-centered
Berguna untuk memberi kesempatan peserta didik menguraikan "kasus"
untuk mendapatkan tambahan informasi yang berguna untuk memperbaiki
rencana keperawatan. Pembimbing perlu memberi reincorcement pada
peserta didik yang berpartisipasi, serta mengarahkan alur pikir yang
realistis, logis dan sistematis.
b. Konferensi akhir berguna untuk mendiskusikan penyelesaian masalah,
membandingkan masalah yang dijumpai, berbagi pengalaman (termasuk isu)
yang dapat mempengaruhi praktek keperawatan. Konferensi akhir merupakan
student centered, dimana peserta didik mengungkapkan berbagai asuhan
keperawatan secara teknis dan profesional serta pengalaman afektif.
1) Peer review digunakan untuk menilai ulang dan mengkritik tiap pekerjaan.
Metoda ini memungkinkan peserta didik mendapatkan pengalaman dan
ketrampilan mengevaluasi dan memberi umpan balik tentang proses
keperawatan atau pekerjaan orang lain dalam kelompok.
2) Konferensi multi disiplin (tim kesehatan atau lintas sektor) menekankan
proses kolaborasi dalam pengambilan keputusan. Masing-masing disiplin
memberi masukan sesuai dengan wewenangnya.

Aplikasi
Konferensi awal dan akhir sebaiknya dilakukan setiap hari, agar peserta didik
siap dengan masalah yang akan dihadapi dan masalah yang baru dihadapi
dapat segera diselesaikan setelah praktek. Metoda ini dapat dikombinasikan
dengan metoda penyelesaian masalah. Peer review dikaitkan dengan upaya
memberi umpan balik terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan
Pembimbing berperan sebagai pengarah dalam konferensi, sebab konferensi
dilakukan bila anggota kelompok sudah saling mengenal dan sudah terbina
keterbukaan dalam komunikasi. Isu dan multi disiplin dapat dilakukan untuk

12
perawat dalam membahas penyelesaian masalah suatu kasus, peserta didik
dapat sebagai observer kecuali peserta didik yang senior.

Petunjuk penggunaan metoda konferensi


1. Sebelum mulai, tujuan konferensi harus dijelaskan
2. Diskusi harus mencerminkan proses dan dinamika kelompok
3. Pembimbing harus menjaga fokus diskusi dan memberi umpan balik
4. Pembimbing harus menekankan butir yang penting secara periodik
5. Besar kelompok dibatasi 10 - 12 orang untuk memberi kesempatan
bertukar ide
6. Ruang diskusi diatur sehingga dapat bertatap muka saat diskusi

4. Observasi
Obeservasi di lahan praktek atau demonstrasi dapat memberi gambaran perilaku
yang diharapkan pada peserta didik. Metoda observasi termasuk; observasi
lapangan, kunjungan, ronde keperawatan dan demonstrasi. Observasi lapangan
(lahan praktek) berguna bagi peserta didik untuk mempersiapkan gambaran
praktek klinik, memberi kesempatan melihat praktek orang lain, dan mengukur
kemampuan mengerjakan suatu ketrampilan.
Kunjungan memberi peluang peserta didik untuk menambah pengetahuan dan
wawasan yang tidak ditemukan di lahan praktek. Diskusi antara pembimbing,
peserta didik dan petugas merupakan hal yang diperlukan.
Ronde, meliputi observasi dan disertai wawancara singkat dengan klien, umumnya
diikuti dengan diskusi kelompok. Melalui ronde (kunjungan pada klien) peserta
didik dapat mengamati kondisi klien, menilai asuhan yang diberikan, dan
mendapatkan data tentang klien. Selain itu peserta didik dapat mengamati interaksi
antara pembimbing, staf pelayanan dan klien. Setelah ronde, dilakukan diskusi
kelompok tentang hasil pengamatan, meninjau ulang masalah klien dan alternatif
pemecahan masalahnya. (sebaiknya diskusi tidak di depan klien).
Demonstrasi adalah metode menyajikan suatu prosedur, cara menggunakan alat
atau cara berinteraksi dengan klien. Demonstrasi dapat dilakukan di laboratorium
atau di lahan praktek. Demonstrasi dapat dilakukan langsung atau melalui media
seperti video atau film. Peserta didik dapat melihat dan mendengar prosedur,
langkah-langkah dan penjelasan yang mendasar.

Aplikasi
Pada tahap awal observasi dapat digunakan untuk mengobservasi lahan praktek,
setelah itu observasi dapat berupa kunjungan pada saat atau akhir praktek agar
pembimbing dapat menambah wawasan peserta didik sesuai masalah yang pernah
ditemui.
Ronde dapat diikuti oleh peserta didik yang pada awalnya sebagai orientasi,
kemudian peserta didik dapat berperan aktif misalnya sebagai penanggung jawab
klien/ pasien.

5. Media
Metoda ini dapat menyampaikan pesan kepada peserta didik melalui berbagai
panca indera seperti; melihat slide dan film, mendengar pita suara kaset, meraba
benda tiruan, media cetak (buku penuntun, leaflet dan lain-lain).
Aplikasi
Media dapat dilakukan secara optimal di laboratorium, jika ada dapat pula
ditambahkan di lapangan. Media yang perlu dipelajari di lapangan adalah Protap
(prosedur tetap) suatu tindakan, standar dan lain-lain.

Petunjuk penggunaan media

13
a. Pemilihan media harus sesuai dengan tujuan praktek
b. Media harus selaras dengan tingkat pengetahuan, psikomotor dan pengalaman
klinik peserta didik
c. Kuantitas dan kesesuaian media harus dipertimbangkan
d. Peserta didik memerlukan bantuan untuk menggunakan dan beradaptasi
tentang apa yang dipelajari dari media untuk di aplikasikan di lahan praktek
e. Jelaskan tujuan pemberian media dan kaitannya dengan praktek
f. Diskusi kelompok setelah mempelajari media

6. Self Directed (metoda pengarahan individu)


Metoda ini didasari konsep belajar, dimana peserta didik perlu perperan aktif,
masing-masing individu bersifat unik. Metoda pengarahan individu terdiri dari
kontrak belajar, belajar mandiri, modul mandiri dan instruksi melalui komputer.
Kontrak belajar, adalah perjanjian tertulis antara pembimbing dan peserta didik
tentang tanggung jawab peserta didik mencapai tujuan belajar.
Kontrak terdiri dari;
a. Tujuan dan sasaran yang akan dicapai di lahan praktek
b. Macam kegiatan belajar yang akan dijalankan dalam kurun waktu yang telah
ditetapkan
c. Harapan pembimbing dan peserta didik
d. Metoda evaluasi, material dan hal-hal lain yang diperlukan
e. Alokasi kredit dan penilaian
f. Batas waktu penyelsaian kontrak
Belajar mandiri, Peserta didik bebas mengatur proses belajarnya tanpa perlu
negosiasi tentang kontrak belajar. Tujuan belajar mandiri adalah memenuhi
kebutuhan individual yang ditetapkan peserta didik bekerjasama dengan
pembimbing. Metoda ini diperlukan untuk menyiapkan peserta didik,
memperdalam kemampuan dan mengeksplorasi masalah klinik tertentu.
Modul berisi satu perangkat instruksi untuk belajar mandiri. Peserta didik
melakukan kegiatan sendiri dan menilai kemajuannya sendiri. Cara ini digunakan
untuk mempersiapkan pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan saat praktek
klinik.

Aplikasi
Kontrak belajar dapat digunakan untuk peserta didik yang matur atau peserta didik
senior. Belajar mandiri dan instruksi melalui komputer dapat digunakan untuk
persiapan sebelum ke klinik.

7. Preceptorship (Pembimbingan)
Preceptor adalah seseorang yang membimbing, memberi pengarahan untuk
mencapai kinerja tertentu. Perceptor diharapkan dapat menampilkan praktek
keperawatan yang berpengalaman dan berperan sebagai nara sumber bagi peserta
didik. Perceptor berperan sebagai nara sumber, role model dan mentor bagi peserta
didik dan perawat baru di ruangan.
Apabila institusi pendidikan akan menggunakan metoda ini untuk praktek klinik,
maka institusi harus membuat;
a. Rencana pengalaman praktek bersama pembimbing
b. Orientasi peserta didik dengan program bimbingan dan peran pembimbing
c. Bantu pembimbing dalam mengatasi masalah bimbingan
d. Pantau pengalaman dan pencapaian tujuan dari peserta didik
e. Berperan serta pada evaluasi. Staf pengajar (penanggung jawab program
pengajaran) tetap bertangung jawab secara keseluruhan terhadap proses
belajar peserta didik.

14
Aplikasi
Pada metoda bimbingan, yang perlu ditekankan adalah komunikasi antara peserta
didik, perceptor dan staf pengajar yang efektif agar pengalaman praktek dapat
berhasil sesuai target yang diharapkan.

Petunjuk penggunaan metoda preceptor


a. Tujuan pengalaman harus jelas
b. Peran dan tanggung jawab peserta didik, preceptor, staf pengajar harus spesifik
berkaitan dengan pengalaman belajar, instruksi di lahan praktek dan evaluasi
proses belajar
c. Jalur komunikasi harus dibina antara peserta didik, preceptor, staf pengajar dan
staf lain di lahan praktek
d. Preceptor, peserta didik dan staf lain harus diorientasikan dan disiapkan untuk
pengalaman belajar
e. Pemilihan preceptor adalah tanggung jawab staf lapangan, tetapi penetapan
berdasarkan kreteria yang spesifik. Agar program preceptor efektif, maka
preceptor perlu membuat jadwal bimbingan agar dapat menjalankan tambahan
tanggung jawab dengan baik.

8. Sistem yang berfokus pada praktek


Metoda ini bertujuan untuk mempermudah peralihan peran keikut sertaan peserta
didik ke peran sebagai perawat. Ada tiga macam kegiatan, yaitu; ekxternship,
workstudy dan internship.
Externship, adalah memberi kesempatan peserta didik untuk mendapatkan
pengetahuan dari tatanan praktek sekaligus mendapat kredit dari institusi
pendidikan dan mendapat uang saku dari pelayanan. Metoda ini disarankan untuk
peserta didik senior tetapi diawasi oleh pembimbing secara periodik. Staf pengajar
bertanggung jawab terhadap perencanaan dan evaluasi pengalaman belajarnya.
Workstudy, memberi kesempatan peserta didik untuk lepas dari kegiatan
pendidikan selama periode tertentu. Staf pengajar berperan sebagai konselor dalam
memilih area praktek agar tetap merupakan bagian yang terkait dengan program
pengajaran secara total.
Internship, merupakan pengalaman praktek yang dilaksanakan setelah peserta
didik menyelesaikan program pendidikan dan diatur oleh institusi pelayanan
tempat berpraktek Metoda ini sering digunakan dalam program orientasi yang
bertujuan memfasilitasi peran transisi dari peserta didik ke staf perawat.

Aplikasi
Metoda ini masih jarang dilakukan untuk peserta didik. Eksternship dan Workstudy
dapat direncanakan untuk peserta didik yang senior, sedangkan Internship
dilakukan untuk orientasi bagi staf baru.

E. METODA BIMBINGAN KLINIK YANG DISARANKAN


Penentuan pemilihan metode bimbingan sangat ditentukan dari kemampuan institusi
baik dari pendidikan maupun dari tatanan nyata. Metode yang paling memungkinkan
untuk dilaksanakan disarankan sebagai berikut:
1. Konferensi
Konferensi adalah diskusi kelompok tentang beberapa aspek praktek klinik yang
tujuannya adalah menyelesaikan masalah. Diskusi dapat dikaitkan dengan tugas
tertulis yang berhubungan dengan proses keperawatan (laporan pendahuluan).
Konferensi yang dianjurkan antara lain:
a. Konferensi awal (pre conference)
Diskusi tentang persiapan peserta didik, pengenalan masalah klien, rencana
tindakan keperawatan, cara dan strategi pelaksanaan tindakan.

15
b. Konferensi, dilakukan di tengah kegiatan praktek klinik, antara supervise I dan
II.
c. Konferensi akhir (post conference)
Diskusi tentang penyelesaian masalah klien, membandingkan masalah yang
dijumpai, pengalaman praktek langsung.
Pelaksanaan Konferensi
a. Konferensi dipimpin oleh pembimbing klinik, jika mungkin ditemani oleh
pembimbing klinik lain
b. Upayakan pembimbing yang sama memimpin konferensi awal dan akhir
c. Lama konferensi 30 – 60 menit
d. Pemimpin mengidentifikasi “masalah” atau “kebutuhan” yang ingin
didiskusikan oleh peserta didik
e. Pemimpin memotivasi peserta didik lain memberi pendapat untuk memenuhi
kebutuhan atau menyelesaikan masalah
f. Pemimpin menyimpulkan dan menambah informasi sehingga peserta didik
mendapat informasi yang lebih lengkap.
2. Simulasi / bermain peran / demonstrasi
Simulasi klien, bermain peran dan demonstarasi adalah metoda bimbingan klinik
untuk meningkatkan pengalaman psikomotor pada praktek keperawatan. Ketiga
metoda ini digunakan dalam membina dan mempertahankan hubungan dengan
klien.
Pelaksanaan Simulasi / Bermain Peran / Demonstrasi
a. Tetapkan kegiatan dan tujuan kegiatan
Umumnya dikaitkan dengan proses keperawatan yang diberikan, misalnya pada
kontak awal; kegiatan difokuskan pada perkenalan / kontrak / pengkajian. Pada
fase kerja; kegiatan difokuskan pada berbagai tindakan keperawatan.
b. Pada awalnya pembimbing dapat memberi contoh pada situasi nyata, kemudian
diikuti oleh peserta didik.
c. Selanjutnya pembimbing mengobservasi kegiatan yang dilakukan peserta didik.
Pada saat peserta didik melakukan tindakan / kegiatan pada klien gangguan
jiwa diharapkan pembimbing yang belum mempunyai hubungan saling percaya
dengan klien tidak ikut campur. Jadi observasi dilakukan dari jarak jauh. Bila
pembimbing telah membina hubungan dengan klien, maka ia dapat terlibat saat
peserta didik melakukan tindakan. Pada rumah sakit umum pembimbing dapat
mendampingi peserta didik.
d. Setelah simulasi / bermain peran / demonstrasi dilakukan diskusi.
3. Penugasan Klinik Tertulis
Penugasan klinik tertulis terutama berkaitan dengan pembuatan pencatatan dan
pelaporan sebagai hasil dari praktek klinik keperawatan

F. TINGKAT PENCAPAIAN PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN


Notoatmodjo (2005), berpendapat bahwa pengetahuan adalah hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas
perhatian dan persepsi terhadap objek. Pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas dan tingkat yang berbeda-beda, yang secara garis besar dapat
dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu:
1. Tahu (know)
Merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah termasuk dalam tingkatan ini
adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension)
Pada tingkatan ini orang sudah paham dan dapat menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar
juga.

16
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.
4. Analisis (analysis)
Pada tingkatan ini sudah ada kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah
dipelajari dalam komponen-komponen yang berkaitan satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada dengan cara meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di
dalam suatu keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau objek, di mana penilaian berdasarkan pada kriteria yang
dibuat sendiri atau pada kriteria yang sudah ada.

G. PENENTUAN TINGKAT BIMBINGAN/ SUPERVISI KEPADA PESERTA DIDIK


Tingkatan bimbingan/ supervisi untuk masing-masing peserta didik disesuaikan
dengan komptensi dan kewenangan peserta didik, sebagai berikut:
1. Supervisi Tinggi
Kemampuan asesmen peserta didik belum sahih sehingga keputusan dalam
membuat diagnosis dan rencana asuhan harus dilakukan oleh dokter penanggung
jawab pelayanan (DPJP). Begitu pula tindakan medis dan operatif hanya boleh
dilakukan oleh DPJP. Pencatatan pada berkas rekam medis harus dilakukan oleh
DPJP;
2. Supervisi Moderat Tinggi
kemampuan asesmen peserta didik sudah dianggap sahih, namun kemampuan
membuat keputusan belum sahih sehingga rencana asuhan yang dibuat peserta
didik harus disupervisi oleh DPJP. Tindakan medis dan operatif dapat dikerjakan
oleh peserta didik dengan supervisi langsung (onsite) oleh DPJP. Pencatatan pada
berkas rekam medis oleh peserta didik dan diverifikasi dan divalidasi oleh DPJP;
3. Supervisi Moderat
kemampuan melakukan asesmen sudah sahih, tetapi kemampuan membuat
keputusan belum sahih sehingga keputusan rencana asuhan harus mendapat
persetujuan DPJP sebelum dijalankan, kecuali pada kasus gawat darurat. Tindakan
medis dan operatif dapat dilaksanakan oleh peserta didik dengan supervisi tidak
langsung oleh DPJP (dilaporkan setelah pelaksanaan). Pencatatan pada berkas
rekam medis oleh peserta didik dengan verifikasi dan validasi oleh DPJP;
4. Supervisi Rendah
kemampuan asesmen dan kemampuan membuat keputusan sudah sahih sehingga
dapat membuat diagnosis dan rencana asuhan, namun karena belum mempunyai
legitimasi tetap harus melapor kepada DPJP. Tindakan medis dan operatif dapat
dilakukan dengan supervisi tidak langsung oleh DPJP.

17
Contoh: Metoda, Strategi dan Media dalam Praktik Klinik

METODE STRATEGI MEDIA


1. Penugasan a. Pembimbing memberikan data kasus sebelum Klien, status
Klinik praktek medis dan
b. Peserta didik memberikan asuhan pada klien keperawatan
c. Peserta didik mendokumentasikan asuhan (rekam medis)
dalam bentuk laporan kasus
d. Pembimbing mengobservasi kegiatan peserta
didik pada setiap tahapan proses asuhan
e. Pembimbing memberikan data kasus sebelum
praktek
f. Peserta didik memberikan asuhan pada klien
g. Peserta didik mendokumentasikan asuhan
dalam bentuk laporan kasus
h. Pembimbing mengobservasi kegiatan peserta
didik pada setiap tahapan proses asuhan
2. Pre dan a. Pembimbing berperan sebagai fasilitator dan Laporan
Post nara sumber pendahuluan dan
Konferensi b. Peserta didik mendiskusikan asuhan yang laporan asuhan
dikelola
3. Ronde ke a. Pembimbing berperan sebagai fasilitator dan Klien, status
pasien narasumber medis dan
b. Peserta didik memarkan kasus kelolaan keperawatan
c. Peserta didik mendiskusikan kasus kelolaan
secara bergantian
4. Bed Side a. Pembimbing memberikan ketrampilan klinik Klien, alat yang
Teaching secara langsung pada klien disesuaikan
b. Peserta didik memperhatikan ketrampilan dengan
klinik yang dilakukan pembimbing ketrampilan
klinik
yang dilakukan
5. Demontrasi a. Pembimbing melakukan demontrasi prosedur Klien, alat yang
tindakan dihadapan peserta didik disesuaikan
b. Peserta didik memperhatikan dan diberi dengan
keempatan untuk mencoba secara mandiri ketrampilan
klinik
yang dilakukan
6. Observasi a. Peserta didik mengobservasi kegiatan klinik Klien
yang dilakukan oleh staf di ruangan Klien
b. Peserta didik mengobservasi kegiatan klinik
yang dilakukan oleh staf ruangan
7. Belajar Peserta didik melakukan kegiatan belajar di klinik Klien, status
mandiri saat pembimbing tidak di tempat medis dan
keperawatan

H. EVALUASI PEMBELAJARAN KLINIK


Evaluasi adalah suatu proses untuk merencanakan, memperoleh, dan menyediakan
informasi yang sangat diperlukan untuk membuat beberapa alternatif dalam
mengambil keputusan. Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan
evaluasi atau penilaian merupakan suatu proses yang sengaja dilaksanakan untuk

18
memeperoleh informasi atau data; berdasarkan data tersebut kemudian dicoba
membuat keputusan.
Fungsi evaluasi dalam pendidikan tidak dilepaskan dari tujuan evaluasi itu sendiri. Di
dalam batasan tentang evaluasi pendidikan yang telah dikemukakan tersirat bahwa
tujuan evaluasi pendidikan ialah untuk mendapatkan data pembuktian yang akan
menunjukkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam
pencapaian-pencapaian tujuan kurikuler. Di samping itu, juga dapat digunakan oleh
pembimbing klinik untuk mengukur atau menilai sampai dimana keefektifan
pengalaman-pengalaman mengajar, kegiatan-kegiatan belajar, dan metode mengajar
yang digunakan.
Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran, Norman E. Gronlund (1976)
merumuskan pengertian evaluasi sebagai berikut: “Evaluation is a systematic process of
determining the extent to which instructional objectives are achieved by pupils”. (Evaluasi
adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan
sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa).
Dalam proses pembelajaran klinik di rumah sakit, penetapan tingkat supervisi peserta
didik dilakukan oleh staf klinis yang memberikan pendidikan klinis setelah melakukan
evaluasi kompetensi peserta didik dengan menggunakan perangkat evaluasi
pendidikan yang dibuat oleh institusi pendidikan. Beberapa alat evaluasi tersebut
antara lain:
1. Bed Site Teaching
Bedside Teaching merupakan metode mengajar kepada peserta didik, yang
aktivitasnya dilakukan disamping tempat tidur klien dan meliputi kegiatan
mempelajari kondisi klien dan asuhan kebidanan yang dibutuhkan klien (Nursalam,
2007). Bedside Teaching sangat baik digunakan untuk mempelajari keterampilan
klinik tidak hanya bisa diterapkan dirumah sakit tetapi juga dapat diterapkan
dibeberapa situasi dimana ada pasien (Nair, B., Coughland, J., Hensley, M, 1998
Prinsip Dasar Bedside Teaching
a. Adanya kesiapan fisik maupun psikologis dari pembimbing klinik peserta didik
dan klien.
b. Jumlah peserta didik dibatasi idealnya 5-6 orang.
c. Diskusi di awal dan akhir demonstrasi di depan klien dilakukan seminimal
mungkin.
d. Lanjutkan dengan redemonstrasi.
e. Kaji permasalahan peserta didik sesegera mungkin terhadap apa yang
dilakukan.
f. Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum pernah diperoleh
peserta didik sebelumnya, atau apabila peserta didik menghadapi kesulitan
penerapannya
Evaluasi
a. Menilai kemapuan intelektual, teknikal dan interpersonal peserta didik.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menilai cara dan metode
yang dilaksanakan pembimbing.
c. Mencari cara yang lebih efektif yang digunakan untuk meningkatkan metode
pembelajaran.

2. Mini-Clinical Evaluation Exercise for Trainee (Mini-CEX);


Metode evaluasi ini dirancang untuk memberi umpan-balik mengenai ketrampilan
klinik dasar yang disyaratkan dalam standar kompetensi melalui observasi kegiatan
klinik yang aktual. Mini-CEX memiliki komponen sumatif & formatif. Mini-CEX dapat
dilakukan di ruang rawat inap (CCU/ICU, bangsal), poliklinik Instalasi Gawat
Darurat (IGD).
Penilaian Mini-CEX adalah standar untuk mengukur kemampuan peserta didik
dalam menguasai 7 aspek karakteristik kompetensi Mini-CEX:

19
a. Kemampuan Wawancara Medis (Medical Interview Skills) Memberi salam
memperkenalkan diri, memfasilitasi pasien/orang tua pasien agar dapat
bercerita; bertanya dengan efektif agar dapat memperoleh informasi yang
akurat dan adekuat; berbicara jelas, mendengar aktif, mencatat; bereaksi secara
tepat terhadap sikap dan tanda-tanda non-verbal lainnya.
b. Kemampuan pemeriksaan fisik (Physical Examination skills). Mengikuti urutan
logik efisien; menyeimbangkan langkah skrining dan diagnostik; memberitahu
pasien saat pemeriksaan; peka terhadap kenyamanan pasien dan bersikap
sopan.
c. Kualitas Humanistik/ Profesionalisme (Humanistic Qualities/Professionalism).
Menghargai pasien, menunjukkan empati, belas kasih, menciptakan
kepercayaan; membantu agar pasien nyaman, bisa menjaga rahasia, memberi
informasi.
d. Keputusan klinis (Clinical Judgment). Membuat diagnosis yang tepat dan
memformulasikan rencana penatalaksanaan pasien yang sesui. Selektif memilih
pemeriksaan penunjang diagnostik yang sesuai dengan mempertimbangan
resiko dan manfaat
e. Kemampuan konseling (counseling skills). Menggali harapan pasien, bebas dari
istilah-istilah kedokteran, terbuka, jujur dan empati. Menjelaskan
5alasan/dasar pemeriksaan dan terapi kepada pasien/orang tua pasien.
Memperoleh persetujuan tindakan medik kalau diperlukan kepada
pasien/orang tua pasien(informed consent), memberi edukasi tentang
penatalaksanaan, pencegahan, dan konseling lain yang terkait dengan
penyakitnya.
f. Organisasi/Efisiensi (Organization/Efficiency). Menentukan Prioritas,
menyesuikan dengan waktu yang tersdia
g. Kompetensi klinis keseluruhan (Overall Clinical Competence). Menunjukkan
bagaimana mencapai keputusan klinis yang memuaskan. Sintesis, peduli
(caring), Efektif efisien dalam menggunakan sember yangada menyeimbangkan
resiko dan manfaat, menyadari keterbatasan kita.
Penilaian Performance mahasiswa dalam rentang 9 skala:
 Skala 1-3 berarti unsatisfactory
 Skala 4-6 satisfactory
 Skala 7-9 artinya superior
Nilai batas rendah yang harus didapatkan mahasiswa jika ingin lulus adalah
skala 4.

3. Direct Observation of Procedure and Supervision (DOPS);


DOPS adalah penilaian kemampuan peserta didik dalam melakukan suatu tindakan
medik pada pasien. DOPS mudah dilakukan secara rutin oleh supervisor yang
bertugas di berbagai situasi, seperti poliklinik, ruang rawat inap, maupun IGD, dan
hanya memerlukan waktu 15-20 menit untuk dapat mengevaluasi kemampuan
peserta didik dalam melakukan tindak medis secara keseluruhan, dan kemudian
diikuti umpan balik selama 5 menit. DOPS telah terbukti merupakan alat yang valid
untuk dapat menilai kemampuan pserta dididk dalam melakukan tindak medis.
Supervisor yang bertugas dianjurkan untuk melakukan minimal 1 kali DOPS per
peserta didik tiap kompetensinya
Keterangan kompetensi yang ada dalam DOPS
a. Mempunyai pengetahuna tentang indikasi, relevansi anatomik dan teknik
tindak medik (Demonstrates understanding of indications, relevant anatomy,
technique of procedure)
Memiliki kemampuan menjabarkan tentang tujuan, indikasi, kontra indikasi,
efek samping, letak anatomik yang perlu diketahui, dan cara melakukan
prosedur tindak medik secara berurutan dan jelas.

20
b. Mendapatkan persetujuan tindak medik (Obtaint Informed Concent)
Mampu mendapat persetujuan baik verba dan/atau tertulis (bola diperlukan
dari orang tua atau wali pasien yang sebelumnya telah diberikan penjelasan
dengan baik mengenai tindak medik yang akan dilakukan termasuk indikasi,
prosedur yang akan dilakukan, untung ruginya, efek samping yang timbul dll.
c. Persiapan yang sesuai sebelum tindak medik (Demonstrates appropriate
preparation preprocedure)
Memiliki kemampuan dalam mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan
dalam tindak medik yang akan dilakukan, termasuk persiapan tentang
tatalaksana mengatasi kemungkinan adanya komplikasi.
d. Mampu memberikan analgesik yang sesuai atau sedasi yang aman (Appropriate
analgesia or safe sedation)
Memiliki pengetahuan tentang obat analgesik yang akan diberikan dan dapat
melakukannya dengan ama dan sesuai dengan indikasi.
e. Kemampan secara teknik (Technical ability)
Dapat melakukan tindakan medik tersebut secara berurutan, trempil dan
dengan baik dan benar.
f. Teknik Aseptik (Aseptic technique)
Mampu menunjukkan telah melakukan teknik aseptik baik pada sebelum,
selama maupun setelah dilakukannya tinda medik tersebut.
g. Mencari bantuan bila diperlukan (Seeks help where appropriate)
Tahu kemampuan dan keterbatasan diri dan mencari bantuan bila diperlukan
baik dalam bentuk asistensi maupun penanganan lebih lanjut bila diperlukan.
h. Tatalaksana paska tindakan (Post procedure management)
Memiliki kemampuan dalam segala sesuatu yang diperlukan setelah melakukan
tindakan, misal pembuangan jarum suntik /benda-benda tajam sekali pakai
dengan benar dan aman, pembacaan foto roentgen, EKG, instruksi yang jelas
baik pada perawat maupun orang tua pasien, dll.
i. Kecakapan komunikasi (Communication Skills)
Mampu memberikan penjelasan kepada pasien/orang tua/wali tentang tindak
medik dengan baik, jelas, hormat dan empati.
j. Mempertimbangkan kondisi pasien/profesionalisme (Consideration of patient/
profesionalism)
Mampu melakukan tindak medik dengan memperlihatkan rasa hormat, belas
kasih, empati, dan membangun kepercayaan dengan mempertimbangkan
kondisi pasien saat itu. Mampu melaksanakan tindak medik dengan
mempertimbangkan segi etika dan kesadaran akan legalitas dan keterbatasan
diri.
k. Kemampuan secara keseluruhan dalam melakukan tindak medik (Overall ability
to perform procedure)
Kemampuan secara keseluruhan mengenai pengetahuan dan ketrampilan
dalam melakukan tindak medis tersebut dengan mempertimbangkan butir-
butir sepertin yang telah disebutkan di atas.

4. Case Base Discussion (CBD);


Diskusi kelompok merupakan salah satu metode pembelajaran yang memerlukan
peran aktif dari peserta didik. Pembimbing klinik berperan sebagai tutor yang
bertugas untuk membimbing dan mengarahkan diskusi. Sedangkan Kasus pasien
nyata yang dijumpai di klinik merupakan topik pemicu diskusi.
Langkah-langkah dalam tutorial klinik:
a. Langkah 1.
Mengidentifikasikan permasalahan yang dihadapi pasien dan mengajukan
pertanyaan klinis.
b. Langkah 2.

21
Melakukan brainstorming untuk menganalisis permasalahan yang dihadapi
pasien dengan menggunakan prior knowledge.
c. Langkah 3.
Menyusun penjelasan secara skematis dan menentukan learning issues
d. Langkah 4.
Belajar Mandiri untuk memperoleh jawaban learning issue yang telah
ditetapkan bersama. Diutamakan menggunakan prinsip evidence based
medicine.
e. Langkah 5.
Menjabarkan temuan informasi yang Anda peroleh saat melakukan belajar
mandiri. Sintesakan dan diskusikan dengan sesama anggota kelompok untuk
menyusun penjelasan secara menyeluruh dan pemecahan permasalahan.
Kegiatan diskusi ini dilakukan dalam dua sesi; langkah 1-3 dilakukan pada sesi
pertama dan langkah 5 dilakukan pada sesi ke 2. Evaluasi peserta didik dinilai dari
kemampuan dari keaktifan selama pelaksanaan diskusi

5. Portofolio dan Buku Log


Paulson (1991) dalam Nahadi dan Cartono (2007) mendefinisikan portofolio
sebagai kumpulan pekerjaan peserta didik yang menunjukan usaha, perkembangan
dan kecakapan mereka dalam satu bidang atau lebih. Kumpulan ini harus mencakup
partisipasi peserta didk dalam seleksi isi, kriteria isi, kriteria seleksi, kriteria
penilaian, dan bukti refleksi diri
a. Porto folio
Aspek yang diukur dalam asesmen portofolio adalah tiga ranah perkembangan
psikologi anak yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
1) Prilaku kognitif
Berdasarkan taksonomi kognitive Bloom, terdapat enam tingkatan kognitif
berfikir:
 Pengetahuan (knowledge): kemampuan mengingat (misal mengingat
rumus)
 Pemahaman (comprehension): kemampuan memahami (menyimpulkan
suatu paragraph)
 Aplikasi (application): kemampuan penerapan (misalnya menggunakan
informasi atau pengetahuan yang diperolehnya untuk memecahkan
masalah).
 Analisis (analysis): kemampuan menganalisis suatu informasi yang luas
menjadi bagian-bagian kecil (misalnya menganalisis bentuk, jenis atau
arti)
 Sintesis (synthesis): kemampuan menggabungkan beberapa informasi
menjadi kesimpulan (misalnya memformulasikan hasil penelitian).
 Evaluasi (evaluation): kemampuan mempertimbangkan mana yang baik
untuk mengambil tindakan tertentu.
2) Prilaku afektif
Mencakup penilaian perasaan, tingkah laku, minat, kesukaan, emosi dan
motivasi.
3) Perilaku psikomotorik
Mencakup penilaian keahlian. Penilaian psikomotorik adalah penilaian
pembelajaran yang banyak menggunakan praktek, mata pelajaran yang
tidak terdapat kegiatan praktek, tidak terdapat penilaian psikomotoriknya.
Bentuk instrument yang digunakan untuk assesmen portofolio adalah tes
tertulis (obyektif dan non-obyektif), tes lisan (wawancara), tes perbuatan
(lembar pengamatan), non-tes (angket, kuisioner), dan hasil karya
b. Buku Log (log book)

22
Berisi catatan setiap langkah/ kegiatan peserta didik selama melaksanakan
praktik klinik, dan dari catatan ini akan banyak hal dapat diungkap. Catatan
yang lengkap akan membantu peserta didik mendeskripsikan apa yang terjadi
selama praktik klinik. Dari buku log ini, peserta didik dapat membahas dan
berkonsultasi dengan pembimbing mengenai suatu hal. Dari catatan kegiatan
itu, pembimibing akan bisa memberikan solusi yang akurat bagi permasalan
yang terjadi di lapangan, serta menialai kemampuan dan keaktifan peserta
didik.

23
BAB IV DOKUMENTASI

Dokumentasi proses bimbingan klinik harus mendapatkan perhatian dari pimpinan rumah
sakit, Ketua Komite Koordinasi Pendidikan, pembimbing klinik dan unit/ bagian pelayanan
yang terkait. Keterkaitan terhadap panduan ini wajib dilaksanakan oleh bagian-bagian yang
terkait di rumah sakit, sehubungan dengan proses pemberian bimbingan klinik.
Dokumentasi yang perlu dilakukan adalah mendokumentasikan proses bimbingan klinik
bagi peseta didik serta pelaporan kepada direktur/ kepala rumah sakit serta ke institusi
yang terlibat kerja sama dengan rumah sakit

Rumah Sakit Gotong Royong


Direktur,

dr. Suwarni

24

Anda mungkin juga menyukai