Penentuan DO, BOD & COD
Penentuan DO, BOD & COD
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Air limbah domestik merupakan salah satu sumber pencemar terbesar bagi perairan. Tingginya
kandungan bahan organik dalam air limbah domestik meningkatkan pencemaran pada badan air
Peningkatan pencemaran berdampak pada kehidupan organisme perairan dan penurunan kualitas perairan
Bahan pencemar adalah jumlah berat zat pencemar dalam satuan waktu tertentu yang merupakan
hasil perkalian dari kadar pencemar dengan debit limbah cair (SK Gub. No.61 tahun 1999) . Parameter
yang digunakan untuk mengukur kadar bahan pencemar antara lain BOD, COD, TSS dan sebagainya.2
Dampak yang ditimbulkan dari kandungan pencemar seperti BOD, COD, TSS dan fosfat yang
tinggi dapat berbahaya sekaligus mematikan bagi ekosistem di perairan, apabila langsung dibuang ke
badan air tanpa pengolahan terlebih dahulu. Masuknya padatan tersuspensi (TSS) ke dalam air dapat
2
menimbulkan kekeruhan air, yang menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton dan
tumbuhan air lainnya, sehingga produktivitas primer perairan menurun. Sedangkan kadar BOD dan COD
yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan, yang dapat
mengakibatkan kematian organisme akuatik. Sementara itu, dampak dari kandungan fosfat yang tinggi
dapat mempercepat pertumbuhan mikroalgae pada perairan bebas. Dari beberapa jenis mikroalgae ada
kelompok yang menghasilkan toksin bagi ikan dan biota air yang menutup permukaan air sehingga
pancaran sinar matahari dan oksigen terlarut dalam perairan akan berkurang. Oleh karena pencemaran
lingkungan mempunyai dampak yang sangat luas dan sangat merugikan manusia maka perlu dilakukan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan percobaan Penentuan DO, BOD dan COD
1 oksigen terlarut (DO), COD dan BOD air danau serta
yang bertujuan untuk menentukan nilai
membandingkan hasil yang diperoleh dengan nilai standar DO, COD dan BOD air bersih.
B. Rumusan Masalah
1. Berapa nilai oksigen terlarut (DO), COD dan BOD air danau?
Dewi, “Potensi Fito-Biofilm Dalam Penurunan Kadar Bod Dan Cod Pada Limbah Domestik Dengan Tanaman
1
Kangkung Air (Ipomoea aquatica) Media Biofilter Sarang Tawon”, Jurnal Teknik Lingkungan (2012), h. 2.
2
Agnes dan Azizah, “Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, Dan MPN Coliform Pada Air Limbah Sebelum Dan
Sesudah Pengolahan Di RSUD Nganjuk”, Jurnal Kesehatan Lingkungan, no. 1 (5) (2005), h. 98.
Is Yuniarto dan Andrianto, “Pengaruh Waktu Ozonisasi Terhadap Penurunan Kadar Bod, Cod, Tss Dan Fosfat Pada
3
bersih?
C. Tujuan Percobaan
1. Menentukan nilai oksigen terlarut (DO), COD dan BOD air danau.
2. Membandingkan hasil yang diperoleh dengan nilai standar DO, COD dan BOD air bersih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air dan sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang mutlak dibutuhkan oleh
makhluk hidup guna menopang kelangsungan hidupnya dan memelihara kesehatannya, sehingga dapat
dikatakan bahwa air tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air tidaklah mungkin ada
kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan telah membuktikan bagaimana pentingnya air dalam
berbagai fenomena. Meskipun sumber daya air tanpa batasnya, namun apabila pengelolaannya keliru
Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen terlarut menurun di bawah batas
yang dibutuhkan untuk kehidupan biota. Penyebab utama berkurangnya oksigen terlarut di dalam air
adalah adanya bahan-bahan buangan yang mengkonsumsi oksigen. Bhan-bahan tersebut terdiri dari
bahan yang mudah dibusukkan atau dipecah oleh bakteri dengan adanya oksigen. Oksigen yang tersedia
di dalam air dikonsumsi oleh bakteri yang aktif memecah bahan-bahan tersebut. Oleh karena itu, semakin
5
tinggi kandungan bahan-bahan tersebut semakin berkurang konsentrasi oksigen terlarut.
4
Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen dapat menurunkan oksigen terlarut di dalam air
dengan cepat, maka uji terhadap bahan-bahan buangan tersebut penting dilakukan untuk mengetahui
tingkat polusi air. Untuk mengetahui adanya polutan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu uji
BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan uji COD (Chemical Oxygen Demand).6
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air.
Kehidupan mahluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahan kan
konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untukkehidupannya. Biota air hangat membutuhkan
oksigen telarut minimal 5 ppm, sedangkan biota air dingin memerlukan oksigen terlarut mendekati jenuh.
3 kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm.7
Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk
4
Andika, “Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan, COD, BOD Pada Air Sumur”,
Indonesian journalOf Chemistry Sience, no. 2 (2) (2013), h. 85.
5
Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2005), h. 34.
6
Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 34.
7
Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 32.
Oksigen terlarut (dissolved oxygen = OD) dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air,
dimna jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya dan adri atmosfer (udara) yang masuk
ke dalam air dengan kecepatan terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi
tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan
mengakibatkan ikan-ikan dan binatang air lainnya ynag membutuhkan oksigen akan mati. Sebaliknya
konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi juga mengakibatkan proses pengkaratan semakin cepat
BOD (biochemical oxygen demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh
organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan-bahan buangan di dalam air. Nilai BOD tidak
menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah
oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen
tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-
Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberap reaksi biokimia
yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel dan oksidasi sel. Konsumsi oksigen dapat diketahui
dengan mongoksidasi air pada suhu 20 ℃ selama 5 hari dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah
oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut
sebelum dan setelah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari pada suhu 20℃ ini hanya menghitung sebanyak
68 persen bahan organik yang teroksidasi, tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan
standar uji karena untuk mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang
lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari sehingga dianggap tidak efisien.10
1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan anorganik atau bahan-
2. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal 5 hari.
3. Uji Bod yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD melainkan
4. Uji BOD tergantung dari adanya senyaa penghambat di dalam air tersebut.
Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm dan air yang mempunyai nilai
BOD 3 ppm dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air diragukan jika nilai BOD-nya mencapai 5 ppm
atau lebih. Sebagai akibat menurunnya oksigen terlarut di dalam air adalah menurunnya kehidupan
hewan dan tanaman air. Jika konsentrasi oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme
aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme yang bersifat anaerob
8
Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 33.
9
Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 35.
10
Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 36.
11
Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 36.
akan menjadi aktif memecah bahan-bahan tersebut secara anaerobik karena tidak adanya oksigen.
Senyawa-senyawa hasil pemecahan secara anaerobik mempunyai bau yang menyengat. Jumlah bahan
organik di dalam air dapat diketahui dengan melakukan suatu uji yang lebih cepat daripada uji BOD,
yaitu berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan. Uji tersebut disebut uji COD.12
COD (chemical oxygen demand), yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Uji
COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada uji BOD karena bahan-
bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD.
Sebagai contoh, selulosa sering tidak terukur melalui reaksi biokimia, tetapi dapat terukur melalui uji
COD. 96 % hasil uji COD yang dilakukan selama 10 menit kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD
selama 5 hari.13
Chemical Oxygen Demand atau COD adalah jumlah oksigen terlarut (mg O2) yang dibutuhkan
oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana
7
pengoksidasi K2Cr2O (kalium dikromat) digunakan sebagai sumber oksigen. Nilai COD dalam air limbah
biasanya lebih tinggi daripada nilai BOD karena lebih banyak senyawa kimia yang dapat dioksidasi
secara kimia dibandingkan oksidasi biologi. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh
zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalamnya. Prinsip Analisa COD, yaitu sebagian besar
zat organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum.14
Kekeruhan pada dasarnya disebabkan oleh adanya koloid, zat organik, jasad renik, lumpur, tanah
liat dan benda terapung yang tidak mengendap dengan segera. Air yang keruh sulit didesinfeksi, karena
mikroba terlindung oleh zat tersuspensi tersebut. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan, bila mikroba itu
patogen. Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium dengan metode
Turbidimeter. Untuk standar air bersih ditetapkan oleh Permenkes RI No. 416/MENKES / PER / IX /
Nilai BOD, COD, TSS dan fosfat yang mengacu pada Keputusan Gubernur Kepala Daerah
Istimewa Yogyakarta No. 65 tahun 1999 tentang Baku Mutu limbah cair bagi kegiatan pelayanan
kesehatan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah seperti pada Tabel 1 berikut:16
Tabel 1. Kadar maksimum parameter air limbah cair pelayanan kesehatan sesuai Keputusan
12
Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 37.
13
Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 38.
14
Andika, dkk., “Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan, COD, BOD Pada Air Sumur”,
h. 86.
15
Andika, dkk., “Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan, COD, BOD Pada Air Sumur”,
h. 86.
Is Yuniarto dan Andrianto, “Pengaruh Waktu Ozonisasi Terhadap Penurunan Kadar Bod, Cod, Tss Dan Fosfat Pada
16
1 BOD 75 mg/L 8
Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri dan tempat-tempat
umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan
manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan. Air limbah rumah tangga sebagian mengandung
bahan organik sehingga memudahkan di dalam pengolahannya. Sebaliknya limbah industri lebih sulit
pengolahannya karena mengandung pelarut mineral, logam berat, dan zat-zat organik lain yang bersifat
toksik.17
Saat keluar dari sumbernya, air limbah bersifat basa. Namun, air limbah yang sudah lama atau
membusuk akan bersifat asam karena sudah mengalami kandungan bahan organiknya telah mengalami
proses dekomposisi yang dapat menimbulkan bau tidak menyenangkan. Parameter yang dapat digunakan
berkaitan dengan air limbah yaitu kandungan zat padat (total solid, suspending solid, disolved solid),
kandungan organik, kandungan zat anorganik (misalnya P, Pb, Cd, Mg), kandungan gas (misalnya O 2, N,
Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari bahan-bahan organik dan
mungkin beberapa bahan anorganik. Tingginya kandungan organik dalam limbah, baik yang berasal dari
bahan nabati maupun hewani, mengakibatkan limbah menjadi lingkungan yang sesuai bagi pertumbuhan
BAB III
METODE PENELITIAN
17
Kanisius, Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan (Yogyakarta: Anggota IKAPI,
2001), h. 135.
18
Kanisius, Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan, h. 137.
19
Kanisius, Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan, h. 135.
UIN Alauddin Makassar, Samata.
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah hot plate (kompor listrik), botol winkler
300 ml, buret asam 50 ml, pipet skala 5 dan 10 ml, pipet volume 25 ml, gelas kimia 100 ml, erlenmeyer
250 ml, pipet tetes 1 ml, botol semprot, batang pengaduk, bulp, statif dan klem.
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah indikator amilum (C6H10O5), larutan
alkali-iodida-azida (KI), larutan asam oksalat (C2H2O4) 0,05 N, larutan asam sulfat (H2SO4) 0,025 N,
larutan asam sulfat pekat (H2SO4) 2 N, larutan kalium permanganat (KMnO4) 0,05 N, larutan mangan
sulfat (MnO4) 40%, larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0, 025 N, sampel air danau dan tissue.
10
9
C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada percobaan ini adalah pertama, pada penentuan DO0-DO5 dilakukan
pengambilan sampel air danau dengan cara teknik sampling. Memasukkan sampel air danau ke dalam
botol winkler hingga penuh. Menginkubasi selama 5 hari. Menambahkan 2 ml larutan mangan sulfat
terbentuk 2 fase (terdapat endapan). Memipet 25 ml larutan sampel. Memasukkan ke dalam erlenmeyer.
Menitrasi dengan larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0, 025 N hingga terbentuk warna merah muda.
Menambahkan indikator amilum (C6H10O5) 1 ml. Menghomogenkan dan menitrasi kembali hingga
larutan menjadi tidak berwarna (bening). Mencatat volume titrasi. Menghitung nilai DO0 dan DO5.
Kedua, percobaan penentuan nilai COD yang dilakukan adalah memipet 25 ml sampel air danau
larutan kalium permanganat (KMnO4). Mendiamkan beberapa saat dalam tempat gelap. Memanaskan
larutan hingga mendidih. Menambahkan 10 ml larutan asam oksalat (C2H2O4) 0,05 N hingga terbentung
2 fase. Menitrasi dengan larutan kalium permanganat (KMnO4) hingga terjadi perubahan warna.
Ketiga, percobaan penentuan nilai BOD yang dilakukan adalah menghitung hasil DO0 dan DO5.
A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
Kuning
4. Seltelah titrasi Na2S2O4 pertama Muda Larut
12
Beningkeco
2. Alkali-iodida-azida Endapan coklat
klatan
Bening dan 13
6. Setelah titrasi kedua Na2S2O3 Larut
kekuningan
Sampel air
2N
Ungu
2. KMnO4 Ungu pekat
pekat
Proses
3. Ungu Ungu pekat
Pemanasan
Endapan
4. H2C2O4 Endapan larut
ungu
(bening).
Na2S2O3
14
b. Penentuan COD
B. Reaksi
Mn2+ + O2 MnO4
I2 + 2S2O3 S4O6 + 2I
C. Analisa Data
1. Penentuan BOD
BOD = DO0-DO5
0,46 𝑔𝑟𝑎𝑚
= = 18,4 gr/L.
0,025 𝐿
BOD = DO0-DO5
= 22,4 gr/L - 18,4 gr/L
= 4,0 gr/L.
2. Penentuan COD
0,237 𝑔𝑟𝑎𝑚
= = 18,96 gr/L.
0,025 𝐿
D. Pembahasan
Percobaan penentuan BOD, COD dan DO dilakukan dengan menggunakan sampel air danau.
BOD (biochemical oxygen demand) adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen
terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai bahan organik dalam
kondisi aerobik. COD (chemical oxygen demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengurai seluruh bahan organik secara kimia yang terkandung dalam air. Sedangkan DO adalah jumlah
Percobaan ini menggunakan bahan yaitu aquadest (H2O), alkali iodida azida, asam sulfat
(H2SO4), asam oksalat (H2C2O4), indikator amilum, kalium permanganat (KMnO4) , mangan sulfat
(MnSO4) dan natrium tiosulfat (Na2S2O3). Pertama yang dilakukan pada uji oksigen terlarut (DO) yaitu
memasukkan sampel ke dalam botol winkler dengan cara mencelupkan botol ke dalam air dan menutup
secepat mungkin pada saat penuh agar tidak terdapat gelembung udara yang dapat mempengaruhi
kandungan oksigen pada sampel. Penambahan larutan mangan sulfat (MnSO4) berfungsi untuk mengikat
oksigen menjadi Mn(OH)2 yang akan mengalami oksidasi menjadi MnO2 berhidrat. Penambahan larutan
alkali iodida-azida berfungsi sebagai katalisator. Reaksi terjadi ditandai dengan terbentuknya
endapan pada larutan tersebut. Penambahan asam sulfat (H2SO4) yaitu untuk melarutkan endapan yang
terbentuk. Menitrasi larutan dengan menggunakan natrium tiosulfat (Na2S2O3) hingga larutan berwarna
cokelat kekuningan dan menambahkan indikator kanji (amilum). Proses titrasi dilakukan dengan tujuan
untuk membuktikan ada tidaknya oksigen terlarut yang terikat dengan sampel dan ini dibuktikan dengan
adanya warna coklat. Indikator ini berfungsi untuk mengikat iod (I2) yang ada pada larutan alkali iodida-
azida. Menitrasi kembali hingga larutan berubah menjadi bening (tak berwarna).
Penentuan COD (chemical oxygen demand) dilakukan dengan memasukkan sampel ke dalam
Erlenmeyer. Menambahkan asam sulfat (H2SO4) dan kalium permanganat (KMnO4). Memanaskan
sampai larutan mendidih yang berfungsi dengan tujuan untuk mempercepat reaksi dan menambahkan
asam oksalat (H2C2O4). Menitrasi dengan menggunakan kalium permanganat (KMnO4) dalam keadaan
larutan masih panas sampai larutan berubah menjadi merah muda. Percobaan ini tidak menggunakan
indikator karena telah terdapat kalium permanganat (KMnO4) yang berperan sebagai auto indikator.
Penentuan BOD (biologycal oxygen demand) dilakukan dengan cara pengambilan sampel sama
seperti pada uji dissolved oxygen (DO), perbedaannya yaitu sampel diinkubasi selama 5 hari yang
bertujuan untuk mengetahui jumlah konsumsi oksigen. Oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan
menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum (DO0) dan setelah inkubasi (DO5). Dilakukan
penambahan pereaksi yang sesuai pada uji biologycal oxygen demand (BOD) sebelumnya.
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh nilai DO0 dan DO5 (dissolved oxygen) ,COD (chemical
oxygen demand) dan BOD (biologycal oxygen demand) masing-masing yaitu 22,4 gr/L, 18,4 gr/L, 18,96
gr/L dan 4,0 gr/L. Hasil ini menunjukkan bahwa sampel air danau tersebut tidak layak digunakan oleh
masyarakat dan tidak baik digunakan sebagai habitat tanaman dan binatang air karena nilai BOD dan
CODnya berada diatas batas maksimum. Dengan demikian, air sampel danau tersebut melebihi hasil
teori (Is Yuniarto dan Andrianto) yang menyatakan nilai BOD maksimum adalah 75 mg/L dan nilai COD
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
2. Nilai BOD dan COD yang di peroleh masih di bawah batas maksimum nilai BOD dan COD air
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan pada percobaan selanjutnya yaitu sebaiknya juga menggunakan
sampel dari limbah tahu, agar dapat mengetahui perbandingan nilai DO, BOD dan COD-nya sehingga
a. Menghitung BOD
b. Menghitung COD
18
DAFTAR PUSTAKA
Anita Rahmawati, Agnes dan R. Azizah. “Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, Dan MPN Coliform Pada
Air Limbah Sebelum Dan Sesudah Pengolahan Di RSUD Nganjuk”, Jurnal Kesehatan
Lingkungan, no. 1 (5) (2005). Hal. 97-110.
Chandra,Budiman. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2005.
Fitria Marlisa, Dewi., dkk. “Potensi Fito-Biofilm Dalam Penurunan Kadar Bod Dan Cod Pada Limbah
Domestik Dengan Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica) Media Biofilter Sarang Tawon”.
Jurnal Teknologi Lingkungan (2012). Hal. 1-11.
Kanisius. Sanitasi, Higiene Dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan.Yogyakarta: Anggota
IKAPI, 2001.
Valentina, Andika Endah., dkk. “Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan,
COD, BOD Pada Air Sumur”, Indonesian journal Of Chemistry Sience, no. 2 (2013). Hal. 84-89.
Yuniarto, Is dan Andrianto. “Pengaruh Waktu Ozonisasi Terhadap Penurunan Kadar BOD, COD, TSS
Dan Fosfat Pada Limbah Cair Rumah Sakit”. Ganendra No.1 (7) (2009). Hal. 45-49.