Anda di halaman 1dari 3

Antologi Puisi Sajak Secangkir Teh

Menimbang-nimbang Korupsi

Terpetik dalam hati keinginanku untuk korupsi

Meniru mereka-mereka yang rapi berdasi

Atau mereka-mereka yang naik turun mobil mercy

Ingin hadiahkan kejutan buat anak istri

Seperangkat bantal bulu angsa yang tak bau terasi

Serta ruang tamu indah penuh perabotan nan wangi

Besok… akanku coba mark-up proposal proyek

Kerjasama dengan konsultan brengsek

Bersekutu busuk dengan kabag keuangan yang bokek

Agar lebihnya dapat mengisi kocek

Dan sebagiannya untuk menambal jalanan kampong yang becek

Sedikit operasi untuk hidungku yang pesek

Haha

Kutimbang-timbang dan kutimbang

Haruskah kulakukan dengan tenang?

Berlagak pilon bagai anak siamang

Bergaul dekat dengan si pengatur lelang

Sikapku aneh seperti hidung belang


Korupsi oh korupsi

Kalau tak kulakukan, orang yang melakukan

Bila kulakukan, ku takut kan ketauan

Bila orang melakukan, aku takkan kebagian

Bila tak melakukan, aku diterkam kawan-kawan

Entah bagaimana harus kuatur kelakuan

Semua kacau bagai orang sahwan

Inilah negeri penuh kutukan

Semua setan saling berpelukan

Tak ada kuncup bunga dalam taman

Semua sekutu telah jadi setan

Kemana lagi hendak berkawan

Kulihat anakku masih belia

Mata sucinya berkaca tawa

Akankah makanan haram harus dikunyahnya?

Tegakah istriku mengepit uang panas didalam tas kecilnya?

Ooo tidak… kurasa tidak

Aku tak mau celaka dengan bala diatas pundak

Dipotret wartawan dan digiring dengan muka badak

Dan seluruh malam jadi penuh sesak

Kebutuhan berlindung jadi sangat mendesak

Menunggu waktu hisab yang terus berdetak


Oooooh aku ingin sekali berteriak

Mengubur kehendak dan berhenti menebak-nebak

Memang Tuhan takkan pernah segera bertindak

Tapi sewaktu-waktu pasti Dia bergerak melantak

Ini adalah suatu kepastian yang tak mungkin kau tolak

Jakarta, Agustus 2012

Anda mungkin juga menyukai