Anda di halaman 1dari 11

" LUCUNYA NEGERI INI "

Saat matahari merapat di ufuk barat


ku duduk di baringan teras rumah
bersama ayahku mengharapkan secerca harapan
hanya untuk kemajuan negeri ini......

Sungguh lucunya negeri ini!!


maling sapi dihukum mati
tapi korupsi di biarkan menjadi
ada yang masuk jeruji besi
tapi ada yang nonton tenis di Bali!!!

Dimana petingi negeri ini???


Hingga negeri ini runtuh sendiri??
Apakah hanya berdiam diri???

Hei para petinggi negeri!!!


kau hanyalah seorang biang keladi!!!
Melelang janji - janji basi
hanya untuk melampiaskan nafsumu sendiri!!

Sebenarnya kau ini siapa???


Pemimpin bangsa??
Ataukah hanya.....
Seorang penggelembung dana negara???

Kau hanyalah.....
tikus berdasi yang duduk di kursi empuk
di hiasi dengan baju berdasi
serta sepatu mengkilap

Sepatumu yang mengkilap....


itulah yang menyilaukan hatimu
sampai - sampai kau merampas hak kami
dan juga menghancurkan...
secerca harapan untuk kemajuan negeri ini...

Kau memang tak pantas...


hidup di bumi pertiwi ini..
lebih baik kau hidup.....
dibalik tralis besi....
dengan uang milyaran - milyaranmu tadi


ADA YANG ANEH DI SEKOLAH

Ada yang aneh di sekolah


Murid terlambat dihukum
Guru terlambat tak dihukum

Ada yang aneh di sekolah


Katanya sekolah tidak bayar
Tapi ada uang bangunan

Ada yang aneh di sekolah


Ulangan tak pernah dapat 70
Tapi nilai rapor dapat 85

Ada yang aneh di sekolah


Guru sering telat masuk
Murid tidak paham materi
Murid disalahkan

Ada yang aneh di sekolah


Waktu ulangan siswa harus jujur
Waktu UN siswa harus ‘saling membantu’
Inikah sekolah di Indonesia?
PENDIDIKAN SEKOLAH

sekolah ku ketemu guru


sekolah tempat menuntut  ilmu
sekolah bermutu
itu pasti sekolah ku

bapak ibu guru


selalu nomor satu
mengajarkan ku ilmu
untuk bekal ku

ada cerita berkesan


ada dinas pendidikan
ada guru idaman
itu pendidikan

By: Dalang wanataka


 --------------------------
GENGGAMLAH TEKNOLOGI
Menggenggam bumi
Kemajuan teknologi
Menjaga harga diri
Luapan tradisi
Tanpa disadari

Waktu sesingkat ini


Terlalu indah juga asri
sunggung sulit dipahami
Juga sulit dibasmi
Kemajuan teknologi

Membawa sejuta nominasi


Kejayaan negeri ini
Dari moral tak manusawi
Bukan sekedar memahami
dan juga pelajari

Genggamlah teknologi
Dengan prasaan dan imajinasi
Jagalah hati
Agar kau selamat nanti

By: Dalang Wanataka 26:2014


SAAT INGIN BELAJAR

Maksud hati ingin belajar

Aku malah ambil remot TV

Maksudku ingin belajar

Aku malah main HP Bukannya fokus belajar

Aku malah buka Facebook

Betapa susahnya belajar

Menonton TV tiga jam aku kuat

Membaca sebentar aku mengantuk

Main HP berjam-jam aku sanggup

Membaca buku aku lambaikan tangan

Mengapa diriku ini?

Mengapa seakan berat lembaran buku itu?

Mengapa kemajuan teknologi membuatku malas?


TIKUS BERDASI

Lihat tarian wakil rakyat yang berdasi


Berlomba-lomba mengejar kursi
Kursi menuju korupsi
Yang hanya ada ditanah ini

Aksi sandiwara para politisi


Dapat membius yang bersimpati
Demi satu tujuan pasti
Untuk korupsi

Sadarlah…Sadarlah
Engkau jangan cuma obral janji
Tapi harus tepati janji

Ditanganmu masa depan kami


Aku hanyalah penonton yang sejati 
Lakon pejabat tanah ini
Dialah si tikus yang berdasi..
Dialah si tikus yang korupsi..

Wahai tikus-tikus yang memakai dasi


Apa engkau tak punya hati
Saat rakyat butuh bukti
Ternyata janjimu malah basi

Sadarlah…Sadarlah
Engkau menodai tanah pertiwi
Demi satu tujuan pasti

Untuk korupsi
Sudahlah ini bukan orasi
Ini hanyalah puisi
Puisi tentang tikus berdasi
PANGGUNG SANDIWARA

Aku hanyalah sebagian penonton dari acara itu


Sebuah acara yang mungkin hanya ada di negeriku
Cerita kenyataan yang dipenuhi sandiwara
Dengan lakon para pejabat negara

Inilah aku rakyat jelata yang selalu dibodohi cerita sandiwara


Begitu manis dan lembutnya sampai semua tak tersadar
Inilah negeriku yang katanya tanah surga
Ya, surganya bagi para pelaku sandiwara
Menghabiskan semua isi surga dengan kata manisnya

Mungkin air mata ibu pertiwi benar-benar kering


Tak henti-hentinya menangis
Melihat anak-anaknya berebut mainan
Sebuah mainan yang bisa membuat mereka saling membunuh
yaitu kekuasaan

Inilah aku yang hanya bisa menatap sebuah cerita


Terus dan trus menjadi bodoh olehnya
Aku yang bodoh adalah surga baginya
Sampai mereka lelah menikmati isi surga
DAMAI

Ayo kita damai. . .


Kita saling jaga perdamaian
Orang bilang damai itu indah
Eh. . . Tapi jangan salah

Kata orang damai itu tentram


Kata orang damai itu bersahabat
Tetapi. . . Zaman telah berubah
Kini arti damai itu adalah. . .
Dua puluh ribu rupiah

Tetapi. . .
Seiring pertumbuhan ekonomi
Harga "DAMAI" bertambah
Menjadi. . .
Lima puluh ribu rupiah

Oh lucunya di negeri ini


Hukuman bisa dibeli
Jalan pintas tak pernah mati

Sadarlah wahai para rakyat!


Kapan negeri ini akan berubah?
Jika uang adalah segalanya. . .
SEPERTI PEJABAT
Karya : Yessy Oktaviani K.

Seorang siswa duduk terkantuk-kantuk


Disana, di sudut kelas
Dagu di sangga, siku bertumpu di meja
Matanya merah tubuhnya gerah
Di datangi Ibu Guru dengan wajah geram
Di nasehati masa depan justru tak memperhatikan
Ditanyailah kenapa melengos tak memperhatikan
“Ibu ingin kami Seperti Pejabat, bukan? Saya sudah seperti pejabat”
Jawabnya dengan mata sayu
Gelak tawa meledak di penjuru ruang
Guru geleng-geleng akan tingkah muridnya
Memangnya Seperti apa para pejabat?
Dulu, mereka disanjung
Namanya di junjung
Banyak rasa hormat karena dipandang hebat
Tapi sayang, itu hanya dulu
Lalu apa yang terjadi kini?
Kini mereka dipuji
Dipuji karena pintar mengelabuhi
Itu pujian atau caci maki ?
Pantatnya duduk empuk
Mendengar sidang bak cerita dongeng penghantar tidur
Terkantuk-kantuk, diatas kursi mahal uang rakyat
Beberapa pejabat memang hebat
Tapi ada pula yang bejat
Itulah para pejabat
LUDAH YANG KERING

Lihatlah!
masih adakah hati yang terisi?
ketika logika sudah berbau terasi
ketika nurani kian ter erosi
di kilatan hujan pesona yang tak kunjung basi

Lihatlah!
dendang an birokrat dan wakil berdasi
penuh kegiatan sinetron mengejar kursi
kucing justru giat pamer gusi
terbuai di empuknya jok mercy

Lihatlah!
gempita riuhnya demokrasi
menumbuhkan nurani yang semakin membesi
saat rakyat butuh nasi
namun justru di kremasi!

Ah, sudahlah!
ini bukan demokrasi
ini juga bukan mosi
ini hanyalah puisi
dari yang hidup namun sesungguhnya mati!

Anda mungkin juga menyukai