Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH MANAGEMEN PENGELOLAAN OBAT

PENGELOLAAN OBAT DI PUSKESMAS

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2

VIRGO ERI SENDI 2016.01.00.02.004

INDRI SUSTIA RAHMI 2016.01.00.02.0

FEDIRA HERLINDA 2015.01.00.02.0

SILVIA ASMI 2015.01.00.02.0

DOSEN PENGAMPU :

PROGRAM STUDI FARMASI

UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR BUKITTINGGI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena dengan izinya kita masih
diberi kesempatan dalam menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
”Pengelolaan Obat di Puskesmas”. Selain itu tak lupa penulis haturkan shalawat
dan salam atas junjungan Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman.
Adapun maksud penulis makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Magagemen Penelolaan Obat. Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin
dalam menyusun makalah ini dengan memberikan gambaran secara deskriptif
agar mudah di pahami.
Namun penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu, penulis memohon saran dan arahan yang sifatnya
membangun guna kesempurnaan makalah ini..

Bukittinggi, 29 April 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi
serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama
selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu
membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Puskesmas
merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi
sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kerja tertentu.
Puskesmas sebagai salah satu organisasi fungsional pusat pengembangan
masyarakat yang memberikan pelayanan promotif (peningkatan), preventif
(pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan kesehatan).
Manajemen obat di Puskesmas sangatlah penting karena merupakan salah
satu aspek penting.Tujuan manajemen obat adalah tersedianya obat setiap saat
dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan
demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai sebagai proses penggerakan
dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki/potensial yang untuk
dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat
dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien.
Pengelolaan obat di Puskesmas merupakan salah satu aspek penting dari
Puskesmas karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negative
terhadap biaya operasional Puskesmas, karena bahan logistic obat merupakan
salah satu tempat kebocoran anggaran, sedangkan ketersediaan obat setiap saat
menjadi tuntutan pelayanan kesehatan maka pengelolaan yang efesien sangat
menentukan keberhasilan manajemen Puskesmas secara keseluruhan.
Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan
baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan demikian
manajemen obat dapat dipakai sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan
semua sumber daya yang dimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam
rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional
efektif dan efesien.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu obat?
2. Apa itu puskesmas?
3. Bagaimana cara pengelolaan obat di puskesmas?

C. Tujuan Makalah
Setelah terselesaikannya makalah ini, semoga makalah ini dapat memberi
manfaat bagi pembaca dan lebih memahami masalah mengenai
pengelolaaanaan obat demi kesehatan masyarakat di Indonesia.

D. Manfaat Makalah
1. Bagi Pembaca
Menambah dan memperluas wawasan pembaca
2. Bagi Penulis
Mengetahui bagaimana cara pengelolaan obat di puskesmas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Obat
Obat merupakan komponen dasar suatu pelayanan kesehatan. Dengan
pemberian obat, penyakit yang diderita oleh pasien dapat diukur tingkat
kesembuhannya. Selain itu obat merupakan kebutuhan pokok masyarakat, maka
persepsi masyarakat tentang hasil yang diperoleh dari pelayanan kesehatan
adalah menerima obat setelah berkunjung ke sarana kesehatan baik puskesmas,
rumah sakit maupun poliklinik. Obat merupakan komponen utama dalam
intervensi mengatasi masalah kesehatan, maka pengadaan obat dalam
pelayanan kesehatan juga merupakan indikator untuk mengukur tercapainya
efektifitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan.
Menurut Ansel (1989), obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang
dapat dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati dan mencegah
penyakit pada manusia atau hewan. Menurut Tjay dan Rahardja (2003), obat
merupakan semua zat kimiawi, hewani maupun nabati dalam dosis yang layak
menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya.
Dari segi farmakologi obat didefinisikan sebagai substansi yang digunakan
untuk pencegahan dan pengobatan baik pada manusia maupun pada
hewan. Obat merupakan faktor penunjang dalam komponen yang sangat
strategis dalam pelayanan kesehatan.
Upaya pengobatan di puskesmas merupakan segala bentuk kegiatan
pelayanan pengobatan yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan untuk
menghilangkan penyakit dan gejalanya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dengan cara yang khusus untuk keperluan tersebut (Anonim, 1992).
Menurut Anief (2003), obat dibedakan atas 7 golongan yaitu:
1. Obat tradisional yaitu obat yang berasal dari bahan-bahan tumbuh-
tumbuhan, mineral dan sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan
tersebut yang usaha pengobatannya berdasarkan pengalaman.
2. Obat jadi yaitu obat dalam kemasan murni atau campuran dalam bentuk
serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang
mempunyai nama teknis sesuai dengan F.I (Farmakope Indonesia) atau
buku lain.
3. Obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si
pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari
pabrik yang memproduksinya.
4. Obat baru yaitu obat yang terdiri dari zat yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut serta pembantu atau
komponen lain yang belum dikenal sehingga khasiat dan keamanannya.
5. Obat esensial yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang meliputi diagnosa, prifilaksi
terapi dan rehabilitasi.
6. Obat generik berlogo yaitu obat yang tercantum dalam DOEN (Daftar Obat
Esensial Nasional) dan mutunya terjamin karena produksi sesuai dengan
persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan diuji ulang oleh
Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan.
7. Obat wajib apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep
dokter oleh apoteker di apotek.

B. Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu
kecamatan. Puskesmas adalah salah satu organisasi pelayanan kesehatan yang
pada dasarnya adalah organisasi jasa pelayanan umum. Oleh karenanya,
puskesmas sebagai pelayanan masyarakat perlu memiliki karakter mutu
pelayanan prima yang sesuai dengan harapan pasien, selain diharapkan
memberikan pelayanan medis yang bermutu. Ada enam jenis pelayanan tingkat
dasar yang harus dilaksanakan oleh puskesmas yakni, promosi kesehatan,
kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan
lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan pengobatan dasar. Pelayanan
pengobatan dasar di puskesmas, harus ditunjang dengan pelayanan kefarmasian
yang bermutu. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya
(SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta
administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat,
penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan atau penerimaan resep) dengan
memanfaatkan tenaga, dana, sarana, prasarana dan metode tata laksana yang
sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Obat adalah bahan atau
paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia. Ketersediaan dan kualitas obat harus selalu terjaga
sebagai salah satu jaminan terhadap kualitas layanan pengobatan yang
diberikan. Untuk menjaga ketersediaan dankualitas obat di puskesmas maka
perencanaan dan pengadaan harus dikelola dengan baik. Perencanaan
kebutuhan obat merupakan suatu proses memilih jenis dan menetapkan jumlah
perkiraan kebutuhan obat dimana perencanaan merupakan faktor yang sangat
menentukan ketersediaan obat-obatan. Sedangkan pengadaan adalah merupakan
usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional
yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan. Kegiatan perencanaan obat
di puskesmas meliputi pemilihan jenis obat, perhitungan jumlah kebutuhan obat
dan peningkatan efisiensi dana. Sementara itu kegiatan dari proses pengadaa
obat di puskesmas meliputi menyusun daftar permintaan obat-obatan yang
sesuai dengan kebutuhan, pengajuan permintaan kebutuhan obat kepada Dinas
Kesehatan Dati II/Gudang Obat dengan menggunakan formulir Daftar
Permintaan/Penyerahan Obat, serta penerimaan dan pengecekan jenis dan
jumlah obat. Walaupun regulasi tentang pengadaan obat di puskesmas telah
disusun, namun masih ditemukan kejadian “kekosongan obat” di puskesmas.
Suatu penelitian tentang mutu pelayanan farmasi di kota Padang menemukan
bahwa kurang lebih 80% puskesmas melakukan perencanaan kebutuhan obat
belum sesuai denga kebutuhan sesungguhnya, sehingga terdapat stok obat yang
berlebih tapi di lain pihak terdapat stok obat yang kosong. Selain itu,
perencanaan belum mempertimbangkan waktu tunggu, sisa stok, waktu
kekosongan obat serta Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan pola
penyakit. Pengelola obat di puskesmas melakukan permintaan obat dengan
hanya memperhitungkan jumlah pemakaian obat pada periode sebelumnya
ditambah dengan 10-30 %, artinya pengelola obat melakukan permintaan obat
tidak pernah menghitung stok optimum yang menjadi dasar permintaan obat ke
gudang farmasi, sehingga kesinambungan ketersediaan jumlah dan jenis obat di
puskesmas tidak terjamin.

C. Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas


Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan pelaksanaan upaya
kesehatan dari pemerintah, yang berperan dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus
mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat pelayanan
kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan
pelayanan kesehatan masyarakat, pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan dan pusat pemberdayaan masyarakat. Ruang lingkup kegiatan
pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi Pengelolaan Obat dan Bahan
Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik di dukung dengan
adanya sarana prasarana dan sumber daya manusia (Permenkes, 2014).
Manajemen pengelolaan sediaan farmasi di gudang meliputi perencanaan
obat, pengadaan obat, penyimpanan obat dan pendistribusian obat (Afriadi,
2005). Menurut Palupiningtyas (2014) gudang penyimpanan obat di puskesmas
dan rumah sakit di Indonesia diketahui masih kurang untuk memenuhi
persyaratan penyimpanan seperti tidak menggunakan sistem FIFO dan FEFO,
kartu stok yang belum memadai, dan tidak menggunakan sistem penataan
alfabetis.
Pengelolaan obat pada tahap penyimpanan merupakan bagian penting
dalam menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga mutu
obat-obatan, memudahkan pencarian dan pengawasan, menjaga kelangsungan
persediaan, mengurangi resiko kerusakan dan kehilangan, mengoptimalkan
persediaan, serta memberikan informasi kebutuhan obat yang akan datang
(Aditama, 2007).
Kegiatan pengelolaan Obat di Puskemas dan Bahan Medis Habis Pakai
meliputi:
I. Perencanaan Obat
Perencanaan dilakukan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat
danperbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan
pelayanankesehatan dasar. Dalam merencanakan pengadaan obat diawali
dengan kompilasi data yang disampaikan Puskesmas kemudian oleh instalasi
farmasi kabupaten/kota diolah menjadi rencana kebutuhan obat
denganmenggunakan teknik-teknik tertentu. Tahap-tahap yang dilalui dalam
proses perencanaan obat adalah :
a. Tahap pemilihan obat, dimana pemilihan obat didasarkan pada Obat
Generik terutama yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional
(DOEN), dengan harga berpedoman pada penetapan Menteri.
b. Tahap kompilasi pemakaian obat, untuk memperoleh informasi :
1) Pemakaian tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan
kesehatan/puskesmas pertahun.
2) Persentase pemakaian tiap jenis obat terhadap total pemakaian setahun
seluruh unit pelayanan kesehatan/puskesmas.
3) Pemakaian rata-rata untuk setiap jenis obat untuk tingkat
Kabupaten/Kota secara periodik.
c. Tahap perhitungan kebutuhan obat, dilakukan dengan :
1) Metode konsumsi adalah metode yang didasarkan atas analisa data
konsumsi obat tahun sebelumnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah pengumpulan dan pengolahan data5, analisa data untuk
informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan obat6 dan
penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
2) Metode Morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat berdasarkan
pola penyakit. Langkah-langkah perhitungan metode morbiditas
adalah :
a) Menetapkan pola morbiditas penyakit berdasarkan kelompok
umurpenyakit.
b) Menyiapkan data populasi penduduk.
c) Menyediakan data masing-masing penyakit/ tahun untuk seluruh
populasi pada kelompok umur yang ada.
d) Menghitung frekuensi kejadian masing-masing penyakit/ tahun
untuk seluruh populasi pada kelompok umur yang ada.
e) Menghitung jenis, jumlah, dosis, frekuensi dan lama pemberian
obat menggunakan pedoman pengobatan yang ada.
f) Menghitung jumlah yang harus diadakan untuk tahun anggaran
yang akan datang.
d. Tahap proyeksi kebutuhan obat, dengan kegiatan-kegiatan :
1) Menetapkan perkiraan stok akhir periode yang akan datang, dengan
mengalikan waktu tunggu dengan estimasi pemakaian rata-rata/bulan
ditambah stok pengaman.
2) Menghitung perkiraan kebutuhan pengadaan obat periode tahun yang
akan datang.
3) Menghitung perkiraan anggaran untuk total kebutuhan obat dengan
melakukan analisis ABC-VEN, menyusun prioritas kebutuhan dan
penyesuaian kebutuhan dengan anggaran yang tersedia.
4) Pengalokasian kebutuhan obat berdasarkan sumber anggaran dengan
melakukan kegiatan : menetapkan kebutuhan anggaran untuk masing-
masing obat berdasarkan sumber anggaran; menghitung persentase
anggaran masing-masing obat terhadap total anggaran dan semua
sumber.
5) Mengisi lembar kerja perencanaan pengadaan obat, dengan
menggunakan formulir lembar kerja perencanaan pengadaan obat.
e. Tahap penyesuaian rencana pengadaan obat
Dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai jumlah rencana
pengadaan, skala prioritas masing-masing jenis obat dan jumlah kemasan,
untuk rencana pengadaan obat tahun yang akan datang. Beberapa teknik
manajemen untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan dana
dalam perencanaan kebutuhan obat adalah dengan cara :
1) Analisa ABC dilakukan dengan mengelompokkan item obat berdasarkan
kebutuhan dananya yaitu :
a) Kelompok A : kelompok obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 70% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
b) Kelompok B : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 20%.
c) Kelompok C : kelompok jenis obat yang jumlah nilai rencana
pengadaannya menunjukkan penyerapan dana sekitar 10% dari
jumlah dana obat keseluruhan.
2) Analisa VEN dilakukan dengan mengelompokkan obat yang didasarkan
kepada dampak tiap jenis obat pada kesehatan, yaitu :
a) Kelompok V : kelompok obat yang vital antara lain : obat
penyelamat, obat untuk pelayanaan kesehatan pokok, obat untuk
mengatasi penyakit-penyakit penyebab kematian terbesar.
b) Kelompok E : kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat yang
bekerja pada sumber penyebab penyakit.
c) Kelompok N : kelompok obat penunjang yaitu obat yang kerjanya
ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan
atau untuk mengatasi keluhan ringan.

II. Pengadaan
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 94
Tahun 2007 tentang Pengendalian dan Pengawasan Atas Pengadaan dan
Penyaluran Bahan Obat, Obat Spesifik dan Alat Kesehatan yang Berfungsi
Sebagai Obat, Menteri Kesehatan melakukan pengendalian dan pengawasan
dengan :
a. Menunjuk BUMN, BUMD dan/atau Badan Usaha Milik Swasta atau
b. Menugaskan BUMN yang bergerak di bidang farmasi
Penunjukan atau penugasan ini dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 95 Tahun 2007. Dalam ketentuan ini dikenal adanya metoda pemilihan
penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yaitu : metoda pelelangan
umum; metoda pelelangan terbatas; metoda pemilihan langsung; dan metoda
penunjukan langsung. Dan pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat
dan alat kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat merupakan salah
satu jenis kegiatan pengadaan barang/jasa khusus sehingga memenuhi kriteria
untuk dilaksanakan dengan menggunakan metoda penunjukan langsung.
Selain pengaturan menurut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007,
terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar yaitu
:
a. Kriteria obat dan perbekalan kesehatan meliputi kriteria umum dan
persyaratan umum. Kriteria umumnya yaitu obat termasuk dalam daftar
obat pelayanan kesehatan dasar (PKD), obat program kesehatan, obat
generic yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
yang masih berlaku, telah memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari
Depkes/Badan POM, batas kadaluwarsa pada saat diterima oleh panitia
penerimaan minimal 24 (dua puluh empat) bulan kecuali untuk vaksin
dan preparat biologis yang memiliki ketentuan kadaluwarsa tersendiri,
memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan Nomor
Batch masing-masing produk, serta diproduksi oleh Industri Farmasi
yang memiliki sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang
dibutuhkan. Sementara untuk mutu harus sesuai dengan persyaratan
mutu yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir dan
persyaratan lain sesuai peraturan yang berlaku serta adanya pemeriksaan
mutu (Quality Control) oleh industri farmasi selaku penanggung jawab
mutu obat hasil produksinya.

b. Persyaratan pemasok , yaitu :


1) Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang masih berlaku.
2) Harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang memiliki
sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) bagi masing-
masing jenis sediaan obat yang dibutuhkan.
3) Harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan obat.
4) Pemilik dan atau Apoteker/Asisten Apoteker penanggung jawab
Pedagang Besar Farmasi tidak sedang dalam proses pengadilan atau
tindakan yang berkaitan dengan profesi kefarmasian.
5) Mampu menjamin kesinambungan ketersediaan obat sesuai dengan
masa kontrak.
c. Penilaian dokumen data teknis meliputi : kebenaran dan keabsahan Surat
Ijin Edar (Nomor Registrasi) tiap produk yang ditawarkan, terdapat
fotokopi sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang
dilegalisir oleh pejabat yang berwenang dari Industri Farmasi, terdapat
Surat Dukungan dari Industri Farmasi untuk obat yang diproduksi dalam
negeri yang ditandatangani oleh pejabat berwenang dari Industri Farmasi
(asli), terdapat Surat Dukungan dari sole agentuntuk obat yang tidak
diproduksi di dalam negeri yang ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang dari sole agent (asli), terdapat Surat Pernyataan bersedia
menyediakan obat dengan masa kadaluarsa minimal 24 (dua puluh empat)
bulan sejak diterima oleh panitia penerimaan, serta Surat Keterangan
(referensi) pekerjaan dari Instansi Pemerintah/swasta untuk pengadaan
obat.
d. Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat dan perbekalan
kesehatan ditetapkan berdasarkan hasil analisa dari data sisa stok dengan
memperhatikan tingkat kecukupan obat dan perbekalan kesehatan, jumlah
obat yang akan diterima sampai dengan akhir tahun anggaran, kapasitas
sarana penyimpanan, dan waktu tunggu.
e. Pemantauan status pesanan dilakukan berdasarkan system VEN dengan
memperhatikan nama obat, satuan kemasan, jumlah obat diadakan, obat
yang sudah dan belum diterima.
f. Penerimaan dan pemeriksaan obat dan perbekalan kesehatan dilakukan oleh
panitia penerima yang salah satu anggotanya adalah tenaga farmasi.
Pemeriksaan ini dilakukan secara organoleptik, dan khusus untuk
pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan pencatatan terhadap
tanggal kadaluarsa, nomor registrasi dan nomor batch terhadap obat yang
diterima.

III. Permintaan
Permintaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan obat yang
sudah direncanakan dengan mengajukan permintaan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, sesuai peraturan dan kebijakan pemerintah setempat.

IV. Penerimaan
Penerimaan obat adalah kegiatan menerima obat dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang sudah diajukan oleh
puskesmas (Permenkes, 2014). Pada kegiatan penerimaan obat harus menjamin
jumlah, mutu, waktu penyerahan, spesifikasi, kesesuaian jenis dan harga yang
tertera pada pesanan.

V. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengaturan obat agar terhindar dari
kerusakan fisik maupun kimia, agar aman dan mutunya terjamin. Penyimpanan
obat harus mempertimbangkan berbagai hal yaitu bentuk dan jenis sediaan,
mudah atau tidaknya meledak/terbakar, stabilitas, dan narkotika dan
psikotropika disimpan dalam lemari khusus (Permenkes,
2014). Kegiatan penyimpanan obat meliputi:
a. Perencanaan/persiapan dan pengembangan ruang-ruang penyimpanan
(storage space)
b. Penyelenggaraan tata laksana penyimpanan (storage procedure)
c. Perencanaan/penyimpanan dan pengoperasian alat-alat pembantu
d. Pengaturan barang (material handling equipment)
e. Tindakan-tindakan keamanaan dan keselamatan

Tujuan dari penyimpanan obat menurut Warman (2004) yakni :


a. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab
b. Memudahkan pencarian dan pengawasan sediaan
c. Memelihara mutu sediaan farmasi
d. Menjaga ketersediaan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas penyimpanan obat harus
mempertimbangkan hal-hal berikut :
a. Bentuk dan jenis sediaan
b. Stabilitas suhu, cahaya dan kelembaban
c. Mudah atau tidaknya meledak/terbakar
d. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus
Prosedur Sistem Penyimpanan obat menurut Palupiningtyas (2014) yakni :
a. Obat disusun berdasarkan abjad ( alfabetis ), persamaan bentuk (obat
ering atau cair) dan cara pemberian obat (luar, oral, dan suntikan)
b. Penyusunan obat berdasarkan frekuensi penggunaan :
1. FIFO (First In First Out) obat yang datang pertama akan kadaluarsa
lebih awal, maka dari itu obat lama harus diletakkan dan disusun paling
depan dan obat baru diletakkan paling belakang.
2. FEFO (First Expired First Out) obat yang lebih awal kadaluarsa harus
dikeluarkan lebih dahulu.
c. Obat disusun berdasarkan volume
1). Barang yang jumlah sedikit harus diberi perhatian/tanda khusus agar
mudah ditemukan kembali
2). Barang yang jumlahnya banyak ditempatkan sedemikian rupa agar
tidak terpisah, sehingga mudah pengawasan dan penanganannya.

Penyimpanan obat harus diberikan tempat yang layak agar sediaan tidak
mudah rusak, bila sediaan rusak maka akan menurunkan mutu obat dan
memberikan pengaruh buruk pada pengguna obat. Menurut Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) ketentuan mengenai sarana
penyimpanan obat antara lain :
a. Gudang atau tempat penyimpanan
Luas gudang penyimpanan (minimal 3 x 4 m2), ruangan harus kering
tidak lembab. Terdapat ventilasi agar cahaya dapat masuk dan terjadi
perputaran udara hingga ruangan tidak lembab ataupun panas. Lantai harus di
tegel/semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran, jangan
ada lantai yang bersudut dan sebisa mungkin dinding gudang dibuat licin agar
debu tidak menempel. Lemari untuk narkotika dan psikotropika harus selalu
terkunci dan memiliki kunci ganda. Sebaiknya gudang penyimpanan sediaan
diberi pengukur suhu ruangan.
b. Kondisi Penyimpanan
Untuk menghindari udara lembab maka perlu dilakukan :
1. Terdapat ventilasi pada ruangan atau jendela dibuka
2. Pasang kipas angin atau AC, dikarenakan semakin panas udara di
dalam ruanagan maka semakin lembab ruangan tersebut
3. Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet/kapsul
4. Jangan sampai terdapat kebocoran pada atap

Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran sediaan obat di


gudang, Oktarina(2005) membagi 3 tipe sistem tata ruang penyimpanan obat
sistem arah garis lurus, arus U, dan arus L
a. Arah garis lurus
Menggunakan sistem ini proses pengambilan dan penyimpanan barang
relatif cepat. Sediaan yang lama keluar akan disimpan berjauhan dengan pintu
keluar, sedangkan barang yang cepat keluar/sering dibutuhkan akan diletakkan
di dekat pintu keluar agar mudah dalam pengambilannya.
b. Arus U
Sistem pengambilan dan penyimpanan dengan arus U, apabila posisi
gudang berkelok-kelok maka barang yang lama keluar akan diletakkan di dekat
pintu penerimaan barang, sedangkan untuk barang yang cepat keluar diletakkan
di dekat pintu keluar
c. Arus L
Lokasi gudang dengan tipe arus L tidak berbelok-belok dan
pengambilan mudah terjangkau. Barang yang sering dibutuhkan/cepat keluar
harus diletakkan didekat pintu keluar, sedangkan untuk barang yang lama
pengeluarannya diletakkan dekat pintu masuk Indikator penyimpanan obat
bertujuan untuk meningkatkan efisiensi obat, mempertahankan kualitas obat,
mengoptimalkan manajemen persediaan serta memberikan informasi kebutuhan
obat yang akan datang (Quick et al, 1997).
Indikator penyimpanan obat terbagi sebagai berikut (Pudjaningsih,
1996) :
1) Persentase kecocokan antara barang dan stok komputer atau kartu stok
2) Turn Over Ratio (TOR)
3) Sistem penataan gudang
4) Persentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak
5) Persentase stok mati
6) Persentase nilai stok akhir obat
5. Pendistribusian

Pendistribusian adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat secara


teratur dan merata untuk memenuhi kebutuhan sub unit farmasi puskesmas
dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat. Sistem distribusi yang baik
harus : menjamin kesinambungan penyaluran/penyerahan, mempertahankan
mutu, meminimalkan kehilangan, kerusakan, dan kadaluarasa, menjaga
tetelitian pencatatan, menggunakan metode distribusi yang efisien, dengan
memperhatikan peraturan perundangan dan ketentuan lain yang berlaku,
menggunakan sistem informasi manajemen.

VI. Pengendalian
Menurut Kemenkes (2011) pengendalian merupakan kegiatan untuk
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan program yang sudah
ditetapkan agar tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di
puskesmas. Pengendalian persediaan adalah upaya untuk mempertahankan
persediaan pada waktu tertentu dengan mengendalikan arus barang yang masuk
melalui peraturan sistem pesanan/pengadaan (schedule inventory dan perpetual
inventory), penyimpanan dan pengeluaran untuk memastikan persediaan efektif
dan efisiensi atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan,
kerusakan, kedaluarsa dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan
farmasi (Wirawan, 2015).
VII. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan
penatalaksanaan obat secara tertib, yang diterima, disimpan, didistribusikan,
dan digunakan di puskesmas. Adapun tujuan dari pencatatan, pelaporan,
pengarsipan yaitu bukti pengelolaan telah dilakukan, sumber data untuk
pembuatan laporan, sumber data unutk melakukan pengaturan dan
pengendalian. Kegiatan pencatatan dan
pelaporan meliputi :
a. Pencatatan Penerimaan Obat
1) Formulir Penerimaan Obat
Merupakan dokumen pencatatan mengenai datangnya obat
berdasarkan pemberitahuan dari panitia pembelian
2) Buku harian penerimaan barang Dokumen yang memuat catatan
mengenai data obat/dokumen obat harian
b. Pencatatan Penyimpanan
Kartu persediaan obat/barang
c. Pencatatan Pengeluaran
1) Buku harian pengeluaran barang
Dokumen yang memuat catatan pengeluaran baik tentang data obat,
maupun dokumen catatan obat
d. Pelaporan
1) Laporan mutasi barang
Laporan berkala mengenai mutasi barang dilakukan triwulan,
persemester ataupun pertahun.

VIII. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat


Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dilakukan secara periodik
bertujuan untuk memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan obat,
mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan obat
agar tetap menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan, dan memberikan
penilaian terhadap tercapainya kinerja pengelolaan.

IX. Indikator Fungsi – Fungsi Pengelolaan Obat


Indikator digunakan untuk mengukur sampai seberapa jauh tujuan atau
sasaran telah berhasil dicapai. Kegunaan lain indikator adalah sebagai
penetapan prioritas, pengambilan tindakan dan untuk pengujian strategi dari
sasaran yang ditetapkan. Hasil pengujian tersebut dapat digunakan sebagai
penentu kebijakan untuk meninjau kembali strategi atau sasaran yang lebih
tepat. Menurut Pudjaningsih (1996), indikator merupakan alat ukur yang dapat
digunakan untuk monitoring, evaluasi, dan mengubah atau meningkatkan mutu
pengelolaan obat. Indikator bukan merupakan alat ukur yang langsung terhadap
kualitas pengelolaan, tetapi cenderung sebagai suatu alat yang hanya menilai
situasi khusus tertentu saja yang memerlukan suatu analisis sendiri.
Berikut indikator yang digunakan untuk mengukur efisiensi pengelolaan
obat (Pudjaningsih, 1996).
a. Tahap Perencanaan
1) Macam Indikator :
a) Perencanaan dana yang tersedia dengan keseluruhan dana
yang sesungguhnya dibutuhkan, tujuannya untuk
Mengetahui seberapa jauh persediaan dana. Perhitungannya
dengan persamaan X= kebutuhan berdasar metode konsumsi,
epidemiologi. Y = dana yang tersedia. Z = Y/X x 100%
b) Perbandingan antara jumlah item yang ada dalam perencanaan
dengan jumlah item obat dalam kenyataan, tujuannya untuk
mengetahui seberapa jauh ketepatan perkiraan dalam
perencanaan. Perhitungannya dengan persamaan X = jumlah
item obat dalam kenyataan. Y = jumlah item obat dalam
perencanaan Z = Y/X x 100%
b. Tahap Pengadaan
1) Macam Indikator :
a) Frekuensi pengadaan tiap item obat, tujuannya untuk
mengetahui berapa kali obat tersebut dipesan tiap bulannya.
Perhitungannya dengan mengambil 100 kartu stok obat
berdasarkan kendali diketahui berapa kali obat dipesan tiap
tahun.
b) Frekuensi kesalahan faktur, tujuannya untuk mengetahui
berapa kali petugas melakukan kesalahan. Perhitungannya
dengan mengambil 100 lembar SP, lalu cocokkan dengan nota
faktur.
c) Frekuensi tertundanya pembayaran terhadap waktu yang
disepakati, tujuannya untuk mengetahui kualitas pembayaran
rumah sakit. Perhitungannya dengan mengambil daftar
hutang, cocokkan dengan daftar pembayaran.
c. Tahap Penyimpanan
1) Macam Indikator :
a) Kecocokan antara barang dan kartu stok, tujuannya untuk
mengetahui ketelitian petugas. Perhitungannya dengan
mengambil 100 kartu stok obat (A), cocokkan dengan barang
yang ada (B), teliti apakah A=B, atau A≠B
b) Turn Over Ratio, tujuannya untuk mengetahui berapa kali
perputaran modal dalam satu tahun. Perhitungannya dengan
HPP satu tahun (A), nilai persediaan rata-rata (B), TOR =
A/B
c) Sistem Penataan Gudang, tujuannya untuk menilai sistem
penataan obat di gudang, standarnya adalah FIFO dan FEFO.
Perhitungannya dengan mengambil 100 kartu stok, cocokkan
dengan keadaan barang dalam no batch dan kadaluarsa dan
tanggal pembelian
d) Persentase nilai obat yang kadaluarsa dan atau rusak,
tujuannya untuk mengetahui besarnya kerugian.
Perhitungannya dari catatan obat yang ED dalam satu tahun,
Hitung nilainya = X, nilai stok opname = Y, nilai kerugian =
X/Y x 100%
e) Persentase stok mati, tujuannya untuk mengetahui item obat
selama tiga bulan tidak terpakai. Perhitungannya dengan
Jumlah item obat selama tiga bulan tidak terpakai (X),
jumlah item obat yang ada stoknya (Y), Z = X/Y x 100%
f) Persentase nilai akhir stok obat, tujuannya untuk mengetahui
nilai akhir stok obat. Perhitungannya dengan Nilai persediaan
stok akhir (X), nilai total persediaan (Y). Z=X/Y x 100%
d. Tahap Penggunaan Obat
1) Macam Indikator :
a) Jumlah item obat per lembar resep, tujuannya untuk
mengukur derajat polifarmasi. Perhitungannya dengan
mengambil 100 lembar resep tiap bulan (Y), jumlah obat
yang diperoleh dari 100 lembar resep (X), rata-rata = X/Y
b) Persentase penulisan resep dengan obat generik, tujuannya
untuk mengukur kecenderungan dalam meresepkan obat
generik. Perhitungannya dengan mengambil 100 lembar
resep tiap bulan. Hitung jumlah obat generik (X) dari 100
resep, jumlah total obat (Y). Z = X/Y x 100%
c) Persentase penulisan resep dengan antibiotik, tujuannya untuk
mengukur penggunaan antibiotik. Perhitungannya dengan
mengambil 100 lembar resep tiap bulan. Jumlah resep yang
dengan antibiotik (X), jumlah total obat 100 lembar resep
(Y). Z = X/Y x 100%
d) Persentase penulisan resep dengan injeksi, tujuannya untuk
mengukur penggunaan injeksi. Perhitungannya dengan
mengambil 100 lembar resep tiap bulan. Jumlah resep yang
mendapatkan injeksi (X), jumlah total obat 100 lembar resep
(Y). Z = X/Y x 100%
e) Persentase penulisan resep dengan vitamin, tujuannya untuk
mengukur penggunaan vitamin. Perhitungannya dengan
mengambil 100 lembar resep tiap bulan. Jumlah resep yang
mendapatkan vitamin (X), jumlah total obat 100 lembar
resep (Y). Z = X/Y x 100%
f) Persentase penulisan resep sesuai dengan formularium,
tujuannya untuk mengukur derajat kepatuhan dokter
terhadap formularium. Perhitungannya dengan mengambil
100 lembar resep tiap bulan. Jumlah total pada lembar resep
(X), jumlah total sesuai FRS (Y). Z = X/Y x 100%.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Obat merupakan komponen utama dalam intervensi mengatasi masalah
kesehatan, maka pengadaan obat dalam pelayanan kesehatan juga merupakan
indikator untuk mengukur tercapainya efektifitas dan keadilan dalam pelayanan
kesehatan.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja.
Perencanaan dan pengadaan obat dilakukan untuk menetapkan jenis dan
jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan dasar.

B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jika terdapat
kesalahan pada makalah ini mohon dimaklumi dan kami sangat mengharapkan
saran atau kritikan demi perbaikan makalah kami ke depannya. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama Tjandra Y., 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Penerbit


Universitas Indonesia. Jakarta

Afriadi, 2005, Evaluasi Manajemen Obat di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan


Kabupaten Lampung Tengah Tesis, M.Sc. Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Athijah, Umi, dkk. 2010. Perencanaan dan Pengadaan Obat di Puskesmas


Surabaya Timur dan Selatan. Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 1
Januari 2010: 15 -23. (Diambil pada tanggal 23 Juni 2013).

Kemenkes RI, 2011, Modul Penggunaan Obat Rasional, Bina Pelayanan


Kefarmasian, Jakarta.

Palupiningtyas Retno., 2014, Analisis Sistem Penyimpanan di Gudang Farmasi


Rumah Sakit Mulya Tangerang Tahun 2014, Skripsi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 30 Tahun 2014 Tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas

Pudjaningsih, D., 1996, Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat


di Farmasi Rumah Sakit , Tesis, Fakultas Farmasi Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Warman, John. 2004, Manajemen Pergudangan. Pustaka Sinar Harapan,


Jakarta.

Wirawan. (2015). Manajemen Sumber Daya Manusia Indonesia. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai