Makalah Managemen Pengelolaan Obat
Makalah Managemen Pengelolaan Obat
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
DOSEN PENGAMPU :
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena dengan izinya kita masih
diberi kesempatan dalam menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
”Pengelolaan Obat di Puskesmas”. Selain itu tak lupa penulis haturkan shalawat
dan salam atas junjungan Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat serta para pengikutnya sampai akhir zaman.
Adapun maksud penulis makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah
Magagemen Penelolaan Obat. Penyusun telah berusaha semaksimal mungkin
dalam menyusun makalah ini dengan memberikan gambaran secara deskriptif
agar mudah di pahami.
Namun penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu, penulis memohon saran dan arahan yang sifatnya
membangun guna kesempurnaan makalah ini..
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi
serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu komponen utama
selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomi.
Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan hal tersebut yaitu
membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS). Puskesmas
merupakan unit organisasi pelayanan kesehatan terdepan yang mempunyai misi
sebagai pusat pengembangan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu untuk masyarakat yang tinggal di suatu wilayah kerja tertentu.
Puskesmas sebagai salah satu organisasi fungsional pusat pengembangan
masyarakat yang memberikan pelayanan promotif (peningkatan), preventif
(pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif (pemulihan kesehatan).
Manajemen obat di Puskesmas sangatlah penting karena merupakan salah
satu aspek penting.Tujuan manajemen obat adalah tersedianya obat setiap saat
dibutuhkan baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan
demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai sebagai proses penggerakan
dan pemberdayaan semua sumber daya yang dimiliki/potensial yang untuk
dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat
dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien.
Pengelolaan obat di Puskesmas merupakan salah satu aspek penting dari
Puskesmas karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negative
terhadap biaya operasional Puskesmas, karena bahan logistic obat merupakan
salah satu tempat kebocoran anggaran, sedangkan ketersediaan obat setiap saat
menjadi tuntutan pelayanan kesehatan maka pengelolaan yang efesien sangat
menentukan keberhasilan manajemen Puskesmas secara keseluruhan.
Tujuan pengelolaan obat adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan
baik mengenai jenis, jumlah maupun kualitas secara efesien, dengan demikian
manajemen obat dapat dipakai sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan
semua sumber daya yang dimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam
rangka mewujudkan ketersediaan obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional
efektif dan efesien.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu obat?
2. Apa itu puskesmas?
3. Bagaimana cara pengelolaan obat di puskesmas?
C. Tujuan Makalah
Setelah terselesaikannya makalah ini, semoga makalah ini dapat memberi
manfaat bagi pembaca dan lebih memahami masalah mengenai
pengelolaaanaan obat demi kesehatan masyarakat di Indonesia.
D. Manfaat Makalah
1. Bagi Pembaca
Menambah dan memperluas wawasan pembaca
2. Bagi Penulis
Mengetahui bagaimana cara pengelolaan obat di puskesmas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Obat
Obat merupakan komponen dasar suatu pelayanan kesehatan. Dengan
pemberian obat, penyakit yang diderita oleh pasien dapat diukur tingkat
kesembuhannya. Selain itu obat merupakan kebutuhan pokok masyarakat, maka
persepsi masyarakat tentang hasil yang diperoleh dari pelayanan kesehatan
adalah menerima obat setelah berkunjung ke sarana kesehatan baik puskesmas,
rumah sakit maupun poliklinik. Obat merupakan komponen utama dalam
intervensi mengatasi masalah kesehatan, maka pengadaan obat dalam
pelayanan kesehatan juga merupakan indikator untuk mengukur tercapainya
efektifitas dan keadilan dalam pelayanan kesehatan.
Menurut Ansel (1989), obat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang
dapat dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati dan mencegah
penyakit pada manusia atau hewan. Menurut Tjay dan Rahardja (2003), obat
merupakan semua zat kimiawi, hewani maupun nabati dalam dosis yang layak
menyembuhkan, meringankan atau mencegah penyakit berikut gejalanya.
Dari segi farmakologi obat didefinisikan sebagai substansi yang digunakan
untuk pencegahan dan pengobatan baik pada manusia maupun pada
hewan. Obat merupakan faktor penunjang dalam komponen yang sangat
strategis dalam pelayanan kesehatan.
Upaya pengobatan di puskesmas merupakan segala bentuk kegiatan
pelayanan pengobatan yang diberikan kepada seseorang dengan tujuan untuk
menghilangkan penyakit dan gejalanya yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dengan cara yang khusus untuk keperluan tersebut (Anonim, 1992).
Menurut Anief (2003), obat dibedakan atas 7 golongan yaitu:
1. Obat tradisional yaitu obat yang berasal dari bahan-bahan tumbuh-
tumbuhan, mineral dan sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan
tersebut yang usaha pengobatannya berdasarkan pengalaman.
2. Obat jadi yaitu obat dalam kemasan murni atau campuran dalam bentuk
serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria atau bentuk lain yang
mempunyai nama teknis sesuai dengan F.I (Farmakope Indonesia) atau
buku lain.
3. Obat paten yaitu obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si
pembuat atau yang dikuasakannya dan dijual dalam bungkus asli dari
pabrik yang memproduksinya.
4. Obat baru yaitu obat yang terdiri dari zat yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat misalnya lapisan, pengisi, pelarut serta pembantu atau
komponen lain yang belum dikenal sehingga khasiat dan keamanannya.
5. Obat esensial yaitu obat yang paling dibutuhkan untuk pelaksanaan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat yang meliputi diagnosa, prifilaksi
terapi dan rehabilitasi.
6. Obat generik berlogo yaitu obat yang tercantum dalam DOEN (Daftar Obat
Esensial Nasional) dan mutunya terjamin karena produksi sesuai dengan
persyaratan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan diuji ulang oleh
Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan.
7. Obat wajib apotek yaitu obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep
dokter oleh apoteker di apotek.
B. Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Secara nasional standar wilayah kerja puskesmas adalah satu
kecamatan. Puskesmas adalah salah satu organisasi pelayanan kesehatan yang
pada dasarnya adalah organisasi jasa pelayanan umum. Oleh karenanya,
puskesmas sebagai pelayanan masyarakat perlu memiliki karakter mutu
pelayanan prima yang sesuai dengan harapan pasien, selain diharapkan
memberikan pelayanan medis yang bermutu. Ada enam jenis pelayanan tingkat
dasar yang harus dilaksanakan oleh puskesmas yakni, promosi kesehatan,
kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan
lingkungan, pemberantasan penyakit menular dan pengobatan dasar. Pelayanan
pengobatan dasar di puskesmas, harus ditunjang dengan pelayanan kefarmasian
yang bermutu. Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya
(SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta
administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat,
penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan atau penerimaan resep) dengan
memanfaatkan tenaga, dana, sarana, prasarana dan metode tata laksana yang
sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Obat adalah bahan atau
paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia. Ketersediaan dan kualitas obat harus selalu terjaga
sebagai salah satu jaminan terhadap kualitas layanan pengobatan yang
diberikan. Untuk menjaga ketersediaan dankualitas obat di puskesmas maka
perencanaan dan pengadaan harus dikelola dengan baik. Perencanaan
kebutuhan obat merupakan suatu proses memilih jenis dan menetapkan jumlah
perkiraan kebutuhan obat dimana perencanaan merupakan faktor yang sangat
menentukan ketersediaan obat-obatan. Sedangkan pengadaan adalah merupakan
usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan untuk memenuhi kebutuhan operasional
yang telah ditetapkan di dalam fungsi perencanaan. Kegiatan perencanaan obat
di puskesmas meliputi pemilihan jenis obat, perhitungan jumlah kebutuhan obat
dan peningkatan efisiensi dana. Sementara itu kegiatan dari proses pengadaa
obat di puskesmas meliputi menyusun daftar permintaan obat-obatan yang
sesuai dengan kebutuhan, pengajuan permintaan kebutuhan obat kepada Dinas
Kesehatan Dati II/Gudang Obat dengan menggunakan formulir Daftar
Permintaan/Penyerahan Obat, serta penerimaan dan pengecekan jenis dan
jumlah obat. Walaupun regulasi tentang pengadaan obat di puskesmas telah
disusun, namun masih ditemukan kejadian “kekosongan obat” di puskesmas.
Suatu penelitian tentang mutu pelayanan farmasi di kota Padang menemukan
bahwa kurang lebih 80% puskesmas melakukan perencanaan kebutuhan obat
belum sesuai denga kebutuhan sesungguhnya, sehingga terdapat stok obat yang
berlebih tapi di lain pihak terdapat stok obat yang kosong. Selain itu,
perencanaan belum mempertimbangkan waktu tunggu, sisa stok, waktu
kekosongan obat serta Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan pola
penyakit. Pengelola obat di puskesmas melakukan permintaan obat dengan
hanya memperhitungkan jumlah pemakaian obat pada periode sebelumnya
ditambah dengan 10-30 %, artinya pengelola obat melakukan permintaan obat
tidak pernah menghitung stok optimum yang menjadi dasar permintaan obat ke
gudang farmasi, sehingga kesinambungan ketersediaan jumlah dan jenis obat di
puskesmas tidak terjamin.
II. Pengadaan
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 94
Tahun 2007 tentang Pengendalian dan Pengawasan Atas Pengadaan dan
Penyaluran Bahan Obat, Obat Spesifik dan Alat Kesehatan yang Berfungsi
Sebagai Obat, Menteri Kesehatan melakukan pengendalian dan pengawasan
dengan :
a. Menunjuk BUMN, BUMD dan/atau Badan Usaha Milik Swasta atau
b. Menugaskan BUMN yang bergerak di bidang farmasi
Penunjukan atau penugasan ini dilakukan berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden
Nomor 95 Tahun 2007. Dalam ketentuan ini dikenal adanya metoda pemilihan
penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yaitu : metoda pelelangan
umum; metoda pelelangan terbatas; metoda pemilihan langsung; dan metoda
penunjukan langsung. Dan pekerjaan pengadaan dan distribusi bahan obat, obat
dan alat kesehatan dalam rangka menjamin ketersediaan obat merupakan salah
satu jenis kegiatan pengadaan barang/jasa khusus sehingga memenuhi kriteria
untuk dilaksanakan dengan menggunakan metoda penunjukan langsung.
Selain pengaturan menurut Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2007,
terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan obat dan perbekalan
kesehatan sebagaimana disebutkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor : 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan
Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar yaitu
:
a. Kriteria obat dan perbekalan kesehatan meliputi kriteria umum dan
persyaratan umum. Kriteria umumnya yaitu obat termasuk dalam daftar
obat pelayanan kesehatan dasar (PKD), obat program kesehatan, obat
generic yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
yang masih berlaku, telah memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari
Depkes/Badan POM, batas kadaluwarsa pada saat diterima oleh panitia
penerimaan minimal 24 (dua puluh empat) bulan kecuali untuk vaksin
dan preparat biologis yang memiliki ketentuan kadaluwarsa tersendiri,
memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai dengan Nomor
Batch masing-masing produk, serta diproduksi oleh Industri Farmasi
yang memiliki sertifikat CPOB untuk masing-masing jenis sediaan yang
dibutuhkan. Sementara untuk mutu harus sesuai dengan persyaratan
mutu yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir dan
persyaratan lain sesuai peraturan yang berlaku serta adanya pemeriksaan
mutu (Quality Control) oleh industri farmasi selaku penanggung jawab
mutu obat hasil produksinya.
III. Permintaan
Permintaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan obat yang
sudah direncanakan dengan mengajukan permintaan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, sesuai peraturan dan kebijakan pemerintah setempat.
IV. Penerimaan
Penerimaan obat adalah kegiatan menerima obat dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang sudah diajukan oleh
puskesmas (Permenkes, 2014). Pada kegiatan penerimaan obat harus menjamin
jumlah, mutu, waktu penyerahan, spesifikasi, kesesuaian jenis dan harga yang
tertera pada pesanan.
V. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengaturan obat agar terhindar dari
kerusakan fisik maupun kimia, agar aman dan mutunya terjamin. Penyimpanan
obat harus mempertimbangkan berbagai hal yaitu bentuk dan jenis sediaan,
mudah atau tidaknya meledak/terbakar, stabilitas, dan narkotika dan
psikotropika disimpan dalam lemari khusus (Permenkes,
2014). Kegiatan penyimpanan obat meliputi:
a. Perencanaan/persiapan dan pengembangan ruang-ruang penyimpanan
(storage space)
b. Penyelenggaraan tata laksana penyimpanan (storage procedure)
c. Perencanaan/penyimpanan dan pengoperasian alat-alat pembantu
d. Pengaturan barang (material handling equipment)
e. Tindakan-tindakan keamanaan dan keselamatan
Penyimpanan obat harus diberikan tempat yang layak agar sediaan tidak
mudah rusak, bila sediaan rusak maka akan menurunkan mutu obat dan
memberikan pengaruh buruk pada pengguna obat. Menurut Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) ketentuan mengenai sarana
penyimpanan obat antara lain :
a. Gudang atau tempat penyimpanan
Luas gudang penyimpanan (minimal 3 x 4 m2), ruangan harus kering
tidak lembab. Terdapat ventilasi agar cahaya dapat masuk dan terjadi
perputaran udara hingga ruangan tidak lembab ataupun panas. Lantai harus di
tegel/semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran, jangan
ada lantai yang bersudut dan sebisa mungkin dinding gudang dibuat licin agar
debu tidak menempel. Lemari untuk narkotika dan psikotropika harus selalu
terkunci dan memiliki kunci ganda. Sebaiknya gudang penyimpanan sediaan
diberi pengukur suhu ruangan.
b. Kondisi Penyimpanan
Untuk menghindari udara lembab maka perlu dilakukan :
1. Terdapat ventilasi pada ruangan atau jendela dibuka
2. Pasang kipas angin atau AC, dikarenakan semakin panas udara di
dalam ruanagan maka semakin lembab ruangan tersebut
3. Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet/kapsul
4. Jangan sampai terdapat kebocoran pada atap
VI. Pengendalian
Menurut Kemenkes (2011) pengendalian merupakan kegiatan untuk
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan program yang sudah
ditetapkan agar tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di
puskesmas. Pengendalian persediaan adalah upaya untuk mempertahankan
persediaan pada waktu tertentu dengan mengendalikan arus barang yang masuk
melalui peraturan sistem pesanan/pengadaan (schedule inventory dan perpetual
inventory), penyimpanan dan pengeluaran untuk memastikan persediaan efektif
dan efisiensi atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan,
kerusakan, kedaluarsa dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan
farmasi (Wirawan, 2015).
VII. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan
Pencatatan, pelaporan, pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan
penatalaksanaan obat secara tertib, yang diterima, disimpan, didistribusikan,
dan digunakan di puskesmas. Adapun tujuan dari pencatatan, pelaporan,
pengarsipan yaitu bukti pengelolaan telah dilakukan, sumber data untuk
pembuatan laporan, sumber data unutk melakukan pengaturan dan
pengendalian. Kegiatan pencatatan dan
pelaporan meliputi :
a. Pencatatan Penerimaan Obat
1) Formulir Penerimaan Obat
Merupakan dokumen pencatatan mengenai datangnya obat
berdasarkan pemberitahuan dari panitia pembelian
2) Buku harian penerimaan barang Dokumen yang memuat catatan
mengenai data obat/dokumen obat harian
b. Pencatatan Penyimpanan
Kartu persediaan obat/barang
c. Pencatatan Pengeluaran
1) Buku harian pengeluaran barang
Dokumen yang memuat catatan pengeluaran baik tentang data obat,
maupun dokumen catatan obat
d. Pelaporan
1) Laporan mutasi barang
Laporan berkala mengenai mutasi barang dilakukan triwulan,
persemester ataupun pertahun.
A. Kesimpulan
Obat merupakan komponen utama dalam intervensi mengatasi masalah
kesehatan, maka pengadaan obat dalam pelayanan kesehatan juga merupakan
indikator untuk mengukur tercapainya efektifitas dan keadilan dalam pelayanan
kesehatan.
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja.
Perencanaan dan pengadaan obat dilakukan untuk menetapkan jenis dan
jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang tepat sesuai dengan kebutuhan
pelayanan kesehatan dasar.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jika terdapat
kesalahan pada makalah ini mohon dimaklumi dan kami sangat mengharapkan
saran atau kritikan demi perbaikan makalah kami ke depannya. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA