KABUPATEN SEMARANG
NOMOR : 445 / III/ 4. 20/ X/ 2018
TENTANG
PEMBENTUKAN TIM MANAJEMEN NYERI
Menetapkan :
KESATU : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Ungaran
Tentang Pembentukan Tim Manajemen Nyeri Rumah Sakit Umum
Daerah Ungaran.
Ditetapkan di Ungaran
Pada tanggal 10 – 10- 2018
SETYA PINARDI
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
DAERAHUNGARAN
NOMOR 445 / III /04.20 / X / 2018
TENTANG
PEMBENTUKAN TIM MANAJEMEN NYERI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNGARAN
KETUA TIM
Diyah Sari T., AMK Bambang Suyitno, SKep Is Sri Sukowati, AMK
ANGGOTA ANGGOTA ANGGOTA
ANGGOTA
Ditetapkan di Ungaran
Pada tanggal 10 – 10- 2018
SETYA PINARDI
LAMPIRAN II
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM
DAERAHUNGARAN
NOMOR 445 / III /04.20 / X / 2018
TENTANG
PEMBENTUKAN TIM MANAJEMEN NYERI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNGARAN
Dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas dari pelayanan pasien maka
perlu disusun suatu kelompok kerja atau tim yang menilai, mengawasi dan
meningkatkan kualitas pelayanan manajemen nyeri.
Jadi tim manajemen nyeri adalah "Tim yang terdiri dari tenaga kesehatan yang
terlibat di dalam pelayanan kesehatan, dalam rangka membantu komite medis
agar penyelenggaraan pelayanan pasien berkualiatas".
Dari penjelasan di atas dapat dijelaskan bahwa tim manajemen nyeri dibentuk
oleh Komite Medis.
4) Tim juga dapat menilai kasus pasien yang di rawat inap, rawat jalan serta
secara rutin pada pasien IGD dan secara khusus melakukan penilaian pada
pasien yang berada di perawatan intensive.
1) Unit Rekam Medis, Unit Rawat Jalan, Unit Rawat Inap, Unit Gawat Darurat
dan unit lain yang terkait, bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan Tim
manajemen nyeri sesuai dengan batas wewenang dan tanggung jawabnya.
3) Ka. Unit manajemen nyeri dan unit - unit yang terkait dengan pelaksanaan
kegiatan manajemen nyeri, bertanggung jawab dan mengkoordinasikan
bawahannya masing - masing serta memberikan petunjuk bagi pelaksanaan
bagi petugas bawahannya.
4) Ka. Unit manajemen nyeri dan unit - unit lain yang terkait dengan
pelaksanaaan kegiatan manajemen nyeri, wajib mengikuti dan memenuhi
petunjuk dan tanggung jawab kepada atasan masing - masing dan
menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.
5) Dalam melaksanakan tugasnya Ka. Tim manajemen nyeri dan unit - unit
lain yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan manajemen nyeri, dalam
rangka pembinaan dan pemberian bimbingan wajib mengadakan rapat berkala
baik antar petugas manajemen nyeri, maupun antar pimpinan unit - unit lain
yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan manajemen nyeri di Rumah Sakit.
Ditetapkan di Ungaran
Pada tanggal 10 – 10- 2018
SETYA PINARDI
Lampiran IV : Penatalaksanaan Nyeri
1. Standar WHO 1986
Adjuvant : obat-obatan yang diberikan untuk mengatasi adversed reaction
dari opioid atau anti nyeri tambahan untuk meningkatkan efek analgesia.
Secara farmakologis bukan analgesik murni.
2. Apabila setelah dilakukan 3 langkah tersebut, nyeri masih ada (terutama
pada kasus kanker), dapat dipertimbangkan untuk melakukan langkah
ke-4, yaitu tindakan intervensional :
a. Blok (somatik, simpatetik)
b. Spinal medication
c. Spinal cords stimulation
d. Bedah
Cara penatalaksanaan nyeri kronik menggunakan analgesik opioid :
1. Pasien dan keluarga harus diedukasi mengenai :
a. Efek adiksi narkotik
b. Toleransi
c. Ketergantungan fisik
d. Efek samping lain yang mungkin terjadi
2. Peresepan analgetik opioid dan adjuvan psikotropika harus dilakukan sesuai
prosedur peresepan narkotika dan psikotropika
3. Apabila terdapat pertanyaan atau keluhan selama mendapat penatalaksanaan
nyeri kronik di rawat jalan, pasien harus segera menghubungi UGD Rumah
Sakit Pertamina bintang amin di 0721273601 atau kontrol langsung ke
Rumah Sakit untuk dievaluasi ulang oleh DPJP.
I. Privacy
Setiap pasien yang dilakukan penatalaksanaan nyeri wajib dilindungi privacy-
nya sesuai standar prosedur operasional.
II. Risiko yang dihadapi
Setiap petugas yang melakukan penatalaksanaan nyeri mewaspadai terhadap
risiko yang mungkin terjadi, antara lain :
a. Syok neurogenik
b. Syok anapilaktik
III. Monitoring Pasien
Pengkajian Ulang Nyeri :
1. Perawat melakukan penilaian ulang nyeri pada keadaan sebagai berikut :
a. Pasien yang berpotensi mengalami nyeri (pasien pasca operasi, pasien
Onkologi, pasien dengan nyeri kronik): sedikitnya setiap 2 jam pada 24
jam pertama, kemudian setiap 4 jam pada 24 jam berikutnya.
b. Dalam waktu 15-30 menit setelah intervensi penanganan nyeri dengan
obat intravena, 60-120 menit setelah intervensi melalui jalur oral atau
intramuskular.
c. Dapat lebih sering apabila rasa nyeri tidak teratasi
d. Bila nyeri telah teratasi, kembali dilakukan setiap shift perawat
e. Untuk rawat jalan, penilaian ulang dilakukan apabila diperlukan sesuai
dengan proses kunjungan pasien (misalnya apabila terjadi perubahan
terapi atau dilakukan tindakan rawat jalan)
2. Pada penilaian ulang nyeri dikaji:
a. Ada/ tidaknya nyeri
b. Intensitas nyeri
c. Lokasi nyeri, bila berubah
d. Kualitas nyeri, bila berubah
e. Onset nyeri, lama nyeri, variasi, dan pola nyeri, bila berubah
f. Efek samping obat nyeri yang diberikan
g. Pemeriksaan fisik berkaitan dengan lokasi nyeri
3. Hal-hal yang perlu segera dilaporkan ke dokter penanggung jawab pasien
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri yang tidak terkontrol, tidak dapat diatasi
b. Intervensi nyeri yang tidak mencapai tujuan penanganan nyeri dalam
jangka waktu yang sesuai dengan intervensi
c. Nyeri baru atau nyeri yang memberat
d. Efek samping pengobatan nyeri, termasuk namun tidak terbatas pada:
depresi napas, sesak napas, perubahan status mental, mioklonus, mual
dan muntah yang tidak teratasi, retensi
e. Sensorik/ motorik
Obat pilihan untuk nyeri kronik dan intensitas nyeri tinggi atau nyeri berat
adalah morfin. Sebaiknya pemberian secara peroral bila pasien masih dapat
menelan. Dosisnya antara 10-100 mg tergantung intensitas nyeri. Makin tinggi
dosis obat, makin tinggi efek analgetiknya. Pada umumnya pemberian around the
clock lebih menguntungkan daripada pemberian as needed (Tollison, 1998).
1. Langkah pertama
Aspirin, asetaminofen atau OAINS dikombinasikan dengan obat-obatan
ajuvan analgesik.
2. Langka kedua
Bila langkah pertama kurang efektif, maka obat pada langkah pertama
diteruskan ditambah dengan narkotik oral dan ajuvan analgesik
Narkotik pilihan adalah Codein. Bisa dikombinasikan dengan aspirin,
asetaminofen atau OAINS.
3. Langkah ketiga
Langkah ketiga diambil bila langkah kedua kurang efektif. Obat-obatan
dilangkah kedua dihentikan, obat dilangkah pertama diteruskan, ditambah
grup narkotika yang lebih poten. Obat pilihan adalah morfin dengan dosis
dapat dinaikan tanpa batas, sementara diawasi respirasi, mental status dan
kesiagaan.(Catatan: pada penderita kanker dengan fase terminal,
pemberian morfin dosis tinggi dapat menyebabkan komunikasi terganggu,
maka dapat diberikan stimulan, misalnya methylphenidate, (Ritalin).