1. Pelayanan kesehatan kerja wajib melaksanaakan tugas pokok pelayanan kesehatan kerja
secara menyeluruh dan terpadu (komprehensif) yang meliputi upaya kesehatan :
1. pencegahan (preventif)
2. pembinaan/peningkatan (promotif),
3. pengobatan (kuratif) dan
4. pemulihan (rehabilitatif),
dengan lebih menitik beratkan pada upaya kesehatan pencegahan dan
pembinaan/peningkatan (promotif dan preventif).
2. Penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja adalah dokter pemeriksa kesehatan tenaga
kerja, sedangkan tenaga pelaksananya dapat terdiri dari :
1. dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja (penanggung jawab merangkap pelaksana),
2. dokter perusahaan dan atau
3. paramedic perusahaan.
3. Teknis penyelenggaraan program/kegiatan pelayanan kesehatan kerja mengacu pada prinsip-
prinsip :
1. Program/kegiatan kesehatan kerja berupa upaya kesehatan secara menyeluruh
dan
terpadu, dengan lebih menitik beratkan pada upaya kesehatan preventif dan
promotif
tanpa mengurangi upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif.
2. Upaya kesehatan yang bersifat preventif dan promotif disesuaikan dengan hasil
penilaian risiko potensi bahaya yang ada di perusahaan.
3. Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif minimal berupa pelayanan
kesehatan kerja yang bersifat dasar yaitu :
a. pemberian Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dan
b. pengobatan (rawat jalan tingkat pertama);
4. Perencanaan program dan kegiatan pelayanan kesehatan kerja dibuat dengan skala
prioritas dan mempertimbangkan kondisi perusahaan, permasalahan kesehatan di
perusahaan maupun masalah kesehatan umum lainnya.
5. Program/kegiatan pelayanan kesehatan kerja terutama ditujukan untuk pencegahan
penyakit akibat kerja (PAK), peningkatan derajat kesehatan tenaga kerja dan
peningkatan kapasitas kerja melaui program/kegiatan :
a. Pemeriksaaan kesehatan tenaga kerja;
b. Penempatan tenaga kerja disesuaikan dengan status kesehatannya;
c. Promosi/peningkatan kesehatan tenaga kerja;
d. Pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK) melalui perbaikan lingkungan kerja
(program higiene industri);
e. Pencegahan PAK melalui perbaikan kondisi kerja (program ergonomi kerja);
f. P3K, medical emergency respon, pengobatan, rehabilitasi, rujukan kesehatan,
pemberian kompensasi akibat kecelakaan dan PAK.;
g. Pengembangan organisasi, program dan budaya kesehatan kerja.
4. Pelaksanaan program dan kegiatan kesehatan kerja diintegrasikan/dikoordinasikan dengan
program Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) serta melibatkan ahli
K3, Ahli K3 Kimia, Hygienis Industri, petugas K3 dan personil K3 lainnya yang ada di
perusahaan yang bersangkutan.
Tabel 2.
Cara penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja yang dilaksanakan sendiri oleh
perusahaan
II. APD
Permenakertrans No. PER.08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri.
5 Alat Pelindung Pelindung tangan (sarung Sarung tangan yang terbuat dari logam,
Tangan tangan) adalah alat kulit, kain kanvas, kain atau kain
pelindung yang berfungsi berpelapis, karet, dan sarung tangan yang
untuk melindungi tangan tahan bahan kimia.
dan jari-jari tangan dari
pajanan api, suhu panas,
suhu dingin, radiasi
elektromagnetik, radiasi
mengion, arus listrik, bahan
kimia, benturan, pukulan
dan tergores, terinfeksi zat
patogen (virus, bakteri) dan
jasad renik.
6 Alat Pelindung Alat pelindung kaki Sepatu keselamatan pada pekerjaan
Kaki berfungsi untuk melindungi peleburan, pengecoran logam, industri,
kaki dari tertimpa atau kontruksi bangunan, pekerjaan yang
berbenturan dengan benda- berpotensi bahaya peledakan, bahaya
benda berat, tertusuk benda listrik, tempat kerja yang basah atau licin,
tajam, terkena cairan panas bahan kimia dan jasad renik, dan/atau
atau dingin, uap panas, bahaya binatang dan lain-lain.
terpajan suhu yang ekstrim,
terkena bahan kimia
berbahaya dan jasad renik,
tergelincir.
III. P3K
Permenakertrans No. PER.15/MEN/VIII/2008 tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di
Tempat Kerja.
Perusahaan dalam melaksanakan P3K di tempat kerja harus menyediakan petugas P3K dan
Fasilitas P3K.
A. Petugas P3K
a. Syarat untuk mendapatkan lisensi sebagai Petugas P3K di tempat kerja
Untuk mendapatkan lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a. Bekerja pada perusahaan yang bersangkutan;
b. Sehat jasmani dan rohani;
c. Bersedia ditunjuk menjadi petugas P3K;
d. memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar di bidang P3K di tempat kerja yang
dibuktikan dengan sertifikat pelatihan.
B. Fasilitas P3K
a. Fasilitas P3K terdiri dari
(1) Fasilitas P3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi :
Ruang P3K;
Kotak P3K dan isi;
Alat evakuasi dan alat transportasi; dan
Fasilitas tambahan berupa alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus di
tempat kerja yang memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus.
(2) Alat pelindung diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan
peralatan yang disesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja
yang digunakan dalam keadaan darurat.
(3) Peralatan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa alat
untuk pembasahan tubuh cepat (shower) dan pembilasan/pencucian mata.
V. HIV/AIDS
Keputusan Dirjenbinawasnaker No Kep.20/DJPPK/VI/2005 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja
2. Isi Kebijakan
a. Judul Kebijakan
— Kebijakan Pencegahan dan Penaggulangan HIV/AIDS di
Tempat Kerja PT.XXX—
b. Isi Kebijakan
1) Menyediakan program pendidikan HIV/AIDS bagi semua
pekerja/buruh melalui Panitia Pembina Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
2) Tidak mewajibkan tes HIV/AIDS bagi calon pekerja/ buruh
sebagai prasyarat penerimaan pekerja/buruh, promosi dan
kelanjutan status kerja.
3) Perusahaan akan memperlakukan sama dan tidak akan
membedakan pekerja/buruh dengan HIV/AIDS dalam hal
mendapatkan kesempatan kerja, hak untuk mendapatkan
promosi, hak untuk mendapatkan pelatihan ataupun kondisi
dan perlakuan khusus lainnya.
4) Perusahaan akan mengizinkan pekerja/buruh dengan HIV/ AIDS
untuk terus bekerja selama pekerja/buruh tersebut secara medis
mampu memenuhi standar kerja yang di tentukan (termasuk
kondisi dan kehadiran pekerja/buruh tersebut di tempat kerja
dan tidak mempengaruhi prestasi kerjanya serta prestasi rekan
kerja lainnya).
5) Perusahaan akan merahasiakan semua informasi medis, catatan
kesehatan atau informasi lain yang terkait.
6) Pekerja/buruh dengan HIV/AIDS tidak diharuskan
menginformasikan status HIV/AIDS-nya kepada perusahaan,
kecuali atas keinginan sendiri.
c. Ditanda tangani oleh pengusaha/pengurus.
2) Cakupan Pendidikan
a. Penjelasan tentang HIV/AIDS, cara penularan dan cara
pencegahannya.
b. Penjelasan tentang Infeksi Menular Seksual(IMS)sebagaisalah
satu faktor risiko terinfeksi HIV/AIDS.
c. Pemberian informasi tentang layanan pengobatan IMS, testing
dan konseling sukarela HIV/AIDS melalui Dinas Kesehatan
dan pengobatan HIV/AIDS melalui rujukan rumah sakit
setempat.
d. Penjelasaan peraturan perundang-undangan berkaitan dengan
program HIV/AIDS di tempat keja dan kaidah ILO tentang
HIV/AIDS di dunia kerja
e. Metode pendidikan yang digunakan bersifat interaktif dan
partisipatif.
3) Pelaksanaan Pendidikan
a. Pengusaha/pengurus dapat membentuk subkomite dalam
Kepengurusan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan
Kerja atau Pelayanan Kesehatan Kerja yang ada di perusahaan
untuk bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan
pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja
bagi pekerja/buruh.
b. Pengusaha/pengurus mempersiapkan dan membekali anggota
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan atau
personil Pelayanan Kesehatan Kerja serta pekerja/buruh yang
dipilih sebagai penyuluh sesuai dengan pendidikan yang
dibutuhkan.
c. Anggota Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dan atau Personil Pelayanan Kesehatan Kerja serta pekerja /
buruh yamg dipilih dan sudah mendapatkan pendidikan wajib
menyelenggarakan pendidikan bagi pekerja/buruh.
d. Pekerja/buruh yang dipilih dan sudah mendapatkan pendidikan
ditugaskan untuk menyebarluaskan informasi, mempengaruhi
dan memantau perilaku pekerja/buruh yang berisiko terhadap
HIV/AIDS.
c. Metode
Ceramah
Diskusi
Stimulasi
Studi Kasus
d. Kualifikasi Instruktur
Sudah mengikuti pendidikan pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja
*) buatlah resume hal-hal terpenting pada masing-masing bentuk kegiatan pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja
**) untuk kegiatan konseling dan testing sukarela (voluntary counseling and testing), tolong
dibaca juga regulasi KMK N0. 1057/MENKES/SK/X/2005 tentang Pedoman Pelayanan
Konseling dan Testing HIV/AIDS secara Sukarela (Voluntary Counseling and Testing).
Pasal 4
Pasal 7
Permenkes No 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus Menyusui dan/atau
Memerah Air Susu Ibu.
Pengurus tempat kerja harus mendukung program ASI Eksklusif, yang dapat dilakukan
melalui:
No Bentuk dukungan Ketentuan
1 Penyediaan fasilitas khusus - Ruang ASI
untuk menyusui dan/atau Pasal 6
memerah ASI
a. Setiap Pengurus Tempat Kerja dan
Penyelenggara Tempat Sarana Umum
harus memberikan kesempatan bagi ibu
yang bekerja di dalam ruangan dan/atau di
luar ruangan untuk menyusui dan/atau
memerah ASI pada waktu kerja di tempat
kerja.
b. Pemberian kesempatan bagi ibu yang
bekerja di dalam dan di luar ruangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa penyediaan ruang ASI sesuai
standar.
Pasal 9
Pasal 10
Pasal 15
Pasal 16