Pendahuluan
Dikenal ada dua pendekatan yang harus dilakukan dalam melakukan asesmen kelaikan
kerja, yaitu pendekatan klinis dan pendekatan okupasi yaitu kebutuhan/ tuntutan
pekerjaan/ kondisi di tempat kerjanya dengan mempertimbangkan kebutuhan dan
risiko pekerjaan serta aspek medikolegal dalam pelaksanaan, pencatatan dan
pelaporannya. Pendekatan klinis digunakan untuk melihat status kesehatannya,
sedangkan pendekatan okupasi diperlukan untuk melihat apakah seorang personel
dengan status kesehatan demikian dapat cocok dengan pekerjaan yang akan
dilakukan. Oleh karenanya kedua pendekatan ini harus objektif dan terukur yang
ditunjukkan dengan adanya kriteria batas putus (cut-off) sesuai dengan standar- standar
yang berlaku atau berbasiskan bukti yang sahih.
Pada dasarnya hasil Penilaian Laik Kerja terbagi dalam empat kategori di bawah
ini yaitu:
1. Laik Kerja
Personel dianggap memenuhi syarat kesehatan untuk melaksanakan pekerjaan yang
telah ditetapkan, yakni mampu melakukan tanggung jawab pekerjaan tanpa
pembatasan apapun.
2. Laik Kerja Dengan Catatan
Secara keseluruhan didapatkan adanya kelainan medis minor dengan tingkat risiko
rendah- sedang yang membutuhkan pengelolaan, namun personel dapat dianggap
cakap dan mampu memenuhi kebutuhan pekerjaannya.
3. Tidak Laik Kerja Untuk Sementara Waktu
Hasil pemeriksaan kesehatan menunjukkan adanya kelainan medis yang
membutuhkan tindak lanjut segera karena berpotensi membahayakan jiwa,
menimbulkan komplikasi berat dan atau kecacatan lanjut, membahayakan personel
lain, atau asset instansi/ perusahaan, dan diharapkan kondisi ini dapat pulih atau
positive progress dalam kurun waktu 8 minggu.
Referensi
1. Suma’mur PK. Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja (Standar Yang Berlaku
Umum), Majalah Kedokteran dan Kesehatan Kerja PERDOKI, Tahun II,
Nomor 1-2, halaman 1-13, 2008.
2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek Kedokteran dan Petunjuk Pelaksanaannya Tahun 2005 yang
menyatakan Kompetensi Dokter yang melakukan pemeriksaan Medical
Check Up (MCU) harus mempunyai Surat Ijin Praktek dan Sertifikat Hiperkes.
3. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 Tentang
Keselamatan Kerja.
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 2/Men/1979
Tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan
Keselamatan Kerja.