Buku Antologi Puisi Untuk Cinta PDF
Buku Antologi Puisi Untuk Cinta PDF
U ntuk
C inta
Ko_Izzy Publ.
Untuk Cinta
‘de Putri dan Ko~Ha
Copyright © 2013 by (‘de Putri & Ko~Ha)
Ko_Izzy Publ.
Desain Sampul:
_Ka_
Diterbitkan melalui:
www.nulisbuku.com
We Thanks To . . .
Untuk Cinta 53
Wahai Maha Cinta 57
Cinta Dimana, Cinta Kembali Bicara,
Cinta Bukan Cinta 62
~Hujan
Cintaku
Biasa
Tak lebih
Tak kurang
Tak elok
Tak buruk
Itu yang kumau
Kutunggu
Curahanku (Cinta)
Hakikatku,
Pengejawantahanku
Hati seorang ibu,
Wahai manusia
usahlah kau menyebut namaku
Jika kau hanya tahu aku ada,
Tapi tidak pada hakikatku
8
Demi Kebaikanmu
Jangan sayang
Jangan kau menyesal kelak
Demi kebaikanmu sayang
Terbanglah bebas
Dan aku selalu di sisimu
9
Rindu (I)
Cintaku . . .
Kau berjalan di ujung pulau, di bibir pantai
Menatap sendu cakrawala
Berbisik lembut pada bayu, memberi pesan
Air matamu menyatu samudera yang menderu redam
Cintaku . . .
Bernapas tanpamu susah sungguh
Berjalan tanpamu
Laksana luka terbasuh garam, seketika pilu menggigit
Kurindu Mentari
Riak Hati
Bumi
Air
Biru
Beriak ombak dimainkan bayu
Inginku teriak,
Tapi tak mampu
Biarkan aku
Berdiam sejenak
Untuk kupastikan
Menolakmu!
12
Dalam Keesaan
Sendiri . . . memuji
Sendiri . . . mencaci
Sendiri . . . bahagia
Sendiri . . . tersiksa
Sendiri . . . berisalah
Hambar rasanya
Sebatangkara
13
Kutitipkan Rindu
Bunda
Saat raga kita satu
Kau titipkan cinta pada keabadian
Menanam harapan pada waktu
Bibirmu bergetar mengucap syukur
Memuji asma-Nya
Tubuhmu rapuh pada ketegaranmu menyala
Bunda
Saat raga kita satu
Aku hanya memandang kelam perjuangan
Aku tahu cintamu menghidupkan
Mengajarkanku bahasa kehidupan
Melalui matamu
Melalui lindunganmu
Dalam gelap menggeliatku
Bunda
Sekalipun niat tak pernah kau khianat
Dalam buaian kau kenalkan aku bahagia
Sedang dalam tangisan hanya kutahu segala ingin
Aku ingin lebih, Bunda
Tapi kau sekali lagi ajarkanku bahasa cinta
Bahwa hidup tentang perjuangan
Dengan syukur dan sabar
15
Bunda
Sekalipun aku keliling dunia
Tak kutemukan cinta sebesar cintamu
Pada matahari engkau rela terbakar
Pada bulan engkau rela terjaga
Bunda
Sekarang kita ada pada waktu yang beda
Dimensi kehidupan yang tak sama
Tapi do‟amu senantiasa meliputi
Sedang Dia Maha Tahu
Tak ada daya untukku membalas cintamu
Bunda
Pada kelam malam aku menghadap-Nya
Berharap engkau bahagia dalam lindungan-Nya
Bunda
Inikah kehidupan?
Yang dulu kau beri pesan
Untukku perjuangkan?
16
---------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------
Kau (Sahabat-ku)
Kau
Yang tak pernah terukir di hatiku
Kau yang terlupakan oleh waktu
Dan kau
Kau yang mengukir namaku di hatimu
Kau yang terus terhujam busur panahku
Tapi kau
Yang tak lekang oleh waktu
Membawa secercah cahaya untuk berbagi denganku
Kau
Dan aku menyadari
Ternyata memang kau
Sang pembawa cahaya tanpa angan
Yang slalu ada bahkan pada saat aku tiada
Kau . . .
Sahabatku
24
(1)
Wahai Dzat yang Maha Cinta
Aku bersimpuh mengetuk langit
Berharap bertemu dengan-Mu
(3)
Elegi Banda belum membukakan mata
Elegi Jogja hanya memenjarakan hati
(1)
Dalam gelap aku mengingat nama-Mu
Terbata-bata kueja per huruf
Terlunta dalam kekurangan
Masih hina, ya Allah
(2)
Bahasa kami sarat dusta
Bunga dimana-mana harum kiranya, busuk baunya
Kami hebat bukan?
Punya cinta pada antah berantah
Sedang hijau disulap kuning
Pada akhirnya gigit jari
Kau ulangi ingatkan kami
Pada Merapi Kau titip didik
Pada Krakatau Kau pinta balik
Dan Kau pernah berbisik pada Bengkulu, Jogja dan
Tasik
(3)
Kembali pada-Mu, aku
Kembali aku pada-Mu
Dan aku kembali pada-Mu
28
Untukmu
Kembali lagi . . . ah
Kupersembahkan
Gula-gula
31
---------------
----------------
----------------
Cahaya
Kuperingatkan kau:
Tugasmu lebih banyak dariku
Itu?
Cinta?
Apa itu?
: Hadirmu menghadirkannya
Cinta . . . ya
Kau yang bisa menyebutnya,
mengubahnya,
menyelami hakikatnya
: Ada
Dan sekali ada, selalu ada
Hingga pada yang beda, tetap ada
Karena kau ditetapkan ada
Arti hadir?
Arti hadir?
Dalam Hening
Kupu-kupu . . .
di manakah kupu-kupu itu?
Ah, pelangi di imaji lagi . . .
Kembali emas terburai berai menjadi manik-manik . . .
dan aku hanya tersenyum
Sekali lagi, menikmati dalam hening . . .
di sini sepi, di sini rindu itu
Padamu?
mungkin, tapi api itu kembali merayu,
Ah ... air itu ...
Penyejuk dahaga masa silam, kapankah mengalir lagi?
semua tanya itulah harap ...
pada yang terjawab itulah ilmu, dan aku tersenyum
lagi ...
lagi ...
dalam hening,
di sini sepi,
di sini rindu
44
Bersamaku
Kemarilah bersamaku
Bersamaku berarti sunyi
Menikmati simponi sepi
Hiduplah bersamaku
Bersamaku berarti diam
Bergerak mengendap dalam gelap malam
Tapi di hatiku,
Kau bergelayut manja di ufuk cakrawala
Diam-diam menyelinap mencuri logika
Rindu (II)
Kembali
Ini Cintaku
Untuk Cinta
Kekasihku ...
Samudera ini mencari asalnya, setelah lelah alir liar
bermuara
Angin ini peluk titip gunung yang menjulang
Langit satu menyaksikan kita
Aku dan kamu ...
Abadi dalam ikatan suci
:Kekasihku ...
Bukankah langit yang kita lihat adalah langit
yang sama?
Lalu mengapa aku merasa begitu dingin ketika
menatapnya
Datangkanlah padaku sebuah angin ...
Angin yang kau titipkan pada langit untuk
menciumku
Ya, sayang...
Aku akan disini... tetap
Menghitungi hujan yang jelas tak mampu ku
hitung karena begitulah, Aku merindukanmu
Rindu yang tak mampu ku sampaikan betapa
rindu ... Aku pada rinduku, kau jauh dan
dekatku...
Pulanglah sayang...
57
Ya Aziz..
Sajadah ini akan terus menemani airmata..
Entah aku harus memulai darimana, nyatanya aku
telah sampai pada piluku
Aku mencintai ia yang tak pernah mengenalMu..
Aku mencintai ia yang tak pernah menundukkan
kepalanya untuk menyembah Ke-Esa-anMu
Aku, selalu mencintaiMu dan akan tetap seperti itu..
Tapi, aku jelas tak mengerti..
Pergi!!
Pergi. Pergi. Pergi. Pergi.
Pergi !!!!!!!
Hahaha..
Kau ingin, pagi berpura-pura tak melihat malam? Atau
... kau ingin, mawar tak melihat duri yang tumbuh
ditubuhnya?
Bagaimana? Bagaimana mungkin kau bisa meminta,
Langit seolah tak melihat warna birunya? Duniaku
pernah mati oleh kau yang menawarkan aku bahagia
atas rasa cinta yang ternyata itu dosa...
65
-----------------------
Jahannam!!!
-----------------------
2013 :
.................
Mungkinkah waktu yang menggali kuburnya sendiri?
.................
Kurasa tidak,
Mungkin yang paling mungkin, adalah
matahari, hujan, angin, dan gemuruh menyayangi kita
dengan caranya masing-masing
Bukankah sebuah obat yang paling pahit merupakan
penyembuh yang ampuh untuk rasa sakit
Mungkin yang paling mungkin, adalah
Tuhan mengingatkan manusia melalui tangan-
tanganNya di alam semesta itu
agar kita berhenti menarik rasa sakit ke dalam diri kita
sendiri
dan mungkin yang paling mungkin, adalah
Semua peluh, jenuh, dan keluh sengaja Tuhan
ciptakan
agar kita membalikkan badan dan berlari ke arah-Nya
Lalu apa?
Ratusan gunung tinggi tetap tak mampu memangku
sedih itu
Banyaknya air di laut pula tak mampu hentikan
dahaga
Tetumbuhan rindang tak mampu juga mengeringkan
luka di perutmu
Lalu bagaimana?
Kau dan jutaan kau
Tak pernah berhenti melangkah
Kau dan jutaan kau
Tetap menari dalam nada putih temaram
Karena kau dan jutaan kau
Percaya pada harapanmu yang merah menyala
Hidup dan membiarkannya hidup
Mencari, dalam kesunyian di atas tanah merah putih
: untuk sebulir cinta dalam harap doa
75
Suara
Pernah pula,
di satu sudut aku menari
Langkah tariku tanpa bunyi
Meskipun gelang kaki gemerincing, seharusnya
Tetap saja, suara itu tak kunjung jua..
Mata,
Kutitipkan engkau di akhir bandara Soekarno Hatta
Saat tas punggung itu terakhir kali melambai
membawa serta
Melangkah tegap karena ia tau apa yang ia tuju
Disana, cita-cita pengembaraannya
Senja
Kau senja,
Disanalah kau memelukku disaat aku telah lelah pada
waktu siangku
Siang yang memaksaku berlari ditengah terik dan
peluh nyala debu
Debu yang pucat dan memutih meski pantulan sang
surya perkasa menderu
Ah senja,
Kau datang tepat pada masanya
Masa dimana aku telah ringkih termakan waktuku
sendiri yang menggali kuburnya
Kubur yang terasing dan terangkat nisannya oleh
sebuah tiupan angin saja
Senja..
Senjaku, rupanya kau telah merindukanku..
Lantas, apa yang perlu kau tunggu?
Bawalah aku pada sebuah lapang yang hijau oleh
rerumputan dan harum segar aromanya
Biarkan aku menari dengan bunga di tangan kananku
dan jemarimu di tangan kiriku
Hingga sentuhan malam menjemput dengan perlahan
tanpa suara
84
Suara :
Hei pengelana gila!
Jangan kau syairkan lagi kata demi kata hanya untuk
meruntuhkanku
Bicaralah apa adanya
karena aku mencintaimu.. bukan syairmu!
Aku berdiri disini bukan tanpa nyali. Aku sengaja
datang untuk memberitahumu tentang cintaku.
Aku tidak bekerja di senayan. Aku tak membawa
mobil ferrari. Aku juga tidak memiliki deposito.
Tapi apa salahnya jika aku mencintaimu? Ah, mungkin
rasanya sombong sekali aku bisa mencintaimu
Pena :
Kuburu angin yang menyentuh wajahmu di sudut
temaram ruangan ini
aku tak mampu meskipun hanya membayangkan jika
ada sehembus angin pun yang menyentuhmu
aku adalah kesunyian
maka kau menghidupkan aku
tapi aku juga ingin mempersembahkan diriku sebagai
puisi yang bisa kau sentuh
Benar. Kau bukan permata. Bukan harta, atau juga
tahta.
86
Aku :
Angin tipis datang mengetuk lembah.
Patahan-patahan memori tercerai dan melompat tanpa
kendali, terlalu jauh dan dalam ke dasar
Engkau datang serupa nyala rindu di perapian. Membawa
segelas teh hangat di tangan dan sebaris lengkung indah di
wajahmu. Mungkin saja, nyala rindu itu menjelma dirimu.
Menyentuh pipi dengan kelembutan pikselisasi tinggi.
Wajah itu mengingatkanku pada laut Green Sands di pantai
Papakolea yang menyimpan pesona lekukan yang begitu
indah dan hamparan pasir hijau surealis bagai padang
rumput yang menawarkanku keteduhan tanpa batas.
Namun angin,
kini terpaksa menghembus meninggalkan lembah
tanpa jejak dedaunan
Ah sudahlah.
Mungkin saja di lembah itu masih tersisa sedikit aliran
sungai, atau juga tidak.
Aku hanya tidak ingin angin itu berputar arah dan
meninggalkan lembah tanpa kelembutan, lagi
Dia :
Tanggal merah itu kini tiba pada garis tepinya.
Perlahan saja, namun tetap kunjung tiba.
Mengabadikan kegelisahan yang berteriak tanpa suara.
88
Waktu :
Sudahlah.
Jangan kau benamkan aku pada sebuah kuburan yang
gelap. Karena setiap detik, memiliki masa terang meski
tak akan abadi.
Akan tiba saatnya dimana aku akan
mempertemukanmu pada sebuah hamparan sutra
indah berhias bunga yang mengantarkanmu pada
tawa.
Engkau hanya perlu menunggu aku. Sambil sesekali
berjalan dengan cerita-ceritamu. Percayalah.
Hujan menitipkan bingkisan putih bertuliskan
“untukmu”
Ia tak ingin membuatmu menangis, namun pada
kenyataannya ia membuatmu terjaga pada sebuah
malam yang dingin
89
Nafas Rindu
Ku mohon jangan,
Jangan lepaskan aku sendiri melangkah pada setapak
kepalsuan
Rasanya aku belum mampu menantang keegoisan
Aku masih perlu menamatkan kesadaranku
Coba lihat,
Tanganku belum selesai menuliskan sebuah abjad
Mataku masih berputar tak tentu arah
Apa yang kupunya?
ketidakmengertian
Khusus Untukmu
Ah,
Ah,
Jiwa
Hilang
Dia disana..
Lalu, datang dan menatapku dengan sebuah daun
ditangan kirinya..
Dia berkata padaku
“Kamu adalah perempuan yang baik”
Tak ada yang perlu kutanyakan lagi, benar
Aku mencintainya
Dia disana..
Pergi dan membiarkan aku menatapi punggungnya
yang begitu hangat bila ku sentuh
“Kamu adalah perempuan yang baik” ku dengar itu
ketika dia berkata padaku
Fase
Siang
Mengajarkan aku untuk perlahan membuka mataku
Diantara banyak debu yang sengaja ditiupkan angin,
Perih, biarkan saja perih..
Nafasku yang sesak, biarkan saja tetap sesak
Setidaknya aku masih mampu membuka mata dan
menghirup udara
Dan kubiarkan seluruh sel-sel ditubuhku menjerit , tak
apa
Aku ingin bertahan
97
Laki-Laki Pertamaku
Aku ingat,
Saat tanganmu yang dulu tak sekaku itu mengangkat
tubuh kecilku
Lalu menepuk pundakku dan menyenandungkan puji-
pujian bagi Nabi hingga terlelap
Katamu : agar kelak aku menjadi pribadi yang lembut
seperti lantunan nada pada puji-pujian itu
Pesan
Jadi,
Sajak Terindah
Iya,
Engkau Ibu
Engkau, cinta dan pengorbanan
Engkau, doa dan kasih sayang
Dan engkau,
sajak yang tak mampu tertuliskan
103
18 Agustus
Katamu :
Sesekali aku ingin mengajakmu pada sebuah tempat
dimana hanya kita saja bertiga disana
Pada musim yang abadi tersenyum
Biar saja hujan, biar saja kemarau.. namun tetap
tersenyum
Disana,
Pantai putih pun menjelma menjadi sebuah lapisan
awan bening yang halus dan lembut
Disana, kita akan menaburkan jutaan benih bunga dan
setiap bunga akan kembali menjadi ribuan bunga
Hanya kita bertiga,
Berlayar dari satu hamparan menuju hamparan lainnya
Mendaki dari satu bahagia ke bahagia lainnya
Hanya kita saja, bertiga
Maukah kau, pergi bersamaku dan cinta kita?
104
Pulanglah..
BONUS
Cinta Monyet
1
Pada selembar kertas terbakar
Disulam pada selembar lain
Pada puisi,,, menjadi racik meracik
Seperti cinta monyet
2
Cintaku pada mu-onyet-monyet bergelantungan di
dahan-dahan
Berteriak lembut di rimba-hati seorang pujangga
Wahai wanita
Kutulis rupamu pada selembar daun
Keindahanmu tiada tara
Kau-dan monyet sama saja
Oh cinta
Betapa bahagia ketika ku melihat mu-onyet-monyet di
dahan-dahan
Berlompatan kesana kemari
Melambai indah pada-pujangga yang mabuk cinta
Oh cinta
Betapa indah ketika kau memelukku
106
3
Oh monyet
Tak henti-hentinya mencuri-cintaku
Cinta kita abadi
Bersama kita-monyet yang bergelantungan
Di rimba bercengkerama
TENTANG PENULIS: