Sekitar tahun 1649 di Madura ada seorang bangsawan yang bernama Raden Trunojoyo. Sang Raden
melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Amangkurat I dan II dari Mataram yang memerintah
dengan keras dan bekerjasama dengan VOC.
Hal ini menimbulkan gelombang ketidak-puasan pada kerabat istana dan para ulama, yang ditindak
dengan tegas oleh Amangkurat I. Pertentangan yang sedemikian hebat antara Amangkurat I dan para
ulama bahkan akhirnya berujung pada penangkapan, sehingga banyak ulama dan santri dari wilayah
kekuasaan Mataram dihukum mati.
Latar Belakang
Perlawanan Trunojoyo berkobar pada tahun 1674-1679. Ketika itu tahta Kerajaan Mataram diduduki oleh
Sunan Amangkurat I, pengganti Sultan Agung. Sunan Amangkurat I mempunyai 2 sifat yang tidak
disenangi oleh rakyat, yaitu :
Pemberontakan Trunojoyo diawali dengan penculikan Cakraningrat II, yang kemudian diasingkannya ke
Lodaya, Kediri. Tahun 1674 Trunojoyo berhasil merebut kekuasaan di Madura, dia memproklamirkan diri
sebagai raja merdeka di Madura barat, dan merasa dirinya sejajar dengan penguasa Mataram.
Pemberontakan ini diperkirakan mendapat dukungan dari rakyat Madura, karena Cakraningrat II
dianggap telah mengabaikan pemerintahan.
Laskar Madura pimpinan Trunojoyo, kemudian juga bekerja sama Karaeng Galesong, pemimpin
kelompok pelarian warga Makassar pendukung Sultan Hasanuddin yang telah dikalahkan VOC. Selain itu,
Trunojoyo juga mendapat dukungan dari Panembahan Giri dari Surabaya yang juga tidak menyukai
Amangkurat I karena tindakannya terhadap para ulama penentangnya.
Kemenangan Trunojoyo
Dengan bantuan putra-putra Madura, Makassar, dan Surabaya, Trunajaya dapat menguasai seluruh Jawa
Timur dan sebagian Jawa Tengah.
Sunan Amangkurat I minta bantuan kepada VOC. Sebelum bantuan datang, Trunajaya telah dapat
merebut ibu kota Mataram. Maka Amangkurat I melarikan diri, dan wafat di Tegalarum.
Kemenangan-kemenangan itu menimbulkan perselisihan antara Trunojoyo dan Adipati Anom. Adipati
Anom berbalik mendukung ayahnya pada bulan Oktober 1676. Adipati Anom dinobatkan menjadi
Amangkurat II,
Perjanjian Jepara
Ia minta bantuan VOC untuk menundukkan Trunajaya. Sebelum bantuan diberikan dibuatlah
perjanjianyang dikenal sebagai perjanjian Jepara (September 1677).
Perjanjian itu berisi bahwa daerah-daerah pesisir utara Jawa mulai Kerawang sampai ujung timur
digadaikan pada VOC sebagai jaminan pembayaran biaya perang Trunajaya.
Kekalahan VOC
VOC pernah mencoba menawarkan perdamaian, dan meminta Trunojoyo agar datang secara pribadi ke
benteng VOC di Danareja. VOC di bawah pimpinan Gubernur Jendral Cornelis Speelman akhirnya
memusatkan kekuatannnya untuk menaklukkan perlawanan Trunojoyo.
Pada April 1677, Speelman bersama pasukan VOC berangkat untuk menyerang Surabaya dan berhasil
menguasainya. Benteng Trunojoyo sedikit demi sedikit dapat dikuasai oleh VOC.
Akhirnya Trunojoyo dapat dikepung, dan menyerah di lereng Gunung Kelud pada tanggal 27 Desember
1679 kepada Kapitan Jonker. Trunojoyo kemudian diserahkan kepada Amangkurat II yang berada di
Payak, Bantul. Pada 2 Januari 1680, Amangkurat II menghukum mati Trunojoyo. Sejak itulah Mataram di
bawah kekuasaan VOC.
Dengan padamnya pemberontakan Trunojoyo, Amangkurat II memindah kraton Plered yang sudah
ambruk ke Kartasura. Mataram berhutang biaya peperangan yang sedemikian besarnya kepada VOC,
sehingga akhirnya kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa diserahkan sebagai bayarannya kepada VOC.
Cakraningrat II juga diangkat kembali oleh VOC sebagai penguasa di Madura, dan sejak saat itu VOC pun
terlibat dalam penentuan suksesi dan kekuasaan di Madura.
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Comment
POST COMMENT
RECENT POSTS
RECENT COMMENTS
maya arliana holland on Sejarah kerajaan pontianak (politik, ekonomi, sosial, peninggalan)
Sridianti.com