Anda di halaman 1dari 26

BAB I

IDENTITAS BUKU

A. Identitas Buku Terbunuhnya Kapten Tack

Judul Buku : Terbunuhnya Kapten Tack: Kemelut di Kartasura


Penulis : Dr. H. J. De Graaf
Penerjemah : Dick Hartoko
Penerbit : PT Pustaka Utama Grafiti
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : Cetakan Pertama, 1989
Sampul : Edi R. M
Jumlah Halaman : 150 halaman
Ukuran : 21 cm
Warna Cover : Merah, kuning, hitam, putih
ISBN : 979-444-074-4
Harga Buku : Rp. 25.000

B. Identitas Buku Robert Anak Surapati

Judul Buku : Robert Anak Surapati


Penulis : Abdoel Moeis
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun Terbit : Cetakan Kesembilan, 2000
Kota Terbit : Jakarta
Sampul : Mahjudin
Jumlah Halaman : 134 halaman
Ukuran : 21 cm
Warna Cover : Kuning, cream, hitam, putih
ISBN : 979-407-110-2
Harga Buku : Rp. 20.000

1
BAB II

RESUME BUKU

A. Resume Buku Terbunuhnya Kapten Tack

1. Bab 1 Situasi
Tiga puluh tahun lamanya Kerajaan Mataram menderita di bawah
kekuasaan Amangkurat I yang memerintah dengan sewenang-wenang, dan
menundukan segalanya dengan kekuasaannya yang mutlak, sehingga
kerajaan menjadi kacau balau. Orang Jawa mendambakan agar beban
penderitaan dapat diringankan. Bencana-bencana alam, ditambah paceklik
hebat selama beberapa tahun, bagi orang-orang sederhana merupakan
pertanda bahwa perubahan-perubahan besar dalam keadaan negara sudah
diambang pintu.
Trunajaya, pangeran dari Madura yang bermimpi mendirikan
kerajaan Jawa Timur; lasykar Makassar, yang sejak runtuhnya
menawarkan jasa dalam peperangan untuk mendapatkan barang rampasan;
Raden Kajoran, yang dipandang sebagai orang saleh, kemudian
mengibarkan panji-panji pemberontakan; dan putra Sri Susuhan sendiri,
Pangeran Adipati Anom si penghianat yang berpendapat bahwa
pemerintahan ayahnya itu sudah berlangsung sangat lama, lalu ia
mengadakan peranijian rahasia dengan Trunajaya.

Secara berturut-turut serangan terjadi pada bulan Desember 1676,


pemerintah Agung mengutus Cornelis Speelman ke pantai timur pulau
jawa untuk menjadi penengah antara Sunan dengan vassal-vasalnya yang
berontak itu. Sesudah berhasil memeras perjanjian baru yang
menguntungkan dari Susuhunan, Speelman menuju ke Surabaya untuk
memaksa Trunajaya agar menyerah. Setelah terjadi pertempuran yang
sengit Speelman berhasil mengusir Trunajaya dari benteng pertahanannya.
Trunajaya kemudian menetap di Kediri, sedangkan Amangkurat I yang
renta mengungsi ke arah barat bersama putranya Pangeran Adipati Anom
dan pengikut setianya. Diperjalanan ia meninggal lalu dimakamkan di
Tegalwangi (Tegal Arum) dekat kota Tegal. Sebelum meninggal ia

2
menyerahkan perangkat perhiasan kerajaan kepada putranya itu dan
memberi nasihat agar mencari pertolongan kepada Kompeni. Berangkatlah
Pangeran Adipati Anom ke suatu tempat yang bernama Bukit Jepara,
disanalah ia berjumpa dengan Speelman. Lalu Speelman membuat
perjanjian yang menguntungkan dengan Amangkurat II.

Tahun 1678 pasukan Belanda menuju Kediri, tempat kediaman


Trunajaya. Kota tersebut berhasil dikuasai, Amangkurat II pun berhasil
memperoleh mahkota Kerajaan Mataram melalui tangan Kapten Francois
Tack.Namun Trunajaya berhasil melarikan diri bersembunyi di daerah
Malang. Pada tanggal 27 Desember 1679 Trunajaya terpaksa menyerahkan
diri kepada Kapten Jonker, pemimpin lasykar Ambon, pengikut Kompeni.
Pada tahun 1680 Panembahan Giri, seorang raja ulama yang selalu
melawan kekuasaan Sunan, dihabisi bersama para pengikutnya dalam
suatu pertempuran berdarah.Pada tanggal 18 November 1680 Couper
mengantar Sunan ke kraton para leluhurnya. Selama Amangkurat tidak
ada, adiknya, Pangeran Puger, mengangkat diri sebagai Sunan dan kini ia
tidak bersedia menurunkan senjatanya. Setelah terjadi peperangan,
akhirnya Pangeran Puger menyerahkan diri dan diberi pengampunan oleh
kakaknya. Pada tanggal 18 Januari 1682 pemberontak terakhir, Namrud,
orang Makassar, dilacak sampai ke Masir dan ditewaskan disana.

Pasukan Kompeni ditempatkan dalam sebuah benteng yang harus


melindungi dan mengawasi Sunan saat berhadapan dengan keraton baru di
Kartasura. Benteng ini di bawah komando Kapten Letnan Arnoldus
Greving. Pada akhir tahun 1682 Panglima Jacobus Couper meninggalkan
keraton Kartasura yang diduganya sudah tidak lagi memerlukan bantuan
dan nasihatnya, sudah menikmati ketenangan yang sempurna. Susuhunan
Amangkurat II kembali memakai mahkota emas. Pesta-pesta
disemarakkan lagi oleh irama gamelan yang melantun meriah.

Suatu gerombolan sejak tahun 1681 mengacaukan Gunung Kidul


dinamakan menurut nama pemimpinnya yaitu Kiai Wanakusuma. Ia masih
memiliki hubungan kekerabatan dengan Raden Kajoran yang bergelar

3
Panembahan Rama, pemberontak ulung yang pada tahun 1679 ditangkap
dan ditwaskan oleh Jan Albert Sloot. Pada pertengahan tahun 1683,
sepeninggal Couper pemberontak Wanakusuma menjadi sangat besar,
sehingga dapat membahayakan Kartasura. Bahaya meningkat sehingga
para residen di Jepara mengutus Kapten Van den Eeden dengan beberapa
ratus pasukan ke pedalaman. Namun sekitar 5 km dari Kartasura ia
menerima berita bahwa kedatangannya sudah tidak diperlukan karena para
pemberontak telah dihalau dan kembali ke Gunung Kidul.Selama musim
hujan turun para pemberontak itu kembali, tapi dibiarkan saja oleh lasykar
Mataram. Mereka berniat akan membumi-hanguskan, dan kemudian akan
menyerbu Gunung Kidul yang seluruhnya masih dikuasai para
pemberontak itu ketika musim kemarau telah tiba. Pada bulan Agustus
1683 Sunan menyusun suatu siasat tempur. Gunung Kidul akan diserbu
dari tiga penjiru. Tetapi siasat yang bagus itu gagal karena kaum
pemberontak dapat menerobos kepungan dan bahkan sangat
membahayakan Kartasura.Bulan November gerak-gerik pengikut
Wanakusuma sudah berakhir.Mungkin juga orang Mataram telah berhasil
memancing mereka turun dari gunung dan sejumlah pasukan yang lebih
besar memusnahkan mereka. Adanya pemberontakan ini menunjukkan
kelemahan intern Mataram.

Orang-orang yang bersifat kurang simpatik terhadap


Kompeni.Yang pertama ada Patih Nerangkusuma, orang baru dalam
kalangan pemerintahan. Menjelang ekspedisi Couper melawan Namrud ,
bangsawan tadi dipanggil untuk memangku jabatan yang paling tinggi
dalam kerajaan, sebagai pengganti Adipati Urawan yang telah membuat
kesalahan. Sikapnya uang anti-Belanda jelas terlihat dari larangannya
terhadap orang Jawa biasa untuk “bergaul” dengan orang Belanda.Selain
itu Sunan sangat terpengaruh oleh istrinya, Ratu Amangkurat, serta
inangnya Nyai Asem.Para pembesar itu tidak mempedulikan ancaman
Sunan karena melalui wanita-wanita itu, para pembesar tersebut erat sekali
hubungannya dengan raja.

4
Berlainan dengan ayahnya, Sunan Amangkurat II cukup terbuka
bagi agama Islam tersebut. Sekalipun ia tak pernah naik haji, namun
panggilan ibadah haji itu selalu dihayatinya. Pengaruh tersebut tentu saja
berhaluan anti-Belanda yang kafir itu.Para ulama berusaha untuk
menjauhkan Sunan dari pengaruh Greving, serta membangkitkan semangat
kewangsaan dan keagamaan padanya. Keluh kesah yang telah dikemukan
komplotan di sekitar Sunan mendorongnya untuk berhaluan anti-Belanda:
beban finansial, daerah-daerah yang terpaksa diserahkan, perjanjian-
perjanjian dan akibat perekonomiannya, sikap para residen, pasukan
pengawal Belanda, dan tanggapan orang Mataram terhadap kehormatan
dan kepentingan pribadi yang terluka itu.

2. Bab 2 Persiapan.
Tanggal 3 Mei Cops tiba di Semarang, lalu dikirimkannya berita ke
Kartasura mengenai kedatangannya dan adanya sepucuk surat dari
Pemerintah Agung. Segera keraton mengutus dua bintara untuk
mengambil surat itu. Tanggal 20 Mei segala sesuatu diterima secara resmi
di Kartasura. Isi surat dibacakan, jawaban Sunan akan disampaikan dalam
waktu dua atau tiga hari. Pada tanggal 26 Mei, turunlah jawaban yang
habya berisi janji, bahwa sesudah utusan dari Betawi tiba, Mataram akan
mengirimkan duta-duta ke Betawi dan Sunan akan berkenan menerima
kunjungan Cops.
Pada bulan September 1684 Cops mengunjungi Kartasura. Hasil
perutusan Cops tidak begitu gemilang.Sunan ingin menunda pelaksanaan
tertulis perjanjian-perjanjian itu sampai kedatangan utusan istimewa.
Selain itu Cops tidak berhasil meminta agar orang-orang Bali dan
Makassar meninggalkan Kartasura. Cops yang tiba di Betawi bersama
dengan duta-duta Mataram tidak dipertahankan dalam jabatannya di
Jepara. Ia diangkat sebagai kepala kantor pembayaran yang harus
membayar gaji kepada para pejabat Kompeni. Awal 1685 jabatannya di
Jepara digantikan saudagar kepala Johannes de Hartogh.

5
Surat yang dibawa para duta Mataram bagi Pemerintah Agung
berisi mengenai keluhan kemiskinan yang meningkat di daerah kekuasaan
Sunan.Seharusnya orang Cina dan orang swasta tidak mempunyai hak
istimewa seperti yang dinikmati Kompeni.Kemudian Sunan mengeluh
mengenai Cirebon yang rupanya tidak lagi termasuk kerajaan
Mataram.Sunan juga mengumumkan telah melantik dua penguasa daerah
pesisir yaitu Adipati Urwana dan Raden Aria Sindureja.Selanjutnya
keluhan mengenai surat-surat izin yang hanya dengan susah-payah dapat
diperoleh oleh para pedagang, serta permintaan agar jumlah pasukan di
Kartasura dikurangi dan pasukan di bukit Jepara dibubarkan.
Dalam tugas terakhirnya bagi pantai timur Pulau Jawa ialah
mengantar duta-duta Mataram ke pesanggrahan gubernur jenderal.
Kemudian dimulailah pembicaraan mengenai perselisihan-perselisihan
yang belum dibereskan. Pihak Mataram mengajukan permintaan agar
jumlah pasukan di Kartasura dikurangi dan pasukan di Jepara dibubarkan
karena alasan penghematan. Permintaan tersebut tidak ditanggapi.
Kompeni mengusulkan agar pasukan di Surabaya dibiayai Sunan, karena
beliaulah yang paling memperoleh keuntungan dengan adanya pasukan
itu. Perutusan ini telah gagal tanpa hasil apapun para duta Mataram itu
pulang kembali pada bulan Januari 1685.
Encik Sura, seorang Melayu yang kemudian hari memberikan
laporan kepada para residen di Jepara mengenai apa yang dilihatnya di
Kedu, ia menceritakan bahwa disana terdapat 3 lasykar. Selain itu Sura
juga melihat beberapa orang kraman (pemberontak) dan seorang pembesar
dari Banten. Ketika Surapati dengan rombongannya serta beberapa
pemimpin orang-orang Bali muncul di Banyumas, ia mendapat
perlawanan dari panglima di sana. Kemudian mereka ditahan oleh dua
pasukan Sunan.
Surapati menitipkan sepucuk surat pernyataan penyerahan dirinya
kepada Encik Sura untuk diberikan kepada Greving, yang ingin tahu
langkah apa yang akan diambil oleh Mataram terhadap orang-orang Bali
itu, Nerangkusuma menjelaskan bahwa mereka akan mengusir iblis

6
dengan bantuan iblis pula. Surapati dan kawan-kawannya akan diberi
pengampunan, asal mereka melepaskan diri dari kaum kramman dan
pengikut Wanakusuma, kemudian menundukkan kaum pemberontak itu
demi Sunan. Awal Maret Surapati muncul di Kartasura, diikuti dengan
rombongannya.Sang raja berkenan mengampuninya, mengembalikan
keris-kerisnya, tetapi senjata-senjata yang lainnya tidak. Kemudian
ditunjukkan sebuah desa sebagai tempat tinggal baginya yaitu Babarong.
Pemerintah Agung yang menitipkan surat kepada para duta
Mataram bagi raja mereka penuh nasihat yang bernada kebapakan.
Tercantum pula pemberitahuan akan datangnya utusan Kompeni, François
Tack. Sri Baginda disarankan agar mendengarkan kata-kata bijaksana yang
akan disampaikan Tack dan waspada terhadap penasihat-penasihat yang
jahat. Pokok pembicaraan dalam surat tersebut ialah mengenai persoalan-
persoalan perdagangan. Kompeni tidak setuju dengan hak monopoli yang
dilakukan para penguasa pesisir. Menghapus surat-surat izin dianggapnya
terlalu berbahaya.Penguasa pesisir hanya boleh diangkat dengan
persetujuan Kompeni dan bagaimana pun juga Surapati harus dienyahkan.
Dapat dilihat bahwa Pemerintah Agung (setelah meninggalnya
Speelman) memutuskan untuk meninjau kembali hubungannya dengan
Sunan secara mendalam. Untuk itu diutuslah François Tack yang diangkat
tahun 1685. Kedatangan Surapati di Kartasura mendorong Tack menjadi
mendesak. Kekacauan di kantor Jepara dibereskan Cops dan De Hartogh.
Saudagar kepala Van Vliet diberi tugas untuk Jawa Timur, seperti tugas
untuk Jawa Tengah dibagikan kepada Tack dan kepala-kepala kantor di
Jepara.
Selanjutnya dijelaskan juga mengenai masalah politik yang terjadi
di Jawa Timur yaitu perbuatan bajak laut yang bernama Wassingrama,
persoalan mengenai ahli waris takhta Kerajaan Madura, serta bahaya dari
pihak Blambangan. Peristiwa-peristiwa tersebut meminta perhatian
gubernur serta dewannya supaya cepat dibereskan.

3. Bab 3 Perjalanan Menuju Kartasura

7
Pada tanggal 19 juli 1672 Kapten Tack mulai bertugas di India.
Saat itu ia naik pangkat, dari pembantu letnan “vaandrig” menjadi calon
perwira “Provisioneel Luitenant” ketika disana berkecamuk perang
melawan perancis ia telah berpangkat kapten. Pada tanggal 30 April 1675
pangkat itu resmi dikukuhkan, bersama dengan poleman, ia ikut dalam
ekspedisi melawan Makassar pada tahun 1676, dan dibawah pimpinan
Hurdt ia ambil bagian dalam penaklukan kediri. Pada saat itu mahkota
Kerajaan Majapahit jatuh ke tangannya, yang mengakibatkan sunan
menghadiahkan 1000 ringgit kepadanya. Sejak saat itu tutur jawa selalu
mengambarkan Tack dengan dihiasi mahkota emas. Setelah melakukan
ekspedisi ke Palembang Tack diutus ke Banten sebagai tangan kanan De
Saint-Martin, dan setelah Tack itu kembali ia memegang kekuasaan
tertinggi . kesuksesan yang didapat Tack di Banten disebabkan oleh
tindakannya yang sangat tegas. Tanggal 3 November 1685 Tack bertolak
dari Betawi dan juga menertibkan keadaan di Cirebon. Rencana kompeni
diusulkan kepada raja-raja Madura, untuk mengajak mereka ke Kertasura
untuk berunding dengan Sunan dan komisaris tentang bagaimana daerah-
daerah mereka selanjutnya di perintah.
Pada awal bulan Januari Francois Tack memberitahukan dari
Semarang, bahwa Tack akan menuju Kartasura. Sekalipun Tack sudah
sampai di Semarang pada tanggal 22 Desember, dan baru pada 27 Januari
munculah Senapati Sindureja bersama Suranata, Adipati Demak, bersama
pembesar lainnya. Nakhoda Jan Jacobsz Leeman bersama Letnan Dirk
Vonck dan Anthonie Eygel memimpin gugus depan dan Sindureja dan
mantri-mantri lainnya memohon kepada Tak untuk bersabar sampai senin
4 Februari.
Pada suatu malam diam-diam Nerangkusuma memasuki benteng
Kompeni dengan sebuah permintaan yang remeh supaya ia diberi obat
yang dengan cepat dapat merenggut nyawa Surapati, dan Ia diberi 12 gram
sublimat, dan khasiatnya diperuntukan dengan membunuh seekor anjing
yang besar. Nerangkusuma pergi dengan membawa racun tersebut, dan
keesokan harinya Nerangkusuma muncul dengan tangan hampa. Setelah

8
minum obat itu Surapati hanya terbatuk-batuk sebentar dan mengatakan
perut sakit. Tak ada seorang pun yang percaya dengan cerita
Narangkusuma dan segera Narangkusuma minta diri sambil setengah
menangis karena telah dipermalukan oleh Greving. Selain dua kompi itu
ada surat dari Sindureja, yang harus diterima Tack di Semarang namun
tiba di Kartasura, menurut surat singkat itu Sindureja menanyakan rencana
Tack mengenai Surapati dan jawaban yang dibberikan oleh kapten Tack
hanyalah “sekali telah kukatakan, tidak cukupkah itu?” dan oleh sebab itu
Sindureja mendesak agar dengan segera menyiapkan sesuatu sebelum
kapten Tack tiba di Kartasura.
Setalah membaca surat dari Sindureja, Cakraningrat mendatangi
Greving pada tanggal 4 Februari tepat setelah kapten Tack meninggalkan
Semarang. Greving mengundang dewan dan diadakan perundingan dan
sepucuk surat diberikan kepada Tack. Isi surat Tack diketahui dari
“Laporan atau kisak” yang isi surat merah itu Tack merasa heran mengenai
permintaan yang disampaikan Greving. Bahwa ia menyangka orang
Mataram yang berhasrat untuk mengenyahkan Surapati, dihambat oleh
sang komandan. Dalam perjalanan ke pantai, Greving berjumpa dengan
Tack di Tingkir yyang terjadi 6 Februari malam hari dan pengiriman surat-
surat terjadi sekitar 5 februari sesudah surat dari Sindureja tiba di
Kartasura.
Sesudah perundingan dengan Surapati, maka perintah Cakraningrat
pertempuran pun dimulai, pasukan mataram mencapai 10.000 orang jawa,
dan 300 orang sampang sedangkan jumlah orang bali yang berjumlah 100
orang. Pasukan Mataram yang mengepung benteng Surapati, melepaskan
tembahak hingga 8 orang tewas, dengan membabi buta mereka melakukan
serangan balasan menikam tiga lusin orang Mataram. Pasukan mataram
kocar-kacir sampai berita naas tersebut disampaikan baik kepada Greving
maupun kepada Tack. Bersama dengan pasukan yang mendampinginya,
Cakraningrat menghadap Sunan. Ia mengira telah melakukan kewajiban
dengan sepenuhnya baik bagi sunan dan kompeni, dan melihat catatan
Suranata dari Demak tentang betapa penakutnya orang Mataram yang

9
mana perperangan tersebut tidak masuk akal jika 10.000 prajurit Mataram
yang dipimpin dengan baik dibuat kocar kacir oleh lasykar kecil,
meskipun sudah siap siaga dan barisan orang mataram yang gagah
tersebut, tidak dapat menahan serangan dari orang bali. Cakraningrat
memikul tanggung jawab mengenai sikap pasukan-pasukannya dan tidak
ada pilihan lain karena letak Madura Barat, wilayah kekuasaannya
tergantung kepada kompeni. Tetapi sebagai seorang pembesar feodal jawa
ia tidak boleh memutuskan segala hubungan dengan keraton, dan
bagaimanapun ia tidak boleh menimbulkan kemarahan kelompok
Nerangkusuma yang berkuasa di Keraton.
Surapati sakit hati terhadap sunan, bekas perlindungannya tidak
tahu balas budi dan Surapati menyatakan perang sedangkan kompeni
musuh lama menginginkan perdamaian. Peristiwa yang terjadi selama
tahun yang silam telah membuat Surapati maklum bahwa kompenilah
yang menjadi musuh besarnya dan tidak dapat dibujuk lagi. Sedangkan
pihak mataram dapat diajak menjadi sekutu, bukan karena mereka
bersimpati terhadapnya, karena perhitungan semata-mata. Maka ancaman
yang seolah-olah pernah diucapkan oleh Surapati menjadi tidak masuk
akal. Pihak mataram hendak disodorkan kepada Belanda untuk
menerangkan tentang munculnya kembali Surapati di keraton. Karena
Surapati ingin membalas dendam kepada sunan.

4. Bab 4 Pembunuhan Terhadap orang-orang Belanda


Pembunuhan orang-orang Belanda termasuk Kapten Tack dan
bawahan-bawahannya oleh serangan orang-orang bali pimpinan Surapati.
Ketika pihak Belanda mendengar suara tembakan yang dilepaskan ke
segala arah benteng Surapati, mereka bersiaga di muka loji, siap
menghadapi segala kemungkinan. Sesudah itu Kapten Letnan Geving
mengelilingi kraton bersama kompi letnan Vonck. Sekembali mereka
Kompi Lernan Eygel disiapkan di belakang benteng, sedangkan kompi
Vanck di muka benteng. Sementara mereka menunggu, pada pukul 11
tiba-tiba datanglah seorang utusan yang memberitahukan bahwa Kapten

10
Tack telah berangkat dari Majasanga dan kini sudah mendekat. Tack
melewati kampong-kampung orang Bali yang terbakar. Barulah mereka
sampai dan langsung dipersilahkan memasuki loji Kompeni diiringi
gendering yang bertalu. Karena ketidaksabarannya, Kapten Tack mengirim
utusannya menenumi Sunan sebagai peringatan terakhir agar ia tak perlu
main-main dengan Kompeni, dan Surapati beserta pengikutnya harus
segera diserahkan, bila peringatan tersebut tidak dihiraukan maka Kapten
Tack akan membebankan semua konsekuensi pada Sunan dan para
mentrinya.
Sunan dianggap telah berhianat oleh Belanda dan mulai memihak
Surapati, hal tersebut dikarenakan Sunan yang hendak meninggalkan
kraton saat utusan Belanda hendak datang demi menemui Surapati.
Sementara pertahalan di loji kompeni semakin diperketat, susunan
pasukan disiapkan dimana terdapat 150 prajurit dibawah komando Kapten
Leeman, didekat kantor pasukan pengawal sekitar 40 sampai 50 orang.
Dan akhirnya tiga Kompi pasukan dibawah pimpinan Kapten Tack
bergerak di luar. Atas semangat dan kesombongannya, Kapten Tack
mengatakan “Surapati dan Anjing-anjing Bali itu tidak akan bertahan.
Begitu melihat aku datang mereka akan melarikan diri”. Rupanya
kesombongan akan membawa kesia-siaan dan malapetaka. Kapten Tack
melakukan kesalahan dengan menghampiri tempat orang-orang Bali yang
masih saja membakar beberapa bangunan. Berpisahlah Kapten Tack
dengan pasukan tombaknya. Rupanya pembakaran bangunan tersebut
merupakan tipu daya pasukan Surapati belaka, akhirnya pasukan Kapten
Tack memilih untuk kembali memalui jalaur yang sama seperti yang tadi
merekalewati.
Pada akhirnya setelah lama berisiap-siap menunggu momen yang
tepat, pasukan surapati mulai menyerang Belanda diawali dengan
menyerang kompi yang dipimpin Egyer. Sesudah 8 dari 12 pengawal
Kapten Tack tewas barulah kapten Tack mundur kembali ke kudanya,
belum sempat meninjakana kakinya ke Sanggurdi, ia telah dibunuh oleh

11
orang-orang Bali secara mengerikan. Jenazahnya ditemukan dengan 20
luka berat di sekujur tubuh.
Egyer dapat meloloskan diri dan berhasil hidup bersama 24 anak
buahnya. Pertempuran berakhir pukul12 siang. Eyger dan bawahannya
disuruh untuk mengumpulkan mayat-mayat, tentu saja itu merupakan
suatu tugas yang paling menyedihkan bagi mereka. Jumlah orang belanda
yang tewas sekitar 68 orang dan 12 orang luka berat. Dari pihak Surapati
sendiri terdapat 40 sampai 50 orang bali yang tewas, diantaranya
meruapakan pimpinan pimpinan Bali. Selain itu juga terdapat 20 orang
luka berat yang kemudian 15 diantaranya tewas
Orang-orang Bali dengan semangat tempurnya sungguh tidak
disangka-sangka oleh Kapten Tack. Pakaian putih yang mereka kenakan
menunjukan kesiapan mereka menghadapi segala kemungkinan.
Kesalahan-kesalahan banyak dilakukan dalam strategi Belanda saat itu
yang dipimpin oleh Kapten Tack. Loji yang seharusnya melindungi justru
kewalahan untuk dilindungi pasukannya. Hingga terpaksa saat situasi
mendesak Tack masih saja tetap harus mengirim pasukannya
mengamankan Loji sehingga posisinya di medan pertempuran begitu di
ambang kekalahan. Namun tidak dapat dipungkiri serangan yang
dilakukan Belanda juga berhasil hampir memporak porandakan pertahanan
orang-orang Bali pasukan Surapati saat itu. Selain itu siasat pembelotan
pasukan jawa juga memperkuat kemenangan Surapati. Tack yang
mengaharapkan bantuan walaupun kecil dari sekutu-sekutunya di jawa
rupanya dihianati oleh lascar jawa yang membelot melawan mereka.

5. Bab 5 Garnisun di Kartasura Ditarik Mundur


Setelah melakukan peperangan dengan pasukan Surapati pasukan
kompeni telah kekurangan senjata dan banyak prajurit belanda mengalami
sakit dan luka – luka. Dan yang paling sulit adalah mengatasi kekurangan
pangan. Para tentara yang sakit dan juga para penjual makanan dikirim
kembali ke Semarang. Selain pasukan Kompeni sendiri, Leeman juga
dibantu lasykar Cirebon dan Sumenep yang kurang lebih sudah 5 sampai 6

12
bulan belum kembali karna masih bersama Van Vliet. Usaha pihak jawa
membujuk orang – orang Cirebon dan sumenep agar memihak sunan,
sekali pun masyarakat jawa umum nyata terhadap kemungkinan
pembalasan kompeni, tidak berarti golongan nasional akan segera tunduk
pada kompeni. Karna itu perlawanan terhadap kompeni harus diteruskan,
sekalipun tidak terbuka tetapi secara tersembunyi.
Sunan diminta dengan sangat untuk memberi izin penarikan
garnisun di kartasura, karna pasukan itu akan dikerahkan untuk melawan
surapati. Setelah pimpinan garnisum di kartasura membaca perintah
berangkat, mereka memutuskan untuk tidak menyampaikan segera kepada
sunan. Semua pasukan berangkat dan sunan hanya bisa pasrah, tetapi
kemudian dikatakan bahwa keberangkatan pasukan belanda itu akan
mempersulit kedudukannya. Namun pihak belanda mengatakan
keberangkatan itu berhubungan dengan operasi pengejaran surapati di
blambangan. Sunan pura pura lugu dengan menanyakan pertanyaan lugu,
dan ingnin mendengar pernyataan tolol kompeni. Lalu dengan hormat loji
dan isinya di percayakan kepada sunan.
Sunan marah karean kekusaanya terhadap Cirebon lenyap. Ia tidak
menerima bahwa raja–raja Cirebon dan sumenep akan berangkat
kesemarang bersama kompeni, tanpa memberi hormat terlebih dahulu
kepadanya. Lalusunan pun berusaha menyelamatkan sebagian
kedaulatanya atas daerah daerah itu. Pada 25 maret, pasukan kompeni
sampai di semarang, peti berisi jenazah kapten Tack dibawa bersama
mereka. Periode kartasura tamatlah sudah, sunan merdeka kembali.

6. Bab 6 Dampak dan Tindakan Pertama


Dampak yang timbul di Jepara akibat pembunuhan di Kartasura itu
dahsyat sekali. Pada tanggal 11 Februari, para residen menerima kabar
buruk. Dan seketika itu juga Betawi diberitahu dengan mengirim sebuah
kapal, khusus di bawah pimpinan Ali, yaitu seorang nahkoda Makassar,
dan dua orang kelasi Makassar yang menyaksikan tragedi yang
menyedihkan itu.Karena semula dikira orang bumiputera tak akan pernah

13
membunuh Kapten Tack, maka akibatnya kini tak seorang pun bumiputera
yang dipercaya lagi. Loji-loji segera diperkuat karena peristiwa tersebut.
Pintu-pintu dilengkapi dengan Meriam-meriam. Segala sesuatu sedapat
mungkin disiapkan untuk menangkis serangan. Sekalipun demikian,
pemimpin loji, De Hartogh, menyadari bahwa loji tidak dapat
dipertahankan sebagai pusat pertahanan karena amat mudah diserang.
Di atas bukit Jepara terdapat sisa-sisa pertahanan yang pada tahun
1676 dan 1677 dengan terburu-buru didirikan, dan berhasil membendung
kemajuan Trunajaya. Disanalah ditempatkan kekuatan pokok. Loji
diserahkan kepada 14 orang saja. Sedangkan di alun-alun, gapura kota,
dan pos-pos lain yang terpencil, dipercayakan kepada orang Makassar dan
Melayu merdeka. Bahkan orang-orang Cina menyiapsiagakan kampong
mereka yang terbakar tahun sebelumnya untuk membela diri.
Beberapa pejabat tinggi tinggal di kota itu bersama keluarganya
segera dikirim ke Betawi. Pasukan itu tiba pada tanggal 17 Februari, 6 hari
setelah berita bencana didengar di Jepara. Atas perintah De Hartogh
pasukan-pasukan tersebut segera diturunkan dari kapal, lalu panji-panji
berkibaran dan pasukan berbaris menuju Jepara dengan tujuan bukit itu.
Ketika pada tanggal 5 Maret Thim tiba di Jepara, ia berunding dengan
Dewan disana, apakah sebagian pasukan yang dibawanya hendak
dipergunakan untuk memperkuat garnisun di Kartasura. Keputusan tidak
dapat diambil, bahkan pada perundingan tanggal 7 Maret pun tidak. Pada
saat itu mereka masih membayangkan bahwa garnisun di Kartasura dapat
dipertahankan. Tetapi pada tanggal 10 Maret surat Pemerintah Agung
yang berisi perintah penarikan garnisun itu tiba di Jepara, maka diambillah
tindakan-tindakan seperlunya. Thim hendak menyongsong pasukan yang
ditarik dari Kartasura ke Semarang, tetapi ditentang oleh Dewan. Menurut
Thim sikap Dewan tersebut terdorong oleh rasa iri hati. Mungkin karena
hal itu, dank arena kehadirannya di Ternate sangat diperlukan, maka Thim
tidak mau tinggal lebih lama di Jepara dan berangkat pada tanggal 22
Maret 1686.

14
Demaka dikosongkan, kecuali tempat prajurit yang harus menjaga
gudang. Gresik untuk sementara ditinggalkan. Di kantor-kantor lain
Belanda siap siaga. Beberapa orang bumiputera yang sma sekali tidak
bersalah dimasukkan kedalam penjara dan dituduh sebagai bajak laut dari
Minang. Karena huru-hara itu semua petani di pedalaman dikerahkan
untuk masuk tentara Sunan. Akibatnya perdagangan menjadi merosot.
Di Betawi pun ketakutan terasa hebat dan bahkan berlangsung
lebih lma daripada di Jepara. Sesudah tanggal 18 Februari berita buruk
disiarkan, maka pejabat yang telah ditunjuk selaku Gunernur Ternate,
untuk sementara dibebani komando bagi seluruh pantai timur di Pulau
Jawa. Pada tanggal 20 Maret Pemerintah Agung telah mengirimkan 450
pasukan Eropa dan 350 parjurit pribumi untuk Jepara saja.
Pengutusan Thim yang dimaksud untuk jangka waktu empat atau
lima hari saja karena komando sebetulnya akan diserahkan kepada seorang
veteran dari perang besar dulu, yaitu Jan Albert Sloot, yang pada waktu itu
kebetulan sedang sakit. Ketika penyakitnya belum sembuh maka diutuslah
Harmen Dirx Wandepoel ke Jepara. Pada tanggal 6 April Wanderpoel
bertolak dari Betawi. Baru pada akhir tahun kesehatan Jan Albert Sloot
pulih kembali, sehinnga ia dapat berugas di timur Pulau Jawa. Di sana ia
tetap bertugas samapai meninggal pada tahun 1694.
Pimpinan Kompeni sadar bahwa Mataram masih menggenggam
harta Kompeni yang sangat berharga, yakni garnisun di Kartasura. Factor
ini menjadi peringatan akan kewaspadaan. Tidak lama setelah
pembunuhan, yaitu pada tanggal 22 Februari datang utusan dari Mataram
ke Betawi
Sepucuk surat dari Sunan yang mereka bawa, diawali dengan
permohona maaf atas pembunuhan yang dilakukan orang Bali terhadap
para abdi Kompeni. Tetapi Sunan terlibat dalam marabahaya dan
kehilangan banyak orang. Pasti ada orang yang melancarkan tuduhan
bahwa ia tidak setia. Oleh karena itu, Sunan mengutus duta-duta ini. Para
utusan mengharapkan mudah-mudahan kedatangan mereka yang cepat itu
dapat membantah segala desa-desus yang negative. Seorang di antara

15
mereka telah melihat drama di Kartasura, dan melihat Nalajaya ada di
dekat Sunan dan di tempat pembunuhan, sehingga banyak laporan yang
tidak sesuai dengan kenyataan.
Ditinggalkannya keratin oleh Sunan seolah-oleh dilakukan
bersama-sama dengan Tack. Di tengah jalan Tack memohon agar Sunan
kembali ke keratin. Sebaliknya Sunan meminta kepada Tack agar ia pun
kembali ke loji. Kemudian masing-masing kembali. Selanjutnya Surapati
keluar dari Gumpang, tempat persembunyiannya dan menyerang Greving
yang kemudian gugur bersama 5 prajurit Belanda, serta 5 mantri Mataram
yang namanya disebut satu persatu. Sesudah itu Tack menuju alun-alun
dengan membawa 4 kompi pasukan. Tetapi setelah 2-3 jam melawan
orang-orang Bali yang mengamuk, pasukan Belanda terpaksa mundur.
Selam itu Sunan tidka pernah keluar dari keratonnya.
Di Cirebon, Kompeni menghadapi intrik-intrik yang bermaksud
untuk menundukkan para pangeran dan rakyat kembali ke Kartasura oleh
hasutan-hasutan golongan Islam yang memperdaya rakyat yang percaya
takhayul agar membenci Kompeni dan mengajak berontak.
Dari Kartasura Surapati mrnuju kE timur. Pengejaran di bawah
pimpinan Sindureja yang telah dipermaklumkan, sama sekali tidak terjadi.
Sindureja baru berangkat pada tanggal 10 Februari, berarti dua hari setelah
kejadian pembunuhan itu. Tetapi keesokan harinya ia sudah kembali
setelah memamerkan kekuatannya di tengah persawahan dan memaksa
beberapa orang untuk ikut. Pada tanggal 25 Februari diutus 9.000 orang ke
arah timur di bawah pimpinan Pangeran Puger, Natakusuma, Panular, dan
lain-lain. Sekedar untuk memperlihatkan kesungguhan tindakan tersebut,
mereka membacakan dulu surat perintah Sunan di loji Belanda. Segala
sesuatu yang mereka lakukan akan dianggap seolah-olah dilakukan Sunan
sendiri. Kepala Surapati lah yang harus mereka bawa kembali dan karunia
akan diberikan pada mereka. Para Bupati pesisir timur diajak memotong
jalan Surapati yang menuju Blambangan. Adipati Surabaya, Jangrana,
diutus untuk menggugah para Bupati itu. Awal Maret telah diterima berita
bahwa Surapati telah mencapai Singkal di tepi kali Brantas. Disana ia

16
membuat suatu perkubuan. Dari sebelah utara Jayalelana dari Banger dan
Janglana dari Surabaya memimpin pasukannya melawan Surapati.
Sedangkan dari Kartasura Pangeran Natakusuma, Puger, Panular, dan
Raden Martawijaya bersama 4.000 prajurit menuju ke Singkal. Sehingga
rupanya si pemberontak itu terkepung disana. Tetapi Surapati meloloskan
diri dengan menyebrangi kali Brantas berkat bantuan penduduk Kediri.
Lewat Wirasaba ia menuju Bangil dan dari sana ke Pasuruan, dimana
Anggajaya, adik Jangrana, Adipati Surabaya berkuasa. Di Pasuruan
Surapati bertindak sebagai raja kecil. Ia menerapkan hari-hari
pasowanan(menghadap) serta permainan sodoran (watangan) solah-olah
ia Susuhunan kedua. Ia mendiami sebuah dalem yang indah dan
menamakannya dirinya Raden Aria Wiranagara. Kotanya dikelilingi
tembok dengan Meriam-meriam. Dari bangil sampai Banger para Bupati
Jawa mengakui kekuasannya, sekalipun mereka masih mempertahankan
sebagian kekuasaan mereka masing-masing. Dari belakang Surapati
dilindungi oleh Penggunungan Tengger yang buas itu, di sebelah timur
oleh Blambangan yang kacau. Dari pihak Mataram Surapati tidak banyak
mengalami gangguan. Cakraningrat diutus untuk melawannya, tetapi
pangeran tua itu bertindak terburu-buru. Memang ada berita mengenai
pertempuran-pertempuran yang memakan banyak korban jiwa, tetapi
disamping itu terdengar desas-desus bahwa orang Bali dan Jawa bermain
sandiwara. Secara terperinci kita tidak tahu seluk-beluknya, tetapi Surapati
pasti tidak merasa terdesak.

7. Bab 7 Epilog
Peristiwa yang terjadi pada tanggal 8 Februari 1686 itu tak pernah
dijelaskan dengan cukup jelas. Hal-hal yang kabur itu antara lain
bagaimana Surapati dapat lolos dari kepungan Cakraningrat, mengapa
Sunan mau melarikan diri dari keratin, dan bagaimana Surapati dengan tak
terduga dapat kembali ke alun-alun.
Dalam surat-suratnya Sunan membentangkan kerugian yang berat
yang dideritanya ketika Surapati singgah di Kartasura, kerusakan yang

17
diakibatkan oleh Surapati, serta harta karun yang diambilnya. Ini semua
hanya sandiwara belaka. Ucapan-ucapan kesetiaan kepada Kompeni hanya
berpura-pura saja, sama seperti pertempuran berdarah dengan Surapati
yang hanya sandiwara. Mengenai permainan licik itu kita memilki banyak
data sekalipun bagian-bagian penting yang dapat diragukan. Tetapi
terdapat bukti-bukti yang cukup dapat dipercaya. Dari data itu terlihat
bahwa hubungan antara Surapati dengan keratin Mataram lebih akrab
daripada apa yang dapat disimpulkan dari petempuran-pertempuran
berdarah antara orang Bali dengan orang Mataram.
Setelah terjadinya pembunuhan terhadap Tack, Sunan mengambil
langkah-langkah untuk menangkap Surapati. Tetapi langkah-langkah
tersebut tidak sangat memadai. Pasukan-pasukan yang diutus di bawah
pimpinan Sindureja cepat kembali juga. Anak buah Jangrana dan lain-lain
yang mengepung Surapati di Singkal tidak mencegah pelariannya sehingga
ia dapat bersembunyi di Pasuruan, dan disana berlagak bagaikan seorang
raja kecil. Kemudian pada bulan Mei 1686 Cakraningrat diutus, tetapi
sekalipun membawahi 30.000 prajurit, selama tahun pertama ia tidak
melakukan sesuatu apa pun. Pada pertengahan 1687 Surapati bahkan untuk
kedua kalinya mengunjungi Kartasura. Tetapi pada akhir tahun itu
perkembangan tampaknya menjadi semakin gawat. Pasuruan bahkan mulai
diancam dengan didirikannya benteng-benteng kecil.
Dapat dipahami bahwa dalam sandiwara perang-perangan yang
tragis ini para pelaku sama sekali tidak menyukai peranan yang harus
mereka mainkan. Mereka mengganggap dirinya dijadikan umpan Meriam
dan berkeluh kesah. Nasib mereka sangat berlainan bila dibandingkan
dengan keadaan para pemimpin mereka yang hanya bersenang-senang
selagi bertugas, tak pernah kelihatan dalam pertempuran, makan dan
minum seenaknya, sementara rakyat kecil menderita kekurangan serta
disiksa berbagai macam penyakit.
Tidak dapat dipastikan apakah Sunan bermaksud baik atau buruk
terhadap Surapati. Memang dengan membunuh Tack ia telah berjasa besar
terhadap raja. Tetapi dengan mendirikan pusat kekuasaan baru di

18
Pasuruan, ia telah berbuat sesuatu yang tidak dapat disetujui Sunan
sepenuhnya, karena kehadiran Surapati disana dapat menimbulkan
berbagai kesulitan dengan Kompeni. Kompeni meragukan bahwa usaha-
usaha untuk membunuh Surapati itu dilakukan dengan sungguh-sungguh,
karena kelak hubungan Surapati dengan Amangkurat ternyata cukup
akrab. Ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Sunan memang
sungguh-sungguh berusaha membunuh Surapati secara diam-diam. Atas
permintaan Sindureja, pada April 1687 Panglima Sloot menuju ke
Semarang untuk mengadakan perundingan bersama. Setelah lama
ditunggu akhirnya Sindureja muncul, dan menyajikan suatu cerita tentang
orang-orang Mataram yang kini sudah bertobat dan ingin hidup damai
dengan Kompeni. Untuk itu Surapati harus dikorbankan, hidup atau mati.
Rupanya yang dimaksud ialah usaha untuk pembunuhan yang terakhir.
Menurut keterangan Sumabrata, yang kemudian hari menjadi patih,
Sindurejalah yang mengatur hubungan antara Sunan dan Kompeni,
sekalipun ia sebetulnya seorang yang lemah dan serakah. Tetapi ia pasti
tidak berdiri sendiri. Dalam hubungan ini dapat disebut Suranata, salah
seorang pelaku utama dalam sandiwara Pasuruan, serta Jiwaraga, Adipati
Bupati Jepara yang dalam surat-suratnya ke Kartasura memperlihatkan
yang anti-Kompeni.
Perjuangan golongan nasional tidak beruntung karena dipimpin
oleh putra mahkota Pangeran Adipati Anom. Sebagai kaum nasionalis
mencari hubungan lagi dengan Kompeni, seperti Sunan dan Sindureja.
Keduanya pun meninggal pada tahun 1703 sehingga putra mahkota
mengangkat dirinya sebagai Susuhunan. Dan Sumabrata, musuh Kompeni,
dijadikan patih. Tetapi karena pamannya, Pangeran Puger melarikan diri
ke Semarang, dan meminta perlindungan kepada Adipati yang pro-
Kompeni itu, maka sahabat-sahabat Kompeni memperoleh seorang tokoh
pemersatu. Sesudah Pemerintahan Agung mengakui Puger sebagai
Pakubuwana, maka akhirnya Kompeni selaku pembela raja baru dapat
memerangi golongan nasionalis dan keluar sebagai pemenang.

19
8. Bab 8 Penutup
Selama 18 tahun hubungan tetap tegang antara Belanda dan
Kerajaan Mataram, selama itu juga Belanda semakin melibatkan dirinya
dalam kepentingan Kerajaan Mataram. Pembunuhan Terhadap Tack
berakibat kebalikan dari apa yang sekitar tahun 1685 telah diperjuangkan
bersama-sama oleh orang Mataram dan Belanda. Dalam perspektif ini
drama terbunuhnya Kapten Tack merupakan mata rantai pokok dalam
riwayat penegakan pemerintah Belanda di Pulau Jawa.

B. Kisah Cerita Robert Anak Surapati

Kapal layar Dolfijn, yang datang dari Indonesia menuju ke negeri


Belanda, telah melalui Tanjung Harapan, di sebelah Selatan benua Afrika, dan
sedang menghampiri pulau Sint Helena. Salah seorang penumpang kapal itu
yang bernama Suzane Moor, tergeletak sakit kepayahan. Ibu muda ini mengerti
derita yang sedang dirasakannya. Beruntung, Tuan van Reijn, penumpang
kapal itu yang kamarnya bersebelahan dengannya datang melihatnya Suzane
Moor kemudian memohon agar van Reijn dan istrinya mau merawatanaknya.
Ia juga menyerahkan sepucuk surat yang sudah ia tulis sebelumnya untuk
diberikan kepada anaknya yang baru boleh diberikan oleh van Reijn jika anak
itu sudah berusia 21 tahun. Itulah pesan terakhir Suzane Moor.Sebab setelah
itu, maut datang menjemputnya. Suzane Moor pun meninggal dunia. Suami-
istri van Reijn kemudian memutuskan untuk menjadikan anak yang masih kecil
itu sebagai anak angkatnya. Di tangan suami-istri van Reijn, Anak itu diberikan
nama yaitu Robert , ia tumbuh dan hidup dalam limpahan kasih sayang yang
berlebihan. Istri van Reijn yang meninggal lebih cepat dan belum sempat
menanamkan budi pekerti yang baik kepada Robert. Di satu pihak van Reijn
lebih mewujudkan kasih sayangnya dalam bentuk limpahan uang dan
kebebasan. Jadilah Robert tumbuh sebagai anak laki-laki yang suka mabuk-
mabukan dan senang berkelahi.

Suatu hari, ketika Robert sedang berpesta di rumah kekasihnya


yang bernama Digna, datang kabar yang amat sangat mengejutkan bagi

20
pemuda itu, ayah angkatnya meninggal dunia. Bagi Robert yang belum
mengetahui bahwa van Reijn hanyalah ayah angkatnya, kematian itu amat
merisaukannya dan membuat dunia nya hancur. Lebih-lebih, bahwa sejauh itu
ayahnya belum sekali pun memberitahukan perihal haknya untuk mengurusi
harta warisan almarhum. Untuk mengetahui apakah ayahnya menulis surat
wasiat atau tidak, ia memberanikan diri memeriksa meja tulis almarhum
ayahnya. Robert menemukan sebuah surat bertuliskan: “Kepada Robert. Boleh
dibuka jika ia telah berumur 21 tahun.” Robert sebenarnya hendak menaati
pesan tersebut, apalagi jika mengingat bahwa dalam tiga bulan mendatang, ia
akan genap berusia 21 tahun. Namun, rupanya sang nasib harus menentukan
lain. Percekcokan dengan pamannya, Gerard van Reijn, telah membuat Robert
makin penasaran terhadap surat itu. Maka, dibukalah surat itu. Betapa terkejut
campur sedih hati Robert. Kini, terbukti siapa dirinya yang sebenarnya. Jelas
sudah, mengapa pamannya begitu berambisi hendak menguasai harta warisan
Jozef van Reijn. Surat itu juga sekaligus telah memperkuat pesan terakhir
almarhum kepada Robert, yang belum selesai ditulis seluruhnya, “Robert yang
tercinta! Tidak patut aku lebih lama menyembunyikan suatu keterangan yang
harus engkau ketahui. Engkau sebenarnya bukan anakku, meskipun…” Surat
yang belum selesai itulah yang kemudian dijadikan senjata oleh Gerard untuk
menguasai harta ayah angkat Robert. Betapapun hati Robert kecewa, ia tak
dapat berbuat apa-apa. Ia harus menerima kenyataan yang dihadapinya kini.
Maka, bulatlah sudah keputusannya untuk pergi meninggalkan Belanda,
meninggalkan kekasihnya bersama kekecewaan dan kepedihan hatinya, hingga
sampailah ia ke Jakarta.

Di Jakarta, Robert menjadi serdadu Kompeni. Ia mulai merasakan


bahwa sesungguhnya masing-masing orang memikul tanggung jawabnya
sendiri. Baik kepada dirinya, pekerjaannya, maupun kepada negaranya. Suatu
kesadaran yang tumbuh sejalan dengan usaha mencari dan menemukan jati
dirinya. Maka, ketika tanpa diduga ia bertemu kembali dengan Digna, ia
menghadapinya dengan sikap lebih dewasa. Terlebih lagi, Digna kini sudah
resmi menjadi istri Voorneman, seorang duda beranak satu. Walaupun
demikian, Voorneman yang mulai sakit-sakitan itu, justru memandang

21
pertemuan istrinya dengan Robert, penuh dengan rasa cemburu dan tak
bersahabat. Di hadapan Digna, Robert berjanji untuk membalas dendam atas
kematian Kapten Tack, ayah Digna, yang tewas akibat perlawanan Surapati.
Ketika Edeler Herman de Wilde membutuhkan seorang mata-mata untuk
membongkar kekuatan Surapati di Pasuruan, Robert segera mengajukan diri.
Walaupun masih muda, Robert diterima untuk mengemban tugas itu.
Penerimaan oleh Herman de Wilde itu sebenarnya bukan karena Robert akan
mampu menjalankan tugas itu, melainkan semata-mata karena kebenciannya
kepada Robert. Malang bagi Robert, ketika ia memasuki daerah Pasuruan,
penyamarannya terbongkar. Ia kemudian ditangkap dan dijebloskan ke penjara.
Esoknya, demi mendengar bahwa tahanan itu seorang peranakan, Surapati
datang. Betapa terkejutnya Surapati ketika ia memeriksa barang-barang Robert.
Lebih terkejut lagi ketika Robert yang waktu itu mengaku bernama Walter
menyerahkan surat yang ditulis Suzane Moor. Bagi Surapati, persoalannya kini
sudah jelas bahwa orang yang di hadapannya itu tidak lain adalah anak
kandungnya sendiri. Maka, dibeberkanlah segala tabir rahasia yang
menyelimuti diri Robert. Surapati yang hendak dibunuh oleh Robert yaitu
ayahnya sendiri. Kemudian kini, orang itu ada di hadapannya; mengajaknya
bersekutu melawan Kompeni. Bahkan, hendak memberinya kekuasaan, dan
tidak sekadar sebuah pangkat kopral yang disandangnya kini.

Pertemuan ayah-anak itu tak menyenangkan kedua belah pihak.


Robert yang merasakan asuhan keluarga Belanda, hidup dalam suasana dan
lingkungan Belanda, menganggap bahwa bangsa dan negaranya adalah
Belanda, bukan Jawa. Itulah pilihan yang diambil Robert. Apabila ia bersekutu
dengan Surapati keputusan anaknya itu tentu amat menyedihkannya. Namun,
sebagai seorang pemimpin yang berjuang untuk membebaskan bangsa dan
tanah airnya dari cengkeraman penjajah, ia tak boleh hanyut oleh sentiment
pribadi. Robert tetap harus diperlakukan sebagai tawanan. Dalam suatu
penyerbuan Belanda ke daerah kekuasaan Surapati, Surapati yang berusaha
mempertahankan daerahnya, terluka parah. Ia segera dibawa ketempat yang
lebih aman. Pada saat itulah timbul keinginan untuk menyadarkan kembali
anaknya. Robert kembali diminta agar mau melanjutkan perjuangan ayahnya

22
karena sesungguhnya tanah dan bangsanya adalah Jawa bukan Belanda.
Namun, entah mengapa, keputusan tetap tak berubah walaupun pertemuan
dengan ayahnya yang terakhir ini dapat mempertemukan perasaan masing-
masing. Hanya karena Robert tetap merasa sebagai orang Belanda, tak ada
pilihan lain, kecuali melangkah menurut keyakinan masing-masing. Surapati
sendiri tak dapat memaksakan kehendaknya.

Setelah pertemuan itu, Surapati meninggal, sedangkan Robert


dibebaskan dan diantar oleh para prajurit Surapati sampai keperbatasan
wilayah Belanda. Namun, apa yang dihadapi Robert kemudian, sungguh di luar
dugaan. Patrol Belanda menuduhnya sebagai mata-mata penjara. Beruntung ia
dapat menemui Herman de Wilde yang kemudian membebaskannya walaupun
ia tetap dicurigai sebagai mata-mata Surapati. Perlakuan teman-teman
seperjuangannya amat menyakiti hatinya, Robert tetap bertekad untuk
menunjukkan bahwa dirinya bukan mata-mata, bukan sampah masyarakat,
sebagaimana yang ia terima dari para pejabat Belanda. Ia akan membuktikan
bahwa dirinya patriot sejati bangsa Belanda. Tekad itu ia sampaikan pula
kepada Digna yang kini memahami keadaan Robert setelah ia mendengar
penuturan bekas kekasihnya. Belakangan ini, Digna mendengar kabar dari
pamannya, Van Hoorn, bahwa Robert yang lebih dikenal dengan nama Walter,
gugur dalam sebuah pertempuran hebat. “Ia telah membukakan mata khalayak
umum yang biasa menghinanya dengan suatu kenyataan yang jarang-jarang
diperlihatkan orang di dalam sejarah perjuangan Oost Indishe Compagnie di
negeri ini.Sekarang tahulah orang banyak, bahwa orang yang terbuang-buang
itu sebenarnya ialah seorang pahlawan tanah air yang mahal tandingannya. Ia
gugur beserta lima puluh orang kawannya, sebagai pahlawan, di bawah
kelindungan siti gawarna, yang dapat dipancangkannya di benteng musuh,
dengan mengurbankan nyawanya, Robert gugur sebagai pahlawan bangsa
Belanda.

23
BAB III

KRITIK SUMBER

A. Kritik Internal

1. Buku Terbunuhnya Kapten Tack: Kemelut di Kartasura

a. Buku yang sangat menarik dan bermanfaat untuk bahan referensi para
pembaca

b. Didalamnya membahas berbagai macam aspek yang berhubungan


dengan kronologi terbunuhnya Kapten Tack.

c. Karena buku ini merupakan buku terjemahan, penggunaan bahasanya


tidak mudah dipahami sehingga pembaca perlu untuk membaca berulang
kali agar dapat memahami isi dari buku tersebut

d. Bahasanya yang ilmiah sehingga cocok untuk pembaca yang penasaran


sejarah kemelut kerajaan mataram, tetapi untuk orang awam akan
kesulitan untuk memahaminya.

d. Buku ini mengambil berbagai macam sumber baik itu sudut pandang
Jawa maupun Belanda.

2. Buku Robert Anak Surapati

a. Buku ini bagus untuk dijadikan sarana belajar sejarah oleh para pembaca.

b. Di dalam buku ini terdapat kata-kata yang rancu membuat kurang


nyaman untuk di baca.

c. Di dalam buku ini gambar nya tidak berwarna-warni yang membuat


pembaca kurang bisa berimajinasi dengan peristiwa yang terjadi.

d. Di dalam buku ini gambar nya sangat sedikit.

B. Kritik Eksternal

1. Buku Terbunuhnya Kapten Tack: Kemelut di Kartasura

24
a. Untuk kover buku ini menarik, warnanya cocok dengan gambar relief
yang menunjukkan budaya tradisional Kartasura.

b. Bukunya cukup tebal dan masih rapi untuk ukuran buku terbitan lama

c. Untuk gambaran ceritanya terdapat di bagian belakang yang sangat


memudahkan pembaca mengetahui gambaran isi cerita buku tersebut.

2. Buku Robert Anak Surapati

a. Kover dalam judul ini menarik karena disajikan ilustrasi gambar Robert
dan untung surapati yang membuat pembaca bisa dengan mudah
mengetahui peran utama dari tokoh yang akan diceritakan di buku ini.
b. Perekat buku kurang kuat, membuat beberapa lembar buku terlepas dari
bukunya.
c. Kertas yang digunakan lumayan tebal dan bagus.
d. Dibelakang buku dijelaskan riwayat hidup penulis membuat pembaca
bisa mengetahui dengan jelas biografi sang penulis buku Robert anak
Surapati ini dengan mudah.

25
LAMPIRAN

Gambar 1. Cover buku Terbunuhnya Kapten Tack


(Sumber : Dokumen Pribadi)

Gambar 2. Cover buku Robert Anak Surapati


(Sumber : Dokumen Pribadi)

26

Anda mungkin juga menyukai