Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Banyak orangtua yang menganggap bahwaanak-anak yang memiliki kebutuhan khusus

merupakan suatu aib yang sngat besar dan memalukan bagi keluarga. Dan tidak jarang

mereka membuang atau menggugurkan janin yang ada di rahim mereka. Salah satu dari anak

yang memiliki kebutuhan khusus itu adalah anak yang memiliki IQ di bawah 70, dan pada

umumnya orangtua akan menganggap anak mereka bodoh. Anak-anak yang memiliki IQ di

bawah 70 ini jarang sekali dapat mengurus dirinya sendiri dan berinteraksi dengan

lingkungan sosialnya. Untuk itu peran orangtua sangat di butuhkan namun jarang sekali

orangtua sadar dan mengerti akan kebutuhan anaknya

Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi

Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari

seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70.Sebagai sumber daya manusia

tentunya mereka tidak bias dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan

perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya.(Swaiman KF, 1989).Prevalensi

retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi.

Di indonesia 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui

karena retardasi metal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan

dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah

dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak

pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.Sehingga retardasi mental masih merupakan

1
dilema, sumber kecemasan bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis,

pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.

1.2. Rumusan Masalah


a. Bagaimana Konsep dari retardasi mental itu?
b. Seperti apa Tahap Perkembangan anak?
c. Bagaimana peran dan fungsi keluarga terhadap penyakit ini?
d. Seperti apa respon dinamika keluarga terhadap penyakit dan stress?
e. Bagaimana pula Home care dalam hal Retardasi Mental ini?

1.3. Tujuan
a. Dapat mengetahui konsep penyakit retardasi mental pada anak
b. Dapat mengetahui bagaimana tahap perkembangan anak
c. Dapat mengetahui peran dan fungsi keluarga dalam penyakit ini
d. Dapat mengetahui respon dinamika keluarga terhadap penyakit dan stress
e. Dapat mengetahui pelayanan “Home Care” untuk kasus retardasi mental

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit

2.1.1 Definisi

2
International Classification of Disease revisi ke-10 (ICD-10) menggunakan istilah

“retardasi mental adalah suatu kondisi terhentinya atau tidak lengkapnya perkembangan

pikiran, yang terutama ditandai oleh gangguan keterampilan yang dimanifestasikan selama

periode perkembangan, yang mempengaruhi keseluruhan tingkat kecerdasan, yaitu

kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial” (Szymanski LC & Kaplan LC, 2004 ;

Maslim, 2001). Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan

fren = jiwa) atau tuna mental (Willy & Albert, 2009).

Menurut WHO (dikutip dari Menkes, 1990), retardasi mental adalah kemampuan mental

yang tidak mencukupi.

Carter CH (dikutip dari Toback C.) mengatakan retardasi mental adalah suatu kondisi

yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang mnyebabkan ketidakmampuan individu

untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap

normal.

Menurut Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi

intelegensi yang rendah yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku dan

gejalanya timbul pada masa perkembangan.

Sedangkan menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental bila

memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Fungsi intelektual umum dibawah normal

2. Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial

3. Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun

3
Retardasi Mental adalah kelainan fungsi intelektual yang subnormal terjadi pada masa

perkembangan dan berhubungan dengan satu atau lebih gangguan dari ;

1. Maturasi
2. Proses belajar
3. Penyesuaian diri secara sosial

2.1.2 Penyebab

a. Faktor Etiologi

Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui

adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium.

Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Ada beberapa faktor

penyebab yang dinyatakan sebagai dasar terjadinya retardasi mental, misalnya faktor cedera

yang terjadi didalam rahim, saat bayi tersebut masih berbentuk janin. Selain itu dapat pula

terjadi cedera pada saat kelahiran (persalinan). Ada teori lain, menyebutkan adanya variasi

somatik yang dikarenakan perubahan fungsi kelenjar internal dari sang ibu selama terjadinya

kehamilan, dan hal ini belum diketahui secara lengkap mekanismenya. Selain itu, perlu

diwaspadai penyakit-penyakit yang terjadi pada awal masa kanak-kanak, karena hal yang

demikian dapat menimbulkan retardasi mental. Diperkirakan juga ada sejumlah faktor

genetik lainnya yang dapat menimbulkan gangguan retardasi mental.

Demikian pula halnya dengan beberapa faktor prenatal yang dialami oleh ibu-ibu

yang hamil, misalnya telah sama diketahui bahwa calon ibu-ibu yang mengalami penyakit

campak Jerman (Rubella) sering anak yang dikandungnya dikemudian hari akan mengalami

gangguan retardasi mental. Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan

metabolisme (misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan protein), sindroma

4
reye, dehidrasi hipernatremik, Hipotiroid kongenital, hipoglikemia (diabetes melitus yang

tidak terkontrol dengan baik), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini seperti

kwashiorkor, marasmus dan malnutrisi dapat mengakibatkan retardasi mental. Retardasi

mental juga dapat disebabkan oleh kesalahan jumlah kromosom (sindroma Down), defek

pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma Angelman, sindroma Prader Willi), dan

translokasi kromosom. Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan. seperti

galaktosemia, penyakit Tay-Sachs, fenilketonuria, sindroma Hunter, sindroma Hurler,

sindroma Sanfilippo juga dapat menjadi penyebab retardasi mental. Akibat penyakit otak

yang nyata (postnatal), dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma

(tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa

reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga

herediter). Reaksi sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif,

sklerotik atau reparatif. Prematuritas dan kehamilan wanita diatas 40 tahun juga dapat

menjadi penyebab kasus retardasi mental. Hal ini berhubungan dengan keadaan bayi pada

waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan atau dengan masa hamil kurang dari

38 minggu.

b. Faktor Prenatal

Penyebab retardasi mental adalah infeksi dan penyalahgunaan obat selama ibu

mengandung. Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang dapat menyebabkan

kerusakan otak. Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental, seperti sifilis,

cytomegalovirus, dan herpes genital. Obat-obatan yang digunakan ibu selama kehamilan

dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta. Sebagian dapat menyebabkan cacat fisik dan

retardasi mental yang parah. Anak-anak yang ibunya minum alkohol selama kehamilan sering

lahir dengan sindrom fetal dan merupakan kasus paling nyata sebagai penyebab retardasi

5
mental. Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak,

seperti encephalitis dan meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung timah sangat

berpotensi menyebabkan retardasi mental.

c. Infeksi Maternal

Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa kehamilan meningkatkan risiko terjadinya

infeksi sitomegalovirus maternal. Infeksi sebagian besar asimptomatik, tetapi 15 %

mempunyai mononucleosis like syndrome dengan gejala seperti demam, faringitis,

limpadenopati, dan poliartritis. Jadi, infeksi primer yang ditularkan kepada janin pada sekitar

40 % kasus, lebih sering berkaitan dengan morbiditas parah. Meskipun infeksi transplasental

tidak universal, janin yang terinfeksi lebih besar kemungkinannya disertai dengan infeksi

maternal selama masa pertama kehamilan. Dalam kenyataannya, mengingat sebagian besar

infeksi selama kehamilan bersifat rekuren, mayoritas neonatus dapat terinfeksi secara

kongenital. Untungnya, infeksi kongenital yang terjadi akibat infeksi rekuren lebih jarang

disertai dengan sekuele yang terlihat secara klinis dari pada infeksi kongenital yang

disebabkan oleh infeksi primer. Infeksi selama kehamilan perlu mendapat perhatian

mengingat efeknya yang berbahaya bagi janin. Namun, kebanyakan kasus infeksi sulit

dideteksi karena tidak memperlihatkan gejala seperti demam. Kondisi tersebut sangat

menyulitkan untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi atau tidak. Akibatnya, sebagian

besar ibu hamil tidak menyadari bahwa kehamilannya berisiko. Bayi yang dilahirkan pun

berisiko mengalami cacat bawaan, kelainan mata, dan hidrosefalus. Di samping lewat

makanan yang tidak dimasak secara matang, cuci tangan yang kurang bersih akan

menyebabkan tersalurnya infeksi ke dalam tubuh. Bagi ibu yang telah terinfeksi akan

menyalurkan parasit melalui plasenta. Plasenta ini dapat menyebarkan penyakit ke janin

melalui aliran darah, namun resiko janin terinfeksi tergantung dari usia kehamilan saat ibu

6
terinfeksi. Semakin muda usia kehamilan, semakin besar risiko bayi cacat. Sebaliknya,

semakin tua usia kehamilan, maka semakin kecil risiko bayi cacat.

d. Prematuritas Sebagai Faktor Etiologi Retardasi Mental

Retardasi mental adalah keadaan fungsi intelektual umum bertaraf subnormal yang

dimulai dalam masa perkembangan individu dan berhubungan dengan terbatasnya

kemampuan belajar maupun daya penyesuaian dan proses pendewasaan individu. Retardasi

mental bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu kondisi yang memiliki penyebab

berbeda-beda. Penyebab retardasi mental dapat dikategorikan dalam tiga kategori, yaitu yang

bersifat organobiologik, psikoedukatif dan sosio kultural. Penyebab organobiologik, misalnya

berat badan, usia kelahiran, posisi bayi dalam kandungan, penyakit campak waktu bayi,

kekurangan fenilalanin, dan lain-lain. Penyebab psikoedukatif berkaitan dengan kurangnya

stimulasi dini, lingkungan yang tidak memacu perkembangan otak, terutama pada tiga tahun

pertama. Penyebab sosiobudaya berfokus pada perbedaan variabel sosioekonomibudaya;

prevalensi penderita retardasi mental lebih besar pada keluarga dengan tingkat sosioekonomi

rendah. Di samping familial retardation, penyebab retardasi mental berhubungan dengan

tidak sempurnanya berat badan dan usia kelahiran. Bayi dengan berat badan kurang dari 2500

gram sewaktu dilahirkan memiliki kemungkinan lebih besar untuk menderita retardasi

mental. Anak dengan usia kandungan di bawah 9 bulan berkaitan dengan ketidak sempurnaan

bayi yang membuatnya peka terhadap tekanan, stres dan penyakit dari lingkungan. Akibat

psikologik dan kemampuan belajar yang disebabkan oleh ketidak sempurnaan berat badan

dan usia kandungan saja sulit dipastikan karena kedua hal itu dipengaruhi oleh banyak

variabel. Retardasi mental dipengaruhi juga oleh posisi bayi dalam persalinan. Bayi dengan

posisi normal, yaitu kepala dalam kedudukan ke luar lebih dahulu, mengalami luka dan

kesakitan lebih sedikit dibandingkan dengan posisi lain. Bayi dengan posisi abnormal dapat

7
menimbulkan berbagai macam masalah. Kerusakan otak dan anoksia dapat terjadi karena

posisi yang abnormal. Kedua hal itu dapat mempengaruhi perkembangan bayi, terutama

fungsi intelektualnya.

2.1.3 Tanda dan Gejala

Gejala klinis retardasi mental terutama yang berat sering disertai beberapa kelainan fisik yang

merupakan stigmata congenital yang kadang-kadang gambaran stigmata mengarah kesuatu

sindrom penyakit tertentu. Dibawah ini beberapa kelaianan fisik dan gejala yang sering

disertai retardasi mental, yaitu :

a. Kelainan pada mata :

1) Katarak

- Sindrom Cockayne

- Sindrom Lowe

- Galactosemia

- Sindrom Down

- Kretin

- Rubella Pranatal, dll.

2) Bintik cherry-merah pada daerah macula

- Mukolipidosis

- Penyakit Niemann-Pick

- Penyakit Tay-Sach

3) Korioretinitis

- Lues congenital

- Penyakit Sitomegalovirus

- Rubella Pranatal

8
4) Kornea keruh

- Lues Congenital

- Sindrom Hunter

- Sindrom Hurler

- Sindrom Lowe

b. Kejang

1) Kejang umum tonik klonik

- Defisiensi glikogen sinthesa

- Hipersilinemia

- Hipoglikemia, terutama yang disertai glikogen storage disease I, III, IV, dan aaVI

- Phenyl ketonuria

- Sindrom malabsobrsi methionin, dll.

2) Kejang pada masa neonatal

- Arginosuccinic asiduria

- Hiperammonemia I dan II

- Laktik asidosis, dll.

c. Kelainan kulit

1) Bintik café-au-lait

- Atakasia-telengiektasia

- Sindrom bloom

- Neurofibromatosis

- Tuberous selerosis

d. Kelainan rambut

1) Rambut rontok

- Familial laktik asidosis dengan Necrotizing ensefalopati

9
2) Rambut cepat memutih

- Atrofi progresif serebral hemisfer

- Ataksia telangiektasia

- Sindrom malabsorbsi methionin

3) Rambut halus

- Hipotiroid

- Malnutrisi

e. Kepala

1) Mikrosefali

2) Makrosefali

- Hidrosefalus

- Neuropolisakaridase

- Efusi subdural

f. Perawakan pendek

1) Kretin

2) Sindrom Prader-Willi

g. Distonia

1) Sindrom Hallervorden-Spaz

Sedangkan gejala dari retardasi mental tergantung dari tipenya, adalah sebagai berikut:

a. Retardasi mental ringan

Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental. Kebanyakan dari mereka ini

termasuk dari tipe social-budaya dan diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik

kelas. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat diajar baca tulis bahkan

biasbisa sampai kelas 4-6 SD, juga bisa dilatih keterampilan tertentu sebagai bekal hidupnya

10
kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya mereka

ini kurang mampu menghadapi stress sehingga tetap membutuhkan bimbingan dari

keluarganya.

b. Retardasi mental sedang

Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, mereka ini mampu latih

tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai kelas dua SD

saja, tetapi dapat dilatih menguasai suatu keterampilan tertentu, misalnya pertukangan,

pertanian, dll. Apabila bekerja nanti mereka ini perlu pengawasan. Mereka juga perlu dilatih

bagaimana mengurus diri sendiri. Kelompok ini juga kurang kurang mampu menghadapi

stress dan kurang mandiri sehingga perlu bimbingan dan pengawasan.

c. Retardasi mental berat

Sekitar 7% dari seluruh penderita retardasi mental masuk kelompok ini. Diagnosis mudah

ditegakkan secara dini karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan

keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan perkembangan

motorik dan bahasa. Kelompok ini termasuk tipe klinik. Mereka dapat dilatih hygiene dasar

saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tidak dapat dilatih keterampilan kerja, dan

memerlukan pengawasan dan bimbingan sepanjang hidupnya.

d. Retardasi mental sangat berat

Kelompok ini sekitar 1% dan termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis dini mudah dibuat karena

gejala baik mental dan fisik sangat jelas. Kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka

ini seluruh hidupnya tergantung orang disekitarnya.

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang

11
Dengan melakukan skrining secara rutin misalnya dengan menggunankan DDST

(Denver Developmental Screening Test), maka diagnosis dini dapat segera dibuat. Demikian

pula anamnesis yang baik dari orang tuanya, pengasuh atau gurunya, sangat membantu dalam

diagnosis kelainan ini. Setelah anak berumur 6 tahun dapat dilakukan test IQ. Sering kali

hasil evaluasi medis tidak khas dan tidak dapat diambl kesimpulan. Pada kasus seperti ini,

apabila tidak ada kelainan pada system susunan saraf pusat, perlu, anamnesis yang teliti

apakah ada keluarga yang cacat, mencari masalah lingkungan/factor nonorganic lainnya

dimana diperkirakan mempengaruhi kelainan pada otak anak.

Beberapa pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada anak yang menderitaretardasi mental,

yaitu (Shonkoff JP, 1992):

a. Kromosomal kariotipe

1) Terdapat kelainan fisik yang tidak khas

2) Anamnesis ibu terancam zat-zat teratogen

3) Ganitalia abnormal

b. EEG (Electro Ensefalogram)

1) Gejala kejang yang dicurigai

2) Kesulitan mengerti bahasa yang berat

c. CT (Cranial Computed Tomography) atau MRI (Magnetic Resonance Imaging)

1) Kejang local

2) Tuberous sklerisis

3) Pembesaran kepala yang progresif

4) Dicurigai adanya tumor intrakranial

d. Titer virus untuk infeksi congenital

1) Mikroptalmia

2) Mikrosefali

12
3) Chorioretinitis

4) Klasifikasi intracranial

5) Neonatal hepatosplenomegali

e. Serum asam urat (Uric acid serum)

1) Gout

2) Sering mengamuk

3) Choreoatetosis

f. Laktat dan pirupat darah

1) Asidosis metabolic

2) Kejang mioklonik

3) Ataksia

4) Opthalmoplegia

5) Kejang dini dan hipotonia

6) Kelemahan yang progresif

7) Episode seperti stroke yang berulang

2.1.5 Penatalaksanaan Dan Pertimbangan Keperawatan

Penatalaksanaan anak dengan retardasi mentaladalah multidimensi dan sangat

individual. Tetapi perlu diingat bahwa tidak setiap anak penaganan multidisiplin merupakan

jalan terbaik. Sebaiknya dibuat rancangan suatu strategi pendekatan bagi setiap anak secara

individual untuk mengembangkan potensi anak tersebut seoptimal mungkin. Untuk itu perlu

melibatkan psikolog untuk menilai perkembangan mental anak terutama kemampuan

kognitifnya, dokter anak untuk memeriksa perkembangan fisiknya, menganalisis penyebab

dan mengobati penyakit atau kelainan yang mungkin ada. Juga kehadiran dari pekerja social

13
kadang-kadang diperlukan untuk menilai situasi keluarganya. Atas dasar itu maka dibuatlah

strategi terapi. Sering kali melibatkan lebih banyak ahli lagi, misalnya ahli saraf bila anak

juga menderita epilepsy, palsi serebral dll. Psikiater bila anaknya menunjukkan kelainan

tingkah laku atau bila orang tuanya membutuhkan dukungan terapi keluarga. Ahli rehabilitasi

medis bila diperlukan untuk merangsang perkembangan motorik dan sensoriknya. Ahli terapi

wicara untuk memperbaiki gangguan bicaranya atau untuk merangsang perkembangan

bicaranya. Serta diperlukan guru pendidikan luar biasa untuk anak-anak yang retardasi mental

ini.

Pada orang tuanya perlu diberikan penerangan yang jelas mengenai keadaan anaknya

dan apa yang dapat diharapkan dari terapi yang diberikan. Kadang-kadang diperlukan waktu

yang lama untuk meyakinkan orang tua mengenai keadaan anaknya maka perlu konsultasi

pula dengan psikolog atau psikiater. Disamping itu diperlukan kerja sama yang baik antara

guru dan orang tuanya, agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam strategi penanganan anak

disekolah dan dirumah. Anggota keluarga lainnya juga harus diberi pengertian agar anak

tidak diejek atau dikucilkan. Disamping itu, masyarakat perlu diberikan penerangan tentang

retardasi mental agar mereka dapat menerima anak tersebut dengan wajar.

Anak dengan retardasi mental memerlukan pendidikan khusus yang sesuaikan dengan

taraf IQ-nya. Mereka digolongkan yang mampu didik untuk golongan retardasi mental ringan

dan yang mampu latih untuk anak dengan retardasi mental sedang. Sekolah khusus untuk

anak retardasi mental ini adalah SLB-C. Di sekolah ini diajarkan juga keterampilan-

keterampilan dengan harapan mereka dapat mandiri di kemudian hari. Di ajarkan pula

tentang baik-buruknya suatu tindakan tertentu sehingga mereka diharapkan tidak memerlukan

tindakan yang tidak terpuji, seperti mencuri, merampas, kejahatan seksual dan lain-lain.

14
Semua anak yang retardasi mental ini juga memerlukan perawatan seperti

pemeriksaan kesehatan yang rutin, imunisasi dan monitoring terhadap tumbuh kembangnya.

Anak-anak ini juga disertai dengan kelainan fisik yang memerlukan penangan khusus.

Misalnya pada anak yang mengalami infeksi pranataldengan cytomegalovirus akan

mengalami gangguan pendengaran yang progresif walaupun lambat, demikian pula anak

dengan sindrom Down dapat timbul gejala hipotiroid. Masalah nutrisi juga perlu mendapat

perhatian.

2.2 Tahap Perkembangan Anak

2.2.1 Teori Perkembangan Kognitif dr Jean Piaget

Teori Piaget memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikologi

perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan. Trori ini

membahas munculnya dan diperolehnya schemata – skema tentang bagaimanan seseorang

mempersepsi lingkungannya. Teori ini membagi skema yang digunakan anak untuk

memahami dunianya melalui empat periode utama yakni:

Deskripsi Perkembangan

1. Sensorimotor (0 – 2 tahun)

Pengetahuan anak diperoleh melalui interaksi fisik, baik dengan orang atau objek

(benda). Skema-skemanya baru berbentuk refleks-refleks sederhana, seperti : menggenggam

atau mengisap

2. Praoperasional (2 – 6 tahun)

15
Anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasi dunia (lingkungan)

secara kognitif. Simbol-simbol itu seperti : kata-kata dan bilangan yang dapat menggantikan

objek, peristiwa dan kegiatan (tingkah laku yang nampak)

3.Operasi Konkrit (6 – 11 tahun)

Anak sudah dapat membentuk operasi-operasi mental atas pengetahuan yang mereka

miliki. Mereka dapat menambah, mengurangi dan mengubah. Operasi ini memungkinkannya

untuk dapat memecahkan masalah secara logis.

4.Operasi Formal (11 tahun sampai dewasa)

Periode ini merupakan operasi mental tingkat tinggi. Di sini anak (remaja) sudah

dapat berhubungan dengan peristiwa-peristiwa hipotesis atau abstrak, tidak hanya dengan

objek-objek konkret. Remaja sudah dapat berpikir abstrak dan memecahkan masalah melalui

pengujian semua alternatif yang ada.

2.2.2 Perkembangan Anak Retardasi Mental

Derajat Usia Prasekolah Usia Sekolah (6- Dewasa (21 dan

Retardasi (0-5) Maturasi 20) Latihan dan Lebih)

Mental dan Pendidikan Keadekuatan

Perkembangan Sosial dan

Kejuruan
Sangat Berat Retardasi jelas; Ada beberapa Beberapa

kapasitas berfungsi perkembangan perkembangan

yang minimal motorik; dapat motorik dan bicara;

dalam bidang berespon minimal dapat mencapai

sensorimotorik ; atau terbatas perawatan diri yang

memerlukan terhadap latihan sangat terbatas;

16
perawatan; menolong diri memerlukan

memerlukan sendiri perawatan

bantuan dan

pengawasan terus

menerus
Berat Perkembangan Dapat berbicara Dapat berperan

motorik yang atau belajar sebagian dalam

miskin; berbicara berkomunikasi; pemeliharaan diri

sedikit biasanya dapat dilatih dlaam sendiri di bawah

tidak mampu kebiasaan sehat pengawasan

belajar dari latihan dasar; memperoleh lengkap; dapat

menolong diri manfaat dari mengembangkan

sendiri; sedikit atau latihan kebiasaan keterampilan

tidak mempunyai sistematik; tidak melindungi diri

keterampilan mampu sendiri sampai

komunikasi memperoleh tingkat minimal

manfaat dari yang berguna

latihan kejuruan dalam lingkungan

yang terkendali
Sedang Dapat berbicara Dapat berbicara Dapat bekerja

atau belajar untuk atau belajar untuk sendiri dalam

berkomunikasi; berkomunikasi; pekerjaan yang

kesadaran sosial kesadaran sosial tidak terlatih dan

yang buruk; yang buruk; setengah terlatih di

perkembangan perkembangan bawah kondisi

motorik yang motorik yang terawasi;

17
cukup; mendapat cukup; mendapat memerlukan

manfaat dari manfaat dari pengawasan dan

latihan menolong latihan menolong bimbingan jika

diri sendiri; dapat diri sendiri; dapat berada dalam stress

ditangani dengan ditangani dengan sosial atau ekonomi

pengawasan sedang pengawasan sedang ringan


Ringan Dapat Dapat belajar Biasanya dapat

mengembangkan keterampilan mencapai

keterampilan social akademik sampai keterampilan social

dan komunikasi; kira-kira kelas dan kejuruan yang

retardasi minimal enam pada akhir adekuat untuk

dan bidang usia remaja; dapat membiayai diri

sensorimotorik; dibimbing untuk sendiri tetapi

sering tidak dapat menyesuaikan diri mungkin

dibedakan dari dengan sosial memerlukan

normal dampai bantuan dan

lebih tua bimbingan jika di

18
BAB III

APLIKASI HOME CARE NURSING

3.1 Peran dan fungsi keluarga

Orang tua hendaknya memperhatikan benar perawatan diri anak retardasi mental,

sehubungan dengan fungsi peran anak dalam merawat diri kurang. Orang tua perlu

mengetahui bahwa anak yang menderita retardasi mental bukanlah kesalahan dari mereka,

tetapi merupakan kesalahan orang tua seandainya tidak mau berusaha mengatasi keadaan

anak yang retardasi mental. Menyarankan kepada orang tua anak retardasi mental, agar anak

tersebut dimasukkan di dalam pendidikan atau latihan khusus yaitu di Sekolah Luar Biasa

agar mendapat perkembangan yang optimal ( syazili mustofa, 2010). Anak dengan Retardasi

19
mental bisa dilatih agar tak terlalu bergantung.

Ashinfina Handayani dalam wila (2009), mengatakan hal pertama yang perlu

diberikan kepada anak dengan Retardasi mental adalah kepercayaan diri dalam melakukan

sesuatu. Caranya, di antaranya orang-orang terdekat harus selalu diberikan pujian atas apa

yang telah dilakukan, meskipun hasilnya tidak sempurna. Dengan begitu, si anak merasa apa

yang dia lakukan sudah benar. "Sehingga, timbul rasa percaya diri, berani tampil di depan

orang lain. Minimal dia merasa diperhatikan

Yang dibutuhkan anak Retardasi mental menurut wila kertia,(2009) yaitu :

1. Keikhlasan dan kekompakan orang tua beserta anggota keluarga lainnya

2. Kerja keras orang tua, tidak sekadar menunggu keajaiban anak bisa mandiri.

3. Pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial

4. Toilet training

5. Pendekatan perilaku

6. Upaya menumbuhkan kepercayaan diri dan penghargaan atas apa yang telah

dikerjakan.

7. Sering konsultasi kepada ahli

8. Nutrisi dan stimulans yang cukup.

20
3.2 Respon dan dinamika keluarga terhadap penyakit dan stres

Keluarga dalam hal ini adalah lingkungan terdekat dan utama dalam kehidupan

mereka. Heward (2003) menyatakan bahwa efektivitas berbagai program penanganan dan

peningkatan kemampuan hidup anak dan remaja yang mengalami keterbelakangan mental

akan sangat tergantung pada peran serta dan dukungan penuh dari keluarga, sebab pada

dasarnya keberhasilan program tersebut bukan hanya merupakan tanggung jawab dari

lembaga pendidikan yang terkait saja. Di samping itu, dukungan dan penerimaan dari setiap

anggota keluarga akan memberikan ‘energi’ dan kepercayaan dalam diri anak dan remaja

yang terbelakang mental untuk lebih berusaha meningkatkan setiap kemampuan yang

dimiliki, sehingga hal ini akan membantunya untuk dapat hidup mandiri, lepas dari

ketergantungan pada bantuan orang lain. Sebaliknya, penolakan yang diterima dari orang-

orang terdekat dalam keluarganya akan membuat mereka semakin rendah diri dan menarik

diri dari lingkungan, selalu diliputi oleh ketakutan ketika berhadapan dengan orang lain

maupun untuk melakukan sesuatu, dan pada akhirnya mereka benar-benar menjadi orang

yang tidak dapat berfungsi secara sosial serta tergantung pada orang lain, termasuk dalam

merawat diri sendiri.

Terdapat dua kemungkinan sikap yang akan dimunculkan oleh anggota keluarga

terhadap individu yang terbelakang mental, yaitu menerima atau menolak. Secara normatif,

sebagian besar orang tentunya menyatakan telah menerima keberadaan mereka, sebab

bagaimanapun mereka telah ditakdirkan menjadi bagian dari keluarga. Namun pada

kenyataannya, respon ‘penerimaan’ masing-masing individu tidaklah selalu sama. Respon

inilah yang nantinya akan menjelaskan apakah mereka telah benar-benar menerima atau

21
sebenarnya melakukan penolakan dengan cara-cara dan perlakukan tertentu. Hal ini juga akan

menjelaskan tentang bagaimana pola sebuah keluarga untuk dapat menyesuaikan diri dengan

keberadaan individu yang berbeda tersebut.

3.3 Melakukan perawatan (home care)

Latihan dan Pendidikan (American Occupational Therapy Association, 2003)

1. Occuppasional Therapy (Terapi Gerak)

Terapi ini diberikan kepada anak retardasi mental untuk melatih gerak funsional anggota

tubuh (gerak kasar dan halus).

2. Playtherapy(Terapibermain)

Terapi yang diberikan kepada anak retardasi mental dengan cara bermain, misalnya:

memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain

jual-beli.

3. Activity Daily Living (ADL) atau Kemampuan Merawat Diri

Untuk memandirikan anak retardasi mental, mereka harus diberikan pengetahuan dan

keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL) agar mereka dapat merawat diri

sendiri tanpa bantuan orang lain dan tidak tergantung kepada orang lain.

4. Life Skill (Keterampilan hidup)

Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-rata

biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator. Bagi anak retardasi mental yang

memiliki IQ dibawah rata-rata, mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh

karena itu, untuk bekal hidup, mereka diberikan pendidikan keterampilan. Dengan

keterampilan yang dimilikinya mereka diharapkan dapat hidup di lingkungan keluarga dan

masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha.

5. Vocational Therapy (Terapi Bekerja)

22
Selain diberikan latihan keterampilan. Anak retardasi mental juga diberikan latihan kerja.

Dengan bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak retardasi mental diharapkan dapat

bekerja.

Menurut jevuska (2010), Latihan dan pendidikan yang diberikan kepada anak retardasi

mental yaitu:

a). Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah:

1. Mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.


2. Memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang anti sosial.
3. Mengajarkan suatu keahlian (skill) agar anak itu dapat mencari nafkah
kelak.

Latihan anak-anak ini lebih sukar dari pada anak-anak biasa karena perhatian mereka mudah

sekali tertarik kepada hal-hal yang lain. Harus diusahakan untuk mengikat perhatian mereka

dengan merangsang panca indera, misalnya dengan alat permainan yang berwarna atau yang

berbunyi, dan semuanya harus konkrit, artinya dapat dilihat, didengar dan diraba. Prinsip-

prinsip ini yang mula – mula dipakai oleh fiabel dan Pestalozzi, sehingga sekarang masih

digunakan ditaman kanak-kanak (Judarwanto, 2009).

b). Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :

1. Latihan rumah: pelajaran-pelajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri,

kebersihan badan.
2. Latihan sekolah: yang penting dalam hal ini ialah perkembangan sosial
3. Latihan teknis: diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan sosial.
4. Latihan moral: dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang tidak baik.

Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan

tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah.

3.4 Peran dari perawat home care

23
Untuk pelayanan home care pada anak retardasi mental penanganan terhadap

penderita retardasi mental bukan hanya tertuju pada penderita saja, melainkan juga pada

orang tuanya. Mengapa demikian? Siapapun orangnya pasti memiliki beban psiko-sosial

yang tidak ringan jika anaknya menderita retardasi mental, apalagi jika masuk kategori yang

berat dan sangat berat. Oleh karena itu agar orang tua dapat berperan secara baik dan benar

maka mereka perlu memiliki kesiapan psikologis dan teknis. Untuk itulah maka mereka perlu

mendapatkan layanan konseling. Konseling dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan

tujuan agar orang tua penderita mampu mengatasi bebab psiko-sosial pada dirinya terlebih

dahulu.
Untuk mendiagnosis retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesis dari

orang tua dengan teliti mengenai: kehamilan, persalinan, dan pertumbuhan serta

perkembangan anak. Dan bila perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium.


Pentingnya Pendidikan dan Latihan untuk Penderita Retardasi Mental
1) Latihan untuk mempergunakan dan mengembangkan kapasitas yang dimiliki dengan

sebaik-baiknya.
2) Pendidikan dan latihan diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat yang salah.
3) Dengan latihan maka diharapkan dapat membuat keterampilan berkembang, sehingga

ketergantungan pada pihak lain menjadi berkurang atau bahkan hilang.


4) Melatih penderita retardasi mental pasti lebih sulit dari pada melatih anak normal
antara lain karena perhatian penderita retardasi mental mudah terinterupsi. Untuk
mengikat perhatian mereka tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang
indera.

Jenis-jenis Latihan untuk Penderita Retardasi Mental, Ada beberapa jenis latihan yang dapa
diberikan kepada penderita retardasi mental, yaitu:
1) Latihan di rumah: belajar makan sendiri, membersihkan badan dan berpakaian
sendiri, dst.,
2) latihan di sekolah: belajar keterampilan untuk sikap social,
3) Latihan teknis: latihan diberikan sesuai dengan minat dan jenis kelamin penderita, dan
4) latihan moral: latihan berupa pengenalan dan tindakan mengenai hal-hal yang baik
dan buruk secara moral.

24
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

lstilah Retardasi mental digunakan jika intelegensi dan kemampuan seorang anak

untuk bereaksi terhadap lingkungan sekitarnya secara mencolok di bawah rata-rata dan

mempengaruhi cara dia belajar serta mengembangkan keterampilan yang baru. Semakin berat

keterbelakangan ini, semakin tidak ma-tang tingkah laku anak tersebut untuk usianya

Anak-anak cacat mental berbeda dari anak-anak lain dalam aspek berikut: Proses

kognitif (terbatas dan menghambat prestasi dalam bidang akademis); Pemerolehan dan

penggunaan bahasa: kurang benar dalam hal struktur dan maknanya; Kemampuan fisik dan

motorik (termasuk penglihatan dan pendengaran serta penggunaan motorik ringan); Ciri-ciri

pribadi dan sosial (kurang daya konsentrasi, bermasalah dalam tingkah laku)

Konseling kepada orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmatis dengan tujuan

antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan

retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak diberi obat, oleh karena itu dapat diberi

penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membuat anak menjadi

pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak.

4.2 Saran

Anak dengan Retardasi Mental membutuhkan banyak dukungan, dukungan dari

keluarga dan orang terdekat anak memang sangat penting, namun dibalik itu, kecakapan dan

25
keterampilan tenaga kesehatan, terkhusus perawat juga memiliki arti yang begitu bermakna

bagi tumbuh dan perkembangan nya.

Oleh karena itu, sebagai calon perawat, kita sudah sepatut nya memahami bagaimana

melakukan asuhan keperawatan pada anak yang mengalami retardasi mental, karna setiap

anak memiliki kesempatan sama, untuk mejadi lebih baik.

26
DAFTAR PUSTAKA

Marlynn E. Doenges, Mary Frances Moorhouse. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC :

Jakarta

John Gibson. 2000. Diagnosa Gejala Penyakit Untuk Para Perawat. Yayasan Essentia

Medica : Yogyakarta.

Niluh Gede Yasmin Asih, S.Kp. 1996. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan

Sistem Persarafan. EGC : Jakarta.

Ngastiah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta.

Suddarth and Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 3. EGC : Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai