JFA
Jurnal Fisika dan Aplikasinya DAFTAR ISI
Ajeng Eliyana, dan Toto Winata: Karakterisasi FTIR pada Studi Awal Penumbuhan CNT dengan
Prekursor Nanokatalis Ag dengan Metode HWC-VHF-PECVD ................................................ 39 - 43
Sinta Maemuna, Darsono, dan Budi Legowo: Identifikasi Akuifer di Sekitar Kawasan Karst
Gombong Selatan Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen dengan Metode Geolistrik
Konfigurasi Schlumberger .......................................................................................................... 44 - 48
Dairoh, dan Wiwit Suryanto: Dekomposisi Wavelet Data Seismik Broadband dari Stasiun
Kurva Serapan FTIR dan Struktur Kristal Nanopartikel Kobalt Ferit Hasil Kopresipitasi ............ 56 - 58
Yoyok Cahyono, Fuad D. Muttaqin, Umi Maslakah, Malik A. Baqiya, M. Zainuri,
Eddy Yahya, Suminar Pratapa, dan Darminto: Efek Staebler-Wronski dan Pengaruh Waktu Anil
pada Lapisan Instrinsik Silikon Amorf Terhidrogenasi (a-Si:H) .................................................. 59 - 62
dengan Velest (JHD) dan Estimasi Sesar Daerah Sumatra Selatani .......................................... 63 - 73
Fitri Puspasari, dan Wahyudi: Distribusi Coulomb Stress Akibat Gempabumi Tektonik Selatan
Pulau Jawa berdasarkan Data Gempa Tektonik 1977-2000 ...................................................... 74 - 77
Bagus Jaya Santosa, and Bintoro Anang Subagyo: Local Waveforms Analysis to Estimate
Rafika Andari: Sintesis dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) dengan
Penanggung Jawab
Ketua Jurusan Fisika FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
Dewan Redaksi
Ketua:
G ATUT Y UDOYONO, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
Anggota:
Internal:
AGUS P URWANTO, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
DARMINTO, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
M ELANIA S UWENI M, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
BAGUS JAYA S, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
Eksternal:
A BARRUL I KRAM, Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PT BIN), Badan Tenaga Atom
Nasional (BATAN), PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.
C UK I MAWAN, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Jakarta
H ERMAN, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung
WAHYUDI, Jurusan Fisika, Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta.
PENGANTAR REDAKSI
Alhamdulillah, Jurnal Fisika dan Aplikasinya (JFA, J. Fis. dan Apl.) Volume 13 Nomer 2 Edisi Juni
2017, atas ijin-Nya telah dapat kami terbitkan. Dalam edisi kali ini JFA menyajikan sepuluh artikel ilmiah
yang terkait dengan bidang Geofisika, Material, Optik, dan Instrumentasi. Redaksi menyampaikan ucapan
terimakasih kepada penulis artikel ilmiah yang telah memberi kepercayaan pada JFA sebagai media untuk
mengkomunikasikan hasil penelitian dan kajian ilmiah sehingga dapat tersebar-luaskan kepada pemerhati
fisika.
Pada kesempatan ini, Redaksi kembali mengundang dan memberi kesempatan pada para peneliti
dibidang terkait untuk mempublikasikan hasil penelitiannya melalui jurnal ini. Semoga artikel-artikel dalam
jurnal ini bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu fisika dan aplikasinya.
Dewan Redaksi
ALAMAT REDAKSI:
Jurnal Fisika dan Aplikasinya (JFA)
Jurusan Fisika, FMIPA, Kampus ITS, Keputih Sukolilo, Surabaya 60111
Telp.:(031)5943351; Fax.: (031)5943351
E-mail: jfa@physics.its.ac.id; jfa.fisika.its@gmail.com
website: http://jfa.physics.its.ac.id/
http://IPTEK.its.ac.id/index.php/jfa
Distribusi: Suko Widyatmoko
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017
Intisari
Telah dilakukan penumbuhan carbon nanotubes (CNT) menggunakan nano-katalis perak sebagai pemandu
di atas substrat gelas Corning 7059 dengan metode evaporasi. Penumbuhan dilakukan dengan waktu deposisi
50, 25, dan 14 sekon, diikuti proses annealing pada temperatur 400◦ C selama 4 jam. Karakterisasi morfologi
nano-katalis Ag menggunakan SEM dan EDX. Studi selanjutnya adalah penumbuhan lapisan tipis CNT di atas
substrat nano-katalis Ag dengan metode Hot wire Cell-Very High Frequency Plasma Enhance Chemical Vapour
Deposition (HWC-VHF-PECVD) pada temperatur deposisi 275◦ C dan tekanan 300 mTorr. Daya rf divari-
asikan dari 8 sampai 20 watt, dengan waktu deposisi selama 60 menit. Sumber karbon yang digunakan adalah
gas metan 99,999%. Gas hidrogen digunakan untuk mengetsa lapisan oksida yang mungkin terbentuk selama
proses pra-deposisi. Diameter dan panjang CNT di atas Ag/CG 7059 masing-masing 250-393 nm dan 309-376
nm, untuk sebaran partikel yang masih berbentuk bundel. Sedangkan diameter dan panjang untuk partikel yang
berbentuk tube masing-masing 125 nm dan 1,650-2,989 µm. Pada daya rf 8 dan 10 watt terlihat adanya material
CNT tumbuh dengan arah tegak lurus terhadap permukaan substrat dan sejajar permukaan substrat. Karak-
terisasi selanjutnya pada penumbuhan lapisan tipis CNT ini yaitu menggunakan Fourier Transform Infra Red
(FTIR). Pada daya rf 8 dan 10 watt menunjukkan adanya gugus fungsi C=C dan pada daya 20 watt menunjukkan
gugus fungsi C-C.
ABSTRACT
The study of CNT growth has been done by using silver (Ag) nanocatalyst as a precursor guide on the corning
glass 7059 substrate by the use of the evaporation method. The growth were done by varying deposition times
for 50, 25, and 14 seconds, then followed by the annealing process at temperature of 400◦ C for 4 hours. The
characterization of Ag nanocatalyst morphology were done by using SEM and EDX. The CNT thin films of
growth on the Ag nanocatalyst substrate was then deposited by the Hot wire Cell-Very High Frequency Plasma
Enhance Chemical Vapour Deposition (HWC-VHF-PECVD) method, at deposition temperature of 275◦ C and
pressure of 300 mTorr. The rf power was varied from 8 to 20 watts, with deposition time for 60 minutes. The
99.999% methane (CH4 ) gas was used as Carbon sources. The hydrogen gas (H2 ) was used to etch the oxide
layer formed during the pre-deposition process. The CNTdiamater and length for on the Ag/CG 7059 were 250
to 393 nm and 309 to 376 nm, respectively, for the cluster distribution of particles. Meanwhile, for the tubes
particle (CNT) the diameter and length were 125 nm and 1.650 to 2.989 µm, respectively. At the rf power of 8
and 10 watts, the CNTs were vertical and horizontal shape on the substrate surface. The CNT thin films growth
were further characterized using Fourier Transform Infra Red (FTIR). The rf power of 8 and 10 watts results
showed the C=C and C-C cluster, and C-C cluster at 20 watts.
2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS -39
Ajeng Eliyana, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 39-43 (2017)
-40
Ajeng Eliyana, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 39-43 (2017)
Gambar 2: Hasil SEM CNT/Ag/CG 7059 dengan daya rf 8 watt. Gambar 4: Hasil SEM CNT/Ag/CG 7059 dengan daya rf 20 watt.
-41
Ajeng Eliyana, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 39-43 (2017)
-42
Ajeng Eliyana, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 39-43 (2017)
[1] Y.Y. Wei, G. Eres, V.I. Merkulov, and D.H. Lowndes, Fisika dan Pendidikannya 2008, August 7, Malang, Indonesia.
App.Phys.lett., 78, 1394-1396 (2001). [7] P. Lubis, A. Latununuwe, and T. Winata, Jurnal Nanosains &
[2] A. Latununuwe, Penumbuhan Carbon Nanotube dengan Metode Nanoteknologi, Agustus, 1979, 85-89 (2009).
Hot Wire Cell-Very High Frequency-Plasma Enhanced Chemical [8] Sukirno, et al., Low Temperature Carbon Nanotube Fabrication
Vapor Deposition, Disertasi ITB. Bandung, 2011. using Very High Frequency-Plasma Enhanced Chemical Vapour
[3] A. Eliyana, A. Rosikin, and T. Winata, Initial Study of Deposition Method, Proc. ICSE 2006, Kuala Lumpur, Malaysia.
CNT Growth using Nanocatalyst Ag Precursor by HWC-VHF- [9] K.B.K. Teo, C. Singh, M. Chhowalla, and W.I. Milne, Catalytic
PECVD, Asian Physics Symposium, Bandung, 2012. Synthesis of Carbon Nanotubes and Nanofibers, Encyclopedia of
[4] S. Kumar, et al., Journal of Materials Science Letters, 19, 2055- Nanoscience and Nanotechnology. Vol X, 2003.
2057 (2000). [10] I. Yuliastuti, A. Subagio, Pardoyo, Jurnal Sains dan Mate-
[5] Z.F. Ren, et al., Science, 282, 1105 (1998). matika, 23(1), 1-6 (2015).
[6] A. Latununuwe, dkk., Penumbuhan Nano-katalis Co-Fe Den-
gan Metode Sputtering, Seminar Nasional Kecenderungan Baru
-43
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017
Intisari
Karst pada umumnya tersusun dari batuan gamping, biasanya meloloskan air hujan melalui celah-celah ba-
tuan tersebut. Hal ini yang mengakibatkan kekurangan air pada saat musim kemarau tiba yang mengakibatkan
hilangnya air permukaan. Kami telah melakukan penelitian untuk mengidentifikasi akuifer di sekitar kawasan
karst Gombong Selatan, tepatnya berada di kecamatan Buayan, yang meliputi desa Nogoraji, Jogomulyo, dan
Jatiroto, dengan menggunakan metode geolistrik menggunakan konfigurasi schulmberger. Data yang diperoleh
kemudian diolah dengan software IPI2win, kemudian dibuat pemodelan 2D dengan software RockWorks15.
Hasil penelitian didapatkan akuifer dangkal dalam kedalam 7,57-23,8 m batuan berupa pasir dan untuk akuifer
dalam pada 144-242 m batuan berupa breksi ini berada di T4 (Jogomulyo), akuifer dalam pada 131-223 m
batuan pasir gampingan pada T5 (Nogoraji). Sedangkan pada T1 (Jatiroto), T2 (Jogomulyo), T3 (Jogomulyo)
tidak ditemukan keberadaan akuifer karena batuan yang teridentifikasi berupa napal, tufa, napal tufaan, dan
lempung karena batuan tersebut termasuk impermeable.
ABSTRACT
Karst is usually composed of limestone, which often leaks rain water through holes in the limestone. As the
result, drought often happens during dry season. We conducted a study to identify aquifer using geo-electric
method with Schlumberger configuration, around the Southern Gombong karst region in Buayan district, pre-
cisely in Nogoraji, Jogomulyo, and Jatiroto village.The obtained data were processed using IPI2win software,
and then we made 2D model using RockWorks 15. From this model, we found that a shallow aquifer as sand-
stone is located at the depth of 7,57-23,8 m, and an aquifer as breccias at the depth of 144-242 m. Both aquifer
are located in T4 (Jogomulyo). Additionally, we also found an aquifer as limestone at the depth of 131-223 m,
which is located in T5 (Nogoraji). However, we did not found any aquifer in T1 (Jatiroto), T2 (Jogomulyo), and
T3 (Jogomulyo), because we only identified marl, tuff, tuffaceous marl and clay layer, which are impermeable.
K ATA KUNCI : aquifer, Southern Gombong Karst, geoelectric method, Schlumberger configuration
http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.v13i2.2156
I. PENDAHULUAN
-44 2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS
Sinta Maemuna, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 44-48 (2017)
Gambar 2: (a) diffuse, (b) mixed, (c) conduit aliran air tanah karst [6] seperti yang dikutip oleh D. Karunia [7].
-45
Sinta Maemuna, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 44-48 (2017)
-46
Sinta Maemuna, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 44-48 (2017)
Berdasarkan pengolahan 1D, kemudian dihubungkan titik disekitar T3 dan T13 dengan persebaran sekitar 700 m dari
sounding yang satu dengan yang lain membentuk sebuah pe- titik tersebut, dengan kedalaman berkisar 60-90 m.
nampang 2D dengan software RockWorks 15 seperti ditun-
jukkan Gambar 6 dan 7. Pada penampang 2D Gambar 6 di-
jelaskan bahwa berada pada bagian selatan yang berada dis-
ekitar T4, T5 batuan yang teridentifikasi berupa batuan pasir, IV. SIMPULAN
pasir gampingan dan breksi, pada bagian selatan batuan yang
tersebar berupa batuan lempung dan napal, sedangkan untuk Penelitian ini telah dilakukan dengan metode geolistrik
batuan napal tufaan merata dari T1 sampai T5 hanya bedanya konfigurasi Schlumberger untuk mencari keberadaan akuifer.
pada kedalaman dan ketebalan. Batuan napal hanya berada Penelitian ini dilakukan dengan mengambil 5 data titik sound-
pada T3 sampai T5 pada bagian atas. Pada penampang 2D ing, sehingga dihasilkan keberadaan akuifer berada kedalam
Gambar 7 di perlihatkan keberadaan akuifer, pada penampang 7,57-23,8 m berupa akuifer dangkal dengan jenis pasir dan
ini ditemukan dua macam akuifer yaitu akuifer dangkal dan untuk akuifer dalam pada 144-242 m batuan berupa breksi ini
akuifer dalam, untuk akuifer dangkal hanya tersebar disekitar berada di T4 (Jogomulyo), sedangkan untuk akuifer dalam
T3 sekitar 450 m dengan kedalaman yang sangat tipis sekitar juga ditemukan pada kedalaman 131-223 m batuan berupa
10-20 m, sedangkan untuk akuifer dangkalnya persebaranya pasir gampingan yang berada pada T5 (Nogoraji).
[1] D.C. Ford and V.W. Williams, Karst Geomorphology and Hy- Karst (Fakultas Geografi UGM, Kelompok Studi Karst, 2004).
drology (London, Chapman and Hall, 1992). [4] S. Trudgil, Limestone Geomorphology, (Longman, New York,
[2] H.A. Murti, Analisis Pendugaan Potensi Akifer Dengan Metode 1985)
Geolistrik Resistivitas Sounding Dan Mapping Di Kawasan [5] D. Gillieson, Caves: Processes, Development, and Management
Karst Kecamatan Giritontro Kabupaten Wonogiri, Thesis, Uni- (Blackwell, Oxford, 1996).
versitas Sebelas Maret, Surakarta, 2009. [6] P. Domenico and Schwartz, Physical and Chemical Hydrogeol-
[3] H. Adji, dan Haryono, Pengantar Geomorfologi dan Hidrologi ogy (John Wiley dan Sons, New York, 1990).
-47
Sinta Maemuna, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 44-48 (2017)
-48
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017
Intisari
Letusan Merapi 2010 mengakibatkan kerusakan alat pengamatan seismik yang terpasang disekitar gunung
Merapi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti karakteristik gempa vulkanik gunung Merapi dari daerah di
luar bahaya gunungapi (stasiun Wanagama). Analisis dilakukan dengan melakukan proses dekomposisi wavelet
untuk memisahkan event gempa vulkanik dan noise yang terekam selama kurun waktu letusan gunung Merapi
2010. Proses dekomposisi dilakukan dengan menggunakan wavelet Daubechies orde 5. Intrepretasi dilakukan
dengan melihat karaktersitik sinyal gempa vulkanik dengan kandungan frekuensi sinyal hasil dekomposisi terse-
but. Dari hasil penelitian ini diperoleh informasi event gempa vulkanik yang terjadi selama letusan Merapi 2010.
ABSTRACT
Eruption of mount Merapi in 2010 has caused damaged the seismic observation stations installed around mount
Merapi. This research aimed to investigate the characteristics of Mount Merapi is volcanic earthquakes of the
outside of volcanoes danger area(Wanagama station). The analysis was conducted by wavelet decomposition
process to separate the noise volcanic and seismic events were recorded during the period of the eruption of
Mount Merapi, 2010. The decomposition process was done by using wavelet Daubechies order of 5. The
interpretation was made by looking at the characteristics of volcanic seismic signals with frequency content
of the signal decomposition. From the results, the research shows event of volcanic earthquakes that occurred
during the 2010 eruption of Merapi.
K ATA KUNCI : daubechies, eruption of Merapi 2010, wavelet decomposition, earthquake volcanic
http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.v13i2.2157
2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS -49
Dairoh, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 49-55 (2017)
II. LANDASAN TEORI Gambar 1: Proses penskalaan dan pergeseran dalam transformasi
wavelet [10].
Gempa Vulkanik
Aktivitas gempa vulkanik pada gunungapi umumnya 3. Tremor vulkanik, gempa yang disebabkan oleh aktivi-
dibedakan menjadi dua, yaitu aktivitas di luar gunungapi tas fluida magma. Bentuk dari gelombang dari tremor
berupa gugurnya kubah lava, keluarnya uap, aliran lava adalah impulsif dan merupakan gelombang stasioner.
dan awan panas (pyroclastic flow) dan aliran lahar. Ak- Gempa tremor gunung Merapi mempunyai frekuensi
tivitas internal yaitu adanya kegempaan yang disebabkan sekitar 0,7-1,5 Hz, dengan durasi dalam orde menit
oleh bermacam-macam mekanisme seperti gesekan bidang sampai jam.
rekahan batuan tubuh gunungapi dan kerusakan geser (shear
4. Gempa hybrid, gempa yang sejenis dengan gempa tipe
failure) akibat dari tekanan geser atau kompresi, traction pada
B, mempunyai amplitudo yang pendek dan saling susul
dinding reservoir (magma chamber) [5]. Berdasarkan sumber
menyusul.
dan perilakunya menurut Minakami [6] gempa vulkanik
dibagi menjadi 5 macam, yaitu: 5. Guguran kubah lava atau muncul aliran awan panas
(piroklastik mempunyai amplitudo yang tinggi dan tu-
1. Gempa vulkanik tipe A atau gempa dalam, terjadi pada
run secara transien).
kedalaman 1 hingga dengan 2 km. Gempa ini mempun-
yai frekuensi tinggi, yaitu antara 5-8 Hz. Impuls per-
tama cukup jelas. Pada gunung Merapi gempa ini san- Transformasi Fourier
gat jarang terjadi, biasanya mengawali siklus kegiatan
letusan. Jenis gempa ini dibedakan fase gelombang P Transformasi Fourier merupakan metode untuk menentukan
dan S terpisah cukup jelas, S-P time lebih besar dari 0,5 kandungan frekuensi dari sebuah sinyal. Transformasi
detik [7]. Fourier pada dasarnya membawa sinyal dari dalam kawasan
waktu (time-domain) kedalam kawasan frekuensi (frekuensi-
2. Gempa vulkanik tipe B, terjadi pada kedalaman gempa domain). Hasil dari transformasi Fourier adalah distribusi
kurang dari 2 km, dengan impulse pertama cukup jelas densitas spektral yang mencirikan amplitudo dan fase dari be-
walaupun kadang-kadang emergent. Frekuensi gempa ragam frekuensi yang menyusun sinyal [9]. Persamaan trans-
sekitar 4-7 Hz, dengan fase gelombang P dan S tidak formasi Fourier dapat dituliskan sebagai berikut:
terpisah secara jelas klasifikasi gempa tipe B gunungapi
[8] menjadi 4 tipe, yaitu; Z ∝
H(f ) = h(t)e2πif t dt (1)
• HF (B), merupakan gempa vulkanik B dengan ∝∝
waktu tiba gelombang P yang jelas. dengan H(f) = fungsi dalam kawasan frekuensi, h(t) = fungsi
• LHF, yaitu gempa gabungan dari gempa frekuensi dalam kawasan waktu, t = waktu (sekon), f = frekeunsi (Hz)
rendah (LF) dan gempa frekuensi tinggi (HF).
• LF, yaitu gempa vulkanik dangkal dengan Transformasi Wavelet
frekuensi sekitar 1,5 Hz dengan waktu tiba cukup
Transformasi wavelet merupakan transformasi yang
jelas. Amplitudo gempa ini sangat kecil.
melokalisasi waktu dan frekuensi secara simultan. Transfor-
• MP atau multiphase, merupakan gempa vulka- masi wavelet digunakan untuk melihat perubahan frekuensi
nik dangkal. Bentuk sampul gempa ini nampak dalam sinyal terhadap waktu. Hasil dari transformasi
seperti gempa vulkanik B, frekuensi berkisar an- wavelet berupa representasi sinyal dalam kawasan waktu dan
tara 3-4 Hz. Gempa MP banyak terjadi pada saat frekuensi. Transformasi wavelet akan menguraikan suatu
terjadi pertumbuhan kubah lava. sinyal dalam bentuk suku-suku wavelet dengan menggunakan
-50
Dairoh, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 49-55 (2017)
S = A1 + D1
= A2 + D2 + D1 (3)
= A3 + D3 + D2 + D1
Wavelet Daubechies
Daubechies adalah salah satu jenis mother wavelet. Mother
wavelet ini ditemukan oleh Ingrid Daubechies, seorang yang
Gambar 2: Pohon dekomposisi wavelet 3 tingkat. ahli dalam bidang penelitian wavelet, menemukan pendukung
wavelet dan membuat analisis wavelet yang dapat diprak-
tekkan. Penamaan keluarga filter wavelet Daubechies ditulis
dbN, dengan N adalah orde maka wavelet Daubechies yang
memiliki panjang filter 2N dan db adalah nama panggilan
dari wavelet (keluarga wavelet) [12]. Karakteristik umum
filter wavelet Daubechies adalah wavelet ini memiliki jumlah
vanishing moment paling tinggi untuk lebar yang ditentukan.
Vanishing moment menunjukan kemampuan wavelet dalam
merepresentasikan sifat polinomial, yang dimiliki oleh
wavelet akan berpengaruh dalam penentuan jumlah koefisien
filter wavelet. Semakin besar jumlah filter yang dimiliki
oleh suatu wavelet filter Daubechies, maka semakin baik
filter tersebut dalam melakukan pemilihan frekuensi, seperti
terlihat pada Gambar 3.
-51
Dairoh, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 49-55 (2017)
-52
(a) (b)
Gambar 7: Contoh rekaman (a). data seismik pada tanggal 26 Oktober 2010 pada saat letusan Merapi yang kedua (komponen vertikal), (b).
sinyal dari gempa vulkanik yang diperoleh hasil menggunakan dekomposisi wavelet Daubechies.
(a) (b)
Gambar 8: Contoh rekaman (a). data seismik pada tanggal 3 November 2010 pada saat letusan Merapi yang kedua (komponen vertikal), (b).
sinyal dari gempa vulkanik yang diperoleh hasil menggunakan dekomposisi wavelet Daubechies.
(a) (b)
Gambar 9: (a). Karakteristik sinyal low frequency pada letusan gunung Merapi 26 Oktober 2010, (b). Karakteristik sinyal gempa vulkanik
dangkal (VB) pada letusan gunung Merapi 26 Oktober 2010.
-53
Dairoh, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 49-55 (2017)
(a) (b)
(c)
Gambar 10: (a). Karakteristik sinyal gempa vulkanik dalam (VA) pada letusan gunung Merapi 26 Oktober 2010, (b). Karakteristik sinyal
multiphase pada saat letusan gunung Merapi 3 November 2010, (c). Karakteristik sinyal gempa tremor vulkanik pada letusan gunung Merapi
3 Oktober 2010.
Terlihat pada kedua gambar bahwa sinyalnya dekomposisi teristik event gempa vulkaniknya terlihat pada Gambar 9 dan
tampak lebih smooth dan terlihat segment-segment eventnya, Gambar 10.
untuk mengetahui karakteristik sinyal vulkaniknya dilakukan
pemotongan terhadap segmen-segmen dan dilakukan analisis
FFT untuk mengetahui kandungan frekuensinya, hasil karak-
-54
Dairoh, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 49-55 (2017)
[1] R.W. Van Bemmelen, The Geology of Indonesia (V.IA, General tional Bureau, 4, 137-148 (1990).
Geology Government Publisher, The Hque, 1949). [8] J. Wasserman, Volcano Seismology, New Manual of Seismology
[2] http://merapi.bgl.esdm.go.id/ diakses 12 Oktober 2011. Observatory Practice, Bulletin of IASPEI, 1 (2002).
[3] A. Solikhin, H. Gunawan, S. Surono, P. Jousset, Volcanic Tremor [9] K. Enggar, Analisis Penampang Seismik 2-d dengan Menggu-
Analysis During Merapi 2010 explosion Sequences, Geophysical nakan Atribut Seismik Berbasis Transformasi Wavelet Kontinyu
Research Abstracts Vol.13, EGU2011-13937 (2010). dan Singularitas Data Seismik Migrasi, Skripsi, F-MIPA Univer-
[4] –, Letusan Merapi 2010, Sebuah Catatan Jurnalistik, Harian sitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005.
Umum SoloPos & Harian Jogja, Yogyakarta(2010). [10] R. Polikar, Tutorial of the Wavelet Theory (Second Edition, De-
[5] S.R. McNutt, Seismic Monitoring and Eruption Forecasting of partment of Electrical and Computer Engineering, Rowan Uni-
Volcanoe:A Riview pf the State of the art and case Histories, in R. versity, 1996).
Scarpa, and R.I. Tilling (eds), Monitoring and Mitigation of Vol- [11] I. Daubechies, Ten Lecture on Wavelet (SIAM, Philadelphia,
cano, Montserrat, Geophys Res.Let., 25(18), 3401-3404 (1996). 1992).
[6] T. Minakami, Sesimology of volcanoes in japan (Elseveir scien- [12] Novamizanti, Ledya, Identifikasi Pola Iris Mata Menggunakan
tific pubsling Company, Amsteram-Oxford-New York, 1974). Dekomposisi Transformasi Wavelet dan Levenshtein Distance,
[7] A.R. Fadeli, Location of Seismic Source of Merapi (Central IT Telkom, Bandung, 2009.
Java) with Implusive character, Scientifific Series of Interna-
-55
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017
Intisari
Telah dipelajari pengaruh doping ion alumunium pada nanopartikel cobalt ferrite hasil fabrikasi metode ko-
presipitasi. Ion alumunium dipilih mengingat jari-jari kovalennya sebanding dengan jari-jari cobalt. Hasil
analisis FTIR menunjukkan pada tetrahedral site, force constant berubah sebesar 0,23 N/m akibat doping ion
alumunium. Berdasar analisis XRD pada puncak tertinggi, ukuran kristalit tanpa dan dengan doping alumunium
adalah masing masing 57,75 nm menjadi 46,2 nm. Perubahan ukuran kristalit ini disinyalir akibat substitusi ion
cobalt dengan ion alumunium dengan jari-jari kovalen alumunium lebih kecil dibanding ion cobalt.
ABSTRACT
It has been studied the aluminum doping effect on co-precipitated cobalt ferrite nanoparticles. Aluminum ion
was chosen considering covalent radius comparable to the radius of cobalt. The analysis of FTIR results showed
that the change of constant force without and with doping aluminum ion on tetrahedral site was 0.23 N / m. The
calculated of crystallite size from the strongest peak of XRD pattern indicated that the crystallite size reduces
from 57.75 to 46.20 nm after doped aluminum. The change of the crystallite size was presumably due to the
substitution of cobalt ions with aluminum ions since the aluminum covalent radius was smaller than cobalt ions.
-56 2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS
Anisa Khoiriah, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 56-58 (2017)
-57
Anisa Khoiriah, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 56-58 (2017)
nilai kristalit sebesar 57,75 nm dan sampel B memiliki nilai Hasil FTIR menegaskan terjadi perubahan force constant pada
kristalit yang lebih kecil yaitu 46,2 nm. Perhitungan parame- tetrahedral site. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis XRD,
ter α pada skema A lebih kecil daripada skema B yaitu 8,37 penambahan doping ion alumunium menyebabkan perubahan
nm dan 8,38 nm. Densitas yang dihasilkan juga menyatakan ukuran kristal. Selanjutnya memodifikasi parameter kisi dan
bahwa skema A memiliki densitas yang lebih besar yaitu 5,31 densitas sampel yang diperoleh.
nm. Hal ini semakin meyakinkan bahwa substitusi ion cobalt
dengan ion alumunium terjadi pada sampel B.
IV. SIMPULAN
[1] C. Buzea, I.I.P. Blandino, K. Robbie, Biointerphases, 2(4), [5] F. Huixia, et al., J. Magn. Magn. Mater., 356, 68-72, 2014.
MR17- MR172 (2007). [6] S.J. Kotnala, Ferrite Materials: Nano to spintronic regime, in
[2] E.A. Velasquez, et al., J. Magn. Magn. Mater., 348, 154-159 Handbook of Magnetic Materials (ed. K.H.J. Buschow, vol. 23,
(2013). New Delhi, India, 2015).
[3] A. Wirmanda, T. Dahlan, R. Nurlaela, Sintesis dan penentuan [7] K. Maaz, et al., J. Magn. Magn. Mater., 321, 1838-1842 (2009).
sifat struktur cobalt ferrite (CoFe2 O4 ) menggunakan metode [8] E.A. Setiadi, et al., Indonesian Journal of Applied Physics, 3(1),
kopresipitasi dengan memvariasikan dengan memvariasikan 1-8 (2013).
temperatur sintesis, Program sarjana Universitas Hasanuddin. [9] H.M. Zaki, et al., J. Magn. Magn. Mater., 401, 1027-1032
Makasar, 2015. (2016).
[4] R. Safi, A. Ghasemi, S. R. Razavi, M. Travousi, J. Magn. Magn.
Mater., 396, 288-294 (2015).
-58
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017
Intisari
Silikon amorf terhidrogenasi (a-Si:H) adalah salah satu material sel surya yang sangat menjanjikan, karena
jika dibandingkan dengan kristal silikon (c-Si) material ini mempunyai absorpsivitas yang lebih besar dengan
kebutuhan material yang lebih sedikit (tipis). Sehingga diharapkan dapat mereduksi biaya produksi dan harga
sel surya. Tetapi sampai saat ini masih banyak persoalan yang belum terselesaikan, terutama yang berkaitan
dengan efisiensi yang masih rendah, dan efek Staebler-Wronski. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
efek Staebler-Wronski, yaitu pengaruh lama waktu paparan panas pada lapisan material sel surya dengan meng-
gunakan cara perlakuan anil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu anil, ada kecenderungan
untuk menurunkan transmitansi, yang diperkirakan disebabkan oleh perubahan kristalinitas, celah pita energi,
energi Urbach dan ukuran partikel. Kenaikan waktu anil dapat mengakibatkan terlepasnya ikatan hidrogen yang
menyebabkan terjadinya peningkatan keadaan terlokalisasi, karena aktivasi ikatan lepas, dan ikatan lepas inilah
penyebab utama terjadinya efek Staebler-Wronski.
ABSTRACT
Hydrogenated amorphous silicon (a-Si:H) is one of the most promising solar cell materials, as compared to
the crystalline silicon (c-Si). This material has a greater absorption with thinner material requirement. So it
is expected to reduce the cost of production and price of solar cells. However, until now there are still many
unresolved issues, especially with regard to low efficiency, and the Staebler-Wronski effect. This study aims
to describe the effect of Staebler-Wronski, which is the effect of long-time exposure to heat on the layer of
solar cell material by means of annealing treatment. The results show that the longer annealing time, there is a
tendency to decrease transmittance, which is thought to be caused by changes in crystallinity, energy band gap,
Urbach energy and particle size. The increasing annealing time can lead to the release of hydrogen bonds that
cause an increase in localized state, due to the activation of the dangling bond which is the main cause of the
Staebler-Wronski effect.
2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS -59
Yoyok Cahyono, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 59-62 (2017)
Gambar 1: Diagram alir deposisi dan proses anil lapisan intrinsik 1-layer.
terial (cacat ekor / keadaan terlokalisasi, dan cacat ikatan II. METODOLOGI
lepas), struktur atom/molekul, celah pita energi, morfologi
permukaan, dan kristalinitas lapisan. Berkaitan dengan hal
tersebut, banyak penelitian telah dilakukan oleh kelompok Proses deposisi lapisan intrinsik dilakukan dengan meng-
material sel surya, departemen Fisika ITS ini, baik untuk gunakan gas silan (SiH4 ), gas hidrogen (H2 ), dan metode RF-
lapisan positip (P) [5], lapisan intrinsik (I) [6, 7], maupun PECVD. Parameter deposisi yang digunakan adalah tekanan
lapisan negatif (N) [8]. chamber 2 torr, temperatur substrat 150◦ C, daya RF 5 watt,
SiH4 = 2,5 sccm, H2 = 90 sccm, dan waktu deposisi 60 menit.
Pasca deposisi dilanjutkan dengan melakukan proses anil,
yaitu memberikan perlakuan panas pada sampel kemudian
Paper ini memfokuskan pada studi pengaruh waktu pa-
ditahan pada temperatur tertentu, dan dibiarkan mendingin
paran (light soaking time) pada efek staebler-wronski, dengan
pada temperatur ruang. Temperatur anil yang digunakan, Ta
menggunakan metode anil. Proses anil yang dilakukan pasca
= 300◦ C, dan variasi lama waktu anil, ta = 30, 60, dan 90
deposisi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu per-
menit. Secara skematis, diagram alir selengkapnya deposisi
lakuan panas terhadap lebar celah pita energi, serta hubun-
dan proses anil lapisan intrinsik 1-lapis berbasis Si:H ini, di-
gannya dengan perubahan fasa. Walaupun telah diketahui
tunjukkan pada Gambar 1.
bahwa hidrogen adalah pemicu terjadinya keadaan cacat di-
dalam lapisan tipis silikon amorf, namun demikian studi ten- Perhitungan tebal lapisan tipis dilakukan dengan menggu-
tang sifat-sifat mendasar dari cacat dan interaksinya dengan nakan metode Swanepoel [9], dan lebar celah pita energi di-
hidrogen masih terus dilakukan secara serius dan mendalam tentukan dengan metode Tauc Plot [10].
oleh banyak peneliti.
-60
Yoyok Cahyono, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 59-62 (2017)
-61
Yoyok Cahyono, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 59-62 (2017)
IV. SIMPULAN
[1] J. Poortmans and V. Arkhipov, Thin Film Solar Cells Fabrica- Penelitian Program Doktor, DIKTI, 2013.
tion, Characterization and Applications (John Wiley & Sons Ltd, [7] Y. Cahyono, U. Maslakah, F. Muttaqin, and D. Darminto, Re-
Chichester, England, 2006). duced energy bandgap of a-Si:H films deposited by PECVD at
[2] Best Research-Efficiencies, NREL, http://www.nrel.gov/ ncpv/ elevating temperatures, in AIP Conf. Proc., Makasar, Indonesia,
images/ efficiency-chart.jpg, 2016. 1801, 0200081-6, 2017.
[3] L. Scholtz, et al., Appl. Phys., 12, 6, 631-638 (2014). [8] C.F.K. Murti, Penumbuhan Lapisan Tipis Silikon Amorf ter-
[4] S. Prayogi, Fabrikasi Sel Surya berbasis a-Si:H lapisan Intrin- hidrogenasi (a-Si:H) Tipe-N dengan Pengenceran H2 menggu-
sik Ganda (P-Ix-Iy-N) dengan PECVD dan Analisis Efisiensinya, nakan Plasma Enhanced Chemical Vapor Deposition (PECVD),
Tesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2017. Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2017.
[5] A. Sholehah, Efek Penambahan gas CH4 dan H2 pada Penum- [9] N. Pimpabute, et al., Optica Applicata, XLI(1), 257-268 (2011).
buhan Lapisan Tipis Silikon Amorf Tipe-P dengan Plasma En- [10] Z. Wei, et al., Chin. Phys. B, 24(10), 1081021-6 (2015).
hanced Chemical Vapor Deposition (PECVD), Skripsi, Institut [11] T.W. Kim, et al., Appl. Phys. Lett., 88, 1231021-3 (2006).
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2017. [12] J. Mullerova, et al., Advances in Electrical and Electronic En-
[6] Y. Cahyono, Studi Perubahan Struktur Lapisan Tipis Si- gineering, AEEE, 7(1-2), 369-372 (2008).
likon Amorf Terhidrogenasi (a-Si:H) yang ditumbuhkan dengan
Metode PECVD melalui variasi Hydrogen Dilution, Laporan
-62
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017
Intisari
Gempabumi merupakan fenomena alam yang tidak terduga kehadirannya. Dalam magnitude yang besar da-
pat menimbulkan bencana lainnya yaitu tsunami yang menyebabkan kerusakan infrastruktrur dan korban jiwa.
Manusia tidak dapat memastikan kapan bencana gempabumi terjadi, tetapi dapat memperkirakan zona yang
rawan akan gempabumi, daerah yang berdampak kerusakan besar, dan perkiraan-perkiraan mengenai waktu
terjadinya gempa berikutnya. Cara untuk mengetahui hal tersebut dengan menentukan lokasi pusat gempa
(hypocentre) sesungguhnya, model dan karakteristik (sesar maupun patahan) bawah permukaan bumi. Velest
merupakan metode JHD (Join Hypocentre Determination) dengan menggunakan banyak event gempa yang di-
inversi sekaligus (simultan) untuk mendapatkan hypocentre yang sebenarnya. Penentukan model bumi satu
dimensi dari velest ini berdasarkan kecepatan gelombang P dan gelombang S. Karakteristik bawah permukaan
dilakukan dengan ISOLA yang mampu memberikan gambaran mengenai sesar maupun patahan di suatu daerah.
Kedua program tersebut digunakan untuk merelokasi event-event gempa di daerah Sumatra Selatan dan menge-
tahui karakteristik bumi yang ditentukan melalui momen tensor. Selain dua program tersebut, digunakan al-
goritma STFT dan CWT untuk analisis gelombang P. Hasil penelitian ini didapatkan metode JHD mampu
merelokasi hypocetre gempa serta didapatkannya model bumi 1 dimensi dan momen tensor untuk 4 event meny-
atakan bahwa pola sesar yang terdapat pada daerah laut Sumatera Selatan merupakan dip-slip.
ABSTRACT
Earthquake is an unpredictable natural phenomena in occurance which has harmfull consequences. In high
magnitude, it can cause other disaster i.e. tsunami which result in hard demage infrastructure and loss of popu-
lation. One can not determine earthquake presence exactly, however can estimate earthquake prone zone, major
hard demage zone, and next earthquake presence. They can be estimated through hypocentre determination
and earths model. Velest is an JHD ((Join Hypocentre Determination) based method which applies all events
to inverted simultaneously and results true hypocentre of earthquake. In other hand, Velest can determine one
dimensional earths model based P and S wave travel time data. Then, earths characteristic can be determined
by ISOLA. It is able to provide an imaging of fault in a research area through moment tensor. Both Velest
and ISOLA applies in this research. Arrival time of P wave is analized by STFT and CWT algorithm. Then,
Velest applies to earthquake events relocation while ISOLA applies to determine earths characteristic (fault) in
Southern Sumatra. This research note that velest is able to determine true hypocentre of earthquake well and
one dimensional earth model of South Sumatra. In other hand, moment tensor of 4 events show geometry of
fault in Souther Sumatra is dip-slip.
I. PENDAHULUAN ini secara umum dikenal sebagai zona subduksi Sunda atau
zona subduksi Sumatra [2].
Secara geologi, pulau Sumatra terletak diatas lempeng Asia Gunung api aktif di Sumatra terletak sepanjang barisan pe-
Tenggara yang merupakan pertemuan antara dua lempeng be- gunungan (Gambar 1). Lazimnya, pegunungan ini akan par-
sar dunia, yaitu lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia alel terhadap zona subduksi dan berada di atas kontur kedala-
[1]. Zona subduksi di wilayah barat daya Sumatra merupakan man 100-150 km terhadap subduksi lempeng [3]. Deret pe-
bagian dari deretan panjang konvergen yang membentang dari gunungan api ini berlanjut ke arah utara membentuk pulau
Himalaya ke selatan melalui Myanmar, berlanjut ke selatan Barren dan Narcondam sekitar 100 km di sebelah timur pu-
melewati kepulauan Andaman and Nicobar dan Sumatra, se- lau Andaman [2].
belah Selatan Jawa dan Pulau Sunda (Sumba, Timor), dan Dalam kinematika lempeng, interaksi antara lempeng
membungkus kearah utara. Trench ini mengakomodasi perg- Indian-Australian dan Eurasia lebih kompleks dibandingkan
erakan lempeng Australia menuju lempeng Eurasia. Trench yang digambarkan pada Gambar 1. Lebih detail, subduksi
lempeng Indian-Australian meliputi dua lempeng yang ter-
pisah dan terbatasi, dimana perlahan-lahan mendeformasi
daerah sehingga tersubduksi pada trench Sunda. Deformasi
∗ E- MAIL : irwansyahramadhani@yahoo.co.id internal subduksi lempeng menyebabkan pergerakan beberapa
2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS -63
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)
-64
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)
-65
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)
II. METODOLOGI PENELITIAN men tensor melalui inversi fungsi green pada program
ISOLA. Daerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Penelitian ini bertujuan untuk merelokasi event-event daerah Sumatra Selatan dengan stasiun perekam yang di-
gempa yang telah terjadi sebelumnya di daerah Sumatra- gunakan diatur berdasarkan letak event yaitu dalam range
Selatan menggunakan program velest. Setelah itu, un- 0◦ sampai 10◦ (1◦ = 40,075 km) dan informasi gelom-
tuk mengetahui karakteristik gempabumi, ditentukan mo- bang yang dgunakan adalah bentuk gelombang full seed.
-66
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)
diberikan oleh
1 ∼
t, ∆ω ≥ = 0, 08 cycle (1)
4π
dengan pemilihan ∆t (resolusi waktu) dan ∆ω (resolusi
frekuensi) bukan sembarang parameter. Dalam sebagian besar
kasus, hal ini bergantung pada karakteristik sinyal [5]. Un-
tuk menghitung STFT continuous-time, fungsi dikalikan den-
gan suatu fungsi window dengan non-zero hanya untuk pe-
riode dan waktu pendek dan kemudian transformasi Fourier
dari sinyal hasil diambil.
Z
ST F Tx (w, T ) = x(t)g(t − T )e−iωt dt
g
(2)
Gambar 8: Flowchart penelitian Dalam sifat-sifat diatas, (ψ(x)0 s) disebut sebagai mother
wavelet. Setiap f(x) dalam L2(R) dapat dinyatakan dalam
wavelet series
∝
X ∝
X
Pada penelitian ini, digunakan 5 stasiun dengan 20 f (x) = cm,k ψm,k (x) (3)
event yang berbeda untuk menganalis gelombang P. Data m=−∝ m=−∝
event diperoleh dari website GFZ (GeoForschungsZentrum)
http://www.webdc.eu/webdc3/. Flowchart penelitian ini ditun- dengan
jukkan Gambar 8. Penelitian dimulai dengan analisis gelom- Z
bang P dengan program SeisGram2K. Selain itu, untuk lebih cm,k = f (x)ψm,k (x)dx (4)
memastikan mengenai gelombang P yang akan dipicking, di-
lakukan analisis STFT (Short Time Fourier Transform) dan Dalam transformasi wavelet, resolusi frekuensi menjadi
CWT Continuous Wavelet Transform. bagus secara sembarang pada frequensi rendah sementara res-
STFT merupakan teknik yang berdasarkan FFT [12]. STFT olusi waktu menjadi bagus secara sembarang pada frekuensi
adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis tinggi [6].
sinyal yang bervariasi terhadap waktu. Namun metode Setelah dilakukan picking gelombang P, maka langkah
ini mengasumsikan bahwa komponen spektral bervariasi se- berikutnya yaitu relokasi hypocentre. Pada bagian Velest,
cara lambat sehingga sinyal dapat dianggap stasioner dalam langkah-langkah pentingnya yaitu:
menganalisis time window. Oleh karena itu, STFT tidak
1. Parameter-parameter event yang dimasukkan adalah
memungkinkan perhitungan frekuensi dominan, frekuensi
origin time, latitude, longitude, magnitude, depth, dan
pusat, atau spektral perubahan isi jika perubahan terhadap
hasil picking gelombang P dan S
waktu cepat. Distribusi Waktu frekuensi menggambarkan
bagaimana energi didistribusikan dan memungkinkan untuk 2. Parameter-parameter stasiun yang digunakan adalah
memperkirakan fraksi dari total energi dari sinyal pada waktu lattitude dan longitude
t dan frekuensi ω. Pernyataan di atas menyatakan bahwa en-
ergi harus bernilai positif. Untuk mencapai resolusi simul- 3. Kemudian digunakan model kecepatan bumi CALAV-
tan time-frequency baik dinonstationary time series, maka ERAS 1 dimensi
harus berhadapan dengan prinsip ketidakpastian. Prinsip keti-
dakpastian membatasi untuk mencapai sembarang resolusi 4. Data-data hasil program velest yang dihasilkan adalah
yang baik secara simultan pada domain waktu dan domain posisi (longitude, lattitude, dan depth) hypocentre,
frekuensi. Kondisi ini untuk memenuhi prinsip ketidakpastian model kecepatan bumi, dan koreksi stasiun.
-67
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)
-68
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)
bidang patahan yang berasosiasi dengan momen tensor. formasi yang berasal dari waktu dan frekuensi mendemon-
strasikan dimana frekuensi terjadi pada suatu waktu atau di
mana waktu yang tepat terjadinya suatu frekuensi. Spec-
III. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN trogram mengkombinasikan informasi yang ada di waktu
dan frekuensi dengan menampilkan sinyal pada bidang time-
frequency. Dalam spektrogram, format window yang digu-
Berdasarkan Gambar 9, dapat dilakukan picking gelombang nakan adalah format ’hann’ dengan overlap sebesar 50% dari
P secara langsung karena gelombang P memiliki karakteristik ukuran window yang digunakan. Ukuran overlap ini tidak
yaitu berada pada saat awal getaran terekam. Namun dalam boleh lebih besar dibandingkan ukuran window yang digu-
baberapa kasus, gelombang P tidak dapat dilihat secara lang- nakan. Spectrogram akan menghasilkan power spectral den-
sung. Ini merupakan permasalahan krusial karena penentuan sity (PSD) untuk masing-masing segmen.
gelombang P harus benar-benar tepat supaya menghasilkan
relokasi yang bagus. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis CWT merupakan metode yang digunakan untuk menan-
tambahan menggunakan analisis frekuensi, yaitu STFT (Gam- gani kekurangan pada metode SFFT. CWT memberikan rep-
bar 10) dan CWT (Gambar 11). resentasi time-scale yang lebih detail dibandingkan dengan
Analisis time-frequency dapat menjadi pilihan alternatif un- STFT. CWT dari suatu time series menyediakan pembagian
tuk menyelesaikan permasalahan komponen-komponen sinyal series kedalam komponen-komponen skala yang berbeda,
yang terpisah dalam domain waktu maupun frekuensi. Salah misalnya memisahkan sinyal kedalam sekolompok sinya-
satu analisis time-frequency adalah SFFT. STFT merupakan sinyal. Representasikan sinyal yang sama namun semua
suatu metode yang berbasis Fourier Transform yang digu- sinyal berhubungan terhadap pita frekuensi yang berbeda.
nakan untuk mengamati sinyal yang bervariasi terhadap waktu Dapat dialokasikan suatu rentang frekuensi untuk masing-
(domain waktu). STFT ini akan memberikan hubungan an- masing komponen skala. Wavelet yang diskalakan dan diter-
tara waktu dan frekuensi. STFT dapat mengenali komponen- jemahkan dari suatu panjang waveform yang berhingga dise-
komponen sinyal lebih baik dibandingkan metode FFT selama but sebagai induk wavelet. CWT memberikan pemetaan time-
komponen-komponen sinyal tersebut tidak saling tumpang- scale yang dikenal sebagai scalogram, bukan spektrum time-
tindih sehingga dapat diketahui gelombang P dan gelom- frequency. CWT memungkinkan memperoleh ekspansi yang
bang S dalam suatu data rekaman gempabumi [13]. STFT berbasis ortonormal dari sebuah sinyal dengan menggunakan
tidak membiarkan suatu frekuensi yang dominan menutupi fungsi time-frequency yang disebut wavelet, yang mampu un-
frekuensi yang tidak dominan, tidak menghitung nilai tengah tuk melokalisasi dalam domain waktu dan frekuensi.
suatu frekuensi, dan tidak mengubah isi spektrum sehingga Setelah dilakukan analisis gelombang P, kemudian di-
memudahkan dalam pengamatan data. STFT dapat menca- lakukan relokasi untuk event-event gempa menggunakan pro-
pai suatu resolusi time-frequency secara simultan dengan baik gram velest. Program velest menggunakan metode JHD di-
dalam suatu gelombang yang non-stasioner. STFT digunakan mana inversi dilakukan secara simultan / bersamaan untuk
untuk menghasilkan spektrogram. Spectrogram merupakan semua event serta dapat ditentukan model bumi 1-dimensi.
suatu representasi dari time-frequency yang sangat penting Model bumi yang digunakan dalam penelitian ini untuk men-
di mana untuk pemrosessan sinyal yang bervariasi terhadap dapatkan model bumi pada daerah penelitian adalah model
waktu, seperti data gempabumi, dalam 2 dimensi [14]. Se- bumi 1 dimensi CALAVERAS (Gambar 12 dan Tabel I)
cara spesifik, spektrogram dirancang untuk memproses sinyal dimana semakin bertambahnya kedalaman, semakin cepat
yang bervariasi terhadap waktu karena secara bersamaan in- gelombangnya akibat bertambahnya densitas lapisan terhadap
-69
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)
kedalaman.
Hasil relokasi ditunjukkan pada Gambar 13, dan dapat dil-
ihat bahwa hasil relokasi dengan menggunakan velest terlihat
cukup baik karena hampir sama posisinya dengan data event-
event awal. Solusi dari metode hypocentre-velocity model Gambar 14: Model kecepatan bumi 1 dimensi Sumatra Selatan
menghasilkan relokasi hypocentre, model kecepatan bawah
permukaan, dan koreksi untuk masing-masing stasiun. Hasil
yang cukup baik dengan metode velest dikarenakan metode TABEL II: Hasil relokasi hypocentre dan nilai rms masing-masing
JHD melakukan inversi secara simultan untuk semua event event setelah direlokasi.
dan juga menghasilkan model bumi 1 dimensi. Inversi se- Event (Southern Sebelum Relokasi Setelah Relokasi Rms
cara simultan ini akan meminimumkan error karena RMS- Sumatra) Latitude Longitude Latitude Longitude (%)
misfit dari perbedaan waktu tempuh dengan meninjau kombi- 2010-10-25 -2.96 100.37 -3.0488 100.1561 0.989
nasi hasil hypocentre, model kecepatan bumi, dan koreksi sta- 2011-08-04 -2.79 101 -1.4357 101.7472 13.2
siun. Selain dari Gambar 13, untuk melihat ketepatan relokasi 2015-05-15 -2.64 102.2 -2.8357 102.0243 0.637
lebih teliti maka dapat dilihat dari residu masing-masing event 2011-10-30 -3.31 101.33 -3.2623 101.4487 0.670
(Tabel II). Untuk model bumi 1-dimensi, dapat dilihat pada 2010-09-03 -3.74 101.89 -4.2045 100.5456 6.565
2014-12-17 -3.78 100.29 -3.7170 100.1662 0.576
Tabel III dan Gambar 14.
2015-03-03 -0.72 98.74 -0.8528 98.5715 1.415
Berdasarkan Tabel II, dapat dilihat bahwa residu untuk 2012-09-14 -3.32 100.64 -3.3787 100.4408 1.463
masing-masing event sudah cukup baik yaitu kurang dari 2011-01-17 -5.19 102.54 -5.4193 102.5185 1.165
10%. Namun terdapat satu event, yaitu event 2 yang memiliki 2015-04-20 -5.62 102.6 -5.7408 102.6323 1.910
nilai residu sekitar 13%. Hal ini dapat disebabkan oleh keti- 2011-05-28 -5.8 103.49 -6.0552 103.4653 1.850
daktepatan dalam menetukan gelombang P sehingga hasilnya 2011-01-02 -4.6 101.32 -2.8654 101.7662 4.828
juga memiliki residu yang besar. 2010-06-27 -4.58 101.23 -4.5933 101.1937 0.903
Kemudian, untuk event 1, 2, 15, dan 16 dilakukan anali- 2010-10-26 -3.68 99.76 -3.7251 99.4586 1.982
sis momen tensor untuk mengetahui karakteristik bawah per- 2013-08-28 -2.05 100.68 -2.1107 100.3583 1.991
2013-07-06 -3.32 100.52 -3.5845 99.8015 5.620
mukaan seperti sesar dan patahan. Focal mechanism ini dapat
2010-05-05 -4.2 100.99 -4.1672 101.1277 1.050
menggambarkan arah gaya tensor terhadap suatu event gempa 2010-03-05 -3.98 100.84 -3.9687 100.7540 0.954
yang terjadi. Selain itu, jika dilakukan analisis dari beber- 2010-10-25 -3.46 100.2 -3.3935 100.2489 0.637
apa event gempa di wilayah yang sama dalam selang waktu 2010-0-25 -3.29 100.46 -3.2397 100.4430 0.644
yang berbeda, maka akan didapatkan pola bidang sesar pada
-70
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)
-71
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)
(a) (b)
Gambar 16: Focal mechanism untuk sudut slip 45◦ (kiri) dan 90◦ (kiri bawah) serta sudut slip yang beragam (kanan) [9].
IV. SIMPULAN masing event dan didapatkan model bumi 1 dimensi. Selain
itu, hasil momen tensor untuk 4 event menyatakan bahwa pola
Relokasi hypocentre hasil program velest yang merupakan sesar yang terdapat pada daerah laut Sumatera Selatan meru-
program JHD mampu untuk merelokasi hypocetre gempa den- pakan dip-slip.
gan baik yang dapat dilihat dari nilai rms untuk masing-
[1] D.H. Natawidjaja, and W. Triyoso, J. Earthq. Tsunami, 1, 21-47 handbook (Cambridge University Press, Cambridge, New York,
(2007). 2014).
[2] R. McCaffrey, Annu. Rev. Earth Planet. Sci., 37, 345-366 (2009), [8] D. Pei, Modeling and inversion of dispersion curves of surface
doi:10.1146/annurev.earth.031208.100212 waves in shallow site investigations, ProQuest (2007).
[3] K. Sieh, and D.H. Natawidjaja, J. Geophys. Res., 105, 28295- [9] S. Stein, and M. Wysession, An introduction to seismology,
326 (2000). earthquakes, and earth structure (Blackwell Pub, Malden, MA,
[4] P. Bird, Geochem. Geophys. Geosyst, 4, 1-52 (2003). 2003).
[5] P. Sarin, and P. Dabas, International Journal of Computer Science [10] H. Grandis, Pengantar Pemodelan Geofisika (HAGI, Jakarta,
and Information Technologies, 7(2),893-895 (2016). 2009).
[6] S. Azadi, and A.A. Safavi, S-transform based P-wave and S- [11] E. Kissling, U. Kradolfer, H. Maurer, Program VELEST user’s
wave arrival times measurements toward earthquake locating, guide-Short Introduction, Inst. Geophys. ETH Zurich, 1995.
in Control, Instrumentation and Automation (ICCIA), 2nd Inter- [12] W. Astuti, et al., Adaptive Short Time Fourier Transform
national Conference on. IEEE, 241-246 (2011). (STFT) Analysis of seismic electric signal (SES): A comparison
[7] R. Simm, and M. Bacon, Seismic amplitude: an interpreter of Hamming and rectangular window, in Industrial Electronics
-72
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)
(a)event 1 (b)event 2
(c)event 15 (d)event 16
-73
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017
Intisari
Telah dilakukan penelitian untuk menghitung distribusi Coulomb stress dengan menggunakan software
Coulomb 3.3. Peningkatan nilai perubahan Coulomb stress mengindikasikan adanya akumulasi stress pada bat-
uan. Data penelitian diambil dari katalog ISC (International Seismological Center) dan Global CMT (Global
Centroid Moment Tensor). Hasil pengolahan data adalah terjadi peningkatan Coulomb stress di kawasan selatan
pulau Jawa dengan kisaran nilai 0,01-1 kPa dan diduga dapat menimbulkan terjadinya akumulasi stress akibat
gempabumi tektonik yang mengarah ke bawah puncak gunungapi Merapi.
ABSTRACT
This study has been applied to calculate Coulomb stress distribution using Coulomb 3.3 software. Increasing the
value of Coulomb stress changes indicated accumulation of stress on rocks. The data is taken from the catalog
of ISC (International Seismological Center) and Global CMT (Global Centroid Moment Tensor). The results
of data processing is an increase in Coulomb stress in the South of Java Island with a ranges 0.01-1 kPa and
allegedly caused the accumulation of stress due to tectonic earthquake that leads to the volcano.
-74 2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS
Fitri Puspasari, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 74-77 (2017)
-75
Fitri Puspasari, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 74-77 (2017)
Berdasarkan model bidang patahan dari mekanisme fokal data gempabumi tektonik yang diambil dari katalog gem-
dalam bentuk beachball, akan terlihat jelas tipe patahan yang pabumi Global CMT. Hasil akhir dari perhitungan perubahan
menyebabkan gempabumi itu terjadi antara lain sesar naik, tegangan statis (coulomb stress) ini adalah berupa distribusi
sesar turun, dan sesar geser. Sesar yang tergambar pada nilai perubahan stress statis.
bola fokus tersebut menggambarkan rekahan yang mengalami
geseran-geseran yang jelas yang merupakan penyebab ter-
jadinya gempabumi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah sebaran bola fokal dipetakan, karakteristik sesar
dapat ditentukan, kemudian distribusi Coulomb stress statis Solusi mekanisme sumber dari katalog Global CMT tepat-
dapat dihitung dengan menggunakan software Coloumb 3.3. nya pada koordinat -11 sampai -6 LS dan 105 sampai 115.
Data masukan yang akan digunakan pada software ini adalah Sebagian besar gempabumi tektonik terjadi di bagian sela-
-76
Fitri Puspasari, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 74-77 (2017)
tan Pulau Jawa. Hasil pemetaan mekanisme sumber menun- mograf maupun terlihat secara visual. Pada 5 Januari 2001,
jukkan bahwa selatan pulau Jawa didominasi oleh jenis sesar status aktivitas gunungapi Merapi dinaikkan dari waspada
naik sedikit geser. menjadi Siaga.
Analisis hasil perhitungan distribusi Coulomb stress meng- Berdasarkan Gambar 3(c) dapat ditunjukkan bahwa daerah
gunakan parameter mekanisme sumber gempabumi vulkano- di kawasan gunungapi Merapi mengalami penurunan nilai
tektonik sebagai receiver fault dari peneliti terdahulu [8]. Coulomb stress ditunjukkan dengan merah hingga memu-
Gambar 3 menunjukkan salah satu hasil perhitungan dar pada warna orange dan putih. Daerah peningkatan ni-
Coulomb stress gempabumi tektonik 19772000 terhadap re- lai Coulomb stress dominan terletak pada arah baratdaya-
ceiver fault gempabumi VTA. Hasil perhitungan peruba- timurlaut yaitu terjadi peningkatan nilai Coulomb stress dari
han Coulomb stress pada Gambar 3(a) menunjukkan daerah sumber gempabumi kemudian melemah menuju kawasan gu-
yang mengalami peningkatan stress ditunjukkan oleh nilai nungapi Merapi. Kisaran nilai Coulomb stress positif ini
Coulomb stress positif warna orange hingga merah dari sum- adalah 0,001 bar melemah hingga 0,0001 bar atau setara 0,01-
ber gempabumi kemudian melemah menuju kawasan gunun- 1 kPa.
gapi Merapi sebagaimana ditunjukkan pada gambar kisaran
nilai Coulomb stress positif ini adalah 0,0001 bar hingga
0,001 bar atau setara 0,01-1 kPa.
Kemudian pada Gambar 3(b) dapat dilihat bahwa hanya IV. SIMPULAN
beberapa sumber gempabumi yang distribusi nilai stressnya
mengarah kekawasan gunungapi Merapi dengan kisaran nilai Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat peningkatan
Coulomb stress positif ini adalah 0,001 bar melemah hingga nilai distribusi perubahan Coulomb stress yang bersumber
0,0002 bar. dari gempabumi tektonik dengan skala magnitude >5 Mw.
Pada awal tahun 2001, gejala peningkatan aktivitas gu- Berdasarkan hasil perhitungan, nilai distribusi perubahan
nungapi mulai tampak jelas terutama di tunjukkan oleh Coulomb stress mengalami peningkatan 0,01-1 kPa dengan
meningkatnya jumlah guguran lava yang terekam oleh seis- arah ke posisi bawah puncak gunungapi Merapi.
[1] Rosmiyatin dan AbdulBasid, Jurnal Neutrino, 4(2), 188-200 Sole Agent Mart. Nijhoff (1949).
(2012). [6] G.C.P. King, R.S. Stein, and J. Lin, Bull. Seismol. Soc. Am., 84,
[2] R. Hall, Plate Tectonic Reconstructions of the Indonesian Re- 935-953 (1994).
gion, Proceedings Indonesian Petroleum Association, 1, 70-84 [7] S. Ardiansyah, SIMETRI, 2(1), 2102-10 (2014).
(1995). [8] S. Hidayati, et al., Indonesian Journal of Physics, 19(03) 75-82
[3] Daryono, Aktivitas Gempabumi Tektonik Di Yogyakarta Menje- (2008).
lang Erupsi Merapi 2010 (Badan Meteorologi Klimatologi dan [9] Ratdomopurbo, Subandriyo, Sulistyo, Y. Suharna, Prekursor
Geofisika, 2010). Erupsi Gunungapi Merapi (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Ben-
[4] T.R. Walter, et al., Geoph. Research Leters, 34, L05304 (2007). cana Geologi (PVMBG), 2006).
[5] R.W. Van Bemmelen, The geology of Indonesia: The Hague,
-77
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017
Abstract
Five earthquakes source parameters in Sumatra have been estimated that occurred on May 3rd, 13th , 18-20th
2008, which earthquakes magnitude was over 5.4 Mw. To determine the earthquakes source parameters, we
used three components local waveform. The seismogram data are inverted to achieve the earthquake source
parameters. To investigate the depths of earthquakes, the determination used the highest value of variance
reduction of waveform analysis. To identify the fault plane of the earthquakes, the H-C method is used. The
research calculates also the length and width of the Fault planes.
K EYWORDS : Three components local waveform, earthquake source parameters, earthquake depth, width and displacement
http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.
I. PENDAHULUAN
TABLE I: Hypocenter, Mw and origin/centroid time of events
2008/05/03, 2008/05/13 and 2008/05/18-20.
Earthquake is a natural phenomenon, in shape of natural Source Event Time Origin Lat Lon Mw Depth
shock from earth interior which earth ground movement prop- (UTC) (◦ ) (◦ ) (Km)
agates to the earth structure. The ground movement due earth- WEBDC 2008/05/03 03:53:37 -3.00 101.10 5.7 64.0
quake is recorded as seismogram. The slab collision between 2008/05/13 10:29:22 4.80 95.10 5.4 44.0
ocean plate and continental plate in West Sumatra has close 2008/05/18 12:17:25 -3.30 101.11 5.8 51.0
relation to fault formation which generate strong earthquake. 2008/05/19 14:26:47 1.70 99.00 5.9 10.0
If the earthquake has a magnitude more than 3.7 Richter scale, 2008/05/20 17:08:01 -3.20 101.30 6.9 50.0
which seismogram still can be well recorded by local seismo- IRIS 2008/05/03 03:53:35 -3.02 101.19 5.4 51.7
2008/05/13 10:29:21 4.66 95.12 5.4 52.8
logical stations.
2008/05/18 12:17:26 -3.21 101.32 5.7 51.8
The fault region is a weak zone that can be easily affected 2008/05/19 14:26:46 1.68 99.05 6.0 14.8
by tectonic earthquake. There are two zones where the earth- 2008/05/20 17:08:01 -3.24 101.36 5.6 51.7
quake strikes the most in Sumatra, which are: (1) slab sub- Global 2008/05/03 03:53:37.8 -3.28 101.09 5.3 54.9
duction zone in West Sumatran ocean which has a potency of CMT 2008/05/13 10:29:22.4 4.37 95.05 5.4 50.6
causing earthquake with a relatively big magnitude and has 2008/05/18 12:17:28.5 -3.52 101.11 5.7 50.1
a good chance of causing tsunami, (2) Sumatra fault zone 2008/05/19 14:26:48.9 1.64 99.14 6.0 16.1
known as Semangko as long as Bukit Barisan mountains. 2008/05/20 17:08:04.1 -3.48 101.17 5.6 50.6
This research analyzes the three components seismo-
gram of Sumatra Earthquakes: from Northern Sumatra until
Bengkulu. Geodynamic implication of an active deformation trench perpendicular to slip-mostly accommodated by sub-
around Sunda trench [2, 3] excites the earthquakes that oc- duction zone.
cur in Sumatra. West coast of Sumatra island is the boundary This research analyzes the three components seismogram
between ocean slab and continental margin which consists of of five earthquakes in Sumatra in May, 2008, which occurred
two faulting systems, which are strike-slip faulting system that in West Sumatra coast. The event on 2008/05/13 was occurred
rotate toward interface dip-slip subduction and right direction in the North Sumatra land and triggered by Semangko fault.
(dextral) [2]. Slope convergence that points toward north-west The other events occurred in the Indian Ocean, triggered by
direction from Indian and Australian slabs is moving toward the subduction zone. Hypocenter, depth and the origin time
South East Asia with the velocity of 60 mm/yr [4]. Slab con- of these five events have been reported by IRIS [5] and Geo-
vergence is divided into a slip parallel to the trench accommo- phone [6] using travel time data, and also the centroid time
dated by Sumatra fault and perpendicular slip which is accom- of five earthquakes from www.globalcmt.org, using waveform
modated by subduction zone interface [3] The Sumatra Island analysis, as shown in Table I.
is partitioned by the oblique convergence into trench parallel Hypocenter depth, magnitude moment and time origin of
to slip-mostly accommodated by Sumatra faulting zone and the earthquake that is provided by three seismological in-
stitutes have differences. Only one of these three institutes
provides CMT (Centroid Moment Tensor) solution, which is
Global CMT. The CMT solution from Global CMT will be
∗ E- MAIL : bjs@physics.its.ac.id compared to the CMT one of this research. This institute has
-78
c Jurusan Fisika FMIPA ITS
Bagus Jaya Santosa, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 78-83 (2017)
TABLE II: 1-D velocity model that is used in three components local FIG. 2: Epicenter positions of 2008/05/03,2008/05/13 and
waveform inversion. 2008/05/18-19 (stars) events and 4 stations (PSI,IPM,KUM and
KOM) (triangle).
Depth Vp Vs Rho Qp Qs
(km) (km/s) (km/s) (g/cm3)
0.0 2.31 1.300 2.500 300 150
1.0 4.27 2.400 2.900 300 150
2.0 5.52 3.100 3.000 300 150
5.0 6.23 3.500 3.300 300 150
16.0 6.41 3.600 3.400 300 150
33.0 6.70 4.700 3.400 300 150
-79
(a)2008/05/03 Event (b)2008/05/13 Event
(e)2008/05/20 Event
(e)2008/05/20 Event
M◦ = µDLW (2)
IV. EARTHQUAKE SOURCE PARAMETERS For calculating seismic moment, the constants µ, D, L and
W are describe the rock rigidity, displacement of fault, length
of fault and width of fault respectively. Leonard [17] also
Microzonation and seismic risk treatment [15] use the
shows that to determine seismic moment can be carried out
Earthquake Source Parameters, which are the seismic mo-
by
ment (M◦ ), magnitude moment (Mw ), depth. The fault plane
orientation are then determined for these five events. On this 5 3
analysis, the authors used three components local waveform. logM◦ = log L + loc C1 + log C2 µ (3)
2 2
First we try to achieve a good fitting between measured and
synthetic seismogram. Reduction variant for these events are where C1 and C2 are 17.5 and 3.9 ×10−5 respectively, for
over 50%. Seismogram fitting, DC values and reduction vari- reverse fault type. The combination of the equations above
ant are presented in Fig. 2, 3, and 4. Based on the analysis, result quantity of L if W is submitted to the relation. One can
earthquake source parameters for earthquakes event are ob- find also W by occupying
tained (Fig. 5).
3
In order to identify the actual fault plane of both faulting W = C1 Lβ , where β = (4)
2
planes, HC-plot method is used. The centroid coordinate and
the fault plane (strike = 89◦ ; dip = 87◦ and depth = 51 km) Some results of displacement D taken from the data of magni-
for 2008/05/03 event is illustrated in Fig. 6, where its re- tude of precise earthquake event in western Sumatra are pre-
duction variant for this event is 50%. The distance of webdc sented in Table 4.
(http://webdc.eu/webdc3/) hypocenter approves that the cor-
rect fault plane is the green one. The rake of this fault plane
shows that the fault plane movement is oblique reverse. VI. CONCLUSIONS
The other events parameters (strike, slip and fault plane
movement) used in HC-plot were taken from source param- Earthquake parameters of five events (seismic moment,
eters of the inversion result on Figs. 5 are shown in Table III. magnitude moment and fault plane orientation) was extracted
-82
Bagus Jaya Santosa, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 78-83 (2017)
TABLE III: Centroid Position, M0, ∆t relative to origin time and Fault plane orientation from Author and Global CMT.
Event D (km) Lat Lon M◦ ×1024 Mw ∆t (s) Strike Dip Rake
2008-05-03 51 -3.0152 101.1989 1.483 5.4 0 89 87 70
54.9 -3.28 101.09 1.33 5.3 2.9 121 63 109
2008/05/13 39 4.6634 95.1228 1.409 5.4 -0.8 149 64 121
50.6 4.37 95.05 1.73 5.4 3.1 132 63 96
2008/05/18 48 -3.2122 101.317 5.428 5.8 0 91 89 73
50.1 -3.52 101.11 4.44 5.7 4.7 124 62 82
2008/05/19 7 1.6754 99.0534 9.736 5.9 -2.2 256 85 49
16.1 1.64 99.14 1.3 6.0 3.9 62 83 8
2008/05/20 47 -3.2352 101.362 3.106 5.6 0 89 87 68
50.6 -3.48 101.17 2.89 5.6 3.9 122 64 79
[1] S. Lasitha, M. Radhakrishna, and T.D. Sanu, Curr. Sci., 90(5) [10] E.N. Sokosa and J. Zahradnik, Comput. Geosci., 34967977
(2006) (2008).
[2] D.H. Nathawijaya, PhD Thesis, California Institute of Technol- [11] J. Zahradnik, A. Serpetsidaki, E. Sokos and G.A. Tselentis,
ogy, USA, 2002. Bull. Seismol. Soc. Am., 95, 159172 (2005)
[3] K.R. Newcomb and W.R. McCann, J.Geophys. Res., 92, 421439 [12] J. Zahradnk, et al., Res. Letters, 79, 653-662 (2008).
(1987) [13] O. Coutant, Program of numerical simulation AXITRA, Re-
[4] L. Prawirodirdjo, et al., Geophys. Res. Lett., 24(21), 4 (1997). search report, LGIT, Grenoble (1989).
[5] S. Toda, et al., J. Geophys. Res., 103, 24543-24565 (1998). [14] E.N. Sokos, J.Zahradnik, Computers & Geosciences, 34, 967-
[6] M. Bouchon, Bull. Seismol. Soc. Am., 71, 959-971 (1981). 977(2008).
[7] O. Novotn, J. Zahradnk and G.A. Tselentis, Bull. Seismol. Soc. [15] T. Hanks and D.M. Boore, J. Geophys. Res., 89, 6229 6235
Am., 91, 875-879 (2001) (1984).
[8] B.J. Santosa, Jurnal MIPA 13. Univ. Lampung, Indonesia. [16] K. Aki, J. Comput. Phys., 54, 3-17 (1984).
[9] M. Kikuchi and H. Kanamori, Bull. Seismol. Soc. Am., 81, [17] M. Leonard, Bull. Seismol. Soc. Am., 100, 1971-1988 (2010).
2335-2350 (1991).
-83
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017
Intisari
Telah dilakukan penelitian tentang generator termoelektrik untuk pengisian aki, dengan tujuan untuk menge-
tahui dampak perbedaan penggunaan sield (kerangka sistem pemanas) antara triplek dan alumunium pada sistem
pemanas TEG. Disamping itu juga untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengisian aki
sebagai pengaplikasian TEG. Penelitian ini difokuskan pada pembuatan sistem pemanas yang lebih efisien, yang
dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dari modul TEG dalam menghasilkan tegangan. Hasil penelitian ini
menunjukkan pembaruan sistem pemanas dengan menggunakan sield alumunium dapat meningkatkan tegan-
gan keluaran generator termoelektrik sebesar 4,435% dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya dengan
menggunakan TEG tipe SP184827145SA. Sedangkan pada pengaplikasian pengisian aki menggunakan TGPR-
1W-2V-21S dapat menghasilkan tegangan sebesar 6 ± 0,05 volt dengan besar arus 0,43 ± 0,015 ampere yang
memerlukan lama waktu pengisian 10 jam.
ABSTRACT
Research on termoelectric generator for accu charging has been done to know the effect of different use of sield
(heating system framework) between plywood and aluminum on TEG heating system. Besides, it is also to
know how much time needed for charging accu as TEG application. This research is focused on making more
efficient heating systems, which is done by increasing the efficiency of the TEG module in generating voltage.
In this research, it can be concluded that the update of heating system using Alumunium sield can increase the
output voltage of the thermoelectric generator by 4.435% compared to the previous research using TEG type
SP184827145SA. While the application of charging Accu using TGPR-1W-2V-21S can produce a voltage of 6
± 0.05 volt with a currentof 0.43 ± 0.015 ampere which requires a duration of charging time of 10 hours.
I. PENDAHULUAN
-84 2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS
Shanti C. Puspita, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 84-87 (2017)
tembaga dan besi tersebut diletakkan sebuah jarum kom- generator termoelektrik (TEG), sistem pendingin dengan wa-
pas. Fenomena yang terjadi saat kedua logam tersebut di- terblock, serta alat ukur yaitu sensor tegangan, sensor arus,
panaskan yaitu jarum kompas mulai bergerak. Bergeraknya dan sensor temperatur. Sistem perangkat lunak terdiri dari
jarum kompas menyatakan bahwa timbul medan listrik pada perancangan program serta perintah menggunakan mikrokon-
kedua logam tersebut akibat dipanaskan salah satu sisinya, troler Arduino Uno dengan Atmega 328 sebagai IC-nya seba-
oleh karena hal itu, fenomena tersebut disebut efek Seebeck gai penyimpan data yang dimuat pada SD-card sebagai data
[1]. logger. Pada penelitian ini, alat yang dibuat dan dirancang
Gambar 2 menunjukkan prinsip kerja generator termoelek- secara skematis ditunjukkan Gambar 3.
trik, material penyusun termoelektrik memiliki peran masing- Gambar 3 terdiri dari sistem pemanas, sistem pendingin,
masing untuk mengalirkan energi panas sehingga dapat sistem alat ukur, serta aki. Sistem pemanas terdiri dari
menimbulkan beda potensial. Disimpulkan bahwa panas atau plat tembaga dengan sield alumunium yang diberi isolator
kalor pada salah satu sisi dialirkan dan dibuang kesisi lainnya, panas. Sumber kalor dari sistem pemanas menggunakan
sehingga terjadi aliran arus, ketika terjadi arus maka tercipta- heater strip 350 watt, dengan kontrol panas menggunakan
lah beda potensial yang memunculkan nilai tegangan listrik. thermostat, yang digunakan pada permukaan panas TEG.
Pada termoelektrik besarnya nilai tegangan adalah sebanding Sistem pendingin menggunakan waterblock yang digunakan
dengan gradient temperature [2]. Nilai beda potensial atau pada permukaan dingin TEG. Sistem alat ukur terdiri dari sen-
tegangan yang dihasilkan berubah sebanding dengan peruba- sor arus, sensor tegangan, dan dua sensor temperatur. Tegan-
han temperatur, karena semakin besar temperatur maka se- gan keluaran TEG kemudian diberi beban resistif sehingga da-
makin besar pula tegangan yang dihasilkan [3]. Konstanta pat digunakan untuk mengisi aki sesuai dengan spesifikasinya
kesebandingannya disebut dengan koefisien Seebeck (α), yaitu 6 volt 4,5 Ah.
∆V Pengambilan data
α= (1)
∆T
Pengambilan data dilakukan untuk mengetahui berapa nilai
dengan α adalah koefisien Seebeck (mV/K,◦ C), ∆V adalah tegangan serta arus yang dibutuhkan untuk pengisian aki den-
beda potensial (mV), dan ∆T adalah perbedaan temperatur gan TEG. Diagram alir proses pengambilan data ditunjukkan
(K,◦ C) Gambar 4.
Langkah awal adalah membuat sistem pemanas yang ter- Pengujian sistem pemanas
isolasi oleh isolator panas, sehingga pemanas dapat memberi
temperatur panas yang homogen untuk mengaktifkan sistem Pengujian sistem pemanas dilakukan dengan mengukur kesta-
kerja TEG. Setelah itu dilakukan percobaan dengan mengisi bilan temperatur pada plat tembaga serta mengukur berapa be-
sebuah baterai atau aki untuk mendapatkan daya yang di- sar temperatur pada kerangka sistem yang sudah diberi isola-
hasilkan oleh generator termoelektrik dengan variasi waktu tor panas. Hasil distribusi panas dari sumber heater diukur
tertentu. pada titik-titik tertentu yang kemudian ditentukan daerah-
daerah plat tembaga yang memiliki temperatur yang ho-
Perancangan sistem mogen.
Hasil pengambilan data sampel panas pada 10 titik sis-
Perancangan alat meliputi perangkat keras maupun perangkat tem pemanas seperti ditunjukkan Tabel I, dengan temper-
lunak. Sistem perangkat keras terdiri dari sistem pemanas atur heater diatur pada 100◦ C. Berdasarkan Tabel I terlihat
-85
Shanti C. Puspita, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 84-87 (2017)
-86
Shanti C. Puspita, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 84-87 (2017)
IV. SIMPULAN
Gambar 8: Kurva pengisian aki.
Pembaruan sistem pemanas dengan menggunakan sield
alumunium dapat meningkatkan tegangan keluaran genera-
jukkan grafik keluaran dari TGPR-1W-2V-21S dengan nilai tor termoelektrik sebesar 4,435% dari penelitian sebelumnya
∆T = 124,5◦ C yang distabilkan oleh sistem kontrol pemanas. dengan menggunakan SP184827145SA yaitu sebesar 0,55 ±
Modul TEG ini dapat menghasilkan tegangan keluaran sebe- 0,05 volt (dengan toleransi alat ukur 5% atau 0,05 volt), dan
sar 12,29 volt saat 3 modul disusun seri. Serta dapat bekerja pengisian aki dengan menggunakan TGPR-1W-2V-21S da-
hingga panas yang diterima TEG mencapai 200◦ C dengan T pat menghasilkan tegangan sebesar 6 ± 0,05 volt dengan be-
hingga 125,25◦ C. Selain dilakukan uji kestabilan sistem pem- sar arus 0,43 ± 0,015 ampere yang memerlukan lama waktu
anas, dilakukan pula pengujian terhadap daya keluaran TEG. pengisian 10jam.
[1] X.F. Zheng, C.X. Liu, Y.Y. Yan,Q.Wang, A Review of Thermo- [3] N. Putra, R.A. Koestoer, M. Adhitya, Ardian Roekettino, dan
electrics Research Recent Developments and Potentials for Sus- Bayu Trianto, Potensi Pembangkit Daya Thermoelektrik Untuk
tainable and Renewable Energy Applications (Nottingham NG7 Kendaraan Hibrid, Depok 16424, Indonesia, 2009.
2RD, UK, 2014). [4] G.J. Snyder, Small Thermoelectric Generators (The Electro-
[2] M. Abrar, Studi Karakterisasi Modul Generator Thermoelek- chemical Society Interface, Fall, 2008).
trik Tipe SP184827145SA, Tugas Akhir, Fisika-FMIPA, ITS-
Surabaya, 2016.
-87
ISSN, p: 1858-036X
VOLUME 13, NOMOR 2 (2017) e: 2460-4682
JFA
Jurnal Fisika dan Aplikasinya DAFTAR ISI
Ajeng Eliyana, dan Toto Winata: Karakterisasi FTIR pada Studi Awal Penumbuhan CNT dengan
Prekursor Nanokatalis Ag dengan Metode HWC-VHF-PECVD ................................................ 39 - 43
Sinta Maemuna, Darsono, dan Budi Legowo: Identifikasi Akuifer di Sekitar Kawasan Karst
Gombong Selatan Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen dengan Metode Geolistrik
Konfigurasi Schlumberger .......................................................................................................... 44 - 48
Dairoh, dan Wiwit Suryanto: Dekomposisi Wavelet Data Seismik Broadband dari Stasiun
Kurva Serapan FTIR dan Struktur Kristal Nanopartikel Kobalt Ferit Hasil Kopresipitasi ............ 56 - 58
Yoyok Cahyono, Fuad D. Muttaqin, Umi Maslakah, Malik A. Baqiya, M. Zainuri,
Eddy Yahya, Suminar Pratapa, dan Darminto: Efek Staebler-Wronski dan Pengaruh Waktu Anil
pada Lapisan Instrinsik Silikon Amorf Terhidrogenasi (a-Si:H) .................................................. 59 - 62
dengan Velest (JHD) dan Estimasi Sesar Daerah Sumatra Selatani .......................................... 63 - 73
Fitri Puspasari, dan Wahyudi: Distribusi Coulomb Stress Akibat Gempabumi Tektonik Selatan
Pulau Jawa berdasarkan Data Gempa Tektonik 1977-2000 ...................................................... 74 - 77
Bagus Jaya Santosa, and Bintoro Anang Subagyo: Local Waveforms Analysis to Estimate
Rafika Andari: Sintesis dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) dengan
JFA
Jurnal Fisika dan Aplikasinya DAFTAR ISI
Ajeng Eliyana, dan Toto Winata: Karakterisasi FTIR pada Studi Awal Penumbuhan CNT dengan
Prekursor Nanokatalis Ag dengan Metode HWC-VHF-PECVD ................................................ 39 - 43
Sinta Maemuna, Darsono, dan Budi Legowo: Identifikasi Akuifer di Sekitar Kawasan Karst
Gombong Selatan Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen dengan Metode Geolistrik
Konfigurasi Schlumberger .......................................................................................................... 44 - 48
Dairoh, dan Wiwit Suryanto: Dekomposisi Wavelet Data Seismik Broadband dari Stasiun
Wanagama Yogyakarta pada saat LetusanGunung Merapi 2010 ............................................. 49 - 55
Anisa Khoiriah, Utari, dan Budi Purnama Pengaruh Doping Ion Alumunium pada
Kurva Serapan FTIR dan Struktur Kristal Nanopartikel Kobalt Ferit Hasil Kopresipitasi ............ 56 - 58
Bagus Jaya Santosa, and Bintoro Anang Subagyo: Local Waveforms Analysis to Estimate
the Fault Plane of May 2008 Sumatra Earthquakes ................................................................... 78 - 83
Shanti Candra Puspita, Hasto Sunarno, dan Bachtera Indarto: Generator Termoelektrik
Rafika Andari: Sintesis dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) dengan
Sensitizer Antosianin dari Bunga Rosella ................................................................................... 88 - 95
Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi DSSC menggunakan sensitizer antosianin
dari ekstrak kelopak bunga rosella (hibiscus sabdariffa), mengetahui pengaruh konsentrasi larutan elektrolit dan
lama perendaman sel dalam ekstrak dye terhadap efisiensi yang dihasilkan sel surya, dan mengetahui besar arus
listrik yang dihasilkan DSSC dari sumber cahaya matahari langsung dan cahaya lampu halogen 150 watt. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa DSSC dapat dibuat dengan menggunakan kombinasi bahan anorganik TiO2 den-
gan bahan organik dye dari ekstraksi bunga rosella. Efisiensi tertinggi didapatkan pada lama perendaman 30
menit. Pada sumber cahaya matahari nilai efisiensi tertinggi (0,52%) didapat pada konsentrasi elektrolit 0,5 M.
Sedangkan pada sumber cahaya lampu halogen nilai efisiensi tertinggi (0,49%) didapat pada konsentrasi elek-
trolit 0,3 M. DSSC yang dibuat telah berhasil mengkonversi energi surya menjadi energi listrik dengan sumber
cahaya matahari dan cahaya lampu halogen dengan arus maksimum masing-masing sebesar 0,28 mA dan 0,09
mA. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa karakteristik penentu performansi sel surya diantaranya struktur, jenis
dye (karakteristik absorpsi cahaya), konsentrasi larutan elektrolit dan sumber cahaya yang digunakan.
ABSTRACT
This research aims to make and characterize DSSC using anthocyanin sensitizer from rosella (hibiscus sab-
dariffa) petals, to know the effect of electrolyte concentration and soaking time in dye extract on solar cell0 s
efficiency, and to know the amount of electrical current produced by DSSC from direct sunlight and 150 watt
halogen lamp. This research included the production of TiO2 paste, dye solution preparation from rosella petals,
electrolyte solution preparation, counter-electrode carbon preparation, DSSC fabrication, testing, and character-
ization. Research results showed that DSSC could be made by combining inorganic matter such as TiO2 and
organic dye from rosella flower extract. The highest efficiency was produced by 30 minutes soaking time. In
direct sunlight, the highest efficiency (0,52%) was produced from the electrolyte concentration of 0,5M. Mean-
while, in 150 watt halogen lamp, the highest efficiency (0,49%) was produced from the electrolyte concentration
of 0,3M. The DSSC was able to convert solar energy to electrical energy from sunlight and 150 watt halogen
lamp with the maximum electrical current of 0,28 mA and 0,09 mA respectively. Therefore, it could be con-
cluded that the main characteristics that determine solar cells performance were structure, type of dye (light
absorbance characteristic), electrolyte solution concentration, and the source of light.
-88 2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)
-89
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)
Larutan elektrolit yang dipersiapkan adalah larutan elektrolit Pengujian dan karakterisasi
I− dan I3− 0,5 M; I− dan I3− 0,3 M; serta I− dan I3− 0,1 M.
Elektrolit redoks, biasanya berupa pasangan iodide dan trio-
Tahapan uji meliputi pengujian lapisan TiO2 , pengujian ab-
dide (I-/I3-) yang bertindak sebagai mediator redoks sehingga
sorpsi dye, dan pengujian arus listrik.
dapat menghasilkan proses siklus di dalam sel [9]. Larutan
tersebut dibuat dengan mencampurkan kalium iodida (KI) ke
dalam asetonitril hingga larut dan menambahkan gramiodin. 1. Pengujian lapisan TiO2
Larutan kemudian disimpan dalam botol tertutup. Perbandin- Pengujian dilakukan dengan dua macam pengukuran
gan bahan yang dilakukan untuk masing-masing konsentrasi yaitu XRD dan SEM. Untuk menghitung ukuran kristal
dapat dilihat pada Tabel I. TiO2 digunakan persamaan Scherrer [1]. Karakterisasi
dilakukan di PTBIN-BATAN, Serpong dengan meng-
Persiapan counter-elektrode karbon gunakan alat Philips tipe APD 3520 dengan jangkauan
sudut difraksi 2θ = 20◦ -100◦ .
Sumber karbon diperoleh dari grafit pensil 2B yang diarsir Selain XRD, analisis struktur morfologi sampel TiO2
pada bagian konduktif ITO hingga merata. Kaca dibakar di juga dilakukan dengan SEM di PTBIN-BATAN, Ser-
atas nyala lilin dengan posisi arsiran menghadap api. Pem- pong dengan menggunakan alat SEM JEOL JSM-6510
bakaran dilakukan hingga jelaga api menutupi permukaan LA pada tegangan 10 kV.
konduktif ITO.
-90
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)
-91
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)
-92
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)
-93
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)
TABEL VI: Hasil pengukuran tegangan dan arus sel surya menggu-
nakan sumber cahaya lampu halogen 150 Watt. TABEL VII: Parameter-parameter sel surya dengan sumber cahaya
Lama perendaman Tegangan (mV) Arus (mA) lampu halogen 150 watt.
dalam larutan dye 0,5 M 0,3 M 0,1 M 0,5 M 0,3 M 0,1 M Karakterisasi Sampel A Sampel B Sampel C
I-V (0,5 M) (0,3 M) (0,1 M)
10 menit 95,6 139,6 81,6 0,04 0,03 0,02
20 menit 120,4 169,3 92,7 0,07 0,06 0,03 Vmax (mV) 124,5 171,5 101,5
30 menit 124,3 172,5 102,5 0,08 0,09 0,06 Imax (mA) 0,08 0,09 0,07
Pmax (mW) 11,205 15,435 7,105
Isc (mA) 0,12 0,10 0,11
Voc (mV) 125,0 174,6 102,3
peningkatan konsentrasi larutan elektrolit yang digunakan.
Fill Factor 0,74 0,78 0,63
Demikian pula dengan jumlah arus listrik yang diperoleh Efisiensi (%) 0,32 0,49 0,22
meningkat dengan peningkatan konsentrasi larutan elektrolit
yang digunakan. Hasil karakterisasi arus-tegangan sel surya
ditunjukkan pada Gambar 13. untuk sel surya yang direndam
dye selama 30 menit masing-masing pada konsentrasi 0,5 M; murniannya akibat penggunaan untuk pengujian sampel yang
0,3 M dan 0,1 M. bervariasi.
Berdasarkan hasil pengukuran nilai arus dan tegangan yang Nilai tegangan maksimum dengan sumber cahaya lampu
telah dibuat dalam bentuk kurva I-V, diperoleh parameter- halogen 150 watt adalah sebesar 171,5 mV; sedangkan nilai
parameter keluaran sel surya yang ditunjukkan pada Tabel arus maksimum sebesar 0,09 mA. Berdasarkan nilai tegan-
VII. Hasil pengukuran menunjukkan dengan lama peren- gan maksimum dan arus maksimum dapat diketahui efisiensi
daman yang sama (30 menit), nilai efisiensi sel surya menggu- sel surya, yaitu 0,49%. Nilai efisiensi pada penelitian ini
nakan cahaya lampu halogen 150 watt menunjukkan nilai tert- lebih tinggi jika dibandingkan dengan efisiensi pada peneli-
inggi pada konsentrasi elektrolit 0,3 M. Hal ini menyatakan tian Maddu [3] yang menggunakan lampu halogen 24 watt,
bahwa konsentrasi larutan elektrolit yang lebih besar (0,5 M) yaitu sebesar 0,034%. Hal ini disebabkan perbedaan intensitas
menghasilkan efisiensi yang lebih rendah. Ini dapat terjadi lampu halogen yang digunakan lebih besar sehingga cahaya
kemungkinan disebabkan oleh larutan yang kurang terjaga ke- yang diserap oleh molekul dye lebih banyak dan mempercepat
transfer elektron pada elektroda TiO2 yang pada akhirnya
akan meningkatkan kinerja sel surya.
Hasil pengujian menggunakan sumber cahaya lampu lebih
rendah dibandingkan dengan menggunakan cahaya matahari.
Nilai tegangan yang lebih besar dari sumber cahaya mata-
hari disebabkan cahaya matahari mempunyai intensitas ca-
haya yang lebih tinggi selain itu spektrum cahaya yang di-
pancarkan lebih lebar. Oleh karena itu cahaya matahari meru-
pakan sumber iluminansi yang paling efektif untuk pengujian.
IV. SIMPULAN
Gambar 12: Kurva (a) tegangan dan (b) arus terhadap lama peren- Beberapa simpulan yang didapatkan berdasarkan hasil
daman dalam dye menggunakan cahaya lampu halogen 150 watt. penelitian antara lain:
-94
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)
1. Nilai efisiensi meningkat seiring dengan peningkatan 2. DSSC yang dibuat dengan memvariasikan lama peren-
konsentrasi elektrolit dan lama perendaman sel dalam daman dalam ekstrak dye dan variasi konsentrasi laru-
ekstrak dye bunga rosella. Efisiensi tertinggi didap- tan elektrolit telah berhasil mengkonversi energi surya
atkan pada lama perendaman 30 menit. Untuk sumber menjadi energi listrik dengan sumber cahaya matahari
cahaya matahari nilai efisiensi tertinggi (0,52%) dida- dan cahaya lampu halogen 150 watt dengan arus mak-
pat pada konsentrasi elektrolit 0,5 M. Sedangkan untuk simum masing-masing sebesar 0,28 mA dan 0,09 mA.
sumber cahaya lampu halogen 150 watt nilai efisiensi
tertinggi (0,49%) didapat pada konsentrasi elektrolit 0,3
M.
[1] V.A. Quan, Degradation of the Solar Cell Dye Sensitizer N719 2017.
Preliminary Building of Dye-Sensitized Solar Cell, Master The- [9] Sudjadi, Penentuan Struktur Senyawa Organik (Ghalia Indone-
sis, Roskilde University, Denmark, 2006. sia, Bandung, 1983).
[2] R. Sastrawan, Photovoltaic Modules of Dye Solar Cells , Disser- [10] G.P. Smestad et al., Journal Chemistry Education, 75(6), 1
tation, University of Freiburg, 2006. (1998).
[3] A. Maddu, Makara, Teknologi, 11(2), 78-84 (2007). [11] R. Marwati, Penggunaan Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa)
[4] M. Grȧtzel, Journal of Photochemistry and Photobiology, 4, 145- sebagai Zat Warna pada Dye sensitized Solar Cell (DSSC), Ju-
153 (2003). rusan Kimia FMIPA ITB, Bandung, 2010.
[5] K. Wongcharee, et al., Solar Energy Materials and Solar Cells, [12] J. Helme, Dye-Sensitized Nanostructured and Organic Photo-
91(7), 566-571 (2007). voltaic Cell: technical review and prelimary test, Master’s thesis,
[6] M. Artono, Fabrikasi Dye sensitized Solar Cell Menggunakan Helsinski University of Technology, 2002.
Natural Dye sebagai Alternatif Dye Ruthenium, Program Studi [13] Sukardjo, Kimia Koordinasi (PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1992).
Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri ITB, Bandung, 2013. [14] J. Zhan, et al., An Investigation of the Performance of Dye-
[7] T. Ariyanto, Analisis Efisiensi Dye sensitized Solar Cell (DSSC) Sensitized Nanocrystalline Solar Cell with Anthocyanin Dye and
Menggunakan Kulit Buah Naga Merah dan Kulit Buah Naga Ruthenium Dye as the Sensitizers (Roskilde University Project,
Merah, Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Indus- 2006).
tri, ITB, Bandung, 2013. [15] L. Anggraini, Pembuatan Dye Sensitized Solar-Cell Dengan
[8] L.Vania, Investigasi Kinerja DSSC (Dye-sensitized Solar Cell) Memanfaatkan Sensitizer Ekstrak Kol Merah, Jurusan Kimia
Tersensitasi Ekstrak Bluberi dan Kranberi sebagai Sumber Pe- Universitas Diponegoro, Semarang, 2009.
meka Antosianin, Departemen Kimia FMIPA, ITB, Bandung,
-95
Jurnal Fisika dan Aplikasinya
Informasi untuk Penulis