Anda di halaman 1dari 62

ISSN, p: 1858-036X

VOLUME 13, NOMOR 2 (2017) e: 2460-4682

JFA
Jurnal Fisika dan Aplikasinya DAFTAR ISI
Ajeng Eliyana, dan Toto Winata: Karakterisasi FTIR pada Studi Awal Penumbuhan CNT dengan
Prekursor Nanokatalis Ag dengan Metode HWC-VHF-PECVD ................................................ 39 - 43
Sinta Maemuna, Darsono, dan Budi Legowo: Identifikasi Akuifer di Sekitar Kawasan Karst
Gombong Selatan Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen dengan Metode Geolistrik
Konfigurasi Schlumberger .......................................................................................................... 44 - 48
Dairoh, dan Wiwit Suryanto: Dekomposisi Wavelet Data Seismik Broadband dari Stasiun

Wanagama Yogyakarta pada saat LetusanGunung Merapi 2010 ............................................. 49 - 55


Anisa Khoiriah, Utari, dan Budi Purnama Pengaruh Doping Ion Alumunium pada

Kurva Serapan FTIR dan Struktur Kristal Nanopartikel Kobalt Ferit Hasil Kopresipitasi ............ 56 - 58
Yoyok Cahyono, Fuad D. Muttaqin, Umi Maslakah, Malik A. Baqiya, M. Zainuri,

Eddy Yahya, Suminar Pratapa, dan Darminto: Efek Staebler-Wronski dan Pengaruh Waktu Anil
pada Lapisan Instrinsik Silikon Amorf Terhidrogenasi (a-Si:H) .................................................. 59 - 62

Irwansyah Ramadhani dan Bagus Jaya Santosa: Relokasi Hypocentre Gempabumi

dengan Velest (JHD) dan Estimasi Sesar Daerah Sumatra Selatani .......................................... 63 - 73
Fitri Puspasari, dan Wahyudi: Distribusi Coulomb Stress Akibat Gempabumi Tektonik Selatan
Pulau Jawa berdasarkan Data Gempa Tektonik 1977-2000 ...................................................... 74 - 77

Bagus Jaya Santosa, and Bintoro Anang Subagyo: Local Waveforms Analysis to Estimate

the Fault Plane of May 2008 Sumatra Earthquakes ................................................................... 78 - 83


Shanti Candra Puspita, Hasto Sunarno, dan Bachtera Indarto: Generator Termoelektrik
untuk Pengisisan Aki ................................................................................................................... 84 - 87

Rafika Andari: Sintesis dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) dengan

Sensitizer Antosianin dari Bunga Rosella ................................................................................... 88 - 95

DEPARTEMEN FISIKA, FMIPA


Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
Jurnal Fisika dan Aplikasinya

Penanggung Jawab
Ketua Jurusan Fisika FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
Dewan Redaksi
Ketua:
G ATUT Y UDOYONO, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
Anggota:
Internal:
AGUS P URWANTO, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
DARMINTO, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
M ELANIA S UWENI M, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
BAGUS JAYA S, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya
Eksternal:
A BARRUL I KRAM, Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PT BIN), Badan Tenaga Atom
Nasional (BATAN), PUSPIPTEK Serpong, Tangerang.
C UK I MAWAN, Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Jakarta
H ERMAN, Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung
WAHYUDI, Jurusan Fisika, Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta.

PENGANTAR REDAKSI

Alhamdulillah, Jurnal Fisika dan Aplikasinya (JFA, J. Fis. dan Apl.) Volume 13 Nomer 2 Edisi Juni
2017, atas ijin-Nya telah dapat kami terbitkan. Dalam edisi kali ini JFA menyajikan sepuluh artikel ilmiah
yang terkait dengan bidang Geofisika, Material, Optik, dan Instrumentasi. Redaksi menyampaikan ucapan
terimakasih kepada penulis artikel ilmiah yang telah memberi kepercayaan pada JFA sebagai media untuk
mengkomunikasikan hasil penelitian dan kajian ilmiah sehingga dapat tersebar-luaskan kepada pemerhati
fisika.
Pada kesempatan ini, Redaksi kembali mengundang dan memberi kesempatan pada para peneliti
dibidang terkait untuk mempublikasikan hasil penelitiannya melalui jurnal ini. Semoga artikel-artikel dalam
jurnal ini bermanfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu fisika dan aplikasinya.

Dewan Redaksi

ALAMAT REDAKSI:
Jurnal Fisika dan Aplikasinya (JFA)
Jurusan Fisika, FMIPA, Kampus ITS, Keputih Sukolilo, Surabaya 60111
Telp.:(031)5943351; Fax.: (031)5943351
E-mail: jfa@physics.its.ac.id; jfa.fisika.its@gmail.com
website: http://jfa.physics.its.ac.id/
http://IPTEK.its.ac.id/index.php/jfa
Distribusi: Suko Widyatmoko
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017

Karakterisasi FTIR pada Studi Awal Penumbuhan CNT


dengan Prekursor Nanokatalis Ag dengan Metode
HWC-VHF-PECVD
Ajeng Eliyana1, ∗ dan Toto Winata2
1
Prodi Fisika, Jurusan Sains, Institut Teknologi Sumatera,
Jl. Terusan Ryacudu, Jati Agung, Lampung Selatan, Lampung, 35365
2
Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik, Prodi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung, 40132†

Intisari
Telah dilakukan penumbuhan carbon nanotubes (CNT) menggunakan nano-katalis perak sebagai pemandu
di atas substrat gelas Corning 7059 dengan metode evaporasi. Penumbuhan dilakukan dengan waktu deposisi
50, 25, dan 14 sekon, diikuti proses annealing pada temperatur 400◦ C selama 4 jam. Karakterisasi morfologi
nano-katalis Ag menggunakan SEM dan EDX. Studi selanjutnya adalah penumbuhan lapisan tipis CNT di atas
substrat nano-katalis Ag dengan metode Hot wire Cell-Very High Frequency Plasma Enhance Chemical Vapour
Deposition (HWC-VHF-PECVD) pada temperatur deposisi 275◦ C dan tekanan 300 mTorr. Daya rf divari-
asikan dari 8 sampai 20 watt, dengan waktu deposisi selama 60 menit. Sumber karbon yang digunakan adalah
gas metan 99,999%. Gas hidrogen digunakan untuk mengetsa lapisan oksida yang mungkin terbentuk selama
proses pra-deposisi. Diameter dan panjang CNT di atas Ag/CG 7059 masing-masing 250-393 nm dan 309-376
nm, untuk sebaran partikel yang masih berbentuk bundel. Sedangkan diameter dan panjang untuk partikel yang
berbentuk tube masing-masing 125 nm dan 1,650-2,989 µm. Pada daya rf 8 dan 10 watt terlihat adanya material
CNT tumbuh dengan arah tegak lurus terhadap permukaan substrat dan sejajar permukaan substrat. Karak-
terisasi selanjutnya pada penumbuhan lapisan tipis CNT ini yaitu menggunakan Fourier Transform Infra Red
(FTIR). Pada daya rf 8 dan 10 watt menunjukkan adanya gugus fungsi C=C dan pada daya 20 watt menunjukkan
gugus fungsi C-C.

ABSTRACT

The study of CNT growth has been done by using silver (Ag) nanocatalyst as a precursor guide on the corning
glass 7059 substrate by the use of the evaporation method. The growth were done by varying deposition times
for 50, 25, and 14 seconds, then followed by the annealing process at temperature of 400◦ C for 4 hours. The
characterization of Ag nanocatalyst morphology were done by using SEM and EDX. The CNT thin films of
growth on the Ag nanocatalyst substrate was then deposited by the Hot wire Cell-Very High Frequency Plasma
Enhance Chemical Vapour Deposition (HWC-VHF-PECVD) method, at deposition temperature of 275◦ C and
pressure of 300 mTorr. The rf power was varied from 8 to 20 watts, with deposition time for 60 minutes. The
99.999% methane (CH4 ) gas was used as Carbon sources. The hydrogen gas (H2 ) was used to etch the oxide
layer formed during the pre-deposition process. The CNTdiamater and length for on the Ag/CG 7059 were 250
to 393 nm and 309 to 376 nm, respectively, for the cluster distribution of particles. Meanwhile, for the tubes
particle (CNT) the diameter and length were 125 nm and 1.650 to 2.989 µm, respectively. At the rf power of 8
and 10 watts, the CNTs were vertical and horizontal shape on the substrate surface. The CNT thin films growth
were further characterized using Fourier Transform Infra Red (FTIR). The rf power of 8 and 10 watts results
showed the C=C and C-C cluster, and C-C cluster at 20 watts.

K ATA KUNCI : Ag nanocatalyst, evaporation, FTIR, CNT, HWC-VHF-PECVD


http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.v13i2.2155

I. PENDAHULUAN melakukan eksperimen untuk melihat pengaruh ketebalan


lapisan katalis logam terhadap pertumbuhan CNT. Hasil
eksperimen diperoleh bahwa ada korelasi yang signifikan an-
Belakangan ini pembentukan nano-katalis logam yang
tara diameter CNT yang dideposisikan pada reaktor PECVD
berperan sebagai pemandu proses penumbuhan CNT banyak
dengan ukuran partikel katalis [1].
menarik perhatian peneliti. Y.Y. Wei, et al. [1] telah
Upaya penumbuhan CNT pada dasarnya telah dilakukan di
Laboratorium kelompok keahlian Fisika Material Elektronik
ITB dengan menggunakan pengembangan teknik PECVD
∗ E- MAIL : eliyanaajeng13@gmail.com yang dimodifikasi yang dikenal dengan nama HWC-VHF-
† E- MAIL : toto@fi.itb.ac.id PECVD. Dengan menggunakan metode ini, telah berhasil di-

2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS -39
Ajeng Eliyana, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 39-43 (2017)

TABEL I: Komposisi atomik (%) dalam variasi waktu deposisi.


Waktu deposisi Komposisi atomik (%)
(sekon) O Si Al Ba Ag
50 41,57 33,39 8,82 8,16 6,06
25 49,51 30,82 7,05 6,89 4,52
14 51,31 30,80 7,77 5,67 3,73

800◦ C, waktu deposisi selama 60 menit, dan daya rf yang di-


variasikan dari 20 sampai 8 watt. Sumber karbon yang digu-
nakan adalah gas metan (CH4 ) 99,999%. Gas hidrogen (H2 )
dialirkan selama proses pra-deposisi untuk mengikis lapisan
oksida yang terbentuk. Lapisan tipis CNT yang terbentuk
Gambar 1: Hubungan komposisi atomik Ag dan waktu deposisi kemudian dikarakterisasi untuk mengetahui keberadaan ma-
evaporasi dengan suhu annealing 400◦ C selama 4 jam. terial CNT. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah pengukuran SEM, EDX, dan UV-Vis [3] dan karakter-
isasi selanjutnya yaitu FTIR.
tumbuhkan lapisan tipis CNT di atas katalis Al/ CG, Al/ Si
(100), dan Ni/ Si (100) pada temperatur rendah 275◦ C dan
tekanan chamber rendah 300 mTorr [2]. Pengembangan selan- III. HASIL DAN PEMBAHASAN
jutnya yaitu dengan teknik HWC-VHF-PECVD di atas nano-
katalis Ag/CG 7059 pada daya rf yang telah divariasikan dari Sampel nano-katalis Ag yang telah diannealing selanjutnya
8 sampai 20 watt, dengan waktu deposisi selama 60 menit dikarakterisasi untuk mengetahui morfologi permukaan dan
[3]. Teknik ini menggunakan tambahan filamen panas se- diameter nano-katalis yang telah ditumbuhkan menggunakan
bagai pengurai gas methane (CH4 ) yang dicampur dengan SEM. Nano-katalis Ag yang ditumbuhkan berdasarkan variasi
gas hidrogen sebagai gas sumber, sehingga molekul-molekul waktu penembakan katalis Ag sampai menempel di substrat
gas yang mencapai daerah substrat sudah berbentuk radikal- [3].
radikal yang lebih sederhana. Perlakuan temperatur dan waktu yang sama ketika anneal-
Berdasar pertimbangan hasil penelitian tersebut, dalam ing, memungkinkan sampel dengan katalis Ag yang lebih
makalah ini dipaparkan karakterisasi FTIR untuk penum- banyak memerlukan energi yang lebih besar untuk memben-
buhan material CNT dengan teknik HWC-VHF-PECVD dan tuk pulau-pulau, berbeda dengan sampel dengan katalis Ag
hanya menggunakan nano-katalis monolayer. Karakterisasi yang lebih sedikit, energi yang diperlukan lebih rendah se-
menggunakan FTIR bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi hingga clusters dari nano-katalis Ag dapat terbentuk lebih
yang dibentuk oleh CNT dengan nano-katalis Ag dan gas baik. Penurunan komposisi atomik Ag terhadap berkurangnya
methane (CH4 ) yang dicampur dengan gas hidrogen sebagai waktu deposisi evaporasi ditunjukkan pada Tabel I dan Gam-
gas sumber sebagai pengurai. Laju deposisi optimum akan bar 1. Selain menunjukkan komposisi atomik Ag, Tabel I
diperoleh dengan menvariasikan daya rf yang berperan seba- menunjukkan pula komposisi substrat yang digunakan yaitu
gai sumber pembangkit plasma. Melalui teknik ini diharapkan gelas Corning 7059 yang dikarakterisasi menggunakan SEM-
dapat dihasilkan CNT pada temperatur rendah. EDX.
Berdasarkan Gambar 1 terlihat komposisi atomik Ag yang
lebih meningkat dengan bertambahnya waktu deposisi. Tetapi
II. EKSPERIMEN sebaran ukuran untuk setiap sampel nano-katalis yang ditum-
buhkan pada 50, 25, dan 14 sekon tidak merata, sebaran uku-
Dalam penelitian ini, penumbuhan nano-katalis Ag di atas ran kecil sampai sebaran ukuran yang besar dimungkinkan
substrat gelas Corning 7059 menggunakan metode evapo- material Ag yang terbentuk. Kemungkinan ini hanya dapat
rasi dengan variasi waktu penumbuhan, yaitu 50, 25, dan 14 dibuktikan dengan penumbuhan CNT. Sebaran ukuran untuk
sekon. sampel dengan waktu deposisi 14 sekon memperlihatkan se-
Salah satu proses yang dilakukan yaitu proses annealing. baran ukuran yang lebih homogen [4].
Proses annealing nano-katalis Ag dilakukan dengan alat fur- Penelitian selanjutnya yaitu penumbuhan CNT dengan
nace tube selama 4 jam dalam temperatur 400◦ C. Proses an- metode HWC di luar daerah gas masuk tepatnya diantara
nealing ini dilakukan untuk membentuk pulau-pulau (islands) dua elektroda, dan nano-katalis yang digunakan adalah nano-
sehingga ukuran dari nano-katalis Ag dapat terbentuk. katalis Ag dengan waktu penumbuhan 14 sekon. Pemili-
Proses yang terakhir adalah penumbuhan lapisan tipis han waktu penumbuhan 14 sekon karena memberikan sebaran
CNT di atas substrat nano-katalis Ag akan dilakukan de- ukuran yang lebih homogen [5–8].
ngan metode HWC-VHF-PECVD. Parameter yang digunakan Pada sampel pertama yaitu material CNT yang ditum-
dalam penumbuhan CNT yaitu temperatur deposisi 275◦ C, buhkan dengan daya rf 8 watt yang ditunjukkan pada Gam-
tekanan 300 mTorr, laju aliran gas 80 sccm, temperatur HWC bar 2, terlihat material tumbuh dengan arah tegak lurus ter-

-40
Ajeng Eliyana, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 39-43 (2017)

Gambar 2: Hasil SEM CNT/Ag/CG 7059 dengan daya rf 8 watt. Gambar 4: Hasil SEM CNT/Ag/CG 7059 dengan daya rf 20 watt.

Gambar 5: Hubungan komposisi atomik C dan daya rf.


Gambar 3: Hasil SEM CNT/Ag/CG 7059 dengan daya rf 10 watt.

menggunakan SEM, ketiga sampel yang dihasilkan mempun-


yai diameter dan panjang yang berbeda pula sesuai dengan
hadap permukaan substrat. Bentuk CNT yang lurus di atas
perubahan daya rf yang diberikan, hasil penumbuhan CNT di-
permukaan substrat menunjukkan ciri-ciri CNT yang ditum-
tunjukkan lebih terperinci pada Tabel II.
buhkan oleh sistem PECVD. Hal ini disebabkan energi listrik
di dalam plasma cukup besar untuk meluruskan tabung CNT Morfologi lapisan CNT sangat bergantung pada morfologi
tersebut [9]. dan jumlah nano-katalis yang dideposisi, waktu penumbuhan
CNT dan tekanan di dalam chamber. Setelah dilakukan
Daya rf 10 watt yang ditunjukkan pada Gambar 3, sebaran
optimasi sebelumnya, nano-katalis Ag yang digunakan dalam
partikel masih berbentuk bundel dengan diameter dan pan-
penumbuhan CNT ini adalah nano-katalis dengan waktu
jangnya masing-masing 299 nm dan 328 nm. Sedangkan di-
deposisi 14 sekon. Ukuran sebaran diameternya adalah 33
ameter dan panjang untuk partikel yang berbentuk tube (CNT)
nm, 65 nm, 394 nm. Sedangkan sebaran ukuran diameter dari
masing-masing 125 nm dan 1,65 m. Pada daya 20 watt
CNT yang dihasilkan adalah 250-393 nm untuk CNT yang
(Gambar 4) material CNT yang tumbuh masih berbentuk bun-
berbentuk bundel dan 125 nm untuk CNT yang berbentuk
del, tidak homogen, dan tidak terlihat adanya material yang
tube dengan panjang tube 1,650-2,989 µm. Hasil ini sesuai
berbentuk tube. Diameter dan panjangnya masing-masing 250
dengan sebaran diameter ukuran yang besar pada nano-katalis
nm dan 309 nm.
Ag. Untuk sebaran ukuran diameter yang kecil tidak dapat
Pemberian daya rf yang lebih tinggi membantu dalam dilihat karena keterbatasan alat SEM yang digunakan.
mekanisme penguraian gas yang lebih efektif, tetapi daya rf
yang terlalu tinggi menyebabkan gas lebih energetik sehingga
menimbulkan terbentuknya radikal-radikal terionisasi dalam
plasma. Radikal-radikal ionik tersebut dalam batas tertentu TABEL II: Hasil Penumbuhan CNT dan komposisi persentase
akan berfungsi sebagai pengetsa kimiawi (chemical-etching) atomik karbon terhadap variasi daya rf yang berbeda.
yang dapat mengikis permukaan lapisan yang telah terben- Daya Diameter Panjang Komposisi
tuk, yang biasa dikenal dengan bombardemen ion. Selain rf tabung (nm) tabung (nm) atomik C
itu, radikal-radikal tersebut akan tumbuh di daerah yang tidak (watt) Bundel Tube Bundel Tube (%)
mengandung katalis, sehingga dikhawatirkan dengan kelebi- 8 393 125 376 2989 80,52
han karbon akan membentuk carbon amorf. 10 299 125 328 1650 78,35
20 250 - 309 - 70,02
Berbeda dengan hasil karakterisasi morfologi dengan

-41
Ajeng Eliyana, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 39-43 (2017)

(a) daya rf 8 watt (b) daya rf 10 watt

Gambar 6: Hasil FTIR CNT/Ag/CG 7059.

Hubungan komposisi atomik karbon dengan variasi daya rf


ditunjukkan pada Gambar 5, dan dari gambar tersebut terlihat
penurunan komposisi karbon dengan bertambahnya daya rf.

Karakterisasi selanjutnya adalah menggunakan spektro-


fotometer FTIR, dengan prinsip kerja yang digunakan yaitu
melihat adanya interaksi energi berupa sinar infrared de-ngan
materi berupa senyawa kompleks yang mengakibatkan
molekul-molekul bervibrasi.

Vibrasi dapat terjadi karena energi yang berasal dari sinar


infrared tidak cukup kuat untuk menyebabkan terjadinya ek-
sitasi elektron pada molekul yang ditembak dimana besarnya
energi vibrasi tiap atom atau molekul berbeda tergantung pada
Gambar 7: Hasil FTIR CNT/Ag/CG 7059 dengan daya rf 20 watt.
atom-atom dan kekuatan ikatan yang menghubungkannya
sehingga dihasilkan frekuensi yang berbeda pula.
radikal-radikal terionisasi dalam plasma. Radikal-radikal
Hasil analisis (Gambar 6) menunjukkan adanya gugus
ionik tersebut dalam batas tertentu akan berfungsi sebagai
fungsi C=C yang merupakan gugus dari cincin benzen un-
pengetsa kimiawi (chemical-etching) yang dapat mengikis
tuk penumbuhan CNT pada daya rf 8 dan 10 watt, dimana
permukaan lapisan yang telah terbentuk.
pergeseran bilangan gelombang terjadi pada kisaran 1500-
1600 cm−1 , pada panjang gelombang ini merupakan daerah
ikatan rangkap dua. Selain itu terdapat pula bilangan gelom-
bang pada kisaran 1000-1300 cm−1 yang merupakan vibrasi
ulur C-C, dan bilangan gelombang pada kisaran 700-1000 IV. SIMPULAN
cm−1 merupakan vibrasi tarik C-C [10].
Telah berhasil ditumbuhkan nano-katalis Ag dengan variasi
Sedangkan pada Gambar 7 menunjukkan hasil FTIR waktu penembakan katalis Ag yaitu 50, 25, dan 14 sekon di
CNT/Ag/CG 7059 yang ditumbuhkan pada daya 20 watt, atas substrat gelas Corning 7059, pada temperatur annealing
terdapat bilangan gelombang pada kisaran 1000-1300 cm−1 400◦ C selama 4 jam. Sehingga dapat dikatakan waktu
yang merupakan puncak vibrasi ulur C-C, dimana vibrasi penembakan 14 detik sudah cukup baik untuk pembentukan
ini akan mengakibatkan perubahan panjang suatu ikatan dan nano-katalis logam Ag, dan dapat digunakan sebagai prekur-
bilangan gelombang pada kisaran 700-1000 cm−1 merupakan sor untuk deposisi CNT dengan metode HWC-VHF-PECVD
puncak vibrasi tarik C-C, yang mengakibatkan perubahan dan berdasarkan karakterisasi FTIR menunjukkan adanya
sudut ikatan antara dua ikatan. Pada daya rf ini tidak terlihat kandungan atau gugus fungsi C-C dan C=C, dan hasil peneli-
adanya puncak gugus fungsi C=C, dimungkinkan karena tian ini menunjukkan CNT sudah dapat diperoleh dengan
pemberian daya rf yang terlalu tinggi yang menyebabkan HWC-VHF-PECVD pada daya rendah.
gas lebih energetik sehingga menimbulkan terbentuknya

-42
Ajeng Eliyana, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 39-43 (2017)

[1] Y.Y. Wei, G. Eres, V.I. Merkulov, and D.H. Lowndes, Fisika dan Pendidikannya 2008, August 7, Malang, Indonesia.
App.Phys.lett., 78, 1394-1396 (2001). [7] P. Lubis, A. Latununuwe, and T. Winata, Jurnal Nanosains &
[2] A. Latununuwe, Penumbuhan Carbon Nanotube dengan Metode Nanoteknologi, Agustus, 1979, 85-89 (2009).
Hot Wire Cell-Very High Frequency-Plasma Enhanced Chemical [8] Sukirno, et al., Low Temperature Carbon Nanotube Fabrication
Vapor Deposition, Disertasi ITB. Bandung, 2011. using Very High Frequency-Plasma Enhanced Chemical Vapour
[3] A. Eliyana, A. Rosikin, and T. Winata, Initial Study of Deposition Method, Proc. ICSE 2006, Kuala Lumpur, Malaysia.
CNT Growth using Nanocatalyst Ag Precursor by HWC-VHF- [9] K.B.K. Teo, C. Singh, M. Chhowalla, and W.I. Milne, Catalytic
PECVD, Asian Physics Symposium, Bandung, 2012. Synthesis of Carbon Nanotubes and Nanofibers, Encyclopedia of
[4] S. Kumar, et al., Journal of Materials Science Letters, 19, 2055- Nanoscience and Nanotechnology. Vol X, 2003.
2057 (2000). [10] I. Yuliastuti, A. Subagio, Pardoyo, Jurnal Sains dan Mate-
[5] Z.F. Ren, et al., Science, 282, 1105 (1998). matika, 23(1), 1-6 (2015).
[6] A. Latununuwe, dkk., Penumbuhan Nano-katalis Co-Fe Den-
gan Metode Sputtering, Seminar Nasional Kecenderungan Baru

-43
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017

Identifikasi Akuifer di Sekitar Kawasan Karst Gombong


Selatan Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen dengan
Metode Geolistrik Konfigurasi Schlumberger
Sinta Maemuna,∗ Darsono, dan Budi Legowo
Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Jln. Ir Sutami 36A Kentingan, Surakarta, 57126

Intisari
Karst pada umumnya tersusun dari batuan gamping, biasanya meloloskan air hujan melalui celah-celah ba-
tuan tersebut. Hal ini yang mengakibatkan kekurangan air pada saat musim kemarau tiba yang mengakibatkan
hilangnya air permukaan. Kami telah melakukan penelitian untuk mengidentifikasi akuifer di sekitar kawasan
karst Gombong Selatan, tepatnya berada di kecamatan Buayan, yang meliputi desa Nogoraji, Jogomulyo, dan
Jatiroto, dengan menggunakan metode geolistrik menggunakan konfigurasi schulmberger. Data yang diperoleh
kemudian diolah dengan software IPI2win, kemudian dibuat pemodelan 2D dengan software RockWorks15.
Hasil penelitian didapatkan akuifer dangkal dalam kedalam 7,57-23,8 m batuan berupa pasir dan untuk akuifer
dalam pada 144-242 m batuan berupa breksi ini berada di T4 (Jogomulyo), akuifer dalam pada 131-223 m
batuan pasir gampingan pada T5 (Nogoraji). Sedangkan pada T1 (Jatiroto), T2 (Jogomulyo), T3 (Jogomulyo)
tidak ditemukan keberadaan akuifer karena batuan yang teridentifikasi berupa napal, tufa, napal tufaan, dan
lempung karena batuan tersebut termasuk impermeable.
ABSTRACT
Karst is usually composed of limestone, which often leaks rain water through holes in the limestone. As the
result, drought often happens during dry season. We conducted a study to identify aquifer using geo-electric
method with Schlumberger configuration, around the Southern Gombong karst region in Buayan district, pre-
cisely in Nogoraji, Jogomulyo, and Jatiroto village.The obtained data were processed using IPI2win software,
and then we made 2D model using RockWorks 15. From this model, we found that a shallow aquifer as sand-
stone is located at the depth of 7,57-23,8 m, and an aquifer as breccias at the depth of 144-242 m. Both aquifer
are located in T4 (Jogomulyo). Additionally, we also found an aquifer as limestone at the depth of 131-223 m,
which is located in T5 (Nogoraji). However, we did not found any aquifer in T1 (Jatiroto), T2 (Jogomulyo), and
T3 (Jogomulyo), because we only identified marl, tuff, tuffaceous marl and clay layer, which are impermeable.

K ATA KUNCI : aquifer, Southern Gombong Karst, geoelectric method, Schlumberger configuration
http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.v13i2.2156

I. PENDAHULUAN

Karst merupakan suatu medan dengan kondisi hidrologi


yang khas sebagai akibat dari suatu batuan yang mudah larut
dan mempunyai porositas sekunder yang baik [1]. Kawasan
karst biasanya tersusun atas batuan gamping yang memiliki
akuifer yang unik, dimana sifat dari batuan gamping memiliki
porositas sekunder yang langsung meloloskan air hujan yang
ada dipermukaan yang melewati celah-celah atau rekahan bat-
uan, hal itu yang mengakibatkan jika pada musim kemarau
timbulah masalah kekurangan air karena hilangnya sungai
permukaan [2]. Pada kawasanan karst biasanya memiliki ciri-
ciri sebagai berikut: langka atau tidak terdapatnya drainase,
terdapatnya goa bawah tanah dan terdapatnya cekungan ter-
Gambar 1: Skema pelarutan batuan karst [4] seperti yang dikutip tutup dalam berbagai ukuran dengan bentuk yang berbeda-
oleh H.A. Murti [2]. beda. Kawasan karts biasanya terbentuk atas batuan karbonat
berdasarkan proses pembentukannya, didominasi oleh pelaru-
tan batuan dimana batuan kapur (gamping) diawali oleh larut-
nya CO2 didalam air membentuk H2 CO3 . Larutan H2 CO3
∗ E- MAIL : sintamaemuna@student.uns.ac.id yang tidak stabil terurai menjadi H+ dan HCO− 3 . Kemudian

-44 2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS
Sinta Maemuna, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 44-48 (2017)

Gambar 2: (a) diffuse, (b) mixed, (c) conduit aliran air tanah karst [6] seperti yang dikutip oleh D. Karunia [7].

ion H+ inilah yang selanjutnya akan menguraikan CaCO3


menjadi Ca2+ dan HCO2− 3 , sehingga dapat di tulis nilai pe-
rumusan tersebut sebagai berikut CaCO3 + H2 O + CO2 →
Ca2+ + 2 HCO−2 3 [3]. Proses pelarutan batuan tersebut dipen-
garuhi oleh dua faktor yaitu faktor pendorong dan faktor pen-
gontrol. Kedua faktor tersebut memegang peran yang sangat
penting pada proses pelarutan dan pembentukan batuan gamp-
ing. Skema pelarutan batuan gamping ditunjukan Gambar 1. Gambar 3: Konfigurasi elektroda Schlumberger [10].
Pada akuifer, karst memiliki karakteristik dimana pada
akuifer ini memiliki sistem conduit yaitu suatu aliran yang
memiliki nilai permeabilitas yang sangat kecil, lapisan ini Metode geolistrik adalah suatu metode dalam bidang ge-
dikontrol oleh lapisan diatasnya dan aliran ini membentuk ofisika yang mempelajari suatu sifat kelistrikan didalam bumi
lorong-lorong. Diffuse adalah suatu aliran akuifer berada [9]. Prinsip metode geolistrik resistivitas adalah dengan
pada batuan karbonat yang tidak mudah larut, dan aliran ini menginjeksikan arus ke dalam bumi kemudian diukur beda
bergerak sepanjang rekahan-rekahan kecil yang sedikit ter- potensial yang ditimbulkan dari injeksi arus tersebut, sehingga
pengaruh oleh aktivitas pelarutan. Ada kalanya suatu formasi dapat dicari nilai resistivitasnya, secara matematis dapat dit-
karst didominasi oleh sistem conduit dan ada kalanya juga su- ulis sebagai berikut:
atu formasi karst tidak ada conduitnya tetapi diffusi berkem-
bang dalam kasus ini, dengan adanya hal tersebut maka mem- ∆V
pengaruhi sirkulasi yang kecil terhadap sirkulasi air karst. ρa = K (1)
I
Pada umumnya suatu daerah karst berkembang baik dengan
kombinasi kedua elemen tersebut. Gambar 2 menunjukan sis- dengan ρa = resitivitas semu (ohm.meter), ∆V = tegangan
tem conduit, diffuse dan campuran formasi karst dan sistem (volt), K = faktor geometri, I = arus (ampere).
drainase didaerah karst [5]. Susunan konfigurasi untuk metode geolistrik konfigurasi
Kecamatan Buayan merupakan suatu daerah yang masuk Schlumberger digambar seperti berikut: faktor geometri
kedalam bentangan pegunungan karst Gombong selatan. Dili- merupakan faktor pengali untuk mencari nilai resistivitas dari
hat secara geologi kecamatan Buayan berbatasan dengan for- nilai resistansinya. Faktor geometri pada pengukuran ge-
masi Halang dan formasi Kalipucang. Untuk formasi Kalipu- olistrik resistivitas berbeda-beda tergantung pada konfigurasi
cang batuan yang tersusun berupa batu gamping terumbu pengukuran yang digunakan. Pada penelitian ini konfigurasi
dan juga batu gamping klastik, sedangkan untuk formasi Ha- elektroda yang digunakan adalah konfigurasi Schlumberger
lang tersusun atas perselingan batu pasir, batu lempung, na- dengan susunan sebagai ditunjukkan Gambar 3.
pal dan tuff dengan sisipan breksi [8]. Wilayah Buayan ter- Berdasarkan model konfigurasi di atas maka dapat dihitung
diri dari batuan kapur dan perbukitan kecil, sehingga jika faktor geometri sebagai berikut:
terjadi musim kemarau wilayah ini mengalami kekeringan
dan sumur-sumur milik warga kering. Adanya hal terse- π(L2 − `2 )
K= (2)
but maka warga mengalami kesulitan mendapatkan air bersih 2`
guna memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Maka dari
itu perlu dilakukan sebuah penelitian identifikasi keberadaan Suatu batuan mempunyai nilai resitivitas yang berbeda-
akuifer. Identifikasi dapat dilakukan dengan metode geolistrik beda, nilai resitivitas menurut beberapa sumber ditunjukkan
konfigurasi Schlumberger. Tabel I.

-45
Sinta Maemuna, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 44-48 (2017)

TABEL I: Nilai resitivitas batuan dari beberapa jenis batuan [11–13].


Jenis Batuan Resistivitas (Ωm)
Batu Gamping 50-107
Batu Pasir 1 - 6,4×108
Lempung 1-100
Marls/napal 3-70
Tuff 2 × 103 (basah)
105 (kering)
Aluvium dan pasir 10-800
Kapur 50 150
Tanah Liat 10-15
Pasir dan Kerikil 30-225
Aluvium : Pasir, kerikil dan kerakal 100-585
Aluvium : Lempung dan Lanau 14-85
Napal tufaan 6-95
Pasir tufaan sisipa batupasir 1,3-8

Gambar 5: Skema penelitian.

Gambar 4: Persebaran titik sounding (sumber: google maps).


didapatkan nilai resitivitas semu pada akuisisi data di lapan-
gan, kemudian diolah menggunakan software IPI2win dengan
memasukan inputan nilai AB/2, MN/2 dan ρa sehingga dida-
II. METODOLOGI PENELITIAN
patkan hasil interpretasi seperti ditunjukkan Tabel II.
Dari kelima data penelitian ini, ditemukan keberadaan
Penelitian ini menggunakan metode geolistik resistivitas
akuifer dimana untuk akuifer dangkal ditulis dengan
konfigurasi Schlumberger di laksanakan pada bulan Oktober
huruf tebal bergaris sedangkan untuk akuifer dalam ditulis
2016. Lokasi pengambilan data penelitian ini dilakukan di
dengan huruf tebal. Keberadaan akuifer ditemukan pada di
kecamatan Buayan yang meliputi tiga desa yaitu desa Nogo-
titik sounding 4 dan 5, dimana pada titik sounding 4 dite-
raji, desa Jogomulyo dan desa Jatiroto yang berada disekitar
mukan dua buah akuifer berupa akuifer dangkal dan akuifer
kawasan karst Gombong selatan kabupaten Kebumen. Dalam
dalam. Untuk akuifer dangkal berada pada kedalaman 7,57-
penelitan ini terdapat 5 titik sounding seperti pada Gambar 4.
23,8 m dengan nilai resitivitas 66,9 Ωm teridentifikasi berupa
pasir, sedangkan akuifer dalam berada pada kedalaman 144-
Pengambilan data restivitas dilakukan dengan menggu-
242 m dengan nilai resitivitas 106 Ωm dengan batuan yang
nakan peralatan utama yaitu Resitivity Meter OYO tipe 2119C
teridentifikasi berupa batuan breksi, sedangkan pada titik
McOHM-EL. Data yang diperoleh kemudian diolah menggu-
sounding 5 ditemukan akuifer berupa akuifer dalam dengan
nakan software IPI2win yang menghasilkan data 1 dimensi,
kedalaman 131-223 m dengan nilai resitivitas 432 Ωm batuan
yang kemudian setelah di interpretasi jenis batuanya, dio-
yang teridentifikasi berupa pasir gampingan. Batuan yang ter-
lah lagi menggunakan software RockWorks 15 yang meng-
golong akuifer adalah batuan pasir, breksi dan pasir gampin-
hasilkan data 2 dimensi yang dapat menggambar struktur
gan. Sedangkan pada titik sounding 1, titik sounding 2, titik
bawah permukaan tanah. Skema diagram penelitian dapat dil-
sounding 3 tidak ditemukan keberadaan akuifer karena pada
ihat pada Gambar 5.
titik sounding tersebut batuan yang terdeteksi berupa batuan
napal, tufa, napal tufaan dan lempung yang kesemua lapisan
batuan tersebut bukan akuifer karena batuan tersebut tidak da-
III. HASIL DAN PEMBAHASAAN pat menyimpan atau meloloskan air, mempunyai nilai resitiv-
itas yang rendah dan lapisan tersebut berupa lapisan imper-
Berdasarkan geologi daerah penelitian didominasi oleh for- meable. Biasanya jika dalam 1 titik sounding ditemukan 2
masi halang yang terdiri dari perselingan batu pasir, batu lem- keberadaan akuifer berupa dangkal dan dalam itu dipisahkan
pung, napal, tufa dengan sisiapan breksi. Dari data lapangan oleh lapisan impermeable seperti pada titik sounding 4.

-46
Sinta Maemuna, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 44-48 (2017)

Gambar 6: Penampang 2D dari ke 5 titik sounding berdasarkan jenis batuan.

Gambar 7: Penampang 2D berdasarkan persebaran akuifer.

Berdasarkan pengolahan 1D, kemudian dihubungkan titik disekitar T3 dan T13 dengan persebaran sekitar 700 m dari
sounding yang satu dengan yang lain membentuk sebuah pe- titik tersebut, dengan kedalaman berkisar 60-90 m.
nampang 2D dengan software RockWorks 15 seperti ditun-
jukkan Gambar 6 dan 7. Pada penampang 2D Gambar 6 di-
jelaskan bahwa berada pada bagian selatan yang berada dis-
ekitar T4, T5 batuan yang teridentifikasi berupa batuan pasir, IV. SIMPULAN
pasir gampingan dan breksi, pada bagian selatan batuan yang
tersebar berupa batuan lempung dan napal, sedangkan untuk Penelitian ini telah dilakukan dengan metode geolistrik
batuan napal tufaan merata dari T1 sampai T5 hanya bedanya konfigurasi Schlumberger untuk mencari keberadaan akuifer.
pada kedalaman dan ketebalan. Batuan napal hanya berada Penelitian ini dilakukan dengan mengambil 5 data titik sound-
pada T3 sampai T5 pada bagian atas. Pada penampang 2D ing, sehingga dihasilkan keberadaan akuifer berada kedalam
Gambar 7 di perlihatkan keberadaan akuifer, pada penampang 7,57-23,8 m berupa akuifer dangkal dengan jenis pasir dan
ini ditemukan dua macam akuifer yaitu akuifer dangkal dan untuk akuifer dalam pada 144-242 m batuan berupa breksi ini
akuifer dalam, untuk akuifer dangkal hanya tersebar disekitar berada di T4 (Jogomulyo), sedangkan untuk akuifer dalam
T3 sekitar 450 m dengan kedalaman yang sangat tipis sekitar juga ditemukan pada kedalaman 131-223 m batuan berupa
10-20 m, sedangkan untuk akuifer dangkalnya persebaranya pasir gampingan yang berada pada T5 (Nogoraji).

[1] D.C. Ford and V.W. Williams, Karst Geomorphology and Hy- Karst (Fakultas Geografi UGM, Kelompok Studi Karst, 2004).
drology (London, Chapman and Hall, 1992). [4] S. Trudgil, Limestone Geomorphology, (Longman, New York,
[2] H.A. Murti, Analisis Pendugaan Potensi Akifer Dengan Metode 1985)
Geolistrik Resistivitas Sounding Dan Mapping Di Kawasan [5] D. Gillieson, Caves: Processes, Development, and Management
Karst Kecamatan Giritontro Kabupaten Wonogiri, Thesis, Uni- (Blackwell, Oxford, 1996).
versitas Sebelas Maret, Surakarta, 2009. [6] P. Domenico and Schwartz, Physical and Chemical Hydrogeol-
[3] H. Adji, dan Haryono, Pengantar Geomorfologi dan Hidrologi ogy (John Wiley dan Sons, New York, 1990).

-47
Sinta Maemuna, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 44-48 (2017)

[7] D. Karunia, Identifikasi Pola Aliran Sungai Bawah Tanah di Mu-


TABEL II: Tabel tiap titik sounding yang diolah menggunakan soft- dal, Pracimantoro dengan Metode Geolistrik, Skripsi, Universi-
ware IPI2win. tas Sebelas Maret, Surakarta, 2012.
Titik Kedalaman Ketebalan Resistivitas Batuan [8] D.E. Geoteknika, Studi Potensi Air Bawah Tanah (ABT) dan Air
sounding (m) (m) (Ωm) Penyusun Permukaan Tanah (APT) di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa
Tengah (CV Geoteknika indonesia, Yogyakarta, 2007).
Titik 1 (T1) 0-3,02 3,02 17,2 Top soil [9] M. Loke, Electrical Imaging Surveys for Environmental and
(Jatiroto) 3,02-11,8 8,74 9,14 Tufa Engineering Studies (Hyperlink, http://www.geoelectrical.com,
11,8-17,8 5,99 4,36 Lempung 2000).
17,8-31,3 13,5 14,6 Napal tufaan [10] J.O. Coker, Geostatistical Analysis of the Geoelectrical Pa-
31,3-60,3 29,1 2,19 Lempung rameters of Oke-Badan Estate, Akobo, South Western, Nige-
60,3-125 64,4 9,35 Tufa ria, International Archive of Applied Sciences and Technol-
125-213 88,7 0,178 Lempung ogy, International Archive of Applied Sciences and Technology,
(ISSN:0976-4828), 2(2), 27-33, (2012).
Titik 2 (T2) 0-1,95 1,95 15 Top soil [11] W.M. Telford, Applied Geophysics (Second Edition, Cambridge
(Jogomulyo) 1,95-3,51 1,56 2,91 Top soil University Press, 1990).
3,51-8,1 4,59 9,09 Tufa [12] J.M. Reynolds, An Introduction to Applied and Environmental
8,1-15,5 7,45 1,73 Lempung Geophysic, (John Wiley & Sons Ltd, England, 1997).
15,5-43,8 28,3 17,8 Napal tufaan [13] T. Hardy, B. Nurdiyanto, D. Ngadmanto, P. Susilanto, Jurnal
43,8-115 71,7 2,2 Lempung Meteorologi dan Geofisika, 1(16), 47-56, (2016).
115-173 57,3 11,4 Tufa

Titik 3 (T3) 0-3,32 3,32 6,85 Top Soil


(Jogomuyo) 3,32-5,89 2,57 29,1 Napal
5,89-11,2 5,35 8,97 Tufa
11,2-43,6 32,4 34,2 Napal
43,6-127 83 18,1 Napal tufaan
127-215 88,3 4,43 Lempung

Titik 4 (T4) 0-3,92 3,92 19,3 Top Soil


(Jogomulyo) 3,92-7,57 3,65 5,81 Tufa
7,57-23,8 16,2 66,9 Pasir
23,8-68,8 45 14,3 Napal tufaan
68,8-144 75,2 31,3 Napal
144-242 97,7 106 Breksi

Titik 5 (T5) 0-1,06 1,06 22,5 Top soil


(Nogoraji) 1,03-4,36 3,58 10,7 Tufa
4,36-19,6 15,2 23,2 Napal
19,6-44,4 24,8 38,4 Napal
44,4-131 86,3 15 Napal tufaan
131-223 92,1 432 Pasir Gampingan

-48
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017

Dekomposisi Wavelet Data Seismik Broadband dari


Stasiun Wanagama Yogyakarta pada saat Letusan
Gunung Merapi 2010
Dairoh∗ dan Wiwit Suryanto
Laboratorium Geofisika, Program Pascasarjana Ilmu Fisika,
Universitas Gadjah Mada Kampus MIPA Sekip Utara, Bulaksumur, Sinduadi, Mlati Kota Yogyakarta, 55281

Intisari
Letusan Merapi 2010 mengakibatkan kerusakan alat pengamatan seismik yang terpasang disekitar gunung
Merapi. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti karakteristik gempa vulkanik gunung Merapi dari daerah di
luar bahaya gunungapi (stasiun Wanagama). Analisis dilakukan dengan melakukan proses dekomposisi wavelet
untuk memisahkan event gempa vulkanik dan noise yang terekam selama kurun waktu letusan gunung Merapi
2010. Proses dekomposisi dilakukan dengan menggunakan wavelet Daubechies orde 5. Intrepretasi dilakukan
dengan melihat karaktersitik sinyal gempa vulkanik dengan kandungan frekuensi sinyal hasil dekomposisi terse-
but. Dari hasil penelitian ini diperoleh informasi event gempa vulkanik yang terjadi selama letusan Merapi 2010.
ABSTRACT
Eruption of mount Merapi in 2010 has caused damaged the seismic observation stations installed around mount
Merapi. This research aimed to investigate the characteristics of Mount Merapi is volcanic earthquakes of the
outside of volcanoes danger area(Wanagama station). The analysis was conducted by wavelet decomposition
process to separate the noise volcanic and seismic events were recorded during the period of the eruption of
Mount Merapi, 2010. The decomposition process was done by using wavelet Daubechies order of 5. The
interpretation was made by looking at the characteristics of volcanic seismic signals with frequency content
of the signal decomposition. From the results, the research shows event of volcanic earthquakes that occurred
during the 2010 eruption of Merapi.

K ATA KUNCI : daubechies, eruption of Merapi 2010, wavelet decomposition, earthquake volcanic
http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.v13i2.2157

I. PENDAHULUAN Pada stasiun Balai Penyelidikan dan Pengembangan


Teknologi Kegunungapian (BPPTK) saat letusan Merapi
Gunung Merapi terletak di persimpangan antara dua jalur 2010. Hasilnya pada tanggal 4 November 2010 aliran
vulkanik utama yaitu gunung Ungaran Telomoyo-Merbabu- piroklastik gunung Merapi mengalir sampai dengan jarak 12
Merapi (utara ke selatan) dan gunung Lawu - Merapi - Sumb- km dengan amplitudo yang dihasilkan dua kali lebih tinggi
ing - Sindoro - Slamet (timur ke barat). Diantara gunungapi dibandingkan dengan amplitudo pada tanggal 3 November
tersebut, gunung Merapi memiliki umur yang termuda. Se- 2010. Penelitian tersebut hanya melakukan analisis pada perg-
cara tektonik gunung Merapi terletak di atas zona subduksi erakan aliran piroklastiknya [4].
antara lempeng tektonik Australia dan Eruasia [1]. Menurut BPPTK, kondisi Merapi semakin menunjukkan
Merapi mulai menunjukkan aktivitas setelah aktivitas ter- perubahan aktivitasnya. Letusan gunung Merapi 26 Oktober
akhirnya pada 2006 yaitu pada bulan September 2010. Secara 2010 adalah letusan dengan rentang waktu erupsi yang lama,
umum gunungapi tersebut memiliki interval erupsi dalam ku- hal ini menyebabkan kerusakan pada stasiun pengamatan
run waktu 2-5 tahun sekali. Pada tanggal 20 September 2010 seismik yang terpasang di sekitar gunung Merapi. Adanya
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dampak kerusakan terhadap alat-alat pengukuran seismik di
menaikkan status Merapi menjadi waspada. Minggu pertama stasiun pengamatan gunung Merapi maka dilakukan studi ter-
setelah ditetapkan statusnya menjadi waspada, aktivitas Mer- hadap gempa vulkanik gunungapi dari jarak yang jauh tepat-
api secara perlahan namun pasti terus meningkat [2]. nya di daerah yang termasuk diluar bahaya (± 45km ) dari gu-
Merapi masih berada pada fase fluktuatif yang ditandai nungapi, yaitu di stasiun Wanagama UGM. Data dari rekaman
dengan naik turun aktivitas vulkaniknya dan kondisi Merapi stasiun Wanagama tersebut dilakukan analisis terhadap fitur
berubah cepat. Sejak Tanggal 10 Oktober 2010, deformasi karakteristik dari sinyal seismik dengan dekomposisi wavelet
Merapi terus mengalami peningkatan secara drastis [3]. untuk memisahkan event gempa vulkanik, tektonik dan derau
(noise).
Pada penelitian ini dilakukan dekomposisi wavelet ter-
hadap data rekaman seismik broadband di stasiun Wanagama
∗ E- MAIL : zaroh31@yahoo.co.id dengan menggunakan dekomposisi wavelet Daubechies orde

2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS -49
Dairoh, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 49-55 (2017)

5 level 5. Dalam dekomposisi berbasis wavelet akan mengurai


sinyal seismik broadband dan diperoleh sinyal-sinyal yang
memiliki perubahan yang tajam dan tampak lebih smooth.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkarakteristik sinyal dari
hasil dekomposisi wavelet untuk gempa vulkanik sehingga
diketahui aktivitas gempa vulkanik selama letusan gunungapi.

Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui karakteristik


sinyal serta aktivitas gempa vulkanik dari data rekaman
seismik di stasiun yang terletak di luar daerah bahaya letusan
gunungapi.

II. LANDASAN TEORI Gambar 1: Proses penskalaan dan pergeseran dalam transformasi
wavelet [10].
Gempa Vulkanik

Aktivitas gempa vulkanik pada gunungapi umumnya 3. Tremor vulkanik, gempa yang disebabkan oleh aktivi-
dibedakan menjadi dua, yaitu aktivitas di luar gunungapi tas fluida magma. Bentuk dari gelombang dari tremor
berupa gugurnya kubah lava, keluarnya uap, aliran lava adalah impulsif dan merupakan gelombang stasioner.
dan awan panas (pyroclastic flow) dan aliran lahar. Ak- Gempa tremor gunung Merapi mempunyai frekuensi
tivitas internal yaitu adanya kegempaan yang disebabkan sekitar 0,7-1,5 Hz, dengan durasi dalam orde menit
oleh bermacam-macam mekanisme seperti gesekan bidang sampai jam.
rekahan batuan tubuh gunungapi dan kerusakan geser (shear
4. Gempa hybrid, gempa yang sejenis dengan gempa tipe
failure) akibat dari tekanan geser atau kompresi, traction pada
B, mempunyai amplitudo yang pendek dan saling susul
dinding reservoir (magma chamber) [5]. Berdasarkan sumber
menyusul.
dan perilakunya menurut Minakami [6] gempa vulkanik
dibagi menjadi 5 macam, yaitu: 5. Guguran kubah lava atau muncul aliran awan panas
(piroklastik mempunyai amplitudo yang tinggi dan tu-
1. Gempa vulkanik tipe A atau gempa dalam, terjadi pada
run secara transien).
kedalaman 1 hingga dengan 2 km. Gempa ini mempun-
yai frekuensi tinggi, yaitu antara 5-8 Hz. Impuls per-
tama cukup jelas. Pada gunung Merapi gempa ini san- Transformasi Fourier
gat jarang terjadi, biasanya mengawali siklus kegiatan
letusan. Jenis gempa ini dibedakan fase gelombang P Transformasi Fourier merupakan metode untuk menentukan
dan S terpisah cukup jelas, S-P time lebih besar dari 0,5 kandungan frekuensi dari sebuah sinyal. Transformasi
detik [7]. Fourier pada dasarnya membawa sinyal dari dalam kawasan
waktu (time-domain) kedalam kawasan frekuensi (frekuensi-
2. Gempa vulkanik tipe B, terjadi pada kedalaman gempa domain). Hasil dari transformasi Fourier adalah distribusi
kurang dari 2 km, dengan impulse pertama cukup jelas densitas spektral yang mencirikan amplitudo dan fase dari be-
walaupun kadang-kadang emergent. Frekuensi gempa ragam frekuensi yang menyusun sinyal [9]. Persamaan trans-
sekitar 4-7 Hz, dengan fase gelombang P dan S tidak formasi Fourier dapat dituliskan sebagai berikut:
terpisah secara jelas klasifikasi gempa tipe B gunungapi
[8] menjadi 4 tipe, yaitu; Z ∝
H(f ) = h(t)e2πif t dt (1)
• HF (B), merupakan gempa vulkanik B dengan ∝∝
waktu tiba gelombang P yang jelas. dengan H(f) = fungsi dalam kawasan frekuensi, h(t) = fungsi
• LHF, yaitu gempa gabungan dari gempa frekuensi dalam kawasan waktu, t = waktu (sekon), f = frekeunsi (Hz)
rendah (LF) dan gempa frekuensi tinggi (HF).
• LF, yaitu gempa vulkanik dangkal dengan Transformasi Wavelet
frekuensi sekitar 1,5 Hz dengan waktu tiba cukup
Transformasi wavelet merupakan transformasi yang
jelas. Amplitudo gempa ini sangat kecil.
melokalisasi waktu dan frekuensi secara simultan. Transfor-
• MP atau multiphase, merupakan gempa vulka- masi wavelet digunakan untuk melihat perubahan frekuensi
nik dangkal. Bentuk sampul gempa ini nampak dalam sinyal terhadap waktu. Hasil dari transformasi
seperti gempa vulkanik B, frekuensi berkisar an- wavelet berupa representasi sinyal dalam kawasan waktu dan
tara 3-4 Hz. Gempa MP banyak terjadi pada saat frekuensi. Transformasi wavelet akan menguraikan suatu
terjadi pertumbuhan kubah lava. sinyal dalam bentuk suku-suku wavelet dengan menggunakan

-50
Dairoh, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 49-55 (2017)

S = A1 + D1
= A2 + D2 + D1 (3)
= A3 + D3 + D2 + D1
Wavelet Daubechies
Daubechies adalah salah satu jenis mother wavelet. Mother
wavelet ini ditemukan oleh Ingrid Daubechies, seorang yang
Gambar 2: Pohon dekomposisi wavelet 3 tingkat. ahli dalam bidang penelitian wavelet, menemukan pendukung
wavelet dan membuat analisis wavelet yang dapat diprak-
tekkan. Penamaan keluarga filter wavelet Daubechies ditulis
dbN, dengan N adalah orde maka wavelet Daubechies yang
memiliki panjang filter 2N dan db adalah nama panggilan
dari wavelet (keluarga wavelet) [12]. Karakteristik umum
filter wavelet Daubechies adalah wavelet ini memiliki jumlah
vanishing moment paling tinggi untuk lebar yang ditentukan.
Vanishing moment menunjukan kemampuan wavelet dalam
merepresentasikan sifat polinomial, yang dimiliki oleh
wavelet akan berpengaruh dalam penentuan jumlah koefisien
filter wavelet. Semakin besar jumlah filter yang dimiliki
oleh suatu wavelet filter Daubechies, maka semakin baik
filter tersebut dalam melakukan pemilihan frekuensi, seperti
terlihat pada Gambar 3.

III. DATA DAN METODE

Gambar 3: Menunjukkan fungsi keluarga wavelet Daubechies pada


ke N-orde. Data yang gunakan dalam penelitian ini adalah data seis-
mik rekaman seismometer 3 broadband STS-2 dari stasiun
Wanagama yaitu pada komponen Z (vertikal) saja. Data
fungsi pergeseran (translation) dan penskalaan (scaling) yang seismik yang digunakan adalah data rekaman pada tanggal
tersaji seperti pada Gambar 1. 26 Oktober dan 3 November 2010 serta data sekunder gempa
Transformasi wavelet dari sebuah fungsi runtun waktu tektonik dari tanggal 1 Oktober hingga 10 November 2010
f(t) didefinisikan dalam bentuk integrasi [11]. Persamaan yang diperoleh dari katalog BMKG dan data aktivitas gempa
transformasi wavelet adalah vulkanik berdasarkan katalog dari PVMBG.

Peralatan yang digunakan terdiri dari perangkat keras dan


∝ perangkat lunak, antara lain:
t−u
Z
1
Wf (u,s) = (f, Ψu,s ) = f (t) √ Ψ? ( )dt (2)
∝∝ s s 1. Komputer (PC) atau laptop, yang digunakan untuk
menjalankan program.
Dekomposisi wavelet
2. Matlab R2006a, yang digunakan untuk melakukan
proses pengolahan dan analisis data seismik, Toolbox
Transformasi wavelet mendekomposisi sinyal x(t) kedalam signal processor dan Toolbox Wavelet.
bentuk varian sinyal induk wavelet yang terdilatasi dan
tertranslatasi. Dalam sinyal seismik, transformasi wavelet 3. Google earth, yang digunakan untuk membuat peta
akan mengguraikan suatu seismogram kedalam unsur-unsur lokasi gunungapi, letak stasiun, letak gempa tektonik
pokok gelombang yaitu amplitudo, fase dan frekuensi. Se- dan membuat peta penyebaran gempa tektonik terhadap
buah sinyal didekomposisi menjadi bagian aproksimasi dan stasiun rekaman.
detil, kemudian bagian aproksimasi ini dibagi lagi menjadi
tingkat-kedua aproksimasi dan detil, proses ini diulang-ulang. 4. Microsoft Excel 2007, yang merupakan program kom-
Untuk n-tingkat dekomposisi akan terdapat n kemungkinan puter yang digunakan untuk menghitung nilai azimuth
hasil dekomposisi sinyal, dibagian filter rekontruksi, tersaji dan episenter, membuat analisis grafik pada jumlah ak-
pada Gambar 2. tivitas gempa vulkanik.
Prosedur penelitian ditunjukkan Gambar 4.
Pada Gambar 2 dapat dituliskan persamaan

-51
Dairoh, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 49-55 (2017)

Gambar 5: Contoh hasil analisis FFT untuk gempa tektonik 26 Ok-


tober 2010.

Gambar 6: Contoh hasil analisis FFT untuk gempa tektonik 3


November 2010.

menggunakan transformasi fourier pada tanggal 26 Oktober


2010 dan tanggal 10 November 2010, hasilnya telihat dalam
Gambar 5 dan Gambar 6.
Pada Gambar 5, terekam sinyal seismik gempa tektonik
berskala magnitude 6,2 SR, terjadi pada tanggal 26 Oktober
2010 di Pagai Selatan Mentawai Sumatera Barat, pukul 19:40
Gambar 4: Diagram alir pengolahan data. UTC dan kandungan frekuensi 0,88-3,14 Hz. Gambar 6
menunjukkan bahwa terjadi gempa tektonik pada tanggal 3
November 2010 di daerah Krul Lampung dengan skala mag-
IV. HASIL DAN DISKUSI nitude 5.5 SR pukul 03:04 UTC dan kandungan frekuensinya
0,89-3,26 Hz.
Analisis Gempa Tektonik
Analisis gempa vulkanik
Selama rentang terjadinya letusan gunung Merapi tercatat
ada 21 kejadian gempa tektonik. Untuk mengetahui kandun- Hasil dekomposisi wavelet Daubechies, orde 5 level 5
gan frekuensi dari gempa tektonik tersebut dilakukan analisis dari data seismik, terlihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.

-52
(a) (b)

Gambar 7: Contoh rekaman (a). data seismik pada tanggal 26 Oktober 2010 pada saat letusan Merapi yang kedua (komponen vertikal), (b).
sinyal dari gempa vulkanik yang diperoleh hasil menggunakan dekomposisi wavelet Daubechies.

(a) (b)

Gambar 8: Contoh rekaman (a). data seismik pada tanggal 3 November 2010 pada saat letusan Merapi yang kedua (komponen vertikal), (b).
sinyal dari gempa vulkanik yang diperoleh hasil menggunakan dekomposisi wavelet Daubechies.

(a) (b)

Gambar 9: (a). Karakteristik sinyal low frequency pada letusan gunung Merapi 26 Oktober 2010, (b). Karakteristik sinyal gempa vulkanik
dangkal (VB) pada letusan gunung Merapi 26 Oktober 2010.

-53
Dairoh, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 49-55 (2017)

(a) (b)

(c)

Gambar 10: (a). Karakteristik sinyal gempa vulkanik dalam (VA) pada letusan gunung Merapi 26 Oktober 2010, (b). Karakteristik sinyal
multiphase pada saat letusan gunung Merapi 3 November 2010, (c). Karakteristik sinyal gempa tremor vulkanik pada letusan gunung Merapi
3 Oktober 2010.

Terlihat pada kedua gambar bahwa sinyalnya dekomposisi teristik event gempa vulkaniknya terlihat pada Gambar 9 dan
tampak lebih smooth dan terlihat segment-segment eventnya, Gambar 10.
untuk mengetahui karakteristik sinyal vulkaniknya dilakukan
pemotongan terhadap segmen-segmen dan dilakukan analisis
FFT untuk mengetahui kandungan frekuensinya, hasil karak-

-54
Dairoh, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 49-55 (2017)

V. SIMPULAN Ucapan Terima Kasih

Hasil penelitian ini bahwa dari hasil dekomposisi wavelet


diperoleh karaktersitik sinyal seismik gempa vulkanik yang Peneliti mengucapkan terimakasih kepada pengelola pro-
terekam di stasiun Wanagama saat letusan Merapi 2010 yaitu gram sekolah pasca sarjana UGM, pengelola Laboratorium
gempa vulkanik dangkal (VB), gempa vulkanik dalam (VA), Geofisika UGM dan Prof. Dr. Kirbani Sri Brotopuspito
gempa frekuensi rendah (LP), gempa multiphase (MP), dan yang telah memberikan kepercayaan pada peneliti untuk da-
gempa vulkanik tremor. pat meneliti penelitian tersebut.

[1] R.W. Van Bemmelen, The Geology of Indonesia (V.IA, General tional Bureau, 4, 137-148 (1990).
Geology Government Publisher, The Hque, 1949). [8] J. Wasserman, Volcano Seismology, New Manual of Seismology
[2] http://merapi.bgl.esdm.go.id/ diakses 12 Oktober 2011. Observatory Practice, Bulletin of IASPEI, 1 (2002).
[3] A. Solikhin, H. Gunawan, S. Surono, P. Jousset, Volcanic Tremor [9] K. Enggar, Analisis Penampang Seismik 2-d dengan Menggu-
Analysis During Merapi 2010 explosion Sequences, Geophysical nakan Atribut Seismik Berbasis Transformasi Wavelet Kontinyu
Research Abstracts Vol.13, EGU2011-13937 (2010). dan Singularitas Data Seismik Migrasi, Skripsi, F-MIPA Univer-
[4] –, Letusan Merapi 2010, Sebuah Catatan Jurnalistik, Harian sitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005.
Umum SoloPos & Harian Jogja, Yogyakarta(2010). [10] R. Polikar, Tutorial of the Wavelet Theory (Second Edition, De-
[5] S.R. McNutt, Seismic Monitoring and Eruption Forecasting of partment of Electrical and Computer Engineering, Rowan Uni-
Volcanoe:A Riview pf the State of the art and case Histories, in R. versity, 1996).
Scarpa, and R.I. Tilling (eds), Monitoring and Mitigation of Vol- [11] I. Daubechies, Ten Lecture on Wavelet (SIAM, Philadelphia,
cano, Montserrat, Geophys Res.Let., 25(18), 3401-3404 (1996). 1992).
[6] T. Minakami, Sesimology of volcanoes in japan (Elseveir scien- [12] Novamizanti, Ledya, Identifikasi Pola Iris Mata Menggunakan
tific pubsling Company, Amsteram-Oxford-New York, 1974). Dekomposisi Transformasi Wavelet dan Levenshtein Distance,
[7] A.R. Fadeli, Location of Seismic Source of Merapi (Central IT Telkom, Bandung, 2009.
Java) with Implusive character, Scientifific Series of Interna-

-55
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017

Pengaruh Doping Ion Alumunium pada Kurva Serapan


FTIR dan Struktur Kristal Nanopartikel Kobalt Ferit
Hasil Kopresipitasi
Anisa Khoiriah,∗ Utari, dan Budi Purnama
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36A Kentingan Jebres, Surakarta, 57126

Intisari
Telah dipelajari pengaruh doping ion alumunium pada nanopartikel cobalt ferrite hasil fabrikasi metode ko-
presipitasi. Ion alumunium dipilih mengingat jari-jari kovalennya sebanding dengan jari-jari cobalt. Hasil
analisis FTIR menunjukkan pada tetrahedral site, force constant berubah sebesar 0,23 N/m akibat doping ion
alumunium. Berdasar analisis XRD pada puncak tertinggi, ukuran kristalit tanpa dan dengan doping alumunium
adalah masing masing 57,75 nm menjadi 46,2 nm. Perubahan ukuran kristalit ini disinyalir akibat substitusi ion
cobalt dengan ion alumunium dengan jari-jari kovalen alumunium lebih kecil dibanding ion cobalt.
ABSTRACT
It has been studied the aluminum doping effect on co-precipitated cobalt ferrite nanoparticles. Aluminum ion
was chosen considering covalent radius comparable to the radius of cobalt. The analysis of FTIR results showed
that the change of constant force without and with doping aluminum ion on tetrahedral site was 0.23 N / m. The
calculated of crystallite size from the strongest peak of XRD pattern indicated that the crystallite size reduces
from 57.75 to 46.20 nm after doped aluminum. The change of the crystallite size was presumably due to the
substitution of cobalt ions with aluminum ions since the aluminum covalent radius was smaller than cobalt ions.

K ATA KUNCI : cobalt ferrite, aluminum ion, co-precipitation


http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.v13i2.2298

I. PENDAHULUAN gan normal. Guna memodifikasi karakteristik fisis cobalt fer-


rite, telah banyak dilakukan penelitian tentang penambahan
bahan atau doping pada sintesis nanopartikel cobalt ferrite
Dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir, nanopartikel seperti menggunakan ion logam transisi Ni, Al maupun logam
magnetik menjadi salah satu objek kajian penelitian menarik tanah jarang Sr, Gd [9].
mengingat karakteristik fisis yang unggul dibandingkan dari Dalam paper ini, studi pendahuluan sintesis nanopartikel
fase bulk [1, 2]. Cobalt ferrite (Co2 Fe4 ) menjadi bahan cobalt ferrit dengan doping ion alumunium disajikan. Sam-
kajian utama dari sekian banyak nano partikel magnetik, pel disintesis menggunakan metode kopresipitasi dilanjutkan
karena karakteristik magneik tidak hilang ketika nano par- dengan anil. Sampel nano partikel yang diperoleh dikarakter-
tikel berukuran kurang dari 100 nm. Kehadiran domain mag- isasi dengan FTIR dan XRD.
netik tunggal pada sebuah nano partikel merupakan target
para peneliti mengingat mampu membuka peluang aplikasi
dibidang kedokteran, khususnya sebagai agen kontras pada II. METODOLOGI PENELITIAN
MRI maupun pembawa obat pada sistem pengobatan kanker
[3]. Tahapan penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu sin-
Cobalt ferrite tergolong spinel oksida, dengan ion Co2+ tesis prekursor, anil dan karakterisasi hasil sintesis. Sin-
menempati di octahedral site dan ion Fe3+ menempati tetra- tesis prekursor dimulai dengan perhitungan stokiometri
hedral site dan octahedral sites [4]. Saat ini, ragam sintesis Fe(NO3 )3 .9H2 O sebanyak 0,019 mol, Co(NO3 )2 .6H2 se-
cobalt ferrite yang telah dikembangkan antara lain kopresip- banyak 0,01 mol dan Al(NO3 )3 .9H2 O 0,001 mol. Kemudian
itasi [5], sol-gel, mikoemulsi, autocombution [6] dan reverse ketiga bahan tersebut dilarutkan dalam 200 ml RO-des, laru-
kopresipitasi [7]. Metode kopresipitasi merupakan salah satu tan asam ini kemudian disebut larutan titrasi. Tahapan kemu-
metode yang banyak digunakan pada sintesis nanopartikel dian adalah pembuatan larutan basa yaitu NaOH 4,8 M. Se-
cobalt ferit [8]. Metode ini menghasilkan distribusi partikel lanjutnya, larutan logam diteteskan sedikit demi sedikit (ditri-
yang relatif sama dan dapat dilakukan pada kondisi lingkun- trasi) ke dalam larutan NaOH yang dijaga pada temperatur
85◦ C. Proses titrasi berlangsung kurang lebih 2 jam dan se-
lama titrasi distirrer 1500 rpm. Setelah dilakukan proses pen-
gendapan selama 24 jam, hasil dicuci hingga bersih dengan
∗ E- MAIL : anisakhoiriah1994@gmail.com alkohol dan RO-des. Proses hidrolisis pada oven temperatur

-56 2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS
Anisa Khoiriah, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 56-58 (2017)

Gambar 2: Kurva karakterisasi spektral XRD pada cobalt ferrite


Gambar 1: Kurva karakterisasi spektrum FTIR skema A (cobalt fer-
tanpa doping alumunium(A) dan doping 0,1 mol (B) dengan tem-
rite tanpa doping alumununium) dan skema B(cobalt ferrite dengan
peratur annealing 1000◦ C.
alumunium 0,1 mol) temperatur annealing 1000◦ C.

TABEL I: Perbandingan ukuran kristalit, parameter α, dan densitas


100◦ C selama 12 jam adalah prosedur selanjutnya, hasil ini dari sampel skema A dan dan skema B.
disebut prekursor. Selanjutnya prekursor dilakukan proses an-
Parameter Sampel
nealing pada temperatur 1000◦ C selama 5 jam. Sampel cobalt
A B
ferrite yang diperoleh kemudian dikarakterisasi dengan meng- Ukuran kristalit (nm) 57,75 46,2
gunakan FTIR dan XRD. Parameter sel (a) 8,37 8,38
Densitas (g/cm3 ) 5,31 5,27

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


gan M1 adalah massa molekul kation di tetrahedral site dan
Analisis FTIR k1 adalah angka gelombang. Hasil perhitungan force con-
stant untuk sampel A sebesar 28,60 N/m dan sampel B sebesar
Gambar 1 menunjukkan hasil spektrum FTIR dari sampel 28,37 N/m, sehingga pada tetrahedral site besar force constant
nanopartikel cobalt ferrite, yaitu spektrum A (tanpa doping berubah sebesar 0,23 N/m ( = 28,60-28,37). Perubahan yang
Al) dan spektrum B (dengan doping Al sebesar 10% mol kecil ini semakin menyakinkan bahwa ion alumunium dapat
Co). Teramati dengan jelas dari Gambar 1 bahwa terdapat mengganti ion cobalt pada oksida cobalt ferit dengan baik.
tipikal puncak serapan. Puncak serapan pertama teramati
pada angka gelombang/wavenumber k = 3418 cm−1 . Hal Analisis XRD
ini menunjukkan keberadaan vibrasi bending H-O-H. Kemu-
dian kurva FTIR memperlihatkan serapan pada wavenumber Karakteristik spektral XRD dalam Gambar 2 ditunjukkan 6
k = 900-1400 cm−1 , puncak serapan ini menunjukkan keber- puncak bersesuaian dengan sudut 2θ dari sampel cobalt fer-
adaan gugus C-O. Selanjutnya, kurva serapan, menunjukkan rite tanpa doping atau dengan doping alumunium. Hasil ini
tipikal serapan yang tajam pada 586,89 cm−1 dan 584,46 bersesuaian dengan ICDD nomor 2210086 yang merupakan
cm−1 untuk masing-masing sampel A dan sampel B. Tipikal struktur (inverse spinel) face center cubic (fcc) cobalt ferrite
puncak serapan ini merupakan struktur oksida cobalt ferrite. yang sesuai dengan penelitian sebelumnya. Puncak tertinggi
Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan Safi et XRD diperoleh pada sudut 2θ = 35,53◦ untuk sampel A dan
al.(2015) [4]. Angka gelombang hanya tereduksi sebesar 2,43 2θ = 35,43◦ untuk sampel B. Kecilnya perubahan sudut pun-
(= 586,89-584,46). Hal ini dapat diprediksi bahwa ion alumu- cak antara sampel tanpa dan dengan doping disinyalir bahwa
nium mengisi salah satu posisi ion cobalt pada struktur oksida ion alumunium dapat menggantikan posisi ion cobalt dalam
ferit secara natural. Kesesuaian substitusi ion ini mengingat struktur invers spinel.
jari-jari kovalen atom alumunium (121 pm) dan cobalt adalah Penggunakan data puncak tertinggi untuk menghitung uku-
masing-masing 121 dan 126 pm. ran kristalit dengan persamaan Scherer, sedangkan perhitun-
Pergeseran puncak serapan pada spektrum FTIR di seki- gan parameter jarak antar kisi α dan densitas disajikan pada
tar angka gelombang 600 cm−1 akibat tambahan doping ion Tabel I.
alumunium mengindikasikan perubahan force constant pada Berdasarkan data indeks miller hkl didapatkan ukuran
tetrahedral site. Nilai force constant ini dapat dihitung meng- kristalit, parameter α, dan densitas dari sampel skema A dan B
gunakan persamaan kt = 7,62 M1 × k21 × 10−7 N/m, den- ditunjukkan pada Tabel I. Ukuran kristalit sampel A memiliki

-57
Anisa Khoiriah, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 56-58 (2017)

nilai kristalit sebesar 57,75 nm dan sampel B memiliki nilai Hasil FTIR menegaskan terjadi perubahan force constant pada
kristalit yang lebih kecil yaitu 46,2 nm. Perhitungan parame- tetrahedral site. Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis XRD,
ter α pada skema A lebih kecil daripada skema B yaitu 8,37 penambahan doping ion alumunium menyebabkan perubahan
nm dan 8,38 nm. Densitas yang dihasilkan juga menyatakan ukuran kristal. Selanjutnya memodifikasi parameter kisi dan
bahwa skema A memiliki densitas yang lebih besar yaitu 5,31 densitas sampel yang diperoleh.
nm. Hal ini semakin meyakinkan bahwa substitusi ion cobalt
dengan ion alumunium terjadi pada sampel B.

IV. SIMPULAN

Studi pendahuluan pengaruh doping almunium pada


nanopartikel cobalt ferrite telah didiskusikan pada paper ini.

[1] C. Buzea, I.I.P. Blandino, K. Robbie, Biointerphases, 2(4), [5] F. Huixia, et al., J. Magn. Magn. Mater., 356, 68-72, 2014.
MR17- MR172 (2007). [6] S.J. Kotnala, Ferrite Materials: Nano to spintronic regime, in
[2] E.A. Velasquez, et al., J. Magn. Magn. Mater., 348, 154-159 Handbook of Magnetic Materials (ed. K.H.J. Buschow, vol. 23,
(2013). New Delhi, India, 2015).
[3] A. Wirmanda, T. Dahlan, R. Nurlaela, Sintesis dan penentuan [7] K. Maaz, et al., J. Magn. Magn. Mater., 321, 1838-1842 (2009).
sifat struktur cobalt ferrite (CoFe2 O4 ) menggunakan metode [8] E.A. Setiadi, et al., Indonesian Journal of Applied Physics, 3(1),
kopresipitasi dengan memvariasikan dengan memvariasikan 1-8 (2013).
temperatur sintesis, Program sarjana Universitas Hasanuddin. [9] H.M. Zaki, et al., J. Magn. Magn. Mater., 401, 1027-1032
Makasar, 2015. (2016).
[4] R. Safi, A. Ghasemi, S. R. Razavi, M. Travousi, J. Magn. Magn.
Mater., 396, 288-294 (2015).

-58
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017

Efek Staebler-Wronski dan Pengaruh Waktu Anil pada


Lapisan Instrinsik Silikon Amorf Terhidrogenasi (a-Si:H)
Yoyok Cahyono,∗ Fuad D. Muttaqin, Umi Maslakah, Malik A. Baqiya,
Mochamad Zainuri, Eddy Yahya, Suminar Pratapa, dan Darminto
Departemen Fisika-FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya, 60111

Intisari
Silikon amorf terhidrogenasi (a-Si:H) adalah salah satu material sel surya yang sangat menjanjikan, karena
jika dibandingkan dengan kristal silikon (c-Si) material ini mempunyai absorpsivitas yang lebih besar dengan
kebutuhan material yang lebih sedikit (tipis). Sehingga diharapkan dapat mereduksi biaya produksi dan harga
sel surya. Tetapi sampai saat ini masih banyak persoalan yang belum terselesaikan, terutama yang berkaitan
dengan efisiensi yang masih rendah, dan efek Staebler-Wronski. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
efek Staebler-Wronski, yaitu pengaruh lama waktu paparan panas pada lapisan material sel surya dengan meng-
gunakan cara perlakuan anil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu anil, ada kecenderungan
untuk menurunkan transmitansi, yang diperkirakan disebabkan oleh perubahan kristalinitas, celah pita energi,
energi Urbach dan ukuran partikel. Kenaikan waktu anil dapat mengakibatkan terlepasnya ikatan hidrogen yang
menyebabkan terjadinya peningkatan keadaan terlokalisasi, karena aktivasi ikatan lepas, dan ikatan lepas inilah
penyebab utama terjadinya efek Staebler-Wronski.
ABSTRACT
Hydrogenated amorphous silicon (a-Si:H) is one of the most promising solar cell materials, as compared to
the crystalline silicon (c-Si). This material has a greater absorption with thinner material requirement. So it
is expected to reduce the cost of production and price of solar cells. However, until now there are still many
unresolved issues, especially with regard to low efficiency, and the Staebler-Wronski effect. This study aims
to describe the effect of Staebler-Wronski, which is the effect of long-time exposure to heat on the layer of
solar cell material by means of annealing treatment. The results show that the longer annealing time, there is a
tendency to decrease transmittance, which is thought to be caused by changes in crystallinity, energy band gap,
Urbach energy and particle size. The increasing annealing time can lead to the release of hydrogen bonds that
cause an increase in localized state, due to the activation of the dangling bond which is the main cause of the
Staebler-Wronski effect.

K ATA KUNCI : efek Staebler-Wronski, waktu anil, lapisan instrinsik, a-Si:H


http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.v13i2.2299

I. PENDAHULUAN menyebabkan terjadinya penurunan efisiensi sekitar 10-20%


setelah 3 jam dalam paparan sinar matahari (light soaking).
Kelompok Penelitian Material Sel Surya, yang merupakan
Sejak sel surya berbasis silikon amorf terhidrogenasi (a- bagian dari Laboratorium Bahan Maju, Departemen Fisika,
Si:H) pertama kali dibuat oleh Carlson dan Wronski pada Fakultas IPA, ITS Surabaya, berusaha untuk terlibat, berperan
tahun 1976, penelitian dan pengembangan tentang sel surya aktif, dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari selu-
ini telah banyak dilakukan [1]. Ditinjau dari sisi untuk mere- ruh upaya penelitian dunia ini untuk mengatasi krisis en-
duksi biaya produksi dan harga material a-Si:H ini sangat ergi, melalui penelitian dan pengembangan energi terbarukan,
menjanjikan, karena mempunyai absorpsivitas yang lebih be- terutama untuk sel surya berbasis material a-Si:H. Sekitar 5
sar dengan kebutuhan material yang lebih sedikit (tipis) jika tahun terakhir ini, penelitian tentang sel surya berbasis a-Si:H
dibandingkan dengan kristal silikon (c-Si). Tetapi sampai saat telah dilakukan dan dikembangkan oleh Kelompok Penelitian
ini masih banyak persoalan yang belum sepenuhnya tersele- Material Sel Surya ini. Efisiensi terbaik yang dihasilkan sek-
saikan, terutama yang berkaitan dengan efisiensi yang masih itar 8,86% [4], capaian sementara yang masih memerlukan
rendah, dengan hasil penelitian terbaik yang dilakukan oleh kerja keras untuk mengejar efisiensi dari riset NREL yang
NREL (National Renewable Energy Laboratory) baru menca- telah mencapai 13,4% seperti yang telah disebutkan di atas.
pai 13,4% [2]. Persoalan lainnya adalah instabilitas sel surya
atau efek Staebler-Wronski [3], yaitu penurunan efisiensi sel
surya akibat penyinaran dengan intensitas tinggi. Efek ini Karena itu upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan
efisiensi dan stabilitas dari sel surya ini masih terus dilakukan.
Ada banyak hal yang masih belum sepenuhya dipahami, dan
dimengerti berkaitan dengan efisiensi yang rendah dan ter-
∗ E- MAIL : yoyok@physics.its.ac.id jadinya efek Staebler-Wronski, seperti misalnya, cacat ma-

2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS -59
Yoyok Cahyono, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 59-62 (2017)

Gambar 1: Diagram alir deposisi dan proses anil lapisan intrinsik 1-layer.

terial (cacat ekor / keadaan terlokalisasi, dan cacat ikatan II. METODOLOGI
lepas), struktur atom/molekul, celah pita energi, morfologi
permukaan, dan kristalinitas lapisan. Berkaitan dengan hal
tersebut, banyak penelitian telah dilakukan oleh kelompok Proses deposisi lapisan intrinsik dilakukan dengan meng-
material sel surya, departemen Fisika ITS ini, baik untuk gunakan gas silan (SiH4 ), gas hidrogen (H2 ), dan metode RF-
lapisan positip (P) [5], lapisan intrinsik (I) [6, 7], maupun PECVD. Parameter deposisi yang digunakan adalah tekanan
lapisan negatif (N) [8]. chamber 2 torr, temperatur substrat 150◦ C, daya RF 5 watt,
SiH4 = 2,5 sccm, H2 = 90 sccm, dan waktu deposisi 60 menit.
Pasca deposisi dilanjutkan dengan melakukan proses anil,
yaitu memberikan perlakuan panas pada sampel kemudian
Paper ini memfokuskan pada studi pengaruh waktu pa-
ditahan pada temperatur tertentu, dan dibiarkan mendingin
paran (light soaking time) pada efek staebler-wronski, dengan
pada temperatur ruang. Temperatur anil yang digunakan, Ta
menggunakan metode anil. Proses anil yang dilakukan pasca
= 300◦ C, dan variasi lama waktu anil, ta = 30, 60, dan 90
deposisi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu per-
menit. Secara skematis, diagram alir selengkapnya deposisi
lakuan panas terhadap lebar celah pita energi, serta hubun-
dan proses anil lapisan intrinsik 1-lapis berbasis Si:H ini, di-
gannya dengan perubahan fasa. Walaupun telah diketahui
tunjukkan pada Gambar 1.
bahwa hidrogen adalah pemicu terjadinya keadaan cacat di-
dalam lapisan tipis silikon amorf, namun demikian studi ten- Perhitungan tebal lapisan tipis dilakukan dengan menggu-
tang sifat-sifat mendasar dari cacat dan interaksinya dengan nakan metode Swanepoel [9], dan lebar celah pita energi di-
hidrogen masih terus dilakukan secara serius dan mendalam tentukan dengan metode Tauc Plot [10].
oleh banyak peneliti.

-60
Yoyok Cahyono, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 59-62 (2017)

Gambar 2: Transmitansi lapisan tipis a-Si:H sebagai fungsi panjang


gelombang untuk waktu anil 30, 60, dan 90 menit, pada temperatur
anil 300◦ C.

III. HASIL DAN DISKUSI

Gambar 2 menunjukkan transmitansi sebagai fungsi pan-


jang gelombang untuk sampel dengan temperatur anil 300◦ C,
dan variasi waktu anil 30, 60, dan 90 menit. Pada vari-
Gambar 3: Kristalinitas (Kr), celah pita energi (Eg), energi Urbach
asi waktu anil 30, 60, dan 90 menit, berturut-turut lapisan
(Eu), dan ukuran partikel (UP) lapisan Si:H dengan waktu anil 30,
meneruskan cahaya maksimal sebesar 92,22%; 87,28%; dan 60, 90 menit, pada temperatur anil 300◦ C.
69,05% pada daerah panjang gelombang 500-800 nm. Ter-
lihat bahwa makin lama waktu anil maka transmitansi akan
menurun. Penurunan tansmitansi dipastikan tidak disebabkan
oleh ketebalan lapisan, karena dari pola frinjinya ketiga Ini diperkuat oleh hasil perhitungan perubahan ukuran par-
lapisan menunjukkan ketebalan yang sama. Penurunan trans- tikel (grain) sebagai akibat perubahan perlakuan waktu anil
mitansi diperkirakan disebabkan oleh perubahan kristalinitas, yang ditunjukkan pada Gambar 3(d). Pada perlakuan waktu
yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada lebar celah anil 30 menit dan 60 menit, didapatkan lapisan dengan uku-
pita energi lapisan tipis. Hal ini dibuktikan dengan hasil pen- ran partikel yang tidak berubah. Karena ukuran partikel tidak
gukuran kristalinitas, celah pita energi, energi Urbach, dan berubah dan masih kecil, maka peningkatan energi urbach
ukuran partikel, seperti ditunjukkan pada Gambar 3. pada waktu anil 60 menit menjadi kurang signifikan untuk
Gambar 3(a) menunjukkan bahwa kristalinitas meningkat menaikkan lebar celah pita energi. Pengaruh energi Urbach
seiring dengan makin lamanya perlakuan waktu anil, diikuti kurang sensitif, jika dibandingkan dengan perubahan ukuran
oleh penurunan celah pita energi pada Gambar 3(b), sehingga partikel (quantum confinement) [11, 12].
transmitansi lapisan menjadi menurun atau absorbansi men- Gambar 4 menunjukkan spektrum absorpsi FTIR dari
jadi meningkat. Ini dapat dipahami karena penurunan lebar lapisan Si:H untuk waktu anil 30, 60, dan 90 menit, dengan
celah pita energi mengakibatkan makin bertambah banyaknya temperatur anil 300◦ C. Terlihat bahwa titik-titik absorpsi
energi foton yang bisa terserap oleh elektron untuk bereksitasi senyawa silikon hidrid berada pada bilangan gelombang 887
dari pita valensi ke pita konduksi. cm−1 (890/SiH3 bending), 1999 cm−1 (2000/SiH stretching),
Kenaikan waktu anil dapat mengakibatkan terlepasnya dan 2090 cm−1 (2090/SiH2 stretching). Terjadi peningkatan
ikatan hidrogen yang menyebabkan terjadinya peningkatan absorpsi pada titik bilangan gelombang 880 cm−1 terhadap
keadaan terlokalisasi, karena aktivasi ikatan lepas. Energi kenaikan waktu anil. Ini mengindikasikan bahwa kerapatan
absorpsi Urbach, digunakan sebagai indikator cacat struktur ikatan SiH3 meningkat untuk waktu anil yang lebih lama.
pada lapisan. Cacat yang paling utama adalah munculnya
ikatan lepas. Terlihat pada Gambar 3(c) bahwa pada waktu Peningkatan kerapatan SiH terjadi pada waktu anil 60
anil 60 menit, mengakibatkan naiknya energi Urbach, dan tu- menit, dan berkurang pada waktu anil 90 menit, seperti
run pada waktu anil 90 menit. Pada umumnya, ketika ikatan ditunjukkan pada Gambar 5. Kerapatan SiH dalam lapisan
lepas pada lapisan meningkat, maka lebar dari celah pita en- cenderung mengalami penurunan untuk setiap kenaikan
ergi akan menurun. waktu anil, kecuali pada variasi waktu 90 menit. Penurunan

-61
Yoyok Cahyono, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 59-62 (2017)

jukkan bahwa penurunan ikatan SiH pada saat peningkatan


waktu anil, juga diikuti oleh peningkatan rapat keadaan dari
spin elektron yang tak berpasangan.

IV. SIMPULAN

Berdasarkan hasil karakterisasi dan analisis yang telah


dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu
anil, umumnya ada kecenderungan untuk menurunkan trans-
mitansi. Penurunan transmitansi diperkirakan disebabkan
karena perubahan kristalinitas, celah pita energi, energi Ur-
bach dan ukuran partikel. Kenaikan waktu anil dapat men-
gakibatkan terlepasnya ikatan hidrogen yang menyebabkan
terjadinya peningkatan keadaan terlokalisasi, karena aktivasi
ikatan lepas. Kerapatan keadaan dari Si-H berbanding terbalik
dengan kerapatan ikatan lepas. Namun, Si-H dan ikatan lepas

Gambar 4: Spektrum absorpsi infrared (FTIR) lapisan tipis Si:H un-


tuk waktu anil 30, 60, 90 menit, dengan temperatur anil 300◦ C.
Gambar 5: Rapat keadaan dangling bond (spin elektron) dan SiH
(hidrogen) ternormalisasi, sebagai fungsi waktu anil.
ini dikarenakan ikatan SiH akan putus ketika dikenai panas,
mengakibatkan terbentuknya ikatan lepas pada atom silikon.
Ikatan lepas ini merupakan penyebab utama terjadinya efek memiliki kaitan interaksi yang rumit. Banyak kemungkinan
Staebler-Worski. Pada dasarnya, hasil pengamatan menun- yang bisa terjadi.

[1] J. Poortmans and V. Arkhipov, Thin Film Solar Cells Fabrica- Penelitian Program Doktor, DIKTI, 2013.
tion, Characterization and Applications (John Wiley & Sons Ltd, [7] Y. Cahyono, U. Maslakah, F. Muttaqin, and D. Darminto, Re-
Chichester, England, 2006). duced energy bandgap of a-Si:H films deposited by PECVD at
[2] Best Research-Efficiencies, NREL, http://www.nrel.gov/ ncpv/ elevating temperatures, in AIP Conf. Proc., Makasar, Indonesia,
images/ efficiency-chart.jpg, 2016. 1801, 0200081-6, 2017.
[3] L. Scholtz, et al., Appl. Phys., 12, 6, 631-638 (2014). [8] C.F.K. Murti, Penumbuhan Lapisan Tipis Silikon Amorf ter-
[4] S. Prayogi, Fabrikasi Sel Surya berbasis a-Si:H lapisan Intrin- hidrogenasi (a-Si:H) Tipe-N dengan Pengenceran H2 menggu-
sik Ganda (P-Ix-Iy-N) dengan PECVD dan Analisis Efisiensinya, nakan Plasma Enhanced Chemical Vapor Deposition (PECVD),
Tesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2017. Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2017.
[5] A. Sholehah, Efek Penambahan gas CH4 dan H2 pada Penum- [9] N. Pimpabute, et al., Optica Applicata, XLI(1), 257-268 (2011).
buhan Lapisan Tipis Silikon Amorf Tipe-P dengan Plasma En- [10] Z. Wei, et al., Chin. Phys. B, 24(10), 1081021-6 (2015).
hanced Chemical Vapor Deposition (PECVD), Skripsi, Institut [11] T.W. Kim, et al., Appl. Phys. Lett., 88, 1231021-3 (2006).
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, 2017. [12] J. Mullerova, et al., Advances in Electrical and Electronic En-
[6] Y. Cahyono, Studi Perubahan Struktur Lapisan Tipis Si- gineering, AEEE, 7(1-2), 369-372 (2008).
likon Amorf Terhidrogenasi (a-Si:H) yang ditumbuhkan dengan
Metode PECVD melalui variasi Hydrogen Dilution, Laporan

-62
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017

Relokasi Hypocentre Gempabumi dengan Velest (JHD)


dan Estimasi Sesar Daerah Sumatra Selatan
Irwansyah Ramadhani∗ dan Bagus Jaya Santosa
Departemen Fisika-FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya, 60111

Intisari
Gempabumi merupakan fenomena alam yang tidak terduga kehadirannya. Dalam magnitude yang besar da-
pat menimbulkan bencana lainnya yaitu tsunami yang menyebabkan kerusakan infrastruktrur dan korban jiwa.
Manusia tidak dapat memastikan kapan bencana gempabumi terjadi, tetapi dapat memperkirakan zona yang
rawan akan gempabumi, daerah yang berdampak kerusakan besar, dan perkiraan-perkiraan mengenai waktu
terjadinya gempa berikutnya. Cara untuk mengetahui hal tersebut dengan menentukan lokasi pusat gempa
(hypocentre) sesungguhnya, model dan karakteristik (sesar maupun patahan) bawah permukaan bumi. Velest
merupakan metode JHD (Join Hypocentre Determination) dengan menggunakan banyak event gempa yang di-
inversi sekaligus (simultan) untuk mendapatkan hypocentre yang sebenarnya. Penentukan model bumi satu
dimensi dari velest ini berdasarkan kecepatan gelombang P dan gelombang S. Karakteristik bawah permukaan
dilakukan dengan ISOLA yang mampu memberikan gambaran mengenai sesar maupun patahan di suatu daerah.
Kedua program tersebut digunakan untuk merelokasi event-event gempa di daerah Sumatra Selatan dan menge-
tahui karakteristik bumi yang ditentukan melalui momen tensor. Selain dua program tersebut, digunakan al-
goritma STFT dan CWT untuk analisis gelombang P. Hasil penelitian ini didapatkan metode JHD mampu
merelokasi hypocetre gempa serta didapatkannya model bumi 1 dimensi dan momen tensor untuk 4 event meny-
atakan bahwa pola sesar yang terdapat pada daerah laut Sumatera Selatan merupakan dip-slip.
ABSTRACT
Earthquake is an unpredictable natural phenomena in occurance which has harmfull consequences. In high
magnitude, it can cause other disaster i.e. tsunami which result in hard demage infrastructure and loss of popu-
lation. One can not determine earthquake presence exactly, however can estimate earthquake prone zone, major
hard demage zone, and next earthquake presence. They can be estimated through hypocentre determination
and earths model. Velest is an JHD ((Join Hypocentre Determination) based method which applies all events
to inverted simultaneously and results true hypocentre of earthquake. In other hand, Velest can determine one
dimensional earths model based P and S wave travel time data. Then, earths characteristic can be determined
by ISOLA. It is able to provide an imaging of fault in a research area through moment tensor. Both Velest
and ISOLA applies in this research. Arrival time of P wave is analized by STFT and CWT algorithm. Then,
Velest applies to earthquake events relocation while ISOLA applies to determine earths characteristic (fault) in
Southern Sumatra. This research note that velest is able to determine true hypocentre of earthquake well and
one dimensional earth model of South Sumatra. In other hand, moment tensor of 4 events show geometry of
fault in Souther Sumatra is dip-slip.

K ATA KUNCI : Earthquake, ISOLA, Velest, Momen Tensor, JHD


http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.v13i2.2744

I. PENDAHULUAN ini secara umum dikenal sebagai zona subduksi Sunda atau
zona subduksi Sumatra [2].
Secara geologi, pulau Sumatra terletak diatas lempeng Asia Gunung api aktif di Sumatra terletak sepanjang barisan pe-
Tenggara yang merupakan pertemuan antara dua lempeng be- gunungan (Gambar 1). Lazimnya, pegunungan ini akan par-
sar dunia, yaitu lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia alel terhadap zona subduksi dan berada di atas kontur kedala-
[1]. Zona subduksi di wilayah barat daya Sumatra merupakan man 100-150 km terhadap subduksi lempeng [3]. Deret pe-
bagian dari deretan panjang konvergen yang membentang dari gunungan api ini berlanjut ke arah utara membentuk pulau
Himalaya ke selatan melalui Myanmar, berlanjut ke selatan Barren dan Narcondam sekitar 100 km di sebelah timur pu-
melewati kepulauan Andaman and Nicobar dan Sumatra, se- lau Andaman [2].
belah Selatan Jawa dan Pulau Sunda (Sumba, Timor), dan Dalam kinematika lempeng, interaksi antara lempeng
membungkus kearah utara. Trench ini mengakomodasi perg- Indian-Australian dan Eurasia lebih kompleks dibandingkan
erakan lempeng Australia menuju lempeng Eurasia. Trench yang digambarkan pada Gambar 1. Lebih detail, subduksi
lempeng Indian-Australian meliputi dua lempeng yang ter-
pisah dan terbatasi, dimana perlahan-lahan mendeformasi
daerah sehingga tersubduksi pada trench Sunda. Deformasi
∗ E- MAIL : irwansyahramadhani@yahoo.co.id internal subduksi lempeng menyebabkan pergerakan beberapa

2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS -63
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)

ena ini merupakan fenomena yang tidak terduga kehadiran-


nya. Manusia yang merupakan bagian dari alam dapat dimus-
nahkan oleh alam melalui bencana alam yang dapat dikontrol
kejadiannya maupun yang mustahil untuk dikontrol kejadian-
nya. Salah satu bentuk bencana yang tidak dapat dikontrol
dan memusnahkan manusia adalah Tsunami. Tsunami meru-
pakan bentuk dari suatu gempabumi yang terjadi di laut. Gem-
pabumi terjadi hampir setiap hari, namun belum tentu dapat
merasakannya karena bergantung dengan kekuatan gempa.
gempabumi yang berkekuatan tinggi biasanya terjadi akibat
pergerakan internal piring bumi dengan waktu yang menye-
babkan kerusakan yang besar. Skala yang digunakan untuk
mengukur intensitas dari gempabumi adalah Skala Richter
[5].
Gelombang seismik terbagi menjadi dua, yaitu gelombang
badan (P and S wave) dan gelombang permukaan (Rayleigh
and Love wave) [6]. Gelombang P merupakan gelombang
yang arah getarannya searah dengan arah rambatnya dan dike-
nal sebagai gelombang tekan (compressional wave) karena
Gambar 1: Fisiografi Pulau Sumatra, terdapat rantai gunung api ak-
merupakan gelombang longitudinal [7]. Gelombang S meru-
tif(segitiga) dan patahan (garis merah) [2] pakan gelombang yang arah getarannya tegak lurus den-
gan arah rambatannya dimana dikenal sebagai gelombang
gelombang geser (shear-wave) karena termasuk gelombang
transversal. Pergerakan partikel dari gelombang S terbagi
menjadi dua, yaitu pergerakan dalam arah vertical (SV-Waves)
dan pergerakan dalam arah horizontal (SH-Waves) [8].
Gelombang Love merupakan suatu gelombang geser yang
merupakan hasil dari interferensi gelombang-gelombang SH.
Pergerakan partikel gelombang love sejajar dengan per-
mukaan tetapi tegak lurus dengan arah rambatnya. Gelom-
bang Rayleigh merupakan gelombang yang terbentuk akibat
interferensi gelombang P dan gelombang SV [8].
Alat yang digunakan untuk mencatat kejadian gempabumi
adalah seismograf. Seismograf terdiri dari dua bagian, yaitu
Gambar 2: Cross-section batas lempeng Sumatra [2]
sensor gerak dasar yang dikenal sebagai seismometer dan sis-
tem perekaman seismik. Modern seismometer adalah suatu
perangkat elektromekanik yang sensitif namun prinsip dasar
sentimeter per tahun [2]. pengukuran pergerakan tanah dapat diilustrasikan dengan
Deformasi lempeng menyebabkan kompleksitas yang lebih menggunakan suatu sistem fisika sederhana yang sangat mirip
besar dalam pergerakan lempeng. Sumatra yang berada di dengan seismogram terdahulu. Seismogram digital meru-
tepi barat daya lempeng Sunda [4] bergerak beberapa milime- pakan suatu sampel pada suatu interval waktu yang bergan-
ter sampai satu sentimeter per tahun ke timur relatif terhadap tung pada jenis instrumen seismik dan kebutuhan orang-orang
lempeng Eurasia. Konvergensi yang dihasilkan antara lem- yang memanfaatkan seismometer tersebut. Seismogram dig-
peng Sunda dan lempeng Samudera ke barat daya lebih lam- ital merupakan suatu catatan dari pergerakan tanah yang dis-
bat daripada yang diperkirakan terhadap Eurasia. impan sebagai susunan angka yang menunjukkan waktu dan
Menurut Natawidjaja dan Triyoso [1], patahan Sumatra gerakan tanah untuk range waktu tertentu dan dapat dianalisis
memiliki potensi bencana yang besar, terutama disebabkan menggunakan komputer [5].
karena populasi penduduk yang besar di sana dan di sekitar Untuk merekam pergerakan tanah secara lengkap, maka
zona patahan aktif. Dalam segi aktivitas gempabumi, wilayah harus dilakukan perekam gerakan dalam tiga komponen
Sumatra memiliki berbagai macam sumber yaitu thrust earth- sumbu kartesian. Komponen-komponen yang biasanya dip-
quake pada patahan subduksi, strike-slip earthquake pada ilih adalah up-down sebagai komponen vertikal, Timur-Barat
patahan Sumatra, deeper earthquake di dalam subduksi litos- dan Utara-Selatan sebagai komponen horizontal Richter [5].
fer, dan volcanic earthquake (Gambar 2). Namun, penyebab Gambar 3 merupakan gambar seismogram pada kedalaman
gempabumi terbesar berasosiasi dengan subduksi thrust fault, 597 km pada 23 agustus 1995 di Mariana trench, terekam
dimana slip pada batas antara subduksi dan overriding plate 1100 dari Harvard, Massachussets. Dapat diketahui bahwa
yang memiliki cakupun wilayah yang luas [1]. gelombang P dapat terlihat dengan baik pada komponen ver-
Gempabumi dan segala akibat yang ditimbulkannya adalah tikal, gelombang SV dapat dilihat baik pada arah radial, dan
fenomena yang sudah dikenal di seluruh dunia. Fenom- gelombang SH dapat dilihat dengan baik pada komponen

-64
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)

Gambar 3: Komponen seismogram [9]

transverse. pabumi dan model bumi yaitu gempabumi yang terdis-


Gempabumi akan menghasilkan gelombang P dan S, dan tribusi dengan baik menyediakan informasi mengenai struktur
biasanya gelombang S akan lebih besar. Gambar 4 menun- kerak bumi tanpa menimbulkan permasalahan inheren yang
jukkan tiga komponen dari 2 seismogram yang berbeda (Up- berhubungan dengan intepretasi data.
Down, North-South, East-West) dari pergerakan tanah antara
dua stasiun seismik Jepang. Gelombang pertama yang datang Geometri dari suatu patahan dapat dideskripsikan dengan
merupakan gelombang P yang memiliki perpindahan sepan- mengasumsikan patahan merupakan suatu permukaan planar
jang arah penyebarannya dan oleh karena itu akan terlihat je- dimana gerak relatif terjadi selama gempabumi. Geometri
las pada komponen vertikal. Sedangkan gelombang S datang patahan dideskripsikan dalam bentuk orientasi bidang patahan
kemudian setelah gelombang P, dimana pergerakannya tegak dan arah slip sepanjang bidang [9]. Model geometri dari pata-
lurus dengan arah penyebarannya sehinga paling jelas terlihat han ditunjukkan pada Gambar 6. Bidang patahan dikarakter-
pada komponen horizontal. isasi oleh vektor normal n, sedangkan arah geraknya dikarak-
Gambar 5 menunjukkan tiga komponen seismogram pada terisasi oleh vektor slip d. Vektor slip ini mengindikasikan
gempabumi dangkal di Vanuatu trench dengan besar gempa arah dimana sisi bagian atas dari patahan, dikenal sebagai
7,7. Berdasarkan Gambar 5, dapat diketahui bahwa gelom- hanging wall, yang bergerak reltif terhdap sisi bagian bawah,
bang Love dapat diamati dengan baik pada komponen trans- foot wall. Karena vektor slip berada pada bidang patahan,
verse sedangkan gelombang Rayleigh dapat diamati pada maka arahnya tegak lurus dengan vektor normal. Kordinat-
komponen vertikal dan radial. kordinat lainnya yang digambarkan pada Gambar 6 mem-
bantu dalam studi patahan. Sumbu x1 adalah arah strike yang
Penentuan suatu hypocentre gempabumi merupakan per-
merupakan perpotongan bidang patahan dan permukaan bumi.
masalahan inversi non-linear jika dilihat dari hubungan data
Sumbu x3 merupakan titik upward dan sumbu x2 merupakan
dan parameter model. Parameter-parameter yang dibutuhkan
sumbu yang tegak lurus dengan dua sumbu lainnya. Sudut dip
dalam penentuan hypocentre gempabumi melibatkan travel
δ memberikan arah bidang patahan terhadap permukaan [9].
time gelombang seismik dan posisi stasiun perekaman [10].
Selain dapat diketahui hypocentre gempabumi, dapat juga
diketahui mengenai model buminya. Velest merupakan pro- Gambar 7 mendeskripsikan patahan dengan stereonet
gram yang menggunakan metode JHD (Join Hypocentre De- (beachball). Kuadran hitam dan putih menyatakan compres-
termination) yaitu menggunakan banyak event gempa yang sion dan dilatation yang menunjukkan geometri patahan. Em-
diinversi sekaligus (simultan) untuk mendapatkan lokasi pusat pat kuadran checkerboard mengindikasikan gerakan strike-
gempa sebenarnya dan sekaligus menghitung model bumi 1- slip pada bidang patahan vertikal. Gerakan menjadi right-
dimensi dengan menggunakan koreksi stasiun [11]. Mak- lateral jika salah satu bidang adalah bidang patahan dan left-
sud dari penentuan secara bersamaan antara hypocentre gem- lateral disisi lainnya.

-65
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)

Gambar 4: Komponen 2 stasiun seismik Jepang [9]

Gambar 5: Komponen seimogram gempa Nevada Gambar [9]

Gambar 6: Geometri patahan [9]. Gambar 7: Jenis-janis dasar patahan [9].

II. METODOLOGI PENELITIAN men tensor melalui inversi fungsi green pada program
ISOLA. Daerah yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Penelitian ini bertujuan untuk merelokasi event-event daerah Sumatra Selatan dengan stasiun perekam yang di-
gempa yang telah terjadi sebelumnya di daerah Sumatra- gunakan diatur berdasarkan letak event yaitu dalam range
Selatan menggunakan program velest. Setelah itu, un- 0◦ sampai 10◦ (1◦ = 40,075 km) dan informasi gelom-
tuk mengetahui karakteristik gempabumi, ditentukan mo- bang yang dgunakan adalah bentuk gelombang full seed.

-66
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)

diberikan oleh
1 ∼
t, ∆ω ≥ = 0, 08 cycle (1)

dengan pemilihan ∆t (resolusi waktu) dan ∆ω (resolusi
frekuensi) bukan sembarang parameter. Dalam sebagian besar
kasus, hal ini bergantung pada karakteristik sinyal [5]. Un-
tuk menghitung STFT continuous-time, fungsi dikalikan den-
gan suatu fungsi window dengan non-zero hanya untuk pe-
riode dan waktu pendek dan kemudian transformasi Fourier
dari sinyal hasil diambil.
Z
ST F Tx (w, T ) = x(t)g(t − T )e−iωt dt
g
(2)

g yang umum digunakan adalah fungsi Gaussian [6].


Transformasi wavelet adalah representasi time-frequency
yang mengatasi kekurangan STFT. Beberapa sifat wavelet
(ψ(x)0 s) adalah

• (ψ(x)0 s) mengalami peluruhan hingga ke nol pada ± ∝

• ψk (x) = ψ(x - k) untuk k ∈ Z


q
• ψa,b (x) = 12 ψ( x−b
a ) untuk a,b ∈ R

Gambar 8: Flowchart penelitian Dalam sifat-sifat diatas, (ψ(x)0 s) disebut sebagai mother
wavelet. Setiap f(x) dalam L2(R) dapat dinyatakan dalam
wavelet series

X ∝
X
Pada penelitian ini, digunakan 5 stasiun dengan 20 f (x) = cm,k ψm,k (x) (3)
event yang berbeda untuk menganalis gelombang P. Data m=−∝ m=−∝
event diperoleh dari website GFZ (GeoForschungsZentrum)
http://www.webdc.eu/webdc3/. Flowchart penelitian ini ditun- dengan
jukkan Gambar 8. Penelitian dimulai dengan analisis gelom- Z
bang P dengan program SeisGram2K. Selain itu, untuk lebih cm,k = f (x)ψm,k (x)dx (4)
memastikan mengenai gelombang P yang akan dipicking, di-
lakukan analisis STFT (Short Time Fourier Transform) dan Dalam transformasi wavelet, resolusi frekuensi menjadi
CWT Continuous Wavelet Transform. bagus secara sembarang pada frequensi rendah sementara res-
STFT merupakan teknik yang berdasarkan FFT [12]. STFT olusi waktu menjadi bagus secara sembarang pada frekuensi
adalah suatu metode yang digunakan untuk menganalisis tinggi [6].
sinyal yang bervariasi terhadap waktu. Namun metode Setelah dilakukan picking gelombang P, maka langkah
ini mengasumsikan bahwa komponen spektral bervariasi se- berikutnya yaitu relokasi hypocentre. Pada bagian Velest,
cara lambat sehingga sinyal dapat dianggap stasioner dalam langkah-langkah pentingnya yaitu:
menganalisis time window. Oleh karena itu, STFT tidak
1. Parameter-parameter event yang dimasukkan adalah
memungkinkan perhitungan frekuensi dominan, frekuensi
origin time, latitude, longitude, magnitude, depth, dan
pusat, atau spektral perubahan isi jika perubahan terhadap
hasil picking gelombang P dan S
waktu cepat. Distribusi Waktu frekuensi menggambarkan
bagaimana energi didistribusikan dan memungkinkan untuk 2. Parameter-parameter stasiun yang digunakan adalah
memperkirakan fraksi dari total energi dari sinyal pada waktu lattitude dan longitude
t dan frekuensi ω. Pernyataan di atas menyatakan bahwa en-
ergi harus bernilai positif. Untuk mencapai resolusi simul- 3. Kemudian digunakan model kecepatan bumi CALAV-
tan time-frequency baik dinonstationary time series, maka ERAS 1 dimensi
harus berhadapan dengan prinsip ketidakpastian. Prinsip keti-
dakpastian membatasi untuk mencapai sembarang resolusi 4. Data-data hasil program velest yang dihasilkan adalah
yang baik secara simultan pada domain waktu dan domain posisi (longitude, lattitude, dan depth) hypocentre,
frekuensi. Kondisi ini untuk memenuhi prinsip ketidakpastian model kecepatan bumi, dan koreksi stasiun.

-67
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)

Gambar 9: Analisis gelombang P pada komponon-z stasiun LHMI event 1

Gambar 10: Analisis STFT

Setelah dilakukan proses relokasi hypocentre, maka 6. Seismic Source Definition


berikutnya dilakukan analisis focal mechanism di daerah Pada tahap ini, dilakukan penentuan sumber gempa
penelitian. Pada bagian analisis focal mechanism, terdapat be- di bawah episenter dengan mendefinisikan kedalaman
berapa proses-proses penting, yaitu: awal, spasi kedalaman, dan jumlah sumber.
1. SAC IMPORT 7. Green Function Computation
Pada tahap ini, dilakukan import data SAC dari event Pada tahap ini, akan dilakukan perhitungan fungsi green
yang digunakan. Pada tiap stasiun, dimasukkan yang merupakan tahap inversi. Fungsi green merupakan
masing-masing komponennya yaitu data BHE, BHN, sifat elastic dan non elastic dalam suatu medium.
dan BHZ. Pada tahap ini, origin time untuk tiga kom-
ponen stasiun disamakan. 8. Inversion
Pada tahap ini, dilakukan inversi waveform tiga kom-
2. Define Crustal Model ponen yang dilakukan dengan metode dekonvolusi.
Pada tahap ini, didefinisikan model bumi meliputi ke- Pemilihan frekuensi sangat menentukan hasil yang di-
cepatan gelombang P dan S serta densitas model bumi. dapatkan yang nantinya akan ditunjukkan oleh nilai
3. Event Info variance reduction. Jika nilainya mendekati 1, maka
Pada tahap ini, dimasukkan info-info mengenai event berasosiasi dengan misfit yang kecil yaitu berhimpitnya
yang diteliti meliputi longitude, latitude, depth, origin data sintetik dan data inversi
time, starting time, magnitude, dan time window.
9. Plot Result
4. Station Selection Pada tahap ini, ditampilkan hasil data riil dengan data
Pada tahap ini, dilakukan pemilihan stasiun-stasiun sintetik. Plot ini akan menunjukkan fitness data real
yang merekam data event yang digunakan dengan data sintetik. Selain itu, hasil focal mechanisms
yang di nyatakan oleh momen tensor yang disertai men-
5. Raw Data Preparation genai informasi parameter gempa.
Pada tahap ini, dilakukan koreksi data dan origin align
yang merupakan data event yang terekam oleh 3 kom- 10. Hcplot
ponen pada masing-masing stasiun. Pada tahap ini, akan didapatkan hasil berupa orientasi

-68
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)

Gambar 11: Analisis CWT

bidang patahan yang berasosiasi dengan momen tensor. formasi yang berasal dari waktu dan frekuensi mendemon-
strasikan dimana frekuensi terjadi pada suatu waktu atau di
mana waktu yang tepat terjadinya suatu frekuensi. Spec-
III. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN trogram mengkombinasikan informasi yang ada di waktu
dan frekuensi dengan menampilkan sinyal pada bidang time-
frequency. Dalam spektrogram, format window yang digu-
Berdasarkan Gambar 9, dapat dilakukan picking gelombang nakan adalah format ’hann’ dengan overlap sebesar 50% dari
P secara langsung karena gelombang P memiliki karakteristik ukuran window yang digunakan. Ukuran overlap ini tidak
yaitu berada pada saat awal getaran terekam. Namun dalam boleh lebih besar dibandingkan ukuran window yang digu-
baberapa kasus, gelombang P tidak dapat dilihat secara lang- nakan. Spectrogram akan menghasilkan power spectral den-
sung. Ini merupakan permasalahan krusial karena penentuan sity (PSD) untuk masing-masing segmen.
gelombang P harus benar-benar tepat supaya menghasilkan
relokasi yang bagus. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis CWT merupakan metode yang digunakan untuk menan-
tambahan menggunakan analisis frekuensi, yaitu STFT (Gam- gani kekurangan pada metode SFFT. CWT memberikan rep-
bar 10) dan CWT (Gambar 11). resentasi time-scale yang lebih detail dibandingkan dengan
Analisis time-frequency dapat menjadi pilihan alternatif un- STFT. CWT dari suatu time series menyediakan pembagian
tuk menyelesaikan permasalahan komponen-komponen sinyal series kedalam komponen-komponen skala yang berbeda,
yang terpisah dalam domain waktu maupun frekuensi. Salah misalnya memisahkan sinyal kedalam sekolompok sinya-
satu analisis time-frequency adalah SFFT. STFT merupakan sinyal. Representasikan sinyal yang sama namun semua
suatu metode yang berbasis Fourier Transform yang digu- sinyal berhubungan terhadap pita frekuensi yang berbeda.
nakan untuk mengamati sinyal yang bervariasi terhadap waktu Dapat dialokasikan suatu rentang frekuensi untuk masing-
(domain waktu). STFT ini akan memberikan hubungan an- masing komponen skala. Wavelet yang diskalakan dan diter-
tara waktu dan frekuensi. STFT dapat mengenali komponen- jemahkan dari suatu panjang waveform yang berhingga dise-
komponen sinyal lebih baik dibandingkan metode FFT selama but sebagai induk wavelet. CWT memberikan pemetaan time-
komponen-komponen sinyal tersebut tidak saling tumpang- scale yang dikenal sebagai scalogram, bukan spektrum time-
tindih sehingga dapat diketahui gelombang P dan gelom- frequency. CWT memungkinkan memperoleh ekspansi yang
bang S dalam suatu data rekaman gempabumi [13]. STFT berbasis ortonormal dari sebuah sinyal dengan menggunakan
tidak membiarkan suatu frekuensi yang dominan menutupi fungsi time-frequency yang disebut wavelet, yang mampu un-
frekuensi yang tidak dominan, tidak menghitung nilai tengah tuk melokalisasi dalam domain waktu dan frekuensi.
suatu frekuensi, dan tidak mengubah isi spektrum sehingga Setelah dilakukan analisis gelombang P, kemudian di-
memudahkan dalam pengamatan data. STFT dapat menca- lakukan relokasi untuk event-event gempa menggunakan pro-
pai suatu resolusi time-frequency secara simultan dengan baik gram velest. Program velest menggunakan metode JHD di-
dalam suatu gelombang yang non-stasioner. STFT digunakan mana inversi dilakukan secara simultan / bersamaan untuk
untuk menghasilkan spektrogram. Spectrogram merupakan semua event serta dapat ditentukan model bumi 1-dimensi.
suatu representasi dari time-frequency yang sangat penting Model bumi yang digunakan dalam penelitian ini untuk men-
di mana untuk pemrosessan sinyal yang bervariasi terhadap dapatkan model bumi pada daerah penelitian adalah model
waktu, seperti data gempabumi, dalam 2 dimensi [14]. Se- bumi 1 dimensi CALAVERAS (Gambar 12 dan Tabel I)
cara spesifik, spektrogram dirancang untuk memproses sinyal dimana semakin bertambahnya kedalaman, semakin cepat
yang bervariasi terhadap waktu karena secara bersamaan in- gelombangnya akibat bertambahnya densitas lapisan terhadap

-69
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)

TABEL I: Model bumi 1-dimensi CALAVERAS.


Depth of Vp Vs Density
layer top (km) (km/s) (km/s) (g/cm3 )
0 4.70 2.750 2.794
1 5.50 3.220 2.800
3 5.60 3.280 2.900
5 5.70 3.330 2.940
10 5.80 3.390 2.996
15 6.00 3.510 3.040
20 6.50 3.800 3.050
25 8.00 4.680 3.300
30 8.05 4.710 3.300

Gambar 13: Relokasi hypocentre menggunakan program Velest ( se-


belum (kuning tua) dan sesudah ( kuning))

Gambar 12: Model kecepatan bumi 1 dimensi CALAVERAS

kedalaman.
Hasil relokasi ditunjukkan pada Gambar 13, dan dapat dil-
ihat bahwa hasil relokasi dengan menggunakan velest terlihat
cukup baik karena hampir sama posisinya dengan data event-
event awal. Solusi dari metode hypocentre-velocity model Gambar 14: Model kecepatan bumi 1 dimensi Sumatra Selatan
menghasilkan relokasi hypocentre, model kecepatan bawah
permukaan, dan koreksi untuk masing-masing stasiun. Hasil
yang cukup baik dengan metode velest dikarenakan metode TABEL II: Hasil relokasi hypocentre dan nilai rms masing-masing
JHD melakukan inversi secara simultan untuk semua event event setelah direlokasi.
dan juga menghasilkan model bumi 1 dimensi. Inversi se- Event (Southern Sebelum Relokasi Setelah Relokasi Rms
cara simultan ini akan meminimumkan error karena RMS- Sumatra) Latitude Longitude Latitude Longitude (%)
misfit dari perbedaan waktu tempuh dengan meninjau kombi- 2010-10-25 -2.96 100.37 -3.0488 100.1561 0.989
nasi hasil hypocentre, model kecepatan bumi, dan koreksi sta- 2011-08-04 -2.79 101 -1.4357 101.7472 13.2
siun. Selain dari Gambar 13, untuk melihat ketepatan relokasi 2015-05-15 -2.64 102.2 -2.8357 102.0243 0.637
lebih teliti maka dapat dilihat dari residu masing-masing event 2011-10-30 -3.31 101.33 -3.2623 101.4487 0.670
(Tabel II). Untuk model bumi 1-dimensi, dapat dilihat pada 2010-09-03 -3.74 101.89 -4.2045 100.5456 6.565
2014-12-17 -3.78 100.29 -3.7170 100.1662 0.576
Tabel III dan Gambar 14.
2015-03-03 -0.72 98.74 -0.8528 98.5715 1.415
Berdasarkan Tabel II, dapat dilihat bahwa residu untuk 2012-09-14 -3.32 100.64 -3.3787 100.4408 1.463
masing-masing event sudah cukup baik yaitu kurang dari 2011-01-17 -5.19 102.54 -5.4193 102.5185 1.165
10%. Namun terdapat satu event, yaitu event 2 yang memiliki 2015-04-20 -5.62 102.6 -5.7408 102.6323 1.910
nilai residu sekitar 13%. Hal ini dapat disebabkan oleh keti- 2011-05-28 -5.8 103.49 -6.0552 103.4653 1.850
daktepatan dalam menetukan gelombang P sehingga hasilnya 2011-01-02 -4.6 101.32 -2.8654 101.7662 4.828
juga memiliki residu yang besar. 2010-06-27 -4.58 101.23 -4.5933 101.1937 0.903
Kemudian, untuk event 1, 2, 15, dan 16 dilakukan anali- 2010-10-26 -3.68 99.76 -3.7251 99.4586 1.982
sis momen tensor untuk mengetahui karakteristik bawah per- 2013-08-28 -2.05 100.68 -2.1107 100.3583 1.991
2013-07-06 -3.32 100.52 -3.5845 99.8015 5.620
mukaan seperti sesar dan patahan. Focal mechanism ini dapat
2010-05-05 -4.2 100.99 -4.1672 101.1277 1.050
menggambarkan arah gaya tensor terhadap suatu event gempa 2010-03-05 -3.98 100.84 -3.9687 100.7540 0.954
yang terjadi. Selain itu, jika dilakukan analisis dari beber- 2010-10-25 -3.46 100.2 -3.3935 100.2489 0.637
apa event gempa di wilayah yang sama dalam selang waktu 2010-0-25 -3.29 100.46 -3.2397 100.4430 0.644
yang berbeda, maka akan didapatkan pola bidang sesar pada

-70
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)

(a) event 1 (b) event 2

(c) event 15 (d) event 16

Gambar 15: Momen tensor

Sedangkan untuk event 15 dan 16, diketahui jenis sesarnya


TABEL III: Model bumi 1-dimensi Sumatra Selatan.
yaitu dip-slip dengan beberapa strike-slip.
Depth of layer tp (km) Vp(km/s) Density (g/cm3 )
0 4.73 2.804 Dari tahap inversi, dapat dilihat kesesuaian data perhitun-
1 5.52 2.824 gan antara data observasi dan data sintetik. Kesesuaian atau
3 5.62 2.852 yang disebut sebagai fitness data ini menggambarkan kefit-
5 5.76 2.872 tan data observasi dan sintetik. Fitness ini berasosiasi den-
10 5.86 2.996 gan nilai error kecil sehingga kurva data riil vs data sintetik
15 6.08 2.916
akan berhimpitan. Kesesuaian ini juga akan berakibat pada
20 6.65 3.03
25 7.83 3.266 ketepatan bentuk moment tensor untuk masing-masing event.
30 8.02 3.304
Setelah diketahui bentuk focal mechanism, maka dapat
diketahui orientasi bidang patahan. Untuk orientasi bidang
patahan beach ball ditunjukkan pada Gambar 17. Pada ori-
daerah penelitian. Hasil dari momen tensor untuk event 1 dita- entasi bidang patahan event 1 (Gambar 17(a)), dapat dike-
mpilkan pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 16 mengenai tahui bahwa bidang berwarna hijau merupakan bidang pata-
jenis focal mechanism, diketahui bahwa jenis sesarnya adalah han dan bidang yang berwarna merah merupakan bidang auxi-
vertical dip slip. Cara untuk membaca bentuk dari beachball lary yang merupakan bidang yang tegak lurus bidang patahan.
yaitu dilihat dari masing-masing kuadran yang muncul. Untuk Orientasi bidang patahan tegak lurus dengan bidang auxilary.
compressional quadrant ditandai dengan warna merah dan di- Arah orientasi patahan event 1 yaitu barat laut-tenggara, event
latation quadrant dengan warna putih. Untuk beach ball yang 2 (Gambar 17(b)) arahnya barat laut-tenggara, event 3 ((Gam-
menampilkan 4 kuadran, umumnya terdapat sesar dip-slip dan bar 17(c))), arahnya barat laut-tenggara dan event 4 ((Gam-
strike-slip. Namun apabila hanya terdapat 3 kuadran, maka bar 17(d))) berarah utara-selatan. Kemudian, peta seismisitas
yang terjadi hanyalah sesar dip-slip. Pada event 2, diketahui yang berisi sesar hasil proses ISOLA ditampilkan pada Gam-
bahwa jenis sesar yaitu dip-slip dengan beberapa strike-slip. bar 18.

-71
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)

(a) (b)

Gambar 16: Focal mechanism untuk sudut slip 45◦ (kiri) dan 90◦ (kiri bawah) serta sudut slip yang beragam (kanan) [9].

IV. SIMPULAN masing event dan didapatkan model bumi 1 dimensi. Selain
itu, hasil momen tensor untuk 4 event menyatakan bahwa pola
Relokasi hypocentre hasil program velest yang merupakan sesar yang terdapat pada daerah laut Sumatera Selatan meru-
program JHD mampu untuk merelokasi hypocetre gempa den- pakan dip-slip.
gan baik yang dapat dilihat dari nilai rms untuk masing-

[1] D.H. Natawidjaja, and W. Triyoso, J. Earthq. Tsunami, 1, 21-47 handbook (Cambridge University Press, Cambridge, New York,
(2007). 2014).
[2] R. McCaffrey, Annu. Rev. Earth Planet. Sci., 37, 345-366 (2009), [8] D. Pei, Modeling and inversion of dispersion curves of surface
doi:10.1146/annurev.earth.031208.100212 waves in shallow site investigations, ProQuest (2007).
[3] K. Sieh, and D.H. Natawidjaja, J. Geophys. Res., 105, 28295- [9] S. Stein, and M. Wysession, An introduction to seismology,
326 (2000). earthquakes, and earth structure (Blackwell Pub, Malden, MA,
[4] P. Bird, Geochem. Geophys. Geosyst, 4, 1-52 (2003). 2003).
[5] P. Sarin, and P. Dabas, International Journal of Computer Science [10] H. Grandis, Pengantar Pemodelan Geofisika (HAGI, Jakarta,
and Information Technologies, 7(2),893-895 (2016). 2009).
[6] S. Azadi, and A.A. Safavi, S-transform based P-wave and S- [11] E. Kissling, U. Kradolfer, H. Maurer, Program VELEST user’s
wave arrival times measurements toward earthquake locating, guide-Short Introduction, Inst. Geophys. ETH Zurich, 1995.
in Control, Instrumentation and Automation (ICCIA), 2nd Inter- [12] W. Astuti, et al., Adaptive Short Time Fourier Transform
national Conference on. IEEE, 241-246 (2011). (STFT) Analysis of seismic electric signal (SES): A comparison
[7] R. Simm, and M. Bacon, Seismic amplitude: an interpreter of Hamming and rectangular window, in Industrial Electronics

-72
Irwansyah Ramadhani, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 63-73 (2017)

(a)event 1 (b)event 2

(c)event 15 (d)event 16

Gambar 17: Orientasi bidang patahan.

and Applications (ISIEA), IEEE Symposium on. IEEE, 372-377,


2012.
[13] R.H. Herrera, et al., IEEE Geosci. Remote Sens. Lett., 12,
364368 (2015), doi:10.1109/LGRS.2014.2342033
[14] H.A. Nofal, et al., Near optimum detection of the p-wave ar-
rival using the spectrograms, in Electrical, Electronic and Com-
puter Engineering, ICEEC0 04. 2004 International Conference
on. IEEE, 710-715, 2004.
[15] C.I. Huerta-Lopez, et al., Time-frequency analysis of earth-
quake records, in 12th World Conference on Earthquake Engi-
neering, Auckland, 2000.

Gambar 18: Peta seismisitas Sumatra Selatan.

-73
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017

Distribusi Coulomb Stress Akibat Gempabumi Tektonik


Selatan Pulau Jawa berdasarkan Data Gempa Tektonik
1977-2000
Fitri Puspasari1, ∗ dan Wahyudi2
1
Departemen Teknik Elektro dan Informatika, Sekolah Vokasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 55281
2
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 55281

Intisari
Telah dilakukan penelitian untuk menghitung distribusi Coulomb stress dengan menggunakan software
Coulomb 3.3. Peningkatan nilai perubahan Coulomb stress mengindikasikan adanya akumulasi stress pada bat-
uan. Data penelitian diambil dari katalog ISC (International Seismological Center) dan Global CMT (Global
Centroid Moment Tensor). Hasil pengolahan data adalah terjadi peningkatan Coulomb stress di kawasan selatan
pulau Jawa dengan kisaran nilai 0,01-1 kPa dan diduga dapat menimbulkan terjadinya akumulasi stress akibat
gempabumi tektonik yang mengarah ke bawah puncak gunungapi Merapi.

ABSTRACT

This study has been applied to calculate Coulomb stress distribution using Coulomb 3.3 software. Increasing the
value of Coulomb stress changes indicated accumulation of stress on rocks. The data is taken from the catalog
of ISC (International Seismological Center) and Global CMT (Global Centroid Moment Tensor). The results
of data processing is an increase in Coulomb stress in the South of Java Island with a ranges 0.01-1 kPa and
allegedly caused the accumulation of stress due to tectonic earthquake that leads to the volcano.

K ATA KUNCI : Gempabumi tektonik, perubahan Coulomb stress, sesar.


http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.v13i2.2745

I. PENDAHULUAN peng India-Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik,


sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1 [1, 2].
Indonesia memiliki gunungapi terbanyak di dunia, di an- Jika mengamati peta vulkanisme global, tampak bahwa
taranya 129 gunungapi masih dalam kondisi aktif. Banyaknya jalur sabuk gunungapi dunia berdampingan dengan jalur gem-
gunungapi di Indonesia merupakan dampak dari kompleksnya pabumi. Fenomena meningkatnya aktivitas gunungapi di-
tatanan tektonik yang ada di Indonesia yaitu terdiri dari lem- dahului aktivitas kumulatif gempabumi tektonik di kawasan
selatan pulau Jawa [3].
Mekanisme gempabumi tektonik berhubungan dengan dis-
tribusi tegangan statis yang terjadi pada batuan. Beberapa
peneliti terdahulu mencoba menghitung perubahan Coulomb
stress yang nampaknya menjadi dasar korelasi antara aktivitas
gunungapi dengan gempabumi tektonik.
Penelitian yang terkait dengan hubungan gempabumi dan
gunungapi dilakukan oleh Walter, et al. [4] yang menye-
lidiki tentang hubungan antara erupsi Merapi 2001 dan 2006
dengan peristiwa gempabumi tektonik yang terjadi sebelum-
nya. Hasil pengamatan yaitu terjadinya gempabumi tektonik
di sekitar Merapi terbukti telah meningkatkan ekstrusi magma
dan guguran material piroklastik Merapi.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui distribusi perubahan Coulomb stress di kawasan
selatan pulau Jawa dengan mengamati kejadian-kejadian ak-
tivitas seismik di sekitar gunungapi Merapi.
Gambar 1: Peta tektonik Indonesia [2]
Geologi daerah penelitian

Gunungapi Merapi terletak di propinsi Daerah Istimewa


Yogyakarta dan propinsi Jawa Tengah, tepatnya pada koor-
∗ E- MAIL : fitri.puspasari@ugm.ac.id dinat 7,53◦ LS dan 110,43◦ BT dengan ketinggian 2.968

-74 2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS
Fitri Puspasari, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 74-77 (2017)

TABEL I: Parameter mekanisme fokus Gempabumi tektonik tahun


1977-2000 (http://www.globalcmt.org).
Event Lat Lon Depth Strike1; Dip 1; Slip 1; Mw
strike 2 Dip 2 Slip 2
1977/ 8/14 -8.73 107.10 33.0 291;95 24;67 105;84 6.1
1979/11/ 2 -7.98 108.52 72.2 20;223 41;51 72;105 6.5
1980/ 4/16 -8.24 108.64 85.2 11;233 40;58 55;116 6.1
1981/ 3/13 -8.62 110.15 48.6 139;275 11;82 -47;-98 5.9
1983/ 8/13 -8.95 111.60 65.8 260;94 36;55 78;98 5.8
1983/ 8/17 -9.02 111.68 67.0 282;68 43;52 116;68 5.5
1984/ 5/ 3 -8.79 111.14 73.9 258;109 33;61 64;106 5.4
1992/11/21 -9.28 110.29 35.4 321;91 26;73 137;71 5.5
1995/ 5/ 5 -9.81 110.42 44.4 292;128 34;57 137;71 5.4
1996/ 9/25 -9.74 108.32 38.8 141;245 58;69 155;34 5.6
1996/12/ 9 -8.32 107.44 46.5 297;99 29;63 107;81 6.0
Gambar 2: Sistem koordinat untuk kalkulasi stress pada bidang pata- 1997/ 7/12 -9.24 110.31 50.2 267;125 35;61 57;111 5.3
han optimum [6]. 1999/3/27 -9.79 112.96 29,9 136,348 21;72 120;-79 5.5
2000/ 1/ 5 -9.39 109.59 22 294;99 20;70 104;85 5.8

m di atas permukaan laut. Kawasan gunungapi Merapi


dan sekitarnya terletak di zona subduksi, sehingga termasuk Pers.(1) selanjutnya dapat ditulis dengan asumsi bahwa σβ
bagian dari sistem tektonik Indonesia dengan tingkat aktivitas mewakili batasan stress seperti stress normal pada bidang.
kegempaan tinggi.
∆σf = ∆τβ − µ0 ∆σβ (2)
Kondisi geologi gunungapi Merapi yaitu terdiri dari bat-
uan gunung Merapi Muda dan Merapi Tua. Gunungapi Mer- Koefisien gesek efektif (µ) dinyatakan dengan µ0 = µ(1-B).
api merupakan salah satu hasil rangkaian proses vulkanik Selanjutnya jika σf > 0 potensial slip akan meningkat dan jika
di pertengahan pulau Jawa yang terletak pada perpotongan σf < 0 potensial slip akan berkurang. Kalkulasi yang dise-
dua sesar regional yaitu transverse fault dan longitudinal babkan oleh gempabumi bergantung kepada geometri dan dis-
fault. Transverse fault ini memisahkan Jawa Timur dan Jawa tribusi slip, asumsi magnitudo, orientasi stress regional serta
Tengah, sedangkan longitudinal fault dibatasi oleh Kendeng nilai dari asumsi koefisien gesek. Rasio dari amplitude stress
Ridge dan subzone Ngawi. Pada zona transverse fault, Gu- regional terhadap stress drop gempabumi hanya berdampak
nung Merapi terletak pada kelurusan jajaran gunungapi, mulai signifikan di dekat patahan. Ketidakpastian dalam beberapa
dari Ungaran, Soropati-Telomoyo, Merbabu dan Merapi beru- kejadian selalu didominasi oleh ketidakpastian distribusi slip
rutan dari Utara ke Selatan [5]. [6].

Perubahan Coulomb Stress


II. METODE PENELITIAN
Model yang banyak digunakan untuk menjelaskan interaksi
patahan adalah perubahan tegangan Coulomb (Coulomb stress Penelitian ini mengambil data gempa kawasan Gunungapi
change). Dengan mengasumsikan model gesek Coulomb Merapi dan sekitarnya dengan letak koordinat 107-113◦ BT
sederhana (simple coulomb friction model) untuk gempabumi, dan -11 - 4◦ LS. Data yang digunakan berupa data kejadian
slip potensial akan meningkat atau menurun pada Coulomb gempa bumi tahun 1977 -2000 ( Tabel I) yang diperoleh dari
failure stress, dan didefinisikan sebagai: katalog gempa bumi Global CMT (Global Centroid Moment
Tensor) dan ISC (International Seismological Center).
σf = τβ − µ(µβ − p) (1) Data mekanisme sumber yang didapat dari katalog ISC,
Global CMT, dan USGS/NEIC terdapat data lattitude, longi-
dengan σf adalah Coulomb failure, τβ adalah shear stress, tude, dan parameter sesar seperti strike, dip, rake. Data yang
σβ adalah normal stress, p adalah tekanan pori (pore fluid telah diunduh dibuka dengan program notepad++ kemudian
pressure) dan µ adalah koefisien gesek. Slip potensial yang dicopy ke dalam software microsoft excel sesuai kebutuhan
mengarah kekanan atau kekiri. Nilai dari σ dalam hal ini dalam data input software selanjutnya yang akan digunakan.
harus selalu positif, namun sebaliknya proses yang berlang- Hasil unduhan dari ISC, GCMT dan USGS disimpan dalam
sung dalam mencari nilai stress kepatahan dapat dihasilkan bentuk .txt (notepad++) dan .xls (microsoft excel).
nilai positif maupun negatif bergantung pada slip potensial Pada pengolahan mekanisme sumber, data yang digunakan
mengarah kekanan atau kekiri. adalah data gempabumi tektonik dari tahun 1977 sampai
Sistem koordinat pada Gambar 2 menunjukkan bidang 2000, diambil dari katalog gempabumi yaitu ISC. Plotting
patahan (failure plane) yang dikenakan normal stress σβ atau dilakukan dengan menggunakan software Generic Mapping
disebut komponen stress utama dan τβ adalah shear stress Tools (GMT), hasil keluaran software ini berupa penyelesaian
atau komponen stress geser pada bidang patahan [7]. mekanisme yang ditampilkan sebagai beachball.

-75
Fitri Puspasari, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 74-77 (2017)

(a) periode tahun 1977-1984 (b) periode tahun 1992-1998

(c) periode tahun 1995-2001

Gambar 3: Coulomb stress change gempabumi

Berdasarkan model bidang patahan dari mekanisme fokal data gempabumi tektonik yang diambil dari katalog gem-
dalam bentuk beachball, akan terlihat jelas tipe patahan yang pabumi Global CMT. Hasil akhir dari perhitungan perubahan
menyebabkan gempabumi itu terjadi antara lain sesar naik, tegangan statis (coulomb stress) ini adalah berupa distribusi
sesar turun, dan sesar geser. Sesar yang tergambar pada nilai perubahan stress statis.
bola fokus tersebut menggambarkan rekahan yang mengalami
geseran-geseran yang jelas yang merupakan penyebab ter-
jadinya gempabumi.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah sebaran bola fokal dipetakan, karakteristik sesar
dapat ditentukan, kemudian distribusi Coulomb stress statis Solusi mekanisme sumber dari katalog Global CMT tepat-
dapat dihitung dengan menggunakan software Coloumb 3.3. nya pada koordinat -11 sampai -6 LS dan 105 sampai 115.
Data masukan yang akan digunakan pada software ini adalah Sebagian besar gempabumi tektonik terjadi di bagian sela-

-76
Fitri Puspasari, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 74-77 (2017)

tan Pulau Jawa. Hasil pemetaan mekanisme sumber menun- mograf maupun terlihat secara visual. Pada 5 Januari 2001,
jukkan bahwa selatan pulau Jawa didominasi oleh jenis sesar status aktivitas gunungapi Merapi dinaikkan dari waspada
naik sedikit geser. menjadi Siaga.
Analisis hasil perhitungan distribusi Coulomb stress meng- Berdasarkan Gambar 3(c) dapat ditunjukkan bahwa daerah
gunakan parameter mekanisme sumber gempabumi vulkano- di kawasan gunungapi Merapi mengalami penurunan nilai
tektonik sebagai receiver fault dari peneliti terdahulu [8]. Coulomb stress ditunjukkan dengan merah hingga memu-
Gambar 3 menunjukkan salah satu hasil perhitungan dar pada warna orange dan putih. Daerah peningkatan ni-
Coulomb stress gempabumi tektonik 19772000 terhadap re- lai Coulomb stress dominan terletak pada arah baratdaya-
ceiver fault gempabumi VTA. Hasil perhitungan peruba- timurlaut yaitu terjadi peningkatan nilai Coulomb stress dari
han Coulomb stress pada Gambar 3(a) menunjukkan daerah sumber gempabumi kemudian melemah menuju kawasan gu-
yang mengalami peningkatan stress ditunjukkan oleh nilai nungapi Merapi. Kisaran nilai Coulomb stress positif ini
Coulomb stress positif warna orange hingga merah dari sum- adalah 0,001 bar melemah hingga 0,0001 bar atau setara 0,01-
ber gempabumi kemudian melemah menuju kawasan gunun- 1 kPa.
gapi Merapi sebagaimana ditunjukkan pada gambar kisaran
nilai Coulomb stress positif ini adalah 0,0001 bar hingga
0,001 bar atau setara 0,01-1 kPa.
Kemudian pada Gambar 3(b) dapat dilihat bahwa hanya IV. SIMPULAN
beberapa sumber gempabumi yang distribusi nilai stressnya
mengarah kekawasan gunungapi Merapi dengan kisaran nilai Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat peningkatan
Coulomb stress positif ini adalah 0,001 bar melemah hingga nilai distribusi perubahan Coulomb stress yang bersumber
0,0002 bar. dari gempabumi tektonik dengan skala magnitude >5 Mw.
Pada awal tahun 2001, gejala peningkatan aktivitas gu- Berdasarkan hasil perhitungan, nilai distribusi perubahan
nungapi mulai tampak jelas terutama di tunjukkan oleh Coulomb stress mengalami peningkatan 0,01-1 kPa dengan
meningkatnya jumlah guguran lava yang terekam oleh seis- arah ke posisi bawah puncak gunungapi Merapi.

[1] Rosmiyatin dan AbdulBasid, Jurnal Neutrino, 4(2), 188-200 Sole Agent Mart. Nijhoff (1949).
(2012). [6] G.C.P. King, R.S. Stein, and J. Lin, Bull. Seismol. Soc. Am., 84,
[2] R. Hall, Plate Tectonic Reconstructions of the Indonesian Re- 935-953 (1994).
gion, Proceedings Indonesian Petroleum Association, 1, 70-84 [7] S. Ardiansyah, SIMETRI, 2(1), 2102-10 (2014).
(1995). [8] S. Hidayati, et al., Indonesian Journal of Physics, 19(03) 75-82
[3] Daryono, Aktivitas Gempabumi Tektonik Di Yogyakarta Menje- (2008).
lang Erupsi Merapi 2010 (Badan Meteorologi Klimatologi dan [9] Ratdomopurbo, Subandriyo, Sulistyo, Y. Suharna, Prekursor
Geofisika, 2010). Erupsi Gunungapi Merapi (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Ben-
[4] T.R. Walter, et al., Geoph. Research Leters, 34, L05304 (2007). cana Geologi (PVMBG), 2006).
[5] R.W. Van Bemmelen, The geology of Indonesia: The Hague,

-77
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017

Local Waveforms Analysis to Estimate the Fault Plane of


May 2008 Sumatra Earthquakes
Bagus Jaya Santosa∗ and Bintoro Anang Subagyo
Department of Physics, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya, 61111

Abstract
Five earthquakes source parameters in Sumatra have been estimated that occurred on May 3rd, 13th , 18-20th
2008, which earthquakes magnitude was over 5.4 Mw. To determine the earthquakes source parameters, we
used three components local waveform. The seismogram data are inverted to achieve the earthquake source
parameters. To investigate the depths of earthquakes, the determination used the highest value of variance
reduction of waveform analysis. To identify the fault plane of the earthquakes, the H-C method is used. The
research calculates also the length and width of the Fault planes.

K EYWORDS : Three components local waveform, earthquake source parameters, earthquake depth, width and displacement
http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.

I. PENDAHULUAN
TABLE I: Hypocenter, Mw and origin/centroid time of events
2008/05/03, 2008/05/13 and 2008/05/18-20.
Earthquake is a natural phenomenon, in shape of natural Source Event Time Origin Lat Lon Mw Depth
shock from earth interior which earth ground movement prop- (UTC) (◦ ) (◦ ) (Km)
agates to the earth structure. The ground movement due earth- WEBDC 2008/05/03 03:53:37 -3.00 101.10 5.7 64.0
quake is recorded as seismogram. The slab collision between 2008/05/13 10:29:22 4.80 95.10 5.4 44.0
ocean plate and continental plate in West Sumatra has close 2008/05/18 12:17:25 -3.30 101.11 5.8 51.0
relation to fault formation which generate strong earthquake. 2008/05/19 14:26:47 1.70 99.00 5.9 10.0
If the earthquake has a magnitude more than 3.7 Richter scale, 2008/05/20 17:08:01 -3.20 101.30 6.9 50.0
which seismogram still can be well recorded by local seismo- IRIS 2008/05/03 03:53:35 -3.02 101.19 5.4 51.7
2008/05/13 10:29:21 4.66 95.12 5.4 52.8
logical stations.
2008/05/18 12:17:26 -3.21 101.32 5.7 51.8
The fault region is a weak zone that can be easily affected 2008/05/19 14:26:46 1.68 99.05 6.0 14.8
by tectonic earthquake. There are two zones where the earth- 2008/05/20 17:08:01 -3.24 101.36 5.6 51.7
quake strikes the most in Sumatra, which are: (1) slab sub- Global 2008/05/03 03:53:37.8 -3.28 101.09 5.3 54.9
duction zone in West Sumatran ocean which has a potency of CMT 2008/05/13 10:29:22.4 4.37 95.05 5.4 50.6
causing earthquake with a relatively big magnitude and has 2008/05/18 12:17:28.5 -3.52 101.11 5.7 50.1
a good chance of causing tsunami, (2) Sumatra fault zone 2008/05/19 14:26:48.9 1.64 99.14 6.0 16.1
known as Semangko as long as Bukit Barisan mountains. 2008/05/20 17:08:04.1 -3.48 101.17 5.6 50.6
This research analyzes the three components seismo-
gram of Sumatra Earthquakes: from Northern Sumatra until
Bengkulu. Geodynamic implication of an active deformation trench perpendicular to slip-mostly accommodated by sub-
around Sunda trench [2, 3] excites the earthquakes that oc- duction zone.
cur in Sumatra. West coast of Sumatra island is the boundary This research analyzes the three components seismogram
between ocean slab and continental margin which consists of of five earthquakes in Sumatra in May, 2008, which occurred
two faulting systems, which are strike-slip faulting system that in West Sumatra coast. The event on 2008/05/13 was occurred
rotate toward interface dip-slip subduction and right direction in the North Sumatra land and triggered by Semangko fault.
(dextral) [2]. Slope convergence that points toward north-west The other events occurred in the Indian Ocean, triggered by
direction from Indian and Australian slabs is moving toward the subduction zone. Hypocenter, depth and the origin time
South East Asia with the velocity of 60 mm/yr [4]. Slab con- of these five events have been reported by IRIS [5] and Geo-
vergence is divided into a slip parallel to the trench accommo- phone [6] using travel time data, and also the centroid time
dated by Sumatra fault and perpendicular slip which is accom- of five earthquakes from www.globalcmt.org, using waveform
modated by subduction zone interface [3] The Sumatra Island analysis, as shown in Table I.
is partitioned by the oblique convergence into trench parallel Hypocenter depth, magnitude moment and time origin of
to slip-mostly accommodated by Sumatra faulting zone and the earthquake that is provided by three seismological in-
stitutes have differences. Only one of these three institutes
provides CMT (Centroid Moment Tensor) solution, which is
Global CMT. The CMT solution from Global CMT will be
∗ E- MAIL : bjs@physics.its.ac.id compared to the CMT one of this research. This institute has

-78
c Jurusan Fisika FMIPA ITS
Bagus Jaya Santosa, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 78-83 (2017)

FIG. 1: The tectonic setting of Sumatera Island [1].

TABLE II: 1-D velocity model that is used in three components local FIG. 2: Epicenter positions of 2008/05/03,2008/05/13 and
waveform inversion. 2008/05/18-19 (stars) events and 4 stations (PSI,IPM,KUM and
KOM) (triangle).
Depth Vp Vs Rho Qp Qs
(km) (km/s) (km/s) (g/cm3)
0.0 2.31 1.300 2.500 300 150
1.0 4.27 2.400 2.900 300 150
2.0 5.52 3.100 3.000 300 150
5.0 6.23 3.500 3.300 300 150
16.0 6.41 3.600 3.400 300 150
33.0 6.70 4.700 3.400 300 150

analyzed the CMT of these events using teleseismic data (dis-


tance between epicenter and stations over 25◦ ).
In this article, we present 3 components local waveform
analysis of five earthquakes in May 3rd, 13th and 18th-20th,
2008, which were recorded by two IRIS network stations, sta-
tions are: PSI, IPM, KUM and KOM, with epicentral dis- FIG. 3: Plot correlation depth for 2008/05/03 03:53 event.
tances are less than 10◦ from the epicenter of the earthquakes.
The ISOLA program is used to interpret the earthquake CMT
solutions. The Hypocenter-Centroid (H-C)-plot software is III. FAULT PLANE DETERMINATION USING THREE
then used to identify the fault plane of the earthquake sources. COMPONENTS LOCAL WAVEFORM INVERSION

The Green function was used to calculate the synthetic seis-


mogram, the observed seismogram is then compared to the
synthetic ones in 3 components and same unit. The calcu-
II. EVENT LOCATIONS AND IRIS NETWORK STATIONS
lation of the Green function requires the complete described
earth model. In order to calculate the synthetic seismogram
By analysing earthquake seismogram data, then the earth- calculation, we used the method based on Wave Number Dis-
quake source parameters can be obtained. Seismic wave cretisation method [8]. For the first, we used the hypocenter of
that is originated from the earthquake source (hypocenter) is five events obtained from IRIS and calculate the Green func-
recorded by observatory stations installed in east of the earth- tion using the 1-D velocity model (Table II). This velocity
quake region. To obtain seismic source of these earthquakes, model is a research result [9, 10] which is verified and modi-
the authors used three components waveform from the lo- fied for Sumatra earth structure to analyze the seismogram of
cal data recorded by PS and MYnetwork stations (PSI, IPM, Sumatra earthquakes. The first two layer ofthe velocity model
KUM, and KOM) as illustrated (Fig. 1). These stations are with its parameters is using the work of [8] and the modifica-
belong to IRIS Network stations. The epicentral distance of tion of S wave velocity structure was based on Santosasearth
each station is less than 10.0◦ . model [9], which listed in the third and fourth columns, along

-79
(a)2008/05/03 Event (b)2008/05/13 Event

(c)2008/05/18 Event (d)2008/05/19 Event

(e)2008/05/20 Event

FIG. 4: Components Observed Local Waveform (black) and Synthetic (red)


-80
(a)2008/05/03 Event (b)2008/05/13 Event

(c)2008/05/18 Event (d)2008/05/19 Event

(e)2008/05/20 Event

FIG. 5: Earthquake Source Parameters(CMT)


-81
Bagus Jaya Santosa, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 78-83 (2017)

V. RESULTS AND DISCUSSION

In this research, we used three components local broadband


that is recorded by IRIS/Malaysia MY network stations and
IRIS/PS station [6] Station code (St), distance (∆), centroid
depth(d), M◦ , Mw , time relative to origin time, strike(stk),
dip, rake(rak) for each events is presented in Table III, and the
results will be compared to the announced CMT by Global-
CMT. The comparison consists of centroid points, magnitude
and fault plane orientation. For event of 2008/05/030 353
earthquake shows the difference lattitude and longitude point,
-3.0152 and -3.28, and 101.1989 and 101.09, respectivitely,
and 2.1 km difference of the earthquake source depth (51
km and 54.9 km). Magnitude moment of this research is 5.4
(Mw), while from Global CMT is 5.3 (Mw). Detailed infor-
mation of eartquake depth, moment magnitude and fault plane
orientation for others events can be seen in Table III.
Earthquake source parameters obtained from this research
FIG. 6: The tectonic setting of Sumatera Island [1]. shows good seismogram fitting on three components for all
stations. The centroid depth, magnitude and the moments of
these earthquakes and Global CMT have slightly different.
with all of its parameter are verified and modified result of
the author. The available hypocenters from IRIS were used to Displacement calculation
calculate the Green function (Table I). In order to calculate seismic moment M◦ from local earth-
Next step is inverting three components waveform us- quake magnitude 3 SR to 6.5 SR, [16] proposed to use the
ing iteration deconvolution method [10, 11] ISOLA software equation
[12, 13] implemented all these methods, as a numerical simu-
lation program development [14] to obtain earthquake source logM◦ = 1, 5ML + 16 (1)
parameters. The inversion is using frequency band between 1
mHz and 50 mHz for all events. To determine real fault plane where ML is local earthquake magnitude. In another hand,
orientation, HC-plot method is used [13]. [16] employed

M◦ = µDLW (2)

IV. EARTHQUAKE SOURCE PARAMETERS For calculating seismic moment, the constants µ, D, L and
W are describe the rock rigidity, displacement of fault, length
of fault and width of fault respectively. Leonard [17] also
Microzonation and seismic risk treatment [15] use the
shows that to determine seismic moment can be carried out
Earthquake Source Parameters, which are the seismic mo-
by
ment (M◦ ), magnitude moment (Mw ), depth. The fault plane
orientation are then determined for these five events. On this 5 3
analysis, the authors used three components local waveform. logM◦ = log L + loc C1 + log C2 µ (3)
2 2
First we try to achieve a good fitting between measured and
synthetic seismogram. Reduction variant for these events are where C1 and C2 are 17.5 and 3.9 ×10−5 respectively, for
over 50%. Seismogram fitting, DC values and reduction vari- reverse fault type. The combination of the equations above
ant are presented in Fig. 2, 3, and 4. Based on the analysis, result quantity of L if W is submitted to the relation. One can
earthquake source parameters for earthquakes event are ob- find also W by occupying
tained (Fig. 5).
3
In order to identify the actual fault plane of both faulting W = C1 Lβ , where β = (4)
2
planes, HC-plot method is used. The centroid coordinate and
the fault plane (strike = 89◦ ; dip = 87◦ and depth = 51 km) Some results of displacement D taken from the data of magni-
for 2008/05/03 event is illustrated in Fig. 6, where its re- tude of precise earthquake event in western Sumatra are pre-
duction variant for this event is 50%. The distance of webdc sented in Table 4.
(http://webdc.eu/webdc3/) hypocenter approves that the cor-
rect fault plane is the green one. The rake of this fault plane
shows that the fault plane movement is oblique reverse. VI. CONCLUSIONS
The other events parameters (strike, slip and fault plane
movement) used in HC-plot were taken from source param- Earthquake parameters of five events (seismic moment,
eters of the inversion result on Figs. 5 are shown in Table III. magnitude moment and fault plane orientation) was extracted

-82
Bagus Jaya Santosa, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 78-83 (2017)

TABLE III: Centroid Position, M0, ∆t relative to origin time and Fault plane orientation from Author and Global CMT.
Event D (km) Lat Lon M◦ ×1024 Mw ∆t (s) Strike Dip Rake
2008-05-03 51 -3.0152 101.1989 1.483 5.4 0 89 87 70
54.9 -3.28 101.09 1.33 5.3 2.9 121 63 109
2008/05/13 39 4.6634 95.1228 1.409 5.4 -0.8 149 64 121
50.6 4.37 95.05 1.73 5.4 3.1 132 63 96
2008/05/18 48 -3.2122 101.317 5.428 5.8 0 91 89 73
50.1 -3.52 101.11 4.44 5.7 4.7 124 62 82
2008/05/19 7 1.6754 99.0534 9.736 5.9 -2.2 256 85 49
16.1 1.64 99.14 1.3 6.0 3.9 62 83 8
2008/05/20 47 -3.2352 101.362 3.106 5.6 0 89 87 68
50.6 -3.48 101.17 2.89 5.6 3.9 122 64 79

after fitting between measured and synthetic seismogram is


TABLE IV: Fault length, width and displacement.
achieved with the reduction variants of all events are over
Event ML L(Km) W(km) (D(m)) 50%. Using H-Cplot method, we can identify the correct fault
2008/05/03,03:53 5.7 843 156 141 plane for these events. The fault type of all events is reverse
2008/05/13,10:29 5.6 843 156 141 oblique. The result of this research is different with Global
2008/05/18,12:17 5.8 1,275 206 200 CMT in which all components of moment tensor is compared.
2008/05/19,14:26 5.9 2,694 3,389 373
This reseach calculates also the length, width and displace-
2008/05/20,17:08 5.8 1,111 188 178
ment of the fault type.

[1] S. Lasitha, M. Radhakrishna, and T.D. Sanu, Curr. Sci., 90(5) [10] E.N. Sokosa and J. Zahradnik, Comput. Geosci., 34967977
(2006) (2008).
[2] D.H. Nathawijaya, PhD Thesis, California Institute of Technol- [11] J. Zahradnik, A. Serpetsidaki, E. Sokos and G.A. Tselentis,
ogy, USA, 2002. Bull. Seismol. Soc. Am., 95, 159172 (2005)
[3] K.R. Newcomb and W.R. McCann, J.Geophys. Res., 92, 421439 [12] J. Zahradnk, et al., Res. Letters, 79, 653-662 (2008).
(1987) [13] O. Coutant, Program of numerical simulation AXITRA, Re-
[4] L. Prawirodirdjo, et al., Geophys. Res. Lett., 24(21), 4 (1997). search report, LGIT, Grenoble (1989).
[5] S. Toda, et al., J. Geophys. Res., 103, 24543-24565 (1998). [14] E.N. Sokos, J.Zahradnik, Computers & Geosciences, 34, 967-
[6] M. Bouchon, Bull. Seismol. Soc. Am., 71, 959-971 (1981). 977(2008).
[7] O. Novotn, J. Zahradnk and G.A. Tselentis, Bull. Seismol. Soc. [15] T. Hanks and D.M. Boore, J. Geophys. Res., 89, 6229 6235
Am., 91, 875-879 (2001) (1984).
[8] B.J. Santosa, Jurnal MIPA 13. Univ. Lampung, Indonesia. [16] K. Aki, J. Comput. Phys., 54, 3-17 (1984).
[9] M. Kikuchi and H. Kanamori, Bull. Seismol. Soc. Am., 81, [17] M. Leonard, Bull. Seismol. Soc. Am., 100, 1971-1988 (2010).
2335-2350 (1991).

-83
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017

Generator Termoelektrik untuk Pengisisan Aki


Shanti Candra Puspita, Hasto Sunarno, dan Bachtera Indarto∗
Departemen Fisika-FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Kampus ITS, Sukolilo, Surabaya, 60111

Intisari
Telah dilakukan penelitian tentang generator termoelektrik untuk pengisian aki, dengan tujuan untuk menge-
tahui dampak perbedaan penggunaan sield (kerangka sistem pemanas) antara triplek dan alumunium pada sistem
pemanas TEG. Disamping itu juga untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pengisian aki
sebagai pengaplikasian TEG. Penelitian ini difokuskan pada pembuatan sistem pemanas yang lebih efisien, yang
dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dari modul TEG dalam menghasilkan tegangan. Hasil penelitian ini
menunjukkan pembaruan sistem pemanas dengan menggunakan sield alumunium dapat meningkatkan tegan-
gan keluaran generator termoelektrik sebesar 4,435% dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya dengan
menggunakan TEG tipe SP184827145SA. Sedangkan pada pengaplikasian pengisian aki menggunakan TGPR-
1W-2V-21S dapat menghasilkan tegangan sebesar 6 ± 0,05 volt dengan besar arus 0,43 ± 0,015 ampere yang
memerlukan lama waktu pengisian 10 jam.
ABSTRACT
Research on termoelectric generator for accu charging has been done to know the effect of different use of sield
(heating system framework) between plywood and aluminum on TEG heating system. Besides, it is also to
know how much time needed for charging accu as TEG application. This research is focused on making more
efficient heating systems, which is done by increasing the efficiency of the TEG module in generating voltage.
In this research, it can be concluded that the update of heating system using Alumunium sield can increase the
output voltage of the thermoelectric generator by 4.435% compared to the previous research using TEG type
SP184827145SA. While the application of charging Accu using TGPR-1W-2V-21S can produce a voltage of 6
± 0.05 volt with a currentof 0.43 ± 0.015 ampere which requires a duration of charging time of 10 hours.

K ATA KUNCI : termoelectric generator, heating systems, accu


http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.v13i2.2748

I. PENDAHULUAN

Dalam pengertian umum, energi adalah suatu kemampuan


dalam melakukan kerja. Energi merupakan suatu obyek yang
dapat berpindah akibat adanya reaksi fundamental, tetapi
energi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan. Kini
ketersediaan energi di Indonesia semakin berkurang. Hal ini
disebabkan oleh berkurangnya sumber energi, akibat adanya
ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan jumlah energi
yang tersedia. Pada perkembangan teknologi kini, banyak Gambar 1: Susunan semikonduktor pada termoelektrik.
dicanangkan berbagai energi alternatif dan energi baru ter-
barukan untuk mengurangi dampak terjadinya pemanasan
global. Namun ketersediaan sumber energi baru terbarukan cara sempurna serta sistem pendinginan yang tidak sempurna
di Indonesia masih belum termanfaatkan secara maksimal. sehingga TEG tidak dapat bekerja secara maksimal. Hal terse-
Penelitian ini dilakukan berdasar pemanfaatan sumber energi but yang mendasari penelitian ini, yaitu merancang sistem iso-
baru terbarukan, khususnya panas bumi untuk menghasilkan lasi panas untuk memaksimalkan kerja modul TEG. Selain itu,
energi listrik, yaitu menggunakan generator termoelektrik dilakukan pemanfaatan hasil daya listrik untuk pengisian aki
(TEG) sebagai sumber energi alternatif. Generator termoelek- sebagai penghasil energi alternatif [1].
trik dapat mengkonversikan perbedaan temperatur menjadi Termoelektrik merupakan suatu alat yang berbentuk modul,
besaran listrik secara langsung namun TEG masih memiliki yang dapat secara langsung mengubah energi panas menjadi
beberapa kekurangan, yakni memiliki nilai efisiensi yang ren- energi listrik. Termoelektrik terbuat dari bahan semikonduk-
dah yaitu 10%. Hal-hal yang membuat efisiensi berkurang tor yang tersusun dengan komposisi tipe-n dan tipe-p disusun
adalah panas yang dikonveksikan pada TEG tidak terserap se- seperti ditunjukkan Gambar 1.
Fenomena termoelektrik ditemukan tahun 1821 untuk per-
tamakalinya oleh ilmuwan Jerman yaitu Thomas Johann See-
beck. Thomas Seebeck mencoba menyambungkan tembaga
∗ E- MAIL : bachtera@physics.its.ac.id dan besi pada suatu rangkaian. Kemudian diantara logam

-84 2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS
Shanti C. Puspita, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 84-87 (2017)

Gambar 2: Prinsip kerja TEG. Gambar 3: Rancang bangun sistem.

tembaga dan besi tersebut diletakkan sebuah jarum kom- generator termoelektrik (TEG), sistem pendingin dengan wa-
pas. Fenomena yang terjadi saat kedua logam tersebut di- terblock, serta alat ukur yaitu sensor tegangan, sensor arus,
panaskan yaitu jarum kompas mulai bergerak. Bergeraknya dan sensor temperatur. Sistem perangkat lunak terdiri dari
jarum kompas menyatakan bahwa timbul medan listrik pada perancangan program serta perintah menggunakan mikrokon-
kedua logam tersebut akibat dipanaskan salah satu sisinya, troler Arduino Uno dengan Atmega 328 sebagai IC-nya seba-
oleh karena hal itu, fenomena tersebut disebut efek Seebeck gai penyimpan data yang dimuat pada SD-card sebagai data
[1]. logger. Pada penelitian ini, alat yang dibuat dan dirancang
Gambar 2 menunjukkan prinsip kerja generator termoelek- secara skematis ditunjukkan Gambar 3.
trik, material penyusun termoelektrik memiliki peran masing- Gambar 3 terdiri dari sistem pemanas, sistem pendingin,
masing untuk mengalirkan energi panas sehingga dapat sistem alat ukur, serta aki. Sistem pemanas terdiri dari
menimbulkan beda potensial. Disimpulkan bahwa panas atau plat tembaga dengan sield alumunium yang diberi isolator
kalor pada salah satu sisi dialirkan dan dibuang kesisi lainnya, panas. Sumber kalor dari sistem pemanas menggunakan
sehingga terjadi aliran arus, ketika terjadi arus maka tercipta- heater strip 350 watt, dengan kontrol panas menggunakan
lah beda potensial yang memunculkan nilai tegangan listrik. thermostat, yang digunakan pada permukaan panas TEG.
Pada termoelektrik besarnya nilai tegangan adalah sebanding Sistem pendingin menggunakan waterblock yang digunakan
dengan gradient temperature [2]. Nilai beda potensial atau pada permukaan dingin TEG. Sistem alat ukur terdiri dari sen-
tegangan yang dihasilkan berubah sebanding dengan peruba- sor arus, sensor tegangan, dan dua sensor temperatur. Tegan-
han temperatur, karena semakin besar temperatur maka se- gan keluaran TEG kemudian diberi beban resistif sehingga da-
makin besar pula tegangan yang dihasilkan [3]. Konstanta pat digunakan untuk mengisi aki sesuai dengan spesifikasinya
kesebandingannya disebut dengan koefisien Seebeck (α), yaitu 6 volt 4,5 Ah.

∆V Pengambilan data
α= (1)
∆T
Pengambilan data dilakukan untuk mengetahui berapa nilai
dengan α adalah koefisien Seebeck (mV/K,◦ C), ∆V adalah tegangan serta arus yang dibutuhkan untuk pengisian aki den-
beda potensial (mV), dan ∆T adalah perbedaan temperatur gan TEG. Diagram alir proses pengambilan data ditunjukkan
(K,◦ C) Gambar 4.

II. METODE PENELITIAN III. HASIL DAN DISKUSI

Langkah awal adalah membuat sistem pemanas yang ter- Pengujian sistem pemanas
isolasi oleh isolator panas, sehingga pemanas dapat memberi
temperatur panas yang homogen untuk mengaktifkan sistem Pengujian sistem pemanas dilakukan dengan mengukur kesta-
kerja TEG. Setelah itu dilakukan percobaan dengan mengisi bilan temperatur pada plat tembaga serta mengukur berapa be-
sebuah baterai atau aki untuk mendapatkan daya yang di- sar temperatur pada kerangka sistem yang sudah diberi isola-
hasilkan oleh generator termoelektrik dengan variasi waktu tor panas. Hasil distribusi panas dari sumber heater diukur
tertentu. pada titik-titik tertentu yang kemudian ditentukan daerah-
daerah plat tembaga yang memiliki temperatur yang ho-
Perancangan sistem mogen.
Hasil pengambilan data sampel panas pada 10 titik sis-
Perancangan alat meliputi perangkat keras maupun perangkat tem pemanas seperti ditunjukkan Tabel I, dengan temper-
lunak. Sistem perangkat keras terdiri dari sistem pemanas atur heater diatur pada 100◦ C. Berdasarkan Tabel I terlihat

-85
Shanti C. Puspita, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 84-87 (2017)

Gambar 5: Karakteristik TEG susun seri pada sistem pemanas kedua


dengan ∆T = 100◦ C.

Gambar 4: Diagram alir pengambilan data.

TABEL I: Hasil pengukuran temperatur pada permukaan plat tem-


baga
Titik sistem temperatur titik ∆T sumber
pemanas (◦ C) (◦ C) Gambar 6: Karakteristik sistem pemanas kedua dengan ∆T =
1 98,9 1,1 124,5◦ C.
2 97,8 2,2
3 97,8 2,2
4 97,9 2,2 yang digunakan adalah titik 1 dengan besar luasan yang di-
5 97,8 2,2 gunakan (60-120) mm × (10-20) mm (dimensi dari 3 modul
6 34,0 66,0 TEG disusun seri).
7 34,2 65,8
8 34,3 65,7 Karakterisasi generator termoelektrik
9 34,1 65,9
10 86,7 13,3 Mengacu pada penelitian sebelumnya [2], bahwa saat TEG
tipe SP184827145SA disusun secara seri sebanyak 3 buah
menghasilkan tegangan sebesar 12,4V saat ∆T sebesar
100◦ C. Digunakan sistem pemanas kedua kali ini bertujuan
bahwa temperatur yang bersumber dari heater mengalami be- untuk mengetahui apakah terjadi perubahan nilai open volt-
berapa penurunan pada masing-masing titik. Titik 1 tem- age pada TEG atau tidak.
pat heater diletakkan mendapatkan panas yang hampir mak- Pada Gambar 5 ditunjukkan karakteristik TEG
simal dengan selisih temperatur dengan sumber heater sebe- SP184827145SA. Nilai tegangan bertambah saat nilai
sar 1,1◦ C. Sedangkan pada titik 2, 3, 4 dan 5 perbedaan dari ∆T yaitu 100◦ C, yaitu sebesar 12,95 volt. Hal ini mem-
sumber kalor yang terjadi yaitu sebesar 2,195◦ C. Dan dike- buktian bahwa efisiensi yang terjadi pada sistem pemanas
tahui bahwa kerangka sistem yang terisolasi dapat memperta- kedua meningkat, terbukti bahwa beda tegangan output yang
hankan temperatur sumber heater sebesar 66◦ C di dalam sis- terjadi sebesar 4,435% dari hasil tegangan sebelumnya. Hasil
tem sehingga temperatur yang dilepaskan oleh isolator pada tersebut juga membuktikan bahwa sistem pemanas kedua
lingkungan adalah 34◦ C, yang artinya panas dari sumber da- mampu mempertahankan homogenitas temperatur yang
pat diredam sebesar 66%. Sedangkan penjepit atas plat tem- terjadi pada plat tembaga.
baga yang terbuat dari alumunium hanya dapat mengurangi Kemudian dilakukan pengambilan data untuk mengetahui
panas temperatur sumber sekitar 13%. Pada penelitian ini titik daya keluaran modul TGPR-1W-2V-21S. Gambar 6 menun-

-86
Shanti C. Puspita, dkk. / J. Fis. dan Apl., 13(2), 84-87 (2017)

Uji pembebanan dengan memberikan beban berupa resistor


keramik dengan 6 nilai resistansi yang berbeda.
Gambar 7 menunjukkan kurva pembebanan yang terjadi
pada TGPR-1W-2V-21S saat tegangan TEG maksimal yaitu
12,29 volt. Diperoleh informasi bahwa ketika tegangan diper-
tahankan pada nilai 11,4 volt maka arus yang terjadi pada
TEG bernilai rendah yaitu 0,224 ampere. Jika dipertahankan
pada tegangan terendahnya 3,03 volt arus yang terjadi se-
makin besar yaitu 0,78 ampere. Berdasarkan kurva pem-
bebanan pada analisis data TGPR-1W-2V-21S, dapat disim-
pulkan bahwa aki dapat terisi dengan tegangan yaitu 6 volt
dengan posisi besar nilai arus berkisar 0,43-0,45 ampere.
Maka selanjutnya dilakukan pengisian aki dengan pembe-
banan pada tegangan keluaran menggunakan resistor keramik
13 sesuai dengan perhitungan matematis.
Gambar 7: Kurva pembebanan pada TGPR-1W-2V-21S. Gambar 8 menunjukkan grafik pengisian baterai dengan
jangka waktu yaitu 30 menit (1800 sekon). TEG dikondisikan
mencapai tegangan maksimal, kemudian diberibeban sesuai
dengan perhitungan matematis lalu dilakukan untuk pengisian
aki. Pada penelitian ini hanya dilakukan pengisian selama 30
menit bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem dapat
member tegangan konstan untuk pengisian aki. Waktu yang
diperlukan berkisar antara 10 hingga 11jam untuk pengisian
agar aki 6 volt 4,5Ah dapat terisi penuh, hal ini ditinjau dari
daya yang dihasilkan aki sebesar 27 watt, sedangkan daya out-
put TEG saat 6 volt dan 0,43 ampere hanya berkisar 2,5-2,58
watt. Arus keluaran dan tegangan yang dihasilkan oleh TEG
sudah sesuai dengan spesifikasi pengisian aki, yaitu 10% dari
kapasitas arus aki. Sehingga daya keluaran dari TEG ini dapat
digunakan untuk pengisian aki.

IV. SIMPULAN
Gambar 8: Kurva pengisian aki.
Pembaruan sistem pemanas dengan menggunakan sield
alumunium dapat meningkatkan tegangan keluaran genera-
jukkan grafik keluaran dari TGPR-1W-2V-21S dengan nilai tor termoelektrik sebesar 4,435% dari penelitian sebelumnya
∆T = 124,5◦ C yang distabilkan oleh sistem kontrol pemanas. dengan menggunakan SP184827145SA yaitu sebesar 0,55 ±
Modul TEG ini dapat menghasilkan tegangan keluaran sebe- 0,05 volt (dengan toleransi alat ukur 5% atau 0,05 volt), dan
sar 12,29 volt saat 3 modul disusun seri. Serta dapat bekerja pengisian aki dengan menggunakan TGPR-1W-2V-21S da-
hingga panas yang diterima TEG mencapai 200◦ C dengan T pat menghasilkan tegangan sebesar 6 ± 0,05 volt dengan be-
hingga 125,25◦ C. Selain dilakukan uji kestabilan sistem pem- sar arus 0,43 ± 0,015 ampere yang memerlukan lama waktu
anas, dilakukan pula pengujian terhadap daya keluaran TEG. pengisian 10jam.

[1] X.F. Zheng, C.X. Liu, Y.Y. Yan,Q.Wang, A Review of Thermo- [3] N. Putra, R.A. Koestoer, M. Adhitya, Ardian Roekettino, dan
electrics Research Recent Developments and Potentials for Sus- Bayu Trianto, Potensi Pembangkit Daya Thermoelektrik Untuk
tainable and Renewable Energy Applications (Nottingham NG7 Kendaraan Hibrid, Depok 16424, Indonesia, 2009.
2RD, UK, 2014). [4] G.J. Snyder, Small Thermoelectric Generators (The Electro-
[2] M. Abrar, Studi Karakterisasi Modul Generator Thermoelek- chemical Society Interface, Fall, 2008).
trik Tipe SP184827145SA, Tugas Akhir, Fisika-FMIPA, ITS-
Surabaya, 2016.

-87
ISSN, p: 1858-036X
VOLUME 13, NOMOR 2 (2017) e: 2460-4682

JFA
Jurnal Fisika dan Aplikasinya DAFTAR ISI
Ajeng Eliyana, dan Toto Winata: Karakterisasi FTIR pada Studi Awal Penumbuhan CNT dengan
Prekursor Nanokatalis Ag dengan Metode HWC-VHF-PECVD ................................................ 39 - 43
Sinta Maemuna, Darsono, dan Budi Legowo: Identifikasi Akuifer di Sekitar Kawasan Karst
Gombong Selatan Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen dengan Metode Geolistrik
Konfigurasi Schlumberger .......................................................................................................... 44 - 48
Dairoh, dan Wiwit Suryanto: Dekomposisi Wavelet Data Seismik Broadband dari Stasiun

Wanagama Yogyakarta pada saat LetusanGunung Merapi 2010 ............................................. 49 - 55


Anisa Khoiriah, Utari, dan Budi Purnama Pengaruh Doping Ion Alumunium pada

Kurva Serapan FTIR dan Struktur Kristal Nanopartikel Kobalt Ferit Hasil Kopresipitasi ............ 56 - 58
Yoyok Cahyono, Fuad D. Muttaqin, Umi Maslakah, Malik A. Baqiya, M. Zainuri,

Eddy Yahya, Suminar Pratapa, dan Darminto: Efek Staebler-Wronski dan Pengaruh Waktu Anil
pada Lapisan Instrinsik Silikon Amorf Terhidrogenasi (a-Si:H) .................................................. 59 - 62

Irwansyah Ramadhani dan Bagus Jaya Santosa: Relokasi Hypocentre Gempabumi

dengan Velest (JHD) dan Estimasi Sesar Daerah Sumatra Selatani .......................................... 63 - 73
Fitri Puspasari, dan Wahyudi: Distribusi Coulomb Stress Akibat Gempabumi Tektonik Selatan
Pulau Jawa berdasarkan Data Gempa Tektonik 1977-2000 ...................................................... 74 - 77

Bagus Jaya Santosa, and Bintoro Anang Subagyo: Local Waveforms Analysis to Estimate

the Fault Plane of May 2008 Sumatra Earthquakes ................................................................... 78 - 83


Shanti Candra Puspita, Hasto Sunarno, dan Bachtera Indarto: Generator Termoelektrik
untuk Pengisisan Aki ................................................................................................................... 84 - 87

Rafika Andari: Sintesis dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) dengan

Sensitizer Antosianin dari Bunga Rosella ................................................................................... 88 - 95

DEPARTEMEN FISIKA, FMIPA


Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
ISSN, p: 1858-036X
VOLUME 13, NOMOR 2 (2017) e: 2460-4682

JFA
Jurnal Fisika dan Aplikasinya DAFTAR ISI
Ajeng Eliyana, dan Toto Winata: Karakterisasi FTIR pada Studi Awal Penumbuhan CNT dengan
Prekursor Nanokatalis Ag dengan Metode HWC-VHF-PECVD ................................................ 39 - 43
Sinta Maemuna, Darsono, dan Budi Legowo: Identifikasi Akuifer di Sekitar Kawasan Karst
Gombong Selatan Kecamatan Buayan Kabupaten Kebumen dengan Metode Geolistrik
Konfigurasi Schlumberger .......................................................................................................... 44 - 48
Dairoh, dan Wiwit Suryanto: Dekomposisi Wavelet Data Seismik Broadband dari Stasiun
Wanagama Yogyakarta pada saat LetusanGunung Merapi 2010 ............................................. 49 - 55

Anisa Khoiriah, Utari, dan Budi Purnama Pengaruh Doping Ion Alumunium pada
Kurva Serapan FTIR dan Struktur Kristal Nanopartikel Kobalt Ferit Hasil Kopresipitasi ............ 56 - 58

Yoyok Cahyono, Fuad D. Muttaqin, Umi Maslakah, Malik A. Baqiya, M. Zainuri,


Eddy Yahya, Suminar Pratapa, dan Darminto: Efek Staebler-Wronski dan Pengaruh Waktu Anil

pada Lapisan Instrinsik Silikon Amorf Terhidrogenasi (a-Si:H) .................................................. 59 - 62

Irwansyah Ramadhani dan Bagus Jaya Santosa: Relokasi Hypocentre Gempabumi


dengan Velest (JHD) dan Estimasi Sesar Daerah Sumatra Selatani .......................................... 63 - 73
Fitri Puspasari, dan Wahyudi: Distribusi Coulomb Stress Akibat Gempabumi Tektonik Selatan

Pulau Jawa berdasarkan Data Gempa Tektonik 1977-2000 ...................................................... 74 - 77

Bagus Jaya Santosa, and Bintoro Anang Subagyo: Local Waveforms Analysis to Estimate
the Fault Plane of May 2008 Sumatra Earthquakes ................................................................... 78 - 83
Shanti Candra Puspita, Hasto Sunarno, dan Bachtera Indarto: Generator Termoelektrik

untuk Pengisisan Aki ................................................................................................................... 84 - 87

Rafika Andari: Sintesis dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cells (DSSC) dengan
Sensitizer Antosianin dari Bunga Rosella ................................................................................... 88 - 95

DEPARTEMEN FISIKA, FMIPA


Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
J URNAL F ISIKA DAN A PLIKASINYA VOLUME 13, N OMOR 2 J UNI 2017

Sintesis dan Karakterisasi Dye Sensitized Solar Cells


(DSSC) dengan Sensitizer Antosianin dari Bunga Rosella
Rafika Andari∗
Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Padang, Jalan Gajah Mada Kandis Nanggalo, Padang, 25143

Intisari
Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan mengkarakterisasi DSSC menggunakan sensitizer antosianin
dari ekstrak kelopak bunga rosella (hibiscus sabdariffa), mengetahui pengaruh konsentrasi larutan elektrolit dan
lama perendaman sel dalam ekstrak dye terhadap efisiensi yang dihasilkan sel surya, dan mengetahui besar arus
listrik yang dihasilkan DSSC dari sumber cahaya matahari langsung dan cahaya lampu halogen 150 watt. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa DSSC dapat dibuat dengan menggunakan kombinasi bahan anorganik TiO2 den-
gan bahan organik dye dari ekstraksi bunga rosella. Efisiensi tertinggi didapatkan pada lama perendaman 30
menit. Pada sumber cahaya matahari nilai efisiensi tertinggi (0,52%) didapat pada konsentrasi elektrolit 0,5 M.
Sedangkan pada sumber cahaya lampu halogen nilai efisiensi tertinggi (0,49%) didapat pada konsentrasi elek-
trolit 0,3 M. DSSC yang dibuat telah berhasil mengkonversi energi surya menjadi energi listrik dengan sumber
cahaya matahari dan cahaya lampu halogen dengan arus maksimum masing-masing sebesar 0,28 mA dan 0,09
mA. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa karakteristik penentu performansi sel surya diantaranya struktur, jenis
dye (karakteristik absorpsi cahaya), konsentrasi larutan elektrolit dan sumber cahaya yang digunakan.

ABSTRACT

This research aims to make and characterize DSSC using anthocyanin sensitizer from rosella (hibiscus sab-
dariffa) petals, to know the effect of electrolyte concentration and soaking time in dye extract on solar cell0 s
efficiency, and to know the amount of electrical current produced by DSSC from direct sunlight and 150 watt
halogen lamp. This research included the production of TiO2 paste, dye solution preparation from rosella petals,
electrolyte solution preparation, counter-electrode carbon preparation, DSSC fabrication, testing, and character-
ization. Research results showed that DSSC could be made by combining inorganic matter such as TiO2 and
organic dye from rosella flower extract. The highest efficiency was produced by 30 minutes soaking time. In
direct sunlight, the highest efficiency (0,52%) was produced from the electrolyte concentration of 0,5M. Mean-
while, in 150 watt halogen lamp, the highest efficiency (0,49%) was produced from the electrolyte concentration
of 0,3M. The DSSC was able to convert solar energy to electrical energy from sunlight and 150 watt halogen
lamp with the maximum electrical current of 0,28 mA and 0,09 mA respectively. Therefore, it could be con-
cluded that the main characteristics that determine solar cells performance were structure, type of dye (light
absorbance characteristic), electrolyte solution concentration, and the source of light.

K ATA KUNCI : Dye-Sensitized Solar Cell, Hibiscus sabdariffa, anthocyanin


http://dx.doi.org/10.12962/j24604682.v13i2.2751

I. PENDAHULUAN gai akibat penyerapan cahaya oleh bahan tersebut. Salah


satu mekanisme yang bekerja berdasarkan sistem fotovoltaik
adalah sel surya. Pada sel surya, foton dari radiasi matahari
Energi matahari merupakan sumber energi yang terbesar, diserap kemudian dikonversikan menjadi energi listrik. Sel
kontinyu, tidak mengandung polusi, tidak habis dipakai, dan surya yang banyak digunakan saat ini adalah sel surya konven-
gratis. Saat ini, energi matahari belum digunakan sebagai sional berbasis teknologi silikon. Namun demikian, biaya pro-
sumber energi primer karena penyediaan energi masih bergan- duksi silikon sangat mahal sehingga biaya konsumsinya lebih
tung pada berbagai sumber bahan bakar fosil. Terhitung se- mahal daripada sumber energi fosil. Selain itu proses fabrikasi
jak tahun 2002, ketersediaan cadangan sumber energi fosil di sel surya silikon juga menggunakan bahan kimia berbahaya.
seluruh dunia semakin menipis [1]. Untuk mengatasi krisis
energi dan mendukung kelangsungan hidup manusia, dapat DSSC adalah salah satu teknologi sel surya non-
dilakukan konversi energi matahari menjadi energi listrik. konvensional yang berkembang sejalan dengan perkemban-
Konversi energi matahari menjadi energi listrik berlang- gan nanoteknologi. DSSC terdiri dari nanokristal TiO2 se-
sung melalui sistem sel fotovoltaik. Efek fotovoltaik adalah bagai fotoelektroda, dye sebagai penyerap cahaya, dan elek-
peristiwa terlepasnya muatan listrik di dalam bahan seba- trolit sebagai pendonor elektron disusun dengan struktur sand-
wich. Pada dasarnya prinsip kerja dari DSSC merupakan
reaksi dari transfer elektron. Proses pertama dimulai den-
gan terjadinya eksitasi elektron pada molekul dye akibat ab-
∗ E- MAIL : rafika.andari09@gmail.com sorpsi foton. Proses kedua terjadi pada elektroda negatif (an-

-88 2460-4682
c Departemen Fisika FMIPA ITS
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)

oda), yaitu pada lapisan TiO2 dimana elektron tereksitasi ke-


mudian terinjeksi menuju pita konduksi TiO2 sehingga dye
teroksidasi. Dengan adanya donor elektron oleh elektrolit (I− )
maka molekul dye kembali ke keadaan awalnya dan mence-
gah penangkapan kembali elektron oleh dye yang teroksi-
dasi. Pada proses ketiga, setelah mencapai elektroda ITO,
elektron mengalir menuju counter-elektrode yang berperan
sebagai elektroda positif (katoda) melalui rangkaian ekster-
nal. Proses selanjutnya, dengan adanya katalis pada counter-
elektrode, elektron diterima oleh elektrolit sehingga hole yang
terbentuk pada elektrolit (I3− ), akibat donor elektron pada
proses sebelumnya, berekombinasi dengan elektron memben-
tuk iodida (I− ). Proses terakhir, iodida ini digunakan untuk
mendonor elektron kepada dye yang teroksidasi, sehingga ter-
bentuk suatu siklus transport elektron. Dengan siklus ini ter-
jadi konversi langsung dari cahaya matahari menjadi listrik
[2].
Keunggulan DSSC adalah tidak memerlukan bahan dengan
kemurnian tinggi sehingga biaya produksinya relatif rendah
[3]. Berbeda dengan sel surya konvensional, pada DSSC ab-
sorpsi cahaya dan transfer muatan listrik terjadi pada proses
yang terpisah. Absorpsi cahaya dilakukan oleh molekul
dye, sedangkan transfer muatan dilakukan oleh semikonduk-
tor anorganik nanokristal yang memiliki celah pita relatif be- Gambar 1: Alur tahapan pembuatan DSSC.
sar. Salah satu semikonduktor yang sering digunakan adalah
titanium dioksida (TiO2 ) yang relatif murah, banyak dijumpai,
inert, dan juga tidak beracun [4]. Bahan dye yang digunakan antosianin yang tinggi, diharapkan dye dari kelopak bunga
harus mampu menyerap spektrum cahaya yang lebar dan co- rosella mampu menghasilkan efisiensi sel surya yang tinggi.
cok dengan celah pita energi TiO2 sebesar 3,2 eV. Pada DSSC, Tujuan penelitian ini antara lain: 1) membuat dan
TiO2 harus memiliki permukaan yang luas sehingga dye yang mengkarakterisasi DSSC menggunakan sensitizer antosianin
terserap lebih banyak sehingga dapat meningkatkan arus kelu- dari ekstrak kelopak bunga rosella, 2) mengetahui pengaruh
aran sel surya. konsentrasi larutan elektrolit dan lama perendaman sel dalam
Dye sebagai sensitizer meliputi dye sintesis dan dye alami. ekstrak dye terhadap efisiensi yang dihasilkan sel surya, dan
DSSC komersial menggunakan dye sintesis berjenis ruthe- 3) mengetahui besar arus listrik yang dihasilkan DSSC dari
nium complex dengan efisiensi 9,2%. Namun, ketersediaan sumber cahaya matahari langsung dan cahaya lampu halogen
dan harganya mahal sehingga muncul alternatif pengganti 150 watt.
yaitu dye alami hasil ekstraksi dari bagian-bagian tumbuhan
[3]. Berbagai jenis ekstrak tumbuhan telah digunakan seba-
gai fotosentizer pada sistem sel surya tersensitisasi dye. Dye- II. METODOLOGI
sensitizer alami yang pernah digunakan dalam sistem DSSC
diantaranya yaitu, kol merah [3], bunga rosella [5, 6], buah Tahapan dalam penelitian ini meliputi pembuatan pasta
naga [7] dan bluberi dan kranberi [8]. Zat warna alami terse- TiO2 , preparasi larutan dye dari kelopak bunga rosella,
but terbukti mampu memberikan efek fotovoltaik walaupun preparasi larutan elektrolit, preparasi counter-elektrode
efisiensinya masih jauh lebih kecil dibandingkan zat warna karbon, fabrikasi DSSC, dan yang terakhir yaitu pengujian
sintetis [6]. dan karakterisasi. Adapun alur dari tahapan tersebut dapat
Dalam penelitian terdahulu, bunga rosella digunakan seba- dilihat pada Gambar 1.
gai sumber dye [5]. Bunga rosella diekstrak dengan pem-
anasan pada temperatur 50◦ C. Hasil penelitian menunjukkan
nilai efisiensi sel surya sebesar 0,71%. Pada penelitan ini Pembuatan pasta TiO2
penulis mengekstraksi bunga rosella dengan perendaman pada
waktu tertentu tanpa pemanasan. Cara ekstraksi yang berbeda Tahap preparasi pasta TiO2 dilakukan dengan teknik lapisan
dapat menghasilkan nilai efisiensi yang berbeda sehingga tebal dengan mencampurkan 3,07 gram polivinil alkohol
peneliti ingin menyelidiki lebih lanjut pada penelitian ini. (PVA) ke dalam 30 ml aquades, kemudian mengaduknya
Pada penelitian ini digunakan kelopak bunga rosella se- selama 30 menit pada temperatur 40◦ C menggunakan mag-
bagai sumber dye karena mengandung senyawa antosianin netic stirrer. Kemudian, sebanyak 3,10 gram bubuk TiO2
yang tinggi [7]. Antosianin adalah pigmen merah dan ungu ditambahkan hingga terbentuk pasta. Viskositas pasta diatur
pada kelopak bunga, dan merupakan senyawa yang mampu melalui banyaknya binder yang digunakan.
menyerap cahaya matahari dengan baik. Dengan kandungan

-89
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)

TABEL I: Perbandingan banyaknya zat yang digunakan untuk pem-


buatan larutan elektrolit.
Konsentrasi Banyaknya Bahan
Larutan Kalium Iodida Asetonitril Gramiodin
I− dan I3− (gram) (ml) (gram)
0,5 M 0,83 10 0,127
0,3 M 0,49 10 0,076
0,1 M 0,166 10 0,025 Gambar 2: Skema area deposisi pasta TiO2 .

Preparasi larutan dye

Pelarut yang sering digunakan untuk dye antara lain etanol


95%, metanol, air dan heksana [9]. Larutan dye dibuat den-
gan menghaluskan 10,2 gram kelopak bunga rosella segar dan
menambahkan 5 ml etanol 95%, 4 ml asam asetat, dan 21 ml
aquades. Setelah perendaman selama 24 jam, antosianin diek-
strak dengan menggunakan kertas saring Whatman dan dita-
mpung dalam botol berwarna gelap.
Gambar 3: Skema rangkaian listrik pengujian sel surya.
Persiapan larutan elektrolit

Larutan elektrolit yang dipersiapkan adalah larutan elektrolit Pengujian dan karakterisasi
I− dan I3− 0,5 M; I− dan I3− 0,3 M; serta I− dan I3− 0,1 M.
Elektrolit redoks, biasanya berupa pasangan iodide dan trio-
Tahapan uji meliputi pengujian lapisan TiO2 , pengujian ab-
dide (I-/I3-) yang bertindak sebagai mediator redoks sehingga
sorpsi dye, dan pengujian arus listrik.
dapat menghasilkan proses siklus di dalam sel [9]. Larutan
tersebut dibuat dengan mencampurkan kalium iodida (KI) ke
dalam asetonitril hingga larut dan menambahkan gramiodin. 1. Pengujian lapisan TiO2
Larutan kemudian disimpan dalam botol tertutup. Perbandin- Pengujian dilakukan dengan dua macam pengukuran
gan bahan yang dilakukan untuk masing-masing konsentrasi yaitu XRD dan SEM. Untuk menghitung ukuran kristal
dapat dilihat pada Tabel I. TiO2 digunakan persamaan Scherrer [1]. Karakterisasi
dilakukan di PTBIN-BATAN, Serpong dengan meng-
Persiapan counter-elektrode karbon gunakan alat Philips tipe APD 3520 dengan jangkauan
sudut difraksi 2θ = 20◦ -100◦ .
Sumber karbon diperoleh dari grafit pensil 2B yang diarsir Selain XRD, analisis struktur morfologi sampel TiO2
pada bagian konduktif ITO hingga merata. Kaca dibakar di juga dilakukan dengan SEM di PTBIN-BATAN, Ser-
atas nyala lilin dengan posisi arsiran menghadap api. Pem- pong dengan menggunakan alat SEM JEOL JSM-6510
bakaran dilakukan hingga jelaga api menutupi permukaan LA pada tegangan 10 kV.
konduktif ITO.

Fabrikasi DSSC 2. Pengujian absorpsi dye


Analisis profil absorpsi dye dilakukan dengan menggu-
Fabrikasi DSSC dilakukan dengan mendeposisikan pasta nakan UV-VIS Spektrometer dengan instrumen spek-
TiO2 pada ITO berukuran 1×2 cm2 di bagian konduktif se- trofotometer UV-VIS Lambda 25 Perkin Elmer dengan
hingga terbentuk area seluas 1×1 cm2 seperti pada Gambar rentang panjang gelombang cahaya 400-700 nm.
2. Proses deposisi dilakukan dengan metode doctor blade.
Lapisan yang terbentuk dikeringkan selama 15 menit dan 3. Pengujian arus listrik
dibakar dalam oven listrik pada temperatur 150◦ C selama 30 Uji tegangan dan arus listrik dilakukan dengan poten-
menit. Lapisan TiO2 direndam dalam larutan dye selama 10, tiometer. Skema rangkaian listrik pada pengujian ini
20, dan 30 menit. Selanjutnya, ITO dibilas dengan aquades dapat dilihat pada Gambar 3.
dan etanol dan dibiarkan mengering untuk adsorpsi sianin ke
permukaan TiO2 . Sianin menggantikan OH− dari struktur Sumber cahaya yang digunakan yaitu cahaya matahari
Ti(IV) yang berkombinasi dengan proton dari grup antosianin langsung dan cahaya lampu halogen 150 Watt. Cahaya
[3]. Counter-elektrode karbon diletakkan pada lapisan TiO2 diarahkan tegak lurus terhadap permukaan sel surya
dengan struktur sandwich, masing-masing ujung diberi offset dengan jarak 30 cm dari sumber cahaya. Karakter-
sebesar 0,5 cm untuk kontak elektrik. Kemudian kedua sisi di- isasi pada sumber cahaya matahari dilakukan antara
jepit dengan klip untuk memantapkan struktur sel. Pada ruang pukul 11.00-13.00 WIB saat iluminasi cahaya cerah
antar elektroda diteteskan larutan elektrolit sebanyak 2 tetes. yang terukur melalui luxmeter.

-90
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)

Gambar 5: Pola XRD elektroda TiO2 yang telah direndam dalam


Gambar 4: Pola XRD elektroda TiO2 .
larutan dye selama 10 menit.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi elektroda TiO2

1. Hasil Analisis XRD

Gambar 4 menunjukkan pola difraksi elektrodea TiO2


pada kaca ITO, tampak dalam gambar bahwa puncak
karakteristik TiO2 yang muncul pada orientasi sudut
2θ yang berbeda, antara lain 101, 200, 004, 105, 211.
Puncak-puncak TiO2 ini dominan dengan persentase
terbanyak fasa kristal anatase. Berdasarkan kartu in-
terpretasi, kristal yang terbentuk adalah anatase sesuai
JCPDS No. 21-1272 dan rutile sesuai JCPDS No. 21- Gambar 6: Pola XRD elektroda TiO2 yang telah direndam dalam
1276. Intensitas pola difraksi sampel yang cukup tinggi larutan dye selama 30 menit.
menunjukkan bahwa derajat kristalinitas baik. Dengan
menggunakan persamaan Scherrer pada indeks bidang
miller (101), ukuran kristal terhitung 43,76 nm. Ukuran Kedua sudut tersebut hampir sama dengan sudut pada
tersebut cukup jauh berbeda dengan hasil penelitian se- kondisi sebelum perendaman yaitu 2θ = 25,26◦ .
belumnya oleh Marwati [11] yang memperoleh ukuran
kristal TiO2 sebesar 17,36 nm. 2. Hasil analisis SEM
Karakterisasi SEM dengan perbesaran 20.000 kali di-
Berdasarkan hasil XRD dapat diketahui bahwa TiO2
lakukan untuk mengetahui mikrostruktur lapisan TiO2
yang diuji sesuai untuk diaplikasikan dalam DSSC
pada substrat kaca ITO. Berdasarkan hasil analisis,
karena fasa kristal anatasenya memiliki kemampuan fo-
diketahui bahwa lapisan yang diperoleh memiliki struk-
toaktif yang tinggi dan derajat kristalinitas cukup baik
tur berpori namun partikel TiO2 belum tersebar mer-
sehingga dapat meningkatkan efisiensi sel surya. Se-
ata di seluruh permukaan. Struktur pori yang terli-
lain itu, TiO2 dengan struktur nanopori akan menaikkan
hat umumnya adalah struktur pori antarpartikel. Struk-
kinerja sistem karena struktur nanopori mempunyai
tur pori dalam partikel dan profil permukaan tidak da-
karakteristik luas permukaan yang lebih tinggi sehingga
pat diketahui karena keterbatasan resolusi alat dan data
akan menaikkan jumlah molekul zat warna yang terad-
penelitian. Struktur sampel TiO2 dapat dilihat pada
sorp yang implikasinya akan menaikkan jumlah cahaya
Gambar 7.
yang terabsorp [12].
Elektroda TiO2 yang telah direndam larutan dye se- Sebaran diameter ukuran kristal elektroda TiO2 dapat
lama 10 dan 30 menit juga dikarakterisasi dengan XRD. dilihat pada Tabel II. Berdasarkan Tabel II dapat dike-
Hasil karakterisasinya dapat dilihat pada Gambar 5 tahui bahwa jangkauan diameter terbanyak adalah an-
dan 6. Berdasarkan hasil difraksi, dapat diketahui tara 200-350 nm. Diameter ini lebih besar diband-
bahwa persentase terbanyak adalah fasa kristal anatase. ingkan pada penelitian Septina [3] dengan ukuran pori
Pada perendaman 10 menit, puncak karakteristik TiO2 sebesar 100 nm.
tertinggi muncul pada orientasi sudut 2θ = 25,019◦ . Struktur nanopori dari lapisan TiO2 merupakan karak-
Sedangkan pada perendaman 30 menit, puncak karak- teristik penting DSSC. Morfologi lapisan berpori yang
teristik TiO2 muncul pada orientasi sudut 2θ = 25,007◦ . lebih banyak dapat meningkatkan jumlah molekul dye

-91
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)

Gambar 7: Foto SEM sampel TiO2 .


Gambar 9: Spektrum absorpsi dye bunga rosella.

TABEL II: Diagram sebaran ukuran partikel elektroda TiO2 .


TABEL III: Hasil pengukuran tegangan dan arus sel surya menggu-
Jangkauan Jumlah nakan sumber cahaya matahari.
diameter (nm) partikel
Lama perendaman Tegangan (mV) Arus (mA)
0-100 0
dalam larutan dye 0,5 M 0,3 M 0,1 M 0,5 M 0,3 M 0,1 M
100-200 10
10 menit 232,2 222,2 222,6 0,21 0,18 0,13
200-300 12
20 menit 237,2 225,9 221,2 0,28 0,25 0,17
300-400 7
30 menit 237,6 227,6 217,2 0,31 0,28 0,2
400-500 2
500-600 1

Analisis absopsi dye bunga rosella


yang terserap pada permukaan partikel-partikel TiO2 .
Hasil karakterisasi spektrum absorpsi dapat dilihat pada
Semakin banyak volume pori yang terbentuk, maka se-
Gambar 9. Tampak dalam gambar bahwa spektrum absorpsi
makin luas ruang yang dapat ditempati oleh molekul
ekstrak antosianin bunga rosella sekitar 450-600 nm dengan
dye. Hal ini menyebabkan penyerapan foton lebih
panjang gelombang maksimum sekitar 553 nm. Hasil ini
mudah sehingga meningkatkan jumlah elektron terin-
tidak jauh berbeda dibandingkan panjang gelombang maksi-
jeksi ke permukaan TiO2 yang pada akhirnya dapat
mum pada penelitian Wongcharee [5] yaitu 520 nm. Dengan
meningkatkan kemampuan sel surya.
demikian ekstrak bunga rosella sangat signifikan dan dominan
Adapun setelah perendaman dalam larutan dye, pada menyerap cahaya tampak pada spektrum hijau (500-550 nm)
perendaman selama 10 menit lapisan TiO2 memiliki serta bersesuaian dengan warna ekstrak yang kemerahan [13].
struktur berpori namun belum tersebar merata. Sedan- Setelah perendaman selama 10, 20, dan 30 menit, spektrum
gkan pada perendaman selama 30 menit struktur pori absorpsi elektroda TiO2 tersensitisasi antosianin bergeser ke
yang terbentuk lebih rapat. Dengan demikian, semakin arah panjang gelombang 550-600 nm dengan puncak pada
lama waktu perendaman, semakin banyak pula ekstrak sekitar 570 nm akibat perubahan warna dye dari kemerahan
dye yang terserap. Struktur lapisan TiO2 yang telah di- menjadi keunguan. Selain itu, muncul pula pita absorbansi
rendam dapat dilihat pada Gambar 8. pada daerah spektrum ungu (400-430 nm), yang merupakan
karakteristik serapan TiO2 . Pada waktu perendaman yang
lebih lama (30 menit), intensitas absorbans semakin besar.
Nilai absorbans dipengaruhi oleh kandungan antosianin pada
permukaan elektroda TiO2 . Karakterisrik dye dari bunga
rosella ini hampir sama dengan dye jenis ruthenium complex
N719 yang memiliki puncak absorpsi pada panjang gelom-
bang 550 nm dan 400 nm [14]. Dengan demikian, dye bunga
rosella dapat digunakan sebagai alternatif penggunaan dye
sintetis kompleks.

Analisis sel surya

Hasil pengukuran tegangan dan arus sel surya menggu-


nakan sumber cahaya matahari diperlihatkan pada Tabel III
Gambar 8: Foto SEM lapisan TiO2 setelah perendaman dalam laru- untuk masing-masing lama perendaman dalam dye dan kosen-
tan dye, (a) 10 menit (b) 30 menit. trasi elektrolit yang berbeda. Berdasarkan Tabel III, sel surya

-92
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)

TABEL IV: Parameter-parameter sel surya yang diperoleh dengan


sumber cahaya matahari.
Karakterisasi Sampel A Sampel B Sampel C
I-V (0,5 M) (0,3 M) (0,1 M)
Vmax (mV) 238,2 227,3 217,3
Imax (mA) 0,28 0,28 0,20
Pmax (mW) 66,69 63,644 43,46
Isc (mA) 0,3 0,31 0,27
Voc (mV) 234 225,6 217,5
Fill Factor 0,95 0,91 0,74
Efisiensi (%) 0,52 0,50 0,34
Gambar 10: Kurva (a) tegangan dan (b) arus terhadap lama peren-
daman dalam dye menggunakan cahaya matahari.

gan meningkatnya konsentasi elektrolit. Konsentrasi elektrolit


yang besar mempercepat transfer elektron didalam elektroda
TiO2 menuju elektroda karbon sehingga siklus di dalam sel
berjalan baik yang akan menigkatkan kemampuan sel surya.
Hasil penelitian ini cukup baik untuk sel surya skala labora-
torium jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya
sebesar 162,4 mV. Untuk nilai arus maksimum yang diperoleh
sebesar 0,28 mA pada penelitian ini masih cukup bagus bila
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maddu
[3] menggunakan ekstrak kol merah yang memperoleh arus
sebesar 5,6 µA dan menggunakan ekstrak buah delima sebe-
sar 0,07 mA.
Nilai arus keluaran sel surya (disebut juga arus fo-
tonik) yang kecil disebabkan oleh resistansi lapisan elektroda
semikonduktor TiO2 dan elektrolit yang digunakan. Nilai re-
sistansi yang besar mengakibatkan transfer elektron dari dye
Gambar 11: Kurva I-V sel surya dengan sumber cahaya matahari teroksidasi di dalam lapisan TiO2 belum berjalan baik se-
pada lama perendaman dye selama 30 menit. hingga jumlah elektron yang mengalir ke rangkaian luar men-
jadi kecil. Selain itu fungsi dye juga belum optimal dalam
pembangkitan dan injeksi elektron ke lapisan elektroda TiO2 .
dapat mengkonversi energi matahari menjadi listrik dengan Berdasarkan nilai tegangan maksimum dan arus maksimum
tegangan tertinggi sebesar 237,6 mV pada perendaman sel se- dapat diketahui efisiensi sel surya sebesar 0,52%. Diband-
lama 30 menit dengan konsentrasi larutan elektrolit 0,5 M. ingkan sistem sel surya pada penelitian Wongcharee [15]
Sedangkan arus tertinggi yaitu 0,31 mA diperoleh pada peren- yang memiliki nilai efisiensi 0,71% nilai efisiensi sel surya
daman 30 menit dengan konsentrasi larutan elektrolit 0,5 M. pada penelitian ini lebih rendah. Namun demikian nilai ini
Perbandingan tengan dan arus sel surya tersebut dapat diilus- lebih baik dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan
trasikan pada Gambar 10. oleh Marwati [12] sebesar 0,00022% dan 0,00065% serta
Berdasarkan kurva I-V dapat diketahui bahwa perendaman penelitian Artono [6] sebesar 0,21%. Penggunaan jenis dye
yang lebih lama menghasilkan performa sel surya yang lebih yang sama ternyata dapat menghasilkan nilai efisiensi yang
baik. Hal ini karena peningkatan jumlah tegangan seband- berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik yang berbeda
ing dengan peningkatan konsentrasi larutan elektrolit yang di- dari bunga rosella baik dari daerah tempat tumbuhnya maupun
gunakan. Demikian pula arus listrik yang meningkat dengan cara ekstrak bunga rosella tersebut. Selain itu, terdapat perbe-
peningkatan konsentrasi larutan elektrolit. Hasil karakterisasi daan pada substrat yang digunakan sebagai komponen pen-
arus-tegangan sel surya yang direndam dye selama 30 menit dukung DSSC. Perbandingan parameter-parameter keluaran
masing-masing pada konsentrasi 0,5 M; 0,3 M dan 0,1 M di- sel surya pada beberapa penelitian sebelumnya ditunjukkan
tunjukkan pada Gambar 11. pada Tabel V.
Kurva pada Gambar 11 menunjukkan pola yang belum Sementara itu, dengan menggunakan sumber cahaya lampu
cukup idea karena kelengkungan kurva tidak begitu terlihat. halogen 150 watt hasil pengukuran tegangan dan arus sel
Berdasarkan hasil pengukuran nilai arus dan tegangan yang surya diperlihatkan pada Tabel VI. Perbandingan tegangan
telah dibuat dalam bentuk kurva I-V, diperoleh parameter- dan arus sel surya menggunakan sumber cahaya lampu ter-
parameter keluaran sel surya sebagaimana Tabel IV. hadap lama perendaman substrat dalam larutan dye diperli-
Berdasarkan Tabel IV, nilai tegangan maksimum sebesar hatkan pada Gambar 12.
238,2 mV serta arus maksimum sebesar 0,28 mA dihasilkan Kurva pada Gambar 12 menunjukkan bahwa dengan peren-
pada sampel berkonsentrasi elektrolit 0,5 M. Hal ini me- daman yang lebih lama kemampuan sel surya menjadi
nunjukkan nilai tegangan dan arus meningkat seiring den- lebih baik. Peningkatan jumlah tegangan sebanding dengan

-93
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)

TABEL V: Perbandingan hasil keluaran sel surya pada penelitian se-


belumnya.
Parameter Wongcharee Marwati Artono
sel surya (2006) (2007) (2013)
Substat yang kaca konduktif LCD kaca konduktif
digunakan ITO ITO
Sumber dye bunga rosella bunga rosella bunga rosella
Vmax 512 mV 509 mV -
Imax 1,39 mA 0,035 mA -
Pmax 375,3 mW 17,81 mW -
Isc 2,51 mA - 0,301 mA
Voc 488 mV - 481 mV
Fill Factor 0,58 - 0,52
Efisiensi (%) 0,71 0,00065 0,21
Gambar 13: Kurva I-V sel surya dengan sumber cahaya lampu halo-
gen 150 watt pada lama perendaman dye selama 30 menit.

TABEL VI: Hasil pengukuran tegangan dan arus sel surya menggu-
nakan sumber cahaya lampu halogen 150 Watt. TABEL VII: Parameter-parameter sel surya dengan sumber cahaya
Lama perendaman Tegangan (mV) Arus (mA) lampu halogen 150 watt.
dalam larutan dye 0,5 M 0,3 M 0,1 M 0,5 M 0,3 M 0,1 M Karakterisasi Sampel A Sampel B Sampel C
I-V (0,5 M) (0,3 M) (0,1 M)
10 menit 95,6 139,6 81,6 0,04 0,03 0,02
20 menit 120,4 169,3 92,7 0,07 0,06 0,03 Vmax (mV) 124,5 171,5 101,5
30 menit 124,3 172,5 102,5 0,08 0,09 0,06 Imax (mA) 0,08 0,09 0,07
Pmax (mW) 11,205 15,435 7,105
Isc (mA) 0,12 0,10 0,11
Voc (mV) 125,0 174,6 102,3
peningkatan konsentrasi larutan elektrolit yang digunakan.
Fill Factor 0,74 0,78 0,63
Demikian pula dengan jumlah arus listrik yang diperoleh Efisiensi (%) 0,32 0,49 0,22
meningkat dengan peningkatan konsentrasi larutan elektrolit
yang digunakan. Hasil karakterisasi arus-tegangan sel surya
ditunjukkan pada Gambar 13. untuk sel surya yang direndam
dye selama 30 menit masing-masing pada konsentrasi 0,5 M; murniannya akibat penggunaan untuk pengujian sampel yang
0,3 M dan 0,1 M. bervariasi.
Berdasarkan hasil pengukuran nilai arus dan tegangan yang Nilai tegangan maksimum dengan sumber cahaya lampu
telah dibuat dalam bentuk kurva I-V, diperoleh parameter- halogen 150 watt adalah sebesar 171,5 mV; sedangkan nilai
parameter keluaran sel surya yang ditunjukkan pada Tabel arus maksimum sebesar 0,09 mA. Berdasarkan nilai tegan-
VII. Hasil pengukuran menunjukkan dengan lama peren- gan maksimum dan arus maksimum dapat diketahui efisiensi
daman yang sama (30 menit), nilai efisiensi sel surya menggu- sel surya, yaitu 0,49%. Nilai efisiensi pada penelitian ini
nakan cahaya lampu halogen 150 watt menunjukkan nilai tert- lebih tinggi jika dibandingkan dengan efisiensi pada peneli-
inggi pada konsentrasi elektrolit 0,3 M. Hal ini menyatakan tian Maddu [3] yang menggunakan lampu halogen 24 watt,
bahwa konsentrasi larutan elektrolit yang lebih besar (0,5 M) yaitu sebesar 0,034%. Hal ini disebabkan perbedaan intensitas
menghasilkan efisiensi yang lebih rendah. Ini dapat terjadi lampu halogen yang digunakan lebih besar sehingga cahaya
kemungkinan disebabkan oleh larutan yang kurang terjaga ke- yang diserap oleh molekul dye lebih banyak dan mempercepat
transfer elektron pada elektroda TiO2 yang pada akhirnya
akan meningkatkan kinerja sel surya.
Hasil pengujian menggunakan sumber cahaya lampu lebih
rendah dibandingkan dengan menggunakan cahaya matahari.
Nilai tegangan yang lebih besar dari sumber cahaya mata-
hari disebabkan cahaya matahari mempunyai intensitas ca-
haya yang lebih tinggi selain itu spektrum cahaya yang di-
pancarkan lebih lebar. Oleh karena itu cahaya matahari meru-
pakan sumber iluminansi yang paling efektif untuk pengujian.

IV. SIMPULAN

Gambar 12: Kurva (a) tegangan dan (b) arus terhadap lama peren- Beberapa simpulan yang didapatkan berdasarkan hasil
daman dalam dye menggunakan cahaya lampu halogen 150 watt. penelitian antara lain:

-94
Rafika Andari / J. Fis. dan Apl., 13(2), 88-95 (2017)

1. Nilai efisiensi meningkat seiring dengan peningkatan 2. DSSC yang dibuat dengan memvariasikan lama peren-
konsentrasi elektrolit dan lama perendaman sel dalam daman dalam ekstrak dye dan variasi konsentrasi laru-
ekstrak dye bunga rosella. Efisiensi tertinggi didap- tan elektrolit telah berhasil mengkonversi energi surya
atkan pada lama perendaman 30 menit. Untuk sumber menjadi energi listrik dengan sumber cahaya matahari
cahaya matahari nilai efisiensi tertinggi (0,52%) dida- dan cahaya lampu halogen 150 watt dengan arus mak-
pat pada konsentrasi elektrolit 0,5 M. Sedangkan untuk simum masing-masing sebesar 0,28 mA dan 0,09 mA.
sumber cahaya lampu halogen 150 watt nilai efisiensi
tertinggi (0,49%) didapat pada konsentrasi elektrolit 0,3
M.

[1] V.A. Quan, Degradation of the Solar Cell Dye Sensitizer N719 2017.
Preliminary Building of Dye-Sensitized Solar Cell, Master The- [9] Sudjadi, Penentuan Struktur Senyawa Organik (Ghalia Indone-
sis, Roskilde University, Denmark, 2006. sia, Bandung, 1983).
[2] R. Sastrawan, Photovoltaic Modules of Dye Solar Cells , Disser- [10] G.P. Smestad et al., Journal Chemistry Education, 75(6), 1
tation, University of Freiburg, 2006. (1998).
[3] A. Maddu, Makara, Teknologi, 11(2), 78-84 (2007). [11] R. Marwati, Penggunaan Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa)
[4] M. Grȧtzel, Journal of Photochemistry and Photobiology, 4, 145- sebagai Zat Warna pada Dye sensitized Solar Cell (DSSC), Ju-
153 (2003). rusan Kimia FMIPA ITB, Bandung, 2010.
[5] K. Wongcharee, et al., Solar Energy Materials and Solar Cells, [12] J. Helme, Dye-Sensitized Nanostructured and Organic Photo-
91(7), 566-571 (2007). voltaic Cell: technical review and prelimary test, Master’s thesis,
[6] M. Artono, Fabrikasi Dye sensitized Solar Cell Menggunakan Helsinski University of Technology, 2002.
Natural Dye sebagai Alternatif Dye Ruthenium, Program Studi [13] Sukardjo, Kimia Koordinasi (PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1992).
Teknik Fisika Fakultas Teknologi Industri ITB, Bandung, 2013. [14] J. Zhan, et al., An Investigation of the Performance of Dye-
[7] T. Ariyanto, Analisis Efisiensi Dye sensitized Solar Cell (DSSC) Sensitized Nanocrystalline Solar Cell with Anthocyanin Dye and
Menggunakan Kulit Buah Naga Merah dan Kulit Buah Naga Ruthenium Dye as the Sensitizers (Roskilde University Project,
Merah, Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Indus- 2006).
tri, ITB, Bandung, 2013. [15] L. Anggraini, Pembuatan Dye Sensitized Solar-Cell Dengan
[8] L.Vania, Investigasi Kinerja DSSC (Dye-sensitized Solar Cell) Memanfaatkan Sensitizer Ekstrak Kol Merah, Jurusan Kimia
Tersensitasi Ekstrak Bluberi dan Kranberi sebagai Sumber Pe- Universitas Diponegoro, Semarang, 2009.
meka Antosianin, Departemen Kimia FMIPA, ITB, Bandung,

-95
Jurnal Fisika dan Aplikasinya
Informasi untuk Penulis

Jurnal Fisika dan Aplikasinya (JFA) hanya menerbitkan hasil


penelitian yang orisinil, belum pernah diterbitkan ditempat [3] Y. Waseda, E. Matsubara, and K. Shinoda, X-Ray
lain serta tidak dalam proses pertimbangan untuk diterbitan Diffraction Crystallography: Introduction, Examples,
ditempat lain, dalam bahasa apapun. and Solved Problems (Springer-Verlag, Berlin Heidel-
berg, 2011).
NASKAH
Naskah hendaknya ditulis dengan spasi ganda pada kertas
a4 dengan margin: kiri 3cm, atas 2,5cm, kanan 2,5cm, [4] T. Yoshioka, and G. Grause, Hydrolysis of Polyesters
bawah 2,5cm, dengan layout satu kolom (layout dua kolom and Polycarbonates in Polyester: Properties, Prepa-
akan dilakukan oleh tim editor), dan sangat disarankan ration and Application, edited by H. Yamashita and
untuk menggunakan LATEX dengan REVTEX 4-style. Namun Y. Nakano, Nova Science Publishers, Inc., New York,
demikian makalah yang ditulis menggunakan word-processor 2008.
seperti MS-word tetap kami terima.
[5] B.M. Curtin, Photonic crystal back-reflectors for light
Bahasa. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau management and enhanced absorption in a-Si:H solar
Bahasa Inggris. cells, Thesis M.Sc, Iowa State University Ames, Iowa,
Nama Penulis. Nama Penulis ditulis lengkap (tanpa 2009.
gelar/sebutan apapun) disertai instansi dan alamat lengkap.
Penulis yang bertanggung jawab untuk berkorespondensi Data yang tidak dipublikasikan atau hanya hasil komunikasi
diharapkan dapat mencantumkan alamat e-mailnya. pribadi, tidak boleh dimasukkan dalam daftar acuan.
Judul dan abstract. Judul dan abstract ditulis dalam bahasa
Indonesia dan Inggris. Jumlah kata dalam abstract tidak REVISI
lebih dari 200 kata, dan berisi aspek penting dan hasil pokok Naskah akan dinilai oleh Dewan Redaksi. Kriteria penilai-
penelitian tersebut. an meliputi orisinalitas, kebenaran isi, kejelasan uraian,
Kata Kunci/Keywords. Setiap naskah harus disertai kata dan kesesuaian dengan sasaran jurnal. Dewan Redaksi
kunci/keyword, maksimal 4 (empat) kata kunci, ditulis dalam berwenang untuk menerima atau menolak, maupun meminta
Bahasa Inggris. penulis untuk memperbaiki naskahnya. Apabila naskah diki-
rimkan kembali ke penulis untuk diperbaiki, maka hendaknya
GAMBAR DAN TABEL penulis merevisinya sesuai dengan komentar/saran dari dewan
Setiap gambar dan tabel harus diberi keterangan yang je- redaksi. Namun demikian, penulis berhak memberikan banta-
las dan dibuat pada kertas tersendiri (tidak ditempelkan pada han atas komentar/saran dewan redaksi tersebut.
naskah). Gambar dan table harus diberi nomor secara urut
sesuai urutan pemunculannya. Catatan kaki untuk isi tabel
ALAMAT REDAKSI
harus ditulis tepat dibawah tabel. Jika mengutip gambar, tabel
Naskah hendaknya dikirim ke alamat:
atau foto dari penerbit lain, penulis wajib menyebutkan sum-
bernya.

Jurnal Fisika dan Aplikasinya (JFA)


PERSAMAAN
Jurusan Fisika, FMIPA, Kampus ITS, Keputih
Setiap persamaan harus diberi nomor secara urut sesuai urutan
Sukolilo Surabaya 60111
pemunculannya.
Telp.:(031)5943351; Fax.: (031)5943351
E-mail: jfa@physics.its.ac.id
DAFTAR ACUAN jfa.fisika.its@gmail.com
Daftar acuan diletakkan pada akhir naskah, diberi nomor urut Web site: http://jfa.physics.its.ac.id/
dengan angka arab yang selaras dengan urutan perujukkannya http://IPTEK.its.ac.id/
dalam naskah, misalnya, ”According to a recent experimental
results [1]...” dan dengan pola sebagai berikut: Surat menyurat mengenai naskah hendaknya dikirim ke ala-
[1] V. Folli, et al., Phys. Rev. Lett., 108, 2480021-5 (2012). mat di atas, dengan menyebutkan judul lengkap, nama pe-
ngarang, dan tanggal pengiriman. Sangat disarankan dalam
[2] T. Mahmood, et al., Physica B, 420, 74-80 (2013). pengiriman naskah dan surat-menyurat menggunakan e-mail.

Anda mungkin juga menyukai