Anda di halaman 1dari 12

UJM 7(1) 2018

UNNES Journal of Mathematics


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujm

PEMODELAN SIR UNTUK PENYEBARAN PENYAKIT PERTUSIS DENGAN


VAKSINASI PADA POPULASI MANUSIA KONSTAN

Zaidin Asyabah, St. Budi Waluya, dan Muhammad Kharis

Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia


Gedung D7 Lt. 1, Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229

Info Artikel Abstrak


______________________ _________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Di Indonesia terdapat kasus Pertusis sebanyak 5.643, tidak menutup kemungkinan
Diterima Agustus 2016 angka tersebut dapat bertambah tiap tahunnya. Penelitian ini membahas model
Disetujui September 2016 matematika untuk penyebaran penyakit Pertusis dengan vaksinasi. Model
Dipublikasikan Mei 2018 matematika yang digunakan berupa model VSIR. Tujuan penelitian ini adalah
membangun model matematika, menganalisis titik kestabilan, dan
menginterpretasikan simulasi model matematika dengan Maple. Dalam
pembangunan model diperoleh model matematika dengan dua titik kesetimbangan
______________________ yaitu titik kesetimbangan bebas penyakit dan titik kesetimbangan endemik. Analisis
yang dilakukan menghasilkan angka rasio reproduksi dasar (𝑅0 ) . Setelah
Keywords:
menganalisis dua titik kesetimbangan maka dapat disimpulkan bahwa titik
Epidemi Model, Pertussis, Vaccine,
kesetimbangan bebas penyakit akan stabil asimtotik lokal apabila 𝑅0 < 1. Sedangkan
Stability
titik kesetimbangan endemik akan stabil asimtotik lokal apabila 𝑅0 > 1. Selanjutnya,
untuk mengilustrasikan model tersebut maka dilakukan simulasi model
menggunakan program Maple menghasilkan beberapa fakta, yaitu semakin kecil nilai
rasio kehilangan imunitas pada individu yang divaksin (𝑏) dan semakin besar
proporsi bayi yang divaksin (𝑝) akan memperkecil jumlah penderita.
Abstract
_________________________________________________________________
In Indonesia there are as many as 5,643 cases of pertussis, it is possible that number could
increase every year. This study discusses the mathematical models for the spread of pertussis
disease with vaccination. The mathematical models used in the form VSIR models. The
purpose of this study is to develop a mathematical model, analyze the point of stability, and
interpret the mathematical model simulation with maple. In the construction of the model is
obtained mathematical model with two points of equilibrium that is the point of disease-free
equilibrium and endemic equilibrium point. The analysis carried out to produce numbers basic
reproduction ratio (𝑅0 ). After analyzing two equilibrium point it can be concluded that the
disease-free equilibrium point will be the local asymptotically stable if 𝑅0 < 1. While the
endemic equilibrium point will be the local asymptotically stable if 𝑅0 > 1. Furthermore, to
illustrate the model of the simulation model using Maple program produces some of the facts,
that the smaller the value of the ratio of lost immunity in vaccinated individuals 𝑏 and the
greater the proportion of infants vaccinated 𝑝 will reduce the number of patients.
How to Cite
_________________________________________________________________
Asyabah Z, Waluya S B, & Kharis M. (2018). Pemodelan Sir untuk Penyebaran
Penyakit Pertusis dengan Vaksinasi pada Populasi Manusia Konstan. UNNES Journal
of Mathematics 7(1): 96-107.

© 2018 Universitas Negeri Semarang



Alamat korespondensi: p – ISSN 2252-6943
E-mail: zaidinasyabah.21111993@gmail.com e – ISSN 2460-5859
Z. Asyabah et al./ UNNES Journal of Mathematics 7(1) (2018)

PENDAHULUAN Model matematika adalah model yang


melibatkan konsep-konsep matematika
Pertusis (batuk rejan) disebut juga (misalnya: fungsi, persamaan, ketaksamaan),
whooping cough, tussis quinta, violent cough, dan atau representasi simbolik dari satu sistem yang
di Cina disebut batuk seratus hari. Pertusis melibatkan formulasi matematika secara
adalah penyakit yang sangat menular abstrak (Haberman, 1977).
menginfeksi kekebalan pada manusia dan Penelitian yang berhubungan dengan
disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis pemodelan matematika tentang penyakit
(Mäkinen et al., 2005). Bordetella pertussis adalah pertusis sudah dilakukan oleh beberapa orang.
bakteri Gram-negatif berbentuk kokobasilus Menurut penelitian Hu et al. (2012) yaitu pada
(Brady et al., 2011). Organisme ini penelitiannya mempertimbangkan kontinu-
menghasilkan toksin yang merusak epitel time model jenis SIRS epidemi dijelaskan oleh
saluran pernapasan dan memberikan efek persamaan diferensial. Model matematikanya
sistemik berupa sindrom yang terdiri dari batuk disajikan dalam Sistem persamaan (1).
yang spasmodik dan paroksismal disertai nada 𝑑𝑆
= 𝐴 − 𝑑1 𝑆 − 𝑔(𝑆, 𝐼, 𝑅) + 𝜎𝑅,
mengi karena pasien berupaya keras untuk 𝑑𝑡
𝑑𝐼
menarik napas, sehingga pada akhir batuk 𝑑𝑡
= 𝑔(𝑆, 𝐼, 𝑅) − (𝑑2 + 𝛾)𝐼, (1)
𝑑𝑅
disertai bunyi yang khas. Bordetella pertussis = 𝛾 − (𝑑3 + 𝜎)𝑅.
𝑑𝑡
merupakan jenis bakteri yang menginfeksi
saluran pernafasan. Penyakit pertusis ini di Model matematika tentang penyakit
tandai dengan batuk yang berlangsung 28 hari pertusis dikembangkan oleh Safan et al. (2012)
sampai dengan 100 hari, individu yang sangat yang pada jurnalnya menjelaskan tentang
rentan adalah bayi dan anak-anak muda model SIRS pada penyakit pertusis dengan
(Elomaa et al., 2007). vaksinasi, di mana gejala yang terinfeksi dapat
Bahwa manusia merupakan inang utama disembuhkan dengan vaksinasi. Model
untuk bakteri Bordetella pertussis (Elomaa et al., matematikanya disajikan dalam Sistem
2007). Pertusis menular melalui droplet batuk persamaan (2).
dari pasien yang terindeksi penyakit dan 𝑑𝑆1
= (1 − 𝑝)𝜇 − (𝜆(𝑡) + 𝜇) 𝑆1 ,
kemudian terhirup oleh orang sehat yang 𝑑𝑡
𝑑𝑆2
mempunyai kekebalan tubuh rendah. Apabila 𝑑𝑡
= 𝜎(𝑅 + 𝑏𝑉) − 𝑔𝜆(𝑡)𝑆2 − 𝜇𝑆2 ,
𝑑𝐼1
terinfeksi pemberian antibiotik dapat 𝑑𝑡
= 𝜆(𝑡)𝑆1 − (𝛼 + 𝜇)𝐼1 , (2)
digunakan untuk mengurangi terjadinya infeksi 𝑑𝐼2
= 𝑔𝑆2 𝜆(𝑡) − (𝜇 + 𝑞𝛼)𝐼2 ,
dan mengurangi kemungkinan menjangkit 𝑑𝑡
𝑑𝑅
keseluruh tubuh, antibiotik juga diberikan pada 𝑑𝑡
= 𝛼( 𝐼1 + 𝑞𝐼2 ) − (𝜎 + 𝜇)𝑅,
𝑑𝑉
orang yang kontak dengan penderita, = 𝑝𝜇 − (𝜇 + 𝑏𝜎)𝑉.
𝑑𝑡
diharapkan dengan pemberian seperti ini akan
mengurangi terjadinya penularan pada orang Pengembangan model dinamika SIRS
sehat tersebut. menjadi model VSIR pada pembahasan ini
Di Indonesia terdapat kasus Pertusis yaitu dengan menyederhanakan pembagian
sebanyak 5.643, tidak menutup kemungkinan klas populasi manusia di mana klas Primary
angka tersebut dapat bertambah tiap tahunnya. Susceptible dan Secondary Susceptible dijadikan
Salah satu cara untuk mengurangi jumlah menjadi satu klas, yaitu klas Susceptible. Selain
kasus pertusis ini adalah dengan pemberian itu juga terdapat klas Primary Infected dan
vaksin. Vaksin yang digunakan adalah DPT Secondary Infected yang dijadikan menjadi satu
(Diffteri, Pertussis, Tetanus), vaksin ditujukan klas, yaitu klas Infected.
untuk menghasilkan sistem pertahanan tubuh Rumusan masalah dalam penelitian ini
terhadap penyakit ini. adalah (1) Bagaimana model SIR dalam
Aplikasi pemodelan matematika dapat penyebaran penyakit pertusis dengan vaksinasi
dimanfaatkan sebagai alat bantu dalam pada populasi manusia konstan? (2)
menyelesaikan permasalahan di bidang sains, Bagaimana analisis titik kesetimbangan? (3)
ekonomi, teknik dan kedokteran. Proses Bagaimana simulasi model matematika VSIR
pemodelan matematika yaitu mengetahui dengan software Maple?
masalah di dunia real, transformasi ke dalam Tujuan dari penelitian ini membangun
masalah matematika, membuat asumsi, model, menganalisis dan menginterpretasikan
formulasi persamaan/ pertidaksamaan, simulasi model matematika SIR untuk
penyelesaian persamaan/ pertidaksamaan, penyakit pertusis dengan populasi yang masuk
interpretasi solusi dan transformasi ke solusi di dalam sistem terlebih dahulu diberikan vaksin.
dunia real.

97
Z. Asyabah et al./ UNNES Journal of Mathematics 7(1) (2018)

Model epidemik SIR (Susceptible, Infectives, Definisi 2 Sistem linear 𝑥̇ = 𝐽𝑓( 𝑥̅ )(𝑥 − 𝑥̅ )
Recovered) pada awalnya dikembangkan untuk disebut linearisasi sistem nonlinear dari Sistem
mengetahui laju penyebaran dan kepunahan persamaan (4) di sekitar titik 𝑥̅ (Perko, 1991).
suatu wabah penyakit dalam populasi tertutup Bentuk umum kestabilan di sekitar titik
dan bersifat epidemik. Setelah model terbentuk, tetap berdasarkan perilaku orbit di sekitarnya,
akan dicari solusi analitis dan titik dibedakan berdasarkan dua tipe nilai eigen,
kesetimbangannya, yang selanjutnya nilai eigen real dan nilai eigen kompleks.
diinterpetasikan dalam permasalahan yang Bentuk umum kestabilan untuk tipe nilai
sesunggunhnya dalam kehidupan nyata real adalah:
(Haberman, 1977). a) Jika setiap orbit mendekati titik tetap,
Selanjutnya untuk mengetahui definisi maka titik tetap itu disebut titik tetap
dari titik ekuilibrium, diberikan sistem stabil. Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar
persamaan diferensial sebagai berikut. 1a.
𝑥̇1 = 𝑓1 (𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ) b) Jika setiap orbit bergerak menjauhi titik
𝑥̇ 2 = 𝑓2 (𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ) tetap, maka titik tetap itu disebut titik
(3) tetap tak stabil. Tipe ini ditunjukkan oleh
⋮ Gambar 1b.
𝑥̇ 𝑛 = 𝑓𝑛 (𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ) c) Jika ada orbit yang bergerak mendekati
dengan kondisi awal 𝑥𝑖 (𝑡0 ) = 𝑥𝑖0 , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑖 = dan ada orbit yang menjauhi titik tetap,
1,2, … , 𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑥̇ 𝑖 = 𝑖 .
𝑑𝑥 maka titik tetap itu disebut titik pelana
𝑑𝑡 (sadel). Tipe ini ditunjukkan oleh Gambar
Sistem persamaan (3) dapat ditulis menjadi
1c.
𝑥̇ = 𝑓(𝑥), (4)
Dengan 𝑥 = (𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ) ∈ E, 𝑓 =
(𝑓1 , 𝑓2 , … , 𝑓𝑛 ), 𝑥̇ = (𝑥̇1 , 𝑥̇ 2 , … , 𝑥̇ 𝑛 ) dan kondisi
awal 𝑥(𝑡0 ) = (𝑥1 0 , 𝑥2 0 , … , 𝑥𝑛 0 ) = 𝑥0 .
Selanjutnya notasi 𝑥(𝑡) = (𝑥0 , 𝑡) menyatakan
solusi Sistem persamaan (4) dengan nilai awal
𝑥0 .
Titik 𝑥̅ ∈ 𝑅𝑛 disebut titik ekuilibrium Sistem Gambar 1 Bentuk umum kestabilan titik tetap
persamaan (3) jika 𝑓(𝑥̅ ) = 0 (Perko, 1991). untuk tipe nilai eigen real
Kestabilan titik tetap suatu sistem linear (a. Stabil, b. Tak stabil, c. Sadel)
dapat dilihat dari nilai eigen sistem tersebut.
Pada persamaan di diferensial orde satu Sistem Bentuk umum kestabilan tipe nilai eigen
persamaan (4) dengan solusi awal 𝑥(𝑡, 𝑥0 ) pada kompleks adalah:
waktu 𝑡 dan dengan kondisi awal 𝑥(0) = 𝑥0 , a) Jika setiap orbit mendekati titik tetap
pernyataan berikut bernilai benar (Olsder, secara spiral, maka titik tetap tersebut
2004). merupakan titik tetap spiral stabil, tipe ini
Definisi 1. Diberikan fungsi 𝑓 = (𝑓1 , 𝑓2 , … , 𝑓𝑛 ) ditunjukkan oleh Gambar 2a.
pada sistem 𝑥̇ = 𝑓(𝑥), dengan 𝑓𝑖 ∈ 𝐶(𝐸), 𝑖 = b) Jika setiap orbit menjauhi titik tetap secara
1,2, … , 𝑛. Matriks transformasi L dinamakan spiral, maka titik tetap tersebut merupakan
matriks Jacobi dari fungsi 𝑓 dan ditulis dengan titik tetap spiral tak stabil, tipe ini
lambang 𝐽𝑓 (𝑥̅ ). Jadi matriks Jacobi dari fungsi ditunjukkan oleh Gambar 2b.
𝑓 adalah c) Jika orbit-orbit bergerak mengelilingi titik
𝜕𝑓1 𝜕𝑓1 𝜕𝑓1 tetap sehingga membentuk kurva tertutup,
… maka titik tetap tersebut merupakan titik
𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛
tetap stabil netral, tipe ini ditunjukkan
𝜕𝑓2 𝜕𝑓2 𝜕𝑓2
oleh Gambar 2c.
𝐽𝑓 (𝑥̅ ) = 𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 … 𝜕𝑥𝑛
⋮ ⋮ ⋮
𝜕𝑓𝑛 𝜕𝑓𝑛 𝜕𝑓𝑛

[𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛 ]
(Kocak, 1991)
Gambar 2 Bentuk umum kestabilan titik tetap
untuk tipe nilai eigen kompleks (a. Spiral stabil,
b. Spiral tak stabil, c. Stabil netral)
(Hasibuan, K.M., 1989)

98
Z. Asyabah et al./ UNNES Journal of Mathematics 7(1) (2018)

Dalam penelitian ini untuk mencari nilai HASIL DAN PEMBAHASAN


eigen penulis menggunakan kriteria Routh
Dari hasil penelitian diperoleh model
Hurwitz, definisi dari Routh Hurwitz sendiri
matematika pada penyebaran penyakit pertusis
sebagai berikut. Diberikan Polinomial 𝑃(𝑧) =
dengan vaksinasi. Dalam penelitian ini dianalisi
𝑎0 𝑧 𝑛 + 𝑎1 𝑧 𝑛−1 + ⋯ + 𝑎𝑛 , dengan 𝑎0 positif dan
dinamika penyebaran penyakit pertusis dalam
𝑎𝑘 bilangan real, 𝑘 = 1,2,3, … , 𝑛. Matriks
dua keadaan yang berbeda, yaitu ketika 𝑅0 < 1
Hurwitz untuk 𝑃(𝑧) = 𝑎0 𝑧 𝑛 + 𝑎1 𝑧 𝑛−1 + ⋯ + 𝑎𝑛
dan ketika 𝑅0 > 1. Dalam penelitian ini untuk
didefinisikan sebagai matriks bujur sangkar
mengetahui pengaruh nilai 𝑏 dan nilai 𝑝, maka
berukuran 𝑛 𝑥 𝑛 yang berbentuk sebagai
dalam penelitian ini dalam simulasi akan
berikut.
𝑎1 𝑎0 0 0 … 0 merubah nilai nilai 𝑏 dan nilai 𝑝. Untuk
𝑎3 𝑎2 𝑎1 𝑎0 … 0 mempertimbangkan pengaruh rasio kehilangan
𝑎5 𝑎4 𝑎3 𝑎2 … 0 imunitas pada individu yang divaksin, dianalisa
𝐻= 𝑎 𝑎 𝑎 𝑎 ketika dinamika populasi 𝑏 = 0; 0,53; 0,92; 2.
7 6 5 4 … 0
⋮ ⋮ ⋮ ⋮ … ⋮ Selanjutnya untuk mempertimbangkan
[ 0 0 0 0 … 𝑎𝑛 ] pengaruh proporsi bayi baru lahir yang
Pembuat nol dari Polinomial 𝑃(𝑧) = divaksin, dianalisa ketika dinamika populasi
𝑎0 𝑧 𝑛 + 𝑎1 𝑧 𝑛−1 + ⋯ + 𝑎𝑛 mempunyai bagian dianalisa untuk kasus endemik (𝑅0 > 1)
real negatif jika dan hanya jika Pertidaksamaan dengan nilai 𝑝 = 0,04; 𝑝 = 0,19; 𝑝 = 0,25; 𝑝 =
𝑎1 𝑎 𝑎
> 0, 2 > 0, … , 𝑛 > 0 dipenuhi dan ∆1 > 0,3 dan untuk kasus non endemik (𝑅0 < 1)
𝑎0 𝑎0 𝑎0 dengan nilai 𝑝 = 0,52; 𝑝 = 0,73; 𝑝 = 0,84; 𝑝 =
0, ∆2 > 0, ∆3 > 0, … , ∆𝑛 > 0. 0,93.
(Edelstein-Keshet, 1988) Dalam pembentukan model matematika
yang dibentuk, terdapat variabel-variabel dan
parameter-parameter yang digunakan dalam
METODE model, variabel-variabel dan parameter-
Metode yang digunakan pada penelitian parameter dapat dilihat pada Tabel 1 dan
ini adalah studi literatur atau kajian pustaka Tabel 2.
dengan tahap-tahap: (1) penentuan masalah, (2)
perumusan masalah, (3) studi pustaka, (4) Tabel 1 Daftar Variabel-variabel
analisis dan pemecahan masalah, (5) penarikan Variabel Syarat Keterangan
kesimpulan. 𝑉(𝑡) 0 ≤ 𝑉(𝑡) ≤ 1 Proporsi banyak individu
Pemilihan dan perumusan masalah yang mendapat vaksinasi
pada waktu t
diperlukan untuk membatasi permasalahan
𝑆(𝑡) 0 ≤ 𝑆(𝑡) ≤ 1 Proporsi banyak individu
sehingga diperoleh bahan kajian yang jelas. yang rentan terinfeksi
Sehingga akan lebih mudah untuk menentukan penyakit pada waktu t
langkah dalam memecahkan masalah tersebut. 𝐼(𝑡) 0 ≤ 𝐼(𝑡) ≤ 1 Proporsi banyak individu
Tahap studi pustaka dilakukan dengan yang terinfeksi penyakit
mengkaji sumber-sumber pustaka sehingga pada waktu t
𝑅(𝑡) 0 ≤ 𝑅(𝑡) ≤ 1 Proporsi banyak individu
diperoleh gambaran umum dan populasinya,
yang sembuh pada waktu
model matematika, model epidemik SIR, t
sistem persamaan diferensial, titik ekuilibrium,
nilai eigen dan vektor eigen, analisis kestabilan
titik ekuilibrium dan simulasi model dengan Tabel 2 Daftar Parameter-parameter
Parameter Syarat Keterangan
software Maple.
𝜇 0≤𝜇≤1 Laju kematian atau laju
Dalam pembahasan masalah dilakukan kelahiran
beberapa langkah pokok yaitu sebagai berikut. 𝛼 0≤𝛼≤1 Laju kehilangan imunitas
(1) Membangun model matematika pada 𝛽 0≤𝛽≤1 peluang individu terinfeksi
penyebaran penyakit pertusis dengan vaksinasi, 𝛾 0≤𝛾≤1 laju kesembuhan penyakit
(2) Mencari titik kesetimbangan dari model 𝑝 0≤𝑝≤1 Proporsi bayi baru lahir
matematika, (3) Menentukan bilangan yang diberi vaksin
reproduksi dasar (𝑅0 ), (4) Menganalisis 𝑏 𝑏≥0 Rasio kehilangan imunitas
kestabilan titik kesetimbangan, (5) pada individu yang
divaksin dibandingkan
Menginterpretasikan solusi model matematika. dengan kehilangan
imunitas alami pada
individu sembuh dari
infeksi

99
Z. Asyabah et al./ UNNES Journal of Mathematics 7(1) (2018)

Persamaan 2 dari Sistem persamaan (6)


Model matematika proses penyebaran menjadi,
penyakit pertusis dengan vaksinasi dalam suatu 𝑏𝛼𝑉 + (1 − 𝑝)𝜇 + 𝛼𝑅 − 𝜇𝑆 − 𝛽𝑆𝐼 = 0
populasi dapat disajikan dengan diagram ⇔ 𝜇𝑆 =
𝑏𝛼𝑝𝜇
+ (1 − 𝑝)𝜇
transfer seperti pada Gambar 3. 𝑏𝛼+𝜇
𝑏𝛼𝑝+(1−𝑝)(𝑏𝛼+𝜇)
⇔𝑆=
𝑏𝛼+𝜇
𝑏𝛼+(1−𝑝)𝜇
⇔𝑆= .
𝑏𝛼+𝜇

Dengan demikian diperoleh titik


kesetimbangan bebas penyakit (𝑅0 < 1) sebagai
berikut,
𝑝𝜇 𝑏𝛼+(1−𝑝)𝜇
𝑃0 = (𝑉, 𝑆, 𝐼, 𝑅) = ( , , 0, 0).
Gambar 3 Diagram Transfer Penyebaran 𝑏𝛼+𝜇 𝑏𝛼+𝜇

Penyakit Pertusis dengan Vaksinasi


Kasus 𝐼 ≠ 0:
Dari Gambar 3 diperoleh model matematika Misalkan 𝑃1 = (𝑉 ∗ , 𝑆 ∗ , 𝐼 ∗ , 𝑅∗ ), sehingga Sistem
seperti di bawah ini: persamaan (6) menjadi:
𝑑𝑉
= 𝑝𝜇 − 𝑏𝛼𝑉 − 𝜇𝑉, 𝑝𝜇 − 𝑏𝛼𝑉 ∗ − 𝜇𝑉 ∗ = 0,
𝑑𝑡
𝑑𝑆 𝑏𝛼𝑉 ∗ + (1 − 𝑝)𝜇 + 𝛼𝑅∗ − 𝜇𝑆 ∗ − 𝛽𝑆 ∗ 𝐼 ∗ = 0,
= 𝑏𝛼𝑉 + (1 − 𝑝)𝜇 + 𝛼𝑅 − 𝜇𝑆 − 𝛽𝑆𝐼, 𝛽𝑆 ∗ 𝐼 ∗ − (𝜇 + 𝛾)𝐼 ∗ = 0,
𝑑𝑡
𝑑𝐼
= 𝛽𝑆𝐼 − (𝜇 + 𝛾)𝐼, (5) 𝛾𝐼 ∗ − 𝛼𝑅∗ − 𝜇𝑅 ∗ = 0. (8)
𝑑𝑡
𝑑𝑅
= 𝛾𝐼 − 𝛼𝑅 − 𝜇𝑅,
𝑑𝑡 Jelas untuk kasus 𝐼 ≠ 0, maka dari persamaan
𝑉 + 𝑆 + 𝐼 + 𝑅 = 1. (7) nilai 𝑆 ∗ =
𝜇+𝛾
dan 𝑉 ∗ =
𝑝𝜇
.
𝛽 𝑏𝛼+𝜇
Dari Sistem persamaan (5) dapat dicari
titik kesetimbangannya dengan membuat nol
ruas kanan sistem persamaan tersebut, sehingga Persamaan 4 dari Sistem persamaan (8)
diperoleh Sistem persamaan (6) sebagai berikut: menjadi,
𝑝𝜇 − 𝑏𝛼𝑉 − 𝜇𝑉 = 0, 𝛾𝐼 ∗ − 𝛼𝑅 ∗ − 𝜇𝑅 ∗ = 0
𝑏𝛼𝑉 + (1 − 𝑝)𝜇 + 𝛼𝑅 − 𝜇𝑆 − 𝛽𝑆𝐼 = 0, ⇔ 𝛾𝐼 ∗ − (𝛼 + 𝜇)𝑅 ∗ = 0
𝛽𝑆𝐼 − (𝜇 + 𝛾)𝐼 = 0, (6) 𝛾𝐼 ∗
⇔ 𝑅∗ = .
𝛾𝐼 − 𝛼𝑅 − 𝜇𝑅 = 0. (𝛼+𝜇)

Persamaan 2 dari Sistem persamaan (8)


Persamaan 1 dari Sistem persamaan (6)
menjadi,
menjadi,
𝑏𝛼𝑉 ∗ + (1 − 𝑝)𝜇 + 𝛼𝑅∗ − 𝜇𝑆 ∗ − 𝛽𝑆 ∗ 𝐼 ∗ = 0
𝑝𝜇 − 𝑏𝛼𝑉 − 𝜇𝑉 = 0 𝑏𝛼𝑝𝜇 𝛼𝛾𝐼∗ 𝜇(𝜇+𝛾)
⇔ + (1 − 𝑝)𝜇 + − − (𝜇 + 𝛾)𝐼∗ = 0
⟺ 𝑝𝜇 = (𝑏𝛼 + 𝜇)𝑉 𝑏𝛼+𝜇 (𝛼+𝜇) 𝛽
𝑝𝜇 𝛼𝛾 𝛽𝑏𝛼𝑝𝜇+(1−𝑝)𝜇𝛽(𝑏𝛼+𝜇)−𝜇(𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇)
⟺𝑉= . ⇔ 𝐼∗ [(𝜇 + 𝛾) − ]=
(𝛼+𝜇) 𝛽(𝑏𝛼+𝜇)
𝑏𝛼+𝜇
(𝜇+𝛾)(𝛼+𝜇)−𝛼𝛾 𝛽𝑏𝛼𝑝𝜇+(1−𝑝)𝜇𝛽(𝑏𝛼+𝜇)−𝜇(𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇)
⇔ 𝐼∗ [ ]=
(𝛼+𝜇) 𝛽(𝑏𝛼+𝜇)
𝛼𝜇+𝜇2 +𝛾𝜇 𝛽𝑏𝛼𝑝𝜇+(1−𝑝)𝜇𝛽(𝑏𝛼+𝜇)−𝜇(𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇)
⇔ 𝐼∗ [ ]=
(𝛼+𝜇) 𝛽(𝑏𝛼+𝜇)
Persamaan 3 dari Sistem persamaan (6) (𝛼+𝜇)[𝛽𝑏𝛼+𝛽𝜇(1−𝑝)−(𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇)]
menjadi, ⇔𝐼 = ∗
.
𝛽(𝑏𝛼+𝜇)(𝛼+𝜇+𝛾)
𝛽𝑆𝐼 − (𝜇 + 𝛾)𝐼 = 0
⇔ (𝛽𝑆 − 𝜇 − 𝛾)𝐼 = 0 Mengingat syarat dari titik kesetimbangan
⇔𝐼=0 ∨ 𝑆=
𝜇+𝛾
. (7) yang menyatakan bahwa setiap titik harus
𝛽 positif maka nilai 𝐼 ∗ > 0 , sehingga diperoleh
sistem pertidaksamaan sebagai berikut,
Kasus 𝐼 = 0: (𝛼+𝜇)[𝛽𝑏𝛼+𝛽𝜇(1−𝑝)−(𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇)]
>0
Persamaan 4 dari Sistem persamaan (6) 𝛽(𝑏𝛼+𝜇)(𝛼+𝜇+𝛾)
(𝛼+𝜇)(𝜇+𝛾)(𝛼+𝜇+𝛾) 𝛽𝑏𝛼(𝛼+𝜇)+𝛽𝜇(1−𝑝)
menjadi, ⇔ [ − 1] > 0
𝛽(𝑏𝛼+𝜇)(𝛼+𝜇+𝛾) (𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇)
𝛾𝐼 − 𝛼𝑅 − 𝜇𝑅 = 0 (𝛼+𝜇)(𝜇+𝛾) 𝛽[𝑏𝛼+𝜇(1−𝑝)]
⇔ [ (𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇) − 1] > 0.
⇔ (𝛼 + 𝜇)𝑅 = 0 𝛽(𝛼+𝜇+𝛾)

⇔ 𝑅 = 0.

100
Z. Asyabah et al./ UNNES Journal of Mathematics 7(1) (2018)

Sehingga 𝐼∗ bernilai positif apabila Kestabilan kedua titik kesetimbangan


𝛽[𝑏𝛼+𝜇(1−𝑝)]
> 1. yang diperoleh dari masing-masing sistem
(𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇)
dianalisis dengan menggunakan nilai eigen dari
matriks Jacobian Sistem persamaan (5).
Jadi diperoleh titik kesetimbangan endemik
𝑃1 = (𝑉 ∗ , 𝑆 ∗ , 𝐼 ∗ , 𝑅 ∗ ) dengan Berikut ini merupakan analisis kestabilan
𝑉∗ =
𝑝𝜇
, 𝑆∗ =
𝜇+𝛾
, titik kesetimbangan Sistem persamaan (5).
𝑏𝛼+𝜇 𝛽
Pada mulanya dibentuk matriks Jacobian dari
∗ (𝛼+𝜇)(𝜇+𝛾) 𝛽[𝑏𝛼+𝜇(1−𝑝)] 𝛾𝐼 ∗
𝐼 = [ (𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇) − 1], 𝑅 ∗ = . Sistem persamaan (5) sehingga diperoleh
𝛽(𝛼+𝜇+𝛾) (𝛼+𝜇)

−𝑏𝛼 − 𝜇 0 0 0
Untuk menganalisis 𝑃1 diperlukan ∗
𝐽 (𝑃) = (
𝑏𝛼 −𝜇 − 𝛽𝐼 −𝛽𝑆 𝛼
)
0 𝛽𝐼 𝛽𝑆 − (𝜇 + 𝛾) 0
bilangan reproduksi dasar (𝑅0 ) , angka rasio 𝛾 −𝛼 − 𝜇
0 0
reproduksi dasar ditentukan dengan mencari
kondisi yang menjamin 𝐼 ∗ > 0. Dari proses di
atas telah ditunjukkan 𝐼 ∗ > 0 apabila Kemudian berdasarkan matriks Jacobian,
𝛽[𝑏𝛼+𝜇(1−𝑝)] dianalisis pada kedua titik ekuilibrium.
(𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇)
> 1 , sehingga dapat didefinisikan Sehingga diperoleh matriks Jacobian pada titik
𝑅0 =
𝛽[𝑏𝛼+𝜇(1−𝑝)]
. nonendemik 𝑃0 sebagai berikut.
(𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇) −𝑏𝛼 − 𝜇 0 0 0
𝑏𝛼 −𝜇 −𝛽𝑆 𝛼
𝐽∗ (𝑃0 ) = ( )
Jadi diperoleh titik kesetimbangan endemik 0 0 𝛽𝑆 − (𝜇 + 𝛾) 0
0 0 𝛾 −𝛼 − 𝜇
𝑃1 = (𝑉 ∗ , 𝑆 ∗ , 𝐼 ∗ , 𝑅 ∗ ) dengan
𝑝𝜇 𝜇+𝛾
𝑉∗ = , 𝑆∗ = , Dari matriks Jacobian titik ekuilibrium 𝑃0
𝑏𝛼+𝜇 𝛽

𝐼 =
(𝛼+𝜇)(𝜇+𝛾)
(𝑅0 − 1), diperoleh nilai eigen sebagai berikut,
𝛽(𝛼+𝜇+𝛾)
𝜆1 = −𝑏𝛼 − 𝜇, 𝜆2 = −𝜇
𝛾(𝜇+𝛾)
𝑅∗ = (𝑅0 − 1).
𝜆3 = 𝛽𝑆 − (𝜇 + 𝛾) =
𝛽𝑏𝛼+𝛽(1−𝑝)𝜇
− (𝜇 + 𝛾)
𝛽(𝛼+𝜇+𝛾)
𝑏𝛼+𝜇
𝛽[𝑏𝛼+(1−𝑝)𝜇]
= (𝜇 + 𝛾) [ (𝑏𝛼+𝜇)(𝜇+𝛾) − 1] = (𝜇 + 𝛾) (R 0 − 1)
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan
diperoleh Teorema 1 sebagai berikut. 𝜆4 = −𝛼 − 𝜇
Teorema 1
𝛽[𝑏𝛼+𝜇(1−𝑝)] Jelas 𝜆1 , 𝜆2 , 𝜆4 bernilai negatif, 𝜆3 < 0
Dipunyai 𝑅0 = (𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇) apabila 𝑅0 < 1, 𝜆3 = 0 apabila 𝑅0 = 1, dan
Dari Sistem persamaan (5) berdasarkan nilai 𝑅0 𝜆3 > 0 apabila 𝑅0 > 1. Saat 𝑅0 = 1 , terdapat
tersebut diperoleh nilai eigen yang bernilai nol sehingga titik
1. Apabila 𝑅0 ≤ 1 maka Sistem persamaan ekuibrilium 𝑃0 tidak hiperbolik. Hal ini
(5) hanya mempunnyai 1 titik berakibat kestabilan 𝑃0 hanya dilihat saat 𝑅0 ≠
kesetimbangan yaitu titik kesetimbangan 1. Jadi diperoleh titik ekuilibrium 𝑃0 stabil
bebas peyakit (𝑃0 ) dengan (𝑉, 𝑆, 𝐼, 𝑅) = asimtotik lokal apabila 𝑅0 < 1 dan tidak stabil
𝑝𝜇 𝑏𝛼+(1−𝑝)𝜇 apabila 𝑅0 > 1.
( , , 0, 0).
𝑏𝛼+𝜇 𝑏𝛼+𝜇 Selanjutnya dianalisis matriks Jacobian
2. Apabila 𝑅0 > 1 maka Sistem persamaan untuk mengetahui kestabilan titik ekuilibrium
(5) mempunnyai 2 titik kesetimbangan endemik 𝑃1
yaitu titik kesetimbangan bebas peyakit −𝑏𝛼 − 𝜇 0 0 0
(𝑃0 ) dengan (𝑉, 𝑆, 𝐼, 𝑅) =
𝐽∗ (𝑃1 ) = (
𝑏𝛼 −𝜇 − 𝛽𝐼 ∗ −𝛽𝑆 ∗ 𝛼
)
𝑝𝜇 𝑏𝛼+(1−𝑝)𝜇 0 𝛽𝐼∗ 𝛽𝑆 ∗ − (𝜇 + 𝛾) 0
( , , 0, 0) dan titik 0 0 𝛾 −𝛼 − 𝜇
𝑏𝛼+𝜇 𝑏𝛼+𝜇
kesetimbangan endemik (𝑃1 ) dengan hanya dilakukan saat 𝑅0 > 1.
𝑝𝜇 𝜇+𝛾

𝑉 = ,𝑆 = ∗
, Diperoleh salah satu nilai eigen sebagai
𝑏𝛼+𝜇 𝛽
(𝛼+𝜇)(𝜇+𝛾)
berikut,
𝐼∗ = (𝑅0 − 1), 𝜆1 = −(𝜆 + 𝑏𝛼 + 𝜇)
𝛽(𝛼+𝜇+𝛾)

𝑅∗ =
𝛾(𝜇+𝛾)
(𝑅0 − 1). Perhatikan persamaan berikut,
𝛽(𝛼+𝜇+𝛾)
𝑏0 𝜆3 + 𝑏1 𝜆2 + 𝑏2 𝜆 + 𝑏3 (9)

101
Z. Asyabah et al./ UNNES Journal of Mathematics 7(1) (2018)

dengan nilai awal pada parameter-parameter sesuai


𝑏0 = 1, 𝑏1 = 𝛼 + 2𝜇, dengan kondisi nilai 𝑅0 dalam teorema-teorema
(𝛼+𝜇)(𝜇+𝛾)2 yang telah diberikan di atas. Simulasi ini
𝑏2 = 𝜇𝛼 + 𝜇 2 + (𝛼+𝜇+𝛾)
(𝑅0 − 1), diberikan untuk memberikan gambaran
𝑏3 = (𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾)𝜇(𝑅0 − 1). geometris dari teorema eksistensi dan
kestabilan dari titik-titik kesetimbangan model
epidemi VSIR ini.
Untuk memeriksa apakah akar-akar persamaan
(9) mempunyai bagian real negatif digunakan Dalam penelitian ini dianalisi dinamika
kriteria Routh-Hurwitz yaitu dengan penyebaran penyakit pertusis dalam dua
menunjukkan: keadaan yang berbeda, yaitu ketika 𝑅0 < 1 dan
ketika 𝑅0 > 1. Untuk mempertimbangkan
i. 𝑏1 > 0, 𝑏2 > 0, 𝑏3 > 0
pengaruh rasio kehilangan imunitas pada
ii. 𝑏1 . 𝑏2 − 𝑏3 > 0 individu yang divaksin, dianalisa ketika
dinamika populasi 𝑏 = 0; 0,53; 0,92; 2. Untuk
Jelas semua parameter bernilai positif, sehingga mempertimbangkan pengaruh proporsi bayi
nilai 𝑏1 > 0. baru lahir yang divaksin, dialanisa ketika
Jelas titik endemik ada saat 𝑅0 > 1. dinamika populasi dianalisa untuk kasus
Jadi 𝑅0 − 1 > 0, sehingga nilai 𝑏2 , 𝑏3 > 0. endemik (𝑅0 > 1) dengan nilai 𝑝 = 0,04; 𝑝 =
0,19; 𝑝 = 0,25; 𝑝 = 0,3 dan untuk kasus non
Ditunjukkan 𝑏1 . 𝑏2 − 𝑏3 > 0
endemik (𝑅0 < 1) dengan nilai 𝑝 = 0,52; 𝑝 =
Jelas 𝑏1 . 𝑏2 − 𝑏3 0,73; 𝑝 = 0,84; 𝑝 = 0,93.
(𝛼+𝜇)(𝜇+𝛾)2
= [(𝛼 + 2𝜇). (𝜇𝛼 + 𝜇 2 + (𝛼+𝜇+𝛾)
(𝑅0 − 1))] −
Tabel 3 Nilai Parameter-parameter
((𝛼 + 𝜇)(𝜇 + 𝛾)𝜇(𝑅0 − 1))
(𝛼+𝜇)(𝜇+𝛾) Parameter Nilai
= (𝜇𝛼 + 𝜇 2 )(𝛼 + 2𝜇) + (𝛼+𝜇+𝛾)
(𝑅0 − 1)
𝜇 0,06
[(𝛼𝜇 + 2𝜇 + 𝛼𝛾 + 2𝜇𝛾) − (𝜇𝛼 + 𝜇 2 + 𝛾𝜇)]
2

(𝛼+𝜇)(𝜇+𝛾) 𝛼 0,1
= (𝜇𝛼 + 𝜇 2 )(𝛼 + 2𝜇) + (𝑅0 − 1)(𝜇 2 + 𝛼𝛾 + 𝜇𝛾).
(𝛼+𝜇+𝛾)
𝛽 (𝑅0 < 1) 0,05
𝛽 (𝑅0 > 1) 0,16
Jelas nilai 𝑏1 . 𝑏2 − 𝑏3 > 0 apabila 𝑅0 > 1. 𝛾 0,04
Jadi nilai eigen 𝜆1 bernilai negatif dan bagian 𝑝 0,04
real nilai eigen 𝜆2, , 𝜆3 , 𝜆4 bernilai negatif. Jadi
𝑏 0,33
titik ekuilibrium 𝑃1 stabil asimtot lokal apabila
𝑅0 > 1.
Dari Tabel 3 maka menghasilkan nilai
𝑅0 = 0,05. Selanjutnya untuk mengetahui
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan
hubungan 𝑏 dengan pengaruh penyebaran
diperoleh Teorema 2 sebagai berikut.
penyakit pertusis, sehingga dibuat perbedaan
Teorema 2 proporsi pada parameter rasio kehilangan
𝛽[𝑏𝛼+𝜇(1−𝑝)]
Dipunyai 𝑅0 = , kekebalan pada individu yang divaksin. Berikut
(𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇)
akan dianalisis dengan beberapa variasi nilai
1. Titik ekuilibrium 𝑃0 dengan (𝑉, 𝑆, 𝐼, 𝑅) = 𝑏 pada Tabel 4.
𝑝𝜇 𝑏𝛼+(1−𝑝)𝜇
( , , 0, 0) stabil asimtot lokal
𝑏𝛼+𝜇 𝑏𝛼+𝜇
apabila 𝑅0 < 1 dan tidak stabil apabila Tabel 4 Variasi nilai 𝑏 dan nilai 𝑅0 dengan
𝑅0 > 1. nilai 𝑝 = 0,04
2. Titik ekuilibrium endemik 𝑏 𝑅0
𝑃1 = (𝑉 ∗ , 𝑆 ∗ , 𝐼 ∗ , 𝑅∗ ) dengan
𝑝𝜇 𝜇+𝛾
0 1,51
𝑉∗ = , 𝑆∗ = ,
𝑏𝛼+𝜇 𝛽
0,53 1,54
∗ (𝛼+𝜇)(𝜇+𝛾)
𝐼 = (𝑅0 − 1),
𝛽(𝛼+𝜇+𝛾) 0,92 1,55
∗ 𝛾(𝜇+𝛾)
𝑅 = (𝑅0 − 1),
𝛽(𝛼+𝜇+𝛾) 2 1,56
stabil asimtotik lokal apabila 𝑅0 > 1.

Setelah dilakukan analisis perubahan nilai


Selanjutnya dilakukan interpretasi model 𝑏, diperoleh hasil yang tersaji dalam Gambar 4.
ke dalam bentuk simulasi berbantuan software
Maple. Simulasi diawali dengan memberikan

102
Z. Asyabah et al./ UNNES Journal of Mathematics 7(1) (2018)

Gambar 4 Dinamika populasi (a) 𝑉(𝑡), (b) 𝑆(𝑡), (c) 𝐼(𝑡), (d) 𝑅(𝑡) terhadap waktu 𝑡 dengan 𝑏 = 0, 0.53,
0.92, 2

Pada Gambar 4 (a), (c), (d) dapat sehingga memerlukan waktu untuk bisa masuk
diperoleh bahwa parameter 𝑏 mempengaruhi ke klas infected. Sehingga diperoleh hasil bahwa
populasi individu pada klas 𝑉(𝑡), 𝐼(𝑡), 𝑅(𝑡) semakin kecil nilai 𝑏 , maka individu yang
ditunjukkan dengan ada beberapa titik terinfeksi semakin besar. Dan sebaliknya
kestabilan. semakin besar nilai 𝑏 , maka individu yang
Dari Gambar 4 (a) dengan 𝑏 berbeda-beda terinfeksi semakin kecil.
mengalami penurunan grafik, hal tersebut Untuk Gambar 4 (d) masih terdapat
terjadi karena populasi yang masuk ke klas hubungan dengan Gambar 4 (c), sehingga
vaksin akan keluar dan menuju klas suspectible grafiknya linear tetapi dengan titik kestabilan
sebesar 𝑏. Sehingga diperoleh hasil bahwa yang berbeda. Sedangkan Gambar 4 (b) dapat
semakin kecil nilai 𝑏, maka populasi yang diperoleh bahwa parameter 𝑏 tidak
berada di klas 𝑉(𝑡) sedikit dan sebaliknya mempengaruhi populasi individu pada klas
semakin besar nilai 𝑏 maka populasi yang 𝑆(𝑡) ditunjukkan dengan titik kestabilan yang
berada di klas 𝑉(𝑡) banyak. sama menuju titik 0,6369. Dilihat dari Gambar
Dari Gambar 4 (b) dengan 𝑏 berbeda-beda 4 (c) diperoleh fakta bahwa untuk nilai 𝑏
menghasilkan naik turunnya grafik, terjadinya terkecil efektif mengurangi jumlah penderita.
penurunan terlebih dahulu karena pada saat Analisis pengaruh 𝑝 parameter proporsi
sistem dimulai klas infected langsung menuju bayi yang diberi vaksin dengan penyebaran
klas recovered. Dan mengalami peningkatan penyakit pertusis dilakukan dengan cara
karena populasi dari klas suspectible terinfeksi membuat variasi nilai 𝑝. Dipunyai nilai 𝑅0 =
dan masuk ke klas infected, tetapi saat individu 𝛽[𝑏𝛼+𝜇(1−𝑝)]
sehingga dapat dicari nilai batas 𝑝.
(𝜇+𝛾)(𝑏𝛼+𝜇)
menjadi terinfeksi memperlukan masa inkubasi

103
Z. Asyabah et al./ UNNES Journal of Mathematics 7(1) (2018)

Dengan mengasumsikan 𝑅0 = 0 sehingga Setelah dilakukan analisis perubahan nilai


diperoleh nilai batas 𝑝 = 0,41. Untuk 𝑝 kasus endemik (𝑅0 > 1), diperoleh hasil yang
selanjutnya akan dianalisis pada kasus endemik tersaji dalam Gambar 5.
(𝑅0 > 1) dengan nilai 𝑝 < 0,41 sebaliknya Pada Gambar 5 (a), (c), (d) dapat
pada kasus non endemik (𝑅0 < 1) dengan nilai diperoleh bahwa parameter 𝑝 mempengaruhi
𝑝 > 0,41. Berikut disajikan variasi nilai 𝑝 kasus populasi individu pada klas 𝑉(𝑡), 𝐼(𝑡), 𝑅(𝑡)
endemik (𝑅0 > 1) pada Tabel 5. ditunjukkan dengan ada beberapa titik
kestabilan pada kasus endemik (𝑅0 >
Tabel 5 Nilai 𝑝 kasus endemik (𝑅0 > 1) 1) dengan 𝑝1 = 0,04; 𝑝2 = 0,19; 𝑝3 =
dengan nilai 𝑏 = 0,33 0,25; 𝑝4 = 0,3.
Titik Dari Gambar 5 (a) dengan 𝑝 berbeda-beda
𝑝 𝑅0
Kesetimbangan mengalami penurunan grafik, hal tersebut
terjadi karena populasi yang masuk ke klas
0,04 1,29 (0,03; 0,76; 0,17; 0,043) vaksin dipngaruhi besarnya parameter 𝑝.
1,16 (0,12; 0,76; 0,1; 0,024) Sehingga diperoleh hasil bahwa semakin kecil
0,19
nilai 𝑝, maka populasi yang berada di klas 𝑉(𝑡)
0,25 1,11 (0,16; 0,76; 0,07; 0,016) sedikit dan sebaliknya semakin besar nilai 𝑝
maka populasi yang berada di klas 𝑉(𝑡)
0,3 1,07 (0,19; 0,76; 0,04; 0,01)
banyak.

Gambar 5 Dinamika populasi (a) 𝑉(𝑡), (b) 𝑆(𝑡), (c) 𝐼(𝑡), (d) 𝑅(𝑡) terhadap waktu 𝑡 pada kasus endemik
(𝑅0 > 1) dengan 𝑝1 = 0,04; 𝑝2 = 0,19;
𝑝3 = 0,25; 𝑝4 = 0,3

104
Z. Asyabah et al./ UNNES Journal of Mathematics 7(1) (2018)

Dari Gambar 5 (b) dengan 𝑝 berbeda-beda efektif mengurangi jumlah penderita.


menghasilkan naik turunnya grafik, terjadinya Pada bagian ini diteliti untuk kasus non
penurunan terlebih dahulu karena pada saat endemik (𝑅0 < 1) yang artinya tidak adanya
sistem dimulai klas infected langsung menuju individu terinfeksi pada sistem model
klas recovered. Dan mengalami peningkatan penelitian. Selanjutnya dengan adanya batas
karena populasi dari klas suspectible terinfeksi nilai 𝑝 maka pada bagian kasus non endemik
dan masuk ke klas infected, tetapi saat individu (𝑅0 < 1) menggunakan nilai 𝑝 seperti pada
menjadi terinfeksi memperlukan masa inkubasi Tabel 6.
sehingga memerlukan waktu untuk bisa masuk
ke klas infected. Sehingga diperoleh hasil bahwa
Tabel 6 Nilai 𝑝 kasus non endemik (𝑅0 < 1)
semakin kecil nilai 𝑝 , maka individu yang
terinfeksi semakin besar. Dan sebaliknya dengan nilai 𝑏 = 0,33
semakin besar nilai 𝑝 , maka individu yang Titik
𝑝 𝑅0
terinfeksi semakin kecil. Kesetimbangan
Untuk Gambar 5 (d) masih terdapat 0,52 0,88 (0,34; 0,76; -0,07; -0,02)
hubungan dengan Gambar 5 (c), sehingga
0,73 0,7 (0,47; 0,76; -0,18; -0,05)
grafiknya linear tetapi dengan titik kestabilan
yang berbeda. Sedangkan Gambar 5 (b) dapat 0,61 (0,54; 0,76; -0,24; -0,06)
0,84
diperoleh bahwa parameter 𝑝 tidak
mempengaruhi populasi individu pada klas 0,93 0,53 (0,6; 0,76; -0,29; -0,07)
𝑆(𝑡) ditunjukkan dengan titik kestabilan yang
sama menuju titik 0,76. Dilihat dari Gambar 5
(c) diperoleh fakta bahwa untuk nilai 𝑝 terbesar

Gambar 6 Dinamika populasi 𝑉(𝑡), 𝑆(𝑡), 𝐼(𝑡), 𝑅(𝑡) terhadap waktu 𝑡 dengan (a) 𝑝 = 0,52; (b) 𝑝 = 0,73;
(c) 𝑝 = 0,84; (d) 𝑝 = 0,93

105
Z. Asyabah et al./ UNNES Journal of Mathematics 7(1) (2018)

Setelah dilakukan analisis perubahan nilai pertusis dengan vaksinasi dengan


𝑝 kasus nonendemik (𝑅0 < 1), diperoleh hasil memperhatikan kenyataan bahwa orang dapat
yang tersaji dalam Gambar 6. mati akibat bakteri pada populasi tak konstan.
Pada Gambar 6 (a), (b), (c), (d) kasus non
endemik (𝑅0 < 1) diketahui bahwa nilai 𝑝 dan
nilai 𝑅0 dapat dilihat pada Tabel 6. Hal
tersebut mengakibatkan semakin besar nilai 𝑝 DAFTAR PUSTAKA
akan membuat sistem menjadi non endemik
atau bebas penyakit, yang artinya tidak Anton, H., C. Rorres, J. Wiley, & Sons, Inc.
terdapat infeksi virus dalam sistem. Untuk 2005. Aljabar Linier Elementer Ninth
Gambar 6 (a) terlihat bahwa klas vaksin Edition. Drexel University : Pensylvania.
mengalami peningkatan yang linear sesuai Bocka, et al. 2013. Batuk Rejan.
dengan nilai 𝑝. Hal tersebut dikarenakan ada http://id.wikipedia.org/wiki/Batuk_rejan
individu yang masuk ke klas vaksin sebesar 𝑝. [diakses 23-3-2015].
Untuk Gambar 6 (b) terlihat bahwa klas Brady, M. T., C. Byington, H. D. Devis, K. M.
suspectible mengalami turun naiknya grafik. Hal Edward, Chairperson, M. P. Glode, M.
tersebut terjadi karena ketika di klas vaksin A. Jackson, H. L Keyserling, Y. A.
yang masuk sebesar 𝑝 maka yang masuk di klas Maldonado, D. L. Murray, W. A.
suspectible sebesar 1 − 𝑝 sehingga semakin besar Orienstein, G. E. Schutze, R. E.
𝑝 mengakibatkan semakin kecil nilai 1 − 𝑝. Willoughby, & T. E. Zaotis . 2011.
Untuk Gambar 6 (c) dan (d) saling Additional Recommendations for Use of
berkaitan diihat dari nilai 𝑅0 < 1 yang artinya Tetanus Toxoid, Reduced-Content
sistem menjadi bebas penyakit. Diperoleh fakta Diphtheria Toxoid, and Acellular
Pertussis Vaccine (Tdap). Pediatrics, 128:
bahwa untuk kasus 𝑝 > 0,41 pada sistem ini
809–812.
akan bebas penyakit.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2005. Profil Kesehatan Indonesia 2005.
Jakarta: DepKes RI.
SIMPULAN Edelstein-Keshet, L. 1988. Mathematical Models
Dari penelitian diperoleh model in Biology. New York: Random House.
matematika VSIR untuk penyebaran penyakit Elomaa, A., A. Advani, D. Donnelly, M.
pertusis pada populasi manusia konstan. Antila, J. Merstola, Q. He, & H.
Analisis kedua model menghasilkan Teorema Hallander. 2007. Epidological
1, Teorema 2 mengenai 𝑅0 , titik kesetimbangan characteristion of Bordetella Pertussis of
Sweden. Vaccine, 25: 918-926.
endemik dan nonendemik dan analisis
Farlow, S. J. 1994. An Introduction to Differential
kestabilan titik kesetimbangan endemik dan
Equations and Their
nonendemik.
Applications. Mc. Graw-Hill, Inc.
Selanjutnya, untuk mengilustrasikan Feunou, P. F., N. Mielcareck, & C. Loch.
model tersebut maka dilakukan simulasi model 2016. Reciprocal interference of
menggunakan software Maple menghasilkan maternal and infant immunization in
beberapa fakta, yaitu semakin kecil nilai rasio protection against pertussis. Vaccine
kehilangan imunitas pada individu yang JVAC,17289:1-8.
divaksin (𝑏) dan semakin besar proporsi bayi Haberman, R. 1977. Mathematical models, An
yang divaksin (𝑝) akan memperkecil jumlah Introduction to Applied
penderita. Mathematics. Texas: Prentice-Hall,Inc.
Hasibuan, K. M. 1989. Dinamika populasi,
Pemodelan Matematika didalam Biologi
Populasi. PAU IPB: Bogor.
SARAN Hu, Z., Z. Teng, & H. Jiang. 2012. Stability
Dalam penulisan ini, penulis membahas analysis in a class of discrete SIRS
model matematika untuk model kestabilan SIR epidemic models. Real World
pada proses penyebaran penyakit pertusis Applications, 13: 2017–2033.
dengan vaksinasi pada populasi manusia Kartono. 2001. Maple untuk Persamaan
konstan. Dalam penelitian ini belum diteliti Diferensial. Yogyakarta : Graha Ilmu.
adanya parameter laju kematian akibat bakteri. Kocak, H. & Hole J. K. 1991. Dynamic and
Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada Bifurcation. New York : Springer –
pembaca yang tertarik pada masalah ini untuk Verlag.
mengembangkan model penyebaran penyakit

106
Z. Asyabah et al./ UNNES Journal of Mathematics 7(1) (2018)

Mäkinen, J., J. Mertsola, S. V. Amersfoorth,


H. Arvilommi, M. K. Viljanen, & Q. He
. 2005. Bordetella pertussis isolates,
Finland. Emerg Infect Dis, 11(1): 183–184.
Olsder, G.J. 2004. Mathematics System Theory.
The Netherlands: Delftse Uitgevers
Maatscappij b.v.
Perko, L. 1991. Differential Equations and
Dynamical System. New York : Springer –
Verlag Berlin Heidelberg.
Pesco, P., P. Bergero, G. Fabricius, & D.
Hozbor. 2015. Mathematical modeling
of delayed pertussis vaccination in
infants. Vaccine JVAC,16656: 1-6.
Safan, M., M. Kretzschmar, & K. P. Hadeler.
2012. Vaccination based control of
infections in SIRS model with
reinfection: special reference to pertussis.
Netherlands. J. Math. Biol, 67:1083–
1110.
Tu, P. N. V. 1994. Dynamical System, An
Introduction with Applications in Economics
and Biology. Germany: Springer – Verlag.
Waluya, S. B. 2006. Persamaan Diferensial.
Graha Ilmu: Yogyakarta.
Ward JI, Cherry JD, Swei-Ju C, et al. 2006.
Bordetella pertussis infections in
vaccinated and unvaccinated adolescents
and adults, as assessed in a national
prospective randomized acellular
pertussis vaccine trial (APERT). Clin
Infect Dis. 43:151-7.
Wendelboe, AM, E. Njamkepo, & A.
Bourillon. 2007. Transmission
of Bordetella pertussis to young
infants. Pediatr Infect Dis J, 26 (2): 93-99.

107

Anda mungkin juga menyukai