Anda di halaman 1dari 16

Pengukuran Epidemiologi dan Hubungan Asosiasi

Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari 3 kata dasar yaitu epi
yang memiliki arti pada atau tenang, demos yang memiliki arti penduduk, dan
logos yang memiliki arti ilmu pengetahuan, jadi epidemiologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang penduduk. Sedangkan pada saat ini, epidemiologi adalah
salah satu cabang dari ilmu kesehatan untuk menganalisa distribusi dan faktor-
faktor yang berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang bertujuan
untuk melakukan pencegahan dan penanggulangannya.

Epidemiologi sebagai ilmu diagnosa kesehatan masyarakat, terus menerus


berkembang dari pengalaman menghadapi sepak terjang penyakit sebagai
fenomena massa. Ketika wabah penyakit menular melanda bangsa-bangsa di
dunia, epidemologi diartikan sebagai ilmu tentang epidemik (wabah). Untuk
mengatasi suatu wabah yang tengah berkecamuk, perlu diketahui bagaimana
menjalarnya wabah tersebut dengan mengamati siapa-siapa yang terserang,
dimana wabah menyerang, dan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk
menyerang sejumlah orang tertentu. Sesuai peranannya pada masa itu
epidemiologi dirumuskan sebagai ilmu tentang fenomena massa penyakit infeksi
(Frost, 1927).
Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi
berkembang dari rantai sebab akibat kesuatu proses kejadian penyakit yakni
proses interaksi antara manusia (pejamu) dengan berbagai sifatnya (Biologis,
Fisiologis, Psikologis, Sosiologis dan Antropologis) dengan penyebab (Agent)
serta dengan lingkungan (Enviroment) (Nur Nasry Noor, 2000). Menurut salah
seorang ahli John Bordon, Model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi
tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan
(Enviromet).
Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis dan
pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya
ketidak seimbangan antar ketiga komponen tersebut”. Model ini lebih di kenal
dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk
menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba)
mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan (Purnawinadi, 2014).
Tujuan dari epidemiologi adalah memberikan gambaran mengenai penyebaran,
kecenderungan, dan riwayat alamiah penyakit, menjelaskan penyebab dari suatu
penyakit, meramalkan kejadian suatu penyakit, serta mengendalikan penyebaran
penyakit dan masalah kesehatan lainnya di masyarakat. Tujuan epidemiologi
menurut seorang ahli adalah untuk :
1. mengidentifikasi penyebab dan faktor risiko penyakit/masalah kesehatan;
2. menentukan tingkat, jangkauan atau luasnya penyakit/masalah kesehatan,
mempelajari perjalanan alamiah dan prognosis penyakit di masyarakat
3. mengevaluasi cara-cara pencegahan dan penatalaksanaan, baik yang sudah
ada sebelumnya maupun yang baru, dan
4. menyediakan dasar bagi pengembangan keputusan dan kebijakan
kesehatan. (Gordis, 2004).
Kegunaan epidemiologi adalah untuk memperoleh informasi mengenai
riwayatalamiah penyakit, proses terjadinya suatu penyakit, serta informasi
mengenaipenyebaran penyakit pada berbagai kelompok masyarakat. Selain itu
jugaepidemiologi dapat digunakan untuk mengelompokkan penyakit, membuat
program pemeliharaan kesehatan, dan membuat cara-cara untuk mengevaluasi
program pemeliharaan kesehatan yang dilakukan.Kegunaan epidemiologi makin
meluas tidak hanya mengenai penyakit tetapi mengenai masalah-masalah
kesehatan lainnya. Epidemiologi tidak hanya digunakan untuk keadaan-keadaan
kesehatan yang bersifat populasi tetapi juga di klinik kedokteran yang umumnya
bersifat individual atau bersifat populasi maka populasinya terbatas dan berciri
khusus yaitu para penderita klinik tersebut. Epidemiologi juga banyak digunakan
untuk mengevaluasi program pelayanan kesehatan. Selain perannya yang
tradisional yaitu mencari dan atau menentukan etiologi penyakit (Budiarto, 2003).
Salah satu ahli menyatakan bahwa epidemiologi berguna dalam 9 hal yaitu:
1. Penelitian sejarah- apakah kesehatan masyarakat membaik atau menjadi
lebih buruk ?
2. Diagnosis komunitas-masalah kesehatan yang aktual dan yang potensial?
3. Kerjanya pelayanan kesehatan-Efficacy, Effectiveness, Efficiency
4. Resiko individual dan peluang-Actuarial risks, penilaian bahaya kesehatan
5. Melengkapi gambaran klinik-penampilan penyakit yang berbeda
6. Identifikasi sindroma “Lumping and spitting”
7. Mencari penyebab Case control and cohort studies
8. Mengevaluasi simptoms dan tanda-tanda
9. Analisis keputusan klinis (Last, 1987).
Secara umum, dapat dikatakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam
mempelajari epidemiologi adalah memperoleh data frekuensi distribusi dan
determinan penyakit atau fenomena lain yang berkaitan dengan kesehatan
masyarakat. Data yang diperoleh dapat digunakan untuk memperoleh informasi
tentang penyebab penyakit, misalnya:
1. Penelitian epidemiologis yang dilakukan pada kejadian luar biasa akibat
keracunan makanan dapat digunakan untuk mengungkapkan makanan
yang tercemar dan menemukan penyebabnya
2. Penelitian epidemiologis yang dilakukan untuk mencari hubungan antara
karsinoma paru-paru dengan asbes
3. Menetukan apakah hipotesis yang dihasilkan dari percobaabn hewan
konsisten dengan data epidemiologis. Misalnya, percobaan tentang
terjadinya karsinoma kandung kemih pada hewan yang diolesi tir. Untuk
mengetahui apakah hasil percobaan hewan konsisten dengan kenyataan
pada manusia, dilakukan analisis terhadap semua penderita karsinoma
kandung kemih lebih banyak terpajan oleh rokok dibandingkan dengan
bukan penderita
4. Memperoleh informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun perencanaan, penanggulangan masalah kesehatan, serta
menentukan prioritas masalah kesehatan masyarakat; misalnya:
Keuntungan atau kelebihan rancangan kasus control yaitu, memungkinkan
meneliti penyakit-penyakit yang jarang terjadi, memungkinkan meneliti
penyakit yang memiliki masa laten yang lama antara paparan dan
manifestasi klinis, dapat dilaksanakan pada periode waktu yang singkat,
jika dibandingkan dengan penelitian kohort, penelitian kasus control
relative lebih murah, dan dapat meneliti beberapa hal sekaligus yang
memiliki potensi sebagai penyebab penyakit.Akan tetapi, rancangan ini
juga memiliki beberapa kekurangan seperti, kemungkinan adanya bias
recall karena informasi mengenai paparan diperoleh dari riwayat dahulu
berdasarkan wawancara, validasi dari informasi mengenai adanya paparan
bisa jadi sulit untuk dilakukan, informasinya tidak legkap, atau bahkan
tidak memungkinkan, hanya memusatkan perhatian pada satu penyakit
saja, biasanya tidak dapat menyediakan informasi mengenai angka
kejadian penyakit, secara umum tidak lengkap, pemilihan kontrol yang
tepat bisa jadi merupakan hal yang sulit, metode penelitian bisa jadi sulit
dipahami oleh orang yang bukan ahli epidemiologi dan interpretasi hasil
bisa jadi sulit (Meirik, 2012).
Pada umumnya rancangan kohort merupakan penelitian epidemiologi
longitudinal prospektif, yaitu:
a) Dimulai dari status keterpaparan EFEK
b) Arahnya selalu maju FAKTOR RESIKO (FR) ya

Populasi

tidak
subjek:
Populasi Sampel orang
sehat tanpa ya
sakit

Populasi tidak

Gambar 1 rancangan Penelitian kohort


Penelitian ini dimulai dengan memilih sampel kelompok (subjek) sehat dari
suatu populasi. semua subjek penelitian harus bebas dari penyakit atau efek yang
diteliti. Setelah itu subjek-subjek dengan maupun tanpa paparan faktor risiko
diikuti terus secara prospektif sampai timbul efek atau penyakit tertentu. Hasilnya
memberikan nilai perhitungan asosiasi yang disebut Risiko relatif (Relative Risk).
Sebagai suatu asosiasi, untuk memudahkan analisis terhadap data penelitian
kohor, perlu adanya pemahaman kerangka tabulasi yang baku. risiko relatif dapat
digambarkan dalam suatu matriks empat sel 2 x 2 yang mempresentasikan adanya
eksposur faktor risiko dan penyakit (Ryadi, dkk., 2010).
Tabel 2.1
Tabel 2 x 2 eksposur faktor risiko dan penyakit:
Outcome/ efek
Eksposur Total
(+) (-)
(+) A B (a+b)
(-) C D (c+d)
Total (a+c) (b+d)

Pada kerangka tabel tersebut, yang disebut dengan insiden kasus kelompok
terpapar adalah a/(a+c), sedangkan insiden kasus kelompok tidak terpapar adalah
b/(b+d).
Dimana risiko relatif pada penelitian kohor adalah:
𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑝𝑎𝑟
𝑅𝑅 =
𝑖𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑝𝑎𝑟
𝑎/(𝑎 + 𝑐) 𝑎 (𝑏 + 𝑑) 𝑎(𝑏 + 𝑑)
𝑅𝑅 = = × =
𝑏/(𝑏 + 𝑑) (𝑎 + 𝑐) 𝑏 𝑏(𝑎 + 𝑐)
Interpretasi:
1) RR = 1 , faktor risiko bersifat netral, risiko kelompok terpapar sama dengan
kelompok tidak terpapar.
2) RR > 1 , Confient Interval (CI) > 1 , faktor risiko menyebabkan sakit.
3) RR < 1 , Confient Interval (CI) < 1 , faktor risiko mencegah sakit (Bustan,
2006).
Beberapa keuntungan dari penelitian Cohort antara lain, informasi
mengenai paparan subyek bisa lengkap, termasuk pengendalian mutu data dan
pengalaman sebelumnya, memberikan urutan waktu yang jelas antara paparan dan
penyakit, terdapat
a. Data frekuensi distribusi berbagai penyakit yang terdapat dimasyarakat dapat
digunakan untuk menyusun rencana kebutuhan pelayanan kesehatan disuatu
wilayah dan menentukan prioritas masalah.
b. Bila dari hasil penelitian epidemiologis diperoleh bahwa insidensi tetanus
neonatorum disuatu wilayah cukup tinggi maka data tersebut dapat digunakan
untuk menyusun strategi yang efektif dan efisien dalam menggulangi masalah
tersebut, misalnya dengan mengirirm petugas lapangan untuk memberikan
penyuluhan pada ibu-ibu serta mengadakan imunisasi pada ibu hamil.
Demikian pula pada kelompok pembanding atau kontrol, dilakukan
pencatatan mengenai kesempatan untuk meneliti beberapa outcome sekaligus
yang terkait dengan paparan tertentu, memungkinkan perhitungan angka insidensi
(absolute risk) dan RR (relative risk), metodologi dan hasil penelitian mudah
dipahami oleh kalangan non-ahli epidemiologi, memungkinkan meneliti paparan-
paparan yang relatif jarang didapatkan.Meskipun demikian, rancangan kohort ini
juga memiliki beberapa kekurangan seperti, kurang sesuai untuk penyakit-
penyakit yang jarang terjadi karena dibutuhkan subyek dalam jumlah yang besar,
tidak sesuai apabila terdapat waktu yang cukup panjang antara paparan dan
manifestasi klinis penyakit. Tetapi, hal ini dapat diatasi dengan model penelitian
cohort retrospektif (historical cohort)yaitu sebagai berikut :
1. Pola paparan dapat mengalami perubahan selama penelitian tersebut
dilaksanakan. Sebagai contoh, seumpama ketika kita meneliti mengenai
paparan berupa kontrasepsi oral, dapat terjadi perubahan komposisi selama
pelaksaan penelitian yang mempengaruhi hasilnya menjadi kurang relevan.
2. Upaya untuk mempertahankan tingkat follow up yang tinggi (jumlah subyek
yang bisa dilakukan follow up) bisa jadi merupakan hal yang sulit.
Bentuk paling sederhana dari sebuah survey di populasi adalah
pengukuran prevalensi penyakit pada satu waktu. Penelitian cross-sectional
memiliki beberapa kegunaan seperti, survei nasional multi tujuan (Riskesdas atau
riset kesehatan dasar Indonesia), misalnya untuk mempelajari tren faktor risiko
atau gejala, identifikasi penyebab penyakit, dan evaluasi kebutuhan kesehatan.
Kegunaan berikutnya seperti, penelitian untuk mengetahui prevalensi penyakit,
dan kegunaan selajutnya yaitu penelitian etiologi penyakit, khususnya yang tidak
memiliki onset (tanggal mulai gejala) yang jelas, misalnya pada penyakit
bronkhitis kronis. Aktivitas Epidemiologi, antara lain:
1. Pengumpulan dan analisis pencatatan vital (kelahiran dan kematian)
2. Pengumpulan dan analisis data morbiditas dari rumah sakit, lembaga
kesehatan, klinik, dokter dan industri
3. Pemantauan penyakit dan masalah kesehatan komunitas yang lain
(Amiruddin, 2011).
Ukuran asosiasi juga merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara
suatu eksposur/faktor risiko dan kejadian suatu penyakit. Memasukkan suatu
perbandingan frekuensi penyakit antara dua atau lebih kelompok dengan berbagai
derajat eksposur. Beberapa ukuran asosiasi juga digunakan untuk mengestimasi
efek penyakit yang ditimbulkan (Azwar,1999). Ukuran asosiasi terdiri dari :
1.1 Ukuran Rasio
A. Risiko Relatif
Risiko relatif adalah ukuran yang menunjukkan besarnya resiko untuk
mengalami penyakit pada populasi terpapar dibandingkan dengan populasi
tidak terpapar. Resiko relatif atau Relative Risk dipakai dalam studi
epidemiologi untuk menjelaskan apakah ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen atau ratio antara dua proporsi. Ratio
antara 2 proporsi ini adalah proporsi faktor resiko penyakit positif (terpapar)
dengan faktor resiko penyakit negatif (tidak terpapar). Relative risk biasanya
dipakai untuk penelitian kohort (Anonim1, 2010)
Risiko relatif sering disebut sebagai rasio risiko (risk ratio) adalah
perbandingan risiko peristiwa tertentu pada kelompok-kelompok orang yang
berbeda. Risiko relatif (RR) biasanya digunakan untuk memperkirakan
paparan terhadap sesuatu yang dapat mempengaruhi kesehatan. Risiko relatif
adalah rasio angka insidensi penyakit karena paparan dibandingkan dengan
angka insidensi penyakit yang sama tanpa terpapar, dengan rumus sebagai
berikut:
Relative Risk = Angka insidensi penyakit dalam kelompok yang terpapar
Angka insidensi penyakit dalam kelompok tanpa terpapar

Risiko relatif digunakan hanya sebagai pengukur probabilitas, dengan ini


dapat dipertanyakan berapa peluang kelompok menjadi sakit jika mereka terpapar
dan berapa peluang mereka tidak kena sakit kalau tidak terpapar (Magnus, 2010).
Kelebihan utama dari penelitian ini adalah metodenya yang memungkinkan
mengamati bagaimana suatu faktor keterpaparan berlangsung hingga
memungkinkan terjadinya efek.
B. Rasio Odds (OR)
Odds ratio (OR) atau rasio odds adalah kemungkinan paparan faktor risiko
pada kelompok kasus dengan kemungkinan paparan faktor risiko pada kelompok
kontrol (Kasjono dan Kristiawan, 2009). Definisi lain odds ratio menurut Magnus
(terj., Belawati, dkk., 2010) adalah ukuran yang digunakan untuk menjelaskan
asosiasi yang di dapatkan dalam penelitian kasus-kontrol. Ukuran ini
menggunakan tabel 2x2 dengan notasi yang sama untuk menjelaskannya.
Terdapat dua pola desain tabulasi pada penelitian kasus-kontrol. Pola desain
tersebut yaitu sebagai berikut
Tabel 2.2
Notasi Tabel 2 x 2
Pola I Desain Penelitian Kasus-Kontrol
Eksposur
Penyakit Total
(+) (-)
(+) (a) (b) (a+b)
(-) (c) (d) (c+d)
Total (a+c) (b+d) (a+b+c+d)
Tabel 2.3.
Notasi Tabel 2 x 2
Pola II Desain Penelitian Kasus-Kontrol
Penyakit
Eksposur Total
(+) (-)
(+) (a) (c) (a+c)
(-) (b) (d) (b+d)
Total (a+b) (c+d) (a+b+c+d)
(Ryadi dan Wijayanti, 2011).
Tabel Odds ratio merepresentasikan probabilitas untuk berada dalam
kelompok yang sesuai (concordant group), dimana huruf (a) mewakili kelompok
yang terpajan dan sakit serta (d) mewakili kelompok yang tidak terpajan dan tidak
sakit., atau berada dalam kelompok yang tidak sesuai (discordant group), dimana
(b) mewakili kelompok yang tidak terpajan namun sakit serta (c) mewakili
kelompok yang terpajan namun tidak sakit. Baik pada pola I maupun pola II,
rumus untuk mencari rasio odds-nya yaitu :
(𝑎)𝑥 (𝑑)
𝑂𝑅 (𝑂𝑑𝑑𝑠 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜) =
(𝑏)𝑥 (𝑐)
Pada dasarnya kedua pola tersebut menunjukkan hasil rasio odds yang
sama, hanya berbeda pada penempatan eksposur dan outcome-nya pada sistem
tabulasi. Pada umumnya, pola II lebih banyak digunakan. Rasio odds digunakan
dalam penelitian kasus-kontrol dan bukan penelitian kohort. Hal ini karena desain
dan ukuran penelitian kohort terkait secara integral, dan tidak dibenarkan untuk
mengubah salah satunya tanpa mengubah yang lain.
yang digunakan adalah RR yang disebut rasio odds (Ryadi dan Wijayanti,
2011).
Jika penyakit yang hendak diselidiki itu merupakan penyakit yang relatif
langka, misalnya penyakit kanker atau kardiovaskular, dan sampel kelompok
kontrol ditentukan tanpa bergantung pada pajanan, maka rasio odd akan
merepresentasikan aproksimasi RR. Ini terjadi karena a << c dan b << d sehingga
a + c dapat diaproksimasikan oleh c, dan b + d dapat diaprosimaksikan oleh d.
Sifat OR ini sangat berguna dan merupakan sifat yang membuat penelitian kasus-
kontrol terhadap outcome yang langka menjadi alat yang kuat dalam epidemiologi
(Ryadi dan Wijayanti, 2011).
1.2 Risiko Laju Insidensi
Berdasarkan riwayat alamiah penyakit, kejadian penyakit dapat dibedakan
menjadi 2 jenis yaitu insidence dan prevalens insidence sering dikatakan sebagai
kasus baru, sedangkan prevalens sering dikatakan sebagai kasus baru dan kasus
lama.
A. Laju Insidentil / Insidence Rate
Insidence adalah kejadian (kasus) penyakit yang baru saja memasuki fase
klinik dalam riwayat alamiah suatu penyakit. Incidens rate dari suatu penyakit
tertentu adalah dalam jumlah kasus baru yang terjadi di kalangan penduduk
selama periode/kurun waktu tertentu.
Jumlah Penderita Baru
Incidence Rate = xK
Jumlah penduduk yang mungkin terkena
penyakit tersebut pada pertengahan tahun
K = Konstanta ( 100%, 1000 ‰)
Kegunaan Insidence rate adalah :
1. Untuk menentukan penduduk yg menderita dan terancam
2. Untuk penelitian kasus (mencari faktor risiko)
3. Untuk mengetahui faktor penyebab
4. Untuk mengevaluasi keberhasilan program penanggulangan
Didalam mempelajari insidence diperlukan penentuan waktu atau saat
timbulnya penyakit. Bagi penyakit-penyakit yang aut seperti influenza, infeksi
stafilokokus, gastroenteritis, acute myocardinal infarction dan cerebral
hemorrhage. Penentuan insidence rate ini tidak begitu sulit berhubung waktu
terjadinya dapat diketahui secara pasti atau mendekati pasti. Lain halnya dengan
penyakitt dimana timbulnya tidak jelas, disini waktu ditegakkan nya diagnosis
paati diartikan sebagai waktu mulai penyakit. Ukuran frekuensi insidens penyakit
dapat dibedakan dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu insidens kumulatif,
secondary attack rate dan laju insidens.
B. Insiden Kumulatif (Cumulative Incidence = CI)
Insidens kumulatif adalah parameter yang menunjukkan taksiran
probabilitas (risiko,risk) seseorang untuk terkena penyakit dalam suatu jangka
waktu. CI selalu bernilai antara 0 dan 1. Dalam menghitung CI, perlu penentuan
periode waktu. Periode waktu tersebut bias berupa beberapa jam, bulan, tahun dan
sebagainya.
Rumusnya sebagai berikut :
Jumlah Kasus Baru Suatu Penyakit
𝐶𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 𝐼𝑛𝑐𝑖𝑑𝑒𝑛𝑐𝑒 = x 1000
Jumlah Populasi Dalam Resiko

Istilah lain untuk insidens komulatif adalah insidens risk. Syarat yang
digolongkan beresiko dalam insiden komulatif adalah:
1) Tidak sedang/telah terjangkit penyakit yang diteliti
2) Tidak imun terhadap penyakit yang diteliti
3) Memiliki organ sasaran yang masih intak
4) Hidup
5) Masih dalam jangkauan pengamatan
Sedangkan dalam Kejadian Luar Biasa (KLB) / wabah. Misalnya keracunan
makanan, istilah yang digunakan adalah attack rate. Rumus sebagai berikut:

Jumlah Kasus selama epidemi


𝐴𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑒 = x 1000
Populasi yang mempunyai resiko−resiko

C. Secondary Attack Rate


Secondary attack rate dalah ukuran yang menunjukkan jumlah penderita
baru pada serangan kedua berbanding dengan jumlah penduduk yang mempunyai
resiko-jumlah penduduk yang terkena pertama. Rumus sebagai berikut:
𝑆𝑒𝑐𝑜𝑛𝑑𝑎𝑟𝑦 𝐴𝑡𝑡𝑎𝑐𝑘 𝑅𝑎𝑡𝑒
Jumlah Penderita Baru pada Serangan Kedua
= x 1000
Jumlah penduduk yg mempunyai resiko −
Jumlah penduduk yg terkena serangan pertama

D. Laju Insidensi (Incidence Density = ID)


Laju insidens adalah ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian baru
penyakit pada populasi. Laju insidens merupakan proporsi antara jumlah orang
yang menderita penyakit dan jumlah orang dalam resiko kali lamanya dalam
resiko.
1) Perkiraan terbaik mengenai mortalitas dan morbiditas.
2) Numerator adalah jumah kasusbaru dalam populasi.
3) Denominator adalah jumlah periode waktu dimana setiap orang dalam
pengamatan dan bebas dari penyakit.
4) Dimensi adalah orang per waktu ( Orang-tahun, Orang-bulan, Orang-
hari, Orang-jam, Orang-menit dan lain-lain.
5) Nilai berkisar : 0 – Tak Terhingga.
Rumus sebagai berikut :
Jumlah Kasus Baru
Laju Insidens = x 1000
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑜𝑛 𝑇𝑖𝑚𝑒

Person time adalah jumlah orang dalam resiko dikalikan dengan lamanya
orang-hari dalam resiko, yang digambarkan dalam orang-minggu, orang-bulan
atau orang-tahun tergantung dari jenis penyakit yang sedang diteliti. Untuk
masing-masing individu yang berada dalam populasi, maka waktu memiliki resiko
adalah waktu selama individu yang sedang diamati itu masih terbebas dari
penyakit.
1.3 Ukuran Beda
A. Beda risiko (risk difference) atau risiko atribut (attributable risk)
Beda risiko (risk difference/RD) atau disebut juga risiko atribut (attributable
risk/AR) dapat diperoleh dengan menghitung selisih angka insidensi kelompok
terpajan dan kelompok angka insidensi tidak terpajan dan hasilnya dianggap
sebagai pemaparan oleh faktor penyebab penyakit (atribut). Makin besar jumlah
kasus penyakit yang bisa dihindari seandainya dilakukan pencegahan terjadinya
paparan pada kelompok terpapar. Rumus Beda risiko sebagai berikut.
Angka Insidensi kelompok terpajan - angka insidensi kelompok tidak terpajan
(Richard F. Morton et all,2009)
Beda risiko menunjukkan kelebihan penyakit karena suatu factor di
subkelompok populasi yang terpajan oleh suatu factor. Jika “angka insidensi di
kalangan terpajan” diganti dengan “angka insidensi di seluruh populasi” dalam
rumus beda risiko, maka akan didapatkan population attribute risk. Population
attribute risk umumnya penting bagi pengambil kebijakan kesehatan masyarakat
karena population attribute risk mengukur potensial manfaat yang diharapkan jika
pajanan di dalam populasi dapat dikurangi (Richard F. Morton et all,2009)
B. Insidensi Rate (IR)
Insidensi adalah jumlah seluruh kas baru pada suatu populasi pada suatu
populasi pada suatu saat periode waktu tertentu. Indikator yang paling banyak
digunakan di dalam epidemologi bila dikaitkan dengan penderita baru dalam
waktu tertentu

Ʃ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢


IR = Ʃ 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑘 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎

Biasanya insidensi digunakan untuk penyakit yang sifatnya akut.


Pengamatan harus bersifat dinamis dimana ukuran disini menggambarkan
keoatan/kekuatan peubahan keadaan karena pengaruh lingkungan. Insidensi bukan
merupakan ukuran probabilitas, lain dapat berkisar dari 0 – hampir tak terhingga.
Dan ukuran ini tidak dapat diinterpretasikan kepada individu yang ada di populasi.
Kelemahan dari pemakaian insidensi adalah susah menentukan waktu
serangan suatu penyakit dengan jelas beberapa hal yang perlu diperhatikan :
a. Kapan mulainya gejala pertama.
b. Waktu diagnose.
c. Tanggal masuk rumah sakit/ pelayanan kesehatan
Manfaat insidensi Rate adalah :
a. Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi
b. Mengetahui resiko unutk terkena masalah kesehatan yang dihadapi
c. Mengetahui beban tugas yang harus diselenggarakan oleh suatu fasilitas
pelayanan kesehatan.
C. Insidensi Kumulatif (IK)
Tingkat insidensi kumulatif adalah suatu ukuran tentang kejadian penyakit
atau ukuran status kesehatan yang lebih sederhana. Tidak seperti tingkat insidensi,
maka yang diukur hanyalah denominator yang ada pada permulaan saja tingkat
insidensi kumulatif dapat dihitung sebagai berikut :
Ʃ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
IK = Ʃ 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑎𝑚𝑎𝑡𝑎𝑛

Dalam pengertian statistik maka insidensi kumulatif itu adalah merupakan


probabilitas atau risiko dari individu yang berada didalam populasi tersebut untuk
terkena penyakit dalam periode waktu tertentu. Hasil ukuran tersebut tidak
mempunyai satuan, kisaran angka antara 0 – 1. Seringkali tingkat insidensi
kumulatif ditemukan sebagai jumlah kasus per 1.000 populasi.
D. Attack Rate/AR
Biasanya dinyatakan dengan persen (%) dan dipergunakan dalam jumlah
populasi yang realtif sedikit dan waktu yang relatif singkat. Proses
penghitungan sama dengan IR.
Contoh: keadaan wabah, keracunan makanan, penyakit yang menyerang pada
batas umur tertentu.
E. Secondary Attack Rate/SAR
Kasus sekunder adalah kasus-kasus yang terkena penyakit di dalam suatu
lingkungan setelah dating nya satu atau lebih kasus primer dari lingkungan yang
lain :
Ʃ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑠𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑒𝑟
SAR = Ʃ 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑎𝑡 𝑟𝑖𝑠𝑘

1.4 Penggunaan Ukuran Asosiasi


Ukuran rasio adalah informasi untuk memutuskan bahwa hubungan paparan
dan penyakit valid atau tidak secara kausalitas. Ukuran asosiasi di gunakan untuk
merefleksikan kekuatan atau besar asosiasi antara suatu eksposur/faktor risiko dan
kejadian suatu penyakit memasukkan suatu perbandingan frekuensi penyakit
antara dua atau lebih kelompok dengan berbagai derajat eksposur. Beberapa
ukuran assosiasi digunakan untuk mengestimasi efek. Ukuran-ukuran asosiasi
dibagi menjadi dua, yaitu :
A. Ukuran rasio (Perbandingan relatif)
Informasi untuk memutuskan bahwa hubungan paparan dan penyakit valid atau
tidak secara kausalitas. Rasio dua frekuensi penyakit membandingkan kelompok
terpajan dengan kelompok tidak terpajan. Ukuran beda : lebih bermanfaat bagi
pelayanan kesehatan
Perbandingan relatif dapat ditentukan dengan rumus berikut:

RR = Risiko pada kelompok terpajan


Risiko pada kelompok tidak terpajan

B. Ukuran perbedaan (perbandingan absolut)


Yaitu perbedaan antara ukuran frekuensi penyakit suatu kelompok terpajan
dan kelompok yang tidak terpajan. Cara terbaik untuk membahas bagaimana cara
menyampaikan ukuran asosiasi secara tepat dapat dilihat pada contoh berikut ini.
Suatu penelitian mengenai asosiasi antara virus dan sindrom yang baru dikenali
dan kaitannya dengan kabut asap yang menyerang suatu kota karena pembakaran
lahan. Penelitian dilakukan untuk menyelidiki tentang agent etiologik. Penelitian
yang dilakukan merupakan penelitian kasus-kontrol.
Penelitian cross-sectional, ekologis, dan laboratorium telah dilaksanakan
dan tinggal menyelesaikan penelitian case-control yang pertama mengenai agent
etiologik. OR adalah 1,64. Angka tersebut menunjukkan bahwa peluang untuk
sebelumnya terpajan agen infeksi pada orang yang sakit 1,64 kali lebih besar
daripada orang yang tidak sakit. Atau, peluang untuk sebelumnya terpajan agen
infeksi pada orang yang sakit 64% lebih tinggi daripada orang yang tidak sakit.
Ukuran ini membandingkan peluang untuk keterpajanan sebelumnya pada dua
kelompok, yaitu kelompok orang yang sakit dan tidak sakit.
Pada penelitian sebelumnya (melalui penelitian kohort) diperoleh RR adalah
1,75. Angka tersebut menunjukkan resiko seseorang terpajan dan kemudian
menjadi sakit 1,75 kali lebih besar daripada orang yang tidak terpajan. Atau,
risiko untuk menjadi sakit lebih besar 75% pada orang yang terpajan daripada
yang tidak terpajan. Ukuran ini membandingkan probabilitas untuk menjadi sakit
pada dua kelompok, yaitu orang yang terpajan dan tidak terpajan.
Sehingga dapat dikatakan, kedua kasus telah memperlihatkan asosiasi
(hubungan) antara dua variabel, yaitu agens infeksi dan penyakit yang diteliti.
Namun, kita harus hati-hati dalam menyajikan ukuran asosiasi, kesimpulan suatu
penelitian bukan melalui asumsi pribadi, namun melalui uji terkontrol acak dan
analisis yang sangat spesifik.
Contoh pengunaan ukuran asosiasi lain, misalnya penggunaan detergen
merupakan faktor risiko terjadinya eutropikasi (14 kali) dan ikan mati (1,6
kali) Angka terjadinya eutrofikasi (10/100.000 penduduk) Angka kematian ikan
(413/100.000 penduduk) (Bhisma, 2011).
https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=pengukuran+epidemilogi+
dan+hubungan+asosiasi&btnG=

Anda mungkin juga menyukai