Anda di halaman 1dari 16

Bella Putri Elwanda (170502523)

Epidemiologi Analitik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epidemiologi sebagai salah satu disiplin ilmu kesehatan yang relatif masih baru bila
dibandingkan dengan beberapa disiplin ilmu lain, pada saat ini telah mengalami perkembangan
yang cukup pesat. Epidemiologi terbagi atas dua kelompok yaitu, kelompok epidemiologi
deskriptif dan epidemiologi analitik, dalam makalah ini akan dibahas tentang epidemiologi
analitik. Epidemiologi analitik adalah ilmu yang mempelajari determinan yaitu faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian dan distribusi penyakit atau masalah yang berkaitan
dengan kesehatan (Lapau, 2009). Epidemiologi analitik merupakan fase kedua dari fase
pendekatan epidemiologi karena pada fase ini dicoba untuk menganalisis penyebab penyakit
dengan cara menguji hipotesis untuk menjawab pertanyaan seperti bagaimana timbulnya dan
berlanjutnya penyakit.

Unit analisis dari studi epidemiologi adalah sekelompok masyarakat yang bertempat tinggal
sama di suatu daerah batas negara, propinsi, kabupaten, kotamadya, kecamatan, desa, serta
tempat lainnya dan merupakan ilmu yang mempelajari h-ubungan antara masalah-masalah
kesehatan dengan distribusi dan frekuensi penyakit yang menimpa masyarakat yang disebut
sebagai epidemiologi analitik.Epidemiologi analitik sering digunakan atau dipakai pada
penelitian kesehatan untuk mengetahui dan mempelajari hubungan antara faktor risiko dan
masalah-masalah kesehatan yang terjadi di dalam masyarakat(Chandra, 2009).

B. Tujuan

1. Menjelaskan definisi epidemiologi analitik.

2. Menjelaskan jenis disain epidemiologi analitik.

3. Menjelaskan kualitas data dan hubungan sebab akibat dalam epidemiologi analitik.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Epidemiologi Analitik

Epidemiologi analitik adalah ilmu yang mempelajari determinan yaitu faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian dan distribusi penyakit atau masalah yang berkaitan dengan
kesehatan (Lapau, 2009). Epidemiologi analitik di samping meliputi pemahaman terhadap
dasar-dasar epidemiologi deskriptif juga mempunyai pembidangan yang lebih khusus.
Kekhususannya tersebut menekankan pada aspek analisis yaitu mengkhususkan diri pada
analisis hubungan antara fenomena kesehatan dengan berbagai variabel lain (Riyadi dan
Wijayanti, 2011).

Epidemiologi analitik dilakukan untuk mengidentifikasi dan menguji hipotesa tentang hubungan
antara faktor penyebab yang diduga dan hasil (penyakit) tertentu yang muncul. Dalam
pembuatan hipotesa umumnya diarahkan pada apakah suatu faktor pemaparan tertentu dapat
menyebabkan suatu keadaan (penyakit) tententu. Yang termasuk dalam faktor pemaparan
seperti sifat, perilaku, faktor lingkungan atau karakteristik lain yang mungkin menjadi penyebab
penyakit. Epidemiologi analitik ini ditujukan untuk menentukan kekuatan, kepentingan dan
makna statistik dari hubungan epidemiologi antara pemapar dan akibat yang ditimbulkan
(Ferasyi, 2008). Jadi, secara umum epidemiologi analitik adalah penelitian epidemiologi yang
bertujuan untuk memperoleh penjelasan tentang faktor-faktor risiko dan penyebab penyakit
serta membandingkan risiko terkena penyakit antara kelompok terpapar dan tak terpapar.

B. Jenis Disain Epidemiologi Analitik

Epidemiologi analitik terdiri dari: (1) Studi observasi (case control, cohort, cross sectional), (2)
Eksperimen/intervensi (eksperimen kuasi, eksperimen murni) (Rajab, 2009).

Sedangkan menurut Lapau (2009) dan Bustan (2006), kelompok jenis disain epidemiologi
analitik dapat dibagi menjadi dua subkelompok, yaitu:

1. Studi Observasional, yang terbagi atas:

a. Studi Potong Lintang (cross sectional)

b. Studi Kasus Kontrol (Case-control)

c. Studi Kohort (Follow-up)

2. Studi Eksperimental, yang terbagi atas:

a. Studi sebelum dan sesudah eksperimen dengan kontrol


b. Trial klinik yang dirandomisasi

c. Trial komunitas yang dirandomisasi

Menurut Sugiyono (2011) terdapat beberapa bentuk desain eksperimen, yaitupre-experimental


design, true experimental design, dan quasy experimental design.

1. Studi Observasional

a. Studi Potong Lintang (cross sectional)

Menurut Nugrahaeni (2011), Studi potong lintang (cross sectional) untuk penelitian analitik
adalah studi yang mempelajari hubungan faktor risiko (paparan) dan efek (penyakit/masalah
kesehatan) dengan cara mengamati faktor risiko dan efek secara serentak pada banyak individu
dari suatu populasi pada satu saat. Misalnya, penelitian mengenai perbedaan pemberian ASI
Eksklusif pada berbagai tingkat pendidikan ibu, penelitian mengenai beda proporsi
hiperlipidemia pada pria dan wanita, dan penelitian mengenai hubungan berbagai faktor risiko
dalam menyebabkan terjadinya penyakit tertentu.

Penelitian cross sectional ini sering disebut juga penelitian tranversal, dan sering digunakan
dalam penelitian-penelitian epidemiologi. Dibandingkan dengan penelitian-penelitian yang lain,
metode penelitian ini merupakan yang paling lemah karena penelitian ini paling mudah
dilakukan dan sangat sederhana (Notoadmodjo, 2005). Penelitian analitik dengan pendekatan
cross sectional dapat dilakukan di rumah sakit atau dilapangan. Penelitian klinis yang dilakukan
di rumah sakit banyak menggunakan pendekatan cross sectional dengan tujuan untuk mencari
adanya hubungan antara pajanan terhadap faktor risiko dan timbulnya penyakit sebagai akibat
pajanan tersebut. Hal ini dilakukan karena penelitian dengan pendekatan cross sectional untuk
tujuan analitis akan lebih cepat, lebih praktis dan efesien serta data yang telah ada dapat
dimanfaatkan walaupun terdapat beberapa kelemahan karena pengamatan sebab dan akibat
dilakukan pada saat yang bersamaan, tanpa urutan waktu yang lazim, yaitu sebab mendahului
akibat, yang merupakan salah satu syarat penting dalam menentukan hubungan sebab akibat
(Hasmi, 2012).

Menurut Budiarto dan Anggraeni (2002), penelitiancross sectional memiliki ciri-ciri dan langkah-
langkah dalam melakukan penelitiannya. Ciri-ciri dari penelitian cross sectional tersebut sebagai
berikut:

1) Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prevalensi penyakit tertentu.

2) Pada penelitian ini tidak terdapat kelompok pembanding.

3) Hubungan sebab-akibat hanya merupakan perkiraan saja.


4) Penelitian ini dapat menghasilkan hipotesis.

5) Merupakan penelitian pendahuluan dari penelitian analitis.

Langkah-langkah yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian cross sectional sebagai berikut :

1) Identifikasi dan perumusan masalah.

2) Menentukan tujuan penelitian.

3) Menentukan lokasi dan populasi studi.

4) Menentukan cara dan besar sampel.

5) Memberikan definisi operasional.

6) Menentukan variabel yang akan diukur.

7) Menyusun instrumen pengumpulan data.

8) Rencana analisis.

Bustan (2006) menjelaskan kelebihan dan kekurangan pada studi potong lintang (cross
sectional), yaitu:

1) Kelebihan studi potong lintang:

a) Cepat, dapat dilakukan dengan hanya sekali pengamatan atau interview.

b) Murah, bahkan dapat termurah dibandingkan dengan penelitian lainnya.

c) Berguna untuk informasi bagi perencanaan misalnya untuk menentukan lokasi rumah
sakit, penganggaran obat, dan peralatan medis, dan jenis jenis pelayanan yang diperlukan.

d) Untuk mengamati kemungkinan hubungan berbagai variabel yang ada.

2) Kelemahan studi potong lintang :

a) Umumnya hanya menemukan kasus yang selamat. Tidak dapat menemukan mereka yang
mati karna penyakit yang diteliti.

b) Sulit dilakukan terhadap penyakit atau masalah yang jarang dalam masyarakat.

c) Sulit dipakai untuk penyakit yang akut, pendek masa inkubasi dan masa akhirnya.
b. Studi Kasus Kontrol (Case- control)

1) Pengertian Kasus Kontrol

Studi kasus kontrol merupakan studi penelitian yang dimana peneliti akan melakukan observasi
atau pengukuran terhadap variabel bebas dan tergantung tidak dalam satu waktu. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional karena peneliti tidak memberi perlakuan kepada subjek
penelitian (Ningtyas,2015).

Kasus kontrol dapat digunakan untuk mempelajari penyakit yang jarang karena kasus-kasus
dikumpulkan secara retrospektif dari data suatu kelompok pada rumah sakit yang besar dan
dibandingkan dengan kontrol yang bebas penyakit (Richard, dkk, 2008). Tujuan studi kasus
kontrol yaitu untuk mengembangkan hipotesis atau membuktikan hipotesis secara terbatas
tentang hubungan variabel dependen dan variabel independen serta menyelidiki faktor-faktor
yang mungkin menghasilkan informasi dalam rangka mencegah atau mengobati penyakit atau
masalah tertentu. Dalam studi kasus kontrol, kelompok yang dipilih adalah Kelompok Kasus dan
Kelompok Kontrol (Lapau, 2009). Yang dimaksud dengan kelompok kasus adalah subjek yang
didiagnosis menderita penyakit. Kelompok kontrol adalah subjek yang tidak menderita suatu
penyakit yang diambil secara acak dari populasi yang sama dengan populasi asal kasus (Tamza,
2013).

Sedangkan menurut Budiarto dan Anggraeni (2002), kelompok kasus atau kelompok penderita
ialah kelompok individu yang menderita penyakit yang akan diteliti dan ikut dalam proses
penelitian sebagai subjek studi. Hal ini penting dijelaskan karena tidak semua orang yang
memenuhi kriteria penyakit yang akan diteliti bersedia mengikuti penelitian dan tidak semua
penderita memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Kelompok kontrol ialah kelompok individu
yang sehat atau tidak menderita penyakit yang akan diteliti, tetapi mempunyai peluang yang
sama dengan kelompok kasus untuk terpajan oleh faktor risiko yang diduga sebagai penyebab
timbulnya penyakit dan bersedia menjadi subjek studi.

Secara skematis stuktur penelitian kasus-kontrol dapat di gambarkan sebagai berikut:

Penjelasan untuk gambar tersebut adalah pada keadaaan awal, peneliti mengkategorikan
kelompok penderita sebagai kasus dan kelompok bukan penderita sebagai kontrol kemudian
kedua kelompok ditelusuri pengalaman terpajan oleh faktor resiko pada masa lalu. Pada
sebagian kelompok kasus akan terpajan oleh faktor resiko dan sebagian lagi tidak terpajan,
demikian pula halnya dengan kelompok kontrol. Perbedaan pengalaman terpajan oleh faktor
risiko pada kedua kelompok dibandingkan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan
antara penyakit yang diteliti dengan faktor risiko yang diduga sebagai penyebab (Budiarto,
2004).
2) Ciri-ciri Kasus Kontrol

Ciri- ciri case control adalah bersifat observasional, diawali dengan kelompok penderita dan
bukan penderita, terdapat kelompok kontrol, kelompok kontrol harus memiliki risiko terpajan
oleh faktor risiko yang sama dengan kelompok kasus, membandingkan besarnya pengalaman
terpajan oleh faktor antara kelompok kasus dan kelompok kontrol, tidak mengukur insidensi
(Budiarto dan Anggraeni, 2002).

Langkah-langkah dalam melakukan penelitian dengan menggunakan case control adalah:

1) Identifikasi variabel-variabel penelitian (faktor risiko atau efek).

2) Menetapkan objek penelitian (populasi dan sampel).

3) Identifikasi kasus.

4) Pemilihan subjek sebagai kontrol.

5) Melakukan pengukuran “retrospektif” (melihat ke belakang) untuk melihat faktor risiko.

6) Melakukan analisis dengan membandingkan proporsi antara variabel-variabel objek


penelitian dengan variabel-variabel objek control(Abidin, 2012).

Contoh kasus yaitu pada penelitian kasus kontrol Avian Influenza pada unggas di Jawa Timur,
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, kajian kasus-kontrol dilakukan pada dusun
sebagai unit kajian.Sebagai kasus adalah dusun yang pernah dilaporkan atau sedang mengalami
kasus AI, dan kontrol merupakan dusun yang dilaporkan belum pernah mengalami, tetapi dekat
dengan dusun kasus.Besarnya sampel kajian kasus kontrol dihitung menggunakan rumus
menyidik penyebab penyakit maka didapat masing-masing 109 dusun kasus dan 109 dusun
kontrol. Untuk komparabilitas kedua kelompok dilakukan berdasarkan faktor resiko penyebab
AI yang diteliti meliputi tanggal pengambilan sampel, kabupaten, kecamatan, tipe pertenakan,
asal DOC, status vaksinasi (pernah atau belum, jenis atau produk vaksin, jumlah vaksinasi),
identifikasi atau tindakan pasca vaksinasi, sumber pakan, manajemen umum seperti lokasi
kandang, sistem pemeliharaan, masa istirahat kandang, cara pencucian kandang, sumber air,
biosekuriti seperti sanitasi personal, sanitasi peralatan, sanitasi lingkungan. Data dianalisis
dengan Chi Square (x2) dan Odds Ratio(OR)(Widiasih, 2006).

Metode penelitian kasus-kontrol sangat sesuai untuk penelitian penyakit yang sangat jarang
terjadi atau penyakit dengan fase laten yang panjang, misalnya hubungan antara rokok dan
karsinoma paru-paru atau hubungan kontrasepsi oral dan karsinoma payudara, pelaksanaan
penelitian kasus-kontrol relatif lebih cepat dibandingkan dengan penelitian kohort karena
penelitian diawali dengan kelompok penderita tanpa harus menunggu insidensi seperti pada
penelitian kohort, biaya yang dibutuhkan untuk mengadakan penelitian kasus-kontrol relatif
lebih kecil dibandingkan dengan penelitian kohort, metode penelitian kasus-kontrol tidak
dipengaruhi faktor etis seperti pada penelitian eksperimen karena pada penelitian kasus-
kontrol, intervensi tidak dilakukan oleh peneliti, data yang ada dapat dimanfaatkan terutama
bila penelitian dilakukan dengan berbasis rumah sakit, dan dapat digunakan sebagai penelitian
pendahuluan terhadap penyakit yang belum diketahui penyebabnya (Budiarto, 2004).

3) Kekurangan dan Kelebihan Kasus Kontrol

a) Kekurangan:

- Hanya bisa menginvestigasi satu outcome atau satu kondisi kesehatan/penyakit, karena
kita mulai dari satu kondisi kesehatan dan kita kilas balik ke belakang banyak paparan yang
mungkin telah terjadi.

- Tidak bisa menghitung angka insiden atau ukuran asosiasi absolut lainnya. Kasus dipilih
dari populasi sumber yang memiliki outcome, sedangkan kelompok kontrol merupakan estimasi
distribusi faktor paparan dari populasi sumber, sehingga hasil perhitungan yang kita dapatkan
adalah Odds Rasio (OR). Walaupun asosiasi bisa ditegakkan dengan perhitungan Odds rasio,
tetapi tidak bisa menghitung resiko absolut (abosulute risk) karena angka insiden tidak
diketahui.

- Bias seleksi. Tidak mudah untuk memilih responden pada kelompok kontrol, karena
responden sebisa mungkin tidak terpapar dari faktor risiko yang merupakan penyebab dari
penyakit pada kelompok kasus, karena kemungkinan kelompok kontrol bisa menderita sakit
yang sama seperti kelompok kasus, tetapi masih tahap tanpa gejala (asymptomatic group)
dengan faktor risiko tersebut. Sehingga kemungkinan terjadinya bias seleksi sangat besar.
Misal, untuk mengetahui hubungan antara kasus kanker paru-paru dan merokok. Untuk
pemilihan kasus kontrol, peneliti harus semaksimal mungkin untuk memilih kelompok ini pada
pasien penyakit selain kasus kanker, yang tidak terpapar dengan rokok, misal penyakit mag,
pasien katarak yang bukan perokok dan sebagainya.

- Bias informasi. Seperti kita pahami, bahwa informasi yang kita akan dapatkan tergantung
daya ingat responden. Rekam medis dapat meminimalisir bias informasi, tetapi tidak semua
faktor risiko/paparan terdokumentasi pada rekam medis. Oleh karena itu, kemungkinan bias
pada informasi tinggi, terutama untuk kelompok kontrol. Kelompok kasus akan cenderung lebih
mengingat faktor risiko yang dia alami daripada kelompok kontrol. Seperti contoh diatas, ibu
dengan anak BBLR, umumnya daya ingat akan faktor paparan yang dia alami, memorinya akan
lebih tinggi daripada ibu yang melahirkan bayi normal, misalnya status merokok, status gizi,
periksa kehamilan dan sebagainya(Rothman, 2002).
b. Studi kohort (Follow-up)

1) Pengertian Kohort

Dalam studi ini sekelompok orang dipaparkan (exposed) pada suatu penyebab penyakit (agent).
Kemudian, diambil sekelompok orang lain yang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan
kelompok pertama, tetapi tidak dipaparkan atau dikenakan pada penyebab penyakit. Kelompok
kedua ini disebut kelompok kontrol.Setelah beberapa saat yang telah ditentukan kedua
kelompok tersebut dibandingkan, dicari perbedaannya antara kedua kelompok tersebut
bermakna atau tidak (Notoadmodjo, 2005).

Contoh kasus studi kohort adalah pada penelitian Misti (2012) tentang Resiko Kebiasaan Minum
Kopi pada Kasus Toleransi Glukosa Terganggu terhadap Terjadinya Diabetes Mellitus Tipe 2.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ketiga faktor risiko tersebut berhubungan
dengan kejadian penyakit DBD di wilayah kecamatan Sawahan kota Surabaya. Penelitian ini
adalah penelitian analitik observasional, rancangan kohort, sampel 1.092 rumah dan 4.549
orang responden dari tiga kelurahan di kecamatan Sawahan. Responden dilakukan wawancara
dan pemeriksaan langsung lalu diikuti selama tiga bulan ke depan (Maret-Juni 2010) untuk
mengetahui apakah ada kejadian penyakit DBD dari paparan yang ada. Analisis secara deskriptif
dilakukan untuk mengetahui distribusi responden dan kejadian penyakit DBD dilakukan, uji chi-
square digunakan untuk mengetahui hubungan antara paparan dan kejadian penyakit DBD dan
untuk mengetahui derajat hubungannya digunakan ukuran Resiko Relative (RR) (Misti, 2012).

2) Kelebihan dan Kekurangan Studi Kohort

Menurut Srikanth dan Doddamani (2013), Studi Kohort memiliki kelebihan dan kekurangan,
yaitu:

a) Kelebihan

- Dapat menjadi penilaian terbaik dari studi paparan penyakit langka atau baru.

- Salah satu desain terbaik jika paparan perlu diukur secara langsung.

- Hanya cara untuk mendapatkan informasi calon untuk penyakit fatal.

- Menjelaskan riwayat alami penyakit.

- Dapat memeriksa beberapa hasil terkait dengan paparan.

- Dapat memperkirakan kedua tingkat penyakit keseluruhan dan spesifik.

- Tidak ada recall dan bias seleksi, hasil yang lebih konklusif dari studi kasus-kontrol.
b) Kekurangan

- Tidak praktis untuk penyakit langka atau baru.

- Tidak signifikan secara statistik.

- Sarana dan biaya biasanya mahal.

- Memerlukan waktu yang lama.

2. Studi Eksperimental

1) Pengertian Studi Eksperimental

Eksperimen merupakan suatu penelitian yang menjawab

pertanyaan “jika kita melakukan sesuatu pada kondisi yang dikontrol secara ketat maka apakah
yang akan terjadi?”. Untuk mengetahui apakah ada perubahan atau tidak pada suatu keadaan
yang di kontrol secara ketat maka kita memerlukan perlakuan (treatment) pada kondisi
tersebut dan hal inilah yang dilakukan pada penelitian eksperimen. Sehingga penelitian
eksperimen dapat dikatakan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari
pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono,
2011).

Tujuan dari penelitian eksperimental adalah untuk mengukur efek dari suatu intervensi
terhadap hasil tertentu yang diprediksi sebelumnya.Desain ini merupakan metode utama untuk
menginvestigasi terapi baru.Misal, efek dari obat X dan obat Y terhadap kesembuhan penyakit Z
atau efektivitas suatu program kesehatan terhadap peningkatan kesehatan masyarakat.
Beberapa contoh penelitian dengan desain eksperimental, seperti mengukur efektivitas
penggunaan antibiotik terhadap perawatan wanita dengan gejala infeksi saluran urin dengan
hasil tes urin negatif / negative urine dipstict testing dan efektivitas program MEND (Mind,
Exercise, Nutrition, Do it) terhadap tingkat obesitas pada anak (Bonita, 2006).

Menurut Sugiyono (2011) terdapat beberapa bentuk desain eksperimen, yaitupre-experimental


design, true experimental design, dan quasy experimental design.

1. Pre-experimental design

Desain ini dikatakan sebagai Pre-experimental design karena belum merupakan eksperimen
sungguh-sungguh.Masih terdapat variabel luar yang ikut berpengaruh terhadap terbentuknya
variabel dependen. Bentuk Pre-experimental design dibagi beberapa macam antara lain:
1) One-Shoot Case Study

Jenis one-shot case study dimaksudkan untuk menunjukkan kekuatan pengukuran dan nilai
ilmiah suatu desain penelitian. Adapun bagan dari one-shot case study adalah sebagai berikut:

Perlakuan terhadap variabel independen (Treatment of independent variable)

Pengamatan atau pengukuran terhadap variabel dependen (Observation or measurement of


dependent variable)

Dengan X: kelompok yang akan diberi stimulus dalam eksperimen dan O: kejadian pengukuran
atau pengamatan. Bagan tersebut dapat dibaca sebagai berikut: terdapat suatu kelompok yang
diberi perlakuan, dan selanjutnya diobservasi hasilnya. Contoh: Pengaruh penggunaan
Komputer dan LCD (X) terhadap hasil belajar siswa (O).

2) The one group pretest-posttest design

Perbedaan dengan desain pertama adalah, untuk the one group pretest-posttest design,
terdapat pretest sebelum diberi perlakuan, hasil perlakuan dapat diketahui dengan lebih
akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Bentuk
bagan desain tersebut adalah sebagai berikut.

O1

O2

Pretest

Treatment

Posttest

3. The static-group comparison

Penelitian jenis ini menggunakan satu group yang dibagi menjadi dua, yang satu memperoleh
stimulus eksperimen (yang diberi perlakuan) dan yang lain tidak mendapatkan stimulus apapun
sebagai alat kontrol. Masalah yang akan muncul dalam desain ini adalah meyangkut resiko
penyeleksian terhadap subjek yang akan diteliti. Oleh karena itu, grup tersebut harus dipilih
secara acak.
4. True experimental design

Disebut sebagai true experiments karena dalam desain ini peneliti dapat mengontrol semua
variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Jadi, validitas internal (kualitas
pelaksnaaan rancangan penelitian) menjadi tinggi. Sejalan dengan hal tersebut, tujuan dari true
experiments menurut Suryabrata (2011) adalah untuk menyelidiki kemungkinan saling
hubungan sebab akibat dengan cara mengenakan perlakuan dan membandingkan hasilnya
dengan grup kontrol yang tidak diberi perlakuan. True experiments ini mempunyai ciri utama
yaitu sampel yang digunakan untuk eksperimen maupun sebagai kelompok kontrol diambil
secara random dari populasi tertentu. Atau dengan kata lain dalamtrue experiments pasti ada
kelompok kontrol dan pengambilan sampel secara random. Design ini terbagi atas:

a. Pretest-posttes control group design

Dalam desain ini terdapat dua grup yang dipilih secara random kemudian diberi pretest untuk
mengetahui perbedaan keadaan awal antara group eksperimen dan group kontrol.Hasil pretest
yang baik adalah jika nilai group eksperimen tidak berbeda secara signifikan.

b. Posttest-only control group design

Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Grup
pertama diberi perlakuan (X) dan grup yang lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut
kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol.

5. Quasi experimental design

Quasi experiments disebut juga dengan eksperimen pura-pura. Bentuk desain ini merupakan
pengembangan dari true experimental design yang sulit dilaksanakan. Desain ini mempunyai
variabel kontrol tetapi tidak digunakan sepenuhnya untuk mengontrol variabel luar yang
mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.Desain digunakan jika peneliti dapat melakukan
kontrol atas berbagai variabel yang berpengaruh, tetapi tidak cukup untuk melakukan
eksperimen yang sesungguhnya.Dalam eksperimen ini, jika menggunakan random tidak
diperhatikan aspek kesetaraan maupun grup kontrol (Fatoni, 2013).

Tujuan penelitian experiment semu adalah untuk menjelaskan hubungan-hubungan,


megklarifikasi penyebab terjadinya suatu peristiwa, atau keduanya.Desain penelitian quasi
eksperimen sering digunakan pada penelitian lapangan (Riyanto, 2011).

2) Kelebihan dan Kekurangan Studi Eksperimental

a) Kelebihan
- Memungkinkan untuk dilakukan randomisasi dan melakukanpenilaian penelitian dengan
double blind.

- Dengan teknik randomisasi, peneliti bisa mengalokasikan sampel penelitian kedalam dua atau
lebih kelompok berdasarkan kriteria yang telah ditentukan peneliti lalu diikuti ke depan.

- Bisa meminimalisir faktor perancu yang dapat menyebabkan bias dalam hasil penelitian.

b) Kekurangan

- Berkaitan dengan masalah etika, waktu dan masalah pengorganisasian penelitian (Najmah,
2015).

Contoh latihan cross sectional

Selama periode tertentu misal 6 bln, diperiksa semua bayi yang berumur di bawah 1 thn.
Misalnya dari 1000 bayi, 100 diantaranya menberikan gejala asma (dgn kriterian yg telah
ditetapkan). Dari 100 bayi tsb ternyata 80 mendapatkan formula dini dan 20 lainnya
mendapatkan ASI. Pada 900 bayi yg tdk menunjukkan asma 300 bayi telah diberikan formula
dini dan 600 lainnya tdk. Hitung rasio prevalen yg menyatakan hub pemberian susu formula dgn
terjadinya manifestasi asma dini

Jawab:

Asma dini Tidak asma Jumlah

Formula dini A B A+B

ASI C D C+D

Total A+C B+D A+B+C+D

Ratio prevalens /POR

= prevalens asma dini pd bayi yg diberi formula dini : Prevalens asma dini pd bayi tanpa
formula dini

= A/A+B : C/C+D

Asma dini Tidak asma Jumlah

Formula dini 80 300 380

ASI 20 600 620


Total 100 900 1000

Ratio prevalens /POR

= prevalens asma dini pd bayi yg diberi formula dini

Prevalens asma dini pd bayi tanpa formula dini

= A/A+B : C/C+D

= 80/380 : 20/620 = 6,53

Bayi yg diberi formula dini mempunyai risiko untuk terjadinya asma dini 6,3 kali daripada
mereka yang tidak diberi formula dini.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Epidemiologi analitik adalah ilmu yang mempelajari determinan yaitu faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian dan distribusi penyakit atau masalah yang berkaitan dengan
kesehatan. Epidemiologi analitik di samping meliputi pemahaman terhadap dasar-dasar
epidemiologi deskriptif juga mempunyai pembidangan yang lebih khusus. Kekhususannya
tersebut menekankan pada aspek analisis yaitu mengkhususkan diri pada analisis hubungan
antara fenomena kesehatan dengan berbagai variabel lain. Epidemiologi analitik ini ditujukan
untuk menentukan kekuatan, kepentingan dan makna statistik dari hubungan epidemiologi
antara pemapar dan akibat yang ditimbulkan.

Epidemiologi analitik terdiri dari: (1) Studi observasi (case control, cohort, cross sectional), (2)
Eksperimen/intervensi (eksperimen kuasi, eksperimen murni). Studi potong lintang (cross
sectional) untuk penelitian analitik adalah studi yang mempelajari hubungan faktor risiko
(paparan) dan efek (penyakit/masalah kesehatan) dengan cara mengamati faktor risiko dan
efek secara serentak pada banyak individu dari suatu populasi pada satu saat. Studi kasus
kontrol merupakan studi penelitian yang dimana peneliti akan melakukan observasi atau
pengukuran terhadap variabel bebas dan tergantung tidak dalam satu waktu. Penelitian ini
merupakan penelitian observasional karena peneliti tidak memberi perlakuan kepada subjek
penelitian. Dalam studi kohort sekelompok orang dipaparkan (exposed) pada suatu penyebab
penyakit (agent). Kemudian, diambil sekelompok orang lain yang mempunyai ciri-ciri yang sama
dengan kelompok pertama, tetapi tidak dipaparkan atau dikenakan pada penyebab penyakit.

Penelitian eksperimen dapat dikatakan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk
mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan.
Tujuan dari penelitian eksperimental adalah untuk mengukur efek dari suatu intervensi
terhadap hasil tertentu yangdiprediksi sebelumnya.Desain ini merupakan metode utama untuk
menginvestigasi terapi baru.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin,Zainal. 2012. “Macam-Macam Penelitian”, skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas


HasanuddinMakasssar.

Bonita, dkk: WHO Press; 2006 [cited. Available from:

http://whqlibdoc.who.int/publications/2006/9241547073_eng.pdf. p.39-51.

Budiarto, Eko., dan Anggraeni, Dewi. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC.

Budiarto, Eko. 2004. Metode Penelitian Kedokteran Sebuah Pengantar. Jakarta: EGC.

Bustan, M.N. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : PT RINEKA CIPTA.

Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Fatoni, Fanny. 2013. Experimental Researce. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Ferasyi, T. R. 2008. Epidemiologi Dan Ekonomi Veteriner. Banda Aceh : Syiah Kuala University
Press.

Hasmi. 2012. Metodologi Penelitian Epidemiologi. Jakarta : CV. Trans Info Media.

Lapau, Buchari.2009. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta:

Balai Penerbit FKUI.

Misti, Rahayu, Dkk. 2012.Studi Kohort Kejadian Penyakit Dbd Di Wilayah Kecamatan Sawahan
Kota Surabaya Tahun 2010. Yogyakarta: UGM.
Ningtyas, Dwi Wahyu dan Wibowo, Arief. 2015. Pengaruh Kualitas Vaksin Campak Terhadap
Kejadian Campak di Kabupaten Pasuruan. Jurnal Berkala Epidemiologi. 3 (3) : 315-326.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Nugrahaeni, D.K. 2011. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta : EGC.

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.

Riyanto, Agus. 2011. Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rothman KJ. 2002. Epidemiology, An Introduction. New York: Oxford University Pres. p.57-93.

Ryadi, A, L, Slamet dan Wijayanti, T. 2011. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta : Salemba Medika.

Srikanth, dan Doddamani, Praveen Kumar. 2013. Overview Of Study Designs. International
Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 5 (3) : 1020-1024.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryabrata, Sumadi. 2011. Metode Penelitian. Jakarta: PT RajaGravindo Persada.

Tamza, dkk. 2013. “Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian Demam
Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota Bandar Lampung”.
Jurnal Kesehatan Masyarakat.02 (02) : 1-9.

Vaughan, J, P, dan Morrow, R, H, 1993. Panduan Epidemiologi. Bandung : ITB.

Widiasih, dkk. 2006. “Kajian Kasus-Kontrol Avian Influenza pada Unggas Di Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta”. J Sain Vet.Volume 24: 71-76.

Anda mungkin juga menyukai