Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No.

1 Maret 2019: 75-88

PENDUGAAN PATAHAN DAERAH “Y” BERDASARKAN ANOMALI


GAYABERAT DENGAN ANALISIS DERIVATIVE

Yasrifa Fitri Aufia1, Karyanto2, Rustadi3


1,2,3
Jurusan Teknik Geofisika, Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Soeamtri Brodjonegoro No.1, Bandar Lampung 35145

Corresponding author: yasrifafa@gmail.com


Manuscript received: June 22, 2018; revised: October 10, 2018;
Approved: December 15, 2018; available online: March 1, 2019

Abstrak - Daerah penelitian “Y” merupakan daerah mineralisasi emas dengan tipe endapan epitermal sulfidasi
rendah. Keberadaan jalur mineralisasi pada tipe ini ditandai dengan adanya endapan mineral kuarsa yang
membentuk sistem berurat (vein) dibawah permukaan yang mengendap didalam struktur patahan. Pada
penelitian ini dilakukan analisis data gayaberat dengan menggunakan metode derivative, yaitu First Horizontal
Derivative (FHD) untuk menentukan batas struktur patahan dan Second Vertical Derivative (SVD) untuk
menentukan jenis patahan. Keberadaan struktur patahan diintegrasikan dengan hasil pemodelan bawah
permukaan secara dua dimensi dan tiga dimensi. Hasil penelitian menunjukkan dari tiga lintasan slice yang
dibuat di daerah penelitian, teridentifikasi keterdapatan struktur patahan turun (normal) berarah timur laut –
selatan pada slice 1 dengan perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22° dan diperkirakan strike pada patahan ini
sebesar N 158° W dan struktur patahan naik berarah barat laut – selatan pada slice 2 juga slice 3 dengan
perkiraan dip (kemiringan) sebesar 22° dan diperkirakan strike pada patahan ini sebesar N 158° E. Hasil
pemodelan dua dimensi dan tiga dimensi menunjukkan struktur patahan berada pada nilai densitas sebesar 2
gr/cc – 2,67 gr/cc di kedalaman sekitar 100 m – 250 m yang terdiri dari batuan sedimen (clay dan sandstone)
dengan densitas 2,2 gr/cc – 2,3 gr/cc berumur Pliosen Tersier atau Miosen Akhir, batuan tuff dengan densitas 2,4
gr/cc – 2,5 g/cc berumur Miosen Awal dan batuan dasar (basement) berupa batuan andesit dengan densitas 2,67
gr/cc.

Abstract - The research area "Y" is an area of gold mineralization with low sulfidation epithermal type deposit.
The existence of this type of mineralization on the path marked by the presence of mineral deposits, which form
the quartz veined below the surface of the deposited within the structure of the fault. In this study, analysis of
gravity data using derivatives analysis, i.e. First Horizontal Derivative (FHD) to determine the boundary fault
structure and Second Vertical Derivative (SVD) to determine the type of fault. The existence of the fault
structure integrated with subsurface modeling results in two-dimensional and three-dimensional. The results
showed three line slice made in the area of research, identified structure of down faults (normal) trending
northeast - south on slice 1 with an estimated dip (slope) is 22° and expected of strike on this fault is N 158° W
and thrust fault structure trending northwest - south on slice 2 also slice 3 with an estimated dip (slope) is 22°
and expected of strike on this fault is N 158° E. The results of the modeling of two-dimensional and three-
dimensional show fracture structure is at the density of 2 g/cc – 2,67 g/cc in the depth of around 100 m - 250 m
that consists of sedimentary rocks (clay and sandstone) with a density of 2,2 g/cc – 2,3 g/cc at the age of Tertiary
Pliocene, tuff rock with a density of 2,4 g/cc – 2,5 g/cc at the age of Early Miocene and bedrock (basement) in
andesite form with a density of 2,67 g/cc.

Keywords: gravity, fault, derivative analysis.

How to cite this article:


Aufia, Y. F., Karyanto, dan Rustadi. 2019. Pendugaan Patahan Daerah “Y” Berdasarkan Anomali Gayaberat
dengan Analisis Derivative. Jurnal Geofisika Eksplorasi, 5 (1) p.75-88.

75
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

1. PENDAHULUAN penelitian ini diharapkan dapat


menyelesaikan permasalahan dalam
Daerah penelitian “Y” merupakan mengidentifikasi keberadaaan posisi
wilayah kerja pertambangan emas dengan patahan serta jenisnya, sehingga dapat
tipe endapan mineralisasi epithermal low membantu penafsiran geologi daerah
sulfidation. Tipe endapan ini dicirikan penelitian “Y”.
dengan adanya vein yang terisi oleh
mineral bijih hasil dari pengendapan
larutan hidrotermal. Daerah prospek emas 2. TINJAUAN PUSTAKA
umumnya berada pada busur magmatik
atau daerah vulkanik yang sangat aktif 2.1 Geologi Regional
menghasilkan patahan. Sehingga dapat Daerah penelitian “Y” secara
dikatakan vein banyak berkembang pada administratif terletak di wilayah Desa
struktur sesar atau patahan. Untuk itu perlu Bantar Karet, Kecamatan Nanggung,
dilakukan identifikasi struktur patahan Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.
guna mengetahui daerah prospek emas. Terdiri dari tiga formasi, yaitu dari tua ke
Seiring perkembangan zaman, metode muda Formasi Bayah (granodiorit, serpih
gayaberat menjadi salah satu metode dan konglomerat), Formasi Cimapag (tuff
geofisika yang banyak digunakan, dan breksi) dan Formasi Bojong Manik
diantaranya untuk mengetahui ketebalan (batupasir dan batulempung).
sedimen, batas batuan dasar (basement), Geomorfologi daerah Pongkor dan
sumber energi, air tanah, dan rekayasa sekitarnya memiliki morfologi yang terjal
sipil. Salah satu penerapan metode yaitu pada ketinggian 500-750 mdpl, yang
gayaberat dilakukan untuk memetakan disusun oleh litologi berupa tufalapili, tufa
struktur geologi berupa patahan atau sesar. dan breksi.
Dimana dalam metode ini digunakan untuk Pola struktur geologi yang
memperkirakan posisi dan jenis sesar. berkembang di daerah Pongkor dan
Dalam penelitian ini, penulis sekitarnya antara lain sesar-sesar seperti
memperkirakan posisi dan jenis sesar Sesar Normal Ciguha dan pola-pola
daerah penelitian berdasarkan respon kelurusan struktur yang berarah Barat
anomali Bouguer serta dengan analisis Laut-Tenggara, yang dpengaruhi oleh
derivative. Analisis derivative yang Sistem Tegasan yang bersifat Ekstensional.
digunakan adalah dengan metode First Mineralisasinya berupa Urat Kuarsa
Horizontal Derivative (FHD) untuk dengan tekstur umum berupa Banded,
menentukan batas struktur patahan dan Colloform, Crustiform, dan Cockade
Second Vertical Derivative (SVD) untuk (Endapan Epithermal). Temperatur
mengidentifikasi jenis patahan, turun atau Homogenitas dari analisis Fi 103° -390° C,
naik. dengan salinitas 0,78% NaCl. Mineralogi
Penelitian sebelumnya pada daerah Alterasi endapan emas Pongkor adalah
“Y” telah teridentifikasi adanya tiga sesar Low-Sulphidation (Adularia Sericite
dari hasil pengukuran gayaberat di 175 Epithermal Vein Deposit). Peta geologi
stasiun (Sidik, dkk, 2000). Dalam disajikan pada Gambar 1.
penelitian lain juga diperoleh adanya
persebaran sesar maupun rekahan dengan 2.2 Prinsip Dasar Metode Gayaberat
kedalaman 45 m hingga 100 m (Mark, Teori gayaberat didasarkan oleh
2012). Sedangkan pada penelitian ini, hukum Newton tentang gravitasi. Hukum
dilakukan interpretasi pendugaan struktur gravitasi Newton yang menyatakan bahwa
patahan dengan menggunakan metode gaya tarik menarik antara dua buah benda
analisis derivative dan berdasarkan respon adalah sebanding dengan massa kedua
anomali Bouguer. Oleh sebab itu, benda tersebut dan berbanding terbalik

76
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

dengan jarak kuadrat antara pusat massa 3. METODE PENELITIAN


kedua benda tersebut.
𝑚𝑚 𝑚𝑚
𝐹𝐹� (𝑟𝑟) = −𝐺𝐺 1 2 2 𝑟𝑟 (1) Data gayaberat dalam penelitian ini
𝑟𝑟
dengan: adalah data gayaberat sekunder atau data
𝐹𝐹� = gaya tarik menarik (Newton) gayaberat yang telah melalui berbagai
G = konstanta universal gayaberat koreksi-koreksi, sehingga diperoleh
Anomali Bouguer Lengkap (ABL).
(6,67 x 10 m3kg-1s-2)
-11
Langkah pertama pada penelitian ini
m1 = massa benda 1 (kg)
adalah membuat peta Anomali Bouguer
m2 = massa benda 2 (kg)
Lengkap (ABL), proses ini dibantu dengan
r = jarak antar pusat massa (m)
menggunakan perangkat lunak Geosoft
Oasis Montaj. Kemudian dilakukan
2.3 Analisis Derivative
analisis spektrum menggunakan Trans-
2.3.1 First Horizontal Derivative (FHD)
formasi Fourier yang berguna untuk
FHD anomali gayaberat merupakan
mengubah suatu fungsi dalam jarak
perubahan nilai anomali gayaberat dari
menjadi suatu fungsi dalam bilangan
satu titik ke titik memiliki karakteristik
gelombang atau frekuensi. Kemudian
tajam berupa nilai maksimum atau
dilakukan proses filtering untuk me-
minimum pada kontak benda anomali,
misahkan anomali regional dan residual
sehingga dapat digunakan untuk
dengan metode moving average.
menunjukkan batas suatu struktur geologi
Target dari penelitian ini adalah zona
berdasarkan anomali gayaberat. Turunan
dangkal yang direpresentasikan oleh
horizontal pertama dari g(x,y) pada titik i,j
anomali residual, sehingga selanjutnya
diberikan oleh persamaan:
𝑑𝑑𝑑𝑑(𝑥𝑥,𝑦𝑦) 𝑔𝑔𝑖𝑖+1,𝑗𝑗 − 𝑔𝑔𝑖𝑖−1,𝑗𝑗 pada peta kontur anomali residual
≈ (2) dilakukan analisis derivative yaitu dengan
𝑑𝑑𝑑𝑑 2∆𝑥𝑥
metode First Horizontal Derivative (FHD)
2.3.2 Second Vertical Derivative (SVD) dan Second Vertical Derivative (SVD).
Metode SVD dapat digunakan untuk Analisis FHD dan SVD dalam menentukan
membantu interpretasi jenis struktur struktur patahan dilakukan dengan bantuan
terhadap data anomali Bouguer yang peta geologi regional daerah penelitian,
diakibatkan oleh adanya struktur patahan yaitu slicing keberadaan patahan yang
turun atau patahan naik (Sarkowi, 2011). nampak pada peta geologi di peta kontur
SVD bersifat sebagai high pass filter, anomali residual. Hasil slicing tersebut
sehingga dapat menggambarkan anomali dibuat kurva yang terdiri dari kurva
residual yang berasosiasi dengan struktur anomali Bouguer, FHD dan SVD. Bidang
dangkal yang dapat digunakan untuk kontak patahan pada kurva FHD yang
mengidentifikasi jenis patahan turun atau berada pada nilai minimum atau
patahan naik. Perhitungan SVD diturunkan maksimum berasosiasi dengan nilai nol
langsung dari Persamaan Laplace untuk pada penampang SVD, sehingga dapat
anomali gayaberat di permukaan, yang diketahui batas-batas terjadinya perubahan
dituliskan dalam persamaan: nilai anomali.
∇2 𝑔𝑔 = 0 atau
𝛿𝛿 2 ∆𝑔𝑔 𝛿𝛿 2 ∆𝑔𝑔 𝛿𝛿 2 ∆𝑔𝑔
+ + =0 (3)
𝛿𝛿𝑥𝑥 2 𝛿𝛿𝛿𝛿 2 𝛿𝛿𝛿𝛿 2 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Untuk SVD persamaannya sesuai
dengan Persamaan (4) (Telford, dkk., 4.1 Titik Pengukuran Gayaberat
1976) berikut : Titik pengukuran di daerah penelitian
𝛿𝛿 2 ∆𝑔𝑔 𝛿𝛿 2 ∆𝑔𝑔 𝛿𝛿 2 ∆𝑔𝑔
= −� + � (4) ini ditunjukkan pada Gambar 2. Jumlah
𝛿𝛿𝛿𝛿 2 𝛿𝛿𝛿𝛿 2 𝛿𝛿𝛿𝛿 2
titik pengukuran gayaberat sebanyak 1925
stasiun pengukuran. Daerah pengukuran

77
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

memiliki luas 26.393 km² (sekitar 3 km x ditunjukkan pada Gambar 4. Proses


10 km) dengan spasi grid antar stasiun transformasi fourier dilakukan dengan
pengukuran sebesar 100 m. menggunakan software Numeri, dimana
input data dalam software ini berupa nilai
4.2 Anomali Bouguer spasi pada hasil slice dan nilai anomali
Berdasarkan Gambar 3, secara sekilas Bouguer pada suatu lintasan. Hasil dari
dapat terlihat daerah-daerah yang memiliki pengolahan Numeri ini berupa nilai
nilai gayaberat rendah dan nilai gayaberat frekuensi, real dan imajiner yang
tinggi. Kisaran nilai anomali Bouguer pada selanjutnya dilakukan perhitungan
daerah ini yaitu 58 – 68 mGal. Daerah sehingga mendapatkan nilai bilangan
dengan nilai anomali gayaberat rendah gelombang (K) dan amplitudo (A). Nilai K
dapat dikelompokkan pada kisaran 58 – 63 dan Ln A ini kemudian dibuat kurva yang
mGal yaitu pada zona kontur berwarna merupakan hasil analisis spektrum untuk
biru-hijau. Sedangkan daerah dengan mengestimasi kedalaman regional dan
anomali gayaberat tinggi berada pada zona residual yang didapatkan dari gradien
kontur berwarna kuning-merah muda pada kurva analisis spektrum (Gambar 5 –
kiasaran 63 – 68 mGal. Gambar 10).
Adanya kontras anomali gayaberat Berdasarkan kurva hasil analisis
dapat diduga sebagai adanya perubahan spektrum pada peta anomali Bouguer,
litologi. Selain itu dapat juga dikarenakan didapatkan hasil estimasi kedalaman benda
adanya pergeseran struktur yang anomali regional dan anomali residual
disebabkan keterdapatan patahan di daerah untuk masing-masing slice. Adapun hasil
tersebut sehingga mengakibatkan adanya kedalaman dari tiap slice ditunjukkan pada
perbedaan ketinggian (adanya tinggian dan Tabel 1. Dari Tabel 1, didapatkan nilai
rendahan) di bawah permukaan yang kedalaman rata-rata anomali regional
mengakibatkan kontras densitas. adalah 1435 m di bawah permukaan,
Interpretasi pada peta anomali sedangkan untuk kedalaman anomali
Bouguer hanya dapat memberikan dugaan residualnya adalah 133,9 m. Analisis
sementara, sebab pada peta anomali spektrum ini dapat digunakan untuk
Bouguer masih merupakan gabungan dari mengetahui kedalaman batuan dasar
anomali regional dan anomali residual (basement) di daerah pengukuran.
sehingga dapat menimbulkan ambiguitas
pada saat interpretasi. Oleh sebab itu, 4.4 Anomali Regional dan Anomali
untuk mengurangi ambiguitas tersebut Residual
anomali regional dan residual perlu Metode yang digunakan untuk
dipisahkan dengan menggunakan filtering mendapatkan kontur anomali regional dan
yang sebelumnya dilakukan terlebih residual dalam penelitian ini adalah dengan
dahulu proses analisis spektrum. menggunakan metode moving average
(perata-rataan bergerak). Pada metode ini,
4.3 Analisis Spektrum yang dibutuhkan adalah hasil dari proses
Analisis spektrum digunakan untuk analisis spektrum yang telah dilakukan
mendapatkan estimasi kedalaman objek sebelumnya, yaitu dengan melakukan
anomali. Pada metode ini memerlukan slicing yang memotong semua lintasan
proses transformasi fourier dimana stasiun gayaberat seperti pada Gambar 4.
penggunaan transformasi fourier ini Hal tersebut dilakukan karena dalam
bertujuan untuk mengubah fungsi jarak dan menentukan lebar jendela untuk filtering
waktu menjadi fungsi bilangan gelombang dibutuhkan slice area yang setidaknya
atau frekuensi (Blakely, 1995). mencakup seluruh daerah penelitian.
Pada penelitian ini, dilakukan Berdasarkan kurva hasil analisis
sebanyak 6 (enam) lintasan slice yang spektrum pada peta anomali Bouguer yang

78
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

telah dilakukan sebelumnya, maka akan patahan dengan melakukan slicing di peta
didapatkan nilai lebar jendela (N) dari tiap kontur anomali residual. Pada penelitian
slice. Rata-rata lebar jendela yang ini, dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali slice,
didapatkan pada penelitian ini sebesar dimana tiga lintasan slice ini melewati
24,45, namun karena nilai lebar jendela garis patahan pada peta geologi yang
harus berupa bilangan ganjil maka ditunjukkan pada Gambar 13. Dari hasil
dibulatkan menjadi 25x25 seperti hasil slice diperoleh data berupa nilai anomali
perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel gayaberat dan selisih jarak antar nilai
2. Setelah itu, pemisahan anomali regional anomali gayaberat (∆x). Setelah dilakukan
dan residual dilakukan melalui proses perhitungan dengan menggunakan
filtering dengan memasukkan nilai rata- Persamaan 2 dan diperoleh nilai FHD,
rata lebar jendela tersebut pada software. maka dibuat kurva hubungan antara nilai
Proses filtering ini kemudian menghasilkan FHD dan selisih jarak antar nilai anomali
peta kontur anomali regional dan residual. gayaberat (∆x). Prinsip metode FHD
Kontur anomali regional berasosiasi adalah adanya indikasi patahan dilihat dari
dengan struktur dalam yang bersifat low peak (puncak) minimum atau
pass filter sedangkan kontur anomali maksimumnya. Namun, informasi dari
residual berasosiasi dengan struktur analisis FHD saja masih kurang cukup
dangkal yang bersifat high pass filter. untuk meyakinkan adanya struktur
Hasil peta kontur anomali regional dan patahan, sehingga perlu didukung juga
residual dapat dilihat pada Gambar 11 dan dengan analisis SVD.
Gambar 12. Pada penelitian ini, peta anomali SVD
Berdasarkan peta kontur anomali berasal dari data residual dengan
regional pada Gambar 11, bentuk kontur menggunakan tipe operator Elkins (1951),
yang terlihat relatif smooth dan teratur. yang ditunjukkan pada Gambar 14. Dari
Kontur yang smooth mengindikasikan Gambar 24, terlihat nilai anomali SVD
bahwa litologi di zona regional relatif yaitu antara -2 – 2 mGal/m². Dugaan
homogen. Terlihat nilai anomali gayaberat adanya patahan menurut peta kontur SVD
antara 59 – 66 mGal. Sedangkan pada ditunjukkan pada garis berwarna hitam,
Gambar 12, peta kontur anomali residual dimana terdapat beberapa daerah yang
memiliki pola anomali gayaberat positif tepat berada pada garis kontur nol. Namun,
dan negatif yaitu antara -3 – 3 mGal. Pola masih ada beberapa patahan yang tidak
anomali positif dan negatif ini merupakan memiliki kecocokan dengan struktur
salah satu indikasi adanya struktur patahan. patahan geologi. Hal ini mungkin
Hal ini terlihat juga pada bentuk kontur disebabkan karena tanda-tanda struktur
yang bervariasi, menunjukkan juga bahwa patahan tidak terlihat di permukaan tanah.
persebaran densitas yang heterogen. Pada Integrasi antara patahan SVD dengan
penelitian ini, langkah yang digunakan patahan geologi ditunjukkan oleh lingkaran
untuk menentukan keberadaan dugaan putih pada Gambar 15. Terlihat terdapat
patahan tersebut adalah dengan melakukan beberapa kecocokan antara patahan SVD
analisis derivative. dengan patahan geologi, meskipun letak
patahannya tidak sama, tetapi masih dalam
4.5 Analisis Derivative wilayah yang sama. Berdasarkan informasi
Dalam penelitian ini, analisis keberadaan patahan dari peta kontur SVD,
derivative dilakukan dengan menggunakan maka dilakukan analisis SVD dengan
metode First Horizontal Derivative (FHD) membuat lintasan slice yang sama dengan
dan Second Vertical Derivative (SVD). lintasan slice pada analisis FHD. Hal ini
Analisis FHD ini dilakukan terhadap dilakukan untuk memperkuat interpretasi
peta kontur anomali residual guna keberadaan patahan di daerah lintasan
memperjelas keberadaan struktur geologi slice. Terlihat pada Gambar 16, lintasan

79
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

slice dibuat berpotongan terhadap garis Kemudian pada slice 2 (Gambar 18),
patahan SVD yang juga melewati garis kurva anomali FHD menunjukkan adanya
patahan geologi. Kemudian data dari hasil nilai minimum, yaitu pada interval 240
slicing berupa nilai anomali gayaberat sebesar -0,019 mGal/m. Pada kurva
SVD dan selisih jarak antar nilai anomali anomali SVD, nilai anomali SVD
gayaberat (∆x) dibuat sebuah kurva maksimum adalah 2,36 mGal/m² pada
sehingga akan menghasilkan nilai interval 173 dan nilai anomali SVD
maksimum dan minimum anomali SVD. minimumnya adalah -3,79 mGal/m² yang
Prinsip metode SVD adalah apabila nilai terdapat pada interval 298. Pada interval
maksimum lebih besar daripada nilai 240 terdapat perubahan bidang kontak
mutlak minimum, maka akan terdeteksi lapisan dikurva anomali SVD yang terlihat
patahan dengan jenis patahan turun dari garis nol dan pada FHD ditandai
(normal fault). Sedangkan apabila nilai dengan adanya nilai puncak minimum
maksimum lebih kecil daripada nilai yang ditunjukkan oleh garis putus-putus
mutlak minimum, maka jenis patahan yang berwarna hitam. Dari analisis tersebut,
terdeteksi adalah patahan naik (reverse pada lintasan ini dapat diidentifikasi
fault). adanya struktur patahan. Hal ini diperkuat
Selanjutnya dilakukan analisis dengan hasil analisis SVD dimana nilai
derivative yang merupakan hasil analisis anomali maksimum lebih kecil daripada
dari kurva anomali FHD dan kurva nilai anomali minimumnya, yang
anomali SVD yang ditunjukkan pada menunjukkan bahwa pada garis tersebut
Gambar 17 – Gambar 19. terdapat patahan dengan jenis patahan
Pada slice 1 (Gambar 17) terlihat naik. Sedangkan untuk arah kemiringan
kurva anomali FHD menunjukkan adanya patahan berarah ke kiri atas, mengikuti
nilai maksimum pada interval 651 sebesar kurva anomali Bouguer.
0,0019 mGal/m. Sedangkan pada kurva Lintasan slice 3 (Gambar 19), nilai
anomali SVD, nilai anomali SVD anomali FHD memperlihatkan adanya nilai
maksimum adalah 1,95 mGal/m² pada minimum sebesar -0,010 mGal/m pada
interval 709 dan nilai anomali SVD interval 178. Sedangkan pada kurva
minimumnya adalah -1,02 mGal/m² yang anomali SVD terlihat nilai anomali
terdapat pada interval 597. Dengan maksimum sebesar 1,15 mGal/m² pada
menggunakan garis bantu berupa garis interval 77 dan anomali minimum sebesar -
putus-putus berwarna hitam, pada interval 1,62 mGal/m² pada interval 309.
651 terdapat perubahan bidang kontak Perubahan bidang kontak lapisan terjadi
lapisan pada kurva anomali SVD yang pada interval 178 yang ditunjukkan oleh
terlihat dari garis nol dan pada FHD garis putus-putus hitam. Terlihat kurva
ditandai dengan adanya nilai puncak anomali SVD menunjukkan adanya
maksimum. Sehingga dari analisis tersebut perubahan pada garis nol kurva sedangkan
pada lintasan ini diduga adanya struktur pada kurva anomali FHD ditandai dengan
patahan. Hal ini diperkuat dengan hasil adanya nilai puncak minimum. Pada
analisis SVD dimana nilai anomali lintasan ini diduga terdapat struktur
maksimum lebih besar daripada nilai patahan yang diperkuat dengan hasil
anomali minimumnya, yang menunjukkan analisis SVD, dimana nilai anomali
bahwa pada garis tersebut terdapat patahan maksimum lebih kecil daripada nilai
dengan jenis patahan turun (normal). anomali minimumnya, yang menunjukkan
Sedangkan untuk arah kemiringan patahan bahwa pada garis tersebut terdapat patahan
berarah ke kiri bawah, mengikuti kurva dengan jenis patahan naik.
anomali Bouguer.

80
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

Sedangkan untuk arah kemiringan Lintasan slice 2 pada Gambar 22


patahan berarah ke kiri atas, mengikuti menunjukkan hasil pemodelan dengan
kurva anomali Bouguer. informasi yang sama pada slice 1. Dimana
pada lapisan paling atas dengan ketebalan
4.6 Interpretasi Kuantitatif hingga 120 m merupakan Formasi Bojong
4.6.1 Forward Modelling Manik berumur Pliosen Tersier atau
Tujuan dari pemodelan dua dimensi Miosen Akhir, namun untuk batuan
pada penelitian ini selain untuk mengetahui sedimen penutupnya berupa sandstone
informasi litologi, juga digunakan untuk dengan densitas sebesar 2,3 gr/cc. Lapisan
memperoleh informasi mengenai struktur dibawahnya berupa batuan tuff dasitik
geologi bawah permukaan yang ada di dengan densitas sebesar 2,5 gr/cc pada
daerah penelitian berdasarkan lintasan Formasi Cimapag berumur Miosen Awal
yang diinginkan. yang memiliki ketebalan hingga sekitar
Untuk membuat model dua dimensi 250 m. Lapisan paling bawah adalah
terlebih dahulu membuat lintasan slice batuan basement berupa batuan andesit
pada peta kontur anomali residual, dimana dengan densitas sebesar 2,67 gr/cc.
pada penelitian ini daerah yang akan Hasil pemodelan dua dimensi lintasan
diidentifikasi adalah daerah dengan dugaan slice 3 pada Gambar 23 menunjukkan
adanya struktur patahan yang terdapat pada lapisan paling atas berupa lapisan dengan
zona dangkal. Lintasan slice yang ketebalan hingga 150 m yang merupakan
digunakan untuk dilakukan pemodelan dua Formasi Bojong Manik berumur Pliosen
dimensi adalah lintasan yang sama pada Tersier atau Miosen Akhir dengan densitas
analisis derivative, yaitu sebanyak tiga sebesar 2,2 gr/cc yaitu berupa batuan
lintasan, supaya hasil pemodelan dua sedimen clay. Pada lapisan kedua dengan
dimensi yang diperoleh dapat ketebalan hingga 280 m merupakan
diintegrasikan dengan hasil analisis Formasi Cimapag berumur Miosen Awal
derivative. Lintasan slice pada peta kontur yang berupa batuan kristal tuff dengan
anomali residual ditunjukkan pada densitas sebesar 2,4 gr/cc. Lapisan paling
Gambar 20. Panjang lintasan dari masing- bawah berupa batuan andesit dengan
masing slice adalah 1000 m dengan densitas sebesar 2,67 gr/cc yang
kedalaman untuk pemodelan adalah 400 m. merupakan batuan basement.
Hasil pemodelan dua dimensi dari ketiga
lintasan slice tersebut ditunjukkan pada 4.6.2 Inverse Modelling
Gambar 21 – Gambar 23. Selain melalui pemodelan ke depan,
Pada Gambar 21, slice 1 interpretasi kuantitatif dalam penelitian ini
memperlihatkan terdapat 2 (dua) formasi, dilakukan dengan pemodelan ke belakang
yaitu pada lapisan paling atas merupakan (inverse modelling) atau pemodelan inversi
Formasi Bojong Manik berumur Pliosen tiga dimensi yang berasal dari anomali
Tersier atau Miosen Akhir berupa batuan residual. Hasil pemodelan tiga dimensi
sedimen clay dengan ketebalan hingga memperlihatkan target kedalaman
sekitar 100 m dan densitas sebesar 2,2 mencapai 1500 m dan memiliki nilai
gr/cc. Lapisan kedua berumur Miosen densitas sebesar 0,98 gr/cc hingga 4,32
Awal merupakan Formasi Cimapag berupa gr/cc. Kontras densitas ditunjukkan oleh
batuan tuff lapili dengan densitas sebesar skala warna, dimana densitas rendah
2,5 gr/cc dan ketebalan lapisan hingga ditandai dengan warna biru tua hingga biru
sekitar 250 m. Lapisan paling bawah muda yaitu antara 0,98 gr/cc – 2,6 gr/cc
adalah batuan dasar (basement) berupa dan densitas tinggi ditandai dengan warna
batuan andesit dengan densitas sebesar hijau hingga merah muda yaitu antara 2,65
2,67 gr/cc. gr/cc – 4,32 gr/cc.

81
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

Berdasarkan hasil pemodelan tiga c. Lintasan slice 3 diidentifikasi


dimensi pada Gambar 24, 25 dan 26, adanya struktur patahan naik
dugaan struktur patahan berada pada zona berarah barat laut – selatan dengan
berwarna biru muda dengan densitas antara perkiraan dip (kemiringan) sebesar
2,094 gr/cc hingga 2,65 gr/cc pada 22° dan diperkirakan strike pada
perkiraan kedalaman 100 – 250 m. Daerah patahan ini sebesar N 158° E.
sekitar patahan diperkirakan merupakan 2. Hasil pemodelan dua dimensi dan tiga
lapisan batuan tuff dengan densitas 2,4 dimensi menunjukkan struktur patahan
gr/cc – 2,5 gr/cc yang berada di bawah berada pada nilai densitas sebesar 2
zona berwarna hijau yang merupakan gr/cc – 2,67 gr/cc di kedalaman sekitar
aliran lava andesit dengan densitas yang 100 m – 250 m. Terdiri dari batuan
lebih tinggi. sedimen (clay dan sandstone) dengan
densitas 2,2 gr/cc – 2,3 gr/cc berumur
4.7 Analisis Patahan Pliosen Tersier atau Miosen
Dari hasil analisis derivative yang Akhir,batuan tuff dengan densitas 2,4
telah dilakukan dan dikorelasikan dengan gr/cc – 2,5 g/cc berumur Miosen Awal
hasil pemodelan dua dimensi dan tiga dan batuan dasar (basement) berupa
dimensi, maka dapat dilihat pada Gambar batuan andesit dengan densitas 2,67
27 – Gambar 29 hasil korelasi gr/cc.
menunjukkan patahan pada kurva hasil
analisis derivative memiliki posisi yang 5.2 Saran
relatif sama dengan posisi patahan pada Berdasarkan pembahasan dan
pemodelan bawah permukaan. Hasil kesimpulan dari penelitian ini, maka
analisis terdapat pada Tabel 3 – Tabel 5. disarankan untuk penelitian selanjutnya
dilakukan metode geofisika lain seperti
metode magnetik sebagai data pendukung
5. KESIMPULAN DAN SARAN dari metode gayaberat guna memperkuat
hasil interpretasi dalam penarikan struktur
5.1 Kesimpulan pada daerah penelitian.
Dari pengolahan data dan pembahasan
yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut : DAFTAR PUSTAKA
1. Dari tiga lintasan slice yang dibuat di
daerah penelitian “Y”, hasil Basuki, A., Aditya, Sumanegara D. dan
identifikasi struktur patahannya adalah Sinambela, D. 1994. The Gunung
sebagai berikut : Pongkor Gol-Silver Deposit, West
a. Lintasan slice 1 diidentifikasi Java, Indonesia. Journal of
adanya struktur patahan turun Geochemical Exploration 50. pp
(normal) berarah timur laut – 371-391.
selatan dengan perkiraan dip Blakely, R.J. 1996. Potential Theory in
(kemiringan) sebesar 22° dan Gravity and Magnetic Application.
diperkirakan strike pada patahan ini Cambridge: Cambridge University
sebesar N 158° W. Press.
b. Lintasan slice 2 diidentifikasi Hartati, A. 2012. Identifikasi Struktur
adanya struktur patahan naik Patahan Berdasarkan Analisis
berarah barat laut – selatan dengan Derivative Metode Gayaberat di
perkiraan dip (kemiringan) sebesar Pulau Sulawesi. Skripsi. Depok:
22° dan diperkirakan strike pada FMIPA UI.
patahan ini sebesar N 158° E.

82
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

Lindgren, W. 1933. Mineral Deposits, 4th


edition. New York: McGraw-Hill,
930 p.
Mark, Y. 2012. Analisis Data Gayaberat
dengan Metode Horizontal Gradient
dan Euler Deconvolution Dalam
Mengidentifikasi Struktur Bawah
Permukaan Pada Lapangan “Y”.
Skripsi. Depok: FMIPA UI.
Milesi, J.P. dan Marcoux, E. 1994.
Epithermal Gold Deposit in West
Java, Indonesia : Geology Age and
Crustal Source. Ser. Paleont :
Bandung.
Reynolds, J.M. 1997. An Introduction to
Applied and Environmental
Geophysics. Chichester: John Wiley
and Sons.
Sarkowi, M. 2011. Metode Eksplorasi
Gayaberat. Diktat Kuliah. Bandar
Lampung : Universitas Lampung.
Sidik, I.F., Susilo, A. dan Sulastomo, G.
Identifikasi Sesar di Daerah Pongkor
Bogor Jawa Barat Dengan
Menggunakan Metode Gayaberat.
Publikasi Paper FMIPA Universitas
Brawijaya.
Telford, W.M., Geldart, L.P. dan Sheriff,
R.E. 1990. Applied Geophysics 2nd
edition. Cambridge Univ. Press.

83
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

Tabel 1. Hasil estimasi kedalaman Tabel 2. Nilai perhitungan lebar jendela


regional dan residual daerah pada tiap slice

Tabel 3. Analisis patahan slice


1

Tabel 5. Analisis patahan slice


3

Tabel 4. Analisis patahan slice 2

Gambar 2. Titik pengukuran


gayaberat di daerah
Gambar 1. Peta geologi daerah
penelitian

84
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

Gambar 3. Peta kontur anomali Bouguer Gambar 4. Lintasan slice pada peta kontur
lengkap anomali Bouguer lengkap

Gambar 5. Kurva hasil analisis spektrum Gambar 6. Kurva hasil analisis spektrum
pada slice 1 pada slice 2

Gambar 7. Kurva hasil analisis spektrum


Gambar 8. Kurva hasil analisis spektrum
pada slice 3
pada slice 4

Gambar 9. Kurva hasil analisis spektrum Gambar 10. Kurva hasil analisis spektrum
85
pada slice 5 pada slice 6
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

Gambar 11. Peta kontur anomali regional Gambar 12. Peta kontur anomali residual

Gambar 13. Lintasan slice FHD pada peta Gambar 14. Peta kontur SVD Elkins daerah
kontur anomali residual penelitian

Gambar 16. Lintasan slice pada peta kontur Gambar 17. Kurva hasil analisis derivative
anomali SVD pada slice 1
86
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

Gambar 18. Kurva hasil analisis derivative Gambar 19. Kurva hasil analisis derivative
pada slice 2 pada slice 3

Gambar 21. Pemodelan dua dimensi pada slice 1

Gambar 20. Lintasan slice pada peta kontur


anomali residual

Gambar 23. Pemodelan dua dimensi pada slice 3

Gambar 22. Pemodelan dua dimensi pada slice 2


87
Jurnal Geofisika Eksplorasi Vol. 5/No. 1 Maret 2019: 75-88

Gambar 24. Pemodelan tiga Gambar 25. Pemodelan tiga Gambar 26. Pemodelan tiga
dimensi pada slice 1 dimensi pada slice 2 dimensi pada slice 3

Gambar 27. Hasil analisis patahan Gambar 28. Hasil analisis patahan Gambar 29. Hasil analisis patahan
pada slice 1 pada slice 2 pada slice 3

88

Anda mungkin juga menyukai