Anda di halaman 1dari 13

Geo-Sciences

MEDAN GAYA BERAT PADA BATUAN OFIOLIT (ULTRAMAFIK) DI BEOGA, PAPUA DAN
IMPLIKASI TERHADAP GENESIS ALIH TEMPATNYA

B. Setyanta dan B.S. Widijono


Pusat Survei Geologi
Jl. Diponegoro No. 57 Bandung, 40122

SARI

Di daerah Beoga, Puncak Jaya, Papua, tersingkap sekelompok batuan ofiolit yang terdiri atas piroksenit, dunit,
serpentenit, dan peridotit yang tersebar memanjang dengan arah barat - timur sepanjang kurang lebih 100 km dan lebar
sekitar 50 km.
Anomali gaya berat pada kelompok batuan ini menunjukkan pola elips dengan kisaran nilai antara -25 mGal hingga 160
mGal. Pemodelan gravitasi yang ditunjang dengan analisis geologi menggambarkan bahwa batuan ofiolit sudah
mengalami fragmentasi dan tersingkap karena proses obduksi akibat tumbukan dua lempeng besar yakni Lempeng
Granitik Australia dan Lempeng Samudra Pasifik. Tataan tektonik yang demikian memberikan dampak rawan bencana
gempa bumi dan tanah longsor di daerah Mulia dan sekitarnya.
Kata kunci : medan gaya berat, ofiolit, genesis, potensi geologi

ABSTRACT
J

In Beoga, Puncak Jaya, Papua, a group of ultramafic rocks consisting of piroxenite, dunite, serpentenite and peridotite
are exposed. The distribution of these rocks are very large, lying alongside east - west direction, reaching 50 km and 100
km long. The gravity fields in this region exhibit an elliptic gravity anomaly pattern ranging from -25 to 160 mGals. The
G

gravity modelling and geological analysis suggest that ophiolite has been fragmented and exposed due to obduction,
caused by an interaction between Pacific oceanic and Australian granitic plates. This tectonic setting may cause Mulia
and its surrounding area to be susceptible to geological hazards such as earthquake and landslides.
Keywords : gravity potentials, ophiolite, genesis, geology potential
S

PENDAHULUAN Wiryosujono and Tjokrosapoetro, 1978; Gray dan


Gregory, 2003). Pada tahun 2007, dibiayai oleh
M

Lembar Beoga terletak di sekitar Pegunungan


APBN, Pusat Survei Geologi melalui Program
Gauttier bagian utara, yakni sekitar 136o30' BT-
Pemetaan dan Penelitian Dasar telah selesai
138o00' BT dan 3o00' LS-4o15' LS.
memetakan gaya berat seluruh Papua, termasuk
Kompleks ofiolit di daerah Beoga dan sekitarnya lembar Beoga. Pemetaan gaya berat Lembar Beoga
tersingkap memanjang barat - timur pada jalur ofiolit menggunakan alat gravimeter geodetik LaCoste &
Irian Jaya. Kompleks batuan ini terdiri atas batuan- Romberg model G.813, 525, 826 dan G.240
batuan ultramafik seperti piroksenit, serpentenit, dengan helikopter sebagai sarana transportasi,
peridotit, dan dunit (Panggabean drr., 1995). Ofiolit sehingga penyebaran titik-titik ukurnya cukup baik
telah lama dipercaya oleh para ahli ilmu kebumian dan merata. Peta gaya berat merupakan gambaran
sebagai fragmen kerak samudra (oceanic perbedaan medan gaya berat yang disebabkan oleh
lithosphere) yang dialih-tempatkan ke permukaan tidak meratanya rapat massa batuan di daerah
benua (Cann, 1970; Dewey drr., 1970; Coleman, pemetaan. Massa batuan di bawah permukaan bumi
1971, Nicolas drr., 1988). Meskipun demikian, yang mempunyai perbedaan rapat massa dengan
mekanisme pengalih-tempatan masih menjadi batuan di sekitarnya akan memperlihatkan anomali
bahan perbincangan walaupun model obduksi gaya berat terukur, apakah itu berupa tinggian
secara logika menjadi pilihan yang banyak diterima ataupun rendahan, sehingga dapat ditarik garis yang
(Coleman, 1971; Moores dan Twiss,1995; memisahkan keduanya. Sementara model gaya berat
dapat menyingkap konfigurasi struktur bawah
permukaan dan menentukan bentuk, ukuran, dan
Naskah diterima : 4 Februari 2009
Revisi terakhir : 16 Juni 2009 kedalaman benda geologi yang dicari.

JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009 177


Geo-Sciences
Demikian pula dengan batuan ultramafik, batuan ini 1. Kawasan Samudra Utara yang dicirikan oleh
akan memberikan efek yang berbeda dengan batuan ofiolit dan busur vulkanik kepulauan (Oceanic
di sekitarnya yang mempunyai rapat massa relatif province).
lebih rendah. Maksud penulisan makalah ini adalah 2. Kawasan Benua yang terdiri atas batuan sedimen
menerjemahkan data sigi gaya berat secara seksama yang menutupi batuan dasar kontinen yang relatip
ke bentuk rancang bangun model gaya berat, stabil dan tebal.
sehingga akan menghasilkan model geologi bawah
3. Lajur peralihan yang terdiri atas batuan
permukaan yang lebih mendekati kenyataan.
termalihkan dan terdeformasi sangat kuat secara
Sementara tujuannya adalah mengetahui genesis regional. Lajur ini terletak di tengah (central
keberadaan batuan ofiolit di daerah Beoga dan range) dan memisahkan kelompok 1 dengan
sekitarnya dengan jalan mempertajam interpretasi- kelompok 2 dengan batas-batas sesar-sesar
nya, sehingga sedikit banyak dapat diketahui potensi sungkup dan sesar-sesar geser.
geologinya.
Dalam hal ini daerah penelitian termasuk kedalam
kawasan Lajur Peralihan atau Jalur Pegunungan
METODOLOGI Tengah. Lajur ini terutama tersusun oleh batuan
Sumber data didapat dari pengamatan gaya berat di malihan di samping batuan-batuan ofiolit dan
Lembar Beoga yang dilakukan dengan metode material-material mantel atas. Ada beberapa
perbedaan penamaan kelompok batuan malihan
putaran tertutup (closed loop) secara sel.
pada lajur ini, seperti Darewo Metamorphics (Pieters
Pembacaan awal dan akhir dilakukan di BS Kota
J

drr.,1983, Panggabean drr, 1995), Darewo


Mulia. BS Kota Mulia diturunkan dari BS Sentani
Metamorphics Belt (Nash drr., 1993 dalam Darman
(Mess Balai Latihan Kependudukan dan & Sidi, 2000) dan Ruffaer Metamorphics Belt (Dow
Pemukiman) yang terikat pada titik pangkal gaya drr., 1986). Batuan-batuan ini terbentuk oleh
G

berat nasional Bandara Sentani. metamorfosis temperatur rendah (sekitar 350oC)


Melalui tahapan-tahapan koreksi, seluruh nilai gaya dengan tekanan sekitar 5-8 kb dan bercampur
dengan batuan batuan ofiolit (Darman & Siddi,
berat yang diamati direduksi menjadi anomali
2000).
S

Bouguer dengan rapat massa 2,67 g/cc dan sebagai


bidang acuan digunakan bidang pemukaan laut rata-
rata. Harga gaya berat normal (Gn) dihitung dengan Geologi Batuan Ofiolit
acuan elipsoid GRS 1967. Hasilnya kemudian Batuan-batuan ofiolit pada umumnya tersingkap di
M

dituangkan dalam peta Anomali Bouguer Lembar sayap utara Pegunungan Tengah Irian dan Papua
Beoga, skala 1 : 250.000. Dari peta gaya berat New Guinea (northern flank of Central Range).
tersebut kemudian dibuat penampang atau lintasan Secara geografis kelompok batuan ofiolit di Papua
yang memotong tegak lurus arah pola umum struktur dapat dibagi menjadi beberapa bagian menurut
geologi daerah Beoga dan sekitarnya, yaitu arah lokasinya, yakni : Central Ophiolite Belt di
utara - selatan. Untuk menghindari ambiguitas Pegunungan Tengah, Ofiolit Pegunungan Cyclops,
April Ultramafics, Marum Ophiolite dan Papuan
dalam pemodelan, digunakan data sekunder dari
Ophiolite (Harris, 2003, Gambar 1). Tiga yang
para penulis terdahulu sebagai acuan tambahan,
disebut terakhir terletak di Papua New Guinea. Ofiolit
sehingga model yang dihasilkan diharapkan benar-
Beoga terdapat di Central Ophiolite Belt di
benar mencerminkan konsep geologi yang ada di Pegunungan Tengah (Central Irian Ophiolit Belt)
daerah ini. yang mempunyai panjang keseluruhan kurang lebih
500 km dan lebar sekitar 50 km (Dow drr., 1986).
Geologi Regional Papua Umur batuan ofiolit di daerah ini sampai saat ini
belum diketahui secara pasti, namun demikian
Menurut Dow drr., (1986), geologi Irian Jaya atau
diprediksi berumur Mesozoikum atau sekitar Kapur
Papua dapat dibedakan menjadi tiga lajur Akhir (Visser & Hermes, 1962, Dow drr., 1986,
berdasarkan stratigrafi, magmatik, dan tektoniknya, Harris, 2003). Tipe batuan ofiolit di Pegunungan
yakni : Tengah adalah hazburgit dan mempunyai sekuen

178 JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009


Geo-Sciences
yang lebih lengkap daripada tempat lain di Papua Pola Anomali Bouguer Kaitannya Dengan Geologi
yang terdiri atas material residual mantel hingga Daerah Penelitian
basal (Monnier drr, 2000). Dari peta geologi Lembar
Pengukuran gaya berat di lapangan menghasilkan
Beoga (Panggabean drr, 1995, Gambar 2) batuan
data sebanyak 178 titik dengan interval antar titik
ofiolit terdiri atas beberapa jenis batuan ultramafik,
sekitar 5 - 7 km yang dilakukan dengan metode
seperti serpentenit, dunit, dan peridotit yang
putaran tertutup (closed loop) menghasilkan peta
berumur sekitar Kapur Atas. Batuan ultramafik ini
anomali Bouguer Lembar Beoga, Papua berskala 1 :
terletak secara tidak selaras di atas batuan malihan
250.000 (Gambar 5). Secara umum, gaya berat
Darewo dan bersama-sama terimbrikasi oleh
Lembar Beoga dapat dibagi menjadi dua kelompok
perlipatan dan sesar-sesar naik yang sangat intensif
anomali. Kelompok pertama, yaitu tinggian anomali,
(Panggabean drr., 1995). Prediksi secara geologis
menempati bagian utara lembar, sedangkan
menyatakan bahwa ketebalan batuan ofiolit ini
kelompok kedua adalah rendahan anomali
sekitar 4-8 km (Davies & Jaques, 1984 dalam Haris,
menempati bagian selatan Lembar Beoga. Kelompok
2003).
tinggian anomali berbentuk bulatan elips besar
Dewey (1976) mengemukakan beberapa teori berpusat di sekitar kota Mulia dengan nilai
tektonik alih tempat batuan ofiolit. Menurut Dewey maksimum mencapai 160 mGal. Kelompok anomali
(1976) alih tempat ofiolit dapat terjadi karena yang pertama ini diperkirakan berkaitan dengan lajur
pemekaran, overthrusting di daerah pemekaran, batuan ofiolit Pegunungan Tengah Papua (Central
tumbukan di daerah batas lempeng, tumbukan di Range Ophiolite Belt). Lajur ofiolit Papua dicirikan
daerah busur kontinen, dan kombinasi beberapa oleh batuan ultramafik yang tersusun oleh
proses di atas (gambar 3). Sementara Moores dan serpentenit, piroksenit, peridotit, dan dunit
J

Twiss (1995) mengemukakan bahwa thrust stacking (Panggabean drr., 1995). Di bagian utara, lajur ofiolit
menyebabkan terjadinya alih tempat batuan ofiolit ini sebagian tertutup oleh batuan gunung api Tersier
(gambar 4). Tipe alih tempat yang cocok untuk dan endapan aluvium. Pada peta anomali Bouguer
G

daerah Papua akan digambarkan berdasarkan hasil lajur ofiolit ini ditunjukkan oleh kelompok anomali
pemodelan gaya berat. bernilai sekitar 0 hingga 160 mGal dengan landaian
sekitar 8 mGal/km.
S

130O 132O 134O 136O 138O 140O 142O 144O 146O 148O 150O 152O BT
0O
M

SAMUDRA PASIFIK
2O

SERAM BEOGA 2
1
4O

LAUT BANDA 3 4
O
6
PAPUA
U INDONESIA NEW
LAUT
8 O
ARAFURA GUINEA
B T
5
10O
S
0 300 Km
O
12
LS

Gambar 1. Penyebaran batuan ultramafik/ofiolit di Pulau Papua (warna biru),


1. Central Ophiolite Belt, 2. Ofiolit Pegunungan Cyclops. 3. April Ultramafics, 4. Marum Ophiolite, 5. Papuan Ophiolite
(sumber : Harris, 2003).

JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009 179


Geo-Sciences

136o30’ BT 138o00’ BT
3o00’ LS

3o00’ LS
Tema
Tpd
Qa
Tpd Masirei r
ffa e
Tmm
U
Tema S.Rou
D

Tema Qa
Tema
Tpd
S.Vandaleen

MULIA
Tema Mu U
D

Mu
D U

Td
Td
J

Ktew
Td
Ktmn Ktew
G

D
U
Jkk Jkk Jkk
4o00’ LS

4o00’ LS
Ktmn Ktmn

136o30’ BT 138o00’ BT
S

130O 132O 134O 136O 138O 140O


0O
KETERANGAN : SAMUDRA
U PASIFIK
Aluvium 2O
M

Qa
B T SERAM

Tmm Batupasir grewak 4O Beoga


LAUT BANDA
S
Tema Lava, breksi 6O

Batuan malihan 0 10 20km LAUT


ARAFURA
Td Darewo
8O

0 300 Km
Mu Batuan ultramafik : serpentenit,
piroksenit,peridotit, dunit
Ktmn Batugamping (Pratersier)
Sesar naik
Ktew Batugamping Waripi
(Pratersier) D Sesar normal
Jkk Batupasir &batulumpur U : bagian yang naik
U
(Pratersier) D : bagian yang turun

Gambar 2. Peta geologi lembar Beoga, Papua (disederhanakan dari Panggabean, drr., 1995).

180 JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009


Geo-Sciences
1 2 3
A

1 2 3
B

1 2
C
Arc
1 Arc
2
D

1 2
E

Beoga, Papua

Arh Arh
J
G

Gambar 3. Beberapa diagram proses alih tempat batuan ofiolit (bidang warna hitam) menurut Dewey (1976, gambar atas) dan model ofiolit
Papua (gambar bawah).
A. Alih tempat di daerah pemekaran, B. Overthrusting di daerah pemekaran, C. Tumbukan di daerah batas lempeng, D. Tumbukan di
S

daerah busur kontinen dan E. Kombinasi dari beberapa tipe.

Kelompok anomali kedua berupa lajur-lajur anomali


M

yang bernilai sekitar 0 hingga -170 mGal dengan


landaian sekitar 20 mGal/km dan terletak di bagian A
selatan lembar peta. Kelompok anomali ini 1 2 4
ditafsirkan sebagai pencerminan batuan sedimen 3
Tersier dan Pratersier. Batuan sedimen ini sebagian Slope- Ophiolite
Platform Abyssal
rise
sudah termalihkan dan membentuk lajur dan dikenal plain
sebagai lajur batuan malihan Ruffaer dan lajur anjak
Pegunungan Tengah Papua. Kelompok batuan B
sedimen ini dilandasi oleh kerak granitik dan gradien Ophiolite
4
anomalinya terlihat menurun ke arah selatan. Lajur
anomali ini pada bagian timur sedikit melebar ke 3 Abyssal plain
utara karena pengaruh batuan dengan rapat massa 2 Slope rise
rendah, yakni kelompok Kambelangan yang makin 1 Platform
luas di bagian timur. Arah lajur (trend) kedua
kelompok anomali adalah barat - timur. Hal ini
Gambar 4. Thrust stacking pada batuan ofiolit, A. Sebelum thrusting, B.
diperkirakan berkaitan dengan arah perlapisan Posisi setelah thrusting (Moores & Twiss, 1995).
batuan secara umum di daerah ini yakni barat - timur.
Kedua kelompok anomali tersebut dipisahkan secara
tektonik oleh jalur sesar naik (lihat peta geologi
Gambar 2).

JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009 181


Geo-Sciences
Penampang Gaya Berat dan lazim dikenal sebagai Orogen Melanesia.
Orogenesis ini menghasilkan tiga mendala geologi
Model dua dimensi penampang gaya berat dibuat
yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya
memotong arah umum struktur geologi Papua atau
(Geologi Regional Papua). Pada bagian tersebut telah
tegak lurus arah umum jurus jalur anomali, yakni
dijelaskan bahwa pada peta anomali Bouguer batuan
arah utara - selatan (lihat Gambar 5 & 6). Model gaya
ofiolit tercermin dari kelompok tinggian anomali
berat berdasarkan pengelompokan batuan yang
berbentuk elips. Model gaya berat dua dimensi
mempunyai rapat massa relatif sama dalam satu
bawah permukaan arah utara selatan menggambar-
poligon tertentu. Kelompok batuan ofiolit
kan bahwa batuan ofiolit (2,8 gr/cc) ini naik ke
mempunyai rapat massa sekitar 2,8 gr/cc, lebih kecil
permukaan oleh sesar naik, sedangkan di bagian
dibandingkan dengan rapat massa rata-rata batuan
selatan, kerak granitik (2,67 gr/cc) terlihat sebagai
penyusunnya, yakni peridotit , piroksenit, dan dunit,
tonggak massa yang stabil (Gambar 6).
sehingga diperkirakan batuan ini sudah mengalami
fragmentasi, percampuran dengan material lain, atau
akibat deformasi. Peridotit , piroksenit, dan dunit Tabel 1. Rapat Massa Rata-rata Batuan (Telford, drr, 1976)
sebagai penyusun utama batuan ultramafik Batuan Sedimen Rapat Massa (gr/cc)
mempunyai rapat massa rata-rata sekitar 3,15 gr/cc aluvium 1,98
(lihat Tabel 1). Material selubung atas (upper lempung 2,21
mantle) dikelompokkan dalam satu poligon, yaitu glasial 1,80
kelompok batuan dengan rapat massa sekitar 3,05 kerikil 2
gr/cc. Kelompok material selubung dan ofiolit loess 1,64
direfleksikan oleh nilai anomali Bouguer sekitar 0
J

pasir 2,0
hingga 160 mGal mulai dari km ke 53 hingga km ke pasir-lempungan 2,1
78. Di bagian utara batuan ofiolit tertutup oleh lanau 1,93
soil 1,92
sedimen Tersier setebal kurang lebih 4 km dengan
G

batu pasir 2,35


rapat massa rata-rata 2 gr/cc. Batuan malihan yang
serpih 2,40
berumur Tersier dan Pratersier diperkirakan batu gamping 2,55
mempunyai rapat massa yang hampir sama, yaitu dolomit 2,70
sekitar 2,3 gr/cc, karena memang tidak terlihat
S

undulasi pada kurva yang mengindikasikan Batuan Beku Rapat Massa (gr/cc)
perbedaan rapat massa litologinya. Kelompok batuan riolit 2,52
yang terakhir ini dilandasi oleh kerak benua granitik obsidian 2,30
Australia (2,67 gr/cc) yang miring ke selatan. Kondisi dasit 2,58
M

batuan ofiolit kemungkinan sudah mengalami trasit 2,60


fragmentasi dan bercampur dengan material- andesit 2,61
granit 2,64
material selubung atas sehingga secara matematis
granodiorit 2,73
rapat massa yang cocok dalam pemodelan adalah
syenit 2,77
2,8 gr/cc.
diorite 2,83
lava 2,9
DISKUSI diabas 2,9
basal 2,99
Peristiwa-peristiwa geologi di Papua telah banyak gabro 3,03
diteliti oleh para ahli kebumian. Sejak Visser & peridotit 2,15
Hermes (1962) meneliti geologi Papua (Irian Jaya), piroksenit 3,17
pulau ini menjadi pusat perhatian bagi para ahli horenblenda-gabro 3,08
geologi, ahli geofisika dan ahli eksplorasi. Dow drr.,
(1986), Hartono drr., (1989), Pieters, drr., (1983), Batuan Malihan Rapat Massa (gr/cc)
Wiryosujono & Tjokrosapoetro, (1978), Pigram and sekis 2,64
pilit 2,74
Panggabean (1984), dan Sapiie drr., (1999) pada
batusabak 2,79
umumnya berpendapat bahwa orogenesis pada kala
kuarsit 2,60
Oligosen adalah mulainya proses tektonik di Papua
marmer 2,75
hingga terbentuknya fisiografi yang terlihat sekarang grewak 2,65

182 JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009


Geo-Sciences
136o30’ 137o00’ 137o30’
3o00’
U 138o00’
-50 3o00’
Korodesi mGal
50

25
-25 0 Masirei 140
25
75
0 120
100
100
150 125
80
60
S.V an da lee n
40
125 20
100 0
75 -20
50 G.NGOGOMBA
25
-40
0 -60
-25 -80
G.MULIA
-50 -100
-1

G. KAROBOGA -120
MULIA
00

-7 HITALIPA -75
5 U -140
BOGOBAIDA -100 MAPENDUMA
-160
B T -180

5
-12

-150
-12
5 -200
S
0 10 20 30 km
J

4o00’o 4o00’ LS
136 30’ 137o00’ S 137o30’ 138o00’ BT

Gambar 5. Peta anomali Bouguer Lembar Beoga, Papua, interval kontur 5 mGal. SU adalah arah pemodelan gaya berat.
G

mGal
160
= calc 120
S

= obs U 80
40
0
-40
S -80
-120
10 30 50 90
M

-10 70 110 130


Jarak k m
.0 KETERANGAN :
2,0 gr/cc
2,3 gr/cc -4.0
2,8 gr/cc Endapan Aluvium
-8.0
k m (Kedalaman)

Batuan sedimen
-12.0 Tersier (2,0 gr/cc)
2,67 gr/cc
3,05 gr/cc -16.0 Batuan malihan
-20.0
Tersier (2,3 gr/cc)
-24.0 Batu gamping
Pratersier (2,3 gr/cc)
4.0

.0 Batuan malihan
2 gr/cc Pratersier (2,3 gr/cc)
2,3 gr/cc -4.0
2,8 gr/cc
k m (Kedalaman)

-8.0 Batuan ofiolit


(2,8 gr/cc)
3,0 gr/cc -12.0
2,67 gr/cc Batuan mantel
-16.0
3,1 gr/cc atas (3,05 gr/cc)
-20.0
Batuan kerak
-24.0
granitik (2,67 gr/cc)
-28.0

Gambar 6. Model 2-D bawah permukaan gaya berat dan rekaan penampang geologi arah utara - selatan daerah Beoga, Papua (tanpa skala, arah
pemodelan lihat Gambar 5). Batuan sedimen Tersier sebagian tertutup oleh endapan aluvium konglomerat, batulumpur, dan batu pasir
(Panggabean, drr., 1995).

JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009 183


Geo-Sciences
Pada bagian model yang lain yakni di bagian lebih seperti sesar Sorong-Yapen. Namun demikian seiring
selatan lagi, batuan sedimen yang terdiri atas batuan dengan berlangsungnya subduksi dua lempeng
malihan, batu gamping, batu pasir, dan lainnya dapat tersebut, kerak granitik di bagian tepi kontinen (shelf
dikelompokkan kedalam satu poligon dengan rapat continental rise), sambil menahan dorongan kerak
massa sekitar 2,3 gr/cc. Sementara di bagian utara, samudra, sedikit demi sedikit ikut terangkat,
batuan sedimen vulkanik Tersier yang menutupi sehingga batu gamping di daerah paparannya
sebagian ofiolit dapat dikelompokkan kedalam satu tumbuh terus sejalan dengan proses pengangkatan.
poligon dengan rapat massa sekitar 2 gr/cc. Secara Demikian pula pada kerak samudranya, di samping
garis besar, proses alih tempat batuan kerak samudra menunjam ke bawah kerak granitik, compressional
(ofiolit) pada model penampang gaya berat ini dapat regime juga menyebabkan mengalami fragmentasi di
dijelaskan sebagai berikut : Pada mulanya dalam beberapa bagian dan terdorong ke atas dan bergerak
kondisi kesetimbangan isostatik, kerak samudra ke selatan, dan akhirnya bersatu di daerah
primitif (2,8 gr/cc) ada pada kedalaman 4-10 km di Pegunungan Tengah termasuk daerah Beoga ini.
bawah permukaan laut, dan lengkung anomali gaya Compressional regime yang berlangsung terus
beratnya sama dengan nol (Sardjono, 2003). Kondisi memunculkan jalur-jalur lipatan, sesar-sesar anjak
kesetimbangan tersebut kemudian mengalami dan mengakibatkan pula terbentuknya batuan
perubahan akibat gaya tekan. Memang secara logika malihan berumur Tersier (2,3 gr/cc). Pada kontak
model gaya berat yang demikian ini (Gambar 6) dengan batuan ofiolit, batuan malihan ini
dapat terbentuk akibat gaya tekan (compressional kemungkinan menjadi bidang gelincir pada obduksi
regime) yang diperkirakan berasal dari utara - timur ofiolit, sehingga naik ke permukaan. Berdasarkan
J

laut (Lempeng Pasifik) yang disertai oleh komponen model matematik Telford drr. (1976, Gambar 7)
geser (slip regime) akibat bagian selatannya bentuk kurva anomali Bouguer semacam ini
(Lempeng Australia) cukup stabil untuk menahan menggambarkan suatu obduksi (sesar naik).
G

gaya tekan tersebut. Secara regional slip regime ini di Wiryosujono & Tjokrosapoetro (1978) membuat
beberapa tempat menimbulkan sesar-sesar besar hipotesis secara skematiks mengenai obduksi batuan
ofiolit dan dinamika kerak yang berlangsung kira-kira
S

sejak Kapur Akhir (Gambar 8) dan ternyata sesuai


50 dengan hasil penelitian gaya berat di atas. Sebagai
40
MmGal

30 A
perbandingan, di bawah ini ditampilkan beberapa
20 Gradien paling curam model bawah permukaan hasil penelitian gaya berat
M

10
0 pada batuan ofiolit di beberapa tempat.

D
r
=0.1 g/cm3 10 km
Pegunungan Meratus, Kalimantan
50 Pada Gambar 9 dan 10 batuan ofiolit yang terlihat
40
MmGal

30
B pada model gaya berat daerah Meratus mempunyai
20 rapat massa sekitar 2,90 gr/cc hingga 2,95 gr/cc
10
0
Gradien paling curam (Gaol drr., 2005, Setyanta & Setiadi 2006). Batuan
ofiolit ditafsirkan menumpang di atas kerak granitik,
D
r
=0.1 g/cm3 10 km muncul ke permukaan melalui suatu retakan pada
50 kerak dan membentuk struktur bunga positif (Gaol
40
MmGal

30 C drr, 2005, Subagio drr., 2000). Proses alih tempat ini


Gradien paling curam
20 menghasilkan dua lajur ofiolit, yaitu Lajur Manjam
10
0
dan Lajur Bobaris (Setyanta & Setiadi, 2006). Dalam
kesimpulannya Setyanta & Setiadi (2006) dan Gaol
D
r
=0.1 g/cm3 10 km drr., (2005) mengatakan bahwa proses alih tempat
batuan ofiolit diakibatkan oleh tumbukan dua
lempeng sejenis, yakni lempeng granitik yang berasal
Gambar 7. Model sesar yang terlihat dari anomali gaya berat di atas dari Lempeng Eurasia dan Lempeng kontinen mikro
slab, A sesar geser, B sesar naik dan C sesar normal,
(Telford, drr., 1976). Australia.

184 JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009


Geo-Sciences
90
70

mGal
CONTINENTAL

ARC TRENCH
50

SHELF AND

VOLCANIC
MARGINAL
30

TRENCH
10

BASIN
RISE

ARC
-10

GAP
0

Kedalaman
2 2,30 gr/cc 2,30 gr/cc

(km)
4 2,95 gr/cc
2,78 gr/cc
6
8
Kontinen Australia-Papua 10

KAPUR AKHIR
Gambar 9. Model anomali gaya berat 2-D pada batuan ofiolit daerah
Meratus, Kalimantan. Batuan ofiolit ditunjukkan dengan
rapat massa 2,95 gr/cc, batuan sedimen 2,30 gr/cc dan
batuan dasar sekis mika 2,78 gr/cc (Gaol, drr., 2005).

EOSEN-OLIGOSEN

MIOSEN TENGAH-
MIOSEN AKHIR Beoga
Zona Sesar Sorong
Peg.Tengah
Samudra Gambar 10. Penampang Geologi Pegunungan Meratus
Laut Arafura Pasifik berdasarkan pemodelan gaya berat arah AB pada
peta gaya berat (Setyanta & Setiadi, 2006).
J

?
?

Batu gamping Batuan


terobosan KUARTER-RESEN
G

Lempeng samudra/ofiolit

Lempeng benua granitik

Gambar 8. Model obduksi batuan ofiolit Papua (Wiryosujono dan


Tjokrosapoetro, 1978).
S

Calc
Obs µMs-2
650
550
M

450
350
250
150
A 50
NW Jarak (km)
BSE -50
-150
0 10 30 50 70 90
PEGUNUGAN MERATUS Depth (Km)
2,0
Cek. Barito Bobaris Manjam Cek. Asem-asem
2,4 gr/cc 2,72
2,4 gr/cc -2,0
2,74 gr/cc
2,9 gr/cc
-6,0

2,6 gr/cc -10,0


2,68 gr/cc

-14,0

-18,0

-22,0

Sedimen Tersier 2,74


Batuan Ofiolit 2,68 Batuan Granitik Batuan Terobosan
2,9 2,72

JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009 185


Geo-Sciences
Pulau Seram bawah mantel yang berpotensi sebagai mineral
Tumbukan Lempeng Laut Banda dengan lempeng ekonomis, sehingga perlu uji petrografi dan geokimia.
granitan Pulau Seram menyebabkan bagian tepi ke Selain potensi ekonomi, ancaman gempa bumi di
dua lempeng tersebut mengalami fragmentasi daerah ini cukup tinggi. Daerah Papua merupakan
bersama-sama, sehingga rapat massa secara salah satu daerah aktif gempa bumi karena terletak
keseluruhan berkurang (Setyanta & Setiadi, 2007). pada zona tumbukan busur kontinen dan lempeng
Fragmentasi tersebut membentuk batuan campur samudra. Wilayah dengan sesar-sesar anjak
aduk antara batu-batuan ofiolit dan batu-batuan mempunyai potensi gempa bumi yang sering diikuti
granitan dengan rapat massa sekitar 2,45 gr/cc, yang dampak sekunder berupa tanah longsor, apalagi
selanjutnya terobduksi oleh sesar-sesar naik, kondisi batuannya yang sudah tidak kompak akibat
sehingga batuan ofiolit tersingkap (Gambar 11). fragmentasi. Dampak sekunder ini kadang-kadang
berakibat lebih dahsyat dibandingkan dengan akibat
Muarawahau, Kalimantan gempa itu sendiri (Pudja & Mudjiono, 1989). Di kota
Mulia dan sekitarnya, ancaman kebencanaan
Batuan ultramafik sebagai bagian dari ofiolit yang
semacam ini perlu diperhatikan.
terlihat pada model gaya berat daerah Muarawahau,
Kalimantan, mengalami proses alih tempat dalam
bentuk fragmen-fragmen kerak dengan rapat massa KESIMPULAN DAN SARAN
sekitar 2,70 gr/cc (Setyanta & Setiadi, 2008, 1. Batuan ofiolit di Daerah Beoga tercermin pada
Gambar 12). nilai anomali Bouguer sekitar 0 hingga 160 mGal
J

yang berbentuk bulatan elips positif dengan arah


Talaud-Mayu jurus barat - timur.
Ofiolit di Talaud-Mayu yang terlihat dari model gaya 2. Kelompok batuan ofiolit mempunyai rapat massa
G

berat mempunyai rapat massa sekitar 2,8 gr/cc, dan 2,8 gr/cc, sehingga batuan diperkirakan sudah
terangkat ke permukaan membentuk pematang mengalami fragmentasi dan bercampur dengan
samudra di perairan Laut Maluku akibat tumbukan unsur-unsur dari mantel atas.
dua lempeng sejenis (Gambar 13, Sardjono, 1999).
S

3. Proses alih tempat batuan ofiolit oleh sesar naik


Dari contoh-contoh model tersebut di atas, model diperkirakan sebagai akibat compressional
gaya berat daerah Pulau Seram (Gambar 11) adalah regime dari utara - timur laut yang berlangsung
model yang agak mirip. Perbedaanya terletak pada
M

terus.
komposisi litologinya, di Pulau Seram walaupun
masih dominan, tetapi batuan ofiolitnya sudah 4. Karena terletak di daerah fragmentasi batuan
mengalami percampuran dengan material-material ofiolit, daerah ini rawan gempa dan mudah terjadi
lain membentuk satuan bancuh, sedangkan di Papua tanah longsor.
ofiolitnya masih relatif murni, lengkap dengan 5. Perlu dilakukan pengambilan percontoh-
sekuen-sekuennya. percontoh batuan untuk analisis laboratorium
secara cermat, sehingga diketahui potensi
Aspek Potensi Geologi ekonominya.
Seiring dengan meningkatnya intensitas tektonik
tekan yang disertai dengan komponen geser maka UCAPAN TERIMA KASIH
konsekuensinya adalah terjadi kinematika kompresi Dengan selesainya tulisan ini, penulis mengucapkan
oblik (oblique compressional kinematics) yang terima kasih kepada rekan-rekan ahli geofisika di
menyebabkan fragmentasi kerak ofiolit. Keadaan P2D, Kepala Tim Pemetaan Gaya Berat Papua dan
yang demikian tidak menutup kemungkinan Koordinator Program P2D atas saran-sarannya.
material-material mantel atas ikut terbawa ke atas. Demikian pula kami ucapkan terima kasih kepada
Material-material upper mantle yang terangkat Kepala Pusat Survei Geologi atas izin penerbitan
sering tercemari oleh material-material bagian tulisan ini.

186 JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009


Geo-Sciences
mGal
Anomali dihitung 350
S Anomali di lapangan 300
250
200
150
100
U 50
Jarak 0
km
-50
-20 20 60 100 140 180 220 260 -100

Bandaneira Laut Banda P. Seram


1,03 gr/cc 2,2 gr/cc .0
2,2 gr/cc
2,8 gr/cc 2,45 gr/cc -4.0

Kedalaman (km)
-8.0
-12.0
2,58 gr/cc
-16.0
3,1 gr/cc 2.67 gr/cc
-20.0

-28.0
Gambar 11. Model struktur kerak di sekitar perairan Laut Banda berdasarkan kurva anomali Bouguer. Batuan ofiolit dan material-
-32.0
material lain dari kerak granitik dan mantel atas membentuk batuan campur aduk (2,45 gr/cc) dan terangkat oleh sesar
anjak (Setyanta & Setiadi, 2008). -36.0

Anomali Bouguer (m G a l)
40.0
= hasil perhitungan B
= hasil pengukuran 20.0
.0
J

-20.0
A
-40.0
-60.0
-20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
G

J a r a k (km)
1.0
2,25 gr/cc
2,25 gr/cc + - -1.0
2,6gr/cc
-3.0
2,6gr/cc 2,7gr/cc

Kedalaman (km)
S

-5.0

-7.0

-9.0
2,68 gr/cc
-11.0
M

-13.0

KETERANGAN -15.0

Bat.sedimen Tersier/
Bancuh Andesit/diorit + - Sesar mendatar
Vulkanik Tersier
- Blok menjauh
Bat.sedimen Pra + Blok mendekat
Bat. Ultramafik Granit
Tersier

Gambar 12. Model geologi bawah permukaan daerah Muarawahau, Kalimantan, berdasarkan data gaya berat (tanpa skala). Batuan
ultramafik sebagai fragmen kerak samudra dengan rapat massa sekitar 2,7 gr/cc (Setyanta & Setiadi, 2008).

Anomali Free Air


(mGal)
100

-100
Gambar 13. Model gaya berat tumbukan lempeng
Pematang
sejenis di sekitar Talaud-Mayu. Batuan Laut Maluku Talaud-Mayu
ofiolit (2,97 gr/cc) naik ke permukaan 0 1,03gr/cc
50 100 150 200 km
Kedalaman (km)

membentuk pematang tengah laut 2,17gr/cc 2,17gr/cc


2,79 gr/cc 2,24gr/cc
Talaud-Mayu (Sardjono, 1999). 10 2,24gr/cc
2,97gr/cc
2,97gr/cc
20

30 3,07gr/cc

JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009 187


Geo-Sciences
ACUAN
Cann, J.R., 1970. New Model for The Structure of the Oceanic Crust, Nature, 226 : 928-930.
Coleman, R.G., 1971. Plate Tectonic Emplacement of Upper Mantle Peridotites Along Continental Edges,
Journal of Geophysical Research, 86 : 1212-1222.
Darman, D & Sidi, F.H. (eds.), 2000i An Outline of the Geology of Indonesia, Indonesian Association of Geologist
(IAGI), pp.180.
Dewey, J.F. Bird, J.M.and Moores, E., 1970. Ultramafics and Orogeny, with Models of the US Cordillera and the
Tethys, Nature, 228 : 837-842.
-----------. 1976. Ophiolite Obduction, Tectonophysics, 31 : 93-120.
Dow, D.B. and U. Hartono, 1986, The Mechanism of Pleistocene Plate Convergence Along Northeastern Irian
Jaya, Proceedings 13th Annual Convention, Indonesian Petroleum Association, May 1984, p.145-
150.
------------, Robinson, G.B., Hartono, U. dan Ratman, N., 1986. Peta Geologi Irian Jaya, Indonesia, Skala
1:1.000.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Gaol, K.L., Permana, H., Kadarusman, A., Hananto, N.D., Wardana, D.D. dan Sudrajat, Y., 2005. Model Gaya
Berat Pegunungan Bobaris-Meratus, Kalimantan Selatan dan Implikasi Tektoniknya, Jurnal
Geofisika, HAGI, 2 : 2-9.
J

Gray, D.R. and Gregory, T.T., 2003. Ophiolite obduction and the Samail ophiolite : the behaviour of the
underlying margin, In : Ophiolites in Earth History, Dilek. Y. & Robinson P.T. (eds), Geological
Society, London Special Publications. 218, 449-465.
G

Harris, R., 2003. Geodynamic patterns of ophiolites and marginal basins in the Indonesian and New Guinea
regions, In : Ophiolites in Earth History, Dilek. Y. & Robinson P.T. (Eds), Geological Society, London
Special Publications. 218 : 481-505.
Hartono, U., Sukanta, U. and Ratman, N., 1989. Pre and Post Tertiary collision magmatic activity in Irian Jaya,
S

Indonesia, Proceedings 16th Regional Cong. On Geol. Min. and Hydrocarb. Res. of Southeast
Asia, Jakarta, Indonesia; 61-71.
Moores, E.M. & Twiss, R.J., 1995. Tectonics, W.H. Freeman Inc., New York.
M

Monnier, C., Girardeau, J., Pubellier, M. & Permana. H., 2000. Oophiolte de la chaine centrale d'Irian Jaya
(Indonesie) evidences petrologiques et geochimiques pour une origine dans un basin arriere-arc.
Earth and Planetary Sciences, 331 : 691-699.
Nicolas, A., I. Reuber and K. Benn, 1988. A New Magma Chamber model based on Stuctural studies in the
Oman Ophiolith, Tectonophysics, 151 : 87-105.
Panggabean, H, Amiruddin, Kusnama, K. Sutisna, R.L. Situmorang, T.Turkandi dan B. Hermanto, 1995. Peta
Geologi Lembar Beoga, Irian Jaya, Skala 1:250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi, Bandung.
Pieters, P.E., Pigram, C.J., Trail, D.S. Dow, D.B., Ratman, N. and Sukamto, R., 1983. The Stratigraphy of
Western Irian Jaya, Indonesia, Geological Research and Development Centre Bull. 8 : 14-48.
Pigram, C.J., and Panggabean, H., (1984). Rifting of the Nortern margin of the Australian continent and the
origin of some microcontinents in estern Indonesia, Tectonophysics, 107 ; 331-353.
Pudja, I.P. dan Mudjiono, R., 1989. Mekanisme Pusat Gempa Bumi Sesar Tengah, Irian Jaya, Proceedings PIT
HAGI XIV, Jakarta; 392-399.
Rais, J., 1979. International Gravity Standardization Net 1971 (IGSN), Proc.PIT III HAGI, Yogyakarta.

188 JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009


Geo-Sciences
Sapiie, B., Natawidjaya, D.H. & Cloos, M., 1999. Strike-slip tectonic of New Guinea : transform motion between
the Caroline and Australian Plates. In Busono, I. & Alam, H. (eds) Development in Indonesian
tectonics and structural geology. Proc. of Indonesian Association of Geologists. I : 1-12.
Sardjono, 1999. Gravity field and structure of the crust of the Banggai Island region, Eastern Indonesia,
implications for tectonics and hydrocarbon prospecs, Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, IX
(99) : 16-29.
------------, 2003. Anomali gaya berat dan dinamika kerak bumi, Majalah IAGI, Mei 2003.
Setyanta, B. dan Setiadi, I., 2006. Komplek Batuan Ultramafik Meratus sebagai Bagian dari Ofiolit Kerak
Samudra ditinjau dari Aspek Geomagnetik dan Gaya Berat, Jurnal Sumber Daya Geologi, XVI,
no.6, Pusat Survei Geologi : 335-348.
------------ , dan Setiadi, I., 2007. Anomali Gaya Berat dan Tataan Tektonik Sekitar Perairan Laut Banda dan
Pulau Seram. Jurnal Sumber Daya Geologi, XVII, no.6, Pusat Survey Geologi : 408-419.
------------, dan Setiadi, I., 2008. Model geologi bawah permukaan daerah Muarawahau Hasil Analisis Anomali
Gaya Berat Berdasarkan Estimasi Kedalaman dengan Metode Analisis Spectral, Jurnal Sumber
Daya Geologi, XVI, no.6, Pusat Survey Geologi : 335-348.
Subagio, Widijono, B.S. & Sardjono, 2000. Model kerak lajur Meratus berdasarkan analisis data gaya berat dan
magnet implikasi terhadap potensi mineral ekonomi, Seri Geofisika, no.1, Maret 2000, Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi : 47-67.
J

Telford, W.M., Geldart, L.P., Sherrif, R.E. and Keys, D.A., 1976. Applied Geophysics, Cambridge University
Press, London, 860pp.
Visser W.A., and Hermes, J.J., 1962. Geological results of the exploration for oil in Netherlands New Guinea.
G

Verh.Kon.Ned.Geol.Mijnbuowk.Genoot.,Geol.Ser., 20 : 1- 265.
Wiryosujono, S. and Tjokrosapoetro, S., 1978. Ophiolite in eastern Indonesia. Procceding of the third regional
conference on the geology and mineral resources of S.E. Asia (ed. Prinya Nutalaya), 641-652.
Asian Institute of Technology, Bangkok.
S
M

JSDG Vol. 19 No. 3 J u n i 2009 189

Anda mungkin juga menyukai