Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol. 24 No. 1 Februari 2023 hal.

1-10
Geo-Science

Anomali Gayaberat Kaitannya dengan Batuan Ofiolit Sebagai Pembawa


Mineral Kromit di Daerah Banjarmasin-Kotabaru, Kalimantan Selatan
The Gravity Anomaly Associated with Ophiolite Rocks Carrying Chromite
Minerals in Banjarmasin-Kotabaru, South Kalimantan
M. Ervan1 dan Subagio2

1
Pusat Survei Geologi, Jalan Diponegoro No.57 Bandung
2
Badan Riset dan Inovasi Nasional
email: subagio060855@gmail.com

Naskah diterima: 05 Mei 2022, Revisi terakhir: 25 Oktober 2022, Disetujui: 15 November 2022, Online: 15 November 2022
DOI: http://dx.doi.org/10.33332/jgsm.geologi.v24.1.1-10

Abstrak - Studi geologi telah banyak dilakukan di daerah Abstract - Lots of geological studies have been carried out
Kalimantan, khususnya di sepanjang lajur Meratus dan seki- in the South Kalimantan area, especially along the Meratus
tanya Kalimantan Selatan yang terdapat singkapan batuan High and its surroundings, where there are ophiolite rocks
ofiolit. Pada kompleks batuan ofiolit ini, biasanya ditemukan cropped out. The ophiolite rock is associated to chromite min-
kromit yang diyakini akan menjadi salah satu komoditi min- erals which is believed to be one of Indonesia’s future miner-
eral masa depan di Indonesia. Batuan ofiolit mempunyai nilai al commodities. Ophiolite rocks has a relatively higher mass
rapat massa yang relatif tinggi dibandingkan dengan batuan density value compared to other rocks. One of the geophysical
lainnnya. Salah satu metode geofisika yang dapat digunakan methods that can be used to determine subsurface conditions
untuk mengetahui kondisi bawah permukaan berdasarkan per- based on differences in mass density is the gravity method. In
bedaan rapat massa adalah metode gayaberat. Pada studi ini this study, gravity data analysis will be carried out with the
akan dilakukan analisis data gayaberat dengan tujuan untuk aim of delineating the presence of ophiolite rocks which are
mendelineasi keberadaan batuan ofiolit yang diduga sebagai suspected to be carriers of chromite minerals. To separate re-
pembawa mineral kromit. Pemisahan anomali regional dan gional and residual anomalies, a moving average filter is used
residual menggunakan filter moving average dan untuk me- and in order to describe the subsurface geology, 2-dimension-
lihat kondisi bawah permukaan dilakukan pemodelan maju al forward modeling is applied. The results of the Bouguer
2 Dimensi. Hasil analisis anomali Bouguer daerah ini menun- anomaly analysis in the study area, showed a circular pattern
jukkan pola melingkar membentuk tinggian dan rendahan forming the high and low anomaly. High anomaly are formed
anomali. Tinggian anomali terbentuk di bagian barat, ke arah in the western part of the study area, to the east a low anomaly
timur terbentuk rendahan anomali di daerah Banjarmasin dan is formed in the area of Banjarmasin and its surroundiungs.
sekitarnya. Tinggian anomali juga terbentuk di Tinggian Mer- High anomaly also occur in Meratus high and around Laut
atus dan sekitar Pulau Laut hingga Pulau Sebuku. Selain itu, to Sebuku Island. In addition, low anomaly are also formed
rendahan anomali juga terbentuk di sepanjang pantai tenggara along the southeast coast of South Kalimantan. Based on
Kalimantan Selatan. Berdasarkan data geologi permukaan, surface geological data, high density ophiolite rocks were
batuan ofiolit yang berdensitas tinggi tersingkap di daerah exposed in Meratus High and Laut-Sebuku Island. We infer
Tinggian Meratus dan Pulau Laut - Pulau Sebuku, sehingga that the existence of this rock is what causes the high anoma-
patut diduga menjadi penyebab terbentuknya tinggian anom- ly pattern in this area. According to the quantitative analysis
ali di wilayah tersebut. Hasil analisis kualitatif pola anomali of anomaly patterns found along the research track, ophiolite
sepanjang lintasan, menunjukkan keberadaan batuan ofiolit rocks are present, as indicated by the geological data.
seperti ditunjukkan pada data geologi.
Keywords: Banjarmasin - Kotabaru, chromite, ophiolite rock
Katakunci: Banjarmasin - Kotabaru, kromit, rendahan anomali, ourcrops, low anomaly, Meratus High.
singkapan batuan ofiolit, tinggian anomali, Tinggian Meratus.

© JGSM. This is an open access article


under the CC-BY-NC license (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)
Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral - Terakreditasi KEMENRISTEKDIKTI No. 200/M/KPT/2020
Berlaku sejak Volume 21 Nomor 1 Tahun 2020 sampai Volume 25 Nomor 4 Tahun 2024
2 Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol. 24 No. 1 Februari 2023 hal. 1-10

PENDAHULUAN lebih baik. Data anomali tersebut memperlihatkan


Ofiolit merupakan fragmen kerak samudera (oceanic pola-pola rendahan dan tinggian anomali. Pola ting-
lithosphere) yang beralih tempat oleh proses tekton- gian anomali menempati wilayah tempat tersingkap-
ik ke permukaan kerak benua. Batuan ini tersingkap nya batuan ofiolit, yaitu di sekitar Tinggian Meratus,
meluas di wilayah Indonesia, antara lain di Sulawesi, sebagaimana hasil studi Abidin & Hakim (2001), dan
Halmahera, dan di Pegunungan Meratus Kalimantan Ilhami dkk. (2019). Fenomena ini memberikan gam-
Selatan. Hasil studi batuan ofiolit di Tinggian Mera- baran bahwa tinggian anomali tersebut diduga diaki-
tus, Kalimantan Selatan, menunjukkan adanya perbe- batkan oleh tingginya densitas batuan ofiolit yang
daan asal muasal antara ofiolit di P. Laut dan di Ting- menempati lokasi tersebut.
gian Meratus (Hartono, 2001). Data anomali gayaberat (anomali Bouguer), secara
Di Desa Kiram Kecamatan Karang Intan, Kabupaten sistematis dan regional sudah dipetakan di seluruh
Banjar, Kalimantan Selatan, batuan ofiolit yang terdi- wilayah tanah air, termasuk di daerah studi, meliputi
ri atas batuan peridotit dan batuan serpentit, dan terli- Lembar Banjarmasin (Padmawidjaja & Pribadi, 1997)
pat kuat, diketahui mengandung unsur-unsur mineral, dan Lembar Kotabaru (Pribadi & Sartono, 1997),
seperti kromit (22,7-25,5 %), Fe (27,9-29,3 %), dan dalam skala 1:250.000. Selain itu, telah dilakukan
sisanya Si, Mg, Ni, Mn, dan lain-lain (Abdi dkk., akuisisi data lebih rinci untuk keperluan studi yang
2014). lebih lokal, berupa gayaberat rinci sepanjang lintasan
Kandangan-Batulicin dan Halong-Pamukan (Subagio
Studi ofiolit di Kalimantan Selatan sudah dilakukan dkk.,1997-1998), serta pengukuran rinci gayaberat
di Gunung Kukusan. Di lokasi ini, keberadaan ofiolit guna penyusunan basis data gayaberat P. Laut dan P.
bersamaan dengan rijang merah dan batuan vulkan- Sebuku, Kalimantan Selatan (Subagio & Widijono,
ik, diketemukan sebagai ofiolit penggalan (dismem- 2008). Data-data tambahan ini tersebar secara acak,
bered ophiolit). Mineral ekonomis yang dijumpai di namun cukup membantu dalam menganalisis pola
ofiolit ini adalah besi, kromit, serta platina (Abidin anomali tersebut dalam hubungannya dengan sum-
& Hakim, 2001). berdaya geologi positif (sumberdaya mineral dan
Keterdapatan sumberdaya mineral bernilai ekonomis energi) maupun sumberdaya negatif (kebencanaan
tinggi pada batuan ofiolit merupakan fenomena yang geologi) di daerah ini.
menarik untuk diteliti lebih lanjut, dengan maksud Studi rinci gayaberat dan geomagnet sepanjang
dan tujuan untuk dapat mengeksplorasi mineral-min- 145 km lintasan Kandangan - Batulicin yang dilak-
eral tersebut bagi kemajuan dan kesejahteraan bang- sanakan tahun 1997, memperlihatkan model geologi
sa. Batuan ofiolit yang merupakan batuan induk dari yang menunjukkan pengaruh batuan ofiolit terhadap
beberapa mineral penyertanya, dan merupakan frag- pembentukan tinggian anomali di sepanjang Lajur
men dari kerak samudera yang beralih tempat ke per- Meratus (Gambar 1; Subagio dkk., 2000).
mukaan kerak benua, maka akan mempunyai densi-
tas batuan yang tinggi, sekitar 3 gram/cm3 (Dobrin & Studi rinci gayaberat dan geomagnet dilakukan di
Savit, 1995; Nettleton, 1940). Densitas batuan ofiolit Pulau Laut dan Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan,
yang sangat tinggi ini dapat dijadikan kunci utama pada tahun 2008. Data yang ada sebelumnya di kedua
untuk dapat mendeliniasi wilayah yang mempunyai pulau ini berupa data regional, diakuisisi tahun 1997.
prospek keterdapatan batuan ini dengan menggu- Tambahan data pengukuran rinci di atas membuat se-
nakan salah satu metode geofisika, yaitu gayaberat. baran data pengukuran di daerah tersebut lebih rapat
dan merata. Hasil analisis pola anomali gayaberat
Studi geofisika dimaksudkan untuk mempelajari sifat dan geomagnet sepanjang lintasan pemodelan, mem-
fisika batuan penyusun kerak bumi. Dalam metode perlihatkan singkapan batuan ofiolit di pantai timur
gayaberat, sifat fisika batuan yang dipelajari adalah Pulau Sebuku (Subagio & Padmawidjaja, 2008).
perbedaan kecil medan gayaberat yang diakibatkan
oleh tidak meratanya densitas batuan di kerak bumi Daerah studi terletak di Provinsi Kalimantan Selatan,
(Subagio, 2013). meliputi wilayah Kota Banjarmasin dan sekitarnya,
hingga Pulau Laut dan Pulau Sebuku. Daerah ini di-
Data anomali gayaberat daerah studi tersedia dalam batasi garis lintang 03000′ S hingga 040 00′ S, dan
skala regional, dan di beberapa lokasi tersedia juga garis bujur 114000′ T hingga 1160 30′ T (Gambar 2).
dalam skala rinci yang dapat memberikan informa-
si sebaran sumber anomali dengan resolusi yang
Anomali Gayaberat Kaitannya dengan Batuan Ofiolit ........................... (Ervan & Subagio) 3

Gambar 1. Model kerak lintasan Kandangan – Batulicin.

Gambar 2. Lokasi studi di Kalimantan Selatan.


4 Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol. 24 No. 1 Februari 2023 hal. 1-10

TATAAN GEOLOGI Struktur Geologi


Secara fisiografi, daerah studi terbagi ke dalam tiga Struktur geologi yang terdapat di daerah ini meliputi
satuan morfologi, yaitu dataran, perbukitan, dan pe- antiklin, sinklin, sesar naik, sesar mendatar, dan sesar
gunungan. Dataran menempati bagian barat laut dan turun. Sumbu lipatan pada umumnya berarah timur-
di sepanjang pantai selatan. Pebukitan menempati laut-baratdaya, dan sejajar dengan arah sesar (Gam-
wilayah antara daerah dataran dan pegunungan, den- bar 3).
gan ketinggian sekitar 10-50 m di atas muka laut.
Satuan pegunungan menempati bagian tengah, diciri- Sumberdaya Mineral dan Energi
kan oleh lereng yang terjal dan berpuncak runcing, Sumberdaya Mineral dan Energi yang terkandung di
dengan ketinggian sekitar 600-1.450 m di atas muka daerah ini antara lain intan, emas, kromit, batubara,
laut. Satuan pegunungan ini terdiri atas Pegunungan batugamping, dan pasir kuarsa. Intan banyak did-
Manjam dan Pegunungan Bobaris yang dipisahkan ulang di sekitar Waduk Riam Kanan, emas didulang
oleh Cekungan Riam Kanan, dicirikan oleh bukit- di daerah Pelaihari, kromit dijumpai dalam batuan
bukit berketinggian antara 400-900 m dari muka laut, ofiolit di Pegunungan Bobaris, batubara dijumpai di
satuan ini juga menempati bagian timur, terdiri atas hulu S. Kintap Kecil dan S. Binuang, serta Setagen
Pegunungan Meratus dengan ketinggian sekitar 500- di P. Laut.
1.250 m di atas muka laut, G. Kukusan dan Pegunun-
gan Sebatung di P. Laut, berketinggian sekitar 500- Studi di Desa Kiram, Kecamatan Karang Intan, Ka-
725 m di atas muka laut (Sikumbang & Heryanto, bupaten Banjar, Kalimantan Selatan, menunjukkan
1986; Rustandi dkk., 1986). bahwa batuan ofiolit yang terdiri atas batuan peridotit
dan batuan serpentit, dan terlipat kuat, diketahui men-
Tataan Stratigrafi gandung unsur-unsur mineral, seperti kromit (22,7-
25,5 %), Fe (27,9-29,3 %), dan sisanya Si, Mg, Ni,
Batuan tertua di daerah ini berumur Kapur Bawah,
Mn, dan lain-lain (Abdi dkk. 2014). Kromit merupa-
terdiri atas batuan malihan, ofiolit, batuan gabro/
kan mineral oksida dari besi kromium dengan kom-
diabas, dan batuan bancuh. Batuan ini diterobos ba-
posisi kimia (FeCr2O3) dan bijih logam kromium.
tuan granit dan diorit. Batuan ini tertindih secara ti-
dak selaras oleh batuan dari Kelompok Alino yang Keterdapatan bijih kromit pada endapan laterit pada
merupakan batuan sedimen berumur Kapur Akhir. umumnya diketemukan pada morfologi perbukitan
Semua batuan tersebut tertindih secara tidak selaras bergelombang, disebabkan endapan laterit mengala-
oleh batuan sedimen Paleogen-Neogen. Di atasnya mi proses transportasi ke daerah yang lebih rendah
terendapkan sercara tak selaras batuan sedimen Kuar- (Ilhami dkk., 2019). Studi ofiolit di Kalimantan Sela-
ter. Batuan termuda yang diendapkan adalah endapan tan antara lain dilakukan di Gunung Kukusan, miner-
permukaan (Sikumbang & Heryanto, 1986; Rustandi al ekonomis yang dijumpai di ofiolit ini adalah besi,
dkk., 1986; Gambar 3). kromit, serta platina (Abidin & Hakim, 2001).

Sumber: Sikumbang & Heryanto (1986); Rustandi dkk., (1986).

Gambar 3. Tataan geologi daerah studi.


Anomali Gayaberat Kaitannya dengan Batuan Ofiolit ........................... (Ervan & Subagio) 5
METODOLOGI Koreksi medan (km) :dihitung menggunakan Ham-
Data gayaberat daerah studi diperoleh melalui tiga mer Chart dan peta dasar topografi
tahap pengukuran, tahap pertama adalah penguku- Berbeda dengan gayaberat terukur (go), gayaberat
ran gayaberat regional dilakukan tahun 1994-1996 normal merupakan nilai gayaberat di titik ukur di atas
melalui proyek pemetaan sistematik gayaberat skala bidang elipsoid referensi, yang besarannya dihitung
1:250.000 Lembar Banjarmasin dan Lembar Kotaba- menurut persamaan matematik berikut ini (Tsuboi,
ru (Padmawidjaja & Pribadi, 1997; Pribadi & Sarto- 1983 dalam Subagio, 2000) :
no, 1997). Pengukuran tahap kedua, adalah penguku-
gN = 9780326,771 ( 1 + 0,0053014 sin2 L – 0,0000059
ran gayaberat rinci Lintasan Kandangan-Batulicin
sin2 2L)
sepanjang 145 km (168 titik ukur). Jarak titik ukur
sepanjang lintasan ini adalah sekitar 1 km (Subagio Dengan demikian terdapat dua jenis data gayaber-
dkk., 2000). Pengukuran tahap ketiga adalah pen- at, yaitu gayaberat terukur yang sudah direduksi ke
gukuran gayaberat untuk penyusunan basis data gay- bidang acuan dan gayaberat hitungan (gayaberat nor-
aberat Pulau Laut dan Pulau Sebuku, yang dilakukan mal), perbedaan keduanya disebut sebagai anomali
pada tahun 2008, menghasilkan 450 titik ukur (Sub- Bouguer. Secara umum, anomali Bouguer dapat di-
agio & Widijono, 2008). hitung berdasarkan formula berikut ini (Heiskanen &
Moritz, 1966 dalam Ervan & Subagio, 2021) :
Pengukuran gayaberat dilakukan secara relatif,
melalui lintasan pengukuran yang membentuk jalur Anomali Bouguer = go - gN + kub - kb + km
tertutup, diawali di titik pangkal gayaberat, kemudi- Pemisahan Anomali Residual dan Regional
an dilakukan pengukuran di lapangan, dan diakhiri di
titik pangkal gayaberat yang sama. Tujuannya adalah Anomali Bouguer merupakan gabungan dari anom-
agar kesalahan apungan alat dapat ditentukan besa- ali residual dan anomali regional, secara sistematis
rannya, untuk kemudian dikoreksikan kepada semua dapat dituliskan sebagai berikut :
titik-titik ukur lainnya yang terdapat dalam lintasan GBouguer= Greg+ G res
pengukuran tersebut.
dimana GBouguer : anomali Bouguer,
Peralatan yang digunakan adalah gravimeter Lacoste
& Romberg yang mempunyai ketelitian 0.01 mGal Greg : anomali regional,
dan kesalahan apungan alat sekitar 1 mGal/bulan, G res : anomali residual.
atau sekitar 0,003 mGal/hari (Lacoste & Romberg,
Sehingga untuk memperoleh anomali residual yang
1989). Pengukuran gayaberat yang dilakukan di atas
merepresentasikan benda-benda anomali di keda-
permukaan bumi yang mempunyai bentuk tidak be-
laman dangkal, maka perlu dilakukan pemisahan
raturan, perlu direduksi ke bidang acuan penguku-
anomali regional dan residualnya dengan cara men-
ran (geoid), yang merupakan bidang ekuipotensial
gurangi anomali Bouguer dengan anomali regional.
gayaberat. Selain geoid, dikenal juga bidang acuan
perhitungan yang mempunyai bentuk dan ukuran G res = GBouguer- G reg
mendekati bentuk dan ukuran bumi (elipsoid refer- Pada dasarnya metode pemisahan dilakukan untuk
ensi) yang merupakan acuan untuk penentuan posisi memisahkan anomali-anomali berdasarkan frekuensi
pengukuran. yang berhubungan dengan kedalaman sumber anom-
Pada Gambar 4, PP1 adalah arah gayaberat terukur ali tersebut. Anomali residual berhubungan dengan
(go), sedangkan PP2 adalah arah gayaberat normal frekuensi tinggi, sedangkan anomali regional ber-
(gayaberat teoritis, gN), kedua arah gayaberat terse- hubungan dengan frekuensi rendah. Tujuan dilaku-
but pada umumnya bersilangan. Kedua arah tersebut kan proses pemisahan ini adalah untuk memperoleh
dapat berhimpitan, bila geoid dan elipsoid referensi nilai anomali residual dan regional yang representatif
bersinggungan di titik ukur. Semua data terukur gay- dengan keadaan bawah permukaan yang sebenarnya
aberat (go) di muka bumi harus direduksi ke bidang (Telford dkk., 1990 dalam Ervan & Subagio, 2021).
acuan geoid, dengan cara memberikan beberapa ko- Untuk dapat memisahkan anomali residual dan
reksi, seperti : koreksi udara bebas, koreksi Bouguer, anomali regional, dapat dilakukan antara lain den-
dan koreksi medan (Heiskanen & Moritz, 1966) : gan metode perata-rataan bergerak (moving average),
Koreksi udara bebas (kub) :0,3086 h (h: ketinggian pendekatan persamaan polynomial, dan turunan ver-
titik ukur di atas muka laut rata-rata) tikal orde dua (second vertical derivative). Di antara
ketiga metode tersebut, metode perata-rataan berger-
Koreksi Bouguer (kb) :0,04193 h (: densitas batuan /
ak (moving average) digunakan untuk mendapatkan
kerak bumi di daerah studi)
anomali residual daerah ini.
6 Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol. 24 No. 1 Februari 2023 hal. 1-10

Filter Moving Average imen Paleogen-Neogen dan Mesozoikum yang mem-


Nilai gayaberat yang terukur di permukaan mer- punyai densitas batuan relatif rendah (berturut-turut
upakan penjumlahan dari berbagai macam anomali densitasnya 2,20 gr/cm3 dan 2,40 gr/cm3). Sedangkan
yang berasal dari struktur dekat permukaan sampai anomali tinggi yang terbentuk di Tinggian Meratus
inti bumi, sehingga anomali Bouguer yang diperoleh dan di Pulau Laut serta di Pulau Sebuku diakibatkan
merupakan gabungan dari beberapa sumber anomali. keberadaan batuan ofiolit berdensitas tinggi (2.90 gr/
Moving average dilakukan dengan cara merata-ra- cm3) menumpang di atas batuan granitik akibat pros-
takan nilai anomalinya. Hasil perata-rataan ini mer- es obduksi (Subagio dkk., 2000).
upakan anomali regionalnya, sedangkan anomali re-
Pola Anomali Residual
sidualnya diperoleh dengan mengurangkan data hasil
pengukuran gayaberat dengan anomali regional. Gambar 6 memberikan gambaran sebaran pola anom-
ali residual, yang secara umum terbagi ke dalam tiga
kelompok anomali. Kelompok pertama merupakan
anomali yang diakibatkan oleh batuan berdensitas
rendah, mendominasi wilayah sebelah baratlaut Lajur
Meratus. Kelompok kedua merupakan anomali yang
dengan i : nomor stasiun, diakibatkan oleh batuan berdensitas tinggi, mendom-
N : lebar jendela, inasi wilayah Lajur Meratus dan Pulau Laut serta
n : (N-1)/2, Pulau Sebuku. Kelompok ketiga merupakan kelom-
Gr: anomali regional pok anomali berpola melingkar membentuk rendahan
anomali, berderet ke arah baratdaya-timurlaut, mem-
Pada studi ini lebar jendela yang dihasilkan adalah batasi kelompok anomali pertama dan kedua. Diduga
13, karena spasi pengukuran ∆x = 3 km sehingga leb- kelompok ketiga ini mencerminkan suatu sesar yang
ar jendela (window) untuk penapisan = ((N-1)×3000 memisahkan kedua kelompok anomali di atas. Untuk
m) = 36.000 m. Jadi lebar jendela optimum yang di- dapat memastikan jenis sesar ini, maka akan dilaku-
gunakan untuk filtering adalah 36 km × 36 km. kan penafsiran pola anomali secara kuantitatif.

ANOMALI GAYABERAT Penafsiran Pola Anomali Secara Kuantitatif


Pola Anomali Bouguer Secara umum nilai anomali residual sepanjang lin-
Anomali Bouguer daerah studi berpola melingkar, tasan AB, berkisar sekitar -1,40 – 1,80 mGal, nilai
membentuk tinggian dan rendahan anomali. Bila di- anomali sebesar itu dapat dibagi atas dua kelompok
urut dari arah barat ke timur, pola berupa tinggian anomali yaitu rendahan anomali (-1,40 – 0,20 mGal)
anomali berada di sekitar wilayah S. Kahayan - S. menempati bagian barat lintasan (km 0-100) dan ting-
Murung, kemudian rendahan anomali di daerah Ban- gian anomali (0,21 – 1,80 mGal) menempati bagian
jarmasin dan sekitarnya. Tinggian anomali kembali timur lintasan (km101-270).
terjadi di wilayah Tinggian Meratus, lalu terbentuk Rendahnya anomali di km 0-100 diduga disebabkan
rendahan anomali di wilayah pantai selatan sekitar oleh terendapnya batuan sedimen Paleogen-Neogen
Jorong - Asemasem - Kintap - Satui, dan kemudian dan Mesozoikum yang mempunyai densitas batuan
diakhiri oleh pola tinggian anomali di Pulau Laut dan rendah (masing-masing 2,20 gr/cm3 dan 2,40 gr/cm3)
Pulau Sebuku. Rendahan anomali di wilayah Ban- di wilayah tersebut, dengan ketebalan sampai 2km.
jarmasin dan sekitarnya diduga sebagai gambaran Sementara itu, dari km101-270 nilai anomali yang
keberadaan Cekungan Barito bagian selatan, sedang- meninggi diduga diakibatkan batuan ofiolit (ultra-
kan rendahan anomali di sepanjang pantai selatan mafik) yang mempunyai densitas relatif tinggi (2,90
merupakan gambaran keberadaan Cekungan Asem- gr/cm3).
asem (Arifullah dkk., 2004 dalam Heryanto, 2010).
Penampang anomali residual pada Gambar 7 mem-
Tinggian anomali yang terbentuk di sepanjang Lajur
perlihatkan beberapa puncak anomali yang menjulang
Meratus, di Pulau Laut, dan di Pulau Sebuku diduga
tinggi (km120, km170, km270), serta lembah anoma-
karena keberadaan batuan ofiolit yang tersingkap ke
li yang sempit tapi mendalam (km120). Fenomena ini
permukaan, yang mempunyai densitas batuan tinggi
diduga merupakan pencerminan keberadaan struktur
(Gambar 5).
geologi yang tidak dapat diidentifikasi secara kuali-
Rendahnya anomali di sekitar daerah Banjarmasin tatif berdasarkan pola anomali Bouguer, dan menye-
dan di sekitar daerah Jorong - Asem-asem - Kintap - sarkan beberapa batuan, antara lain batuan granitik,
Satui diperkirakan akibat tebalnya lapisan batuan sed- batuan sedimen, serta batuan ultramafik.
Anomali Gayaberat Kaitannya dengan Batuan Ofiolit ........................... (Ervan & Subagio) 7

Gambar 5. Pola anomali Bouguer daerah studi.

Gambar 6. Pola anomali residual daerah studi.


8 Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol. 24 No. 1 Februari 2023 hal. 1-10

PEMBAHASAN Berdasarkan pola anomali gayaberat (anomali Bougu-


Pola tinggian anomali Bouguer yang terjadi di Ting- er, anomali residual) yang diperlihatkan pada Gambar
gian Meratus ternyata diikuti juga dengan pola ting- 5 dan Gambar 6, tinggian anomali tidak hanya terja-
gian anomali residual di lokasi tersebut. Pola tinggian di di Tinggian Meratus saja, akan tetapi juga terjadi
anomali Bouguer tersebut diduga selain diakibatkan di bagian lainnya, seperti di bagian barat, dan juga
oleh meningginya Moho di wilayah tersebut, juga di bagian timurnya (Pulau Laut dan Pulau Sebuku).
diakibatkan oleh naiknya batuan tektonik berupa bat- Di bagian barat, tinggian anomali terjadi diakibatkan
uan ofiolit hingga tersingkap ke permukaan. Hal yang oleh meningginya Moho mendekati permukaan, se-
sama juga terjadi pada pola anomali residual, dimana mentara di atasnya menumpang batuan granitik, serta
tinggian anomali residual di daerah ini diduga dise- batuan sedimen (Gambar 7). Di bagian timur, ting-
babkan oleh keberadaan batuan ofiolit yang tersing- gian anomali yang terjadi di Pulau Laut dan Pulau
kap ke permukaan (Gambar 7). Sebuku disebabkan oleh keberadaan batuan ofiolit di
kedua pulau tersebut, yang tersingkap di pantai timur
Selain di Pegunungan Meratus, batuan ofiolit juga P. Sebuku (Subagio & Padmawidjaja, 2013).
tersingkap di sekitar lintasan Batulicin - Kandangan
yang memotong Pegunungan Bobaris. Lokasi ini ter- Keterbatasan metode gayaberat di dalam eksplora-
letak di sebelah utara dari lintasan pertama. Pada lin- si mineral, umumnya hanya digunakan untuk men-
tasan ini, selain data gayaberat, diukur juga data geo- gidentifikasi batuan pembawa. Metode ini hanya
magnet, kedua metode tersebut diukur tahun 1997, dapat mendelineasi keberadaan batuan ofiolit saja,
di lokasi yang sama, dengan jarak antar titik sekitar seperti telah dibahas di atas, untuk dapat mengeta-
1 km. Hasil analisis secara kuantitatif terhadap pola hui kandungan mineral yang ada di dalamnya perlu
anomali Bouguer dan anomali magnet sepanjang lin- dilakukan metode geofisika lainnya di lokasi-lokasi
tasan ini memperlihatkan bahwa batuan ofiolit ters- yang telah teridentifikasi di atas.
ingkap di sekitar Sampanahan (Subagio dkk., 2000).

Gambar 7. Model geologi bawah permukaan sepanjang lintasan AB berdasarkan analisis pola anomali
residual.
Anomali Gayaberat Kaitannya dengan Batuan Ofiolit ........................... (Ervan & Subagio) 9
KESIMPULAN DAN SARAN lateral dan vertikal. Metode dimaksud adalah metode
geolistrik Induced Polarization-2D (IP-2D). Metode
Analisis pola anomali gayaberat (anomali Bouguer,
ini dipilih karena kemampuannya membedakan resis-
anomali residual) secara kualitatif menunjukkan bah-
tivitas/chargeabilitas mineral kromit dengan resistivi-
wa tinggian anomali yang terdapat di daerah Ting-
tas/chargeabilitas batuan yang melingkupinya (batu-
gian Meratus serta di Pulau Laut dan Pulau Sebuku
an induknya).
bersesuaian lokasi dengan tempat singkapan batuan
ofiolit yang ditunjukkan peta geologi.
UCAPAN TERIMA KASIH
Analisis pola anomali residual secara kuantitatif
Ucapan terima kasih pertama-tama kami tujukan ke-
sepanjang lintasan AB memperlihatkan bahwa ting-
pada Kepala Pusat Survei Geologi atas izinnya dalam
gian anomali yang terdapat di wilayah Tinggian Mer-
penggunaan data gayaberat daerah studi, sehingga
atus dan di Pulau Laut sebagian besar diakibatkan
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
oleh keberadaan batuan ofiolit di wilayah tersebut,
dengan lancar. Ucapan terima kasih juga dituju-
yaitu di sekitar Km 110-275, pada kedalaman 0-1,6
kan kepada ahli geofisika dari Pusat Survei Geologi
Km. Selain sepanjang lintasan ini, hasil analisis kuan-
(dulu bernama Pusat Penelitian dan Pengembangan
titatif sepanjang lintasan Batulicin - Kandangan yang
Geologi) yang telah melakukan pemetaan gayaber-
memotong Pegunungan Bobaris, juga memperlihat-
at di daerah ini, sehingga karenanya terkumpul data
kan keberadaan batuan ofiolit. Namun demikian, ha-
gayaberat yang layak untuk diterbitkan petanya.
sil analisis data gayaberat ini hanya mampu mende-
lineasi keberadaan batuan ofiolit tersebut, sedangkan
KONTRIBUTOR PENYUSUN MAKALAH
untuk dapat mengungkapkan kandungan mineral kro-
mit diperlukan analisis data geofisika lainnya. Sebagai kontributor utama penyusunan makalah ada-
lah Subagio (Peneliti Ahli Utama Badan Riset dan
Diperlukan survei geofisika lanjutan yang dapat men-
Inovasi Nasional), sedangkan sebagai kontributor an-
getahui penyebaran mineral kromit tersebut ke arah
ggota adalah M. Ervan (Penyelidik Bumi Muda)

ACUAN
Abdi, M.R., Wianto, T., dan Wahyono, S.C., 2014. Identifikasi Kedalaman dan Kandungan Kromit di Desa Kiram
Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar. Jurnal Fisika FLUX, 11(2): 167-173.
Abidin, H.Z. and Hakim, A.S., 2001. Dismembered Ophiolite Complex in Mt. Kukusan Area, Batulicin District, South
Kalimantan: Synthetic Origin ang Economic Important. Publikasi Khusus Pusat Penelitian dan Pengem-
bangan Geologi.
Dobrin, M.B., and Savit, C.H., 1995. Introduction to Geophysical Prospecting, Fouth Edition. McGraw-Hill interna-
tional Edition, pp.498-632.
Ervan, M. dan Subagio, 2021. Potensi Geologi Daerah Banten dan Sekitarnya Ditinjau Berdasarkan Analisis Data
Anomali Gayaberat. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 22(3): 165-175.
Hartono, U., 2001. Ofiolit di Sulawesi, Halmahera, dan Kalimantan, Genesa, Alih Tempat, dan Mineral Ekonomi.
Publikasi Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Heiskanen, W. and Moritz, H., 1966. Physical Geodesy. W.H. Freeman and Company, San Francisco and London,
pp.127-133.
Heryanto, R., 2010. Geologi Cekungan Barito Kalimantan. Publikasi Khusus Badan Geologi, Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral, ISBN 978-602-9105-02-8.
Ilhami, A.R., Nurhakim, dan Riswan, 2019. Studi Keterdapatan Bijih Kromit Pada Endapan Laterit di Kecamatan
Karang Intan, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal GEOSAPTA, 5(1): 31-36.
Kahar, J., 1997. World Geodetic System 1984 (WGS 84). Jurnal Surveying dan Geodesi,VII(8), VIII(9), IX(10), Ju-
rusan Teknik Geodesi FTSP-ITB.
Lacoste and Romberg, 1989. Instruction Manual Model G & D Gravitymeter, Field Version. L & R Gravitymeter, Inc.
Austin, Texas 78759 USA.
Nettleton, L.L, 1940. Geophysical Prospecting for Oil. McGraw-Hill Book Company, Inc., New York and London,
pp.11-149.
Padmawidjaja, T. dan Pribadi, D., 1997. Peta Anomali Bouguer Lembar Banjarmasin, Kalimantan, Skala 1:250.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Pribadi, D. dan Sartono, 1997. Peta Anomali Bouguer Lembar Kotabaru, Kalimantan, Skala 1:250.000. Pusat Peneli-
tian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Rustandi, E., Nila, E.S., dan Sanyoto, P., 1986. Peta Geologi Lembar Kotabaru Kalimantan Selatan, Sekala 1:250.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
10 Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral Vol. 24 No. 1 Februari 2023 hal. 1-10
Sikumbang, N., dan Heryanto, R., 1986. Peta Geologi Lembar Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sekala 1:250.000.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Subagio dan Padmawidjaja, T, 2013. Pola Anomali Bouguer dan Anomali Magnet dan Kaitannya Dengan Prospek
Sumber Daya Mineral dan Energi di Pulau Laut, Pulau Sebuku, dan Selat Sebuku, Kalimantan Selatan.
Jurnal Geologi Kelautan, 11(3): 115-130.
Subagio, Turyaman, dan Sunardi, 1997. Penelitian Rinci Gayaberat dan Magnet Lintasan Kandangan-Batulicin, Ka-
limantan Selatan, Laporan Akhir, Bidang Geofisika Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Subagio, Widijono, B.S, Sudaryono, Turyaman, Xarim, H., dan Amid, 1998. Penelitian Rinci Gayaberat dan Magnet
Lintasan Halong-Pamukan, Kalimantan Selatan. Laporan Akhir, Bidang Geofisika Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Subagio, Widijono, B.S., dan Sardjono, 2000. Model Kerak Lajur Meratus Berdasarkan Analisis Data Gayaberat dan
Magnet, Implikasi Terhadap Potensi Mineral Ekonomi. Seri Geofisika, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi.
Subagio dan Widijono, B.S., 2008. Penyusunan Basis Data Gayaberat Pulau Laut dan Pulau Sebuku, Kabupaten
Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Pusat Survei Geologi, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai