BAB I
PENDAHULUAN
Fasies sedimen merupakan suatu massa batuan yang dapat ditentukan dan
dibedakan dengan lainnya oleh geometri, litologi, struktur sedimen, pola arus purba dan
fosilnya (Selley, 1970). Fasies sedimen sangat penting dipelajari karena dapat mencirikan
suatu lingkungan pengendapan suatu batuan beserta material penyusun dari suatu batuan
sedimen.
Maksud dan tujuan diadakannya kegiatan lapangan profil adalah agar praktikan
dapat mendalami teori dan praktek yang telah dipelajari sebelumnya dari laoratorium
dlam pembuatan profil. Serta dengan kegiatan ini praktikan akan dapat menambah
ketrampilan di lapangan dalam membuat profil. Selain itu dengan diadakannya kegiatan
ini praktikan juga dituntut untuk dapat mengklasifikasikan batuan sedimen dilingkungan
laut dalam mengetahui litologi yang ada, penampang straigrafi, fasies dan Lingkungan
Pengendapan.
b) Kegiatan ekskursi dimulai dari stopsite 1 hinggga stopsite 2. Dalam setiap stopsite,
praktikan mampu menjelaskan:
- Deskripsi lapangan
- Deskripsi singkapan
- Deskripsi litologi
Lokasi eskursi profil kali ini diadakan di Desa Ngoro-oro, Kec. Patuk, Kab Gunung
Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Praktikan beserta panitia dan dosen berangkat dari
kampus UPN Veteran Yogyakarta pukul 8.00 WIB menempuh 1 jam perjalanan
mengendarai sepeda motor.
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Van Bemmelen (1949) membagi pulau Jawa bagian tengah menjadi beberapa
zona yaitu dataran alluvial Jawa tengah begian utara, Antiklinorium Rembang,
Antiklinorium Serayu utara- Kendeng, Pematang dan kubah zona depresi tengah, Zona
Randublatung, Gunung api Kuarter, dan Pegunungan Selatan.
Daerah penelitian ini termasuk dalam Daerah Pegunungan Selatan. Pegunungan Selatan
dan Perbukitan Jiwo di dalam pembagian fisiografi Jawa Timur masing-masing masuk
dalam zona selatan dan zona tengah (Pannekoek, 1949). Perbukitan Jiwo tersebut oleh
van Bemmelen (1949) dimasukkan di dalam Zona Solo.
Gambar 2. Peta Fisiografi Jawa Tengah dan Jawa Timur (modifikasi dari Van
Bemmelen, 1949 dalam Hartono, 2010).
Zona selatan merupakan dataran tinggi dan deretan pegunungan yang memanjang
barat-timur dengan batas selatan adalah Samudera Hindia. Bagian selatan zona ini berupa
tebing yang terjal, sedangkan bagian utaranya adalah gawir curam, dan di sebelah utara
gawir terdapat hamparan dataran rendah yang disusun oleh endapan aluvial dan
gunungapi muda. Batuan penyusun dataran tinggi dan deretan pegunungan secara umum
miring ke arah selatan menuju Samudera Hindia. Kemiringan ke arah selatan tersebut
masih menerus di bawah Samudera Hindia (Bolliger dan de Ruiter, 1975). Zona ini
sebagian telah terkikis, dan di beberapa tempat ditempati oleh endapan gunungapi muda.
Permukaan yang disusun oleh batugamping sebagian berkembang menjadi topografi kras
(karst), dengan bukit berbentuk kerucut yang kemudian lebih dikenal dengan nama
Pegunungan Sewu. Zona selatan tersebut juga disusun oleh batuan asal gunungapi tua,
serta menempati salah satu unit struktur utama Pulau Jawa, yaitu unit struktur Southern
Slope (Sujanto dkk., 1994).
Zona tengah yang juga disebut Zona Solo , berupa zona depresi yang di dalamnya
muncul gunungapi Kuarter yang berderet relatif ke arah barat-timur. Zona ini merupakan
pemisah antara zona utara (Subzona Rembang dan Subzona Kendeng) yang umumnya
terlipat dengan zona selatan yang batuannya miring ke selatan. Menurut van Bemmelen
(1949), Perbukitan Jiwo dalam Zona Solo menempati pada bagian pinggiran selatan. Pada
Plistosen Awal terjadi pembubungan sehingga terbentuk geantiklin. Poros geantiklin
menempati Zona Solo, dan selanjutnya geantiklin ini dikenal dengan sebutan Geantiklin
Jawa Selatan. Pebukitan Jiwo terletak pada pinggiran sayap selatan dari geantiklin ini.
2.2 Stratigrafi
Urutan Stratigrafi Pegunungan Selatan dari tua ke muda yaitu batuan metamorf
sebagai basement yang berumur Kapur-Pliosen Awal, kemudian Formasi Wungkal-
Gamping berumur Eosen tengah hingga Eosen Akhir, Formasi Kebo-Butak, Formasi
Semilir, Formasi Nglanggran berumur Oligosen Akhir hingga Miosen, selanjutnya
diendapkanlah Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo yang berumur Miosen Awal hingga
Miosen Tengah, bagian atas dari Formasi ini diendapkan Formasi Wonosari pada
Miosen Akhir Fomasi Wonosari bagian Barat berkembang menjadi Formasi Kepek.
Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut penamaan litostratigrafi
menurut Wartono dan Surono (1994) adalah:
1. Formasi Wungkal-Gamping
2. Formasi Kebo-Butak
Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Kebo dan G. Butak yang terletak di lereng
dan kaki utara gawir Baturagung. Litologi penyusun formasi ini di bagian bawah berupa
batupasir berlapis baik, batulanau, batulempung, serpih, tuf dan aglomerat. Bagian
atasnya berupa perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan tipis tuf asam.
Setempat di bagian tengahnya dijumpai retas lempeng andesit-basal dan di bagian atasnya
dijumpai breksi andesit. Lingkungan pengendapannya adalah laut terbuka yang
dipengaruhi oleh arus turbid. Formasi ini tersebar di kaki utara Pegunungan Baturagung,
sebelah selatan Klaten dan diduga menindih secara tidak selaras Formasi Wungkal-
Gamping serta tertindih selaras oleh Formasi Semilir. Ketebalan dari formasi ini lebih
dari 650 meter.
3. Formasi Semilir
4. Formasi Nglanggeran
Lokasí tipe formasi ini adalah di Desa Nglanggran di sebelah selatan Desa
Semilir. Batuan penyusunnya terdiri dari breksi gunungapi, aglomerat, tuf dan aliran lava
andesit-basal dan lava andesit. Breksi gunungapi dan aglomerat yang mendominasi
formasi ini umumnya tidak berlapis. Kepingannya terdiri dari andesit dan sedikit basal.
Di bagian tengah formasi ini, yaitu pada breksi gunungapi, ditemukan batugamping
terumbu yang membentuk lensa atau berupa kepingan. Secara setempat, formasi ini
disisipi oleh batupasir gunungapi epiklastika dan tuf yang berlapis baik. Formasi ini juga
tersebar luas dan memanjang dari Parangtritis di sebelah barat hingga tinggian G.
Panggung di sebelah timur. Ketebalan formasi ini di dekat Nglipar sekitar 530 meter.
Formasi ini menjemari dengan Formasi Semilir dan Formasi Sambipitu dan secara tidak
selaras ditindih oleh Formasi Oyo dan Formasi Wonosari. Dengan banyaknya fragmen
andesit dan batuan beku luar berlubang serta mengalami oksidasi kuat berwarna merah
bata maka diperkirakan lingkungan asal batuan gunungapi ini adalah darat hingga laut
dangkal. Sementara itu dengan ditemukannya fragmen batugamping terumbu, maka
lingkungan pengendapan Formasi Nglanggran ini diperkirakan di dalam laut.
5. Formasi Sambipitu
Lokasi tipe formasi ini terletak di Desa Sambipitu. Penyebaran formasi ini sejajar
di sebelah selatan Formasi Nglanggran, di kaki selatan Subzona Baturagung. namun
menyempit dan kemudian menghilang di sebelah timur. Ketebalan Formasi Sambipitu ini
mencapai 230 meter. Batuan penyusun formasi ini di bagian bawah terdiri dari batupasir
kasar, kemudian ke atas berangsur menjadi batupasir halus yang berselang-seling dengan
serpih, batulanau dan batulempung. Pada bagian bawah kelompok batuan ini tidak
mengandung bahan karbonat. Namun di bagian atasnya, terutama batupasir, mengandung
bahan karbonat. Formasi Sambipitu mempunyai kedudukan Formasi Oyo. Lokasi tipe
formasi ini berada di K. Oyo. Batuan penyusunnya pada bagian bawah terdiri dari tuf dan
napal tufan. Sedangkan ke atas secara berangsur dikuasai oleh batugamping berlapis
dengan sisipan batulempung karbonatan.
6. Formasi Wonosari
Formasi ini terletak di Pegunungan Selatan bagian timur Formasi ini tersingkap
baik di daerah Wonosari dan sekitarnya, membentuk bentang alam Subzona Wonosari
dan topografi karts Subzona Gunung Sewu. Ketebalan formasi ini diduga lebih dari 800
meter. Kedudukan stratigrafinya di bagian bawah menjemari dengan Formasi Oyo,
sedangkan di bagian atas menjemari dengan Formasi Kepek. Formasi ini didominasi oleh
batuan karbonat yang terdiri dari batugamping berlapis dan batugamping terumbu.
Sedangkan sebagai sisipan adalah napal. Sisipan tuf hanya terdapat di bagian timur.
7. Formasi Kepek
Lokasi tipe dari formasi ini terletak di Desa Kepek, sekitar 11 kilometer di
sebelah barat Wonosari. Formasi Kepek tersebar di hulu K. Rambatan sebelah barat
Wonosari yang membentuk sinklin. Batuan penyusunnya adalah napal dan batugamping
berlapis. Tebal satuan ini lebih kurang 200 meter.
BAB III
DASAR TEORI
Pada pembahasan dasar-dasar teori yang berkaitan dengan lapangan profil batuan
sedimen ini meliputi lingkungan pengendapan laut dalam. Lingkungan pengendapan
merupakan bagian dari permukaan bumi dimana proses fisika, kimia dan biologi berbeda
dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley, 1988). Menurut Boggs (1995)
lingkungan pengendapan adalah karakteristik dari suatu tatatanan geomorfik di mana
proses fisika, kimia, dan biologi berlangsung yang menghasilkan suatu jenis endapan
sedimen tertentu. Lingkungan pengendapan tempat terakumulasinya suatu sedimen yang
mempunyai aspek fisika, kimia dan biologi tertentu (Krumbein and Sloss, 1963).
d. Keadaan biologis, yaitu flora dan fauna serta kelimpahannya, serta juga diamati
adanya, struktur pertumbuhan, cangkang sebagai sedimen, material organic dan
struktur galian (burrow).
Arus turbid dapat terjadi dari berbagai macam mekanisme yaitu kegagalan dalam
pengendapan (sediment failure), semburan yang dipicu dari aliran pasir dan lumpur
menuju lembah (storm-triggered flow of sand and mud into canyon heads), bedload
inflow from rivers and glacial meltwater, dan aliran debu yang berguguran dari udara
akibat erupsi (flows during eruption of airfall ash). Kesemuanya ini mungkin bergerak
secara tiba-tiba atau mendadak (surges), atau secara gradual dan kontinu (steady) dalam
aliran yang seragam.
Dilihat dari posisi didalam arus turbid dan jumlah awal sedimen yang terbawa di
dalam suspensi aliran, arus turbid dapat mengandung konsentrasi sedimen yang tinggi
atau sebaliknya. Dua prinsip dasar arus turbid berdasarkan konsentrasi partikel yang
tersuspensi terbagi menjadi 2 bagian yaitu :
1.) Aliran dengan kerapatan rendah (low-density flows), mengandung ± 20- 30% butir
(grains) .
2.) Aliran dengan kerapatan tinggi (high-density flows), yang mengandung konsentrasi >
30% grains. (Lowe, 1982).
Low-density flows terdiri dari partikel-partikel clay, silt dan fine-to medium sand
didalam suspensi turbulen arus turbid. High-density flows terdiri dari coarsegrained sand
dan pebble-to cobble-size clast yang merupakan sedimen yang bagus. Adanya partikel-
partikel kasar (coarse) saat terjadinya aliran disokong oleh turbulensi yang menghalangi
terjadinya pengendapan partikel saat pergerakan arus dan pengaruh gaya apung akibat
dari pencampuran dari air dengan sedimen halus.
High-density flows berbeda dengan aliran runtuhan (debris) karena debris flows
bukan turbulensi dan mengandung sedikit fluida. Bagian depan dari arus turbid (heads)
berupa high-density flows, sebaliknya bagian belakang (tails) menipis, low-density flows.
Berdasarkan sifat jauh dekatnya sumber, maka endapan turbidit dapat dibagi
menjadi 3 fasies, yaitu : fasies proximal, intermediate dan distal. Distal merupakan
endapan turbidit yang pengendapannya relatif lebih jauh dari sumbernya atau tidak
mengandung interval a dan b. Endapannya dicirikan oleh adanya perselingan yang teratur
antara batupasir dan serpih, lapisan batupasirnya tipis-tipis dan lapisan serpihnya lebih
tebal. Pengendapan yang relatif lebih dekat dengan sumbernya disebut turbidit proximal,
biasanya berbutir kasar, kadangkadang konglomeratan dan sedikit serpih.
Menurut Bouma (1962) dalam hal pengenalan endapan turbidit salah satu ciri
yang penting adalah struktur sedimen, karena mekanisme pengendapan arus turbid
memberikan karakteristik sedimen tertentu. Banyak klasifikasi struktur sedimen hasil
mekanisme arus turbid, salah satunya karakteristik genetik dari Selly (1969). Selly (1969)
mengelompokan struktur sedimen menjadi 3 berdasarkan proses pembentukannya:
(2) Bedforms
Bouma (1962) memberikan urutan ideal endapan turbidit yang dikenal dengan
“Bouma Sequence”, dari interval a-e. Urut-urutan endapan turbidit yang umumnya
berupa perselingan antara batupasir dan batulempung merupakan suatu satuan yang
berirama (ritmis), dimana setiap satuan merupakan hasil episode tunggal dari suatu arus
turbid. Bouma Sequence yang lengkap dibagi 5 interval, peralihan antara satu interval ke
interval berikutnya dapat secara tajam, berangsur, atau semu, yaitu :
Merupakan lapisan sejajar, besar butir berkisar dari pasir sangat halus sampai
lempung lanauan. Interval paralel laminasi bagian atas, tersusun perselingan
antarabatupasir halus dan lempung, kadang-kadang lempung pasirannya berkurang ke
arah atas. Bidang sentuh sangat jelas.
Urut-urutan ideal seperti diatas mungkin tak selalu didapatkan dalam lapisan,
dan umumnya dapat merupakan urut-urutan internal sebagai berikut :
Urutan interval ini merupakan urutan turbidit yang lebih utuh, sedangkan bagian
bawahnya hilang. Bagian yang hilang bisa Ta, Ta-b, Ta-c dan Ta-d.
2.)Truncated sequence
Urutan interval yang hilang dari sekuen yang hilang adalah bagian atas, yaitu :
Tb-e, Tc-e, Td-e, Te. Hal ini disebabkan adanya erosi oleh arus turbid yang kedua.
Urutan ini merupakan kombinasi dari kedua kelompok base cut out sequence dan
truncated sequence yaitu bagian atas dan bagian bawah bisa saja hilang.
Dalam menentukan fasies turbidit, Walker dan Mutti (1973) merinci pembagian
fasies turbidit. Mereka telah mengemukakan suatu model, yaitu 8 model kipas laut dalam
dan hubungannya dengan fasies turbidit. Walker (1978) kemudian menyederhanakan
kembali klasifikasi tersebut menjadi 5 fasies, yaitu :
Fasies ini pada umumnya terdiri dari perselingan antara batupasir dan
serpih/batulempung dengan perlapisan sejajar tanpa endapan channel. Struktur sedimen
yang sering dijumpai adalah perlapisan bersusun, perlapisan sejajar, dan laminasi,
konvolut atau a,b,c Bouma (1962), lapisan batupasir menebal ke arah atas. Pada bagian
dasar batupasir dijumpai hasil erosi akibat penggerusan arus turbid (sole mark) dan dapat
digunakan untuk menentukan arus turbid purba. Dicirikan oleh adanya CCC (Clast,
Convolution, Climbing ripples). Climbing ripples dan convolution merupakan 9 hasil dari
pengendapan suspensi, sedangkan clast merupakan hasil erosi arus turbid (Walker, 1985).
Fasies ini terdiri dari batupasir masif, kadang-kadang terdapat endapan channel,
ketebalan 0,5-5 meter, struktur mangkok (dish structure). Fasies ini berasosiasi dengan
kipas laut bagian tengah dan atas.
Fasies ini terdiri dari batupasir sangat kasar, konglomerat, dicirikan oleh
perlapisan bersusun, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, pemilahan
buruk, penipisan lapisan batupasir ke arah atas, tebal 1-5 m. Fasies ini berasosiasi dengan
sutrafanlobes dari kipas tengah dan kipas atas.
5.) Fasies Lapisan yang didukung oleh aliran debris flow dan lengseran (Pebbly
mudstone, debris flow, slump and slides, SL)
Fasies ini terdiri dari berbagai kumpulan batuan, pasir, kerikil, kerakal dan
bongkah-bongkah yang terkompaksi. Fasies ini berasosiasi dengan lingkungan
pengendapan kipas atas.
Pada dasarnya Walker, membagi kipas laut dalam 4 bagian pokok, yaitu :
Lembah pengisi merupakan alur utama dari sedimen yang membentuk lipas laut
dalam. Lembah ini memotong lereng kontinen dan dapat menerus dari laut dalam sampai
dekat pantai. Dari penyelidikan yang dilakukan umumnya lembah pengisi berisi sedimen
berukuran halus (fasies G), interkalasi lensalensa tubuh batupasir dari fasies A merupakan
endapan submarine channel, interkalasi batuan yang campur aduk (fasies F) juga sering
didapatkan sisipan fasies E dan D, diperkirakan sebagai akibat dari kenaikan atau
fluktuasi muka air laut setelah zaman es.
2.) Asosiasi Fasies Kipas Bawah Laut Kipas ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
Kipas atas merupakan pengendapan pertama dari suatu sistem kipas laut dalam,
yang merupakan tempat dimana aliran gravitasi itu terhenti oleh perubahan kemiringan.
Oleh karena itu, seandainya aliran pekat (gravitasi endapan ulang) ini membawa fragmen
ukuran besar, maka tempat fragmen kasar tersebut diendapkan adalah bagian ini.
Fragmen kasar dapat berupa batupasir dan konglomerat yang dapat digolongkan ke dalam
fasies A,B dan F.
Bagian tengah kipas laut dalam adalah yang paling menarik dan sering
diperdebatkan. Letak kipas tengah berada di bawah aliran kipas atas. Morfologi kipas laut
dalam bagian tengah berumur Resen, dapat dibagi menjadi 2, yaitu suprafan dan suprafan
lobes, disamping ketinggian dari lautan, juga morfologi di dalamnya. Suprafan umumnya
ditandai lembah yang tidak mempunyai tanggul alam (Nomark, 1978) dimana lembah
tersebut saling menganyam (braided), sehingga dalam profil seismic berbentuk bukit-
bukit kecil. Relief ini sebenarnya merupakan bukit-bukit dan lembah yang dapat
mempunyai relief 90 meter. Lembah dapat berisi pasir sampai kerakal (Nomark,1980),
kadang-kadang dapat menunjukan urutan Bouma (1962).
Asosiasi fasies ini berbeda dengan asosiasi fasies yang terdapat di kipas bagian
dalam, antara lain :
Kipas bawah terletak pada bagian luar dari system laut dalam,
Daerah lantai cekungan adalah daerah yang tidak dipengaruhi oleh aliran atau
gaya berat, dan merupakan endapan asli pada bagian laut tersebut.
(2.)Perlapisan sejajar
(4.)Homogenitas fasies dan pola perlapisan, baik ke arah lateral maupun tegak
Fasies Turbidit dapat didefinisikan sebagai kumpulan genetik fasies secara lateral
yang dapat diidentifikasi melalui lapisan-lapisan individu batuan yang memiliki
kesamaan waktu. Secara genetik fasies tracts yang berasal dari paket sedimen dapat
dikatakan sebagai turbidite facies association (FA), sedangkan ekspresi vertikal dari
facies association tersebut dapat dikatakan sebagai fasies sequence (FS).
Endapan pada Fasies Turbidit ini terdiri dari beragam jenis tipe sediment, mulai
dari mud supported sampai clast-supported conglomerates. Facies dasar dari Very Coarse
Grained Facies adalah F1, F2 dan F3 (Gambar 5.11). Endapan – endapan pada fasies F1
dan F2 merupakan endapan – endapan debris flow deposits, dimana sediment tertransport
dan terendapkan oleh arus cohesive. cohesive debris flow dapat mengindikasikan
endapan-endapan klastika yang didukung oleh aliran buoyancy dan cohesivitas dari
campuran antara lumpur dan air sebagai media pentransport sedimen.
Endapan F1 adalah produk dari cohesiv debris flow yang memiliki karakteristik
sebagai berikut :
•Kecenderungan klastika yang kasar untuk berada di dasar dan menerus hingga
ke atas dari dasar aliran.
•Terdapat peristiwa dimana dasar aliran tergerus dan terbentuk struktur ripup
mudstone clasts yang relatif besar.
Tahap akhir dari proses transportasi cohesive debris flow adalah menghasilkan
endapan-endapan yang termasuk kedalam fasies F3 (klastika kasar dari konglomerat).
Endapan – endapan pada fasies F3 ini merupakan salah satu tipe endapan turbidit yang
dihasilkan oleh hyperconcentrated flow yang mentrasnportasikan material berukuran
butiran sampai kerikil (High Density Turbidity Current). Endapan – endapan F3 terdiri
atas konglomerat dengan matriks pasiran yang membentuk dasar aliran, yang pada
akhirnya akan dibatasi oleh permukaan erosi. Endapan – endapan pada fasies F3 ini dapat
terbentuk akibat adanya shear strses yang diberikan oleh lapisan material yang tertinggal
oleh aliran
Fasies-fasies yang termasuk ke dalam Coarse Grained Facies dalam aliran yang
menuju dasar cekungan yaitu WF, F4, F5, dan F6 yang dapat diinterpretasikan sebagai
produk dari butiran High Density Turbidity Currentdan proses transformasi yang akan
dihasilkan pada akhir aliran. Endapan – endapan pada fasies F4 dan F5 pada umumnya
memiliki karakteristik yang relatif tebal dan terdiri atas coarsegrained traction carpets.
Endapan-endapan pada fasies WF terdiri atas endapan – endapan yang tipis, memiliki
tingkat keseragaman butir yang buruk yang terdiri atas butiran berukuran pasir sangat
kasar dan pasir kasar yang menunjukkan struktur laminasi bergelombang. Sedimen pada
fasies WF dapat diinterpretasikan sebagai produk dari upper flow regime yang dibentuk
oleh transportasi dari hyperconcentrated flow hingga high density & supercritical
turbidity current. Endapan – endapan pada fasies F6 dapat diindikasikan sebagai endapan
– endapan berukuran kasar yang memiliki kecenderungan imbrikasi pada butirannya.
Endapan – endapan pada fasies F6 ini memiliki tingkat keseragaman butir yang relatif
baik dan di bagian bawahnya membentuk butiran dengan kecenderungan menghalus ke
atas. Sedimen – sedimen pada fasies F6 ini adalah produk dari loncatan fluida yang
merubah supercritical high density turbidity current menjadi sub critical high density
turbidity current.
Perpindahan aliran berikutnya membawa butiran yang lebih kasar dimana butiran
tersebut tertransport bersamaan dengan arus turbulensi vertikal, untuk menyesuaikan
searah dengan arus dan dapat tertransport secara traksi dan terendapkan di sepanjang
dasar aliran. Struktur sedimen yang berkembang terdiri atas : perlapisan sejajar dan
perlapisan memotong dalam skala kecil. Karakteristik pada endapan – endapan fasies F6
selanjutnya dapat dilihat lebih detail, yaitu :
•Seluruh ketebalan dari lapisan dasar pada umumnya dibatasi oleh batas yang
tajam dan terbentuk struktur rippled diatas permukaan lapisan.
Fasies-fasies yang termasuk di dalam Fine Grained Facies adalah F7, F8 dan F9.
sedimen dari fasies – fasies tersebut merupakan produk dari low-density, subcritical
turbidity current”. Arus turbid ini memulai pengendapannya setelah melewati hydraulic
jump (lihat sediment F6) atau arus gravity yang telah mentransport fasies F5 dalam arus
yang kemudian menghasilkan endapan fasies F7. Tahap akhir dari pengendapan ini
adalah meningkatnya kandungan lumpur yang mengendap secara suspensi dan akhirnya
dapat menyesuaikan dengan aliran quo static. Endapan – endapan pada fasies F7 dalam
sistem arus turbidit pada umumnya memiliki karakteristik sebagai berikut :
•Lapisan horizontal pada bagian dasar aliran dapat diindikasikan sebagai hasil
dari traction carpet , dan di beberapa tempat, endapan –endapan tersebut menunjukkan
kecenderungan butiran yang mengkasar keatas. Tapi pada umumnya traction carpet ini
akan menunjukkan kecenderungan butiran yang menghalus ke atas yang mengindikasikan
arus yang mentransport sedimen tersebut.
Endapan – endapan pada fasies F8 merupakan salah satu endapan yang paling
ideal dengan tipe endapan pada sikuen Bouma, yang terdiri atas struktur sedimen, dan
ukuran butir dari pasir sedang – pasir halus, kecenderungan penghalusan ke atas dapat
hadir jika arus yang mentransport dan material yang tertransport dapat memenuhi
persyaratannya. Endapan – endapan pada fasies F8 pada umumnya terdiri atas material –
material berbutir halus.Endapan – endapan pada fasies F7 dan F8 merupakan hasil dari
rekonsentrasi sediment yang terbentuk setelah loncatan fluida tersebut telah terlewati,
yang kemudian diikuti oleh proses sedimentasi sepanjang jalur tipis dari traction carpet
(F7) dan suspensi (F8). Endapan - endapan pada fasies F9 terbentuk oleh endapan –
endapan berbutir sangat halus dengan struktur laminasi sejajar yang dibatasi oleh
batulempung berstruktur masif. Tingkatan fasies F9 dapat didefinisikan sebagai turbidite
beds dimana diendapkan oleh proses selesainya traction carpet yang berhubungan dengan
fase sebelumnya dalam sistem low density turbidity current.
•Fasies 9a, yang sangat berkaitan dengan classical turbidite pada sikuen Bouma.
•Fasies 9b, walaupun memiliki karakteristik yang hampir sama dengan fasies 9a
namun pada dasarnya memiliki tingkat perbandingan “sand-shale ratio” yang lebih besar,
memiliki ukuran butir yang lebih kasar dibandingkan dengan butiran pada fasies 9a,
memiliki tingkat keseragaman butir yang lebih buruk.
Fasies B (endapan beban dasar) terdiri dari bahan berbutir kasar yang diseret
sebagai beban dasar di dasar aliran turbulen kaya pasir yang berkelanjutan. Endapan
menyusun konglomerat masif (fasies B1 dan B1c), batupasir berkerikil bersilang
(asimptotik) (fasies B2) dan berkerikil IPT batupasir dengan laminasi difus dan klastik
sejajar (fasies B3). Endapan ini dihasilkan dari hilangnya kompetensi dalam turbulen
aliran. Matriks berlimpah dan terdiri darisangat Rbatupasir berbutir halus, dan sesuai
dengan material berbutir halus yang diangkut dalamturbulen SC aliran, yang
terperangkap di endapan basal. Ibrikasi klas adalah umum, menunjukkan fluida
aliran(Newtonian) di mana klas dapat berputar dengan bebas. Karakteristik terakhir ini
memungkinkandengan mudah U membedakan endapan fasies B dari endapan aliran
hiperkonsentrasi (fasies F2) dari Mutti (1992). Jika AN kecepatan aliran berfluktuasi
selama debit tunggal, deposit yang dihasilkan dapat menunjukkanbertahap dan
perubahan fasies berulang menghasilkan lapisan komposit (Zavala et al., 2007). Di
dalam Msistem sedimen yang tidak memiliki sedimen berbutir kasar (kerikil), fasies
bedload dapat menunjukkan klastik lempung berlimpah dengan ukuran yang berbeda
sesuai dengan kompetensi aliran.
BAB IV
4.1 Stopsite 1
Deskripsi Lapangan
Deskripsi Singkapan
Singkapan ini termasuk dalam Formasi Semilir yang membentang dari arah utara ke
selatan dan berada di pinggir jalan. SIngkapan ini memiliki azimuth N 261 E dengan
panjang 15 meter dan lebar 85 meter. Pada singkapan ini ditumbuhi beberapa vegetasi.
Terdapat poin of interest berupa keberadaaan beberapa struktur sedimen pada satu
singkapan ini, seperti slump, slide, dan load cast.
Deskripsi Lithologi
Bagian 1
Lapisan 1
Sandstone; Dark grey (f) Black (w); Coarse sand-pebbly (0,5-64mm); Angular;
Poorly sorted; Matrix supported; F: coal, quartz, lithic, M: clay sized material, S:
silica; Massive; Mud clast
Lapisan 2
Sandstone; Dark grey (f) Black (w); Medium - Coarse sand (… mm); Angular;
Poorly sorted; Matrix supported; F: quartz, tuff, lithic, M: clay sized material, S:
silica; Slump
Lapisan 3
Pebbly Sandstone; Dark grey (f) Black (w); Coarse sand - pebbly (0,5-64mm);
Angular; Poorly sorted; Matrix supported; F: quartz, clay, lithic, M: Ash material,
silt sized material, S: silica; Massive
Lapisan 4
Sandstone; Dark Grey (f) Black (w); Coarse sand (1 mm); Angular; well sorted;
Grain supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica; Massive
Bagian 2
Lapisan 1
Sandstone; Dark brown (f) Black (w); Coarse sand - pebble (0,25mm); Angular;
Well sorted; Matrix supported; F: coal, quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica;
Massive; Mud clast
Lapisan 2
Sandstone; Dark grey (f) Black (w); Medium (0,5mm); Angular; Well sorted;
Grain supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica; Load cast
Lapisan 3
Pebbly Sandstone; Dark grey (f) Black (w); Coarse sand - pebbly (0,5-64mm);
Angular; Poorly sorted; Matarix supported; F: slight, quartz, lithic, M: silt sized
material, S: silica; Graded bedding
Lapisan 4
Sandstone; dark Grey (f) Black (w); Coarse sand (0,5mm); Angular; Well sorted;
Grain supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica; massive
Bagian 3
Lapisan 1
Sandstone; Dark brown (f) Black (w); Coarse sand (0,25mm); Angular; Well
sorted; Matrix supported; F: coal, quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica;
Massive; Mud clast
Lapisan 2
Sandstone; Dark grey (f) Black (w); Medium (0,5mm); Angular; Well sorted;
Grain supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica; Load cast
Lapisan 3
Pebbly Sandstone; Dark grey (f) Black (w); Coarse sand - pebbly (0,5-64mm);
Angular; poorly sorted; Matrix supported; F: quartz, slight, lithic, vein calcite M: silt
sized material, S: silica; graded bedding
Lapisan 4
Sandstone; Dark grey (f) Black (w); Medium sand (0,25 mm); angular; well sorted;
grain supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica; Massive
Lapisan 5
Claystone; Dark Grey (f) brown (w); clay (<0,04mm); F: quartz, lithic, M: clay sized
material, S: silica; massive
Lapisan 6
Siltstone; Dark Grey (f) brown (w); clay (<0,04mm); F: quartz, lithic, M: clay sized
material, S: silica; massive
Lapisan 7
Claystone; Dark Grey (f) brown (w); clay (<0,04mm); F: quartz, lithic, M: clay sized
material, S: silica; massive
a) Massive Sandstone (MS), dengan ciri ukuran butir sedang sampai sangat kasar,
berstruktur perlapisan sejajar, dan singkapan batupasir yang tebal (lebih dari
50 cm).
b) Debris Flow, memiliki struktur slump dan slide, ukuran butir sangat bervariasi,
Batas atas lapisan tidak teratur.
c) Classical Turbidites (CT), dengan ciri ditemukan ukuran butir berkisar pasir sampai
lempung, struktur sedimen yang berkembang adalah perlapisan sejajar, lapisan
bergelombang.
Berdasarkan sikuen turbidit Bouma (Bouma, 1962), didapati interval berupa Ta yang
ditunjukkan oleh adanya lithologi pasir hingga kerikil dengan struktur graded bedding.
Kemudian, didapati lithologi berupa perselingan batupasir dan batulempung secara
berangsur (parallel lamination) serta perlapisan batulempung dan batulanau dengan
struktur bergelombang dan konvolut.
4.2 Stopsite 2
Deskripsi Lapangan
Deskripsi Singkapan
Singkapan ini termasuk dalam Formasi Semilir yang membentang dari arah utara ke
selatan dengan azimuth N289E dan berada di pinggir jalan. Pada singkapan ini ditumbuhi
beberapa vegetasi. Terdapat poin of interest berupa keberadaaan beberapa struktur
sedimen pada satu singkapan ini, seperti perlapisan yang mendominasi.
Deskripsi Lithologi
Lapisan 1
Sandstone, grey (f) dark grey (w); fine sand (0,125 – 0,25 mm); Rounded, well sorted;
matrix supported; F: lithic; M: silt sized material; S: silicate; wavy lamination.
Lapisan 2
Sandstone, grey (f) dark grey (w); fine sand (0,125 – 0,25 mm); Rounded, well sorted;
matrix supported; F: lithic; M: silt sized material; S: silicate; bedding.
Lapisan 3
Siltstone; grey (f), rust (w); silt (0,004-0,06 mm); -; -; -; F: lithik; M: clay sized material,
S: silicate;bedding.
Lapisan 4
Sandstone, grey (f) dark grey (w); fine sand (0,125 – 0,25 mm); Rounded, well sorted;
matrix supported; F: lithic; M: silt sized material; S: silicate; bedding.
Lapisan 5
Siltstone; grey (f), rust (w); silt (0,004-0,06 mm); -; -; -; F: lithik; M: clay sized material,
S: silicate;bedding.
Lapisan 6
Sandstone, grey (f) dark grey (w); fine sand (0,125 – 0,25 mm); Rounded, well sorted;
matrix supported; F: lithic; M: silt sized material; S: silicate; bedding.
Lapisan 7
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; lamination.
Lapisan 8
Siltstone; grey (f), rust (w); silt (0,004-0,06 mm); -; -; -; F: lithik; M: clay sized material,
S: silicate;bedding.
Lapisan 9
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding.
Lapisan 10
Sandstone; dark grey (f) black (w); very coarse sand (1-2 mm); rounded; poorly
sorted; grain supported; F: lithic, quartz, biotite; M: fine sand sized material; S: silicate;
gb (ta).
Lapisan 11
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding.
Lapisan 12 Perselingan
Sandstone; dark grey(f) black (w); coarse sand (0,5 -1 mm); rounded; poorly supported;
matrix supported; F: lithic, quartz ; M: very fine sand sized material; S: silicate; bedding
Siltstone; grey (f), rust (w); silt (0,004-0,06 mm); -; -; -; F: lithik; M: clay sized material,
S: silicate;bedding.
Lapisan 13
Sandstone; grey (f) dark grey (w); medium sand (0,25 – 0,5 mm), rounded, well sorted,
matrix supported; F: lithic; M: very fine sand sized material; S: silicate; wavy lamination.
Lapisan 14
Sandstone; dark grey(f) black (w); coarse sand (0,5 -1 mm); rounded; poorly supported;
matrix supported; F: lithic, quartz ; M: very fine sand sized material; S: silicate; bedding.
Lapisan 15
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized
material; S: silicate; bedding.
Lapisan 16
Sandstone, grey (f) dark grey (w); fine sand (0,125 – 0,25 mm); Rounded, well
sorted; matrix supported; F: lithic; M: silt sized material; S: silicate; bedding (ph).
Lapisan 17
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding.
Lapisan 18
Sandstone, grey (f) dark grey (w); fine sand (0,125 – 0,25 mm); Rounded, well sorted;
matrix supported; F: lithic; M: silt sized material; S: silicate; bedding (ph)
Lapisan 19
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding.
Lapisan 20
Sandstone, grey (f) dark grey (w); fine sand (0,125 – 0,25 mm); Rounded, well sorted;
matrix supported; F: lithic; M: silt sized material; S: silicate; bedding (ph)
Lapisan 21
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding.
Lapisan 22
Sandstone, grey (f) dark grey (w); fine sand (0,125 – 0,25 mm); Rounded, well sorted;
matrix supported; F: lithic; M: silt sized material; S: silicate; bedding (ph)
Lapisan 23
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding.
Lapisan 24
Sandstone, grey (f) dark grey (w); fine sand (0,125 – 0,25 mm); Rounded, well sorted;
matrix supported; F: lithic; M: silt sized material; S: silicate; bedding (ph)
Lapisan 25
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding.
Lapisan 26
Sandstone, grey (f) dark grey (w); fine sand (0,125 – 0,25 mm); Rounded, well sorted;
matrix supported; F: lithic; M: silt sized material; S: silicate; bedding (ph)
Lapisan 27
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding.
Lapisan 28
Sandstone, grey (f) dark grey (w); fine sand (0,125 – 0,25 mm); Rounded, well sorted;
matrix supported; F: lithic; M: silt sized material; S: silicate; bedding (ph)
Lapisan 29
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding.
Lapisan 30
. Siltstone; grey (f), rust (w); silt (0,004-0,06 mm); -; -; -; F: lithik; M: clay sized
material, S: silicate;bedding.
Lapisan 31
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding
Lapisan 32
. Siltstone; grey (f), rust (w); silt (0,004-0,06 mm); -; -; -; F: lithik; M: clay sized
material, S: silicate;bedding.
Lapisan 33
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding
Lapisan 34
. Siltstone; grey (f), rust (w); silt (0,004-0,06 mm); -; -; -; F: lithik; M: clay sized
material, S: silicate;bedding.
Lapisan 35
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding
Lapisan 36
. Siltstone; grey (f), rust (w); silt (0,004-0,06 mm); -; -; -; F: lithik; M: clay sized
material, S: silicate;bedding.
Lapisan 37
Claystone; light grey (f) rust (w); clay (< 0,004 mm); -; -; -; F: -; M: clay sized material;
S: silicate; bedding
Lapisan 38
Pebbly sandstone; dark grey (f) black (w); fine sand – pebble (0,125 – 4 mm); rounded;
poorly sorted; matrix supported; F: lithic, quartz; M: fine sand – silt sized material; S:
silicate; gb, lamination.
Lapisan 39
Sandstone; dark grey(f) black (w); coarse sand (0,5 -1 mm); rounded; poorly
supported; matrix supported; F: lithic, quartz ; M: very fine sand sized material; S:
silicate; bedding
Lapisan 40
Sandstone; grey (f) dark grey (w); medium sand (0,25 – 0,5 mm), rounded, well
sorted, matrix supported; F: lithic, quartz; M: very fine sand sized material; S: silicate;
wavy lamination
Lapisan 41
Siltstone; light grey (f) rust (w); silt (0,004 – 0,06 mm);-; -; -; F: lithik ; M: clay sized
material; S: silicate; wavy lamination
Lapisan 42
Sandstone (fine sand); grey (f) dark grey (w); fine sand stone (0,125 – 0,25 mm); -;
-; -; F: lithik, quartz; M: silt sized material; S: silicate; bedding
Lapisan 43
Silststone; light grey (f) rust (w); silt (0,004 – 0,06 mm); -; -; -; F: lithik; M: clay
sized material; S: silicate; lamination
Lapisan 44
Sandstone; grey (f) black (w); medium sandstone (0,25 – 0,5 mm); rounded; well
sorted; grain supported; F: lithik; M: fine sand material; S : silicate; graded bedding
Lapisan 45
Siltstone; grey (f), rust (w); silt (0,004-0,06 mm); -; -; -; F: lithik; M: clay sized
material, S: silicate;bedding
Lapisan 46
Sandstone; grey (f) black (w); medium sandstone (0,25 – 0,5 mm); rounded; well
sorted; grain supported; F: quartz, lithik; M: very fine sand material; S: silicate; bedding
Lapisan 47
Siltstone; grey (f), rust (w); silt (0,004-0,06 mm); -; -; -; F: lithik; M: clay sized
material, S: silicate;bedding
Lapisan 48
Pebbly Sandstone; Light Grey (f) Black (w); Coarse sand - Pebble (0,5-64 mm);
Angular; Poorly sorted; Matarix supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S:
silica; Lamination
Lapisan 49
Siltstone; Dark Grey (f) Black (w); Silt (0,0625-0,04 mm); Massive.
Lapisan 50
Lapisan 51
Tuffaceous Sandstone; Dark Grey (f) Black (w); Very fine (0,125-0,25 mm);
Angular; Poorly sorted; Matrix supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S:
silica; Lamination
Lapisan 52
Tuffaceous Sandstone; Light Grey (f) Yellow (w); Medium (0,25-0,5 mm); Angular;
Poorly sorted; Matrix supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica;
Lamination
Lapisan 53
Claystone; Light Grey (f) Yellow (w); Clay (<0,004 mm); Lamination
Lapisan 54
Lapisan 55
Tuffaceous Sandstone; Light Grey (f) Yellow (w); Medium (0,25-0,5 mm); Angular;
Well sorted; Matrix supported; F: quartz, lithic, M: Very fine sand sized material, S:
silica; Lamination
Lapisan 56
Claystone; Dark Grey (f) Black (w); Clay (<0,004 mm); Lamination
Lapisan 57
Siltstone; Dark Grey (f) Yellow (w); Silt (0,0625-0,04 mm); Lamination
Lapisan 58
Claystone; Light Grey (f) Yellow (w); Clay (<0,004 mm); Lamination
Lapisan 59
Sandstone; Light Grey (f) Yellow (w); Very fine (0,125-0,25 mm); Rounded; Well
sorted; Matrix supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica; Lamination
Lapisan 60
Siltstone; Light Grey (f) Brown (w); Silt (0,0625-0,04 mm); Lamination
Lapisan 61
Tuffaceous Sandstone; Light Grey (f) Black (w); Fine sand (0,125-0,25 mm);
Rounded; Poorly sorted; Matrix supported; F: quartz, lithic, M: Very fine sand sized
material, S: silica; Lamination
Lapisan 62
Tuffaceous Sandstone; Light Grey (f) Yellow (w); Coarse sand (0,5-1 mm);
Angular; Poorly sorted; Matrix supported; F: quartz, lithic, M: Very fine sand sized
material, S: silica; Lamination
Lapisan 63
Claystone; Light Grey (f) Yellow (w); Clay (<0,004 mm); Lamination
Lapisan 64
Tuffaceous Sandstone; Dark Grey (f) Yellow (w); Course sand (0,5-1 mm);
Angular; Poorly sorted; Matrix supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S:
silica; Lamination
Lapisan 65
Siltstone; Dark Grey (f) Black (w); Silt (0,0625-0,04 mm); Lamination
Lapisan 66
Tuffaceous Sandstone; Light Grey (f) Yellow (w); Medium (0,25-0,5 mm);
Rounded; Well sorted; Matrix supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica;
Lamination
Lapisan 67
Tuffaceous Sandstone; Dark Grey (f) Black (w); Fine sand (0,125-0,25 mm);
Rounded; Well sorted; Matrix supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica;
Lamination
Lapisan 68
Sandstone; Dark Grey (f) Brown (w); Fine sand (0,125-0,25 mm); Rounded; Well
sorted; Matrix supported; F: quartz, lithic, M: silt sized material, S: silica; Lamination
Lapisan 69
Claystone; Light Grey (f) Yellow (w); Clay (<0,004 mm); Lamination
Lapisan 70
Siltstone; Light Grey (f) Yellow (w); Silt (0,0625-0,04 mm); Lamination
Pada stopsite ini, menurut klasifikasi Walker, 1984, lingkungan pengendapan dari
lokasi penelitian ialah mid-fan bagian smooth and channeled. Hal tersebut diindikasikan
oleh adanya fasies massive sandstone (MS), pebbly sandstone (PS), dan classical turbidite
(CT) yang menginterpretasikan mid fan.
a) Massive Sandstone (MS), dengan ciri ukuran butir sedang sampai sangat kasar,
berstruktur perlapisan sejajar, dan singkapan batupasir yang tebal (lebih dari 50 cm).
b) Classical Turbidites (CT), dengan ciri ditemukan ukuran butir berkisar pasir sampai
lempung, struktur sedimen yang berkembang adalah perlapisan sejajar, lapisan
bergelombang.
Gambar … Model Lingkungan Pengendapan Kipas Bawah Laut STA 2 (Walker, 1976)
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, dimulai dari pengambilan data lapangan,
pembuatan profil simgkapan, hingga penentuan fasies dan lingkungan pengendapan,
maka didapatkan hasil:
Stopsite 1
Stopsite 2
1. Litologi yang terdapat di lapangan dominan batupasir dan ada juga litologi lempung.
3. Menurut hasil analisa profil lithofacies menurut mutti FGF F8,menurut Walker
mekanisme pengendapannnya Classical Turbidites,dan Massive Sandstones dan
Slump & Debris Flow
5.2 Saran
1) Sebaiknya, para praktikan lebih memperhatikan dan mengikuti konsul dengan baik
dan benar.
4)
DAFTAR PUSTAKA
Zavala, C & Arcuri, M. 2016. Intrabasinal and Extrabasinal turbidites: origin and
distinctive characteristics. Journal of Sedimentary Geology. 337 (36-54).