PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang
terbanyak ditemukan di Indonesia (Effiaty & Nurbaiti, 2001). Kanker nasofaring
merupakan salah satu jenis kanker ganas yang sering ditemukan di Indonesia.
Kanker nasofaring berada pada urutan ke- 4 kanker terbanyak di Indonesia
setelah kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru. Kanker nasofaring
adalah kanker kepala leher tersering (28.4%), dengan rasio pria-wanita adalah 2:4,
masalah, hal ini karena etiologi yang masih belum pasti, gejala dini yang tidak
khas serta letak nasofaring yang tersembunyi, dan tidak mudah diperiksa oleh
dapat berperan dalam pencegahan, deteksi diri, terapi maupun rehabilitasi dari
karsinoma nasofaring ini. Penulis berusaha untuk menuliskan aspek-aspek yang
dirasakan perlu untuk dipahami melalui tinjauan pustaka dalam referat ini dan
diharapkan dapat bermanfaat.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Nasofaring
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu :
a) Menjelaskan anatomi dan fisiologi Nasofaring
b) Menjelaskan definisi dari Karsinoma Nasofaring
c) Menjelaskan etiologi dari Karsinoma Nasofaring
TINJAUAN PUSTAKA
2002) :
disebut torus tubarus dan dibelakannya terdapat suatu lekukan dari fossa
Rosenmuller dan tepat diujung atas posteriornya terletak foramen
laserum. Pada daerah fossa ini sering terjadi pertumbuhan jaringan limfe
yang menyempitkan muara tuba eustachius sehingga mengganggu
raffae pharingei
Fungsi nasofaring
Sebagai jalan udara pada respirasi
Kanker ini lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita dengan
rasio 2-3-1 dan apa sebabnya belum dapat diungkapkan dengan pasti,
beda pada daerah dengan insiden yang bervariasi. Pada daerah dengan
insiden tinggi KNF meningkat setelah umur 30 tahun, puncaknya pada
umur 40-59 tahun dan menurun setelahnya (Ernawati, Kadrianti, & Basri,
2004).
Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya kanker nasofaring adalah
(Mangan, 2009):
a. Kerentanan Genetik
Walaupun Ca Nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
antigen dini (EA), antigen nuklir (EBNA), dll. Virus EB memiliki kaitan
erat dengan Ca Nasofaring , menurut (Zulkarnain Haq, 2011)
alasannya adalah:
Di dalam serum pasien Ca Nasofaring ditemukan antibodi
timbulnya Ca Nasofaring :
o Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
kebiasaan hidup.
o Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen,
mutagenik.
4. Klasifikasi Karsinoma Nasofaring (Huda Nurarif & Kusuma, 2013)
a. Menurut Histopatologi :
o Well differentiated epidermoid carconoma
- Keratinizing
- Non Keratinizing
o Undiffentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
o Adenocystic carcinoma
o Ulseratif
jaringan sekitar
o Tipe WHO 2
nasofaring, dalam hal ini terutama pada fossa Rossenmuller (Wei & Sham,
2005).
Penggolongan Ca Nasofaring (Huda Nurarif & Kusuma, 2013) :
posterior.
o T4 : Saraf kranial kelompok anterior dan posterior terkena
cm.
berdiameter > 7 cm
o 1. Stadium I : T1N0M0
6. Manifestasi Klinis
dan hati (jarang). Gejala yang akan timbul tergantung pada daerah yang
terkena. Sekitar separuh pasien memiliki gejala yang beragam, tetapi
c. Gejala Mata
Pada penderita KNF seringkali ditemukan adanya diplopia
e. Gejala Kranial
Gejala Kranial terjadi bila tumor sudah meluas ke otak dan mencapai
Afoni
Sindrom Jugular Jackson atau sindrom reptroparotidean
7. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk mencapai diagnosis dini harus melaksanakan hal berikut (Lucente,
2011) :
a. Tindakan kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien.
kranial dengan kausa yang tak jelas, dan keluhan lain harus diperiksa
teliti rongga nasofaringya dengan nasofaringoskop indirek atau
elektrik.
b. Pemeriksaan kelenjar limfe leher.
terdapat pembesaran.
c. Pemeriksaan saraf kranial
otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah kadang perlu diperiksa
berulang kali, barulah ditemukan hasil yang positif
tersebut. Bagi yang termasuk salah satu kondisi berikut ini dapat
dianggap memilki resiko tinggi kanker nasofaring :
Titer antibodi VCA-IgA >= 1:80
Dari pemeriksaan VCA-IgA, EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua
sehingga lebih baik dari pada CT. MRI selai dengan jelas
memperlihatkan lapisan struktur nasofaring dan luas lesi, juga dapat
bermanfaat .
c. Pencitraan tulang seluruh tubuh : berguna untuk diagnosis kanker
a. Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan standar untuk karsinoma nasofaring.
(Pratiwi, 2012).
b. Kemoterapi
c. Terapi Biologis
Dewasa ini masih dalam taraf penelitian laboraturium dan uji klinis.
langsung sel kanker dewasa ini masih dalam penelitian lebih lanjut.
e. Terapi Rehabiltatif
terlokalisasi.
o 3 bulan pasca radioterapi kurtif terdapat rasidif lesi primer
nasofaring
o Pasca radioterapi kuratif terdapat residif atau rekurensi kelenjar
limfe leher.
o Kanker nasofaring dengan diferensiasi agak tinggi seperti
manifestasi gejala.
N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor
miosis.
adalah tulang, hati, dan paru. Hal ini merupakan hasil akhir dan prognosis
yang buruk. Dalam penelitian lain ditemukan bahwa karsinoma
A. Pengkajian
1. Identitas
a) biodata klien
Pekerjaan : bagi orang yang tempat kerjaannya sering kontak dengan zat
karsinogen dan penghasilan kurang sehingga kebutuhan sosial ekonomi
Nama :
Alamat :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Tempat/Tanggal Lahir :
Hubungan dengan klien :
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama (keluahan yang pertama kali dirasakan dan diucapkan klien)
Leher terasa nyeri, semakin lama semakin membesar, susah menelan, hidung
terasa tersumbat, telinga seperti tidak bisa mendengar, penglihatan
pada bagian leher dan terasa banyak gangguan pada hidung, telinga, dan
mata, nyeri dirasakan setiap waktu
R : Keluhan dirasakan pada bagian dalam hidung, telinga, mulut dan
menyebar
S : Keluhan yang dirasa mengganggu aktivitas, skala nyeri 10
T : Nyeri hilang timbul dan lebih sering saat bernafas dan menelan, keluhan
muncul secara bertahap
untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh
karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
kesehatan penderita.
c) Pola eliminasi
letih. Klien biasanya bekerja diluar rumah, tapi saat ini klien hanya beristirahat
di Rumah Sakit.
Klien kurang tidur baik pada waktu siang maupun malam hari. Klien tampak
tergangu dengan kondisi ruang perawatan yang ramai. Dan adanya faktor-
Klien mampu menerima Pengetahuan, ide persepsi, dan bahasa. Klien mampu
melihat, mendengar, mencium, meraba, dan merasa dengan baik.
maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
Selama dirawat di rumah sakit klien tidak dapat melakukan hubungan seksual
seperti biasanya.
j) Pola penanganan masalah – strees – toleransi
4. Pemeriksaan Fisik
a) Penampilan atau keadaan umum
Suhu Tubuh
Tekanan Darah
Nadi
RR
Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala bersih, tidak ada lesi, tidak ada
skuama, tidak ada kemerahan, tidak ada nevus)
kesulitan bernafas, warna cokelat, tidak ada benda asing) Palpasi (tidak
ada nyeri tekan)
lembab, lidah simetris, lidah kotor, gigi kotor, ada sisa makanan,
berbau, gigi atas dan bawah tanggal 3/2, sebagian goyang, faring ada
Pemeriksaan Payudara
Inspeksi : Bersih, tidak ada pembekakan, bentuk simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : Perut datar, tidak ada bekas post operasi, warna cokelat,
permukaan normal
Auskultasi : Bising usus 10x/menit
Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak
teraba, limpa tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak
Anus
Inspeksi : Warna cokelat, tidak ada bengkak atau inflamasi
Palpasi : Feses keras, tidak ada darah, tidak ada pus, tidak ada darah
Genitalia
Wanita
Inspeksi : Warna merah muda, tidak berbau, tidak ada lesi, nodul, pus,
Pemeriksaan Ekstremitas
Ekstremitas Atas :
Inspeksi : Jari tangan lengkap, kuku bersih, bentuk simetris, tidak ada
sianosis di lengan kanan atas, tidak ada edema.
Palpasi : Denyut nadi 94 x/menit, kuku normal, kekuatan menggenggam
normal
Ektremitas Bawah :
Inspeksi : bentuk simetris, warna kulit cokelat, kuku bersih, ada bulu, tidak
ada lesi, tidak ada edema, tidak ada sianosis, persendian normal.
Palpasi : Nadi 94 x/menit, tidak ada nyeri tekan
Tulang Belakang :
Pemeriksaan Kulit
Inspeksi : Kulit bersih, Kulit pucat, kulit kering, tidak ada lesi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan metastase sel kanker
membantu penurunan
nyeri
2 Ketidakseimbangan nutrisi : Status Nutrisi Manajemen Nutrisi
Ketidakmampuan pemasukan
ekonomi
- Defek orofating
- Gangguan fisiologis
- Gangguan perkembangan
- Gangguan persepsi
- Gangguan sistem saraf
pusat
- Ketidakcukupan informasi
- Hambatan lingkungan
-
-
Resiko infeksi b/d Control resiko : proses infeksi Perlindungan infeksi
Definisi : Definisi :
ketidakadekuatan pertahanan
Tindakan individu untuk mengerti, Pencegahan dan deteksi dini
primer.
mengeliminasi, atau mengurangi infeksi pada pasien berisiko
Definisi :
Rentan mengalam invasi dan ancaman terkena infeksi.
Akivitas :
Domain-pengetahuan tentang
multiplikasi organisme - Monior adanya tanda
kesehatan & perilaku (IV)
patogenik yang dapat dan gejala infeksi
Kelas-kontrol resiko dan keamanan
menganggu kesehatan sistemik dan local
(T)
Domain 11 - Monitor kerentanan
keamanan/perlindungan Setelah dilakukan tindakan terhadap infeksi
Kelas 1. Infeksi - Pertahankan asepsis
keperawatan selama 3x24 jam
untuk pasien beresiko
Factor resiko : diharapkan terjadi perubahan dari
- Berikan perawatan
- Kurang pengetahuan
kondisi penyimpangan yang besar
kulit yang tepat untuk
untuk menghindari
(1) sampai tidak adanya
area ( yang
pemajanan pathogen
penyimpangan (5). Ditujukkan
- Obesitas mengalami) edema
- Penyakit kronis dengan indicator sebagai berikut - Periksa kulit dan
- Prosedur invasit :
selaput lender untuk
- Gangguan integritas - Mencari informasi terkait
adanya kemerahan,
kulit control infeksi (4)
- Penurunan - Menidentifikasi factor kehangatan esktrim,
hemoglobin resiko infeksi (4) atau drainase
- Mengetahui konsekuensi - Tingkatkan asupan