Anda di halaman 1dari 32

Laporan Pendahuluan

Resiko Perilaku Kekerasan

A. MASALAH UTAMA
Resiko Perilaku Kekerasan
B. PROSES TERJADINNYA MASALAH
1. Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan
untuk melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan
definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau
perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada
diri sendiri maupun orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai
ancaman (Kartika Sari, 2015:137).
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku
kekerasan adalah:
1) Teori Biologis
a) Neurologic Faktor
Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap,
neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan
yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat
dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan
respon agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
Lobus frontalis memegang peranan penting sebagai penengah
antara perilaku yang berarti dan pemikiran rasional, yang
merupakan bagian otak dimana terdapat interaksi antara
rasional dan emosi. Kerusakan pada lobus frontal dapat
menyebabkan tindakan agresif yang berlebihan (Nuraenah,
2012: 29).
b) Genetic Faktor
Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut riset kazu murakami (2007)
dalam gen manusia terdapat dorman (potensi) agresif yang
sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor
eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY,
pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal
serta orang-orang yang tersangkut hukum akibat perilaku
agresif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
c) Cycardian Rhytm
Irama sikardian memegang peranan individu. Menurut
penelitian pada jam sibuk seperti menjellang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya kerja ataupun pada jam tertentu akan
menstimulasi orang untuk lebih mudah bersikap agresif
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
d) Faktor Biokimia
Faktor biokimia tubuh seperti neurotransmitter di otak
contohnya epineprin, norepenieprin, dopamin dan serotonin
sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem
persyarafan dalam tubuh. Apabila ada stimulus dari luar tubuh
yang dianggap mengancam atau membahayakan akan
dihantarkan melalui impuls neurotransmitter ke otak dan
meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon
androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan
GABA (Gamma Aminobutyric Acid) pada cerebrospinal
vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku
agresif ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
e) Brain Area Disorder
Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, siindrom
otak, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi
ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan
tindak kekerasan (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 100).
2) Teori Psikogis
a) Teori Psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang. Teori ini menjelaskan bahwa
adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana
anak tidak mendapat kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan
air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif
dan bermusuhan setelah dewasa sebagai komponen adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang yang
rendah. Perilaku agresif dan tindakan kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan
dan rendahnya harga diri perilaku tindak kekerasan (Mukripah
Damaiyanti, 2012: hal 100 – 101)
b) Imitation, modelling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang mentolelir kekerasan. Adanya contoh, model
dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam
suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menontn
tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif
( semakin keras pukulannya akan diberi coklat). Anak lain
diberikan tontonan yang sama dengan tayangan mengasihi dan
mencium boneka tersebut dengan reward yang sama (yang
baik mendapat hadiah). Setelah anak – anak keluar dan diberi
boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai
dengan tontnan yang pernah dilihatnya (Mukripah Damaiyanti,
2012: hal 101).
c) Learning Theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah
saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon
ibu saat marah ( Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 101).
b. Faktor Presipitasi
3. Rentang respon
Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif PK


Klien mampu Klien gagal Klien Klien Perasaan
mengungkapkan menapai merasa tidak mengeks- marah dan
rasa marah tujuan dapat presikan secara bermusuha
tanpa kepuasan saat mengungkap fisik, tapi n yang kuat
menyalahkan marah dan kan masih dan hilang
orang lain dan tidak dapat perasaannya, terkontrol, kontrol
memberikan menemukan tidak mendorong disertai
kelegaan. alternatifnya. berdaya dn orang lain amuk,
menyerah. dengan merusak
ancaman lingkungan
Gambar Rentang Respon Marah
a. Respon Adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial
budaya yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut, respon adaptif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96):
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan
b. Respon Maladaptif
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari
hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak
teratur (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).
4. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan faktor
predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1) Psikologis
Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian) Faktor
psikologi perilaku kekerasan meliputi:
a) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
b) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik
terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk
dipengaruhioleh peran eksternal (Nuraenah, 2012: 31).
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar
rumah, semua aspek ini menstiumulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 142).
3) Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan
teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-niali
sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua
orang mempunyai kemampuan yang sama untuk mnyesuaikan
dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress
(Nuraenah, 2012: 31).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Eko
Prabowo, 2014: hal 143).
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam,
baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep diri.
Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri
maupun eksternal dari lungkungan.
3) Lingkungan: panas, padat dan bising
5. Tanda dan Gejala
Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kkekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup
e. Wajah memerah dan tegang
f. Postur tubuh kaku
g. Pandangan tajam
h. Jalan mondar mandir

Klien dengan perilaku kekerasan seringmenunjukan adanya (Kartika Sari,


2015: 138) :
a. Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam
b. Klien menguungkapkan perasaan tidak berguna
c. Klien mengungkapkan perasaan jengkel
d. Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-
debar, rasa tercekik dan bingung
e. Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan
f. Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya
6. Akibat
Menurut Townsend, perilaku kekerasan dimana seeorang
meakukan tindakan yang dapat membahayakan, baik diri sendiri maupun
orang lain. Seseorang dapat mengalami perilaku kekerasan pada diri
sendiri dan orang lain dapat menunjukan perilaku (Kartikasari, 2015: hal
140) :
Data Subyektif :
a. Mengungkapkan mendengar atau melihat obyek yang mengancam
b. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data Obyektif :
a. Wajah tegang merah
b. Mondar mandir
c. Mata melotot, rahang mengatup
d. Tangan mengepal
e. Keluar banyak keringat
f. Mata merah
g. Tatapan mata tajam
h. Muka merah
7. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah
untuk melindungi diri antara lain:
a) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas
adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
b) Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
c) Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk kedalam
sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 103).
d) Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika.dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan yang tertarik
pada teman suaminya,akan memperlakukan orang tersebut dengan
kuat (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
e) Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada objek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu ,misalnya: timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan
dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).
8. Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi marah perlu perawatan dan pengobatan
mempunyai dosis efektif tinggi contohnya: clorpromazine HCL yang
berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
bergunakan dosis efektif rendah. Contohnya trifluoperasineestelasine,
bila tidak ada juga maka dapat digunakan transquilizer bukan obat anti
psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya
mempunyai efek anti tegang,anti cemas,dan anti agitasi (Eko Prabowo,
2014: hal 145).
b. Terapi okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja terapi ini buka
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk melakukan
kegiatan dan mengembalikan kemampuan berkomunikasi, karena itu
dalam terapi ini tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk
kegiatan seperti membaca koran, main catur dapat pula dijadikan
media yang penting setelah mereka melakukan kegiatan itu diajak
berdialog atau berdiskusi tentang pengalaman dan arti kegiatan uityu
bagi dirinya. Terapi ni merupakan langkah awal yang harus dilakukan
oleh petugas terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan
ditentukan program kegiatannya (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien. Perawat
membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas kesehatan, yaitu
mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan,
memberi perawatan pada anggota keluarga, menciptakan lingkungan
keluarga yang sehat, dan menggunakan sumber yang ada pada
masyarakat. Keluarga yang mempunyai kemampuan mengtasi
masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan
primer), menanggulangi perilaku maladaptif (pencegahan skunder)
dan memulihkan perilaku maladaptif ke perilakuadaptif (pencegahan
tersier) sehinnga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat
ditingkatkan secara optimal (Eko Prabowo, 2014: hal 145).
d. Terapi somatik
Menurut depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi
somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan jiwa
dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaftif menjadi perilaku
adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukkan pada kondisi
fisik pasien,terapi adalah perilaku pasien (Eko Prabowo, 2014: hal
146).
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT)
adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang grand
mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali) (Eko
Prabowo, 2014: hal 146).

9. Pohon Masalah
Resiko Mencederai diri sendiri dan Effect
orang lain

Perilaku Kekerasan Cor Problem

Halusinasi Causa
10. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan dari pohn masalah pada gambar adalah sebagai
berikut (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 106).
1. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri dan orang lain
2. Harga diri rendah kronik
11. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Tujuan Umum
Klien dapat melanjutkan hubungan peran sesuai denga tanggung
jawab
2. Tujuan Khusus
a. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien mau membalas salam
b) Kien mau berjabat tangan
c) Klien mau menyebutkan nama
d) Klien mau kontak mata
e) Klien mau mengetahui nama perawat
f) Klien mau menyediakan waktu untuk kontak
2) Intervensi
a) Beri salam dan panggil nama kien
b) Sebutkan nama perawat sambil berjabat tangan
c) Jelaskan maksud hubungan interaksi
d) Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
e) Beri rasa aman dan sikap empati
f) Lakukan kontak singkat tapi sering
b. TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan
1) Kriteria Evauasi
a) Klien dapat mengungkapkan perasaannya
b) Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan
jengkel/jengkel (dari diri sendiri, orang lain dan
lingkungan)
2) Intervensi
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaannya
b) Bantu klien mengungkap perasaannya
c. TUK III : Kien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat mengungkapkan perasaan saat marah atau
jengkel
b) Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel/kesal yang
dialami
2) Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami saat
marah/jengkel
b) Observasi tanda-tanda perilaku kekerasan pada klien
c) Simpulkan bersama klien tanda-tanda klien saat
jengkel/marah yang dialami
d. TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilakuk kekerasan yang
biasa dilakukan
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapatmengungkapkan perilaku kekerasan yang
dilakukan
b) Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang
dilakukan
c) Klien dapat mengetahui cara yang biasa dapat
menyelesaikan masalah atau tidak
2) Intervensi
a) Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan klien
b) Bantu klien dapat bermain peran dengan perilaku
kekerasan yang biasa dilakukan
c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien
lakukan masalahnya selesai
e. TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat mengungkapkan akibat dari cara yang
dilakukan klien
2) Intervensi
a) Bicarakan akibat kerugian dari cara yang dilakukan klien
b) Bersama klien menyimpulkan akibat cara yang dilakukan
oleh klien
c) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari cara baru
yang sehat
f. TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam
berespon terhadap kemarahan secara konstruktif
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat melakukan cara berespn terhadap kemarahan
secara konstruktif
2) Intervensi
a) Tanyakan pada klien apakah ingin mempelajari car baru
b) Beri pujian jika klien menemukan cara yang sehat
c) Diskusikan dengan klien mengenai cara lain
g. TUK VII : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
 Fisik : olahragadan menyiram tanaman
 Verbal : mengatakan secra langsung dan tidak menyakiti
 Spiritual : sembahyang, berdoa/ibdah yang lain
2) Intervensi
a) Bantu klien memilih cara yang tepat untuk klien
b) Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih
c) Bantu klien menstimulasi cara tersebut
d) Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien
menstimulasi cara tersebut
e) Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipilihnya
jiak ia sedang kesal/jengkel
h. TUK VIII : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
perilaku kekerasan
1) Kriteria Evaluasi
a) Keluarga klien dapat menyebutkan cara merawat klien
yang berperikalu kekerasan
b) Keluarga klien meras puas dalam merawat klien
2) Intervensi
a) Identifikasi kemampuan keluarga merawat klien dari sikap
apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selam ini
b) Jelaskan peran serta keluarga dalam perawatan klien
c) Jelaskan cara merawat klien
d) Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat kien
e) Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
i. TUK IX : Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai
program pengobatan)
1) Kriteria Evaluasi
a) Klien dapat meyebutkan obat-batan yang diminum dan
kegunaannya
b) Klien dapat minum obat sesuai dengan program
pengobatan
2) Intervensi
a) Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien
b) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti
minum obat tanpa izin dokter
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan ke I (satu)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Pasien
Klien tenang, kooperatif dan klien mampu menjawab semua
pertanyaan
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Klien mampu membina hubungan saling percaya
4. Tindakan Keperawatan
SP 1 : me mbina hubungan saling percaya dan mengidentifikasi
penyebab marah
B. STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Assalamualaikum, Selamat pagi ?”, “Perkenalkan saya perawat
samsul , saya perawatn yang bertugas di ruang perkutut ini. Nama
mas siapa ? dan senang dipanggil apa ? ”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Mas saat ini ? apa masih ada perasaan marah,
jengkel ?”
c. Kontrak
“Baiklah, pagi ini kita akan berbincang-bincang mengenai perasaan
marah yang saat ini mas rasakan ”. “Mari kita bercakap-cakap ke
taman !” “Atau mas ingin ke tempat lain ?”. “Berapa lama mas mau
kita berbincang-bincang ? bagaimana kalau 15 menit ?”.

17
2. Kerja
“Apa yang meyebabkan mas bisa marah, Nah ceritakan apa yang
dirasakan mas saat marah ?”, saat mas Arif marah apa ada perasaan
tegang ,kesal,tegang,menegepalkan tangan,mondar mandir ?”. “atau
mungkin ada hal lain yang dirasakan ?”.
“Apa ada tindakan saat mas Arif sedang marah
seperti,memukul,membanting ?”...... “memukul ibu !”, “terus apakah
setelah melakukan tindakan tadi masalah yang dialami selesai, apakah
diberikan motor oleh orang tua mas Arif ?”. “ Apa akibat dari tindakan
yang telah dilakukan di rumah ?”......ya ibu saya menangis dan
kesakitan.......terus apalagi ?”........dan akhirnya dibawa ke rumah sakit
jiwa !”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan mas setelah berbincang-bincang tentang
perasaan marah yang mas rasakan ?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba mas jelaskan lagi kenapa mas bisa marah”
c. Kontrak
1) Topik
“Baik, bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi
tentang akibat dari perasaan marah yang mas rasakan ?”
2) Tempat
“Dimana kita bisa berbincang lagi, bagaimana kalau disini
saja?”
3) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang, bagaimana kalau 15
menit ?”

18
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan ke II (dua)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Pasien
a. Klien sudah dapat membina hubungan saling percaya dengan
perawat
b. Klien dapat mengenal peyebab marah
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perilaku kekerasan
3. Tujuan Khusus
a. Klien mampu mengidentifikasi tanda gejala perilaku kekerasan
b. Klien mampu mengidentifikasi yang biasa dilakukan
c. Klien mampu mengidentifikasi akibat perilaku marah
4. Tindakan Keperawatan
SP 2 : mengidentifikasi tanda gejala, perilaku kekerasan yang bias
dilakukan dan akibat dari perilaku kekerasan.
B. STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi, mas arif? masih ingat nama saya ?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaaan mas arif saat ini? apakah ada penyabab
marah yang lain dan belum diceritakan kemarin ?
c. Kontrak
“Seperti kesepakatan kemarin, pagi ini kita akan bercakap cakap
tentang perasaan mas arif rasakan saat marah, yang bisa dilakukan
saat marah dan akibat dari tindakan yang telah dilakukan ?.
“Seperti kesepakatan kemarin kita bercakap cakap di taman

19
ya !atau mungkin mas arif ingin tempat lain ?. “Mas arif mau
berapa lama kita bercakap cakap? 15 menit, baiklah”
2. Kerja
“Kemarin mas arif sudah menceritakan penyebab marah, nah ceritakan
apa yang dirasakan mas arif saat marah atau saat memukul ibu !saat
mas arif marah apakah ada perasaan tegang, kesal, tegang,
mengepalkan tangan, mondar mandir? atau mungkin ada hal lain yang
dirasakan ?”
“Apakah mas arif pernah melakukan tindakan lain selain memukul ibu
saat marah ? misalnya membanting piring memecahkan kaca, atau
mungkin merusak tanaman! memecahkan kaca! terus apakah setelah
melakukan tindakan tadi (memukul ibu dan memecahkan kaca)
masalah yang dialami selesai, apakah diberikan motor oleh orang tua
mas arif?”
“Apakah mas arif akibat dari tindakan yang telah dilakukan di rumah?
ya tangan jadi sakit, jendela rusak terus apalagi? dan akhirnya dibawa
ke rumah sakit jiwa!”
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaannya setelah bercakap cakap tentang perasaan
saat marah dan yang bisa dilakukan saat marah dan akibatnya ?”
b. Evaluasi Obyektif
“Coba sebutkan kembali tindakan yang bisa dilakukan saat marah!
“Bagus... lagi, kalau akibatnya apa ?”
c. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok kita mulai belajar mengungkapkan
rasa marah yang sehat ?”
2) Tempat
“Dimana kita belajar marah yang sehat? O…. diruang tamu
baiklah”

20
3) Waktu
“Mas arif ingin berapa lama kita belajar marah yang sehat?
O… 15 menit baiklah!
d. Rencana Tindak Lanjut
“Nah karena mas arif sudah tau tindakan yang telah dilakukan
maukah mas arif belajar mengungkapkan rasa marah yang sehat?
nanti suster ajari, bagaimana, bersedia?”

21
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan ke III (tiga)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Pasien
Klien sudah mengetahui perasaan marah dan akibat tindakan yang
dilakukan saat marah, klien tenang dan kooperatif.
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan
isolasi sosial menarik diri
3. Tujuan Khusus
a. Memilih cara yang konstruktif
b. Mendemonstransikan satu cara marah yang konstruktif
4. Tindakan Keperawatan
SP 3 : membantu klien menemukan cara cara yang konstruktif dalam
merespon kemarahan
B. STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi, mas arif?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaaan mas arif saat ini?”
c. Kontrak
“pagi hari ini kita akan berlatih cara mengungkapkan marah yang
sehat, benar kan mas? “. “sesuai kesepakatan kemarin kita akan
beratih di runagn tamu kan, mas?”. “berapa lama kita bercaka-
cakap ?”bagaimana kalau 15 menit?”
2. Kerja
“ Menurut mas arif, bagaimana cara mengungkapkan marah yang
benar, tertentunya tidak merugikan/ membahayakan orang lain ?”......

22
yang terus, bagus!”.” Nah sekarang akan suster ajarkan satu persatu
cara marah yang sehat, langsung suster jelaskan!”
“yang pertama kita bisa ceritakan kepada orang lain yang membut kita
kesal atau marah, misalnya dengan mengatakan: saya marah dengan
kamu!” maka hati kita akan sedikit lega”.
“yang kedua dengan menarik nafas dalam saat marah/ jegkel sehingga
menjadi rileks.
“yang ketiga dengan mengambil air wudhu lalu sholat atau berdoa agar
diberi kesabaran, tujuanya agar kitamenjadi lebih tenang”
“yang keempat dengan megalihkan rasa marah/jengkel kita dengan
aktivitas, misalnya dengan olahraga, membersihkan rumah,
membersihkan alat-alat rumah tangga seperti mencuci piring sehingga
energi kita menjadi berkurang dan dapat mengurangi ketegangan”
“suster sudah jelaskan empat cara marah yang sehat, ada yang belum
jelas?”.”nanti mas arif bisa coba memiliki salah satu cara untuk
dipraktikkan “.”O....mau yang menarik nafas dalam”baiklah ayo kita
mulai,coba ikuti suster ,tarik nafas melalui hidung,ya bagus,tahan
sebenter dan keluarkan /tiup melaui mulut,ulangi sampai 5 kali”.” Nah
kalau sudah merasa lega bisa mas arif lanjutkan dengan olahraga,
membersihkan rumah ata kegiatan lain”
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“bagaimana perasaannya setelah berlatih cara marah yang sehat?”
b. Evaluasi Obyektif
“coba ulangi lagi cara menarik nafas yang dalam yang sudah kita
pelajari tadi!”bagus!”
c. Kontrak
1) Topik
“bagaimana kalau keluarga datang kita bercakap-cakap cara
marah yang sehat?”
2) Tempat
“Dimana kita belajar marah yang sehat? O…. diruang tamu”

23
3) Waktu
“mau berapa lama ?”.bagaimana kalau 30 menit saja ?”
d. Rencana Tindak Lanjut
“tolong mas,nanti dicoba lagi cara yang sudah suster ajarkan dan
jangan lupa ikuti kegiatanya di ruangan ya!”

24
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan ke IV (empat)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Pasien
a. Klien mengetahui cara mengungkapkan marah yang sehat
b. Klien dapat mempraktikan cara marah yang sehat
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan
isolasi sosial menarik diri
3. Tujuan Khusus
Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan
4. Tindakan Keperawatan
SP 4 : membantu keluarga tentang cara merawat klien
B. STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi, Mas arif ?ini keluarganya ya ?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan mas arif saait ini ? baik baik saja kan, ada
yang ingin disampaikan ? O…saya adalah suster dani yang
merawat mas arif, bapak namanya siapa? pak eko. ada hubungan
apa dengan mas arif ? oooo ayah, naiklah, kebetulan!?”
c. Kontrak
“Pada kesempatan ini kita akan berbincang bincang cara tentang
merawat mas arif dirumah, bagaimana pak eko bersedia?”.
“Bagaimana kalau kita bercakap cakap di ruang tamu saja, biar
lebih santai ?”. “Barapa lama kita akan bercakap cakap ?bagaimana
kalau 30 menit ?”.

25
2. Kerja
“Nah tolong ceritakan apa yang membuat mas arif dibawa ke
RSJ ?terus apa yang dilakukan keluarga saat mas arif mondar mandir
dan marah marah ? terus apa lagi pak ?”.
“Apa yang diceritakan tadi tidak salah, akan tetapi ada cara lain yang
lebih menolong agar mas arif tidak melakukan tindakan mencedarai
orang lain dan merusak kaca lagi”.
Begini pak, ada beberapa cara yang dapat disarankan agar dilakukan
mas arif, misalnya dengan olahraga, membaca al-Quran, sholat,
membersihkan kamar mandi, membersihkan rumah, memukul bantal/
kasur, membantu orang tua bekerja”.
“Masih ada cara lain yang lebih mudah, misalnya dengan melatih klien
bersikap terbuka, juga penting untuk klien yang sedang marah,
melakukan relaksasi dengan menarik nafas dalam dapat mengurangi
rasa marah dan dapat menenangkan perasaan klien, Bagaimana pak
sudah jelas, atau masih ada yang akan ditanyakan ?”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan setelah tahu cara merawat mas arif ?
b. Evaluasi Obyektif
“coba sebutkan kembali berapa acara yang dapat dilakukan saat
marah ? terus apa lagi ?.... Bagus”
c. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau besok keluarga menengok lagi, kita akan
bercakap cakap lagi tentang cara minum obat dan manfaaatnya
bagi mas arif?”
2) Tempat
“Kita bercakap cakap di tempat ini lagi ya?
3) Waktu
“mau berapa lama ?”.bagaimana kalau 30 menit saja ?”

26
d. Rencana Tindak Lanjut
“Jangan lupa besok kalau mas arif sudah pulang dan seperti akan
marah marah tolong ingatkan cara cara yang sudah diajarkan tadi
ya!”.

27
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
Masalah : Resiko Perilaku Kekerasan
Pertemuan ke V (lima)
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Pasien
a. Klien mengetahui cara mengungkapkan marah yang sehat
b. Keluarga klien dapat mempraktikan cara merawat pasien yang
sedang marah
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko perubahan persepsi sensori halusinasi berhubungan dengan
isolasi sosial menarik diri
3. Tujuan Khusus
Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program
pengobatan)
4. Tindakan Keperawatan
SP 5 : membantu klien minum obat secara teratur disertai penjelasan
guna minum obat dan akibat berhenti minum obat
B. STRATEGI KOMUNIKASI PELAKSANAAN TINDAKAN
KEPERAWATAN
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
“Selamat pagi, Mas Arifdan Pak Eko ?”
b. Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan mas arif saait ini ? apakah sudah lebih
rileks?”.
c. Kontrak
“Seperti keseppakatan kemarin, pagi ini kita akan bercakap-cakap
tentang penggunaan obat dan manfaatnya bagi mas arif”.
2. Kerja
“Berapa jenis obat yang mas Arif minum ttadi pagi ?”. “ya, bagus”.

28
“jadi begini ya mas, obat yang dimum tadi ada tiga macam, ini batnya
saya bawakan”.
“saya jelaskan satu persatu ya mas. Yang warna oranye ini namanya
CPZ atau chlorponazin, gunanya agar mas arif mdah untuk tidur
sehngga mas arif bisa istirahat, minumnya 2 x sehari pagi dan sore hari,
pagi jam 07.00 dan sore jam 17.30. nanti ada efek sampingnya,
efeknyya mas arif mudah lemas dan keluar ludah terus menerus”.
“nah, yang ini namanya PHD, karena mas arif dapat yang 5 mg, maka
warnanya pink, cara minumnya sama dengan CPZ, 2 x sehari”.
“gunanya untuk menenangkan mas arif sehingga dapat mengontrol
perilakunya saat marah, sehingga lebih rileks, santai dan mengontrol
emosi. Efek sampingnya badan jadi kaku, terutam pada kaki dan
tangan, mulut kering dan dada berdebar-debar.
“tapi mas jangan khawatir karena ada penangkalnya makanya
diberikan obat yang putih ini yang agak besar. Namanya
triheksipenidile atau THP, fungsinya obat ini menetralkan efek
samping dari obtat yang tadi”.
“Bagaimana masih ada yang belum jelas. Jangan lupa kalau obat ini
hampir habis segera kontrol ya!”.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
“Bagaimana perasaan setelah tahu tentang jenis dan manfaat obat
yang diminum mas arif ?
b. Evaluasi Obyektif
“coba sebutkan kembali jenis obat yang sama mas arif, dan
ambilkan yang namanya obat HPD, dan seterusnya, dans ebutkan
manfaatnya juga”.
c. Kontrak
1) Topik
“Bagaimana kalau kapan-kaoan kita berbincang lagi tentang
masalah mas arif yang lain ?”.

29
2) Tempat
“Kita bercakap cakap di tempat ini lagi ya?
3) Waktu
“mau berapa lama ?”.bagaimana kalau 30 menit saja ?”
d. Rencana Tindak Lanjut
“Jangan lupa obatnya diminum dengan dosis dan waktu yang
tepat ya”.

30
DAFTAR PUSTAKA

Eko Prabowo. (2014). Konsep & Aplikasi ASUHAN KEPERAWATAN JIWA.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Mukhripah Damaiyanti. (2012). Asuhan Keperawatan Jiwa. Samarinda: Refka


Aditama.

Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga dan Beban Keluarga dalam


Merawat Anggota dengan Riwayat Perilaku Kekerasan di RS. Jiwa Islam
Klender Jakarta Timur, 29-37.

Sari, K. (2015). Panduan Lengkap Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta:


Trans Info MEdia.

31

Anda mungkin juga menyukai