Anda di halaman 1dari 11

KONSEP DAN PRINSIP KEGAWATDARURATAN

Konsep keperawatan gawat-darurat dan keperawatan kritis

Keperawatan gawat-darurat

Menurut Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan


yang di berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik

kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian filosopi
tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di alami

pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan.

Kondisi gawat darurat dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Kumpulan materi mata kuliah

Gadar:2005):

a. Gawat darurat

Suatu kondisi dimana dapat mengancam nyawa apabila tidak mendapatkan

pertolongan secepatnya. Contoh : gawat nafas, gawat jantung, kejang, koma, trauma
kepala dengan penurunan kesadaran

b. Gawat tidak darurat

Suatu keadaan dimana pasien berada dalam kondisi gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan yang darurat contohnya : kanker stadium lanjut
c. darurat tida gawat

Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba tetapi tidak mengancam nyawa atau
anggota badannya contohnya : fraktur tulang tertutup.

d. tidak gawat tidak darurat

Pasien poliklinik yang datang ke UGD

Keperawatan kritis

Kritis adalah penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap suatu

kondisi krusialdalamrangka mencari penyelesaian/jalan keluar.


”Keperawatan kritis merupakan salah satuspesialisasi di bidang keperawatan yang

secara khusus menangani respon manusia terhadapmasalah yang mengancam hidup.


Seorang perawat kritis adalah perawat profesional yangbertanggung jawab untuk
menjamin pasien yang kritis dan akut beserta keluarganyamendapatkan pelayanan
keperawatan yang optimal”.
Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang
menghadapi secara rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atas masalah yang

mengancam jiwa. Perawat kritis adalah perawat profesional yang resmi yang bertanggung
jawab untuk memastikan pasien dengan sakit kritis dan keluarga-keluarga mereka

menerima kepedulian optimal (American Association of Critical-Care Nurses).


Peran dan Fungsi perawat gawat darurat dan perawat intensive care

a. Perawat gawat-darurat
1) lokakarya nasional keperawatan th 1993 :

 Sebagai tenaga pelaksana pelayanan keperawatan


 Sebagai pengelola dalam bidang pelayanan keperawatan dan institusi

pendidikan keperawatan
 Sebagai pendidik dalam ilmu keperawatan

 Sebagai peneliti
2) Peran perawat sebagai pelaksana dapat dijabarkan sbb :

 Pemberi asuhan keperawatan (care giver)


 Pelindung pasien (advocate)

 Sebagai penasehat (counsellor)


 Sebagai pendidik

 Sebagai koordinator
 Sebagai kolaborator

 Sebagai konsultan
b. Fungsi perawat gawat-darurat
o Fungsi independen fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (care)

o Fungsi dependen fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari

profesi lain

o Fungsi kolaboratif kerjasama saling membantu dlm program kes. (perawat

sebagai anggota tim kes.)

c. Fungsi independen di ugd dijabarkan :

 Sebagai tuan rumah yg baik bagi pasien / anggota tim kes. Lain

 Melaksanakan pengkajian, membuat diagnosa, merencanakan

,melaksanakan tindakan askep, mengevaluasi , mendokumentasikan proses


kep.
 Melaksanakan kebijakan dan prosedur yg berlaku di rs / ugd

 Sebagai komunikator

 Merawat & menjaga keutuhan alat agar siap pakai

 Sebagai operator untuk alat kedokteran : ekg, defibrilator, respirator,

nebulizer, monitor jantung, air viva dll.

 Sebagai pemberi askep pasien gawat darurat selama 24 jam terus menerus

berkesinambungan, turut serta dalam klb.

d. Peran dan fungsi Perawat Intensive Care

1. Caring Role
memelihara pasien dan menciptakan lingkungan biologis, psikologis, sosial yang

berperan dalam penyembuhan. Lebih rinci Caring Role dapat dijabarkan antara lain
sebagai berikut :

a. Memeriksa keadaan pasien secara biologis Dalam pelaksanan asuhan keperawatan


pada pasien gawat darurat digunakan pendekatan proses keperawatan sesuai

prioritas kegawatannya. Urutan prioritas gawat darurat meliputi :


A = Airway
B=Breathing
C = Circulation
D = Disability
E = Exposure
b. Penilaian Airway untuk mengetahui kondisi jalan napas bebas atau keadaan
tersumbat dapat diketahui dengan cara :
1) Lihat
Lihat gerak napas, pengembangan dada, gerak dada dan gerak perut adakah

retraksi intercostae suprasternal, napas cuping hidung. Apakah terdapat agitasi


(penurunan kesadaran). Ada tidaknya pergerakan dada dan perut waktu bernapas.
2) Dengar
Komponen yang dinilai antara lain apakah terdapat snooring (dengkuran karena
lidah yang menutup orofaring), gurgling (kumuran karena sekret,

darah/muntahan), crowing stridor (siulan penyempitan jalan napas karena spasme,


odema/pendesakan.

3) Raba
Apakah ada atau tidak hawa napas pasien pada saat ekspirasi, kemudian ada

tidaknya getaran leher waktu bernapas. Jika ada getaran berarti terdapat
sumbatan parsial ringan. Raba apakah terdapat fraktur maksilo fasial.

c. Dalam penilaian breathing yang sangat penting untuk diperhatikan antara lain yaitu

suara napasnya bersih atau tidak, napasnya adekuat atau tidak kemudian respiration
ratenya normal atau tidak. Ini dapat dinilai dengan cara :
1) Lihat
Yang dinilai adalah antara lain cyanosis, kesimetrisan pergerakan dada, tachipnea,

distensi vena leher, paralisis otot napas, status mental pasien dan apakah terdapat
jejas di daerah dada.
2) Dengar
Suara napas pasien seperti stridor, wheezing, penurunan suara napas.
3) Raba
Rasakan hawa ekspirasi pasien, ada tidaknya emfisema subcutis, faktur

costa(krepitasi/terderness/nyeri), deviasi cidera.

d. Penilaian circulation dapat dilakukan dengan meraba nadi radialis, kalau perlu raba
nadi karotis, kemudian nilai frekuensi, irama dan kekuatan nadi tersebut. Raba dan

lihat perfusi perifer, apabila normal maka akan terasa hangat merah kering. Cek
capillary refill yang dalam keadaan normal akan kurang dari 2 detik, turgor kulit dan

cekungan mata.

o Menilai tingkat dehidrasi, produksi urine dan komposisi cairan.


o Wawancara menampung keluhan pasien, memberi petunjuk, penyuluhan,

pendidikan serta empati untuk meringankan penderitaan/penyakit serta

mempercepat kesembuhan
o Membantu pasien menyelenggarakan kegiatan normal seperti makan,

minum, personal hygiene.


o Menciptakan lingkungan biospikososialspiritual yang menunjang proses

penyembuhan.

2. coordinating Role

Antara lain meliputi :

a. Mengatur jadwal tindakan diagnostik (EKG, x-ray, laboratorium dan penunjang

diagnostik
b. Mengatur pengobatan (penjadualan puasa, jadwal minum obat, jadwal makan).
c. Administrasi keuangan, pelaporan, pengawasan.
d. Pengawasan/supervisi sesama perawat (peer-audit) maupun tenaga pembantu
dan tenaga penunjang perawatan.

Adalah peran
2. therapeutic Role tidak mandiri atau disebut ”dependent role”, karena merupakan
tugas limpah dari dokter. Jelas bahwa tugas ini tidak dapat dilimpahkan lagi oleh
perawat selaku penerima tugas limpah dari dokter kepada pihak ketiga seperti TPP, POS

dan sebagainya. Begitupun dalam hal tanggung jawab maupun pelaksanaannya.


Therapeutic role, meliputi memberikan obat, menyuntikkan obat, memberikan
infus, mengatur cairan, mengatur penggantian cairan, menghitung balance
cairan, mengganti bebat luka, merawat luka, angkat jahitan, memasang infus
perifer, melepas infus perifer/sentral, mengambil sampel darah, memberikan
oksigen dan nebulasi, melakukan suction trachea/tracheostomy, memasang jalan
napas buatan oral/nasal, memasang pipa lambung dan spoeling, merawat SB-
tube dan spoeling, melakukan pengawasan asepsis, sterilisasi peralatan.
(Widiasih, 2003).

Efek situasi krisis dan kritis dan permasalahan yang muncul pada keluarga dan klien

Efek situasi pasien kritis


Respon psikososial

Respon psikososial klien terhadap pengalaman keperawatan kritis mungkin

dimediasi oleh fenomena internal seperti keadaan emosional dan mekanisme koping atau
oleh fenomena eksternal seperti kuantitas dan kualitas stimulasi lingkungan.

b. Reaksi emosional.

Intensitas reaksi emosional dapat mudah dipahami jika menganggap bahwa ICU

adalah tempat dimana klien berusaha menghindari kematian. Klien dengan keperawatan
kritis memperlihatkan reaksi emosional yang dapat diprediksi dimana mempunyai cirri-ciri

yang umum, berkaitan dengan sakitnya. Takut dan kecemasan secara umum adalah
reaksi pertama yang tampak. Klien mungkin mengalami nyeri yang menakutkan, prosedur

yang tidak nyaman, mutilasi tubuh, kehilangan kendali, dan/atau meninggal.

Depresi

seringkali muncul setelah takut dan kecemasan. Depresi seringkali merupakan


respon terhadap berduka dan kehilangan.pengalaman kehilangan dapat memicu memori

dimasa lalu muncul kembali dengan perasaan sedih yang lebih hebat.

Marah

dapat terjadi setelah atau selama depresi. Seringkali marah menyembunyikan


adanya depresi dan dapat mencegah klien jatuh ke dalam depresi yang lebih dalam. Klien

dapat merasa marah atau benci tentang sakitnya dan seringkali mengeluh bahwa hidup
tidaklah adil.

Efek situasi pada pasien krisis

a. Perasaan tidak berdaya, kebingungan, depresi, menarik diri. Keinginan merusak diri

sendiri/orang lain
b. Perasaan diasingkan oleh lingkungannya

c. Kadang-kadang menunjukkan gejala somatik


Tujuan penatalaksanaan psikologis pada situasi krisis dan kritis

tujuan intervensi krisis adalah, revolusi, berfokus pada pemberian dukungan terhadap
individu sehingga individu mencapai tingkat fungsi seperti sebelum krisis, atau bahkan

pada tingkat fungsi yang lebih tinggi. Selain itu juga untuk membantu individu
memecahkan suatu masalah dan mendapatkan kembali keseimbangan emosional

1. Menganalisa situasi yang penuh dengan stress


2. Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan kecemasan
3. Menghindari stress yang akan dating dengan anticipatory gaundance
4. Memecahkan masalah dengan mengindentifikasi strategi dan tindakan

Penatalaksanaan psikososial pada situasi krisis dan kritis

a. Penatalaksanaan psikologis yang akan diberikan pada pasien


dengan keadaan krisis

Hal-hal yang akan dilakukan untuk penatalaksanaan pada pasien yang sedang dalam

keadaan krisis antara lain :

- Mencari nilai positif pada setiap kejadian


- Mengajak klien untuk meningkatkan kesabaran
- Memberikan perhatian pada klien dalam keadaan krisis
- Pemandu dan member I kesempatan pada klien untuk melaksanakan relaksasi
- Melakukan sholat dengan sempurna
- Tida mengharapkan balas jasa
- Meniatkan segala kegiatan sebagai ibadah untuk mencapai ridha

b. Penatalaksanaan psikososial yang akan diberikan pada pasien


dengan keadaan kritis

1. Modifikasi lingkungan

Pertama adalah merubah lingkungan ICU. Lingkungan ICU sebaiknya senantiasa


dimodifikasi supaya lebih fleksibel walaupun menggunakan banyak sekali peralatan

dengan teknologi canggih, serta meningkatkan lingkungan yang lebih mendukung kepada
proses recovery (penyembuhan pasien) (Jastremski, 2000). Konsep pelayanan yang

berfokus pada pasien memungkinkan untuk mempromosikan the universal room.


Ketersediaan alat yang portable dan lebih kecil meningkatkan keinginan untuk

mendekatkan pelayanan pada pasien daripada pasien yg datang ke tempat pelayanan.


Kemungkinan untuk membuat work statiun kecil (decentralization of nursing activities)

untuk tiap pasien akan mengurangi stress bagi pasien (Jastremski, 2000). Peralatan yang
super canggih seperti remote monitoring untuk semua pasien melalui monitor pada

semua tempat tidur pasien yang bisa dimonitor lewat TV. Jadi perawat bisa memonitor
pasien Bed 1 walau sedang berada dekat pasien Bed 2 (Jastremski, 2000).

Disamping menggunakan tekhnologi canggih seperti diatas untuk efisiensi dan


efektifitas pelayanan kepada pasien, lingkungan yang menyembuhkan (healing

environtment) juga perlu diciptakan. Fleksibilitas dari lingkungan tempat tidur (bedside
environtment) bisa dimaksimalkan ketika semua lingkungan yang terkontrol disedikan di

ruangan pasien. Thermostats, light switches, sound systems, window blinds dan lain2
harus bisa dikontrol secara terpisah untuk setiap pasien (Jastremski, 2000). Pengontrollen

level suara (noise) dan promoting normal sleep penting sebagai pengaturan fluid intake.

2. Terapi musik
Disamping modifikasi lingkungan seperti diuraikan diatas, cara lain untuk menurunkan
stress pada pasien yang dirawat di ICU adalah terapi musik. Tujuan therapy musik adalah

menurunkan stress, nyeri, kecemasan dan isolasi. Beberapa penelitian telah meneliti efek
musik pada physiology pasien yang sedang dirawat dan menemukan bahwa terapi musik

dapat menurunkan heart rate, komplikasi jantung dan meningkatkan suhu ferifer pada
pasien AMI. Juga ditemukan bahwa terapi musik dapat menurunkan stress pasien

(Jastremski, 2000; Harvey, 1998; White, 1999). Musik yang digunakan bisa berupa suara air,
suara hujan, suara angin atau suara alam (Jastremski,1998). Masing - masing pasien

diberikan headset untuk mendengarkannya. Pengurangan cahaya di malam hari juga akan
mengurangi stressor bagi pasien.

3. Melibatkan kelurga dan memfasilitasi keluarga dalam perawatan pasien

kritis Lingkunga ICU harus mampu mengakomodasi kebutuhan pasien dan


keluarganya (Jastremski, 2000). Pasien tentunya sangat mengharapkan dukungan

emosional dari keluarganya (Olsen, Dysvik & Hansen, 2009) karenanya jam besuk harus
lebih fleksibel. Selama ini jam bezuk hanya 2 kali sehari. Hal ini perlu dimodifikasi

terutama untuk seseorang yang sangat berarti bagi pasien. Disamping itu keluarga perlu
diberikan ruangan tunggu yang nyaman dengan fasilitas kamar mandi, TV dan internet

connection (Hamilton, 1999).

4. Komunikasi terapeutik
Perawat dan tenaga kesehatan lainnya sering lupa atau kurang perhatian terhadap

masalah komunikasinya dengan pasien dan keluarganya. Berdasarkan sistematic review


yang dilakukan oleh Lenore & Ogle (1999) terhadap penelitian tentang komunikasi

perawat pasien di ruang ICU di Australia menemukan bahwa komunikasi perawat di ruang
ICU masih sangat kurang meskipun mereka mempunyai pengetahuan yang sangat tinggi

tentang komunikasi terapeutik. Hal ini juga dialami oleh teman dekat penulis ketika
anaknya di rawat di ICU. Dia merasa perawat ICU di rumah sakit K tersebut sangat ttdak

mempertimbangkan perasaan dia dan pasien ketika berkomunikasi. Sangat tidak


supportive dan cenderung apathy. Penelitian lain oleh McCabe (2002) di Ireland dengan

pendekatan phenomenology juga menunjukkan hal yang sama. Akan tetapi, perawat bisa
melakukan komunikasi yang baik dan efektif dengan pasien ketika perawat menggunakan
pendekatan person-centered care.

Person-centred care adalah istilah yang digunakan dalam pelayanan kesehatan untuk
menggambarkan pendekatan pilosofis untuk a particular mode of care (model tertentu

dalam keperawatan). Konsep utama dari person-centred care adalah sebuah komitmen
untuk menemukan kebutuhan pelayanan keperawatan individu dalam konteks

pengalaman sakit, kepercayaan pribadi, budaya, situasi keluarga, gaya hidup dan
kemampuan untuk memahami apa yang sedang dirasakan oleh pasien. Pendekatan ini

membutuhkan perawat untuk pindah dari sekedar hanya memenuhi kebutuhan kesehatan
pasien kepada kemampuan untuk memahami dan responsif terhadap the inner world of

the individual – their personal world of experiences and what this means to them (Hasnain,
et al., 2011; Clift, 2012).

Anda mungkin juga menyukai