Kelompok 2
Kelompok 2
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan
dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan
yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005). Menua (menjadi tua)
adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantinides 1994).
Kondisi kesehatan fisik dan mental pada orang lansia biasanya mulai
menurun. Beberapa perubahan fisik yang dia’
Saat ini, jumlah masyarakat Indonesia hampir sekitar 250 juta dan
komposisi masyarakatnya juga sangat beragam. Dan Indonesia dikenal
sebagai negara yang memiliki komposisi masyarakat yang disebut “Triple
Burden”, dimana jumlah kelahiran bayi yang masih tinggi, masih dominannya
penduduk muda, dan jumlah lansia yang terus meningkat. Seiring
meningkatnya jumlah lansia, berbagai macam gangguan kesehatan juga dapat
dialami para lansia. Oleh karena itu dibutuhkan pelayanan kesehatan yang
mampu mengatasi permasalahn lansia, diantaranya dengan tindakan
keperawatan.
1
c. Bagaimana tahap perencanaan asuhan keperawatan pada lansia?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3) Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengkajian, yaitu: ruang yang adekuat,
kebisingan minimal, suhu cukup hangat, hindari cahaya langsung, posisi
duduk yang nyaman, dekat dengan kamar mandi, privasi yang mutlak,
3
bersikap sabar, relaks, tidak tergesa-gesa, beri kesempatan pada lansia untuk
berpikir, waspada tanda-tanda keletihan.
1) Perubahan Fisik
(2) Mata: pergerakan mata, kejelasan melihat, dan ada tidaknya katarak.
Pupil: kesamaan, dilatasi, ketajaman penglihatan menurun karena
proses pemenuaan,
4
(3) Ketajaman pendengaran: apakah menggunakan alat bantu dengar,
tinnitus, serumen telinga bagian luar, kalau ada serumen jangan di
bersihkan, apakah ada rasa sakit atau nyeri ditelinga.
(6) Sistem genitourinarius: warna dan bau urine, distensi kandung kemih,
inkontinensia (tidak dapat menahan buang air kecil), frekuensi, tekanan,
desakan, pemasukan dan pengeluaran cairan. Rasa sakit saat buang air
kecil, kurang minat untuk melaksanakan hubungan seks, adanya
kecacatan sosial yang mengarah ke aktivitas seksual.
5
c) Apakah optimis dalam memandang suatu kehidupan,
h) Perlu di kaji juga mengenai fungsi kognitif: daya ingat, proses pikir,
alam perasaan, orientasi, dan kemampuan dalam menyelesaikan
masalah.
6
5) Perubahan spiritual, data yang dikaji :
Tabel 1 iIndex Katz di atas untuk mencocokkan kondisi lansia dengan skor yang
diperoleh.
7
b. Pengkajian status kognitif
2) MMSE (Mini Mental State Exam): menguji aspek kognitif dari fungsi mental,
orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi, mengingat kembali dan bahasa
8
2.2 Diagnosa Keperawatan pada Lansia
9
Contoh diagnosis keperawatan lansia dengan masalah keperawatan
gangguan sensori persepsi: penglihatan adalah sebagai berikut.
Uraian tentang diagnosis keperawatan pada lansia di bawah ini akan mengikuti
sistematika:
1. Gangguan pendengaran
2. Gangguan penglihatan
3. Gangguan pencernaan, nutrisi, dan hygiene rongga mulut
4. Gangguan eliminasi urine
5. Gangguan kardiovaskular
6. Gangguan fungsi respiratorius
7. Gangguan mobilitas dan keselamatan
8. Gangguan pada kulit dan integumen
9. Gangguan pola tidur dan istirahat
10. Gangguan pengaturan suhu
11. Gangguan fungsi seksualitas
12. Kesalahan pemakaian obat
Adapun uraian ini selain berpatokan pada NANDA juga disarikan dari Miler, C.A.
(1995). Pada lampiran dimuat tabel diagnosis keperawatan.
10
Seperti diketahui bahwa gangguan pendengaran bisa memberi konsekuensi
berupa isolasi sosial. Sehingga pada diagnosis keperawatan dapat
disebutkan sebagai gangguan komunikasi. Adapun gangguan ini
berhubungan dengan kondisi-kondisi pada lansia seperti: penurunan
pendengaran, gangguan nervus auditorius, obat-obatan ototoksik, dan
suara gaduh dari lingkungan.
Diagnosis keperawatan dalam bentuk konsekuensi antara lain berupa:
Ansietas, gangguan penyesuaian diri dan interaksi sosial, serta tidak
efektifnya koping individu. Bila keadaan ini berat, maka diagnosis
keperawatan bisa berbunyi risiko tinggi cedera, bahkan bisa berupa
konsekuensi paranoia atau gangguan perseptual sensorik.
11
4. Diagnosis keperawatan pada gangguan eliminasi urine adalah berbunyi:
perubahan eliminasi urine yang berhubungan dengan urgensi, frekuensi,
dribbling, nokturia, hesitansi, serta inkontinensia.
Khusus dalam hal inkontinensia adalah berhubungan dengan fecal lith,
defisiensi hormon estrogen, hipertrofi prostat, infeksi traktus, urinaria,
reaksi obat, gangguan kognitif.
Diagnosis keperawatan lainnya adalah risiko tinggi pembatasan intake
cairan. Selain itu, diagnosis yang terkait dengan konsekuensi psikososial
adalah meliputi: ansietas, isolasi sosial, perubahan pola seksualitas, serta
gangguan body image. Sedangkan diagnosis keperawatan yang mengarah
pada konsekuensi fisik akibat inkontinensia adalah meliputi: gangguan
pola tidur, risiko tinggi infeksi, risiko tinggi ganguan integritas kulit.
12
inflamasi, infeksi, penyakit berat, atau menahun/ keterbatasan gerak. Bila
hanya terbatas pada salah satu gangguan fungsi paru, maka diagnosisnya
berbunyi bersihan jalan napas tak efektif. Sedangkan bila penurunan
fungsi paru menganggu ADL, maka diagnosis keperawatannya berbunyi
“intoleransi aktivitas”.
Selanjutnya lansia dengan kondisi uzur atau dengan penyakit kronis akan
mengalami risiko tinggi infeksi, inflamasi, dan tuberculosis sehingga
mudah menularkannya pada lansia lain bila berdiam di panti. Dalam kaitan
ini, maka diagnosis keperawatannya berbunyi “risiko tinggi transmisi
infeksi pada penghuni panti”. Juga diagnosis keperawatan sehubungan
dengan kondisi tersebut di atas berupa perubahan pemeliharaan status
kesehatan tubuh, yaitu bagi lansia yang telah uzur. Terkait dengan
perlunya pemberian tindakan imunisasi, maka diagnosis keperawatan
dapat berbunyi perilaku mencari pengobatan (health seeking behavior).
7. Diagnosis keperawatan pada gangguan mobilitas/keselamatan
Bagi perawat komunitas sering memberi diagnosis keperawatan yang
berbunyi risiko tinggi osteoporosis. Yaitu pada lansia wanita yang berada
pada fase post-menopause diagnosis berbunyi health seeking behavior.
Adapun kegunaannya adalah untuk mencegah osteoporosis karena terdapat
hubungan yang erat dengan penurunan kadar estrogen. Keadaan
osteoporosis tersebut selanjutnya akan berupa risiko tinggi terjadinya
fraktur.
Diagnosis keperawatan lainnya yaitu risiko tinggi jatuh/trauma akibat
gangguan keselamatan/mobilitas yang berhubungan dengan faktor-faktor
penyebab jatuh sebagaimana tertera pada tabel berikut.
13
Faktor Risiko Penyebab Jatuh
Pencahayaan Toilet
Gelap/menyilaukan Tanpa pegangan
Lokasi tombol lampu Ketinggian kloset tak sesuai
14
9. Diagnosis keperawatan pada gangguan tidur/istirahat
Yaitu gangguan tidur (fase awal) atau sering terjaga (selama tidur)
keduanya ini termasuk gangguan pola tidur yang berhubungan dengan rasa
nyeri (misalnya arthritis atau kliien lansia pascabedah), ansietas, depresi,
nokturia, inkontinensia, efek obat, perubahan hormonal selama
menopause, perubahan cuaca lingkungan, atau demensia.
10. Gangguan pengaturan suhu
Diagnosis keperawatan berbunyi risiko tinggi hipotermia (suhu rektal
35,5 C) atau hipertermia (suhu rektal > 37,8 C) yang berhubungan
dengan imobilisasi, usia jompo, efek obat, atau penyakit kronis. Kedua
kondisi ini (hipo atau hipertermia) pada lansia sangatlah riskan, terutama
bila lansia tinggal sendiri, karena akan menimbulkan konsekuensi yang
serius.
11. Diagnosis keperawatan pada gangguan fungsi seksualitas berbunyi
gangguan pola seksualitas yang berhubungan dengan efek obat (misalnya
obat hipertensi), penyakit endokrin/DM, penyakit jantung, kongestif,
gangguan genitor urinaria seperti vaginitis, prostatitis, inkontinensia. Biasa
juga sebagai akibat dari kondisi menahun seperti arthritis.
12. Pemakaian obat pada lansia
Diagnosis keperawatan berbunyi ketidakpatuhan minum obat yang
berhubungan dengan gangguan status fungsional, regimen obat yang serba
rumit, rendahnya dukungan sosial, reaksi obat, miskin/kesulitan
transportasi, dan/atau tak memahami petunjuk obat. Diagnosis untuk
reaksi obat bisa langsung mengarah pada akibat yang ditimbulkannya yang
antara lain berupa: konstipasi, inkontinensia urine, perubahan nutrisi,
gangguan kognitif, gangguan termoregulasi, disfungsi seksualitas,
gangguan pola tidur, gangguan mobilitas fisik, dan risiko tinggi trauma
akibat reaksi obat/hipotensi postural.
15
2.3 Intervensi Keperawatan pada Lansia
Sebelum menuliskan rencana tindakan keperawatan, kaji ulang semua data yang
ada sumber data yang memuaskan meliputi:
c). Keluhan utama klien atau alasan dalam berhubungan dengan pelayanan
kesehatan.
Langkah-langkah Perencanaan
16
Penentuan prioritas diagnosis ini dilakukan pada tahap perencanaan setelah tahap
diagnosis keperawatan. Dengan menentukan diagnosis keperawatan, maka dapat
diketahui diagnosis mana yang akan dilakukan atau diatasi pertama kali atau yang
segera dilakukan. Dalam menentukan prioritas terdapat beberapa pendapat urutan
prioritas, di antaranya:
17
Kebutuhan harga diri, meliputi masalah respek dari keluarga, perasaan
menghargai diri sendiri.
Kebutuhan aktualisasi diri, meliputi masalah kepuasan terhadap
lingkungan.
Tujuan merupakan sinonim dari kriteria hasil yang mempunyai komponen sebagai
berikut: S (Subjek), P (Predikat, K (Kriteria), K (Kondisi, W (Waktu) dengan
penjabaran sebagai berikut:
K: Kata kerja yang dapat diukur atau untuk meentukan tercapainya tujuan.
Contoh :
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan asupan nutris
kurang adekuat akibat anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat
Kriteria : - Meningkatkan masukan oral
- Menunjukkan peningkatan BB
Intervensi :
a. Buat tujuan BB ideal dan kebutuhan nutrisi harian yang adekuat
R/ Nutrisi yang adekuat menghindari adanya malnutrisi
b. Timbang setiap minggu
R/ Deteksi dini perubahan BB dan masukan nutrisi
c. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
R/ Dengan pemahaman yang benar akan memotivasi klien untuk masukan
nutrinya
d. Ajarkan individu menggunakan penyedap rasa (seperti bumbu)
18
R/ aroma yang enak akan membangkitkan selera makan
e. Beri dorongan individu untuk makan bersama orang lain
R/ Dengan makan bersama sama secara psikologis meningkatkan selera makan
f. Pertahankan kebersihan mulut yang baik (sikat gigi) sebelum dan sesudah
mengunyah makanan
R/ dengan situasi mulut yang bersih meningkatkan kenyamanan
g. Anjurkan makan dengan porsi yang kecil tapi sering
R/ Mengurangi perasaan tegang pada lambung
h. Instruksikan individu yang mengalami penurunan nafsu makan untuk
1) Makan-makan kering saat bangun tidur
2) Hindari makanan yang terlalu manis, berminyak
3) Minum sedikit-sedikit melalui sedotan
4) Makan kapan saja bila dapat toleransi
5) Makan dalam porsi kecil rendah lemak dan makan sering
R/ Meningkatkan asupan makanan.
19
d. Perhatikan penggunaan obat-obat jangka panjang yang dapat menyebabkan
imunosupresi
R/ Menurunkan resiko terjadinya infeksi.
20
kekakuan sendi.
d. Berikan masase lembut
R/ meningkatkan relaksasi/mengurangi ketegangan otot
e. Kolaborasi pemberian obat-obatan seperti : aspirin, ibuprofen, naproksin,
piroksikam, fenoprofen
R/ sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi
kekakuan.
Kriteria : klien berada pada perilaku yang aman dan lingkungan yang nyaman
Intervensi :
a. Kaji tingkat kekuatan otot
R / mengatur tindakan selanjutnya
b. Kaji tingkat pergerakan pasif
c. Beri alat bantu sesui kebutuhan
d. Ciptakan lingkungan yang aman (lantai tidak licin)
e. Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dilakukan secara
mandiri.
21
dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan
keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun
demikian, dibanyak lingkungan keperawatan kesehatan, implementasi mungkin
dimulai secara langsung setelah pengkajian. Sebagai contoh, implementasi segera
diperlukan ketika perawat mengidentifikasi kebutuhan klien yang mendesak,
dalam situasi seperti henti jantung, kemtian mendadak dari orang yang dicintai,
atau kehilangan rumah akibat kebakaran.
22
A. Tahap - Tahap/Proses Implementasi Keperawatan
23
diberi tanggal untuk menginformasikan anggota tim perawatan kesehatan yang
lain tentang waktu di mana terjadi perubahan
24
klien menurun atau ketika jumlah klien meningkat. Dalam kedua situasi tingkat
asuhan keperawatan yang dibutuhkan adalah terlalu banyak untuk satu orang
perawat untuk dapat memberikan asuhan dengan aman.
25
2.5 Evalusi Keperawatan pada Lansia
Tahap penilaian atau evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan
gerontik. Penilaian yang dilakukan dengan membandingkan kondisi lansia dengan
tujuan yang ditetapkan pada rencana. Evaluasi dilaksanakan berkesinambungan
dengan melibatkan lansia dan tenaga kesehatan lainnya.
26
d. Menunjang tanggung gugat dan tanggung jawab dalam pelaksanaan
keperawatan.
Jenis Evaluasi menurut Ziegler, Voughan – Wrobel, & Erlen (1986, dalam
Craven & Hirnle, 2003), terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Evaluasi struktur
Evaluasi struktur difokuskan pada kelengkapan tata cara atau keadaan
sekeliling tempat pelayanan keperawatan diberikan. Aspek lingkungan
secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dalam pemberian
pelayanan. Persediaan perlengkapan, fasilitas fisik, rasio perawat-klien,
dukungan administrasi, pemeliharaan dan pengembangan kompetensi staf
keperawatan dalam area yang diinginkan.
b. Evaluasi proses
Evaluasi proses berfokus pada penampilan kerja perawat, dan apakah
perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan merasa cocok, tanpa
tekanan, dan sesuai wewenang. Area yang menjadi perhatian pada evaluasi
proses mencakup jenis informasi yang didapat pada saat wawancara dan
pemeriksaan fisik, validasi dari perumusan diagnosa keperawatan, dan
kemampuan tehnikal perawat.
c. Evaluasi hasil
Evaluasi hasil berfokus pada respons dan fungsi klien. Respons perilaku
lansia merupakan pengaruh dari intervensi keperawatan dan akan terlihat
pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi formatif dilakukan
sesaat setelah perawat melakukan tindakan pada lansia. Evaluasi
hasil/sumatif: menilai hasil asuhan keperawatan yang diperlihatkan dengan
perubahan tingkah laku lansia setelah semua tindakan keperawatan
dilakukan.
Evaluasi ini dilaksanakan pada akhir tindakan keperawatan secara
paripurna. Hasil evaluasi yang menentukan apakah masalah teratasi,
teratasi sebagian, atau tidak teratasi, adalah dengan cara membandingkan
antara SOAP (Subjektive-ObjektiveAssesment-Planning) dengan tujuan
27
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan. S (Subjective) adalah informasi
berupa ungkapan yang didapat dari lansia setelah tindakan diberikan. O
(Objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,
penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan
dilakukan. A (Assessment) adalah membandingkan antara informasi
subjective dan objective dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian
diambil kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak
teratasi. P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analisis.
Contoh: S : Lansia mengatakan sudah menghabiskan makanannya
O : Porsi makan habis, berat badan naik, semula BB=51 kg
menjadi 52 kg
A : Tujuan tercapai
P : Rencana keperawatan dihentikan
28
BAB III
LAMPIRAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
a. Nama : Ny. K
b. Umur : 77 Tahun
c. Alamat : Sidoluhur, Godean, Sleman,
Yogyakarta
d. Pendidikan : SD
e. Tanggal masuk panti werdha : 04 Februari 2014
f. Jenis kelamin : Perempuan
g. Suku : Jawa
h. Agama : Islam
i. Status perkawinan : Janda
j. Tanggal pengkajian : Senin, 07 November 2016
29
g. Klien mengatakan sering pusing, masuk angin dan merasa sakit pada
bagian tengkuknya.
h. Klien mengatakan rasa nyeri yang dirasakan terkadang mengganggu
aktivitasnya.
i. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu banyak melakukan
aktivitas (P)
j. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)
k. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)
l. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)
m. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)
n. Wajah klien tampak meringis saat menahan nyeri.
5. Tinjauan sistem
a. Keadaan umum : Composmentis (E4V5M6).
b. Integumen : Kulit terlihat keriput warna kulit sawo
matang.
30
c. Kepala : Bentuk bulat, distribusi rambut merata,
warna hitam keputihan.
d. Mata : Simetris, sklera berwarna putih,
konjungtiva tidak Anemis.
e. Telinga : Simetris,Tampak bersih, pendengaran baik,
tidak ada benjolan, tidak cairan yang keluar.
f. Mulut & tenggorokan : Mulut bersih, gigi sudah banyak yang
tanggal tersisa tinggal 4 buah, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
g. Leher : Tidak ada pembesaran vena jugularis.
h. Dada : Simetris, tidak ada pembengkakan.
i. Sistem pernafasan : Pernafasan normal, tidak ada masalah
j. Sistem kardiovaskuler : TD 150/80 mmHg
k. Sistem gastrointestinal : Tidak ada masalah, terdengar suara bising
usus, makan 3x sehari hanya bisa menghabiskan 1 porsi, BAB 1x sehari.
l. Sistem perkemihan : BAK lancar 6x sehari, tidak ada
inkontinensia urin.
31
Klien termasuk dalam kategori A karena semuanya masih bisa dilakukan
secara mandiri tanpa pengawasan , pengarahan atau bantuan dari orang
lain di antaranya yaitu makan, kontinensia (BAK,BAB), menggunakan
pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi, pasien tidak menggunakan
alat bantu berjalan.
32
11 Kontrol Bladder (BAK) 10 Frekuensi: 6x sehari
Warna: kuning
12 Olah raga/ latihan 10 Klien mengikuti
senam yang diadakan
PSTW saat pagi hari
13 Rekreasi/ pemanfaatan waktu 10 Jenis: rekreasi keluar
luang 1 tahun sekali dari
bpstw/hanya duduk
saja kadang
mengobrol dengan
teman.
Keterangan:
a. 130 : mandiri
b. 65-125 : ketergantungan sebagian
c. 60 : ketergantungan total
Setelah dikaji didapatkan skor : 130 yang termasuk dalam kategori
mandiri
Interpretasi hasil:
a. Salah 0-3: fungsi intelektual utuh
b. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
33
c. Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9-10: Kerusakan intelektual berat
Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu salah 1 sehingga
disimpulkan Ny. K memiliki fungsi intelektual utuh.
34
a. Pertanyaan benar 2 buah: tak ada,
tetapi
Minta klien untuk menuruti perintah berikut
terdiri dari 3 langkah.
“ ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan
taruh dilantai”
a. Ambil kertas ditangan anda
b. Lipat dua
c. Taruh dilantai
Perintahkan pada klien untuk hal berikut ( bila
aktivitas sesuai perintah nilai 1 point)
a. “tutup mata anda”
Perintahkan pada klien untuk menulis satu
kalimat dan menyalin gambar
b. Tulis satu kalimat
c. Menyalin gambar
*Klien bisa menyebutkan benda yang
ditunjuk pemeriksa. Selain itu, klien bisa
mengambil kertas, melipat jadi dua, dan
menaruh di bawah sesuai perintah. klien dapat
menulis satu kalimat.
Total 29
Nilai
35
daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang?
Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini Ya 0
menyenangkan?
Apakah anda merasa berharga? Ya 1
Apakah anda merasa penuh semangat? Ya 0
Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? Tidak 0
Apakah anda pikir orang lain lebih baik keadaanya daripada Tidak 0
anda?
Jumlah 3
Penilaian:
Nilai 1 jika menjawab sesuai kunci berikut :
a. Tidak i. Ya
b. Ya j. Ya
c. Ya k. Tidak
d. Ya l. Ya
e. Tidak m. Tidak
f. Ya n. Ya
g. Tidak o. Ya
h. Ya
Skor :3
5-9 : kemungkinan depresi
10 atau lebih : depresi
Kesimpulan : Skor yang didapatkan dari hasil pengkajian yaitu 3
sehingga disimpulkan Ny. K kemungkinan depresi.
36
Adekuat
Gerakan/ Masalah Masalah Tidak Ada Sempurna
cubitan Resiko Masalah
Total skor =
22
Keterangan :
Paisien dengan total nilai :
a. <16 mempunyai risiko terkena dekubitus
b. 15/16 risiko rendah
c. 13/14 risiko sedang
d. <13 risiko tinggi
37
2. Minta lansia untuk 2. Hasil pemeriksaan diperoleh <
mencondongkan badannya 6 ichi (5,5 inchi)
ke depan tanpa
melangkahkan kakiknya.
3. Ukur jarak condong antara
tembok dengan punggung
lansia dan biarkan
kecondongan terjadi selama
1 – 2 menit.
KESIMPULAN
Dari hasil skoring pada Ny. K diperoleh hasil skoring total = 5,5 inchi,
maka dapat dikatakan bahwa Ny. K memiliki resiko jatuh.
B. ANALISA DATA
No Data Fokus Etiologi Problem
1 Ds: Ansietas Insomnia
1. Klien mengatakan memiliki penyakit
hipertensi atau tekanan darah tinggi.
2. Saat ini Ny. K masih mengkonsumsi obat
antihipertensi secara rutin.
3. Klien mengatakan sering terbangun pada
malam hari jika ingin BAK sampai 3 kali.
4. Klien mengatakan tidak pernah tidur siang,
karena tidak bisa tidur pada saat siang hari.
5. Klien mengatakan mengalami susah tidur,
gelisah, tetapi tidak banyak pikiran.
Do :
38
terkadang mengganggu aktivitasnya.
3. Klien mengatakan nyeri dirasakan saat terlalu
banyak melakukan aktivitas (P)
4. Nyeri terasa seperti mencengkram (Q)
5. Klien mengatakan nyeri di tengkuk (R)
6. Klien mengatakan skala nyeri 5 (S)
7. Nyeri yang dirasakan hilang timbul (T)
Do :
Do:
1. Klien tampak gemetar saat memegang gelas
berisi susu yang mau dipindahkan ke kamar.
2. Hasil postural hypotensi lebih dari 20 mmHg
pada tekanan diastolik.
3. Hasil reach test <6 inchi
4. Pada saat diminta berdiri dan mengangkat
satu kaki klien hanya melakukan sebentar dan
kembali duduk.
5. Hasil TUG Test 24 detik.
39
D. INTERVENSI
40
3 Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan penyuluhan tentang
keperawatan selama 3x12 jam apa saja bahaya lingkungan
Ny. K tidak mengalami jatuh, yang ada disekitar wisma yang
dengan kriteria: dapat menyebabkan resiko
1. Mampu mengidentifikasi jatuh
bahaya lingkungan yang 2. Anjurkan untuk memakai alat
dapat meningkatkan bantu jalan (jika membutuhkan)
cedera 3. Ajarkan gerakan latihan
2. Mampu menggunakan keseimbangan
alat bantu untuk
menghindari cidera
3. Mampu mempraktekan
gerakan latihan
keseimbangan
A. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
A: Masalah nyeri
kronis belum teratasi
P:
1. Kaji nyeri klien
2. Evaluasi senam
ergonomis
41
Rabu, 16.00 1. Mengkaji nyeri S:
09 klien P: klien
Novem 2. Evaluasi senam mengatakan
ber nyeri mulai
ergonomis
2016 berkurang
3. Mengukur Q: nyeri terasa
TTTV mencengkram
R: nyeri di tengkuk
S: skala 4
T: hilang timbul
A: Masalah nyeri
kronis teratasi sebagian
P:
1. Kaji nyeri klien
2. Motivasi klien
untuk
melakukan
senam
ergonomis
A: Masalah nyeri
42
kronis teratasi sebagian
P:
1. Kaji nyeri klien
2. Motivasi klien
untuk selalu
melakukan
senam
ergonomis
43
sebelum.bangun
tidur.
O:
Klien mampu
melakukan gerakan
senam relaksasi
progresif tetapi
masih sering lupa.
TD : 140/70 mmHg
A:
Masalah
keperawatan
insomnia teratasi
sebagian
P:
Motivasi klien
untuk melakukan
44
relaksasi otot
progresif setiap
hari
O:
Klien mampu
mempraktekkan
kembali senam
seralksasi otot
progresif,
meskipun tidak
berurutan.
TD : 140/70 mmHg
A:
Masalah
keperawatan
insomnia teratasi
sebagian
P:
Motivasi klien
untuk melakukan
relaksasi otot
progresif setiap
hari
45
(Cindy PS. H.J)
O:
Klien tampak
mampu
mempraktekkan
latihan
keseimbangan.
A:
Masalah
keperawatan resiko
jatuh teratasi
sebagian.
P:
Evaluasi latihan
keseimbangan.
46
Rabu, 9 13.00 1. Mengevaluasi S:
Agustu latihan Klien mengatakan
s keseimbangan. masih ingat
2016 sebagian gerakan
latihan
keseimbangan.
O:
Klien mampu
mempraktekkan
latihan
keseimbangan,
meskipun gerakan
yang lainnya masih
lupa.
A:
Masalah
keperawatan resiko
jatuh teratasi
sebagian.
P:
Motivasi klien
untuk latihan
keseimbangan.
47
Kamis, 13.00 1. Mengevaluasi S:
10 latihan Klien mengatakan
Agustu keseimbangan. belum perlu
s menggunakan alat
2016 bantu untuk
berjalan.
O:
Klien masih
mampu berjalan
tanpa
menggunakan alat
bantu.
A:
Masalah
keperawatan resiko
jatuh teratasi
sebagian.
P:
Motivasi klien
untuk latihan
keseimbangan.
48
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
a. Tahap pengkajian
b. Tahap diagnosa
c. Tahap perencanaan
d. Tahap tindakan
e. Tahap evaluasi
f. Tahap dokumentasi
342 Saran
49
DAFTAR PUSTAKA
50