Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asfiksia neonatorum termasuk dalam bayi baru lahir dengan risiko tinggi kematian bayi.

Salah satu penyebab asfiksia pada bayi baru lahir adalah anemia pada ibu, anemia dalam

kehamilan menyebabkan pengangkutan oksigen ke jaringan dan janin terganggu (Wanti,

2015).

Insiden asfiksia neonatorum di negara berkembang lebih kurang 4 juta bayi baru lahir

menderita asfiksia sedang atau berat dari jumlah tersebut 20% diantaranya meninggal dunia

(Dewi, 2005).

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas spontan

dan teratur dalam 1 menit setelah lahir. Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu

dengan kelahiran kurang bulan, dan kelahiran lewat waktu. Secara umum banyak faktor yang

dapat menimbulkan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir, baik itu faktor dari ibu seperti

(primi tua, riwayat obstetrik jelek, grande multipara, masa gestasi, anemia dan penyakit ibu,

ketuban pecah dini, partus lama, panggul sempit, infeksi intrauterine, faktor dari janin yaitu

gawat janin, kehamilan ganda, letak sungsang, letak lintang, berat lahir, dan faktor dari

plasenta (Rahmawati dkk, 2016).

Kematian bayi baru lahir berhubungan erat dengan komplikasi obstetrik dan status

kesehatan ibu yang rendah selama kehamilan dan persalinan, sebab kematian neonatal

1
utama adalah asfiksia neonatal sebesar 37% , prematuritas 34%, sepsis 12%, hipotermi

7%, kelainan darah 6%, postmatur 3% dan kelainan kongenital sebesar 1% (Riset kesehatan

Dasar, 2007).

Menurut World Health Organization (WHO), persentase tertinggi penyebab kematian

ibu adalah perdarahan (28%) dan infeksi, yang dapat disebabkan anemia dan kekurangan

energi kronis (KEK). Di berbagai negara kejadian ini berkisar kurang 10% sampai hampir

60% (Prawirohardjo, 2006).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, terdapat 37,1% ibu hamil

anemia, yaitu ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 11,0 gram%, dengan proporsi yang

hampir sama antara di kawasan perkotaan (36,4%) dan perdesaan (37,8%). Tingginya angka

tersebut disebabkan antara lain oleh keadaan kesehatan dan gizi ibu yang rendah selama

kehamilan

Enam penyebab tingginya angka kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan,

eklampsia, aborsi tidak aman (unsafe abortion), partus lama, dan infeksi. Faktor yang lain

yang meningkatkan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah buruknya gizi perempuan, yang

dikenal dengan Kekurangan Energi Kronik (KEK), dan anemia (Sadli, 2010).

Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator dalam mengukur status gizi

masyarakat. Jika masukan gizi untuk ibu hamil dari makanan tidak seimbang dengan

kebutuhan tubuh maka akan terjadi defisiensi zat gizi. Angka Kematian Ibu menjadi salah

satu indikator penting dalam menentukan derajat kesehatan masyarakat. Berdasarkan data

World Health Organization (WHO) pada tahun 2005 di negara-negara maju angka kematian

maternal berkisar antara 5-10 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di negara-negara

2
sedang berkembang berkisar antara 750-1000 per 100.000 kelahiran hidup (Winkjosastro,

2005).

Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu.

Menurut WHO sekitar 40% kematian ibu dinegara berkembang berkaitan dengan anemia

pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan disebabkan oleh perdarahan akut

dan status gizi yang buruk. (Aminin dkk, 2014).

Prevalensi anemia pada wanita hamil di Indonesia berkisar 20-80%, tetapi pada

umumnya banyak penelitian yang menunjukkan prevalensi anemia pada wanita hamil yang

lebih besar dari 50%. Juga banyak dilaporkan bahwa prevalensi anemia pada trimester III

berkisar 50-79%. Affandi (1999) menyebutkan bahwa anemia gravidarum di Indonesia

berdasarkan data Departemen Kesehatan tahun 1990 adalah 60%. Prevalensi tersebut

meningkat dengan bertambahnya paritas. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan

bahwa prevalensi anemia pada kehamilan secara global 55% dimana secara bermakna tinggi

pada trimester ketiga dibandingkan dengan trimester pertama dan kedua kehamilan.

Di seluruh dunia frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi, berkisar antara 10%

dan 20%. Karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting dalam

timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi itu lebih tinggi lagi di negera

berkembang daripada negera maju (Prawirohardjo, 2009).

Anemia dalam kehamilan menyebabkan pengangkutan oksigen ibu dan janin

terganggu. Gangguan ini dapat menyebabkan hipoksia pada janin yang berada di dalam

kandungan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke

janin, akan terjadi asfiksia neonatorum. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan,

persalinan, atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini

3
merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan

persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang

timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin

dan berakhir dengan asfiksia neonatorum (Hasan, 2007).

Berdasarkan latar belakang diatas kemudian peneliti melakukan studi pendahuluan di

RSB Permata Hati Dampit pada tanggal 10 Februari 2018 dan didapatkan dari 6 bayi yang

lahir 4 bayi mengalami asfiksia yang disebebkan oleh status gizi ibu yang kurang dan ibu

mengalami anemia. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang hubungan status

gizi dan anemia dengan kejadian asfiksia neonatorum.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan status gizi dan anemia dengan

kejadian asfiksia neonatorum.

1.3 Hipotesis Penelitian

Diduga ada hubungan status gizi dan anemia dengan kejadian asfiksia neonatorum.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Status Gizi

A. Definisi Gizi

Gizi adalah suatu proses penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh

suatu organisme melalui proses digesti, absobsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan

pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan

dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi.

Gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu

menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses-proses

kehidupan (Almatzier, 2006).

Gizi adalah makanan yang dikonsumsi individu dalam satu hari yang beraneka ragam

dan mengandung zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur sesuai dengan kebutuha

hidupnya (Path, 2005).

5
B. Manfaat Gizi

1. Sebagai zat tenaga. Gizi menghasilkan tenaga atau energi, sumber : karbohidrat, lemak

dan protein

2. Sebagai zat pembangun. Untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan organ-organ serta

menggantikan jaringan yang rusak, sumber protein.

3. Sebagai zat pengatur. Untuk mengatur metabolisme tubuh, sumber vitamin, mineral dan

air (Djaeni, 2006).

C. Jenis-Jenis Gizi

1. Karbohidrat dan Lemak

Sebagai zat pengatur tenaga untuk menghasilkan kalori. Makanan yang kaya

karbohidrat merupakan bahan bakar otak yang amat penting agar otak dapat berfungsi

secara optimal. Ini semua bisa didapatkan dari berbagai jenis kacang-kacangan, kentang,

buah-buahan, seperti pisang, serta sayur-sayuran misalnya daun ubi jalar.

2. Protein

Ibu hamil memerlukan konsumsi protein lebih banyak dari biasanya. Berdasarkan

angka kecukupan gizi tahun 2004, selama hamil ibu memerlukan tambahan protein

sebesar 17 gram per hari. Pemenuhan protein bersumber hewani lebih besar dari pada

kebutuhan protein nabati, sehingga ikan, telur, daging, susu perlu lebih banyak dikonsumsi

dibandingkan tahu, tempe dan kacang.

3. Vitamin

Vitamin mempunyai peranan penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan

protein melalui ko-enzim sebagai katalisator. Dengan demikian vitamin mempunyai

peranan penting dalam penyediaan energi untuk pertumbuhan.

6
4. Asam Folat

Kebutuhan asam folat selama hamil menjadi dua kali lipat. Asam folat dibutuhkan

untuk perkembangan sel-sel muda, pematangan sel darah merah, sintesis DNA, dan

metabolisme energi. Kekurangan asam folat juga berkaitan dengan BBLR.

5. Zat Besi

Kebutuhan akan zat besi pada perempuan hamil meningkat hingga 200-300%. Sekitar

1040 mg ditimbun selama hamil, sebanyak 300 mg ditransfer ke janin, 200 mg hilang

saat melahirkan, 50-75 mg untuk pembentukan plasenta dan 450 mg untuk pembentukan

sel darah merah.

6. Yodium

Kekurangan yodium pada ibu hamil akan mengakibatkan janin mengalami

hipotiroid yang selanjutnya berkembang menjadi kretinisme. Kekurangan yodium juga

dapat mengakibatkan bayi lahir mati, aborsi, serta meningkatkan kematian bayi dan

perinatal. Kebutuhan yodium dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi garam beryodium

serta konsumsi bahan makanan yang bersumber dari laut.

7. Kalsium

Berdasarkan angka kecukupan gizi tahun 2004, konsumsi kalsium yang dianjurkan

bagi ibu hamil adalah sebanyak 950 mg per hari. Sumber utama kalsium adalah susu dan

hasil olahannya. Selain untuk tulang, kalsium juga dibutuhkan untuk mencegah

preeklamsia atau tekanan darah tinggi pada ibu hamil yang dapat menyebabkan kejang

pada ibu, prematuritas, bahkan kematian.

8. Magnesium

7
Magnesium terdapat pada berbagai jenis bahan makanan terutama serelia dan sayur

mayur hijau, dan dapat mencegah terjadinya osteoporosis.

9. Seng

Seng merupakan bagian dari banyak metaloenzim dan sebagai ko-enzim pada

berbagai sistem enzim. Sumber utama seng berasal dari hewani, seperti daging, ikan,

kerang, ayam, telur. Hasil studi menunjukan bahwa rendahnya kadar seng pada ibu hamil

dapat menyebabkan persalinan yang abnormal dan BBLR.

D. Gizi yang Diperlukan Ibu Hamil

Saat hamil seorang calon ibu membutuhkan gizi untuk dirinya sendiri dan janin

dalam kandungannya. Oleh karena itu tentu perlu makan yang lebih banyak dan makan

makanan yang bergizi. Tidak ada pantangan bagi ibu hamil. Makanlah makanan yang

bervariasi agar terpenuhi segala kebutuhan akan zat gizi dari karbohidrat, lemak, protein,

berbagai vitamin dan mineral.

Oleh sebab itu wanita hamil menunjukkan kenaikan berat badan yang cukup banyak,

baik bagi komponen janin maupun bagi dirinya sendiri, maka sangat dianjurkan untuk dapat

mengkonsumsi makanan tambahan seperti energi, protein, dan berbagai vitamin dan

mineral.

1. Energi

Umumnya seorang ibu hamil akan bertambah berat badannya sampai 12,5 kg,

tergantung dari berat badan sebelum hamil. Rata-rata ibu hamil memerlukan tambahan

300 kkal/hari.

2. Protein

8
Protein diperlukan sebagai zat pembangun alias yang membangun jaringan tubuh

janin ibu hamil memerlukan asupan protein 60 gr per hari, yang berasal dari daging, ikan,

susu, telur, tahu, tempe, dan kacang-kacangan.

3. Vitamin dan mineral

Berfungsi sebagai membantu pertumbuhan kulit, tulang, gigi, dan pembentukan

jaringan tubuh janin, sumbernya berasal dari sayuran, buah-buahan dan susu.

4. Asam folat

Asam folat termasuk kelompok vitamin B yang bermanfaat untuk mengurangi

NTD (Nueral Tubes Defects) atau kelainan susunan saraf pusat. Sangat disarankan untuk

dikonsumsi ibu hamil karena pembentukan susunan saraf pusat akan dimulai di awal

kehamilan. Sumbernya antara lain brokoli, gandum, kacang-kacangan, jeruk, strowberi,

dan bayam.

5. Zat besi

Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat mengganggu metabolisme energi

sehingga dapat menurunkan kemampuan kerja organ tubuh. Yang pada akhirnya akan

mempengaruhi perkembangan janin. Sumber makanan yang mengandung zat besi antara

lain daging, hati, telur, kacang-kacangan dan sayuran hijau.

6. Kalsium

Kalsium semakin dibutuhkan ibu hamil saat memasuki trimester kedua dan ketiga

kehamilan. Pada masa ini lah proses pembentukan tulang dan giginya. Kebutuhannya

sekitar 1.200 mg per hari. Ada banyak sumber kalsium diantaranya telur, susu, ikan teri,

ikan salmon, sarden, sayuran bewarna hijau, kacang-kacangan, dan wijen.

E. Pedoman Makan Bagi Ibu Hamil

9
1. Jangan biarkan perut kosong, usahakan makan dalam porsi kecil tapi sering.

2. Pilih makanan yang hangat-hangat karena bisa membuat lambung yang terasa pedih

seperti terelaksasi.

3. Saat bangun pagi, jika belum nafsu makan, makanlah biscuit dengan teh hangat, tapi tetap

coba untuk sarapan.

4. Bila ibu merasa sering kembung, hindari makanan yang dapat memicu kembung.

5. Batasi mengkonsumsi masakan bersantan, ketan, nangka, sayur asem, buah-buahan yang

asam atau yang dapat mengiritasi lambung.

6. Perbanyak minum, sedikitnya 10-12 gelas per hari.

7. Hindari kafein, alkohol, dan ikan mentah.

8. Umumnya ibu hamil butuh darah lebih banyak, untuk itu makanlah makanan yang

mengandung zat besi, seperti sayuran hijau, tahu, tempe, kacang-kacangan, telur, ikan

dan daging.

9. Penting pula bagi ibu hamil untuk makan buah-buahan segar, bagus untuk menyuplai

vitamin (Syaifudin, 2009).

F. Akibat Ibu Hamil yang Kekurangan Gizi

Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik

pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini.

1. Terhadap ibu

Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu

antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan

terkena penyakit infeksi.

2. Terhadap persalinan

10
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan

sulit dan lama, persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan,

serta persalinan dengan operasi cenderung meningkat.

3. Terhadap janin

Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin

dan dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat

bawaan, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan

berat badan rendah (BBLR).

2.1 Konsep Anemia

A. Definisi Anemia

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin di bawah 11

gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin < 10,5 gr% pada trimester II ( Depkes RI,

2009 ).

Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunnya

hemoglobin, sehingga kapasitas daya angkut oksigen untuk kebutuhan organ-organ vital pada

ibu dan janin menjadi berkurang. Selama kehamilan, indikasi anemia adalah jika konsentrasi

hemoglobin kurang dari 10,50 sampai dengan 11,00 gr/dl (Varney, 2006 ).

Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang

kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Konsentrasi

hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan, pada awalkehamilan dan kembali

menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki

cadangan besi adalah 11g/dl atau lebih. Atas alasantersebut, Centers for disease control

11
(1990) mendefinisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester

pertama dan ketiga, dan kurang dari10,5 g/dl pada trimester kedua (Suheimi, 2007).

Hemoglobin (Hb) yaitu komponen sel darah merah yang berfungsi menyalurkan

oksigen ke seluruh tubuh, jika Hb berkurang, jaringan tubuh kekurangan oksigen. Oksigen

diperlukan tubuh untuk bahan bakar proses metabolisme. Zat besi merupakan bahan baku

pembuat sel darah merah. Ibu hamil mempunyai tingkat metabolisme yang tinggi misalnya

untuk membuat jaringan tubuh janin, membentuknya menjadi organ dan juga untuk

memproduksi energi agar ibu hamil bisa tetap beraktifitas normal sehari – hari.

Fungsi Hb merupakan komponen utama eritrosit yang berfungsi membawa oksigen

dan karbondioksida. Warna merah pada darah disebabkan oleh kandungan Hb yang

merupakan susunan protein yang komplek yang terdiri dari protein, globulin dan satu

senyawa yang bukan protein yang disebut heme. Heme tersusun dari suatu 6 senyawa lingkar

yang bernama porfirin yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi heme

adalah senyawa-senyawa porfirin-besi, sedangkan hemoglobin adalah senyawa komplek

antara globin dengan heme ( Masrizal, 2007).

B. Penyebab Anemia Pada Ibu Hamil

Penyebab anemia umunya adalah kurang gizi, kurang zat besi, kehilangan darah saat

persalinan yang lalu, dan penyakit – penyakit kronik (Mochtar, 2004).

Dalam kehamilan penurunan kadar hemoglobin yang dijumpai selama kehamilan

disebabkan oleh karena dalam kehamilan keperluan zat makanan bertambah dan terjadinya

perubahan-perubahan dalam darah : penambahan volume plasma yang relatif lebih besar

daripada penambahan massa hemoglobin dan volume sel darah merah. Darah bertambah

banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia. Namun

12
bertambahnya sel-sel darah adalah kurang jika dibandingkan dengan bertambahnya plasma

sehingga terjadi pengenceran darah. Di mana pertambahan tersebut adalah sebagai berikut :

plasma 30%, sel darah 18%, dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai

penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita hamil

tersebut. Pengenceran ini meringankan beban jantung yang harusbekerja lebih berat dalam

masa hamil, karena sebagai akibat hipervolemia tersebut, keluaran jantung (cardiac output)

juga meningkat. Kerja jantung ini lebih ringan apabila viskositas darah rendah. Resistensi

perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik (Wiknjosastro, 2005).

Selama hamil volume darah meningkat 50 % dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat

sedikit menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini lebih

kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk

memenuhi kebutuhan perfusi dari uteroplasenta. Ketidakseimbangan antara kecepatan

penambahan plasma dan penambahan eritrosit ke dalam sirkulasi ibu biasanya memuncak

pada trimester kedua.

C. Gejala Anemia Pada Ibu Hamil

Ibu hamil dengan keluhan lemah, pucat, mudah pingsan, dengan tekanan darah dalam

batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi besi. Dan secara klinis dapat dilihat tubuh

yang pucat dan tampak lemah (malnutrisi). Guna memastikan seorang ibu menderita anemia

atau tidak, maka dikerjakan pemeriksaan kadar Hemoglobin dan pemeriksaan darah tepi.

Pemeriksaan Hemoglobin dengan spektrofotometri merupakan standar (Wiknjosastro, 2005).

Proses kekurangan zat besi sampai menjadi anemia melalui beberapa tahap: awalnya

terjadi penurunan simpanan cadangan zat besi dalam bentuk fertin di hati, saat konsumsi zat

besi dari makanan tidak cukup, fertin inilah yang diambil. Daya serap zat besi dari makanan

13
sangat rendah, Zat besi pada pangan hewan lebih tinggi penyerapannya yaitu 20 – 30 %

sedangkan dari sumber nabati 1-6 %. Bila terjadi anemia, kerja jantung akan dipacu lebih

cepat untuk memenuhi kebutuhan O2 ke semua organ tubuh, akibatnya penderita sering

berdebar dan jantung cepat lelah. Gejala lain adalah lemas, cepat lelah, letih, mata berkunang

kunang, mengantuk, selaput lendir , kelopak mata, dan kuku pucat.

D. Derajat anemia pada ibu hamil dan penentuan kadar hemoglobin

Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari

11,00 gr%. Menururt Word Health Organzsation (WHO) anemia pada ibu hamil adalah

kondisi ibu dengan kadar Hb < 11 % . Anemia pada ibu hamil di Indonesia sangat bervariasi,

yaitu:

1. Tidak anemia : Hb >11 gr%

2. Anemia ringan : Hb 9-10.9 gr%

3. Anemia sedang : Hb 7-8.9 gr%

4. Anemia berat : Hb < 7 gr% ( Depkes, 2009 ; Shafa, 2010).

Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO ialah dengan cara cyanmet, namun cara

oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara cyanmet. Sampai saat

ini baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih menggunakan alat Sahli. Dan

pemeriksaan darah dilakukan tiap trimester dan minimal dua kali selama hamil yaitu pada

trimester I dan trimester III ( Depkes , 2009)

E. Pengaruh anemia terhadap kehamilan

1. Pengaruh anemia pada kehamilan.

Risiko pada masa antenatal: berat badan kurang, plasenta previa, eklamsia,

ketuban pecah dini, anemia pada masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan

14
lemah, perdarahan intranatal, shock, dan masa pascanatal dapat terjadi subinvolusi.

Sedangkan komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus : premature, apgar scor rendah,

gawat janin.

2. Bahaya pada Trimester II dan trimester III

Anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature, perdarahan ante

partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai

kematian, gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hingga

kematian ibu (Mansjoer dkk., 2008 ).

3. Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan,

Dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir dengan anemia,

persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguan

perjalanan persalinan perlu tindakan operatif (Mansjoer dkk., 2008). Anemia kehamilan

dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga akan mempengaruhi ibu saat

mengedan untuk melahirkan bayi.

Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan: gangguan his-kekuatan

mengejan, Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II

berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi

kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum akibat

atonia uteri, Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri.

4. Pada kala nifas

Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan

infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kosrdis mendadak

15
setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae ( Shafa, 2010 ;

Saifudin, 2006)

5. Pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan

berat badan bayi lahir yang rendah, yaitu sebesar 38,85%, merupakan penyebab

kematian bayi. Sedangkan penyebab lainnya yang cukup banyak terjadi adalah kejadian

kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas secara

spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu

27,97%.

Hal ini menunjukkan bahwa 66,82% kematian perinatal dipengaruhi pada kondisi

ibu saat melahirkan. Jika dilihat dari golongan sebab sakit, kasus obstetri terbanyak pada

tahun 2005 adalah disebabkan penyulit kehamilan, persalinan dan masa nifas lainnya yaitu

56,09% (Depkes, 2009).

F. Pencegahan Dan Penanganan Anemia Pada Ibu Hamil

Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan cara:

meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah

cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya.

Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi, memakan

beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang

dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C

sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4

dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses

pemasakan 50- 80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa

16
menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin ( Wiknjosastro, 2005 ;

Masrizal, 2007).

2.2 Konsep Asfiksia Neonatorum

A. Definisi

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan

dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami

asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu

hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau

sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007).

Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara

spontan dan teratur segera setelah lahir disertai dengan hipoksemia (tekanan O2 rendah),

hiperkapnea (tekanan CO2 meningkat), dan berakhir dengan asidosis. Asfiksia neonatorum

merupakan salah satu penyebab kematian bayi baru lahir. WHO melaporkan kematian bayi

yang disebabkan oleh asfiksia sekitar 28% (WHO, 2002).

Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara

spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan

hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan,

atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila

penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi

bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang

mungkin timbul.

B. Etiologi / Penyebab Asfiksia

17
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah

uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam

rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir.

Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru

lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:

1. Faktor Ibu

a. Preeklampsia dan eklampsia

b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)

c. Partus lama atau partus macet

d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)

e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)

2. Faktor Tali Pusat

a. Lilitan tali pusat

b. Tali pusat pendek

c. Simpul tali pusat

d. Prolapsus tali pusat

3. Faktor Bayi

a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,

ekstraksi forsep)

c. Kelainan bawaan (kongenital)

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

C. Klasifiasi Asfiksia Neonatorum

18
1. Asfiksia neonatorum ringan : Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak

memerlukan tindakan istimewa

2. Asfiksia neonatorum sedang : Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat

frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek

iritabilitas tidak ada.

3. Asfisia neonatorum berat : Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-

kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi

jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi

jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik sama asfiksia berat

D. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis

Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan

persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan

atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi

sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai

suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi.

Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada

dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.

Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa

pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut

dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen

tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat

19
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan

diantaranya :

1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.

2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.

3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya

resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi

tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998)

E. Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia

1. Tidak bernafas atau bernafas megap-megap

2. Warna kulit kebiruan

3. Kejang

4. Penurunan kesadaran

5. DJJ lebih dari 16Ox/mnt/kurang dari lOOx/menit tidak teratur

6. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

F. Diagnosis

Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia

janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya

tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :

1. Denyut jantung janin

Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi

apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih

jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya

2. Mekonium dalam air ketuban

20
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala

mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium

dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri

persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil

pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.

Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2

hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.

(Wiknjosastro, 1999)

G. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,

menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan

resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian

tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.

Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda

penting, yaitu :

1. Penafasan

2. Denyut jantung

3. Warna kulit

Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau

membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan

menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera

21
ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif

(VTP).

2.4 Hubungan Status gizi dan anemia dengan asfiksia neonatorum

Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan

energi dan zat gizi lainya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi

tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya

organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan

zat gizi tertentu yang diperlukan saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna

(Kustiyanasari, 2010).

Masalah gizi seimbang di Indonesia masih merupakan masalah yang cukup berat.

Kekurangan atau kelebihan makanan pada masa hamil dapat berakibat kurang baik bagi ibu

dan janin (Ariga, 2012).

Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin

yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil

kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan

normal. Dengan kata lain bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu

sebelum dan selama hamil (Zhuhaida, 2008).

Jika ibu hamil tidak mendapat gizi yang cukup selama hamil, maka bayi yang

dikandungnya akan kekurangan gizi. Meski sudah cukup bulan, bayi tersebut lahirnya BBLR

(berat bayi lahir rendah). Saat menyusui juga akan kekurangan ASI. Ibu hamil dianjurkan

mengkonsumsi protein sekitar 2-2,5 gram/kg. Untuk pertumbuhan maupun aktivitas janin

memerlukan makanan yang disalurkan melalui plasenta, untuk ibu hamil harus mendapat gizi

yang cukup untuk diri dan janinnya.

22
Anemia pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan terkait dengan insidennya yang

tinggi dan komplikasi yang dapat timbul baik pada ibu maupun pada janin. Di dunia 34 %

ibu hamil dengan anemia dimana 75 % berada di negara sedang berkembang (WHO, 2005

dalam Syafa, 2010). Ibu hamil dengan anemia sebagian besar sekitar 62,3 % berupa anemia

defisiensi besi (ADB) (Wiknjosastro, 2005).

Pada ibu hamil dengan anemia terjadi gangguan penyaluran oksigen dan zat makanan

dari ibu ke plasenta dan janin, yang mempengaruhi fungsi plasenta. Fungsi plasenta yang

menurun dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin. Anemia pada ibu hamil

dapat mengakibatkan gangguan tumbuh kembang janin, abortus, partus lama, sepsis

puerperalis, kematian ibu dan janin (Cunningham et al., 2005; Wiknjosastro, 2005),

meningkatkan risiko berat badan lahir rendah (Karasahin et al, 2006; Simanjuntak, 2008),

asfiksia neonatorum (Budwiningtjastuti dkk., 2005), prematuritas (Karasahin et al., 2006).

Pertumbuhan janin dipengaruhi oleh ibu, janin, dan plasenta. Plasenta berfungsi untuk

nutritif, oksigenasi, ekskresi (Wiknjosastro, 2005). Kapasitas pertumbuhan berat janin

dipengaruhi oleh pertumbuhan plasenta, dan terdapat korelasi kuat antara berat plasenta

dengan berat badan lahir.

Selain dampak tumbuh kembang janin, anemia pada ibu hamil juga mengakibatkan

terjadinya gangguan plasenta seperti hipertropi, kalsifikasi, dan infark, sehingga terjadi

gangguan fungsinya. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin

(Wiknjosastro, 2005).

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia pada ibu hamil

seperti perbaikan asupan gizi, program pemberian besi, dan pemberian preparat besi jauh

sebelum merencanakan kehamilan. Akan tetapi upaya-upaya 3 tersebut belum memuaskan.

23
Hal ini berarti bahwa selama beberapa warsa ke depan masih tetap akan berhadapan dengan

anemia pada ibu hamil.

Gangguan pertumbuhan dan fungsi plasenta pada ibu hamil dengan anemia terkait

kuat dengan kelangsungan hidup janin. Berat lahir plasenta dapat mencerminkan fungsi dan

tumbuh kembang plasenta itu sendiri dan tumbuh kembang plasenta terkait dengan berat

badan lahir.

Anemia dalam kehamilan menyebabkan pengangkutan oksigen ibu dan janin

terganggu. Gangguan ini dapat menyebabkan hipoksia pada janin yang berada di dalam

kandungan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke

janin, akan terjadi asfiksia neonatorum. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan,

persalinan, atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini

merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan dan

persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang

timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin

dan berakhir dengan asfiksia neonatorum.

24
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian, yang

memunginkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang biasa mempengaruhi akurasi

suatu hasil (Sugiyono, 2014).

Dalam penelitian ini, menggunakan metode penelitian Kuantitatif. Penelitian

kuantitatif adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian–bagian dan fenomena

serta hubungan–hubungannya. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional karena

metode ini cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk

penelitian (Sugiyono, 2014).

Metode pengumpulan data berdasarkan pendekatan cross sectional. Metode cross

sectional merupakan rencana penelitian dengan melakukan pengukuran dan pengamatan

pada saat bersamaan (Sugiyono, 2014).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini bertempat di RSB. Permata Hati Dampit. Penelitian ini

diperkirakan akan dilakukan pada bulan Agustus-September 2018.

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau

kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari

dan ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2014).

1. Variabel Bebas (Independen)

25
Variabel bebas yaitu merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya

berubahnya variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah status

gizi (X1), Anemia (X2).

2. Variabel Terikat (Dependen)

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya

variabel independen. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kejadian asfiksia

neonatorum (Y).

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian, variabel tersebut perlu sekali diberi

batasan yang disebut dengan definisi operasional variabel. Definisi operasional adalah

mengidentifikasi variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati

memungkinkan peneliti melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

objek atau fenomena (Sugiyono, 2014).

Definisi operasional dibuat dalam bentuk tabel untuk memudahkan pengumpulan data

dan menghindari perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel sehingga

lebih mudah untuk dipahami (Sugiyono, 2014). Definisi operasional dalam penelitian ini

dijelaskan seperti pada tabel:

Tabel. 3.1. Definisi Operasional Variabel Hubungan status gizi dan anemia dengan kejadian

asfiksia neonatorum di RSB Permata Hati Dampit

Konsep Variabel Indikator Item Skor

Hubungan Status gizi 1. Kenaikan berat a. ≤ 7 kg 3

status gizi ibu hamil badan ibu b. 7-9 kg 2

dan anemia (X1) selama hamil c. ≥ 10 kg 1

dengan

26
kejadian 2. Lingkar lengan a. ≤ 22 cm 3

asfiksia ibu saat hamil b. 22-23,5 cm 2

neonatorum c. ≥ 23,5 cm 1

di RSB

Permata Hati 3. Frekuensi a. 1x sehari / tidak 3

Dampit makan dalam makan

satu hari b. 2x sehari 2

c. ≥ 3x sehari 1

4. Jenis makanan a. Makan nasi dan 1 3

jenis lauk pauk

b. Makan nasi, 2

jenis lauk pauk, 2

dan susu

Anemia 1. Kadar HB a. < 7 gr% 3

pada ibu b. 9-10 gr% 2

hamil (X2) c. >11gr% 1

a. Pucat kekuningan 3

2. warna wajah b. Pucat

atau muka c. Tidak pucat. 2

27
1

3. Warna a. Sangat pucat

konjungtiva b. Pucat tapi masih

ada bagian yang

berwarna merah

c. merah muda

4. Tanda tanda a. Ibu sering merasa

anemia pusing, mual

muntah letih dan

lesu

b. Ibu merasa pusing

dan letih

c. Ibu tidak merasa

pusing, mual

muntah letih dan

lesu

5. Minumam yang a. Makan nasi, 2 jenis

dikonsumsi lauk pauk, susu

dan buah

b. Bersoda

28
c. Kopi dan the

6. Porsi makan a. ½ piring tidak

habis

b. ½ piring habis

c. Satu piring habis

Asfiksia 1. Penilaian sesaat a. Tangis kuat, 3

neonatorum gerak aktif,

(Y2) seluruh tubuh

kemerah-merahan

b. Sedikit gerakan

mimik, 2

ekstremitas dalam

sedikit fleksi,

ekstremitas biru

dan badan merah

c. Tidak menangis,

lumpuh atau tidak 1

ada gerakan,

seluruh tubuh

pucat

29
2. Frekwensi detak a. 120 – 160 3

jantung kali/menit

b. < 100 – 120 2

kali/menit

c. Tidak teratur 1

3. Air ketuban a. Jernih 3

b. Keruh 2

c. Mekonium 1

4. Kondisi a. Saat pembukaan 3

pecahnya air lengkap

ketuban b. Pada pembukaan 2

1 -10

c. Sebelum ada 1

pembukaan

3.4 Populasi dan Sampel serta Teknik Pengambilan Sampel

Populasi adalah seluruh objek penelitian (Notoatmodjo, 2005). Menurut Setiawan

(2010), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

30
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini yang akan dijadikan populasi

adalah semua ibu postpartum di RSB Permata Hati Dampit.

Sampel adalah perwakilan dari seluruh objek yang akan diteliti (Notoatmodjo,

2005). Sampel dalam penelitian ini ibu bersalin yang bayinya mengalami asfiksia

neonatorum.

Menurut Sugiyono (2014) teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel.

Dalam Notoatmodjo (2005) juga dijelaskan bahwa sampling adalah cara atau teknik dalam

pengambilan sampel sehingga sampel tersebut dapat mewakili populasinya.

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling jenuh

yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai

responden atau sampel (Sugiyono, 2014).

3.5 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses

pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer sehingga disebut juga

data tangan pertama dan data primer diperoleh langsung dari subjek peneliti dengan

menggunakan alat pengukur atau pengambilan data langsung pada subjek sebagai pemberi

informasi yang dicari. Pengumpulan data primer dilakukan mengan metode kuesioner.

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono,

2014). Tipe kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berbentuk

31
pilihan, dimana jawabannya telah disediakan (closed ended item), responden tinggal

memilih jawaban yang telah tersedia (Notoatmodjo, 2012).

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

malakukan (Sugiyono, 2014) :

1. Observasi

Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila

dibandingkan dengan teknik lain, yaitu wawancara dan kuesioner selalu berkomunikasi

dengan orang, maka observasi tidak terbatas pada orang tetapi juga objek-objek alam

yang ada.

2. Kuesioner (Angket)

Kuesioner merupakan salah satu alat pengumupulan data melalui pengajuan

pertanyaan tertulis serta menjawab oleh responden secara tertulis pula.

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan untuk menghimpun berbagai informasi dan data yang

diambil dari dokumen-dokumen atau arsip-arsip yang berkaitan dengan fokus penelitian.

Dokumen digunakan sebagai sumber data lain yang bersifat melengkapi data utama

yang releven dengan masalah dan fokus penelitian.

3.6 Analisa Data

Analisis data merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap data yang telah

dikumpulkan dengan tujuan gambaran hasil penelitian dapat diperoleh, hipotesis penelitian

dapat dibuktikan dan kesimpulan penelitian secara umum dapat diperoleh (Notoatmojo,

2012).

32
Pada penelitian ini langkah – langkah analisa yang dilakukan adalah data dikumpulkan,

kemudian diberikan penilaian pada data sesuai variabel masing – masing kemudian

ditabulasikan, selanjutnya dianalisa secara kuantitatiff. Dalam penelitian ini data yang

terkumpul dengan bantuan program SPSS for windows, dengan tujuan untuk memudahkan

data yang akan diklarifikasikan dalam kategori – kategori.

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan regresi. Metode analisis

yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda. Analisis regresi

berganda dipakai untuk menghitung besarnya pengaruh secara kuantitatif dari suatu

perubahan kejadian (variabel X) terhadap kejadian lainnya (variabel Y). Dalam penelitian ini

analisis regresi berganda berperan sebagai teknik statistik yang digunakan untuk menguji ada

tidaknya hubungan antara status gizi dan anemia dengan asfiksia neonatorum. Adapun

spesifikasi model regresi linier berganda adalah sebagai berikut:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + e

Dimana :

Y : Variabel dependen

β0 : Kontanta

β1X1 : Koefisien Regresi 1

β2X2 : Koefisien Regresi 2

e : Error / galat

33
Sugiyono (2002) menyatakan bahwa untuk menguji pengaruh X1 dan X2, secara

bersama – sama digunakan pendekatan analisis ragam linier seperti yang tercantum pada

tabel 3.1 dibawah ini :

Tabel 3.2 Pendekatan Analisis Ragam Regresi (Sugiyono, 2002).

Sumber Derajat Jumlah Kuadrat Fhitung

Variasi Bebas Kuadrat Tengah

Regresi n–3 Jkregresi KTregresi KTregresi/ KTgalat

Galat n–4 Jkgalat Ktgalat

Total n–1 Jktotal

Apabila F hitung < F tabel (α = 0,05) berarti variabel bebas secara bersama – sama

mempengaruhi variabel tidak bebas (terikat) secara signifikan.

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas dominan terhadap variabel tidak bebas

(terikat) digunakan pendekatan sebagai berikut :

𝐽𝐾 𝑥 1
Koefisien Regresi Standar = b1 x √ 𝐽𝐾 𝑦

Untuk menguji pengaruh masing – masing variabel bebas secara terpisah akan

digunakan pendekatan sebagai berikut :

𝑏1
t hitung (x1) = 𝑠𝑏 1

𝑏2
t hitung (x2) = 𝑠𝑏 2

𝑏3
t hitung (x3) = 𝑠𝑏 3

Dimana :

b1, b2, dan b3 adalah koefisien regresi

sb1, sb2, dan sb3 adalah sampingan standar koefisien regresi.

34
𝐾𝑇𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡
sb1 = √ 𝐽𝐾 𝑥 1

𝐾𝑇𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡
sb2 = √ 𝐽𝐾 𝑥 2

𝐾𝑇𝑔𝑎𝑙𝑎𝑡
sb3 = √ 𝐽𝐾 𝑥 3

Dimana :

sb1, sb2, dan sb3 adalah simpangan standar koefisien regresi

KTgalat adalah kuadrat tengah galat.

JK adalah kuadrat

Hipotesa :

Bila t hitung < t0,05 = menerima H1

Bila t hitung > t0,05 = menolak H0

Bilamana :

a. Thitung > t0,05 berarti variabel bebas dalam hal ini kadar Hemoglobin dan Status Gizi Ibu

Hamil memiliki pengaruh yang siknifikan terharap Resiko Terjadinya Asfiksia Neonatorum.

b. Thitung ≤ t0,05 berarti variabel bebas dalam hal ini kadar Hemoglobin dan Status Gizi Ibu

Hamil tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Resiko terjadinya Asfiksia

Neonatorum.

Untuk menjaga validitas maka seluruh proses analisis statistik yang digunakan untuk

menganalisa data dalam penelitian ini, menggunakan alat bantu computer program SPSS

(Statistical Program For Social Science) for windows. Dengan demikian uji asumsi dapat

diamati secara langsung dari hasil “print out” komputer.

35
DAFTAR PUSTAKA

Aminin, Fidyah, Dkk. 2014. Pengaruh Kekurangan Energi Kronis (Kek) Dengan Kejadian

Anemia Pada Ibu Hamil. Jurnal Kesehatan, Volume V, Nomor 2, Oktober 2014, Hlm 167-

172

Almatzier, Sunita. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. Pt Grmaedia Pustaka Utama Jakarta.

Ariga, A. 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asam Jawa Pada Puskesmas

Aek Torop.Sumatra Utara

Dewi, N Dkk. 2005. Faktor Resiko Asfiksia Neonatorum Pada Bayi Cukup Bulan. Jurnal

Berkala Ilmu Kedokteran Vol 37, 143-145

Djaeni, Ahmad. 2006. Ilmu Gizi. Dian Rakyat. Jakarta

Depkes Ri. 2009. Pedoman Peayanan Antenatal Di Tingkat Pelayanan Dasar. Jakarta. Depkes

Ri

Masrizal. 2007. Anemia Defisiensi Besi. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Mochtar, Rustam. 2004. Synopsis Obstetric : Onsteti Operatif. Obstetric Social. Jakarta.Egc

Mansjoer, A. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta

Notoadmojo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta

Path, Ef. 2006.Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta. Egc

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Prawirohardjo, S. 2006. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Rahmawati, Lisa Dan Ningsih, Mahdalena P. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir Di Ruang Medical Record Rsud Pariaman. Idan

Prada : Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol. 7 No. 1 Edisi Juni 2016, Hlm. 29-40

36
Riset Kesehatan Dasar. (2007). Kondisi Angka Kematian Neonatal (Akn), Angka Kematian

Bayi (Akb), Angka Kematian Balita (Akbal), Angka Kematian Ibu (Aki) Dan

Penyebabnya Di Indonesia.

Sadli, Saparinah. (2010). Berbeda Tetapi Setara “Pemikiran Tentang Kajian Perempuan”.

Jakarta: Pt. Kompas Media Nusantara

Syaifudin, Ab. 2009. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatarl. Egc.

Jakart

Shafa. 2010. Anemia Pada Ibu Hamil

Suheimi. 2007. Tanda Dan Gejala Anemia. Http://Infoanemia.Com

Sugiyono, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung. Alfabeta

Varney, Helen, Dkk. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : Egc

Wanti, Santi. 2015. Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil Dengan Asfiksia Neonatorum Di Rsu

Dr.Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto

Wiknjosastro, 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina Ustaka Sarwono Prawirohardjo

Who Regional Office For South-East Asia. 2002. Health Situation In The Southeast Asia

Region. Http://W3.Whosea.Org/Health_Situt_94-97/Trends1.Html.

37
CATATAN PENTING

1. PAHAMI DAN PELAJARI BETUL-BETUL TENTANG LATAR BELAKANG,

TEORI DAN METODE PENELITIANNYA SEBELUM KONSUL BIAR BISA

MENJAWAB SEMUA PERTANYAAN DOSEN

2. BACA BETUL-BETUL PANDUAN SKRIPSI DI KAMPUS. MUAI DARI

PENULISAN SAMPAI TATA CARA PENYUSUNANNYA.

3. TLONG DIKONSULKAN KE DOSEN PEMBIMBING 1 DAN 2 TENTANG

ANALISIS DATA YANG TEPAT. APAKAH ANALISIS REGRESI LINIER

BERGANDA ATAU CHI SQUARE

4. HAFALKAN ANEMIA

5. DAFTAR PUSTAKA SESUAIKAN DENGAN PANDUAN DI KAMPUS MASING-

MASING

38

Anda mungkin juga menyukai