Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Penuaan adalah suatu proses akumulasi dari kerusakan sel stomatik yang
diawali oleh adanya disfungsi sel hingga terjadi difungsi organ dan pada akhirnya
akan meningkatkan resiko kematian bagi seseorang. Apabila dilihat dari sudut
pandang yang lebih luas, proses penuaan merupakan suatu perubahan progresif
pada organisme yang telah mencapai kematangan intrinsik dan bersifat
irreversible serta menunjukkan adanya kemunduran sejalan dengan waktu.

Jumlah lansia yang semakin bertambah di Indonesia menyebabkan tingkat


kesejahteraan mereka kurang diperhatikan, berdasarkan U.S. Cencus Bureu,
International Data Base 2009 jumlah lansia di Indonesia adalah terbesar ke empat
di dunia. Berdasarkan status perkembangan tubuh dan jiwa, tentunya lansia
memiliki perubahan yang cukup signifikan. Mulai dari penuaan hingga rusaknya
system yang bekerja dalam tubuh, tak kalah pentingnya adalah perubahan
psikososial dalam usaha menerima perubahan status kesehatan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan
pengetahuan dalam masalah dan terapi spiritual pada lansia

1.2.1 Tujuan khusus

a) Mahasiswa mampu mengetahui masalah spiritual pada lansia

b) Mahasiswa mampu mengetahui terapi spiritual pada lansia


2

1.3 Manfaat penulisan

a) Agar mahasiswa mengetahui masalah spiritual pada lansia

b) Agar mahasiswa mengetahui terapi spiritual pada lansia

c) untuk menambah referensi bagi perguruan tinggi khususnya STIKES


3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian lansia

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari
proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik
maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan
yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses
penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di
wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh,
merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum lagi mereka harus
berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri, kedudukan sosial, serta
perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal tersebut menuntut
kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi secara bijak
(Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua
adalah fase akhir dari rentangkehidupan.

Lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik,
yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan
reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan
kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut,
kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap
menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan
diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
4

2.2 Pengertian spiritual

Spiritual adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha


pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu.

Spiritual adalah kebutuhan dasar dan pencapaian tertingggi seorang


manusia dalam kehidupannya tanpa memandang suku atau asal-usul. Kebutuhan
dasar tersebut meliputi: kebutuhan fisiologis, keamanan dan keselamatan, cinta
kasih, dihargai dan aktualitas diri. Aktualitas diri merupakan sebuah tahapan
spiritual seseorang, dimana berlimpah dengan kreativitas, intuisi, keceriaan,
sukacita, kasih sayang, kedamaian, toleransi, kerendahatian serta memiliki tujuan
hidup yang jelas (Maslow 1970, dikutip dari prijaksono, 2003)

2.3 Masalah spiritual pada lansia

Permasalahan terbesar yang dialami lansia pada dasarnya sama yaitu


menyiapkan kematian yang notabene akan dialami oleh semua orang, namun hal
ini menjadi berbeda pada lansia karena sebagian besar lansia berpikir bahwa
“yang tua akan cepat mati” hal inilah yang menjadikan lansia memiliki dua sudut
pandang berbeda. Pada lansia dengan tingkat spiritual yang tinggi maka akan
dapat menerima kenyataan yang akan diterimanya nanti dan siap dalam
menghadapi kematian, sedangkan pada lansia dengan tingkat spiritual yang
rendah maka mereka akan sulit dalam menerima keadaan yang menimbulkan
kemungkinan terburuk yaitu menyalahkan takdir Allah SWT.

Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia yang


menghadapi kematian, DR. Tony styobuhi mengemukakn bahwa maut sering kali
menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor,
seperti ketidak pastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan
kegelisahan kumpul lagi bengan keluatga dan lingkungan sekitarnya. Dalam
menghadapi kematian setiap klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang
berbeda, tergantung dari kepribadian dan cara dalam mengahadapi hidup ini.
Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh persoalan keluarga perawat
5

harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun kelurga tadi di tinggalkan ,
masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan rasa bersalah selalu
menghantui pikiran lanjut usia.

Umumnya pada waktu kematian akan datang agama atau kepercayaan


seseorang merupakan factor yang penting sekali. Pada waktu inilah kelahiran
seorang iman sangat perlu untuk melapangkan dada klien lanjut usia.

Dengan demikian pendekatan perawat pada klien lanjut usia bukan hanya
terhadap fisik saja, melainkan perawat lebih dituntut menemukan pribadi klien
lanjut usia melalui agama mereka.

2.4 Terapi spiritual pada lansia

Perawat yang notabane adalah member perawatan secara holistic kepada


klien dari segi bio-siko-sosial-spiritual makan pada permasalahan inilah perawat
harus mampu memberikan pelayanan spiritual secara komplit kepada lansia guna
membangun koping individu. Pada permasalahan yang dihadapi lansia inilah
perawat perlu mencari alternatif terbaik yang dapat diberikan kepada lansia agar
dapat meningkatkan koping terhadap perubahan yang mereka alami. Salah satu
alternatif yang dapat diberikan untuk peningkatan tingkat spiritual pada lansia
adalah metode “Spiritual night care”. Beradasarkan penelitian Ramachandran
1995, diketahui bahwa pada lobus temporal manusia terdapat Gog Spot yang
membuat manusia selalu terkait dengan Tuhan-nya. Penelitian inilah yang
mendasari tercetusnya ide penerapan metode “Spiritual night care” dalam
membangun tingkat spiritual pada lansia sehingga mampu menerima perubahan
yang terjadi pada diri mereka. Metode ini dijalankan dengan cara membiasakan
lansia untuk mendengarkan atau lebih baiknya membaca ayat-ayat Al-Quran
bersama sehingga akan terbentuk ketenangan jiwa yang akan berdampak langsung
pada kedekatan dengan Allah SWT. Selain hal ini, kegiatan lain yang akan
diterapkan pada metode ini adalah terapi zikir malam bersama sehingga hubungan
langsung antara pasien dan Allah pun akan berlangsung dengan baik. Peran
perawat disini adalah membimbing pasien dalam pelaksanaan kegiatan tersebut,
6

walau notabene perawat belum memiliki skill khusus mengenai terapi ini paling
tidak setiap muslim bisa membaca Al-Quran dan berzikir sehingga tidak terdapat
alas an tidak bisa bagi perawat dalam membimbing pasien.

2.4.1 Penerapan Metode Pembacaan Ayat Al-Quran Menjelang Tidur Lansia

Konferensi Kedokteran Indonesia Islam Amerika Utara pada tahun 1994,


menyebutkan bahwa Al-Quran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai
97% bagi yang mendengarkannya. Ketenangan jiwa merupakan salah satu efek
penting yang harud didapatkan oleh lansia sehingga mereka akan dapat
menjalankan hidup meraka dengan lebih dekat kepada Allah dan meningkatkan
kemampuan mereka dalam koping individu dalam penerimaan perubahan tubuh.

Malam hari menjelang tidur merupakan waktu yang tepat dalam


pelaksanaan terapi hal ini, karena pada waktu inilah seluruh kegiatan telah selesai
dilaksanakan sehingga focus fikiran tidak akan terbagi untuk kegiatan lain. Saat
tenang sebelum tidur ini kita manfaatkan untuk memberikan terapi membaca
bersama atau mendengar lantunan ayat suci Al-Quran sehingga terbangun kualitas
spiritual yang baik menjelang tidur. Hasil yang diharapkan dari terapi ini adalah
peningkatan kualitas tidur pasien sehingga waktu terjaga hingga terbangun pada
malam hari lansia dapat merasakan ketenangan jiwa dan siap menjalani aktivitas
pagi selanjutnya.

Terdapat dua metode pelaksanaan terapi ini yang pertama adalah perawat
mengajak lansia untuk mengaji surat-surat pendek secara bersama, perawat
meluangkan waktu sekitar lima belas menit untuk mengaji bersama lansia dan
memberikan kesempatan pada lansia untuk menceritakan sedikit keluhan yang ia
rasakan sepanjang hari tersebut. Selain mengaji bersama kegiatan “curah” antara
klien lansia dengan perawat akan membantu lansia untuk meluapkan perasaan dan
membangun kedekatan serta kepercayaan kepada perawat. Metode kedua adalah
berkumpul bersama melakukan meditasi bersama saling “curhat” antar teman
dengan perawat sebagai pendamping dan advokat bagi klien lansia. Metode kedua
ini cocok diterapkan pada lansia yang tinggal bersama di panti jompo.
7

2.4.2 Penerapan Metode Zikir Sesaat Setelah Terbangun

Penerapan “Spiritual Night Care” dibagi menjadi dua kegiatan yaitu


kegiatan malam menjelang tidur sebagai bentuk evaluasi dan penanaman jiwa
spiritual. Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan malam setelah tidur guna
membentuk emosi spiritual yang stabil dalam menjalankan kegiatannya dalam
sehari ini.

Doa dan dzikir merupakan terapi psikoreligius yang dapat membangkitkan


rasa percaya diri dan optimisme yang paling penting selain obat dan tindakan
medis. Melihat khasiat yang begitu menakjubkan dari kegiatan berdzikir maka
klien lansia diwajibkan untuk menerima program dzikir rutin bersama dengan
bimbingan perawat.

Kegiatan setelah bangun menjelang shalat subuh ini dilakukan melalui tiga
tahapan yaitu zikir sebelum shalat subuh, shalat subuh dan mindset kegiatan yang
akan dilakukan sehari ini. Kegiatan pertama yaitu berdzikir, kegiatan kedua
setelah dzikir adalah shalat subuh berjamaah, selain pahala yang berlipat yang
didapatkan maka rasa kebersamaan antara perawat dank lien lansia dapat
terbangun dengan baik. Kegiatan ketiga adalah kegiatan yang cukup penting
karena pada kegiatan inilah perawat berperan dalam membantu lansia
membangun mindset kegiatan yang akan dialami dalam sehari ini. Saat mindset
kegiatan keseharian terbangun dengan baik maka klien akan cenderung terbawa
pola piker kebaikan yang akan di alami dan cenderung mindset menjadi sebuah
kenyataan, karena persepsi cenderung membawa aksi. Bila pada penanaman pola
piker kita sebagai perawat menanamkan motivasi spiritual bahwa Allah akan
memberikan kebaikan maka tingkat spiritual kita dalam meyakini kebaikan Allah
dapat meningkat.
8

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada kelompok lansia saat menghadapi sakit dan kematian, lansia lebih
cenderung: mempunyai lebih banyak waktu untuk kegiatan agama, berusaha
untuk mengerti agama dan berusaha untuk mengerti nilai-nilai agama yang
diyakini oleh generasi muda, perasaan kehilangan karrena pension dan tidak aktif
serta menghadapi kematian orang lain (saudara, sahabat) menimbulkan rasa
kesepian dan mawas diri, perkembangan filosofis agama yang lebih matang sering
dapat membantu orang tua untuk menghadapi kenyataan, berperan aktif dalam
kehidupan dan merasa berharga serta lebih sapat menerima kematian sebagai
sesuatu yang tidak dapat ditolak atau dihindarkan (Hamid, 2000)

3.2 Saran

Sebagai perawat professional kita harus melakukan hal yang memang


dibutuhkan oleh pasien termasuk salah satunya adalah melakukan asuhan
keperawatan spiritual, jangan hanya mementingkan kepentingan bisnis yang
berorientasi pada material saja.
9

DAFTAR PUSTAKA

McCloskey, Joanne C. 1996. Nursing Intervention Classification (NIC). St.


Louise, Missouri : Mosby, Inc.
NANDA. Nursing Diagnoses: Definition and Classification 2005-2006.
Philadelphia : NANDA International.
Nugroho,Wahjudi. 1999. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Jakarta;EGC.

Anda mungkin juga menyukai