Oleh :
HERU KISDI YANTO [3201402069]
Oleh :
HERU KISDI YANTO [3201402069]
ABSTRAK
Pipa adalah benda berbentuk selongsong silinder dengan lubang di tengahnya yang
terbuat dari logam maupun bahan-bahan lain. Selain digunakan untuk aliran fluida dan
gas, pipa juga digunakan untuk pembuatan kerangka sepeda, kerangka mobil, maupun
pagar tralis dengan cara disambung satu kesatuan menggunakan proses pengelasan.
Pada saat proses pengelasan biasanya dibagian ujung daripada pipa dibuat coakan.
Dalam pembuatan coakan umumnya masih menggunakan cara manual yaitu
menggunakan gerinda tangan. Namun dengan cara tersebut masih terdapat banyak
kekurangan yaitu, faktor keamanan yang masih kurang terjamin dan proses
pengerjaannya yang rumit. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dibuat sebuah
alat pencoak pipa yang dioperasikan secara mekanik. Prinsip alat pencoak pipa ini
adalah, pipa yang akan dibuat coakan dijepit pada pencekam, kemudian proses
pencoakan dilakukan oleh mata Hole Saw yang bergerak secara rotasi yang
mendapatkan sumber tenaga dari mesin bor tangan. Efesiensi waktu pengerjaan coakan
dengan gerinda tangan rata-rata pengerjaan kurang lebih 8 menit sedangkan dengan
menggunakan alat pencoak pipa ini waktu pengerjaan ditambah waktu setting alat
kurang lebih 2 menit. Spesifikasi alat dibuat untuk pembuatan coakan mulai dari sudut
40º hingga 90º dan untuk pipa dengan ukuran minimum 25 mm hingga 56 mm, dengan
dimensi alat 210×345×122 mm.
Kata kunci : Pipa, gerinda tangan, faktor keamanan, alat pencoak pipa.
1
PRAKATA
Puji Syukur Penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat serta hidayahNya Laporan Tugas Akhir ini dapat terselesaikan sebagaimana
mestinya.
Laporan Tugas Akhir ini disusun dan diajukan sebagai bentuk syarat untuk
menyelesaikan studi di Program Studi Diploma III jurusan Teknik Mesin Politeknik
Negeri Pontianak.
Penulis merasa banyak mendapatkan saran, bimbingan dan bantuan serta masukan
dari berbagai pihak selama menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Untuk itu, tidak
lupa penulis mengucapkan terimakasih khususnya kepada:
1. H. Widodo P.S S.T., MT selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri
Pontianak.
2. Rina Dwi Yani, S.T., M.T selaku Ketua Program Studi Diploma III, Jurusan Teknik
Mesin, Politeknik Negeri Pontianak.
3. Masy’ari S.T., M. Eng selaku Dosen pembimbing Tugas Akhir.
4. Dr. Sunarso S.T., M. Eng selaku Dosen Penguji I.
5. Hendro Cahyono S.T Selaku Dosen Penguji II.
6. Kerabat serta para Sahabat yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu, yang
telah berjasa dalam membantu penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari kata sempurna.
Untuk itu penulis sangat menghargai kritik serta saran yang membangun untuk
kesempurnaan dari laporan ini.
Akhirnya penulis berharap Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis
dan para pembaca.
Penulis
i
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERNYATAAN ORISINILITAS
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK
PRAKATA ............................................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................................v
BAB I ......................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah....................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................2
1.4 Manfaat.......................................................................................................2
1.5 Metode Penyelesaian Masalah....................................................................3
BAB II.......................................................................................................................4
LANDASAN TEORI................................................................................................4
2.1 Prinsip Kerja Alat.......................................................................................4
2.2 Gaya Tekan Pemakanan..............................................................................5
2.3 Perencanaan Poros Spindel.........................................................................6
2.4 Tegangan Lentur.........................................................................................8
2.5 Menentukan Defleksi..................................................................................8
2.6 Menentukan Tebal Plat Pencekam..............................................................9
2.7 Perencanaan Batang Pencekam..................................................................10
2.8 Tegangan Geser...........................................................................................11
2.9 Tegangan Yang Diizinkan...........................................................................12
2.10 Faktor Keamanan (Safety Factor)............................................................12
2.11 Pengelasan.................................................................................................13
ii
3
iii
4
DAFTAR TABEL
iv
5
DAFTAR GAMBAR
v
6
vi
7
Daftar Notasi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari pembuatan Alat Bantu Pencoak Pipa (Pipe
Notcher) ini ialah:
Mempermudah dalam proses pengerjaan pembuatan takik atau coakan pada pipa.
Mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja saat proses pembuatan coakan
menggunakan mesin gerinda tangan.
Lebih hemat waktu dalam proses pembuatan coakan.
Study literatur yang digunakan dalam rancang bangun alat bantu pencoak
pipa ini adalah metode-metode yang berkaitan dengan perencanaan dan
pembuatan alat, serta melakukan peninjauan pustaka yang diambil dari beberapa
buku sebagai referensi serta juga pencarian dari internet guna mendapatkan
teori-teori pendukung yang dibutuhkan pada proses rancang bangun.
b. Perancangan Desain atau Gambar
Setelah data referensi yang diperoleh dari study literatur diperoleh,
kemudian dilanjutkan dengan perancangan alat dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak komputer yaitu Autodesk Inventor.
c. Pengamatan
Setelah rancangan desain (gambar) selesai dibuat, selanjutnya penulis
melakukan pengamatan dipasar, hal ini guna mengetahui ketersediaan atau
tidaknya bahan yang akan digunakan untuk proses pembuatan alat yang sesuai
dengan rancangan desain awal, serta guna mengetahui rincian biaya pembelian
bahan untuk proses pembuatan alat.
d. Pembuatan Alat
Masuk ke tahap akhir dari metode penyelesaian masalah yaitu pembuatan
alat yang dilakukan setelah proses perancangan desain dan pengamatan selesai
dilakukan. Keseluruhan komponen alat dibuat menggunakan mesin-mesin yang
tersedia dibengkel jurusan Teknik Mesin serta bengkel Himpunan Mahasiswa
Jurusan (HMJ) Teknik Mesin, Politeknik Negeri Pontianak. Adapun mesin yang
digunakan diantaranya, mesin bubut, mesin frais, mesin bor, mesin gerinda dan
mesin las listrik.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pencekam
Timbangan
Pipa
Tabel 2.1
Daya yang akan di transmisikan Fc
Daya rata-rata yang diperlukan 1,2 – 2,0
Daya maksimal yang diperlukan 0,8 – 1,2
Daya normal 1,0 – 1,5
7
Sehingga,
5 Pd (1.2)
T =9,74 x 10
n1
( fc × Pm )
T =9,74 x 105
n1
Dimana :
Pm = Daya Motor ( kW)
Pd = Daya Rencana (kW)
n1 = Putaran motor (rpm)
fc = Faktor Koreksi
ẟst
l
P ×l 3 (1.6)
ẟst =
3 × E× I
9
Dimana:
ẟst = Defleksi yang terjadi (mm)
P = Beban (N)
3
l = Panjang lokasi maksimum (m)
3 = Konstanta
E = Modulus Elastisitas (N/m2)
I = Inersia (mm4)
Dimana:
Wb = Momen tahanan bengkok (mm3)
Mb = Momen bengkok (N.mm)
σizin = Tegangan izin lentur (N/mm2)
3. Tebal Plat Pencekam
b× h2 (1.9)
Wb = 6
Wb ×6
h2 =
b
10
Dimana:
h2 = Tebal plat (mm)
Wb = Momen tahanan bengkok (mm3)
6 = Konstanta
b = Lebar penampang plat (mm)
2.7 Perencanaan Batang Pencekam
Batang pencekam merupakan sebuah batang berulir yang terdapat pada bagian
komponen dari pencekam benda kerja seperti yang terlihat pada Gambar 3.10. berikut
adalah proses perencanaan batang penekan menurut buku Sularso, K Suga 2004.
1. Gaya Tekan (Ftekan)
Ftekan = F × Fc (2.0)
Dimana:
F = Gaya tekan pemakanan hasil pengujian (N)
Fc = Faktor Koreksi
2. Tegangan Tarik Izin (σtizin)
σ (2.1)
σtizin = v
sf
Dimana:
σv = Tegangan izin bahan (N/mm2)
sf = Safety factor
3. Diameter Minimum Batang Pencekam (d)
dm = √ F tekan × sf
π × σ izin
(2.2)
Dimana:
dm = diameter minimum batang penekan (mm)
Ftekan = Gaya tekan (N)
Sf = Safety Factor
π = 3,14
σtizin = Tegangan tarik izin (N/mm2)
4. Menghitung Jumlah Ulir Pada Batang Pencekam
F tekan (2.3)
z=
π × d 2 ×h 3 ×q a
Dimana:
11
z = Jumlah ulir
Ftekan= Gaya tekan (N)
π = Phi 3,14
d2 = Diameter efektif ulir (mm)
h3 = Tinggi kaitan (mm)
qa = Tegangan geser izin (N/mm2)
5. Tegangan Geser yang Terjadi Pada Ulir
Ftekan
Τ= (2.4)
π × d 3 ×k × p × z
Dimana:
Ftekan= Gaya tekan (N)
π = 3,14
d3 = Diameter terkecil ulir (mm)
k = Tinggi akar ulir
p = Jarak gang (mm)
z = Jumlah ulir
2.8 Tegangan Geser
Tegangan geser biasa disebut tegangan tangensial adalah gaya yang bekerja
sepanjang atau sejajar dengan bidang penahan gaya. Pada alat bantu pencoak pipa
(Pipe Notcher) ini, komponen yang mengalami tegangan geser ialah baut yang
berfungsi sebagai pengunci atau stopper antara plat dasar dan plat dudukan poros.
F F
F
Tegangan geser dilambangkan dengan huruf Yunani (tau), . Berikut adalah persamaan
yang digunakan untuk mencari tegangan geser.
F
τ g= (2.5)
A
Dimana:
12
Batang Rusak = τg ≥ τ g
¿
τ
Batang Aman = τg ≤ g
Nilai Faktor
No Jenis Pembebanan
Keamanan
1 Pembebanan tetap dalam keadaan diam (statis) 1-4
2 Pembebanan dalam keadaan bergerak (dinamis) 4-8
2.11 Pengelasan
Pengelasan merupakan penyambungan dua bahan atau lebih yang didasarkan pada
prinsip-prinsip proses difusi, sehingga terjadi penyatuan bagian bahan yang
disambung. Sambungan las termasuk sambungan tetap yang kuat dan rapat. Kekuatan
sambungan las sangat tergantung pada pengerjaan.
1. Jenis-Jenis Sambungan Las
a. Las Temu (Butt Joint)
Biasa juga disebut sebagai kampuh V, kampuh V terbuka, kampuh X dan
kampuh U. jenis ini mampu memberikan sambungan yang kuat. Adapun bentuk
sambungan ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Sumber: https://html2-f.scribdassets.com/4pwjo7ceps48utwp/images/4-10218a5d2a.jpg
bergerak secara translasi. Adapun berikut adalah parameter yang digunakan dalam
proses pemesinan mesin bubut:
a. Kecepatan Potong (Cutting Speed)
Kecepatan potong biasanya dinyatakan dalam istilah m/menit, yaitu
kecepatan dimana mata pahat melintasi benda kerja untuk mendapatkan hasil yang
paling baik pada kecepatan yang sesuai.
Kecepatan potong dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: 1) kekerasan dari bahan
yang akan dipotong dan 2) jenis alat potong yang akan digunakan.
Kecepatan potong harus disesuaikan dengan kecepatan putaran spindel mesin
bubut. Untuk keperluan ini digunakan persamaan sebagai berikut:
π. D.n
V C= ( m/menit)
1000 (2.9)
Dimana:
Vc = kecepatan potong (m/menit)
D = diameter benda kerja (mm)
n = putaran spindel (rpm)
π = 3,14
(Hadimi, Rina Dwi Yani, 2005:82)
Berikut adalah Tabel mengenai kecepatan potong beberapa bahan logam HSS.
Tabel 2.3 kecepatan potong logam HSS
(3.0)
17
lm
T m=
f ×n
Dimana:
lm = panjang total yang akan dibubut (mm)
n = kecepatan spindel (rpm)
f = total feed (mm/putaran)
(Hadimi, Rina Dwi Yani, 2005:82)
2. Proses Frais
Frais atau Milling adalah proses cutting conventional dengan menggunakan
mesin milling, dihasilkan suatu permukaan yang rata atau bentuk-bentuk lain yang
spesifik (profil, radius, alur dan lain-lain) dengan ukuran yang ditentukan. Prinsip
kerja mesin frais atau milling adalah, proses pemotongan benda kerja yang diam
dengan meja yang bergerak menuju alat potong yang berputar.
a. Kecepatan Potong (Cutting Speed)
Cutting Speed/kecepatan potong alat potong di mesin milling adalah jarak
yang ditempuh oleh salah satu mata potong dalam meter per menit. Berikut adalah
persamaan yang digunakan dalam menentukan kecepatan potong pada mesin
milling.
π. D.n
V C= ( m/menit) (3.1)
1000
Dimana:
Vc = kecepatan potong (m/menit)
d = diameter alat potong (mm)
n = putaran spindel (rpm)
π = 3,14
(Hadimi, Rina Dwi Yani, 2005:102)
b. Putaran Spindel Utama (n)
Hal-hal yang mempengaruhi putaran spindel utama (n) anatara lain:
• Besarnya kecepatan potong (Vc)
• Besarnya diameter alat potong (d)
• Kondisi mesin
Apabila kecepatan potong yang digunakan terlalu tinggi atau tidak sesuai pada
perhitungan, maka alat potong atau cutter akan cepat haus/tumpul. Untuk mencari
nilai (n) dapat dilihat dari persamaan berikut:
Vc .1000
n= (rpm)
π .d (3.2)
Dengan:
d = diameter alat potong (mm)
Vc = kecepatan potong (m/menit)
(Hadimi, Rina Dwi Yani, 2005:102)
18
3. Proses Pengeboran
Kemampuan sayat mata bor dipengaruhi oleh jenis bahan dan
ukuran diameter serta jenis bahan yang dibor. Kemampuan ini dapat diperoleh
secara efisien dengan cara mengatur kecepatan putaran pada mesin berdasarkan
hasil perhitungan jumlah putaran dalam satu menit atau revolution per minute
(rpm). Kecepatan putaran mata bor dapat dihitung dengan rumus:
Vc .1000
n= (rpm)
π .d (3.3)
Dimana:
n = putaran spindel (rpm)
Vc = kecepatan potong (m/menit)
d = diameter mata bor (mm)
π = 3.14
1000 = konversi dari satuan meter Vc ke milimeter
Berikut adalah Tabel mengenai kecepatan potong mata bor dan mata endmill bahan
Tabel
HSS.2.4 kecepatan potong mata Endmill HSS
No Nama Bahan
Kecepatan Potong (m/menit)
1 Baja Lunak 25-35
2 Baja Perkakas 30-50
3 Besi Tempa 20-30
4 Kuningan 80-150
5 Stainless steel 25-35
6 Tembaga 25-50
7 Alumunium 80-150
(Sumber: http://teknikmesin.org/cutting-speed-untuk-mata-bor/)
(Sumber: http://academia.edu/kecepatan-potong-frais/)
19
BAB III
PROSES RANCANG BANGUN ALAT BANTU PENCOAK PIPA
Pengambilan Data:
1. Data benda kerja
2. Data bahan
Gambar Desain awal
Perhitungan Komponen:
1. Menentukan diameter poros
2. Menentukan jarak pencekaman
3. Menentukan tegangan lentur poros
4. Menentukan tebal plat pencekam Modifikasi Desain
5. Menentukan ukuran poros
pencekam
Hasil Perhitungan:
Tidak
σ < σ izinτ < τ izin
Defleksi = 0
Ya
Pembuatan Gambar Kerja
Selesai
Berikut adalah tahapan-tahapan perhitungan komponen alat bantu pencoak pipa (pipe
notcher).
1. Data Teknis
Data teknis pada saat proses perancangan alat bantu pencoak pipa diperoleh
dari hasil pengamatan dan pengujian. Salah satu pengujian yang dilakukan adalah
menentukan besaran nilai gaya tekan pemakanan yang terjadi saat mata hole saw
melakukan proses notching atau pencoakan. Berikut adalah data-data teknis yang
penulis kumpulkan guna membantu proses perancangan alat bantu pencoak pipa
ini.
1. Daya motor bor tangan = 710 watt.
2. Putaran motor bor tangan = 2800 rpm.
3. Material untuk mata Hole Saw adalah HSS Bimetal.
2. Pengujian Gaya Tekan
Proses pengujian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar gaya tekan
pemakanan yang diperlukan oleh mata Hole Saw untuk melakukan proses
pencoakan. Dalam pengujian ini penulis menggunakan mesin bor tangan serta
timbangan guna mengetahui berapa besar gaya yang diperlukan. Dari data hasil
pengujian yang dilakukan penulis mendapatkan tekanan yang dibutuhkan untuk
proses pencoakan sebesar 3 kg. sehingga untuk gaya tekan pemakanan dapat
diperoleh F = 3 (kg) × 9,81 (m/s 2) = 29,43 N, dengan kecepatan spindel maksimal
mesin bor yang digunakan sebesar 2800 rpm. Untuk memperjelas rangkaian
proses pengujian yang dilakukan oleh penulis guna mengetahui besaran gaya
tekan pemakanan yang diperlukan, dapat dilihat pada Gambar 3.2.
T = 9,74 × 10P5 d
n
0,852
5
T = 9,74 × 2800
10
T = 296,3742 [kg.mm]
= 2907,43 [N.mm]
Tegangan Geser yang Diizinkan Pada Poros Spindel (τa)
τa = σ
B
( sf 1 × sf 2)2
=48[kg / mm ] ds
(6 ×1,5) 2
= 5,33 [kg/mm ]
τa = 52,32 [N/mm2] L
[5,1
ds = τ K t × Cb ×T
a
]
3
1
F
[ 5,1
52,32
=
2 ×2 ×2907,43 3 ]
L
= 10,42 [mm]
ds = 12 [mm] Gambar 3. 4 Gaya yang Berkerja Pada Poros Spindel
24
σb =
= 2,77 [N/mm2]
Jadi berdasarkan hasil perhitungan, tegangan lentur yang terjadi pada poros
spindel akibat menahan berat dari bor tangan adalah sebesar σ b = 2,77 N/mm2.
Tentunya ini jauh lebih kecil dari tegangan lentur yang diizinkan yaitu sebesar
45,5 N/mm2.
5. Menentukan Jarak Pencekaman Pipa
Menentukan jarak pencekaman juga merupakan suatu hal yang penting,
karena dengan model kontruksi pencekamannya sejenis kantilever dikhawatirkan
akan terjadi defleksi atau lendutan pada pipa yang di akibatkan oleh gaya tekan
pemakanan saat mata Hole Saw melakukan proses pemakanan. Apabila dalam
proses pemakanan terdapat sebuah lendutan maka ini akan berdampak pada
tingkat kepresisian hasil coakan pada pipa. Oleh karena itu untuk mendapatkan
jarak pencekaman yang ideal serta hasil coakan yang lebih presisi, lendutan atau
defleksi yang terjadi ( δ st) nilainya harus sekecil mungkin dengan kata lain,
tidak ada lendutan yang terjadi ketika mata Hole Saw melakukan proses
pemakanan. Dalam tahapan menentukan jarak pencekaman ini, penulis
mengasumsikan bahwa jarak dari ujung pipa ke pencekam (L) = 80 mm atau =
0,08 m, dengan gaya tekan pemakanan (F) = 29,43 N yang diperoleh dari
pengujian gaya tekan pemakanan dan Modulus elastisitas (E) untuk bahan baja =
83 GPa atau = 83×109 N/m2 yang diperoleh dari lampiran tabel sifat fisik bahan
dan tegangan izin. Sehingga defleksi yang terjadi pada pipa dapat diketahui
sebagai berikut.
29,43 N
F
δ st
80
L Gambar 3. 6 Defleksi yang Terjadi Pada Pipa
26
δ st = 0,000000004932 [m]
= 4.932×10-6 [mm]
Jadi, hasil dari perhitungan yang dilakukan dengan jarak dari gaya ke
pencekam (L) sepanjang 80 mm dan diameter pipa (ø) sebesar 25 mm serta
dibebani gaya tekan pemakanan (F) sebesar 29,43 N, diperoleh besaran defleksi (
δ st ) yang terjadi pada pipa sebesar 0,0000004932 mm, dengan kata lain tidak
ada terjadinya defleksi pada pipa saat mata Hole Saw melakukan proses
pemakanan.
6. Menentukan Tebal Pelat Pencekam
Menentukan ukuran tebal pelat pencekam seperti yang terlihat pada Gambar
3.7 juga merupakan faktor yang perlu di perhitungkan, karena ini akan
menyangkut pada faktor biaya produksi dalam pembuatan alat. Tentunya apabila
semakin tebalnya pelat yang digunakan dalam pembuatan sebuah alat, maka biaya
produksi dari pembuatan alat itu sendiri akan semakin besar. Oleh karena itu
diperlukannya perhitungan guna mendapatkan ukuran pelat sekecil mungkin
namun kuat. Dalam menentukan tebal pelat pencekam, diketahui luas penampang
pelat adalah 50×57 (mm) dan faktor keamanan yang diambil adalah 5 serta
tegangan izin bahan (σv) sebesar 330 N/mm2 yang diperoleh dari tabel lampiran
sifat bahan dan tegangan izin. Berikut adalah tahapan proses perhitungan tebal
pelat pencekaman.
Tegangan Lentur Izin Pada Pipa
2
σizin = σ v = 330 [N / mm ]
sf 5
27
= 66 [N/mm2]
Momen Tahanan Bengkok Pipa
Wb =mb
mb = Fσ×izinL
= 29,43 [N] × 80 [mm]
=
= 2354,4
Wb 2354,4 [N.mm]
[ N .mm ]
Tebal = 35,6 [mm] 57
66Pelat Pencekam Pipa
2
[N /mm ]
2
Wb = b× h
Wb6×6
h2 =
b
35,6 × 6 h
=
50
h2 = 4,272 50
=√
4,272
Diketahui,
Gaya tekan pada batang pencekam (F) = 29,43 N
Faktor Koreksi (fc) = 1,2
Bahan yang digunakan = ST.37
Kekuatan tarik bahan = 370 N/mm2
28
=sf N /mm
2
=370
46,25
[¿ ¿[N/mm
2] ]
Diameter8Minimum Batang Pencekam (d)
¿
√
d = tekan × sf
F
π × σ izin
= N /mm
35,4[ N ]×8
d3,14 × 46,25
= 1,8 [mm] [¿¿ 2]
√¿
Berdasarkan hasil perhitungan diatas diperoleh diameter minimum untuk
batang pencekam sebesar 1,8 mm. Untuk lebih aman dan dikarenakan ini
merupakan batang berulir, penulis menggunakan batang penekan dengan ukuran
diameter 8 mm (M8) serta didapatkan data sebagai berikut :
Diameter batang pencekam (d) = 8 mm
Diameter terkecil ulir M8 (d3) = 6,47 mm
Diameter efektif ulir M8 (d2) = 7,188 mm
Jarak Pitch (P) = 1,25 mm
Tebal akar ulir (k) = 0,84
Tinggi kaitan (h3) = 0,766 mm
Tegangan geser izin (qa) = 9,6 N/mm2
Menghitung Jumlah Ulir Pada Batang Pencekam
z= F tekan
π × d 2 ×h × qa
= N /mm
3,14 ×7,188 [mm ]× 0,766[mm]× 9,6[¿¿ 2]
z = 0,213 35,4[ N ]
Tegangan Geser yang¿Terjadi Pada Ulir
τ= Ftekan
π × d 3 ×k × p × z
= 35,4[ N ]
3,14 × 6,47 [ mm ] × 0,84 ×1,25 [mm]×0,85 Gambar 3. 11Tegangan Geser Ulir
= 1,95 [N/mm2]
daripada tegangan geser yang diizinkan (qa) 9,6 N/mm2. Sehingga penggunaan ulir
M8 dapat dinyatakan aman.
10. Tegangan Geser Stopper
Stopper atau baut pengunci merupakan salah satu komponen terpenting dalam
alat bantu pencoak pipa. Baut pengunci memiliki fungsi sebagai stopper antara
plat landasan dudukan rumah bearing dan plat dasar, seperti yang terlihat pada
Gambar 2.1. Pada baut pengunci (stopper) menerima gaya geser, dimana gaya
geser diperoleh dari penjumlahan antara berat mesin bor tangan (2 kg), berat
poros spindel dan rumah bantalan (3 kg). Adapun berikut adalah perhitungan
untuk mengetahui seberapa besar tegangan geser yang diterima oleh stopper.
Diketahui,
Ukuran baut pengunci : M16×2
Gaya Geser (F) : 5 [kg] × 9.81 [m/s] = 49.05 N
Safety Factor (sf) :5
F
τ g= 49,05[ N ] 49,05[ N ]
A¿ ¿
τg = 0,065 πN/mm
× d ×2t π ×16 [ mm ] ×15[mm]
τu
τa= N /mm
sf [¿ ¿2]
τa = 33 165
N/mm52
Berdasarkan ¿ ¿ hasil perhitungan tegangan geser yang terjadi pada baut pengunci
adalah 0,065 N/mm2 lebih kecil dari tegangan geser yang diizinkan yaitu 33
N/mm2. Sehingga stopper dapat dikatakan aman.
Pada alat bantu pencoak pipa, kekuatan sambungan las yang dihitung adalah
sambungan las antara Clamp dan plat dasar. Seperti yang terlihat pada Gambar
3.12 diatas. Untuk jenis pengelasannya menggunakan jenis pengelasan sudut
(Double). Dimana untuk menghitung kekuatan sambungan lasnya dapat dilihat
sebagai berikut.
Diketahui,
Ukuran las (s) : 3 mm
Panjang las (l) : 45 mm
Tegangan geser izin las (τt) : 1,44 N/mm2
Gaya Tekan (F) : 117,72 N
Beban Maksimum yang Dapat Diterima Oleh Sambungan Las Sudut (P)
P = 1,414 × s × l × τt
= 1,414 × 3 [mm] × 45 [mm] ×1,44 [N/mm2]
= 274,88 N
Berdasarkan hasil perhitungan, beban maksimum (P) yang mampu diterima
oleh sambungan las sudut tipe double adalah 274,88 N. Sedangkan gaya tekan
yang diterima sebesar 29,43 N. Sehingga dapat dikatakan untuk sambungan las
sudutnya aman.
Gambar Kerja
Perakitan
Pengujian alat
Tidak
Berfungsi?
Ya
Finishing
Selesai
31
Putaran hasil perhitungan adalah 445,8 rpm dan angka yang mendekati
perhitungan diatas pada tabel rpm mesin bubut adalah 425 rpm.
L 217 [mm]
Tm = s × n= = 1,02 [menit]
0,5[ ]
mm
Dari hasil perhitungan × 425[rpm]
rev pembubutan rata tahap pertama dari diameter 25 mm
menjadi diameter 22 mm, diperoleh waktu pengerjaan 1,02 menit untuk sekali
pemakanan. Sehingga total waktu dalam pengerjaan bubut rata adalah 1,02 × 6 =
6,12 menit. Setelah pembubutan rata tahap pertama selesai. Dilanjutkan dengan
pembubutan rata tahap kedua dengan ukuran diameter awal 25 mm dibubut
menjadi ukuran diameter 22 mm dengan panjang pembubutan 35 mm.
L 35 [mm]
Tm = s × n= = 0,16 [menit]
0,5[ ]
mm
× 425[rpm]
rev pembubutan rata tahap kedua dari diameter 25 menjadi
Dari hasil perhitungan
diameter 22 dengan panjang pembubutan 35 mm, diperoleh waktu pengerjaan
0,16 menit untuk sekali pemakanan, sehingga total waktu dalam pengerjaan bubut
rata tahap kedua adalah 0,16 × 6 = 0,96 menit. Setelah pembubutan rata tahap
kedua selesai, dilanjutkan dengan pembubutan bertingkat yang pertama dengan
ukuran diameter awal benda kerja 22 mm dibubut menjadi diameter 16 mm
dengan jarak pembubutan 22 mm, seperti yang terlihat pada gambar diatas.
Sehingga waktu pengerjaan yang dibutuhkan adalah:
L 22[mm ]
Tm = = = 0,1 [menit]
[ ]
s × n 0,5 mm × 425[rpm]
rev
Untuk proses pembubutan bertingkat yang pertama dari diameter awal 22 mm
menjadi diameter 16 mm, dengan panjang pembubutan 22 mm. diperoleh waktu
pengerjaan yang diperlukan untuk sekali pemakanan yaitu 0,1 menit. Sehingga
total waktu pembubutannya adalah 0,1 × 12 = 1,2 menit. Kemudian dilanjutkan
dengan pembubutan bertingkat yang kedua, yaitu membubut dari diameter 22 mm
menjadi diameter 13 mm, dengan panjang pembubutan 30 mm. Sehingga lama
waktu pengerjaan dapat diperoleh sebagai berikut.
L 30 [mm]
Tm = = = 0,14 [menit]
s×n
0,5 [ ]
mm
rev
× 425[rpm]
33
Dari hasil perhitungan diperoleh putaran mesin frais (n) yang digunakan sebesar
418 rpm. Pada tabel kecepatan mesin frais, angka kecepatan yang ada 410 rpm.
Kecepatan Pemakanan (fd)
fd = f×n
fd = 0,2 [mm/put] × 410 [rpm] = 82 mm/menit
Jadi berdasarkan hasil perhitungan kecepatan pemakanan (fd), mata endmill ukuran
16 mm bergeser 82 mm selama satu menit.
Waktu Kerja Pengefraisan (Tm)
L 261[mm ]
Tm =
fd =82[mm /mnt ] = 3,1 menit
Dari hasil perhitungan, waktu pemakanan yang diperlukan untuk pengefraisan rata
tahap kedua dengan panjang pengefraisan 67 mm, adalah 0,8 menit dengan
ketebalan pemakanan yang sama seperti pengefraisan tahap pertama. Sehingga total
waktu yang diperlukan untuk pengfraisan rata tahap kedua dari ukuran awal
panjang plat 261 mm menjadi 255 mm adalah, 0,8 menit × 6 = 4,8 menit. Sehingga
total waktu yang dihabiskan secara keseluruhan dalam proses meratakan sisi-sisi
plat adalah, 12,4 menit + 4,8 menit = 17,2 menit.
Tm = L 214 [mm]
= = 3,8 menit
fd 56 [mm/mnt
Berdasarkan hasil perhitungan,
] waktu yang dibutuhkan untuk pengefraisan rata
sisi samping dengan panjang pengefraisan 214 mm adalah 3,8 menit dengan
ketebalan pemakanan 1 mm. sehingga total waktu yang dibutuhkan untuk
44
pengfraisan 2 sisi dari ukuran awal 132 mm menjadi ukuran 128 mm adalah, 3,8 ×
4 = 15,2 menit. Setelah pengefraisan rata tahap pertama selesai, kemudian
dilanjutkan dengan pengefraisan rata tahap kedua dari ukuran awal 214 mm,
menjadi ukuran 210 mm seperti yang terlihat pada Gambar 5.7. berikut adalah
perhitungan waktu kerja pengefraisan rata tahap kedua.
L 128[mm]
Tm = fd = = 2,2 menit
56 [mm/mnt ]
Dari hasil perhitungan diperoleh waktu yang diperlukan untuk proses
pengefraisan rata tahap kedua pada pembuatan plat dasar dengan panjang
pengefraisan 128 mm adalah 2,2 menit, untuk sekali pemakanan dengan ketebalan
pemakanan 1 mm. Sehingga total waktu yang diperlukan untuk pengefraisan 2 sisi
dari ukuran awal 214 mm menjadi 210 mm adalah, 2,2 × 4 = 8,8 menit. Jadi
jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk proses pengefraisan plat dasar adalah,
15,2 + 8,8 + waktu penyetingan dan lain-lain = 45 menit.
Penitik
Mata bor 6,5 mm
Jangka sorong
Tap M8×1,25 mm
Pelumas
Clamp 04
49
Clamp 05
Clamp 03
Batang
Clamp 02
Pencekam
Gambar 3. 22 Pencekam Pipa
Pada alat bantu produksi pembentukan pipa (Pipe Notcher), kontruksi untuk pencekam
pipa dibuat menggunakan beberapa lembaran plat berukuran 5 mm, seperti yang
terlihat pada gambar diatas. Ada beberapa faktor yang menjadikan alasan penulis
membuat pencekam pipa dari bahan plat ketimbang dari besi pejal ialah, dikarenakan
besi plat lebih mudah didapatkan dipasaran serta harganya juga relatif terjangkau
daripada menggunakan besi pejal dan proses pembuatannya juga tidak membutuhkan
waktu yang lama dibandingkan dengan menggunakan besi pejal. Berdasarkan faktor
tersebut penulis lebih memilih menggunakan plat untuk membuat pencekam pipa dari
alat bantu produksi pembentukan pipa (Pipe Notcher). Berikut adalah tahapan proses
pembuatan pencekam pipa.
1. Proses Pembuatan Clamp 01
Dalam pembuatan komponen ini peralatan yang harus dipersiapkan adalah
sebagai berikut:
Mesin gerinda tangan
Mistar baja
Jangka Sorong
Kacamata
Penggores
Sarung tangan
Langkah Pembuatan Clamp 01
50
Elektroda E6013
Mistar siku
1. Prakitan Seluruh Komponen Pencekam Pipa
Langkah Pertama Perakitan Clamp 01 dan Clamp 02
a. Siapkan Clamp 01 dan Clamp 02 yang
ingin dirakit.
b. Atur posisi Clamp 02 agar tegak lurus
dengan Clamp 01 menggunakan
mistar siku. Kemudian titik keduanya
menggunakan las agar posisinya tidak
berubah.
c. Lakukan proses pengelasan penuh
seperti yang terlihat pada gambar
disamping.
Setelah semua peralatan dan bahan yang akan digunakan dalam proses pengujian
alat telah disiapkan, selanjutnya adalah tahap pengujian alat. Adapun berikut adalah
tahapan-tahapan dalam pengujian alat bantu pencoak pipa.
1. Potong pipa diameter 38 mm dengan ukuran panjang kurang lebih sekitar 40 cm.
2. Pasang alat bantu pencoak pipa tersebut pada sebuah ragum, kemudian
kencangkan.
3. Pasang pipa/benda kerja pada pencekam pipa, kemudian kencangkan
menggunakan batang pencekam.
4. Pasang poros spindel pada rumah bantalan.
5. Pasang mata hole saw pada poros spindel, lalu kencangkan menggunakan kunci
pas berukuran 24 mm.
6. Ambil mesin bor tangan, kemudian pasang pada poros spindel. Setelah itu
kencangkan dengan kunci chuck yang tersedia pada box mesin bor. Pastikan
mesin bor sudah terpasang dengan erat pada poros spindel.
7. Atur posisi sudut yang akan dibuat coakan. Pada tahap pengujian ini penulis
melakukan pengujian dengan sudut coakan 30º, 40º, 45º, 60º dan 90º. Setelah
diatur dengan sudut yang di inginkan kemudian kunci baut stoppernya
menggunakan kunci pas ukuran 24 mm.
8. Cek kondisi baut antara rumah bantalan dan landasan rumah bantalan, apabila
bautnya masih kendur, kencangkan menggunakan kunci pas ukuran 16 mm.
9. Gunakan kacamata pelindung.
10. Hubungkan steker/colokan mesin bor pada sumber listrik.
11. Lakukan proses pencoakan terhadap pipa, kemudian amati proses pencoakannya,
apakah posisi dari landasan rumah bantalan masih bergeser atau tidak. Apabila
posisinya masih bergeser ini disebabkan oleh stopper yang kurang kencang,
lakukan pengencangan kembali agar stopper benar-benar kencang.
12. Setelah proses pencoakan selesai, kemudian lihat hasil daripada coakan tersebut.
Apakah sudah sesuai dengan sudut yang ditentukan atau belum.
Berdasarkan hasil pengujian, penulis melakukan beberapa pengujian menggunakan
pipa berukuran diameter 25 mm dan 38 mm. Adapun proses pengujian yang dilakukan
oleh penulis seperti yang tertera di poin 7 telah penulis lakukan dan hasilnya alat bantu
pencoak pipa tersebut cukup berfungsi dengan sebagaimana yang diharapkan, akan
tetapi masih terdapat beberapa kekurangan pada alat bantu pencoak pipa ini yaitu
59
khusus untuk proses pembuatan sudut 30º atau mulai dari 40º ke bawah. Alat bantu
pencoak pipa ini tidak dapat membuat coakan untuk sudut 40º ke bawah, hal ini
dikarenakan jarak pencekaman pipa terlalu dekat sehingga pada saat proses pencoakan
mata hole saw akan menghantam pencekam pipa. Pada proses pembuatan sudut
khususnya 40º dan 45º proses pemakanan/pencoakan harus dilakukan dengan dua kali
proses pemakanan seperti yang terlihat pada Gambar 3.31. Hal ini dikarenakan ukuran
panjang dari mata hole saw lebih pendek dari ukuran jarak yang akan dibuat coakan
sehingga untuk proses pencoakannya tidak dapat dilakukan dalam sekali pencoakan.
Jadi berdasarkan hasil pengujian, alat bantu pencoak pipa ini mampu membuat coakan
pada pipa dengan sudut kemiringan mulai dari 40º hingga 90º. Dengan catatan, untuk
proses pembuatan sudut 40º dan 45º harus dekerjakan dengan dua kali pemakanan.
Adapun berikut ini adalah beberapa serangkaian dokumentasi pengujian alat yang
dilakukan oleh penulis.
Gambar 3.32 Pengujian Dengan Sudut 90º Gambar 3.33 Pengujian Dengan Sudut 40º
Gambar 3.38 Hasil Pengujian Sudut Gambar 3.39 Hasil Pengujian Sudut 60º
90º Pipa 38 mm
Gambar 3.41 Sambungan Sudut 90º Antara Gambar 3.42 Sambungan Sudut 40º Antara Pipa
Pipa 25 mm dan Pipa 38 mm 25 mm dan Pipa 38 mm
62
Jumla
No Nama Bahan Ukuran (mm) Harga Satuan Total (Rp)
h
1 Plat 15 mm 215×130 145.000,00 1 57.000,00
2 Plat 15 mm 260×67 100.000,00 1 31.000,00
3 Plat 5 mm 65.000,00 1 20.000,00
4 Baja Persegi pejal 45×80 45.000,00 1 40.000,00
5 Baut meteran - 35.000,00 1 35.000,00
6 Baut M16 - 5.000,00 2 10.000,00
7 Baut M12 - 3.000,00 2 6.000,00
8 Cat - 30.000,00 2 60.000,00
Needle Bearing
9 - 25.000,00 2 50.000,00
HK2220
10 Baut L M8 - 2.500,00 4 10.000,00
11 Baja poros St 42 Ø25,4×260 27.500,00 1 27.500,00
Total Keseluruhan 346.500,00
Harga Satuan
No Nama Alat Jumlah Total
(Rp)
63
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan Tugas Akhir rancang bangun alat bantu pencoak
pipa (Pipe Notcher) ini, dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya:
1. Mekanisme ataupun prinsip kerja dari alat bantu pencoak pipa ini adalah, pipa
yang akan dibuat coakan di jepit pada pencekam, kemudian untuk gerak
pemakanan atau pencoakan dilakukan oleh mata hole saw yang bergerak secara
rotasi sekaligus translasi maju mundur, yang mendapat sumber tenaga dari mesin
bor tangan.
2. Ukuran pipa yang dapat dibuat coakan menggunakan alat bantu pencoak pipa ini
adalah mulai dari diameter 25 mm hingga 56 mm, serta untuk sudut-sudut yang
dapat dikerjakan pada alat pencoak pipa ini ialah, mulai dari sudut 40º hingga 90º.
3. Total keseluruhan biaya yang diperlukan untuk proses pembuatan alat bantu
pencoak pipa ini adalah sebesar, Rp. 1.586.000,00.
4.2 Saran
Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan oleh penulis mengenai alat bantu
pencoak pipa (Pipe Notcher) ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk alat pencoak pipa ini sebaiknya dibuatkan sebuah dudukan berupa clamp C,
agar penggunaanya tidak perlu lagi harus menggunakan ragum sebagai
dudukannya.
2. Selain ukuran panjang dari mata hole saw yang lebih pendek dari jarak yang akan
di potong. Jarak pencekaman pipa terhadap pusat gaya juga terlalu dekat, sehingga
alat bantu pencoak pipa tidak dapat membuat coakan mulai dari sudut 40º
kebawah. Untuk itu sebaiknya jarak pencekaman pipa dari pusat gaya di
perpanjang, agar pada saat membuat coakan dengan sudut 40º kebawah, mata hole
saw tidak mengenai pencekam. Namun dengan catatan defleksi/lendutan yang
terjadi masih harus sekecil mungkin.
3. Sebaiknya perlu adanya penambahan stopper guna lebih memperkuat pada saat
penguncian antara landasan rumah bantalan dan plat dasar, sehingga pada saat
proses pencoakan dilakukan posisi pengunci antara landasan rumah bantalan dan
plat dasar benar-benar kokoh.
DAFTAR PUSTAKA
L
A
M
P
I
R
A
N
67
LAMPIRAN 1
Tabel tegangan yang diizinkan menurut kode AISC
Tabel Baja karbon untuk kontruksi mesin dan baja batang difinis dingin untuk poros
Sumber: Sularso, K. Suga, 2002 Dasar Perencanaa dan Pemilihan Elemen Mesin
68