Dosen Pembimbing:
Fransiska Yustiana, S.T., M.T.
Disusun oleh:
Muchamad Agil Ramadhan
22-2016-071
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat – Nya penulis
dapat sampai pada seminar proposal dalam proses pelaksanaan Tugas Akhir dengan
Judul “Analisis Resapan Air Hujan Melalui Lubang Resapan Air Pori Sebagai
Upaya Mereduksi Beban Drainase Di Institut Teknologi Nasional Bandung”.
Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat penyelesaian studi program
pendidikan sarjana pada Program Studi Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional
Bandung. Penulis menyadari, dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini tidak terlepas
dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak, maka penulis mengucapkan banyak
terimakasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikat rahmat – Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal Tugas Akhir ini;
2. Kedua orang tua penulis, Bapak Engkos SE dan Ibu Enunh. atas dukungannya serta
segala bentuk motivasi yang telah diberikan;
3. Fransiska Yustiana, S.T., M.T selaku dosen pembimbing penulis yang telah
memberikan segala masukan dan arahan dalam Proposal Tugas Akhir ini. Semoga
Proposal Tugas Akhir ini dapat memberikan pemahaman pada penulis, rekan-rekan,
maupun pembaca lainnya.
i
DAFTAR ISI
ii
2.6.3 Desain Lubang Resapan Biopori ................................................................ 32
2.6.4 Kebutuhan Lubang Resapan Biopori .......................................................... 35
2.7 Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN.................................................................... 37
3.1 Umum ................................................................................................................ 37
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................................... 37
3.3 Alur Tahapan Penelitian .................................................................................... 38
3.4 Tahapan Penelitian ............................................................................................ 39
3.4.1 Tahap Persiapan .......................................................................................... 39
3.4.2 Tahap Pelaksanaan ...................................................................................... 39
3.4.3 Tahap Penyusunan Laporan ........................................................................ 43
3.4.4 Analisa Data dan Pembahasan .................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 46
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Derajat Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan ........................................ 7
Tabel 2.2 Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan ...................................... 7
Tabel 2.3 Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan ........................................ 7
Tabel 2.4 Nilai Yn ...................................................................................................... 14
Tabel 2.5 Nilai Sn ....................................................................................................... 15
Tabel 2.6 Tabel Yt ...................................................................................................... 15
Tabel 2.7 Pembagian Jenis Tanah Berdasarkan Ukuran Butir ................................... 21
Tabel 2.8 Jenis Tanah dan Koefisien Permeabilitas Tanah ......................................... 23
Tabel 2.9 Klasifikasi Laju Infiltrasi Menurut U.S Soil Conservation. ....................... 26
Tabel 2.10 Penelitian Terdahulu................................................................................. 36
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Institute Teknologi Nasional, yang dituangkan dalam rencana induk pengembangan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat Institute Teknologi Nasional.
Pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan Institute Teknologi Nasional akan
dimaksimalkan dengan teknologi ramah lingkungan yang efektif yaitu teknologi
lubang resapan biopori, dalam perkembangannya lubang biopori mampu menjadi suatu
sistem berkelanjutan yang mampu mereduksi beban drainase yang diakibatkan oleh
curah hujan yang tinggi, dengan teknologi lubang resapan biopori di kawasan Institute
Teknologi Nasional dapat mengurangi area limpasan yang di akibatkan oleh beban
drainase yang tinggi serta mampu menjadi teknologi pemanfaatan air bersih ramah
lingkunan.
Pemanfaatan lubang resapan biopori tidak hanya mampu mereduksi beban
drainase, penggunaan lubang resapan biopori dapat digunakan sebagai sistem
Pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk kompos. Perubahan fungsi biopori ini
dipengaruhi oleh tekstur tanah, distribusi ukuran butir dan plastisitas tanah. Jika kondisi
tanah dominan tanah berpasir maka lubang biopori berfungsi sebagai resapan air dan
jika kondisi tanah mengandung lempung maka biopori tersebut berfungsi sebagai
lubang dengan pemanfaatan sampah organik menjadi pupuk kompos.
Analisis kebutuhan lubang biopori di kawasan Institut Teknologi Nasional
berdasarkan luas ruang terbuka hijau. Parameter utama dalam penenetuan kebutuhan
lubang biopori yaitu data permeabilitas tanah, data inflitrasi tanah dan data curah hujan
maksimum selama 10 tahun terakhir..
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah rancangan lubang resapan biopori pada kawasan Institute
Teknologi Nasional Bandung ?
2
2. Berapa jumlah lubang resapan biopori yang dapat diterapkan pada kawasan
Institute Teknologi Nasional Bandung ?
3. Berapa besar pemanfaatan lubang resapan biopori dalam mereduksi beban
drainase yang ada pada kawasan Institute Teknologi Nasional Bandung
Secara khusus penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk
menganalisis kebutuhan lubang resapan biopori berdasarkan luas area terbuka hijau
yang mampu mereduksi beban drainase.
3
3. Data curah hujan yang didapatkan merupakan curah hujan maksimum rata rata
dari beberapa stasiun hujan di Kota Bandung.
4. Data Permeabilitas tanah dan Infiltrasi tanah menggunakan data yang didapatkan
melalui pengujian di Laboratorium Geoteknik FTSP, Jurusan Teknik Sipil, Institut
Teknologi Nasional
5. Diameter lubang biopori 4 inch (10 cm) , kedalaman bio pori 1 m, jarak antar
pipa paralon 1 m.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Berdasarkan Gambar 2.1 dapat dijabarkan bahwa siklus hidrologi terdiri atas proses -
proses sebagai berikut :
a) Evaporasi
Suatu proses penguapan dari wujud air ataupun es yang kemudian menjadi uap lalu
naik ke udara dari sumber permukaan air, permukaan tanah, padang rumput, sawah,
hutan dan lain-lain.
b) Presipitasi:
Proses turunnya air ke permukaan bumi yang sering disebut hujan dari uap yang
melalui proses kondensasi.
c) Limpasan
Air hujan yang turun ke permukaan bumi yang mengalir namun tidak masuk ke
dalam tanah.
d) Perkolasi
Proses mengalirnya air ke dalam tanah secara gravitasi hingga mencapai lapisan air
tanah.
2.2 Curah Hujan
Hujan yang turun ke permukaan bumi melalui proses presipitasi mempunyai
tingkatan bermacam-macam. Curah hujan yang turun dapat diukur melalui intensitas
curah hujan. Intensitas curah hujan merupakan derajat curah hujan yang dinyatakan
oleh jumlah curah hujan dalam satuan waktu. Intensitas curah hujan biasanya dihitung
dari jumlah curah hujan dalam waktu singkat yakni kurang lebih 2 jam. Intensitas curah
hujan diperoleh dari kemiringan kurva (tangens kurva) yang dicatat oleh alat ukur curah
hujan otomatis. Satuan dari intensitas curah hujan adalah mm/jam. Macam-macam
hujan ditunjukkan pada Tabel 2.1, Tabel 2.2 dan Tabel 2.3 di bawah ini (Sosrodarsono
dan Takeda, 2003) :
6
Tabel 2.1 Derajat Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan
No. Derajat Hujan Intensitas Kondisi
Curah Hujan
(mm/min)
1. Hujan sangat lemah < 0,02 Tanah sedikit basah
2. Hujan lemah 0,02 – 0,05 Tanah basah, namun sulit membuat
puddel
3. Hujan normal 0,05 – 0,025 Dapat dibuat puddel dan bunyi curah
hujan
Kedengaran
4. Hujan deras 0,025 –1 Air tergenang di seluruh permukaan
tanah dan
bunyi hujan terdengar keras dari
genangan
5. Hujan sangat deras >1 Hujan seperti ditumpahkan dan
saluran
drainase meluap
Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, 2003
Tabel 2.2 Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan
Intensitas Curah Hujan (mm)
No. Keadaan Curah Hujan
1 Jam 24
Jam
1. Hujan sangat ringan <1 <5
2. Hujan ringan 1-5 5-20
3. Hujan normal 5-20 20-50
4. Hujan lebat 10-20 50-100
5. Hujan sangat ebatl > 20 > 100
Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, 2003
Tabel 2.3 Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan
Diameter Bola Massa (mg) Kecepatan Jatuh
No. Jenis Hujan
(mm) (m/sec)
1. Hujan gerimis 0,15 0,0024 0,5
2. Hujan halus 0,5 0,065 2,1
3. Hujan normal lemah 1 0,53 4,0
4. Hujan normal deras 2 4,2 6,5
5. Hujan sangat deras 3 14 8,1
Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, 2003
7
Intensitas hujan dapat dihitung menggunakan rumus intensitas hujan Mononobe
oleh Dr. Ishiguro yang dikemukakan pada tahun 1953 (Sosrodarsono dan Takeda,
2003).
2
R 24 3
I = 24 ................................................................................................... (2.1)
24 t
Dimana:
I : Intensitas curah hujan (mm/jam)
t : Lamanya curah hujan (jam)
R24 : Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
8
1. Metode Rerata Aritmatika (Aljabar)
Metode rerata aritmatika menentukan hujan rerata suatu daerah dengan cara
menjumlahkan data pada beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan kemudian
dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan merupakan stasiun
yang berada di dalam satu daerah aliran sungai (DAS) (Triatmodjo, 2013). Berikut
merupakan rumus dari metode rerata aritmatika :
1
Rr = (R1 R 2 ... R n ) ........................................................................... (2.2)
n
Dimana :
Rr : Tinggi curah hujan ratarata (mm)
R1,R2,R3,..,Rn : Tinggi curah hujan di stasiun 1,2,3,...,n (mm)
n : Banyaknya stasiun penakar hujan
9
Sumber : Soemarto, 1999
Gambar 2.2 Poligon Thiessen
4. Mengukur luas poligon, kemudian curah hujan rerata dihitung dengan rumus
berikut ini:
(A1.R1 A 2 .R 2 ... A n R n )
Rr = .......................................................... (2.3)
(A1 A 2 ... R n )
Dimana :
Rr : Tinggi curah hujan rata-rata (mm)
R1,R2,R3,...,Rn : Tinggi curah hujan di stasiun 1,2,3,...,n (mm)
A1,A2,A3,...,An : Luas daerah poligon (km2 )
n : Banyaknya stasiun penakar hujan
3. Metode Isohyet
Hujan rerata kawasan dengan metode isohiyet dapat diketahui dengan membuat
garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman hujan yang sama. Pada
metode ini, dianggap bahwa hujan pada suatu daerah diantara dua garis isohiyet
dapat merata dan sama dengan nilai rerata dari kedua garis isohiyet tersebut. Garis
isohiyet dibuat dengan cara berikut ini (Triatmodjo, 2013) dengan ilustrasi Gambar
2.3:
10
Sumber : Soemarto, 1999
Gambar 2.3 Metode Isohiyet
Metode Isohiyet dapat dibentuk dengan cara berikut ini, membuat plot data dari
curah hujan pada setiap stasiun hujan :
1. Menggambar kontur curah hujan dengan interval 10 mm.
2. Menghitung luas area yang berada diantara dua garis isohiyet yang berdekatan
dengan menggunakan planimeter. Kemudian, masing-masing luas areal
dikalikan dengan rata-rata hujan antara dua isohiyet yang berdekatan.
3. Menghitung hujan rata-rata yang ada pada suatu DAS dengan rumus berikut:
1 n R Ri + 1
Rr =
A
A i
i=1 i
2
...................................................................... (2.4)
Dimana :
Rr : tinggi curah hujan rata-rata (mm)
R1,R2,R3,...,Rn : Tinggi curah hujan di stasiun 1,2,3,...,n (mm)
A1,A2,A3,...,An : Luas daerah poligon (km2 )
n : Banyaknya stasiun penakar hujan
11
propabilitas. Dengan adanya analisis frekuensi, dapat diperkirakan besarnya banjir
dengan interval kejadian tertentu seperti 10 tahunan, 100 tahunan, dan tahun tahun
lainnya (Triatmodjo, 2013). Metode analisis frekuensi dilaukan secara berurutan
dengan memuat beberapa perhitungan berikut:
a) Parameter Statistik
Untuk mendapatkan nilai parameter statistik dilakukan perhitungan berdasarkan
rumus-rumus berikut ini :
- Nilai Rata – rata
Nilai rata-rata dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Xi
X = n
................................................................................................... (2.5)
Dimana :
X : curah hujan rata-rata (mm)
Xi : curah hujan di stasiun hujan ke i (mm)
n : jumlah data curah hujan
- Deviasi Standar
Simpangan Baku (S) Simpangan baku merupakan ukuran sebaran yang paling
banyak digunakan. Apabila penyebaran data sangat besar terhadap nilai rata-rata
maka nilai simpangan baku akan besar, begitu juga sebaliknya. Simpangan baku
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Sd =
(X i X)
2
.................................................................................... (2.6)
n-1
Dimana :
Sd : simpangan baku (standar deviasi)
X : curah hujan rata-rata (mm)
Xi : curah hujan di stasiun hujan ke i (mm)
12
n : jumlah data curah hujan
- Koefisien Skewness (Cs)
Kemencengan (skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat
ketidaksimetrisan (assymetry) dari suatu bentuk distribusi. Apabila kurva frekuensi
dari suatu distribusi mempunyai ekor memanjang ke kanan atau ke kiri terhadap titik
pusat maksimum maka kurva tersebut tidak akan berbentuk simetri. Koefisien
skewness dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
n
n (X i X)3
i=1
.............................................................................. (2.7)
(n - 1)(n - 2) Sd 3
Dimana :
Cs : Koefisien Skewness
Sd : simpangan baku (standar deviasi)
X : curah hujan rata-rata (mm)
Xi : curah hujan di stasiun hujan ke i (mm)
n : jumlah data curah hujan
- Koefisien Kurtosis (Ck)
Pengukuran kurtosis dimaksudkan untuk mengukur keruncingan bentuk kurva
distribusi. Koefisien kurtosis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
1 n
n i=1
(X i X) 4
Ck = .................................................................................. (2.8)
Sd 4
Ck : koefisien kurtosis
Sd : simpangan baku (standar deviasi)
X : curah hujan rata-rata (mm)
Xi : curah hujan di stasiun hujan ke i (mm)
n : jumlah data curah hujan
13
- Koefisien Variasi (Cv)
Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara simpangan baku dengan nilai
rata-rata hitung dari suatu distribusi. Koefisien variasi dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Sd
Cv =
....................................................................................................... (2.9)
X
Cv : koefisien variasi
Sd : simpangan baku (standar deviasi)
X : curah hujan rata-rata (mm)
14
Tabel 2.5 Nilai Sn
(Xi X)2
i=1
Sx = ............................................................................... (2.12)
n-1
Keterangan:
XTR : Curah hujan dengan perioda ulang TR (mm).
15
X : Curah hujan rata-rata (mm).
TR : Periode ulang.
Yn dan Sn : Konstanta berdasarkan jumlah data yang dianalisis.
SX : Standar deviasi dari Log X.
Log X =
Log X .............................................................................. (2.14)
n
Slog x =
(Log x - Log x) 2
............................................................... (2.15)
n-1
Dimana :
XTR : Curah hujan dengan perioda ulang TR (mm).
X : Curah hujan rata-rata (mm).
TR : Periode ulang.
KTR : Faktor frekuensi berdasarkan perioda ulang TR.
C : Koefisien kemencengan, digunakan untuk mencari besarnya
harga KTR.
n : Jumlah data hujan yang ditinjau.
SLog X : Standar deviasi dari Log X.
16
3. Metode Normal
Rumus pada metode Log Normal adalah sebagai berikut:
X T X K T x S . .................................................................................. (2.17)
Dimana:
XT : besarnya curah hujan dengan periode ulang
X : curah hujan rata-rata
S : Standar deviasi data hujan harian maksimum
Kt : Standar variabel dengan periode ulang
17
R = nilai data terbesar – nilai data terkecil........................................ (2.19)
3. Penentuan interval kelas
I = k R ............................................................................................ (2.20)
4. Pembagian Interval :
P1 = Nilai data terkecil + Interval kelas ............................................ (2.21)
5. Menentukan Ei (sebaran) :
Ei = k n .............................................................................................. (2.22)
6. Mencari derajat kebebasan:
Dk = k – ( p + 1 )................................................................................. (2.23)
P = 2 untuk distribusi normal
7. Uji kecocokan: X2 hitungan< X2 tabel cara analitis dianggap benar dan dapat
diterima
b. Pengujian Smirnov Kolmogorov
Uji smirnov kolmogorov dipakai untuk membedakan dua buah sebaran data yaitu
membedakan sebaran berdasarkan hasil pengamatan sebenarnya dan populasi atau
sampel yang diandaikan atau diharapkan. Dengan kata lain uji ini mengetes apakah
kedua sampel tersebut berasal dari populasi yang sama dan memiliki distribusi yang
sama pula. Nilai-nilai parameter populasi yang dipakai untuk menghitung berdasarkan
nilai-nilai stastistik sampel. Chakravart, et al (1967) menyatakan bahwa uji ini
dipergunakan untuk mengambil keputusan jika sampel yang diperoleh dari distribusi
spesifik. Tujuannya untuk menguji perbedaan ditribusi kumulatif dari variabel yang
kontinu, sehingga uji ini memutuskan jika dua data berbeda secara signifikan. Adapun
cara melakukan uji ini adalah sebagai berikut :
1. Tentukan nilai probabilitas teoritis. (biasanya sudah dilakukan sewaktu
melakukan analisa frekuensi.
2. Nilai probabilitas di plotkan pada sumbu X dan nilai besar hujan pada sumbu Y
pada kertas/grafik berskala logaritmik.
18
3. Tarik garis lurus yang menyatakan perwakilan/tendensi dari data-data tersebut.
Ambil persamaan yang dibentuk oleh garis tersebut ( Y=aX+b)
4. Masukkan kembali nilai probabilitas teoritis kedalam persamaan Y =aX+b
sebagai X untuk mendapatkan nilai probabilitas grafis Y.
5. Hitung deviasi (D ) antara Probabilitas teoritis dengan probabilitas grafis.
6. Ambil nilai deviasi (D )yang paling besar. Hitung Dmax dengan rumus : Dmax
= Nilai D yang paling besar tadi / 100
7. Dapatkan parameter m, dimana m adalah urutan nilai D yang paling besar dalam
grup tersebut.
8. Tentukan derajat kepecayaan (a), biasanya diambil 5%. Tapi bisa diambil
seluruhnya yakni; 20%, 10%, 5% dan 1%.
9. Ambil nilai D kritik, smirnov kolmogorov
10. Bandingkan dengan nilai D max, D kritik < D max, ..... Lulus Uji Kecocokan
D kritik > D max, ..... Tidak Lulus Uji Kecocokan, berarti perhitungan harus
diulang menggunakan metode yang lain atau mungkin terjadi kesalahan
pengolahan data pada saat awal.
2.4 Tanah
Menurut (Hardiyatmo 2019:1) Dalam pengertian teknik sipil, tanah adalah
himpunan mineral, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose),
yang terletak di atas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah
dapat disebabkan oleh zat organic, karbonat, atau oksida-oksida yang mengendap
diantara partikel-partikel. Ruang di antara partikel-partikel dapat berisi udara, air,
ataupun keduanya. Proses pelapukan batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di
dekat permukaan bumi membentuk tanah. Bentukan terjadinya tanah dari bebatuan
induknya, dapat berupa proses kimia maupun proses fisik. Proses terbentuknya tanah
secara fisik yang mengubah bebatuan menjadi partikel-partikel kecil, akibat terjadinya
pengaruh dari air, angin, erosi, es, manusia, atau hancurnya partikel-partikel tanah
19
akibat dari perubahan suhu maupun cuaca. Partikel-partikel tanah mungkin berbentuk
bergerigi, bulat, ataupun bentuk-bentuk lain-lain diantaranya. Secara umum, terjadinya
pelapukan akibat proses kimia yang dapat terjadi oleh pengaruh karbondioksida,
oksigen, air (mengandung alkali maupun asam) dan proses-proses kimia yang lainnya.
Tanah merupakan kumpulan butiran mineral alami (ageregat) yang dapat
dipisahkan oleh suatu cara mekanis bila agregat tersebut diaduk di dalam air. Tanah
terdiri atas kombinasi mineral dan unsur organik yang berbentuk padat, gas, dan cair.
Tanah terdiri dari lapisan partikel yang berbeda dari bahan aslinya dalam sifat fisik,
mineralogi, dan kimia, karena interaksi antara atmosfer dan hidrosfer atau
kemungkinan-kemungkinan lainnya (Darwis, 2018).
2.4.1 Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah berfungsi untuk memberikan keterangan mengenai sifat-sifat
teknis dari tanah itu sendiri, sehingga untuk tanah-tanah tertentu dapat diberikan nama
dan istilah–istilah yang sesuai dengan sifatnya. Sistem klasifikasi tanah terdapat
beberapa macam yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengklasifikasikan
jenis tanah. Sistem-sistem tersebut antara lain Metode Umu m (General Method);
AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Officials);
USCS (Unified Soil Classification System); USDA (United States Department of
Agriculture); Sistem Klasifikasi Tanah Nasional (Dudal & Soepraptohardjo, 1957;
Soepraptohardjo, 1961); Sistem FAO/UNESCO dan BSCS (British Soil Classification
System) (Darwis, 2018).
Salah satu metode klasifikasi tanah adalah metode USDA. Metode USDA atau
United State Department of Agriculture diperkenalkan pada tahun 1960. Sistem
klasifikasi tanah ini lebih banyak menekankan pada morfologi dan kurang menekankan
pada faktor-faktor pembentuk tanah. Sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur
tanah, distribusi ukuran butir dan plastisitas tanah menurut USDA adalah (Darwis,
2018):
20
a) Pasir : Ukuran butiran antara 2,0 – 0,05 mm
b) Lanau : Ukuran butiran 0,05– 0,002 mm.
c) Lempung : Ukuran butiran < 0,002 mm
21
11. Coarse gravel 16,0 – 32,0
12. Very coarse gravel 32,0 – 64,0
Sumber : Morris and Johnson, 1967
22
Q : Banyaknya air yang mengalir pada setiap pengukuran (ml)
t : Waktu pengukuran (jam)
L : Tebal contoh (cm)
h : Tinggi permukaaan air dari permukaan contoh tanah (cm)
A : Luas permukaan contoh tanah (cm)
23
saat tanah kering, laju infiltrasi tinggi. Setelah tanah menjadi jenuh air, maka laju
infiltrasi akan menurun dan menjadi konstan. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju
infiltrasi antara lain tekstur tanah, struktur tanah yang berkaitan ukuran pori tanah dan
kemantapan pori, kandungan air, dan profil tanah. kemampuan tanah untuk menyerap
air infiltrasi pada suatu saat dinamai kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) tanah
(Arsyad,2006). Laju infiltrasi (infiltration rate) adalah jumlah air yang masuk ke dalam
tanah untuk periode tertentu. Laju infiltrasi dipengaruhi secara langsung oleh tekstur
tanah (soil tekstur) penutupan tanah (soil cover) kadar lengas di dalam tanah (moisture
content), suhu tanah (soil temperatur), jenis presipitasi (precipition type), dan intesintas
hujan (rainfall intensity), (Indarto,2010). Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya
gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Di bawah pengaruh gaya
gravitasi, air hujan mengalir vertikal ke dalam tanah melalui profil tanah.
Pada sisi lain, gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus ke atas,
ke bawah dan ke arah horisontal (lateral). Gaya kapiler tanah ini bekerja nyata pada
tanah dengan pori-pori yang relatif kecil. Pada tanah dengan pori-pori yang relatif
besar, gaya ini dapat diabaikan pengaruhnya dan air mengalir ke tanah yang lebih
dalam oleh pengaruh gaya gravitasi. Dalam perjalanannya tersebut, air juga mengalami
penyebaran ke arah lateral akibat tarikan gaya kapiler tanah, terutama ke arah tanah
dengan pori-pori yang lebih sempit dan tanah yang lebih kering (Asdak 2004).
Faktor - faktor yang mempengaruhi proses infiltrasi, yakni: karakteristik hujan
(curah hujan, durasi hujan), kondisi permukaan tanah, kondisi penutup permukaan,
transmibilitas tanah, dan karakterisik air yang berinfiltrasi (Darwis, 2018). Peresapan
air ke dalam tanah ditunjukkan pada Gambar 2.5 berikut ini:
24
Sumber : The Water Cycle – USGS, 2016
Gambar 2.5 Peresapan Air ke Dalam Tanah
Pada Gambar 2.5 di atas, air yang jatuh dari proses presipitasi akan mengalami
proses infiltrasi yang masuk ke dalam tanah. Bagian atas permukaan tempat adanya air
tanah disebut muka air tanah. Tanah yang berada di bawah muka air tanah akan jenuh
oleh air. Zona aquifer diisi ulang (recharge) oleh rembesan air hujan yang telah
terinfiltrasi yang disebut proses perkolasi.
Infiltrasi dapat diketahui melalui beberapa cara, yakni dengan Inflow - outflow,
analisis data hujan dan hidrograf, menggunakan alat ring infiltrometer dan melakukan
uji lapangan. Perhitungan model persamaaan kurva kapasitas infiltrasi yang
dikemukakan oleh Horton adalah sebagai berikut:
f = fc + (fo - fc) x e kt ................................................................................ (2.26)
Dimana:
f : laju infiltrasi nyata (cm/jam)
fc : laju infiltrasi tetap (cm/jam)
fo : laju infiltrasi awal (cm/jam)
k : konstanta geofisik
t : waktu (t)
e : 2,718281820
25
Untuk menentukan kelas inflitrasi, digunakan klasifikasi menurut U.S Soil
Conservation.
Tabel 2.9 Klasifikasi Laju Infiltrasi Menurut U.S Soil Conservation.
2.5 Drainase
Drainase berfungsi untuk membuang air lebih, mengangkut limbah dan mencuci
polusi dari daerah perkotaan, mengatur arah dan kecepatan aliran, mengatur elevasi
muka air tanah, menjadi sumberdaya alternatif serta dapat menjadi salah satu prasarana
untuk mencegah erosi dan gangguan stabilitas lereng bagi daerah perbukitan. Menurut
(Suripin, 2004), drainase secara garis besar dapat diartikan sebagai tindakan teknis
untuk mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari hujan, rembesan, maupun
kelebihan air irigasi kawasan/lahan sehingga fungsi dari kawasan/lahan tidak
terganggu. Berdasarkan kegunaannya, sistem drainase perkotaan dapat digolongkan
menjadi 2 macam, yakni:
a) Sistem yang hanya melayani pembuangan bagi air hujan saja (storm drainage)
Sistem drainase ini dibuat hanya untuk mengalirkan air hujan saja dengan
frekuensi yang direncanakan.
b) Sistem drainase untuk air limbah (sewerage)
Sistem drainase ini dibuat untuk menampung dan mengalirkan air limbah
perkotaan ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
26
Gambar 2.6 Ilustrasi storm drainage dan sewerage
27
b) Sistem drainase tertutup
Sistem drainase ini dibuat dengan menutupi permukaan airnya, yang artinya
terpendam di bawah permukaan tanah. Sistem ini dapat diterapkan untuk sistem
drainase air limbah yang terpisah dan sebagian terpisah terutama pada bagian
saluran tersier dan sekunder (Mulyanto, 2013).
Drainase sebagai penampung segala macam air buangan salah satunya air hujan
merupakan suatu bangunan yang memiliki kapasitas tampung. Kapasitas tampung yang
dimiliki oleh drainase dapat penuh sewaktu-waktu jika material yang ditampung
melebihi kapasitas. Bila kapasitas tampung drainase telah penuh, air dan material yang
ada pada sistem drainase akan meluap dan melimpas ke jalanan dan sekitarnya. Oleh
sebab itu diperlukan suatu upaya untuk meminimalisir penuhnya kapasitas sistem
drainase. Pemanfaatan air hujan melalui LRB merupakan salah satu upaya yang mana
pada beberapa penelitian dikatakan efektif dalam mengurangi beban drainase.
Sehingga dapat menanggulangibencana banjir. Indonesia yang sering terjadi bencana
banjir di beberapa daerah digagaskan untuk menerapkan eco-drainase dengan
menambahkan LRB atau sumur resapan pada sistemnya
28
membandingkan pengaruh LRB terhadap debit hujan yang jatuh di seluruh wilayah
(Meliala, 2015) dapat dituliskan pada rumus berikut ini:
29
tanah. Biopori memiliki manfaat ekologis dan lingkungan, yang meningkatkan
penyerapan air tanah, pengelolaan sampah organik, dan meningkatkan aktivitas
mikroorganisme untuk kesuburan tanah.
2.6.1 Keunggulan Biopori
Lubang resapan biopori adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk
mengatasi banjir dengan cara :
a. Meningkatkan Daya Resapan Air.
Kehadiran lubang resapan biopori secara langsung akan menambah bidang resapan
air, setidaknya sebesar luas kolom/dinding lubang. Aktivitas fauna tanah pada
lubang terbentuk dan senantiasa terpelihara keberadaannya. Oleh karena itu bidang
resapan ini akan selalu terjaga kemampuannya dalam meresapkan air. Kombinasi
antara luas bidang resapan dengan kehadiran biopori secara bersama-sama akan
meningkatkan kemampuan dalam meresapkan air
b. Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos
Sampah organik didalamnya menjadi sumber energi bagi organisme tanah untuk
melakukan kegiatannya melalui dekomposisi, kemudian sampah itu disebut
kompos. Kompos dapat dipanen pada setiap periode tertentu dan dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik pada berbagai jenis tanaman. Proses tersebut
mengurangi terbentuknya gas metan yang merupakan salah satu gas rumah kaca,
terbentuk saat sampah organik dibuang secara ditimbun/landfill. Jadi secara tidak
langsung lubang biopori juga dapat mengurangi efek rumah kaca, pemanasan global
dan memelihara biodiversitas dalam tanah
c. Memanfaatkan peran aktivitas Fauna Tanah dan Akar Tanaman
Seperti disebutkan di atas, LRB diaktifkan oleh organism tanah dan perakaran
tanaman. Aktivitas merekalah yang selanjutnya menciptakan rongga-rongga atau
liang-liang di dalam tanah yang akan menjadi saluran untuk meresap air.
Pemanfaatan aktivitas mereka maka lubang tersebut senantiasa terpelihara
30
keberadaannya sehingga kemampuan peresapannya akan tetap terjaga tanpa campur
tangan langsung dari manusia, tentunya sangat menghemat tenaga dan biaya. Peran
faktor manusia dalam hal ini adalah memberi pakan kepada mereka berupa sampah
organik pada periode tertentu, karena akan menjadi humus dan tubuh biota dalam
tanah, tidak cepat diemisikan ke atmosfir sebagai gas rumah kaca.
2.6.2 Parameter Pemilihan Lokasi Lubang Resapan Biopori
Dalam membuat LRB, harus memperhatikan beberapa aspek agar tidak
membahayakan manusia dan hewan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam
menentukan lokasi pembuatan biopori menurut (Brata dan Nelistya, 2008), yakni:
1. Alur air
Lubang resapan biopori sebaiknya dibuat pada lokasi-lokasi terkumpulnya air saat
hujan turun. Dengan mengacu pada prinsip air mengalir dari tempat yang tinggi ke
tempat yang rendah, dapat diketahui kemana arah aliran air dan menentukan lokasi
lubang resapan biopori agar air dapat masuk ke dalamnya.
2. Aspek keamanan
Lubang resapan biopori sebaiknya dibuat pada tempat yang tidak dilalui orang,
kendaraan atau hewan untuk pertimbangan keamanan dan tidak membahayakan.
3. Tata letak
Tata letak juga harus diperhatikan dalam membuat lubang resapan biopori agar tidak
merusak estetika lahan. Beberapa tempat yang disarakan seperti saluran
pembuangan air, sekeliling pohon, perubahan kontur taman, tepi taman dan samping
pagar.
4. Kondisi tanah
Tekstur tanah juga diperhatikan dalam pembuatan lubang resapan biopori. tanah
dengan tekstur pasir akan lebih cepat meresapkan air dari pada tanah liat. Namun,
tanah dengan kondisi liat, laju peresapan air dapat dipercepat dengan adanya
kompos.
31
5. Tata guna lahan
Tata guna lahan juga dapat mempengaruhi dalam pembuatan lubang resapan
biopori. Pada tanah yang tertutup beton dan di pemukiman padat, daya resap tanah
kecil, sehingga di pemukiman padat penduduk diperlukan lebih banyak lubang
resapan biopori untuk meningkatkan daya resap tanah.
2.6.3 Desain Lubang Resapan Biopori
Cara membuat LRB berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pemanfaatan Air Hujan adalah sebagai berikut:
1. Persyaratan lokasi
a. Daerah sekitar pemukiman, taman, halaman parkir dan sekitar pohon; dan/atau
b. Pada daerah yang dilewati aliran air hujan.
2. Konstruksi
a. Membuat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman 100
cm atau tidak melampaui kedalaman air tanah. Jarak pembuatan LRB antara 50 –
100 cm;
b. Memperkuat mulut atau pangkal lubang dengan menggunakan:
1. Paralon dengan diameter 10 cm, panjang minimal 10 cm; atau
2. Adukan semen selebar 2 – 3 cm, setebal 2 cm di sekeliling mulut lubang.
3. Mengisi lubang resapan biopori dengan sampah organik yang berasa dari
dedaunan, pangkasan rumput dari halaman atau sampah dapur; dan
4. Menutup lubang resapan biopori dengan kawat saringan.
32
Sumber: Lampiran Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 /PRT/M/2014
Gambar 2.9 Model LRB
33
hampir sama dengan model U, hanya berbeda pada mata bornya dimana untuk
alat model putar menggunakan mata bor 2 buah spiral plate dengan lebar plate
11,5 cm (efektif lubang 4” = 10 cm)
34
4. Alat Biopori Tambahan (penutup)
Berbagai macam aksesoris tambahan berupa penutup dapat diplikasikan pada
lubang biopori yang sudah dibuat. Penutup tersebut berfungsi untuk menahan
kemungkinan lubang tertutup tanah/longsor.
3. Pemeliharaan
a. mengisi sampah organik kedalam LRB;
b. memasukkan sampah organik secara berkala pada saat terjadi penurunan volume
sampah organik pada LRB; dan/atau
c. mengambil sampah organik yang ada dalam LRB setelah menjadi kompos
diperkirakan 2 – 3 bulan telah terjadi proses pelapukan
2.6.4 Kebutuhan Lubang Resapan Biopori
Menentukan jumlah LRB yang ideal adalah dengan menghitung dengan
menggunakan rumus berikut ini (Brata dan Nelistya, 2008):
Menghitung luas RTH yang dibutuhkan untuk membuat sejumlah LRB yang
telah dihitung. Jumlah LRB maksimum dapat dihitung menggunakan rumus (Meliala,
2015) dihitung menggunakan rumus (Meliala, 2015) :
35
Luas Ruang Hijau Terbuka
LRBMaksimum = x Jumlah Lubang Ideal ............... (2.29)
Luas Tanah Ideal m 2
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Umum
Penelitian ini membahas mengenai pemanfaatan air hujan melalui teknologi
resapan air hujan yakni Lubang Resapan Biopori sebagai upaya dalam mereduksi
beban drainase di Kampus Institute Teknologi Nasional.
3.2 Lokasi Penelitian
Berikut ini lokasi yang akan ditinjau dalam penelitian ini :
Nama Tempat : Institut Teknologi Nasional Bandung.
Lokasi : Jl. Phh. Mustofa No.23, Neglasari, Kec Cibeunying Kaler,
Kota Bandung, Jawa Barat 40124. Provinsi Jawa Barat
Luas lahan : 52.954 m2
Luas bangunan : 41.205 m2
37
3.3 Alur Tahapan Penelitian
Mulai
Perumusan Masalah
Pengumpulan Data
Selesai
38
3.4 Tahapan Penelitian
Berdasarkan pada kebutuhan analisis, maka pengumpulan data merupakan tahap
yang cukup krusial dimana dengan kecukupan data serta validasi data yang baik akan
dapat menjadi dasar yang baik dalam melakukan analisis. Ada beberapa tahapan dalam
dalam pengumpulan data antara lain sebagai berikut :
3.4.1 Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, dilakukan studi literatur terhadap obyek penelitian, proses
administrasi di program studi, hingga memperoleh persetujuan pelaksanaan penelitian
pada obyek yang dikendaki.
3.4.2 Tahap Pelaksanaan
Penelitian Tahap pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara pengumpulan
data primer dan data sekunder. Data primer dan data sekunder yang dibutuhkan adalah
sebagai berikut :
a. Data Primer
Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian antara lain:
1. Nilai Permeabilitas Tanah
Nilai permeabilitas tanah di kampus Institut Teknologi Nasional Bandung
didapatkan menggunakan sampel tanah di lokasi penelitian kampus Institut
Teknologi Nasional Bandung. Uji nilai permeabilitas tanah pada penelitian ini
bekerja sama dengan Laboratorium Geoteknik FTSP, Jurusan Teknik Sipil, Institut
Teknologi Nasional
Perlatan dan bahan yang digunakan
Peralatan
Permeameter dengan perlengkapannya
Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram
Termometer
Stopwatch
39
Gelas ukur kapasitas 500 ml dan sendok
Bahan yang digunakan
Tanah asli
Kertas Filter
Prosedur Pengujian
1. Siapkan Sample tanah secukupnya dan timbang kira kira 500 gr.
2. Letakkan silinder diatas plat dasar dan padatkan sampel tanah didalam silinder
dengan alat pemadatan
3. Letakkan saringan pada plat dasar dengan batu pori dan letakkan silinder yang berisi
tanah diatasnya. Kemudian letakkan batu pori diatas sampel tanah dan kenakan plat
penutup
4. Tentukan berat sampel tanah didalam silinder dengan cara mengurangi berat sampel
tanah yang disiapkan dengan sisa tanah
5. Tentukan berat jenis (Gs) dan kadar air tanah (w)
6. Pasangkan silinder yang sudah terisi sampel dengan selang yang menghubungkan
buret
7. Tutup keran pada buret dan isi buret dengan air
8. Jenuhkan sampel tanah dengan cara membuka keran pada buret dan membiarkan air
mengalir melalui sample tanah, sehingga air keluar dari bawah silinder.
9. Isi kembali buret dengan air hingga suatu ketinggian dan ukur tinggi muka air
tersebut dari ujung bawah sampel tanah untuk mendapatkan h1
10. Alirkan dair dan tekanlah stopwatch. Biarkan air mengalir melalui sampel tanah
hingga air dalam buret hampir kosong atau hingga ketinggian tertentu
11. Stop aliran air dan tekanlah stopwatch, kemudian catat pembacaan waktu dan tinggi
muka air pada buret untuk mendapatkan h2
12. Buret isi kembali dengan air dan ulang percobaan 2 kali lagi. Catat pula suhu air
dalam buret untuk setiap kali percobaan
40
2. Laju Infiltrasi
Laju infiltrasi tanah di kampus Institut Teknologi Nasional Bandung didapatkan
dengan mengukur langsung di lapangan dengan menggunakan metode infiltrasi
tanah. Uji lapangan laju infiltrasi tanah digunakaan untuk mencari angka
peresapan. Uji ini berfungsi untuk mengetahui daya resap tanah terhadap air. Uji
lapangan infiltrasi menggunakan prinsip infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses
masuk/mengalirnya air ke dalam tanah secara gravitasi.
- Perlatan dan bahan yang digunakan
Peralatan
Ring infiltrometer: single-ring infiltrometer umumnya berukuran diameter 10-
50 cm dan panjang atau tinggi 10-20 cm. Ukuran doublering infiltrometer
adalah ring pengukur/ring bagian dalam umumnya berdiameter 10-20 cm,
sedangkan ring bagian luar (ring penyangga/buffer ring) berdiameter 50 cm.
Panjang ring pengukur maupun ring penyangga sama dengan panjang single-
ring infiltrometer yaitu 10-20 cm.
Balok kayu dan palu
Stopwatch (alat pengukur waktu lainnya),
Spon kasar.
Bila penambahan air dilakukan secara otomatis, maka gunakan mariotte
reservoir, namun bila penambahan air dilakukan secara manual, maka
diperlukan ember atau drum, gayung, gelas ukur, penggaris atau meteran.
- Prosedur Pengujian
1. Benamkan ring secara vertikal ke dalam tanah sedalam 3-10 cm menggunakan
balok kayu dan palu atau penumbur hidrolik. Pastikan bahwa kedalaman ring
cukup untuk membuat ring kuat berdiri. Namun demikian perhitungkan pula
tebal ring yang akan digenangi, misalnya bila kedalaman pembenaman ring 5
cm dan kedalaman penggenangan juga 5 cm, maka panjang ring yang
41
digunakan minimal 11 cm. Gangguan terhadap tanah akibat proses
pembenaman ring harus seminimal mungkin. Hindari pengikisan atau
perataan tanah. Bila double ring infiltrometer yang digunakan, maka ring
pengukur dibenamkan terlebih dahulu.
2. Hindari kebocoran di sekitar dinding ring dengan cara memadatkan bagian
tanah yang bersentuhan dengan dinding ring. Bila terbentuk celah yang besar,
maka perlu dilakukan perekatan dengan menggunakan serbuk bentonit atau
liat halus.
3. Genangi ring pengukur dengan tingkat kedalaman yang konstan, dan ukur
kecepatan masuknya air ke dalam tanah. Bila double ring infiltrometer yang
digunakan, maka samakan ketinggian genangan pada ring penyangga dengan
ring pengukur. Tinggi genangan biasanya bekisar antara 5-20 cm. Cara yang
mudah untuk mengatur tinggi genangan secara konstan adalah dengan
menggunakan mariotte reservoir ketinggian pelampung pada marriot reservoir
dibuat sama dengan ketinggian air pada ring pengukur, sedangkan kecepatan
penurunan air pada marriote reservoir dapat digunakan untuk menghitung laju
infiltrasi. Alternatif lainnya adalah dengan menggunakan katup apung (float
valve) yang dihubungkan (via tabung atau selang yang bersifat flexible)
dengan penampung air yang mengalir dengan menggunakan gaya gravitasi
(gravity-feed reservoir). Cara ini sering digunakan pada tanah-tanah yang
mempunyai laju infiltasi tinggi. Cara yang paling sederhana adalah dengan
menambahkan air secara manual, biasanya digunakan untuk tanah dengan laju
infiltrasi rendah. Untuk mengetahui kapan air harus ditambahkan, diperlukan
penunjuk/ pointer (yang paling sederhana adalah penggaris atau batang
kayu/logam yang ditera) atau bisa digunakan semacam kait pengukur (hook
gauge). Ketika permukaan air dalam ring pengukur turun dan sampai pada
titik penunjuk (pointer) atau hook gauge level, maka lakukan penambahan air
42
sampai permukaan air dalam ring kembali ke titik awal/preset mark. Rata-rata
laju infiltrasi ditetapkan/ dihitung dari volume penambahan air dan interval
waktu penambahan. Kedalaman penggenangan (H) merupakan ketinggian air
yang terletak pada pertengahan antara preset mark dan pointer (hook gauge).
4. Quasy-steady state flow (aliran air yang konstan) diasumsikan terjadi ketika
kecepatan penurunan air di dalam ring menjadi konstan. Waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai quasy-steady state flow (waktu kesetimbangan)
umumnya meningkat dengan semakin halusnya tekstur tanah, menurunnya
struktur tanah, meningkatnya kedalaman penggenangan (H) dan kedalaman
pembenaman ring (d), dan semakin besarnya radius ring.
b. Data Sekunder
1. Peta administrasi kampus Institute Teknologi Nasional Bandung
Peta administrasi kampus Institute Teknologi Nasional Bandung didapatkan dari
bagian Biro Keuangan dan Umum Institut Teknologi Nasional Bandung.
2. Data hujan harian dalam 10 tahun terakhir
Data hujan harian dalam 10 tahun terakhir didapatkan dari Badan Pusat Statistik
Kota Bandung
3. Data luas atap bangunan dan luas ruang terbuka hijau Data luas RTH selain
didapatkan dari survei langsung dan Biro Keuangan dan Umum Institut
Teknologi Nasional Bandung.
43
3.4.4 Analisa Data dan Pembahasan
Analisa data yang dilakukan terdiri dari beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut
yaitu :
1. Menghitung Analisa Hidrologi
Data dengan distribusi normal diperlukan dalam pengujian statistik parametrik.
Curah hujan rancangan dengan kala ulang 2 hingga 100 tahun akan dianalisa
berdasarkan, metode gumbel pada Persamaan 2.10, metode Log Person tipe III
pada Persamaan 2.13, metode normal pada Persamaan 2.17.
2. Uji Kecocokan
kemudian dilakukan uji kecocokan dengan uji Chi-Square dan uji Smirnov
Kolmogorov.
3. Menghitung intensitas hujan dan debit limpasan
Intensitas hujan dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada Persamaan 2.1
mengenai perhitungan intensitas hujan Mononobe
4. Menganalisa Permeabilitas
Pengujian permeabilitas tanah dilakukan di laboratorium menggunakan metode
Constant Head Permeameter pada Persamaan 2.24 dan Variable/Falling Head
Permeameter pada Persamaan 2.25.
5. Menganalisa Laju Infiltrasi
Laju air yang terinfiltrasi ke tanah selama kurun waktu tertentu dapat dihitung
dengan menggunakan data penurunan ketinggian air dalam kurun waktu tertentu.
dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada Persamaan 2.26
6. Menganalisa jumlah kebutuhan lubang resapan biopori di Institute Teknologi
Nasional Bandung
Jumlah lubang resapan biopori yang dibutuhkan dapat dihitung menggunakan
rumus pada Persamaan 2.28 dan Jumlah lubang resapan biopori maksimum ada
pada Persamaan 2.29
44
7. Menganalisa reduksi beban drainase di Institute Teknologi Nasional Bandung.
Analisa reduksi beban drainase dapat dapat dihitung menggunakan rumus pada
Persamaan 2.27
45
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standarisasi Nasional. 2012. Tata cara pengukuran laju infiltrasi tanah di
lapangan menggunakan infiltrometer cincin ganda, SNI 7752:2012
Brata, R. & A. Nelistya. 2008. Lubang Resapan Biopori. Jakarta: Penebar Swadaya.
Darwia, Seva, Ichwana, Mustafril. 2017. Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori
(LRB) Berdasarkan Jenis Bahan Organik Sebagai Upaya Konservasi Air dan
Tanah. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. Vol.2. No.1.
Dengah, G. P., Supit, C. J., Tangkudung, H., Sipil, T., Sam, U., Manado, R., …
Manado, K. (2019). Analisis Perencanaan Lubang Resapan Biopori Untuk
Mereduksi Genangan Di Jalan Dahlia Raya II Perumahan Griya Paniki Indah
Kota Manado. Tekno, 17(73), 145–151.
Habibiyah, A. W. 2015. Pengaruh Jenis Sampah, Variasi Umur Sampah Terhadap Laju
Infiltrasi Lubang Resapan Biopori (LRB) di Kampus II Universitas PGRI Adi
Buana Surabaya. Tugas Akhir. Program Studi Teknik Lingkungan. Fakultas
Teknik Sipil dan Perencanaan. Universitas PGRI Adi Buana Surabaya.
Indriatmoko, R. Haryoto & H. D. Wahjono. Teknologi Konservasi Air Tanah dengan
Sumur Resapan. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Janeiro, D. O. R. I. O. D. E. (2018). Studi resapan air hujan melalui lubang resapan
biopori sebagai upaya mereduksi beban drainase di Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya, (21), 1–9.
Ladianto, Abdi. 2016. Biopore: Vertical Cemetery Of Muslim Society In Surabaya.
International Journal of Education and Research. Vol. 4. No. 6. ISSN: 2411-
5681.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2009. Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan.
46
Permatasari, Laras. 2015. Biopore Infiltration Hole: "One Day For Biopore" As An
Alternative Prevent Flood. International Journal of Advances in Science
Engineering and Technology. Volume 3. Issue 2. ISSN: 2321- 9009.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi
Offset.
Victorianto E, dkk. Pengaruh lubang resapan biopori terhadap limpasan
permukaan, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sebelas Maret.e-journal Matriks Teknik
Sipil (2014, ISSN 2354-8630)
47
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
48
Xi : Besarnya curah hujan daerah (mm)
X : Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm)
Px Px Rata-
No. Tahun (Xi-X) (Xi-X)2 (Xi-X)3 (Xi-X)4
(Xi) Rata (X)
1 2005 85 83,2 2 3 6 11
2 2006 94 83,2 11 124 1378 15327
3 2007 70 83,2 -14 187 -2556 34954
4 2008 68 83,2 -15 236 -3633 55856
5 2009 89 83,2 6 33 188 1076
6 2010 123 83,2 40 1578 62697 2490741
7 2011 74 83,2 -10 194 -905 8756
8 2012 83 83,2 0 0 0 0
9 2013 68 83,2 -15 218 -3224 47634
102014 62 83,2 -21 448 -9492 200982
112015 78 83,2 -6 30 -164 897
122016 114 83,2 29 866 25481 749833
132017 74 83,2 -10 94 -905 8756
142018 85 83,2 2 4 8 17
152019 83 83,2 0 0 0 0
Jumlah 842 0 4015 68877 3614839
Sumber : Hasil Analisis
Perhitungan dispersi untuk menghitung sebaran dalam tahap selanjutnya yang
meliputi Rata Rata, deviasi standar, koefisien skewness, koefisien kurtosis. dan
koefisien variasi adalah sebagai berikut:
1. Nilai Rata-Rata
Xi
X = n
49
1
x 3614839
X = 15
16,934
X = 83,2 mm
Sd =
(X i X) 2
n-1
4015
Sd =
15 1
Sd = 16,93
n
n (X i X)3
i=1
Cs =
(n - 1)(n - 2) Sd 3
15 x 68877
Cs =
(15 - 1)(15 - 2) 16,933
Cs =
1 n
n i=1
(X i X) 4
Ck =
Sd 4
1
x 3614839
Ck = 15
16,934
50
Ck = 1,83
Sd
Cv =
X
16,93
Cv =
83, 2
Cv = 0,20
1. Metode Gumbel
Pmax T Xmax Xt
No. Year Rank p Kt
(mm) (tahun) (mm) (mm)
1 2005 85,00 1 0,06 16,00 122,90 1,688 111,39
2 2006 94,30 2 0,13 8,00 112,60 1,120 101,91
3 2007 69,50 3 0,19 5,33 94,30 0,776 96,15
4 2008 67,80 4 0,25 4,00 88,90 0,522 91,90
5 2009 88,90 5 0,31 3,20 85,20 0,316 88,45
6 2010 122,90 6 0,38 2,67 85,00 0,139 85,49
7 2011 73,50 7 0,44 2,29 83,30 -0,019 82,85
8 2012 83,00 8 0,50 2,00 83,00 -0,164 80,42
9 2013 68,40 9 0,56 1,78 77,70 -0,302 78,13
10 2014 62,00 10 0,63 1,60 73,50 -0,435 75,90
11 2015 77,70 11 0,69 1,45 73,50 -0,568 73,67
12 2016 112,60 12 0,75 1,33 69,50 -0,705 71,38
13 2017 73,50 13 0,81 1,23 68,40 -0,852 68,92
14 2018 85,20 14 0,88 1,14 67,80 -1,021 66,09
15 2019 83,30 15 0,94 1,07 62,00 -1,246 62,34
Rata-rata Xmax, μ X 83,17
51
Stand. Deviasi Xmax, S 16,72
52
4.1.3 Pengujian Keselarasan Sebaran
4.2 Analisa Jenis Tanah
4.2.1 Analisa Permeabilitas Tanah
Data pengujian permeabilitas tanah dilakukan di Laboratorium Geoteknik FTSP,
Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional. Sampel tanah yang digunakan untuk
mengetahui nilai permeabilitas tanah, nilai permeabilitas tanah di peroleh berdasarkan
hasil pengujian konsolidasi. Sampel tanah yang digunakan dalam pengujian
konsolidasi didapatkan melalui proses pemboran secara manual (handboring), sample
I pada area terbuka hijau gedung 19 dan sample II area terbuka hijau gedung 8 dengan
kedalaman setiap sample tanah 0,5 m dari permukaan tanah dapat ditunjukkan pada
tabel 4. Dan tabel 4. Berikut ini
Contoh Perhitungan
k
Cv =
w x mv
53
k
Cv =
w x mv
Cv =
e
mv =
p x (1+e)
e
mv =
p x (1+e)
mv =
Koefisien permeabilitas
k = CV x w x m v
k = CV x w x m v
k =
54
Koefisien konsolidasi = 0,000139
9 Kadar air (Wc) = 29,8% 18
Cv(t50) cm2/dtk
Sumber : Laboratorium Geoteknik FTSP, Jurusan Teknik Sipil, Institut Teknologi Nasional
Contoh Perhitungan
k
Cv =
w x mv
k
Cv =
w x mv
Cv =
e
mv =
p x (1+e)
e
mv =
p x (1+e)
mv =
Koefisien permeabilitas
k = CV x w x m v
k = CV x w x m v
k =
55
No. No. Sampel Koefisien Permeabilitas (k) (cm/detik)
1. I 0,0246
2. II 0,000961
56
14. 0,0036
15. 0,0026
16. 0,0001
57
58