Anda di halaman 1dari 20

JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21 - 40, ISSN 1412-0372

PERHITUNGAN PROFIL TEGANGAN PADA


SISTEM DISTRIBUSI MENGGUNAKAN
MATRIX ADMITANSI DAN MATRIX
IMPEDANSI BUS

Maula Sukmawidjaja
Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti

Abstract
A very important problem in the design and operation of a distribution system is the
calculation of the voltage profile within specified limits at various points in the system. In
this text we shall develop methods by which we can calculate the voltage, current, and power
at any point in a distribution line provided we know these values at one point, usually at one
end of the line. The continued development of large, high-speed digital computers have
brought about a change in the relative importance of various techniques in the solution of
large distribution networks. One of particular importance is the introduction of bus
admittance and bus impedance matrices method which will prove to be very useful in the
calculation of the voltage profile in the distribution networks.
Keywords: voltage profile, bus admittance, bus impedance, matrices

1. Pendahuluan
Ada tiga bagian penting dalam proses penyaluran tenaga listrik,
yaitu: Pembangkitan, Penyaluran (transmisi) dan distribusi seperti pada
Gambar 1.

PUSAT
PEMBANGKIT
PUSAT
PEMBANGKIT

Gardu
Gardu Distribusi
Distribusi

GI Jaringan
Penurun Tegangan JaringanMenengah
Tegangan
Penurun Tegangan
GI Tegangan
Penaik Tegangan
Penaik Tegangan Menengah
PEMBANGKIT TRANSMISI DISTRIBUSI
PEMBANGKIT TRANSMISI DISTRIBUSI

Gambar 1. Tiga komponen utama dalam Penyaluran Tenaga Listrik


JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21 - 40, ISSN 1412-0372

Tegangan sistem distribusi dapat dikelompokan menjadi 2 bagian


besar, yaitu distribusi primer (20KV) dan distribusi sekunder (380/220V).
Jaringan distribusi 20KV sering disebut Sistem Distribusi Tegangan
Menengah dan jaringan distribusi 380/220V sering disebut jaringan
distribusi sekunder atau disebut Jaringan Tegangan Rendah 380/220V.

2. Jaringan Pada Sistem Distribusi Primer


Jaringan Pada Sistem Distribusi tegangan menengah (Primer,
20KV) dapat dikelompokkan menjadi lima model, yaitu Jaringan Radial,
Jaringan hantaran penghubung (Tie Line), Jaringan Lingkaran (Loop),
Jaringan Spindel dan Sistem Gugus atau Kluster. (Alexander, 2004: 54-80)
(Muchamdany, 2008: 6-40).

2.1. Jaringan Radial


Sistem distribusi dengan pola Radial seperti Gambar 2. adalah
sistem distribusi yang paling sederhana dan ekonomis. Pada sistem ini
terdapat beberapa penyulang yang menyuplai beberapa gardu distribusi
secara radial.
Trafo Trafo Trafo
Distribusi Distribusi Distribusi

150 kV 20 kV Trafo
Distribusi
Trafo Daya

PMT20 kV PMT20 kV
PMT150 kV

Trafo Trafo
Distribusi Distribusi

Gambar 2. Konfigurasi Jaringan Radial

Dalam penyulang tersebut dipasang gardu-gardu distribusi untuk


konsumen. Gardu distribusi adalah tempat dimana trafo untuk konsumen
dipasang. Bisa dalam bangunan beton atau diletakan diatas tiang.
Keuntungan dari sistem ini adalah sistem ini tidak rumit dan lebih murah
dibanding dengan sistem yang lain.

22
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Distribusi Menggunakan Matrix

Namun keandalan sistem ini lebih rendah dibanding dengan sistem


lainnya. Kurangnya keandalan disebabkan karena hanya terdapat satu jalur
utama yang menyuplai gardu distribusi, sehingga apabila jalur utama
tersebut mengalami gangguan, maka seluruh gardu akan ikut padam.

Kerugian lain yaitu mutu tegangan pada gardu distribusi yang paling
ujung kurang baik, hal ini dikarenakan jatuh tegangan terbesar ada diujung
saluran.

2.2. Jaringan Hantaran Penghubung (Tie Line)


Sistem distribusi Tie Line seperti Gambar 3. digunakan untuk pelanggan
penting yang tidak boleh padam (Bandar Udara, Rumah Sakit, dan lain-
lain).

Pemutus Pemutus 20 kV
20 kV
tenaga tenaga

PMT PMT
150 kV 20 kV 20 kV
Trafo Daya
Gardu
PMT PMT Penyulang Konsumen
150 kV 20 kV (khusus)

Gardu Induk

Gambar 3. Konfigurasi Jaringan Hantaran Penghubung

Sistem ini memiliki minimal dua penyulang sekaligus dengan


tambahan Automatic Change Over Switch / Automatic Transfer Switch,
setiap penyulang terkoneksi ke gardu pelanggan khusus tersebut sehingga
bila salah satu penyulang mengalami gangguan maka pasokan listrik akan
di pindah ke penyulang lain

2.3. Jaringan Lingkar (Loop)


Pada Jaringan Tegangan Menengah Struktur Lingkaran (Loop) seperti
Gambar 4. dimungkinkan pemasokannya dari beberapa gardu induk,
sehingga dengan demikian tingkat keandalannya relatif lebih baik.

23
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21 - 40, ISSN 1412-0372

Saklar Saklar
Seksi Seksi
20 kV
Otomatis Otomatis

PMT Trafo Trafo Trafo


150 kV 20 kV Distribusi Distribusi Distribusi

Pemutus
Beban
PMT PMT Saklar
150 kV 150 kV Seksi
PMT Trafo Trafo
Otomatis
20 kV Distribusi Distribusi
Trafo Trafo
Distribusi Distribusi

Gambar 4. Konfigurasi Jaringan Loop

2.4. Jaringan Spindel


Sistem Spindel seperti pada Gambar 5. adalah suatu pola kombinasi
jaringan dari pola Radial dan Ring. Spindel terdiri dari beberapa penyulang
(feeder) yang tegangannya diberikan dari Gardu Induk dan tegangan
tersebut berakhir pada sebuah Gardu Hubung (GH).

20 kV

PMT Trafo Distribusi Pemutus


20 kV beban

150 kV
Trafo Distribusi
Trafo Daya
Penyulang langsung
Gardu
PMT PMT Hubung
150 kV 20 kV

Trafo Distribusi

Trafo Distribusi

Gambar 5. Konfigurasi Jaringan Spindel

24
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Distribusi Menggunakan Matrix

Pada sebuah spindel biasanya terdiri dari beberapa penyulang aktif


dan sebuah penyulang cadangan (express) yang akan dihubungkan melalui
gardu hubung. Pola Spindel biasanya digunakan pada jaringan tegangan
menengah (JTM) yang menggunakan kabel tanah/saluran kabel tanah
tegangan menengah (SKTM).

Namun pada pengoperasiannya, sistem Spindel berfungsi sebagai


sistem Radial. Di dalam sebuah penyulang aktif terdiri dari gardu distribusi
yang berfungsi untuk mendistribusikan tegangan kepada konsumen baik
konsumen tegangan rendah (TR) atau tegangan menengah (TM).

2.5. Sistem Gugus atau Sistem Kluster


Konfigurasi Gugus seeperti pada Gambar 6. banyak digunakan untuk kota
besar yang mempunyai kerapatan beban yang tinggi. Dalam sistem ini
terdapat Saklar Pemutus Beban, dan penyulang cadangan.

Trafo Distribusi
20 kV
PMT
20 kV
Trafo
Trafo Distribusi
Distribusi

150 kV

Trafo Daya
Trafo
Trafo
Distribusi
PMT PMT Distribusi Trafo
150 kV 20 kV Distribusi

Pemutus
Beban

Penyulang Cadangan

Gambar 6. Konfigurasi Jaringan kluster

Dimana penyulang ini berfungsi bila ada gangguan yang terjadi pada
salah satu penyulang konsumen maka penyulang cadangan inilah yang
menggantikan fungsi suplai kekonsumen.

25
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21 - 40, ISSN 1412-0372

3. Sistem Distribusi Sekunder (Jaringan Tegangan Rendah 380/220V)


Sistem distribusi sekunder seperti pada Gambar 7. merupakan salah
satu bagian dalam sistem distribusi, yaitu mulai dari gardu trafo sampai
pada pemakai akhir atau konsumen.

Jaringan Tegangan Menengah

Gardu Induk
Sekering TM

Trafo Distribusi

Saklar TR

Rel TR

Sekering TR

Jaringan Tegangan Rendah

Gardu Distribusi Tiang

Sambungan
Rumah
Pelanggan

Gambar 7. Hubungan tegangan menengah ke tegangan rendah dan


konsumen

Melihat letaknya, sistem distribusi ini merupakan bagian yang


langsung berhubungan dengan konsumen, jadi sistem ini selain berfungsi
menerima daya listrik dari sumber daya (trafo distribusi), juga akan
mengirimkan serta mendistribusikan daya tersebut ke konsumen. Mengingat
bagian ini berhubungan langsung dengan konsumen, maka kualitas listrik
selayaknya harus sangat diperhatikan.

26
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Distribusi Menggunakan Matrix

Jatuh tegangan pada sistem distribusi mencakup jatuh tegangan pada:


1. Penyulang Tegangan Menengah (TM)
2. Transformator Distribusi
3. Penyulang Jaringan Tegangan Rendah
4. Sambungan rumah
5. Instalasi rumah.

Jatuh tegangan adalah perbedaan tegangan antara tegangan kirim


dan tegangan terima karena adanya impedansi pada penghantar. Maka
pemilihan penghantar (penampang penghantar) untuk tegangan menengah
harus diperhatikan. Jatuh tegangan yang di-ijinkan tidak boleh lebih dari
5% (ΔV ≥ 5%). Secara umum ΔV dibatasi sampai dengan 3,5%

4. Diagram Pengganti
Untuk memudahkan analisa, baik pada Jaringan Tegangan
Menengah maupun Jaringan Tegangan Rendah perlu dibuatkan diagram
penggantinya. Gambar 8. merupakan Jaringan Tegangan Menengah 20KV
yang disuplai dari sistem 150KV. Diagram pengganti dari Jaringan
Tegangan Menengah beserta trafo-trafo distribusinya berupa lingkaran-
lingkaran kecil pada penyulang. Posisi lingkaran disesuaikan dengan posisi
dimana trafo distribusi tersebut diletakan dalam penyulangnya.

JTM 20 kV
1 2 3 4 5 6 7 8

SISTEM SISTEM JTR JTR JTR JTR


150 kV 150 kV 380/220V 380/220V 380/220V 380/220V

Trafo Daya JTM


20 kV

PMT PMT PMT


150 kV 20 kV 20 kV
1 2 3 4 5 6 7 8

Gambar 8. Diagram pengganti Jaringan Tegangan Menengah

27
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21 - 40, ISSN 1412-0372

Diagram pengganti untuk Jaringan Tegangan Rendah terlihat pada


Gambar 9. Lingkaran-lingkaran kecil dan nomor-nomor pada lingkaran
tersebu melukiskan nomor-nomor tiang dan beban-beban yang tersambung
ketiang tersebu.

1 2 3 n
---- -

Sambungan Layanan
Gardu Trafo Pelanggan
Distribusi
1 2 3 4 5 6 n

Gambar 9. Diagram yang melukiskan Jaringan Tegangan Rendah


(220/380V).

Pada Jaringan Tegangan Rendah 380/220V ada beberapa ketentuan yang


perlu diperhatikan (PLN, 1992: NP). Dalam satu tiang dapat disambung
maksimum 5 Sambungan Layanan Pelanggan, seperti pada Gambar 10.

SLP 5

SLP 1
SLP 4

SLP 2
SLP 3
STR

STR = Saluran Tegangan Rendah


SLP = Sambungan Layanan Pelanggan

Gambar 10. Satu tiang maksimum 5 SLP

28
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Distribusi Menggunakan Matrix

Dalam satu Sambungan Layanan Pelanggan, dapat disambung seri


maksimum 5 pelanggan seperti Gambar 11. dengan tetap memperhatikan
jatuh tegangan yang di-ijinkan. Jarak sambungan maksimum dari tiang ke
rumah terakhir 150m, dan jarak sambungan maksimum dari tiang ke rumah
atau dari rumah kerumah, maksimum 30m.

SLP

STR

STR = Saluran Tegangan Rendah


SLP = Sambungan Layanan Pelanggan

Gambar 11. Dalam satu SLP, maksimum dapat disambung 5 pelanggan


secara seri

Pada sambungan Satu Tiang Atap, maksimun dapat disambung 3


Sambungan Layanan Pelanggan seperti Gambar 12.

STR

SLP
Max. 3 SLP

Gambar 12. Satu Tiang Atap, dapat disambung maksimum 3 SLP

29
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21 - 40, ISSN 1412-0372

Perhitungan Matrix Admitansi dan Matrix Impedansi Bus, baik


pada Jaringan Tegangan Menengah maupun Jaringan Tegangan Rendah,
dalam satu penyulang yang mendapat 1 suplai daya dapat dibuatkan
diagram impedansinya seperti Gambar 13.

1 2 3 4 5 6 n

1 Zs1 2 Zs2 3 Zs3 4 Zs4 5 Zs5 6 Zs6 ---- Zsn n

Zb1 Zb2 Zb3 Zb4 Zb5 Zb6 --- Zbn

Zs1 = Impedansi saluran antara tiang 1 dan 2


Zb1 = Impedansi ekivalen beban total pada tiang 1

Gambar 13. Diagram impedansi.

Analisa jaringan tegangan rendah, maka Zb adalah beban ekivalen


pada tiang tersebut. Sedangkan untuk jaringan tegangan menengah, Zb
adalah impedansi ekivalen beban yang dipikul trafo. ZS adalah impedansi
penyulang antara tiang/ gardu dengan tiang/ gardu disebelahnya.

5. Profil Tegangan Jaringan Tegangan Menengah


Untuk melihat profil tegangan, diambil data (Peter L Toruan, 2004:
32-80) pada salah satu Gardu Induk di Jakarta Utara. Gardu Induk (GI)
tersebut selain melayani beban perumahan dan juga melayani beban
perindustrian. GI tersebut memiliki beberapa penyulang distribusi utama/
primer 20 kV.

Jaringan tersebut adalah Spindel dengan masing-masing penyulang


bertipe radial. Penyulang yang akan digunakan sebagai contoh adalah
penyulang kabel bawah tanah jenis AAAC (All Alumunium Alloy
Conductor) dengan diameter 3×150 mm2 , resistansi 0,206 Ω/ km, reaktansi
0,104 Ω / km dengan faktor daya 0,8, dan kapasitas maksimum 376 A.

30
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Distribusi Menggunakan Matrix

Beban puncak penyulang tersebut adalah 5,5 MVA. Dengan faktor


daya yang ditetapkan sebesar 0,8. Diagram satu garis penyulang seperti
Gambar 14. Penyulang mensuplai 16 Gardu trafo distribusi, dengan
kapasitas masing-masing trafo 400KVA, 20KV-380/220V.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Gambar 14. Penyulang mensuplai 16 Gardu trafo Distribusi

Untuk memudahkan setiap gardu trafo diberi nomor 1 s/d 16 seperti


Gambar 14. Jarak 1 gardu trafo dengan gardu trafo disebelahnya, rata-rata
berjarak 1,2 km.

Dari data-data diatas, impedansi penyulang antara satu gardu trafo


dengan gardu trafo disebelahnya adalah:

ZS = 0,2472 + j0,1248  (1)

Untuk beban 5,5MVA, cos  = 0,8 dan dianggap terdistribusi


merata pada ke 16 trafo, maka impedansi ekivalen beban masing-masing
gardu adalah (jika tidak merata, maka Zb dihitung dari masing-masing
beban pada tiang/gardu sendiri-sendiri, demikian juga ZS harus dihitung
sesuai jarak yang sebenarnya ada dilapangan):

ZB = 930.909 + j698.182  (2)

Dari kedua data diatas, dan rangkaian pengganti yang dibicarakan


sebelumnya, dapat disusun Matrix Admitansi dan Matrix Impedansi
Bus(2,5,6,9. (Elgerd, 1971: 229-300) (Nagrath, 1980: 200-230) (Paul
Anderson, 2004: 25-50) (William D, 1984: 157-180). Karena ada 16
simpul, maka ukuran matrix Zbus dan Ybus adalah 16x16. Arus yang masuk
simpul 1 (masuk penyulang) adalah:

Vnom
I1 = (3)
zbuss1,1

I1 = 125.054 - 93.178i (4)

31
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21 - 40, ISSN 1412-0372

|I1| = 155.951 (5)

Vnom adalah tegangan nominal sistem 20KV, diambil dan dijaga tetap
20KVL-L. Tegangan pada masing-masing gardu trafo dapat diperoleh dari:

Vtn = zbus<1>.I1 (6)

Dimana Zbus<1> adalah impedansi kolom 1 dari Zbus . Profil tegangan disetiap
gardu dilukiskan dalam Gambar 15.

20000
Tegangan Gardu Trafo Antar Fasa

19800

|V | 3
tni

19600

19400
0 5 10 15 20
i
Nomor Gardu

Gambar 15. Profil Tegang Disetiap Gardu Pada JTM Yang Ditinjau

Jika penyulang tersebut merupakan sistem loop, Gambar 16. maka


tegangan disetiap gardu dapat diperoleh dengan cara yang sama seperti
perhitungan diatas.

Perbedaanya hanya pada data untuk membentuk matrix Zbus atau


Ybus. Pada sistem loop, simpul no 16 disambung kesimpul no 1 melalui
impedansi penyulang Zs. Jadi ada tambahan satu data dibanding sistem
radial diatas.

32
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Distribusi Menggunakan Matrix

5
4 6
3 7

I1 2 8

1 9

16 10

15 11
14 12
13

Gambar 16. Jaringan Tegangan Menengah tipe Loop.

Pada Gambar 17. profil tegangan lebih baik, tegangan pada gardu 1
dan 16 sekarang pada tegangan yang hampir sama (perbedaan tegangan
yang kecil terjadi pada jatuh tegangan dari titik 1 ke 16). Profil tegangan
untuk tipe loop.

20000
Tegangan Gardu Trafo Antar Fasa

19950

19900
|Vt4i| 3

19850

19800
0 5 10 15 20
i
Nomor Gardu

Gambar 17. Profil tegangan gardu pada penyulang konfigurasi loop.

Jika jaringan loop disuplai dari 3 buah gardu induk 150-20KV seperti
Gambar 18.

33
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21 - 40, ISSN 1412-0372

I6

5
4 6
3 7

I1 2 8

1 9
150 kV - 20 kV
16 10

15 11
14 12
13
I12

Gambar 18. Penyulang konfiguasi loop dengan 3 sumber daya

Arus I1 , I6 dan I12 dapat dihitung dari (Homer E, 1975: 49-80):

 20000 
1  
 I1   Z bus1,1 Z bus1, 6 Z bus1,12   3 
   20000 
 I 6  =  Z bus1, 6 Z bus6 , 6 Z bus6 ,12  .   (7)
 I   Z 
Z bus12,12   20000
3 
 12   bus1,12 Z bus6 ,12   
 
 3 

Tegangan pada ke 16 gardu trafo distribusi dapat diperoleh dari teori


superposisi,

Vt5 = zbus<1>.I1 + zbus<6>.I6 + zbus<12>.I2 (8)

Dimana
Zbus<1> = Zbus<6> = Zbus<12> (9)

= matrix kolom Zbus untuk kolom 1, 6 dan kolom 12.

34
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Distribusi Menggunakan Matrix

Pada Gambar 19. tegangan gardu no 1, 6 dan 12 dipertahankan tetap 20KV.

20000
20000
Tegangan Gardu Trafo Antar Fasa

19990
|Vt5i| 3

19980
19978.932

19970
0 5 10 15 20
i
Nomor Gardu

Gambar 19. Profil tegangan tipe loop dengan suplai dari 3 sumber daya

6. Profil Tegangan Jaringan Tegangan Rendah


Untuk melihat profil tegangan pada jaringan tegangan rendah
seperti Gambar 20. diambil data (Alexander, 2004: 54-80) pada sistem
distribusi di Jakarta timur.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

JTR 220 V
I1

20 kV - 380 / 220 V

Gambar 20. Jaringan Tegangan Rendah 220V

35
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21 - 40, ISSN 1412-0372

Gardu trafo yang diamati melayani beban perumahan dengan


penyulangnya ditompang oleh 15 tiang. Beban pertiang 3300VA, 220V
dengan cos  = 0,8. Impedansi saluran antara tiang satu dengan tiang
disebelahnya, diambil sama yaitu

ZS = 0,01 + j 0,03  (10)

Impedansi ekivalen beban per tiang,

ZB = 11,733 + j 8,8 . (11)

Dari kedua data diatas, dan rangkaian pengganti yang dibicarakan


sebelumnya, dapat disusun Matrix Admitansi dan Matrix Impedansi Bus.

Karena ada 15 simpul, maka ukuran matrix Zbus dan Ybus adalah
15x15. Arus yang masuk simpul 1 (masuk penyulang 220V) dihitung
dengan cara yang sama seperti perhitungan pada Jaringan Tegangan
Menengah, yaitu:

Vnom
I1 = (12)
zbus1,1

I1 = 151.778 - 131.3867i (13)

|I1| = 200.746 (14)

nt .st
Inom = (15)
Vnom

Vnom adalah tegangan nominal 220V. Tegangan pada masing-masing tiang,

Vtn = zbus<1>.I1 (16)

Dimana Zbus<1> adalah impedansi kolom 1 dari Zbus .

Tegangan ini dilukiskan dalam Gambar 21.

Jika pada tiang 15 dipasang gardu trafo lain, sehingga penyulang


Jaringan Tegangan Rendah tsb mendapat 2 masukan tegangan 220V, seperti
terlihat dalam Gambar 22.

36
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Distribusi Menggunakan Matrix

220

210
Tegangan (Volt)

|Vtni|
200

190

180
0 5 10 15
i
Nomor Simpul

Gambar 21. Profil tegangan jaringan tegangan rendah konfigurasi radial

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

JTR 380/220V
I1 I15

20KV-380/220V 20KV-380/220V

Gambar 22. Penyulang jaringan tegangan rendah dengan suplai dari 2 gardu
trafo

Arus I1 dan I15 dapat diperoleh dari:

 V1   zbus1,1 zbus1,15   I1 
  =  .   (17)
 V15   zbus zbus15,1 5   I15 
 1,15

37
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21 - 40, ISSN 1412-0372

1
 I1   zbus1,1 zbus1,15   V1 
  =   .  (18)
 I15   zbus
 1,15 zbus15,1 5  V15 

1
 zbus1,1 zbus1,15   220
=  . 
 zbus
 1,15 zbus15,1 5   220

I1 = 86.453 - 67.282i

|I1| = 109.549

I15 = 86.453 - 67.282i

|I15| = 109.549

Tegangan masing-masing tiang,

Vt2 = zbus<1>.I1 + zbus<15>.I15 (19)

Profil tegangannya seperti Gambar 23.

220
Tegangan Tiang (L-N)

218

216
|Vtni|
214

212

210
0 5 10 15
i
Nomor Tiang

Gambar 23. Profil tegangan dengan suplai daya dari 2 gardu trafo

38
Maula Sukmawidjaja. Perhitungan Profil Tegangan Pada Sistem Distribusi Menggunakan Matrix

7. Kesimpulan
1. Dengan menggunakan metoda matrix impedansi Zbus dan matrix
admitansi Ybus dapat diketahui profil tegangan pada penyulang
distribusi, baik pada jaringan tegangan rendah maupun jaringan
tegangan menengah.
2. Perhitungan tidak tergantung dari tipe/ konfigurasi jaringan (radial, loop
atau konfigurasi lainnya), maupun jumlah gardu/ tiang. Beban-beban
dan impedansi saluran juga tidak harus sama seperti yang diuraikan
dalam kasus-kasus diatas, tapi dapat bervariasi.
3. Jika tegangan-tegangan disemua titik telah diperoleh, maka arus dan
aliran daya dapat dihitung. Demikian pula rugi-rugi dayanya.
4. Untuk perhitungan yang lebih teliti, impedansi trafo dapat disisipkan
pada impedansi ekivalen ZS yang bersesuaian.
5. Matrix Zbus dan Ybus adalah matrix simetris yang luas penggunaanya
dalam sistem tenaga listrik baik pada operasi normal maupun kondisi
gangguan dan dapat diterapkan baik pada jaringan tegangan rendah,
maupun jaringan tegangan menengah, namun biasanya digunakan pada
jaringan tegangan tinggi.

Daftar Pustaka
1. Alexander Simanjuntak. 2004. Perhitungan Jatuh Tegangan Pada
Jaringan Distribusi Menggunakan Mathcad 2000 Profesional,
Disertasi. Jakarta: Tugas Akhir Strata-1, Jurusan Teknik Elektro,
Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti.
2. Elgerd, 0.I. 1971. Electric Energy System Theory, An Introduction. New
Delhi: Tata Mc Graw-Hill.
3. Homer E. Brown. 1975. Solution Of Large Networks By Matrix
Methods. ………: A Wiley-Interscience Publication, John Wiley &
Sons, Inc.
4. Muchamdany, 2008: Analisa Koordinasi Penyetelan Relai Arus Lebih
Dan Relai Gangguan Tanah Untuk Mengatasi Simpatetik Trip Pada
Gardu Induk Tanggerang PT. PLN (PERSERO) DISTRIBUSI
JAKARTA RAYA DAN TANGERANG AREA JARINGAN TANGERANG.
Disertasi. Jakarta: Tugas Akhir Strata-1, Jurusan Teknik Elektro,
Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti.
5. Nagrath, I.J., D.P. Kothari. 1980. Modern Power System Analysis. New
Delhi: Tata Mc Graw-Hill.
6. Paul Anderson. 1973. Analysis of Faulted Power Systems, USA: The
Iowa State University Press, Ames, Iowa.

39
JETri, Volume 7, Nomor 2, Februari 2008, Halaman 21 - 40, ISSN 1412-0372

7. Peter L Toruan. 2004. Menghitung Jatuh Tegangan Pada Penyulang


Jaringan Distribusi 20 kV , Disertasi. Jakarta: Tugas Akhir Strata-1,
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas
Trisakti.
8. PLN. 1992: Standard Konstruksi Jaringan Distribusi Dilingkungan
Perusahaan Listrik Negara, Buku saku. Jakarta: nn.
9. William D. Stevenson, Jr. 1984, edisi ke-4. Analisis Sistem Tenaga
Listrik. Jakarta: Penerbit Erlangga.

40

Anda mungkin juga menyukai