Laporan Praktikum Kancing Genetika
Laporan Praktikum Kancing Genetika
B. Persilangan Dihibrid
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan berupa kancing sebanyak 200 biji terdiri atas :
(merah = bulat, putih = keriput)
a. 25 merah jantan dan 25 putih jantan (ember kecil I)
b. 25 kuning jantan dan 25 hijau jantan (ember kecil II)
c. 25 merah betina dan 25 putih betina (ember kecil III)
d. 25 kuning betina dan 25 hijau betina (ember kecil IV)
2. Memasangkan masing-masing kancing sesuai ketentuan : B = bulat, b = keriput, K = kuning, k =
hijau.
3. Memasukkan masing-masing ke dalam becker glass dan mengaduknya hingga rata
4. Mengambil secara acak sepasang-sepasang dari ember kecil I dengan ember kecil III
dipasangkan bersamaan dengan ember kecil II dan ember kecil IV.
5. Meletakkan 2 pasang kancing yang masing-masing sudah diberi nama sesuai ketentuan
6. Mencatat hasil persilangan ke dalam tabel
7. Menghitung perbandingan fenotip dan genotifnya
B. Persilangan Dihibrid
Fenotif Genotif Tabulasi Jumlah
BBKK III 3
BbKK IIIII 5
Bulat - kuning
BBKk IIIII I 6
BbKk IIIII IIIII IIIII I 16
BBkk IIII 4
Bulat – hijau
Bbkk IIII 4
bbKK III 3
Keriput – kuning
bbKk IIII III 7
Keriput – hijau bbkk II 2
Jumlah 50
Ratio Fenotif =
Bulat-kuning : Bulat-hijau : Keriput-kuning : Keriput-hijau
30 : 8 : 10 : 2
10 : 4 : 5 : 1
Ratio genotif =
BBKK : BbKK : BBKk : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbkk
3 : 5 : 6 : 16 : 4 : 4 : 3 : 7 : 2
V. ANALISIS DATA
1. Persilangan Monohibrid
Persilangan monohibrid adalah persilanganantara dua individu yang mempunyai satu sifat
beda, yaitu parental yang memiliki sifat fenotif merah (MM) dengan parental yanag memiliki
sifat fenotif putih (mm), dimana sifat merah dominan terhadap sifat putih.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan oleh kelompok kami dan berdasarkan
data yang diperoleh dari percobaan pada persilangan monohibrid, didapatkan bahwa hasil
perbandingan ratio fenotifnya pada data kelompok, yaitu Rasio fenotip Merah : Putih = 3 : 1 dan
juga pada percobaan monohibrid ini didapat ratio genotif pada data kelompok, yaitu Rasio
Genotif MM : Mm : mm = 6 : 9 : 5.
Menurut hukum Mendel I, suatu persilangan monohibrid akan menghasilkan ratio fenotif 3 :
1. Perbandingan ini sesuai dengan data yang didapat pada percobaaan dengan menggunakan
kancing. Pada rasio genotif di dapat perbandingan 6 : 9 : 5 jadi tidak sesuai atau tidak
memenuhi dari hukum Mendel I. Ini diduga karna kesalahan atau ketidak telitian dalam
melakukan percobaan. Pada persilangan monohibrid akan menghasilkan ratio genotif 1 : 2 : 1
itu yang seharusnya. Hal ini diperkuat dengan percobaan Mendel sendiri. Dimana untuk
mendapatkan rasio fenotif 3 : 1 untuk perkawinan Monohibrid, Mendel menggunakan sampel
sebanyak 443 kacang ercis, sehingga pada data kelompok yang menggunakan pasangan jumlah
kancing 400 buah, hasilnya sesuai dengan Hukum Mendel I.
Mendel menyusun hipotesis dalam menerangkan hukum hereditas yaitu jika dominansi
tampak sepenuhnya, maka perkawinan monohibrid menghasilkan keturunan yang
memperlihatkan perbandingan fenotif 3 : 1 dan memperlihatkan perbandingan genotif 1 : 2 : 1
(Putra, Ramadhani dan Tati Subahar, 200:hal 196). Jadi pada percobaan monohibrid ini ada yang
sesuai dengan Hukum Mendel I dan ada yang belum.
2. Persilangan Dihibrid
Pada Persilangan Dihibrid, berdasarkan data kelompok di dapat rasio fenotif yaitu 10 : 4 :5
:1. Pada rasio fenotif data kelompok tidak didapatkan hasil yang mendekati perbandingan rasio
fenotif yang tepat, yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Hal ini mungkin disebabkan pada percobaan persilangan
dihibrid jumlah kancing yang dipasangkan tidak banyak atau kesalahan dalam persilangan
menggunkan kancing sehingga diduga terjadi penyimpangan peluang semakin besar dan untuk
mendapatkan hasil yang sama makin menjauhi dari prediksi teoritis yang dikemukakan Mendel.
Hal ini diperkuat dengan percobaan Mendel sendiri, dimana untuk mendapatkan rasio fenotif 9 :
3 : 3 : 1 untuk perkawinan dihibrid, Mendel menggunakan sampel sebanyak 556 kacang ercis. Di
samping sedikitnya kancing yang dipasangkan, ketidaksesuaian hasil yang didapat juga
dimungkinkan karena ketidaktelitian praktikan pada saat pengambilan kancing.
Akan tetapi walaupun hasil perbandingan fenotip tidak sesuai yang diharapkan, nilai dari
ratio fenotip tersebut hampir mendekati ratio yang dikemukakan oleh Mendel pada persilangan
dihibrid yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Menurut Suripto (2000 : hal 198) “Angka-angka perbandingan fenotif
F2 dihibrid = 9 : 3 : 3 : 1 dalam kenyataannya perbandingan yang diperoleh tidak persis seperti
angka perbandingan di atas, melainkan mendekati perbandingan 9 : 3 : 3 : 1”.
Menurut hukum Mendel II, suatu persilangan dihibrid akan menghasilkan ratio fenotifnya
9 : 3 : 3 : 1. Hukum Mendel II menyatakan bahwa gen-gen dari sepasang alel memisah secara
bebas ketika berlangsung pembelahan reduksi (meiosis) pada waktu pembentukan gamet- gamet.
Oleh karena itu pada percobaan persilangan dihibrid yang dilakukan itu telah terjadi 4 macam
pengelompokkan dari dua pasang gen, yaitu :
1. Gen B mengelompok dengan gen K, terdapat gamet BK
2. Gen B mengelompok dengan gen k, terdapat gamet Bk
3. Gen b mengelompok dengan gen K, terdapat gamet bK
4. Gen b mengelompok dengan gen k, terdapat gamet bk
VI. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan pada percobaan persilangan monohibrid dan dihibrid , maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa :
1. Persilangan monohibrid adalah suatu persilangan antara dua individu yang mempunyai satu sifat
beda.
2. Persilangan dihibrid adalah suatu persilangan ( pembastaran ) dengan dua sifat beda.
3. Tiap sifat dari organisme hidup dikendalikan oleh sepasang faktor keturunan ( gen ), satu dari
induk jantan, lainnya dari induk betina.
4. Pada persilangan monohibrid, belum sesuai atau hampir mendekati dengan Hukum Mendel I
pada ratio genotif sesuai , yaitu genotif 1 : 2 : 1, sedangkan pada ratio fenotip telah sesuai
dengan Hukum Mendel I yaitu 3 : 1.
5. Pada percobaan persilangan Dihibrid, rasio fenotifnya menyimpang dari teori. Hal ini
dimungkinkan karena :
a. Jumlah kancing yang dipasangkan tidak banyak sehingga kemungkinan terjadi penyimpangan
peluang semakin besar dan nisbahnya makin menjauhi dari prediksi teoritis.
b. Ketidak telitian praktikan pada saat pengambilan kancing
VII.DAFTAR PUSTAKA
Halang, Bunda & Muhammad Zaini. 2015. Penuntun Praktikum Genetika. PMIPA FKIP UNLAM:
Banjarmasin.
Yusa & Sartika Widhiyastuti. 2010. Facil Advanced Learning Biology 3A. Bandung : Grafindo Media
Pratama.